Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan
Secara umum kondisi perairan di Pulau Sawah dan Lintea memiliki
karakteristik yang mirip dari 8 stasiun yang diukur saat melakukan pengamatan
mega bentos dan terumbu karang. Pengamatan dilakukan pada pagi maupun sore
hari. Hasil pengukuran parameter fisik dan kimia perairan tersaji pada tabel 4.
Tabel 4. Parameter fisik dan kimia perairan dari seluruh stasiun
Stasiun Pengamatan
Parameter Suhu (0C)
Salinitas (ppt)
Kecepatan Arus Permukaan (m/s) Kecerahan (%)
1 28 32,2 0,18 100 2 30 31,4 0,0471 100 3 29 31 0,041 100 4 29 32,6 0,071 100 5 28 32 0,076 100 6 29 31,6 0,1 40 7 29 31,2 0,03 100 8 29 32,5 0,102 100
4.1.1. Suhu
Suhu permukaan air di masing-masing stasiun berkisar antara 28-300C.
Suhu tersebut tergantung pada kondisi cuaca dan waktu pengambilan data suhu.
Menurut Kleine et al (2009) karang-karang pembentuk terumbu hidup di dalam
kisaran suhu yang sempit antara 18-300C. Sedangkan menurut Nybakken (1992)
menyatakan terumbu karang dapat mentoleransi suhu permukaan laut antara 36-
400C. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan suhu perairan pulau Sawah
dan Lintea berada dalam suhu yang optimum untuk pertumbuhan terumbu karang.
30
4.1.2. Kecepatan Arus Permukaan Laut
Kecepatan arus permukaan laut di perairan Pulau Sawah dan Lintea
berdasarkan hasil pengamatan mempunyai kecepatan yang berkisar 0,03-0,18
m.(detik-1). Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,18 m.(detik-1),
hal ini diduga karena pada saat pengambilan data terjadi hujan dan dipengaruhi
oleh angin pada saat pengamatan. Arus permukaan terrendah terdapat di stasiun 7
yaitu 0,03 m.(detik-1). Stasiun 7,2,3 dan 6 merupakan daerah laguna yang
merupakan daerah terlindung ketika musim teduh, namun apabila terjadi hujan
disertai angin arus permukaan di dalam laguna berpengaruh terhadap arus yang
berasal dari luar laguna.
4.1.3. Salinitas
Hasil pengukuran lapangan diperoleh kisaran salinitas antara 32,6-31 ppt.
Di stasiun 3 mempunyai salinitas yang rendah (31 ppt) dibandingkan dengan
stasiun lainnya (31-32,6 ppt). Kisaran yang didapatkan masih sesuai untuk
pertumbuhan terumbu karang yaitu kisaran 27-35 ppt (Kordi 2010).
4.1.4. Kecerahan
Kecerahan diukur dari kemampuan cahaya untuk menembus kolom air
menentukan intensitas cahaya yang diterima oleh zooxanthellae. Kecerahan
perairan rata-rata 100% , namun untuk stasiun 6 hanya 40% yang disebabkan pada
saat pengambilan data terjadi hujan dan gelombang, sehingga sustrat pasir yang
berada di dalam laguna terangkat yang menyebabkan kekeruhan.
31
4.2. Kondisi Terumbu Karang
4.2.1. Kondisi Terumbu Karang Kedalaman 3 meter
Presentase penutupan karang keras hidup pada kedalaman 3 meter dari
seluruh stasiun berkisar diantara 20-51%. Presentase tutupan soft coral berkisar
antara 0-40% sedangkan presentase tutupan karang mati (dead coral) di masing-
masing stasiun pengamatan berkisar antara 0-26%. Presentase tutupan macroalgae
berkisar antara 0-17% dan komponen other fauna (lili laut, kima, sea fan, dan
anemon) berkisar antara 1-5% sedangkan komponen abiotic berada dikisaran 4-
44%.
Presentase tutupan karang keras hidup yang tertinggi berada di stasiun 6
sementara presentase tutupan terrendah berada di stasiun 8. Kondisi karang keras
hidup disemua stasiun dapat dikategorikan buruk hingga baik. Stasiun yang
memiliki kondisi terumbu karang terbaik terdapat pada stasiun 6 yang didominasi
oleh coral branching yang terdapat di dalam laguna, sedangkan untuk stasiun 8
merupakan daerah tubir yang membentuk wall (reef wall). Histogram kondisi
terumbu karang pada kedalaman 3 meter dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Kondisi terumbu karang kedalaman 3 meter
Stasiun
% Cover Substrat Indeks
Mortalitas HC DC MA OT Abiotic SC
1 21 26 5 4 4 40 0.553 2 46 14 2 3 35 0 0.23 3 34 23 7 2 34 0 0.403 4 26 0 0 1 9 64 0 5 30 1 13 3 16 37 0.032 6 51 6 0 5 38 0 0.105 7 31 21 1 1 44 2 0.403 8 20 0 17 1 28 34 0
Gambar 9. Presentase rata
Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Sawah dan Lintea secara rata
rata masuk dalam kondisi sedang. Berdasarkan metode
(PIT) presentase karang keras (
(dead coral) sebesar 11,38%, Komponen
soft coral, abiotic, dan
(Gambar 9).
Besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati
indeks mortalitas. Berdasarkan nilai indeks mortalitas pada kedalaman 3 meter
diperoleh hasil 0-0,59. Indeks mortalitas pada stasiun 4 yaitu nol yang
menunjukan sangat rendah artinya pada stasiun tersebut tingkat kesehatan
karangnya sangat tinggi diba
rasio kematian karang pada stasiun tersebut tidak ada. Stasiun yang tingkat
kematiannya termasuk tinggi yaitu stasiun
bahwa tingkat kesehatan karang yaitu
lingkungan yang berada di stasiun tersebut dapat ditolerir oleh ekosistem terumbu
karang pada stasiun tersebut
stasiun di kedalaman 3 meter menunjukan nilai indeks mortalitas
5). Hasil pengamatan
Fauna, 2.50%
Abiotic, 26.00%
Coral, 22.13%
. Presentase rata-rata kondisi terumbu karang
Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Sawah dan Lintea secara rata
rata masuk dalam kondisi sedang. Berdasarkan metode Point Intercept Transect
(PIT) presentase karang keras (hard coral) yakni sebesar 32,38%, karang mati
sebesar 11,38%, Komponen macroalgae sebesar 5,63% , komponen
dan other fauna berturut-turut sebesar 22,13%, 26% dan 2,5%
esarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati
Berdasarkan nilai indeks mortalitas pada kedalaman 3 meter
0,59. Indeks mortalitas pada stasiun 4 yaitu nol yang
menunjukan sangat rendah artinya pada stasiun tersebut tingkat kesehatan
karangnya sangat tinggi dibandingkan dengan stasiun lain atau dengan kata lain
rasio kematian karang pada stasiun tersebut tidak ada. Stasiun yang tingkat
kematiannya termasuk tinggi yaitu stasiun 1 dan 7 yang mempunyai indikasi
hatan karang yaitu sedang hal ini menunjukan
lingkungan yang berada di stasiun tersebut dapat ditolerir oleh ekosistem terumbu
karang pada stasiun tersebut. Hasil indeks mortalitas yang diperoleh pada seluruh
stasiun di kedalaman 3 meter menunjukan nilai indeks mortalitas
asil pengamatan menunjukan bahwa kondisi terumbu karang yang paling
Hard
Coral, 32.38%
Death
Coral, 11.38%
Algae, 5.63%Other
Fauna, 2.50%
Abiotic, 26.00%
Soft
Coral, 22.13%Hard Coral
Death Coral
Algae
Other Fauna
Abiotic
Soft Coral
32
kondisi terumbu karang 3 meter
Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Sawah dan Lintea secara rata-
Point Intercept Transect
sar 32,38%, karang mati
sebesar 5,63% , komponen
13%, 26% dan 2,5%
esarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati ditunjukan oleh
Berdasarkan nilai indeks mortalitas pada kedalaman 3 meter
0,59. Indeks mortalitas pada stasiun 4 yaitu nol yang
menunjukan sangat rendah artinya pada stasiun tersebut tingkat kesehatan
ndingkan dengan stasiun lain atau dengan kata lain
rasio kematian karang pada stasiun tersebut tidak ada. Stasiun yang tingkat
yang mempunyai indikasi
unjukan bahwa tekanan
lingkungan yang berada di stasiun tersebut dapat ditolerir oleh ekosistem terumbu
Hasil indeks mortalitas yang diperoleh pada seluruh
stasiun di kedalaman 3 meter menunjukan nilai indeks mortalitas rendah (Tabel
bahwa kondisi terumbu karang yang paling
Hard Coral
Death Coral
Other Fauna
Soft Coral
33
baik berdasarkan tipe penutupan substrat yaitu stasiun 6 yang mempunyai tutupan
karang keras hidup sebesar 51% dan indeks mortalitas yang rendah yaitu sebesar
0,105.
4.2.2. Kondisi Terumbu Karang Kedalaman 10 meter
Kondisi terumbu karang keras hidup pada kedalam 10 meter dari seluruh
stasiun berkisar antara 33-45%. Stasiun yang memiliki tutupan karang keras
paling tinggi berada di stasiun 4 sedangkan presentase tutupan karang keras paling
rendah berada di stasiun 5 (Tabel 6). Kedua stasiun tersebut mempunyai
karakteristik reef wall, yang berada pada kategori sedang, sedangkan presentase
tutupan karang mati (dead coral) di seluruh stasiun pengamatan berkisar antara 0-
29%. Presentase tutupan alga (macroalgae dan Turf algae) berkisar antara 0-9%
dan presentase tutupan soft coral berkisar antara 0-31%. Kompenen other fauna
yang ditemukan yaitu (spons, kima, lili laut, sea fan, dan anemon ) berkisar antara
0-37%, dan komponen abiotic (sand, rubble, dan rock) berkisar antara 16-35%.
Tabel 6. Kondisi terumbu karang kedalaman 10 meter
Stasiun % Cover Substrat Indeks
Mortalitas HC DC MA OT Abiotic SC
1 40 10 4 9 17 20 0.2
2 36 26 0 0 35 3 0.42
3 42 20 2 5 27 4 0.323
4 45 0 3 5 16 31 0
5 33 2 9 7 33 16 0.057
6 41 29 1 3 26 0 0.414
7 40 22 0 3 35 0 0.35
8 34 0 6 37 19 4 0
Kondisi terumbu karang di perairan pulau Sawah dan Lintea dari semua
stasiun pengamatan memiliki kategori sedang. Berdasarkan hasil pengamatan
dengan metode PIT mempunyai rata-rata tutupan karang keras hidup sebesar
38,88%, sedangkan karang mati (dead coral) sebesar 13,63%. Rata-rata tutupan
makroalgae yakni sebesar 3,13%, soft coral sebesar 9,75% dan komponen abiotic
26%. (Gambar 10).
Gambar 10. Presentase ra
Besarnya rasio kematian karang keras hidup menjadi karang mati
digunakan indeks mortalitas. Indeks mortalitas pada kedalaman
semua stasiun menunjukan kisaran 0
Nilai indeks mortalitas
indeks mortalitas mendekati 0 maka kondisi terumbu karang dikatakan memiliki
rasio kematian karang yang kecil atau tingkat kesehatan karang tinggi, begitu juga
sebaliknya jika mendekati nilai 1 maka kondisi
memiliki rasio kematian rendah (Fachrul 2008).
Berdasarkan nilai indeks mortalitas, stasiun 4 dan 8 memiliki nilai 0 yang
artinya tidak ada karang yang mati atau secara spesifik menjelaskan bahwa
tekanan lingkungan yang menyebab
ditolerir. Indeks mortalitas yang termasuk tinggi dibandingkan dengan stasiun lain
berada di stasiun 1,
tersebut dapat mengindikasikan bahwa tekanan lingkungan p
masih bisa ditolerir untuk keberlangsungan hidup ekosistem terumbu karang.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui kondisi terumbu karang di kedalaman
10 meter yang paling baik berada di stasiun 4 dengan presentase tutupan karang
keras hidup sebesar 45%
Other
Fauna, 8.63%
Abiotic, 26.00%
Soft
Coral, 9.75%
Presentase rata-rata kondisi terumbu karang
esarnya rasio kematian karang keras hidup menjadi karang mati
digunakan indeks mortalitas. Indeks mortalitas pada kedalaman
semua stasiun menunjukan kisaran 0-0,42 (Tabel 6).
Nilai indeks mortalitas mempunyai kisaran 0-1 yang berarti apabila nilai
indeks mortalitas mendekati 0 maka kondisi terumbu karang dikatakan memiliki
rasio kematian karang yang kecil atau tingkat kesehatan karang tinggi, begitu juga
sebaliknya jika mendekati nilai 1 maka kondisi terumbu karang dikatakan
memiliki rasio kematian rendah (Fachrul 2008).
nilai indeks mortalitas, stasiun 4 dan 8 memiliki nilai 0 yang
artinya tidak ada karang yang mati atau secara spesifik menjelaskan bahwa
tekanan lingkungan yang menyebabkan matinya terumbu karang masih dapat
ditolerir. Indeks mortalitas yang termasuk tinggi dibandingkan dengan stasiun lain
2, 3, 5, 6 dan 7 masuk dalam kategori sedang.
tersebut dapat mengindikasikan bahwa tekanan lingkungan pada stasiun tersebut
masih bisa ditolerir untuk keberlangsungan hidup ekosistem terumbu karang.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui kondisi terumbu karang di kedalaman
10 meter yang paling baik berada di stasiun 4 dengan presentase tutupan karang
keras hidup sebesar 45% yang tidak ditemukan karang mati.
Hard
Coral, 38.88%
Death
Coral, 13.63%
Algae, 3.13%Fauna, 8.63%
Abiotic, 26.00%
Soft
Coral, 9.75%
Hard Coral
Death Coral
Algae
Other Fauna
Abiotic
Soft Coral
34
rata kondisi terumbu karang 10 meter
esarnya rasio kematian karang keras hidup menjadi karang mati
digunakan indeks mortalitas. Indeks mortalitas pada kedalaman 10 meter dari
1 yang berarti apabila nilai
indeks mortalitas mendekati 0 maka kondisi terumbu karang dikatakan memiliki
rasio kematian karang yang kecil atau tingkat kesehatan karang tinggi, begitu juga
terumbu karang dikatakan
nilai indeks mortalitas, stasiun 4 dan 8 memiliki nilai 0 yang
artinya tidak ada karang yang mati atau secara spesifik menjelaskan bahwa
kan matinya terumbu karang masih dapat
ditolerir. Indeks mortalitas yang termasuk tinggi dibandingkan dengan stasiun lain
masuk dalam kategori sedang. Kategori
ada stasiun tersebut
masih bisa ditolerir untuk keberlangsungan hidup ekosistem terumbu karang.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui kondisi terumbu karang di kedalaman
10 meter yang paling baik berada di stasiun 4 dengan presentase tutupan karang
Hard Coral
Death Coral
Other Fauna
Soft Coral
35
4.3. Distribusi Mega Bentos Dilindungi
Berdasarkan 8 stasiun yang diamati, dari 12 species mega bentos
dilindungi hanya 3 species yang ditemukan yaitu Tridacna crocea, Tridacna
maxima, dan Tridacna squamosa yang berada di pulau sawah dan lintea. Hasil
tersebut diperoleh dari 2 kedalaman yaitu kedalaman 3 dan 10 meter.
4.3.1. Distibusi Mega Bentos Dilindungi pada kedalaman 3 meter
Kondisi distribusi mega bentos dilindungi pada kedalaman 3 meter secara
keseluruhan hanya ditemukan 3 species kima, jika ditinjau berdasarkan stasiun
pengamatannya stasiun 7 yang merupakan daerah laguna/gobah mempunyai
kelimpahan yang paling tinggi yaitu 229 individu.(100 m2)-1 untuk Tridacna
crocea yang mempunyai habitat menempel pada karang masif dan seluruh
cangkangnya terbenam dalam substrat yang keras (Gambar 11). Tridacna maxima
stasiun yang mempunyai kelimpahan yang paling tinggi yaitu stasiun 2 dengan
kelimpahan 26 individu.(100 m)2-1 (Gambar 12). Tridacna squamosa stasiun 3
mempunyai kelimpahan yang paling tinggi yaitu 4 individu.(100 m2)-1 (Gambar
13).
36
Gambar 11. Peta distribusi spasial kelimpahan T.crocea pada kedalaman 3 meter
Gambar 12. Peta distribusi spasial kelimpahan T.maxima pada kedalaman 3 meter
37
Gambar 13. Peta Distribusi Spasial kelimpahan T.squamosa pada kedalaman 3 meter
Rata-rata kelimpahan individu tertinggi berada di dalam gobah, karena
menurut Nybakken 1992 di dalam gobah atol di kepulauan Tuamotu, Michael
pada tahun 1972 mencatat pada umumnya kepadatan kima 1 individu.(m2)-1 atau
kurang dari itu. Selain itu menurut Panggabean (1991) menyatakan di lingkungan
terumbu yang masih perawan atau yang belum terjamah, kima yang sejenis
biasanya hidup membentuk kelompok-kelompok sehingga memungkinkan
terjadinya pembuahan secara optimal (Gambar 14).
Gambar 14. Kima berkelompok
38
Keanekaragaman untuk semua stasiun berkisar antara 0-0,655 secara umum
keanekaragaman jenis mega bentos dilindungi pada perairan pulau Sawah dan
Lintea termasuk dalam kategori rendah (Tabel 7). Pada stasiun 3 mempunyai
keanekaragaman jenis yang paling tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya,
sementara untuk stasiun 6 memiliki keanekaragaman nol, karena hanya ditemukan
1 jenis kima dengan jumlah individu yang sangat rendah. Berdasarkan Brower
(1998), keanekaragaman spesies merupakan pengukuran dari stabilitas komunitas.
Stabilitas komunitas berhubungan dengan jumlah dan tingkat jalur energi dan
nutrisi. Komunitas yang stabil memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi.
Keanekaragaman yang rendah dipengaruhi oleh ketersediaan makanan serta
kondisi yang sesuai dengan habitat dari berbagai macam spesies mega bentos.
Tabel 7. Indeks keanekaragaman jenis pada kedalaman 3 meter
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8
Indeks 0.305 0.655 0.598 0.5 0.637 0 0.349 0.41
4.3.2. Distribusi mega bentos dilindungi pada kedalaman 10 meter
Distribusi mega bentos dilindungi pada kedalaman 10 meter hanya
ditemukan 3 jenis species kima dari 12 species yang berada dalam list IUCN, akan
tetapi pada kedalaman 10 meter kelimpahannya lebih rendah dibandingkan
dengan kedalaman 3 meter. Stasiun yang memiliki kelimpahan yang paling tinggi
tercatat pada stasiun 3 yang merupakan daerah gobah, untuk daerah yang
memiliki karakteristik reef wall memiliki kepadatan 0-16 individu.(100 m2)-1
terdiri dari Tridacna crocea dengan kelimpahan 0-16 individu.(100 m2)-1 yang
terletak pada stasiun 3 untuk kelimpahan tertinggi (Gambar 15). Tridacna maxima
mempunyai kepadatan individu 0-2 individu.(100 m2)-1 dengan kelimpahan
tertinggi berada di stasiun 3 (Gambar 16). Tridacna squamosa mempunyai
kepadatan 0-4 individu.(100 m2)-1 yang mempunyai kelimpahan tertinggi berada
di stasiun 3 (Gambar 17) merupakan jumlah yang sangat rendah dibandingkan
dengan kedalaman 3 meter, hal ini diduga pada karakteristik substrat dasar
39
perairan pada kedalaman 10 meter rata-rata ditemukan coral brancing, rubble dan
sand yang kurang cocok dengan habitat dari mega bentos yang ditemukan.
Selain itu kondisi fisik dan kimia perairan turut mempengaruhi dari
distribusi kima itu sendiri, menurut Isamu (2008) mengatakan habitat dari seluruh
jenis kima, rata-rata mempunyai perairan yang bersih, jernih dan mempunyai
salinitas yang optimal di perairan dengan suhu perairan yang belum diketahui
secara tepat, namun berada dalam kisaran 23-300C.
Gambar 15. Peta Distribusi Spasial kelimpahan T.crocea pada kedalaman 10 meter
40
Gambar 16. Peta distribusi spasial kelimpahan T.maxima pada kedalaman 10 meter
Gambar 17. Peta Distribusi Spasial kelimpahan T.squamosa pada kedalaman 10 meter
Berdasarkan indeks keanekaragaman mega bentos dilindungi pada seluruh
stasiun pengamatan yang berkisar antara 0
bahwa kenakearagaman jenis mega bentos dilindungi di perairan pulau Sawah dan
Lintea termasuk dalam kategori rendah
mempengaruhi keanekaragaman jenis mega bentos dilindungi yaitu habitat dari
masing-masing species, kondisi ekosistem terumbu karang, serta ketersediaan
makanan dari setiap species mega bentos dilindungi.
Tabel 8. Indeks keanekaragaman jenis pada kedalaman 10 meter
Stasiun 1 2 Indeks 0 0.485
4.4. Pengelompokan Habitat Ekosistem Terumbu Karang
Indeks similaritas Bray Curtis digunakan untuk melihat pola
pengelompokan habitat substrat dasar. Pengelompokan habitat bertujuan untuk
melihat tingkat kesamaan (
indeks disimilaritas maka, tingkat kesamaannya semakin tinggi, dimana indeks
similaritas bray curtis = (1
4.4.1. Pengelompokan Habitat Terumbu Karang kedalaman 3 Meter
Pengelompokan habitat terumbu karang
skala dendogram 40,5% yang merupakan nilai rata
antar stasiun diperoleh 4 kelompok habitat (Gambar 18).
Gambar 18. Dendogram pengelompokan habitat pada kedalaman 3 meter.
Berdasarkan indeks keanekaragaman mega bentos dilindungi pada seluruh
atan yang berkisar antara 0-0,76 secara umum dapat dikatakan
bahwa kenakearagaman jenis mega bentos dilindungi di perairan pulau Sawah dan
Lintea termasuk dalam kategori rendah (Tabel 8). Salah satu faktor yang
mempengaruhi keanekaragaman jenis mega bentos dilindungi yaitu habitat dari
masing species, kondisi ekosistem terumbu karang, serta ketersediaan
makanan dari setiap species mega bentos dilindungi.
eanekaragaman jenis pada kedalaman 10 meter
3 4 5 6 7 8 0.485 0.76 0 - 0 0 0.637
Pengelompokan Habitat Ekosistem Terumbu Karang
Indeks similaritas Bray Curtis digunakan untuk melihat pola
pengelompokan habitat substrat dasar. Pengelompokan habitat bertujuan untuk
melihat tingkat kesamaan (similarity) antar stasiun pengamatan. Semakin
indeks disimilaritas maka, tingkat kesamaannya semakin tinggi, dimana indeks
similaritas bray curtis = (1-B) x 100% ; B = Indeks disimilaritas Bray Curtis.
Pengelompokan Habitat Terumbu Karang kedalaman 3 Meter
Pengelompokan habitat terumbu karang pada kedalaman 3 meter dengan
skala dendogram 40,5% yang merupakan nilai rata-rata dari indeks disimilaritas
antar stasiun diperoleh 4 kelompok habitat (Gambar 18).
Dendogram pengelompokan habitat pada kedalaman 3 meter.
41
Berdasarkan indeks keanekaragaman mega bentos dilindungi pada seluruh
secara umum dapat dikatakan
bahwa kenakearagaman jenis mega bentos dilindungi di perairan pulau Sawah dan
. Salah satu faktor yang
mempengaruhi keanekaragaman jenis mega bentos dilindungi yaitu habitat dari
masing species, kondisi ekosistem terumbu karang, serta ketersediaan
0.637
Indeks similaritas Bray Curtis digunakan untuk melihat pola
pengelompokan habitat substrat dasar. Pengelompokan habitat bertujuan untuk
) antar stasiun pengamatan. Semakin kecil
indeks disimilaritas maka, tingkat kesamaannya semakin tinggi, dimana indeks
B) x 100% ; B = Indeks disimilaritas Bray Curtis.
Pengelompokan Habitat Terumbu Karang kedalaman 3 Meter
pada kedalaman 3 meter dengan
rata dari indeks disimilaritas
Dendogram pengelompokan habitat pada kedalaman 3 meter.
Kelompok habitat ke
terletak di luar sisi
kelompok habitat ke 2 adalah stasiun 4 yang berada di utara pulau Lintea,
kelompok habitat ke 3 adalah stasiu
gobah dimana mempunyai kemiripan
merupakan daerah gobah
Acropora Brancing (Gambar 19
Gambar 19.
4.4.2. Pengelompokan Habitat Terumbu Karang Kedalaman 10 Meter
Pengelompokan habitat pada kedalaman 10 meter, rata
indeks disimilaritas antar stasiun sebesar 44,3% dan nilai ini digunakan sebagai
titik potong pengelompokan habitat substrat dasar terumbu karang. Pada
kedalaman 10 meter diperoleh 4 kelompok habitat
Gambar 20. Dendogram pengelompokan habitat pada kedalaman 10 meter.
Kelompok habitat ke-1 adalah stasiun 1, 5 dan 8 merupakan lokasi yang
terletak di luar sisi gobah yang mempunyai karakteristik karang
kelompok habitat ke 2 adalah stasiun 4 yang berada di utara pulau Lintea,
kelompok habitat ke 3 adalah stasiun 2, 3, dan 7 merupakan daerah di dalam
dimana mempunyai kemiripan habitat. Kelompok 4 yaitu stasiu
merupakan daerah gobah dimana tutupan substrat yang mendominasi yaitu
(Gambar 19).
. Peta pengelompokan habitat kedalaman 3 meter
Pengelompokan Habitat Terumbu Karang Kedalaman 10 Meter
Pengelompokan habitat pada kedalaman 10 meter, rata
indeks disimilaritas antar stasiun sebesar 44,3% dan nilai ini digunakan sebagai
pengelompokan habitat substrat dasar terumbu karang. Pada
kedalaman 10 meter diperoleh 4 kelompok habitat (Gambar 20).
Dendogram pengelompokan habitat pada kedalaman 10 meter.
42
1 adalah stasiun 1, 5 dan 8 merupakan lokasi yang
yang mempunyai karakteristik karang Reef Wall ,
kelompok habitat ke 2 adalah stasiun 4 yang berada di utara pulau Lintea,
merupakan daerah di dalam
elompok 4 yaitu stasiun 6 yang
dimana tutupan substrat yang mendominasi yaitu
an habitat kedalaman 3 meter
Pengelompokan Habitat Terumbu Karang Kedalaman 10 Meter
Pengelompokan habitat pada kedalaman 10 meter, rata-rata memiliki
indeks disimilaritas antar stasiun sebesar 44,3% dan nilai ini digunakan sebagai
pengelompokan habitat substrat dasar terumbu karang. Pada
Dendogram pengelompokan habitat pada kedalaman 10 meter.
43
Kelompok habitat ke 1 yaitu stasiun 8 yang merupakan bagian timur pulau
tenggara pulau lintea, kelompok habitat ke 2 yaitu stasiun 4 dan 5, kelompok
habitat ke 3 yaitu stasiun 2,3,7, dan 6 yang berada di dalam gobah, sedangkan
untuk kelompok habitat ke 4 yaitu stasiun 1 yang berada di utara pulau sawah
(Gambar 21).
Gambar 21. Peta pengelompokan habitat kedalaman 10 meter
4.5. Hubungan Kelimpahan dan Keanekaragaman Mega Bentos Dengan
Kondisi Terumbu Karang
Analisis korelasi digunakan untuk mencari hubungan antara kelimpahan
dan keanekaragaman mega bentos dengan presentase tutupan karang hidup atau
mati dan parameter fisik kimia perairan, selain itu dilakukan pengujian Durbin-
Watson yang berguna untuk melihat ada atau tidaknya auto korelasi sebagai syarat
dapat dilanjutkannya proses pengolahan data regresi (lampiran 4). Dari tabel
Durbin-Watson diketahui dengan jumlah koefisien k = 4 didapatkan nilai (dl)
0,685 dan (du ) 1,997. Hasil statistik antara kelimpahan, karang hidup atau karang
mati dan parameter fisik-kimia perairan didapatkan nilai Durbin-Watson untuk
karang hidup DW sebesar 2,708 dan untuk karang mati memiliki nilai sebesar
2,688 oleh karena nilai DW lebih besar daripada batas atas (du) 1,997 maka dapat
disimpulkan tidak terdapat autokorelasi positif pada model regresi. Untuk melihat
besarnya peluang melakukan kesalahan maka dapat dilihat P-value pada hasil
penghitungan statistik yang terlampir pada lampiran 4. Pada umumnya, p-value
44
dibandingkan dengan suatu taraf nyata α tertentu, biasanya 0,05 atau 5%
(Kurniawan 2008).
Korelasi antara kelimpahan, karang hidup dan parameter fisik-kimia
perairan diperoleh nilai R square sebesar 0,594 yang artinya pengaruh variable
independen (hard coral, salinitas, kedalaman dan suhu) mempengaruhi sebesar
KD = 59,4 % sementara 40,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Untuk nilai
signifikansi di dapat nilai sebesar 0,044 yang berarti adanya pengaruh signifikan
antara kelimpahan, karang keras dan parameter fisik-kimia perairan.
Sementara analisis statistik antara keanekaragaman, karang hidup atau
mati dan parameter fisik-kimia perairan didapatkan nilai Durbin-Watson untuk
karang hidup sebesar 2,022 dan karang mati sebesar 2,418 yang memiliki nilai
DW lebih besar dari batar atas (du) 1,997 maka dapat disimpulkan tidak memiliki
auto korelasi positif. Korelasi antara keanekaragaman, karang hidup atau mati dan
parameter fisik-kimia perairan diperoleh nilai 0,365 untuk karang hidup yang
artinya pengaruh variable independen sebesar KD = 36,5 % sementara 63,5%
lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Untuk karang mati diperoleh nilai 0,335 yang
artinya pengaruh variable independen KD = 33,5% namun 66,5% lainnya
dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai signifikansi yang diperoleh dari karang hidup
dan karang mati masing-masing memiliki nilai 0,291 dan 0,348 yang berarti tidak
ada pengaruh signifikan antara keanekaragaman, karang hidup atau karang mati
dan parameter fisik-kimia perairan.
Analisis regresi linier digunakan untuk mengetahui pengaruh kondisi
terumbu karang dan parameter fisik-kimia perairan terhadap kelimpahan atau
keanekaragaman mega bentos. Variabel independen yang digunakan dalam
analisis regresi yaitu (x1) Salinitas, (x2) Kedalaman, (x3) Suhu dan (x4) hard
coral atau dead coral, sedangkan untuk variabel dependen digunakan kelimpahan
atau keanekaragaman mega bentos yang ditemukan.
45
Untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel koefisien independen
terhadap dependen dapat dilihat berdasarkan koefisien determinasi. Berdasarkan
uji anova didapat hubungan keanekaragaman, persen tutupan karang hidup dan
parameter fisik-kimia perairan tidak memberi pengaruh yang signifikan,
sementara hubungan kelimpahan, persen tutupan karang hidup dan parameter
fisik-kimia perairan memberi pengaruh yang signifikan dengan nilai 0,044.
Hubungan kelimpahan mega bentos dengan hard coral dan parameter fisik kimia
perairan yaitu :
Y = -1,78 + 0,03x1 – 0,707x2 -0,472 x3 –0,189 x4
Keterangan :
Y = Kelimpahan Jenis mega bentos
a = Slope
b = Koefisien Regresi
X1 = karang hidup
X2 = Salinitas
X3 = Kedalaman
X4 = Suhu
Pada model hubungan kelimpahan, karang hidup dan parameter fisik-
kimia perairan didapat hubungan jika tutupan karang hidup (x1) bertambah 1%
maka kelimpahan mega bentos bertambah 0,03 individu, jika salinitas bertambah
1 ppt (x2) maka kelimpahan mega bentos berkurang 0,707 individu, semakin
bertambahnya kedalaman 1 meter (x3) maka kelimpahan berkurang sebanyak
0,472 individu sementara semakin bertambahnya suhu sebesar 10C (x4) maka
berdampak negatif terhadap kelimpahan sebesar 0,189 individu.
46
Hasil analisis antara keanekaragaman, karang hidup dan parameter fisik-
kimia didapat nilai signifikansi (p value) sebesar sebesar 0,291 yang berarti tidak
ada hubungan yang signifikan, terdiri dari variabel independen (karang hidup,
salinitas, kedalaman dan suhu) dan variabel dependen yaitu keanekaragaman yang
dimodelkan dengan persamaan :
� = -1,438 - 0,396x1 – 0,331x2 - 0,153x3 +0,242x4
Keterangan :
Y = Keanekaragaman Jenis megabentos
a = Slope
b = Koefisien regresi
X1 = karang hidup
X2 = Salinitas
X3 = Kedalaman
X4 = Suhu
Pada model regresi linier antara keanekaragaman, karang hidup dan
parameter fisik-kimia tidak mempunyai hubungan yang signinifikan sehingga
dapat dikatakan model tidak valid. Maka dari itu dilakukan pengujian hasil regresi
linier antara keanekaragaman, karang mati dan parameter fisik kimia perairan
yang ternyata mempunyai nilai signifikansi (p value) sebesar 0,335 yang berarti
model tersebut tidak mempunyai hubungan yang signifikan yang dimodelkan
dengan persamaan :
Y = -1,532 - 0,376x1 – 0,510x2 - 0,258x3 +0,159x4
Keterangan :
Y = Keanekaragaman Jenis megabentos
a = Slope
b = Koefisien regresi
X1 = karang mati
X2 = Salinitas
X3 = Kedalaman
X4 = Suhu
47
Hasil persamaan dari model persamaan yang didapat antara variabel
independen terhadap dependen tidak mempunyai hubungan yang signifikan
sehingga dapat dikatakan model tidak berlaku pada keadaan sebenarnya atau
model kurang baik.