Upload
jumaymaya
View
50
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina
yaitu fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya.
Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa
atau hemoragik.1
Prevalensi ablasio retina didunia adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi.
Biasanya ablasio retina terjadi pada usia 40-70 tahun. Prevalensi meningkat pada
beberapa keadaan seperti Miopi tinggi, Afakia/pseudofakia dan trauma. 1 Pada
penderita –penderita ablasio retina ditemukan adanya Miopia sebesar 55%, lattice
degenerasi 20 – 30 %, trauma 10-20 % dan Afakia/pseudofakia 30 – 40 %.
Traumatik ablasio retina lebih sering terjadi pada orang muda, dan ablasio retina
akibat miopia yang tinggi biasa terjadi pada usia 25-45 tahun, dan laki-laki
memiliki resiko mengalami ablasio retina lebih besar dari perempuan.2
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina
regmatogenosa. Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1
dalam 15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-
kira 1 diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur
40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D) memiliki 5% kemungkinan
resiko terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%, komplikasi ekstraksi katarak
dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian ablasio hingga 10%.3
Tujuan penulis adalah dengan adanya referat ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan informasi tentang ablasio retina serta bagaimana
penatalaksanaan yang tepat, sehingga dapat berguna untuk kebaikan bersama
dalam mencapai kesehatan mata yang lebih baik.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Retina
Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan
terdiri atas beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola
mata. Retina membentang kedepan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare,
dan berakhir di tepi ora serrata.1
Gambar 1. Anatomi retina
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut:1
1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan
vitreous.
2. Lapisan serabut saraf, merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf
ke arah saraf optic.
3. Lapisan sel ganglion, merupakan badan sel dari neuron kedua.
4. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller.
2
6. Lapisan pleksiform luar, merupakan tempat sinaps sel fotoresptor dengan
sel bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang.
8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan kerucut.
10. Lapisan epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dan koroid
Gambar 2. Lapisan retina
Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana
lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk
lapisan dalam lainnya. Di antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila
terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk
ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan
epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung
lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler
koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah
retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf.8
Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin
tipis dan berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear.
3
Makin ke perifer makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah
mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian
meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris.8
Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-
tengahnya terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula
lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada
cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis.
Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam,
terutama di fovea sentralis.
Struktur makula lutea:
1. Tidak ada serat saraf;
2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula
sendiri tidak ada;
3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi
tipis-tipis. Di fovea sentralis hanya terdapat kerucut. Nasal dari makula
lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi optisi,
yaitu tempat di mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari
serabut saraf, tidak mengandung sel batang dan kerucut sama sekali.
Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya lebih tinggi dari retina
sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat,
besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut ekskavasi fisiologis. Dari tempat
inilah keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke
temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah.8
Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat.
Yang tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih
kecil, dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah, bentuknya lebih
lurus-lurus, di tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, warna lebih
tua, bentuk lebih berkelok-kelok.8
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri
retina sentral masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi
4
dalam retina. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari
koroid.
Gambar 3. Gambaran retina normal
2.2. Fisiologi Retina1
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus
berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai
suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor
mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan
oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks
penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik
dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di
fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel
ganglionnya, dan serat saraf keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling
tajam. Macula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna
(penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri
dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam
(skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler
pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk
sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton
cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi menjadi
5
bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuhnya
terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor.
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.
Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-
abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan.
Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika
senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan
malam oleh fotoreseptor batang.
2.3. Ablasio Retina
2.3.1. Definisi
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang
retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membrane Bruch. 2 Karena antara sel kerucut dan sel
batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau
epitel pigmen, maka daerah ini merupakan titik lemah yang potensial untuk
lepas secara embriologis. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari
koroid atau sel epitel pigmen retina akan mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
Gambar 4. Ablasio retina
2.3.2. Patogenesis
6
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan
rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata
yang matur dan dapat terpisah : 6
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami
likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio
progresif (ablasio regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina
(misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio
retina traksional).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina
akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan
(ablasio retina eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya
robekan retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan
pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi
retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan
kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.9
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di
koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan
berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia
karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama
terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya
degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata
emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia
daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari
semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.9
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu
dasawarsa lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan
penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca
mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca
posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang
mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen
7
lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina.
Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau
daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan
badan kaca pada gerkan mata bahkan akan lebih kuat lagi.Sekali terjadi robekan
retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas
dari epitel pigmen dan koroid.9
2.3.3. Etiologi4
1. Robekan retina
2. Tarikan dari jaringan di badan kaca
3. Desakan tumor, cairan, nanah ataupun darah.
2.3.4. Klasifikasi1,2
Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan
ablasio serosa atau hemoragik.
1. Ablasio Retina Regmatogenosa
Merupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Pada ablasio retina
regmatogenosa dimana ablasi terjadi akibat adanya robekan di retina sehingga
cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan
retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Karakteristik ablasio regmatogenosa adalah pemutusan total (full-
thickness) di retina sensorik, traksi korpus vitreum dengan derajat bervariasi, dan
mengalirnya korpus vitreum cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang
subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai
oleh pelepasan korpus vitreum. Miopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata
biasanya berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.2
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan
yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat
adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan.3,11
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya
karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio
retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.3
8
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang.
Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya
defek aferen pupil akaibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan
dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah
lama.3Mata yang berisiko untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan
myopia tinggi, pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di
bagian perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah.
Gambar 5. robekan retina berwarna merah.
Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau lebih
pemutusan retina total misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik
bundar, atau robekan sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan
retina bervariasi sesuai dengan jenis; robekan tapal kuda paling sering terjadi di
kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan dialisis retina di
kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel, maka defek
biasanya terletak dalam 90 derajat satu sama lain.2,3
9
Gambar 5. Robekan tapal kuda
2. Ablasio Retina Traksi
Merupakan jenis tersering kedua, ablasio retina traksional terjadi akibat
adanya tarikan (traksi) oleh jaringan parut pada badan kaca menyebabkan
retina terangkat dari epitel pigmennya. Jaringan fibrosis pada badan kaca
dapat disebabkan oleh retinopati diabetic proliferatif, vitreoretinopati
proliferatif, retinopati pada prematuritas, trauma mata, dan perdarahan badan
kaca akibat pembedahan atau infeksi terutama disebabkan oleh retinopati
diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif,
Ablasio retina karena traksi khas memiliki permukaan yang lebih konkaf
dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora seratta. Pada ablasi ini
lepasnya jaringan retina akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan
mengakibatkan ablasi retina, dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
Gambar 7.Ablasio retina traksi
Berbeda dengan penampakan konveks pada ablasio regmatogenosa, ablasio
retina akibat traksi yang khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan
cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya traksi yang secara
10
aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya disebabkan oleh
adanya membran vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri dari fibroblas dan
sel glia atau sel epitel pigmen retina. Pada ablasio retina akibat traksi pada
diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik jaringan fibrovaskular dan retina di
bawahnya ke arah anterior menuju dasar korpus vitreum. Pada awalnya pelepasan
mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi
perkembangan sehingga kelainan melibatkan retina midperifer dan makula.
Gambar 8. pasien dengan diabetes retinopati proliferatif disertai ablasio retina
traksional dibagian supratemporal.
Proses patologik dasar pada mata yang mengalami vitreoretinopati
proliferatif adalah pertumbuhan dan kontraksi membran selular di kedua sisi retina
dan di permukaan korpus vitreum posterior. Traksi fokal dari membran selular
dapat menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablasio retina
regmatogenosa-traksional.2.
3. Ablasio Retina Eksudatif
Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya
eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina
sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid
(ekstravasasi), Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor
retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Pada ablasio tipe ini
penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau
menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.
11
Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina sensorik,
dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit
degenerative, inflamasi, dan infeksi yang terbatas pada macula termasuk
neovaskularisasi subretina yang disebabkan oleh berbagai macam hal, mungkin
berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.
2.3.5. Diagnosis
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang.
a) Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah:
1) Floater: penderita merasakan adanya tabir atau bayangan yang datang dari
perifer (biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini
bergerak bersamasama dengan gerakan mata.
2) Fotopsia: penderita melihat kilatan cahaya.
3) Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian
seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Selain itu, dari
anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan
sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum
intraokuli), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus,
ambliopa, glaukoma dan retinopati diabetik), riwayat keluarga dengan
penyakit mata serta penyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio
retina, misalnya diabetes, tumor, leukemia, eklamsia dan prematuritas.
12
Gambar 10. Perhatikan eksudat di makula
Gambar 9. Ablasio retina serosa
b) Pemeriksaan Oftalmologi
1) Pemeriksaan visus. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila
makula lutea ikut terangkat.
2) Pemeriksaan lapangan pandang. Akan terjadi defek lapangan pandang
seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan
kedudukan ablasio retina.
3) Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan
vitreous untuk mencari tanda pigmen atau “tobacco dust”, ini
merupakan patognomonis dari ablasio retina pada 75 % kasus.
4) Pemeriksaan funduskopi. Retina yang mengalami ablasio tampak
sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran
vaskuler koroid dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
5) Pemeriksaan tekanan bola mata. Pada ablasio retina tekanan intraokuli
kemungkinan menurun.
c) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya
penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes melitus, maupun
kelainan darah.
2) Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan bila retina tidak dapat
tervisualisasi oleh karena perubahan kornea, katarak, atau perdarahan.
3) Teknik pencitraan seperti foto orbita, CT scan, atau MRI tidak
diindikasikan untuk membantu diagnosis ablasio retina tetapi dapat
dibutuhkan untuk mendeteksi benda asing intraokuli dan tumor.
Tabel 1. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina
Regmatogenus Traksi Eksudatif
Riwayat penyakit Afakia, myopia, trauma tumpul, photopsia, floaters, gangguan lapangan pandang yang progresif, dengan keadaan
Diabetes, premature,trauma tembus, penyakit sel sabit, oklusi vena.
Factor-faktor sistemik seperti hipertensi maligna, eklampsia, gagal ginjal.
13
umum baik.
Kerusakan retina Terjadi pada 90-95 % kasus
Kerusakan primer tidak ada
Tidak ada
Perluasan ablasi Meluas dari oral ke discus, batas dan permukaan cembung tergantung gravitasi
Tidak meluas menuju ora, dapat sentral atau perifer
Tergantung volume dan gravitasi, perluasan menuju oral bervariasi, dapat sentral atau perifer
Pergerakan retina Bergelombang atau terlipat
Retina tegang, batas dan permukaan cekung, Meningkat pada titik tarikan
Smoothly elevated bullae, biasanya tanpa lipatan
Bukti kronis Terdapat garis pembatas, makrosis intra retinal, atropik retina
Garis pembatas Tidak ada
Pigmen pada vitreous
Terlihat pada 70 % kasus
Terlihat pada kasus trauma
Tidak ada
Perubahan vitreous
Sineretik, PVD, tarikan pada lapisan yang robek
Penarikan vitreoretinal
Tidak ada, kecuali pada uveitis
Cairan sub retinal Jernih Jernih atau tidak ada perpindahan
Dapat keruh dan berpindah secara cepat tergantung pada perubahan posisi kepala.
Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa ada
Tekanan intraocular
Rendah Normal Bervariasi
Transluminasi Normal Normal Transluminasi terblok apabila
14
ditemukan lesi pigmen koroid
Keaadan yang menyebabkan ablasio
Robeknya retina Retinopati diabetikum proliferative, post traumatis vitreous traction
Uveitis, metastasis tumor, melanoma maligna, retinoblastoma, hemangioma koroid, makulopati eksudatif senilis, ablasi eksudatif post cryotherapi atau dyathermi.
2.3.6. Penatalaksanaan6
1. Scleral buckling
setelah defek pada retina ditandai pada luar sclera, cryosurgery
dilakukan disekitar lesi. Dilanjutkan dengan memperkirakan bagian dari
dinding bola mata yang retinanya terlepas, lalu dilakukan fiksasi dengan
buckle segmental atau circular band (terlingkari >360 derajat) pada sclera.
Keuntungan dari tehnik ini adalah menggunakan peralatan dasar, waktu
rehabilitasi pendek,resiko iatrogenic yang menyebabkan kekeruhan lensa
rendah, mencegah komplikasi intraocular seperti perdarahan dan
inflamasi.
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina
regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur
meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan
cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini
biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk
sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina.
Pertama-tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat
perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit
mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga
terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan
15
menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu
1-2 hari.
Gambar 11. Skleral buckling
2. Retinopeksi pneumatic
Retinopati pneumatik merupakan metode yang juga sering
digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat
robekan tunggal pada bagian superior retina.
Udara dimasukkan ke dalam viterus. Dengan cara ini retina dapat
dilekatkan kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah
penyuntikan gas atau koagulasi dengan laser yang dilakukan di sekitar
defek retina setelah perlekatan retina. Pelepasan dengan robekan tunggal
pada retina di tepi atas fundus (arah jam 10- jam 2) adalah kondisi yang
paling bagus untuk prosedur ini.
16
Gambar 12. Retinopeksi pneumatic
3 Pars Plana Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada
ablasio akibat diabetes, dan juga digunakan pada ablasio regmatogenosa
yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya
yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreous melalui pars plana.
Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutter untuk
menghilangkan berkas badan kaca (vitreous strands), membran, dan
perlekatan-perlekatan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung
tipe dan penyebab ablasio.
Dibawah mikroskop, badan vitreus dan semua komponen penarikan
epiretinal dan subretinal dikeluarkan. Lalu retina dilekatkan kembali
dengan cairan perfluorocarbon. Defek pada retina ditutup dengan endolaser
atau aplikasi eksokrio.
Keuntungan PPV:
1. Dapat menentukan lokasi defek secara tepat
2. Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik
ini dapat dikombinasikan dengan ekstraksi katarak.
3. Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreous.
Kerugian PPV:
1. Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.
2. Dapat menyebabkan katarak.
3. Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil
4. Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli
anterior yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.
17
Gambar 13. Vitrektomi
2.3.7. Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya
ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat
memberikan prognosis yang lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai
makula atau jika telah berlangsung lama. Jika macula melekat dan
pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil
penglihatan sangat baik dan robekan yang lebih luas pada vitreus dapat
dicegah. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka
tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.
Namun, bagian penting dari penglihatan dapat kembali pulih dalam beberapa
bulan
BAB III
PENUTUP
18
3.1 Kesimpulan
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan
terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen
retina. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun.
Faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia, operasi
katarak (afakia, pseudofakia), dan trauma okuler. Gejala dari ablasio
retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan tajam
penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang
mengalami ablasio tampak sebagai membran abu-abu merah muda
yang menutupi gambaran vaskuler koroid dan terlihat adanya robekan
retina berwarna merah.
Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk
melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen
retina, yaitu dengan pembedahan. Namun, pada ablasio retina
eksudatif juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan
etiologinya. Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu
terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.
Pada miopia tinggi, karena ada degenerasi retina, maka prognosis
buruk.
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Basic and Clinical Science Course, Retinal and Vitreous, saection 12, American-Academy of Ophtalmology, United State, 1997.
2. Elkington AR, Khaw PT, Petunjuk Penting Kelainan Mata, Buku Kedokteran EGC, Jakarta,1995.
3. Freeman WR, Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy. Edition 2, Lippincott-Raven, Hongkong,1998
4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000
5. Nema HV, Text Book of Ophtalmology, Edition 4, Medical publishers, New Delhi, 2002
6. Langston D, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, Edition 4, Deborah Pavan-Langston, United State, 1996.
7. Ilyas S, dkk. Ablasio Retina. Dalam: Sari Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-
4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6.
8. Anonim. Anatomi mata dan retina. [online] 2007 [cited 2009 Nov 5]: [2
screens]. Available from: URL :http//www.google.com/picture/anatomi
mata_retina.
9. Lihteh Wu. Retinal Detachment, Exudative. [online]. 2010 feb 23 :
available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1224509-
overview
10. The Northwest Kansas Eye Clinic, located in Hays, Kansas, [online].
available from: URL: http://www.nwkec.org/005rd010.htm
11. The Eye MD. Association, Retina and Vitreus. In: Basic and Clinical
Science Cource 2003-2004 on CD-ROM, section 12. America Academy of
Ophthalmology: 2003-2004.
12. Kanski JJ. Retinal Detachment. In: Clinical Ophthalmology. 5th ed.
Butterworth Heinemann. Philadelphia; 2003: 349-89.
20