45
ABSTRAK Perencanaan pajak merupakan tahapan awal yang menjadi dasar dalam manajemen pajak sebelum fungsi pelaksanaan dan fungsi pengendalian. Perencanaan pajak (tax planning), akan dapat membantu pihak perusahaan dalam rangka pembayaran pajak. Pada dasarnya perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain perencanaan pajak yang telah sesuai dengan peraturan undang-undang dapat digunakan untuk menghemat pajak.

Abs Trak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Abs Trak

ABSTRAK

Perencanaan pajak merupakan tahapan awal yang menjadi dasar dalam manajemen

pajak sebelum fungsi pelaksanaan dan fungsi pengendalian. Perencanaan pajak (tax

planning), akan dapat membantu pihak perusahaan dalam rangka pembayaran pajak.

Pada dasarnya perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau

kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya, baik pajak

penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang minimal, sepanjang

hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan kata lain perencanaan pajak yang telah sesuai dengan peraturan undang-undang

dapat digunakan untuk menghemat pajak.

Page 2: Abs Trak

KUMPULAN MATERI

ARTIKEL 1

Tax Planning Untuk Menghemat Biaya Pajak

Tax Planning atau perencanaan pajak dapat didefinisikan sebagai upaya

manajemen keuangan untuk meminimalkan biaya pajak dengan merancang investasi,

jenis usaha dan sistem pencatatan pendapatan dan biaya mana yang menghasilkan beban

pajak yang paling kecil. Tax Planning sering pula disamakan dengan Tax

Management atau manajemen pajak yang didefinisikan sebagai sarana memenuhi

kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan

serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan

(Lumbantoruan,1994).

Ada dua kategori tax planning:

1. Tax Avoidance (Penghindaran Pajak): Usaha meminimalkan biaya pajak masih

dalam koridor Undang-Undang dan peraturan yang berlaku.

Di berbagai negara terdapat 2 penggolongan tax avoidance:

Penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance/defensive

tax planning).

Penghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax avoidance/

aggressive tax planning). Biasanya untuk transaksi yang semata-mata

dilakukan oleh Wajib Pajak yang untuk tujuan penghindaran pajak dan tidak

mempunyai substansi  bisnis.

2. Tax Evasion (Penyelundupan Pajak): Usaha meminimalkan biaya pajak sudah

melanggar Undang-Undang dan peraturan yang berlaku, tax planningini

merupakan perbuatan ilegal. Misalnya: membuat laporan keuangan palsu, tidak

membayarkan PPN dan PPh yang dipungut, dll.

Kita dapat melakukan penghematan pajak dengan cara yang sederhana namun tetap

dapat memberikan hasil yang maksimal sebagai berikut:

Menghindari Sanksi dan Denda Perpajakan:

1. lapor pajak tepat waktu dan tepat perhitungannya >> Hindari sanksi telat lapor,

telat bayar dan kurang bayar.

Page 3: Abs Trak

2. Mendaftarkan NPWP >>UU PPh baru (UU No 36 Th 2008) memberikan tarif

pajak yang lebih tinggi kepda Wajib Pajak yang tidak mempunyai NPWP.

Memilih bentuk usaha dan investasi dengan beban pajak teringan

Usaha orang pribadi tarifnya progresif 5%-35% sedangkan untuk badan tarifnya

tunggal 28% dengan fasilitas UU PPh pasal 31 E yaitu pengurangan 50% PPh

badan untuk bagian yang beromset dibawah Rp. 4,8 M. Sehingga bila beromset

besar, sebaiknya lebih memilih bentuk badan. Bentuk Firma memiliki keuntungan

dengan tarif tunggal dan tidak dipajakinya bagi hasil usaha ke pemilik namun firma

tidak bisa membiayakan gaji direksi seperti PT selain itu sulit bila ingin

mengembangkan modal di pasar saham atau obligasi. Sayangnya koperasi

walaupun dianggap sebagai pendorong ekonomi rakyat tidak memiliki fasilitas

seperti firma dimana tetap ada pemajakan final 10% pada SHU yang diberikan pada

anggotanya.

Memanfaatkan fasilitas pajak

1. Memanfaatkan fasilitas pengurangan pajak untuk PPh 25, BPHTB, PBB

2. Memanfaatkan fasilitas Ekspor, PPN Ditanggung Pemerintah dan PPN tidak

dipungut dimana harga jual dapat ditekan dan tetap dapat merestitusi PPN

Masukan

3. Memanfaatkan fasilitas bebas pajak untuk merger dengan nilai buku

4. Memanfaatkan fasilitas tarif 0% untuk bunga simpanan koperasi

5. Memanfaatkan fasilitas bebas bajak untuk Zona ekonomi Khusus

Menghindari biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam perpajakan

1. Menghindari natura sebagai kompensasi pegawai

2. Memotong PPh 21 OP atas asuransi untuk kepentingan pegawai agar tidak

dianggap sebagai natura

3. Menghindari biaya entertainment untuk marketing, lebih baik gunakan diskon

atau jasa pihak ketiga.

4. Membuat daftar nominatif entertainment agar biaya entertainment dapat

dibiayakan

5. Hanya ikut dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan agar

dapat dibiayakan

Page 4: Abs Trak

6. Membuat daftar pemusnahan barang untuk membiayakan penghapusan

persediaan

7. Memperhatikan biaya estimasi yang dapat dikurangkan dalam UU PPh psal 9

ayat 1-c j.o PMK 81/PMK.03/2009

Memilih metode perhitungan biaya yang lebih besar

1. Memilih metode rata-rata tertimbang dibanding FIFO untuk persediaan bila

terjadi inflasi.

2. Memilih metode penyusutan saldo menurun metode garis lurus bila ada trend

penurunan tarif pajak.

3. Lebih baik menyewa aset atau leasing daripada membeli aset >> Bila menyewa

biasa dapat mengkreditkan PPN Masukan tiap bulan, dan tagihan sewa

semuanya, tidak seperti bila membeli aset biasa yang pembiayaannya melalui

depresiasi. Bila leasing, biaya angsuran tiap bulan dapat dibiayakan namun

keuntungannya ada PPN Masukan di awal yang cukup besar untukcash

saving dan perusahaan dapat mennghemat biaya administrasi karena

pembayaran angsuran  capital lease dikecualikan dari pemotongan PPh 23 dan

PPN. (KMK No 1169/1991)

Memanfaatkan pembedaan tarif pajak

1. Dapat dimanfaatkan dengan cara memecah usaha yang berlaba besar menjadi

beberapa unit untuk mendapat tarif pemajakan yang lebih kecil (fasilitas UU

PPh pasal 31 E, tarif 14% untuk badan dengan omset kurang dari Rp. 4,8

Milyar)

2. Aset dipecah-dipecah ke berbagai anak perusahaan untuk mendapat tarif PBB

lebih rendah (dimana asessment ratio 20% untuk NJOP di bawah Rp.  1 Milyar)

Menghindari pajak berganda

1. Memastikan PPN Masukan dan PPh yang dipungut pihak ketiga dapat

dikreditkan >>Bila tidak dapat dikreditkan, merupakan biaya bagi perusahaan

dan akhirnya akan membebani harga jual.

2. Memohon sentralisasi PPN>>Untuk menghemat biaya administrasi dan resiko

faktur pajak masukan cacat.

3. Investasi pada negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia untuk

menghindari pengenaan pajak yang sama di lebih dari 2 negara

Page 5: Abs Trak

4. Sinergi industri hulu-hilir untuk menghindari pengenaan PPNBM berkali-kali

untuk produk yang sama, misalnya loudspeaker dan TV sama-sama dikenakan

PPNBM

5. Penyertaan modal pada PT dihindar dalam bentuk tanah dan bangunan untuk

menghindari BPHTB

Menghindari koreksi Transfer Pricing

1. Mengadakan Advance Pricing Agreement dimana ada harga trasfer pricing

yang merupakan kesepakatan WP dan pihak fiskus.

2. Memperhatikan peraturan mengenai Debt Equity Ratio untuk menghindari

koreksi UU PPh pasal 18 ayat 1

3. Investasi pada negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia untuk

menghindari pengenaan pajak yang sama di lebih dari 2 negara.

http://natanedan.wordpress.com/2009/12/01/tax-planning-untuk-menghemat-biaya-pajak-

oleh-nany-ariany/

ARTIKEL 2

Pengertian Manajemen Pajak

Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan

melalui manajemen pajak. Namun, perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak

tergantung dari instrument yang dipakai. Legalitas baru dapat diketahui secara pasti

setelah ada putusan pengadilan. Secara umum manajemen pajak dapat didefenesikan:

“Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar

tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memeperoleh

laba dan likuiditas yang diharapkan” (Sophar Lumbatoruan; 1996)

Tujuan manajemen pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. menerapkan peraturan perpajakan dengan benar

2. usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuidiras yang seharusnya.

Disamping itu, tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi

manajemen pajak yang terdiri dari:

1. Perencanaan pajak (tax planning)

2. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)

3. Pengendalian pajak (tax control)

Page 6: Abs Trak

Perencanaan Pajak

Secara garis besar pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut

Mohammad Zain dalam bukunya Manajemen Perpajakan (2005:43) menyebutkan

bahwa: “Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah proses mengorganisasi usaha wajib

pajak atau sekelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik

pajak penghasilan maupun pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal,

sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan”. 

Adapun pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut Nur Hidayat

dalam artikel Tax Planning Bukan Untuk Hindari Pajak (2005:1) menyebutkan bahwa:

“Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah upaya menekan jumlah kewajiban pajak

dengan cara legal”.

Dari  kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak adalah

upaya untuk mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan kewajiban pajak dengan

tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar pajak yang dibayar

tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.

Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses

merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah

yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Suatu perencanaan

pajak yang tepat akan menghasilkan beban pajak minimal yang merupakan hasil dari

perbuatan penghematan pajak atau penghindaran pajak, bukan karena penyelundupan

pajak yang tidak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penghindaran Pajak dan Penyelundupan Pajak

 Pada umunya penghindaran pajak dan penyelundupan pajak mempunyai tujuan

yang sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan tetapi cara penyelundupan pajak dalam

mengurangi beban pajaknya termasuk perbuatan ilegal atau perbuatan melanggar

hukum.

Pengertian penyelundupan pajak dan penghindaran pajak menurut Harry

Graham Balter yang dikutip dalam buku Manajemen Perpajakan (2005:49) adalah:

“Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak-

apakah berhasil atau tidak-untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak

yang tidak berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku,

Page 7: Abs Trak

sedangkan penghindaran pajak merupakan usaha yang sama, yang tidak melanggar

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Sedangkan Pengertian penyelundupan pajak dan penghindaran pajak menurut

Robert H. Anderson yang dikutip dan dialih bahasakan oleh Mohammad Zain dalam

buku Manajemen Perpajakan (2005:50) adalah sebagai berikut: “Penyelundupan pajak

adalah penyelundupan pajak yang melanggar undang-undang pajak, sedangkan

penghindaran pajak adalah cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui

perencanaan pajak”. 

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyelundupan pajak adalah

upaya wajib pajak untuk meminimumkan beban pajak terutang, yang dilakukan dengan

cara melanggar undang-undang perpajakan sedangkan penghindaran pajak adalah upaya

yang dilakukan untuk meminimumkan beban pajaknya dengan cara tidak melanggar

ketentuan perundang-undangan perpajakan. 

Pengertian penyelundupan pajak tidak saja terbatas pada kecurangan dan

penggelapan saja, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi kewaiban perpajakan yang

disebabkan oleh:

a. Ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan

adanya ketentuan perundang-undangan perpajakan tersebut.

b. Kesalahan (error), yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah hitung datanya.

c. Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu wajib pajak salah dalam menafsirkan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

d. Kealpaan (negligence), yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku beserta

bukti-buktinya secara lengkap.

Dengan demikian, penyelundupan pajak dapat pula didefenisikan sebagai suatu

tindakan atau sejumlah tindakan yang merupakann pelanggaran terhadap ketentuan

perundang-undangan perpajakan, seperti:

a. Tidak dapat memenuhi pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktunya.

b. Tidak dapat memenuhi pembayaran pajak tepat pada waktunya.

c. Tidak dapat memenuhi pelaporan penghasilan dan pengurangannya secara lengkap

dan benar.

Page 8: Abs Trak

d. Tidak dapat memenuhi kewajiban memelihara pembukuan.

e. Tidak dapat memenuhi kewajiban menyetorkan pajak penghasilan karyawan yang

dipotong dan pajak-pajak lainnya yang telah dipungut.

f. Pembayaran dengan cek kosong bagi Negara yang dapat melakukan pembayaran

pajaknya dengan cek.

g. Melakukan penyuapan terhadap aparat perpajakan dan atau tindakan intimidasi

lainnya.

Jenis-jenis Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak tidak hanya dilakukan di Indonesia saja, karena kadang-

kadang perusahaan juga harus berhubungan dengan negara di luar Indonesia untuk

menjalankan kegiatan perusahaanya. Untuk itu sebelum melakukan perencanaan pajak

seorang perencana pajak harus mengetahui jenis-jenis perencanaan pajak terlebih

dahulu.

Menurut Erly Suandi dalam bukunya Perencanaan Pajak (2006:122) jenis-jenis

perencanaan pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Perencanaan pajak nasional (national tax planning)

b. Perencanaan pajak internasional (international tax planning)

Dari kedua jenis perencanaan pajak tersebut terdapat perbedaan yang melekat

antara perencanaan pajak nasional dengan perencanaan pajak internasional, yaitu

terletak pada peraturan pajak yang akan digunakan. Dalam perencanaan pajak nasional

hanya memperhatikan undang-undang domestic, sedangkan perencanaan pajak

internasional disamping undang-undang domestik juga harus memperhatikan perjanjian

pajak dan undang-undang dari negara-negara yang terlibat. 

riskymahira.blogspot.com/2012/11/perencanaan-pajak-tax-planning.html

ARTIKEL 3

Memperlakukan Biaya yang Menghemat Pajak

Biaya yang dikeluarkan perusahaan ada yang dapat diperlakukan sebagai

pengurang penghasilan kena pajak ada pula yang tidak dapat diperlakukan sebagai biaya

pengurang penghasilan kena pajak. Selain jenis biayanya, hal itu juga ditentukan oleh

tujuan penggunaannya.

Page 9: Abs Trak

Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak apabila pemilihan atau

pengakuannya tepat maka dapat mempengaruhi besarnya PPh terutang dari wajib pajak.

Berbagai biaya yang dapat disiasati berkenaan dengan efisiensi pembayaran pajak

antara lain adalah sebagai berikut:

Penghematan biaya pada leasing

Pemilihan metode penyusutan

Pemilihan metode persediaan

Pemanfaatan biaya bunga

Pengaturan biaya natura dan kenikmatan

Pengaturan gaji anggota persekutuan

Pengaturan premi asuransi karyawan

Pemilihan metode pengakuan selisih kurs

Pengaturan pembayaran tunjangan

http://books.google.co.id/books?

id=9nAeg3xbW48C&pg=PA105&lpg=PA105&dq=memperlakukan+biaya+yang+menghemat+paj

ak

ARTIKEL 4

Biaya yang Boleh Dibebankan dan yang Tidak Boleh Dibebankan

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk

usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Beban-beban yang dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban

atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang

mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan

biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya

rutin pengolahan limbah dan sebagainya, sedangkan pengeluaran yang mempunyai

masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan

atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat

kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut

dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Page 10: Abs Trak

1. Biaya Yang Boleh Dibebankan

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, biaya-biaya yang boleh dibebankan

sebagai pengurang penghasilan bruto adalah :

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan

usaha, antara lain:

1) biaya pembelian bahan;

2) biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,

bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;

3) bunga, sewa, dan royalti;

4) biaya perjalanan;

5) biaya pengolahan limbah;

6) premi asuransi;

7) biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan;

8) biaya administrasi; dan

9) pajak kecuali Pajak Penghasilan

Biaya-biaya yang dimaksud dalam ketentuan ini lazim disebut biaya

sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat

dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai

hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan

objek pajak. Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak

boleh dibebankan sebagai biaya.

Contoh:

Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri

Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:

- penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat

(3) huruf h Rp100.000.000,00

- penghasilan bruto lainnya sebesar Rp300.000.000,00 (+) Jumlah penghasilan

bruto Rp400.000.000,00

Page 11: Abs Trak

Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah),

biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara

penghasilan adalah sebesar 3/4 x Rp200.000.000,00 = Rp150.000.000,00.

Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli

saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang

diterimanya tidak merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat

dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.

Pengeluaran-pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya

pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham,

pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi

peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak

boleh dibebankan sebagai biaya. Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja

untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan,

tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan.

Pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh

dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang.

Pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan, misalnya

fasilitas menempati rumah dengan cuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai

biaya, dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan

penghasilan. Namun, pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu

sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e, boleh dibebankan sebagai

biaya dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan

penghasilan.

Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

harus dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan

pedagang yang baik. Dengan demikian, apabila pengeluaran yang melampaui

batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yang

melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan

bruto.

Page 12: Abs Trak

Pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain

Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai

(BM), Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.

Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang

benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya

merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi

boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Besarnya biaya promosi dan

penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto diatur

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang

saham, sekutu, atau anggota;

Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan adalah biaya-

biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan

pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi,

biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk

kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya.

c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang

menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan

pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang

dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

4) cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

5) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah

industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-

syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi,

kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai

penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

Page 13: Abs Trak

Premi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,

asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak

orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat

orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi,

penerimaan tersebut bukan merupakan Objek Pajak.

Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi

kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai

biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang

merupakan Objek Pajak.

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan

dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam

bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan

pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan;

Sebagaimana telah diuraikan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d,

penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan dianggap bukan

merupakan objek pajak. Selaras dengan hal tersebut, dalam ketentuan ini

penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan pengeluaran

yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja. Namun, dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, pemberian natura dan kenikmatan

berikut ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan

merupakan penghasilan pegawai yang menerimanya:

1) penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang

diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut dalam

rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di

daerah terpencil;

2) pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam

pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat

pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk

keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), antar jemput

karyawan, serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya; dan

Page 14: Abs Trak

3) pemberian atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh pegawai

yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.

f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham

atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran

imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga pemegang saham. Karena

pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran

yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini

jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

Misalnya, seorang tenaga ahli yang merupakan pemegang saham dari suatu

badan memberikan jasa kepada badan tersebut dengan memperoleh imbalan

sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Apabila untuk jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang

setara hanya dibayar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), jumlah

sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) tidak boleh dibebankan

sebagai biaya. Bagi tenaga ahli yang juga sebagai pemegang saham tersebut

jumlah sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dimaksud dianggap

sebagai dividen.

g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m

serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang

sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima

oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang

ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

h. Pajak Penghasilan;

Yang dimaksudkan dengan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah

Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.

Page 15: Abs Trak

i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak

atau orang yang menjadi tanggungannya;

Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi

tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh

Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut tidak boleh

dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.

j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer yang modalnya

tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada

imbalan sebagai gaji. Dengan demikian gaji yang diterima oleh anggota

persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas

saham, bukan merupakan pembayaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan

bruto badan tersebut.

k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana

berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di

bidang perpajakan.

Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk

dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.

Sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang mempunyai peranan

terhadap penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan sesuai

dengan jumlah tahun lamanya pengeluaran tersebut berperan terhadap

penghasilan. Sejalan dengan prinsip penyelarasan antara pengeluaran dengan

penghasilan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)

tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sekaligus pada tahun

pengeluaran, melainkan dibebankan melalui penyusutan dan amortisasi selama

masa manfaatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A.

Page 17: Abs Trak

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman mengakibatkan pertumbuhan perekonomian di

Indonesia semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk

yang semakin meningkat. Perkembangan ini juga diikuti dengan pertumbuhan pajak

yang semakin lama semakin meningkat, hal ini dibuktikan dengan besarnya

kontribusi pajak pada APBN negara (sebesar 7%). Pada hakikatnya setiap orang

yang berada di Indonesia pasti akan bersinggungan dengan pajak suatu saat nanti,

baik yang berprofesi sebagai kuli bangunan, dokter, dosen, arsitek, montir, dan lain

sebagainya. Hal ini terjadi karena adanya pajak penghasilan yang diterapkan pada

setiap penghasilan penduduk rakyat Indonesia, baik yang berbentuk perseorangan,

Commanditaire Vennootschap atau Firma, maupun Perseroan Terbatas.

Hampir seluruh kehidupan perseorangan dan perkembangan dunia bisnis

dipengaruhi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengaruh

tersebut cukup berarti, sehingga bagi para eksekutif komponen pajak merupakan

komponen yang perlu mendapatkan perhatian khusus.

Walaupun pajak berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan

perseorangan dan keputusan bisnis, tidaklah berarti bahwa pajak tersebut tidak

dapat dikendalikan. Memahami dengan baik ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan serta perkembangan dan perubahannya, pada hakikatnya

pajak terseut akan dapat dimajemeni dengan berhasil.

Salah satu fungsi manajemen pajak adalah perencanaan pajak (tax

planning). Perencanaan pajak itu sendiri sesungguhnya merupakan tindakan

penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya. Tujuannya adalah

bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan

dibayar. Dalam penyusunan perencanaan pajak harus sudah memahami secara

mendalam tentang peraturan-peraturan perpajakan dan selalu mengikuti

perkembangan dan perubahan agar perencanaan pajak dapat berfungsi dengan baik

dan tidak terjadi suatu kesalahan.

Page 18: Abs Trak

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Pajak

Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan

melalui manajemen pajak. Namun, perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak

tergantung dari instrument yang dipakai. Legalitas baru dapat diketahui secara pasti

setelah ada putusan pengadilan. Secara umum manajemen pajak dapat

didefenesikan: “Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban

perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah

mungkin untuk memeperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan” (Sophar

Lumbatoruan; 1996)

Tujuan manajemen pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

2. menerapkan peraturan perpajakan dengan benar

3. usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuidiras yang seharusnya.

Disamping itu, tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi

manajemen pajak yang terdiri dari:

1. Perencanaan pajak (tax planning)

2. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)

3. Pengendalian pajak (tax control)

B. Perencanaan Pajak

Secara garis besar pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut

Mohammad Zain dalam bukunya Manajemen Perpajakan (2005:43) menyebutkan

bahwa: “Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah proses mengorganisasi usaha

wajib pajak atau sekelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang

pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak lainnya, berada dalam posisi yang

paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan”. 

Adapun pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut Nur Hidayat

dalam artikel Tax Planning Bukan Untuk Hindari Pajak (2005:1) menyebutkan

bahwa: “Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah upaya menekan jumlah

kewajiban pajak dengan cara legal”.

Page 19: Abs Trak

Dari  kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak

adalah upaya untuk mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan kewajiban

pajak dengan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar

pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.

Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses

merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah

yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan.Suatu perencanaan

pajak yang tepat akan menghasilkan beban pajak minimal yang merupakan hasil

dari perbuatan penghematan pajak atau penghindaran pajak, bukan karena

penyelundupan pajak yang tidak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan

perpajakan.

C. Memperlakukan Biaya yang Menghemat Pajak

Biaya yang dikeluarkan perusahaan ada yang dapat diperlakukan sebagai

pengurang penghasilan kena pajak ada pula yang tidak dapat diperlakukan sebagai

biaya pengurang penghasilan kena pajak. Selain jenis biayanya, hal itu juga

ditentukan oleh tujuan penggunaannya.

Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak apabila pemilihan atau

pengakuannya tepat maka dapat mempengaruhi besarnya PPh terutang dari wajib

pajak. Berbagai biaya yang dapat disiasati berkenaan dengan efisiensi pembayaran

pajak antara lain adalah sebagai berikut:

Penghematan biaya pada leasing

Pemilihan metode penyusutan

Pemilihan metode persediaan

Pemanfaatan biaya bunga

Pengaturan biaya natura dan kenikmatan

Pengaturan gaji anggota persekutuan

Pengaturan premi asuransi karyawan

Pemilihan metode pengakuan selisih kurs

Pengaturan pembayaran tunjangan

1. Penghematan biaya pada leasing

Page 20: Abs Trak

Dalam peraturan perpajakan, leasing atau sewa guna usaha dibedakan

menjadi leasing dengan hak opsi (financial leasing) dan leasing tanpa hak opsi

(operational leasing). Pengakuan biaya bagi perusahaan yang melakukan leasing

dengan hak opsi, selain berkaitan dengan pembayaran bunga atas angsuran

leasing, juga termasuk pokok angsuran leasingnya, serta penyusutan aktiva

setelah leasee mempergunakan hak opsinya.

Sedangkan pengakuan biaya bagi leasee pada leasing tanpa hak opsi

meliputi lease payment saja, tidak terdapat bunga atas angsuran dan tidak boleh

menyusutkan harta yang disewa-guna-usahakan.

Berdasarkan pengakuan biaya yang diperkenankan tersebut maka akan

lebih menguntungkan apabila pengadaan aktiva melalui leasing dilakukan

dengan mempergunakan cara leasing dengan hak opsi.

Contoh:

PT Haryo Pamenang mengadakan alat berat berupa leasing. Nilai alat berat

tersebut Rp 750.000.000,00. Apabila dilakukan leasing selama 3 tahun dengan

bunga tetap 1% dan nilai residu aktiva sebesar Rp 468.750.000,00; bandingkan

biaya yang dapat diakui oleh PT Haryo Pamenang dengan apabila alat berat

tersebut dilakukan leasing tanpa hak opsi selama 3 tahun, dan lease payment

setahunnya Rp 200.000.000,00.

No Pembayaran Dengan Hak Opsi Tanpa Hak Opsi Selisih

1 Lease Payment 750.000.000 600.000.000 150.000.000

2 Bunga 270.000.000 0 270.000.000

3 Nilai Sisa Aktiva -468.750.000 0 -468.750.000

Total 551.250.000 600.000.000 48.750.000

Selama 3 tahun, dengan leasing dengan hak opsi, PT Haryo Pamenang

harus mengeluarkan uang sebesar Rp 750.000.000 + Rp 270.000.000 atau

sebesar Rp 1.020.000.000 atau hampir dua kali jika leasing tersebut dilakukan

tanpa hak opsi, yaitu sebesar Rp 600.000.000.

Tetapi dengan leasing dengan hak opsi, PT Haryo Pamenang masih

mendapatkan aktiva yang mempunyai nilai buku sebesar Rp 468.750.000

sedangkan dengan cara leasing tanpa hak opsi maka sisa aktiva tersebut tidak

didapat.

Page 21: Abs Trak

Kalau diperhitungkan antara pembayaran dan nilai sisa aktiva maka akan

lebih menguntungkan kalau pengadaan aktiva dengan cara leasing dilakukan

dengan hak opsi, dimana akan didapat selisih sebesar Rp 48.750.000.

Demikian pula apabila dikaitkan dengan pengakuan biaya yang boleh

diakui dalam 3 tahun tersebut. Apabila menggunakan leasing dengan hak opsi

maka akan terdapat biaya untuk leasing sebesar Rp 1.020.000.000 sedangkan

untuk leasing tanpa hak opsi hanya sebesar Rp 600.000.000.

Seandainya PPh terutang PT Haryo Pamenang sudah mempergunakan tarif

sebesar 25% maka penghematan PPh yang didapat oleh PT Haryo Pamenang

dengan mempergunakan cara leasing dengan hak opsi adalah sebesar: 25% x (Rp

1.020.000.000,00 – Rp 600.000.000,00) atau sebesar Rp 105.000.000,00.

Dari perhitungan tersebut, keputusan utuk memilih leasing dengan hak

opsi atau tidak mempergunakan hak opsi, selain mempertimbangkan seluruh

pembayaran dan nilai residu aktiva, juga harus mempertimbangkan berapa

besarnya PPh yang akan dihemat atas pemilian leasing dengan kedua cara

tersebut.

2. Pemilihan metode penyusutan

Metode penyusutan yang diperbolehkan menurut ketentuan perpajakan

adalah metode garis lurus (straight line) untuk bangunan. Untuk aktiva lainnya

dapat memilih antara garis lurus dengan saldo menurun (decline balance).

Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

masing yang tentu saja pilihan masing-masing wajib pajak dapat berbeda

mengingat adanya perbedaan kepentingan. Namun demikian apabila yang dasar

perbandingan adalah faktor komersial, kedua metode ini akan berbeda kalau

dinilai secara future value.

Mana yang dipilih dari kedua metode penyusutan tersebut, antara

kebijakan fiskal dan kebijakan perusahaan dapat bertentangan. Disatu pihak

diinginkan laba yang tinggi tetapi dipihak lain dengan adanya laba yang tinggi

itu maka PPh juga menjadi tinggi.

Contoh:

Page 22: Abs Trak

PT Dirgantara mempunyai aktiva berupa peralatan yang diperoleh bulan Januari

2007 dengan harga perolehan Rp 1.000.000.000,00 dengan masa manfaat 4

tahun. Penyusutan selama 4 tahun dengan mempergunakan kedua metode

tersebut adalah sebagai berikut:

Tahunpenyusutan

future value tahun 2008tingkat bunga 10%

garis lurus saldo menurun garis lurus saldo menurun2007 250.000.000 500.000.000 332.750.000 665.500.0002008 250.000.000 250.000.000 302.500.000 302.500.0002009 250.000.000 125.000.000 275.000.000 137.500.0002010 250.000.000 125.000.000 250.000.000 125.000.000

1.160.250.000 1.230.500.000

Diakhir penyusutan diketahui bahwa future value dari biaya penyusutan

mempergunakan metode garis lurus lebih rendah dibanding saldo menurun,

dalam arti metode garis lurus menghasilkan laba lebih tinggi dibanding metode

saldo menurun dan akan menghasilkan PPh terutang yang lebih tinggi pula.

PPh yang lebih tinggi itu dapat juga dihitung dari pengurangan biaya

akibat penyusutan. Seandainya tarif PPh terutang PT Dirgantara menggunakan

tarif tertinggi sebesar 25% maka besarnya selisih PPh terutang dapat dihitung

sebagai berikut:

Tahun Penyusutan Pengurangan PPhSaldo

Menurungaris lurus

saldo menurun garis lurus

saldo menurun

2007 250.000.000 500.000.000 62.500.000 125.000.000 62.500.0002008 250.000.000 250.000.000 62.500.000 62.500.000 02009 250.000.000 125.000.000 62.500.000 31.250.000 -31.250.0002010 250.000.000 125.000.000 62.500.000 31.250.000 -31.250.000

250.000.000 250.000.000 0

Berdasarkan perhitungan tersebut maka besarnya pengurangan PPh

apabila dihitung dengan cara future value dengan tingkat bunga 10% akan

dihasilkan perhitungan sebagai berikut:

Tahun pengurangan pph future value tahun 2008

Page 23: Abs Trak

tingkat bunga 10%garis lurus saldo menurun garis lurus saldo menurun

2007 62.500.000 125.000.000 88.187.500 166.375.0002008 62.500.000 62.500.000 75.625.000 75.625.0002009 62.500.000 31.250.000 68.750.000 34.750.0002010 62.500.000 31.250.000 62.500.000 31.250.000

295.062.500 308.000.000

Dari data tersebut maka apabila dinilai secara future value, penggunaan

saldo menurun akan lebih menghemat PPh terutang sebesar Rp

12.937.500.000,00.

3. Pemilihan metode persediaan

Perhitungan harga pokok penjualan selalu berkaitan dengan perhitungan

persediaan bahan baku maupun bahan bantu serta persediaan barang dalam

proses dan barang jadi. Perhitungan persediaan juga terkait dengan metode

perhitungan persediaan. Metode perhitungan persediaan yang diperkenankan

dalam perpajakan hanyalah metode rata-rata (average) dan metode FIFO (First

In First Out).

Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, yang secara

finansial menjadi pertimbangan bagi wajib pajak mana yang akan dipilih.

Pertimbangan secara fiskal dari pemakaian metode perhiungan persediaan ini

sama dengan pertimbangan secara finansial. Wajib pajak tentu akn memilih

untuk memakai metode yang menghasilkan PPh terutang yang lebih rendah.

Sesuai peritungan finansial, tinggi rendahnya perhitungan pemakaian

bahan ini sangat tergantung fluktuasi harga. Namun dengan mengasumsikan

bahwa harga bahan cenderung mengalami kenaikan maka kondisi inilah yang

lebih relevan untuk menjadi dasar pertimbangan.

Untuk kondisi dimana harga cenderung naik terus maka metode FIFO akan

menghasilkan biaya yang lebih rendah, dalam arti akan menghasilkan laba yang

lebih tinggi atau akan menghasilkan PPh terutang yang juga lebih tinggi.

4. Pemanfaatan biaya bunga

Page 24: Abs Trak

Biaya Bunga

Merupakan Biaya

Sepanjang dimanfaatkan oleh WP berhubungan dengan

kegiatan usahanya

Bukan Merupakan Biaya

Punya deposito lebih besar dari hutang

Hutang untuk beli saham

Hutang untuk Konstruksi

Hutang dipakai grup

Bagan Pengenaan Biaya Bunga

Bunga yang dibayarkan kreditor kepada bermacam debitor, perlakuan

perpajakannya adalah sebagai berikut :

Tabel PPh dan Pembayaran BungaNo. Dibayar Kepada PPh Sifatnya1 Perbankan Tidak dipotong PPh -2 Koperasi Simpan Pinjam Tidak dipotong PPh -3 Perusahaan Leasing Tidak dipotong PPh -4 Wajib Pajak Lainnya Dikedakan PPh 23 Tidak Final

Pengakuan bunga bagi kreditor tergantung penggunaan bunga tersebut,

yaitu seperti berikut:

Page 25: Abs Trak

Pada dasarnya biaya bunga dapat dibebankan sebagai biaya adalah apabila

bunga tersebut dibayar berkaitan dengan pinjaman, baik kepada perbankan

maupun yang lainnyayang dipergunakan untuk kegiatan usaha, bukan

dipergunakan untuk ditabung kembali ataupun untuk pembelian saham, atau

untuk membangun konstruksi atau dipergunakan oleh pihak lain baik sebagai

pemegang saham atau grupnya.

Apabila sebagian pinjaman tersebut diakui untuk keperluan diatas maka

biaya bunga yang diperbolehkan adalah sesuai manfaat pinjaman yang

dipergunakan oleh wajib pajak.

Pada dasarnya apabila tingkat bunga pinjaman besarnya sama dengan

tingkat bunga ketika meminjamkan atau ketika ditabung atau yang lainnya, maka

secara fiskal tidak terdapat perbedaan, atau tidak ada keuntungan yang

diperoleh.

Namun apabila tingkat bunga ketika meminjamkan lebih tinggi daripada

ketika meminjam, secara komersial memang terdapat keuntungan bagi kreditor,

dimana secara fiskal keuntungan tersebut merupakan objek pajak.

Tetapi yang dapat merugikan adalah apabila pinjaman tersebut ditabung

sebagai deposito, karena tingkat bunga deposito lebih rendah daripada bunga

pinjaman. Demikian pula secara fiskal, selisih tingkat bunga atas pinjaman yang

didepositokan tersebut tidak dapat diakui sebagai biaya.

Perlakuan yang paling menguntungkan bagi bunga adalah apabila

pinjaman atas bunga tersebut dipergunakan untuk dirinya dalam kegiatan

usahanya. Namun demikian apabila bunga tersebut dipinjamkan dengan tingkat

bunga yang lebih besar, maka secara komersial akan untung, tetapi besarnya PPh

terutang juga akan bertambah besar.

Contoh:

PT Banguntapan meminjam dari Bank Mandiri senilai Rp 500.000.000,00

dengan bunga per tahun 18%. Pinjaman tersebut dipergunakan oleh grupnya

senilai Rp 200.000.000,00 dan atas pinjaman tersebut PT Banguntapan diberi

Page 26: Abs Trak

imbalan dengan tingkat bunga 10%. Apabila pinjaman tersebut sudah

berlangsung dalam 1 tahun, bagaimanakah perbandingan pengakuan biaya antara

yang dipakai sendiri dengan yang sebagian dipinjamkan lagi?

Jawaban:

Bunga yang dapat dibebankan apabila dipakai sendiri:

18% x Rp 500.000.000,00 = Rp 90.000.000,00

Bunga yang dapat dibebankan apabila dipinjamkan lagi:

(Rp 300.000.000 / Rp 500.000.000) x Rp 90.000.000 = Rp 54.000.000

Penghasilan yang didapat dari pinjaman tadi adalah sebesar Rp 200.000.000,00 x

10% atau sebesar Rp 20.000.000,00.

Biaya yang berkurang jika pinjaman tadi dipinjamkan ke pemegang saham

adalah sebesar Rp 90.000.000,00-(Rp 54.000.000,00+Rp 20.000.000,00) atau

sebesar Rp 16.000.000,00, yang akan menambah penghasilan kena pajak bagi

wajib pajak.

Dengan bertambahnya penghasilan kena pajak sebesar Rp 16.000.000,00,

maka apabila PPh terutang dari wajib pajak sudah mempergunakan tarif

tertinggi, besarnya PPh akan bertambah sebesar 25%xRp 16.000.000,00 atau

sebesar Rp 4.000.000,00.

Namun, apabila tingkat bunga yang diberikan pemegang saham atau

pemminjam lain lebih besar dari bunga pinjamannya, misalnya 20%, maka

selisih lebih dari bunga tersebut menjadi penghasilan bagi wajib pajak.

Penghasilan yang didapat dari pinjaman tadi adalah 20%xRp 200.000.000,00 = Rp 40.000.000,00.Biaya bunga yang dibebankan adalah sebesar Rp 54.000.000, sedangkan

penghasilan bunga sebesar Rp 40.000.000.

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka wajib pajak akan mempunyai

kelebihan penghasilan sebesar (Rp 54.000.000,00+Rp 40.000.000,00)-Rp

90.000.000,00 = Rp 4.000.000,00.

Dengan bertambahnya penghasilan kena pajak sebesar Rp 4.000.000,00,

maka apabila PPh terutang dari wajib pajak sudah mempergunakan tarif

tertinggi, besarnya PPh akan bertambah sebesar 25%xRp 4.000.000,00 atau

sebesar Rp 1.000.000,00

Page 27: Abs Trak

Dengan perhitungan diatas maka secara fiskal utang dari wajib pajak yang

dipinjamkan lagi akan menambah besarnya PPh terutang atau tidak

menguntungkan.

5. Pengaturan biaya natura dan kenikmatan

Pembayaran natura maupun kenikmatan kepada pegawai pada dasarnya

bukan merupakan penghasilan bagi pegawai, tetapi juga bukan merupakan biaya

bagi perusahaan.

Namun demikian apabila pemberian natura maupun kenikmatan tersebut

diberikan dalam bentuk tunjangan. Misalnya tunjangan pangan maupun

tunjangan bersifat kenikmatan, seperti rumah dan lainnya, maka pembayaran

tersebut dapat menjadi biaya bagi perusahaan dan merupakan penghasilan bagi

pegawai.

Bagi pemberi kerja, pembayaran natura dan kenikmatan akan lebih

menguntungkan atau menghemat pajak jika diberikan dalam bentuk tunjangan.

Contoh:

Pemberian natura dan kenikmatan diakui sebagai tunjangan pangan dan

perumahan masing-masing Rp 1.500.000,00 per bulan atau Rp 18.000.000,00

per tahun, sehingga besarnya PPh terutang menjadi seperti berikut:

No. Nama Gaji Kotor Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang1 Ikhwan 90.000.000 69.120.000 5.968.0002 Arif 78.000.000 57.960.000 2.898.0003 Galih 66.000.000 46.800.000 2.340.0004 Prakoso 66.000.000 45.480.000 2.274.0005 Antoni 66.000.000 44.160.000 2.208.600

Total366.000.00

0 263.520.000 15.688.600

Dengan diakuinya pemberian natura, maka besarnya PPh terutang

bertambah sebesar Rp 6.300.000,00. Sedangkan bagi perusahaan, tambahan

biaya sebesar Rp 18.000.000,00 per tahun atau sebesar Rp 90.000.000,00 per

tahun tersebut akan mengurangi PPh terutang yang dibedakan sesuai tarifnya

seperti berikut ini:

No. Tarif Penghasila PPh Terutang Per Jumlah PPh

Page 28: Abs Trak

n Tarif Terutang1 25% 90.000.000 22.500.000 22.500.0002 20% 90.000.000 18.000.000 18.000.0003 16,75% 90.000.000 15.075.000 15.075.0004 12,50% 90.000.000 11.250.000 11.250.000

Dengan perhitungan tersebut tampak walaupun perusahaan

mempergunakan tarif paling rendahpun, terdapat penghematan pajak sebesar Rp

4.193.000,00.

6. Pengaturan gaji anggota persekutuan

Gaji kepada anggota persekutuan, firma, CV yang modalnya tidak terbagi

atas saham tidak diperkenankan diakui sebagai biaya untuk mendapatkan

penghasilan kena pajak. Agar gaji tersebut dapat diperlakukan sebagai

pengurang penghasilan kena pajak maka persekutuan, firma atau CV tersebut

modalnya harus dibagi atas saham.

Namun sebaliknya, dividen yang dibagikan kepada anggota persekutuan,

firma, CV yang modalnya tidak terbagi atas saham bukanlah merupakan objek

pajak. Sedangkan dividen yang dibagikan kepada persekutuan, firma, CV yang

modalnya terbagi atas saham merupakan objek pajak.

Wajib pajak yang berbentuk persekutuan, firma atau CV yang modalnya

tidak terbagi atas saham, maka pembayaran gaji bulanan atau dibayar dividen

pada akhir tahun, secara fiskal tidak ada bedanya. Tetapi apabila dinilai secara

future time, akan lebih menguntungkan kalau terhadap anggota atau pemiliknya

tersebut dibayarkan gaji.

Contoh:

Anggita adalah pemilik CV yang modalnya tidak ternagi atas saham yang juga

menjabat sebagai direktur CV tersebut. Ia mendapat gaji per bulan sebesar Rp

10.000.000,00, Bagaimanakah perbedaannya kalau gaji tersebut dibayarkan pada

akhir tahun jika penghasilan komersial wajib pajak menurut Laporan Laba Rugi

adalah sebesar Rp 250.000.000,00. PPh pasal 21 atas karyawan tidak terutang

karena gaji pemilik atau anggota persekutuan bukan objek pajak.

No. Uraian Dibayar GajiDibayar Dividen Selisih

Page 29: Abs Trak

1 Laba Neto 200.000.000 320.000.000 120.000.0002 Koreksi Fiskal (gaji) 120.000.000 0 -120.000.0003 Penghasilan Kena Pajak 320.000.000 320.000.000 04 PPh Terutang 40.000.000 40.000.000 05 Dividen yang dibagi 121.500.000 241.500.000 120.000.0006 PPh atas Karyawan 0 0 0

Gaji dan Dividen 241.500.000 241.500.000 0

Apabila dihitung secara future value dengan tingkat 1% maka akan nampak adanya perbedaan seperti berikut:

No. BulanGaji dan Dividen

DividenFuture Value

SelisihGaji dan Dividen Dividen

1 Jan 10.000.000 0 11.156.683 0 11.156.6832 Feb 10.000.000 0 11.046.221 0 11.046.2213 Mar 10.000.000 0 10.936.852 0 10.936.8524 Apr 10.000.000 0 10.828.567 0 10.828.5675 Mei 10.000.000 0 10.721.353 0 10.721.3536 Jun 10.000.000 0 10.615.201 0 10.615.2017 Jul 10.000.000 0 10.510.100 0 10.510.1008 Ags 10.000.000 0 10.406.040 0 10.406.0409 Sep 10.000.000 0 10.303.010 0 10.303.01010 Okt 10.000.000 0 10.201.000 0 10.201.00011 Nov 10.000.000 0 10.100.000 0 10.100.00012 Des 170.500.000 280.000.000 170.000.000 280.000.000 -110.000.000

Total 280.000.000 280.000.000 286.825.027 280.000.000 6.825.027

Dari perhitungan di atas, tampak bahwa secara future value lebih

menguntungkan setiap bulan dibayar gaji terhadap anggota atau pemilik CV yang

modalnya tidak terbagi atas saham.

Persekutuan, firma atau CV yang modalnya terbagi atas saham akan

mempunyai pajak terutang yang lebih rendah dibanding dengan yang modalnya

tidak terbagi atas saham.

7. Pengaturan premi asuransi karyawan

8. Pemilihan metode pengakuan selisih kurs

9. Pengaturan pembayaran tunjangan

Page 30: Abs Trak