28
1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai tambah dan kelayakan usaha pengolahan ikan dengan objek penelitian adalah masyarakat pengrajin pengolah ikan desa Pusong dengan keterlibatan sampel penelitian sebesar 10 % atau sebanyak 14 orang pengrajin yang berasal dari Pusong Lama dan Pusong Baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan teknik cacah lengkap pada suatu usaha yang bergerak dalam suatu produksi ikan kayu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat pengolah ikan yang mengusahakan ikan kayu di lokasi penelitian.yang dikembangkan. Data yang dikumpulkan berasal dari data primer yaitu wawancara langsung dan data sekunder berupa data pengrajin yang berasal dari instansi terkait dan publikasi ilmiah. Data survey yang diperoleh selanjutnya dilakukan pentabulasian disesuaikan dengan kebutuhan analisis untuk menjawab permasalahan penelitian. Analisis nilai tambah dihitung dengan menggunakan tabel nilai tambah. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hasil produksi ikan kayu yang diterima pengrajin adalah Rp. 50.400.000,00 per bulan dan biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp. 42.554.504,17 dan keuntungan sebesar Rp. 7.845.495,83 maka perolehan nilai return cost ratio sebesar 1,18, artinya setiap penambahan biaya produksi ikan kayu akan meningkatkan perolehan keuntungan bagi pengrajin sebesar 1,84. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ikan kayu di daerah penelitian cukup menguntungkan untuk dijalankan. Nilai tambah yang dinikmati pengrajin dari usaha ikan kayu juga cukup besar yaitu Rp 1.806,50/kg. Nilai tambah ini sebagian besar merupakan komponen keuntungan dan selebihnya sebagai imbalan jasa tenaga kerja. Secara finansial pengembangan usaha ikan kayu layak dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari NPV>0 yaitu Rp. 81.855.887, NBCR > 1, yaitu 2,58, IRR = 54,99% lebih besar dari suku bunga yang berlaku yaitu 15% dan BEP terjadi pada umur 4 tahun 8 bulan 22 hari. Kata Kunci : Nilai Tambah, Return Cost Ratio, Pengolahan ikan ABSTRACT The aim of this research is to know the added value and feasibility study of business of fish processing industry, this research has been taken 14 or 10 percentage at home industries in Desa Pusong Baru and Pusong Lama. for getting raw data, the research used was survey method with complete statistical tehnique. It was done by visiting the locations where the fish were produced. The population was all fishing industries which are getting developed recently. The Primary data were collected from a live interviews while the secondary data were collected from references published in journal. The data were analyzed with with the added value table and used as the response to answer the research problem. The result of research was shown that the avarage of fish processing industries was Rp 50.400.000,- permonth and the cost of production was approximately Rp. 42.554.504,17. meanwhile the profit margin in the range Rp. 7.845.495,83 per month with the cost of ratio is 1,18. it indicates that every additional production cost of fish processing industries will get

ABSTRAK - jurnal.pnl.ac.idjurnal.pnl.ac.id/wp-content/plugins/Flutter/files_flutter/... · dengan kebutuhan analisis untuk menjawab permasalahan penelitian. Analisis nilai ... komponen

  • Upload
    ngodiep

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai tambah dan kelayakan usaha pengolahan ikan dengan objek penelitian adalah masyarakat pengrajin pengolah ikan desa Pusong dengan keterlibatan sampel penelitian sebesar 10 % atau sebanyak 14 orang pengrajin yang berasal dari Pusong Lama dan Pusong Baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan teknik cacah lengkap pada suatu usaha yang bergerak dalam suatu produksi ikan kayu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat pengolah ikan yang mengusahakan ikan kayu di lokasi penelitian.yang dikembangkan. Data yang dikumpulkan berasal dari data primer yaitu wawancara langsung dan data sekunder berupa data pengrajin yang berasal dari instansi terkait dan publikasi ilmiah. Data survey yang diperoleh selanjutnya dilakukan pentabulasian disesuaikan dengan kebutuhan analisis untuk menjawab permasalahan penelitian. Analisis nilai tambah dihitung dengan menggunakan tabel nilai tambah. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hasil produksi ikan kayu yang diterima pengrajin adalah Rp. 50.400.000,00 per bulan dan biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp. 42.554.504,17 dan keuntungan sebesar Rp. 7.845.495,83 maka perolehan nilai return cost ratio sebesar 1,18, artinya setiap penambahan biaya produksi ikan kayu akan meningkatkan perolehan keuntungan bagi pengrajin sebesar 1,84. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ikan kayu di daerah penelitian cukup menguntungkan untuk dijalankan. Nilai tambah yang dinikmati pengrajin dari usaha ikan kayu juga cukup besar yaitu Rp 1.806,50/kg. Nilai tambah ini sebagian besar merupakan komponen keuntungan dan selebihnya sebagai imbalan jasa tenaga kerja. Secara finansial pengembangan usaha ikan kayu layak dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari NPV>0 yaitu Rp. 81.855.887, NBCR > 1, yaitu 2,58, IRR = 54,99% lebih besar dari suku bunga yang berlaku yaitu 15% dan BEP terjadi pada umur 4 tahun 8 bulan 22 hari. Kata Kunci : Nilai Tambah, Return Cost Ratio, Pengolahan ikan

ABSTRACT

The aim of this research is to know the added value and feasibility study of business of fish processing industry, this research has been taken 14 or 10 percentage at home industries in Desa Pusong Baru and Pusong Lama. for getting raw data, the research used was survey method with complete statistical tehnique. It was done by visiting the locations where the fish were produced. The population was all fishing industries which are getting developed recently. The Primary data were collected from a live interviews while the secondary data were collected from references published in journal. The data were analyzed with with the added value table and used as the response to answer the research problem. The result of research was shown that the avarage of fish processing industries was Rp 50.400.000,- permonth and the cost of production was approximately Rp. 42.554.504,17. meanwhile the profit margin in the range Rp. 7.845.495,83 per month with the cost of ratio is 1,18. it indicates that every additional production cost of fish processing industries will get

2

the additional revenue from home industries were 1,84. This result has been indicated that these business are profitable and feasible to be implemented. The added value was about Rp 1.806,50/kg which would be possitioned more for a provit margin and less share to the labor cost or NPV > 0 was about Rp 81.855.887, NBCR > 1, about 2,58, IRR = 54,99 % . it indicates that IRR is higher than the rate recently 15 % and BEP would be reached in the next four years ,8 monthes and 22 days Keywords : added value. Fish processing, production cost Judul : ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN

IKAN DI KOTA LHOKSEUMAWE (STUDI KASUS DESA PUSONG ) Oleh : Muhammad Arifai, SE.,Ak, Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe PENDAHULUAN

Perkembangan kawasan Asia Pasific sebagai masa depan dunia merupakan

potensi pasar bagi produk perikanan, yang permintaannya meningkat 3,47% per

tahun. Di Indonesia, sub sektor perikanan merupakan andalan yang harus mampu

mencari terobosan karena potensi sumber daya perikanan laut saja 6,1 juta ton per

tahun baru dimanfaatkan 57 %. Alasan yang utama yang mendasar sub sektor

perikanan menjadi andalan yaitu pertama: Sumber daya perikanan di Indonesia

masih cukup melimpah. Data terakhir menunjukkan potensi sumber daya perikanan

laut 6,1 juta ton pertahun baru dimanfaatkan 57 %, kedua: Kontribusi sub sektor

perikanan menunjukkan kecenderungan meningkat. Data produk domestik bruto (

PDB ) selama tahun 1993 – 1996 menunjukkan peningkatan rata-rata 5,08%.

Ketiga : Sumber daya perikanan sudah sangat dikenal sebagai sumber daya yang

menghasilkan komoditas dengan nilai gizi dan nilai ekonomi tinggi.

Menghadapi krisis moneter dan ekonomi perlu dicari peluang ke sektor-sektor

ekonomi yang secara komparatif dan kompetitif mampu memanfaatkan sumber

daya alam yang dimiliki Indonesia. Pemerataan sumber daya ikan hendaknya

terwujud dalam perlindungan terhadap kegiatan usaha yang masih lemah seperti

petani, nelayan dan petani kecil agar tidak terdesak oleh kegiatan usaha yang lebih

kuat. Oleh karena itu dalam rangka pengembangan usaha perlu didorong ke arah

kerja sama dalam koperasi. Disamping itu diharapkan pula adanya kerja sama

3

antara perusahaan perikanan yang kuat dengan nelayan/petani ikan kecil atas

dasar saling menguntungkan.

Salah satu strategi untuk meningkatkan keuntungan adalah memperluas

pemasaran melalui pengembangan produk perikanan sebagai terobosan baru dalam

menghadapi persaingan pemasaran ikan olahan, sehingga diharapkan dapat

memberikan nilai tambah melalui mutu, gaya, kemasan bentuk produk menyerap

tenaga kerja dan meningkatkan harga, yang pada gilirannya mendapatkan

keuntungan untuk mengembangkan usaha. Usaha ikan olahan mempunyai

keunggulan komparatif sehingga bukan hanya meningkatkan nilai tambah tetapi

juga memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta pemerataan

pendapatan.

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki sumber daya kelautan yang

potensial. Keadaan ini disamping didukung oleh daerah lautnya yang luas dan kaya,

juga memiliki letak kelautan yang strategis. Berbagai keunggulan yang komperatif

harus dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan

daerah, disamping itu potensi ini juga dapat memberikan lapangan kerja dan

kehidupan yang layak bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai.

Desa pusong adalah desa yang merupakan tempat pendaratan ikan di Kota

Lhokseumawe. Berikut diperlihatkan data produksi perikanan tangkap Pelabuhan

Pendaratan Ikan Pusong Kota Lhokseumawe (Tabel 1).

Tabel 1. Data Produksi Perikanan Tangkap Pelabuhan Pendaratan Ikan Pusong Kota Lhokseumawe, Tahun 2000 - 2004

No Jenis Ikan

Produksi (Ton/Tahun)

2000 2001 2002 2003 2004

1. Alu-alu 110,08 104,2 100,58 106,77 107,35 2. Bawal hitam 154,68 145,85 141,08 149,77 151,40 3. Bawal Putih 146,20 137,75 134,17 144,55 146,06 4. Belanak 113,82 107,78 103,03 110,43 111,01 5. Biji nangka 68,73 64,70 61,07 65,89 64,44 6. Cakalang 144,34 135,98 131,47 140,63 142,04 7. Cuane 74,00 69,74 70,63 73,39 72,12 8. Dancis 576,41 553,51 543,01 571,14 582,11 9. Ekor Kuning 146,31 138,81 132,28 143,08 144,55 10. Ikan kapas 76,31 70,99 65,25 70,86 67,48 11. Ikan Rucah 85,84 80,09 77,03 82,83 75,65 12. Ikan Thok 70,49 66,38 63,68 66,54 65,10

4

13. Kakap 118,98 111,75 109,82 114,46 115,23 14. Kerapu 126,52 119,91 115,82 121,89 122,84 15. Kembung 273,54 260,36 255,54 271,27 274,87 16. Kurisi 86,71 80,92 74,92 82,72 73,84 17. Kuro/Senangin 70,75 65,68 63,00 67,95 64,50 18. Layaran 77,87 73,43 72,49 75,89 74,68 19. Layur 166,02 157,64 151,59 163,35 164,29 20. Manyung 85,44 79,71 76,66 82,44 71,15 21. Pari 116,48 106,5 104,70 110,09 107,67 22. Parang-parang 66,57 61,68 59,10 65,92 60,37 23. Rambeu 146,32 138,82 136,18 146,16 147,70 24. Salam 75,56 71,23 67,43 70,52 69,18 25. Selar 80,78 76,21 73,25 77,76 73,60 26. Teri 1.023,80 1.002,87 979,71 1.024,64 1.130,78 27. Tenggiri 166,81 157,44 154,32 168,07 170,15 28. Tongkol 547,53 520,19 507,64 549,72 561,19 29. Tuna 883,22 856,15 838,76 885,10 940,16 30. Turok/Cancaru 110,16 94,73 95,19 98,40 93,65

Total

5.990,27 5.711,00 5.559,40 5.902,23 6.048,25

Sumber : Dinas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kelautan Kota Lhokseumawe, 2005.

Dampak peningkatan usaha ikan olahan terhadap masyarakat cukup banyak

antara lain dapat menambah pendapatan keluarga, membuka lapangan usaha baru

atau memberi lapangan pekerjaan kepada mereka yang belum memiliki pekerjaan.

Usaha ikan olahan merupakan usaha sampingan yang tergolong dalam industri

rumah tangga yang akhirnya akan menghasilkan pendapatan untuk menambah

penghasilan rumah tangga.

Mengingat pentingnya perkembangan usaha ikan olahan bagi masyarakat

dalam menciptakan lapangan kerja, nilai tambah dan pemerataan pendapatan bagi

semua unit pemasaran terkait, maka perlu dilakukan analisis terhadap besarnya

perolehan nilai tambah dan mengkaji sejauh mana usaha ikan olahan layak untuk

dikembangkan.

Perumusan Masalah

Dari penjelasan diatas, secara umum permasalahan penelitian dapat

dirumuskan: “Sejauh mana usaha ikan olahan dapat memberikan nilai tambah dan

keuntungan bagi pengrajin sehingga secara ekonomi layak untuk dikembangkan”.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Olahan

Ikan olahan merupakan salah satu komoditi perikanan yang diarahkan

dengan berbagai rangsangan guna meningkatkan produksi sehingga dapat

meningkatkan pendapatan nelayan dan berarti membantu nelayan dalam

meningkatkan taraf hidupnya.

Ikan kayu adalah hasil dari proses pengolahan ikan tongkol dan ikan lainnya

secara tradisional atau modern. Pembuatan ikan kayu didaerah penelitian masih

dilakukan secara tradisional dengan skala industri rumahtangga. Pertama mulanya,

ikan kayu ini adalah salah satu produk kegiatan rumah tangga untuk dikonsumsi

sendiri, tetapi sekarang kegiatan tersebut telah berubah menjadi salah satu usaha

yang bertujuan untuk menambah pendapatan keluarga.

Penetapan harga jual merupakan pencerminan biaya, laba (margin) dan

harga beli ikan tongkol segar. Harga jual mempengaruhi keuntungan pengrajin,

untuk meningkatkan keuntungan per unit dapat dilakukan dengan menaikkan harga

jual atau menghemat biaya produksi. Akan tetapi, bila harga jual terlalu tinggi akan

menurunkan jumlah volume penjualan karena para pelanggan (konsumen) akan

mencari harga yang lebih murah dari pesaing.

Nilai Tambah dan Pendapatan

Kegunaan pengolahan hasil perikanan menjadi penting karena

pertimbangan diantaranya sebagai berikut :

- Meningkatkan nilai tambah.

- Meningkatkan kualitas hasil

- Meningkatkan penyerapan tenaga kerja

- Meningkatkan keterampilan

Kenaikan pendapatan yang diperoleh pengrajin ikan kayu disebabkan adanya

nilai tambah produk pertanian yang dihasilkan dan balas jasa tenaga kerja yang

terlibat dalam usaha tersebut. Penelitian Ahrean et.al (1985), mengungkapkan

kenaikan pendapatan pada kegiatan pasca panen (Off Farm) pada umumnya lebih

besar daripada penurunan pendapatan usahatani (On Farm). Kenaikan pendapatan

ini akan lebih besar lagi, apabila terdapat anggota rumah tangga yang terlibat

dalam kegiatan agroindustri.

6

Penelitian Jensen and Salant (1985), mengungkapkan bahwa penerimaan

marjinal tenaga kerja pada sektor agroindustri akan lebih besar daripada

penerimaan marjinal pada sektor usahatani. Hal ini didukung dengan penelitian

yang dilakukan Aziz (1990) yang menyatakan bahwa sekitar 60% nilai tambah

sektor agroindustri di pedesaan dialokasikan pada upah kerja. Lebih lanjut

dikatakan oleh Soekartawi (1993), bahwa pengolahan hasil pertanian yang baik

yang dilakukan produsen akan dapat meningkatkan nilai tambah. Bagi nelayan,

kegiatan pengolahan hasil telah dilakukan khususnya bagi nelayan yang mempunyai

fasilitas pengolahan hasil. Sering ditemukan bahwa hanya nelayan yang mempunyai

“sense of business” (kemampuan memanfaatkan bisnis bidang perikanan) yang

melaksanakan kegiatan pengolahan hasil perikanan.

Di sini jelas bahwa pengolahan yang baik akan menghasilkan nilai tambah

yang besar pula. Nilai tambah usaha ikan kayu adalah pengurangan biaya bahan

baku yang digunakan ditambah dengan biaya input lainnya terhadap penerimaan

output, tidak termasuk biaya tenaga kerja, yang dihitung dalam satuan Rp/kg

bahan baku (Masyrofie, 1994). Salah satu kegunaan menghitung nilai tambah

adalah untuk mengukur imbalan besarnya jasa terhadap para permilik faktor

produksi (Semaoen dan Kiptiyah, 1997). Nilai tambah bagi perusahaan dapat terjadi

sebagai akibat proses produksi yang mentransformasikan input agroindustri

menjadi output agroindustri. Nilai tambah pada agroindustri buah dapat mencapai

20% sampai 25% dari seluruh nilai penjualan. Menurut Hayami dan Fujisakar

(1987), ada 2 cara untuk menghitung nilai tambah yaitu : nilai tambah untuk

pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Dalam hal ini, peneliti menghitung

nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu faktor teknis

dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah

bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang

berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai

input lain selain bahan bakar dan tenaga kerja.

Kelayakan Usaha

Menurut Kadariah, dkk (1978) ada tiga Investment Criteria yang paling

terkenal, yaitu : (1) Net Present Value (NPV), (2) Net Benefit Cost Ratio (NBCR), (3)

Internal Rate Of Return (IRR). Dari berbagai metode pengukuran dan tolak ukur

7

yang telah dikemukakan di atas, maka metode yang digunakan pada penelitian ini

adalah pendekatan analisis finansial dengan empat kriteria, yaitu :

1. Net Present Value (NPV)

2. Net Benefit Cost Ratio (NBCR)

3. Internal Rate Of Return 9irr0

4. Break Event oint (BEP)

Selain pendekatan analisis finansial, juga dilakukan pendekatan analisis

sensitivitas (analisis kepekaan). Analisis ini bertujuan untuk melihat apa yang akan

terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam

dasar-dasar perghitungan biaya atau benefit (Kadariah, dkk, 1978).

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C adalah perbandingan antara jumlah Net Present Value positif dengan

jumlah Net Present Value negatif. Net B/C ini menunjukkan gambaran berapa kali

lipat benefit yang akan diperoleh dari cost yang dikeluarkan (Choliq, 1994).

Suatu proyek layak diusahakan apabila Net B/C > 1, artinya penerimaan

yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Suatu proyek tidak layak

diusahakan apabila Net B/C < 1, artinya penerimaan yang diperoleh lebih kecil dari

biaya yang dikeluarkan.

a. Internal Rate Of Return (IRR)

IRR pada dasarnya adalah menunjukkan bahwa Present Value penerimaan

akan sama dengan Present value Cost, dengan kata lain bahwa IRR ini

menunjukkan Net Present Value = 0. Dengan demikian untuk mencari IRR kita

harus menaikkan “discount factor”, sehingga tercapai Net Present Value = 0

(Choliq, 1994). Present Value penerimaan adalah penerimaan dikali dengan tingkat

bunga.

b. Break Event Point (BEP)

BEP merupakan saat dimana penghasilan total cost (total revenue) sama

dengan pembiayaan total (total cost), (Ibrahim, 1977). Jadi pada saat BEP, suatu

usaha tidak mendapat keuntungan dan tidak mengalami kerugian. Apabila

pembiayaan total melebihi pendapatan total, suatu usaha mengalami kerugian.

8

Sebaliknya apabila penghasilan total melebihi biaya total, berarti suatu usaha

mendapat keuntungan.

Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa :

1. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah suku bunga yang berlaku pada saat

penelitian, yaitu 15% per tahun.

2. Harga bahan dan alat berdasarkan standar harga yang berlaku pada saat

penelitian.

3. Harga hasil produksi berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian.

Hipotesis

Usaha ikan kayu dapat menciptakan nilai tambah dan keuntungan bagi

pengrajin. Secara finansial, usaha ikan kayu layak untuk dikembangkan

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Lhokseumawe tepatnya di Desa Pusong.

Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa desa

tersebut merupakan sentral produksi ikan kayu di Kota Lhokseumawe.

Ruang lingkup penelitian terbatas pada analisis nilai tambah dan keuntungan

serta kelayakan usaha ikan kayu. Analisis ikan kayu hanya dilakukan pada ikan

tongkol, mengingat ikan tongkol relatif lebih banyak diolah untuk ikan kayu

dibanding dari ikan jenis lainnya. Penelitian sengaja dibatasi dengan pertimbangan

keterbatasan biaya dan waktu.

Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan metode survei dengan teknik cacah lengkap

pada suatu usaha yang bergerak dalam suatu produksi ikan kayu. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua masyarakat nelayan yang mengusahakan ikan kayu di

lokasi penelitian. Mengingat besarnya jumlah populasi pengrajin di Desa Pusong

Baru, maka jumlah sampel yang diambil hanya 10% dari jumlah populasi, yaitu 14

pengrajin. Sedangkan di Desa Pusong Lama, jumlah populasi pengrajin relatif

sedikit, maka semua populasi dijadikan sampel. Untuk lebih jelasnya, besarnya

9

populasi dan sampel pengrajin ikan kayu di daerah penelitian diperlihatkan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Besaran Populasi dan Sampel Pengrajin di Daerah Penelitian

No. Desa Populasi Sampel

1. Pusong Baru 143 14

2. Pusong Lama 8 8

Jumlah 151 22

Data primer yang dikumpulkan meliputi:

a. Aspek teknis: lokasi produksi; siklus, jumlah dan jenis produksi; sumber,

jumlah dan harga input kedelai; sumber, jumlah dan harga input penunjang;

jumlah dan komposisi penggunaan tenaga kerja, jam kerja dan upah tenaga

kerja; jenis, jumlah dan umur peralatan/perlengkapan; aliran proses produksi

dan teknologi pengolahan, kendala dan permasalahannya.

b. Aspek manajemen usaha: pola manajemen pengelolaan, struktur keputusan

usaha, sumber dan bentuk modal usaha.

Analisis Nilai Tambah

Data survey yang diperoleh selanjutnya dilakukan pentabulasian disesuaikan

dengan kebutuhan analisis untuk menjawab permasalahan penelitian. Analisis nilai

tambah dihitung dengan menggunakan Tabel Nilai Tambah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Analisis Nilai Tambah

No. Output, Input dan Harga Satuan Notasi

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Produksi (kg/pp) Bahan baku (kg/pp) Tenaga kerja (jam/hari) Faktor konversi (1 : 2) Koefisien tenaga kerja (3 : 2) Harga produk (Rp/kg) Upah tenaga kerja (Rp/jam) Input : ikan tongkol Input lain

Kg/pp Kg/pp

Jam/hari

HOK Rp/kg/pp Rp/jam/pp Rp/Kg/pp Rp/kg/pp

a b c

d = a/b e = c/b

f g h i

10

10. 11.

Nilai ikan kayu (4 x 6) Nilai tambah (10 – 8 – 9) Rasio nilai tambah % (11/10 x 100%)

Rp/kg/pp Rp/kg/pp

%

j = d x f k = j – h – i

l = (k/j x 100%)

Sumber : Sudiyono, 1988.

Keterangan: HOK = Hari orang kerja; Kgbb = Kilogram bahan baku; Pp = Proses produksi

Analisis Keuntungan Usaha Ikan Olahan

Analisis struktur biaya dan keuntungan usaha dirumuskan sebagai berikut :

= TR – TC TR = Q . Pq TC = TFC + TVC TFC = (BST + BSS) TVC = (BBK + BBP + BTK + BSL + BPS) Keterangan : = Keuntungan agroindustri (Rp/proses); TR = Total revenue (Rp/proses); TC = Total cost (Rp/proses); Q = Jumlah produksi tempe (Kg/proses); Pq = Harga tempe (Rp/kg); TFC = Total fixed cost (Rp/proses); TVC = Total variable cost (Rp/proses); BST = Biaya sewa tempat (Rp/proses); BSS = Biaya penyusutan alat (Rp/proses); BBK = Biaya bahan baku (Rp/proses); BBP = Biaya bahan penunjang (Rp/proses); BTK = Biaya tenaga kerja (Rp/proses); BTSL = Biaya penggilingan (Rp/proses); BPS = Biaya pemasaran (Rp/proses).

Analisis Kelayakan Usaha

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kelayakan

pengembangan usaha ikan kayu, analisis finansial dilengkapi dengan penjelasan

deskripstif kualitatif pada tiap tahapan proyek meliputi:

a. Tahap identifikasi

b. Tahap formulasi, meliputi analisis terhadap aspek teknis, institusional, sosial dan

aspek ekternalitas.

c. Tahap analisis, meliputi studi pemasaran, manajemen dan finansial.

11

Untuk mengukur kelayakan pengembangan usaha ikan kayu secara finansial,

dalam penelitian ini digunakan beberapa criteria :

Net Present value (NPV) merupakan selisih antara Present Value dari benefit dengan

Present Value Cost selama umur proyek, dengan formula sebagai berikut :

t

n

1t i)(1 )C - (

ttBNPV

Keterangan:

Bt = Penerimaan pada periode t;

Ct = Biaya pada periode t;

t = Tahun kegiatan usaha;

i = Tingkat discount rate yang digunakan.

Kriteria keputusannya adalah sebagai berikut:

Jika nilai NPV > 0, usaha ikan kayu dikatakan layak dilakukan;

Jika nilai NPV < 0, usaha ikan kayu tidak layak.

Net Benefit Cost ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara Net Present Value

positif dengan jumlah Net Present value negatif dengan formula sebagai berikut :

n

1tt

n

1tt

tt

i) (1)(

i) (1)C - (B

B/CNet tt BC

Keterangan:

Bt = Penerimaan pada periode t; Ct = Biaya pada periode t; i = Tingkat discount rate yang digunakan n = Umur ekonomis dari proyek. Kriteria keputusannya adalah sebagai berikut:

Jika nilai B/C ratio > 1 usaha ikan kayu dikatakan layak dilakukan;

Jika nilai B/C ratio < 1, usaha ikan kayu tidak layak.

Semakin besar nilai B/C ratio secara finansial kelayakannya semakin baik.

Internal rate Of return (IRR) adalah untuk mengetahui persentase keuntungan

dari suatu proyek tiap tahunnya. IRR juga merupakan alat ukur kemampuan

proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman, dengan formula sebagai berikut :

12

IRR = i1 + NPV1 (i2 - i1)

NPV1 - NPV2

Keterangan :

i1 = Tingkat bunga i1 (dimana NPV positif)

i2 = Tingkat bunga i2 (dimana NPV negatif)

NPV1 = Nilai NPV pada tingkat bunga i1 (positif menuju nol)

NPV2 = Nilai NPV pada tingkat bunga i12 (negatif menuju nol)

Jika IRR suatu proyek = nilai yang berlaku bagi social Discount Rate maka NPV

proyek itu adalah nol. Jika IRR < social Discount Rate maka NPV < 0. Oleh

karena itu jika IRR > Social Discount Rate menyatakan bahwa usaha ikan kayu

layak diusahakan. Sedangkan jika IRR < Social Discount Rate menyatakan

bahwa usaha ikan kayu tidak layak diusahakan

Untuk menghitung dan menggambarkan suatu usaha dalam keadaan seimbang

atau tidak untung dan tidak rugi secara finansial, maka digunakan formula

sebagai berikut:

Keterangan :

= Satu tahun sebelum terdapat tahun BEP

= Jumlah total cost yang telah didiskon

= jumlah benefit yang telah didskon satu tahun terdapat tahun BEP

= Jumlah benefit yang telah didskon yang terdapat tahun BEP

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Usaha Ikan Olahan

p

n

iicp

n

ti

p B

BTCTBEP

1

11

1

1pT

n

tiTC

1

n

iicpB

11

pB = jumlah benefit yang telah didskon satu tahun terdapat tahun BEP

13

Usaha ikan olahan merupakan usaha rumah tangga yang termasuk ke dalam

agroindustri. Pengembangan agroindustri ikan olahan salah satunya adalah ikan

kayu diprioritaskan karena produksi ikan tongkol relatif banyak dan diperkirakan

memiliki prospek pasar yang cerah. Selain itu adanya sumberdaya manusia yang

berpotensi dan teknologi yang mudah serta sederhana, sehingga dapat dikerjakan

oleh nelayan atau masyarakat pesisir. Pengadaan modal usaha diperoleh dari modal

sendiri dan pinjaman dari pihak lain dengan dasar kepercayaan antar kedua belah

pihak dalam mengadakan hutang piutang.

Bahan baku ikan kayu adalah ikan tongkol. Ikan tongkol diperoleh dari tempat

pendaratan ikan di Desa Pusong, yang merupakan satu-satunya tempat pendaratan

ikan di pusat Kota Lhokseumawe. Oleh sebab itu, Desa Pusong sangat berpotensi

untuk pengembangan ikan olahan khususnya ikan kayu.

Pengolahan ikan tongkol menjadi ikan kayu dilakukan pada saat hasil

tangkapan ikan tongkol relatif banyak dengan harga jual rata-rata Rp. 5.000/kg.

Selebihnya, pengajin akan memanfaatkan ikan tangkapan lainnya untuk

pengeringan. Namun demikian, pengolahan ikan kayu relatif lebih banyak dilakukan

dibandingkan pengeringan ikan lainnya.

Proses Produksi Ikan Kayu

Proses pembuatan ikan kayu meliputi beberapa tahapan yang harus dilakukan

untuk menghasilkan ikan kayu yang baik dan sesuai dengan selera konsumen.

Adapun tahapan proses pengolahan ikan kayu sebagai berikut :

a. Penyiangan

Dalam proses penyiangan ini ikan tongkol yang masih segar dibuang kepala,

isi perut, dan sisik dengan menggunakan pisau dan dicuci sampai bersih, yang

maksudnya untuk memperlambat pembusukan ikan dan untuk membersihkan ikan

dari kotoran dan darah yang melekat pada ikan. Setelah dibersihkan dimasukkan ke

dalam keranjang yang telah disediakan.

b. Perebusan

Pada proses perebusan ikan tongkol ini dilakukan dengan pemanasan 100oC

yang disertakan dengan penggaraman. Tujuan dari perebusan agar hasil produksi

ikan kayu menjadi steril dengan berkurangnya kadar air dalam badan ikan dan

mematikan sebagian bakteri juga mengawetkan ikan. Sedangkan garam digunakan

14

sebagai pengawet agar ikan kayu dapat disimpan lebih lama. Perebusan dilakukan

dalam drum yang berisi air garam yang didalamnya dimasukkan lebih kurang 25

ekor ikan. Pemanasan yang kurang atau berlebihan mengakibatkan berkurangnya

mutu ikan yang diinginkan. Selama perebusan, diberikan tepung kapur untuk

mencegah adanya ulat dan membersihkan ikan dari kotoran yang masih melekat

saat perebusan.

Perebusan dan penggaraman yang dilakukan pada pembuatan ikan kayu ini

dengan pemberian 0,25 kg gram dalam 30 liter air perebus, dan lamanya waktu

perebusan 2 jam atau ditandai dengan merekahnya pada bagian ujung ekor.

c. Penjemuran

Setelah ikan masak kemudian dilakukan pemisahan tulang dengan membelah

ikan menjadi empat bagian (ikan besar) kemudian dilakukan penjemuran atau

pengeringan. Penjemuran ini dilakukan untuk mengeluarkan air yang ada pada

badan ikan dengan cara menguapkan energi panas. Ikan dijemur dengan

menggunakan lantai jemur dan dijemur sampai kering dengan panas matahari

selama lebih kurang 2 hari bila hari cerah dan 3 hari bila hari mendung.

d. Pengemasan

Ikan kayu yang kering selanjutnya didinginkan sebelum dikemas dalam kotak.

Ikan kayu biasanya dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Wilayah

pemasaran ikan kayu masih terbatas dalam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam

mengingat ikan kayu hanya dikonsumsi oleh masyarakat aceh dan kurangnya

promosi keluar daerah Aceh.

Karakteristik Pengrajin Ikan Olahan

Karaketristik pengrajin ikan olahan adalah keadaan atau gambaran tentang

pengrajin yang dapat mempengaruhi kemampuan kerja serta keterampilan

pengrajin ikan olahan tersebut dalam mengelola usaha dan meningkatkan

keuntungan. Karakteristik pengrajin meliputi umur, pendidikan, pengalaman

berusaha dan jumlah tanggungan keluarga.

Tabel 3. Karakteristik Pengrajin Ikan Olahan di Daerah Penelitian, Tahun 2008

No. Karakteristik Satuan Rata-rata 1. 2. 3.

Umur Pendidikan Pengalaman berusaha

Tahun Tahun Tahun

30,25 9,17 14,20

15

4. Jumlah tanggungan keluarga

Jiwa 4,30

Sumber : Data Primer (diolah), 2008.

Kemampuan kerja pengrajin dipengaruhi oleh umur. Seiring dengan

peningkatan umur pengrajin maka kemampuan kerja diduga semakin menurun.

Pernyataan ini didukung oleh Soekartawi (1993) yang menyatakan bahwa umur

produktif secara ekonomi adalah 15 – 45 tahun, diluar batasan tersebut

kemampuan kerja seseorang itu tidak baik. Umur rata-rata pengrajin adalah

30,25 tahun, tergolong produktif dan masih memungkinkan untuk melakukan

perubahan-perubahan dalam usahanya yang dapat meningkatkan pendapatan.

Pendidikan merupakan dasar pijakan untuk mengembangkan kemampuan

dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada guna memicu peningkatan kreatifitas.

Rata-rata pendidikan responden adalah 9,17 tahun setara dengan tingkat

pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP). Rendahnya pendidikan

berpengaruh terhadap kinerja usaha khususnya kemampuan dalam pengambilan

keputusan berkenaan dengan pemamfaatan sumberdaya produktif secara efisien

Pengrajin ikan olahan rata-rata telah berpengalaman selama 14,20 tahun.

Diperkirakan telah memahami usaha ikan olahan dan memiliki wilayah pemasaran

tersendiri dalam upaya peningkatan pendapatannya. Mengingat bahan baku adalah

ikan tangkapan segar, maka diduga pengrajin telah menguasai kegiatan produksi

ikan olahan dengan memanfaatkan jenis ikan-ikan tertentu yang diperoleh dalam

jumlah lebih banyak. Kegiatan produksi tersebut dilakukan guna menutupi

perolehan pendapatan yang lebih kecil pada ikan kayu saat hasil tangkapan ikan

tongkol menurun.

Penggunaan Bahan dan Alat

Ketersediaan bahan dan peralatan yang cukup, dan memadai akan

mempelancar proses produksi. Bahan baku yang digunakan pada pengolahan ikan

kayu adalah ikan tongkol, garam, air, minyak tanah dan tawas. Bahan baku ini

relatif mudah diperoleh mengingat daerah penelitian terletak di kawasan Tempat

Pendaratan Ikan (TPI) dan pusat pasar Kota Lhokseumawe. Berikut diperlihatkan

rata-rata penggunaan bahan untuk pengolahan ikan kayu.

16

Tabel 4. Rincian Penggunaan Bahan untuk Produksi Ikan Kayu dalam Satu Bulan Produksi Di Daerah Penelitian, Tahun 2008

No. Komponen Satuan Volume Harga

(Rp/Satuan) Nilai Beli

(Rp) 1. Bahan baku

(Ikan tongkol) Kg 6.000 5.000,00 30.000.000,00

2. Garam Kg 1.800 1.000,00 1.800.000,00 3. Minyak tanah Liter 600 3.000,00 1.800.000,00 4. Tepung kapur Kg 150 2.000,00 300.000,00

Jumlah 33.900.000,00 Sumber : Data Primer (diolah), 2008.

Dalam satu bulan produksi, untuk pembuatan ikan kayu membutuhkan ikan

tongkol sebanyak 6.000 kg, garam sebanyak 1.800 kg, minyak tanah sebanyak

600 liter dan tepung kapur sebanyak 150 kg. Biaya bahan yang paling banyak

dibutuhkan adalah biaya untuk membeli ikan tongkol sebagai bahan baku utama

ikan kayu. Sedangkan biaya penunjang relatif lebih sedikit dibutuhkan. Biaya untuk

membeli tepung kapur relatif lebih sedikit, mengingat bahwa tepung kapur

digunakan hanya untuk mencegah adanya ulat dan membersihkan ikan dari kotoran

yang masih melekat selama proses perebusan.

Peralatan yang digunakan dalam pengolahan ikan kayu adalah drum, pisau,

lantai jemur, keranjang, panci besar, sendok kayu ukuran besar, sendok kayu

ukuran kecil, timba, tenda, dan sorok. Berikut diperlihatkan rincian penggunaan

peralatan pada produksi ikan kayu di daerah penelitian

Tabel 5. Rincian Penggunaan Alat pada Produksi Ikan Kayu dalam Satu Bulan

Produksi Di Daerah Penelitian, Tahun 2008

No. Komponen Vol Harga (Rp/Buah)

Nilai Beli (Rp)

1. Drum 6 60.000,00 360.000,00 2. Lantai Jemur 35 40.000,00 1.400.000,00 3. Keranjang 4 15.000,00 60.000,00 4. Sendok kayu ukuran

besar 2 35.000,00 70.000,00

5. Sendok kayu ukuran kecil 4 10.000,00 40.000,00 6. Baskom 2 20.000,00 40.000,00 7. Timba 2 8.000,00 16.000,00 8. Sorok 2 10.000,00 20.000,00 9. Pisau 6 10.000,00 60.000,00

Jumlah 2.066.000,00

17

Sumber : Data Primer (diolah), 2008.

Tabel 5 memperlihatkan bahwa rata-rata biaya peralatan yang digunakan

untuk memproduksi ikan kayu adalah Rp. 2.066.000,00. Penggunaan biaya

peralatan yang paling besar pada produksi ikan kayu adalah untuk membeli

lantai jemur sebesar Rp. 1.400.000,00 dan biaya peralatan yang paling kecil

adalah untuk membeli timba yaitu Rp. 16.000,00.

Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat

mempengaruhi dalam usaha memproduksi ikan olahan. Kebutuhan tenaga kerja

adalah jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah produk

masyarakat dalam satu satuan waktu tertentu. Tenaga kerja yang digunakan

dalam kegiatan produksi ikan olahan berasal dari dalam dan luar keluarga, yang

dihitung dalam satu bulan produksi dan dikonversikan ke dalam Hari Kerja Pria

(HKP). Rata-rata waktu kerja sehari diasumsikan sebesar 7 jam, dengan upah

tenaga kerja sebesar Rp. 15.000,00 per HKP. Adapun jenis kegiatan yang dilakukan

pada usaha ikan kayu meliputi penyiangan, perebusan, penjemuran dan

pengapuran. Berikut diperlihatkan distribusi rata-rata penggunaan tenaga kerja

menurut fase kegiatan dalam satu bulan produksi pada usaha ikan kayu di daerah

penelitian.

Rata-rata curahan tenaga kerja terbesar pada usaha ikan kayu adalah kegiatan

penjemuran yaitu 37,80 HKP (61,11%), kemudian diikuti oleh fase penyiangan

sebesar 8,40 HKP (13,58%), pemisahan tulang sebesar 4,20 HKP (6,79%),

perebusan sebesar 4,10 HKP (6,63%), pembersihan 3,15 HKP (5,09%), pengapuran

sebesar 2,10 HKP (3,40%), dan pengemasan sebesar 2,10 HKP (3,40%). Jumlah

penggunaan tenaga kerja ini berbeda-beda tergantung jumlah bahan baku yang

digunakan dan lamanya sinar matahari saat penjemuran. Total rata-rata

penggunaan tenaga kerja selama satu bulan produksi adalah 61,85 HKP dengan

biaya per HKP sebesar Rp. 15.000,00, maka total biaya yang dikeluarkan untuk

tenaga kerja selama satu bulan produksi pada usaha ikan kayu adalah Rp.

927.750,00.

18

Tabel 6. Rata-rata Pengunaan Tenaga Kerja Menurut Fase Kegiatan dalam Satu Bulan Produksi pada Produksi Ikan Kayu Di Daerah Penelitian, Tahun 2008

No. Jenis Kegiatan Tenaga Kerja

(HKP/Bulan) Persentase

(%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Penyiangan Pembersihan Perebusan Pemisahan Tulang Penjemuran Pengapuran Pengemasan

8,40 3,15 4,10 4,20 37,80 2,10 2,10

13,58 5,09 6,63 6,79 61,11 3,40 3,40

Jumlah 61,85 100,00

Sumber : Data Primer (diolah), 2008.

Biaya Produksi

Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan baik biaya tetap maupun

biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses

produksi dan besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang

dihasilkan, seperti biaya peralatan. Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan

dalam proses produksi tergantung dari besar kecilnya produksi yang dihasilkan.

Yang termasuk dalam biaya tidak tetap dalam usaha ikan olahan adalah biaya

bahan, biaya tenaga kerja, dan bunga modal. Perhitungan biaya produksi sangat

diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang

berkenaan dengan pemanfaatan sumber-sumber modal, penggunaan sumberdaya

dan penentuan harga jual ikan olahan.

Tabel 7. Rata-rata Penggunaan Biaya dalam Satu Bulan Produksi pada Usaha Ikan Kayu Di Daerah Penelitian, Tahun 2008

Komponen Modal Biaya Produksi

(Rp) Persentase

(%) A. Biaya Tetap

a. Drum b. Lantai jemur c. Keranjang d. Sendok kayu ukuran

besar e. Sendok kayu ukuran kecil f. Baskom g. Timba h. Sorok

360.000,00 1.400.000,00 60.000,00 70.000,00 40.000,00 40.000,00 16.000,00 20.000,00 60.000,00

0,85 3,29 0,14 0,17 0,09 0.09 0,04 0,05 0,14

19

i. Pisau

B. Biaya Tidak Tetap a. Bahan baku b. Garam c. Minyak tanah d. Tepung kapur

C. Penggunaan Tenaga Kerja D. Penyusutan Peralatan E. Bunga Modal (15%)

30.000.000,00 1.800.000,00 1.800.000,00 300.000,00 927.750,00 110.166,67 5.550.587,50

70,50 4,23 4,23 0,70 2,18 0,26 13,04

Jumlah 42.554.504,17 100,00 Sumber : Data Primer (diolah), 2008.

Tabel 7 di atas jelas memperlihatkan bahwa total biaya produksi ikan kayu

adalah Rp. 42.554.504,17. Pengeluaran biaya produksi yang paling besar adalah

biaya pembelian bahan baku ikan tongkol sebesar Rp. 30.000.000,00 dan biaya

produksi yang paling sedikit digunakan untuk membeli timba sebesar Rp.

16.000,00. Pengeluaran biaya tetap pada pembuatan ikan kayu sebesar Rp.

2.066.000,00, biaya tidak tetap sebesar Rp. 33.900.000,00, biaya tenaga

kerja sebesar Rp. 927.750,00, biaya penyusutan peralatan sebesar Rp. 110.166,67,

dan bunga modal sebesar Rp. 5.550.587,50.

Produksi dan Nilai Hasil Produksi

Produksi dalam penelitian adalah banyaknya ikan olahan yang dihasilkan dari

sejumlah bahan yang digunakan dan dinyatakan dalam satuan kilogram. Sedangkan

nilai hasil produksi merupakan hasil perkalian antara jumlah ikan olahan yang

dihasilkan dengan harga jual ikan olahan tersebut pada periode tertentu dan

dinyatakan dalam satuan rupiah. Berikut diperlihatkan besaran produksi dan nilai

hasil produksi ikan olahan khususnya ikan kayu dengan harga berlaku rata-rata di

daerah penelitian.

Tabel 8. Rata-rata Produksi dan Nilai Hasil Produksi Ikan Kayu dalam Satu Bulan

Produksi Di Daerah Penelitian, Tahun 2008

No. Uraian Satuan Jumlah

1. 2. 3.

Produksi Harga Jual Nilai Hasil Produksi

Kg Rp Rp

1.440,00 35.000,00 50.400.000,00

Sumber : Data Primer (diolah), 2008.

20

Rata-rata produksi ikan kayu dalam satu bulan produksi adalah 1.440,00 kg

dan harga jual sebesar Rp. 35.000,00/kg diperoleh nilai hasil produksi sebesar Rp.

50.400.000,00. Saat ini, ikan kayu hanya dipasarkan di seputar Propinsi Nanggroe

Aceh Darussalam, yaitu Banda Aceh, Sigli, Bireuen, Lhokseumawe, Matang Kuli,

Lhoksukon, dan Kuta Binjai.

Keuntungan

Keuntungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keuntungan bersih

yang merupakan selisih antara nilai hasil produksi dan jumlah biaya selama satu

bulan produksi ikan olahan. Besar kecilnya keuntungan yang diterima pengrajin dari

usaha ikan olahan ditentukan oleh besar kecilnya produksi dan harga jual yang

berlaku serta besaran biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan produksi ikan

olahan di daerah penelitian. Besaran keuntungan yang diterima sangat menentukan

besaran rentabilitas yang diperoleh pengrajin dari usaha ikan olahan.

Tabel 9 berikut memperlihatkan bahwa dengan biaya produksi ikan kayu

sebesar Rp. 42.554.504,17 dan nilai hasil produksi sebesar Rp. 50.400.000,00

diperoleh keuntungan sebesar Rp. 7.845.495,83. Saluran pemasaran yang terbatas

dan produksi ikan kayu yang relatif kecil menyebabkan keuntungan yang diperoleh

pengrajin dari usaha ikan kayu relatif sedikit.

Tabel 9. Rata-rata Besaran Keuntungan yang Diperoleh Pengrajin dalam Satu

Bulan Produksi Ikan Kayu Di Daerah penelitian, Tahun 2008

No. Uraian Satuan Rata-rata

1. 2. 3. 4.

Produksi Nilai Hasil Produksi Biaya Produksi Keuntungan

Kg Rp Rp Rp

1.440,00 50.400.000,00 42.554.504,17 7.845.495,83

Sumber : Data Primer (diolah), 2008.

Analisis Return Cost Ratio

Analisis return cost ratio merupakan perbandingan antara penerimaan (nilai

hasil produksi) dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis ini digunakan untuk

mengetahui untung tidaknya atau layak tidaknya suatu usaha untuk dijalankan,

dengan ketentuan bahwa jika nilai return cost ratio yang diperoleh lebih besar dari

satu ( R/C >1) maka usaha tersebut layak untuk dijalankan. Sebaliknya, jika

perolehan nilai return cost ratio lebih kecil dari satu atau sama dengan satu,

21

(R/C < 1 atau R/C = 1) maka usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan. Pada

usaha ikan kayu, diperoleh nilai retun cost ratio sebesar 1,18, artinya setiap

penambahan biaya produksi ikan kayu akan meningkatkan perolehan keuntungan

bagi pengrajin sebesar 1,84 (Lampiran 1).

Rentabilitas Usaha Ikan Kayu

Rentabilitas adalah perbandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan

modal yang digunakan oleh pengrajin tersebut dalam usaha ikan kayu. Besaran

rentabilitas tergantung pada besaran produksi ikan kayu, harga jual yang berlaku,

besaran modal yang dikeluarkan, dan perolehan keuntungan bagi pengrajin ikan

kayu, yang dinyatakan dalam persentase.

Pada tingkat bunga modal sebesar 15% diperoleh rentabilitas usaha ikan kayu

sebesar 18,44% (Lampiran 2), menunjukkan bahwa usaha ikan kayu memberikan

keuntungan bersih sebesar 18,44% dalam satu bulan produksi dari modal yang

diinvestasikan. Hal ini juga berarti bahwa setiap pengeluaran biaya produksi

sebesar Rp. 42.554.504,17 akan memberikan keuntungan sebesar Rp.

7.845.495,83, dengan ketentuan bahwa modal yang dikeluarkan dalam proses

produksi ikan kayu telah digunakan secara efektif dan efisien. Peningkatan

perolehan rentabilitas juga didukung oleh penggunaan tenaga kerja yang terampil

dan baik. Persentase rentabilitas yang diperoleh sebesar 18,44% lebih besar

dibanding persentase bunga modal yang berlaku yaitu 15% per tahun. Dengan

demikian, usaha ikan kayu cukup menguntungkan dan layak untuk dijalankan.

Manajemen Pemasaran

Studi pemasaran lebih ditekankan pada upaya memahami aliran produk yang

dihasilkan oleh pengrajin sampai ke tangan konsumen akhir. Dari hasil wawancara,

dapat diidentifikasi setidaknya ada 3 saluran pemasaran ikan kayu di lokasi

penelitian. Pada saluran pertama, pengrajin menjual ikan kayu ke pedagang pasar

tradisional. Di pasar, pedagang berhadapan dengan pembeli baik sebagai konsumen

langsung maupun pemilik warung yang membeli ikan kayu untuk dijual lagi kepada

konsumen rumah tangga di sekitarnya. Saluran berikut, pengrajin menjual langsung

kepada konsumen setempat basis agroindustri.

22

Gambar 1. Saluran pemasaran ikan kayu dari pengrajin ke konsumen akhir

Berdasar tujuannya, lokasi pemasaran masih terbatas seputar wilayah

Nanggroe Aceh Darussalam, khususnya pasar tradisional. Dalam pelaksanaannya,

kegiatan pemasaran dilakukan dengan menggunakan mobil Daihatsu. Biaya

pemasaran dikeluarkan terutama untuk upah tenaga kerja bidang pemasaran, biaya

pembelian bensin untuk transportasi ke pasar tradisional baik di dalam maupun luar

kota Lhokseumawe, dan biaya retribusi pasar.

Dari aspek kuantitas, selama ini tidak terjadi penolakan produk oleh

konsumen atau produk tidak terjual. Hal ini merupakan indikator bahwa produksi

yang dihasilkan masih dibawah daya serap pasar. Daya beli pasar akan meningkat

lagi jika ikan kayu dipromosikan kepada konsumen lain di luar Propinsi Nanggroe

Aceh Darussalam. Berdasar pertimbangan tersebut maka upaya pengembangan

masih berpeluang besar dilakukan apalagi jika diiringi dengan terobosan

menciptakan ikan kayu dengan kemasan dan dijual di pasar modern (swalayan).

Analisis Nilai Tambah

Rataan nilai tambah, imbalan kerja dan keuntungan dalam agroindustri ikan

kayu disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 10. Analisis Nilai Tambah Usaha Ikan Kayu

No. Output, Input dan Harga Ikan Kayu

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Produksi (kg/pp)

Bahan baku (kg/pp)

Tenaga kerja (jam/hari)

Faktor konversi (1 : 2)

Koefisien tenaga kerja (3 : 2)

Harga produk (Rp/kg)

Upah tenaga kerja (Rp/jam)

1.440,00

6.000,00

3,29

0,24

5,48

35.000,00

6.079,03

Pengrajin

Pemilik warung desa lain

Konsumen rumahtangga

Pedagang Pasar Tradisional

23

8.

9.

10.

11.

Input : ikan tongkol

Input lain

Nilai ikan kayu (4 x 6)

Nilai tambah (10 – 8 – 9)

Rasio nilai tambah % (11/10 x 100%)

5.000,00

1.593,50

8.400,00

1.806,50

21,51

Sumber : Data Primer (Diolah), 2008

Tabel 10 memperlihatkan bahwa dengan menggunakan bahan baku ikan

tongkol sebanyak 6.000 kg dapat dihasilkan ikan kayu sebanyak 1.440 bungkus.

Usaha ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 3,29 jam per hari. Dengan

demikian, curahan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah 1 kg ikan tongkol

menjadi ikan kayu sebanyak 3,29 jam. Apabila harga ikan kayu sebesar Rp.

35.000,00/bungkus dan faktor konversi sebesar 0,24, maka nilai produksi sebesar

Rp. 8.400,00, Nilai produksi ini dialokasikan untuk bahan baku yang berupa ikan

tongkol segar sebesar Rp. 5.000,- dan input-input lainnya, termasuk penyusutan

dan perawatan peralatan sebesar Rp. 1.593,50. Dengan demikian, nilai tambah

yang terdapat dalam setiap kilogram kedelai adalah Rp. 1.806,50 atau 21,51% dari

nilai produksi. Perolehan nilai tambah ini sangat kecil, mengingat bahwa usaha ikan

kayu berskala rumahtangga dengan modal relatif kecil dan pengolahannya

dilakukan secara tradisional. Untuk itu, dibutuhkan peran pemerintah dan

pengusaha dibidang permodalan dan manajemen produksi agar pengrajin dapat

meningkatkan kapasitas produksi sekaligus memperluas wilayah pemasaran ikan

kayu sehingga diharapkan dapat meningkatkan keuntungan bagi pengrajin

sekaligus pemerataan pendapatan bagi setiap lembaga yang terlibat dalam

pemasaran ikan kayu.

Analisis Kelayakan Usaha

Pada prinsipnya analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui

apakah pengembangan usaha ikan kayu secara finansial layak dikembangkan atau

tidak. Analisis disusun dalam jangka waktu 5 tahun sesuai dengan umur pakai

peralatan utama. Asumsi lain adalah : 1) Semua peralatan hasil pembelian;

2) Pengrajin mengeluarkan biaya sewa tempat; 3) Seluruh tenaga kerja yang

digunakan merupakan tenaga upahan; 4) Waktu kerja efektif dalam satu tahun

sejumlah 360 hari; 5) Biaya pemasaran tidak diperhitungkan dalam analisis.

24

Modal investasi dikatagorikan atas investasi tetap dan operasional. Modal

investasi tetap meliputi peralatan dan sewa tempat, sedangkan operasional meliputi

biaya bahan baku, bahan penunjang, dan tenaga kerja. Investasi tetap dikeluarkan

pada tahun pertama pengembangan terutama untuk peralatan. Jenis peralatan yang

memiliki umur pakai lebih dari lima tahun, investasi cukup dilakukan pada tahun

pertama. Untuk peralatan yang umur pakainya lebih kecil dari satu tahun diperlukan

reinvestasi pada tahun berikutnya. Sewa tempat dibayar untuk jangka waktu lima

tahun pada tahun pertama pengembangan. Dengan pola investasi yang demikian,

pada tahun pertama penanaman modal diperlukan modal Rp 5.566.000 dan tahun

selanjutnya pengeluaran biaya investasi relatif lebih sedikit

Modal operasional digunakan untuk membiayai komponen bahan baku ikan

tongkol, bahan penunjang, dan tenaga kerja yang harganya sama sepanjang tahun.

Untuk kebutuhan operasional diperlukan modal sejumlah Rp 40.496.837,50 per

bulan

Empat kriteria akan menunjukkan layak atau tidaknya pengembangan usaha

ikan olahan khususnya ikan kayu. Usaha pengolahan ikan kayu layak diusahakan

apabila NPV positif, NBCR > 1, IRR > dari tingkat bunga yang berlaku dan BEP

terjadi di dalam umur ekonomi proyek tersebut. Tabel 11 berikut memperlihatkan

hasil analisis kelayakan usaha ikan kayu di daerah penelitian selama 5 (lima) tahun

pengembangan usaha.

Tabel 11. Analisis Kelayakan Usaha Ikan Olahan

No. Kriteria Investasi

Satuan Jumlah

1. 2. 3. 4.

NPV NBCR IRR BEP

Rp. - %

Tahun

81.855.887 2,58 54,99 4,728

Berdasar Tabel 11 diperoleh total nilai sekarang dari benefit bersih (NPV)

proyek selama 5 tahun pengembangan mencapai Rp 81.855.887 atau NPV lebih

besar dari nol dan BEP terjadi pada umur 4 tahun 8 bulan dan 22 hari. Dengan kata

lain, nilai NPV > 0 (positif), NBCR > 1, IRR > tingkat bunga yang berlaku, dan BEP

terjadi di dalam umur ekonomi proyek. Mengacu pada Kadariah et al (1978),

Soekartawi (1989) dan Gittinger (1972) maka usaha ikan kayu di daerah penelitian

secara finansial layak dikembangkan.

25

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Rata-rata nilai hasil produksi ikan olahan yang diterima pengrajin adalah

Rp. 50.400.000,00 per bulan dan biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp.

42.554.504,17 dan keuntungan sebesar Rp. 7.845.495,83 maka perolehan

nilai return cost ratio sebesar 1,18, artinya setiap penambahan biaya produksi

ikan kayu akan meningkatkan perolehan keuntungan bagi pengrajin sebesar

1,84. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ikan kayu di daerah penelitian cukup

menguntungkan untuk dijalankan.

2. Nilai tambah yang dinikmati pengrajin dari usaha ikan olahan jenis ikan kayu

juga cukup besar yaitu Rp 1.806,50/kg kedelai. Nilai tambah ini sebagian besar

merupakan komponen keuntungan dan selebihnya sebagai imbalan jasa

tenaga kerja.

3. Secara finansial pengembangan usaha ikan kayu layak dilakukan. Hal ini dapat

dilihat dari NPV>0 yaitu Rp. 81.855.887, NBCR > 1, yaitu 2,58, IRR = 54,99%

lebih besar dari suku bunga yang berlaku yaitu 15% dan BEP terjadi pada

umur 4 tahun 8 bulan 22 hari.

Saran

1. Mengingat tingginya permintaan ikan kayu dan besarnya keuntungan yang

diperoleh pengrajin, hendaknya pengrajin usaha ikan kayu dapat

memanfaatkan peluang pasar dan sumberdaya seefisien mungkin serta

melakukan inovasi dalam proses pengolahan.

2. Dalam rangka meningkatkan permintaan konsumen terhadap ikan kayu,

diharapkan pemerintah dan jajarannya di sektor perdagangan dan industri

dapat membuka pasar ikan kayu ke daerah luar propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

26

DAFTAR PUSTAKA

Ahrean, M.et.al, 1985. The distribution of Income and Wealth of Farm Operator Houshold, American Journal Agricultural Economic, Volume 67, pp.1087-1097.

Aziz, M.Amin, 1990. Pokok-pokok Pikiran Pengembangan Agribisnis menyongsong Pembangunan Jangka Panjang. Pidato Ilmiah dalam Rangka Wisuda Sarjana Institut Pertanian Malang.

Assauri. 1993. Manajemen Pemasaran. PT. Rajawali. Jakarta.

Barry P.J, Steven T, Sonka and Kaouthar Lajili, 1992. Vertcaloordination Financial Structure and The Cahnging Theory of The Firm, American Journal Agricultural Economic, Volume 74, pp. 1219-1225.

Chiboola O. And Bruce Bjornson, 1996. Market Environment and Valuation of Invested Capital in Food Manufacturing and Distribution, Agribusiness, Volume 12, Nomor 2, pp 135-146.

Choliq. 1994. Evaluasi Proyek (suatu Pengantar). Jaya. Bandung. Dirjen Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Gizi Depkes RI. (1991) Daftar komposisi

bahan makanan dalam Bunga Rampai Tempe Indonesia (Eds. Sapuan dan Noer Soetrisno), 127, Indonesian Tempe Foundation, Jakarta.

Hayami. (1987) Agricultural marketing and processing in up land java: a

prospective from Sunda vilage. dalam Ratna Mustika Wardhani (1999) Analisis Nilai Tambah Komoditas Melinjo Pada Agroindustri Emping di Kabupaten Madiun. Thesis, Universitas Brawijaya. Malang.

Ibrahim. 1998. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.

Junianto. 2002. Kiat Memilih Ikan Segar & Produk Olahannya. Pikiran Rakyat. 21 Juli 2002.

Jensen, H.H and Salant, 1985, “The Role of Fringe Benefits in Operator Off Farm Labor Supply”, American Journal Agricultural Economic Volume 67, pp. 1095-1099.

Kadariah. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit F.E. UI. Jakarta.

Koswara, S.T. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Munawir, S. 1981. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Jakarta.

Semaoen dan S.M Kiptiyah, 1997, “Peluang dan Tantangan Pengembangan Agribisnis pada Abad 21”, dalam Wahono, dkk, Prosiding Seminar Nasional reorientasi Dunia Pertanian dalam Rangka Menciptakan Pelaku Agribisnis Tangguh pada Abad 21, UMM Press, Malang.

27

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Muhammad Arifai, SE.,Ak 2. Tempat dan Tanggal Lahir : Lhokseumawe, 10 Juli 1978 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Fakultas/Program Studi : Tata Niaga/Akuntansi 5. Pangkat/Golongan/NIP : III/b/132 299 784 6. Bidang Keahlian : Ekonomi Akuntansi 7. Tahun Perolehan Gelar Akademik : 2002 8. Alamat Kantor : Politeknik Negeri Lhokseumawe Telepon/Faksimili : (0645) 42670 e-mail : Alamat rumah : Jl Darussalam Gg Perwira No.14

Lhokseumawe Telepon/Faksimili : 08126927289 10. Pengalaman dalam Bidang Penelitian : No Judul Tahun Kedudukan

Dalam Tim 1 2 3 4 5 6

Pengaruh Tindakan Supervisi Auditor terhadap Kepuasan Kerja Bawahan melalui pendekatan dyadic (studi Kasus pada Auditor BPKP Provinsi NAD) Pengaruh Pengalaman Akuntan Pemeriksa Terhadap Kemampuan dalam mengidentifikasi Kecurangan (Frauds) Persepsi Penilai terhadap Profesionalisme Mahasiswa Praktik Kerja lapangan Prodi Akuntansi PNL Analisis Akuntabilitas dan Aksesibiltas Baitul Mal (Studi Kasus Baitul Mal Banda aceh) Pengaruh Tindakan Sceptisme Profesional Auditor Terhadap Penentuan Bukti Audit oleh Auditor Bawasda kota Lhokseumawe Analis Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Pengolahan Ikan di Kota Lhokseumawe (Studi Kasus di desa Pusong)

2003 2003 2005 2006 2008

Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua

28

11. Pengalaman di Bidang Pengabdian No Judul Tahun Kedudukan

1 2 3 4 5

Pelatihan akuntansi sederhana bagi Small Business di Kota Lhokseumawe Penguatan Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan bagi Bendaharawan Politeknik Negeri Lhokseumawe Pelatihan Pembukuan Bagi Usaha Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Blang Mangat Pelatihan Administrasi Pemerintahan Desa Bagi Aparatur Gampong Jeulikat Kota Lhokseumawe Pelatihan Penguatan Kelompok Perempuan dalam meningkatkan ekonoomi Keluarga di Kota Lhokseumawe

2006 2007 2008 2008 2008

Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana

Lhokseumawe, 12 Januari 2009 Tertanda, (Muhammad Arifai, SE.,Ak) NIP 132 299 784