5
ADMINISTRATIVE PENAL LAW "Administrative Penal Law" adalah peraturan perundang- undangan yang berdimensi hukum administrasi negara yang memiliki sanksi pidana (kriminalisasi hukum administrasi negara); "Administrative Penal Law" adalah semua produk legislasi berupa perundang-undangan (dalam lingkup) administrasi negara yang memiliki sanksi pidana. "Administrative Penal Law" dapat ditinjau dari 3 (tiga) aspek hukum yang masing-masing memiliki "materiele sphere dan ruang lingkup", yakni: 1. Aspek hukum administrasi (menyangkut masalah prosedural administratif); 2. Aspek hukum perdata (menyangkut apakah ada pihak yang dirugikan dan upaya ganti rugi melalui litigasi dan non litigasi); 3. Aspek hukum pidana (menyangkut adanya perbuatan pidana / tindak pidana (materiele handeling) yang diatur secara limitatif dalam perundang-undangan). "Administrative Penal Law" sering menimbulkan persepsi yang berbeda apabila ditinjau dari sudut pandang pengimplementasiannya, yakni: - Perspektif Normatif; - Perspektif Teoritik; - Perspektif Praktik Peradilan;

Administrative Penal Law

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hUKUM

Citation preview

Page 1: Administrative Penal Law

ADMINISTRATIVE PENAL LAW

"Administrative Penal Law" adalah peraturan perundang-undangan yang

berdimensi hukum administrasi negara yang memiliki sanksi pidana (kriminalisasi

hukum administrasi negara);

"Administrative Penal Law" adalah semua produk legislasi berupa

perundang-undangan (dalam lingkup) administrasi negara yang memiliki sanksi

pidana.

"Administrative Penal Law" dapat ditinjau dari 3 (tiga) aspek hukum yang

masing-masing memiliki "materiele sphere dan ruang lingkup", yakni:

1. Aspek hukum administrasi (menyangkut masalah prosedural administratif);

2. Aspek hukum perdata (menyangkut apakah ada pihak yang dirugikan dan

upaya ganti rugi melalui litigasi dan non litigasi);

3. Aspek hukum pidana (menyangkut adanya perbuatan pidana / tindak pidana

(materiele handeling) yang diatur secara limitatif dalam perundang-

undangan).

"Administrative Penal Law" sering menimbulkan persepsi yang berbeda

apabila ditinjau dari sudut pandang pengimplementasiannya, yakni:

- Perspektif Normatif;

- Perspektif Teoritik;

- Perspektif Praktik Peradilan;

- Perspektif Ranah Penegakan Hukum (Law Enforcement).

Masalah pokok yang dihadapi terkait dengan "Administrative Penal Law"

adalah: "apakah pelanggaran terhadap Administrative Penal Law dapat

dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi karena adanya perbuatan materiil

(materiele daad) yang sama, dalam prespektif pelanggaran beberapa perundang-

undangan?" sedangkan, masalah-masalah khusus yang dijumpai, misalnya adalah

"apakah tepat jika tindak pidana dalam bidang perpajakan atau perbankan

(Administrative Penal Law) dapat dikorelasikan dengan tindak pidana korupsi?”

Terhadap masalah-masalah hukum (pokok maupun khusus sebagaimana

tersebut di atas), solusi hukumnya adalah:

Page 2: Administrative Penal Law

a. pada prinsipnya, suatu kebijakan merupakan persoalan "kebebasan kebijakan"

atau "beleidsvrijheid" atau "freies ermessen" dari aparatur negara dalam

melaksanakan tugas publiknya, sehingga tidak dapat dinilai oleh Hakim

pidana ataupun Hakim perdata;

b. Administrative Penal Law tidak termasuk dalam domain tindak pidana korupsi

jika dihubungkan dengan aplikasi kebijakan (baik Beleidsvrijheid dan

Wijsheid, Freies ermessen maupun Beleidsregels). Kebijakan-kebijakan

tersebut hanya tunduk dan dinilai dari segi hukum administrasi dan hukum

tata negara, tidak dapat dinilai oleh Hakim baik dari segi penerapan hukum

publik (hukum pidana) maupun dari segi hukum privat (hukum perdata),

karena kebijakan administrasi ini parameter hukumnya hanya bisa dinilai dari

aspek rechtmatigheid clan bukan doelmatigheid.

c. Tidak pula dapat diterapkan perundang-undangan korupsi karena

"Administrative Penal Law" menyangkut produk kebijakan-kebijakan yang

diberikan kewenangannya oleh hukum administrasi negara.

Beleidsvrijheid dan Wijsheid dimiliki oleh setiap Pejabat Penyelenggara

Negara yang memiliki kewenangan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

yang ada; pembatasan terhadap Beleidsvrijheid berlaku apabila terdapat perbuatan

yang masuk kategori penyalahgunaan wewenang (detournment de pouvoir) dan

perbuatan sewenang-wenang abus de droit). Penyelesaian terhadap penyimpangan

ini adalah melalui peradilan administrasi / tata usaha negara. Freies ermessen

digunakan oleh Pejabat / Penyelenggara Negara untuk bertindak dalam rangka

penyelesaian keadaan penting dan mendesak yang timbul dan dihadapi dalam

praktik penyelenggaraan negara, serta harus dijalankan demi tercapainya tujuan

negara. Tolok ukur pembatasan penggunaan Freies ermessen adalah parameter

azas-azas umum pemerintahan yang baik (AAUPB); Beleidsregels tidak boleh

melampaui atau menghapuskan hirarki perundang-undangan, karenanya

Beleidsregels berada diluar hirarki perundang-undangan. Ketiga bentuk kebijakan

tersebut tidak dapat dinilai oleh hakim dalam perkara korupsi, pidana dan perdata,

karena merupakan domain hukum administrasi negara.

Kewenangan diskresioner aparatur negara (berupa ketiga bentuk kebijakan

tersebut di atas) yang dilakukan dalam kerangka batas-batas asas-asas umum

Page 3: Administrative Penal Law

pemerintahan yang balk (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) sehingga

sifatnya overheidsbeleid merupakan domain dari hukum administrasi negara dan

tidak merupakan yurisdiksi dari makna "menyalahgunakan kewenangan" maupun

dimensi "melawan Hukum" (baik melawan hukum formal dan melawan hukum

materiel dalam hukum pidana, khususnya terhadap tindak pidana korupsi.

Peraturan perundang-undangan yang berdimensi "Administrative Penal

Law" harus diterapkan secara tersendiri dengan berlaku azas Logische Specialiteit

yakni azas kekhususan yang logis, artinya keberadaan undang-¬undang sebagai

kebijakan legislasi. Hal ini sesuai dengan stufen bouw theory dari Hans Kelsen

bahwa peraturan perundang-undangan yang memiliki karakter dan dimensi

tersendiri tidak boleh dicampuradukkan antara satu dengan yang lainnya. Sejalan

pula dengan prinsip Lex specialis Systematic derogat lex generali (azas

kekhususan yang sistematis). Artinya ketentuan pidana yang bersifat khusus

adalah berlaku apabila pembentuk undang-undang memang bermaksud untuk

memberlakukan ketentuan pidana tersebut sebagai suatu ketentuan pidana yang

bersifat khusus.

Sering terjadi kekeliruan penerapan hukum berkenaan dengan dakwaan

Jaksa / Penuntut Umum yang selalu memandang bahwa bila terjadi kerugian

Negara atau kerugian perekonomian Negara, maka berlaku ketentuan perundang-

undangan pemberantasan korupsi, padahal menurut hukum tidak semua perbuatan

/ delik yang menimbulkan kerugian negara adalah korupsi.

Tidak relevan untuk mengaitkan antara tindak pidana pajak, tindak pidana

perbankan, tindakan pidana lingkungan hidup dan seterusnya sebagai tindak

pidana korupsi. Karena, berdasarkan azas lex specialis sistematic derogat lex

generali, pelanggaran terhadap perundang-undangan administrative yang

bersanksi pidana (Adomain dari tindak pidana pada perundangan-undangan

administratif terkait, bukan merupakan domain dari tindak pidana korupsi.

Untuk mengantisipasi kekeliruan penerapan hukum oleh Jaksa / Penuntut

Umum sebagaimana dimaksud di atas, dibutuhkan kesamaan persepsi diantara

para hakim di semua tingkatan peradilan mengenai keberlakuan azas lex

specialis sistematic derogat lex generali dalam konteks Administrative Penal Law.