19
AFLATOKSIN DISUSUN OLEH YANTI 09308141006 CHARISA GLESIANDRA 09308141012 MORIZ EKA PANJALU 09308141019 TITIS ADHIARAMANTI 09308141039

Aflatoksin

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Aflatoksin

AFLATOKSIN

DISUSUN OLEH

YANTI 09308141006CHARISA GLESIANDRA 09308141012MORIZ EKA PANJALU 09308141019TITIS ADHIARAMANTI 09308141039

Page 2: Aflatoksin

AFLATOKSIN

• Merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus.

• Aflatoksin merupakan metabolit sekunder, sehingga dihasilkan pada saat fase stasioner

• Jenis aflatoksin terdiri dari aflatoksin B dan G

Page 3: Aflatoksin

STRUKTUR AFLATOKSIN

Page 4: Aflatoksin

SINTESIS AFLATOKSIN

Page 5: Aflatoksin

SINTESIS AFLATOKSIN

Page 6: Aflatoksin

SUMBER KARBON DALAM PRODUKSI AFLATOKSIN

• Sumber karbon yang baik– Glukosa– Sukrosa– Fruktosa

• Sumber karbon yang tidak baik– Laktosa– Galaktosa– Maltosa– Xylosa– Sorbosa– Sorbitol– Mannitol– glIserol– Asetate– Suksinat– malate

Page 7: Aflatoksin

PEMBUATAN BIBIT• Menumbuhkan Aspergillus flavus pada media

potato dextrose agar miring dan menginkubasinya pada suhu 25oC selama 5-21 hari untuk pembibitan

• Menambahkan 3-5ml aquades dan mengusap permukaan surface secara perlahan untuk mengambil spora yang akan digunakan sebagai inokulum

• Selanjutnya spora tersebut siap untuk diinokulasikan pada media baik media agar maupun media liquid

Page 8: Aflatoksin

SURFACE CULTURE

Page 9: Aflatoksin

SURFACE CULTURE• Suspensi spora yang telah tersedia dari hasil

pembibitansebanyak 1 ml diinokulasikan pada permukaan media potato dextrose agar (500 ml) pada labu erlenmeyer

• Kemudian labu erlenmeyer tersebut diinkubasikan pada suhu 28oC dengan pH 3,3

• Setelah 11 hari seluruh labu erlenmeyer akan berisikan spora yang berlimpah.

• Spora tersebut kemudian dikeluarkan dengan cara memukul dasar labu secara perlahan agar tidak merusak spora

Page 10: Aflatoksin

SURFACE CULTURE

• Untuk memanen dan memisahkan spora dari konidiofor, 100 ml aquades ditambahkan ke dalam labu dan diaduk perlahan

• Selanjutnya larutan tersebut dituangkan kedalam labu erlenmeyer yang steril dan dikukus untuk mengcegah terjadinya perkecambahan

• Spora tersebut kemudian dicuci dengan aquades dan diekstraksi dengan 150ml metanol untuk memisahkan aflatoksin dari spora tersebut.

Page 11: Aflatoksin

SUBMERGED CULTURE

Page 12: Aflatoksin

PRODUKSI AFLATOKSIN PADA MEDIUM STATIS

• Inokulum yanhg digunakan terdiri dari 0,5 ml dari berat suspensi spora ( 5ml aquades ditambahkan pada slant yang berumur 2-3minggu)

• Inokulum tersebut kemudian dinokulasikan pada labu erlenmeyer dengan media potato dextrose broth sebanyak 500ml dengan pH 3,3

• Kemudian labu erlenmeyer tersebut diinkubasikan secara statis pada suhu 28oC selama 4 hari

• Setelah 4 hari, sampel di bersihkan dan di ekstraksi

Page 13: Aflatoksin

PRODUKSI AFLATOKSIN PADA MEDIUM STATIS

• sampel yang telah dibersihkan tersebut kemudian diikonsentrasikan pada vacum sebanyak 505ml kemudian diekstraksi tiga kali dengan kloroform sebanyak 500ml

• Produk mentah/kasar sebanyak 136mg didapatkan dengan terjadinya evaporasi/ penguapan kloroform dari kombinasi ekstrak yang dikromatografikan pada asam silikat dengan 1% etil alcohol pada kloroform

Page 14: Aflatoksin

PRODUKSI AFLATOKSIN PADA SWIRLED MEDIUM

• 0,5ml inokulum diinokulasikan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi 500ml medium potato dextrose broth

• Selanjutnya diinkubasikan selama 4 hari dengan suhu 30oC dengan pH 3,3 pada rotary shaker dengan aerasi sebesar 0,3 volume/volume-minute dan agitasi sebesar 600 rev/min

• Setelah 4 hari sampel kemudian dibersihkan dan di ekstraksi

Page 15: Aflatoksin

RECOVERY AFLATOKSIN• Aflatoksin diekstraksi dengan mencampurkan

50ml larutan sampel dengan campuran methanol-aquades (55:45, v/v) sebanyak 250 ml pada Waring Blendor selama 2 menit

• Hasil dari campuran tersebut disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 3,000 rev/min,

• Cairan supernatant disaring menggunakan kertas saring steril secara aseptik

Page 16: Aflatoksin

RECOVERY AFLATOKSIN

• Kemudian filtrat diekstrak dengan 100 ml hexane pada corong pemisah untuk memisahkan lipid yang kemudian dicuci dengan 50 ml campuran methanol-aquades (55:45, v/v).

• Kemudian hasil pemisahan tersebut dicuci dan dikonsentrasikan pada vacum untuk memisahkan/menghilangkan methanol sehingga di dapatkan alfatoksin murni

Page 17: Aflatoksin

ASSAY AFLATOKSIN• Fluorescence (pendaran) yang mengindikasikan

keberadaan aflatoksin diukur dengan menggunakan Turner fluorometer model 110

• Sebelum pembacaan dilakukan, instrumen tersebut di set hingga angka nol dengan solvent blank (aquades)

• Kertas kromatogram dipasang descending (menghadap ke bawah)

• Larutan diambil dengan menggunakan mikropipet

Page 18: Aflatoksin

ASSAY AFLATOKSIN• Digunakan 2 pelarut, yaitu pelarut (A) lapisan atas yang

terdiri dari 1-butanol-glacial acetic acid-deionized water dan pelarut (B) yang terdiri dari benzene-toluene-cyclohexane-95% ethyl alcohol-water (3:3:5:8:3)

• RF (Ratio fluorescence) aflatoksin yang dapat terbaca pada pelarut A sebesar 0.68-0.75

• Sedangkan pelarut B memisahkan aflatoxins G (RF, 0.34-0.43) dan B (RF, 0.49-0.58)

• Zona yang mengandung aflatoksin dapat diketahui dengan melihat pendaran aflatoksin pada Chromato-Viewer dengan panjang gelombang cahaya sebesar 366 mµ

Page 19: Aflatoksin

ASSAY AFLATOKSIN• Lapisan tipis chromatoplates di-running dengan

menggunakan metode W. A. Pons, Jr• Plates/lapisan tersebut dilapisi/diselubungi dengan

silika gel dengan ketebalan 0.3 mm• Kemudian dicuci dengan menggunakan kloroform

yang mengandung 3% methanol (v/v)• Selanjutnya lapisan tersebut diperiksa dengan

menggunakan Chromato-Viewer.• Hasilnya 4 jenis aflatoksin yaitu B1 (Rf 0.47), B2 (Rf

0.43), G1 (Rf 0.38) dan G2 (Rf 0.33) akan terpisah dan dapat terbaca