13
AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI KORIDOR EKONOMI JAWA(Yoga D.N.) 687 AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI KORIDOR EKONOMI JAWA (AGGLOMERATION AND THE DYNAMICS OF MANUFACTURING INDUSTRY ON THE INDUSTRIAL REVOLUTION ERA 4.0 IN JAVA ECONOMIC CORRIDOR) Yoga Dwi Nugroho 1 , Krismanti Tri Wahyuni 2 Politeknik Statistika STIS 1 Politeknik Statistika STIS 2 Jl Otto Iskandardinata No.64C, Jakarta E-mail: [email protected] ABSTRAK Revolusi Industri 4.0 identik dengan adanya automatisasi dan penggunaan internet yang terintegrasi yang memberikan dampak di banyak sektor. Industri manufaktur adalah leading sector yang harus mendapat perhatian, terutama melalui penerapan kebijakan yang tepat. Aglomerasi merupakan penerapan kebijakan berorientasi spasial. Analisis aglomerasi menggunakan Location Quotient dengan menggunakan data produksi dan Hoover Balassa Index (HBI) dengan data tenaga kerja. Adanya aglomerasi ini dapat menyebabkan perbedaan dalam pertumbuhan tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja. Masalah ini harus dicari solusi dan determinanya. Regresi data panel statis dengan metode estimasi Fixed Effect Model SUR digunakan untuk menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur. Variabel dependen yang digunakan adalah tenaga kerja industri manufaktur. Ada enam variabel independen yang signifikan sebagai penentu pertumbuhan tenaga kerja, yaitu upah, efisiensi perusahaan, jumlah perusahaan, indeks persaingan industri, dummy revolusi industri 4.0 dan dummy aglomerasi. Regresi data panel dinamis digunakan untuk analisis konvergensi produktivitas tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konvergensi sigma dan konvergensi beta terjadi dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang mempercepat produktivitas tenaga kerja di industri manufaktur adalah lag produktivitas tenaga kerja industri manufaktur, modal tetap, upah, orientasi ekspor, konsumsi listrik, dan dummy Revolusi Industri 4.0. Kata kunci:Aglomerasi, Revolusi Industri 4.0, analisis konvergensi, tenaga kerja industri, produktivitas tenaga kerja ABSTRACT The Industrial Revolution 4.0 identical with automation and internet of things that brings impact in many sectors. Manufacturing industry is a leading sector that must receive big attention, especially in terms of policy. Agglomeration analysis is an implementation of spatial oriented policies. Agglomeration analysis in this research used Location Quotient that use production data and Hoover Balassa Index (HBI) that use labor data. The existence of this agglomeration will cause differences in the growth of labor and productivity of labor. Static panel data analysis with the Fixed Effect Model SUR estimation method use to know the determinant of manufacturing labor growth. The dependent variable is labor of manufacturing industry. There are six independent variables that significant as determinants of labor growth: wages, company efficiency, number of companies, industry competition index, dummy of industrial revolution 4.0 and dummy of agglomeration. Dynamic panel data used to analyze the convergence both sigma convergence and beta convergence occur in this research. Factors that increase labor productivity in the manufacturing industry are lag of labor productivity, fixed capital, wages, export orientation, electricity consumption and dummy of industrial revolution 4.0. Keywords: Agglomeration, Industrial Revolution 4.0, convergence analysis, labor of manufacturing industry, labor productivity

AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI KORIDOR EKONOMI JAWA(Yoga D.N.)

687

AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA ERA

REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI KORIDOR EKONOMI JAWA

(AGGLOMERATION AND THE DYNAMICS OF MANUFACTURING INDUSTRY ON THE INDUSTRIAL REVOLUTION ERA 4.0 IN JAVA ECONOMIC CORRIDOR)

Yoga Dwi Nugroho1, Krismanti Tri Wahyuni2 Politeknik Statistika STIS 1

Politeknik Statistika STIS 2 Jl Otto Iskandardinata No.64C, Jakarta

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Revolusi Industri 4.0 identik dengan adanya automatisasi dan penggunaan internet yang terintegrasi yang memberikan dampak di banyak sektor. Industri manufaktur adalah leading sector yang harus mendapat

perhatian, terutama melalui penerapan kebijakan yang tepat. Aglomerasi merupakan penerapan kebijakan

berorientasi spasial. Analisis aglomerasi menggunakan Location Quotient dengan menggunakan data produksi dan Hoover Balassa Index (HBI) dengan data tenaga kerja. Adanya aglomerasi ini dapat menyebabkan

perbedaan dalam pertumbuhan tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja. Masalah ini harus dicari solusi dan determinanya. Regresi data panel statis dengan metode estimasi Fixed Effect Model SUR digunakan untuk

menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur. Variabel

dependen yang digunakan adalah tenaga kerja industri manufaktur. Ada enam variabel independen yang signifikan sebagai penentu pertumbuhan tenaga kerja, yaitu upah, efisiensi perusahaan, jumlah perusahaan,

indeks persaingan industri, dummy revolusi industri 4.0 dan dummy aglomerasi. Regresi data panel dinamis digunakan untuk analisis konvergensi produktivitas tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

konvergensi sigma dan konvergensi beta terjadi dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang mempercepat produktivitas tenaga kerja di industri manufaktur adalah lag produktivitas tenaga kerja industri manufaktur,

modal tetap, upah, orientasi ekspor, konsumsi listrik, dan dummy Revolusi Industri 4.0.

Kata kunci:Aglomerasi, Revolusi Industri 4.0, analisis konvergensi, tenaga kerja industri, produktivitas

tenaga kerja

ABSTRACT

The Industrial Revolution 4.0 identical with automation and internet of things that brings impact in many sectors. Manufacturing industry is a leading sector that must receive big attention, especially in terms of policy. Agglomeration analysis is an implementation of spatial oriented policies. Agglomeration analysis in this research used Location Quotient that use production data and Hoover Balassa Index (HBI) that use labor data. The existence of this agglomeration will cause differences in the growth of labor and productivity of labor. Static panel data analysis with the Fixed Effect Model SUR estimation method use to know the determinant of manufacturing labor growth. The dependent variable is labor of manufacturing industry. There are six independent variables that significant as determinants of labor growth: wages, company efficiency, number of companies, industry competition index, dummy of industrial revolution 4.0 and dummy of agglomeration. Dynamic panel data used to analyze the convergence both sigma convergence and beta convergence occur in this research. Factors that increase labor productivity in the manufacturing industry are lag of labor productivity, fixed capital, wages, export orientation, electricity consumption and dummy of industrial revolution 4.0.

Keywords: Agglomeration, Industrial Revolution 4.0, convergence analysis, labor of manufacturing industry, labor productivity

Page 2: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

688

PENDAHULUAN

Istilah Revolusi Industri 4.0 secara resmi dipresentasikan di Hannover Fair Jerman pada tahun 2011 sebagai satu dari sepuluh “Proyek masa depan” yang dibuat oleh Germany’s HighTech Strategy 2020 (Kinzel, 2016). Schwab (2016) menyatakan bahwa Revolusi Industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental serta memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas. Karakteristik model dari Revousi Industri 4.0 adalah kombinasi dari beberapa perkembangan teknologi terbaru seperti, komputer dan robot, internet of things (IoT), big data, cloud computing dan machine learning.

Salah satu sektor yang terkena dampak yang serius adanya Revolusi Industri 4.0 adalah sektor industri manufaktur. Tidak hanya dalam proses produksi, melainkan juga di seluruh rantai nilai industri sehingga melahirkan model bisnis yang baru dengan basis digital guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik. Pada sisi yang lain, adanya Revolusi Industri 4.0 ini menimbulkan kekhawatiran akan penggantian tenaga kerja manusia dengan robot serta melemahnya industri kecil. Kekhawatiran ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh International Labor Organization/ILO (2016) yang memproyeksikan Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam dan Kamboja akan memindahkan 56 persen pekerjaan ke otomatisasi. Selain itu, studi yang dilakukan oleh McKinsey Global Institute (2011) di Prancis selama 15 tahun terakhir membuktikan fakta bahwa 500.000 pekerjaan hilang akibat perkembangan teknologi internet.

Atas dasar hal tersebut perlu dilakukan pembangunan industri manufaktur yang mantap. Pembangunan industri manufaktur mendapatkan prioritas utama dalam rencana pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) maupun dalam SDGs (Sustainable Development Goals) pada poin ke-9 dan ke-17 yaitu, membangun industri yang inklusif, berkelanjutan dan membantu perkembangan inovasi industri, karena sektor industri manufaktur dianggap leading sector dengan sumbangan terhadap PDB nasional sebesar 21 persen dalam 7 tahun terakhir. Di Indonesia, arah pembangunan ini tercantum dalam MP3EI atau Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Dalam rangka mencapai perubahan pembangunan berkelanjutan, wilayah Indonesia dibagi menjadi enam koridor ekonomi. Salah satu dari enam koridor tersebut adalah Koridor Ekonomi Jawa sebagai koridor dengan keunggulan industri manufaktur. Pembangunan sektor industri manufaktur dilakukan dengan menerapkan kebijakan berorientasi spasial dan regional yang merupakan salah satu faktor kunci yang dapat mendukung pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan (Kuncoro dalam Landiyanto, 2005). Lokasi dari setiap kegiatan produksi terutama dalam pembangunan harus dipertimbangkan dan dipilih secara tepat agar kegiatan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Konsep tata ruang ekonomi sangat penting dalam studi pengembangan wilayah, seperti halnya aglomerasi.

Aglomerasi industri manufaktur di Indonesia masih terkonsentrasi hampir di seluruh provinsi di Pulau Jawa (Prasetyo, 2015). Hal ini diketahui dengan nilai LQ (Location Quotient) yang lebih dari satu. Adanya aglomerasi industri manufaktur yang terjadi di Indonesia dapat diwakili oleh wilayah-wilayah di Pulau Jawa, karena 65,21 persen perusahaan industri manufaktur, 73,24 persen tenaga kerja industri manufaktur dan 51,99 persen penanaman modal asing di Indonesia berada di Pulau Jawa. Martin dan Octaviano (2001) menyatakan adanya hubungan positif antara aglomerasi dari kegiatan-kegiatan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi dan menghasilkan perbedaan spasial dalam tingkat pendapatan yang berujung pada ketimpangan (disparitas) pembangunan ekonomi. Selain itu, adanya wilayah yang teraglomerasi dan tidak teraglomerasi industri manufaktur menimbulkan adanya perbedaan pertumbuhan tenaga kerja dan ketimpangan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur. Hal ini didukung dengan data Survei Industri Besar dan Sedang (IBS) bahwa hanya terdapat 31 kabupaten/kota dengan rata-rata tenaga kerja industrinya di atas nilai Pulau Jawa serta hanya 14 kabupaten/kota dari 117 kabupaten/kota dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja industri manufakturya diatas nilai Pulau Jawa rentang tahun 2010-2015. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis statistik yang tepat sebagai pedoman implementasi kebijakan yang tepat terhadap penyelesaian masalah khususnya masalah industri manufaktur baik dari sisi kewilayahan (aglomerasi), pertumbuhan tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja.

Page 3: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Aglomerasi dan Dinamika Industri Manufaktur pada Era Revolusi Industri 4.0 d Koridor Ekonomi Jawa……………(Nugroho dan Wahyuni)

689

Dari latar belakang tersebut penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis aglomerasi industri manufaktur di Koridor Ekonomi Jawa, (2) Menganalisis variabel-variabel penentu pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur di Koridor Ekonomi Jawa, dan (3) Mengetahui konvergensi dan variabel-variabel yang mempercepat konvergensi produktivitas tenaga kerja kerja industri manufaktur di Koridor Ekonomi Jawa.

Adanya aglomerasi industri manufaktur akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja industri manufaktur. Penelitian Suminar (2014) menjelaskan tentang adanya konvergensi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat periode 2008-2012 dengan analisis System-Genaralized Method of Moments (SYS-GMM). Adanya konvergensi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat disebabkan oleh tiga faktor yang memiliki nilai signifikan yaitu PDRB, investasi, panjang jalan serta memiliki hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja sedangkan upah memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan dengan penyerapan tenaga kerja. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Rosalina (2013) yang melakukan penelitian pada level provinsi di Indonesia.

Adapun penelitian tentang konvergensi produktivitas tenaga kerja dilakukan oleh Yuniasih (2013) dengan panel dinamis Sys-GMM secara sektoral dan agregat. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja regional di Indonesia adalah lag produktivitas tenaga kerja, stok modal fisik yang terestriksi, stok modal manusia yang terestriksi, total perdagangan, dan upah riil berpengaruh positif produktivitas tenaga kerja agregat di Indonesia sedangkan tingkat depresiasi berpengaruh negatif terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Azhara (2014) secara agregat di Indonesia, Bawono (2011) dan Wahyuni (2011) yang melakukan penelitian pada level kabupaten/kota di Pulau Jawa.

METODE

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan pada level kabupaten/kota di Pulau Jawa sebanyak 83 kabupaten dan 34 kota secara series yaitu, tahun 2010-2015. Adapun wilayah yang tidak masuk dalam unit analisis adalah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan Kabupaten Pangandaran. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) antara lain berasal dari Survei Tahunan Perusahaan Industri Manufaktur Tahun 2010-2015, Survei Angaktan Kerja Nasional (Sakernas) secara series tahun 2010-2015, Tinjauan Regional PDRB tahun 2010-2015 dan SK Gubernur.

Metode Analisis

Analisis deskriptif pada penelitian ini akan menggunakan nilai Location Quotient (LQ) dan Indeks Hoover Ballasa (HBI) yang akan digunakan sebagai analisis aglomerasi industri manufaktur. LQ dihitung berdasarkan share PDRB sektor industri manufaktur kabupaten/kota dibandingkan dengan share PDRB sektor industri manufaktur provinsi. Sedangkan HBI dihitug dari share tenaga kerja sektor industri manufaktur kabupaten/kota dibandingkan share tenaga kerja sektor industri manufaktur provinsi. Selain itu akan digunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk melakukan pemetaan aglomerasi industri manufaktur di Koridor Ekonomi Jawa. Adapun untuk menggambarkan ketimpangan produktivitas tenaga kerja dari sisi output (makro) dan tenaga kerja (mikro) digunakan analisis Tipologi Klassen.

Analisis inferensia pada penelitian ini terdiri atas dua model bagian yaitu model pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur dan model konvergensi produktivitas tenaga kerja industri manufaktur. Adapun penjelasan metode analisis inferensia yang digunakan adalah sebagai berikut. a. Model Pertumbuhan Tenaga Kerja Industri Manufaktur

Pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur dianalisis menggunakan data panel statis. Model pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur adalah sebagai berikut.

𝑙𝑛𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1𝑙𝑛𝑈𝑝𝑎ℎ𝑖𝑡+𝛽2𝑙𝑛𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖𝑖𝑡 + 𝛽3𝑙𝑛𝑃𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛𝑖𝑡

+𝛽4𝑙𝑛𝐼𝑃𝐼𝑖𝑡+𝛽5𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟𝑖𝑡 + 𝛽6𝑅𝐼4𝑖𝑡 +𝛽7𝐴𝑔𝑙𝑜𝑚𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑖𝑡+휀𝑖𝑡……………………….(1)

Page 4: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

690

dimana: Tenaga Kerjait = Tenaga kerja industri manufaktur di kabupaten i pada tahun t Upahit = Upah tenaga kerja industri manufaktur di kabupaten i pada tahun t Efisiensiit = Efisiensi produksi (input/output) industri manufaktur di kabupaten i pada tahun t Perusahaanit = Jumlah perusahaan industri manufaktur di kabupaten i pada tahun t IPIit = Indeks persaingan industri manufaktur di kabupaten i pada tahun t Imporit = Kandungan impor industri manufaktur di kabupaten i pada tahun t RI4it = Dummy Revolusi Industri 4.0 dengan nilai tahun 2010-2011: 0 dan 2012-2015: 1 Aglomerasiit = Dummy Aglomerasi industri manufaktur di kabupaten i pada tahun t

b. Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja Industri Manufaktur Analisis konvergensi terdiri dari analisis konvergensi sigma dan analisis konvergensi beta.

Analisis konvergensi beta terbagi atas konvergensi beta absolut dan konvergensi beta kondisional. Model yang digunakan untuk analisis konvergensi mengacu pada model Karagiannis (2007) dengan menggunakan data panel dinamis.

Konvergensi sigma pada penelitian ini terjadi jika tren dispersi logaritma natural produktivitas tenaga kerja industri maufaktur cenderung menurun antarwaktu. Nilai dispersi yang menurun menunjukkan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur semakin homogen, sehingga ketimpangan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur antar kabupaten/kota di Pulau Jawa semakin kecil. Analisis konvergensi beta absolut menggunakan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur satu tahun sebelumnya sebagai satu-satunya variabel eksogen. Kemudian untuk analisis konvergensi beta kondisional merupakan karakteristik masing-masing kabupaten/kota dengan menggunakan variabel eksogen selain produktivitas tenaga kerja industri manufaktur satu tahun sebelumnya. Model yang digunakan adalah sebagai berikut.

𝑙𝑛𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖𝑡 = 𝛾𝑙𝑛𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖,𝑡−1+𝛽1𝑙𝑛𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑖𝑡

+𝛽2𝑙𝑛𝑇𝐾𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡 + 𝛽3𝑙𝑛𝑈𝑝𝑎ℎ𝑖𝑡 + 𝛽4𝑙𝑛𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟𝑖𝑡 +𝛽5𝑙𝑛𝐿𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘𝑖𝑡 + 𝛽6𝑅𝐼4𝑖𝑡 + 𝛽7𝐴𝑔𝑙𝑜𝑚𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑖𝑡+휀𝑖𝑡…………………..……(2)

dimana: Produktivitasit = Produktivitas tenaga kerja industri manufaktur di kabupaten i pada tahun t Produktivitasi,t-1= Produktivitas tenaga kerja industri manufaktur di kabupaten i, tahun t-1 Modal Tetapit = Nilai modal tetap (fisik) di kabupaten i pada tahun t TK Terdidikit = Rasio Tenaga kerja lulusan SMA ke atas di kabupaten i pada tahun t Eksporit = Nilai ekspor industri manufaktur di kabupaten i pada tahun t Listrikit = Listrik yang dikonsumsi industri manufaktur di kabupaten i pada tahun t

Analisis lebih lanjut dari model konvergensi diatas juga dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan konvergensi (speed of convergence) yang disimbolkan 𝜆 dan lamanya waktu (half life time) untuk menutup setengah kesenjangan. Kecepatan konvergensi dapat diketahui melalui −𝑙𝑛γ ,

sedangkan half life time (T) dapat diketahui dari ln(2)/𝜆 .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Industri Manufaktur di Pulau Jawa

Adapun perusahaan industri manufaktur besar dan sedang jika ditinjau persebarannya akan terlihat jelas berdasarkan presentase perusahaan industri manufaktur besar dan sedang dalam suatu provinsi. Tabel 1 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur adalah provinsi yang memiliki presentase distribusi yang paling besar diantara provinsi lainnya di Pulau Jawa. Dalam penelitian Kuncoro (2002) kedua provinsi ini disebut sebagai pusat kosentrasi industri besar dan sedang di Pulau Jawa, dengan konsentrasi yang membentuk pola dua kutub (bipolar pattern). Selain itu, terdapat tiga provinsi di Pulau Jawa yang memiliki presentase distribusi dibawah 10 persen yaitu, Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Banten.

Page 5: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Aglomerasi dan Dinamika Industri Manufaktur pada Era Revolusi Industri 4.0 d Koridor Ekonomi Jawa……………(Nugroho dan Wahyuni)

691

Tabel 1. Presentase distribusi perusahaan industri manufaktur besar dan sedang di Pulau Jawa menurut

provinsi tahun 2010-2015.

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015

DKI Jakarta 8,13 7,46 7,21 6,34 6,12 6,17

Jawa Barat 30,87 30,15 30,95 32,94 32,74 32,03

Jawa Tengah 19,90 19,80 19,11 18,74 19,01 20,40

DI Yogyakarta 2,05 2,09 2,00 1,65 1,67 1,64

Jawa Timur 30,75 32,35 32,58 31,79 31,95 31,08

Banten 8,30 8,14 8,16 8,55 8,49 8,68

Sumber: Survei Industri Besar dan Sedang (diolah)

Berdasarkan Tabel 2, penyerapan tenaga kerja industri manufaktur besar dan sedang di Pulau Jawa secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan penyerapan tenaga kerja yang paling besar di Pulau Jawa. Adapun penyerapan tenaga kerja terkecil terdapat di Provinsi DI Yogyakarta. Kusumaningrum (2017) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor industri manufaktur besar dan sedang yang paling tinggi.

Tabel 2. Penyerapan tenaga kerja industri manufaktur besar dan sedang menurut provinsi tahun 2010, 2013 dan 2015.

Provinsi 2010 2013 2015

Orang % Orang % Orang %

DKI Jakarta 312.571 8,29 275.653 6,59 277.757 6,40

Jawa Barat 1.269.108 33,68 1.453.792 34,76 1.548.468 35,66

Jawa Tengah 734.898 19,50 838.199 20,04 876.694 20,19

DI Yogyakarta 52.737 1,40 56.429 1,35 58.676 1,35

Jawa Timur 922.084 24,47 1.064.025 25,44 1.075.621 24,77

Banten 477.102 12,66 493.680 11,81 505.017 11,63

Pulau Jawa 3.768.500 100,00 4.181.778 100,00 4.342.233 100,00

Sumber: Survei Industri Besar dan Sedang (diolah)

Aglomerasi Industri Manufaktur Besar dan Sedang di Pulau Jawa

Aglomerasi industri manufaktur di kabupaten/kota di Pulau Jawa dengan menggunakan LQ (Gambar 1) menunjukkan provinsi dengan wilayah teraglomerasi terbanyak adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada tahun 2015, di Provinsi Jawa Barat terdapat 7 wilayah teraglomerasi yaitu, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi dan Kota Cimahi. Ketujuh wilayah teraglomerasi tersebut merupakan wilayah yang masuk dalam Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) Provinsi Jawa Barat. Adapun di Jawa Tengah terdapat 7 wilayah teraglomerasi yaitu, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Kudus, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal. Adapun di Jawa Timur terdapat 6 wilayah teraglomerasi berdasarkan nilai LQ yaitu, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik dan Kota Kediri.

Page 6: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

692

Gambar 1. Peta Location Quotient (LQ) sektor industri manufaktur besar dan sedang

menurut kabupaten/kota di Pulau Jawa tahun 2015.

Selanjutya akan diakukan penghitungan nilai Hoover Balassa Index (HBI) dari sisi tenaga kerja (Gambar 2).Aglomerasi industri manufaktur besar dan sedang di Pulau Jawa dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, bagian barat, tengah dan bagian timur. Di bagian barat Pulau Jawa terdapat 11 wilayah teraglomerasi dengan rincian yaitu, 6 wilayah di Provinsi Jawa Barat, 1 wilayah di Provinsi DKI Jakarta dan 4 wilayah di Provinsi Banten. Bagian tengah Pulau Jawa banyak terjadi aglomerasi industri besar dan sedang di Provinsi Jawa Tengah. Sebanyak 11 kabupaten/kota sebagai wilayah aglomerasi industri besar dan sedang di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten/kota tersebut adalah Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kota Semarang, dan Kota Tegal. Bagian Timur Pulau Jawa, aglomerasi industri manufaktur besar dan sedang terjadi di Provinsi Jawa Timur dengan kabupaten/kota yang mengalami aglomerasi sebanyak 11 kabupaten/kota. Kabupaten/kota tersebut mencakup Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kota Kediri, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Mojokerto, Kota Madiun dan Kota Surabaya.

Gambar 2. Peta Hoover Balassa Index (HBI) sektor industri manufaktur besar dan

sedang menurut kabupaten/kota di Pulau Jawa tahun 2015.

Page 7: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Aglomerasi dan Dinamika Industri Manufaktur pada Era Revolusi Industri 4.0 d Koridor Ekonomi Jawa……………(Nugroho dan Wahyuni)

693

Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tenaga Kerja Industri Manufaktur

Analisis menggunakan metode panel statis dilakukan dengan serangkaian uji untuk menentukan model lebih tepat menggunakan pooled least square (PLS), fixed effect model (FEM) atau random effect model (REM). Uji Chow digunakan untuk menentukan model yang tepat adalah model PLS atau FEM. Hasil uji Chow menghasilkan keputusan tolak H0 sehingga dilanjutkan dengan uji Hausman. Uji Hausman menunjukkan hasil yang sama sehingga model yang tepat adalah model FEM. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan struktur matriks varians-kovarians dari residual model FEM melalui Uji LM dan .Uji λLM menunjukkan bahwa struktur matriks varians-kovarians dari residual bersifat heteroskedastis dan terdapat serial cross correlation sehingga metode estimasi yang dipakai adalah FEM SUR (Seemingly Unrelated Regression) dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Variabel upah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur. Upah dipandang sebagai beban yang harus dibayarkan perusahaan terhadap tenaga kerjanya semakin besar tingkat upah akan semakin kecil proporsi keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan. Teori permintaan tenaga kerja Borjas (2013) menyatakan bahwa perusahaan akan memaksimalkan laba dengan memperkerjakan pekerja sampai dengan titik upah (wage) sama dengan nilai produk marginal tenaga kerja. Variabel efisiensi perusahaan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tenaga kerja. Efisiensi perusahaan menunjukkan pencapaian hasil perusahaan dalam memanfaatkan input untuk memperoleh output sebanyak mungkin. Semakin tinggi nilai efisiensi menunjukkan perusahaan semakin tidak efisien. Variabel efisiensi merupakan proxy untuk skala ekonomi, dimana semakin efisien maka skala ekonomi perusahaan semakin besar. Pindyck dan Rubinfeld (2013) perusahaan yang mengalami skala ekonomi akan meningkatkan output dan berujung pada peningkatan tenaga kerja.

Tabel 3. Hasil estimasi FEM SUR

Parameter Estimated

Coefficients Standard Error t-statistic

(1) (2) (3) (4)

Variabel Dependen : lnTenagaKerja

C (intercept) 6,9093 0,1522 45,3851

lnUpah -0,0280 0,0132 -2,1350

lnEfisiensi -0,0519 0,0209 -2,4854

lnPerusahaan 0,6158 0,0251 24,5257

lnIPI -0,0829 0,0096 -8,6636

Impor 0,0279 0,0415 0,6729

RI4 0,0749 0,0125 5,9753

Aglomerasi 0,0801 0,0143 5,6202

Adjusted R-squared 0,9968

F-statistic 1795,405

Prob (F-statistic) 0,0000

Variabel upah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur.

Upah dipandang sebagai beban yang harus dibayarkan perusahaan terhadap tenaga kerjanya semakin besar tingkat upah akan semakin kecil proporsi keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan. Teori permintaan tenaga kerja Borjas (2013) menyatakan bahwa perusahaan akan memaksimalkan laba dengan memperkerjakan pekerja sampai dengan titik upah (wage) sama dengan nilai produk marginal tenaga kerja. Variabel efisiensi perusahaan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tenaga kerja. Efisiensi perusahaan menunjukkan pencapaian hasil perusahaan dalam memanfaatkan input untuk memperoleh output sebanyak mungkin. Semakin tinggi nilai efisiensi menunjukkan perusahaan semakin tidak efisien. Variabel efisiensi merupakan proxy untuk skala ekonomi, dimana semakin efisien maka skala ekonomi perusahaan semakin besar. Pindyck dan Rubinfeld (2013) perusahaan yang mengalami skala ekonomi akan meningkatkan output dan berujung pada peningkatan tenaga kerja.

Page 8: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

694

Variablel jumlah perusahaan industri manufaktur berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Arifin dan Azhar (2011) yang menyatakan jumlah perusahaan industri manufaktur akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Adanya peningkatan jumlah perusahaan IBS akan meningkatkan pertumbuhan tenaga kerja karena tenaga kerja merupakan salah satu komponen faktor produksi dalam suatu perusahaan. Selanjutnya, variabel Indeks Persaingan Industri (IPI) yang merupakan proxy struktur pasar berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur. Untuk melihat struktur pasar industri manufaktur dihitung nilai Concentration Ratio (CR) baik CR 4 dan CR 8 yang menunjukkan struktur pasar industri manufaktur di Pulau Jawa adalah oligopoli (dengan CR 4 minimal 22 persen dan CR 8 minimal 32 persen) bukan pasar persaingan sempurna. Hal ini didasarkan pada penggolongan struktur pasar betdasarkan nilai CR yang dilakukan oleh Pujianti dan Sitorus (2016).

Variabel dummy Revolusi Industri 4.0 berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan yang substansial dalam pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur antardaerah sebelum dan saat memasuki Revolusi Industri 4.0. Schwab (2016) menyatakan bahwa Revolusi Industri 4.0 yang identik dengan teknologi baru dan automatisasi memberikan pengaruh, capitalization effect yaitu, peningkatan pada permintaan barang dan jasa baru yang akan meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan, perusahaan dan industri baru. Kementrian Perindustrian menyatakan bahwa IBS di Indonesia masih didominasi oleh industri yang labour intensive. Selanjutnya, variabel dummy aglomerasi industri berdasarkan Hoover Balassa Index menunjukkan pengaruh positif terhadap pertumbuhan tenaga kerja IBS. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Arifin dan Kuncoro (2003) yang melakukan penelitian di wilayah Jawa Timur serta Arifin (2003) yang melakukan penelitian di wilayah Jawa Barat yang menunjukkan hubungan positif antara wilayah aglomerasi dengan pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur.

Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja Industri Manufaktur

Produktivitas tenaga kerja merupakan indikator utama standar kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kinerja produktivitas tenaga kerja perlu diperhatikan dan dimonitor untuk menjaga stabilitas ekonomi suatu wilayah. Adanya aglomerasi industri manufaktur, pertumbuhan tenaga kerja, pertumbuhan industri manufaktut serta perbedaan sumber daya alam ikut mempengaruhi terjadinya perbedaan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur di Koridor Ekonomi Jawa.

Tabel 4. Ringkasan nilai produktivitas tenaga kerja industri manufaktur kabupaten/kota tahun 2010-2015

di Koridor Ekonomi Jawa (juta Rp/tenaga kerja)

Tahun Rata-rata Nilai Tengah Standar

Deviasi Nilai Minimum

Nilai

Maksimum

2010 111,2058 71,1565 133,3218 10,1984 817,1114

2011 129,2193 79,7482 166,3131 9,2842 1059,6784

2012 146,4421 96,8115 163,7478 10,8935 1346,5469

2013 188,2023 113,0839 331,7271 12,4323 3118,5467

2014 205,1270 143,0859 403,0878 18,8569 4280,7184

2015 217,2998 147,4795 307,1441 18,6555 3026,2426

Sumber: Survei Industri Besar dan Sedang (diolah)

Nilai standar deviasi produktivitas di atas cenderung meningkat dari 133,3218 juta pada tahun 2010 meningkat menjadi 307,1441 juta pada tahun 2015. Bahkan, mencapai nilai tertinggi pada tahun 2014 sebesar 403,0878 juta. Peningkatan nilai rata-rata produktivitas tenaga kerja dari tahun ke tahun menunjukkan performa sektor industri manufaktur yang semakin menunjukkan trend positif. Adapun nilai standar deviasi cenderung meningkat dari tahun ke tahun mengindikasikan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur antar kabupaten/kota di Koridor Ekonomi Jawa yang semakin senjang. Hal ini diperjelas dengan hanya 14 kabupaten/kota yang memiliki rata-rata produktivitas tenaga kerja diatas nilai Pulau Jawa.

Page 9: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Aglomerasi dan Dinamika Industri Manufaktur pada Era Revolusi Industri 4.0 d Koridor Ekonomi Jawa……………(Nugroho dan Wahyuni)

695

Untuk melihat lebih jelas disparitas produktivitas tenaga kerja dan mengetahui posisi masing-masing kabupaten/kota di Pulau Jawa maka digunakan Tipologi Klassen yang ditinjau dari sisi output (makro) dan sisi tenaga kerja (mikro). Dari sisi makro, Tipologi Klassen dianalisis berdasarkan upah minimum kabupaten/kota (Rp/orang) sebagai sumbu X dan laju pertumbuhan PDRB industri (persen) sebagai sumbu Y. Gambar 3 (a) menunjukkan kabupaten/kota banyak masuk dalam Kuadran III dan Kuadran IV, dengan nilai UMK dibawah nilai upah Pulau Jawa. Kuadran III merupakan kabupaten/kota yang memiliki UMK di bawah Pulau Jawa dan laju pertumbuhan PDRB industri manufaktur di bawah nilai Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah harus memperhatikan upah pekerja dan melakukan upaya peningkatan output industri manufaktur karena sektor industri manufaktur relatif tertinggal. Sebanyak 37 kabupaten/kota yang masuk dalam kuadran ini. Kuadran ini didominasi oleh wilayah-wilayah dengan sektor basisnya bukan sektor industri manufaktur dan tidak terjadi aglomerasi industri.

Gambar 3 (b) adalah Tipologi Klassen dari sisi tenaga kerja dengan nilai produktivitas tenaga kerja (000 Rp/orang) sebagai sumbu X dan laju pertumbuhan nilai tambah sebagai sumbu Y. Tidak jauh berbeda dengan pendekatan output, banyak kabupaten/kota yang masuk dalam Kuadran III dan Kuadran IV. Selanjutnya akan difokuskan pada Kuadran III yang merupakan kabupaten/kota yang memiliki produktivitas tenaga kerja dan laju pertumbuhan nilai tambah industri manufaktur di bawah nilai Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah harus memperhatikan upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah sektor produksi karena sektor industri manufaktur relatif tertinggal. Kuadran ini didominasi oleh wilayah-wilayah dengan sektor basisnya bukan sektor industri manufaktur dan tidak terjadi aglomerasi industri. Sebanyak 49 kabupaten/kota masuk dalam kuadran III. Baik menggunakan pendekatan output (makro) dan tenaga kerja (mikro) menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Kabupaten/kota banyak yang masuk dalam Kuadran III dan Kuadran IV yang menunjukkan banyak wilayah yang memiliki produktivitas industri manufaktur di bawah nilai produktivitas Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan indikasi awal adanya ketimpangan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur kabupaten/kota di Pulau Jawa.

(a) (b)

Gambar 3. Tipologi Klassen yang ditinjau dari (a) sisi output dan (b) sisi tenaga kerja.

Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja Industri Manufaktur

1. Konvergensi Sigma Nilai koefisien variasi produktivitas tenaga kerja industri manufaktur memiliki tren yang

cenderung menurun dari 0,2106 pada tahun 2010 menjadi 0,1740 pada tahun 2015. Artinya, rata-rata produktivitas tenaga kerja industri manufaktur besar dan sedang antarkabupaten/kota di Pulau Jawa semakin menuju arah homogen, sehingga dapat disimpulkan dalam kurun waktu 2010-2015 konvergensi sigma produktivitas tenaga kerja industri manufaktur terjadi di Koridor Ekonomi Jawa. 2. Konvergensi Beta Absolut

Analisis konvergensi beta absolut dilakukan dengan metode estimasi First Difference GMM (FD GMM). Hasil menunjukkan terjadi konvergensi beta absolut karena lag positif kurang (0,8892) dari

Page 10: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

696

satu, positif dan signifikan (p-value = 0,0000). Adanya konvergensi beta absolut memberikan pengertian bahwa adanya indikasi produktivitas tenaga kerja industri manufaktur besar dan sedang antarkabupaten/kota menuju ke arah yang homogen secara absolut, sehingga ketimpangan antarwilayah tersebut akan semakin berkurang. Kecepatan konvergensi (λ) beta absolut sebesar 11,75 persen. Adapun waktu yang dibutuhkan kabupaten/kota di Pulau Jawa untuk mencapai setengah kondisi konvergensi (half life convergence) yaitu, 5-6 tahun. 3. Konvergensi Beta Kondisional

Analisis konvergensi beta kondisional pada penelitian ini dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel independen lain ke dalam model disamping variabel lag produktivitas tenaga kerja. Berdasarkan Tabel 6, nilai koefisien variabel lag hasil estimasi beta kondisional menunjukkan angka positif kurang dari satu dan signifikan, sehingga disimpulkan terjadi kecenderungan konvergensi beta kondisional. Konsistensi dan validitas hasil estimasi didasarkan pada uji Arellano Bond (AB) dan uji Sargan menunjukkan tidak adanya pelanggaran asumsi.

Terjadinya konvergensi produktivitas tenaga kerja sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniasih (2013), Azhara (2014), Kisla dan Deliktas (2015), Udjianto (2018) bahwa terdapat kejadian waktu lalu yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja tahun berjalan atau terdapat sifat kedinamisan (Baltagi, 2005). Hasil perhitungan tingkat konvergensi produktivitas tenaga kerja menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Pulau Jawa untuk mencapai waktu setengah konvergensi (half time convergence) sekitar 1 tahun dengan laju konvergensi sebesar 99,33 persen. Sejalan dengan penelitian Yuniasih (2013) tentang konvergensi produktivitas tenaga kerja regional untuk sektor industri manufaktur mempunyai half-life convergence sekitar 1-2 tahun dengan laju konvergensi sebesar 36,18 persen.

Tabel 5. Hasil estimasi konvergensi beta kondisional dengan FD GMM.

Parameter Estimated

Coefficients Standard Error P-value

(1) (2) (3) (4)

FD-GMM, Variabel endogen : lnProduktivitasi,t

lnProduktivitasi,t-1 0,3703 0,0868 0,0000

lnModalTetap 0,0465 0,0198 0,0190

lnTKterdidik 0,0824 0,0936 0,3790

lnUpah 0,1803 0,0890 0,0430

lnEkspor 0,1420 0,0279 0,0000

lnListrik 0,0649 0,0260 0,0130

RI4 0,1294 0,0553 0,0190

Aglomerasi 0,0462 0,0754 0,5400

Wald Test 250,9300 0,0000

AB Test

AB m1 -4,1650 0,0000

AB m2 -1,1524 0,2492

Sargan Test 9,4243 0,3991

Implied λ 0,9933

Half Life Convergence 0,6978

Modal fisik yang diproxy dengan menggunakan nilai taksiran seluruh barang modal tetap per tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan. Pengaruh positif stok modal fisik pada model menunjukkan kesesuaian dengan teori Solow yang menyatakan akumulasi modal dapat menciptakan suatu produksi yang besar sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Zacny (2016) yang menyatakan bahwa “Labour in an economy saturated with fixed assets is highly productive”. Tenaga kerja yang bekerja di perusahaan dengan asset tetap jenuh akan sangat produktif. Selanjutnya, variabel upah berpengaruh positif dan signifikan. Variabel upah memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap produktivitas industri

Page 11: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Aglomerasi dan Dinamika Industri Manufaktur pada Era Revolusi Industri 4.0 d Koridor Ekonomi Jawa……………(Nugroho dan Wahyuni)

697

dibandingkan dengan variabel lain. Pengaruh upah yang positif signifikan pada model menunjukkan kesesuaian dengan teori efisiensi upah. Shapiro dan Stiglitz dalam Meager dan Speckesser (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi upah yang diberikan kepada tenaga kerja, semakin besar produktivitas tenaga kerja yang dihasilkan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Heshmati dan Rashidghalam (2016) bahwa upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja pada sektor industri manufaktur di Kenyan.

Peningkatan orientasi ekspor secara signifikan berkontribusi pada lingkungan bisnis perusahaan dengan jangkauan pasar yang luas dan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan Kang dalam Heshmati dan Rashidghalam (2016) yang menyatakan orientasi ekspor, kegiatan inovatif dan program pelatihan tidak hanya mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan tetapi juga produktivitas tenaga kerja secara positif. Listrik yang dikonsumsi perusahaan berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Penelitian Heshmati dan Rashidghalam (2016) menyatakan listrik menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja yang disebut sebagai “The Production Environmental Factors”, adapun hasil penelitiannya menyebutkan bahwa listrik berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja.

Variabel dummy Revolusi Industri 4.0 berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja. Pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 sebagai waktu memasuki era Revolusi Industri 4.0 terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja sebesar 0,1294 persen. Adanya peningkatan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja ini menyatakan bahwa Revolusi Industri 4.0 yang erat kaitannya dengan peningkatan teknologi khusunya dalam produksi berpengaruh dalam proses produksi dan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Schuch dalam Hereko et al (2015) dengan penelitiannya yang berjudul “Industry 4.0 as a Factor of Productivity Increase” menyebutkan bahwa peningkatan produktivitas industri pada Revolusi Industri 4.0 dibangun oleh empat komponen yaitu, IT-Globalization, single source of truth, automation and cooperation. Keempat komponen yang berkolaborasi dalam era Revolusi Industri 4.0 yang memungkinkan peningkatan produktivitas dan efisiensi sumber daya secara berkelanjutan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa aglomerasi berdasarkan Indeks Hoover Balassa lebih peka digunakan untuk menganalisis dinamika pertumbuhan industri manufaktur. Aglomerasi industri manufaktur banyak terjadi di wilayah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Adapun variabel-variabel penentu pertumbuhan tenaga kerja industri manufaktur di wilayah Koridor Ekonomi Jawa adalah upah tenaga kerja, efisiensi perusahaan, jumlah perusahaan, indeks persaingan industri, dummy Revolusi Industri 4.0 dan aglomerasi. Selain itu, konvergensi sigma dan beta produktivitas tenaga kerja industri manufaktur terjadi di wilayah Koridor Ekonomi Jawa. Faktor-faktor yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur di wilayah Koridor Ekonomi Jawa adalah produktivitas tenaga kerja industri manufaktur tahun sebelumnya, modal tetap, upah, orientasi ekspor, konsumsi listrik dan dummy Revolusi Industri 4.0.

UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Krismanti selaku dosen pembimbing yang dengan tulus

memberikan bimbingan, semangat, saran dan dorongan kepada penulis dan membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2003). Dinamika spasial industri manufaktur di Jawa Barat, tahun 1990 – 1999. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 8(2), 111-121.

Arifin, Z dan Azhar, K. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri manufaktur besar dan menengah pada tingkat kabupaten/kota di Jawa Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 9(1),

91-106.

Arifin, Z dan Kuncoro, M. (2003). Konsentrasi spasial dan dinamika pertumbuhan industri manufaktur di Jawa Timur (studi kasus industri besar dan sedang, 1994-1999). Jurnal SOSIOHUMANIKA, 16A(1), 119-137.

Page 12: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s

698

Azhara, T. (2014). Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja Antarprovinsi di Indonesia [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Baltagi, B H. (2005). Econometric Analysis of Panel Data 3rd Edition. United Kingdom: John Wiley & Sons.

Bawono, A.N. (2011). Keterkaitan Spasial Perbedaan Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di Pulau Jawa [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Borjas, GJ. (2013). Labor Economics Sixth Edition. New Yok: McGraw-Hill/Irwin.

ILO. (2016). ASEAN in Transformation : The Future of Jobs at Risk of Automation. Geneva: Bureau for Employers’ Activities (ACT/EMP).

Hercko, J et al. (22 Juni 2015). Industry 4.0 as a factor of productivity increase. University of Žilina, Žilina, Slovak Republic. Diakses pada tanggal 2 April 2019 melalui

https://www.researchgate.net/publication/285597330.

Heshmati, A dan Rashidghalam, M. (2016). Labour productivity in Kenyan manufacturing and service industries. IZA – Institute of Labor Economics, 9923, 1-23.

Karagiannis, S. (2007). The knowledge-based economy, convergence and economic growth: evidence from the European Union. The Centre of Planning and Economic Research 11, Amerikis Street, 106 72 Athens,

Greece kepe.gr. Kemenko Perekonomian. (2011). Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI). Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Kisla H dan Deliktas E. (2015). Labor productivity convergence or divergence in transition countries before and after the collapse of Soviet Union. Ege Strategic Research Journal, 6(2), 1-15. Diakses pada tanggal 2

April 2019 melalui https://www.researchgate.net/publication/282963182_Labor_Productivity_Convergence_Or_Divergence

_In_Transition_Countries_Before_And_After_The_Collapse_Of_Soviet_Union.

Kuncoro, M. (2002). An empirical study of manufacturing industries in Java. Economic Growth and Institutional Change in Indonesia during the 19th and 20th Centuries, Amsterdam, 25-26 Febuari 2002.

Kusumaningrum, H. (2017). Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur di Indonesia (2011-2015) [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Landiyanto, E.A. (2005). Konsentrasi spasial industri manufaktur tinjauan empiris di Kota Surabaya. Jurnal Ekonomi dan Pembanguan Indonesia, 5(2), 75-90.

Martin P. and Ottavianno. (2001). Growth and Agglomeration. International Economic Review 42, No. 4, pp.

947-968. Mate, D.et al. (2016). The impact of human capital on labor productivity regarding ‘et 2020’ targets. Network

Intelligence Studies 4(7), 61-67. McKinsey Global Institute (MGI). (2011). Internet Matters: The Net’s Sweeping Impact on Growth, Jobs, and

Prosperity. Washington, DC:.The McKinsey Global Institute.

Meager, N dan Speckesser, S. (2011). Wages, Productivity and Employment: A Review of Theory And International Data. United Kingdom: Institute for Employment Studies.

Pfeiffer, S. (25 Januari 2017). The vision of “industrie 4.0” in the making—a case of future told, tamed, and traded. Nanoethics, 11(1), 107-121. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2018 melalui

https://link.springer.com/article/10.1007/s11569-016-0280-3.

Pindyck, R.S. dan Rubinfeld, D.L. (2013). Microeconometrics Eighth Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson/Prentice Hall.

Prasetyo, B.P. (2010). Dampak Pembangunan Infrastruktur dan Aglomerasi Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Prasetyo, B.P. (2015). Analisis spasial pada aglomerasi industri manufaktur di Pulau Jawa. Working paper of Spatial Analysis. Diakses pada tanggal 10 Febuari 2019

melalui:https://www.researchgate.net/publication/281236041_Analisis_Spasial_Aglomerasi_Industri.

Pujianti, R dan Sitorus, NH. (2016). Analisis struktur pasar perbankan dan stabilitas perbankan di Indonesia (sebelum dan setelah kebijakan arsitektur perbankan Indonesia). Jurnal Ekonomi Pembangunan, 5(2),

217-238. Rosalina R. (2013). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia [Skripsi]. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Schwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. Switzerland: World Economic Forum. Suminar, G.R. (2014). Konvergensi Penyerapan Tenaga Kerja Antarkabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Udjianto, D.W; Susanto J dan Purwiyata. (2018). Infrastructure and labour productivity convergence in

Gunungkidul Region. Journal of Economics and Policy, 11(2), 356-374. Wahyuni, K.T. (2011). Konvergensi dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketimpangan Wilayah

Kabupaten/Kota di Pulau Jawa [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Page 13: AGLOMERASI DAN DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTUR PADA …

Aglomerasi dan Dinamika Industri Manufaktur pada Era Revolusi Industri 4.0 d Koridor Ekonomi Jawa……………(Nugroho dan Wahyuni)

699

Yuniasih, A.F. (2013). Disparitas, Konvergensi, dan Determinan Produktivitas Tenaga Kerja Regional di Indonesia [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Zacny, A.J. (2016). Growth of fixed assets in the economy vs. labour productivity. Uniwersytetu

Ekonomicznego w Katowicach, 276(1), 95-106.