72766995-karantina-kesehatan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

test

Citation preview

KARANTINA KESEHATAN DI PELABUHAN DAN BANDARA

A. DEFINISIKarantina adalah kegiatan pembatasan atau pemisahan seseorang dari sumber penyakit atau dari orang yang terkena penyakit atau bagasi, kontainer, alat angkut, komoditi yang mempunyai resiko menimbulkan penyakit pada manusiaKarantina kesehatan adalah tindakan karantina dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit serta faktor resiko gangguan kesehatan dari dan atau keluar negeri serta dari suatu area ke area lain dari dalam negeri melalui pelabuhan bandara dan lintas batas darat

B. SEJARAH KARANTINAKarantina berasal dan kata QUADRAGINTA (latin) yang artinya : 40. Dulu semua penderita diisolasi selama 40 hari. Pada tahun 1348 lebih dari 60 juta orang penduduk dunia meninggal karena penyakit Pes (Black Death). Pada tahun 1348 Pelabuhan Venesia sebagai salah satu pelabuhan yang terbesar di Eropa melakukan upaya KARANTINA dengan cara menolak masuknya kapal yang datang dari daerah terjangkit Pes serta terhadap kapal yang dicurigai terjangkit penyakit Pes (Plague). Pada tahun 1377 di Roguasa dibuat suatu peraturan bahwa penumpang dari daerah terjangkit penyakit pes harus tinggal di suatu tempat di luar pelabuhan dan tinggal di sana selama 2 bulan supaya bebas dari penyakit. Itulah sejarah tindakan karantina dalam bentuk isolasi yang pertama kali dilakukan terhadap manusia. Pada tahun 1383 di Marseille, Perancis, ditetapkan Undang-Undang Karantina yang pertama dan didirikan Station Karantina yang pertama. Akan tetapi, peran dari tikus dan pinjal belum diketahui dalam penularan penyakit Pes. Kemudian pada kurun waktu 1830 1847, wabah Kolera melanda Eropa. Atas inisiatif ahli kesehatan, terlaksana diplomasi penyakit infeksi secara intensif dan kerjasama multilateral kesehatan masyarakat sehingga terselenggara International Sanitary Conference di Paris tahun 1851 yang menghasilkan International Sanitary Regulations (ISR 1851). Tahun 1951 World Health Organization (WHO) mengadopsi regulasi yang dihasilkan oleh International Sanitary Conference. Tahun 1969 WHO mengubah ISR yang dihasilkan oleh International Sanitary Conference menjadi INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS dan dikenal sebagai IHR 1969. Tujuan IHR adalah untuk menjamin keamanan maksimum terhadap penyebaran penyakit infeksi dengan melakukan tindakan yang sekecil mungkin mempengaruhi lalu lintas dunia. Sehubungan dengan perkembangan situasi dan kondisi serta adanya revisi ISR antara lain Third Annotated Edition 1966 of the ISR 1951, WHO juga melakukan revisi seperlunya terhadap IHR 1969, antara lain:1. Pada tahun 1973 WHO melakukan revisi terhadap IHR 1969 dan dikenal sebagai Additional Regulation 1973. 2. Pada tahun 1981 WHO melakukan Revisi terhadap IHR 1969 dan dikenal sebagai Additional Regulation 1981. 3. Pada tahun 1983 WHO melakukan revisi terhadap IHR 1969 dan dikenal sebagai Third Annotated Edition 1983. Sejak ini penyakit karantina yang dulunya 6 (enam) penyakit berubah menjadi 3 (tiga) penyakit yaitu : Pes (Plague), Demam Kuning (Yellow Fever) serta Kolera (Cholera). Sedangkan Undang-Undang Karantina Udara dan Undang-Undang Karantina Laut hingga saat ini tetap memberlakukan 6 (enam) penyakit yaitu :a. Pes (Plague) (ICD-9: 020,ICD-10:A 20)b. Kolera (ICD - 9 : 001,ICD - 10:A 00)c. Demam Kuning (Yellow Fever) (ICD-9:O6O,ICD-10:A 95)d. Cacar (Smallpox) (ICD-9:050,ICD-10:B03)e. Typhus Bercak Wabahi - Thypus Exanthematicus Infectiosa (Louse Borne Typhus)f. Demam Bolak-Balik (Louse Borne Relapsing Fever) Pada tahun 2005 telah dilakukan penyusunan International Health Regulations sebagai revisi IHR 1969 dan dikenal sebagai International Health Regulations (IHR) 2005. Revisi yang keempat ini diilhami oleh kejadian Pandemi SARS dan Bioterorisme pada tahun 2003. 1. 1 s/d 12 November 2004 : Intergovernmental Working Group-1, Kertas Kerja Proposal World Health Organization merevisi IHR 1969. 2. 24 Januari 2005 : Intergovermental Working Group-2 on The Revision of IHR:a. Menghasilkan IHR 2005 dengan mengusung issue : Public Health Emergency of International Concern (PHEIC, dalam Bahasa Indonesia artinya Kedaruratan Kesehatan yg Meresahkan Dunia). PHEIC adalah Kejadian Luar Biasa (KLB) yang : dapat merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain, dan kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam penanggulangannya.b. Terhitung mulai 15 Juni 2007 bagi semua negara anggota WHO, harus sudah menerapkan IHR 2005 kecuali mereka yang menolak atau mengajukan keberatan.c. Penolakan atau keberatan harus diajukan selambat-lambatnya 18 bulan dari saat diterima oleh WHA ke 58 (Mei 2005)

Tujuan IHR 2005 adalah mencegah, melindungi terhadap dan menanggulangi penyebaran penyakit antar negara tanpa pembatasan perjalanan dan perdagangan yang tidak perlu.Penyakit : yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali serta penyakit tidak menular (contoh: bahan radio-nuklir dan bahan kimia) yang dalam terminologi lain disebut NUBIKA (Nuklir, Biologi dan Kimia).

Periode HAVEN ARTS (Dokter Pelabuhan)Pada tahun 1911 DI INDONESIA, Pes masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemudian 1916 Pes masuk melalui Pelabuhan Semarang dan selanjutnya tahun 1923 Pes masuk melalui Pelabuhan Cirebon. Pada saat itu Indonesia masih hidup dalam zaman kolonial Belanda. Regulasi yang diberlakukan adalah Quarantine Ordonanti (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911). Dalam perjalanan sejarahnya Quarantine Ordonanti (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911) telah berulang kali dirubah. Penanganan kesehatan di pelabuhan di laksanakan oleh HAVEN ARTS (Dokter Pelabuhan) dibawah HAVEN MASTER (Syahbandar). Saat itu di Indonesia hanya ada 2 Haven Arts yaitu di Pulau Rubiah di Sabang & Pulau Onrust di Teluk Jakarta

Periode Pelabuhan Karantina.Pada masa Kemerdekaan, sekitar tahun 1949/1950 Pemerintah RI membentuk 5 Pelabuhan Karantina, yaitu : Pelabuhan Karantina Klas I : Tg. Priok dan Sabang, Pelabuhan Karantina Klas II : Surabaya dan Semarang serta Pelabuhan Karantina Klas III : Cilacap. Inilah periode peran resmi pemerintahan RI dalam kesehatan pelabuhan di mulai.Pada tahun 1959, Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 1959 tentang Penyakit Karantina. Perkembangan Selanjutnya, untuk memenuhi amanat Pasal 4 dan 6 sub 3 undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan (UU nomor 9 tahun 1960, Lembaran Negara tahun 1960 nomor 131), terlahirlah undang undang nomor 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU nomor 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.

Periode DKPL (Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut) dan DKPU (Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara)Pada 1970, terbit SK Menkes No.1025/DD /Menkes, tentang pembentukan Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) sebanyak 60 DKPL & Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU) sebanyak 12 DKPU. Baik DKPL maupun DKPU non eselon. Kegiatan DKPL dan DKPU baik teknis maupun administratif meski satu kota, terpisah.

Periode KANTOR KESEHATAN PELABUHANSK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78, DKPL dan DKPU dilebur menjadi KANTOR KESEHATAN PELABUHAN dan berada dibawah Bidang Desenban Kantor Wilayah Depkes dengan eselon III B. Berdasarkan SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78KKP terdiri atas :a. 10 KKP Kelas Ab. 34 KKP Kelas BSK Menkes 630/Menkes/SK/XII/85, menggantikan SK Menkes No.147 (Eselon KKP sama IIIB), jumlah KKP berubah menjadi 46 yang terdiri atas :a. 10 KKP Kelas Ab. 36 KKP Kelas B (ditambah Dili dan Bengkulu)

Periode KKP sebagai UPT Dirjen PP & PL Depkes RI.Sejak penerapan Undang-undang Otonomi Daerah, otoritas kesehatan ditingkat provinsi yang bernama Kanwil Depkes harus dilebur kedalam struktur Dinas Kesehatan Provinsi. Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Kewenangan mengamanatkan bahwa Kekarantinaan sebagai wewenang pemerintah pusat.Tahun 2004 terbit SK Menkes No 265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi & Tata Kerja KKP yang baru. KKP digolongkan menjadi :a. KKP Kelas I (eselon II B) : 2 KKPb. KKP Kelas II (eselon III A) : 14 KKPc. KKP Kelas III (eselon III B) : 29 KKP

Pada tahun 2007 dilakukan revisi terhadap SK Menkes No 265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi & Tata Kerja KKP melalui Peraturan Menteri Kesehatan nomor 167/MENKES/PER/II/2007. Dengan terbitnya Permenkes ini, maka bertambahlah 3 (tiga) KKP baru Yaitu : KKP Kelas III Gorontalo, KKP Kelas III Ternate dan KKP Kelas III SabangC. LANDASAN HUKUM1. UUD No. 1 tahun 1962 tentang karantina laut2. UUD No. 2 tahun 1962 tentang karantina udara3. UUD No.4 tahun1984 tentang wabah4. UUD No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan5. PP No. 40 tahun 1991 tentang penanggulaan penyakit menular6. PP No.72 tahun 2001 tentang kefarmasian7. Keppres No. 57 tahun 1996 tentang penyelenggaraan perjalanan umbroh8. Eputusa menteri kesehatan RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang pedoman penyelenggaraan sistem suveilans epidemiologi penyakit menular dan penyakit tidak menular terpadu9. Keputusan menteri kesehatan No.264 tahun 2004 tentang klasifikasi kantor kesehatan pelabuhan10. Keputusan mentei kesehatan No. 265 tahun 2004 tentang organisasi dan tata kerja kantor kesehatan pelabuhan 11. Keputusan menteri kesehatan RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang pedoman penyelenggaraaan sistem suveilans epidemiologi penyakit menular dan penyakit tidak menular terpadu12. Peraturan menteri kesehatan RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang pedoman penyelengaraan istem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB)13. IHR revisi tahun2005

D. SASARAN KARANTINA1. Penumpang2. Barang3. Alat angkut4. Kontaoiner

E. IDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO PENYAKIT KARANTINA DAN PENYAKIT MENULAR POTENSIAL WABAH1. Ruang LingkupSecara operasional penyelenggaraan faktor resiko penyakit karentina dan penyakit menular potensial wabah meliputi: Alat angkut (kapal laut, pesawat) dan muatannya (termaksut kontainer) Manusia (ABK/crew, penumpang) Lingkungan pelabuhan dan bandara

2. Jenis-jenis Faktor Resiko enyakit karentina dan penyakit menular potensial wabah Virus yang menginfeksi penumpang maupu creu kapal/pesawat Bakteri yang menginfeksi penumpang maupu creu kapal/pesawat Protozoa yang menginfeksi penumpang maupu creu kapal/pesawat Vektor yang menjadi perantara penyakit karantina dan penyakit menular wabah

3. Kegiatan identifikasi3.1. Identifikasi alat angkutAlat angkut/kapal yang singgah/berlabuh dalam waktu pendek ata panjang perluh di curigai adanya faktor resiko munculnya penyakit menular potensial wabah, seperti SARS, flu burung, influenza A (AI). Pengawasan kapal di lakukan sesaat setelah kapal bersandar di pelabuhan dengan memperhatikan hal-hal tersebut dibawah ini antara lain : Pelabuhan singgah terakhir, dengan tujuan untuk memastikan wabah/ KLB penyakit menular di wilayah tersebut (affected area) Asal kapal, dengan tujuan untuk menentukan riwayat penjalanan yang pernah dilakukan

3.2. Identifikasi pada penumpangPenumpang kapal meliputi ABK/crew, penumpang dari pelabhan asal ke pelabuhan tujuan dengan menggunakan kapal/pesawat. Penumpang merupakan faktor resiko yang paling rentan untuk menjadi suatu penyakit menular potensial wabah. Hal-hal yang perluh di perhatikan : Ada tidaknya penumpang kapal yang sedang sakit Ada tidaknya penumpang yang menderita penyakit menular Jumlah penumpang kapal yang sedang sakit menular Jenis penyakit menular yang menyerang penumpang kapal Ada tidaknya penumpangyang berasal dari wilayah terjangkitnya suatu penyakit menular

3.3. Identifikasi pada barangBarang yang dibawah penumpang maupun awak kapal yang di letakan dalam kabin maupun yang di bagasikan juga bisa menjadi faktor risiko munculnya penyakit menular potensial wabah. Hal-hal yang perluh diperhatikan: Ada tidaknya bahan berbahaya yang terbawah oleh penumpang di kabin maupun di bagasi Ada tidaknya bahan makanan/minuman yang mudah busuk yang terbawah penumpang di kabin maupun bagasi Ada tidaknya binatang/tumbuhan yang terbawah penumpang di kabin maupun bagasi

3.4. Identifikasi masalah di pelabuhanMedia lingkungan (air, tanah, udara, biota) dengan segala komponen dan sifatnya merupakan faktor resiko yang harus di kendalikan. Adapun kegiatan identifikasi di lingkungan yang perluh di perhatikan adalah: Ada vektor di lingkungan di pelabuhan yang menjadi perantara penularan penyakit Ada tidaknya pencemaran air, udara, dan tanah yang dapat menimpulkan masalah kesehatan masyarakat Hygienie dan sanitasi makanan dan minuman yang dapat menimbulkan masalah kesehatan

F. KEGIATAN DAN LANGKAH-LANGKAH 1. Kedatangan Kapal dala Karantina (in clearence)a. Nakhoda/Owner lewat agent pelayaran membuat permohonan free pratique yang di tujukan kepada kepala kantor kesehatan pelabuhan, baik datang langsung ke KKP maupun dapat melalui portnet/nasional singel windows dengan melampirkan informasi awal (prearrival information) yang di sampaikan paling lambat dalam jangkah waktu 1x24 jam.b. Petugas KKP menerima permohonan free pratique dan menilai permohonan tersebut berserta MDHs (Meritime declaration of health), apakah sudah sesuai dengan menjawab No pada 9 pertanyaanc. Petugas KKP memberikan tanda register form Q dan memasukan data kedalam buku register in out clearance d. Petugas memberikan tanda registrasi form Q kepada agen pelayaran, sebagai bukti pemohonan dengan mengisi form sebagai berikut :1. No. Registrasi2. Jam registrasi3. Nama kapal4. Bendera5. Besar kapal 6. Datang dari negara : bebas PHEIC PHEIC7. Rencana sandar kapal: tanggal, jam dan negara asal8. Posisi sandar/labuh9. Jumlah ABK (dalam negeri, luar negeri)10. Agent pelayaran11. No. Telp agent (HP/kantor)12. Tanda tanggan penerima dan pemberie. Petugas koordinator jaga (KJ) mencatat kedalam buku registrasi in clareance (IC) dengan form yang ada pada buku :1. No. Registrasi2. Jam registrasi3. Nama kapal4. Bendera5. Besar kapal 6. Datang dari negara : bebas PHEIC PHEIC7. Rencana sandar kapal: tanggal, jam dan negara asal8. Posisi sandar/labuh9. Jumlah ABK (dalam negeri, luar negeri)10. Agent pelayaranf. Petugas manyelesaikan PNBP certificate of pratiqueg. Petugas KKP menunggu informasi kedatangan kapal dari narkhoda melalui agent pelayaran melalui telp maupun HP, begitu kapal bersandar atau berlabuh, maka petugas menginformasikan kepada agent pelayaran bahwa :1. Untuk kapal dengan permohonan dan pre arrival information, salah satu jawaban yes dan kapal datang dari negar/pelabuhan yang terjangkit maupun kapal dalam kondisi emergency call, maka kapal tersebut berlabuh di luar DAM aitu zona karantina2. Sedaangkan kapal dengan permohonan dan pre arrival information, semua jawaban No dan kapal beraal dari negara sehat, maka kapal tersebut sandar di daerah dermaga/kade.h. Setelah kapal berlabuh atau bersandar petuga KKP melakukan boarding ke kapal dengan menggunakan speed boad karantina dengan membawah peralatan pemeriksaan sesuai dengan tugas dan fungsinyai. Di atas kapal petugas KKP melakukan: 1. Pertemuan dengan narkhoda dengan koordinator jaga tentang rencana pemeriksaan2. Pemeriksaan/penelitian dokumen kesehatan originan dan dokumen lain terkait MDH SSCEC/SSCC/OME SSEC Crew list Passanger list Vaccination list ICV/buku kuning (yellow book) Buku kesehatan (health book) Medicine certificate/ sertifikat P3K General nil list Voyage memo/port of call Ship of partucular Port clearance Sertifikat kesehatan3. Pemeriksaan faktor resiko PHEIC Pemeriksaan tanda-tanda kehidupan tikus Pemeriksaan kecoa dan serangga penular penyakit menular lainnya Pemeriksaan personal yang hygiene penjamah makanan di kapal Pemeriksaan sanitasi dapur, gudang tempat penyimpanan makanan dan makanan jadi Pemeriksaan bahan makanan Pemeriksaan air bersih dan air minum Pemeriksaan suhu dan kelembapan Pemeriksaan pencahayaan Pemeriksaankebisingan Pemeriksaan limbah air balas Pemeriksaan NUBIKA Pemeriksaan obat-obatan4. Pemeriksaan Abk atau penumpanga. ABK dan penumpang yang datang dari negara/pelabuhan terjangkit, di lakukan pemeriksaan klinis sebagai usaha pencegahan tangkal penyakit menular potensial wabah masuk ke indonesiab. ABK dan penumpang yang sakit datang dari negara/ pelabuhan terjangkit, di lakukan pemeriksaan klinis sevara intensif sebagai upaya cegah tangkal penyakit menular wabah masuk ke indonesic. ABK dan penumpang yang suspek dan mau singgah di NKRI di lakukan pemeriksaan klinis serta di berikan health alert cardsebagai upaya cegah tangkal penyakit menular potensial wabah masuk ke indonesid. ABK dan penumpang yang datang dari negara/pelabuhan terjangkit yellow fever dan belum memiliki vaksinasi yellow fever, maka dilakukan vaksinasi yellow fever sebagai upayacegah tangkal penyakit yellow fever masuk ke indonesia5. Setelah selesai pemeriksaan dokumen, pemeriksaan faktor resiko, kesehatan penupang, dan hasilnya : tidak ada masalah kesehatan, maka kapal di berikan izin bebas karantinaa. Bila di temukan tanda-tanda kehidupan tikus, maka di lakukan tindakan derritisasi/fumigasib. Bila di temukan kecoa atau serangga penular penyakit, maka di lakukan tindakan disinseksic. Bila di temukan agent atau penyakit atau bahan kimia lain di air atau dalam makanan, maka di lakukan desinfeksi atau di musnakand. Bila di temukan zat radioaktif, maka di lakukan dikontaminasij. Setelah kapal dinyatakan bebas karantina, maka kepada narkhoda di terbitkan COP dan dipersilakan untuk menurunkan/mematikan isyarat karantina: 1. Pada siang hari penurunan benderah kuning2. Pada malam hari matikan lampu merah di atas putihk. Kapal di izinkan sandar untuk melakukan bongkar muat dan melakukan aktifitas lain

2. Keberangkatan Kapal Luar Negeri (out clearance)1. Narkhoda melalui agent pelayaran melaporkan kepad kepala KKP tentang rencana keberangkatan kapal keluar negeri2. Agent pelayaran menyerahkan dokumen kesehatan yang original :a. Bukti registrasi permohonan free pratiqueb. Buku kesehatanc. Certificate of pratequed. SSLC/SSCCe. Crew listf. ICV listg. General nil listh. Sertifikat P3K3. Petugas KKP melakukana. Pemriksaan dokumen kesehatanb. Pengisian buku kesehatan (membubuhkan stempel dan tanda tanganc. Legalisasi crew listd. Pemeriksaan sanitasi kapal4. Petugas KKP melengkpi dan mencatat data yang belum lengkap kedalam buku registrasi in clearance 5. Bila dokumen kesehatan :a. Lengkap dan berlaku dan hasil pemeriksaan sanitasi kapal baik : maka kapal melalui agent pembayaran diterbitkan izin berlayar kesehatanb. Tidak lengkap atau tidak berlaku : agent pelayaran untuk harus segera melengkapi, setelah lengkap kemudian terbitkan izin berlayar6. Apabila 1x24 jam tidak berlayar terhadap kapal tersebut dilakukan pemeriksaan ulang7. Agen berlayar menyelesaikan pembayaran PNBP PHQC8. Petugas menyerahkan PHQC kepada agen pelayaran

3. Kedatangan dan Keberangkatan kapal Dalam Negeri 1. Narkhoda melalui agent pelayaran melaporkan kepad kepala KKP tentang rencana keberangkatan kapal keluar negeri2. Agent pelayaran menyerahkan dokumen kesehatan yang original :a. Buku kesehatanb. SSLC/SSCCc. Crew listi. General nil listj. Sertifikat P3K3. Agent pelayaran mengisih lembaran disposisi yang di serakan kepada petugas KKP4. Petugas KKP melakukan pemeriksaan penelitian:5. Petugas KKP memasukan dan mencatatat data kedalam buku registrasi in out clearence6. Bila dokumen kesehatan :a. Lengkap dan berlaku dan hasil pemeriksaan sanitasi kapal baik : maka kapal melalui agent pembayaran diterbitkan izin berlayar kesehatanc. Tidak lengkap atau tidak berlaku : agent pelayaran untuk harus segera melengkapi, setelah lengkap kemudian terbitkan izin berlayar7. Agen berlayar menyelesaikan pembayaran PNBP PHQC8. Petugas menyerahkan PHQC berserta kelengkapan dokumen kepada agen pelayaran

G. ISYARAT KARANTINAIsyarat karantina biasa di sebut isyarat Q merupakan prosedur internasional untuk untuk menyatakan bahwa sebuah kapal masih belum di izinkan masuk kepelabuhan dan menjadi pengawasan kantor kesehatan pelabuhan. Umumnya dinyatakan dalam bentuk pengibaran bendera kuning di kapal. Bederah yang harus di ketahui : Bendera Q (kuning) : siang hari Dua lampu putih yang satu ditempatkan di atas yang lain, dengan jarak dua meter yang tampak dari jarak dua mil : malam hari Bendera coklat kuning : tanda kapal terinfeksi Bendera segitiga biru kuning : tanda kapal suspek terinfeksi Bendera segitiga putih hitam : tanda ada penumpang yang meninggal Bendera biru, putih, merah : tanda di butuhkan seorang dokter

H. PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN KEKARANTINAAN DAN DOKUMEN KESEHATAN PESAWATI. PENGAWASAN DAN DOKUMEN PENGANGKUTAN ORANG SAKIT DAN JENAZAHJ. INVESTIGASI KLB