Upload
takum-abdul-rohim
View
404
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hUKUM
Citation preview
ADMINISTRATIVE PENAL LAW
"Administrative Penal Law" adalah peraturan perundang-undangan yang
berdimensi hukum administrasi negara yang memiliki sanksi pidana (kriminalisasi
hukum administrasi negara);
"Administrative Penal Law" adalah semua produk legislasi berupa
perundang-undangan (dalam lingkup) administrasi negara yang memiliki sanksi
pidana.
"Administrative Penal Law" dapat ditinjau dari 3 (tiga) aspek hukum yang
masing-masing memiliki "materiele sphere dan ruang lingkup", yakni:
1. Aspek hukum administrasi (menyangkut masalah prosedural administratif);
2. Aspek hukum perdata (menyangkut apakah ada pihak yang dirugikan dan
upaya ganti rugi melalui litigasi dan non litigasi);
3. Aspek hukum pidana (menyangkut adanya perbuatan pidana / tindak pidana
(materiele handeling) yang diatur secara limitatif dalam perundang-
undangan).
"Administrative Penal Law" sering menimbulkan persepsi yang berbeda
apabila ditinjau dari sudut pandang pengimplementasiannya, yakni:
- Perspektif Normatif;
- Perspektif Teoritik;
- Perspektif Praktik Peradilan;
- Perspektif Ranah Penegakan Hukum (Law Enforcement).
Masalah pokok yang dihadapi terkait dengan "Administrative Penal Law"
adalah: "apakah pelanggaran terhadap Administrative Penal Law dapat
dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi karena adanya perbuatan materiil
(materiele daad) yang sama, dalam prespektif pelanggaran beberapa perundang-
undangan?" sedangkan, masalah-masalah khusus yang dijumpai, misalnya adalah
"apakah tepat jika tindak pidana dalam bidang perpajakan atau perbankan
(Administrative Penal Law) dapat dikorelasikan dengan tindak pidana korupsi?”
Terhadap masalah-masalah hukum (pokok maupun khusus sebagaimana
tersebut di atas), solusi hukumnya adalah:
a. pada prinsipnya, suatu kebijakan merupakan persoalan "kebebasan kebijakan"
atau "beleidsvrijheid" atau "freies ermessen" dari aparatur negara dalam
melaksanakan tugas publiknya, sehingga tidak dapat dinilai oleh Hakim
pidana ataupun Hakim perdata;
b. Administrative Penal Law tidak termasuk dalam domain tindak pidana korupsi
jika dihubungkan dengan aplikasi kebijakan (baik Beleidsvrijheid dan
Wijsheid, Freies ermessen maupun Beleidsregels). Kebijakan-kebijakan
tersebut hanya tunduk dan dinilai dari segi hukum administrasi dan hukum
tata negara, tidak dapat dinilai oleh Hakim baik dari segi penerapan hukum
publik (hukum pidana) maupun dari segi hukum privat (hukum perdata),
karena kebijakan administrasi ini parameter hukumnya hanya bisa dinilai dari
aspek rechtmatigheid clan bukan doelmatigheid.
c. Tidak pula dapat diterapkan perundang-undangan korupsi karena
"Administrative Penal Law" menyangkut produk kebijakan-kebijakan yang
diberikan kewenangannya oleh hukum administrasi negara.
Beleidsvrijheid dan Wijsheid dimiliki oleh setiap Pejabat Penyelenggara
Negara yang memiliki kewenangan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
yang ada; pembatasan terhadap Beleidsvrijheid berlaku apabila terdapat perbuatan
yang masuk kategori penyalahgunaan wewenang (detournment de pouvoir) dan
perbuatan sewenang-wenang abus de droit). Penyelesaian terhadap penyimpangan
ini adalah melalui peradilan administrasi / tata usaha negara. Freies ermessen
digunakan oleh Pejabat / Penyelenggara Negara untuk bertindak dalam rangka
penyelesaian keadaan penting dan mendesak yang timbul dan dihadapi dalam
praktik penyelenggaraan negara, serta harus dijalankan demi tercapainya tujuan
negara. Tolok ukur pembatasan penggunaan Freies ermessen adalah parameter
azas-azas umum pemerintahan yang baik (AAUPB); Beleidsregels tidak boleh
melampaui atau menghapuskan hirarki perundang-undangan, karenanya
Beleidsregels berada diluar hirarki perundang-undangan. Ketiga bentuk kebijakan
tersebut tidak dapat dinilai oleh hakim dalam perkara korupsi, pidana dan perdata,
karena merupakan domain hukum administrasi negara.
Kewenangan diskresioner aparatur negara (berupa ketiga bentuk kebijakan
tersebut di atas) yang dilakukan dalam kerangka batas-batas asas-asas umum
pemerintahan yang balk (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) sehingga
sifatnya overheidsbeleid merupakan domain dari hukum administrasi negara dan
tidak merupakan yurisdiksi dari makna "menyalahgunakan kewenangan" maupun
dimensi "melawan Hukum" (baik melawan hukum formal dan melawan hukum
materiel dalam hukum pidana, khususnya terhadap tindak pidana korupsi.
Peraturan perundang-undangan yang berdimensi "Administrative Penal
Law" harus diterapkan secara tersendiri dengan berlaku azas Logische Specialiteit
yakni azas kekhususan yang logis, artinya keberadaan undang-¬undang sebagai
kebijakan legislasi. Hal ini sesuai dengan stufen bouw theory dari Hans Kelsen
bahwa peraturan perundang-undangan yang memiliki karakter dan dimensi
tersendiri tidak boleh dicampuradukkan antara satu dengan yang lainnya. Sejalan
pula dengan prinsip Lex specialis Systematic derogat lex generali (azas
kekhususan yang sistematis). Artinya ketentuan pidana yang bersifat khusus
adalah berlaku apabila pembentuk undang-undang memang bermaksud untuk
memberlakukan ketentuan pidana tersebut sebagai suatu ketentuan pidana yang
bersifat khusus.
Sering terjadi kekeliruan penerapan hukum berkenaan dengan dakwaan
Jaksa / Penuntut Umum yang selalu memandang bahwa bila terjadi kerugian
Negara atau kerugian perekonomian Negara, maka berlaku ketentuan perundang-
undangan pemberantasan korupsi, padahal menurut hukum tidak semua perbuatan
/ delik yang menimbulkan kerugian negara adalah korupsi.
Tidak relevan untuk mengaitkan antara tindak pidana pajak, tindak pidana
perbankan, tindakan pidana lingkungan hidup dan seterusnya sebagai tindak
pidana korupsi. Karena, berdasarkan azas lex specialis sistematic derogat lex
generali, pelanggaran terhadap perundang-undangan administrative yang
bersanksi pidana (Adomain dari tindak pidana pada perundangan-undangan
administratif terkait, bukan merupakan domain dari tindak pidana korupsi.
Untuk mengantisipasi kekeliruan penerapan hukum oleh Jaksa / Penuntut
Umum sebagaimana dimaksud di atas, dibutuhkan kesamaan persepsi diantara
para hakim di semua tingkatan peradilan mengenai keberlakuan azas lex
specialis sistematic derogat lex generali dalam konteks Administrative Penal Law.