12
41 Universa Medicina Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1 Aflatoksin dan aflatoksikosis pada manusia Yenny Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRAK Aflatoksin adalah toksin yang sangat poten dan telah dikenal sebagai penyebab kanker hati. Di samping itu, aflatoksin juga dapat menimbulkan gangguan penting lain. Terdapat empat jenis aflatoksin yaitu B1, B2, G1 dan G2. Aflatoksin B1 merupakan karsinogen yang paling potensial. Paparan kronis aflatoksin menyebabkan terjadinya penurunan imunitas dan terganggunya metabolisme protein dan berbagai mikronutrien yang penting bagi kesehatan. Dilaporkan sekitar 4,5 miliar manusia yang tinggal di negara berkembang secara kronis terpapar oleh aflatoksin dalam jumlah yang tidak terkontrol. Aflatoksin dapat mempengaruhi imunitas dan nutrisi manusia. Ada kemungkinan besar bahwa 6 faktor risiko teratas yang diidentifikasi oleh WHO (yang meliputi 43.6% dari disability-adjusted life years [DALYs]), seperti dengan halnya kanker hati, faktor-faktor risiko itu dipicu oleh aflatoksin. Di beberapa negara di Afrika dan Asia, aflatoksin menyebabkan wabah aflatoksikosis akut dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Bagi negara berkembang pencegahan terhadap paparan aflatoksin dilakukan dengan diterapkannya peraturan yang membatasi konsentrasi terendah toksin yang diperkenankan terdapat di dalam makanan dan dengan cara kemoproteksi serta enterosorbsi untuk meminimalkan paparan biologis. Kata kunci : Aflatoksin, kanker hati, risiko, kesehatan Aflatoxin and aflatoxicosis in human ABSTRACT Aflatoxin is the most potent toxic substance and has been recognized as a cause of liver cancer. It can also cause other additional toxic effects. The four major aflatoxin are called B1, B2, G1 dan G2. Aflatoxin B1 is the most potent natural carcinogen and is usually the major aflatoxin produced by toxigenic strains.Chronic exposure to aflatoxin compromises immunity and interferes with protein metabolism and multiple micronutrients that are critical to health. It was estimated that approximately 4.5 billions persons living in developing countries are chronically exposed to largely uncontrolled amounts of the toxin. Aflatoxin affects human immunity and nutritional status. There is a reasonable probability that the 6 top WHO risk factors [which account for 43,6% of the disability- adjusted life years (DALYs)]are modulated by aflatoxin. Outbreaks of acute aflatoxicosis have reported from countries in Africa and Asia and caused high morbidity and mortality. Preventing exposure to aflatoxin in developing countries has been achieved by regulation that have required low concentration of the toxin in traded foods and with chemoprotection, enterosorption to minimize biological exposure. Keywords: Aflatoxin, liver cancer, risk, health Korespondensi : a Yenny Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No.260, Grogol Jakarta 11440 Tel. 021-5672731 eks. 2801, Fax. 021-5660706 E-Mail : [email protected]

aflatoksin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aflatoksin

Citation preview

Page 1: aflatoksin

41

Universa Medicina Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1

Aflatoksin dan aflatoksikosis pada manusia

YennyBagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRAK

Aflatoksin adalah toksin yang sangat poten dan telah dikenal sebagai penyebab kanker hati. Di samping itu,aflatoksin juga dapat menimbulkan gangguan penting lain. Terdapat empat jenis aflatoksin yaitu B1, B2, G1 dan G2.Aflatoksin B1 merupakan karsinogen yang paling potensial. Paparan kronis aflatoksin menyebabkan terjadinyapenurunan imunitas dan terganggunya metabolisme protein dan berbagai mikronutrien yang penting bagi kesehatan.Dilaporkan sekitar 4,5 miliar manusia yang tinggal di negara berkembang secara kronis terpapar oleh aflatoksin dalamjumlah yang tidak terkontrol. Aflatoksin dapat mempengaruhi imunitas dan nutrisi manusia. Ada kemungkinan besarbahwa 6 faktor risiko teratas yang diidentifikasi oleh WHO (yang meliputi 43.6% dari disability-adjusted life years[DALYs]), seperti dengan halnya kanker hati, faktor-faktor risiko itu dipicu oleh aflatoksin. Di beberapa negara diAfrika dan Asia, aflatoksin menyebabkan wabah aflatoksikosis akut dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Bagi negara berkembang pencegahan terhadap paparan aflatoksin dilakukan dengan diterapkannya peraturan yangmembatasi konsentrasi terendah toksin yang diperkenankan terdapat di dalam makanan dan dengan cara kemoproteksiserta enterosorbsi untuk meminimalkan paparan biologis.

Kata kunci : Aflatoksin, kanker hati, risiko, kesehatan

Aflatoxin and aflatoxicosis in human

ABSTRACT

Aflatoxin is the most potent toxic substance and has been recognized as a cause of liver cancer. It can alsocause other additional toxic effects. The four major aflatoxin are called B1, B2, G1 dan G2. Aflatoxin B1 is the mostpotent natural carcinogen and is usually the major aflatoxin produced by toxigenic strains.Chronic exposure toaflatoxin compromises immunity and interferes with protein metabolism and multiple micronutrients that arecritical to health. It was estimated that approximately 4.5 billions persons living in developing countries arechronically exposed to largely uncontrolled amounts of the toxin. Aflatoxin affects human immunity and nutritionalstatus. There is a reasonable probability that the 6 top WHO risk factors [which account for 43,6% of the disability-adjusted life years (DALYs)]are modulated by aflatoxin. Outbreaks of acute aflatoxicosis have reported fromcountries in Africa and Asia and caused high morbidity and mortality. Preventing exposure to aflatoxin in developingcountries has been achieved by regulation that have required low concentration of the toxin in traded foods andwith chemoprotection, enterosorption to minimize biological exposure.

Keywords: Aflatoxin, liver cancer, risk, health

Korespondensi : aYennyBagian FarmakologiFakultas Kedokteran, Universitas TrisaktiJl. Kyai Tapa No.260, Grogol Jakarta 11440Tel. 021-5672731 eks. 2801, Fax. 021-5660706E-Mail : [email protected]

Page 2: aflatoksin

42

Yenny Aflatoksin dan aflatoksikosis

PENDAHULUAN

Aflatoksin adalah suatu mikotoksin yangmerupakan metabolit hasil jamur Aspergillusf lavus dan A. parasi t icus. (1,2) Aflatoksinmerupakan kontaminan yang paling seringdijumpai pada hasil panen pertanian serta bahanmakanan pokok di banyak negara berkembangsehingga mengancam keamanan pangan. Toksinyang dikeluarkan oleh jamur ini dapat dijumpaiselama masa produksi bahan pangan, padawaktu panen, pada saat penyimpanan danproses pembuatan makanan. Aflatoksin diisolasipertama kali pada awal tahun 1960 di Inggrisdari kelainan atau penyakit yang disebut turkey“X” disease yang menyebabkan kematianmendadak lebih dari 100.000 kalkun dengankelainan nekrosis hepatik fulminant tanpa sebab-sebab yang jelas.(3) Baru kemudian diketahuibahwa kematian ini terjadi karena makananunggas tersebut terkontaminasi oleh toksin darijamur Aspergillus flavus dan A. parasiticus.

Mikotoksin jamur diproduksi sebagaimetabolit sekunder pada temperatur antara 24-350 C, dengan kelembaban melebihi 7%. JamurAspergillus flavus dan A. parasiticus initerdapat di mana-mana dan dapat mencemaribahan makanan pokok seperti beras, jagung, ubikayu, kacang-kacangan, kacang tanah, cabe danrempah-rempah. Pencemaran oleh jamur padaproses penyimpanan, proses pengeringan hasilpanen dapat terjadi di daerah yang letaknyaterbentang antara 400 lintang utara dan 400

lintang selatan garis katulistiwa. Invasi dankontaminasi oleh jamur seringkali sudah dimulaisebelum panen dan dapat meningkat oleh kondisiproduksi dan panen. Untuk negara berkembangdi mana angka harapan hidup rata-rata masihpendek, Word Health Organization (WHO)(Tabel 1) tidak memasukkan aflatoksikosis kedalam deretan sepuluh gangguan kesehatanyang diidentifikasikan sebagai faktor risikotinggi untuk timbulnya penyakit.

Berat badan rendah (underweight) ,hubungan seks yang tidak aman, sumber air yangkurang baik (unsafe water), asap dari bahanbakar di dalam rumah (indoor smoke fromsolid fuels), kekurangan zink, kekurangan zatbesi, kekurangan vitamin A, tekanan darahtinggi, merokok atau penggunaan tembakau, dankolesterol (4) merupakan penyakit akibataflatoksikosis. Ada kemungkinan besar bahwa6 faktor risiko teratas yang diidentifikasi olehWHO (yang meliputi 43,6% dari disability-adjusted life years [DALYs]), seperti denganhalnya kanker hati, dipicu oleh aflatoksin.

Tekanan ekonomi yang timbul di berbagaitempat di dunia telah menciptakan standarganda bagi kadar af la toks in yangdiperkenankan pada bahan makanan bagikonsumsi manusia dan ternak. Di negara maju,paparan pada anak-anak terhadap aflatoksinatau mikotoksin di makanan dapat dikatakantidak ada karena standar peraturannya yangsangat ke ta t . Di negara berkembang,pemantauan dan penerapan standar peraturanberkaitan dengan pencemaran aflatoksin masihkurang diperhatikan sehingga banyak orangterpajan terhadap berbagai mikotoksin dalam

Tabel 1.World Health Organization priorityhealth risks and associated burden of

disease in disability-adjusted life years(DALYs) for developing countries(4)

Page 3: aflatoksin

43

Universa Medicina Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1

kadar yang membahayakan. Kadar aflatoksinyang diperkenankan pada bahan makananuntuk manusia berkisar antara 4-30 parts perbillion (ppb), tergantung dari negaranya.(5,6)

Sebaliknya, untuk padi-padian makanan hewanternak, konsentrasi aflatoksin sampai 300 ppbmasih diperkenankan di Amerika Serikat.(7)

Aspergi l lus oryzae dan Aspergi l lussojae merupakan dua spesies aspergilus yangdigunakan pada makanan hasil fermentasi yangbanyak di konsumsi oleh orang Asia sepertikecap, miso, dan sake ternyata masih punyahubungan erat dengan spesies aflatoksigenikAspergi l lus f lavus dan Aspergi l lusparasiticus . Walaupun demikian ternyatakedua jamur makanan in i t idak pernahmemproduksi aflatoksin. Hal ini disebabkanadanya deletions dan defek genetik lainnyamenyebabkan tidak aktifnya jalur metabolismeaf la toks in pada Aspergi l lus oryzae danAspergillus sojae.(8)

EPIDEMIOLOGI

Afla toks in ada lah sa lah sa tu da r isubstansi yang paling toksik yang dapatdijumpai secara alamiah. Keracunan olehaflatoksin terjadi oleh karena konsumsi dariracun ini yang mencemari bahan makanan danaf la toksikosis pada manusia d i laporkandijumpai di banyak tempat di dunia. BadanPangan dan Pertanian (Food and AgricultureOrganizat ion) memperkirakan bahwakontaminasi mikotoksin meliputi sekitar 25% darihasil pertanian di seluruh dunia.(1) Penyakit-penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsiaflatoksin disebut aflatoksikosis.(8) Ditinjau darisegi kesehatan masyarakat , a f la toks inmenempati tempat penting karena akibat yangditimbulkannya pada manusia, baik dalamjangka pendek maupun dalam jangka panjang.Aflatoksin mempunyai sifat karsinogenik danhepatotoksik. Sifat ini tergantung pada lama

dan tingkat paparan terhadap aflatoksin.Konsumsi af la toks in dos is t inggi dapatmenyebabkan terjadinya aflatoksikosis akutyang dapat menimbulkan manifes tas ihepatotoksisitas atau pada kasus-kasus beratdapat terjadi kematian akibat fulminant liverfailure. (8,9)

Wabah aflatoksikosis akut akibat makananyang tercemar oleh aflatoksin dosis tinggidilaporkan pernah terjadi di Kenya, India,Thailand dan Malaysia.(10,11) Pada tahun 2004,dilaporkan terjadinya wabah aflatoksikosisakut yang luas di antara penduduk Kenyapropinsi bagian t imur dan menyebabkankematian sekitar 400 kasus.(12) Wabah initerjadi akibat konsumsi maize (jagung) yangtercemar aflatoksin dan merupakan wabahaflatoksikosis akut terberat yang pernah adadi dunia. Tingginya jumlah kasus dan luasnyaarea yang ter l iba t kemungkinan akibataflatoksin yang mencemari maize beredarmelalui sistem distribusi regional (pasar).Survei potong-lintang yang dilakukan Lewis etal(1) berhasil mengumpulkan 350 sampel maizedi pasaran. Mereka menemukan sebanyak 192(55%) sampel mengandung aflatoksin padakadar di atas yang diperkenankan yaitu 20 ppb,121 (35%) sampel dengan kadar aflatoksin >100 ppb (lima kali kadar yang diperkenankan),dan 24 (7%) kadar aflatoksinnya > 1000 ppb.

Epidemi aflatoksikosis yang hampir samabesarnya seperti yang terjadi di Kenya, pernahdilaporkan terjadi di India bagian barat padatahun 1974.(12) Wabah ini menyerang 397 orangdan menyebabkan 106 kematian. Tetapi olehkarena ada kemungkinan beberapa penderitatidak pergi berobat ke pusat-pusat kesehatanmaka jumlah kasus sebenarnya dapat lebihbesar dari yang dilaporkan. Peristiwa ini timbulberkaitan dengan musim hujan yang datangpada waktu yang tidak biasa yaitu pada saatpanen sehingga maize hasil panen yang masihbasah dan belum cukup kering ini, yang

Page 4: aflatoksin

44

Yenny Aflatoksin dan aflatoksikosis

disimpan di lumbung-lumbung menjadi lembab.Keadaan in i menyebabkan ter jadinyaper tumbuhan jamur sehingga toks innyamencemari hasil panen tersebut. Penyimpananmaize lebih jauh di pasar merupakan sumberyang signifikan untuk terjadinya pencemaranyang berkelanjutan oleh aflatoksin.

Studi epidemiologis telah membuktikanbahwa paparan diet terhadap aflatoksin daninfeksi kronik dengan virus hepatitis B (HBV)adalah dua faktor risiko utama terjadinyakarsinoma hepatoseluler (hepatocellularcarcinoma) . Selanjutnya, dilaporkan adahubungan sinergistik yang bermakna antarapaparan aflatoksin dan endemisitas penyakithepatitis B virus dengan kejadian karsinomahepatoseluler pada populasi di daerah yangsama.(2,13) Secara sendiri-sendiri, masing-masing faktor tersebut meningkatkan risikokars inoma hepatoseluler ; bersama-samapeningkatan risiko penyakit kanker ini menjadijauh lebih besar.Mekanisme yang dianggapmenjadi dasar kejadian ini adalah bahwaaflatoksin menekan mekanisme perbaikan DNAyang diper lukan untuk menghambatperkembangan kanker yang disebabkan olehHBV dan HBV mencegah terjadinya prosesdetoksifikasi aflatoksin oleh hepar. Tetapimungkin juga faktor imunotoksisitas dariaf la toks in menyebabkan terhambatnyakemampuan tubuh untuk mengendalikanperkembangan sel kanker.(2)

Terdapat perbedaan kerentanan spesiesterhadap af la toks in . Pada hewan bi lamengkonsumsi aflatoksin B1 (AFB1) secarakronik akan menimbulkan efek karsinogenik.Sedangkan bila dikonsumsi dosis besar akanmemperlihatkan efek toksik akut. Perbedaanspesies menentukan proses biokimia yangberbeda dalam kemampuan untukmendetoksif ikasi aflatoksin. Perbedaaankerentanan ini sebagian besar tergantung darifraksi dosis aflatoksin yang langsung bereaksi

melalui berbagai jalur metabolisme yangmenyebabkan terjadinya paparan biologis yangsangat berbahaya sebagai hasi l akt ivasiepoksida dan reaksi epoksida dengan proteindan DNA. Metabolit aflatoksin yang bersifatkarsinogenik adalah epoksida yang bereaksidengan DNA pada posisi N7 guanin. Padamanusia, usia muda dikatakan mempunyaiderajat kerentanan paling besar.(2)

AFLATOKSIN DAN KESEHATAN

Afla toks in adalah kumpulan dar isenyawa-senyawa yang mempunyai kemiripansatu sama lain dengan sedikit perbedaan padakomposisi kimiawinya dan diproduksi olehAspergi l lus f lavus dan A. paras i t icus .Dikenal ada empat jenis aflatoksin yaitu B1,B2, G1 dan G2 (Gambar 1).(4)

Gambar 1. Struktur kimia dari aflatoksin

Nama-nama ini diberikan berdasarkan ataswarna fluoresensi yang ditimbulkan padamedium agar dilihat di bawah sinar ultraviolet,seperti biru (blue atau B), atau hijau (greenatau G). Aflatoksin B2 dan G2 merupakananalog dari derivat dihidro dari B1 dan G1. Diantara keempat isomer yang di temukan,

Page 5: aflatoksin

45

Universa Medicina Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1

aflatoksin B1 (AFB1) merupakan yang palingtoksik dan paling karsinogenik. Aflatoksin B2bersifat karsinogenik ringan, kemungkinankarena enzim ini sebagian kecil diubah jadiAFB1.(1)

Manusia dapat terpapar oleh aflatoksindengan mengkonsumsi makanan yangterkontaminas i o leh toks in has i l dar ipertumbuhan jamur ini. Kadang paparan sulitdihindari karena pertumbuhan jamur di dalammakanan sul i t untuk dicegah. Walaupunkontaminasi bahan makanan oleh aflatoksindalam jumlah besar tidak diizinkan di negaraberkembang, namun diperlukan perhatianterhadap kemungkinan timbulnya efek sampingpada paparan aflatoksin kadar rendah dalambahan makanan. Gejala awal aflatoksikosisyang dapat dikenali pada konsentrasi rendahantara lain berupa menurunnya efisiensimakanan, berkurangnya intake makanan,menurunnya kecepatan pertumbuhan, rambutkasar dan kusam, meningkatnya prevalensi,keparahan a tau kegaga lan t e rap i a t auvaksinasi penyakit-penyakit infeksi seperti:bloody dysentery, erisipelas, salmonellosis,pneumonia.(14)

Bila aflatoksikosis ini berlanjut makadapat muncul sindrom penyakit yang ditandaidengan muntah, nyeri perut, edema paru,kejang, koma, dan kematian akibat edema otakdan perlemakan hati, ginjal dan jantung.Keadaan-keadaan yang meningkatkankecenderungan untuk terjadinya aflatoksikosisakut pada manusia meliput i terbatasnyaketersediaan makanan, kondisi lingkungan yangmenguntungkan untuk berkembangbiaknyajamur di dalam hasil pertanian dan bahan-bahandagangan, dan masih kurangnya sistem yangmengatur monitoring dan kontrol aflatoksin.Gejala aflatoksikosis yang paling menonjol padabeberapa spesies seperti burung dan mamaliaantara lain hipolipidemia, hypercholesterolemiadan hypocarotenaemia d i mana hal in i

dihubungkan dengan steatosis hepatik beratdan kehilangan berat badan.(15)

AFB1 merupakan karsinogen yang potenpada binatang, sehingga timbul perhatianterhadap paparan af latoksin konsentrasirendah dalam jangka panjang pada manusia.Tahun 1988 , In terna t iona l Agency forResearch on Cancer (IARC) memasukkanAFB1 dalam golongan kars inogen padamanusia. Hal ini didukung oleh sejumlah studiepidemiologi yang dilakukan di Asia danAfrika yang menunjukkan hubungan positifantara konsumsi aflatoksin dan karsinoma selhati. Sebagai tambahan, penyakit-penyakitpada manusia yang berkaitan dengan paparanaflatoksin juga dipengaruhi oleh banyak faktorantara lain usia, jenis kelamin, status nutrisi,dan infeksi bersamaan dengan agent penyebablain seperti hepatitis virus.(16)

EFEK PAPARAN AFLATOKSIN

Tinjauan mengenai efek paparanaflatoksin pada manusia masih menimbulkanberbagai pertanyaan seperti seberapa besarbahan pangan a tau makanan di negaraberkembang mengalami kontaminasi denganjamur Aspergillus spp.? Berapa jumlah yangdi konsumsi i tu secara bermakna dapatmenimbulkan gangguan kesehatan? Tidaksemua aflatoksin yang dikonsumsi itu berartisecara biologis , se jumlah ter tentu akandidetoksi f ikas i dan paparan i tu akanmenimbulkan gangguan sistem biologis yangberlainan.(2) Berbeda dengan kejadian kankerhati melalui paparan kronis aflatoksin yangmempengaruhi DNA sel hati, efeknya terhadapproses metabolisme lainnya dalam tubuhmanusia belum seluruhnya diketahui. Tidak adadata yang komprehensi f dar i negaraberkembang yang dapat digunakan untukmengevaluasi luas dan beratnya akibat biologisdari paparan aflatoksin pada manusia.

Page 6: aflatoksin

46

Yenny Aflatoksin dan aflatoksikosis

Paparan akutKeracunan akut aflatoksin pada manusia

relatif jarang dijumpai dan kontaminasi yangter jadi kebanyakan t idak cukup ser ius .Keracunan akut di mana 25% di antaranyamenyebabkan kematian, terjadi sebagai akibatpaparan af la toksin konsentrasi t inggi . (1)

Laporan kematian karena keracunan tersebutbiasanya datang dar i negara-negaraberkembang yang berada dalam zona ataudaerah berisiko. Jumlah kasus keracunan akuttidaklah besar bila dibandingkan dengan jumlahpopulasi yang mengalami risiko, ini mungkindisebabkan karena penduduk yangbersangkutan umumnya menghindari makananyang jelas-jelas berjamur, dan juga karenamanusia adalah spesies yang cukup toleranterhadap aflatoksin. Namun, pada kondisikekurangan pangan a tau pada keadaankemiskinan, orang biasanya tidak mempunyaipilihan selain menggunakan bahan makanandengan harga murah tapi dengan kualitas yangburuk yang biasanya terkontaminasi olehaflatoksin.

Saluran gastrointestinal manusia dapatdengan cepat mengabsorbsi aflatoksin segerase te lah konsumsi makanan yangterkontaminasi dan sistem peredaran darahmembawa aflatoksin tersebut ke dalam hati.Selanjutnya, 1-3% aflatoksin yang dikonsimsiitu akan terikat secara iriversibel pada proteindan basa-DNA untuk membentuk ikatansepert i misalnya af latoksin B

1- lysine di

albumin. Disrupsi protein dan basa-DNA didalam sel hepatosit menyebabkan toksisitashepar.(17) Manifestasi dini dari hepatotoksisitasberupa anoreksia, malaise, dan demam (low-grade). Aflatoksikosis dapat berlanjut menjadihepatitis akut yang bersifat letal dengan gejala-gejala seperti muntah, nyeri perut, hepatitis dankematian.

Paparan kronisDua pendekatan telah digunakan untuk

mengevaluas i paparan af la toks in padamanusia. Pendekatan pertama di lakukandengan mengumpulkan sampel makanan.Sumber sampel yang paling dapat dipercayauntuk mengukur paparan aflatoksin adalahdengan melakukan analisis terhadap makananyang te lah s iap d imakan, karena orangbiasanya te lah memil ih but i r padi danmemisahkan butir padi yang tidak layak untukdikonsumsi. Pasar dan pusat perdagangandunia merupakan tempat yang menyediakaninformasi bagi berbagai bahan makanan denganrisiko terpapar aflatoksin, terutama di manaalat pengolahan makanan seperti penggilinganpadi tidak mempunyai pengendalian mutu.Pendekatan kedua adalah denganmenggunakan petanda biologis. Sampel darah,air susu, atau urine diambil dari individu untukbahan pemeriksaan dan dianalis is untukmendeteksi keberadaan derivat aflatoksin yangmempunyai waktu paruh yang karakteristik didalam tubuh.(1)

Paparan kronis aflatoksin dalam makananmerupakan faktor risiko utama untuk terjadinyagangguan imunitas, malnutrisi dan karsinomahepatoselular terutama di negara di manainfeksi hepatitis virus B merupakan penyakityang endemik. Menurut Azziz-Baumgartner etal(17) orang-orang yang mengalami paparansecara kronis terhadap aflatoksin pada kadaryang tinggi memiliki risiko untuk menderitakarsinoma hepatoseluler tiga kali lebih besardari pada mereka yang t idak mengalamipaparan tersebut, dan angka kematian karenaaflatoksikosis pada laki-laki lebih besardibandingkan wanita. Paparan kronis aflatoksindalam dosis rendah dapat meningkatkan risikoterhadap karsinoma hepatoseluler, sedangkankelainan hepar yang akut dan berat denganangka mortalitas yang besar dijumpai padapada paparan aflatoksin dosis tinggi. Asupan

Page 7: aflatoksin

47

Universa Medicina Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1

aflatoksin dalam dosis 2-6 mg/hari selama satubulan dapat menyebabkan hepatitis akut dankematian.(18)

Kanker hatiAflatoksin bersifat karsinogenik pada

manusia dan hewan. Karsinoma hepatoselularsecara umum diderita 500.000 orang tiaptahunnya di dunia, dengan 80% kejadianditemukan di negara berkembang dengan fiveyear mortal i ty >95%. Kars inomahepatoselu lar in i merupakan penyebabmorbiditas dan mortalitas terutama di Cina danAfrika.(13,19,20) Meskipun data kanker hepar dinegara berkembang sulit didapat secara rutin,diperkirakan kejadiannya berkisar antara 16-32 kali bila dibandingkan yang dijumpai diEropa dan Amerika Serikat, yaitu kira-kira 2,5/100.000 dan menyebabkan kematian padasekitar 8,8% dari seluruh kematian oleh karenapenyakit kanker.

Hasil studi eksperimental pada hewanmenunjukkan AFB1 merupakan karsinogenhati yang poten. Pemberian AFB1 melaluiberbagai cara pemberian dapat menyebabkankanker hati pada mencit, tikus, ikan, marmotdan monyet . Jenis kanker yang dapatdisebabkan oleh AFB1 antara la inhepatoselular karsinoma, kanker colon danginjal (tikus), cholangiocellular carcinoma(hemster) , adenoma paru (menci t ) ,osteogenic sarcoma, adenocarcinomakandung empedu dan karsinoma pankreas(monyet). Aflatoksin pada manusia terutamadikenal sebagai agent yang dapatmenyebabkan kanker hati, walaupun kankerparu ternyata merupakan risiko yang juga dapatditemui pada pekerja yang menangani padi-padi yang terkontaminasi.(21-24) Peningkatanrisiko hepatoma disebabkan mutasi pada gen-penghambat tumor P53 dan aktivasi darionkogen dominan. Risiko kanker oleh karenapaparan aflatoksin telah diakui akibat dosis

kumulatif oleh karena paparan aflatoksinjangka panjang. In ternat ional CancerResearch Institute menggolongkan aflatoksindalam karsinogen klas I.

Epidemi hepatitis virus B (HBV) danhepatitis virus C (HCV) terjadi pada ±20 %populasi di negara berkembang memperlihatkansinergisme yang kuat dengan aflatoksin sebagaiagen yang berperan dalam timbulnya kankerhati.(13,19,20,24) Pada penderita dengan hepatitisB surface antigen positif, aflatoksin memilikipotensi 30 x lebih besar dibanding individutanpa virus, dan risiko relatif untuk kanker padapenderita HBV meningkat dari 5 menjadi 60kal i b i la pasien dengan HBV kemudianterpapar aflatoksin. Di beberapa daerah dimana infeksi HBV terjadi bersamaan dengankontaminasi aflatoksin, hepatoma merupakankanker yang predominan (64% kanker). Untukmeminimalkan risiko kanker hati penting sekalimenghindari paparan aflatoksin pada penderitayang ter infeks i HBV dan HCV. Hal in idisebabkan penderita dengan HBV positifakan berkurang kemampuannya untukmendetoksi f ikas i a f la toks in , sehinggasinergisme ini merupakan faktor yang pentinguntuk terjadinya kanker. Selain itu aflatoksinjuga berperanan penting pada sistem imunologidan kondisi nutrisi karena kemampuannyameningkatkan kadar paparan bio logis .Pemberian vaksinasi yang dilakukan terhadapHBV lebih dianjurkan sebagai strategi yanglebih rea l is t ik dan lebih ef isens i untukmenurunkan insidens kanker hati daripadamembersihkan makanan dari kontaminasiaflatoksin.(8)

Pada sampel yang berasal dari sebuahdaerah di Cina di mana risiko kanker hatisangat t inggi , AFB

1 merupakan toks in

predominan yang ditemukan pada jagungdengan konsentrasi antara 9 dan 2496 ppmdengan insiden kontaminasi 85%. Di antarasampel yang dikumpulkan 76% di antaranya

Page 8: aflatoksin

48

Yenny Aflatoksin dan aflatoksikosis

melebihi batas konsentrasi aflatoksin yangdiperkenankan di Cina yaitu 20 ppm padajagung dan produknya bagi konsumsi manusia.Sampel maize dari Kenya (Afrika) di manaterjadi wabah aflatoksikosis terjadi, konsentrasiaflatoksin B1 adalah 4400 ppm, 220 kali lebihbesar dari konsentrasi yang diperkenankanoleh pemerintah Kenya yaitu 20 ppm.(1)

Supresi imunologisEfek supresi sistem imun oleh aflatoksin

kebanyakan didapatkan dari penelitian yangdilakukan di peternakan atau menggunakanhewan coba yang terpapar kronis denganaflatoksin pada kadar yang cukup tinggi untukmenimbulkan gejala seperti aflatoksikosis akut.Paparan pada manusia lebih bervariasi olehkarena tingginya distribusi variasi kontaminanyang terdapat dalam makanan. In vi tro ,aflatoksin menghambat fungsi fagosit selmonosit darah perifer manusia. AFB

1 pada

konsentrasi ≥ 100 pg/ml bersifat sitotoksikterhadap monosit, dan pada konsentrasi 0,5 –1 pg/ml menghambat aktivitas fagosit monositdan in tracel lu lar k i l l ing dar i Candidaalbicans. Efek imunosupresi aflatoksin dapatdipindahkan dari plasenta dan mengenai fetus.Titer dari vaksinasi juga dapat dipengaruhi olehpaparan af la toks in . Af la toks in secarabermakna mengurangi respon antibodi terhadapvaksinasi. Pada penelitian yang dilakukanterhadap anak-anak di Gambia didapatkan faktakadar sekretoris imunoglubulin A (Ig A) lebihrendah pada anak yang terpapar o lehaf la toksin. (25) Efek toksis i tas akut , efekkarsinogenik, dan juga respon imun, secaravariatif dijumpai pada perbedaan spesies.

Gangguan nutrisiPaparan kronis aflatoksin punya efek

utama pada status nutrisi hewan, tapi sepertihalnya terhadap efek imunotoksisitas, ambangdari efek ini tidak dapat didefinisikan bagi tiap

spesies. Hewan yang mengkonsumsi makananyang t e rkon taminas i a f l a toks in akanterhambat pertumbuhan dan produktivitasnya.Af la toks ikos i s yang t e r j ad i pada anakternyata menyebabkan malnutrisi protein berat(kwashiokor) Pernyataan ini didukung olehpenelitian yang dilakukan pada anak-anakberusia <5 tahun di Benin dan Togo dimanasemua anggota populasi penelitian terpaparoleh aflatoksin (aflatoksin-albumin antara 5–1064 pg/mg a lbumin pada 99% anak)menunjukkan dose-response relation antarapaparan aflatoksin dan derajat stunting danunderweight . (26) Terhadap sintesis proteinaflatoksin dikatakan merupakan faktor yangmemodulasi kecepatan penyembuhan darikwashiorkor, walaupun aflatoksin sendiri tidakberperanan pada ter jadinya hambatanpertumbuhan yang biasanya menyertai kondisidi atas.

Aflatoksin juga mempunyai pengaruhterhadap vitamin dan beberapa mikronutrien.Defisiensi vitamin A dapat timbul akibatpaparan aflatoksin, sehingga bila kita dapatmencegah paparan aflatoksin mungkin akanmengurangi kejadian defisiensi vitamin A.Konsentrasi vitamin D juga akan dipengaruhioleh aflatoksin. Kadar aflatoksin 1 ppm dalammakanan akan mengurangi konsentrasi 25-hidroksi vitamin D [(25(OH)D] dan 1,25-dihidroksi vitamin D [1,25(OH)

2] dalam waktu

5 hari. Seperti halnya vitamin A, vitamin D jugaberperanan penting dalam mempertahankansistem imun sehingga aflatoksin juga dapatmempengaruhi sistem imun. Konsentrasi yangadekuat dari besi dan selenium diperlukan bagis is tem imun, af la toks in ternyata jugamempengaruhi kedua mineral ini.

Pertanda biologis (biomarker)Metoda yang sekarang paling disukai

untuk mengukur paparan aflatoksin padamanusia berasal dari analisis cairan tubuh. Hal

Page 9: aflatoksin

49

Universa Medicina Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1

ini disebabkan karena tiap proses biokimiawimempunyai waktu paruh yang khas di dalamtubuh, sehingga paparan yang terjadi dalamjangka waktu beberapa hari, minggu, dan bulandapat diukur.(1) Paparan aflatoksin yang baruterjadi direfleksikan di urine berupa eksresilangsung aflatoksin M

1 (AFM

1) dan produk

detoksifikasi lainnya, tapi hanya fraksi kecilsaja dari dosis yang dieksresi dengan cara ini.Pengukuran aflatoksin dan produknya di urinesangat bervar ias i dar i har i ke har i ; in imenggambarkan besarnya var iabi l i taskontaminan dalam sampel makanan. Atasdasar alasan ini, pengukuran AFM

1 yang hanya

dilakukan secara tunggal pada satu hari sajatidak bisa dijadikan indikator yang dapatdipercaya pada orang yang mengalami paparankronis. Pada orang yang mengalami paparankronis, indikator yang digunakan dan lebihdapat diandalkan adalah konsentrasi aflatoksin-albumin yang diukur dari darah perifer; waktuparuhnya di dalam tubuh adalah 30-60 hari.Penting untuk diingat di sini, fraksi aflatoksinyang dicerna diproses menjadi metabolit yangbervariasi. Konsentrasi biomarker yang telahdiketahui t idak bisa d igunakan untukmemperki rakan to ta l dos is a tau jumlahaflatoksin yang dimetabolisme.

PENCEGAHAN TERHADAP PAPARANAFLATOKSIN

Kasus-kasus keracunan aflatoksin didalam suatu keluarga atau di suatu daerahbiasanya terjadi secara reguler dan terabaikanbegitu saja tanpa terdeteksi. Oleh karena itu,upaya pencegahan harus dilakukan denganmenitik-beratkan kepada implementasi secaraekstensif terhadap penggantian bahan pangan(food replacement), tanpa hal ini epidemiaflatoksikosis akan terus terjadi. Langkahjangka panjang yang perlu dilakukan adalahmengetatkan surveilans, meningkatkan inspeksi

bahan pangan untuk memastikan keamananbahan pangan tersebut , pendidikan danbimbingan untuk melakukan panen maizesecara benar, mengeringkan dan menyimpanhasil panen secara tepat dan memenuhi syarat.

Pendekatan tradisional untuk mencegahpaparan terhadap aflatoksin adalah denganmenjamin konsentrasi aflatoksin serendahmungkin pada makanan yang dikonsumsi. Dinegara maju hal ini dicapai dengan mengaturkonsentrasi terendah yang diperkenankan dariaflatoksin pada makanan yang diperjual-belikan.Tapi pedekatan ini memiliki keterbatasan dantidak berhasil diterapkan sebagai alat ukur dinegara berkembang.(24)

Usaha pencegahan kontaminasi sudahdapat dimulai sebelum panen. Bagi kacang-kacangan, kondis i l ingkungan seper t ikeker ingan se lama masa per tumbuhan,serangga, varietas dan karakteristik tanah telahterbukti merupakan faktor yang berperananuntuk terjadinya kontaminasi sebelum panen.Kekeringan merupakan faktor predisposisiterjadinya kontaminasi, karena itu irigasi sangatpenting peranannya untuk menjamin kualitasbahan pangan terutama di negara berkembangdi mana kerusakan yang ditimbulkan olehserangga tidak dikontrol oleh pestisida. Panenbiasanya dilakukan tanpa menggunakan mesin,dan proses pengeringan biasanya dikerjakansangat tidak efisien dan tergantung dari cuaca.Karena tergantung dari kondisi cuaca makaproses panen berjalan sangat lambat danpengeringan yang tidak adekuat menimbulkanrisiko terjadinya kontaminasi.

Proses kontaminasi bahan pertanian jugadapat terjadi selama masa penyimpanan. Untukmenjaga kualitas selama proses penyimpanan,penting untuk mencegah aktivitas biologismelalui proses pengeringan yang adekuat(kelembaban < 10%). Meskipun kondisi yangdibutuhkan untuk mencegah kontaminasi sudahdiketahui dengan baik, tapi tidak selalu mudah

Page 10: aflatoksin

50

Yenny Aflatoksin dan aflatoksikosis

untuk diterapkan pada sistem penyimpan dinegara berkembang di mana iklimnya sangatlembab. Kendalanya menjadi lebih besarkarena hampir semua penduduk di areapedesaan menanam dan menyimpan bahanpangan sendiri di gudang yang kecil dantradisionil derngan kelembaban tinggi sehinggarisiko kontaminasi aflatoksin juga besar.

Pemprosesan yang dilakukan terhadapbahan pertanian yang akan diperdagangkandapat mengurangi konsentrasi aflatoksin. Tigapendekatan yang dilakukan antara lain: i) dilusi,ii) dekontaminasi, dan iii) separasi.(25) Dilusi,dilakukan dengan mencampur padi-padiankadar aflatoksin yang rendah dengan padi-padian yang kadar aflatoksinya diatas batasyang diperkenankan. Proses d i lus i in imengakibatkan konsentras i a f la toks inberkurang, konsumen masih terekspos denganaflatoksin. Pendekatan ini akan gagal bila tidakterdapat cukup padi “bers ih” untukdicampurkan dengan yang terkontaminasi ataujika infrastruktur menahan stok padi sehinggaproses pencampuran yang diharapkan gagal.Dekontaminasi, adalah cara yang dilakukanuntuk menghilangkan aflatoksin dalam bahanmakanan. Penggunaan ammonia, substansia lkal i , dan ozone dapat menghi langkanaflatoksin, tapi belum jelas apakah perubahanini bersifat permanen. Separasi, adalah upayamemisahkan padi yang terkontaminasi daritumpukan padi yang “bersih”. Padi yangterkontaminasi dapat diketahui dari perubahanwarna (memutih).

Di negara maju d i mana pera turanmemperkenankan konsentrasi aflatoksin yanglebih tinggi pada binatang, industri pertaniantelah mengembangkan cara-cara alternatif,yaitu kemoproteksi dan enterosorpsi, untukmembatasi paparan biologis terhadap toksin.Kemoproteks i d i lakukan dengan dasarmengolah aflatoksin secara biokimiawi dengantujuan untuk detoksifikasi toksin, bukan

menghindarkan paparan. Enterosorps idilakukan dengan menambahkan suatu bahanpengikat (binding agent) pada makanan untukmencegah absorpsi toksin pada saat makananberada di saluran cerna; ikatan toksin-sorbenini kemudian diekskresi di dalami tinja.(2)

KemoproteksiKemoproteksi yang bertujuan untuk

mengatas i a f la toks in d i lakukan denganmenggunakan sejumlah komponen yang dapatmeningkatkan proses detoksifikasi pada hewanternak atau mencegah produksi epoksid yangdapat menyebabkan kerusakan kromosom.Penggunaan Ol t ipraz dan chlorophyl lmempunyai kemampuan menurunkan dosisefektif biologis. Akan tetapi, terapi jangkapanjang akan menghabiskan biaya yang besar,dan dapat timbul efek samping. Pada industrimakanan ternak, fokus u tama berupapenambahan food addi t ive yang dapatmelindungi dari toksin. Pendekatan lain yangte lah d igunakan berupa es ter i f ikas iglucomanose dan ekstrak ragi lainnya yangdapat memberikan efek kemoproteksi denganmeningkatkan proses detoksifikasi aflatoksin.Ol t ipraz (golongan di th io le th ione) danchlorophyllin telah banyak digunakan sebagaiagent kemopreventif kanker. Uji klinis fase IIterhadap dithiolethione telah dilakukan padapopulasi yang terpapar AFB1 di Qidong,Provinsi Jiangsu, Republik Rakyat Cina gunamengevaluasi evektivitas dithiolethione .Ol t ipraz d ikatakan dapat meningkatkanekspresi detoksifikasi karsinogen dan gen-genyang bersifat antioksidan. Pada manusiabeberapa dithilethiones telah diketahui olehkegunaan farmakologisnya yang lain daripadasebagai kemopreventif kanker. Misalnya,dithiolethiones pada pemberian peroral efektifuntuk mengatasi infeksi schistosomiasis. (27)

Chlorophyllin mekanisme kerjanya masihbelum jelas. Kemungkian bekerja menghambat

Page 11: aflatoksin

51

Universa Medicina Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1

absorbs i a f la toks in pada saluran cerna.Chlorophyllin mempunyai sifat antioksidan,antimutagen, dan antikarsinogen.(1)

EnterosorpsiPenggunaan mineral tertentu dari tanah liat

secara selektif mampu mengikat aflatoksinuntuk mencegah absorbsi aflatoksin dari traktusgastrointestinal.(28) Banyak toksin diabsorbsioleh surface-active compounds sepert iactivated charcoal , ikatan ini tidak selaluefektif untuk mencegah uptake dari sistempencernaan. Berbagai sorbent punya afinitasberbeda bagi aflatoksin sehingga berbeda jugakemampuannya mencegah paparan biologispada hewan yang mengkonsumsi makanan yangterkontaminasi, sehingga efikasi dari berbagaiadsorbent ini untuk mencegah aflatoksikosis jugabervariasi. Penggunaan enterosorben jugamempunyai resiko agen adsorbent nonspesifikdapat mencegah uptake mikronutrien darimakanan. Penambahan hydralated sodiumcalcium aluminosil icates (HSCAS) padamakanan yang terkontaminasi terbukti efektifmencegah aflatoksikosis. Selected calciummontorillonites merupakan enteroabsorbsiyang paling selektif dan efektif diantara semuaenterosorbent. Penggunaan enteroabsorbsi inite lah banyak digunakan pada produksimakanan ternak di seluruh dunia, dan HSCASbiasanya ditambahkan sebesar 10% padasemua makanan ternak.

KESIMPULAN

Aflatoksin dan lain-lain mikotoksin seringmenyebabkan kontaminasi dari hasil-hasilpertanian. Sekitar 25% hasil panen di seluruhdunia mengalami kontaminas i denganaflatoksin dan merupakan sumber morbiditasdan mortalitas di negara-negara berkembangseperti Afrika dan Asia. Untuk mencegahterjadinya wabah aflatoksikosis perlu dilakukan

intervensi kesehatan masyarakat dengan fokuskepada peningkatan cara-cara produksi yangefektif, penyimpanan hasil panen secara benardan memenuhi syarat. Juga upaya surveilansdan pemantauan kadar aflatoksin di bahanpangan dan insidens terjadinya penyakithepati t is ( jaundice) pada manusia dapatmencegah penyebaran wabah aflatoksikosisakut. Di masa akan datang, serum aflatoksinB

1 mungkin dapat digunakan untuk diagnosis

aflatoksikosis akut dan untuk memantauintervensi yang ditujukan terhadap paparanaflatoksin.

Daftar Pustaka

1. Lewis L, Onsongo M, Njapau H, Rogers HS, LuberG, Kieszak S, et al. Aflatoxin contamination ofcommercial maize products during an outbreak ofacute aflatoxicosis in Eastern and Central Kenya:Environ Health Perspect. 2005; 113: 1763-7.

2. Williams JH, Phillips TD, Jolly PE, Stilles JK, JollyCM, Aggarwal D. Human aflatoxicosis indeveloping countries: a review of toxicology,exposure, potential health consequences, andintervention. Am J Clin Nutr 2004; 80: 1106-22.

3. Blount WP. Turkey “X” disease. J Br Turk Fed 1961;9: 52-4.

4. Rodgers A, Vaughan P, Prentice T, Edejer TT, EvansD, Lowe J. Reducing risks, promoting healthy life:In Campanini B, Haden A, editors. The Word HealthReport ; Geneva: Word Health Organization; 2002.

5. Henry SH, Bosch FX, Troxell TC, Bolger PM.Reducing liver cancer- global control of aflatoxin.Science 1999; 286: 2453-4.

6. Food and Drug Administration. Foods-alduterationwith aflatoxin (CPG7120.26). Available at: http://www.fda.gov/ora/compiance_ref/cpg/cpgfod/cpg555.400.html. Accessed December 12, 2005.

7. Food and Drug Administration. Action level foraflatoaxins in animal feeds (CPG7126.33). Availableat: http://www.fda.gov/ora/complience_ref/cpg/cpg.vet/cpg683-10.html. Accessed December 12,2005.

8. Bannet JW, Klich M. Mycotoxins. Clin MicrobiolRev 2003; 16: 497-516.

9. Fung F, Clark RF. Health effects of mycotoxins: atoxicological overview. J Toxicol Clin Toxicol 2004;42: 217-34.

Page 12: aflatoksin

52

Yenny Aflatoksin dan aflatoksikosis

10. CAST. Mycotoxins: risks in plant, animal, andhuman systems. Task Force Report No. 139. Ames.IA: Council for Agriculture Science andTechnology; 2003.

11. Lye MS, Ghozali AA, Mohan J, Alwin N, Nair RC.An outbreak of acute hepatitic encephalopathy dueto severe aflatoxicosis in Malayzia. Am J Trop MedHyg 1995; 53: 68-72.

12. AFRO Food Safety Newsletter Word HealthOrganization Food Safety Unit (FOS). Food safetyin the African region. Food Safety Newsletter 2004;1: 1-8.

13. Wang JS, Huang T, Su J, Liang F, Wei Z, Liang Y,Luo H, et.al. Hepatocellular carcinoma and aflatoxinexposure in Zhuqing Village, Fusui County, People’sRepublic of China. Cancer Epidemiol BiomarkersPrev. 2001; 10: 143-6.

14. Beasley V. Mycotoxins that affect the liver. NewYork: International Veterinary Information Service(IVIS); 1999.

15. Farfan JA. Aflatoxin B1-induced hepatic steatosis:role of carbonyl compounds and active diols onsteatogenesis. The Lancet 1999; 353: 747-48.

16. Animal Science Cornell University. Aflatoxinsoccurance and health risks. 2004; 1-8.

17. Azziz-Baumgartner E, Lindblade K, Gieseker K,Rogers HS, Kierszak S, Njapau H, et al. Case-controlstudy of an acute aflatoxicosis outbreak, Kenya,2004. Environt Health Perspect 2005; 113: 1779-83

18. Krishnamachari KA, Nagarajan V, Ramesh VB, TilakTBG. Hepatitis due to aflatoxicosis: an outbreak inwestern India. Lancet 1975; 1: 1061-3.

19. Hall AJ, Will CP. Liver cancer in low and middleincome countries. B Med J 2003: 326: 994-5.

20. Luo RH, Zhao ZX, Zhou XY, Gao ZL, Yao JL. Riskfactors for primary liver carcinoma in Chinesepopulation. World J Gastroenterol 2005; 11: 4431-4.

21. Kelly JD, Eaton DL, Guengerich FP, Coulombe RJ.Aflatoxin B sub(1) activation in human lung. ToxicolAppl Pharmacol 1997; 144: 88-95.

22. Desai MR, Ghosh SK. Occupational exposure toairborn fungi among rice mill workers with specialreference to aflatoxin producing A. Flavus Strains.Ann Agric Environ Med 2003; 10: 159-62.

23. Georggiett OC, Muino JC, Montrull H, Brizuela N,Avalos S, Gomez RM. Relationship between lungcancer and aflatoxin B1. Rev Fac Cien Med UnivNac Cordoba 2000; 57: 95-107.

24. Galvano F, Piva A, Ritieni A, Galvano G. Dietarystrategies to counteract the effects of mycotoxins:a review. J Food Prot 2001; 64: 120-31.

25. Turner PC, Moore SE, Hall AJ, Prentice AM, WildCP. Modification of immune function throughexposure to dietary aflatoxin in Gambian children.Environ Health Perspect 2003; 111: 217-20.

26. Gong YY, Cardwell K, Hounsa A, Turner PC, HallAJ, Wild CP. Dietary aflatoxin exposure and impairedgrowth in young children from Benin and Togo:cross sectional study. Br Med J 2002; 325: 20-1.

27. Maxuitenko YY, Curphey TJ, Kensler TW, RoebuckBD. Protection against aflatoxin B1-induced hepatictoxicity as a short-term screen of cancerchemopreventive dithiolethiones. Fundamental andapplied toxicology 1996; 32: 250-9.

28. Phillips TD, Lemke SL, Grant P. Characterization ofclay-based enterosorbents for the prevention ofaflatoxicosis. Adv Exp Med Bio 2002; 504: 157-73.