44
PENDIDIKAN DAN ANALISA IMPLIKASINYA DRS. ABDUL KADIR, M.Si WIDYAISWARA MADYA - BKPP PEMERINTAHAN ACEH ABSTRAK Metodologi pendidikan Qur’ani sangat komprehensiv dan universal dalam rangka pengembangan kompetensi anak didik, baik dari aspek intelektualitas, moralitas dan sosialitas. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka Islam tidak dapat menerima metodologi pendidikan Barat justru implikasinya lebih mengedepankan aspek intelektualitas semata dan mengabaikan aspek nilai-nilai moral yang bersifat absolut atau transedental. Alasan ini terlihat dalam implementasi pendidikan nasional kita hari ini yang terus menonjolkan aspek intelektualitas tersebut, dengan meminimkan aspek pendidikan moral dan budi pekerti, bahkan disisi lain secara tidak sadar terkesan jauh dari implementasi nilai-nilai agama. Fenomena pendidikan hari ini belumlah mencapai sasaran yang diidam-idamkan sebagaimana yang tertera dalamundang-undang dasar Negara kita. Kondisi ini bekanlah sekedar ungkapan semata, akan tetapi telah menjadi kenyataan dalam perkembangan pendidikan dewasa ini. Berbagai macam strategi, pendekatan dan metodologi pembelajaran telah ditampilkan oleh orang tua dalam keluarga dan para pendidik di sekolah, namun implikasinya belum tampak hasil yang maksimal. Kualitas anak didik yang dihasilkan setelah proses pembelajaran hari ini, sungguh memprihatinkan para pakar pendidikan. Kenakalan remaja, pemuda dan bahkan orang dewasa sekalipun terjadi dimana-mana dalam berbagai aspek kehidupan umat hari ini. Konsekuensinya dapat dirasakan di dalam realitas kehidupan ini. Perkelahian, perampokan, perzinaan, pencurian, pemerkosaan, tawuran, penipuan, pembunuhan, korupsi dan lain-lain terjadi hampir di disetiap ruang gerak masyarakat. Siapa yang disalahkan dari tanggung jawab pendidikan hari ini, melainkan pelaku pendidikan dan pembelajaran yang sungguh meninggalkan nilai-nilai moral dan budi pekerti dengan mendominasi intelektualitas semata. Maka dari semua itu, perlu disadari bahwa kemajuan dan kemunduran pendidikan sangatlah ditentukan oleh berbagai faktor, mulai dari faktor sejarah, kesiapan institusi, sistem pendidikan, model pembelajaran dan materi yang disodorkan, media yang disampaikan, evaluasi yang benar sebagai tolak ukur dan bahasa sebagai alat pengembangannya. Untuk mewujudkan sebuah kebersihan

8. PENDIDIKAN DAN ANALISA IMPLIKASINYA.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • PENDIDIKAN DAN ANALISA IMPLIKASINYA

    DRS. ABDUL KADIR, M.Si

    WIDYAISWARA MADYA - BKPP PEMERINTAHAN ACEH

    ABSTRAK

    Metodologi pendidikan Qurani sangat komprehensiv dan universal dalam

    rangka pengembangan kompetensi anak didik, baik dari aspek intelektualitas, moralitas

    dan sosialitas. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka Islam tidak dapat menerima

    metodologi pendidikan Barat justru implikasinya lebih mengedepankan aspek

    intelektualitas semata dan mengabaikan aspek nilai-nilai moral yang bersifat absolut

    atau transedental. Alasan ini terlihat dalam implementasi pendidikan nasional kita hari

    ini yang terus menonjolkan aspek intelektualitas tersebut, dengan meminimkan aspek

    pendidikan moral dan budi pekerti, bahkan disisi lain secara tidak sadar terkesan jauh

    dari implementasi nilai-nilai agama. Fenomena pendidikan hari ini belumlah mencapai

    sasaran yang diidam-idamkan sebagaimana yang tertera dalamundang-undang dasar

    Negara kita. Kondisi ini bekanlah sekedar ungkapan semata, akan tetapi telah menjadi

    kenyataan dalam perkembangan pendidikan dewasa ini. Berbagai macam strategi,

    pendekatan dan metodologi pembelajaran telah ditampilkan oleh orang tua dalam

    keluarga dan para pendidik di sekolah, namun implikasinya belum tampak hasil yang

    maksimal. Kualitas anak didik yang dihasilkan setelah proses pembelajaran hari ini,

    sungguh memprihatinkan para pakar pendidikan. Kenakalan remaja, pemuda dan

    bahkan orang dewasa sekalipun terjadi dimana-mana dalam berbagai aspek kehidupan

    umat hari ini. Konsekuensinya dapat dirasakan di dalam realitas kehidupan ini.

    Perkelahian, perampokan, perzinaan, pencurian, pemerkosaan, tawuran, penipuan,

    pembunuhan, korupsi dan lain-lain terjadi hampir di disetiap ruang gerak masyarakat.

    Siapa yang disalahkan dari tanggung jawab pendidikan hari ini, melainkan pelaku

    pendidikan dan pembelajaran yang sungguh meninggalkan nilai-nilai moral dan budi

    pekerti dengan mendominasi intelektualitas semata. Maka dari semua itu, perlu disadari

    bahwa kemajuan dan kemunduran pendidikan sangatlah ditentukan oleh berbagai faktor,

    mulai dari faktor sejarah, kesiapan institusi, sistem pendidikan, model pembelajaran dan

    materi yang disodorkan, media yang disampaikan, evaluasi yang benar sebagai tolak

    ukur dan bahasa sebagai alat pengembangannya. Untuk mewujudkan sebuah kebersihan

  • yang ideal dan berkualitas, tentu solusi yang terbaik adalah perlu adanya sebuah sistem

    dan model pembelajaran yang sesuai dengan kualitas kemampuan anak didik, mulai dari

    tingkat sekolah dasar, menengah dan bahkan pada daratan perguruan tinggi sekalipun.

    Karena itu, pendidikan adalah pekerjaan bagi setiap individu. Proses pencapaiannya

    tidak terlepas dari aktivitas pembelajaran yang sistematis, terstruktur dan memiliki

    jenjang yang bervariasi. Kesuksesan pendidikan merupakan tujuan kahir dari sebuah

    proses belajar mengajar. Kesuksesan tentu akan sulit dicapai, jika metode, strategi dan

    pendekatan pembelajaran sebagai instrument penting yang diterapkan dalam dunia

    pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan, pemahaman dan kemampuan peserta didik.

  • A. PENDAHULUAN

    Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang mempunyai harkat dan martabat

    yang paling mulia dan sempurna tinggi diantara makhluk-makhluk lainnya. Kehadirannya

    di atas permukaan bumi ini merupakan khalifatun fil Ardh.1 Sebagai makhluk yang paling

    tinggi derajatnya, tentu ia dipengaruhi beberapa kemampuan dasarnya atau potensi

    dasar.2 Potensi ini dalam dunia pendidikan Islam lebih dikenal dengan istilah al-fitrah.3

    Kemampuan dasar ini memiliki kecendrungan tumbuh dan berkembang tahap demi tahap

    menuju kearah yang lebih sempurna. Proses penyempurnaan ini akan dilalui dengan

    pendekatan pendidikan. Tanpa pendidikan, tentu semua potensi ini tidak akan tumbuh

    optimal dalam kehidupannya. Pendidikan satu-satunya alat pengasah bagi kesempurnaan

    kemampuan tersebut. Pendidikan dapat dikatakan motor (penggerak utama) untuk

    membangkit energinya menuju ke arah yang lebih baik.

    Selanjutnya, jika diperhatikan secara lebih filosofi lagi tentang struktur kejadian

    manusia, yaitu unsur fisik dan unsur psikis. Kedua unsur ini mengalami perubahan secara

    berkesinambungan. Keduanya berkembang dan saling mempengaruhi satu sama lain.

    Keduanya dikenal dengan istilah psiko-fisik.4 Unsur psiko-fisik manusia berkembang

    secara integral dan selalu berfungsi aktif dalam menata kehidupannya. Keduanya

    berhubungan timbal balik dengan penuh keseimbangan dan bersifat harmonis dalam diri

    manusia. Keduanya harus berjalan serasi dan seimbang pada setiap gerak dan fungsi

    1 Salah satu arti dari khalifah adalah mengganti atau Wakil Allah, yang bertugas mewujudkan rencana

    Allah sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta (R a b b u l A a l a m i n )

    . Pemilihan Adam (atau manusia),

    sebagai pengemban amanah yang amat berat tentulah memiliki alasan kuat. Salah satu alasan terpenting

    adalah adanya potensi ilmu pengetahuan pada diri manusia dan kemampuan mengembangkannya. Kedua

    hal tersebut sangat diperlukan didalam pelaksanaan tugas manusia sebagai khalifah dimuka bumi, di

    samping berbagai persyaratan-persyaratan lainnya. 2 Hasan Langgulung, M

    a n u s i a d a n P e n d i d i k a n ; S t u d y A n a l i s a P s i k o l o g i d a n P e n d i d i k a n ,

    (Jakarta:

    Pustaka al-Husna, t.t), hal 263. 3 Fitrah dalam Islam dapat dikatagorikan kedalam empat potensi dasar yaitu: H

    i d d a y a h a l - g h a r i y y a h

    (Naluri),h i d a y y a h a l - h i s s i y y a h

    (indrawi),h i d a y a h a l - a l q i a h

    (intelektual), dan h i d a y a h

    a l - d i n i y y a h

    (spiritual). Al-Quran banyak sekali berbicara tentang potensi h i d a y a h a l - a q l i y y a h

    (intelektual) dan h i d a y a h

    a l - h i d a y y a h

    (spiritual). Hal ini bisa dipahami dari beberapa ungkapan yang disebutkan didalam al-Quran

    yang mengacu kea rah itu, seperti: t a z a k k u r

    , t a d a b b u r , t a f a k k u r

    dan t a f a q q u b

    . Lihat: Jalaluddin dan

    Usman Said, Fi l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m

    , cet.2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal 109. 4 Lihat: Abdul Mujib

    ,

    F

    i t r a h d a n K e p r i b a d i a n I s l a m , S e b u a h P e n d e k a t a n P s i k o l o g i s ,

    cet.1, (Jakarta

    Pusat: Darulfalah, 1999), hal. 36. Lihat juga: Ikhwan al-safa, R a s a i l I k h w a n a l - S a f a w a k h a l a n a l - W a f a

    ,

    Juz IV, (Baitut: Dar al-sadir, 1957), hal. 231.

  • organ-organ psikis dan fisiknya. Unsur-unsur fisik lebih sering diistilahkan dengan

    Biologis sedangkan unsur-unsur psikis lebih sering disebut dengan istilahpsikologis.

    Dengan pemperhatikan pada proses pertumbuhan dan perkembangan psisko-fisik

    manusia, tentu lingkungan memiliki peran yang sangat dominan dalam mempengaruhi

    kehidupannya. Semua aktifitas manusia diharapkan dapat mengubah dan membentuk

    perilaku manusia menuju ke arah yang lebih baik dan lebih sempurna. Karena itu, lagi-

    lagi pendidikan menjadi juru kunci utama bagi kelangsungan kehidupannya,bahkan ia

    dapat dikatakan kebutuhan mutlak yang wajib diisi sepanjang hayatnya.Tanpa pendidikan

    sama sekali mustahil manusia dapat hidup dan berkembang sesuai dengan aspirasi dan

    cita-citanya untuk maju. Pendidikan bagi manusia merupakan alat untuk memperoleh

    kesejahteraan dan kebahagian hidupnya. Oleh karena itu, untuk menyempurnakan

    kehidupannya, maka pendidikan menjadi sarana utama yang perlu dikelola secara

    sistematis, konsisten dan akuntabilitas sesuai dengan pandangan teoritis dan praktis

    sepanjang waktu berdasarkan lingkungan hidup manusia itu sendiri.

    Bagi umat islam tentu cita-cita yang dimaksudkan disini adalah mempeloleh

    kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Namun cita-cita demikian tak mungkian dicapai,

    jika manusia sendiri tidak berupaya dengan maksimal melalui proses pendidikan. Proses

    pendidikan dimaksud yaitu suatu kegiatan berdasarkan pencernaan yang matang untuk

    mewujudkan tujuan dan cita-cita yang diharapkannya. Aspek penting disini adalah

    petunjuk ilahi yang mengundang nilai-nilai paedagogis yang mampu membimbing dan

    mengarahkan manusia untuk menjadi individu yang sempurna atau al-insan al-kamil

    5melalui proses penahapan yang terarah dan berencana secara sistematis.

    Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah membentuk kepribadian muslim

    yang bulat, ulet, utuh dan berkualitas, baik di dalam dimensi sebagai khalifah di

    permukaan bumi, sebagai hamba Allah yang mengabdikan diri kepada-Nya maupun

    5 Konsep insan

    a l - k a m i l

    dipelopori oleh Ibn Arabi pada abad ke-7/13 M atas gagasan Mulyi al-Din

    Abu Abdul Allah. I n s a n a l - k a m i l

    ini mempunyai kedudukan dalam dua aspek penting. Yaitu sebagai

    penyebab dan pelestari eksistensi alam semesta atau k h a l i f a h f i y a l - a r d

    sebagai pusat kesadaran semesta. I n s a n a l - k a m i l

    itu merupakan wali tertinggi yang memiliki pengetahuan e s o t e r i k ( a l - i l m a l - l a d u n n i ) .

    Ia

    memiliki kemampuan-kemampuan yang melebihi kemampuan kebanyakan manusia, baik dari segi

    kepribadian maupun pengetahuan. Pada diri i n s a n a l - k a m i l

    terdapat segenap asma dan sifat-sifat Allah

    yang utuh. Lihat: Yunasril Aliy, Manusia Citra Ilahi, Pengembangan i n s a n K a m i l I b n A r a b i o l e h a l - J i l i ,

    (Jakarta: Para Media, 1997), hal. 111-179.

  • sebagai makhluk sosial dan berbudaya.6 Berkaitan dengan tujuan umum ini, Abdurahman

    Saleh membaginya kepada tiga komponen utama, yaitu: tujuan jasmaniah (al-ahdaf al-

    jismiyyah), tujuan rohani (al-ahdaf al-rubaniyyah), dan tujuan mental (al-ahdaf al-

    aqliyyah).7 Ketiga komponen ini merupakan sifat dasar manusia sebagai satu kesatuan

    utuh dalam proses pendidikannya. Artinya ketiga komponen tersebut harus mampu

    dipadukan secara seimbang dalam diri manusia. Dalam kaitan ini, Hamid Abdul Kadir

    memberikan gambaran yang hampir senada dengannya yaitu: Pendidikan merupakan

    usaha manusia, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja bertujuan

    mengambangkan fisik, akal, budi pekerti, dan perasaan.8 Melalui proses pendidikan ini

    diharapkan mampu mewujudkan individu-individu yang muslim berilmu amaliah,

    beramal ilmiah, beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.

    Untuk merealisasikan tujuan tersebut, maka pendidikan Islam harus dilaksanakan

    dan dikembangkan secara konsisten dengan merujuk kepada sumber utamanya yaitu al-

    Quran dan al-Hadith sebagai Grand Theorynya, dibantu oleh kajian-kajian para pakar

    paedagogis muslim dan Barat. Melalui proses inilah diharapkan akan mampu

    menghasilkan tujuan yang sejalan den gan ruh pendidikan Islam itu sendiri. Untuk

    tercapainya wujud manusia paripurna (al-insan al-kamil) dengan tingkat intensitas yang

    tinggi pada seluruh komponen yang melekat padanya sebagaimana digambarkan diatas,

    maka sejak dini setiap individu muslim sebagai peserta didik harus mendapatkan

    pembinaan dan pendidikan yang tepat dan benar.

    Dilihat dari dimensi kronologinya, menunjukkan bahwa keberadaan manusia

    dalam fase pertumbuhan dan perkembangan9 unsur psiko-fisiknya, maka setiap peserta

    6 Hadari Nawawi,

    P e n d i d i k a n D a l a m I a l a m

    ,(Surabaya: al-Ikhlas, 1993), hal. 101. 7 Abdurrahman Saleh, T

    e o r i - t e o r i P e n d i d i k a n B e r d a s a r k a n a l - Q u r a n ,

    (Jakarta: Rineka Cipta, 1983),

    hal. 137. 8 Hamid Abdul Qadir, M

    a n h a j a l - h a d i t h f i y U s u l a l -

    T

    a r b a w i y y a h w a a l -

    T

    a d r i s

    , (Misr: Maktabah al-

    Nahdah, 1971), hal 5. 9

    P e r t u m b u h a n

    diartikan sebagai Perubahan-perubahan yang bersifat kwantitatif dan evolutif,

    terutama yang menyangkut aspek fisik jasmaniah, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada

    organ-organ dan struktur organ fisik, sehingga anak semakin bertambah umurnya semakin besar dan

    semakin tinggi pula badannya. Karena itu pertumbuhan umumnya dimulai dari pembuaian dan diakhiri

    dengan kematian. Sedangkan P e r k e m b a n g a n

    dapat diartikan sebagai Perubahan-perubahan yang

    bersifat kwalitatif dan kwantitatif yang menyangkut aspek-aspek mental-psikologis manusia, seperti

    perubahan-perubahan yang berkaitan dengan aspek ilmu pengetahuan, kemampuan, sifat sosial, moral,

  • didik dipandang perlu pembinaan dan pendidikan yang diarahkan secara sistematis dan

    proporsional melalui proses pendidikan bertahap. Karena sesungguhnya kemampuan

    dasar (potensi dasar) psiko-fisik manusia itu berkembang secara interaksional dengan

    pengaruh faktor-faktor lingkungan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

    Mengacu ke arah yang dimaksud, banyak pakar pendidikan yang telah

    mendefinisikan pengertian pendidikan, baik secara luas ataupun sempit.

    Diantara seperti dikemukakan oleh Ahmad D. Marimba, yaitu: Bimbingan atau

    pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani

    peserta didik menuju terbentuknya kepribadian utama.10 Komentar ini hampir senada

    dengan ungkapan Jamil Shaliba yang mengemukakan bahwa pendidikan merupakan

    pengembangan fungsi-fungsi psikis melalui latihan, agar mampu mencapai

    kesempurnaannya sedikit demi sedikit.11

    Dari dua penjelasan tadi dapat dimengerti bahwa pendidikan disini lebih

    menitikberatkan pada aspek usaha untuk mempersiapkan peserta didik melalui proses

    bimbingan, arahan, pengajaran dan atau latihan yang sesuai dengan peranannya dimasa

    yang akan datang. Konsepsi ini telah mampu menghasilkan peserta didik yang lebih baik,

    yaitu dapat memperluas cakrawala berfikir lebih tajam, kritis, baik, untuk ilmu, iman,

    moral, amal dan taqwa dalam dirinya.

    Dari uraian diatas tadi menunjukkan bahwa kesuksesan pendidikan yang

    merupakan tujuan akhir dari sebuah proses belajar mengajar, akan sulit dicapai, jika

    metode, strategi dan pendekatan pembelajaran sebagai instrument penting dalam dunia

    pendidikan diterapkan tidak sesuai dengan pemahaman dan kemampuan peserta didik.

    Hal ini bukan hanya sekedar ungkapan saja, tetapi jelas terlihat dalam perkembangan

    pendidikan dewasa ini. Berbagai macam strategi, pendekatan dan metode pembelajaran

    telah ditempuh oleh orang tua dan para pendidik disekolah dan keluarga dalam

    mewujudkan cita-citanya yang luhur itu, namun belum tampak hasil yang maksimal.

    Konsekuensinya dapat dirasakan di dalam realita pembelajaran sehari-hari, dimana

    keyakinan agama, keccerdasan dan sebagainya. Lihat: M. Alisuf Sabr, P s i k o l o g i P e n d i d i k a n ,

    (Jakarta :

    Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal 11.Lihat juga: Abdul Mujib, Fi t r a h

    , hal 88. 10 Ahmad D. Marimba, F

    i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m

    , cet. Ke-4,(Bandung: al-Marifin, 1980), hal. 19. 11 Jamil Saliba

    , a l -

    M

    u j a m a l -

    F

    a l s a f r y

    , Jilid I, (Bairut: Dar al-Kitab al-Lubnainy, 1978), hal. 266. Lihat

    juga: Muhammad Noor Syam, Fi l s a f a t

    , hal 11-12.

  • peserta didik memahami banyak kesulitan dan lamban dalam memahami sejumlah materi

    yang disampaikan oleh gurunya. Betapa banyak peserta didik yang belajar di dalam

    keluarga dan sekolah, namun masih tidak berubah dalam tingkah lakunya ketika tampil

    ditengah-tengah kehidupan masyarakat sekitarnya. Secara realita, tampak terlihat masih

    banyak orang-orang terpelajar yang melakukan kejahatan, maksiat dan mungkar dimana-

    mana. Apa yang m

    enyebabkan persoalan ini selalu terjadi secara nyata dalam realitas kehidupan umat hari

    ini. Apanya yang menjadi kesalahan, gurunya yang tidak professional atau muridnya

    yang bodoh. Inilah pertanyaan-pertanyaan yang selalu mengganjal dalam benak kita hari

    ini. Secara umum, hal ini barangkali terjadi karena belum adanya kesesuaian antara

    metode atau strategi atau pendekatan sistem dengan kebutuhan atau kemauan atau tingkat

    perkembangan peserta didik atau uswatun guru belum menjadi figur bagi muridnya.

    Karena itu, relevansi antara metode, strategi dan pendekatan dalam tahap belajar

    mengajar dengan periodesasi perkembangan biologis dan psikologis sangat perlu

    diperhatikan, di samping ketauladannya sebagai nilai yang menjadi harapan bagi anak

    muridnya. Untuk memperluas pandangan ini perlu menemukan berbagai teori yang

    menawarkan konsep-konsep baru tentang metodologi pembelajaran yang ideal dan

    kebutuhannya terhadap pendidikan peserta didik yang sesuai dengan perkembangan

    kehidupannya. Dengan demikian, untuk merespons terwujudnya harapan yang maksimal

    dalam pembelajaran peserta didik, al-Quran telah banyak mengomentari persoalan ini

    secara panjang lebar lewat kisah-kisah para nabi, rasul dan pemimpin-pemimpin pilihan

    yang pernah diabadikan dalam al-Quran ketika mengmbangkan dakwah dan pendidikan

    kaum atau umatnya. Dari latar belakang ini penulis mencoba menelaah dan menganalisa

    tentang apa saja metodologi yang pernah diterapan oleh para Nabi dan orang-orang

    ternama dalam mengembangkan dakwah dan pendidikan umatnya. Bagaimana manusia

    memerlukan pendidikan dan harus dididik dalam upaya mengembangkan kehidupan

    dimuka bumi ini?. Dari persoalan-persoalan ini penulis mencoba mengkaji melalui suatu

    topic pembahasan yaitu: pendidikan dan analisa metodologi pembelajaran dalam Al-

    Quran. Wacana ini hendaknya akan menjadi sebuah kontribusi ilmiah yang paling baik

    bagi guru dan orang tua untuk pendidikan anak nantinya.

  • B. Manusia Sebagai Subjek Didik Dalam Tinjauan Al-Quran

    Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas adalah mencakup semua perbuatan,

    tindakan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan, mewariskan atau melimpahkan

    atau mentransferkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan dan ketrampilannya kepada

    henerasi muda. Maka untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsinya, --baik

    jasmaniah maupun rohaniah--, pendidikan sering juga diartikan sebagai manusia untuk

    membimbing anak yang belum dewasa kepada tingkat dalam arti ia sadar dan mampu

    memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri diatas kaki sendiri.

    Untuk memahami mengapa anak dikatakan subjek didik12 dalam pendidikan

    Islam. Tentu Islam. Tentu ada dimensi yang perlu diperhati kan secara lebih

    komprehensif. Pernyataan ini didasari pada eksistensi anak semenjak lahir. Di mana

    12 Dilihat dari segi kedudukannya, pengertian subjek didik identik dengan anak didik atau peserta

    didik, yaitu makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan

    fitrahnya masing-masing. Dalam tahapan seperti itu, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan

    yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. Dalam pandangan yang lebih modern,

    subjek didik tidak hanyan dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan sebagaimana disebutkan

    diatas, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subjek pendidikan. Hal ini antara lain dilakukan dengan

    cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Dalam bahasa Arab

    ada tiga istilah yang sering dipakai untuk menyebutkan kata-kata subjek didik ini. Tiga istilah tersebut

    yaitu: arab (jamaknya) arab yang berarti murid atau secara harfiyah dapat diartikan sebagai orang yang

    menginginkan atau membutuhkan sesuatu arab yang berarti: pelajar atau siswa, dan arab yang berarti

    yang menutut ilmu atau mahasiswa. Ketiga istilah ini seluruhnya mengacu kepada seseorang yang tengah

    menempuh pendidikan. Perbedaannya hanya terletak pada penggunaannya. Pada sekolah yang

    tingkatnya rendah seperti Sekolah Dasar (SD dan MI) digunakan istilah murid (tilmidh), sedangkan pada

    sekolah tingkat menengah seperti SLTP dan SLTA diistilahkan dengan pelajar atau siswa dan untuk Tingkat

    Perguruan Tinggi digunakan istilah Mahasiswa (t a l i b a l - i l m )

    . Namun demikian berbeda maksud

    penyebutan subjek didik dalam pendidikan Islam. Subjek didik di sini adalah setiap manusia yang

    sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi, tidak hanya anak-anak yang sedang dalam

    pengasuhan dan pengasihan orang tuanya, bukan pula anak-anak dalam usia sekolah seperti disebutkan

    diatas. Tapi termasuk semua manusia yang terus menerus berusaha belajar dan mengajar dalam rangka

    mencapai kesempurnaan hidup, saling lengkap melengkapi kebutuhan dan keinginan, yaitu manusia yang

    selalu memposisikan dirinya pada tingkat a l - i n s a n a l - k a m i l

    sebagai manusia seutuhnya. Pengertian ini

    nampaknya sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yang sebenarnya, yaitu penciptaan a l - i n s a n a l - k a m i l

    (manusia sempurna). Maka untuk mencapai manusia seperti yang dimaksudkan tadi, persiapan

    pendidikannyaharus diusahakan terus menerus mulai dari masa pembentukan awal sebuah keluarga,

    proses janin, setelah lahir hingga akhir hayatnya lewat proses tarbiyah, tadib danm talim. Dari proses

    pelaksanaan itu akan memungkinkan terbentuknya pendidikan islam. Maka konsep dasar pendidikan

    Islam dapat di pahami di sini adalah pendidikan yang mengarah pada upaya penyadaran subjek didik

    (manusia), baik kesadaran spiritual maupun kesadaran intelektual. Lihat: baihaqi A.K, Me n d i d i k A n a k

    D a l a m K a n d u n g a n

    M

    e n u r u t A j a r a n P e d a g o s i s I s l a m i ,

    cet, ke II, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001), hal. 27-

    44. Lihat juga: Herry Noer Aly, MA.I l m u P e n d i d i k a n I s l a m

    , cet I(Jakarta Logos, 1999), hal 113, Lihat: M.

    Nasir Budiman, P e n d i d i k a n D a l a m P e r s p e k t i f A l - q u r a n ,

    cet. I (Jakarta: Madani Press, 2001), hal 125.

  • kondisinya berbeda dengan eksistensi makhluk hewani. Makhluk hewani setelah lahir,

    secara sunatullah langsung mampu berjalan, makan dan minum dengan sendirinya. Tapi

    anak manusia tidaklah seperti itu. Mereka sejak dilahirkan, kondisinya lemah, tak

    berdaya dan tak mengerti apa-apa. Perihal ini sebenarnya telah digambarkan oleh al-

    Quran sebagaimana tertera dalam ayat-ayat seperti: dan manusia dijadikan dalam

    keadaan lemah. (QS. 4:28)13 Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan

    lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat,

    kemudian. Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat menjadi lemah lagi (kembali) dan

    berubah. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha

    Mengetahui lagi Maha Kuasa.

    (QS. 30:54)14 Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut Ibumu dalam keadaan tidak

    mengetahui satupun, dan Dia memberikan kamu pengetahuan, penglihatan, dan hati,

    agar kamu bersyukur. (QS. 16:78).15

    Dari tiga ayat tadi menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk yang

    mengalami kondisi sangat lemah dan dan serba tak berdaya pada awal kelahirannya.16

    Sehingga manusia hampir seluruh dimensi hidup dan kehidupannya, hanya

    menggantungkan diri kepada manusia dewasa. Jika saja anak (bayi) tersebut tidak diberi

    minum atau makan oleh ibunya, maka pasti ia akan mati kelaparan atau kehausan. Karena

    itu, anak manusia selalu butuh kenyamanan, kedamaian, keamanan, ketenangan, dan

    kebutuhan hidup berupa makan minum dari orang tuanya.

    Meskipun eksistensi manusia ketika dilahirkan dalam kondisi lemah dan tak

    berdaya, namun ia telah dibekali potensi-potensi fitrah yang siap dipertajam dan

    diaktualkan melalui jalur pendidikan. Untuk menyempurnakan dirinya, maka manusia

    perlu belajar dan belajar dengan menggunakan al-sama, al-ubsar dan al-afidah. Jika

    ketiga dimensi ini dapat dipadukan dalam dirinya, maka kemampuan kognitif akan

    mampu mewujudkan secara baik dan benar. Karena ketiga dimensi tadi merupakan alat

    untuk mencapai pengetahuan. Sedangkan pengetahuan itu merupakan pencerahan bagi

    13 QS. An-Nisa ayat 28 14 QS. 30: 54. 15 QS. 16: 78. 16 Lihat: Adnan Syarif, M

    i n I l m a l - n a f s a l - q u r a n

    terjemahannya dengan judul: P s i k o l o g i q u r a n i

    oleh

    Muhammad al-Mighwar, cet I (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), hal.

  • kehidupannya. Begitu pula sebaliknya, jika ketiga dimensi ini tidak berkembang secara

    baik, maka manusia cenderung menyelewang dari kebenaran dan menyesatkan.

    Konsekuensi ini terlihat dari penegasan Allah yaitu: Dan sesungguhnya Kami jadikan

    untuk mereka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tapi

    tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata

    (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasan Allah), dan mereka

    mempunyai telinga (tetapi) dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan

    Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka

    itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7:179).17

    Untuk merealisasikan tujuan hidup yang baik, perlu adanya tanggung jawab

    pendidikan kepada subjek didik, Nabi bersabda dalam al-Hadist-Nya:

    Artinya: Dari Ibn malik telah berkata: Rasulullah bersabda: Menurut ilmu itu wajib bagi

    setiap muslim.18

    Dalam hadist yang lain juga di sabdakan:

    Artinya: Tuntutlah ilmu dari mulai ayunan sampai ke liang lahad.19

    Bila dikaji secara lebih mendalam dari dua Hadist diatas, maka akan tampak

    bahwa tanggung jawab pendidikan sangat dibebankan kepada subjek didik. Artinya

    manusia akan terus mengembangkan dirinya lewat jalur pendidikan. Dalam pengertian

    lebih jauh lagi menunjukkan bahwa manusia akan selalu menjadi subjek pelaksana

    pendidikan, yang akan selalu berlangsung pendidikan dimana, dan kapan saja. Karena itu,

    untuk mengembangkan dirinya kearah yang lebih mantap dan berpotensi, manusia perlu

    kepada pendidikan.

    Untuk mengaktualkan potensi subjek didik ada beberapa dimensi potensi fitri

    yang harus dikembangkan antara lain:

    17 QS. 17: 179. 18 Lihat: Imam al-Hafid Abiy Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-RabiI Ibn Majah,

    S u n a n I b n

    M

    a j a h ,

    (Riyad Dar al-Salim, 1999), hal 34. Bisa juga: CD hadith Kutub al-Sittah, Ver. 1998,K i t a b S u n a n I b n

    M

    a j a h

    , Bab Muqaddimah, Hadith No. 220. 19 Ahmad al-Hasyimi, M

    u k h t a r a l - A h a d i b a l - N a b a w i y y a h

    ,cet. 4 (Qairo:Dar al-Maarif, 1948). Hal 26.

  • 1. Pengembangan Potensi Fitrah al-Ghariziyya

    Jika dipandang dari dimensi potensi fitrah al-Ghariyyah tentu, manusia dapat

    dikatakan sebagai makhluk materi. Artinya manusia semenjak dari lahir telah punya

    insting (naluri) untuk tumbuh dan berkembang. Karena itu, pertumbuhan dan

    perkembangannya berproses dari materi, yaitu berawal dari bergabungnya sel telur sang

    ibu dengan sperma sang ayah. Manusia sebagai makhluk yang bermateri, tentu ia akan

    perlu kepada kebutuhan-kebutuhan yang bersifat materi, seperti butuh makan, minum,

    dan lain-lain.

    Pada dimensi jismiyyah sebenarnya ada segi-segi persamaannya dengan binatang,

    bahkan manusia termasuk kedalam golongan binatangyang menyusui. [QS.7 (al-Araf):

    179]. Ia mempunyai sifat-sifat biologis yang sama dengan binatang seperti membutuhkan

    makan, udara, mengembangkan jenis dan lain-lain. Namun manusia nampaknya lebih

    sempurna bila dibandingkan dengan makhluk binatang. Ia mempunyai cirri-ciri khusus

    yang membedakannya dengan binatang. Manusia memiliki berbagai macam potensi atau

    kemampuan dasar (fitrah) yang dibawa semenjak lahir, seperti kemampuan berfikir,

    berkreasi, beragama, beradaptasi dengan lingkungan dan sebagainya. Dengan adanya

    berbagai macam kemampuan dasar tersebut, maka manusia dalam hidup dan

    kehidupannya tidak hanya berdasarkan instink atau naluri saja seperti binatang, tapi juga

    berdasarkan dorongan dari berbagai potensi yang dimilikinya.

    Dalam mengambangkan kemampuan dimensi jismiyyah pada dirinya --yang

    sangat lemah dan serba tak berdaya--itu, perlu bantuan orang lain untuk membimbing dan

    mengarahkannya. Karena itu, ia perlu belajar dan terus belajar (pendidikan), hingga

    potensi tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan berdaya guna bagi

    dirinya untuk mengisi hidup dan kehidupan ini.

    2. Pengembangan Potensi Fitrah Ijma Iyyah

    Manusia adalah makhluk homo-socius (makhluk sosial), maka pada dirinya ada

    sifat pembawaan untuk hidup bermasyarakat. Di sini manusia membututuhkan interaksi

    dengan yang lainnya. Dengan sendirinya makhluk sosial, akan mempunyai rasa tanggung

    jawab sosial untuk ikut mengambangkan fitrah ijmaiyyah antara sesamanya.

  • Pendidikan dalam tatanan sosial (bermasyarakat) ini, harus menitikberatkan

    perkembangannya pada karakter-karakter manusia yang unik, agar manusia mampu

    beradaptasi dengan standar-standar masyarakat bersama-sama dengan cita-cita yang ada

    padanya. Untuk merealisasi kegiatan ini secara harmonis, maka anak sebagai subjek didik

    harus pandai bersikap toleran sesamanya, adil, ramah tamah, pandai beradabtasi, rendah

    hati sesamanya, gotong royong dan mampu mengontrol diri secara normal dalam

    kehidupan sehari-hari. Karena itu untuk mewujudkan semua sikap ini secara lebih fair

    dalam masyarakat, maka sebagai subjek didik membutuhkan pendidikan sosial ini.

    Keharmonisan seperti inilah yang merupakan karakteristik yang akan dicapai dalam

    tujuan pendidikan sosial.

    3. Pengembangan Potensi Fitrah Aqliyyah (Intelek)

    Manusia bila dilihat dari dimensi fitrah aqliyyah dapat dikatakan sebagai Homo

    education yaitu makhluk yang harus dididik. Karena bila dikaji dari dimensi ini, maka

    manusia dapat dikategorikan sebagai animal educable, yaitu sebagai makhluk sebangsa

    binatang yang dapat dididik. Sebab pada dasarnya manusia sudah dibekali Fitrah intelek

    ini. Fitrah ini berfungsi sebagai kemampuan untuk berkembang dan untuk membentuk

    dirinya sendiri. Oleh sebab itulah manusia dalam hidup dan kehidupannya perlu

    mengembangkan fitrah ini.

    Pengembangan potensi fitrah ini bertujuan untuk mengaktualkan intelegensi yang

    mengarah manusia sebagai subjek didik untuk menemukan kebenaran. Jika

    perkembangan fitrah intelek ini berjalan normal, maka telaah tentang tanda-tanda

    kekuasaan Allah dan penemuan pesan ayat-ayat-Nya, akan mampu membawanya untuk

    beriman kepada Sang Pencipta. Dalam kondisi seperti ini, jika manusia tidak bisa

    memperoleh pendidikan tersebut, maka penyimpangan dan kesesatan akan menyertainya.

    Mencermati pertanyaan tersebut dapat dimengerti bahwa bila mana anak tidak

    mendapatkan pendidikan, maka mereka tidaki akan menjadi manusia sempurna dalam

    hidupnya. Dengan kata lain, hanya pendidikanlah yang dapat memanusiakan atau

    membudayakan manusia.

  • Perlu disadari bahwa meskipun semenjak awal kelahiran manusia tidak akan

    mampu berdiri sendiri, namun ia telah ada sejumlah potensi, disposisi, dan karakter-

    karakter yang unik yang diberikan oleh Allahyang menyertainya. Fitrah potensial ini

    memiliki beberapa unsur yang menentukan, terutama pembawaan, kecendrungan, watak,

    bakat, minat dan kemampuan. Semua potensi fitrah ini kemudian teraktualisasikan

    menjadi suatu kepribadian bersamaan dengan peran lingkungan termasuk didalamnya

    pendidikan.

    Jika proses pembinaan dan pembimbingan itu berjalan dengan baik dan sistematis,

    maka perkembangan kepribadian subjek didik akan terpola secara wajar dan harmonis.

    Artinya proses perkembangannya akanberjalan dan seimbang dengan kebutuhan fisik

    material dengan kebutuhan mental spiritual. Karena itu, kebahagiaan dan kesejahteraan

    hidup akan terpenuhi secara baik didunia dan di akhirat kelak.

    Agama islam adalah agama yang universal. Untuk memenuhi kebutuhan terhadap

    pendidikan bukan hanya sekedar untuk mengembangkan aspek-aspek indiviu dan

    sosialisasi, melainkan juga harus mampu mengarahkan perkembangan kemampuan dasar

    tersebut kepada pola hidup yang diperlukan manusia, baik duniawiyyah dan ukhrawiyyah

    hingga mampu tercitanya fisik (materil) dan spiritual yang harmonis.20 Karena itu, islam

    telah memberikan sesuatu metode pendidikan yang paling sempurna kepada manusia

    untuk mengembangkan dan mengarahkan potensi-potensi yang fari dalam dirinya lewat

    suatu proses, yaitu Iqra Hal seperti ini seperti telah digambarkan dalam al-Quran :

    Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan

    manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemura. Yang

    mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa

    yang tidak diketahuinya.(Q.S. 96:1-5)21

    Dari ungkapan ayat-ayat, Nampak bahwa agama islam mendorong umatnya, agar

    menjadi umat yang pandai dan punya kemampuan intelektual yang bgus untuk

    mengembangkan kehidupan ini. Upaya ini telah ada semenjak dari perintah pertama

    membaca (sebagaimana tertera dalam ayat tadi).

    20 Muhammad Faiz al-Math,

    K e i s t i m e w a a n k e i s t i m e w a a n I s l a m ,

    (Jakarta: Gema Insani Press, 1994),

    hal 50 Lihat juga: Zuhairini, Fi l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m ,

    cet Ke-2, (Jakarta: Bumi askara, 1995) hal 16 21 QS. 96: 1-5.

  • Agama islam disamping mendekatkan kepada umatnya untuk belajar juga

    menyuruh umatnnya mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dalam islam melakukan

    proses belajar mengajar adalah bersifat manusiawi, yakni sesuai dengan harkat

    kemanusiaannya, sebagai makhluk: homo educandus atau animal educadum , dalam

    arti manusia itu sebagai makhluk yang dapat dididik dan dapat dididik. Disamping itu,

    manusia diistilahkan juga sebagai homo planemanel, yaitu makhluk yang mempunyai

    unsur rohaniah yang merupakan syarat mutlak untuk terlaksananya program-program

    pendidikan.22

    Banyak ayat al-Quran dan Hadist yang mengajak umat manusia untuk belajar dan

    mengajarkan ilmu pengetahuan, antara lain: Ilmu itu kehidupan Islam dan tiangnya

    iman, dan barang siapa yang mengajarkan ilmu (kepada orang lain) maka Allah akan

    menyempurnakan pahalanya. Barang siapa belajar kemudian mengamalkannya, maka

    Allah menajarkan kepadanya yang belum diketahuinya. (HR. Abu Syaikh).23 Hadist yang

    lain : Barang siapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah

    memudahkannya jalan ke syurga.(H.R.Baihaqiy).24

    Begitulah pentingnya ilmu dalam islam, bahkan al-quran sendiri memberikan

    penghargaan yang cukup mengembirakan (Al-mujadalah 58.11)

    4. Pengebangkan potensi fitrah al-Diniyyah

    Manusia adalah makhluk berkentuan atau homo religius (makhluk beragama).

    Sesuai dengan fitrahnya pada prinsipnya setiap manusia mengakui jati dirinya bahwa ia

    ada yang menciptakannya kepada sang pengcipta tetap ada dalam darinya. Kebutuhan

    pendidikan relegius ini adalah kebutuhan manusia terhadap pedoman hidup untuk

    mencapai ketenangan dan kebahagian hidup, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

    Karena itu, pendidikan agama merupakan pendidikan spiritual (rubiyyah) yang muncul

    lewat kesadaran manusia terhadap ketenangan dan kedamian hidup.

    22 Syahniman Zaini. M

    e n g e m a l

    M

    a n u s i a L e w a t a l - Q u r a n ,

    (Surabaya: tp,1980), hal. 5-6 Lihat juga:

    Zuhairini, dkk. Fi l a s a f a t

    , hal 82 23 HR. Abu Syaikh 24 H.R.Baihaqiy

  • Dalam konsep islam, pengembangan dimensi ini bertujuan untuk mengerahkan

    ruh kepada kebenaran dan kesucian. Maka dari itulan, islam mengakui bahwa semenjak

    manusia lahir ke dunia telah membawa fitrah diniyyahnya. Hal ini seperti difirmankan

    Allah: Maka hidupkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas)

    fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan

    pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak

    mengetahui (QS. 30:30)25.

    Dari ayat tadi dapat dipahami bahwa fitrah al-diniyyah pada manusia telah dibawa

    sejak lahirnya. Maka fitrah tersebut akan berkembang dengan baik, jika diaktualkan lewat

    pendidikan. Salah satu pendidikan yang paling penting diperkenalkan adalah pendidikan

    akhlaq. Ia merupakan dasar memunculkan berbagai kebaikan dalam kehidupan manusia.

    Pendidikan akhlaq identik dengan pendidikan moral. Moral adalah akar kebaikan suatu

    ummat, bila baiknya moral, maka kualitas suatu bangsa ikut akan membawa nuasan

    gemilang. Tapi sebaliknya, bobroknya moral bangsa, maka malapetaka akan

    menimpanya. Persepsi ini telah menjadi identitas suatu negeri.

    Islam datang membawa pencerahan bagi alam semesta. Begitulah, ungkapan al-

    Quran dan Hadist. Nabi Muhammad diutus oleh Allah ke alam ini, tugas umatnya adalah

    memperbaiki moral/akhlaq umat manusia. Semboyan ini jelas diutarakan dalam

    sabdanya: Aku tidak diutus ke atas permukaan bumi ini, melainkan untuk meemperbaiki

    akhlaq (manusia).

    Kwalitas dan kemampuan suatu umat ditandai pada kondisi moral rakyatnya.

    Untuk meningkatkan kwalitas tersebut Islam lembaga pendidikan rumah tangga dan

    sekolah, pendidikan religius mengambil peran yang sangat ideal yang melekat dalam

    kehidupan subjek didik. artinya, keluarga dan lembaga pendidikan lainnya ikut berperan

    atau berkewajiban untuk memperkenalkan dan mengajak anak kepada kehidupan

    beragama. Tujuannya bukan sekedar mengetahui kaidah-kaidah agama, melainkan juga

    untuk menjadi insane beragama yang sadar dan eksistensi dan posisinya. Manusia adalah

    makhluk Allah yang dikaruniakan rahmat dan nikmat yang tiada henti. Dengan kesadaran

    yang tinggi atas eksistensi dan posisinya itu, akan mengunggahnya untuk mengabdi dan

    25 QS. 30: 30.

  • tunduk patuh kepada-Nya. Dengan demikian, hasil yang diharapkan adalah bukan

    sekedar melahirkan generasi yang serba tahu tentang berbagai kaidah dan aturan hidup

    beragama, melainkan juga yang benar-benar merealisasikannya dengan penuh

    kesungguhan. Karena itu, inti ajaran islam yang harus diajarkan pada generasii didik

    adalah keimanan, ibadah dan akhlak.

    Manifestasi tanggung jawab yang mengacu pada tiga dimensi tersebut hanya

    dapat diwujudkan melalui jalur pendidikan yang benar. Artinya, orang tua harus

    melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik dalam keluarga secara baik,

    implementasinya dapat direalisasikan dalam bentuk bimbingan, pembinaan dan tuntunan

    terhadap anak-anaknya. Ketiga bentuk kegiatan ini dilakukan dalam rangka membentuk

    kepribadian anak menjadi sosok manusia berkualitas, ideal, yang memiliki menalitas,

    aktifitas dan moralitas yang tinggi, ketika ia menjadi dewasa kelak. Dengan kata lain,

    dapat menciptakan figure anak yang memiliki keimanan yang tangguh, taat melaksanakan

    ibadah, dan berakhlak mulia.

    Dalam konsep pendidikan islam, pembinaan akhlak merupakan bagian yang tidak

    dapat dipisahkan dengan pendidikan keimanan. Pendidikan akhlak ini juga merupakan

    proses lanjutan dari tahap pendidikan keimanan dan ibadah semenjak fase kanak-kanak,

    agama Islam menganjurkan orang tua dan para guru untuk mengajarkan, melatih dan

    membiasakan subjek didik dengan akhlaq al-karimah, seperti berbuat baik dan sopan

    santun kepada orang tua, lemah lembut dalam berbicara, menghormati tamu, dan

    sebagainya. Namun pada fase usia remaja pendidikan akhlak bagi subjek didik lebih

    diarahkan pada proses penyempurnaan dan pemantapan spiritual dan intelektual. Tujuan

    ini diharapkan untuk bisa memenuhi kredibelitas perkembangan kehidupan insani.

    Untuk itu, perlu dibekali dengan berbagai alat dan potensi, baik spiritual maupun

    intelektual sebagaimana disebutkan sebelumnya. Dengan menggunakan dan

    mengambangkan potensi-potensi ini secara baik dan benar, manusia akan menjadi

    sempurna (al-kamil) . sempurna disini jika adanya usaha-usaha penyadaran diri lewat

    jalur pendidikan tadi. Karena itu salah satu peran utama untuk mengambangkan dan

    mengubah potensi-potensi ini adalah pendidikan (kebudayaan). Pendidikan yang

    ditempuh dalam islam adalah pembinaan yang mengacu kearah penyadaran intelektual

  • dan spiritual. Emeg dari kedua penyadaran ini akan melahirkan ibn al-nafi, yaitu ilmu

    yang mampu memperkuat iman. Iman yang selingkuh dengan ilmu akan melahirkan

    amal salih , manakala amal yang disadari pada iman dan ilmu. Begitulah kata M. Nasir

    Budiman dalam buku karangannya. Dengan demikian dapat dikatakan interaksi manusia

    dengan lingkungannya secara baik dan berakhlak mulia akan menghasilkan pengetahuan,

    membutuhkan lembaga, tradisi, sistem atau structural sesuai dengan peradaban dan

    kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat.

    Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa anak sebagai subjek didik itu berusaha

    mengambangkan dan mengaktualkan potensi-potensi yang fitri berupa aspek-aspek

    kepribadiannya, baik jasmaniah maupun rohaniah, termasuk didalam aspek individualitas,

    sosialitas, moralitas, mentalitas maupun aspek religius. Potensi-potensi ini tidak bisa

    berjalan sendiri tanpa dipertajam lewat jalur pendidikan, pembinaan dan bimbingan dari

    orang lain. Dalam hal ini orang tua, sekolah, dan masyarakat.26 Jadi faktor-faktor yang

    mempengaruhi aktualitas fitrah manusia dalam pembentukan kepribadian adalah faktor

    bawaan dari Tuhan (takdir), faktor warisan dari keturunan dan faktor lingkungan sekitar

    serta yang terakhir juga tidak terlepas dari faktor Hidayah Allah.

    C. Strategi Qurani sebagai suatu Pengembangan Pendidikan Subjek Didik Yang

    Berkualitas

    Seorang guru yang berkwalitas paling kurang mempunyai tiga kompetensi dasar

    yang melekat dalam dirinya, baik kompetensi professional, personality maupun sosial.

    Masing-masing kompetensi ini turut menentukan eksistensinya sebagai huru yang ideal.

    Ketiga kompetensi ini selalu beriringan dan saling melengkapi dalam menghadirkan

    kwalitas eksistensinya. Kemampuan intelektualnya menunjukkan power pengetahuan

    yang mapan kemampuan spiritualnya memperkuat posisinya sebagai intelek. Begitu juga

    kemampuan bertindak selalu terkontrol dari kedua kemampuan tadi. Jika saja ketiga

    kemampuan tadi tidak berjalan sesuai dengan fitrahnya, maka dikhawatirkan

    eksistensinya akan bertentangan dengan fitrahnya. Problema ini sungguh nyata terlihat

    dlam kehidupan kaum guru di dalam dunia pendidikan hari ini. Betapa banyak hari ini

    26 Baca: Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, cet. 4, (Jakarta: Bumi Askara, 2008), hal 177-180

  • guru tampil dengan skill dan profesionalnya tidak berkwalitas dan dihargai orang anak

    didiknya, karena tidak mampu memposisikan dirinya secara wajar didepan muridnya.

    Tauladan yang ditampilkan tidak menjadi ikatan dan dan panutan bagi siswanya hari ini.

    Perbuatannya yang dimunculkannya bekanlah menarik perhatian muriidnya untuk

    menjadi budi pekerti tauladannya. Justru menjauhkan mereka dari akhlak mulia. Semua

    persoalan ini terjadi akibat dari proses pengajaran dan strategi yang dibangunnya tidak

    mencapai sasaran dan acuannya yang telah dirumuskannya.

    Strategi merupakan usaha untuk memperolah kesuksesan dan keberhasilan dalam

    mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan sebagai a plan,

    method, or series of activites designed to achieves a particular educational goal (J.R.

    David, 1976).27 Strategi pembelajaran dpat diartikan juga sebagai perencanaan yang

    berisi tentang sejumlah rangkaian kegiatan yang didesain secara tepat untuk mencapai

    tujuan pendidikan tertentu.28 Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan

    (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber

    daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu.

    Dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran. Begitu juga Kemp (1995) menyebutkan bahwa

    strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan

    siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dilain pihak Dick

    & Carey (1985) menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu setting materi dan

    prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasi l

    belajar yang maksimal pada siswa. Paling tidak ada 3 jenis strategi yang berkaitan dengan

    pembelajaran, yakni: (a) Strategi Pengorganisasian pembelajaran, (b) Strategi

    Penyampaian pembelajaran, dan (c) Strategi pengelolaan pembelajaran.

    Pada umumnya dalam proses pembelajaran, strategi ini tidak selamanya

    terlaksanakan sempurna oleh guru. Sebagian guru tidak pernah memperhatikan pada

    strategi pengorganisasian dan pengelolaan pembelajaran, tapi hanya lebih memfokuskan

    pada aspek strategi penyampaian saja. Hal ini sungguh bertentangan dengan eksistensi

    kompetensi profesionalnya. Kondisi ini telah banyak memunculkan sejumlah setting yang

    27 Joyce Brucee, Et al, M

    o d e l s o f t e a c h i n g ,

    (London:6th Ed. Allyn & Bacoon, 2000),P. 121 28 Oemar Harmalik, M

    e t o d e B e l a j a r d a n K e s u l i t a n - k e s u l i t a n B e l a j a r ,

    cet. I (Bnadung: Tarsito, 1990), hal.

    25

  • error dalam pelaksanaan dan implementasinya di lapangan. Betapa banyak guru

    mengajar, tapi muridnya tidak menambah apa-apa dalam pembelajaran. Inilah yang

    sering dipertanyakan dalam dunia pendidikan hari ini. Untuk menjawab tantangan-

    tantangan ini, tentu al-Quran banyak menawarkan solusinya yang perlu dibangun oleh

    para generasi pendidik selama ini. Fenomena ini banyak yang bisa dipertik dari

    penggunaan strategi dalam penyampaian informasi penting kepada Nabi, Rasul dan

    orang-orang ternama lainnya, seperti dialog Lukmanul Hakim dengan anaknya, Dialog

    Ibrahim dengan putranya, Maryam dengan Isa, Musa dengan Khadir, Allah dengan para

    Malaikat, Musa dengan Firaun, Malaikat Jibril dengan Nabi Muhammad ketika di gua

    Hira dan lain-lain.

    Kita ambil saja salah satu contoh yang mengandung penggunaan strategi pada

    percakapan Allah dan Malaikat. Ada satu fenomena menarik tentang rencana penciptaan

    manusia sebagai khalifah di muka bumi. Fenomena ini dimulai dengan dialog antara

    Allah SWT dan para malaikat tentang rencana penciptaan manusia dan tujuannya di atas

    permukaan bumi ini. Dialog ini telah diabadikan dalam al-Quran tepatnya pada surah al-

    Baqarah ayat 33 sampai keberadaan Adam AS di bumi dengan berbagai opsi dan

    konsekuensinya. Pemaknaan ayat ini jelas sekali informasinya yang menyebutkan bahwa

    salah satu tujuan penciptaan manusia adalah sebagai khalifah 29 Allah dimuka bumi

    (khalifatullah fil Ardhi). Setidaknya ada dua pelajaran berharga yang dapat dipetik dari

    peristiwa ini. Dari satu sisi dapat dimaknai bahwa Allah SWT adalah sumber pertama dan

    utama dari ilmu pengetahuan. The Ultimate soursce of knowledge sekaligus sebagai

    facilitator dalam pendidikan. Dialah Sang Pencipta yang mampu memfasilitasi proses

    pembelajaran secara tepat, dan pengembangannya secara benar. Dialah disainer ilmu

    pengetahuan secara mandiri dalam diri manusia. Dari fenomena ini secara umum dapat

    dikatakan bahwa eksistensi Allah disini adalah Sang Maha Guru pertama bagi manusia.

    Dalam kaitan ini pemahaman dapat diungkap dari rangkaian ayat-ayat tersebut adalah

    29 Dari sini dapat dipahami bahwa arti khalifah adalah wakil Allah, yang bertugas mewujudkan

    rencana Allah sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta ini. Pemilihan Adam sebagai pengemban

    amanah yang amat berat tentulah memiliki alasan kuat. Salah satu alsan terpenting disini adalah adanya

    potensi ilmu pengetahuan pada diri manusia dan kemampuan untuk mengembangkannya. Kedua hal

    tersebut sangat di perlukan didalam pelaksanaan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi,

    disamping berbagai persyaratan-persyaratan lainnya.

  • Adam AS sebagai manusia pertama yang ada di atas permukaan bumi ini. Karena itu,

    sebagai pemilik dan sumber dari semua ilmu pengetahuan, Allah SWT memiliki ha

    perogratif untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya,

    baik secara langsung maupun tidak langsung.

    Di dalam filsafat ilmu, sumber-sumber ilmu pengetahuan yang diakui hanyalah

    yang berasal dari hasil proses berpikir manusia (nalar) maupun pengalaman inderawi

    (empirik) dengan menafikan hal-hal yang sifatnya langsung dari sisi Allah SWT

    (laddum). Hal ini berbeda dengan filsafat islam yang selalu mengambil rujukan utama

    wahyu, ilham atau insinc dan akal selalu beriringan dengannya dalam mentransferkan

    ilmu pengetahuan untuk makhluk yang dipilihdan dikehendakki-Nya. Fenomena ini

    secara tegas disampaikan dalam al-quran tentang bagaimana Allah SWT, , sang maha

    Guru , mengajarkan ilmu pengetahuan kepada manusia pertama , yaitu Adam dengan

    terlebih dahulu mengajarkan nama-nama (benda) seluruhnya (QS.2:31).

    Jika dipahami dari makna dioligi yang dipahami dalam ayat tersebut, maka kata

    allama (mengajarkan) tersebut memiliki dimensi makna yang lebih luas dan

    komprehensip (nabaa), atau (akhbara) seperti apa yang dilakukan oleh Adam kepada

    malaikat. Aktifitas Mengajar memiliki tingkat yang lebih tinggi dari pada memberi

    tahu, mengabarkan atau memberi informasi. Perlu diperhatikan bahwa proses dialog

    didalam mengajarkan ilmu pengetahuan, Allah SWT memilainya dengan cara

    mengajarkan nama-nama benda seluruhnya secara lengkap. Proses ditawarkan dalam ayat

    tadi memberikan pemahaman kepada manusia bahwa cara seperti ini merupakan strategi

    atau teknik yang terbaik untuk mulai mengajarkan ilmu pengetahuan kepada subjek didik.

    Dari perspektif ilmu pengetahuan kata al-asma dapat pula dipahami sebagai konsep-

    konsep dasar yang diperlukan untuk menyusun teori-teori dan membangun ilmu

    pengetahuan. Dalam dunia pendidikan barat diinformasikan bahwa tujuan proses

    pembelajaran, baik untuk ranah kognitif, efektif, maupun psikomotorik, dapat dimulai

    dari tingkat terendah hingga ke tingkat lebih tinggi.30 Pada tahap awal proses

    pembelajaran kepada Adam (manusia), ternyata Allah SWT memulainya dengan tujuan

    30 Baca Buku: Taksonomi Bloom, Baca juga: Muzaiyyin Arifin, F

    i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m ,

    cet.2, (Jakarta:

    Bumi Aksara, 2005),hal. 65

  • proses pembelajaran yang paling rendah. Dalam ranah kognitif (cognitive domain),

    keluaran yang paling rendah dari proses pembelajaran adalah knowledge,sebelum

    meningkat ke yang lebih tinggi, yaitu comprehension application, analysis, synthesis, dan

    evaluation. Secara sederhana knowledge atau pengetahuan dapat didefinisikan sebagai

    kemampuan untuk mengingat materi yang telah diajarkan sebelumnya. Hal ini meliputi

    penyebutan kembali (recall) berbagai materi, dari fakta spesifik hingga ke teori yang

    lebih lengkap. Itulah sebabnya Allah SWT mengefaluasi hasil proses pembelajaran

    tingkat pertama tersebut dengan cara meminta Adam untuk menyebutkan kembali (me-

    recall) nama-nama yang diajarkan kepadanya, disaat Allah SWT memintanya untuk

    memberitahukan kepada malaikat nama-nama tersebut.

    Disini ada beberapa pemahaman yang perlu diamati, diantaranya adalah potensi

    manusia untuk mengembangkan pengetahuan jauh berada diatas malaikat. Potensi ilmu

    pengetahuan, sebagaimana halnya dengan dalam diri setiap manusia (built in) atau

    sesuatu yang bersifat fitthriyah berkaitan dengan fasilitas-fasilitas yang telah disediakan

    pada diri manusia, seperti akal dan 5 panca indera31. Jika kemampuan malaikat hanya

    sebatas mengetahui apa yang telah diajarkan Allah SWT kepadanya sebagaimana yang

    diakuinya, maka Adam (dan seluruh manusia) memiliki kemampuan untuk

    mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya dan menemukan ilmu

    pengetahuan baru. Pada malaikat, seperti yang diakuinya sendiri, tidak terdapat potensi

    untuk menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan sebagaimana yang dimiliki

    oleh manusia. Itulah sebabnya mengapa Adam tidak diperintahkan untuk Mengajarkan

    konsep-konsep yang telah dikuasainya kepad malaikat tetapi cukup sekedar

    memberitahukannya (transfer of information). Karena memang malaikat tidak

    dianugerahi potensi yang sama seperti manusia untuk melakukan proses pembelajaran

    yang melibatkan nalar disamping pengalaman empiriknya sebagaimana yang diakui oleh

    malaikat sendiri. Proses pembelajarannya adalah menggali, menemukan, dan menyusun

    kembali pengetahuan, bukan sekedar pemindahan informasi dari satu kepala ke kepala

    lainnya. Salah satu metode yang dilakukan untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan,

    31 Panca indera yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah pendengaran, penglihatan, lisan,

    penciuman, dan peraba.

  • dengan landasan berfikir yang logis dan terstruktur (critical thinking), adalah Socratic

    Questioning. Teori ini mengakui adanya potensi untuk menemukan sekaligus

    mengembangkan ilmu pengetahuan pada manusia. Dalam konteks yang lebih luas,

    dikenal pula aliran konstruktivisme32 Dalam proses pembelajaran (contructivism).

    Hal menarik lainnya adalah tentang proses pembelajaran yang terjadi, baik pada

    para malaikat atau pada diri Adam. Di dalam teori pendidikan proses pembelajaran dapat

    dibagi menjadi beberapa tahap atau fase, dimulai dari fase motivasi hingga umpan balik.

    Motivasi dalam proses pembelajaran amatlah penting. Adam, sebagai khalifah dimuka

    bumi memiliki tugas pokok tertentu, yaitu mewujudkan rencana Allah dimuka bumi dan

    untuk dapat melaksanakannya, manusia memerlukan ilmu pengetahuan. Dengan

    demikian, terdapat alasan dan motivasi yang kuat pada diri adam dan manusia seluruhnya

    untuk mengmbangkan ilmu pengetahuan. Hal yang sama tidak terjadi dengan malaikat.

    tugas pokok malaikat tidak memerlukan ilmu pengetahuannya, sehingga Allah SWT tidak

    perlu mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi hanya memberitahukannya melalui Adam.

    Wallahualam.

    Dalam dunia pendidikan tinggi, telah berkembang pendekatan baru dalam proses

    pembelajaran yang berpusat pada manusia, yaitu student-centered learning. Pendekatan

    yang pertama adalah problem based learning (PBL), yaitu proses pembelajaran yang

    berpusat pada mahasiswa sebagai subyek proses pembelajaran dengan menggunakan

    stimulus atau pemicu berupa masalah-maslah. PBL sebenarnya bukanlah konsep yang

    sama sekali baru bagi kita. Proses pembelajaran ini telah lama dikembangkan dunia barat,

    bahkan dalam islam pun selalu menggunakan model pembelajaran ini. Dalam proses

    penyampaian informasi dalam dialog Adam ada yang menarik untuk dijadikan pedoman

    bagi dunia pendidikan hari ini. Sesuatu yang menarik tersebut adalah, Alla SWT memulai

    dialog-Nya dengan sebuah pernyataan pemicu, bahwa allah SWT akan menjadikan

    seorang khalifah dimuka bumi dari pernyataan itulah muncul pertanyaan kritis dari para

    malaikat, berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya, untuk

    kemudian memperoleh jawabannya sendiri, melalui pengalamannya sendiri berupa

    ketidak mampuan mereka untuk menyebutkan nama-nama benda serta hasil pengalaman

    32 Baca: Zuhairini, Filsafat Pendidikan, hal. 29.

  • inderawi mereka bahwa Adam dapat memberitahukan nama-nama tersebut seluruhnya

    seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT. Adam dan seluruh manusia dihadapkan pada

    berbagai masalah nyata (real life problem) dalam kaitan dengan tugasnya sebagai hamba

    Allah dan khalifah Allah dimuka bumi. Manusia terus belajar, mengembangkan potensi

    pengetahuan yang dimilikinya berdasarkan masalah-masalah pemicu tersebut. Belajar

    dalam hal ini menjadi sangat dianjurkan jika sesuai dengan tugas manusia atau bahkan

    dapat menjadi kewajiban individu dan kolektif jika diperlukan sebagai prasyarat penting

    untuk dapat melaksanakan kewajiban, baik sebagai hamba (Abdullah) maupun khalifah

    Allah dimuka bumi (khalifatullah fil ardhi). Sebaliknya belajar menjadi kurang

    bermanfaat atau sia-sia jika tidak berkaitan dengan tugas manusia atau bahkan menjadi

    terlarang jika mendatangkan mudharat atau bersifat kontra produktif . manusia dalam hal

    ini dituntut untuk dapat menentukan sendiri kebutuhan belajarnya dan mempelajari

    sendiri apa yang diperlukannya berdasarkan hasil indentifikasi tersebut. Sebagai hamba

    misalnya, manusia diperintahkan untuk mendirikan shalat sebagai salah satu bentuk

    pengabdiannya secara khusus kepada Allah SWT. Untuk mendirikan shalat dengan baik

    diperlukan ilmu pengetahuan, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung,

    baik pokok, maupun cabangnya. Seseorang misalnya harus tahu ilmu tentang syarat sah,

    wajib, dan rukun shalat sebelum mendirikan shalat. Salah satu syarat misalnya, suci dari

    hadast kecil dan besar. Untuk bersuci dibutuhkan air bersih yang suci mensucikan.

    Untuk menyediakannya diperlukan ilmu. Selain itu shalat harus dilakukan pada

    waktunya. Untuk itu diperlukan ilmu pengetahuan tentang waktu, peredaran bumi dan

    matahari yang melahirkan ilmu falak dan hisab, ilmu bumi dan matematika. Sebagai

    khalifah, lebih banyak, beragam, dan spesifik ilmu pengetahuan yang harus dikuasai dan

    dikembangkan untuk mengatasi berbagai macam permasalahan global.

    Demikianlah diantara berbagai permasalahan global yang harus dipecahkan oleh

    manusia sebagai khalifah Allah SWT dimuka bumi. Permasalahan-permasalahan global

    umat manusia tidak mungkin lagi diselesaikan secara individualistik. Itulah sebabnya

    diperlukan usaha kolektif untuk mengatasi permasalahan. Prinsip-prinsip pembelajaran

    bersama (collaborative learning) dalam hal ini dapat menjadi sebuah solusi produktif

    untuk mengatasi permasalahan bersama yang semakin kompleks dan bersifat lintas, antar,

  • dan multi disiplin. Semua usaha akan semakin terarah jika dilakukan di dalam kerangka

    acuan dasar yang telah diajarkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya yaitu al-Quran dan

    as-Sunnah. Demikianlah Islam sejak lama telah mengajarkan prinsip-prinsip selfdirected

    learning yang berlangsung sepanjang hayat (from cradle to gravel) dengan pendekatan

    pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) dan kolaborasi

    (collaborative learning). Baru dipertengahan abad ke-20 pendidikan kedokteran modern

    di dunia barat mulai menerapkan (kembali) pendekatan pembelajaran berdasarkan

    masalah tersebut, suatu perubahan yang (disangka) revolusioner saat itu.

    Jelaslah bahwa Allah telah mempersiapkan Adam (manusia) sebagai khalifah

    dengan membrikan potensi ilmu pengetahuan yang dapat digali, ditemukan, disusun dan

    dikembangkan secara mandiri sesuai dengan tugas pokoknya sebagai hamba-Nya dimuka

    bumi. Hal selanjutnya dilakukan oleh Allah SWT untuk mempersiapkan Adam sebagai

    khalifah-Nya adalah dengan memberinya pengalaman nyata disurga sebelum diterjunkan

    ke bumi (experiental learning). Menurut sebagian ulama, ada dua pengalaman penting

    yang dialami oleh Adam surga, yaitu pengalaman baik dan pengalaman buruk.

    Pengalaman baik adalah berada di surga yang semuanya serba lengkap dan sempurna

    sebagaimana digambarkan didalam beberapa ayat al-Quran kebutuhan manusia telah

    tersedia disurga mulai dari yang paling dasar (jasmani) hingga yang paling tinggi berupa

    kepuasan yang bersifat nurani. Pengalaman nyata tersebut memberikan pelajaran kepada

    Adam bahwa, sebagai khalifah dimuka bumi, ia harus berusaha keras untuk mewujudkan

    kembali pengalaman empirisnya tersebut. Pengalaman terburuk adalah pada saat Adam

    terpedaya oleh syaitan, hingga adam harus kehilangan segala nikmat surga dan dijauhi

    oleh Allah SWT. Pengalaman ini tentunya menjadi pelajaran berharga bagi Adam dan

    seluruh umat manusia untuk berhati-hati terhadap syaitan. Perbuatannya akan selalu

    memusuhi manusia dan terus berusaha memperdayakannya di mana dan kapan saja.

    Pengalaman adalah guru paling berharga, demikian pepatah lama yang sering

    diperdengarkan kepada kita. Namun, pengalaman nyata (concrete experience) pada

    dasarnya menjadi kurang berharga jika tidak desertai refleksi. Dalam bahasa agama, hasil

    dari reflective observation sering disebut sebagai hikmah dari sebuah peristiwa.

    Refleksi akan membuat setiap episode di dalam perjalanan hidup umat manusia menjadi

  • sebuah pengalaman bermakna atau pelajaran berharga. Di dalam sebuah proses

    pembelajaran, refleksi adalah satu mata rantai penting dari sebuah siklus pembelajaran.

    Menurut ilmu pendidikan, peristiwa yang terlibat langsung di dalam suatu proses

    (concrete experience) dan melakukan refleksi secara sungguh-sungguh terhadap apa yang

    telah dialami (reflection atau reflective observation) merupakan dua sisi yang paling

    mendasar dari proses pembelajaran dengan pengalaman (experiential learning) yang

    sama pentingnya. Produktifitas sebuah proses pelajaran sangat tergantung pada seberapa

    banyak lessons learned yang diperoleh melalui refleksi. Secara umum bahkan dapat

    dikatakan bahwa kemampuan melakukan refleksi adalah jati diri penting dari sebuah

    entitas pembelajaran, baik individu (learning entity), organisasi (learning organization),

    maupun masyarakat (learning society). Di dalam al-Quran dijelaskan bahwa hanya

    orang-orang berakal (men of understanding atau ulil alhab) yang dapat mengambil

    pelajaran. Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran

    dan As Sunnah) kepada siapa yang Ia kehendaki. Siapa saja yang dianugerahi al-hikmah

    itu, tentu ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Hanya orang-orang

    berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah) (QS. 2:269). Al-hikmah

    selain ditafsirkan sebagai kefahaman yang mendalam tentang al-Quran dan Sunnah, juga

    dapat dipahami lebih luas, sebagai pengetahuan yang jelas dan pemahaman yang

    mendalam, sesuatu yang dicerahkan, memotivasikan, dan member inspirasi ke jalan yang

    baik dan benar serta kemampuan untuk berfikir, bersikap, berkata dan bertindak di jalan

    tersebut. Hikmah dalam hal ini memadukan aspek teoritis dan praksis meliputi ranah

    kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perintah untuk melakukan refleksi sebenarnya telah

    tersurat secara jelas di dalam salah satu surat yang sering kit abaca. Di dalam surat al-

    Hasyr (59):18. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah

    kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya

    untuk hari esok (akhirat), dan katakanlah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha

    Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Di dalam ayat ini bahkan tersirat serangkaian

    siklus yang lengkap dari sebuah proses pembelajaran berdasarkan pengalaman

    (experiential learning), yaitu pengalaman nyata (concrete experience), refleksi (reflective

    observation) , konsepsi abstrak (abstrack conceptualization), dan percobaan aktif (Active

  • experimentation) . Siklus ini saat ini lebih banyak diasosiasikan dengan D.A. Kolb

    sebagai Kolbs EL Cycle. Bentuk experiential learning yang paling dasar yaitu Learning

    by Doing lebih banyak dikaitkan dengan filosofi belajar kuno Confusius di Cina Yaitu I

    hear and I forget, I see,and I remember, I do and I understand. Sangat berat manah

    yang kita emban sebagai khalifah Allah dimuka Bumi. Tetapi Allah SWT telah

    mempersiapkan segalanya untuk manusia, termasuk potensi ilmu pengetahuan dan

    kemampuan untuk terus menerus menggali, menemukan, menyusun, dan

    mengembangkannya. Semoga manusia dapat memanfaatkan potensi tersebut dan tidak

    menyia-nyiakannya. Berusaha menjadi entitas pembelajar yang produktif sepanjang

    hayat, mulai dari buaian hingga keliang lahat. Dengan pemahaman bahwa belajar adalah

    bagian yang tidak terpisahkan dari misi hidup manusia di bumi sebagai hamba dan

    khalifah Allah SWT.

    D. Jenis-jenis Metode Pembelajaran Qurani dalam Pengembangan Pendidikan

    Subjek Didik

    Guru yang baik adalah guru yang berpengalaman, pribahasa mengatakan

    Pengalaman adalah guru yang paling baik. Pengalaman adalah faktor yang paling

    dominan dalam menentukan keberhasilan subjek didik, umpamanya guru peka terhadap

    masalah, memecahkan masalah, memilih metode yang tepat, memutuskan tujuan

    instruksional, memotivasi siswa, mengelola siswa, mendapat umpan balik dalam proses

    belajar mengajar.33

    Metode34 pembelajaran memiliki peran yang strategis dalam mencapai tujuan

    pendidikan. Tanpa adanya metode yang tepat, maka proses pencapaian tujuan pendidikan

    akan terhambat, bahkan tidak berhasil sama sekali. Fenomena ini menjadi sangatlah

    penting dipahami oleh setiap pendidik atau guru untuk menguasai banyak metode dalam

    melaksanakan tugas mendidik. Namun sebagai pendidik atau guru agama, menjadi

    33 Dirjen Pendidikan Nasional,

    S t r a t e g i P e m b e l a j a r a n d a n P e m i l i h a n n y a ,

    (Jakarta: t, 2008). Hal 49) 34 Metode biasanya sering diartikan sebagai cara, atau jalan untuk sampainya sesuatu kepada yang

    diinginkan. Kadang-kadang metode sering juga disebut teknik penyampaian.

  • penting juga untuk mengkaji, menemukan, dan menggunakan metode-metode yang

    bersumber dari Al-Quran.35

    Al-Quran sebagai sumber utama ajaran Islam, yang wajib dipahami oleh setiap

    muslim, telah menampilkan banyak metode dan cara yang sangat menarik dalam

    penyampaian informasi-informasi kepada yang berhak menerimanya. Metode ini

    digunakan Al-Quran untuk memudahkan bagi manusia dalam mempelajari dan

    memahami informasi yang disampaikannya. Bagi seorang pendidik atau guru Agama

    Islam, juga dapat menggunakan beberapa metode seperti ini, untuk memudahkan subjek

    didik menguasai materi pelajaran yang disampaikan gurunya. Ini menjadi penting

    dilaksanakan untuk menambah wawasan pendidik atau guru khususnya tentang metode

    penyampaian pendidikan agama Islam disekolah-sekolah. Karena itu, secara sederhana,

    metode dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan suatu nilai tertentu dari si

    pembawa pesan (guru) kepada si penerima pesan (siswa). Metode diartikan sebagai

    tindakan-tindakan pendidik dalam lingkup peristiwa pendidikan untuk mempengaruhi

    siswa kea rah pencapaian hasil belajar yang maksimal sebagaimana terangkum dalam

    tujuan pendidikan pada umumnya. Metode juga dapat disebut sebagai alat yang

    digunakan untuk menciptakan proses pendidikan yang lebih baik , membutuhkan

    kegiatan yang bersifat edukatif, dan meningkatkan mutu pendidikan.

    Sedangkan metode pendidikan Qurani adalah suatu cara atau tindakan-tindakan

    dalam lingkup peristiwa pendidikan yang terkandung dalam al-Quran. Beberapa metode

    yang dapat digali dari Al-Quran antara lain adalah metode Qashashyi, metode amtsaliy,

    metode isbrah mauzhiah, metode taghlib-tarhib, metode hiwairy dan metode ustwatun

    hasanah. Adapun metode-metode pendidikan Quraniy dapat penulis kemukakan sebagai

    berikut:

    1. Metode Qashshiy (Cerita)

    Jika diperhatikan secara lebih komprehensive, maka isi Al-Quran pada umumnya

    banyak memuat kisah-kisah tentang orang-orang dahulu. Dalam beberapa ayat

    35 Baca: Zuhairini, Filsafat Pendidikan., hal 95

  • diinformasikan bahwa Rasulullah tidak hidup pada zaman sebelumnya tetapi al-Quran

    mengisahkan semua peristiwa kepada Nabi Muhammad untuk dijadikan tauladan bagi

    umatnya.

    Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang

    telah lalu, dan sesungguhnya telah kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu

    peringatan (Al-Quran) (QS. Thaha: 99.) Melalui cerita, Rasulullah dapat mengetahui

    tentang kisah-kisah Nabi dan umat sebelumnya. Demikian pula melalui cerita, kita dapat

    mengetahui kisah-kisah para nabi dan orang dahulu yang diinformasikan oleh Al-Quran.

    Dalam pendidikan islam, terutama pendidikan agama islam (sebagai suatu bidang

    study), kisah sebagai metode pendidikan amat penting diterapkan untuk memberi

    pengalaman dan peringatan bagi orang-orang yang hidup sebelumnya. Dikatakan amat

    penting, alasannya antara lain sebagai berikut:

    1. Kisah Qurani selalu memikat, karena mengundang pembaca atau pendengar

    untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya, makna-

    makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.

    2. Kisah Qurani dapat menyentuh hati manusia. Karena kisah itu menampilkan

    tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Tokoh cerita ditampilkan dalam

    konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau

    merasakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya.

    3. Kisah Qurani dapat memberikan pesan yang mendalam untuk mendidik perasaan

    keimanan dengan cara; membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, rida,

    cinta, mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak,

    yaitu kesimpulan kisah, dan melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah

    itu sehingga ia terlibat secara emosional

    2. Metode Amtsaliy (Perumpamaan)

    Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran dalam penyampaian pesan menggunakan

    perumpamaan-perumpamaan. Adakala Tuhan mengajari umat manusia dengan membuat

  • perumpamaan, misalnya dalam surat Al-Baqarah ayat 17: Perumpamaan orang-orang

    kafir itu adalah seperti orang yang menyalakan api. Dalam surat al-Ankabut ayat 41 :

    Allah mengumpamakan sesembahan atau tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba:

    perumpamaaan orang yang berlindung kepada selain Allah adalah seperti laba-laba yang

    membuat rumah; padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba. Cara seperti

    itu dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya tentu saja sama

    dengan metode kisah. Yaitu dengan menceramah atau membaca teks, Kelebihan metode

    ini antara lain adalah sebagai berikut:

    1. Mempermudah siswa memahami konsep abstrak: ini terjadi karena perumpamaan

    itu mengambil benda kongkret seperti tuhan orang kafir diumpamakan dengan

    sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah sekali, disentuh dengan lidipun

    dapat rusak. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh muslim, Nabi

    mengumpamakan harga dunia ini dengan anak kambing yang bertelinga kecil

    yang sudah mati: dari Jabir diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW sedang lewat di

    sebuah pasar. Ada seekor anak kambing bertelinga kecil yang sudah mati, lalu

    diangkatnya anak kambing itu seraya Rasul berkata.Siapa diantara kalian yang

    ingin memiliki anak kambing seperti ini dengan membayar Satu dirham? Orang-

    orang manjawab.kami tidak sudi membeli anak kembing itu dengan membayar

    bayaran sejumlah itu. Apa manfaat bagi kami? dia bertanya lagi, atau

    barangkali kalian ingin memilikinya secara gratis? mereka menjawab,demi

    Allah. Seklipun anak kambing itu masih hidup, kami tak ingin memilikinya

    karena cacat pada telinganya, apalagi sudah mati. Maka Rasulullah SAW

    bersabda,Demi Allah, sesungguhnya bagi Allah dunia ini lebih hina dari pada

    anak kambing ini bagi kalian.

    2. Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam

    perumpamaan tersebut. Dalam hal ini Abduh menyatakan, tatkala menafsirkan

    kata dlarb dalam surat al-Baqarah: 26.Penggunaan kata dlarb dimaksudkan

    untuk mempengaruhi dan membangkitkan kesan, seakan si pembuat

    perumpamaan menjewer telinga pembaca dengannya sehingga pengaruh jeweran

    itu meresap ke dalam qalbu.

  • 3. Pembelajaran yang disampaikan dengan perumpamaan harus logis, agar siswa

    mudah memahami, jangan sampai dengan menggunakan perumpamaan kemudian

    pengertiannya menjadi kabur atau hilang sama sekali. Perumpamaan harus

    memperjelas konsep, bukan sebaliknya. Keistimewaaan perumpamaan dalam al-

    Quran ialah natijah (konklusi) silogismennya justru tidak disebutkan. Ini hebat

    karena begitu jelas konklusinya sampai-sampai tidak disebutkanpun konklusi itu

    dapat ditangkap pengertiannya. Biasanya silogisme selalu menyebutkan konklusi.

    Konklusi silogisme dari Allah (perumpamaan itu) kebanyakan harus ditebak

    sendiri oleh pendengar atau pembaca; Allah tahu manusia dapat menebaknya.

    4. Amtsal Qurani dan Nabawi memberikan motivasi36 kepada pendengarnya untuk

    membuat amal baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini amat penting dalam

    pendidikan islam.

    3. Metode Ibrah dan Mauizhah (nasehat)

    Ibrah ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari

    sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang menyebabkan

    hati mengakuinya. Adapun mauidzah ialah nasihat yang lembut yang diteima oleh hati

    dengan caramenjelaskan pahala atau ancamannya. Penggunaan Ibrah dalam al-Quran

    dan sunnah ternyata berbeda-beda sesuai dengan objek Ibrah itu sendiri. Pengambilan

    Ibrah dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh orang yang berfikir dengan akal dan

    hatinya seperti firman Allah dalam S.Yusuf: 111: sesungguhnya pada kisah-kisah mereka

    itu terdapat pengajaran yang bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu

    bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang

    sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum

    yang beriman. (12:111)

    Esensi Ibrah dalam kisah ini ialah bahwa Allah berkuasa menyelamatkan Yusuf

    setelah dilemparkan kedalam sumur yang gelap, meninggikan kedudukannya setelah

    36 Baca: tahar Yusuf, dkk. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, cet. I (Jakarta: Raja

    Grafindo Persada, 1995).hal. 97-98.

  • dijebloskannya kedalam penjara dengan cara menjadikannya raja Mesir setelah dijual

    sebagai hamba (budak). Kisah ini menjelaskan kekuasaan Tuhan. Allah menyatakan

    bahwa Ibrah (pelajaran) dari kisah ini hanya dapat dipahami oleh orang yang disebut

    Ulil al-Bab, yaitu orang yang berfikir dan berzikir. Pendidikan islam memberikan

    perhatian khusus kepada metode ibrah agar pelajar dapat mengambilnya dari kisah-kisah

    dalam al-Quran, sebab kisah-kisah itu bukan sekedar sejarah, melainkan sengaja

    diceritakan Tuhan karena ada pelajaran (ibrah) yang penting didalamnya pendidik dalam

    pendidikan islam harus memanfaatkan metode ini. Mauizah berarti tadzkir (peringatan).

    Yang memberi nasihat hendaknya berulang kali mengingatkan agar nasihat itu

    meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasihati tergerak untuk mengikuti nasihat itu.

    Konsep pembelajaran dengan metodeibrah ini sangat bertentangan dengan

    metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Sigmound Freud dan John Locke (1632-

    1704), George Breackly (1685-1753), David Hume (1711-1776), David Hartley (1705-

    1757), James Mill (1773-1836), William Stern (1871-1938), Plato, Descartes dan

    Lombroso, termasuk tokoh-tokoh pendidikan modern seperti: Fouloe Frite. Pada

    umumnya menurut mereka, dalam pembelajaran tidak perlu memberikan ibrah dan

    nasehat kepada anak didik. Tapi yang dibutuhkan oleh anak didik adalah kebebasan

    dalam belajar.

    4. Metode Targhib-Tarhib (Reward and Finishment)

    Targhib adalah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhiratyang disertai

    bujukan. Tarhib adalah ancaman karena dosa yang dilakukan. Keduanya bertujuan agar

    menjadikan manusia patuh kepada aturan Allah . Akan tetapi, tekanannya adalah targhib

    untuk melakukan kebaikan, sedangkan tarhib untuk menjaugi kejahatan. Metode ini

    didasarkan atas fitrah manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan,

    dan tidak menginginkan kepedihan, kesengsaraan. Banyak sekali ayat yang al-Quran

    yang berkenaan dengan ancaman dan ganjaran. Ancaman diperuntukkan bagi orang yang

    durhaka dan ganjaran diperuntukkan bagi orang yang taqwa.Perumpamaan surga

    dijadikan kepada orang-orang yang taqwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai

  • di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat

    kesudahan bagi orang-orang yang bertaqwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-

    orang kajir ialah neraka (QS. Ar-Radhi: 35).

    5. Metode Hiwar (dialog)

    Hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai

    suatu topik, dan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki oleh guru.

    Dalam al-Quran berbagai jenis hiwar, seperti:

    1. Hiwar Khitabi atau Taabudi

    Hiwar model ini merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan

    Hamba-Nya. Tuhan mengambil hamba-Nya dengan mengatakan,wahai, orang-orang

    yang beriman , dan hamba-Nya menjawab dalam qalbunya dengan mengatakan,

    kusambut panggilan-Mu, ya Allah. Dialog antara Tuhan dengan hamba-Nya ini menjadi

    petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat digunakan; dengan kata lain, metode dialog

    merupakan metode pengajaran yang pernah digunakan Tuhan dalam mengajari hamba-

    Nya. Logikanya, kita pun dapat digunakan dialog dalam pengajaran.

    2. Hiwar Washfi

    Adapun hiwar washfi ialah dialog antara Tuhan dengan Malaikat atau dengan

    makhluk gaib lainnya. Dalam surat al-Shaffat ayat 20-23 ada dialog antaraTuhan dengan

    penghuni neraka: Dan mereka berkata: Aduhai celakalah kita! Inilah hari pembalasan.

    (37:19) Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya. (37:20) (kepada

    malaikat diperintahkan): Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat

    mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, (37:22). Disini Allah

    berdialog dengan malaikat. Topik pembicaraannya tentang orang-orang dzalim. Dalam

    surat al-Shaffat ayat 27-28: Sebahagian darimereka menghadap kepada sebahagian

    yang lain berbantah-bantahan. (37:27). Pengikut-pengikut mereka bekata (kepada

    pemimpin-pemimpin mereka): Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dari

    kanan.(37:28). Hiwar washfi menyajikan kepada kita gambaran yang hidup tentang

  • kondisi psikis ahli neraka dan ahli surga. Dengan imajinasi dan deskripsi yang rinci,

    hiwar washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan ketuhanan. Gambaran

    tentang penyesalan ahli neraka itu seolah-olah dirasakan oleh pembaca atau pendengar

    dialog itu: pendengar itu seolah terlibat dalam dialog itu, lantas ada pemihakan.

    Kemudian ada pertanyaan, dipihak mana aku? hiwar washfi seolah-olah juga

    mengingatkan pendengar dialog itu. jangan kalian terjerumus seperti mereka itu.

    Dialog juga terjadi antara ahli surga, seperti dialog yang terdapat dalam surat al-

    Shaffat ayat 50-57.

    3. Hiwar qishasi

    Hiwar qishasi tedapat dalam al-quran, baik bentuk atau rangkaian ceritanya yang

    jelas, merupakan bagian dari uslub kisah dalam al-quran. Kalaupun disana terdapat kisah

    yang keseluruhannya merupakan dialog lagsung, yang sekarang disebut sandiwara, hiwar

    ini tidak dimaksudkan sebagai sandiwara. Sebagai contoh ialah kisah syuaib dan

    kaumnya dalam surat Hud. Sepuluh ayat pertama dari surat ini merupakan hiwar (dialog),

    kemudian Allah mengakhiri kisah dengan dua ayat yang menerangkan akibat yang

    diterima oleh kaum nabi syuaib. Hiwar seperti ini banyak terdapat dalam al-Quran.

    Hiwar ini dapat mempunyai pengaruh kejiwaan pada pendengarannya. Dengan hiwar ini

    para pelajar yang diajak berdialog diharapkan memihak kepada pihak yang benar dan

    membenci pihak yang salah.

    4. Hiwar jadali

    Hiwar jadali bertujuan untuk mmemantapkan hujjah (alasan). Contohnya antara

    lain dalam surat al-Najm ayat 1-5: Demi bintang ketika terbenam, kawan kalian

    (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah diucapkannya itu menurut

    kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu adalah wahyu yang diberikan kepadanya yang

    diajarkan oleh jibril yang perkasa. Dalam setiap hiwar jalam dialog harus disusun sesuai

    dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan-tujuan itu tidak selalu langsungkepada

    pembinaan rasa, didikan rasa yang membentuk sikap dan tingkah laku yang sesuai

    dengan sikap itu.

  • E. Realitas Pesan Uswatun dalam Tatanan Metodologi Pendidikan

    Seorang guru yang baik wajib memiliki tiga kompetensi penting dalam

    kehidupannya, baik kompetensi professional, personaliti dan sosial. Ketiga kompetensi

    ini selalu berjalan seiring dalam kehidupan guru. Guru yang ideal adalah guru yang

    pandai dalam memasang strategi pembelajaran. Strategi yang dimaksud disini bukan

    hanya terfokus pada model pembelajaran akan tetapi juga termasuk porformentnya

    dalam berakting. Artinya seorang pendidik juga paham akan moraliti sebagai langkah

    awal pendekatan dengan siswanya. Strategi adalah usaha untuk memperoleh kesuksesan

    dan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan

    sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular

    educational goal.37Strategi pembelajaran dapat ditentukan juga sebagai perencanaan

    yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan

    tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan termasuk penggunaan

    metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang

    disusun dengan baik untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi pembelajaran adalah suatu

    kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran

    dapat dicapai secara efektif dan efesien. Strategi pembelajaran adalah suatu setting materi

    dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan

    hasil belajar pada siswa. Paling tidak ada 3 jenis strategi yang berkaitan dengan

    pembelajaran, yakni: (a) Strategi Pengorganisasian pembelajaran, (b) strategi

    penyampaian pembelajaran, dan (c) Strategi pengelolaan pembelajaran.

    Di dalam al-Quran banyak sekali ditemukan pemaknaan dan analisa yang

    mengacu pada penggunaan strategi dalam menyampaikan informasi penting kepada nabi,

    rasul, dan orang-orang ternama lainnya, seperti dialog Lukmanul Hakin dengan anaknya,

    dialog Ibrahin dengan putranya, Maryam dengan Isa, Musa dengan Khadir, Allah dengan

    para malaikat, Musa dengan Firun, Malaikat Jibril dengan Nabi Muhammad ketika di

    Gua Hira dan lain-lain.

    Kita ambil saja salah satu contoh yang mengandung penggunaan strategi pada

    percakapan Ibrahim dan anaknya. Ada satu fenomena menarik tentang implementasi

    37 Joyce Bruce. Et al, M

    o d e l s o f

    T

    e a c h i n g ,

    (London: 6th. Ed. Allyn & Bacon, 2000), p. 121

  • pembelajaran yang bisa dipetik. Fenomena ini dimulai dengan dialog antara Ibrahim

    dengan anaknya, Ismail tentang rencana penyembelihan anak semata wayang sebagai

    suatu perintah Allah yang harus dijalaninya. Meskipun demikian proses persiapan

    pembelajaran yang dibangun Ibrahim sangat penting. Ia mempersiapkan dengan matang

    segala perbekalan keluarga sebagai objek pendidikannya dengan penuh kesabaran dan

    rintangan yang menyertainya. Langkah awal yang dibangun Ibrahim adalah dengan doa.

    Doa adalah kunci utama bagi kesuksesan pembelajaran. Doa yang pertama

    dipersembahkan kepada Allah adalah tentang harapan fasilitasnya. Doa yang pertama

    kali disampaikan adalah:Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang

    termasuk orang-orang saleh. Doa ini diabadikan Allah dalam surah Ash-Shafaat: ayat 37.

    Permohonan Ibrahim dikabulkan oleh Allah SWT. Selanjutnya Ibrahim juga memohon

    kembali lewat doanya dalam surah Ibrahim sendiri yang menyebutkan bahwa: Dan

    (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri

    yang aman dan jauhkanlah aku beserta anak-anakku dari pada menyembah berhala-

    berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan

    dari pada manusia, maka barang siapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu

    termasuk golonganku, dan barang siapa yang mendurhakai aku , maka sesungguhnya

    Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku

    telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman-

    tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami,

    sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami

    lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada dibumi

    maupun yang ada dilangit. Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan

    kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha

    Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku

    orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya