Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kerja Keras
a. Pengertian Sikap Kerja Keras
Sikap kerja keras merupakan salah satu nilai dari 18 nilai
karakter bangsa Indonesia. Kementrian Pendidikan Nasional (2011:
23) mengatakan bahwa kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan
upaya sungguh-sungguh dalam menghadapi dan mengatasi berbagai
hambatan belajar, tugas atau yang lainnya dengan sungguh-sungguh
dan pantang menyerah. Sependapat dengan Kemendiknas, Mustari
(2014: 43) juga menjelaskan bahwa kerja keras adalah perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan
sebaik-baiknya.
Kerja keras dapat diartikan sebagai sikap yang bersungguh-
sungguh. Sikap kerja keras ini menjadi hal yang mendasar dalam
segala aspek kehidupan. Mengapa demikian? Anak balita tidak akan
dapat berjalan tanpa adanya kemauan dan kesungguhan. Seorang
pengusaha sukses tidak akan bisa kaya tanpa adanya kerja keras.
Begitu pula seorang siswa yang pintar tidak akan memperoleh prestasi
yang tinggi tanpa adanya sikap kerja keras tersebut.
8
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
9
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dilansir oleh
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
(2013: 1), disebutkan “The fact that large proportions of students in
most countries consistently believe that student achievement is mainly
a product of hard work, rather than inheritted intelligence...”. Prestasi
belajar siswa didapat yang terpenting dan utama berasal dari kerja
keras dibandingkan kecerdasan yang didapat secara hereditas atau
keturunan. Siswa akan berprestasi dengan kerja keras dan kemauan
yang tinggi. Usaha yang tinggi berbanding lurus dengan hasil yang
dicapai.
Penanaman sikap kerja keras tidak hanya dilakukan di sekolah,
tetapi penanaman di rumah juga diperlukan. Penanaman kerja keras di
rumah dapat dilakukan dengan memberikan kesadaran akan
pentingnya sebuah proses. Keinginan harus dicapai melalui suatu
usaha, dengan begitu anak memahami arti dari kerja keras. Lebih baik
lagi jika ditanamkan kepada anak sejak dini, misalnya dengan
menceritakan dongeng pengantar tidur. Salah satu kisah Nabi Allah
SWT dapat menjadi tauladan bagi anak-anak, kisah Nabi Nuh
misalnya. Zaid Husein (1995: 53) menceritakan tentang kisah Nabi
Nuh dan kerja kerasnya sebagai berikut
Nabi Nuh diperintahkan oleh Allah SWT untuk membuat
kapal yang sangat besar. Nabi akhirnya bekerja keras menjadi
tukang kayu untuk dapat membuat kapal. Nabi dicemooh dan
diejek oleh seluruh masyarakat. Cobaan demi cobaan datang.
Namun ia pantang menyerah dan dengan sungguh-sungguh
membuat kapal sesuai perintah Allah SWT. Kerja keras yang
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
10
dilakukan akhirnya membuahkan hasil. Tibalah hari datangnya
air bah yang sangat besar. Kapal tersebut akhirnya dapat
menolong Nabi dan banyak orang yang terkena air bah tersebut.
Berdasarkan paparan tentang kerja keras di atas, dapat
disimpulkan bahwa kerja keras adalah upaya sungguh-sungguh dan
pantang menyerah dalam menyelesaikan tugas secara maksimal serta
menghadapi segala tantangan dan hambatan yang menghadang agar
tujuan besarnya dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan. Upaya
yang dilakukan oleh pekerja keras merupakan upaya dengan jalan
yang baik dan untuk tujuan yang baik pula. Kerja keras dapat
ditanamkan kepada anak sejak dini sehingga nantinya ia dapat terjun
di masyarakat dengan kompetisi persaingan yang semakin ketat.
b. Karakteristik Sikap Kerja Keras
Masing-masing karakter memiliki kekhasan atau karakteristik
yang berbeda-beda. Begitu pula dengan sikap kerja keras, seperti yang
disebutkan oleh Kesuma (2012: 17) bahwa karakteristik sikap kerja
keras adalah perilaku seseorang yang dicirikan oleh kecenderungan
berikut:
1) Merasa risau jika pekerjaannya belum terselesaikan sampai
tuntas.
2) Mengecek terhadap apa yang harus menjadi
tanggungjawabnya.
3) Mampu mengelola waktu yang dimilikinya.
4) Mampu mengorganisasi sumber daya yang ada untuk
menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya.
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
11
Orang yang memiliki sikap kerja keras tidak akan bermalas-
malasan. Siswa akan mengerjakan tugas-tugasnya secara maksimal
tanpa berkeluh kesah. Bahkan ia akan khawatir apabila pekerjaannya
belum juga terselesaikan. Mustari (2014: 44) juga menjelaskan tanda-
tanda seseorang yang memiliki sikap kerja keras, antara lain:
1) Menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang ditargetkan.
2) Menggunakan segala kemampuan/daya untuk mencapai sasaran.
3) Berusaha mencari berbagai alternatif pemecahan ketika
menemui hambatan.
c. Indikator Sikap Kerja Keras
Setiap karakter memiliki indikasi-indikasi tertentu. Indikasi
tersebut yang menjadi tanda sikap pada diri seseorang, begitu pula
pada sikap kerja keras yang memiliki indikator tersendiri. Fitri (2012:
41) menyebutkan 4 (empat) indikator keberhasilan pendidikan
karakter dalam sikap kerja keras, diantaranya:
1) Pengelolaan pembelajaran yang menantang
2) Mendorong semua warga sekolah untuk berprestasi
3) Berkompetisi secara fair
4) Memberikan penghargaan kepada siswa berprestasi.
Lebih lanjut, Kementrian Pendidikan Nasional (2011: 25)
menyebutkan bahwa ada beberapa indikator sikap kerja keras untuk
tiap jenjang di sekolah dasar.
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
12
1) Indikator kerja keras untuk kelas I – III yaitu:
a) Mengerjakan semua tugas kelas dengan sungguh-
sungguh.
b) Mencari informasi dar sumber di luar buku pelajaran.
c) Menyelesaikan PR tepat pada waktunya.
d) Meggunakan sebagian waktu di kelas untuk belajar.
e) Mencatat dengan sungguh-sungguh sesuatu yang
ditugaskan guru.
2) Indikator kerja keras untuk kelas IV – VI antara lain:
a) Mengerjakan tugas dengan teliti dan rapi.
b) Mencari informasi dari sumber-sumber di luar sekolah.
c) Fokus pada tugas-tugas yang diberikan guru di kelas.
d) Mencatat dengan sungguh-sungguh sesuatu yang
dibaca, diamati dan didengar untuk kegiatan di kelas.
Menurut indikator yang dipaparkan oleh Kemendiknas di atas,
penelitian yang akan digunakan dilakukan di kelas IV. Peneliti
menggunakan indikator sikap kerja keras untuk jenjang kelas tinggi
yaitu kelas IV sampai kelas VI. Indikator tersebut akan digunakan
untuk membuat skala sikap kerja keras. Indikator dalam skala sikap
yang telah dibuat berdasarkan landasan teori di atas yaitu:
1) Mengerjakan tugas dengan teliti dan rapi
2) Mencari informasi dari berbagai sumber di luar sekolah
3) Mengerjakan tugas-tugas dari guru tepat pada waktunya
4) Fokus pada tugas yang diberikan guru di kelas
5) Mencatat dengan sungguh-sungguh yang dibaca, diamati, dan
didengar.
Usia SD memiliki karakter yang tekun dan pekerja keras. Ia
senang bekerja sama dan bermain bersama teman sebayanya.
Pernyataan tersebut didukung oleh adanya teori psikososial dari Erik
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
13
Erickson (Suryabrata, 2003: 46), bahwa anak pada usia sekolah atau
disebut Industry versus Inferiority (kerajinan vs inferioritas) yang
terjadi pada 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan
dalam tahap ini yaitu dengan mengembangkan kemampuan bekerja
keras mereka.
Berdasarkan teori perkembangan psikososial, pada masa kanak-
kanak tengah dan akhir yaitu di usia SD, 6 tahun, dan remaja mereka
mengalami masa perkembangan kerja keras dan rasa inferior atau
rendah diri. Guru harus peka dan dapat mengembangkan kerja keras
siswa di dalam pembelajaran dengan menggunakan model-model
pembelajaran yang sesuai. Rasa rendah diri tersebut sedikit demi
sedikit juga harus dikurangi agar tidak berkembang lebih jauh, yaitu
dengan mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Siswa dapat
menepis rasa kurang dari teman-temannya atau rasa rendah diri
dengan cara mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Pada masa ini,
anak juga lebih dapat bekerja sama dengan teman sebayanya.
Model kooperatif tipe IOC dalam penelitian ini sangat tepat
digunakan untuk meningkatkan sikap kerja keras dan prestasi belajar
siswa. Mengingat pada masa perkembangan anak tersebut, siswa
dalam masa sikap kerja keras dan lebih senang bekerja sama dengan
teman sebayanya. Saling bertukar informasi dengan temannya sangat
berguna bagi siswa dengan menanamkan bahwa ia dibutuhkan dan
bermanfaat bagi orang lain sehingga dapat menepis rasa inferior
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
14
tersebut. Masing-masing siswa dapat menerima pengetahuan dari
teman dengan maksimal melalui bekerja keras atau bersungguh-
sungguh dalam menjalankan tugas tersebut.
2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Belajar
Sikap kerja keras berbanding lurus dengan prestasi belajar
siswa. Siswa harus dapat berusaha untuk belajar dengan giat agar
prestasi yang dicapai tinggi. Slameto (2010: 2) mengatakan bahwa
belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Lebih lanjut, hakikat dari belajar menurut
Sudjana (2009: 28) menyebutkan:
Belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses
mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu.
belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses
berbuat melalui pengalaman. Belajar adalah proses melihat,
mengamati, memahami sesuatu. Apabila kita berbicara tentang
belajar maka kita bebicara bagaimana mengubah tingkah laku
seseorang.
Belajar bukan kegiatan menulis, mencatat, dan menghafal.
Belajar merupakan sebuah proses perubahan pada diri seseorang.
Perubahan yang dimaksud dapat berupa perubahan pengetahuan,
mindset, kecakapan, sikap atau tingkah laku, daya penerimaan, atau
lainnya. Keluarga, sekolah atau lingkungan masyarakat dapat menjadi
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
15
faktor yang mempengaruhi proses perubahan tersebut. Hal ini
dikuatkan oleh pernyataan Sagala (2010: 13) bahwa berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan pendidikan amat tergantung pada proses
belajar dan mengajar yang dialami siswa dan pendidik baik ketika
para siswa itu di sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang secara aktif didapat
dari interaksi antara individu dengan lingkungannya dan pengalaman
yang telah ia dapatkan. Perubahan ini akan membekas dan menjadi
pembiasaan bagi anak. Perubahan yang terjadi dan input yang didapat
berupa aspek pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku yang
menjadikannya insan yang lebih baik. Keberhasilan proses perubahan
tingkah laku dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
b. Pengertian Prestasi Belajar
Setiap orang tua memiliki harapan yang tinggi terhadap anaknya
dengan prestasi yang maksimal. Prestasi belajar memiliki dua kata
yang berbeda yaitu prestasi dan belajar. Prestasi menurut Hamdani
2011: 137) adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak
akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan.
Lebih lanjut lagi, Arifin (2011: 12) menjelaskan bahwa prestasi
berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, dalam bahasa Indonesia
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
16
menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha. Istilah “prestasi belajar”
(achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning outcome).
Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek kognitif atau
pengetahuan.
Prestasi tidak akan tercapai dengan baik tanpa adanya usaha.
Winkel (dalam Hamdani, 2011: 138) mengemukakan bahwa prestasi
belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh
seseorang. Prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai
oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar sehingga
siswa dapat mencapai prestasi yang lebih memuaskan.
Setiap siswa menginginkan prestasi belajar yang baik untuk
bekal melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Arifin (2011: 12-13)
menyebutkan fungsi utama dari prestasi belajar, diantaranya:
1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas
pengetahuan yang telah dikuasai siswa.
2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin
tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai
“tendensi keingintahuan (couriousity) dan merupakan
kebutuhan umum manusia”. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi
pendidikan.
4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari
suatu institusi pendidikan.
5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap
(kecerdasan) siswa.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar merupakan hasil dari keberhasilan yang telah dicapai oleh
seorang individu berdasarkan usaha yang telah dilakukan dalam
kegiatan belajar. Siswa dapat menghasilkan prestasi yang maksimal
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
17
melalui kesungguhan atau kerja keras dalam belajar. Artinya, prestasi
belajar berbanding lurus terhadap sikap kerja keras siswa. Prestasi
belajar ini lebih mengarah kepada aspek kognitif atau pengetahuan
saja. Sementara itu, pembentukan watak seseorang termasuk dalam
hasil belajar sehingga tolak ukur prestasi belajar dapat dilakukan dari
tes prestasi dengan melakukan evaluasi belajar.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Baik tidaknya prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor dari dalam diri siswa itu sendiri (internal) maupun dari luar
siswa (ekternal). Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa untuk mencapai prestasi yang baik. Menurut
Ahmadi dan Supriyono (2013: 138-139), faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa dibagi menjadi dua golongan.
Beberapa faktor yang termasuk dalam faktor internal,
yaitu:
1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan
maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya
penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.
2) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh terdiri atas:
(a) Faktor intelektif yang meliputi:
(1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat
(2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah
dimiliki
(b) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian
tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan,
motivasi, emosi, penyesuaian diri.
3) Faktor kematangan fisik maupun psikis
Beberapa faktor yang tergolong faktor eksternal, ialah:
1) Faktor sosial yang terdiri atas
(a) Lingkungan keluarga
(b) Lingkungan sekolah
(c) Lingkungan masyarakat
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
18
(d) Lingkungan kelompok
2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan,
teknologi, kesenian.
3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas
belajar, iklim.
4) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.
Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan
prestasi belajar siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar yaitu lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah dapat berupa
suasana sekolah yang mendukung proses pembelajaran, kurikulum
sekolah, atau pun kegiatan pembelajaran di kelas. Kegiatan
pembelajaran yang dikemas dengan mengarah pada student centre,
efektif dan inovatif akan menjadikan prestasi belajar yang baik pula
bagi siswa. Peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar siswa dapat tercapai dengan berbagai cara. Guru
dapat meningkatkan kemampuan siswa dengan berbagai teori belajar
yang ada saat ini. Salah satunya yaitu teori belajar konstruktivisme
yang merupakan teori perkembangan dari Piaget. Rahyubi (2014:
145) menyebutkan bahwa salah satu teori belajar konstruktivisme
Piaget menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang merupakan
bentukan orang itu sendiri. Siswa di dalam pembelajaran membentuk
dan membangun pengetahuannya sendiri. Guru hanya sebagai
fasilitator, motivator dan evaluator saja. Siswalah yang membangun
pengetahuannya hingga menjadi pengetahuan yang utuh dan guru
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
19
membenarkan konsepnya apabila ada siswa yang salah pemahaman
dalam memahami materi yang dipelajari.
Teori konstruktivisme tersebut sejalan dengan model belajar
PAIKEM yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang sesuai
dengan teori konstruktivisme, peran guru dalam mengemas
pembelajaran yang AIKEM sangat penting. Siswa mempelajari dan
membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pembelajaran yang
aktif, efektif dan menyenangkan tersebut. Penelitian ini yang
menggunakan model IOC, dimodifikasi dengan musik dan permainan
kartu. Teori tersebut mendukung penelitian ini, karena melalui
pembelajaran tersebut siswa membangun pengetahuannya sendiri,
berperan aktif sebagai student center dalam pembelajarannya, dan
guru hanya sebagai fasilitator, motivator, dan evaluator saja. Oleh
sebab itu, model kooperatif tipe IOC yang telah diinovasi tersebut
sangat sesuai untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
3. Model Kooperatif
a. Pengertian Model Kooperatif
Model pembelajaran yang dikemas guru sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Pernyataan tersebut didukung oleh Elvis M.G. (2013: 29) “To
facilitate the proces of knowledge transmission, teacher should apply
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
20
appropriate teaching methods that best suit specific objectives and
level exit outcomes.” Guru harus mengetahui cara mendesain
pembelajaran yang produktif dan melibatkan siswa di dalam
pembelajaran, karena motivasi dan keterlibatan memiliki pengaruh
penting dalam belajar siswa (Saeed & Zyngier, 2012).
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan
keterlibatan siswa yaitu model pembelajaran kooperatif atau
Cooperative Learning. Kooperatif menurut Isjoni (2010: 15) berasal
dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara
bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai
satu kelompok atau satu tim. Lebih lanjut lagi, model Cooperative
Learning menurut Solihatin dan Raharjo (2009: 4) diartikan sebagai
suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerja yang teratur dalam kelompok, yang
terdiri dari dua atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat
dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu.
Manusia adalah homo socius yang tidak bisa hidup sendiri yang
saling bergantung satu sama lain untuk dapat bertahan hidup.
Ketergantungan yang positif ini bukan berarti selalu mengandalkan
orang lain tanpa ada usaha sendiri. Model pembelajaran kooperatif ini
dikemas secara berkelompok dengan bergantung satu sama lain,
bekerja sama dan berinteraksi namun masih harus mengembang
tanggung jawab masing-masing. Pembelajaran ini juga dapat disebut
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
21
sebagai pembelajaran gotong royong, seperti yang disebutkan oleh Lie
(2008: 19) mengenai pembelajaran gotong royong ini yaitu:
Metode-metode pembelajaran gotong royong distruktur
sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu
kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada
sistem akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja
membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan
dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.
Masing-masing siswa memiliki tanggung jawab masing-masing.
Setiap usaha yang dilakukan setiap individu akan mendapatkan
penghargaan. Tanggung jawab pribadinya tersebut akan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan kelompoknya. Individu dituntut
untuk dapat memaksimalkan tanggung jawab yang diemban sehingga
dapat menguntungkan diri sendiri dan kelompok.
Model kooperatif ini, seperti yang telah disebutkan ia bekerja
secara berkelompok. Kegiatan secara berkelompok pasti ada
kompetisi antar individu atau kelompok. Slavin (2009: 8)
mengemukakan inilah inti dari pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif ini menuntut para siswa untuk duduk bersama dalam
kelompok beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang
disampaikan oleh guru. Ide yang melatarbelakangi bentuk
pembelajaran kooperatif ini adalah apabila para siswa ingin agar
timnya berhasil, mereka akan mendorong anggota timnya untuk lebih
baik dan akan membantu mereka melakukannya.
Berdasarkan paparan mengenai model kooperatif di atas, dapat
disimpulkan bahwa model kooperatif adalah model pembelajaran
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
22
secara berkelompok yang terdiri dari dua atau lebih siswa untuk saling
bekerja sama dan berkoordinasi menyelesaikan tugas yang memiliki
tanggung jawab masing-masing demi keberhasilan bersama. Model ini
mengacu pada student centre siswa akan aktif dan mengerjakan tugas
yang diberikan tanpa harus mengandalkan jerih payah temannya.
Model pembelajaran ini sangat baik untuk bekerja sama dan saling
peduli satu sama lain, tetapi masing-masing siswa juga melaksanakan
tanggung jawabnya masing-masing dan akan diberi penghargaan
terhadap usaha baik yang ia lakukan. Tidak hanya individu saja, setiap
kelompok pun akan mendapatkan penghargaan (reward) jika mampu
menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.
b. Karakteristik Model Kooperatif
Pembelajaran kooperatif sangat cocok untuk digunakan pada
berbagai jenjang pendidikan. Penerapan pembelajaran kooperatif
dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif
dan menyenangkan dengan karakteristik yang berbeda dari model
pembelajaran lainnya. Karli (2002: 71) menjelaskan beberapa
karakteristik pembelajaran kooperatif, antara lain:
1) Individual Accountability, yaitu bahwa setiap individu di
dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok
sehingga keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh
tanggung jawab setiap anggota.
2) Social Skills, meliputi seluruh hidup sosial, kepekaan sosial
dan mendidik siswa untuk menumbuhkan pengekangan diri
dan pengarahan diri demi kepentingan kelompok.
3) Positive Interdependence, adalah sifat yang menunjukkan
saling ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
23
kelompok secara positif. Jadi siswa berkolaboasi bukan
berkompetisi.
4) Group Processing, proses perolehan jawaban permasalahan
dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.
c. Unsur-Unsur Model Kooperatif
Setiap model pembelajaran tidak bisa dikatakan sebagai model
pembelajaran apabila dalam pelaksanaannya tidak terpenuhi unsur-
unsur penting bagi model pembelajaran itu sendiri. Unsur-unsur
tersebut sangat penting agar pembelajaran dengan menggunakan
model tersebut dapat terlaksana dan tercapai dengan baik. Roger dan
David Johnson (dalam Lie, 2008: 31-36) mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran
kooperatif harus diterapkan, diantaranya:
1) Saling ketergantungan positif
2) Tanggung jawab perseorangan
3) Tatap muka
4) Komunikasi antaranggota
5) Evaluasi proses kelompok
Unsur pertama pembelajaran kooperatif yaitu saling
ketergantungan positif. Suprijono (2012: 58) mengatakan bahwa unsur
ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua
pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang
ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota
kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan
tersebut.
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
24
Unsur kedua yaitu tanggung jawab perseorangan. Unsur
ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model
pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa
bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Unsur ketiga
adalah tatap muka. Setiap kelompok harus diberikan kesempatan
untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa
kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala
saja (Lie, 2008: 33).
Unsur yang ke empat yaitu komunikasi antar anggota. Siswa
harus saling mengenal dan mempercayai, saling menerima dan saling
mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif
untuk dapat mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian
tujuan (Suprijono, 2012: 61). Kepercayaan dalam unsur ini sangat
diperlukan agar interaksi antar anggota dapat berjalan lancar. Siswa
akan dapat saling membantu satu sama lain demi keberhasilan
kelompoknya.
Unsur yang ke lima ialah evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok
untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama
mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja
kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah
beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran
cooperative learning (Lie, 2008: 35).
Evaluasi proses kelompok dilakukan baik pada saat
pembelajaran ataupun di akhir pembelajaran. Guru mengamati dan
menilai kinerja siswa secara individu mapun kelompok sehingga guru
dapat menilai secara objektif.
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
25
d. Langkah-Langkah Model Kooperatif
Model kooperatif memiliki beberapa langkah atau fase dalam
pelaksanaannya. Trianto (2009: 66-67) menyebutkan langkah-langkah
model pembelajaran kooperatif dalam bentuk tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mepresentasikan hasil karyanya.
Fase 6
Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber: Trianto (2009: 66-67)
Langkah-langkah di atas merupakan lima langkah yang
dilakukan apabila guru akan melakukan model pembelajaran
kooperatif. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Inside Outside Circle. Langkah-langkah fase di atas
dalam penelitian ini dimasukkan ke RPP untuk kemudian disesuaikan
dengan langkah-langkah di model kooperatif tipe IOC.
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
26
4. Model Kooperatif Tipe Inside Outside Circle (IOC)
Pembelajaran Kooperatif tipe Inside Outside Circle atau lingkaran
kecil lingkaran besar dikembangkan oleh Spencer Kagan. Kagan dalam
Crandall dan Miller (2011) menerangkan tentang Inside Outside Circle
sebagai berikut:
Inside/Outside Circle is an activity that involves all students
in the class. Inside/Outside Circles are particularly useful for:
differentiation, kinesthetic learners, conversation practice, and
community-building in the classroom. This activity can be a great
warm up as well as a useful way to change things up and get
students moving during a long class.
Model kooperatif tipe Inside Outside Circle merupakan kegiatan
yang melibatkan semua siswa di kelas. Model kooperatif tipe ini sangat
berguna untuk diferensiasi, pelajar kinestetik, praktek percakapan, dan
pembangunan komunitas di dalam kelas. Diferensiasi atau pembedaan
dalam pembelajaran kooperatif ini individu mendapatkan tanggung jawab
masing-masing namun harus tetap bekerja sama di suatu kelompok yang
heterogen. Seluruh siswa bergotong royong untuk memberikan hasil yang
maksimal sehingga siswa lainnya dapat menerima dengan maksimal pula.
Kegiatan saling bekerja sama inilah yang akan membangun pembelajaran
yang interaktif, sehingga dapat mengaktifkan seluruh siswa dan tercipta
pembelajaran yang lebih hangat.
Lie (2008: 65) menyebutkan model kooperatif dengan tipe ini
menurut Kagan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa
agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Seluruh siswa
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
27
bergotong royong untuk memberikan informasinya kepada seluruh
temannya di kelompok lain.
Salah satu keunggulan dari teknik ini adalah adanya struktur yang
jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang
berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.
Langkah model kooperatif tipe Inside Outside Circle sesuai dengan
penelitian ini namun mengacu pada Lie (2008: 65-66) sebagai berikut:
Lingkaran Individu
a. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu
banyak) berdiri membentuk lingkaran kecil. Mereka berdiri
melingkar dan menghadap keluar.
b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran
yang pertama. Dengan kata lain, mereka berdiri menghadap ke
dalam dan berpasangan dengan siswa yang berada di lingkaran
dalam.
c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan lingkaran
besar berbagi informasi.
d. Kemudian siswa yang berada di lingkaran kecil diam di
tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar
bergeser satu atau dua langkah searah perputaran jarum jam.
Dengan cara ini, masing-masing siswa mendapatkan pasangan
yang baru untuk berbagi.
e. Sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar
membagikan informasi. Demikian seterusnya.
Lingkaran Kelompok
a. Satu kelompok berdiri di lingkaran kecil menghadap ke luar.
Kelompok yang lain berdiri di lingkaran besar.
b. Kelompok berputar seperti prosedur lingkaran individu yang
dijelaskan di atas dan saling berbagi.
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
28
Mengacu pada langkah-langkah model kooperatif tipe IOC di atas,
penelitian ini dilakukan dengan masing-masing kelompok dibagi menjadi
dua kelompok besar. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 siswa yang
dibuat secara heterogen. Materi yang digunakan yaitu mengenai masalah
sosial di lingkungan setempat. Inovasi penelitian ini yaitu ditambahkan
musik dalam proses perpindahan tempat di langkah ke empat dan
diberikan permainan kartu seusai berbagi informasi.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa model kooperatif tipe Inside Outside Circle merupakan model
pembelajaran secara berkelompok yang berguna mengaktifkan seluruh
siswa dengan memberikan tanggung jawab masing-masing untuk
bertukar informasi bersama temannya secara interaktif dan teratur. Model
IOC sangat membantu siswa untuk mengasah keterampilan berbicara,
mendengarkan dan bertanya. Interaksi dilakukan secara teratur dan
komunikatif. Keberhasilan siswa dalam pembelajaran ini dipengaruhi
oleh salah satunya kesungguhan temannya dalam menyampaikan
informasi. Pencapaian penangkapan materi juga akan berkurang jika
temannya tidak sungguh-sungguh dalam menyampaikan pengetahuan
kepada temannya. Kerja keras antar anggota sangat diperlukan.
Siswa diharapkan akan dapat meningkatkan sikap kerja keras
hingga menjadikan prestasi belajarnya meningkat. Model kooperatif tipe
Inside Outside Circle dalam penelitian ini digunakan di kelas IV materi
masalah sosial pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
29
5. Ilmu Pengetahuan Sosial
Marsh (dalam Solihatin, 2009: 14) menyebutkan bahwa istilah IPS
dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia masih relatif baru
digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari Social Studies dalam
konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali
digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Social
Studies yang mengembangkan kurikulum di AS. Sapriya (2008: 4)
mengatakan bahwa:
Salah satu karakteristik dari definisi social studies adalah
bersifat dinamis, artinya selalu berubah sesuai dengan tingkat
perkembangan masyarakat. Di Amerika serikat, misalnya the
National Council for the Social Studies (NCSS), organisasi para
ahli pendidikan studi sosial yang cukup handal sebelum tahun 1978
merumuskan social studies sebagai program yang dibangun oleh
sejumlah disiplin ilmu sosial, yakni “sejarah, ekonomi, sosiologi, kewarganegaraan, geografi, dan semua modifikasi atau kombinasi
mata pelajaran-mata pelajaran terutama yang memiliki materi dan
tujuan yang berhubungan dengan masalah-masalah
kemasyarakatan.
Lebih lanjut Martorella (dalam Solihatin, 2008: 14) mengatakan
bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek
“pendidikan” daripada “transfer konsep”, karena dalam pembelajaran
Pendidikan IPS diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah
konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan
keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Dengan
demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikan pada aspek
kependidikannya.
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
30
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu ilmu pendidikan
yang mempelajari tentang manusia dan lingkungan sosialnya secara
dinamis dengan mengikuti perkembangan zaman. IPS mempelajari
tentang beberapa disiplin ilmu seperti sejarah, ekonomi, sosiologi dan
bidang ilmu lainnya yang berhubungan dengan masalah kemasyarakatan.
Pembelajaran IPS lebih menekankan kepada nilai, moral, sikap, dan
keterampilan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Materi IPS yang dijadikan obyek penelitian pada penelitian
tindakan kelas di SD Negeri 1 Besuki yaitu pada materi Masalah Sosial.
Materi tersebut diajarkan pada kelas IV semester II dengan Standar
Kompetensi 3 yaitu mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan
kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi.
Kompetensi Dasar yang diajarkan yaitu 2.4 tentang mengenal
permasalahan sosial di daerahnya. Sub materi yang dipelajari di setiap
pertemuan dalam dua siklus ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.2 Rincian Sub Materi Masalah Sosial
No Siklus /
Pertemuan ke-
Sub Materi
1 Siklus I
Pertemuan ke-1
1. Pengertian masalah pribadi dan masalah sosial
2. Perbedaan masalah pribadi dan masalah sosial
Pertemuan ke-2 1. Macam-macam masalah sosial
a. Masalah kependudukan
1) Persebaran penduduk yang tidak merata.
2) Jumlah penduduk yang besar.
3) Pertumbuhan penduduk yang tinggi.
4) Kualitas penduduk yang rendah.
5) Rendahnya pendapatan per-kapita.
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
31
6) Tingginya tingkat ketergantungan
b. Tindak kejahatan
c. Perilaku tidak displin
d. Pencemaran lingkungan
2. Penyebab masalah sosial
a. Penyebab masalah kependudukan
b. Penyebab tindak kejahatan
c. Penyebab perilaku tidak disiplin
d. Penyebab pencemaran lingkungan
3. Cara mengatasi masalah sosial
a. Cara mengatasi masalah kependudukan
b. Cara mengatasi tindak kejahatan
c. Cara mengatasi perilaku tidak disiplin
d. Cara mengatasi pencemaran lingkungan
2 Siklus II
Pertemuan ke-1
1. Macam-macam masalah sosial
a. Peristiwa kebakaran
b. Masalah sampah
c. Buruknya/rusaknya fasilitas umum
2. Penyebab masalah sosial
a. Penyebab peristiwa kebakaran
b. Penyebab masalah sampah
c. Penyebab buruknya/rusaknya fasilitas umum
3. Cara mengatasi masalah sosial
a. Cara mengatasi peristiwa kebakaran
b. Cara mengatasi masalah sampah
c. Cara mengatasi buruknya/rusaknya fasilitas
umum
Pertemuan ke-2
1. Macam-macam masalah sosial
a. Penyalahgunaan narkoba dan alkohol
b. Pemborosoan energi
c. Kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok
2. Penyebab masalah sosial
a. Penyebab penyalahgunaan narkoba dan alkohol
b. Penyebab pemborosoan energi
c. Penyebab kelangkaan barang-barang kebutuhan
pokok
3. Cara mengatasi masalah sosial
a. Cara mengatasi penyalahgunaan narkoba dan
alkohol
b. Cara mengatasi pemborosoan energi
c. Cara mengatasi kelangkaan barang-barang
kebutuhan pokok
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
32
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan sebelumnya oleh
peneliti lain terkait dengan penelitian ini yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Azizah Rahmawati, dkk dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside Outside Circle
Untuk Meningkatkan Pemahaman Kegiatan Ekonomi Masyarakat”,
yang menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Inside
Outside Circle dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar.
Hasil analisis pada siklus 1 terjadi peningkatan nilai tes pemahaman
kegiatan ekonomi masyarakat dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Inside Outside Circle jika dibandingkan pada
pratindakan. Dari 25 siswa terdapat 13 siswa atau 52 % yang
memperoleh nilai di atas KKM dengan rata-rata kelas 71,56 dari
sebelumnya saat prapenelitian memiliki rata-rata 54,6. Sedangkan pada
siklus II terdapat 21 siswa atau 84 % yang memperoleh nilai di atas 70
(KKM) dengan rata-rata kelas 86,42 dan masih terdapat 4 siswa atau 16
% yang memperoleh nilai di bawah KKM. Maka dapat dikatakan,
penelitian tersebut telah berhasil meningkatkan pemahaman kegiatan
ekonomi masyarakat dan dapat berhasil mencapai melebihi indikator
ketuntasan yang ditentukan yaitu 80% sehingga penelitian dihentikan
pada siklus II.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Edi Andhika dkk dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Inside Outside Circle
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
33
(IOC) Berbasis Media Audio Visual Animation Terhadap Hasil Belajar
Siswa”. Diketahui bahwa hasil uji perbedaan dua rata-rata pada tdata
post test diperoleh ℎ� �� = , > �� = , dan uji perbedaan
dua rata-rata pada data N-Gain Ternormalisasi diperoleh ℎ� �� =, > �� = , pada taraf signifikansi 0,05 yang artinya Ho
ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe IOC berpengaruh signifikan pada hasil belajar IPS.
Adanya penelitian lainnya yang menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe IOC menjadi landasan dalam melakukan penelitian dengan menggunakan
model pembelajaran tersebut. Perbedaan dalam melakukan penelitian yaitu
dalam penelitian Azizah Rahmawati diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe IOC dengan meningkatkan pemahaman materi kegiatan
ekonomi masyarakat, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe IOC untuk meningkatkan
sikap kerja keras dan prestasi belajar siswa pada materi masalah sosial.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pengamatan yang diperoleh di kelas IV SD Negeri 1
Besuki, ditemukan masalah kurangnya sikap kerja keras siswa di kelas IV
tersebut. Siswa menunjukkan kurangnya sikap kerja keras yang dilihat dari
masih belum berani dan enggan untuk menyampaikan pendapat jika ada
pertanyaan dari guru dan kurang aktif dalam bertanya jika belum memahami
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
34
Belum menggunakan
model kooperatif tipe
IOC
Siswa yang diteliti:
- Sikap Kerja keras
siswa kurang
- Prestasi belajar
rendah
Kondisi Awal
Tindakan Menggunakan model
kooperatif tipe IOC SIKLUS I
Menggunakan model
kooperatif tipe IOC
SIKLUS II
Menggunakan model
kooperatif tipe IOC Kondisi Akhir
Penggunaan model
kooperatif tipe IOC diduga
dapat meningkatkan sikap
kerja keras dan prestasi
belajar siswa
materi pelajaran. Kurangnya sikap kerja keras ini berpengaruh terhadap
rendahnya prestasi belajar siswa.
Atas dasar masalah yang telah ditemukan mengenai kurangnya sikap
kerja keras dan prestasi belajar IPS, peneliti bersama dengan guru
menentukan tindakan yang tepat dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Akhirnya peneliti bersama dengan guru bersepakat untuk menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Inside Outside Circle (IOC) dalam pembelajaran
IPS di Kelas IV SD Negeri 1 Besuki. Penelitian ini menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe IOC untuk memperoleh peningkatan sikap kerja
keras dan prestasi belajar siswa pada materi masalah sosial mata pelajaran
IPS di kelas IV SD Negeri 1 Besuki.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016
35
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teritik di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
tindakan untuk penelitian tersebut adalah:
1. Model kooperatif tipe Inside Outside Circle (IOC) dapat meningkatkan
sikap kerja keras siswa pada pelajaran IPS materi masalah sosial kelas IV
SD Negeri 1 Besuki.
2. Model kooperatif tipe Inside Outside Circle (IOC) dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa pada pelajaran IPS materi masalah sosial kelas IV
SD Negeri 1 Besuki.
Peningkatan Sikap Kerja..., Ayu Fatma Azwar Pratiwi, FKIP UMP 2016