25
CLINICAL SCIENCE SESSION ABLASIO RETINA Pembimbing : Susi Heryati, dr., SpM Oleh : Normadihah binti Mohamad Zolkifli Nur Akmal binti Affan Farhan Haripabillah 1

Ablasio Retina

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kasus

Citation preview

Page 1: Ablasio Retina

CLINICAL SCIENCE SESSIONABLASIO RETINA

Pembimbing :

Susi Heryati, dr., SpM

Oleh :

Normadihah binti Mohamad Zolkifli

Nur Akmal binti Affan

Farhan Haripabillah

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

1

Page 2: Ablasio Retina

ANATOMI

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.

Retina atau selaput jala ini merupakan bagian mata yang mengandung reseptor

yang menerima rangsangan cahaya.

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare,

dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, orra serata berada sekitar 6,5

mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal, dan 5,7 mm di belakang garis

ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan

epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrana Bruch,

khoroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium retina mudah

terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada

ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium

pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan retina

pada ablasio retina.

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luarnya adalah sebagai berikut :

1. Epitelium pigmen retina

2. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang

yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.

2

Page 3: Ablasio Retina

3. Membran limitan eksterna, yang merupakan membrane ilusi.

4. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan

batang. Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari

kapiler koroid.

5. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat

sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

6. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel

Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

7. lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular, merupakan tempat

sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

8. Lapis sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari neuron kedua.

9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf

optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah

retina.

10. membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dengan

badan kaca.

Gambar 2. Sepuluh Lapisan Retina

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada katup

posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis, makula

3

Page 4: Ablasio Retina

dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh

pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5

mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea, yang secara klinis merupakan

suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus jika dilihat dengan

oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi

fluoresens. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, di sini

fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan merupakan bagian retina yang paling tipis

Retina menerima darah dari dua sumber:

1. Khoriokapilaria, berada tepat di luar membrana Bruch, yang

memperdarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar dan

lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina.

2. Cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang memperdarahi dua per tiga

sebelah dalam.

Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena

kerusakan yang tidak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh

darah retina mempunyai lepisan endotel yang tidak berlubang dan membentuk

sawar darah retina. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel

pigmen retina.

FISIOLOGI RETINA

Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu

reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan

kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi

suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf

optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk

ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian

besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis terdapat hubungan hampir 1:1

antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, hal ini

menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor

dihubungkan ke ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebioh

4

Page 5: Ablasio Retina

kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah makula digunakan untuk

penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina

lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan untuk

penglihatan perifer dan malam (skotopik).

DEFINISI ABLATIO RETINA

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel

kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel

epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara

sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlengketan struktural

dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial

untuk lepas secara embriologis.

Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen

epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid

yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihata yang

menetap.

EPIDEMIOLOGI

Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan

prevalensi 0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insiden ablasio retina di

Amerika Serikat adalah 12,5 dari 100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000

kasus per tahun.(Subramanian& Topping, 2004)

Adapun faktor-faktor penyebab ablasio retina yang paling umum adalah

miopia 40-50%, operasi katarak dengan implan lensa (afakia, pseudofakia) 30-

40%, dan trauma okuli 10-20%. Diperkirakan 15 % pasien dengan ablasio retina

pada salah satu mata akan mengalami ablasio pada mata lainnya. Risiko ablasio

bilateral meningkat (25-30%) pada pasien yang telah menjalani ekstraksi katarak

bilateral.

Insiden ablasio retina relatif lebih sering pada orang etnis Yahudi dan relatif

rendah pada bangsa kulit hitam. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-

70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja dengan penyebab lebih

5

Page 6: Ablasio Retina

banyak karena trauma. Pada pasien ablasio retina usia di bawah 45 tahun, 60%

laki-laki dan 40% perempuan.

Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering

terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina

regmatogenosa.

Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang memiliki miopia tinggi;

Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami

komplikasi kehilangan vitreus;

Pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral;

Baru mengalami trauma mata berat.

PATOGENESIS

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan

rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata

yang matur dan dapat terpisah :

1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami

likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio

progresif (ablasio regmatogenosa).

2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina

(misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus

(ablasio retina traksional)).

3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina

akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan

(ablasio retina eksudatif)

Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan

retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada

mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi

retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan

kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.

Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.

6

Page 7: Ablasio Retina

Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan

berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia

karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini

terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina.

Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal

daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata

miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4%

dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.9

Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa

lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya

ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi.

Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya

badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga

badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata

yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca

yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis

degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada

gerkan mata bahkan akan lebih kuat lagi.Sekali terjadi robekan retina, cairan akan

menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen

dan koroid.

KLASIFIKASI

Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas:

1. Ablasio retina regmatogenosa

Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina

regmatogenosa. Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi

akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara

sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca

cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke

rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel

pigmen koroid.

7

Page 8: Ablasio Retina

Karakteristik ablasio regmatogenosa adalah pemutusan total (full-thickness) di

retina sensorik, traksi korpus vitreum dengan derajat bervariasi, dan

mengalirnya korpus vitreum cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang

subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau

disertai oleh pelepasan korpus vitreum. Miopia, afakia, degenerasi lattice, dan

trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.2

Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan

yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat

adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan.

Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya

karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada

ablasio retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna

pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina

berwarna merah. Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau

lebih pemutusan retina total misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang

atrofik bundar, atau robekan sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak

pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis; robekan tapal kuda paling

sering terjadi di kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal,

dan dialisis retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina

multipel, maka defek biasanya terletak dalam 90 derajat satu sama lain.

Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang.

Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat

adanya defek aferen pupil akaibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata

rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada

ablasio yang telah lama.

8

Page 9: Ablasio Retina

Ablasio retina regmentosa

2. Ablasio retina tarikan atau traksi

Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua dan terutama

disebabkan oleh retinopati diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif,

retinopati pada prematuritas, atau trauma mata.

Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut

pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan

turun tanpa rasa sakit.

Berbeda dengan penampakan konveks pada ablasio regmatogenosa, ablasio

retina akibat traksi yang khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan

cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya traksi

yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya

disebabkan oleh adanya membran vitreosa, epiretina, atau subretina yang

terdiri dari fibroblas dan sel glia atau sel epitel pigmen retina. Pada ablasio

retina akibat traksi pada diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik jaringan

fibrovaskular dan retina di bawahnya ke arah anterior menuju dasar korpus

vitreum. Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkade-

arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan

melibatkan retina midperifer dan makula.

Proses patologik dasar pada mata yang mengalami vitreoretinopati proliferatif

adalah pertumbuhan dan kontraksi membran selular di kedua sisi retina dan di

9

Page 10: Ablasio Retina

permukaan korpus vitreum posterior. Traksi fokal dari membran selular dapat

menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablasio retina

regmatogenosa-traksional.

Ablasio retina traksi

3. Ablasio retina eksudatif

Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya

eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina

sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid

(ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Kelainan ini dapat terjadi

pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia

gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala.

Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin. Pada ablasio tipe ini

penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang

atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.

10

Page 11: Ablasio Retina

Ablasio retina eksudatif

DIAGNOSIS

Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah :

Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena

adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang

lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. Kadang-kadang penderita

merasa ada tabir atau bayangan yang datang dari oerifer (biasanya

dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak

bersama-sama dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada

stadium awal, penglihatannya membaik di malam hari, dan

memburuk di siang hari, terutama sesudah stres fisik

(membungkuk, mengangkat) atau mengendarai mobil di jalanan

yang bergelombang.

Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di

sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam

keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. Keadaan ini

disebabkan oleh tarikan pada retina dan bisa terjadi pada orang

normal jika terjadi cedera tumpul pada mata.

Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya

sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas.

Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam

11

Page 12: Ablasio Retina

penglihatan yang lebih berat. Selain itu dalam anamnesis perlu

ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan

sebelumnya (seperti : ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing

intraokular, dsb), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis,

perdarahan vireous, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik),

riwayat keluarga dengan penyakit mata, serta penyakit sistemik

yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes, tumor, sickle

cell disease, leukemia, eklamsia, dan prematuritas).

2. Pemeriksaan oftalmologi

Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan

akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media

penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam

penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.

Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang

seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai

dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan

terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.

Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk

mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler

indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami

ablasio retina tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang

menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi

cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan

undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang

terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan

membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio

terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina terlihat

agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya.

Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari

darah dan pigmen atau kelopak lubang retina (operkulum) dapat

ditemukan mengambang bebas.

12

Page 13: Ablasio Retina

Pemeriksaan oftalmologi ablasio retina

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya

penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun

kelainan darah.

Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi

juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan

patologis lain yang menyertainya seperti proliferative

vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi

juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan

ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan Pada pembedahan

ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:

1. Scleral buckle

Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa

terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi

posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan

selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari

spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan

13

Page 14: Ablasio Retina

tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama-tama dilakukan

cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar

dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi

tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan

tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal

menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.

Sceleral buckle

2. Retinopeksi pneumatik

Retinopati pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada

ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada

bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan

menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini

akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut

melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan

subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga

dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan.

Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari

untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.

14

Page 15: Ablasio Retina

Retinopeksi pneumatik

3. Vitrektomi

Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio

akibat diabetes, dan juga digunakan pada ablasio regmatogenosa yang

disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu

dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian

memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreous melalui pars plana.

Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutter untuk

menghilangkan berkas badan kaca (vitreous strands), membran, dan

perlekatan-perlekatan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung

tipe dan penyebab ablasio.

15

Page 16: Ablasio Retina

Vitrektomi

DIAGNOSIS BANDING

Retinoschisis degeneratif

Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi

vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang diobservasi karena jarang

terjadi penyebaran ke daerah posterior, namun jika ada maka merupakan

defek yang absolut.16,17

Elevasi yangtimbul berbentuk konveks, halus, tipis dan tidak

bergerak. Lapisan dalam yang tipis dapat disalahartikan dengan ablasio

retina regmatogenosa athropic long-standing, akan tetapi demarcation line

dan kista sekunder tidak ditemukan pada retinoschisis. Robekan dapat

terjadi pada salah satu atau kedua lapisan pada reticular retinoschisis.16,17

Choroidal detachment

Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi

viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan pelepasan

koroid yang luas.17

Tekanan intraokular dapat sangat rendah karena lepasnya badan siliar.

Pelepasan koroid memberi gambaran konveks, halus, berwarna coklat,

danrelatif tidak bergerak. Retina perifer dan ora serata dapat terlihat tanpa

indentasi sklera. 16,17

16

Page 17: Ablasio Retina

KOMPLIKASI

Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi

yang paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap

gerakan tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio

retina yang melibatkan makula.4

Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami

komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati

proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina

lebih lanjut.6

PROGNOSIS

Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,

diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.9

Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai

makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan

berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik.

Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam

penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.6

17