76941978 Referat Mata Tonometri n Pupill

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mata

Citation preview

16

BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGTonometer adalah alat yang mengeksploitasi sifat fisik mata untuk mendapatkan tekanan intra okular tanpa perlu mengkanulasi mata. Sifat fisik kornea normal memberi batasan keakuratan tonometer untuk mengukur tekanan intra okular, dan sejumlah usaha telah dilakukan untuk mendesign tonometer yang dapat diaplikasikan juga pada konjungtiva atau pada kelopak mata.1Tekanan intraokuler ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah produksi akuos humor oleh badan siliar, resistensi dari pengaliran akuos humor pada sudut bilik mata depan menuju sistemtrabecular meshwork-kanalis Schlemm dan level dari tekanan vena episklera.2Tekanan intraokuler normal pada manusia dari data penelitian Becker dengan menggunakan tonometer Shiotz pada 909 populasi adalah 16,1 mmHg dengan SD 2,8 mmHg dan dari penelitian Leydecker dkk (1958) pada 10.000 populasi mendapatkan nilai tekanan intraokuler 15,8 mmHg dengan SD 2,6 mmHg serta dari penelitian Goldmann pada 400 populasi dengan menggunakan tonometer aplanasi mendapatkan nilai tekanan intraokuler rata-rata 15,4 mmHg dengan SD 2,5 mmHg.2Nilai tekanan intraokuler pada setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: usia, jenis kelamin, musim, variasi diurnal, ras, kelainan refraksi, latihan, obat-obat anastesi, alkohol. Pada beberapa penelitian dijumpai korelasi antara tekanan intraokuler dengan usia, dimana dengan bertambahnya usia cenderung terjadi peningkatan tekanan intraokuler, yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor kardiovaskular, demikian juga yang berhubungan dengan jenis kelamin dimana dari penelitian Armalys (1965) dengan menggunakan tonometer applanasi mendapatkan tekanan intraokuler pada wanita berusia lebih dari 40 tahun lebih tinggi dari pria yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor hormonal (menstruasi).2Semua tonometer yang ada tidak akan memberikan hasil pemeriksaan yang maksimal jika pemeriksa tidak mengetahui tehnik secara benar yang menyebabkan terjadinya kesalahan.1Ukuran pupil tergantung beberapa faktor antara lain umur, tingkat kesadaran, kuatnya penyinaran, dan tingkat akomodasi. Perubahan diameter pupil dipengaruhi oleh aktifitas jaras eferen serabut simpatis dan parasimpatis. Fungsi saraf simpatik adalah dilatasi pupil dengan efek yang kurang bermakna pada otot siliaris sedangkan fungsi saraf parasimpatik untuk miosis pupil dengan efek terhadap kontraksi M.siliaris serta efek akomodasi. Jadi diameter pupil ditentukan oleh aksi antagonistik antara M.sfingter pupiliae dan M.dilator pupiliae. Otot kedua ini peranannya kecil.31.2 RUMUSAN MASALAHa. Apa saja alat untuk memeriksa tekanan intra okular?b. Bagaimana cara menggunakan alat dan menilai hasilnya?c. Reflek apa saja yang dapat ditemukan pada pupil?d. Bagaimana cara memeriksa reflek tersebut?1.3 TUJUANa. Mengetahui macam alat yang digunakan untuk memeriksa tekanan intra okular dan cara menggunakan, serta intepretasi hasilnya.b. Mengetahui macam reflek pada pupil dan cara memeriksanya.1.4 MANFAATa. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu pemeriksaan mata khususnya.b. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 TINJAUAN TONOMETRI2.1.1 FISIOLOGI HUMOR AQUOSAkuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi ruang bilik mata depan dan belakang. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari plasma. Komposisi akuos humor serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.2 Akuos humor mempunyai fungsi sebagai media refraksi dengan kekuatan rendah, mengisi volume bola mata dan mempertahankan tekanan intraokuler serta memberi nutrisi untuk jaringan avaskular mata seperti bagian belakang kornea, jalinan trabekular, lensa dan bagian depan badan vitreus.2Tekanan intraokuler ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah produksi akuos humor oleh badan siliar, resistensi dari pengaliran akuos humor pada sudut bilik mata depan menuju sistem jalinan trabekularkanal Schlemm dan level dari tekanan vena episklera serta mengalir melalui jalur uveosklera.2Tonometer berguna untuk mengukur tekanan intra okuli. Tekana intra okuli tergantung dari kecepatan produksi humor aquos, tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata dan tekanan vena episklera.1Nilai normal tekanan intra okuli 11-21 mmHg (rata-rata 162,5 mmHg).1Humor aquos dihasilkan oleh korpus siliaris dengan:1. Aktif sekresi2. Pasif sekresi melalui ultrafiltrasi dan difusi.1Dimana 80% dari produksi akuos humor disekresi oleh epitel siliaris yang tidak berpigmen melalui metabolisme aktif dan tergantung pada jumlah sistem enzim , serta 20% dari produksi akuos humor melalui proses ultrafiltrasi dan diffusi melalui mekanisme pasif dari plasma kapiler yang dihasilkan di stroma prosesus sekretorius serta kemampuan plasma melewati sawar epitel dan aliran komponen plasma karena adanya perbedaan tekanan osmotik dan tingkat tekanan intraokuler.2Tingkat produksi akuos humor rata-rata adalah 2,62,8 l/menit atau 1% dari volume akuos humor permenit dan angkanya menjadi 2,4 0,6 l/menit jika dilakukan pengukuran dengan alat fluorofotometer.2Tingkat produksi akuos humor pada setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: usia, jenis kelamin, musim, variasi diurnal, ras, kelainan refraksi, latihan, obat-obat anastes, alkohol.22.1.2 ALIRAN HUMOR AQUOS

Aliran akuos humor dari bilik mata belakang melalui pupil menuju bilik mata depan kemudian mengalir melalui dua jalur: trabekular (konvensional/kanalikular) melalui kanal Schlemm, kanalis intrasklera, vena episklera untuk selanjutnya masuk kedalam sirkulasi; jalur ini meliputi 90% dari seluruh aliran akuos humor. Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kollagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase akuos humor juga meningkat. Aliran akuos humor kedalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik dilapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akuos) menyalurkan cairan kedalam sistem vena. Sejumlah kecil 10 % akuos humor keluar melalui jalur uveosklera (unkonvensional/ekstrakanalikular). Jalur ini terdiri dari uveal meshwork dan korneosklera meshwork, uvea pada trabekula ini menghadap kebilik depan dan meluas dari skleral-spur, permukaan anterior badan siliar serta akar iris yang kemudian berakhir di membran Descemet (garis Schwalbe).2Resistensi utama terhadap aliran keluar akuos humor dari ruang bilik mata depan adalah lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular didekatnya, bukan dari sistem pengumpul. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar minimum tekanan intraokuler yang dicapai oleh terapi medis.2Pengaliran akuos humor dalam jumlah yang sangat kecil mengalir melalui vena-vena pada iris dan retina serta melalui endotel kornea.22.1.3 TEKANAN VENA EPISKLERAHubungan antara tekanan vena episklera dan dinamika akuos humor sangat rumit karena baru sebagian yang bisa diketahui. Tekanan vena episklera normal diperkirakan 812 mmHg. Peningkatan tekanan vena episklera sebesar 1 mmHg biasanya akan diikuti peningkatan tekanan intraokuler dalam besar yang sama.22.1.4 HUBUNGAN TEKANAN INTRAOKULER DAN ALIRAN HUMOR AQUOSBerdasarkan dinamika pengaliran akuos humor melalui jalur trabekular ditemukan tiga faktor saling berhubungan yg dirumuskan oleh Goldmann dengan :2 Po = (F/C) + Pv Po = Tekanan intraokuler (mmHg) F = Kecepatan pembentukan akuos humor (l/mnt) C = Kemudahan aliran akuos humor (l/mnt/mmHg) Pv = Tekanan vena episklera (mmHg) Tetapi dengan adanya faktor dari pengaliran melalui jalur uveosklera maka hubungan keempat faktor ini dapat dirumuskan dengan :2IOP = F- U + Pev C IOP = Tekanan intraokuler (mmHg) F = Kecepatan pembentukan akuos humor (l/mnt) U = Pengaliran melalui uveosklera (l/mnt) C = Kemudahan aliran akuos humor (l/mnt/mmHg) Pev = Tekanan vena episklera (mmHg)2.1.5 PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULERBola mata dapat dipersamakan dengan suatu kompartemen tertutup dengan sirkulasi akuos humor yang konstan. Cairan ini mempertahankan bentuk dan tekanan relatif didalam bola mata. Tonometri adalah cara pengukuran tekanan intraokuler dengan memakai alat-alat terkalibrasi yang melekukkan atau meratakan kornea. Makin tegang mata, makin besar gaya yang diperlukan untuk mengakibatkan lekukan.2Ada dua jenis tonometri yaitu tonometer indentasi dan tonometer aplanasi. Tonometer indentasi yang dipakai adalah tonometer Schiotz yang digunakan untuk mengukur besarnya indentasi kornea yang dihasilkan oleh beban atau gaya yang telah ditentukan. Makin lunak mata, makin besar lekukan yang diakibatkan pada kornea. Dengan makin kencangnya mata, makin kurang lekukan kornea terjadi dengan gaya yang sama. Berbeda dari tonometer Schiotz, tonometer aplanasi dapat mengubah dan mengukur beban yang diberikan. Tekanan mata ditentukan oleh beban yang diperlukan untuk meratakan kornea dengan beban standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada tekanan intraokuler yang lebih rendah, lebih sedikit beban tonometer yang dibutuhkan untuk mencapai derajat standar perataan kornea, dibanding dengan tekanan intraokuler yang lebih tinggi. Karena kedua cara ini mempergunakan alat yang menempel pada kornea pasien, maka diperlukan anastesi lokal dan ujung alat harus didesinfeksi sebelum dipakai dan sewaktu menarik palpebra saat melakukan pemeriksaan, harus hati-hati agar jangan menekan bola mata sehingga meningkatkan tekanannya.22.1.5.1 TONOMETER SCHIOTZ Keuntungan cara ini adalah kesederhanaannya, alatnya mudah dibawa. Alat ini dapat dipakai di semua klinik atau bagian gawat darurat, di ruangan rawat rumah sakit, atau di kamar bedah. Tonometer Schiotz adalah alat yang praktis bagi bukan spesialis mata, untuk mengukur tekanan bola mata pada pasien yang disangkakan glaukoma dalam keadaan darurat.2Ketiga komponen terpisah tonometer harus dibersihkan, dirakit, dan dibongkar kembali setelah pemakaian. Badan tonometer terdiri atas tabung penampung plunger yang dihubungkan denagan skala pengukur dan jarum penunjuk. Gagang terpasang, yang dapat meluncur di luar laras silinder, menunjang bebantonometer bila tidak menekan pada mata. Pluger adalah batang berujung tumpul yang dimasukkan ke dalam selongsong tabung, yang dapat mundur maju. Satu ujungnya menyentuh kornea, sedangkan ujung lainnya mengeser jarum skala pengukur. Beban 5,5 g yang dipasang di ujung atas pluger (paling jauh dari pasien) agar tidak jauh dari bagian batang.2 Pasien tidur telentang, dan diberi anestesi lokal pada kedua mata. Dengan pasien menatap lurus ke depan, kelopak mata ditahan agar tetap terbuka dengan menarik kulit palpebra dengan hati-hati pada pinggir orbita. Tonometer diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung cekung laras menyentuh kornea. Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban terpasang, tonjolan pluger berujung tumpul menekan pada kornea dan sedikit melekukkan pusat kornea. Tahanan kornea, yang sebanding dengan tekanan intraokuler, akan mendesak pluger ke atas. Sewaktu bergeser keatas didalam selongsong, pluger menggeser jarum penunjuk skala. Makin tinggi tekanan intraokuler, makin besar tahanan kornea terhadap indentasi, makin tinggi pula geseran pluger ke atas, sehingga makin jauh mengeser jarum penunjuk skala.2Dipakai sebuah kartu konversi untuk menerjemahkan nilai pada skala ke dalam milimeter air raksa. Jika mata kencang, diberikan tambahan beban (7,5 dan 10 gr) pada pluger untuk menaikkan gaya pada kornea. Kalibrasi dilakukan dengan meletakkan tonometer pada blok metal berbentuk-kornea yang akan mendefleksi jarum itu maksimal sehingga sesuai dengan O pada skala.22.1.5.2 TONOMETER APPLANASI a) TONOMETER APPLANASI GOLDMANN Merupakan tonometer yang dipasang pada slitlamp, untuk mengukur besarnya beban yang diperlukan untuk meratakan apeks kornea dengan beban standar. Pemeriksaan ini untuk mendapatkan tekanan intraokuler dengan menghilangkan pengaruh kekakuan sklera (scleral rigidity). Makin tinggi tekanan intraokuler, makin besar beban yang dibutuhkan.2Tonometer applanasi Goldmann lebih teliti dari pada tonometri Schiotz, jenis ini lebih disukai para oftalmolog. Dengan alat ini tidak diperhatikan kekakuan sklera, karena pada tonometer applanasi, prisma yang dipakai hanya menggeser cairan dalam bola mata sebesar 0,5 mm kubik sehingga tidak terjadi pengembangan sklera yang berarti seperti pada tonometer Shiotz yang terjadi pergerakan cairan dalam bola mata sebesar 714 mm kubik sehingga kekakuan sklera memegang peranan dalam perhitungan tekanan intraokuler.2Setelah anastesi lokal dan pemberian fluoresein, pasien duduk didepan slitlamp dan tonometer disiapkan. Agar dapat melihat fluoresein, dipakai filter biru cobalt dengan penyinaran paling terang. Setelah memasang tonometer di depan kornea, pemeriksa melihat melalui slitlamp okuler saat ujungnya berkontak dengan kornea. Sebuah per counterbalance yang dikendalikan dengan tangan mengubah-ubah beban yang diberikan pada ujung tonometer. Setelah berkontak, ujung tonometer meratakan bagian tengah kornea dan menghasilkan garis fluorescein melingkar tipis. Sebuah prisma di ujung visual memecah lingkaran ini menjadi dua setengahlingkaran yang tampak hijau melalui okuler slitlamp. Beban tonometer diatur secara manual sampai kedua setengah-lingkaran tersebut tepat bertindih. Titik akhir visual ini menunjukan bahwa kornea telah didatarkan oleh beban standar yang terpasang. Jumlah beban yang dibutuhkan untuk ini diterjemahkan skala menjadi bacaan tekanan dalam milimeter air raksa.2b) TONOMETER PERKINSMerupakan tonometer applanasi yang hampir sama dengan tonometer Goldmann hanya saja tonometer Perkins dapat digunakan dalam berbagai posis oleh karena bersifat portabel, keakuratannya dapat disamakan baik dalam posisi vertikal atau horizontal, tonometri dapat dilakukkan pada bayi, anak, dan di kamar operasi serta pada kornea yang mengalami astigmatisma. Tekanan intraokular dapat lebih akurat dari pengukuran dengan menggunakan tonometer Goldmann jika saat pemeriksaan mau menahan nafas, melonggarkan dasi, cemas terhadap pemeriksaan dengan memakai slit lamp, dan dapat digunakan di dalam kamar operasi.1c) TONOMETER DAEGERMerupakan tonometer applanasi yang hampir sama dengan tonometer Goldmann dan Perkins. Perbedaannya pada bentuk prisma yang digunakan serta tekanan yang diberikan berasal dari motor elektrik. Bersifat portable, membutuhkan latihan untuk menggunakannya dan mempunyai tingkat kesulitan yang sama dengan tonometer Goldmann.1

d) TONOMETER MACKAY-MARGMerupakan tonometer applanasi, dan cukup akurat untuk pengukuran TIO pada mata yang mengalami sikatrik, oedem, atau irregular kornea dan pada mata ynag memakai lensa kontak lunak.12.1.5.3 PNEUMATONOMETERMerupakan tonometer yang mempunyai kemampuan sensitifitas seperti tonometer Mackay-Marg. Pengukuran TIO dengan memberikan tekanan udara pada seluruh struktur kornea yang digunakan untuk mendatarkan kornea.Berguna untuk kornea yang irregular, sikatrik dan oedem serta mata yang memakai soft kontak lens. Dan pada kasus diatas hasil pengukuran TIO lebih konsisten dan objektif.Dapat digunakan untuk mengukur TIO secara berkesinambungan dan sebagai tonografi.12.1.5.4 TONOPENMerupakan tonometer portabel dengan sumber energi dari baterai.12.1.5.5 TONOMETER DIGITAL PALPASIMerupakan pengukuran bola mata dengan jari pemeriksa, Alat: jari telunjuk kedua tangan. Tehnik:1a) Menjelaskan apa saja yang akan kita lakukanb) Pasien disuruh menutup matac) Pandangan kedua mata seakan-akan menghadap kebawahd) Jari-jari lainnya bersandar pada dahi dan pipi pasiene) Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantianf) Satu telunjuk mengimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola mataPenilaian: cara ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif, penilaian dapat dicatat, mata N+1, N+2, N+3, atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah dari normal.1

2.1.5.6 TONOMETRI NON-KONTAKTonometer non-kontak (hembusan-udara) tidak seteliti tonometer applanasi. Dihembuskan sedikit udara pada kornea. Udara yang terpantul dari permukaan kornea mengenai membran penerima-tekanan pada alat ini. Metoda ini tidak memerlukan anestesi, karena tidak ada bagian alat yang mengenai mata. Jadi dengan mudah dipakai oleh teknisi dan berguna dalam program penyaringan.22.1.5.7 DYNAMIC CONTOUR TONOMETRYMerupakan teknik pengukuran terbaru dengan penyesuaian permukaan (contour matching) dan ujung tonometer yang diletakkan dipermukaan kornea mempunyai tekanan yang konstan, ini yang membedakannya dari tonometer aplanasi yang lain.12.1.5.8 TRANSPALPEBRA TONOMETERPengukuran dilakukan melalui kelopak mata sehingga tidak terjadi kontak engan kornea untuk mengurangi proses penularan penyakit dan tidak membutuhkan anestesi topikal.Pemakaian alat dianjurkan untuk pasien yang harus melakukan pemeriksaan TIO rutin, pada anak-anak atau pasien yang baru saja menjalani operasi kornea. Keakuratan pengukuran tergantung posisi melatakkan alat. Kontra indikasi pemakaian alat ini (bila dijumpai): proses patologi pada palpebra dan patologi pada sklera dan konjungtiva.12.1.6 FREKUENSI DISTRIBUSI TEKANAN INTRAOKULERPenelitian yang telah dilakukan Armaly (1965) dengan menggunakan tonometer aplanasi pada populasi normal dari 2394 subjek penelitian mendapatkan distribusi Gaussian untuk usia diatas 40 tahun. Dengan peningkatan usia terdapat peningkatan tekanan intraokuler rata-rata dan simpangan bakunya.2

2.1.7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEKANAN INTRAOKULERBeberapa faktor yang mempengaruhi tekanan intraokuler antara lain :22.1.7.1 Usia Masih banyak pertentangan mengenai pengaruh usia terhadap perubahan tekanan intraokuler. Umumnya usia muda mempunyai tekanan yang lebih rendah di banding populasi umum, sedangkan pada orang tua peninggian tekanan intraokuler mempunyai hubungan dengan tekanan darah yang meninggi, frekuensi nadi dan obesitas. Dengan peningkatan usia pengeluaran aliran akuos humor menurun. Studi Histologi menghubungkannya dengan perubahan pada jaringan trabekula, termasuk penebalan dan penggabungan lapisan trabekula, degenerasi kollagen dan fibril elastik, akumulasi kollagen, hilangnya sel-sel endotel, hiperpigmentasi sel-sel endotel, akumulasi organel intraselluler, akumulasi dan perubahan matriks ekstraselluler dan berkurangnya jumlah vakuola raksasa.2 2.1.7.2 Jenis kelamin Tidak banyak ditemui perbedaan tekanan intraokuler antara pria dan wanita. Umumnya wanita usia menopause mempunyai tekanan intraokuler yang relatif lebih tinggi di bandingkan pria dengan umur yang sama, dalam hal ini mungkin disebabkan oleh faktor- faktor hormonal.22.1.7.3 Musim Adanya pengaruh musim berhubungan dengan tekanan intraokuler pernah dilaporkan dimana pada bulanbulan musim dingin tekanan intraokuler manusia lebih tinggi yang mungkin disebabkan oleh perubahan tekanan atmosfer.2

2.1.7.4 Variasi diurnalVariasi diurnal merupakan perubahan keadaan tekanan intraokuler setiap hari. Pada orang normal mempunyai variasi 36 mmHg antara tekanan intraokuler terendah dan tertinggi, sedang pada penderita glaukoma dapat lebih tinggi lagi. Umumnya tekanan intraokuler meninggi pada tengah hari dan lebih rendah pada malam hari. Ini di hubungkan dengan variasi diurnal kadar kortisol plasma, dimana puncak tekanan intraokuler sekitar tiga sampai empat jam setelah puncak kadar kortisol plasma.22.1.7.5 Ras Adanya keterkaitan antara ras tertentu dengan tekanan intraokuler telah diperkuat dengan adanya laporan yang menyatakan bahwa orang kulit hitam mempunyai tekaan intraokuler lebih tinggi di bandingkan kulit putih.2

2.1.7.6 Genetik Tekanan intraokuler pada populasi umum ada kaitannya dengan keturunan, keadaan ini di buktikan dengan terdapatnya kecenderungan tekanan intraokuler yang lebih tinggi pada sejumlah keluarga penderita glaukoma.22.1.7.7 Kelainan refraksiTerdapat hubungan antara miopia aksial dengan peninggian tekanan intraokuler. Dimana dengan bertambahnya panjang sumbu bola mata akan menyebabkan meningkatnya tekanan intraokuler.2

2.2 TINJAUAN REFLEKS PUPIL2.2.1 ANATOMI JARAS PUPILReaksi pupil terhadap cahaya kemungkinan berasal dari jaras yang sama dengan jaras rangsang cahaya yang ditangkap oleh sel kerucut dan batang, yang mengakibatkan sinyal visual ke korteks oksipital. Jaras eferen pupilomotor ditransmisikan melalui N.Optikus dan melalui hemidekusatio di chiasma. Kemudian jaras pupilomotor mengikuti jaras visuosensorik melalui traktus optikus dankeluar sebelum mencapai korpus genikulatum lateral, kemudian masuk batang otak melalui brachium dari colliculus superior. Jaras/neuron aferen tersebut kemudian membentuk sinaps dengan Nc. Pretektal yang kemudian menuju Nc Edinger Westphal melalui neuron inter kalasi ipsilateral (berjalan ke arah ventral di dalam substansia kelabu peri akuaduktus) dan kontralateral (di bagian dorsal akuaduktus, didalam komissura posterior). Kemudian jaras pupilomotor (neuron eferen parasimpatomimetik) masing-masing keluar dari Nc Edinger Westphal menuju ganglion siliaris ipsilateral dan bersinaps di sini, kemudian neuron post-ganglioner (N.silaris brevis) menuju M sfingter pupillae.3a) Jaras ParasimpatetikJaras eferen pupil keluar dari otak tengah bersama dengan N.III. Jaras eferen pupil di basis otak terletak pada permukaan superior N.III yang dapat tertekan oleh aneurisma antara A Komunikans posterior dan A Kartis interna atau pada kejadian herniasi unkus. Ketika N.III berjalan ke depan melalui rongga subarakhnoid danmasuk dinding lateral sinus kavernosus, jaras pupil, kemudian berjalan ke bawah sekeliling luar saraf diantara bagian anterior sinus kavernosus dan posterior orbita kumpulan jaras terbagi dua dimana jaras pupilomotor akan memasuki divisi inferior, lalu mengikuti cabang saraf untuk M obliqus inferior dan akhirnya mencapai ganglion siliaris. Setelah bersinaps disini, serabut post ganglioner (N siliaris brevis) kemudian menuju M sfingter pupillae.3b) Jaras Simpatetik1. Serabut ini memiliki: Neuron 1 atau preganglioner. Neuron ini berasal dari posterior hipotalamuskemudian turun tanpa menyilang danbersinaps secara multiple di otak tengah dan pons, danberakhir di kolumna intermediolateral C8-T2 yang juga disebut ciliospinal centre of badge Neuron kedua berupa serabut-serabut preganglioner yang keluar dari medula spinalis. Sebagian besar jaras pupilomotor mengikuti radiks ventral torakal 1, sedangkan serabut sudomotor wajah terutama mengikuti radiks ventra T2-4. Jaras tersebut memasuki rantai simpatetik servikal (ganglion stelata) untuk kemudian bersinaps di ganglion servikal superior yang terletak dekat dasar tengkorak Neuron ketiga merupakan serabut post ganglioner yang berjalan ke atas bersama-sama A karotis komunis memasuki rongga kranium. Serabut untuk vasomotor orbita, kelenjar likrimal, pupil dan otot Mulleri mengikuti A karotis interna, sedangkan serabut sudomotor dan piloereksi wajah mengikuti A karotis eksterna dan cabang-cabangnya. Pada sinus kavernosus jaras pupilomotor tersebut meninggalkan A.karotis interna dan bergabung dengan jaras ophthalmik N.trigeminal dan memasuki orbita melalui fissura orbitalis superior. Kadang-kadang berjalan bersama N.VI dahulu sebelum bergabung dengan N.Trigeminal dan kemudian mencapai badan siliaris yang mengakibatkan dilatasi iris melalui N.nasosiliaris dan N.siliaris longus. Sedangkan serabut vasomotor orbita, M.mulleri dankelenjar lakrimalis mengikuti A.oftalmika. Morissa dan kawan-kawan (1984) mengemukakan bahwa keringat wajah sesisi tidak seluruhnya diurus oleh serabut yang mengikuti A.karotis eksterna tetapi sebagian wajah yaitu bagian medial dahi dan hidung diurus oleh serabut yang mengikuti A.karotis interna.32. AkomodasiPada penglihatan jarak dekat akan terjadi akomodasi lensa (cembung), konvergensi dan mosis. Jalannya jaras akomodasi seperti jaras cahaya dan sampai pula ke korteks visual. Kaburnya bayangan pada retina yang dirasakan oleh korteks oksipital menimbulkan usaha korektif melalui traktes oksipito tektal, pada mesensefalon, bagian rostral inti Edinger Westphal berfungsi untuk akomodasi.32.2.2 Neuroanatomi jalur pupilPemeriksaan mengenai reaksi pupil adalah penting untuk menentukan lokasi kerusakan yang mengenai jalur lontas optik. Pengetahuan mengenai neuroanatomi jalannya reaksi pupil terhadap cahaya dan miosis yang berkaitan dengan akomodasi adalah sangat penting.4a. Refleks cahaya: Jalur yang dilalui refleks cahaya seluruhnya adalah subkortikal. Serabut-serabut pupil aferen yang didalamnya termasuk saraf optik dan jalur lintas optik hanya sampai di tempat meninggalkan traktus optik tepat sebelum sinapsis serabut-serabut visual didalam badan gemikulatum lateral. Kemudian berjalan ke daerah pretektal di mesensefalon dan bersinaps. Impuls-impuls kemudian disampaikan oleh serabut-serabut yang menyilang melalui komisura posterior ke nukleus Edinger-Westphal di sisi satunya. Sebagian serabut-serabut berjalan langsung di sebelah ventral nukleus Edinger-westphal ipsilateral. Jalur lintas eferen melalui saraf III ke ganglion siliar di dalam kerucut otot ekstra okular retrobulbar serabut-serabut pascaganglion berjalan melalui saraf siliar brevis untuk mempersarafi otot sfingter iris.4b. Refleks melihat dekat: Pada waktu mata melihat ke obyek dekat, akan terjadi tiga reaksi: akomodasi, konvergensi, dan penciutan pupil, serta memberikan bayangan terfokus tajam pada titik-titik di retina yang bersangkutan. Ada petunjuk yang meyakinkan bahwa jalur lintas terakhir yang biasa berjalan melalui saraf okulomotor dengan sinapsis pada ganglion siliar. Jalur lintas aferen ini belum jelas kerjanya tapi kenyataannya ia masuk ke dalam mesensefalon di sebelah ventral nukleus Endinger-Westhpal dan mengirimkan serabut-serabutnya ke kedua sisi korteks.4

Ukuran pupil dikontrol oleh iris, yang terdiri dari 2 kelompok otot polos yaitu:1) Otot konstriktor pupil: berfungsi untuk konstriksi dan dipersarafi oleh sistem saraf parasimpatis (N III).2) Otot dilator pupil: berfungsi untuk dilatasi dan dipersarafi oleh sistem saraf simpatis.4Pupil mempunyai 3 fungsi utama, yaitu:a) Mengatur jumlah sinar yang masuk ke retinab) Mengurangi jumlah aberasi sferik serta kromatis yang ditimbulkan oleh gangguan atau kelainan sistem optik pada kornea dan lensa.c) Menambah ketajaman fokus sinar pada retina.42.2.3 Macam-macam refleks pupil1) Reflek pupil langsung, mengecilnya pupil yang disinari.62) Reflek pupil tidak langsung (konsensual), mengecilnya pupil yang tidak disinari, refleks ini terjadi akibat adanya dekusasi.63) Refleks koklear, dengan rangsangan garpu nada akan terjadi midriasis setelah miosis.64) Refleks sinar, dengan rangsangan sinar kedua pupil mengecil.65) Refleks orbikular, dengan rangsangan menutup kelopak dengan kuat terjadi monokular miosis.66) Refleks trigeminus, merangsang kornea akan terjadi midriasis yang disusul dengan miosis.7) Refleks psikosensorik, dengan merangsang psikis atau sensorik akan terjadi midriasis bilateral.68) Refleks vagotonik, dengan rangsangan inspirasi dan ekspirasi maka akan terjadi midriasis dan miosis.69) Refleks vestibular, dengan rangsangan panas aka terjadi bilateral midriasis disertai dengan hipus.610) Refleks okulopupil, bila kornea, konjungtiva, dan kelopak terangsang oleh sesuatu maka akan terlihat pupil yang menjadi kecil. Bila rangsangan ini cukup lama maka akan terlihat pupil yang tetap kecil.611) Refleks dekat, pupil kecil atau miosis waktu melihat objek dekat, hal ini terutama berkaitan dengan konvergensi selain dari pada akomodasi. Terjadi akibat kontraksi rektus medius pada konvergensi. Dari sini berjalan ke sentral yang mungkin melalui saraf ke III menuju nukleus mesensefalik saraf ke V pusat konvergensi di daerah pretektal dan tektal. Dari sini diteruskan ke nukleus edinger westphal sfingter.6

2.2.4 Pemeriksaan dasarPupil harus tampak simetris, dan masing-masing harus diamati ukuran, bentuk (bulat atau tidak teratur), dan reaksinya terhadap cahaya dan akomodasi. Kelainan pupil dapat disebabkan: 1. Penyakit saraf, 2. Radang intraokuler akut yang menimbulkan spasme atau atoni sphincter pupillae, 3. Radang sebelumnya yang mengakibatkan adhesi iris, 4. Tindakan bedah sebelumnya, 5. Pengaruh obat sistemik atau obat mata, dan 6. Variasi normal yang ringan.Untuk menghindari akomodasi, pasien diminta untuk menatap jauh saat berkas cahaya dari lampu pena diarahkan ke mata. Cahaya ruang periksa yang remang membantu menonjolkan respons pupil yang sangat kecil. Begitu pula, pupil yang sangat besar mungkin lebih jelas di latar belakang yang lebih terang. Respons langsung terhadap cahaya adalah konstriksi pupil yang disinari. Reaksi itu dapat dibagi menjadi reaksi cepat atau lambat. Normalnya, konstriksi konsensual terjadi serentak di pupil sebelah yang tidak disinari. Respons biasanya lebih ringan.52.2.4.1 Teknik pemeriksaan4 Prinsip pemeriksaan pupil: Ruangan remang-remang Tidak boleh terjadi reaksi akomodasi Cahaya batere harus cukup kuat Pada pemeriksaan pupil yang dinilai: Ukuran Bentuk Isokor Reaksi terhadap cahaya langsung dan tidak langsung Reaksi akomodasi dan konvergensi Cara pemeriksaan: Tentukan ukuran pupil kanan dan kiri, dinyatakan dalam milimeter, normal 2-5 mm. Lihat bentuk pupil kiri dan kanan. Bandingkan bentuk kiri dan kanan, apakah isokor atau anisokor Dinilai reaksi pupil terhadap cahaya, dengan cara yaitu salah satu mata diberi sinar, kemudian dilihat reaksi pupil pada mata yang disinar dan mata sisi kontralateral. Pemeriksaan ini menilai reflek cahaya langsung dan tidak langsung.

Interpretasi: Normal: jika terjadi konstriksi pada mata yang diberi sinar dan mata kontralateral. Reflek cahaya menurun jika respon konstriksi menurun. Reflek cahaya (-): jika tidak ada respon sama sekali Reflek akomodasi dan konvergensi: Pasien diminta melihat jauh, setelah itu diminta mengikuti jari pemeriksa yang digerakkan kearah hidung penderita. Intepretasi; Normal jika terjadi kontraksi M.Rektus medial dengan respon konstriksi pupil Reflek siliospinal Diberikan rangsangan berupa cubitan pada leher pasien dan dilihat reaksi pupil yang terjadi Normal pupil dilatasi.42.2.5 Kelainan-kelainan pupil yang sering dijumpaia) Isokoria, pupil kedua mata sama dalam bentuk dan besarnya.6b) Midriasis, terjadi akibat obat parasimpatolitik (atropin, skopolamin atau simpatomimetik (adrenalin dan kokain).6c) Miosis, terjadi pada spastik miosis (meningitis, ensefalitis dan perdarahn ventrikel), intoksikasi morfin dan antikolin nesterase. Pada paralitik miosis atau simpatis parese seperti pada Horner sindrom dengan miosis, ptosis, dan anhidrosis.6d) Anisokoria, ukuran pupil kedua mata tidak sama, terdapat pada uveitis glaukoma monokular, dan defek pupil aferen. Pada etnis tertentu anisokoria merupakan bentuk normal.6e) Hipus, ukuran pupil berubah-ubah nyata dengan irama dalam detik terdapat pada meningkatnya daya iritatif sistem saraf autonom. Pada pemeriksaan yang teliti dengan perubahan sinar akan terlihat kontraksi dan kemudian berosilasi. Bila osilasi ini terlihat jelas maka keadaan ini disebut hipus.6f) Oklusi pupil, pupil tertutup oleh jaringan radang yang terletak di depan lensa.6g) Seklusi pupil, seluruh lingkaran pupil melekat pada dataran depan lensa.6h) Leukokoria, pupil yang berwarna atau memberikan refleks putih, terdapat pada katarak, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, badan kaca hiperplasti, miopia tinggi, ablasi retina, dan tumor retina atau retinoblastoma.6i) Pupil Marcus Gunn: disebabkan lesi pada N. II parsial. Mata pasien jika secara bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tapi menjadi besar, kelainan ini menunjukkan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.4j) Kegagalan satu atau kedua pupil untuk konstriksi pada penyinaran yang cukup kuat, disebabkan oleh karena lesi pada N.III. Hal ini dapat terjadi pada penderita koma, setelah cedera kranio-serebral, peningktan tekanan intrakranial. Dilatasi pupil pada satu sisi merupakan salah satu tanda-tanda herniasi transtentorial.4k) Pupil Argyl RobertsonPupil tidak bereaksi terhadap stimulus cahaya tapi reaksi akomodasi baik (light near dissociation). Sebagian besar kasus Argyl Robertson bersifat bilateral dan bentuk pupil biasanya irregular. Gambaran karakteristiknya, antara lain: Fungsi visual utuh Refleks cahaya menurun Miosis Bentuk pupil irregular Bilateral, asimetrik Atrofi irisPenyebab paling sering adalah infeksi sifilis tapi dapat juga disebabkan oleh berbagai lesi pada midbrain seperti: neoplasma, vaskuler, inflamasi, atau demielinisasi.4l) Pupil Adies/Sindroma pupil tonikSering terjadi pada wanita usia muda, unilateral pada 80% kasus dan bersifat akut. Pada mata yang etrkena akan terjadi: Dilatasi pupil Tidak ada reflek cahaya langsung dan tidak langsung Pada akomodasi, pupil akan konstriksi perlahan-lahan Ketika akomodasi dihilangkan akan terjadi dilatasi pupil secara perlahan-lahan Pada pemberian pilokarpin 0,5-1% akan terjadi konstriksi Penyebab belum diketahui dengan pasti, diduga kelainan terjadi pada midbrain atau ganglion siliarisJika kelinan pada pupil ini disertai dengan berkurangnya atau hilangnya refleks fisiologis pada tungkai disebut sindrom Holmes-Adie.4m) Sindrom HornerGejala klinis: miosis, ptosis, gangguan sekresi keringat,dan enoftalmus. Penyebabnya adalah lesi pada sistem simpatis.4

BAB IIIPENUTUP

3.1KESIMPULANPada pemeriksaan Tonometri sering digunakan pada pasien dengan peningkatan Tekanan Intra Okular baik yang akut maupun kronis, yang digunakan untuk menentukan diagnosa, perjalanan klinis, dan kemajuan dari terapi yang diberikan. Sedang untuk pemeriksaan reflek pupil dapat digunakan untuk menentukan diagnosa dari suatu penyakit maupun penyakit lain yang berhubungan dengan jalur nervus pada pupil, yang disesuaikan dengan keadaan klinis pasien tersebut.3.2SARANPerlu dilakukan penelitian lebih lanjut terutama dalam pemeriksaan TIO dan Reflek Pupil untuk menemukan cara, metoda, dan alat yang lebih akurat, mudah, serta praktis yang memudahkan saat melakukan pemeriksaan mata.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmawaty L., Rodiah. TONOMETER. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, Medan, 2009, Hal: 1-20.2. Zaldi. PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER PRIA DAN WANITA EMMETROPIA BERUSIA 40 TAHUN ATAU LEBIH PADA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK DAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003, Hal: 1-22.3. Japardi, Iskandar. PUPIL DAN KELAINANNYA. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatra Utara, Medan, 2003, Hal: 1-6.4. Sitepu R. E., Bobby. HUBUNGAN UKURAN PUPIL DENGAN MIOPIA DERAJAT SEDANG DAN BERAT. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, Medan, 2008, Hal: 1-12.5. Vaughan G, Daniel. et al. OFTALMOLOGI UMUM Edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000, Hal: 34-35.6. Ilyas, Sidarta. ILMU PENYAKIT MATA Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2010, Hal: 30-32.