Abortus Habitus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan- Rumah Sakit Marininr CilandakPembimbing : dr Arie Widiyasa,sp.OG

Citation preview

Journal ReadingRecurrent Early Pregnancy LossAbortus Habitus

Pembimbing :dr. Komang Arianto, Sp.OG

Disusun oleh :Rico Wicaksana Putra (07120110035)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRUMAH SAKIT ANGAKATAN LAUT MARINIR CILANDAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPANPERIODE 1 JUNI 9 AGUSTUS 2015BAB I. PENDAHULUAN

1.1 DefinisiKegagalan pada kehamilan muda, atau dalam bahasa medis kita sebut dengan Abortus didefinisikan dengan terjadinya terminasi kehamilan sebelum 20 minggu usia kehamilan atau berat badan fetus kurang dari 500gram. Dalam usia kehamilan ini, dapat disebutkan bahwa fetus belum mampu mempertahankan hidupnya sendiri (belum viabilitas).Abortus atau kegagalan pada kehamilan muda merupakan suatu pengalaman yang menyakitkan hati dan menimbulkan frustrasi bagi pasien maupun bagi dokter. Kondisi kegagalan ini sayangnya merupakan komplikasi yang paling sering pada masa kehamilan, hampir 75% dari keseluruhan wanita hamil. Kebanyakan abortus ini tidak disadari dan muncul sebelum atau dengan haid berikutnya, dari abortus yang disadari, 15-20% berujung pada abortus spontan. Sekitar 5% pasangan mengalami 2 kali kegagalan kehamilan konsekutif dan 1% mengalami 3 kali kegagalan kehamilan konsekutif.Tabel 1. Beberapa istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kegagalan kehamilanIstilahDefinisi

Chemical Pregnancy LossKegagalan pada kehamilan yang sangat dini, sebelum ada bukti secara biokimia (sebelum tes Plano positif beta hCG meningkat)

Early Pregnancy lossAbortus pada trimester pertama, kehilangan berdasarkan histologis dan pemeriksaan USG

Abortus SpontanKegagalan pada kehamilan sebelum 20 minggu usia kehamilan, didasarkan dari Hari Pertama Haid Terakhir

Abortus Rekuren atau Abortus habitus*Abortus spontan yang terjadi 2 kali atau lebih secara konsekutif

StillbirthKegagalan pada kehamilan setelah 20 minggu usia kehamilan

Kematian NeonatusMeninggalnya bayi baru lahir dalam 28 hari pertama

*ASRM Practice Committee Report redefined recurrent pregnancy loss, as above, January 2008

1.2 InsidensiKebanyakan dari penelitian menyebutkan bahwa rasio dari abortus spontan sekitar 10-15%, namun rasio yang benar untuk kegagalan pada kehamilan muda mencapai 50% karena tingginya angkat chemical pregnancies loss yang tidak disadari dalam 2-4 minggu setelah konsepsi. Kebanyakan kegagalan dari kehamilan ini disebabkan karena kegagalan gamet / sel kelamin (contohnya disfungsi ovum atau sperma). Dalam penelitian yang dilakukan Wilcox et al. pada tahun 1998, yang meneliti 221 perempuan yang diikuti secara rutin hingga 707 dari total siklus haid, dan tercapai 198 kehamilan. Hasilnya mengejutkan, 43 kehamilan (22%) mengalami kegagalan kehamilan sebelum onset haid berikutnya, mengalami chemical pregnancy loss, sedangkan 20 kehamilan (10%) mengalami kegagalan yang disadari.Data dari beberapa penelitian mengindikasikan setelah 1 abortus spontan yang terjadi, terjadi peningkatan dasar risiko dari pasangan tersebut untuk mengalami abortus spontan berikutnya hingga 15%. Namun, jika 2 abortus spontan terjadi secara konsekutif, terjadi peningkatan hingga 30%. Rasio ini lebih tinggi pada wanita yang belum memiliki seorang anakpun. Beberapa grup peneliti telah mengestimasikan risiko kegagalan kehamilan setelah 3 abortus spontan konsekutif adalah 30-45%, yang hampir serupa dengan 2 abortus spontan konsekutif. Data inilah yang menyebabkan definisi dari abortus habitus dan evaluasi diagnosis dari etiologi abortus dilakukan setelah 2 kali abortus.

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. EtiologiBanyak faktor yang menjadi penyebab munculnya abortus ini, dan pada setiap kali terjadi abortus habitus harus dipikirkan kemungkinan etiologi yang mendasari. Sering kali abortus habitus ini didasari lebih dari 1 etiologi. Berikut dipaparkan beberapa etiologi yang umum dari abortus habitus :1. Penyebab Genetik Embrionik defek genetik : Aneuploidi, somatic, kromosom seks, kelainan Mendelian, multifaktorial, abnormalitas dari kromosom parental dan inversion dari kromosom. Anembrionik (Blighted ovum)2. Penyebab Imunologis Autoimmune Alloimune3. Penyebab Anatomis Anomali Uterus Septal Uterus Hemiuterus / Unikornuata uterus Bikornuata Uterus Diethylstilbestrol-linked Sindroma Asherman Inkompetensi Serviks Leiomioma Polip Uterus4. Penyebab Infeksi5. Penyebab Lingkungan Merokok Konsumsi Alkohol berlebihan Kafein6. Penyebab Endokrin Diabetes Melitus Antibodi anti-tiroid Defisiensi fase luteal7. Penyebab HematologisDari sekian banyak etiologi yang mendasari, hal-hal seperti usia kehamilan saat mengalami keguguran, riwayat trauma, coitus sebelumnya dapat membantu mendekatkan diagnosis. Hampir 70% abortus spontan pada 12 minggu awal disebabkan karena kelainan genetic, sedangkan keguguran karena Sindroma Anti-Fosfolipid Antibodi / Antiphospholipid Antibody Syndrome (APS) dan Inkompetensi Serviks lebih sering terjadi setelah trimester pertama.

2.1.1. Penyebab GenetikPrevalensi dan TipeKebanyakan dari abortus spontan disebabkan dari kariotipe yang abnormal dari embrio. Setidaknya ada 50% dari abortus spontan pada trimester pertama memiliki sitogenetik yang abnormal. Figur ini tidak mencakup abnormalitas yang disebabkan oleh kelainan genetic tunggal, seperti kelainan mendelian, atau mutasi pada beberapa lokus. Beberapa contoh yang tidak dapat dideteksi dengan mengevaluasi kariotipe adalah kelainan poligenik dan multifaktorial.Rasio tertinggi dari abnormalitas citogenetik pada konsepsi umumnya timbul pada awal dari kehamilan, dengan rasio yang semakin menurun sejak masa embrionik (Crown Rump Length >30mm). Rasio dari abortus dengan euploidi dan aneuplodi meningkat seiring meningkatnya usia kehamilan ibu.Keguguran berulang dapat disebabkan oleh 2 tipe dari abnormalitas kromosom, yaitu 1) berulangnya kondisi aneuploidi pada embrio yang biasanya tidak keturunan, atau 2) kelainan dari struktur genetik salah satu dari orang tua.

AneuploidiEmbrio memiliki kelainan pada sitogenetikanya yang umumnya aneuploidy karena kondisi sporadik seperti nondisjunction meiotic atau polyploidy dengan abnormalitas saat fertilisasi.

Autosomal Trisomy Specific TrisomyKondisi autosomal trisomy ini melibatkan 50% dari abortus dengan aneuploidy pada trimester pertama, biasanya muncul secara de novo karena adanya nondisjunction meiotic saat gametogenesis pada orang tua yang memiliki kariotipe normal. Trisomi 16, yang melibatkan 30% dari keseluruhan trisomi, merupakan yang paling sering. Kondisi trisomi yang memiliki viabilitas adalah trisomi kromosom 13,16, dan 21. Hampir 1/3 dari fetus dengan Down Syndrome lahir cukup bulan dan hidup.

Autosomal Monosomies umumnya jarang ditemukan

Monosomy X (Sindroma Turner)Sindroma Turner seringkali diobservasi dan merupakan salah satu dari penyebab yang umum pada kelainan genetik yang menimbulkan abortus spontan. Sindroma ini melibatkan 20-25% dari keseluruhan abortus dengan abnormalitas sitogenetik.

Triploidy dan tetraploidyTriploidi dan tetraploidi berkatian dengan fertilisasi yang abnormal dan tidak kompatibel dengan kehidupan, triploidi didapatkan sekitar 16% pada abortus, dengan fertilisasi dari ovum normal yang haploid dengan 2 sperma (dispermi) yang merupakan mekanisme primer dari kelainan ini. Tetraploidi didapatkan sekitar 8% dari abortus, karena adanya kegagalan dalam fase pembelahan pada zigot normal yang diploid.

Abnormalitas Kromosom ParentalStruktur kromosom yang abnormal ini muncul kurang lebih 3% dari abortus dengan kelainan sitogenetik. Kondisi ini menyebabkan konsentrasi sperma yang rendah, infertilitas pada pria, dan penurunan kecenderungan untuk hamil.

Abnormalitas genetic / kelainan MendelianBeberapa mutasi genetic tertentu, seperti kelainan autosomal dominan dapat berujung pada distrofi muscular, dapat mengakibatkan pasien menjadi rentan infetilitas atau rentan abortus. Penyebab dari aborsi untuk penyakit ini masih belum diketahui, namun berkaitan dengan interaksi gen yang abnormal ditambah dengan kelainan dari fungsi uterus dan gangguan implantasi.Gangguan kelainan autosomal dominan lain yang berkaitan dengan abortus spontan termasuk diplasia letak skeletalseperti osteogenesis imperfekta tipe II dan thanatoforik dysplasia.Gangguan maternal yang berkaitan dengan meningkatnya abortus adalah kelainan jaringan ikat seperti Sindroma Marfan, Ehlers-Dahlors, homosisteinuria dan pseudoxanthoma elastikum.Gangguan hematologis yang berkaitan dengan kegagalan kehamilan berulang termasuk disfibrinogenemia, faktor XIII defisiensi, dan anemia sickle cell. Kondisi ini meningkatkan abortus karena mikroinfark dari plasental bath.

Tatalaksana penyebab genetikUntuk pasangan yang mengalami abortus spontan dikarenakan oleh dugaan penyebab genetic, standar pelayanan adalah dengan menawarkan konseling genetic. Dikarenakan usia tua meningkatkan risiko kariotipe abnormal pada konsepsi, amniosentesis secara rutin sering kali diajukan untuk semua wanita hamil tua, yang didefinisikan dengan usia diatas 35 tahun. Risiko wanita memiliki fetus aneuploidy adalah 1 per 80 saat berusia lebih dari 35, risiko ini jauh lebih tinggi dibanding pasien yang melakukan amniosentesis 1 per 200.Dikarenakan analisis kariotipe tidak membantu untuk mendeteksi kelainan dikarenakan mutasi satu gen atau mutasi pada beberapa lokus terutama delesi kecil dan translokasi, oleh karena itu Fluoroscence in situ hybridization (FISH) sering digunakan untuk standar komplemen dari pemeriksaan sitogenetik. Jika kromosom parental memiliki abnormalitas, maka harus dimulai pemeriksaan terhadap keluarga, dan konseling pada keluarga sangat direkomendasikan. Bila faktor risiko telah diindentifikasi, maka seluruh alternative harus didiskusikan, termasuk untuk memiliki kehamilan baru, adopsi atau mencoba hamil lagi dengan persiapan prenatal yang lebih baik, gamet donor atau dengan melakukan pemeriksaan Preimplantation genetic diagnosis (PGD).Konsep dari Preimplantation genetic screening (PGS) telah lama dijelaskan, dengan melibatkan penggunaan FISH untuk skrining blastomer aneuploidy pada wanita tua dan yang memiliki abortus habitus.PGS dan FISH dapat digunakan secara akurat untuk mendeteksi 70% aneuploidy yang umum menimbulkan abortus pada trimester pertama, tetapi sering kali dikritik karena tidak dapat mendeteksi secara menyeluruh dari kelainan genetic. Namun dalam beberapa penelitian, tidak mendukung penggunaan PGS pada pasien dengan abortus habitus karena tidak membantu dalam menurunkan angka abortus pada wanita. Kerugian dari PGD ini adalah misdiagnosis, kemungkinan menurunkan rasio implantasi dengan biopsi embrionik.

2.1.2. Penyebab Immunologis Abnormalitas Autoimun1. Antiphospolipid Antibody Syndrome (APS)Penyakit ini dikenal juga dengan sindroma lupus antikoagulan dan sindroma Hugh. Kelainan ini ditandai dengan adanya Antibodi APL, yang sering kali berkaitan dengan kegagalan kehamilan dalam periode pre-embrionik (10minggu). 10-20% wanita dengan kegagalan kehamilan dini umumnya positif terhadap pemeriksaan antibodi APL.Terdapat tiga kelas yang telah diidentifikasi sebagai antibodi APL, yaitu anti-Cardiolipin (aCL), lupus anti-coagulant (LAC), dan antibody anti-beta 2 glikoprotein 1. Sebagai tambahan. serologi ini dapat false-positive pada pasien dengan sifilis dengan signifikansi klinis yang sama.APS dapat didiagnosis ketika gejala klinis, obstetric dan juga hasil laboratorium memadai. Diagnosis dari APS memerlukan minimal 1 dari kriteria klinis dan satu dari kriteria laboratorium : Kriteria Klinis Vaskular Trombosis Morbiditas pada kehamilan 3 atau lebih abortus yang tidak dapat dijelaskan dengan penyebab anatomi, genetic dan hormonal sudah disingkirkan 1 atau lebih kematian yang tidak dapat dijelaskan dengan morfologi fetus normal saat dan setelah 10 minggu usia kehamilan 1 atau lebih kelahiran premature dengan morfologi bayi normal saat dan sebelum 34 minggu usia kehamilan, berkaitan dengan preeclampsia berat

Kriteria Laboratorium aCL : IgG dan/atau IgM terdapat dalam titer tinggi dan sedang dalam 2 atau lebih pertemuan, dalam rentang lebih dari 6 minggu Demonstrasi dari pemanjangan dari pembekuan terkait fosfolipid (aPTT, Kaolin Clotting Time, dilute Russell viper venom time, dilute PT, Textarin Time) Kegagalan untuk mengoreksi pemanjangan tes tersebut dengan normal platelet poor plasma Pemendekan tes skrining terkait fosfolipid dengan penambahan fosfolipid yang berlebihan Ekslusi dari kondisi koagulopati lainAntibodi tersebut dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan ELISA atau koagulasi yang positif untuk LAC (Lupus Anti-Coagulant). Hal yang perlu diingat adalah dengan adanya keberadaan antibodi saja tanpa adanya gejala klinis tidak dapat mendefinisikan sindrom ini.Pasien yang memiliki titer APL Antibodi yang tinggi dan juga IgG isotope memiliki prognosis yang lebih buruk dibanding yang memiliki titer yang rendah.

2. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)SLE merupakan salah satu penyakit yang sangat umum dan berkaitan erat dengan APS. Pasien dengan SLE memiliki 12-30% prevalensi untuk aCL antibodi dan 15-34% prevalensi untuk LAC. SLE, seiring dengan kaitannya dengan APL antibodi, meningkatkan risiko terjadinya abortus spontan dan kegagalan kehamilan tua. Pasien dengan SLE memiliki rasio keguguran 10%.Peningkatan kegagalan kehamilan lanjut berkaitan dengan meningkatnya insiden dari kematian janin pada trimester dua dan tiga, terutama pada pasien SLE, yang didominasi dengan keberadaan APL antibodi.

Penyakit lain yang berkaitan dengan APL antibodi diantaranya, yaitu : Kondisi obstetric terkait dengan APL Antibodi Preeklampsia IUGR Detak Jantung Janin yang abnormal Kehamilan dan persalinan premature Kegagalan kehamilan Kondisi terkait dengan APL antibodi Trombosis arteri dan vena Autoimun trombositopenia Autoimun hemolitik anemia Livedo reticularis Chorea Hipertensi Pulmonal Ulkus kaki kronik

3. Antinuclear Antibody (ANA)ANA memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya abortus habitus, meskipun pada pasien yang tidak memiliki bukti akan gejala autoimun. Dalam kebanyakan penelitian, titer ANA pada wanita dengan abortus habitus meningkat sedikit.

4. Antithyroid antibodiesTidak seperti ANA, antitiroid antibodi ini merupakan faktor independen yang menjadi marker dari peningkatan risiko keguguran. Risiko keguguran mencapai 17% dibanding 8% pada kehamilan tanpa antitiroid antibodi. Namun mekanisme yang menjelaskan hubunga antara keduanya masih belum dapat dijelaskan.

TatalaksanaVaskular thrombosis yang terkait dengan APL antibodi diduga didasarkan karena peningkatan rasio tromboksan prostasiklin. Peningkatan kadar tromboksan ini pada plasenta akan berujung pada thrombosis di permukaan uteroplasenta, yang dapat menjelaskan aksi dari aspirin dosis rendah pada kehamilan dengan APL antibodi. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa thrombosis terjadi secara sekunder akibat peningkatan agregasi platelet, penurunan dari aktivasi protein C, peningkatan ekspresi faktor jaringan dan peningkatan sintesis dari PAF (Platelet Activating Factor).Pemberian pengobatan pada pasien dengan APS umumnya dapat menurunkan angka kegagalan pada kehamilan namun tidak menutup kemungkinan terjadinya abortus meskipun dalam pengobatan. Pilihan terapi yang dapat diberikan adalah : Heparin Subkutan Aspirin dosis rendah Prednisone Imunoglobulin dan Kombinasi dari terapi diatasSebagai tambahan, ada sebuah studi yang menunjukkan model penggunaan siprofloxacin menurunkan keguguran dengan memodulasi ekspresi IL-3 pada splenosit. IL-3 dihipotesa merupakan salah satu faktor pertumbuhan plasenta sehingga dapat mengompensasi kerusakan yang terjadi.Penggunaan heparin subkutan 2x 5000 Unit/hari dan aspirin dosis rendah 80mg/hari dapat meningkatkan rasio survival dari janin dari 50% menjadi 80% terutama pada pasien dengan 2 keguguran atau lebih.

Abnormalitas AlloimunKeguguran dapat muncul ketika respon dari kekebalan maternal dengan antigen plasenta atau jaringan fetus abnormal.

2.1.3. Penyebab AnatomiDefek dari anatomi uterus telah diketahui merupakan salah satu penyebab komplikasi obstetric, termasuk abortus habitus, persalinan premature, malpresentasi meskipun dalam kebanyakan pasien dengan defek seperti ini dapat lahir normal tanpa adanya gangguan. Sering kali, komplikasi yang muncul disebabkan karena kelainan dari vaskularisasi sehingga dapat menyebabkan IUGR. Defek pada anatomi ini berperan dalam 26% risiko munculnya kegagalan kehamilan.

Uterine Mullerian AnomaliesKondisi kelainan uterus yang paling umum adalah uterus bersepta, unikornuat, bikornuat dan didelphys. Dari semuanya, uterus unikornuat yang paling jarang namun dapat menyebabkan IUGR dan juga malpresentasi. Rasio tertinggi dari kelainan anatomi yang berujung pada keguguran adalah 47% pada bikornuat uterus dibanding 26% pada uterus bersepat dan 17% pada unikornuat uterus.Disamping adanya anomali mullerian ini, masih ada beberapa kondisi lain yang dapat berujung pada gangguan anatomi seperti pajanan diethylstilbestrol, Sindroma Asherman, inkompetensi serviks, leiomioma dan polip uterus.

TatalaksanaDiagnosis yang akurat dari mullerian anomali sangatlah penting. Pemeriksaan yang dipilih adalah dengan hystereskopi, hysterosalphingography (HSG), sonohysterograms, dan vaginal USG. Pemeriksaan dengan MRI juga dapat digunakan. Koreksi secara operasi dari kelainan anatomi ini tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan penurunan rasio abortus.

2.1.4. Penyebab InfeksiTeori yang menyampaikan infeksi pada kehamilan dapat menyebabkan keguguran telah ada sejak lama, namun infeksi sangat jarang menimbulkan abortus habitus.

2.1.5. Penyebab LingkunganPenyebab lingkungan yang dapat menyebabkan malformasi berperan kurang lebih 10% dalam terbentuknya malformasi, kurang lebih 1% dari keseluruhan malformasi berkaitan dengan obat, kimia dan radiasi.

Isotretinoin (Accutane)Isotretinoin merupakan asam retinoik yang digunakan untuk mengobati jerawat yang berat dan berkaitan dengan abortus spontan.

Gas AnestesiaKaitan antara pajanan dengan konsentrasi dari gas anastesi pada ruang operasi ternyata menunjukkan adanya peningkatan risiko keguguran dan juga kelainan kongenital.

TembakauPajanan maternal terhadap tembakau dan efeknya pada keluaran kehamilan telah menjadi pertanyaan. Merokok memiliki ratusan dari zat beracun. Nikotin dikabarkan dapat mengurangi sirkulasi plasenta dan fetal karena zat vasoaktifnya. Karbon monoksida mengurangi asupan nutrisi dan darah fetus dan maternal , dan timbal merupakan zat neurotoksin. Meskipun banyak keburukannya, namun merokok hanya sedikit berpengaruh dengan risiko terjadinya abortus habitus.

AlkoholPajanan maternal pada alkohol yang berlebihan dikabarkan meningkatkan risiko dari terjadinya abortus spontan.

Konsumsi kopiKonsumsi kopi sudah lama menjadi subjek yang banyak perdebatannya sejak 1980. Hal ini disebabkan karena adanya konflik, dimana sebagian peneliti menyebutkan konsumsi kopi yang moderat (