3
1 Kita sekarang hidup dalam era sains modern, tetapi agama-agama besar yang kita kenal semua muncul dalam era pra- modern dan pra-ilmiah. Bagaimana seharusnya kita menempatkan agama dalam hubungannya dengan sains modern? SAINS MODERN Ada lima posisi yang dapat diambil kalau kita mau menempatkan agama dalam hubungannya dengan sains modern. Pertama, posisi skisofrenik separatif: agama dan sains dipandang menempati wilayah masing-masing yang otonom dan tak bisa dipertemukan, terpisah satu sama lain selamanya, dan tidak bertumpangtindih (biasanya disebut posisi NOMA = Non- Overlapping Magisteria), dan orang beragama hidup dalam dua dunia yang AGAMA DAN Ioanes Rakhmat CTTscienceandreligiontoday.com

AGAMA DAN SAINS MODERN - impkbm.files.wordpress.com · modern dan segala seluk-beluknya apa adanya posisi konflik ini memang dibenarkan oleh perbedaan radikal antara epistemologi

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AGAMA DAN SAINS MODERN - impkbm.files.wordpress.com · modern dan segala seluk-beluknya apa adanya posisi konflik ini memang dibenarkan oleh perbedaan radikal antara epistemologi

1

Kita sekarang hidup dalam era sains modern, tetapi

agama-agama besar yang kita kenal semua muncul dalam era pra-

modern dan pra-ilmiah. Bagaimana seharusnya

kita menempatkan agama dalam hubungannya

dengan sains modern?

SAINS MODERN

Ada lima posisi yang dapat diambil kalau kita mau menempatkan agama dalam hubungannya dengan sains modern.

Pertama, posisi skisofrenik separatif: agama dan sains dipandang menempati wilayah masing-masing yang otonom dan tak bisa dipertemukan, terpisah satu sama lain selamanya, dan tidak bertumpangtindih (biasanya disebut posisi NOMA = Non-Overlapping Magisteria), dan orang beragama hidup dalam dua dunia yang

AGAMA DANIoanes Rakhmat

CTTs

cien

cean

drel

igio

ntod

ay.c

om

Page 2: AGAMA DAN SAINS MODERN - impkbm.files.wordpress.com · modern dan segala seluk-beluknya apa adanya posisi konflik ini memang dibenarkan oleh perbedaan radikal antara epistemologi

2

Di sini epistemologi revelatif fideis (yang digunakan kaum agamawan) dipandang mengungguli epistemologi evidensialis (Latin: evidentia; bukti) yang dipakai kaum ilmuwan. Posisi ini paling kelihatan dalam tindakan-tindakan para pemuka agama yang pernah, dalam sejarah ke-kristenan misalnya, memberangus pemikiran-pemikiran saintifik modern dan menjatuhkan hukuman pada para saintis yang mengajukan dan mendukung pemikiran-pemikiran ini. Dalam bentuk yang lebih berkembang pada masa kini, posisi ini melahirkan apa yang dinamakan “sains skriptural” (misalnya sains Vedik, sains Alkitabiah, sains Quranik), yang sebenarnya bukan science proper, tetapi pseudo-science yang pada hakikatnya tetap sebuah agama, dan disusun untuk melawan apa yang dipersepsi para pendukungnya sebagai “Sains Barat” yang sekuler.

tidak saling mengganggu atau saling mempengaruhi, tapi berkoeksistensi damai dan pasif. Dalam posisi ini, agama condong terdorong untuk menggeluti hanya soal-soal moralitas, ritual dan soal-soal kehidupan individual umat, dan tidak bersentuhan sama sekali dengan sains modern yang terus berkembang dan merembesi semua aspek kehidupan manusia.

Kedua, posisi adaptif submisif: agama tunduk dan menyesuaikan diri sepenuhnya pada sains dengan akibat agama kehilangan autentisitas dan eksistensinya, ditinggalkan, dan hal-hal yang semula dijawab dan disediakan agama, kini dijawab dan disediakan oleh sains. Para praktisi “cocokologi” mengambil posisi ini. Tetapi dalam posisi ini, agama tetap bisa juga masih ada, namun sudah bermetamorfosa atau bertransformasi menjadi agama naturalis, dengan membuang dimensi-dimensi supernaturalnya.

Ketiga, posisi superior triumfalistik: agama diklaim lebih unggul dibandingkan sains, dan mengendalikan atau membinasakan sains. Dalam posisi ini, wahyu (Latin: revelationem) dan iman (Latin: fidem) dipandang lebih tinggi dari, dan tak bisa digantikan oleh sains.

wahyu (Latin: revelationem) dan iman (Latin: fidem) dipandang lebih tinggi dari, dan tak bisa

digantikan oleh, sains

purp

osed

riven

.com

Page 3: AGAMA DAN SAINS MODERN - impkbm.files.wordpress.com · modern dan segala seluk-beluknya apa adanya posisi konflik ini memang dibenarkan oleh perbedaan radikal antara epistemologi

3

Keempat, posisi konflik abadi: agama dan sains dipandang dan diperlakukan selalu ada dalam hubungan yang tegang penuh konflik yang tak akan pernah bisa didamaikan atau diselesaikan; agama dan sains dipandang berperang terus-menerus; keduanya me-ngambil sikap antagonistik satu sama lain. Sebetulnya, posisi konflik ini memang dibenarkan oleh perbedaan radikal antara epistemologi sains dan epistemologi agama, serta oleh fitur-fitur masing-masing yang satu sama lain tidak bisa dipertemukan.

Kelima, posisi dialogis: dalam posisi ini dianggap ada sejumlah paralelisme antara agama dan sains, khususnya paralelisme dalam tujuan-tujuan besar dan esensial baik dari agama maupun dari sains sehubungan dengan kehidupan, manusia, masa depan, peradaban, dan jagat raya, sehingga dipandang memungkinkan jika agama dan sains terlibat dialog yang tak pernah usai di sekitar tema-tema yang paralel ini, dan kedua belah pihak berharap lewat dialog ini satu sama lain akan memperkaya, dan lewat dialog juga kebenaran-kebenaran yang lebih besar dan lebih penuh diharapkan akan

Diterbitkan oleh:Democracy Project - Yayasan Abad Demokrasi

www.abad-demokrasi.com

Kalau posisi dialogis diambil, sudah seharusnya kaum agamawan

berupaya keras memahami sains modern dan segala seluk-beluknya

apa adanya

posisi konflik ini memang dibenarkan oleh perbedaan radikal

antara epistemologi sains dan epistemologi agama, serta oleh fitur-fitur masing-masing yang satu sama

lain tidak bisa dipertemukan

Ioanes RakhmatIa mendefinisikan dirinya sebagai pemikir bebas, freethinker. Menggeluti kajian Yesus sejarah (the historical Jesus) di Belanda, disertasinya telah diterbitkan dengan judul The Trial of Jesus in John Dominic Crossan’s Theory: A Critical and Comprehensive Evaluation (Jakarta: IPU-JTS, 2005).Sempat menjalani kehidupan sebagai seorang pendeta lebih dari dua dekade, dua tahun belakangan ini ia berkonsentrasi mendalami dunia sains.Ia menulis dan menerjemahkan banyak buku, antara lain Sokrates dalam Tetralogi Plato: Sebuah Pengantar dan Terjemahan Teks (Gramedia Pustaka Utama, 2009), dan Menguak Kekristenan Yahudi Perdana: Sebuah Pengantar (JRC, 2009), dan terakhir adalah Memandang Wajah Yesus (Pustaka Surya Daun, Maret 2012)

didapat. Posisi ini dapat juga disebut sebagai posisi integratif.

Kalau posisi dialogis diambil, sudah seharusnya kaum agamawan berupaya keras memahami sains modern dan segala seluk-beluknya apa adanya, sesuatu yang umumnya sukar dilakukan para agamawan, dan para saintis dengan serius mengembangkan sains modern untuk tujuan-tujuan mencapai keadaan yang makin baik bagi kehidupan, manusia, masa depan, peradaban, dan jagat raya. Nilai-nilai spiritual yang datang dari agama-agama akan dapat ikut menjadikan para saintis orang-orang yang berjiwa besar, para mahatma.***

alip

erio

d2.b

logs

pot.c

om