98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    1/27

    1

    REFER T

    XEROFT LMI

    DISUSUN OLEH

    NURVALINDA AS

    1102007206

    PEMBIMBING

    Dr. DIANTINIA Sp.M

    KEPANITERAAN BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

    UNIVERSITAS YARSI

    RSUD SOREANG

    2012

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    2/27

    2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tugas referat yang berjudul XEROFTALMIA sebagai salah satu tugas

    pada bagian/SMF Ilmu Penyakit Mata di RSUD Soreang.

    Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.

    Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat

    bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi

    teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Dr. Diantinia Sp.M yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga

    penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.

    2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan

    sehingga tugas ini selesai.

    Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh

    dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis

    telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat

    selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan

    terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

    Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh

    pembaca.

    Soreang, Juni 2012

    Penulis,

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    3/27

    3

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar ......................................................................................................................... i

    Daftar Isi .................................................................................................................................. ii

    Daftar Gambar ........................................................................................................................ iii

    Daftar Tabel ............................................................................................................................ iii

    BAB I Pendahuluan ................................................................................................................. .1

    BAB II Tinjauan Pustaka ......................................................................................................... 2

    I. Anatomi mata ....................................................................................................2

    II.

    Definisi xeroftalmia ......................................................................................... 2

    III. Epidemiologi ................................................................................................... 2

    IV. Etiologi .......................................................................................................... .. 4

    V.

    Patofisiologi ..................................................................................................... 7

    VI. Kriteria Diagnosis ...........................................................................................10

    VII. Tanda dan gejala klinis ....................................................................................

    VIII.

    Diagnosis .........................................................................................................

    IX.

    Penatalaksanaan ..............................................................................................

    X. Pencegahan ....................................................................................................

    XI. Prognosis .........................................................................................................

    BAB III Kesimpulan ..............................................................................................................

    Daftar Pustaka ........................................................................................................................

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    4/27

    4

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Anatomi mata ..........................................................................................................

    Gambar 2. Anatomi mata ..........................................................................................................

    Gambar 3. Buta senja ..........................................................................................................

    Gambar 4. Xerosis konjungtiva ..................................................................................................

    Gambar 5. Bercak bitot ..........................................................................................................

    Gambar 6. Xerosis kornea ..........................................................................................................

    Gambar 7. X3A ..........................................................................................................

    Gambar 8. X3B ..........................................................................................................

    Gambar 9. Sikatriks kornea .......................................................................................................

    Gambar 10. Fundus Xeroftalmia .................................................................................................

    Gambar 11. Alur rujukan ..........................................................................................................

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Jadwal dan dosis pemberian kapsul vitamin A...........................................................

    Tabel 2. Suplementasi vitamin A .............................................................................................

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    5/27

    5

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Kurang vitamin A (KVA) merupakan suatu gangguan nutrisi yang memberikan

    kelainan pada mata dan merupakan penyebab utama kebutaan di negara berkembang selain

    infeksi mata luar. Dan untuk gejala sistemik berupa retardasi mental, terhambatnya

    perkembangan tubuh, apatia, kulit kering dan keratinisasi mukosa.

    Di seluruh dunia, sekitar 350.000 kasus baru kerusakan mata yang parah muncul

    setiap tahunnya pada anak-anak usia prasekolah, dan diperkirakan 60% dari anak-anak ini

    meninggal dalam waktu 1 tahun setelah menjadi buta. Teknik baru yang diterapkan pada

    survey untuk menilai defisiensi vitaminA (respon relative terhadap dosis dan gambaran

    sitologi konjungtiva) menunjukkan bahwa pada beberapa negara berkembang, terdapat 40-

    60% populasi anak prasekolah yang mengalami defisiensi vitamin A secara subklinis.

    Dalam kurun waktu 1964-1965 dan pada tahun 1970-an, Indonesia pernah dijuluki

    sebagai home of xerophthalmia karena insiden xeroftalmia pada balita yang cukup tinggi.

    Menurut Survei Nasional Xeroftalmia tahun 1978-1980, tidak banyak menemukan kasus

    tersebut, bahkan pada tahun 1994, pemerintah Indonesia memperoleh piagam Helen KellerAward karena dinilai berhasil menurunkan angka xeroftalmia dari 1,34% atau sekitar tiga kali

    lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada

    tahun 1978 menjadi 0,33% pada tahun 1992.

    Hasil penelitian yang dilakukan Survei Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan

    (Nutrition and Health Surveilance System) selama tahun 1998-2002 menunjukkan, sekitar 10

    juta anak balita yang berusia 6 bulan hingga 5 tahun (setengah dari populasi anak balita di

    Indonesia) menderita KVA, sehingga ini menjadi masalah utama karena akibat dari KVA

    adalah terganggunya kesehatan mata, kemampuan penglihatan, maupun kekebalan tubuhnya.

    Dan yang memprihatinkan, kebutaan yang disebabkan KVA tidak dapat disembuhkan.

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    6/27

    6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    I.

    Anatomi Mata

    Gambar 1 Anatomi mata

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    7/27

    7

    Gambar 2 Anatomi Mata

    II. Definisi Xeroftalmia

    Kata Xeroftalmia ( bahasa latin ) berarti mata kering, karena terjadi

    kekeringan pada selaput lendir ( konjungtiva) dan selaput bening ( kornea) mata.

    Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A

    pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel

    retina yang berakibat kebutaan.

    III. Epidemiologi

    Sampai dengan tahun 1950, terdapat banyak laporan endemik xeroftalmia

    terutama di negara berkembang seperti India dan Indonesia. Berdasarkan hasil survey

    WHO tahun 1994 jumlah penderita xeroftalmia di seluruh dunia pada anak-anak usia

    0-4 tahun sebesar 2,8 juta dan angka kejadian subklinis mencapai 251 juta. Angka

    kejadian xeroftalmia akibat defisiensi vitamin A diperkirakan sekitar 20.000

    100.000 kasus baru di seluruh dunia per tahunnya. Menurut survey nasional

    xeroftalmia tahun 1992, prevalensi xeroftalmia nasional adalah 0,33%. Di samping

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    8/27

    8

    itu, juga dijumpai 50% dari anak balita memiliki kadar vitamin A yang rendah (< 20

    g/dL).

    Angka kejadian ini semakin meningkat sejalan dengan ditemukannya berbagai faktor

    yang dapat mencetuskan terjadinya xeroftalmia. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

    1. Umur

    Xeroftalmia paling sering ditemukan pada anak-anak usia pra-sekolah, hal ini

    berhubungan dengan kebutuhan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan. Di

    samping itu, anak-anak usia ini sangat rentan oleh infeksi parasit dan bakteri usus

    yang dapat mengganggu penyerapan vitamin A di usus.

    2.

    Jenis Kelamin

    Beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki 1,2 10 kali lebih rentan untuk

    menderita xeroftalmia.

    3.

    Status Fisiologis

    Wanita hamil dan wanita menyusui cenderung menderita buta senja atau Bitots

    Spots karena meningkatnya kebutuhan akan vitamin A. Anak-anak usia sekolah

    juga memiliki kecenderungan ini karena tingginya kebutuhan vitamin A untuk

    pertumbuhan (adolescent growth spurt).

    4. Status Gizi

    Xeroftalmia sering kali berhubungan atau didapatkan bersama-sama dengan

    kondisi malnutrisi (Kurang Energi Protein).

    5. Penyakit Infeksi

    Penyakit-penyakit yang mengganggu pencernaan, pengangkutan, penyimpanan,

    pengikatan metabolisme vitamin A, dapat menimbulkan manifestasi defisiensi

    vitamin A. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk menerangkan penurunan

    kadar vitamin A selama demam dan infeksi, yaitu:

    -

    Asupan yang rendah karena sakit (anoreksia)

    - Gangguan absorpsi karena infeksi pada usus

    - Supresi sntesis albumin dan RBP (retinol binding protein) oleh hepatosit

    - Peningkatan katabolisma protein, termasuk RBP

    6.

    Faktor-faktor yang lain

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    9/27

    9

    Keadaan yang kurang menguntungkan adalah jumlah keluarga yang besar,

    rendahnya pendidikan kepala keluarga, sanitasi yang buruk, serta sosial ekonomi

    yang rendah.

    IV. Etiologi

    Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari konsumsi sehari-

    hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh :

    1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A

    untuk jangka waktu yang lama

    2.

    Bayi tidak diberkan ASI eksklusif

    3.

    Menu tidak seimbang ( kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi

    lainnya ) yang dioerlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A

    dalam tubuh.

    4.

    Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-

    penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang energi protein ( KEP )

    dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.

    5.

    Adanya kerusakan hati, seperti pda kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkangangguan pembentukan RBP ( retiinol Binding Protein ) dan pre albumin yang

    penting untuk penyerapan vitamin A.

    V. Patofisiologi

    1. Metabolisme Vitamin A

    Vitamin A dalam bentuk aktif berupa asam retinoat. Sedangkan secara alami sumber

    vitamin A didapatkan dari hewani dalam bentuk pro-vitamin A dan dari tumbuhan

    dalam bentuk beta karoten. Dikenal tiga macam karoten yaitu , , dan -karoten. -

    karoten memilki aktivitas yang paling tinggi. Proses pembentukan vitamin A dari

    sumber hewani dan tumbuhan menjadi bentuk aktif (asam retinoat) dapat diuraikan

    sebagai berikut :

    Absorbsi pro-vitamin A dan karoten di dinding usus halus, kemudian diubah menjadi

    retinol

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    10/27

    10

    Retinol diangkut ke dalam hepar oleh kilomikron, kemudian di dalam parenkim hati

    sebagian dari retinol akan diesterifikasi menjadi retinil-palmitat dan disimpan dalam

    sel stelat. Sebagian lagi akan berikatan dengan Retinol Binding Protein (RBP) dan

    protein lain yang disebut trasthyretinuntuk dibawa ke target sel

    Pada target sel, retinol akan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada membran

    sel (RBP receptor) kemudian di dalam sel berikatan dengan retinol binding protein

    intraseluler, yang akan diubah menjadi asam retinoat oleh enzim spesifik

    Asam retinoat selanjutnya akan memasuki inti sel dan berikatan dengan reseptor pada

    inti. Asam retinoat ini berperan dalam transkripsi gen.

    Fungsi vitamin A antara lain :

    a.

    Penglihatan

    b. Integritas sel

    c. Respon imun

    d.

    Hemopoiesis

    e. Fertilitas

    f. Embriogenesis

    Kadar vitamin A dan retina binding protein (RBP) dalam darah dapat

    ditentukan dengan menggunakan metode kromatografi cair tekanan tinggi (high

    pressure liquid chromatography/ HLPC). Metode ini cukup akurat dan cepat. Nilai

    Vitamin A dalam plasma adalah 0,7 mol/l (50 g/l) sering didapatkan pada orang

    dewasa yang sehat, tidak ada batasan yang jelas tentang berapa nilai yang

    mengidentifikasikan seseorang mengalami hipervitaminosis, tetapi kemungkinan

    diatas 3,5 mol/l (100 g/l). Pembagian tingkat status vitamin A berdasarkan kadar

    vitamin A darah adalah :

    - < 10 g/l indikasi kekurangan vitamin A

    - 10-19 g/l disebut rendah

    - 20-50 g/l disebut cukup

    - > 50 g/l disebut tinggi

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    11/27

    11

    2. Fisiologi penglihatan yang berhubungan dengan vitamin A

    Salah satu fungsi dari vitamin A adalah berperan dalam proses penglihatan,

    dimana retina merupakan salah satu target sel dari retinol. Retinol yang telah

    berikatan dengan RBP akan ditangkap oleh reseptor pada sel pigmen epitel retina,

    yang akan dibawa ke sel-sel fotoreseptor untuk pembentukan rodopsin. Rodopsin ini

    sangat berperan terutama untuk penglihatan pada cahaya redup. Karena itu tanda dini

    dari defisiensi vitamin A adalah rabun senja.

    3. Fungsi vitamin A yang berhubungan dengan integritas sel dan respon imun

    Sejak tahun 1920an, telah diketahui adanya hubungan antara defisiensi

    vitamin A dengan perubahan fungsi sistem imun. Perubahan-perubahan ini termasuk

    gangguan fungsi barrierseperti metaplasia sel gepeng dan keratinisasi jaringan epitel

    yang biasanya mensekresi mukus yang terdapat di konjungtiva dan di sistem respirasi

    dan genitourinari. Selain itu, defisiensi vitamin A juga berkaitan dengan gangguan

    pembentukan respons antibodi terhadap sebagian antigen. Secara khusus, defisiensi

    vitamin A berkaitan dengan penurunan dalam respons antibodi yang sel T dependendan sel T independen tipe 2. Defisiensi vitamin A juga mengganggu berbagai

    subkelas respons imun seluler yang lain, seperti sitotoksisitas yang dimediasi sel NK

    (natural killer) dan trasnformasi blastogenik limfosit.

    4. Beberapa kelainan yang menyebabkan defisiensi vitamin A

    1. Gangguan absorbsi karoten karena defisiensi Zn, dan lipoproteinemia

    2.

    Beberapa penyakit salurtan cerna yang mempengaruhi absorbsi lemak juga akan

    mempengaruhi absorbsi vitamin A, karena vitamin A adalah vitamin yang larut dalam

    lemak, contoh :

    a.

    Insufisiensi pankreas

    b. Cholestasis

    c. Operasi bypass usus kecil

    d.

    Inflamatory Bowel Disease, dll

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    12/27

    12

    3. Pecandu alkohol akan terjadi gangguan dalam metabolisme vitamin A. Pada pencandu

    alkohol ini afinitas alcohol dehidrogenase pada etanol akan menghalangi konversi

    retinol menjadi asam retinoat

    4. Penyakit hati yang kronis, terutama sirosis akan menyebabkan defisiensi vitamin A

    karena adanya gangguan pada proses transportasi dan penyimpanan

    VI. Tanda dan Gejala Klinis

    Kurang vitamin A ( KVA ) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan

    epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan

    tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata. Kelainan kulit pada

    umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit

    tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA

    dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B

    atau kurang energi protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk. Gejala klinis pada mata akan

    timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih

    cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.

    Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut WHO/USAID

    UNICEF/HKI/IVACG, 1996 sebagai berikut :

    XN : buta senja ( hemeralopia, nyctalopia )

    XIA : xerosis konjungtiva

    XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot

    X2 : xerosis kornea

    X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea

    X3B : keratomalasia atau ulserasi kornea sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea

    XS : jaringan parut kornea ( sikatriks/scar)

    XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    13/27

    13

    XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik.

    Pada stadium X2merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam

    beberapa hari bisa berubah menjadi X3.

    X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan

    dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan ) pada kornea cukup luas sehingga

    menutupi seluruh kornea ( optic zone kornea ).

    1. Buta Senja

    Gambar 3. Buta Senja

    Buta senja merupakan gejala awal dan tersering pada defisiensi vitamin A, merupakan

    akibat dari disfungsi fotoreseptor sel batang pada retina, dengan gejala kesulitan melihat pada

    sinar redup. Penilaian dilakukan dengan adanya riwayat kesulitan melihat pada sore hari.

    Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :

    Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/menabrak benda

    didepannya, karena tidak dapat melihat.

    Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta senja.

    Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila didudukkan ditempat kurang

    cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya.

    Kelompok risiko tinggi buta senja adalah usia prasekolah (>1 tahun) dan wanita

    hamil. Riwayat buta senja pada ibu hamil didapatkan pada akhir masa kehamilan sampai 3

    tahun setelah melahirkan. Prevalensi xeroftalmi ditemukan sebesar 1% pada anak

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    14/27

    14

    pada wanita hamil sebesar 10.000 IU perhari atau 25.000 IU perminggu peroral selama 4

    minggu atau lebih, dengan maksud meminimalisasi toksisitas yang dapat terjadi pada fetus.

    2. Xerosis Konjungtiva

    Xerosis konjungtiva, menunjukkan suatu awal metaplasia keratinisasi pada epitel

    dengan hilangnya sel-sel goblet penghasil mukus. Lesi tidak mempengaruhi tajam

    penglihatan.

    Tandatanda :

    Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit

    berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.

    Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna

    kecoklatan.

    Gambar 4 Xerosis konjungtiva

    3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot

    Xerosis yang lebih lanjut dapat menyebabkan bercak bitot (X1B), yang tersusun dari

    kumpulan deskuamasi keratin epitel. Bercak bitot dapat berupa gelembung, atau seperti busa

    sabun, hampir selalu bilateral dan daerah temporal. Lesi di daerah nasal menunjukkan

    defisiensi yang lebih lanjut.

    Dalam keadaan lebih berat :

    Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva

    Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut

    Orang tua mengeluh mata anaknya tempak bersisik

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    15/27

    15

    Standar terapi dengan vitamin A 200.000 IU pada 2 hari berturut-turut memberikan respon

    klinis dalam beberapa hari, walaupun pengobatan masih diperlukan beberapa minggu sampai

    beberapa bulan.

    Gambar 5. Bercak bitot

    4. Xerosis Kornea

    Xerosis kornea (X2) merupakan keadaan gawat darurat medis, tampak bilateral,

    granular, berkabut dan tidak bercahaya, pada pemeriksaan dengan senter gambarannya seperti

    kulit jeruk. Edema stroma merupakan keadaan yang sering ditemukan pada xerosis kornea.

    Penebalan plak keratinisasi dapat ditemukan pada permukaan kornea, biasanya didaerah

    interpalpebra. Keadaan umum anak biasanya buruk ( gizi buruk dan menderita penyakit

    infksi dan sistemik lain ). Xerosis kornea dapat berkembang cepat menjadi ulkus dan

    keratomalasia bila tidak diterapi dengan vitamin A dan terapi suportif lainnya.

    Gambar 6. Xerosis Kornea

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    16/27

    16

    5. Ulkus Kornea atau Keratomalasia

    Ulkus kornea (X3A), gambarannya kecil, oval, defek bergaung, sering pada daerah

    inferior, perifer permukaan kornea, disertai injeksi konjungtiva, kadang ada hipopion. Ulkus

    dapat dangkal atau dalam, menyebabkan perforasi. Terapi vitamin A berespon baik,

    perbaikan kornea disertai jaringan parut atau lekoma adheren.

    Keratomalasia (perlunakan kornea) mencakup seluruh permukaan kornea, lesi

    berwarna kuning keabuan. Biasanya satu mata lebih berat dari yang lainnya. Xeroftalmia

    kornea aktif pada kedua mata jarang terjadi. Terapi keratomalasia dan ulkus kornea yang

    kurang dari permukaan kornea biasanya menyebabkan perforasi. Kadangkala mata

    menonjol tetapi tidak preforasi, menyebabkan stafiloma. Vitamin A dan terapi suportif dapat

    menghindari kerusakan lebih berat.

    Gambar 7 X3A Gambar 8 X3B

    6. Sikatriks Kornea

    Sikatriks kornea (XS) adalah konsekuensi kebutaan yang disebabkan oleh perbaikan

    ulkus dan keratomalasia. Parut kornea akibat defisiensi vitamin A harus dibedakan dengan

    parut kornea akibat penyebab lain seperti trauma atau infeksi dengan menganalisa secara

    cermat pada riwayat pasien atau orangtuanya.

    Kornea tampak menjadi putih atau bola mata mengecil. Penderita menjadi buta yang

    sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    17/27

    17

    Gambar 9. Sikatriks kornea

    7. Fundus Xeroftalmia

    Fundus xeroftalmia adalah defisiensi vitamin A yang berkepanjangan dimana terjadigangguan fungsi sel batang karena rusaknya struktur retina. Bila ditemukan fundus

    xeroftalmia, maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Dengan

    opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol.

    Gambar 10. Fundus Xeroftalmia

    VII. Diagnosis

    Untuk mendiagnosis xeroftalmia dilakukan :

    1. Anamnesis, dilakukan untuk mengetahui faktor risiko tinggi yang menyebabkan anak

    rentan menderita xeroftalmia.

    a.

    Identitas penderita

    Nama anak

    Umur anak

    Jenis kelamin

    Jumlah anak dalam keluarga

    Jumlah anak balita dalam keluarga

    Anak ke berapa

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    18/27

    18

    Berat lahir : Normal/BBLR

    b. Identitas Orangtua

    Nama ayah/ibu

    Alamat/tempat tinggalPendidikan

    Pekerjaan

    Status perkawinan

    2.

    Keluhan penderita

    a.

    Keluhan utama

    Ibu mengeluhkan anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja ) atau ada

    kelainan dengan matanya.

    b.

    Keluhan tambahan

    Tanyakan keluhan lain pada mata tersebut dan kapan terjadinya ?

    Upaya apa yang telah dilakukan untuk pengobatannya ?

    3. Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya

    Apakah pernah menderita campak dalam waktu < 3 bulan ?

    Apakah anak sering mendrita diare da atau ISPA ?

    Apakah anak pernah menderita pneumonia ?

    Apakah anak pernah menderita infeksi cacingan ?

    Apakah anak pernah menderita Tuberculosis ?

    4. Kontak dengan pelayanan kesehatan

    Tanyakan apakah anak ditimbang secara teratur mendapatkan imunisasi, mendapat

    suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan memeriksakan kesehatan baik di

    posyandu atau puskesmas.

    5. Riwayat pola makan anak

    Apakah anaj mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan ?

    Apakah anak mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan ? Sebutkan jenis dan frekuensi pemberiannya

    Bagaimana cara memberikan makan kepada anak : Sendiri/Disuapi .

    6. Pemeriksaan fisik

    Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda ataugejala klinis dan menentukan diagnosis

    serta pengobatannya, terdiri dari :

    a. Pemeriksaan umum

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    19/27

    19

    Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung

    maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk, penyakit

    infeksi, dan kelainan fungsi hati.

    Yang terdiri dari :

    -Antropometri: Pengukuran berat badan dan tinggi badan

    - Penilaian Status gizi

    - Periksa matanya apakah ada tanda-tanda xeroftalmia.

    -Kelainan pada kulit : kering, bersisik.

    b. Pemeriksaan Khusus

    Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan senter

    yang terang. (Bila ada, menggunakan loop.)

    Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)

    Apakah ada bercak bitot (X1B)Apakah ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)

    Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/X3B)

    Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)

    Apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan opthalmoscope

    (XF).

    7.

    Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa kekurangan

    vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil

    pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita

    KVA.

    Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila

    ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis.

    8. Pemeriksaan

    Pemerikasaan yang dapat dilakukan dalam membantu penegakkan diagnosa buta senja

    adalah :

    Dark adaptometri(tes adaptasi gelap)

    Rod scotometri

    ElektroretinografiConjunctival impression citology (CIC)

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    20/27

    20

    Pemerikasaan kadar serum retinol atau Serum Retinol Binding Protein

    VIII. Penatalaksanaan

    1.

    Jadwal dan dosis pemberian kapsul vitamin A pada anak penderita Xeroftalmia

    Tabel 1 Jadwal dan dosis pemberian kapsul vitamin A

    2.

    Pemberian Obat Mata

    Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang

    menyertainya.

    Obat tetes / salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid ( tetrasiklin 1%, Kloramfenikol

    0.25-1% dan gentamisin 0.3%) diberikan pada penderita X2,X3A,X3B dengan dosis 4 x 1

    tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin 1% 3 x 1 tetes/hari.

    Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala pada mata

    menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa selama 3-5 hari hingga

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    21/27

    21

    peradangan dan iritasi mereda. Gunakan kasa yang telah dicelupkan kedalam larutan

    Nacl 0,26 dan gantilah kasa setiap kali dilakukan pengobatan. Lakukan tindakan

    pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat berhati-hati. Selalu mencuci tangan pada

    saat mengobati mata untuk menghindari infeksi sekunder, Segera rujuk ke dokter

    spesialis mata untuk mendapat pengobatan lebih lanjut.

    3. Terapi Gizi Medis

    Terapi Gizi Medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi atau

    penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi

    pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta keluarganya dapat meneruskan

    penanganan diet yang telah disusun.

    Tujuan :

    Memberikan makanan yang adekuat sesuai kebutuhan untuk mencapai status gizi

    normal.

    Memberikan makanan tinggi sumber vit. A. untuk mengoreksi kurang vitamin A.

    Syarat :

    a. Energi

    Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi sumber

    energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan bertahap mengikuti

    fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100 kalori/kg BB, 150 kalori/ kg BB

    dan 200 kalori/ kg BB.

    b. Protein

    Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan Retinol

    Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap yaitu : 1 - 1,5

    gram/ kg BB / hari ; 2 - 3 gram/ kg BB / hari dan 3 - 4 gram/ kg BB / hari

    c. Lemak

    Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal. Pemberian minyak

    kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang (MCT=Medium Chain

    Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawit yang berwarna merah dianjurkan,

    tetapi rasanya kurang enak.

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    22/27

    22

    d. Vitamin A

    Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu ikan, hati,

    susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun singkong, daun katuk,

    kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga (pepaya, mangga dan pisang raja ),

    waluh kuning, ubi jalar kuning, Jagung kuning.

    e. Bentuk makanan

    Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah mengalami

    gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.

    4. Pengobatan penyakit infeksi atau sistemik yang menyertai

    Anak-anak yang menderita xeroftalmia biasanya disertai penyakit berat antara

    lain: infeksi saluran nafas, pnemonia, campak, cacingan, tuberkulosis (TBC),diare dan

    mungkin dehidrasi. Untuk semua kasus ini diberikan terapi disesuaikan dengan

    penyakit yang diderita.

    5.

    Pemantauan dan Respon Pengobatan dengan kapsul vitamin A

    XN : Reaksi pengobatan terlihat dalam 1-2 hari setelah diberikan kapsul

    vitamin A

    XIA & XIB : Tampak perbaikan dalam 2-3 hari, dan gejala-gejala menghilang dalam

    waktu 2 minggu

    X2 : Tampak perbaikan dalam 2-5 hari, dan gejala-gejala menghilang dalam

    waktu 2-3 minggu

    X3A & X3B: Penyembuhan lama dan meninggalkan cacat mata. Pada tahap ini

    penderita harus berkonsultasi ke dokter spesialis mata Rumah

    Sakit/BKMM agar tidak terjadi kebutaan

    Rujukan

    Anak segera dirujuk ke puskesmas bila ditemukan tanda-tanda kelainan XN, X1A,

    X1B, X2

    Anak segera dirujuk ke dokter Rumah Sakit/ Spesialis Mata/BKMM bila ditemukan

    tanda-tanda kelainan mata X3A, X3B, XS

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    23/27

    23

    Gambar 11. Alur rujukan

    IX. Pencegahan

    Untuk mencegah xeroftalmia dapat dilakukan:

    1. Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor sosial budaya

    dan lingkungan dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan faktor individu)

    2.

    Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini

    3. Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara periodik, yaitu

    untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus (100.000

    SI), untuk anak balita diberikan enam bulan sekali secara serentak pada bulan

    Februari dan Agustus dengan dosis 200.000 SI.

    4.

    Mengobati penyakit penyebab atau penyerta

    5. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk

    6. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A / provitamin A

    secara terus menerus.

    7. Memberikan ASI eksklusif

    8. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    24/27

    24

    9. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi.

    Agar xeroftalmia tidak terjadi ulang diperlukan penyuluhan untuk masyarakat dan

    keluarga, karena kejadian xeroftalmia tidak lepas dari lingkungan, keadaan sosial

    ekonomi, pendidikan dan pengetahuan orang tua (terutama ibu). Beberapa kegiatan

    yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal tersebut diatas adalah :

    a. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) atau Promosi

    b. Suplementasi vitamin A

    Tabel 2. Suplementasi vitamin A

    c. Fortifikasi

    i.

    Penambahan vitamin A pada beberapa jenis makanan yang secara alami

    kandungan vitamin A-nya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh per

    harinya contohnya gandum, beras, teh, margarin

    ii.

    Ditambahkan juga mikronutrien seperti preparat besi dan seng yang membantu

    absorbsi vitamin A

    X. Prognosis

    Prognosa pada stadium XN, X1A, X1B, dan X2 adalah baik, dengan syarat :

    -

    pengobatan harus dilakukan secara dini

    Bayi berumur 6-11 bulan

    Tiap 3-6 bulan diberikan vitamin A secara oral

    dengan dosis 100.000 IU

    Anak 1-6 tahun Tiap 3-6 bulan diberikan vitamin A secara oral

    dengan dosis 200.000 IU

    Wanita menyusui Diberikan secara oral dosis tunggal sebanyak

    200.000 IU dengan waktu pemberian :

    Saat bersalin

    8 minggu pertama setelah persalinan pada

    wanita yang menyusui

    6 minggu pertama setelah persalinan pada

    wanita yang tidak menyusui

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    25/27

    25

    - pengobatan harus dilakukan dengan tepat

    Sedangkan pada stadium yang lebih lanjut dimana telah terjadi kerusakan kornea

    dan dapat menyebabkan kebutaan yang tidak dapat disembuhkan lagi, maka

    prognosisnya jauh lebih buruk.

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    26/27

    26

    BAB III

    KESIMPULAN

    Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A pada

    mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang

    berakibat kebutaan.

    Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari konsumsi

    sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh : Konsumsi makanan yang tidak

    mengandung cukup vitamin A, Bayi yang tidak diberkan ASI eksklusif, menu tidak

    seimbang , adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin , dan adanya kerusakan

    hati.

    Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata dibagi menurut klasifikasi

    WHO/USAID UNICEF/HKI/ IVACG, 1996. XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh

    kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat

    darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3. X3A

    dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yangbahkan dapat

    menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupiseluruh kornea (optic zone cornea).

  • 7/25/2019 98127794-REFERAT-xeroftalmia.pdf

    27/27

    DAFTAR PUSTAKA

    Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.

    World Health Organization. Pencegahan Kebutaan Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran:

    EGC; 1996.

    Indonesia Sehat 2010. Deteksi Dini Xeroftalmia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

    Indonesia; 2002.

    Vaughan, Daniel, dkk. Oftamologi Umum. Edisi Ke-14. Jakarta : Widya Medika. 1996.