Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
18
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM ASURANSI DI INDONESIA
A. Sejarah Asuransi di Indonesia
Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Seperti
telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini, manusia
selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti, yang mungkin
menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan
keamanan atas harta benda mereka, mengharapkan kesehatan dan kesejahteraan
tidak kurang sesuatu apa pun, namun manusia hanya dapat berusaha, tetapi Tuhan
Yang Maha Kuasa yang menentukan segalanya. Oleh karena itu, setiap insan
tanpa kecuali di alam fana ini selalu menghadapi berbagai resiko yang merupakan
sifat hakiki manusia yang menunjukkan ketidakberdayaannya dibandingkan Sang
Maha Pencipta. Kemungkinan menderita kerugian yang dimaksud sebagai
resiko.10
Sejarah mencatat bahwa masuknya kegiatan asuransi di Indonesia
mengikuti keberhasilan bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan
perdagangan di negeri jajahannya yaitu Indonesia. Pada awalnya, kegiatan
asuransi memiliki tujuan yang terbatas yaitu untuk melindungi kepentingan
Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya yang melakukan kegiatan
perdagangan dan perkebunan di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan
terhadap keberlangsungan usahanya, tentu diperlukan adanya asuransi.
10 Man S. Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Alumni,
Cetakan ke- 1, Bandung, 1997, hlm 1-2.
Universitas Sumatera Utara
19
Perkembangan kegiatan asuransi di Indonesia terbagi dalam 3 (tiga) kurun
waktu yaitu masa penjajahan, masa setelah Perang Dunia II, dan masa setelah
kemerdekaan. Pada masa penjajahan Belanda, dengan sistem monopoli yang
diterapkan mengakibatkan perkembangan kegiatan asuransi terbatas pada kegiatan
dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya.
Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh
masyarakat pribumi. Jenis asuransi yang paling berkembang pada waktu itu masih
sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan
pengangkutan.
Pada masa penjajahan Jepang, kegiatan asuransi sama sekali tidak
mengalami perkembangan. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan
perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya
perusahaan-perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris. Setelah Perang Dunia
II berakhir, perusahaan-perusahaan asuransi Belanda dan Inggris kembali
beroperasi di Indonesia dengan mendirikan suatu badan usaha asuransi kolektif
yang bernama Bataviasche Verzekerings Unie (BVU). Setelah kemerdekaan RI,
pemerintah melakukan nasionalisasi atas sejumlah asuransi termasuk Assurantie
Maatshappij De Nederlandern, sebuah perusahaan asuransi umum milik kolonial
Belanda dan Bloom Vander milik Inggris yang diubah menjadi PT. Umum
Internasional Underwriters (UIU) dan PT. Asuransi Bendasraya.
Kedua perusahaan hasil tindak lanjut nasionalisasi ini bertujuan untuk
memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat dan memperkokoh
keamanan serta perekonomian negara. Adapun kebijakan nasionalisasi tersebut
Universitas Sumatera Utara
20
dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 tahun 1958 tentang
Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda yang berada di dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui Keputusan Menteri
Keuangan No.764/MK/IV/12/1972 tertanggal 9 Desember 1972, pemerintah
Indonesia memutuskan untuk melakukan merger antara PT. Asuransi Bendasraya
dan PT. Umum Internasional Underwriters (UIU) menjadi PT Asuransi Jasa
Indonesia sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di
bidang usaha Asuransi Umum.11
Peristiwa penting lainnya yang terjadi dalam sejarah asuransi di Indonesia
pada masa setelah kemerdekaan antara lain adalah diselenggarakannya Kongres
Asuransi Nasional Seluruh Indonesia (KANSI) yang pertama pada tanggal 25-30
Kemudian pada tahun 1953, berdirilah suatu perusahaan reasuransi
profesional swasta bernama Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein) yang
disusul dengan berdirinya PT. Reasuransi Umum Indonesia (IndoRe) sebagai
perusahaan reasuransi milik pemerintah. Pada awal pemerintahan Orde Baru,
pemerintah Indonesia memberikan izin pengoperasian kembali kepada
perusahaan-perusahaan asuransi asing, yang meninggalkan Indonesia ketika
terjadinya aksi pembebasan Irian Barat (sekarang Papua) serta konfrontasi
terhadap Malaysia. Akan tetapi, hal ini hanya terbatas pada 12 perusahaan asing
dalam bidang asuransi umum, sedangkan perusahaan asuransi jiwa tetap dilarang
beroperasi di Indonesia.
11Jasindo, Riwayat Singkat. (online). Tersedia di http://jasindo.co.id/content/company-
profile/riwayat. (diakses pada tanggal 18 Nopember 2014, pukul 16.00 WIB)
Universitas Sumatera Utara
21
Nopember 1956 di Bogor. Kongres tersebut bertujuan untuk menyumbangkan
pendapat yang bermanfaat bagi perekonomian nasional, mengatasi sistem
perekonomian peninggalan kolonial, realisasi konkrit dari pembatalan Perjanjian
Konferensi Meja Bundar (KMB) dan meningkatkan kesadaran berasuransi. Hasil
Kongres tersebut melahirkan kesepakatan untuk mendirikan Dewan Asuransi
Nasional (DAI) pada tanggal 01 Pebruari 1957.
Pada awalnya anggota DAI terbatas pada perusahaan-perusahaan nasional
saja. Dinamika politik nasional membuat kegiatan DAI dibekukan dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1963 dan aktif kembali
pada 13 Juli 1967. Pada tahun 1971 DAI berubah menjadi organisasi tunggal bagi
semua perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia. Pada tahun 2002, DAI
berubah menjadi Federasi Asosiasi Perasuransian Indonesia (FAPI) yang
menaungi semua asosiasi usaha perasuransian di Indonesia menyusul pendirian
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia
(AAJI), Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI), Asosiasi Asuransi
Syariah Indonesia (AASI), dan bergabungnya Asosiasi Pialang Asuransi dan
Reasuransi Indonesia (ABAI) serta Asosiasi Adjuster Asuransi Indonesia (AAAI)
ke dalam FAPI. Di samping itu, ke-6 anggota tersebut, Asosiasi Ahli Manajemen
Asuransi Indonesia (AAMAI) dan Ikatan Eksekutif Asuransi Indonesia (ISEA)
diterima sebagai anggota kehormatan. Pada Juli 2010, disebabkan adanya kendala
Universitas Sumatera Utara
22
dalam pengesahan Anggaran Dasar FAPI, nama FAPI diganti kembali menjadi
Dewan Asuransi Indonesia (DAI). 12
B. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia
Di Indonesia, asuransi sebagai sebuah bisnis pertama kali diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Undang-
Undang ini menggantikan Ordonnantie op het Levensverzekering bedrijf
(Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101). Pelaksanaan Undang-Undang Usaha
Perasuransian ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 yang
kemudian diubah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun
1999. Setelah itu, dilakukan perubahan kedua kalinya dengan diberlakukannya
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 dan terakhir pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Ketiga Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Peraturan Pemerintah
tersebut diikuti oleh berbagai peraturan lain dibawahnya yang mengatur
pengelolaan, pembinaan, dan pengawasan bisnis asuransi di Indonesia.
Asuransi berasal dari kata verzekering (Belanda) yang berarti
pertanggungan atau asuransi. Istilah pertanggungan umum dipakai dalam literatur
hukum dan kurikulum perguruan tinggi ilmu hukum di Indonesia. Sedangkan
istilah asuransi yang berasal dari istilah assurantie (Belanda) atau insurance
(Inggris) banyak dipakai dalam praktik dunia bisnis. Bagi yang memakai istilah
Verzekering, maka perusahaan sebagai pihak penanggung disebut “verzekeraar”
12Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, Sinar Grafika, Cetakan ke2, Jakarta, 2013,
hlm 37.
Universitas Sumatera Utara
23
dan tertanggung disebut “verzekerde”. Sedangkan bagi yang menggunakan istilah
Insurance, maka pihak penanggung disebut “the insurer” dan pihak tertanggung
disebut “ the insured”.
Dari istilah-istilah tersebut lahirlah istilah hukum pertanggungan atau
hukum asuransi. Dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht dan dalam
bahasa Inggris disebut Insurance Law. Pada praktiknya di masyarakat istilah
asuransi lebih populer dan lebih sering digunakan jika dibandingkan dengan
istilah pertanggungan. Dengan menyebutkan asuransi masyarakat dapat langsung
mengerti apa maksud dari istilah tersebut, sedangkan istilah pertanggungan masih
memerlukan penjelasan lebih lanjut agar masyarakat awam paham akan istilah
yang dimaksud.
Dalam membicarakan asuransi, maka terdapat beraneka ragam pendapat
para sarjana. Menurut Wirjono Prodjodikoro, asuransi berarti pertanggungan.
Dalam asuransi terlibat dua pihak, yang satu sanggup akan menanggung atau
menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian,
yang mungkin akan diderita selaku akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum
tentu akan terjadinya atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.13
Selanjutnya, D. Sutanto mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
asuransi adalah peniadaan resiko kerugian yang datangnya tak terduga
sebelumnya yang menimpa seseorang dengan cara menggabungkan sejumlah
besar orang atau manusia yang menghadapi resiko yang sama dan mereka itu
13 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Intermasa, Jakarta, 1982, hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
24
membayar premi yang besarnya cukup untuk menutup kerugian yang mungkin
menimpa orang diantara mereka.14
Masih mengenai pengertian asuransi, Santoso Poejosubroto memberikan
definisi asuransi pada umumnya adalah perjanjian timbal balik dalam mana pihak
penanggung dengan mana menerima premi, mengikatkan dirinya untuk
memberikan pembayaran kepada pengambil asuransi atau orang yang di tunjuk,
karena terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti disebutkan dalam perjanjian
baik karena pengambil asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang
disebabkan oleh peristiwa tadi mengenai hidup kesehatan atau validitet seorang
penanggung.
15
1. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
Pengertian asuransi beserta pengaturannya diatur dalam beberapa
peraturan yang merupakan dasar hukum pelaksanaan asuransi di Indonesia, antara
lain yaitu:
Pengaturan mengenai asuransi pada umumnya dalam KUHD terdapat di
dalam Buku I Bab 9 dan Bab 10, dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 yang
pengaturannya sebagai berikut:16
14 D. Sutanto, Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi Jiwa, Yayasan
Darmasiswa Bumi Putera 1912, Jakarta, 1995, hlm. 1. 15 Santoso Poejosubroto, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di
Indonesia, Barata, Jakarta, 1969, hlm. 82. 16Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Cetakan ke-2, Medan, 2005, hlm 5.
Buku I Bab 9 : mengatur tentang Asuransi pada umumnya.
Buku I Bab 10 : mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran, terhadap
Universitas Sumatera Utara
25
bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah dan
tentang asuransi jiwa.
Buku I Bab 10 ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu :
− Bagian pertama : mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran.
− Bagian kedua : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam
hasil- hasil pertanian di sawah.
− Bagian ketiga : mengatur asuransi jiwa.
Buku II Bab 9 : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya-
bahaya perbudakan.
Buku II Bab 9 ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu :
− Bagian pertama : mengatur tentang bentuk dan isi asuransi.
− Bagian kedua : mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang
diasuransikan.
− Bagian ketiga : mengatur tentang awal dan akhir bahaya.
− Bagian keempat : mengatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban penanggung
dan tertanggung.
− Bagian kelima : mengatur tentang abandonnemen.
− Bagian keenam : mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar di
dalam asuransi laut.
Buku II Bab 10 : mengatur tentang asuransi terhadap bahaya-bahaya
pengangkutan di darat dan sungai-sungai serta perairan
pedalaman.
Universitas Sumatera Utara
26
Dalam Pasal 246 KUHD disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tidak pasti.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa asuransi merupakan suatu
perikatan timbal balik antara penanggung yang memberikan jaminan dan dengan
tertanggung yang memberikan imbalan pembayaran premi asuransi. Pengertian
dalam Pasal 246 KUHD tersebut hanya mengatur penggantian kerugian kepada
tertanggung dimana objeknya adalah harta kekayaan sehingga asuransi jiwa
tidaklah termasuk dalam rumusan Pasal 246 KUHD, karena jiwa manusia
bukanlah harta kekayaan. Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi hal-hal
berikut ini:
a. Asas-asas asuransi
b. Perjanjian asuransi
c. Unsur-unsur asuransi
d. Syarat-syarat asuransi
e. Jenis-jenis asuransi
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 memberikan pengertian asuransi
secara lengkap, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 yang
menyatakan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
27
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua)
pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan.”
Rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ternyata
lebih luas jika dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 KUHD karena tidak
hanya melingkupi asuransi kerugian, tetapi juga asuransi jiwa. Dengan demikian,
objek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan, tetapi juga jiwa/raga manusia.
Untuk memahami lebih lanjut , berikut ini disajikan perbandingan antara rumusan
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dan Pasal 246 KUHD : 17
1. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi asuransi
kerugian dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh kalimat
“penggantian karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang
diharapkan. Asuransi jiwa dibuktikan oleh bagian kalimat “memberikan
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang”.
Bagian ini tidak ada dalam definisi Pasal 246 KUHD.
17 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Cetakan
ke-4, Bandung, 2006, hlm11-12.
Universitas Sumatera Utara
28
2. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 secara eksplisit
meliputi juga asuransi untuk kepentingan pihak ketiga. Hal ini terdapat
dalam bagian kalimat “ tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga”.
Bagian ini tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD.
3. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi objek
asuransi berupa benda, kepentingan yang melekat atas benda, sejumlah
uang dan jiwa manusia. Objek asuransi berupa jiwa manusia tidak terdapat
dalam definisi Pasal 246 KUHD.
4. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi evenemen
berupa peristiwa yang menimbulkan kerugian pada benda objek asuransi
dan peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang
tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD.
Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun
1992 terdiri dari 13 (tiga belas) bab dan 28 (dua puluh delapan) pasal dengan
rincian substansi sebagai berikut :18
a. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan:
1) Usaha asuransi, dan
2) Usaha penunjang asuransi.
b. Jenis usaha perasuransian sebagai meliputi:
1) Usaha asuransi terdiri dari: asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan
reasuransi.
18 Ibid, hlm 18-19.
Universitas Sumatera Utara
29
2) Usaha penunjang asuransi terdiri dari: pialang asuransi, pialang
reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria, dan agen
asuransi.
c. Perusahaan Perasuransian meliputi:
1) Perusahaan Asuransi Kerugian.
2) Perusahaan Asuransi Jiwa.
3) Perusahaan Reasuransi.
4) Perusahaan Pialang Asuransi.
5) Perusahaan Pialang Reasuransi.
6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.
7) Perusahaan Konsultan Aktuaria.
8) Perusahaan Agen Asuransi.
d. Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari:
1) Perusahaan Perseroan (Persero).
2) Koperasi.
3) Perseroan Terbatas.
4) Usaha Bersama (mutual).
e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh:
1) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia.
2) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama
dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
f. Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
30
g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri
Keuangan mengenai:
1) Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan
Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi.
2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha.
h. Kepailitan dan likuidasi Perusahaan Asuransi melalui keputusan
Pengadilan Niaga.
i. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi:
1) Sanksi pidana karena kejahatan: menjalankan usaha perasuransian
tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan
Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, menerima atau menadah atau
membeli kekayaan Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan
dokumen Perusahaan Asuransi, Reasuransi.
2) Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif,
peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha
perusahaan.
3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Menurut KUHPerdata, perjanjian asuransi diklasifikasi sebagai
perjanjian untung-untungan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1774 sebagai
berikut: Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak,
bergantung dari suatu kejadian yang belum tentu.
Demikian adalah:
Universitas Sumatera Utara
31
Perjanjian pertanggungan;
Bunga cagak hidup;
Perjudian dan pertaruhan,
Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Meskipun asuransi dan perjudian ditempatkan dalam pasal yang sama
sebagai perjanjian untung-untungan, namun antara kedua perbuatan itu terdapat
perbedaan yang prinsipil. Menurut Sri Rejeki Hartono, penggolongan perjanjian
asuransi secara umum oleh KUHPerdata sebagai salah satu bentuk perjanjian
sama sekali tidak tepat dan bertentangan dengan prinsip-prinsip perjanjian
asuransi. Alasannya yaitu karakteristik perjanjian untung-untungan adalah
berdasarkan kemungkinan yang sangat bersifat spekulatif dengan tujuan utama
hanya kepentingan keuangan, sementara perjanjian asuransi pada dasarnya
mempunyai tujuan yang lebih pasti, yaitu memperalihkan resiko yang sudah ada
yang berkaitan pada kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada dalam
posisi yang sama. 19
Dapat dikatakan bahwa asuransi yang pada dasarnya berisikan hak dan
kewajiban para pihak sebagai akibat dari perjanjian pengalihan dan penerimaan
resiko oleh para pihak, merupakan objek hukum perdata. Namun apabila tidak
ditentukan lain dalam KUHD sebagai suatu ketentuan yang bersifat khusus, maka
asuransi sebagai sebuah perjanjian harus tunduk kepada KUHPerdata.
19 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta,
2008, hlm 81.
Universitas Sumatera Utara
32
4. Peraturan Perundang-Undangan Lain
Di samping ketiga peraturan di atas, asuransi juga diatur dalam beberapa
perauran perundang-undangan lainnya, antara lain yaitu:
a) Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian
b) Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 1988 Tentang Usaha di Bidang
Asuransi Kerugian.
c) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1249 Tahun 1988 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Usaha di Bidang Asuransi
Kerugian.
d) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423 Tahun 2003 Tentang
Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
e) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 425 Tahun 2003 Tentang Perizinan
dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
f) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426 Tahun 2003 Tentang Perizinan
Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
C. Subjek dan Objek Asuransi
1. Subjek Asuransi
Untuk mengetahui subjek hukum asuransi atau pihak-pihak yang terlibat
dalam asuransi, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari subjek
hukum itu sendiri sebab asuransi juga sama halnya dengan perjanjian lainnya
Universitas Sumatera Utara
33
dimana salah satu sahnya perjanjian tersebut harus dibuat oleh pihak–pihak yang
memenuhi kriteria sebagai subjek hukum yaitu cakap hukum.
Subjek hukum itu sendiri adalah segala sesuatu pendukung hak dan
kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan hukum. Jadi, setiap subjek hukum
mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum, salah satunya
ialah mengadakan perjanjian. Pada dasarnya, manusia dikatakan sebagai subjek
hukum pada saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Bahkan
seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya dapat dikatakan
sebagai subjek hukum bilamana kepentingannya mengkehendaki.20
Walaupun menurut hukum, setiap orang tiada terkecuali dapat memiliki
hak-hak, akan tetapi di dalam hukum tidaklah semua orang diperbolehkan
bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak-haknya itu. Ada beberapa golongan
orang yang oleh hukum telah dinyatakan “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk
bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum (mereka disebut
handelingsonbekwaam), tetapi mereka harus diwakili atau dibantu orang lain.
21
a. Orang yang masih di bawah umur (belum dewasa) atau belum mencapai
usia 21 tahun.
Mereka yang oleh hukum dinyatakan tidak cakap hukum atau tidak cakap
bertindak di dalam hukum yaitu:
b. Orang yang tidak sehat pikirannya, pemabuk dan pemboros yaitu mereka
yang berada di bawah pengampuan.
20 Lihat Pasal 2 KUHPerdata 21 C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Cetakan ke-12, Jakarta, 2002, hlm 118.
Universitas Sumatera Utara
34
Menurut Pasal 246 KUHD, salah satu unsur asuransi yang termuat dalam
definisi asuransi yaitu adanya subjek asuransi. Adapun pihak-pihak yang
berkedudukan sebagai subjek asuransi yang dimaksud dalam Pasal 246 KUHD
tersebut, antara lain yaitu:
a. Pihak Tertanggung
Pihak Tertanggung sebagai orang–orang yang berkepentingan
mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban
untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur–
angsur, dengan tujuan akan mendapat penggantian atas kerugian yang
mungkin akan dideritanya akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu
akan terjadi.
b. Pihak Penanggung
Pihak Penanggung adalah pihak terhadapnya resiko tersebut dialihkan,
yang seharusnya dipikul sendiri oleh tertanggung karena menderita suatu
kerugian atas suatu peristiwa yang tidak tentu. Resiko ini hanya dialihkan
kepada penanggung bila adanya premi yang diberikan oleh tertanggung.
Jadi, dengan adanya premi ini, pihak penanggung mengikatkan dirinya
untu menanggung resiko yang seharusnya ditanggung oleh pihak
tertanggung.
Namun, dari defenisi asuransi yang diberikan oleh KUHD dan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992, terdapat perbedaan yaitu KUHD menyebutkan
bahwa asuransi hanyalah melibatkan 2 pihak saja yaitu penanggung (perusahaan
asuransi) dan juga pihak tertanggung (yang membayar premi asuransi).
Universitas Sumatera Utara
35
Sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 menyebutkan bahwa perjanjian
asuransi tidak hanya melibatkan 2 pihak saja (penanggung dan tertangung) tetapi
juga melibatkan pihak ketiga dalam hal pertanggungjawaban hukum.
Lebih lanjut dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992 disebutkan bahwa usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan
hukum yang berbentuk:
a. Perusahaan Perseroan (Persero)
b. Koperasi
c. Perseroan Terbatas (PT)
d. Usaha Bersama (Mutual)
Dengan kata lain, bahwa penanggung harus berstatus badan hukum yang
berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero), Koperasi, Perseroan Terbatas (PT)
atau Usaha Bersama (Mutual). Sedangkan tertanggung dapat berstatus
perseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik sebagai perusahaan maupun
bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak yang
berkepentingan atas harta benda yang diasuransikan.
2. Objek Asuransi
Benda asuransi adalah benda yang menjadi objek perjanjian asuransi
(object of insurance). Benda asuransi adalah harta kekayaan yang mepunyai nilai
ekonomi, yang dapat dihargai dengan sejumlah uang. Benda asuransi selalu
berwujud, misalnya gedung pertokoan, rumah, kapal. Benda asuransi selalu
diancam bahaya atau peristwa yang terjadinya itu tidak pasti. Ancaman bahaya itu
Universitas Sumatera Utara
36
mungkin terjadi yang mengakibatkan benda asuransi dapat rusak, hilang, musnah
atau berkurang nilainya.22
22 Abdulkadir Muhammad, op.cit, hlm 87.
Objek asuransi diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992. Undang-undang ini menyebutkan bahwa objek asuransi adalah benda
dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum serta semua
kepentingan lainnnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa objek asuransi tidak
selamanya harus berwujud, tetapi ada juga objek asuransi jumlah yang bukan
berupa benda melainkan jiwa atau raga manusia yang terancam peristiwa
penyebab kematian atau kecelakaan.
Objek asuransi jumlah tersebut tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi
sejumlah uang diberikan oleh penanggung sebagai santunan apabila peristiwa
yang mengancam jiwa dan raga tertanggung terjadi. Penetapan sejumlah uang
santunan tersebut hanya untuk tujuan praktis, yaitu untuk memudahkan
perhitungan pembayaran santunan yang jumlahnya sudah diatur sebelumnya
dalam perjanjian asuransi tersebut ataupun dalam undang-undang.
Objek asuransi dikenal pula dengan sebutan “kepentingan”. Kepentingan
merupakan unsur penting dalam perjanjian asuransi sesuai dengan yang telah
diatur dalam Pasal 250 KUHD, dimana disebutkan bahwa apabila pada waktu
diadakannya pertanggungan, seorang tertanggung tidak mempunyai suatu
kepentingan atas benda yang dipertanggungkan itu, maka penanggung tidak
berkewajiban memberi ganti rugi.
Universitas Sumatera Utara
37
Mengingat pentingnya unsur kepentingan sebagai objek dalam suatu
perjanjian asuransi, maka dalam Pasal 268 KUHD juga mengatur mengenai
kriteria dari kepentingan dalam suatu perjanjian asuransi, Kriteria tersebut antara
lain:
a. Harus ada dalam setiap asuransi (sebagaimana dimaksud dalam Pasal
250);
b. Harus dapat dinilai dengan uang;
c. Harus diancam oleh bahaya;
d. Harus tidak dikecualikan oleh undang-undang, artinya tidak bertentangan
dengan ketertiban umum atau kesusilaan.
Tidak adanya kepentingan dapat mengakibatkan tertanggung tidak
berhak menuntut penanggung atas pembayaran ganti rugi apabila peristiwa yang
diperjanjikan terjadi, walaupun tertanggung telah membayar premi kepada
penanggung. Dengan kata lain, setiap asuransi yang diadakan tanpa adanya
kepentingan tertanggung dianggap tidak pernah ada sehingga tidak ada hak dan
kewajiban yang ditimbulkan oleh asuransi tersebut.
D. Tujuan, Fungsi dan Sifat Asuransi
1. Tujuan Asuransi
Tujuan dari semua asuransi ialah menutup semua kerugian diderita selaku
akibat dari suatu peristiwa yang bersangkutan dan yang belum dapat ditentukan
semula akan terjadi atau tidak. 23
23 Wirjono Prodjodikoro, op.cit, hlm 4.
Universitas Sumatera Utara
38
Menurut Abdulkadir Muhammad, tujuan asuransi secara umum antara
lain sebagai berikut: 24
a. Teori Pengalihan Resiko
Menurut teori pengalihan resiko (risk transfer theory), tertanggung
menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya
atau terhadap jiwanya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya
merasa berat memikul beban resiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Untuk mengurangi atau menghilangkan beban resiko tersebut, pihak
tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia
mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar
kontra prestasi yang disebut premi
Sehingga dapat dikatakan bahwa tertanggung mengadakan asuransi
dengan tujuan mengalihkan resiko yang mengancam harta kekayaan atau
jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi
(penanggung), sejak itu pula resiko beralih kepada penanggung.
b. Pembayaran Ganti Kerugian
Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu
sungguh-sungguh terjadi. Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi
peristiwa yang menimbulkan kerugian (resiko berubah menjadi kerugian),
maka pada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian
seimbang dengan jumlah asuransinya.
24 Abdulkadir Muhammad, op.cit, hlm 12-16.
Universitas Sumatera Utara
39
Dalam praktiknya kerugian yang ditimbulkan itu bersifat sebagian
(partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan
demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk
memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh
dideritanya. Kerugian yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian
kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung.
Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila
dalam jangka waktu asuransi terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan
yang menimpa diri tertanggung, maka penanggung akan membayar jumlah
asuransi yang telah disepakati bersama seperti tercantum dalam polis.
Jumlah asuransi yang disepakati itu merupakan dasar perhitungan premi
dan untuk memudahkan penanggung membayar sejumlah uang akibat
terjadinya peristiwa kematian atau kecelakaan. Jadi, pembayaran sejumlah
uang itu bukan sebagai ganti kerugian, karena jiwa atau raga manusia
bukan harta kekayaan dan tidak dapat dinilai dengan uang.
c. Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan
perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary
insurance). Akan tetapi, undang-undang mengatur asuransi yang bersifat
wajib (compulsory insurance), artinya tertanggung terikat dengan
penanggung karena perintah undang-undang, bukan karena perjanjian.
Asuransi sejenis ini disebut asuransi sosial (social security
insurance). Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari
Universitas Sumatera Utara
40
ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan atau cacat tubuh.
Dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung
berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya. Tertanggung yang
membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada suatu
hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang, misalnya
hubungan kerja, dan penumpang angkutan umum.
Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk
undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan
mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.
d. Kesejahteraan Anggota
Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan
membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu
berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan
berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang
mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung),
perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota
(tertanggung) yang bersangkutan.
Penyetoran uang iuran oleh anggota perkumpulan (semacam premi
oleh tertanggung) merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan
anggotanya atau untuk mengurus kepentingan anggotanya, misalnya
bantuan biaya upacara bagi anggota yang mengadakan selamatan, bantuan
biaya penguburan bagi anggota yang meninggal dunia, dan biaya
perawatan bagi anggota yang mengalami kecelakaan atau sakit.
Universitas Sumatera Utara
41
Asuransi kesejahteraan seperti ini lebih sesuai apabila dikelola oleh
perkumpulan Koperasi atau Usaha Bersama karena sesuai benar dengan
asas dan tujuan kedua badan hukum tersebut.
2. Fungsi Asuransi
Disamping sebagai bentuk pengendalian risiko (secara finansial), asuransi
juga memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi
sebagai berikut:25
a. Fungsi Utama (Primer)
1) Pengalihan Resiko
Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko atau
kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer”
kepada satu atau beberapa penanggung (a risk transfer mechanism).
Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang berupa kemungkinan
terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan
berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti (certainty) merubah kerugian
menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.
2) Penghimpun Dana
Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang
akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang
dihimpun tersebut berupa premi atau biaya asuransi yang dibayar oleh
25Asuransi Binagriya, Fungsi dan Tujuan Asuransi. (online). Tersedia di
http://asuransibinagriya.blogspot.com/2011/11/disamping-sebagai-bentuk-pengendalian.html,
(diakses pada tanggal 25 Nopember 2014, pukul 15.00 WIB)
Universitas Sumatera Utara
42
tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana
tersebut berkemang, yang kelak akan akan dipergunakan untuk membayar
kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.
3) Premi Seimbang
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang
dilakukan oleh masing–masing tertanggung adalah seimbang dan wajar
dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung
(equitable premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan
tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarif premi (rate of premium)
dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.
b. Fungsi Tambahan (Sekunder)
1) Export Terselubung (invisible export)
Sebagai penjualan terselubung komoditas atau barang-barang
tak nyata (intangible product) keluar negeri.
2) Perangsang Pertumbuhan Ekonomi (stimulus ekonomi)
Adalah untuk merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian,
pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial dan sebagai tabungan.
3) Sarana tabungan investasi dana dan invisible earnings.
4) Sarana pencegah dan pengendalian kerugian.
3. Sifat Asuransi
Asuransi atau pertanggungan di Indonesia sebenarnya berasal dari Hukum
Barat, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya. Asuransi sebagai bentuk
Universitas Sumatera Utara
43
hukum di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut:26
a. Sifat Perjanjian
Semua asuransi berupa perjanjian tertentu, yaitu suatu pemufakatan
antara dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu tujuan,
dimana seorang atau lebih berjanji terhadap seorang lain atau lebih (Pasal
1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
b. Sifat Timbal Balik
Persetujuan asuransi atau pertanggungan merupakan suatu
persetujuan timbal balik (Wederkerige Overeenkomst), yang berarti bahwa
masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain.
Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak
penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada
pihak terjamin, apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.
c. Sifat Konsensual
Persetujuan asuransi atau pertangungan merupakan suatu
persetujuan yang bersifat konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk
dengan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak.
d. Sifat Perkumpulan
Jenis asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeniging) adalah
asuransi saling menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku
anggota. Asuransi seperti ini disebutkan dalam pasal 286 KUHD yang
26 Wirjono Prodjodikoro, op.cit, hlm 10.
Universitas Sumatera Utara
44
menyatakan bahwa asuransi itu takluk pada persetujuannya dan
peraturannya.
Perkumpulan asuransi diatur dalam Pasal 1635, 1654 dan 1655
KUHPerdata, yang dapat disimpulkan bahwa perkumpulan asuransi saling
menjamin merupakan “Zadelijk Lichaam” yang artinya asuransi dalam
masyarakat dapat bertindak selaku orang dan dapat mengadakan segala
perhubungan hukum dengan orang lain secara sah.
Perkumpulan asuransi dapat bertindak ke dalam dan ke luar, yaitu
ke dalam dapat mengadakan persetujuan asuransi dengan para anggota
selaku terjamin, dan ke luar dengan perbuatan hukum lainnya, persetujuan
ini takluk pada ketentuan KUHD, baik dengan anggota sendiri maupun
dengan orang lain.
e. Sifat Perusahaan
Asuransi yang mengatur sifat perusahaan adalah asuransi secara
premi dimana diadakan antara pihak penjamin dan pihak terjamin, tanpa
ikatan hukum diantara terjamin dengan orang lain yang juga menjadi pihak
terjamin terhadap si penjamin.
Dalam hal ini pihak penjamin biasanya bukan seorang individu,
melainkan suatu badan yang bersifat perusahaan, yang memperhitungkan
untung rugi dalam tindakannya.
Universitas Sumatera Utara
45
Selain itu, Emmy Pangaribuan mengemukakan bahwa sifat-sifat asuransi
atau pertanggungan yang terkandung dalam Pasal 246 KUHD, ialah:27
a. Bahwa pertanggungan itu pada asasnya adalah suatu perjanjian
penggantian kerugian (schadevergoeding atau indemniteitscontract).
Dalam hal ini jelas bahwa penanggung mengikatkan diri untuk
mengganti kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan
yang diganti itu seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh
diderita.
b. Bahwa pertanggungan itu adalah suatu perjanjian bersyarat, artinya
bahwa kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan
kalau peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan
itu terjadi. Jadi pelaksanaan kewajiban mengganti rugi digantungkan
pada satu syarat.
c. Pertanggungan adalah suatu perjanjian timbal balik, artinya: bahwa
kewajiban penanggung mengganti rugi di hadapkan dengan kewajiban
tertanggung membayar premi walaupun dengan pengertian bahwa
kewajiban membayar premi itu tidak bersyaratan atau tidak
digantungkan pada satu syarat.
d. Bahwa kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa
tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan. Di sini harus
terdapat hubungan sebab dan akibat di antara peristiwa dan kerugian.
27 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya,
Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1990, hlm 22-24.
Universitas Sumatera Utara
46
E. Penggolongan Jenis Asuransi
Jenis usaha perasuransian menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
meliputi Usaha Asuransi dan Usaha Penunjang Usaha Asuransi. Usaha Asuransi
dikelompokkan ke dalam 3 jenis, antara lain yaitu :
a. Usaha Asuransi Kerugian yang memberikan jasa dalam
penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari
peristiwa yang tidak pasti. Perusahaan Asuransi Kerugian hanya dapat
menyelenggrakan usaha dalam bidang asuransi kerugian, termasuk
reasuransi.
b. Usaha Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan
resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan. Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat
menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas, serta menjadi
pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
c. Usaha Reasuransi yang memberikan jasa dalam pertangunggan ulang
terhadap resiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan
atau Perusahaan Asuransi Jiwa. Perusahaan Reasuransi ini hanya dapat
menyelenggarakan usaha pertangunggan ulang.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan
asuransi hanya dapat menjalankan jenis usaha asuransi yang telah ditetapkan,
Universitas Sumatera Utara
47
sehingga tidak ada perusahaan asuransi yang menjalankan usaha asuransi kerugian
dan usaha asuransi jiwa secara sekaligus. Demikian juga halnya dengan
Perusahaan Reasuransi yang tidak dimungkinkan untuk menjalankan usaha
asuransi kerugian maupun usaha asuransi jiwa, artinya hanya dapat menjalankan
usaha asuransi ulang.
Sama halnya dengan Usaha Asuransi, Usaha Penunjang Usaha Asuransi
juga terdiri dari beberapa jenis usaha, yaitu:
a. Usaha Pialang Asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi
dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung. Perusahaan Pialang
Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak
mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan
kontrak asuransi.
b. Usaha Pialang Reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi
reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha
dengan bertindak mewakili perusahaan asuransi dalam rangka
transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi.
c. Usaha Penilai Kerugian Asuransi yang memberikan jasa penilaian
terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi hanya dapat menyelenggarakan
Universitas Sumatera Utara
48
usaha jasa penilaian kerugian atas kehilangan atau kerusakan yang
terjadi pada objek asuransi kerugian.
d. Usaha Konsultan Aktuaria yang memberikan jasa konsultasi aktuaria.
Perusahaan Konsultan Aktuaria hanya dapat menyelenggarakan usaha
jasa di bidang aktuaria.
e. Usaha Agen Asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama tertanggung.
Perusahaan Agen Asuransi hanya dapat memberikan jasa pemasaran
asuransi bagi satu perusahaan asuransi yang memiliki izin usaha dari
Menteri.
F. Berakhirnya Asuransi
Sebelum membahas mengenai berakhirnya asuransi, dimana yang
dimaksud oleh penulis adalah suatu perjanjian asuransi, maka ada baiknya penulis
membahas mengenai terjadinya perjanjian asuransi terlebih dahulu. Sebagaimana
kita ketahui bahwa setelah perjanjian asuransi dibuat oleh pihak tertanggung
dengan pihak penanggung, maka perjanjian itu otomatis mengikat kedua belah
pihak. Mengenai terjadinya asuransi kita dapat mempelajarinya melalui 2 (dua)
teori perjanjian yang terkenal dalam ilmu hukum. Kedua teori perjanjian tersebut
antara lain, yaitu :
1. Teori Tawar-Menawar (Bargaining Theory)
Menurut teori ini, setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua pihak
apabila penawaran (offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan penerimaan
(acceptance) oleh pihak lainnya dan sebaliknya. Ketika ada kecocokan atau
Universitas Sumatera Utara
49
kesesuaian antara penawaran dengan penerimaan di antara para pihak maka
diharapkan akan menciptakan kesepakatan kedua belah pihak untuk mengadakan
perjanjian.
Keunggulan teori ini adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan
kesepakatan yang dicapai oleh kedua belah pihak, dimana dalam asuransi kedua
belah pihak yaitu penanggung dan tertanggung. Sedangkan kelemahan dari teori
ini adalah adanya ketimpangan kedudukan, dimana penanggung selalu
berkedudukan lebih kuat daripada tertanggung karena penanggung lebih
mengetahui mengenai resiko dan kerugian akibat peristiwa tidak pasti (evenemen)
yang mungkin terjadi.
Meskipun penawaran dan penerimaan dalam suatu perjanjian tidak diatur
secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, tetapi kesepakatan
yang merupakan hasil dari tawar-menawar tersebut ada diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata sebagai salah satu syarat sah perjanjian. Sehingga unsur tawar-
menawar dalam teori ini dapat diterima sebagai faktor terjadinya suatu perjanjian
termasuk juga perjanjian asuransi.
2. Teori Penerimaan (Acceptance Theory)
Menurut teori penerimaan, terjadinya perjanjian bergantung pada kondisi
konkret yang dibuktikan oleh perbuatan nyata (menerima) atau dokumen
perbuatan hukum (bukti menerima). Melalui perbuatan nyata atau dokumen
perbuatan hukum, baru dapat diketahui saat terjadinya perjanjian, yaitu tempat,
hari, dan tanggal penerimaan itu dilakukan atau dokumen sebagai bukti
penerimaan itu ditandatangani oleh para pihak.
Universitas Sumatera Utara
50
Berdasarkan teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat
para pihak pada saat penawaran penanggung sungguh-sungguh diterima oleh
tertanggung. Sungguh-sungguh diterima artinya tertanggung menerima
keseluruhan penawaran tertulis dari penanggung walaupun ia belum membaca
atau mengerti isi dari penawaran tersebut dan penerimaan itu dibuktikan oleh
tindakan nyata tertanggung, biasanya dengan menandatangani suatu pernyataan
yang telah disediakan oleh penanggung yang disebut nota persetujuan (cover
note). Kemudian berdasarkan nota persetujuan tersebut, penanggung membuat
suatu akta perjanjian asuransi yang disebut polis asuransi.
Keunggulan teori ini adalah saat terjadi dan mengikatnya perjanjian bagi
para pihak dapat diketahui dengan jelas dan pasti sehingga mulai dipenuhinya
kewajiban dan akibat hukumnya dapat dipastikan. Sedangkan kelemahan teori ini
yaitu, setelah pihak tertanggung menyatakan penerimaan dan menandatangani
nota persetujuan tersebut maka ia wajib menerima segala konsekuensi yuridis
yang tertera dalam nota tersebut meskipun tertanggung sendiri tidak memahami
isinya.
Berdasarkan kedua teori di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi sudah
terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, bahkan
sebelum polisnya ditandatangani.28
28 Lihat Pasal 257 KUHD
Hak dan kewajiban tertanggung dan
penanggung timbul sejak kesepakatan berdasarkan nota persetujuan. Meskipun
demikian, keberadaan polis sangat penting yaitu sebagai alat bukti tertulis untuk
membuktikan bahwa asuransi telah terjadi.
Universitas Sumatera Utara
51
Untuk membuktikan telah terjadi kesepakatan antara tertanggung dan
penanggung, undang-undang mengahruskan pembuktian dengan alat bukti tertulis
berupa akta yang yang disebut polis. Akan tetapi, apabila polis belum dibuat,
pembuktian dilakukan dengan catatan, nota, surat perhitungan, telegram, dan
sebagainya.
Selanjutnya mengenai berakhirnya suatu perjanjian asuransi, ada 4 (empat)
hal yang menjadi faktor penyebab berakhirnya perjanjian asuransi, antara lain
sebagai berikut:
1. Karena Terjadi Evenemen
Seperti yang kita ketahui, bahwa dalam asuransi terdapat resiko yaitu
adanya peristiwa yang tidak pasti (evenemen) yang mengancam objek asuransi
itu sendiri, sehingga tertanggung memutuskan untuk mengalihkannya melalui
asuransi. Dalam asuransi kerugian, evenemen yang menjadi beban penanggung
yaitu peristiwa yang mengakibatkan objek asuransi rusak, hilang, musnah atau
berkurang nilainya. Sedangkan dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang
menjadi beban penanggung adalah meninggalnya tertanggung.
Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa-
peristiwa diatas, maka penanggung berkewajiban membayar ganti rugi atau uang
santunan kepada tertanggung atau pihak lain yang ditunjuk oleh tertanggung
sebagai ahli warisnya. Sejak penanggung membayar ganti rugi atau uang santunan
tersebut, sejak itu pula asuransi berakhir. Sesuai dengan hukum perjanjian
menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila
prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi, maka asuransi yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
52
perjanjian dinyatakan berakhir sejak terjadinya evenemen yang diikuti dengan
pelunasan klaim oleh penanggung.
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi tidak selamanya evenemen yang menjadi beban
penanggung terjadi dalam jangka waktu yang diperjanjikan, karena adakalanya
evenemen tersebut tidak terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu
asuransi. Jadi, evenemen bukan satu-satunya faktor penentu berakhirnya asuransi,
melainkan asuransi juga berakhir apabila jangka waktu berlakunya asuransi
tersebut telah habis. Apabila jangka waktu berlaku asuransi itu habis tanpa terjadi
evenemen, maka beban risiko penanggung berakhir.
Akan tetapi, dalam perjanjian asuransi biasanya ditentukan bahwa
penanggung akan mengembalikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila
sampai jangka waktu asuransi berakhir tidak terjadi evenemen. Oleh karena itu,
asuransi berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi berakhir diikuti dengan
pengembalian sejumlah uang kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
Berakhirnya asuransi dapat disebabkan oleh gugurnya perjanjian asuransi
tersebut, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 306 KUHD yang menyatakan
bahwa “Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi
ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak
dapat mengetahui tentang kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain”.
Kata “kecuali jika diperjanjikan lain” dinilai memberikan peluang bagi para pihak
Universitas Sumatera Utara
53
untuk mengadakan perjanjian asuransi yang menyimpang dari aturan tersebut
yang bertujuan untuk tetap mengesahkan perjanjian asuransi tersebut dan agar
jangan sampai perjanjian asuransi tersebut gugur.
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu
berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan
pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung
sendiri. Pembatalan asuransi dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun
sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum
premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi
dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), maka disinilah
timbul masalah. Sebagaimana perjanjian pada umumnya, penyelesaian masalah
yang timbul dalam perjanjian asuransi bergantung juga pada kesepakatan pihak-
pihak yang dicantumkan dalam polis.
Universitas Sumatera Utara