36
Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010 BAB I PENDAHULUAN I.1. Tujuan Mengetahui hubungan antara P pada kolom kering dan laju alir udara Menguji hubungan antara P sebagai fungsi dari laju alir udara untuk variasi lau alir air. Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO 2 dengan air menggunakan alat analisis gas yang tersedia. Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO 2 dengan air menggunakan alat analisis larutan yang tersedia. I.2. Teori I.2.1. Definisi dan Prinsip Dasar Absorbsi Gambar 1. Kolom absorber Absorpsi merupakan proses yang terjadi ketika suatu komponen gas (absorbat) berdifusi ke dalam cairan (absorben) dan membentuk suatu larutan. Prinsip dasar dari absorpsi adalah memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan tertentu dan dapat dilakukan pada gas-gas atau cairan yang relatif berkonsentrasi rendah maupun yang berkonsentrasi tinggi (konsentrat). Bila campuran gas dikontakkan dengan cairan yang mampu melarutkan salah satu 1 Absorpsi

95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ab

Citation preview

Page 1: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Tujuan

Mengetahui hubungan antara P pada kolom kering dan laju alir udara

Menguji hubungan antara P sebagai fungsi dari laju alir udara untuk variasi lau alir air.

Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan air menggunakan alat analisis gas

yang tersedia.

Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan air menggunakan alat analisis larutan

yang tersedia.

I.2. Teori

I.2.1. Definisi dan Prinsip Dasar Absorbsi

Gambar 1. Kolom absorber

Absorpsi merupakan proses yang terjadi ketika suatu komponen gas (absorbat) berdifusi ke

dalam cairan (absorben) dan membentuk suatu larutan. Prinsip dasar dari absorpsi adalah

memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan tertentu dan dapat dilakukan

pada gas-gas atau cairan yang relatif berkonsentrasi rendah maupun yang berkonsentrasi tinggi

(konsentrat). Bila campuran gas dikontakkan dengan cairan yang mampu melarutkan salah satu

komponen dalam gas tersebut dan keduanya dikontakkan dalam jangka waktu yang cukup alam pada

suhu tetap, maka akan terjadi suatu kesetimbangan dimana tidak terdapat lagi perpindahan massa.

Driving force dalam perpindahan massa ini adalah tingkat konsentrasi gas terlarut (tekanan parsial)

dalam total gas melebihi konsentrasi kesetimbangan dengan cairan pada setiap waktu.

Sebagai contoh adalah penyerapan ammonia dari campuran ammonia-udara oleh zat inert.

Campuran amonia-udara dengan konsentrasi tertentu memasuki bagian bawah kolom absorpsi,

bergerak anik secara berlawanan arah (countercurrent) dengan zat inert yang bergerak turun melalui

bagian atas kolom, gas amonia yang terlarut dalam udara yang keluar akan turun dan sementara

1 Absorpsi

Page 2: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

konsentrasi amonia dalam zat inert akan naik. Setelah absorspsi terjadi, maka zat inert akan

diregenerasi kembali dengan cara distilasi sehingga gas amonia yang terbawa dapat terlepas dari gas

inert. Selanjutnya zat inert akan digunakan kembali untuk penyerapan amonia yang masih tersisa di

campuran amonia-udara. Hal yang perlu diketahui dalam aplikasi absorpsi adalah bahwa laju absorpsi

dapat ditingkatkan dengan cara memperluas permukaan kontak.

Tabel 1. Perbedaan distilasi, absorpsi, ekstraksi, dan leaching

Distilasi Absorpsi Ekstraksi Leaching

Prinsip

pemisahan

Perbedaan titik

didih dan tekanan

uap

Perbedaan

difusivitas dan

tekanan uap

Perbedaan sifat

fisika dan kimia-

Fasa Cair - Gas Cair - Gas Cair - Cair Padat – Cair

Kondisi operasi :

- suhu

- tekanan

Suhu masuk dan

keluar berbeda

Suhu dan tekanan

tetap

Suhu dan tekanan

tetap

Suhu dan tekanan

tetap

Peralatan paling

banyak dipakaiTray column Packed column - -

Berdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi dibedakan menjadi:

Absorpsi Fisika

komponen yang diserap pada absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih tinggi (dibanding

komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa melibatkan reaksi kimia.

Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol, SelexolTM, RectisolTM (LURGI), flour

solvent (propylene carbonate).

Absorpsi Kimia

melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat berinteraksi. Reaksi yang terjadi dapat

mempercepat laju absorpsi, serta meningkatkan kapasitas pelarut untuk melarutkan komponen

terlarut.

Contoh: Absorpsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA, Benfield Process (Kalium

Karbonat)

I.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi

Luas pemukaan kontak

Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi yang terjadi juga

akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak yang semakin luas akan

meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut.

Laju alir fluida

2 Absorpsi

Page 3: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan pelarut akan

semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah gas yang berdifusi.

Konsentrasi gas

Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi yang terjadi antar

dua fluida.

Tekanan operasi

Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.

Temperatur komponen terlarut dan pelarut

Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.

Kelembaban Gas

Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil kalor laten, hal ini

tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan demikian, proses dehumidification gas

sebelum masuk ke dalam kolom absorber sangat dianjurkan.

I.2.3. Jenis-jenis Kolom Absorber

Sieve tray

Pada kolom absorber jenis ini uap akan mengalir ke atas melalui lubang-lubang berukuran

diameter 3-12 mm dan melalui cairan absorben yang mengalir. Luas penguapan atau lubang-

lubang ini biasanya sekitar 5-15% luas tray. Dengan mengatur energi kinetika dari gas-gas dan

uap yang mengalir melalui lubang ini, maka dapat diupayakan agar cairan tidak jatuh mengalir

melalui lubang-lubang tersebut. Kedalaman cairan pada tray dipertahankan dengan overflow pada

tanggul (outlet weir).

Valve tray

Menara valve tray adalah bentuk modifikasi dari bentuk menara sieve tray dengan penambahan

katup-katup (valves) untuk mencegah kebocoran atau mengalirnya cairan ke bawah pada saat

tekanan uap rendah. Oleh karena itu, valve tray menjadi sedikit lebih mahal daripada sieve tray.

Kelebihan valve tray adalah memilliki rentang operasi laju alir yang lebih lebar daripada sieve

tray.

Spray tower

Menara jenis ini memiliki tingkat efisiensi yang rendah.

Bubble-cap tray

Jenis ini telah dipakai lebih dari 100 tahun lalu, namun penggunaannya mulai digantikan oleh

jenis valve tray sejak tahun 1950. Alasan utama berkurangnya pemakaian bubble-cap tray adalah

alasan ketidakekonomisan.

Packed Bed

3 Absorpsi

Page 4: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

Menara absorpsi ini paling banyak digunakan karena luas permukaan kontak dengan gas yang

cukup besar.

Sementara itu, aliran fluida dalam kolom absorber dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

Cross-flow

Counter-current

Co-current

Gambar Aliran a) Cross-flow dan b) Countercurrent dalam Plate Column

I.2.4. Aplikasi Absorbsi

Absorpsi H2O dari gas alam

Pada plant H2O removal, zat yang akan diabosrb adalah gas pengotor H2O yang terdapat

pada gas alam. Absorben yang umum digunakan oleh unit operasi CO2 removal plant adalah

Trietilglygol (TEG). Proses absorpsi menggunakan TEG adalah sangat fleksibel dan cocok

untuk penghilangan senyawa CO2, H2S, dan sulfur hingga mencapai level yang diinginkan.

Spesifikasi gas yang akan diproses dapat bervariasi mulai dari 5% CO2 untuk sales gas atau

lebih rendah untuk spesifikasi LNG (kurang dari 50 ppmv CO2, kurang dari 4 ppmv H2S).

aMDEA memiliki sifat tidak korosif sehingga membuat senyawa ini menjadi pelarut yang stabil

secara kimia dan termal sehingga sebagian besar plant dapat terbuat dari karbon steel. Selain itu

juga tidak dibutuhkan pasivator logam berat atau korosi inhibitor. Sistem aktivator tidak

membentuk produk degradasi korosi yang tinggi. Hal tersebut akan mencegah masalah seperti

korosi, erosi, pembentukan scaling, dan foaming.

I.2.5. Neraca Massa Absorbsi

Untuk memahami persamaan neraca massa yang berlaku pada kolom absorber, perhatikan

gambar berikut:

4 Absorpsi

Page 5: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

Gambar. Diagram neraca massa untuk packed column

Neraca massa

Pada menara absorpsi akan terjadi variasi komposisi secara kontinu dari suatu stage ke stage lain

diatasnya.

Neraca massa bagian atas kolom

Neraca massa total : La + V = L + Va (1)

Neraca massa komponen A : Laxa + Vy = Lx + Vaya(2)

N eraca mass a keseluruhan

Neraca massa total : La + Vb = Lb + Va (3)

Neraca massa komponen A : Laxa + Vbyb = Lbxb + Vaya (4)

Persamaan garis operasinya :y= L

Vx+

V a ya−La xa

V 5)

Ket:

V= laju alir molal fasa gas dan L adalah fasa liquid pada titik yang sama di menara.

I.2.6. Koefisien Transfer Massa Gas Menyeluruh

Koefisien transfer massa gas menyeluruh (Overall Mass Transfer Coefficient, gas

concentration) merupakan parameter yang erat kaitannya dengan laju difusi atau perpindahan massa

gas ke liquid. Semakin besar nilai koefisien, semakin besar pula laju difusi gas. Persamaan yang

digunakan untuk menentukan KOG adalah sebagai berikut:

5 Absorpsi

Page 6: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

KOG=

Ga

a×AH×

ln(Pi

Po)

Pi−Po

(6)

Ket:

KOG = koefisien transfer massa gas menyeluruh (gr.mol/atm.m2.sekon)

Ga = jumlah gas terlarut dalam liquid

a = luas spesifik (440 m2/m3)

AH = volume kolom

Pi = Fraksi mol inlet ¿ tekanan total

Po = Fraksi mol outlet ¿ tekanan total

Persamaan diatas menunjukkan bahwa semakin besar nilai koefisien transfer massa gas, maka

jumlah gas yang terlarut dalam liquid akan lebih banyak. Selain itu, persamaan tersebut menunjukkan

adanya pengaruh tekanan kolom dalam menentukan nilai koefisien transfer massa gas. Hal ini karena

pengaruh adanya isian pada kolom yang menyebabkan pressure drop yang selalu harus

diperhitungkan dalam kolom isian. Semakin besar pressure drop maka perpindahan massa gas ke

liquid akan semakin kecil.

I.2.7. Laju Absorpsi

Gambar. Lokasi komposisi antar-muka (interface)

Laju absorpsi dapat diketahui dengan menggunakan koefisien individual atau koefisien

keseluruhan berdasarkan pada fasa gas atau liquid. Koefisien volumetrik biasa digunakan pada banyak

perhitungan, karena akan lebih sulit untuk menentukan koefisien per unit area dan karena tujuan dari

perhitungan desain secara umum adalah untuk menentukan volume absorber total.

Laju absorpsi per unit volume packed column ditunjukkan dalam beberapa persamaan dimana

x dan y adalah fraksi mol komponen yang diabsorp :

6 Absorpsi

Page 7: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

r = kya (y – yi) (7)

r = kxa (xi – x)(8)

r = Kya (y – y*)(9)

r = Kxa (x* – x)(10)

Komposisi antar-muka (yi,xi) dapat diperoleh dari diagram garis operasi menggunakan

persamaan (7) dan (8) :

y− y i

x i−x=

kx a

k y a (11)

Driving force keseluruhan dapat dengan mudah ditentukan sebagai garis vertikal atau horizontal pada

diagram x-y. Koefisien keseluruhan diperoleh dari kya dan kxa menggunakan slope lokal kurva

kesetimbangan m.

1K y a

= 1k y a

+ mk x a

(12)

1Kx a

= 1k x a

+ 1mk y a

(13)

I.2.8. Faktor Pemilihan Solven

Terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan solven, terutama faktor

fisik :

Kelarutan gas

Kelarutan gas yang tinggi akan meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas solven

yang diperlukan. solven yang memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan mudah

dilarutkan. Jika gas larut dengan baik dalam frkasi mol yang sama pada beberapa jenis solven,

maka harus dipilih solven yang memiliki berat molekul terkecil. Sehingga akan diperoleh fraksi

mol gas terlarut lebih besar. Jika terjadi reaksi kimia dalam absorpsi, maka kelarutan akan sangat

besar. Namun jika pelarut akan diregenerasi, maka reaksi tersebut harus reversible.

Volatilitas

Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang meninggalkan kolom

absorpsi jenuh dengan pelarut, maka akan ada banyak solven yang terbuang. Bila diperlukan,

dapat digunakan cairan pelarut kedua, yaitu pelarut yang volatilitasnya lebih rendah untuk

menangkap porsi gas yang teruapkan.

Korosivitas

Material bangunan menara absorpsi sebisa mungkin tidak dipengaruhi oleh sifat solven. Solven

atau pelarut yang korosif dapat merusak menara, sehingga diperlukan material menara yang

mahal atau tidak mudah dijumpai.

7 Absorpsi

Page 8: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

Viskositas

Viskositas pelarut yang sangat rendah amat disukai karena memungkinkan laju absorpsi yang

tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam kolom, pressure drop yang kecil, dan sifat

perpindahan panas yang baik.

BAB II

PROSEDUR PERCOBAAN

2.1. Hidrodinamika Packed Column (Pressure drop kolom kering)

Tujuan: Mengetahui hubungan antara P pada kolom kering dan laju alir udara

1. Mengeringkan kolom dengan cara melewatkan udara pada kelajuan maksimum hingga kolom

benar-benar kering.

2. Menghubungkan bagian atas dan bawah kolom dengan manometer pada titik S1 dan S3.

3. Membaca manometer terhadap P pada variasi laju udara.

2.2. Hidrodinamika Packed Column (Pressure drop udara dan aliran air)

Tujuan : Menguji hubungan antara P sebagai fungsi dari laju alir udara untuk variasi lau alir air.

1. Mengisi tangki (bak) air hingga ¾ penuh (30 liter).

2. Menyalakan pompa air dan set C1 untuk memberikan aliran air sebesar 3 liter/menit.

3. Setelah 30 detik, tutup C1 dan mematikan pompa dan biarkan air turun selama 5 menit.

4. Mengukur P udara pada kolom basah sebagai fungsi dari laju alir udara.

5. Mengukur P udara pada kolom sebagai fungsi dari laju alir udara pada variasi laju alir air.

2.3. Absorpsi CO2 dengan air (Menggunakan analisis gas)

Tujuan : Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan air menggunakan alat analisis

gas yang tersedia.

1. Mengisi tangki dengan air yang baru sebanyak 30 liter (3/4 penuh).

2. Mengalirkan air (6 liter/menit).

3. Mengalirkan udara (10 liter/menit).

4. Mengalirkan CO2 (15 liter/menit).

5. Menunggu hingga steady selama 15 menit.

6. Mengambil sampel gas (menunggu 1 menit).

2.4. Absorpsi CO2 dengan air (menggunakan analisis larutan)

Tujuan : Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan air menggunakan alat analisis

larutan yang tersedia.

1. Mengisi tangki dengan air yang baru sebanyak 30 liter (3/4 penuh).

2. Mengalirkan air (6 liter/menit).

3. Mengalirkan udara (10 liter/menit).

8 Absorpsi

Page 9: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

4. Mengalirkan CO2 (15 liter/menit).

5. Menunggu hingga steady selama 15 menit.

6. Mengambil sampel tiap 10 menit (setelah steady) dari S4 dan S5 minimal sebanyak 150 ml.

Alat dan bahan untuk titrasi :

Indikator PP

Larutan NaOH 0.0277 M (dengan melarutkan 27.7 ml NaOH 1 M ke dalam 1 liter aquades).

Larutan Na2CO3 0.01 M (dengan melarutkan 0.1 gr anhidrat Na2CO3 ke 100 ml aquades).

5 buah beaker glass 150 ml

Labu ukur 1000 ml + tutup (untuk larutan NaOH).

2 buah gelas ukur 100 ml.

4 labu erlenmeyer.

2 buret titrasi.

Prosedur titrasi :

1. Mengambil S4 dan S3 masing-masing sebanyak 100 ml.

2. Meneteskan PP (5 tetes). Jika langsung berubah warna, berarti tidak ada kandungan CO2.

3. Menitrasi dengan NaOH 0.0277 M. Mencatat volume NaOH yang terpakai.

2.5. Absorpsi CO2 pada NaOH (menggunakan analisis larutan)

1. Mengisi tangki dengan 30 liter NaOH 0.1 M (3/4 penuh).

2. Mengalirkan larutan (3 liter/menit).

3. Mengalirkan udara (30 liter/menit).

4. Mengalirkan CO2 (3 liter/menit).

5. Menunggu hingga steady selama 15 menit.

6. Mengambil sampel gas tiap 20 menit setelah steady dari S4 dan S5 sebanyak250 ml.

Prosedur titrasi :

1. Memisahkan larutan sampel S4 dan S5 pada 2 buah erlenmeyer @50 ml.

2. Erlenmeyer 1 :

a) Teteskan PP (1 tetes) dan titrasi hingga warna pink hilang dengan larutan HCl.

b) Teteskan MO (1 tetes) dan titrasi hingga berubah warna dengan HCl.

3. Erlenmeyer 2 :

a) Tambahkan larutan BaCl2 sebanyak > 10% dari nilai T2 – T1.

b) Teteskan PP (2 tetes) dan titrasi hingga titik akhir dengan larutan HCl.

9 Absorpsi

Page 10: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

BAB III

PENGOLAHAN DATA

3.1. Hidrodinamika Packed Column – Pressure Drop (∆P) Kolom Kering

Data Percobaan

Laju Alir Udara (L/Menit)

delta P (mmH2O)

20 10

40 10

60 10

80 10

100 10.4

120 10.5

140 12

160 13.1

Pengolahan Data

Log Laju alir udara Log delta P

1.301029996 1

1.602059991 1

1.77815125 1

1.903089987 1

2 1.017033

2.079181246 1.021189

2.146128036 1.079181

2.204119983 1.117271

Adapun grafik yang terbentuk adalah sebagai berikut:

10 Absorpsi

Page 11: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.40.94

0.96

0.98

1

1.02

1.04

1.06

1.08

1.1

1.12

1.14

Grafik Hubungan ∆P terhadap Laju Alir Udara

Log Laju Alir Udara (L/menit)

Log

∆P (m

mH2

O)

1. Analisis

Pressure drop (∆P) sebanding dengan laju alir fluida (Udara : UGas) sesuai dengan

persamaan Ergun:

( ΔP×ρ

(G0 )2 )(D v

L )( ( ε )3

1−ε )=150( (1−ε )

Dv

G0

μ)+1.75

dimana ∆P adalah penurunan tekanan di dalam kolom dan G0 adalah kecepatan massa (mass

velocity) yang merupakan fungsi dari laju alir fluida.

Data-data ∆P dan laju alir udara yang diambil dari percobaan dilogaritmakan untuk

mendapatkan persamaan yang linear. Munurut persamaan Ergun perbandingan antara

penurunan tekanan terhadap laju alir fluida dihubungkan dengan kurva fungsi G0.

Persamaan Ergun yang dimodifikasi menjadi pressure drop sebanding dengan laju alir fluida

(v) adalah sebagai berikut:

dPdx

=1. 75× ρ×v2

Dp(1−ε2)

ε3

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa seharusnya terdapat

hubungan linear antara data pressure drop (∆P) dan laju alir udara yang didapat. Namun

kenyataannya, grafik yang dihasilkan tidak linear melainkan cenderung konstan di awal dan

mengalami kenaikan tajam pada beberapa titik terakhir.

11 Absorpsi

Page 12: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

Pada menit-menit awal, diketahui tidak ada perubahan tekanan. Padahal seharusnya

seiring dengan bertambahnya laju alir udara yang melewati packed column maka pressure

differential di dalam kolom juga semakin besar. Hal ini disebabkan oleh adanya aliran udara

yang melewati packing pada kolom dimana terjadi gesekan atau friksi antara fluida dengan

packing tersebut maka laju alir dari fluida pun menjadi terhambat.

Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:

1) Tidak meratanya aliran udara di seluruh bagian packed column.

2)Kesulitan mengontrol laju alir udara yang masuk ke dalam kolom karena flowmeter sudah

kurang akurat.

3)Sistem belum stabil namun sudah dilakukan pengambilan data.

4)Kesalahan dalam membaca skala manometer sehingga mempengaruhi hasil percobaan.

3.2. Hidrodinamika Packed Column, Hubungan Antara Pressure Drop Udara dengan Laju Alir

Air pada Kolom Isian

Pengolahan Data

Laju Alir Air

Laju Alir Udara

∆Plog Laju Alir

Udaralog delta P

1

20 22.5 1.301029996 1.352183

40 23.5 1.602059991 1.371068

60 23.5 1.77815125 1.371068

80 24.7 1.903089987 1.392697

100 27.5 2 1.439333

120 32 2.079181246 1.50515

140 33.3 2.146128036 1.522444

160 37.3 2.204119983 1.571709

Laju Alir Air

Laju Alir Udara

∆Plog Laju Alir

Udaralog delta P

2 20 23.5 1.301029996 1.371068

40 24.5 1.602059991 1.389166

60 25.4 1.77815125 1.404834

80 27.7 1.903089987 1.44248

100 32 2 1.50515

12 Absorpsi

Page 13: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

120 35.5 2.079181246 1.550228

Laju Alir Air

Laju Alir Udara

∆Plog Laju Alir

Udaralog delta P

3

20 24.5 1.301029996 1.389166

40 24.7 1.602059991 1.392697

60 26.3 1.77815125 1.419956

80 32.5 1.903089987 1.511883

100 38.4 2 1.584331

Laju Alir Air

Laju Alir Udara

∆Plog Laju Alir

Udaralog delta P

4

20 24.5 1.301029996 1.389166

40 25.5 1.602059991 1.40654

60 28.7 1.77815125 1.457882

80 39 1.903089987 1.591065

Laju Alir Air

Laju Alir Udara

∆Plog Laju Alir

Udaralog delta P

5

20 26.5 1.301029996 1.423246

40 28.5 1.602059991 1.454845

60 36 1.77815125 1.556303

Laju Alir Air

Laju Alir Udara

∆Plog Laju Alir

Udaralog delta P

6

20 28.5 1.301029996 1.454845

40 31.2 1.602059991 1.494155

60 44 1.77815125 1.643453

Laju Alir Air

Laju Alir Udara

∆Plog Laju Alir

Udaralog delta P

720 30 1.301029996 1.477121

40 44 1.602059991 1.643453

13 Absorpsi

Page 14: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

Laju Alir Air

Laju Alir Udara

∆Plog Laju Alir

Udaralog delta P

8 20 37 1.301029996 1.568202

9 20 45 1.301029996 1.653213

Adapun grafik hubungan ∆P terhadap laju alir yang terbentuk adalah sebagai berikut:

1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.41.2

1.3

1.4

1.5

1.6

1.7

1.8

Grafik Hubungan ∆P terhadap Laju Alir Udara

Air = 1Air = 2Air = 3Air = 4Air = 5Air = 6Air = 7Air = 8Air = 9

Log Laju Alir Udara (L/menit)

Log ∆

P (m

mH2

O)

1. Analisis

Pada percobaan ini, dilakukan kontak antara air dengan udara dalam kolom isian.

Adanya kolom isian akan menyebabkan tahanan antara aliran air dengan aliran udara dan

mengakibatkan bidang sentuh antara air dan udara jadi semakin besar. Peristiwa absorpsi

pada percobaan ini berupa aliran counter-current dimana aliran udara masuk di bawah

kolom dan aliran air masuk di atas kolom dengan laju alir masing-masing yang dapat diatur.

Sehingga kita dapat melihat bagaimana pengaruh laju alir udara masuk terhadap tekanan

pada kolom yang terbasahi.

Pada setiap laju alir, setelah dilakukan set laju alir air dan udara, terdapat jeda

selama beberapa menit untuk menunggu keadaan kolom menjadi steady. Hal ini dilakukan

agar tejadi kesetimbangan antara air dan udara dalam kolom absorpsi dan untuk

meyakinkan telah terjadi absorpsi yang cukup merata pada semua titik.

14 Absorpsi

Page 15: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

Berdasarkan grafik yang dibuat, terlihat hubungan yang linier dimana perbedaan

tekanan semakin besar dengan kenaikan laju alir udara pada saat laju alir air konstan. Hal ini

sesuai dengan persamaan Ergun yang menggambarkan bahwa perbedaan tekanan akan

semakin besar dengan naiknya kecepatan superficial. Fenomena ini terjadi karena laju alir

udara yang semakin tinggi maka transfer massa udara ke air akan semakin sedikit karena

waktu tinggal ataupun waktu kontak akan semakin cepat sehingga komponen ynag

terabsorpsi ke air tidak merata.

Jika dilihat dari pengaruh laju alir air dengan menganggap laju alir udara konstan,

maka peningkatan laju alir air akan meningkatkan pressure drop. Selain itu, pada kolom

absorbsi terdapat packed yang juga akan mempengaruhi besarnya absorpsi dan besarnya

perbedaan tekanan yang terdapat di kolom. Dengan laju alir air semakin besar maka ruang

kosong pada packed kolom akan semakin terisi oleh air sehingga dengan adanya ruang

kosong yang terisi oleh air, laju alir udara harus ditingkatkan karena hanya terdapat sedikit

area untuk mengalir. Hal tersebut dapat meningkatkan pressure drop karena friksi yang

ditimbulkan oleh udara dengan air yang mengisi ruang kosong.

Jika dilihat dari partikel airnya, dengan laju alir air meningkat maka partikel air akan

terpecah akibat adanya packed sehingga transfer massa dari udara ke air akan semakin

sedikit dan tidak merata sehingga perbedaan tekanan semakin besar.

3.3. Absorpsi CO 2 ke dalam Air pada Packed Column Menggunakan Analisis Gas

Data Percobaan

F1 = 5 lt/menit = 0,092 lt/sekon

F2 = 50 lt/menit = 0,833 lt/sekon

F3 = 9 lt/menit = 0,15 lt/sekon

Sample point L1

V1 (ml) 0,2 ml

V2 (ml) 2 ml

Ket:

F1 = Laju alir air masuk packed column

F2 = Laju alir udara masuk packed column

F3 = Laju alir CO2 masuk packed column

V1= Volume CO2 dan udara pada pada analisis sample keluaran gas sisa absorpsi (diukur dalam

piston)

V2= Volume CO2 yang terlarut dalam NaOH pada analisis sample keluaran gas sisa absorpsi (diukur

di dalam tabung liquid overspill).

15 Absorpsi

Page 16: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

Pengolahan Data

a. Kandungan CO2 pada sample gas

Dengan menggunakan peralatan Hempl, didapatkan fraksi volume CO2 yaitu V2/V1. Pada

perhitungan ini, gas diasumsikan bersifat ideal sehingga untuk gas ideal sehingga dapat dianggap

fraksi volume CO2 tersebut sama dengan fraksi molnya (fraksi volume CO2 = fraksi mol CO2). Pada

percobaan ini juga dilakukan pengecekan terlebih dahulu pada sample yang masuk ke dakam kolom

absorpsi agar mempunyai nilai fraksi CO2 yang sama seperti yang diindikasikan oleh flowmeter pada

aliran masuk.

(V 2

V 1)=Y 1=

F3

F2+F3

¿0 ,15

ltsekon

0 .833lt

sekon+0 , 15

ltsekon

¿0 ,153

Y 0=(V 2

V 1)=0,2ml

2 ml=0,1

Ket:

Y1 : fraksi mol gas CO2 pada aliran gas masuk (inlet)

Y0 : fraksi mol gas CO2 pada aliran gas keluar (outlet)

Dalam menentukan kandungan CO2 pada sampel gas dipergunakan neraca massa pada

packed column absorber sebagai berikut :

( F inlet×Y inlet )=(Foutlet×Y outlet )+akumulasi

( F inlet×Y CO2 inlet )=(Foutlet ¿Y CO2

outlet )+FCO2

terserap

Bila diumpamakan Fa dalam satuan liter/sekon adalah CO2 yang terserap dari puncak kolom hingga

dasar kolom, kemudian persamaannya menjadi:

( F2+F3 )Y 1CO2 inlet

−(F 2+ (F 3−F a ) )Y 0CO 2outlet

= F aCO 2 terserap

sehingga,

Fa=(Y 1−Y 0 )(F2+F3 )

(1−Y 0 )=

(0 , 153−0,1 )(0 ,833+0 , 15)(1−0,1 )

=0 , 058lt

sekon

Hasil yang didapatkan dengan satuan liter/sekon selanjutnya dikonversikan menjadi g.mol/sekon (G a),

dengan persamaan dibawah:

Ga=Fa

22 . 42x

Pcolumn mmHg

760 mmHgx

273T

column0C+273

sementara itu,

16 Absorpsi

Page 17: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

Pcolumn=760+ P

13 ,6

dari data yang diperoleh P = 37 mmH2O, maka:

Pcolumn=760+3713 ,6

=762 ,72 mmHg

T column = 210C

Sehingga didapat:

Ga=0 ,05822 .42

x762.72760 mmHg

x27321+273

=0 , 00241 g .molsekon

b. Koefisien Transfer Massa Gas

Dimana Ga merupakan jumlah CO2 terabsorbsi di dalam air. Untuk menghitung besarnya

koefisien transfer massa gas ini, dapat menggunakan persamaan di bawah ini:

Kog=Ga

a×AH×

ln ( P1

P0)

(P1−P0 )Ket:

Kog = Koefisien transfer massa gas (g.mol/atm.m2.sekon)

AH = Volume kolom absorber

AH=π4×(0 , 075)2×1,4=0 ,0062 m3

P1 = Fraksi mol inlet x tekanan total = Y1 x P column

= 0,153 x 762,72 mmHg = 116,696 mmHg

P0 = Fraksi mol outlet x tekanan total = Y0 x P column

= 0,1 x 762,72 mmHg = 76,272mmHg

a = Luas spesifik (440 m2/m3)

sehingga didapat:

Kog=0 ,00241

440×0 ,0062×

ln(116 ,69676 ,272 )

(116 , 696−76 , 272 )=9 , 294×10−5 g .mol

atm . m2. sekon

Asumsi yang dipakai pada perhitungan ini adalah bahwa aliran volume tidak dipengaruhi oleh

penurunan tekanan sepanjang kolom.

17 Absorpsi

Page 18: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

ANALISIS

Analisis Percobaan dan Hasil

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui berapa gas CO2 yang dapat

terabsorbsi oleh air dan menghitung besarnya koefisien transfer gas. Asumsi yang digunakan

pada percobaan ini adalah gas CO2 dan udara merupakan gas ideal.

Pada percobaan ini, gas CO2 yang dialirkan tidak terbsorbsi seluruhnya, sehingga gas yang

tidak terabsorsi akan keluar pada CO2 outlet. Gas yang tidak terabsorbsi tersebut kemudian

dialirkan menuju peralatan analisis gas melalui S3. Gas yang tidak tersisa akan didorong oleh

piston pada jumlah tertentu, sedangkan gas sisa yang berada di sekitar absorbtion globe

dengan piston dibuang agar semua gas yang berada dalam system keluar semua dan system

dalam keadaan vakum. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada gas yang tercampur dengan gas

yang akan dianalisis. Kemudian piston akan menarik sample gas dalam jumlah tertentu.

Sampel ini merupakan gas CO2 yang tidak terabsorb air. Akan tetapi gas tersebut bukanlah

gas CO2 murni melainkan campuran antara udara dan gas CO2.

Selanjutnya, piston didorong untuk memasukkan sample gas ke dalam absorbtion globe yang

sebelumnya telah berisi NaOH 1M. NaOH berguna untuk mengabsorbsi CO2 Data yang

diambil selanjutnya adalah V2 yang merupakan volume CO2 yang telah terabsorbsi oleh

larutan NaOH yang ditunjukkan oleh skala, yang dalam perhitungan digunakan sebagai

jumlah CO2 pada aliran keluar Kemudian piston ditarik kembali, dengan tujuan untuk

menghilangkan udara yang tidak terabsorbsi oleh NaOH ke atmosfir, karena NaOH hanya

akan mengabsorbsi CO2.

Dari data yang didapat, volume CO2 yang tidak terabsorbsi sebesar 2 ml, tetapi CO2 yang

terabsobsi oleh NaOH hanya sebesar 0,2 ml. Hal ini menunjukkan bahwa gas yang terdapat

pada V2 bukanlah gas CO2 murni karena adanya udara.

Analisis Kesalahan

Kesalahan yang terjadi pada percobaan ini adalah kesalahn paralaks dalam pembacaan skala

pada V1 dan V2. Selain itu, pada pembuatan larutan NaOH 1M juga terjadi kesalahan dalam

pembacaan skala jumlah air yang dibutuhkan. Hal ini mengakibatkan larutan NaOH tidka

tepat 1M.

18 Absorpsi

Page 19: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

3.4 Absorbsi CO 2 ke dalam Air pada Packed Bed Menggunakan Analisis Larutan

Data Percobaan

Volume sampel : 50 ml

F1 (air) : 5,5 liter/menit = 0,092 liter/detik

F2 (udara) : 50 liter/menit = 0,833 liter/detik

F3 (CO2) : 9 liter/menit = 0,15 liter/detik

Konsentrasi NaOH : 1 M

waktu (menit) VB dari S4 (ml) VB dari S5 (ml)

5 12 3,9

10 6,3 2,4

15 1,5 1,8

20 1,5 4,5

Ket:

VB = volume penitrasi (NaOH) yang digunakan dalam titrasi

S4 = saluran output yang terletak di bagian bawah kolom absorbsi

S5 = saluran input yang terletak di tangki

Pengolahan Data

CO2 bebas, Cdi (mol/liter) = (VB dari S5 × 1 M ) / volume sampel (50mL)

Cdo (mol/liter) = (VB dari S4 × 1 M) / volume sampel (50mL)

Laju inlet (mol/detik) = Cdi × F3

Laju outlet (mol/detik) = Cdo × F3

VT = 30 mL

Tabel hasil perhitungan:

Waktu (menit)

Vb (S4)

Cdo Laju OutletVb (S5)

Cdi Laju InletLaju

Absorbsi5 12 0.24 0.036 3.9 0.078 0.0117 -0.0243000010 6.3 0.126 0.0189 2.4 0.048 0.0072 -0.0117000015 1.5 0.03 0.0045 1.8 0.036 0.0054 0.0009000020 1.5 0.03 0.0045 4.5 0.09 0.0135 0.00900000

Laju absorpsi CO2 rata-rata 0,0012 mol/detik

ANALISIS

Analisis Percobaan

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui laju absorbsi CO2 ke dalam air

dengan menggunakan analisis larutan. Larutan yang dipakai pada percobaan ini adalah air

yang dikontakkan dengan gas CO2 pada kolom absorpsi sehingga gas CO2 terabsorsi ke

19 Absorpsi

Page 20: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

dalam air. Pada kolom absorber terdapat suatu potongan selang yang dipotong kecil-kecil.

Tujuannya adalah untuk mencegah air yang masuk dari atas kolom absorber langsung turun

dengan cepat. Apabila hal ini terjadi, kontak antara gas dengan air akan sangat kecil. Dengan

adanya potongan selang tersebut, laju air pada kolom absorsi akan terhambat sehingga air

akan berada pada kolom absorpsi yang cukup lama, kontak antara gas CO2 dengan air akan

lebih lama sehingga proses absorsi akan berlangsung efektif.

Analisis dilakukan dengan menitrasi sampel larutan sebelum dan sesudah gas CO2 terabsorsi

atau sebelum dan sesudah larutan masuk kolom absorbsi. Oleh karena itu, diambil 100 ml

sampel larutan dari valve S4 dan S5. Valve S5 merupakan valve untuk mendapatkan sampel

yang berasal dari tangki, sedangkan valve S4 merupakan valve untuk mendapatkan sampel

air yang baru keluar dari kolom absorber. Berikut ini adalah reaksi yang terjadi pada kolom

absorber:

CO2(g) + H2O(l) H2CO3(l)

Berdasarkan pada persamaan rekasi tersebut, maka larutan yang terbentuk setelah gas

terabsorpsi mengakibatkan larutan bersifat asam. Oleh karena itu, diakukan analisis larutan

dengan menitrasi sampel menggunakan larutan basa kuat NaOH 1M. Proses titrasi dilakukan

untuk menganalis tingkat keasaman larutan. Dari data tingkat keasaman nantinya akan

didapatkan laju CO2 yang terabsorpsi. Berikut ini adalah rekasi yang terjadi selama proses

titrasi berlangsung.

H2CO3(l) + NaOH(l) Na2CO3(l) + H2O(l)

Pada proses titrasi, sampel sebelumnya ditetesi dengan larutan PP sebagai indikator bahwa

larutan yang ditritasi sudah dalam keadaan netral. Setelah ditetesi PP sampel berubah warna

dari bening dan jernih menjadi merah muda (pink). Selanjutnya setelah keadaan sampel

netral, warna larutan akan berubah mejadi bening kembali. Pada keadaan yang netral ini,

jumlah NaOH yang diperlukan untuk titrasi dicatat sebagai data percobaan.

Analisis Hasil

Dari data yang didapatkan ternyata jumlah basa yang diperlukan menitrasi larutan pada

masukan ada yang lebih besar dan lebih kecil. Berdasarkan data yang didapat, jumlah CO2

bebas yang terkandung di dalam sampel (Cd) dapat diketahui. Cd dihitung dengan

menggunakan rumus dasar untuk titrasi, yaitu:

20 Absorpsi

Page 21: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

V 1×M 1=V 2×M 2

Subskrip 1 menunjukkan titran (NaOH) dan subskrip 2 menunjukkan sampel, sehingga:

M 2 (Cd )=V 1×M 1

V 2

Laju alir CO2 inlet dan outlet merupakan hasil kali Cd pada masing-masing tempat dengan

laju alir CO2 keseluruhan (F3).

Dari hasil pengolahan data, laju absorpsi yang didapat tiap 5 menit cenderung semakin besar

dengan laju absorpsi rata-rata 0,012 mol/detik. Pada keadaan yang seharusnya, untuk sistem

tertutup akan didapatkan data kandungan CO2 inlet dan outlet yang semakin besar karena gas

tersebut terakumulasi. Setelah gas CO2 terakumulasi, lama-kelamaan akan tercapai kondisi

kesetimbangan. Pada kondisi ini akan didapat bahwa air yang berasal dari tangki dan

keluaran absorber akan memiliki kandungan CO2 yang sama. Hal ini disebabkan air yang

terdapat pada tangki merupakan air yang keluar dari kolom absorpsi. Oleh karena itu,

semakin mendekati kondisi kesetimbangan perbedaan anata outlet dan inlet semakin kecil.

Perbedaan konsentrsi antara outlet dan inlet yang semakin kecil ini menunjukkan bahwa laju

absorbsi mengalami penurunan meskipun jumlah CO2 yang terakumulasi mengalami

peningkatan. Namun, setelah mencapai kondisi setimbangnya jumlah CO2 yang terkandung

akan tetap.

Analisis Kesalahan

Kesalahan yang terjasi pada percobaan ini disebabkan oleh beberapa hal:

Pengambilan sampel dilakukan pada kondisi operasi yang belum tunak.

Pengambilan sampel S4 dan S5 tidak dilakukan secara bersamaan.

Pada pengambilan sampel S5 (dari tangki) belum terjadi kemerataan larutan di dalam

tangki sehingga larutan yang berada pada tangki belum homogen.

Kesalahan paralaks dalam penentuan larutan telah netral saat ditiritasi.

Kesalahan paralaks dalam membaca skala kolom titrasi.

Kesalahan paralaks dalam membuat larutan yakni dalam menentukan jumlah air yang

dibutuhkan untuk melarutkan NaOH.

3.5. A bsorpsi CO 2 dalam Larutan NaOH dengan Menggunakan Analisis Larutan Cair

Data Pe rcobaan

21 Absorpsi

Page 22: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

F1 : laju alir air masuk packed column = 3 liter/menit = 0,05 liter/detik

F2 : laju alir udara masuk packed column = 30 liter/menit = 0,5 liter/detik

F3 : laju alir CO2 masuk packed column = 3 liter/menit = 0,05 liter/detik

Konsentrasi NaOH = 0,2 M

Konsentrasi HCl = 0,2 M

Volum sampel = 50 mL

BaCl2 = larutan dengan 5% berat padatan BaCl2 pada 100 mL cairan

waktu S5 S4

(menit) T1 T2 T3 T1 T2 T3

0 35 3.8 34.6 24 16.2 16.7

5 23.5 13 19.8 24 25.5 16.2

10 17.5 18.5 21.5 10.8 31.3 32.2

15 12.2 33.5 29.2 7.5 32.6 38

Ket :

T1 : volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralisir NaOH dan mengubah karbonat menjadi

bikarbonat

T2 : total volume HCl yang ditambahkan hingga mencapai end point kedua atau volume HCl yang

digunakan untuk menetralkan basa NaOH dan Na2CO3 (dalam ml)

T3 : volume asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH (dalam ml)

Pengolahan Data

Saat t = 0

1. Inlet S5

CNaOH=( T 3

50ml ) x 0,2M=( 34,6ml50ml ) x 0,2M=0,1384

CNa2CO3=(T 2−T 3

50 ml ) x0,2 Mx 0,5=(3,8 ml−34,6 ml50 ml ) x0,2 Mx 0,5=−0,0616

2. Outlet S4

CNaOH=( T 3

50 ml ) x 0,2 M=( 16,7 ml50 ml ) x 0,2 M=0,0668

CNa2CO3=(T 2−T 3

50ml ) x0,2 Mx 0,5=(16,2ml−16,7ml50ml ) x0,1=−0,001

Jumlah NaOH yang digunakan untuk mengabsorpsi CO2 :

GNaOH=F1

2¿

Jumlah karbonat yang terbentuk dari absorpsi CO2:

GNaOH=F1 ¿

22 Absorpsi

Page 23: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

Dengan menerapkan cara perhitungan yang sama di setiap titik, diperoleh data sebagai

berikut:

Waktu Cinlet (M) Coutlet (M) GA1 GA2

(menit) CNaOH CNa2CO3 CNaOH CNa2CO3 gr.mol/men gr.mol/men

0 0,1384 -0.0616 0.0668 -0.001 0.003282 0.005555

5 0.0792 -0.0136 0.0648 0.0186 0.00066 0.002952

10 0.086 -0.006 0.1288 -0.0018 -0.00196 0.000385

15 0.1168 0.0086 0.152 -0.0108 -0.00161 -0.00178

Grafik hubungan laju absorpsi CO2 pada NaOH terhadap waktu yang terbentuk adalah

sebagai berikut:

0 2 4 6 8 10 12 14 16

-0.003

-0.002

-0.001

0

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

0.006

Laju Absorpsi CO2 pada NaOH vs Waktu

Ga1Ga2

Waktu

Laju

Abs

orps

i

ANALISIS PERCOBAAN 3

Percobaan ini memiliki tujuan untuk menghitung laju absorpsi CO2 pada NaOH,

dengan menggunakan analisis larutan yang mengalir di dalam kolom absorpsi packed bed.

Dalam percobaan ini, larutan yang mengalir pada sistem berupa NaOH. Selanjutnya, diambil

dua sampel larutan dari sistem absorber, yaitu sampel S5 berupa larutan yang berada dalam

keadaan tunak dan sampel S4 berupa larutan yang telah melalui kolom absorpsi.

Dengan adanya pengambilan dua sampel ini, maka seharusnya dapat dibuktikan

bahwa akan diperoleh senyawa Na2CO3, sebagai hasil reaksi dari NaOH dan CO2.

2NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O

Tujuan pengambilan dua sampel dengan waktu berkala adalah untuk mengontrol

senyawa Na2CO3 pada larutan S5. Dengan alasan efisiensi, kolom absorpsi menggunakan

23 Absorpsi

Page 24: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

sistem tertutup, di mana larutan yang mengalir bukanlah berupa NaOH murni, melainkan

telah bercampur dengan Na2CO3 hasil absorpsi. Maka, dibutuhkan suatu pengontrolan

pengukuran Na2CO3, yaitu dengan menggunakan parameter waktu yang berkala untuk

melakukan pengukuran. Pada waktu yang ditentukan, sampel diambil dua kali sebanyak 50

ml. 50 ml pertama digunakan untuk menentukan jumlah Na2CO3 yang terbentuk, sedangkan

50 ml lain digunakan untuk menentukan jumlah NaOH yang tersisa. Dalam titrasi ini,

digunakan HCl untuk menitrasi NaOH karena NaOH bersifat basa, maka dibutuhkan asam

kuat seperti HCl untuk membuat pH menjadi normal.

Titrasi Tahap Pertama

Titrasi pertama dilakukan dengan menambahkan indikator phenolphthalein (PP) yang

bekerja pada trayek basa. Tujuan penambahan ini adalah untuk membantu praktikan

menemukan titik yang tepat untuk menghentikan titrasi, karena larutan yang ditambahkan

indikator PP akan mengalami perubahan warna, selanjutnya saat berada pada kesetimbangan,

warna larutan akan berubah pada umumnya menjadi bening. Penambahan indikator PP akan

menyebabkan larutan menjadi pink. Volum HCl yang dibutuhkan (T1) adalah jumlah HCl

yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.

NaOH + HCl → NaCl + H2O

Saat larutan telah menjadi bening, ditambahkan indikator metal orange (MO) ke

dalam larutan. Indikator MO bekerja pada trayek asam. Larutan yang telah ditambahkan MO

berwarna orange, selanjutnya saat mencapai kesetimbangan akibat titrasi akan mengalami

perubahan warna menjadi pink keunguan. Persamaan reaksi yang terbentuk adalah sebagai

berikut.

Na2CO3 + HCl → NaCl + H2CO3

Volum HCl yang dibutuhkan adalah T2. Maka, T2-T1 adalah volum HCl yang

digunakan untuk mengubah NaHCO3 menjadi H2CO3.

Titrasi Tahap Kedua

Titrasi tahap kedua dilakukan setelah sampel ditambahkan BaCl2.

Na2CO3 + BaCl2 → BaCO3 + 2NaCl

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl, sesuai dengan persamaan reaksi berikut.

NaOH + HCl → NaCl + H2O

Dari titrasi ini, diperoleh volum HCl (T3) untuk menunjukkan konsentrasi NaOH sisa

yang tidak bereaksi membentuk Na2CO3. Seharusnya jumlah NaOH yang digunakan sama

dengan konsentrasi Na2CO3 yang terbentuk. Namun, grafik pada hasil pengolahan data

24 Absorpsi

Page 25: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

menunjukkan terdapatnya segenap penyimpangan. Perbedaan yang terjadi dapat disebabkan

karena kesalahan dalam percobaan antara lain penentuan titik akhir titrasi yang kurang

akurat. Perubahan menjadi suatu tingkat warna yang tepat sangat bersifat subjektif,

tergantung penilaian praktikan yang melakukan titrasi. Maka, hal ini mempengaruhi hasil

berupa volum HCl yang digunakan untuk melakukan titrasi. Selain itu, indikator PP yang

digunakan kurang mampu menunjukkan signifikansi perubahan warna yang seharusnya

dijadikan penanda utama dalam memulai dan menghentikan proses titrasi.

KESIMPULAN

1. Absorpsi CO2 pada NaOH dapat dianalisis dengan menggunakan prinsip titrasi

larutan.

2. Besarnya jumlah NaOH yang tersisa pada larutan menunjukkan kemampuan absorbsi

CO2 yang kecil.

3. Kecilnya jumlah Na2CO3 yang terbentuk pada larutan menunjukkan kemampuan

absorbsi CO2 yang kecil.

BAB IV

ANALISIS

IV.1. Analisis Percobaan

BAB V

KESIMPULAN

1. Makin tinggi laju udara makin tinggi juga perbedaan tekanan dalam kolom absorbsi.

2. Jumlah karbon dioksida yang terabsorbsi dapat dihitung secara matematis dengan

mengurangkan CO2 inlet dengan CO2 outlet.

3. CO2 adalah gas yang bersifat asam sehingga laju absorbsi CO2 oleh air dapat dilihat

dengan banyaknya NaOH yang digunakan untuk menitrasi sampel.

25 Absorpsi

Page 26: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

4. Pada kolom kering, penurunan tekanan (∆P) sebanding dengan peningkatan laju alir udara.

5. Pada kolom basah (air dan udara dialirkan secara counter-current), penurunan tekanan (∆P)

sebanding dengan peningkatan laju alir udara.

6. Absorbsi adalah suatu peristiwa perpindahan massa yang

melibatkan pelarutan suatu bahan dari fasa gas ke fasa cair.

7. Absorpsi dapat pula ditingkatkan dengan cara memperluas

permukaan kontak, pada percobaan ini digunakan packing untuk

memperbesar luas permukaan kontak. Dapat juga dengan

meningkatkan laju alir dari fluida baik gas maupun cairan yang

melewati kolom absorbsi.

8. Tujuan dari operasi absorpsi adalah memisahkan gas tertentu dari

campuran gas-gas dengan menggunakan pelarut.

9. Feed bagian bawah kolom absorpsi adalah gas sedangkan feed

bagian atas adalah umpan fasa cair.

10. Semakin tinggi laju udara maka perbedaan tekanan yang terjadi

pada kolom absorpsi akan semakin besar.

11. Jumlah karbondioksida yang terabsorbsi secara matematis

merupakan selisih antara CO2 inlet dengan CO2 yang keluar menara

absorpsi

DAFTAR PUSTAKA

Gozan, Misri, Absorpsi, Leaching dan Ekstraksi pada Industri Kimia. UI Press : Jakarta. 2006

Treyball, Robert. Mass Transfer Operation. McGraw-Hill : Malaysia. 1981

Departemen Teknik Gas dan Petrokimia. 1995. Petunjuk Praktikum Proses dan Operasi Teknik II.

Depok: Universitas Indonesia.

26 Absorpsi

Page 27: 95722425 Laporan Praktikum Absorpsi

Praktikum Proses Operasi Teknik 2 2010

27 Absorpsi