23
BAB IV PERMASALAHAN PERKEMBANGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR Meskipun anak usia sekolah dasar pada umumnya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tetapi beberapa di antaranya mengalami hambatan dan hambatan ini seringkali menyebabkan terjadinya berbagai masalah atau kesulitan. Beberapa permasalahan umum yang mungkin dialami oleh anak- anak usia sekolah dasar, antara lain adalah gangguan fisik, kekurangan nutrisi, gangguan makan, gangguan kepribadian, gangguan pembuangan, luka tubuh, ketakutan, kecemasan, kekerasan seksual, gangguan tidur, gangguan sosial, depresi, dan berbagai bentuk gangguan perilaku (Berk, 1996; Nelson & Israeli, 1984). Berbagai permasalahan perkembangan tersebut, menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, lebih banyak ditemukan pada siswa-siswa dari kalangan sosial ekonomi menengah ke bawah. Gejala ini barangkali beralasan karena orang tua (keluarga) dengan kesulitan ekonomi (finansial) cenderung kurang memperhatikan masalah nutrisi dan kesehatan. Banyak anak dari keluarga tidak mampu sering kekurangan nutrisi dan kurang mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Kondisi seperti itu juga banyak ditemukan pada beberapa keluarga di Indonesia. Berikut adalah deskripsi singkat dari berbagai gangguan atau masalah tersebut. A. Gangguan Fisik Bentuk gangguan fisik yang banyak ditemukan pada siswa sekolah dasar adalah gangguan penglihatan, pendengaran, dan 1

Web view... itu benar-benar menyebabkan kesulitan belajar yang serius bagi anak. ... kasus-kasus penelantaran anak sehingga anak ... kembang anak SD

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IV

PERMASALAHAN PERKEMBANGAN

PADA SISWA SEKOLAH DASAR

Meskipun anak usia sekolah dasar pada umumnya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tetapi beberapa di antaranya mengalami hambatan dan hambatan ini seringkali menyebabkan terjadinya berbagai masalah atau kesulitan. Beberapa permasalahan umum yang mungkin dialami oleh anak-anak usia sekolah dasar, antara lain adalah gangguan fisik, kekurangan nutrisi, gangguan makan, gangguan kepribadian, gangguan pembuangan, luka tubuh, ketakutan, kecemasan, kekerasan seksual, gangguan tidur, gangguan sosial, depresi, dan berbagai bentuk gangguan perilaku (Berk, 1996; Nelson & Israeli, 1984). Berbagai permasalahan perkembangan tersebut, menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, lebih banyak ditemukan pada siswa-siswa dari kalangan sosial ekonomi menengah ke bawah. Gejala ini barangkali beralasan karena orang tua (keluarga) dengan kesulitan ekonomi (finansial) cenderung kurang memperhatikan masalah nutrisi dan kesehatan. Banyak anak dari keluarga tidak mampu sering kekurangan nutrisi dan kurang mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Kondisi seperti itu juga banyak ditemukan pada beberapa keluarga di Indonesia.

Berikut adalah deskripsi singkat dari berbagai gangguan atau masalah tersebut.

A. Gangguan Fisik

Bentuk gangguan fisik yang banyak ditemukan pada siswa sekolah dasar adalah gangguan penglihatan, pendengaran, dan luka tubuh. Gangguan penglihatan, sering disebut myopia, adalah kesulitan untuk melihat dengan jelas obyek-obyek dekat (nearsightedness). Di USA gangguan ini mempengaruhi sekitar 25% populasi siswa sekolah dasar tetapi angka itu cenderung lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki, dan dua kali lebih banyak pada anak kulit putih daripada anak kulit hitam (Sperduto, et al, 1983). Gangguan banyak disebabkan pengaruh. Di antara faktor pengalaman yang menyebabkan myopia antara lain adalah seringnya anak membaca (belajar) di bawah lampu yang sangat terang (silau) atau melihat TV terlalu dekat. Semakin banyak waktu yang digunakan anak untuk membaca, khususnya dengan jarak yang sangat dekat, semakin besar peluang mereka terkena gangguan myopia (Angle & Wissmann, 1980). Jadi, anak-anak yang senang membaca, renang, atau melukis sangat berpeluang mengalami myopia. Untungnya, sudah terdapat alat bantu berupa kacamata yang dapat memecahkan masalah itu. Berkaitan dengan kasus ini para guru dan pembimbing dapat melakukan upaya-upaya pencegahan untuk menghindarkan anak dari jenis gangguan ini.

Anak-anak sekolah dasar juga sering mengalami gangguan pendengaran. Gangguan ini seringkali disebabkan karena tabung eustachian (kanal atau terusan yang mengalir) dari telinga dalam menuju tenggorokan) menjadi lebih panjang dan menyempit sehingga merintangi perjalanan (aliran) cairan dan bakteri dari mulut ke telinga. Akibatnya telinga seringkali mengalami infeksi. Jika infeksi ini tak segera diatasi, maka anak akan mengalami gangguan pendengaran yang permanen. Menurut penelitian, gangguan ini dialami oleh kira-kira 3-4 persen dari seluruh siswa sekolah dasar, dan banyak dialami oleh anak-anak dari keluarga dengan penghasilan rendah (Mott, James, & Sperhac, 1990). Pemeriksaan secara teratur terhadap penglihatan dan pendengaran adalah sangat penting sehingga adanya kelainan segera dapat dikenali dan ditangani sebelum gangguan itu benar-benar menyebabkan kesulitan belajar yang serius bagi anak.

Anak-anak usia sekolah dasar juga sering menderita sakit dalam bentuk luka-luka di tubuhnya. Luka tersebut dapat disebabkan oleh kecelakaan waktu bermain (jatuh ketika berlari-lari, atau main lompat-lompatan, bertubrukan dengan teman, atau terluka oleh benda tajam). Luka juga dapat disebabkan karena kecelakaan kendaraan. Tanpa memperhatikan sebab dari terbentuknya luka, luka di badan (borok) seringkali membawa dampak negatif bagi perkembangan fisik, emosi, dan sosial. Secara fisik, luka-luka dapat menghambat perkembangan otot-otot karena luka dapat menyebabkan anak mengurangi aktivitas bermain (olah raga) bahkan dapat menyebabkan kecacatan. Scara emosional, anak-anak yang memiliki borok di tubuh khususnya yang berkepanjangan dan menebarkan bau yang tidak sedap akan mengalami perasaan minder dan menarik diri karena seringkali diperolok, dihindari atau dikucilkan oleh teman-temannya bahkan oleh nanggota keluarganya sendiri.

Beberapa anak usia sekolah dasar juga banyak ditemukan memperlihatkan pertumbuhan fisik yang lambat, tampak kurus, lemah, dan tak bertenaga. Kesalahan atau kekurangan nutrisi, atau pemberian makanan yang kurang bergisi menjadi salah satu faktor penyebab utama dari gangguan ini. Anak-anak sekolah dasar membutuhkan nutrisi yang baik agar mereka mendapat gisi yang memadai guna menghasilkan energi yang mencukupi untuk berbagai kegiatan fisik dan mental. Suplai energi ini sangat penting bagi anak-anak usia sekolah dasar karena selaras dengan tugas perkembangannya - mereka menyenangi berbagai aktivitas bermain dan berteman. Sepanjang orang tua dapat pola makan yang sehat pada anak-anak, kesibukan anak sehari-hari tida akan memberikan dampak negatif pada perkembangan. Sayangnya, banyak anak-anak di berbagai belahan dunia tidak memperoleh nutrisi yang mencukupi da kekurangan gizi. Kekurangan nutrisi dan gizi buruk yang terjadi pada usia sekolah dasar ini sangat potensial menghambat pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, buruknya koordinsi motorik, dan kurang perhatian. Ini tentu saja memberikan dampak buruk pada kinerja dan hasil belajar. Beberapa hasil penelitian telah memberikan bukti-bukti empirik bahwa pengaturan pola makan (diet) memberikan pengaruh pada proses neurotransmitter dalam otak (Zeisel, 1986) dan ini tentu saja memberikan dampak negatif pada belajar dan perilaku karena berbagai aktivitas fisik dan mental dikendalikan oleh kerja otak.

B. Gangguan Makan

Berbagai bentuk gangguan makan yang banyak dilaporkan antar lain adalah kurang makan (nafsu makan rendah), kelebihan makan (makan terus-menerus seperti tak pernah kenyang), sulit makan (terlalu memilih-milih makanan yang harus dimakan), gangguan mengunyah dan menelan makanan, kebiasaan makan yang aneh (senang makan kertas, deterjen, dan sebaginya), kebiasaan menunda makan, dan sebagainya. Diantara gangguan makan yang tampak umum dialami oleh anak usia sekolah dasar adalah kegemukan. Kegemukan atau obesitas (obesity) merupakan salah satu bentuk gangguan makan yang paling umjum ditemukan pad anak usia sekolah dasar. Kegemukan adalah suatu keadaan kelebihan berat badan (overweight). Di USA, diidentifikasi sekitar 27 persen siswa sekolah dasar yang menderita karena kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan membuat anak-anak menjadi tidak bebas beraktivitas dan bermain. Mereka itu sering tampak lamban dan canggung. Anak-anak obes beresiko mengalami gangguan kesehatan jangka panjang, bahkan sepanjang hidup. Kelebihan kolesterol dan tekanan darah yang tinggi ditambah dengan abnormalitas saluran pernafasan mulai tampak pada tahun-tahun awal sekolah dasar . Gejala ini merupakan prediktor yang akurat bagi kerusakan (kelainan) jantung dan kematian dini (Taitz, 1983; Unger, Kreeger, & Chritoffel, 1990).

Kegemukan juga berpotensi membuat siswa mengalami gangguan emosional dan sosial. Anak obes seringkali mendapatkan penolakan dari teman-temannya, misalnya dalam suatu permainan yang membutuhkan pasangan mereka ini seringkali tidak dipilih. Atraksi fisik seringkali dapat menjadi prediktor bagi penerimaan sosial dalam budaya tertentu. Anak-anak (dan beberapa orang dewasa) cenderung kurang menyenangi anak-anak obes karena keterbatasan kemampuan fisiknya (Brenner & Hindsekolah dasarale, 1978; Lerner & Schroeder, 1971). Anak-anak sekolah dasar yang obes umumnya dihinggapi perasan minder, bahkan mengalami gangguan depresi. Saat itulah muncul siklus yang buruk, dimana ketidakbahagian dan kelebihan makan (makan berlebihan) saling mendukung satu sama lain sehingga anak-anak tetap kelebihan berat badan (Banis, et al, 1988).

Kelebihan berat badan disebabkan oleh berbagai faktor seperti bawaan, kelas sosial, pola pertumbuhan awal, kebiasaan makan kelurga, reaksi makanan, aktivitas fisik, peristiwa traumatik, bakan kebiasaan nonton TV. Anak-anak obes umumnya memiliki orang tua yang cenderung obes dan berstatus sosial ekonomi menengah ke bawah. Anak-anak yang mengalami pertumbuhan fisik cepat pada masa bayi berpotensi menjadi obes pada waktu periode anak. Orang tua yang senang menyimpan makanan dan minuman berkalori tinggi dan menggunakan sebagai hadiah pada anak untuk menangani kecemasan juga berpotensi membuat anak-anak menjadi obes. Anak-anak yang mudah terangsang makanan setiap kali mereka melihat makanan (tidak makan ketika lapar) cenderung menjadi obes. Anak anak obes juga cenderung kurang aktif secara fisik dibandingkan anak-anak lain yang tidak tergolong obes. Anak-anak yang terlalu banyak menggunakan waktunya untuk nonoton TV juga cenderung menjadi obes sebab kegiatan nonton TV umumnya disertai dengan mengunyah makanan. Berbagai peristiwa traumatik seperti perceraian orang tua, kematian anggota keluarga, atau kekerasan dan penolakan terhadap anak juga dapat memicu obesitas.

Kegemukan pada anak sebaiknya segera ditangani sebelum hal itu benar-benar membentuk pola makan yang tidak sehat. Suatu studi yang agak baru menemukan suatu metode intervensi yang sangat efektif untuk menangani obesitas, suatu metode yang berdasarkan pada keluarga dan memusatkan perhatian pada pengubahan perilaku. Orang tua dan anak saling memperbaiki atau meninjau kembali pola makan, melakukan olah raga rutin setiap hari, saling memberikan penguatan untuk setiap kemajuan yang dicapai. Suatu tindak lanjut yang setelah lima tahun membuktikan bahwa anak-anak memperlihatkan penurunan berata badan secara berarti. Temun ini menggarisbawahi pentingnya campur