Upload
irene-clara
View
543
Download
37
Embed Size (px)
DESCRIPTION
materi buku ajar
Citation preview
ABSENCE SEIZURE
1. Definisi
Kejang absans merupakan salah satu bentuk dari epilepsi umum (generalized seizure).
Ditandai dengan hilangnya kesadaran selama beberapa saat, dan kemudian kembali seperti biasa.
Kejang absans terjadi pada epilepsi general idiopatik atau simptomatik (1). Epilepsi sendiri berarti
sekelompok gangguan kronis yang ditandai dengan kejang yang berulang dan tak terduga.
Sedangkan kejang (seizure) merupakan manifestasi dari disfungsi sementara pada otak yang
disebabkan oleh hipersinkronisasi yang abnormal pada pelepasan arus listrik di neuron kortikal yang
bisa melakukan limitasi dengan sendirinya (self limited) (2) (3).
2. Epidemiologi
3 – 4% gangguan kejang merupakan absence seizure. Di Amerika Serikat, dari 100.000
orang, terjadi 2 – 8 kasus kejang absans. Dua pertiga dari penderita adalah perempuan. Penderita
kebanyakan merupakan anak kecil yang berusia 4 – 8 tahun, dengan onset puncak pada usia 6 -7
tahun (1).
Kejang absans tidak menimbulkan kematian secara langsung, melainkan penyakit yang
mendasari-nyalah yang mengakibatkan kematian, kecuali pada seseorang yang mengalami kejang
absans saat berkendara (1).
3. Etiologi
Absence seizure merupakan kelompok epilepsi umum idiopatik. Tentu saja penyebabnya
bukan karena adanya kerusakan struktural pada otak dan sifatnya idiopatik. Namun kini para peneliti
melakukan pendekatan secara genetik. Pasien dengan epilepsi absans anak (childhood absence
epilepsy) dapat memiliki riwayat keluarga yang menurun secara autosomal dominant (4). Mutasi
genetik yang terjadi dapat menimbulkan gangguan pada kanal ion, terutama kanal T-kalsium (5).
4. Patofisiologi
Salah satu mekanisme patofisiologi pada kejang general adalah interaksi thalamokortikal
yang dapat mendasari typical absence seizure. Sirkuit thalamokortikal merupakan penghubung utama
antara sistem sensoris perifer dan korteks serebri. Sirkuit ini berperan sebagai regulator keadaan otak
seperti kesadaran dan kesiagaan serta tidur NREM tahap 3 dan 4, yang mana merupakan tanda khas
dari osilasi sirkuit thalamocortical. Sirkuit thalamokortikal memiliki ritme osilatori
dengan periode eksitasi dan penghambatan yang relatif meningkat sehingga menghasilkan osilasi
thalamokortikal dapat terdeteksi. Rangkaian sirkuit terdiri atas neuron piramidal nonkorteks, neuron
relay thalamus, dan neuron dalam nukleus retikularis pada thalamus. Pada saat terjadi serangan,
ritme sirkuit thalamokortikal berubah menjadi gelombang paku atau spike-wave discharge (SWD) (4).
Selama terjadi serangan, fungsi normal dari jalur thalamokortikal terganggu sehingga
menyebabkan munculnya spike-wave discharge. Voltage-gated calcium channel ber peran penting
dalam proses timbulnya spike-wave discharge pada manusia. Voltage-gated calcium channel adalah
mediator kunci pada masuknya kalsium ke dalam neuron sebagai respon atas terjadinya depolarisasi
membran. Sistem saraf manusia memiliki beberapa jenis kanal kalsium. Diantaranya adalah low
voltage-activated calcium channel (contohnya T-type channel), dan high voltage-activated (HVA)
calcium channel. Kanal LVA diaktifkan oleh depolarisasi kecil dan merupakan kontributor rangsangan
neuronal, sedangkan kanal HVA membutuhkan depolarisasi membran yang lebih besar untuk
membuka. (4)
T-type channel berperan penting pada osilasi pada neuron relay thalamus, yang dapat
meningkatkan aktifitas sinkronisasi pada neuron piramidal neokortikal. Kunci dari osilasi tersebut
adalah ambang batas bawah kanal kalsium yang tidak tetap, yang dikenal juga sebagai arus T-
kalsium. Percobaan pada binatang coba, penghambatan dari nukleus retikular thalamus mengontrol
aktifitas saraf-saraf relay thalamus. Saraf-saraf nukleus retikular thalamus merupakan inhibitori dan
berisi gamma aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmiter utamanya. Neurotransmiter itu
meregulasi aktifasi dari kanal T-kalsium (4).
Kanal T-calcium memiliki 3 keadaan fungsional: terbuka, tertutup, dan tidak aktif. Kalsium
masuk ke sel ketika kanal T-kalsium terbuka. Beberapa saat setelah tertutup, kanal itu tidak dapat
terbuka lagi sampai mencapai keadaan inaktifasi. Neuron relay thalamus memiliki reseptor GABA-B
pada badan sel dan menerima aktifasi tonus oleh keluarnya GABA dari nukleus retikularis thalamus
menuju neuron relay thalamus. Hasilnya, terjadi hiperpolarisasi yang mengubah keadaan kanal T-
kalsium menjadi aktif, sehingga menyebabkan kanal T-calcium terbuka dan tersinkronisasi setiap 100
milidetik (6).
Pada absence seizure, terjadi mutasi genetik pada kanal kalsium tipe T, dimana terjadi
peningkatan aktifitas kanal kalsium tipe T itu. Peningkatan aktifitas tersebut menyebabkan
meningkatkan burst-mode firing pada thalamus dan meningkatkan aktifitas osilasi pada sistem
thalamokortikal. Akibatnya, terjadi fase tidur non-REM yang sebenarnya merupakan aktifitas fisiologis
dari sistem thalamokortikal pada saat manusia sedang tidur. Namun pada kejadian ini, fase non-REM
terjadi pada saat pasien sedang sadar penuh. Hal ini mungkin bisa menjelaskan klinis dari absence
seizure dimana pasien menjadi tidak sadar atau “bengong” pada saat sedang sadar penuh (4).
Temuan di beberapa hewan coba untuk peneitian absence seizure, telah menunjukkan
bahwa antagonis reseptor GABA-B mensupresi kejang absans, sedangkan agonis GABA-B
memperburuk kejang. Antikonvulsan yang mencegah absence seizure, seperti valproic acid dan
ethosuximide, mensupresi arus T-calcium sehingga kanalnya tertutup (4).
5. Klasifikasi
Secara umum, kejang dapat dibagi menjadi 2 kategori besar, yaitu kejang fokal (parsial) yang
hanya melibatkan suatu bagian kecil dari otak pada satu hemisfer saja, dan yang kedua adalah
kejang umum (general), yang melibatkan kedua hemisfer otak. Sindrom epilepsi umum dapat
dibedakan lagi menjadi epilepsi umum simptomatik dan idiopatik.
Pada epilepsi umum idiopatik, dapat ditemukan jenis kejang absans. Kejang absans terdiri
dari tiga macam, yaitu typical absence seizure dan atypical absence seizures. Sedangkan typical
absence dibedakan lagi menjadi tiga, yaitu simple dan complex (5).
Klasifikasi kejang
I. Typical Absence SeizuresA. Simple: impairment of consciousness onlyB. Complex
1. With mild clonic components2.With changes in tone3.With automatism4.With autonomic components
II. Atypical Absence Seizures
Klasifikasi Absence Seizure
6. Tanda dan Gejala Klinis
Typical absence seizures memiliki ciri khusus seperti hilangnya fungsi mental, khususnya
hilangnya perhatian, respons terhadap lingkungan sekitar, serta hilangnya memori saat kejang terjadi.
Kejang berlangsung sangat mendadak, tanpa adanya aura, dan terjadi beberapa detik sampai lebih
dari 1 menit. Aktifitas yang sedang berlangsung tiba-tiba terhenti, ekspresi wajah anak juga berubah
dan terlihat seperti patung. Pada typical absence seizure tipe simple, pasien seperti memandang ke
tempat yang jauh tanpa ada gerakan. Saat kejang berakhir, pasien segera melanjutkan aktifitas yang
tadi sempat terhenti. Kelelahan pada fase postictal tidak terjadi, namun pasien terkadang merasa
bingung karena mereka seperti melewatkan waktu beberapa saat (time loss). Time loss inilah yang
bisa menjadi petunjuk bahwa telah terjadi kejang absans. Pada typical absence tipe complex,
automatism sering terjadi, seperti menjilat bibir, mengunyah, menggaruk, atau meraba-raba pakaian.
Semakin panjang kejang, maka automatism akan hampir pasti terjadi.
Atypical absence seizure merupakan absans dengan onset yang munculnya perlahan dan
tidak mendadak. Namun kejang yang terjadi berlangsung lebih lama daripada typical absence seizure
dan jarang didapatkan automatism seperti pada typical absence seizure (5).
7. Diagnosis
Anamnesa
Untuk mengetahui apa yang terjadi pada pasien, kita harus mengetahui keadaan yang terjadi
pada saat serangan. Dokter harus mengetahui kejang apa yang paling sering terjadi pada anak-anak.
Selain itu dokter harus mewawancarai saksi mata (keluarga, kerabat) agar mengetahui kondisi pasien
ketika serangan. Hasil yang dokter peroleh dari anamnesa akan menjadi acuan dan dasar
pemeriksaan yang akan dilakukan, baik itu pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Selain
itu, anamnesa juga bisa menjadi dasar pemberian terapi pada pasien.
Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik dan neurologi pada anak dengan kejang absans masih dalam batas normal.
Dengan menyuruh pasien bernafas dengan pola hiperventilasi selama 3 – 5 menit dapat
menyebabkan kejang absans. Prosedur ini dapat dengan mudah dilakukan (1).
Pada pemeriksaan klinis, typical absence seizure muncul dengan terhentinya bicara pasien
secara tiba-tiba dan hamya berlangsung singkat. Pasien tidak memiliki gejala awal atau fase postictal,
dan bila mereka sedang melakukan aktifitas motorik yang besar seperti berjalan, mereka dapat
berhenti dan berdiri tanpa adanya gerakan, dan kemudian mereka dapat melanjutkan jalannya
kembali. Anak-anak tidak merespon apapun di sekitarnya selama kejang dan tidak memiliki ingatan
akan apa yang telah terjadi selama serangan. Mereka secara umum tidak sadar bahwa kejang sudah
terjadi (1).
Atypical absence seizure yang terjadi pada pasien dengan epilepsi simptomatik general
biasanya berlangsung lebih lama daripada typical absence, dan onset serta resolusinya selalu
gradual. Pada epilepsi simptomatik general, temuan fisik dan neurologi bisa abnormal, sesuai dengan
gangguan yang mendasari. Pemeriksaan fisik dapat menimbulkan dugaan penyakit genetik, seperti
gangguan neurokutaneus (misalnya tuberous sclerosis) atau gangguan metabolisme sejak lahir.
Pemeriksaan neurologis dapat menunjukkan tanda-tanda keterlambatan pertumbuhan atau tanda-
tanda yang lebih spesifik, seperti parese spastik pada cerebral palsy (1).
Pemeriksaan laboratorium
Ketika mengevaluasi anak dengan tatapan kosong, tes laboratorium yang diindikasikan
adalah tes untuk mengevaluasi abnormalitas metabolit atau adanya ingesti obat atau toksik (terutama
pada anak yang lebih tua). Apabila diperoleh riwayat yang jelas tentang sifat episodik serangan, maka
EEG bisa diagnostik dan tes laboratorium tidak perlu dilakukan. Saat mengevaluasi anak dengan
keterlambatan pertumbuhan dan jika pada EEG didapatkan atypical absence, maka pemeriksaan
untuk penyebab yang mendasari sangat dibutuhkan (1).
Pemeriksaan Neuroimaging
Temuan neuroimaging pada epilepsi idiopatik adalah normal, namun neuroimaging tidak
diindikasikan jika ada pola typical. Neuroimaging sering dilakukan pada anak dengan kejang tonik
klonik general untuk menyingkirkan penyebab struktural pada kejang. Hasil normal pada temuan
neuroimaging membantu diagnosa epilepsi idiopatik. Untuk epilepsi cryptogenik general dan
simptomatik general, neuroimaging dapat membantu diagnosa pada semua gangguan struktural yang
mendasari. MRI lebih sensitif untuk beberapa kelainan anatomis tertentu dibandingkan dengan CT
scan.
Electroencephalography (EEG)
Satu-satunya test diagnostik untuk kejang absans adalah EEG. Pada anak dengan kejang
absans, rekaman EEG rutin ketika anak terjaga sering patogmonis. Semburan frontal dominan,
gelombang paku 3 Hz yang tergeneralisasi nampak saat kejang. Pada sindrom dengan kejang
absans yang jarang (juvenile absence epilepsy atau juvenile myoclonic epilepsy), rekaman saat
terjaga bisa normal, rekaman saat terjaga dan tidur mungkin juga diperlukan.
EEG typical absence seizure dengan aliran gelombang paku 3 HZ
EEG pada typical absence memiliki aktifitas latar belakang yang normal. Pada typical
absence seizure dapat ditemukan gelombang paku 3Hz. Frekuensinya sering lebih cepat pada saat
onset dengan sedikit perlambatan pada fase akhirnya. Onset dan fase akhir dari kejang ini bersifat
mendadak, dan tidak ditemukan perlambatan pada EEG postictal. Hiperventilasi juga sering memicu
kejang absans dan harus menjadi bagian rutin dalam pelaksanaan EEG pada anak.
Atypical absence seizure ditandai dengan gelombang paku paroksimal lambat, biasanya
2,5Hz. Onsetnya sangat sulit untuk dipahami, dan perlambatan EEG postictal dapat dijumpai.
EEG pada atypical absence seizure dapat dijumpai ketidaknormalan pada aktifitas latar
belakangnya. Korelasi klinis antara kompleks gelombang paku yang tergeneralisasi dengan klinis
kejang tidak jelas seperti yang ada pada typical absence seizure. Gelombang paku yang lambat
dapat muncul sebagai pola interictal seperti pada sindroma Lennox-Gastout
Aliran gelombang paku lambat (2,5 HZ). Ini merupakan pola interictal pada anak dengan kejang dan keterlambatan
pertumbuhan.
8. Diagnosis Banding
Absence seizure memiliki beberapa diagnosis banding:
1. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
2. Complex Partial Seizures
3. Confusional States and Acute Memory Disorders
4. Febrile Seizures
5. First Pediatric Seizure
6. Migraine
7. Psychogenic Nonepileptic Seizures
8. Reflex Epilepsy
9. Shuddering Attacks
10. Status Epileptikus
Kejang absans dapat rancu dengan kejang parsial kompleks, terutama pada kasus kejang
memanjang dengan automatism, tabel di bawah ini dapat membantu untuk membedakan kejang
absans dengan parsial kompleks, serta membantu membedakan antara typical absence dan atypical
absence (1).
Perbedaan antara typical absence seizure dengan complex partial seizure
Perbedaan antara typical absence seizure dan atypical absence seizure
9. Komplikasi
Beberapa orang yang memiliki absence seizure, selanjutnya akan mengalami kejang tonik
klonik atau grand mal. Selain itu, bisa saja pada pasien absence seizure dapat mengalami kesulitan
belajar dan mengalami absence status epileptikus (1) (7).
10. Terapi
Terapi terutama menggunakan sodium valproate atau ethosuximide, yang memiliki efikasi
yang sama untuk mengontrol kejang pada 75% pasien. Monoterapi dengan Lamotrigine kurang
efektif jika dilihat dari pasien yang bebas kejang hanya kurang dari 50%. Bila monoterapi gagal atau
terjadi efek samping, penggantian dengan obat yang lain menjadi alternatif. Menambahkan
lamotrigine dosis kecil pada sodium valproat dapat menjadi kombinasi yang bagus untuk kasus
resistensi. Namun sebuah penelitian menegaskan bahwa ethosuximide dan valproic acid merupakan
obat yang paling efektif dibandingkan dengan lamotrigine pada terapi kejang absans pada anak (8)
Ethosuximide (ESM) adalah garam kristal bewarna putih yang larut dalam air dan alkohol.
Obat ini memberikan blokade yang tergantung pada tegangan dari nilai ambang-batas tegangan
kalsium tipe T pada thalamus. Blokade itu merupakan mekanisme kerja dalam menghentikan proses
kejang absans. Obat ini juga meningkatkan GABA post-sinaps, namun hal itu nampaknya tidak
berperan dalam proses anti-epilepsi. Penggunaan obat ini sangatlah terbatas karena hanya
digunakan untuk terapi absence seizure. Ethosuximide tidak memiliki efek samping yang serius (9).
Valproate (VPA) merupakan obat yang paling sering digunakan untuk kejang absans.
Mekanisme kerjanya masih belum jelas. VPA banyak mempengaruhi reseptor GABA-A, dan
mekanisme inilah yang diduga menjadi efek antiepilepsi utama. VPA meningkatkan konsentrasi
GABA sinaptosomal dengan aktifasi enzim sintesa GABA asam glutamat dekarboksilase. Selain itu
juga menghambat katabolisme GABA transaminase. Pada area hipokampal, VPA menurunkan
ambang batas konduktansi kalsium dan potassium. Obat ini telah dilaporkan memiliki potensi
teratogenik (9).
11. Prognosis
Kebanyakan pasien berespon positif atau sembuh total pada medikasi yang tepat, dan kira-
kira dua pertiga pasien mengalami penurunan intensitas kejang pada masa pubertas. Faktor
positif untuk kesembuhan termasuk berkurangnya kejang tonus klonus, tidak ada riwayat
pada keluarga, dan tidak ada riwayat status epileptikus nonkonvulsif general (1) (8)
Jika kognisi dan status tidak normal, prognosisnya buruk (8)
Pasien yang kemungkinan memiliki resiko untuk terjadinya rekurensi walaupun pengobatan
sudah dihentikan:
o Frekuensi kejang yang tinggi sebelum pengobatan
o Abnormalitas neurologis
o Retardasi mental
o Abnormalitas EEG yang terus menerus (10)
12. Algoritma
Berikut ini merupakan algoritma diagnosa penyakit epilepsi beserta pengobatannya.
Algoritma diagnosa penyakit epilepsi beserta pengobatannya (11)
13. Ringkasan
Kejang absans merupakan salah satu bentuk dari epilepsi umum, dan termasuk dalam
kelompok kejang umum idiopatik. Saat serangan, pasien mengalami gangguan kesadaran mendadak
yang berlangsung selama beberapa detik. Selama itu pula, aktifitas motorik terhenti dan pasien diam
tanpa reaksi, mata pasien memandang jauh ke depan dan terkadang mengalami automatisme.
Setelah itu pasien sadar dan langsung melakukan aktifitas seperti biasa.
Bangkitan disebabkan oleh hipersinkronisasi arus listrik di neuron kortikal yang sifatnya self-
limited. Absence seizure dialami oleh 2-8 orang dari populasi yang berjumlah 100.000 orang, dan 3-
4% kejadian kejang merupakan absence seizure. Kejang ini tidak menimbulkan kematian secara
langsung. Kematian terjadi sebagai akibat dari penyakit yang mendasarinya.
Penyebab absence seizure yang sudah diketahui berasal dari masalah genetik yang
berimbas pada gangguan kanal ion yang ada di sistem saraf pusat. Gangguan kanal ion tersebut
mengakibatkan terjadinya sinkronisasi abnormal pada sistem thalamokortikal sehingga terjadi
bangkitan yang nampak jelas pada EEG dengan munculnya gelombang paku atau spike wave.
Ethosuximide dan valproate merupakan obat lini depan untuk mengobati kejang absans.
Kebanyakan pasien berespon positif terhadap terapi yang diberikan.
14. Pertanyaan
1. Pada absence seizure, kromosom apa yang mengalami mutasi genetik?
Pada kromosom 20q dan 8q (4).
2. Apa faktor risiko untuk absence seizure?
Faktor risiko yang paling kuat adalah faktor genetik. Sedangkan beberapa
menyebutkan adanya korelasi antara gangguan metabolisme yang didapatkan sejak
lahir. Selain itu, retardasi mental dan keterlambatan pertumbuhan bisa menjadi faktor
risiko terjadinya absence seizure (4).
3. Apakah perlu untuk membatasi aktifitas anak-anak yang menderita absence seizure?
Tidak ada aktifitas yang dilarang, selama aktifitas itu tidak berbahaya ketika pasien
kejang. Aktifitas seperti renang harus benar-benar di bawah pengawasan (1).
4. Apa indikasi dilakukannya pemeriksaan EEG?
Membantu penegakan diagnosa epilepsi
Menentukan prognosis pada kasus tertentu
Pertimbangan dalam penghentian obat anti epilepsi
Membantu dalam menentukan letak fokus
Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan sebelumnya
5. Berapa dosis ESM dan VPA yang dibutuhkan untuk terapi absence seizure?
ESM
Pada anak-anak:
o Dosis inisiasi: 10 – 15 mg/kgBB/hari
o Dosis maintenance: 20 – 40 mg/kgBB/hari
Pada dewasa:
o Dosis inisiasi: 250 mg
o Dosis maintenance: 750 – 2000mg/hari
VPA
Pada anak-anak
o Initial:
20 mg/kg/day (anak < 20 kg);
40 mg/kg/day (anak > 20 kg)
o Maintenance:
Anak < 20 kg: 20–30 mg/kg/hari
Anak > 20 kg: 20–40 mg/kg/day
Pada dewasa
o Initial: 200–500 mg/day
o Maintenance:500–3000 mg/day (9)
15. Daftar Pustaka
1. Segan, Scott. Absence Seizure. Medscape Reference. [Online] April 27, 2011. [Cited: June 12, 2011.] http://emedicine.medscape.com/article/1183858-overview.
2. Longmore, Murray, et al. Oxford Handbook of Clinical Medicine 8th ed. Oxford : Oxford University Press, 2010.
3. Browne, Thomas R and Holmes, Gregory L. Handbook of Epilepsy. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2008.
4. Voltage-Gated Calcium Channels and Idiopathic Generalized Epilepsies. Khosravani, Houman and Zamponi, Gerald W. 86, Calgary : Physiological Reviews, 2006.
5. Samuels, Martin A. Manual of Neurologic Therapeutics, 7th Edition. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004.
6. Panayiotopoulos, C P. Typical Absence Seizures. ILAE. [Online] March 31, 2005. [Cited: June 13, 2011.] http://www.ilae-epilepsy.org/Visitors/Centre/ctf/typical_absence.cfm.
7. Mayo Clinic. Absence seizure (petit mal seizure). Mayo Clinic. [Online] June 23, 2009. [Cited: June 14, 2011.] http://www.mayoclinic.com/health/petit-mal-seizure/DS00216.
8. Roth, Julie L. Status Epilepticus. Medscape Reference. [Online] May 26, 2011. [Cited: June 13, 2011.] http://emedicine.medscape.com/article/1164462-overview#showall.
9. Shorvon, Simon D. Handbook of Epilepsy Treatment: Forms, Causes and Therapy in Children and Adults, 2nd ed. Massachusetts : Blackwell Publishing, 2005.
10. Rolak, Loren A. Neurology Secrets. Philadelphia : Mosby, Inc, 2010.
11. The New Antiepileptic Drugs: Clinical Application. LaRoche, Suzette M and Helmers, Sandra L. 5, s.l. : JAMA, 2004, Vol. 291.
12. Mazzoni, Pietro, Pearson, Toni Shih and Rowland, Lewis P. Epilepsy. [book auth.] Pietro Mazzoni, Toni Shih Pearson and Lewis P. Rowland. Merritt's Neurology Handbook, 2nd Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins (LWW), 2006.
13. Panayiotopoulos, C P. Absence Status Epilepticus. International League Against Epilepsy. [Online] January 18, 2005. [Cited: June 13, 2011.] http://www.ilae-epilepsy.org/Visitors/Centre/ctf/absence_status.cfm.