Agustus 2013

Embed Size (px)

DESCRIPTION

IATMI

Citation preview

  • JTMGBJurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

    ISSN 0216-6410

    Vol. : 3 No. : 2 Agustus 2012

    Ikatan Ahli Teknik Perminyakan IndonesiaSociety of Indonesian Petroleum Engineers

    JTMGB Vol. 3 No. 2 Hal. 77-137 Jakarta Agustus 2012 ISSN 0216-6410

  • Keterangan gambar cover:

    Sebuah kegiatan operasi di lapangan tua Bunyu yg dioperasikan oleh PERTAMINA EP masih pro-duktif utk Indonesia.

  • JTMGB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas BumiISSN 0216-6410 Vol. : 3 No. : 2 Desember 2012

    Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah yang diterbitkan sebagai kontribusi para professional ahli teknik perminyakan Indonesia

    yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dalam menyediakan media komunikasi kepada anggota IATMI pada khususnya

    dan mensosialisasikan dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya.

    Alamat Redaksi: Patra Office Tower Lt.1 R.1C Jln. Jendral Gatot Subroto Kav. 32-34

    Jakarta 12950 Indonesia. Tel/Fax: +62-21-5203057 website: http://www.iatmi.or.id email: [email protected]

    Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (ISSN 0216-6410) diterbitkan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Jakarta

    Didukung oleh Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB

    Penanggung Jawab : DR. Ir. Salis S. Aprilian

    Peer Review : Prof. DR. Ir. Pudjo Sukarno (Integrated Production System)Prof. DR. Ing. Ir. HP Septoratno Siregar, DEA (EOR)Prof. Ir. Doddy Abdassah, PhD. (Teknik Reservoir)DR. Ir. Arsegianto (Ekonomi & Regulasi MIGAS)DR. Ir. Sudjati Rachmat, DEA (Well Stimulation and Hydraulic Fracturing)DR. Ir. Sudarmoyo,SE, MT (Penilaian Formasi)Ir. Aris Buntoro, MT (Teknik Pemboran)DR. Ir. Ratnayu Sitaresmi, MT (Teknik Reservoir)Ir. Syamsul Irham, MT (Ekonomi MIGAS)DR. Ir. Taufiq Fathaddin (EOR/Simulasi)DR. Ir. Andang Kustamsi (Teknik Pemboran)

    Dewan Redaksi

    Ketua : DR. Ir. Taufan Marhaendrajana (Engineering Mathematics and Well Testing/Performances)

    Anggota : DR. Ir. Asep K. Permadi (Karakterisasi dan Pemodelan Reservoir)DR. Ir. Tutuka Ariadji (Production Optimization)DR. Ir. Bambang Widarsono (Penilaian Formasi)

    Redaktur Pelaksana : Ir. IGK. Budiartha Ir. Elly M.Jusuf, MSc.Ir. Ana Masbukhin

    Sekretariat : Ir. Bambang PudjiantoLayout Desain : Endy Hadianto, S.Kom

    Alief SyahruSirkulasi : Abdul Manan

    KEPUTUSAN KETUA UMUM IATMI PUSATNO: 03/SK/ IATMI/I/2011

  • JTMGB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas BumiISSN 0216-6410 Vol. : 3 No. : 2 Desember 2012

    Pengembangan Prosedur Estimasi Profil Data Mekanika Batuan Bagi Sumur-sumur Migas Dengan Data Log Yang MinimBambang Widarsono, Fakhriyadi Saptono ............................................................................. 77 - 91

    Penentuan Gas Content Dengan Menggunakan Data Logging Pada Sumur Gas Metana Batubara (CBM)Asri Nugrahanti, Ratnayu Sitaresmi ................................................................................... 93 - 99

    Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Gas Metana Batubara Melalui Pendekatan Kapasitas Adsorpsi Langmuir dari CO2Utomo P. Iskandar, Kosasih, Usman Pasarai .................................................................... 101 - 110

    Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Reservoir Minyak Dengan Injeksi Polimer

    Edward ML Tobing ............................................................................................................. 111 - 122

    Determination Of Reservoir Flow Connectivity By Use Of Production Data In Highly Faulted SystemTaufan Marhaendrajana .................................................................................................... 123 - 128

    Metode Quick Look: Percepatan Persetujuan Plan Of Development (POD)Tutuka Ariadji, Hernansyah, I Made Rommy Permana ................................................... 129 - 137

    DAFTAR ISI

  • KATA PENGANTAR

    Para Pembaca JTMGB yang budiman,

    Dengan kesibukan kita maing-masing tak terasa waktu berjalan dengan cepat, bulan Agustus yang sangat barokah bagi bangsa Indonesia yang memperingati hari kemerdekaan RI yang ke 67 tahun dan melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan serta merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1443 H.

    Bagi kaum muslimin/muslimat, kami atas nama Pengurus dan Segenap Anggota IATMI mengucap-kan Selamat Idul Fitri 1433 H, Taqobalallohu minna wa minkum, mohon maaf lahir dan bathin.

    Maka melalui media ini, kami dengan senang hati bisa kembali menjumpai para pembaca dengan aneka materi bacaan ilmiah yang tersaji dalam JTMGB Edisi Agustus 2012 ini.

    Pada JTMGB edisi ini, kita juga ingin membahas persoalan-persoalan (parameter) yang sederhana tetapi yang memiliki implikasi signifikan terhadap hasilnya. Tulisan yang menyangkut pengembang-an prosedur estimasi profil data mekanika batuan bagi sumur-sumur migas dengan data log yang Minim, di bidang CBM ada 2 tulisan yaitu Penentuan gas content dengan menggunakan data log-ging pada sumur gas metana batubara (CBM) dan Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Gas Metana Batubara .

    Tulisan lain dibidang reservoir ada 2 yaitu tentang Pendekatan Kapasitas Adsorpsi Langmuir dari CO2 dan Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Reservoir minyak dengan injeksi Polimer.

    Tulisan di bidang produksi adalah penggunaan data produksi dalam menentukan konektivitas aliran antar kompartemen dengan metode pengembangan aplikasi model.

    Dalam upaya membantu percepatan persetujuan POD, tulisan berikutnya sangat menarik yaitu peng-gunaan metode quick look: dalam percepatan persetujuan Plan Of Development (POD).

    Selamat menikmati bacaan edisi kali ini. !***

    (SSA)

  • 77

    Pengembangan Prosedur Estimasi Profil Data Mekanika Batuan Bagi Sumur-Sumur Migas Dengan Data Log Yang Minim

    Bambang Widarsono(1) dan Fakhriyadi Saptono(2)(1,2)Researcher at PPPTMGB LEMIGAS

    Jl. Ciledug Raya, Kav 109, Cipulir, Kebayoran Lama. Telp.: (1,2) +62217394422, Fax: +62217246150, e-mail: (1) [email protected]

    Sari

    Berbagai desain dan pelaksanaan operasi di industri perminyakan sektor hulu membutuhkan data sifat mekanis/elastik batuan seperti Youngs modulus, bulk modulus, dan Poisson ratio. Beberapa contoh adalah desain perekahan hidrolik, kestabilan sumur saat pemboran, dan pencegahan permasalahan terproduksinya pasir pada reservoir batupasir tidak kompak. Permasalahan yang timbul berkaitan dengan kebutuhan data tersebut adalah masih langkanya hasil survei yang dilakukan untuk mendapatkan data tersebut baik melalui survei log sumur maupun pengukuran langsung atas sampel batuan di laboratorium. Kelangkaan ini diperburuk lagi dengan sering terjadinya sumur-sumur yang ada memiliki data log yang minim sehingga menyulitkan dilakukannya estimasi atas data sifat elastik batuan yang diperlukan. Untuk mengatasi hal tersebut praktek yang selama ini dilakukan untuk memperoleh data tersebut adalah dengan melakukan perkiraan atau dengan memakai korelasi-korelasi yang tersedia meskipun seringkali tidak memuaskan. Untuk itu perlu dicari alternatif yang memberikan solusi yang baik tanpa perlu melakukan survei lagi secara langsung dan dengan menggunakan data-data yang secara minim tersedia. Metoda dan prosedur yang dibangun di dalam studi ini dapat dikategorikan sebagai kombinasi antara analisis empiris dan penggunaan model analitik sebagai dukungan. Model-model tersebut dipakai untuk memodelkan sifat elastik batuan yang dibutuhkan dan pemodelan (hard computing) dilakukan secara terintegrasi atas data laboratorium dan data sumur. Untuk sumur-sumur dengan data log yang minim, data log yang diperlukan oleh pemodelan diciptakan dengan bantuan soft computing (artificial neural network, ANN). Penerapan percobaan atas sebuah sumur dengan data log minim di lapangan T menunjukkan hasil yang baik dimana data log akustik yang absen dapat diciptakan dan data sifat elastik batuan yang dibutuhkan dapat diperoleh. Kombinasi hard computing dan soft computing yang dipakai dalam studi ini terbukti dapat memenuhi kebutuhan data yang dibutuhkan untuk sumur dengan data log yang minim. Kata kunci: sifat elastik batuan, log sumur, estimasi, uji lab, soft computing.

    Abstract

    Various operational applications and designs in the upstream sector of petroleum industry require data of rock elastic/mechanical properties such as Youngs modulus, bulk modulus, and Poisson ratio. Some examples are designs of hydraulic fracturing, wellbore stability during drilling, and mitigation of sand problem in unconsolidated sandtone reservoir. Problem that arises is the datas scarcity whether data obtained from well-log survey or directly from laboratory testing on rock samples. This data rarity is often worsened by the fact that many wells simply do not have sufficient data from which the needed elastic properties can be inferred. Practices that are often carried out to estimate the rock elastic property data include use of default (i.e assumed) values and utilisation of some empirical relationships derived from other fields or even from other region. Use of these approaches often produces unsatisfactory data estimates. An alternative solution is therefore needed. Method and procedure that is established in this study is essentially a combination between

  • 78

    empirical and analytical approaches. The models in these two approaches are used to model the needed elastic property data using combined well and laboratory data. In cases of wells with insuficient log data, the absent log data is generated through the support of soft computing method of artificial neural network (ANN). Application of the established method and procedure on a well in T field exhibits good results in which missing acoustic log data can be subtituted and the needed rock elastic prperties can be calculated and obtained. Combination of hard computing (i.e conventional computing) and soft computing in this study has proved useful to estimate data in wells with very limited log data.Keywords: rock elastic properties, well log, estimation, lab test, soft computing.

    melakukan pengujian secara khusus dan dengan memakai data masukan yang minim. Penelitian-penelitian dan studi-studi terdahulu telah mengusulkan berbagai metoda dan telah menghasilkan data investigasi dalam jumlah yang cukup besar yang mencakup dari survei sumuran sampai pengukuran langsung atas sampel batuan di laboratorium, dari pendekatan empiris penuh sampai model matematis, dan dari analisis atas sumber tunggal sampai pendekatan kombinasi dari metoda-metoda. Sebagai contoh, Charlez dkk (1987) mengusulkan metoda inversi untuk mengestimasi data-data yang diinginkan tersebut dengan memakai survei fracmeter langsung di sumur, Harrison dkk (1990) menyajikan suatu cara untuk mengekstrak kecepatan gelombang S dari kombinasi antara log akustik monopole dan dipole yang kemudian dapat dipakai mengestimasi sifat elastik batuan, sementara koleksi intensif hasil investigasi langsung atas sampel batuan disajikan oleh Ellis (1987) dan Gebrande dkk (1982) sebagai contohnya. Hubungan-hubungan empiris juga diambil sebagai pendekatan (mis: Birch, 1961; Gebrande dkk, 1982) disamping pengkombinasian hubungan-hubungan tersebut dengan aplikasi model kecepatan gelombang akustik (mis: Montmayeur and Graves, 1986). Seperti yang secara umum diakui, tidak ada satupun dari hubungan-hubungan empiris yang diusulkan memiliki validitas dan dapat diterapkan secara umum.

    Kajian Teoritis: Sifat Elastik batuan II.

    Berbagai studi di masa yang lalu telah memperlihatkan bahwa sifat-sifat fisik batuan (mis: porositas dan saturasi air) memiliki pengaruh yang sangat kuat atas sifat-sifat elastik batuan. Sebagai contoh, laporan-laporan yang termasuk awal untuk areanya yaitu King (1966) dan Domenico

    Latar BelakangI.

    Berbagai kegiatan pada sektor hulu industri minyak dan gas bumi membutuhkan data sifat elastik (sifat mekanika) batuan seperti Poisson ratio, Youngs modulus, dan bulk modulus untuk desain dan perhitungan-perhitungan yang harus dilakukan. Beberapa contoh yang memerlukan data tersebut adalah desain perekahan hidrolik (hydraulic fracturing), antisipasi kemungkinan terproduksinya pasir dari reservoar (sand problem), dan desain kestabilan dinding sumur (wellbore stability). Perkembangan teknologi seismik untuk karakterisasi reservoar akhir-akhir ini bahkan menunjukkan bahwa data sifat mekanika batuan seperti Poisson ratio dapat dipakai untuk mendapatkan indikasi berkaitan dengan porositas batuan dan saturasi fluida di dalamnya. Hal yang menjadi permasalahan adalah data yang dibutuhkan tersebut umumnya tidak dapat diperoleh karena memang tidak adanya kesadaran untuk memperoleh data tersebut melalui survei langsung di sumur-sumur minyak dan gas. Telah umum diketahui bahwa jangankan untuk data sifat mekanika batuan, banyak sumur-sumur migas di Indonesia bahkan tidak memiliki data log sumur yang standar dan mendasar (jenis-jenis log yang dipakai untuk memperkirakan porositas dan saturasi air). Di Indonesia, untuk sebuah reservoar saja jarang sekali dilakukan pengukuran yang dapat menghasilkan sifat elastik batuan. (Survei yang dapat dipakai untuk memperoleh data tersebut adalah dalam bentuk log sumur (full waveform log, Mechpro dari Schlumberger misalnya) dan pengukuran statik yang berupa pengujian kompresi di laboratorium atas sampel batuan.) Disebabkan oleh kelangkaan data tersebut maka diperlukan suatu metoda yang dapat memberikan data tersebut tanpa perlu

  • 79

    (1977) memperlihatkan secara eksperimental efek dari saturasi air dan tekanan pada kecepatan gelombang akustik. Hasil investigasi tersebut belakangan didukung oleh hasil penelitian Wren (1984) yang memperlihatkan bahwa Poisson ratio (salah satu sifat elastik batuan; yaitu rasio antara deformasi pada lateral dan deformasi pada arah axial (tegak lurus terhadap arah lateral) akibat adanya kompresi pada arah axial) ternyata sensitif terhadap keberadaan fluida (atau saturasi fluida). Belakangan Munadi dan Saptono (2000) bahkan memperlihatkan potensi dari kompresibilitas dan impedansi akustik untuk mengestimasi saturasi air pada suatu reservoar batugamping dengan sistem fluida dua fasa gas-air. Sifat elastik sebagai bagian dari sifat mekanika batuan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai respon dari suatu medium terhadap kompresi secara fisik. Respon dari kompresi tersebut adalah dalam bentuk deformasi atau strain (rasio antara deformasi dan dimensi awal). Secara umum sifat mekanika batuan dapat didefinisikan sebagai seluruh respon mekanis yang diberikan oleh suatu medium terhadap kompresi secara fisik dan langsung. Medium tersebut bisa berupa medium elastik maupun non-elastik. Pembahasan mengenai sifat elastik dan non-elastik batuan dapat dilihat pada berbagai buku referensi mekanika batuan (mis: Fjaer dkk, 1992). Logam-logam, batuan beku (igneous rocks), batuan metamorfik (methamorphic rocks), dan batuan sedimen seperti batupasir kompak dan batu gamping biasanya bersifat elastik. Dengan demikian, untuk studi ini perhatian hanya diberikan pada deformasi elastik saja karena untuk banyak hal data mengenai deformasi elastik inilah yang banyak dibutuhkan oleh berbagai kegiatan. Jika pada suatu uji kompresi atas percontoh batuan diperoleh suatu kurva hubungan antara stress dan deformasi maka dari kurva tersebut sifat elastik batuan percontoh diperoleh dengan menggunakan: dengan

    E = Youngs modulus = Poisson ratio

    G = shear modulusK = bulk modulus

    L = deformasi aksialL = panjang sampel silindris batuan

    D = deformasi radialD = diameter sebenarnya sampelF = gaya aksial yang diaplikasikan pd

    sampelL/L = strain aksial

    D/D = strain radial Dalam pengertian secara fisik sifat-sifat elastik batuan memiliki arti sendiri-sendiri. Youngs modulus mewakili kekerasan dari batuan, makin tinggi harganya makin keras medium yang diuji. Poisson ratio adalah rasio antara strain radial dan strain aksial. Tergantung sistem isotropinya, makin keras suatu batuan, ia cenderung akan menunjukkan harga Poisson ratio yang mengecil. Shear modulus merefleksikan kekakuan (rigidity) dari medium terhadap gaya yang bersifat menyobek. Sedangkan bulk modulus adalah resistensi terhadap tekanan yang mengungkung (confining pressure). Bulk modulus adalah kebalikan dari kompresibilitas.Pengujian kompresi di laboratorium dan penggunaan persamaan (1) untuk menurunkan sifat-sifat elastik batuan disebut sebagai pendekatan statik. Getaran akustik yang merupakan penjalaran energi mekanis di dalam tubuh medium yang dilaluinya pada dasarnya adalah penjalaran gelombang tekanan (pressure wave) yang berwujud penjalaran deformasi elastik. Untuk kategori gelombang badan (body waves) ada dua jenis gelombang yaitu gelombang primer (primary wave) atau gelombang P dan gelombang sekunder (secondary wave) atau gelombang S. Gelombang P dicirikan dengan arah deformasi yang searah dengan arah rambat gelombang sedangkan gelombang S dicirikan dengan arah deformasi yang tegak lurus terhadap arah rambat gelombang. Untuk suatu jenis medium, kecepatan rambat gelombang P selalu lebih tinggi dibanding kecepatan rambat gelombang S. Gambar 1 memperlihatkan penggambaran singkat dari kedua jenis gelombang badan. Seperti halnya dengan kompresi statik, mekanisme yang bekerja pada penjalaran gelombang akustik adalah deformasi sebagai

    vD

    DL

    L=

    GE

    v=

    +2 1( )

    K G vv

    = +

    23

    11 2( )( )

    dan.... (1)

    EF

    AL

    L=

  • 80

    Dengan menggunakan persamaan (2) di atas dan dengan mengasumsikan kondisi isotropik maka shear modulus (G) dan bulk modulus (K) dapat ditentukan dengan menggunakan kedua persamaan di atas jika Vp, Vs, dan diketahui. Youngs modulus (E) ditentukan dengan menggunakan persamaan isotropik berikut :

    V K Gp =+1 33,

    V G8 = dan ........... (2)

    EV V V

    V Vs p s

    p s

    =( )

    2 2 2

    2 2

    3 4.................................. (3)

    K G vv

    = +

    23

    11 2( )( )

    .................................. (4)

    respon terhadap kompresi yang diberikan oleh gelombang akustik. Hal yang membedakannya dari kompresi statik adalah deformasi yang terjadi sangat kecil, dengan amplitudo yang kecil, tapi dengan frekuensi tinggi (frekuensi ultrasonik bisa mencapai sekitar sejuta penerapan gaya kompresi (compression force application) dalam satu detik. Berlainan halnya dengan uji kompresi dimana deformasi yang terjadi mencapai maksimum (sampai mencapai puncak kekuatan batuan) dengan frekuensi yang dikatakan sebagai nol. Hal ini yang menyebabkan timbulnya istilah bahwa proses uji kompresi sebagai pengujian statis sedangkan pengujian dengan menggunakan gelombang akustik sebagai pengujian dinamik. Pengujian dinamik dengan menggunakan gelombang akustik pada dasarnya adalah mengukur waktu yang dibutuhkan gelombang akustik untuk merambat sepanjang tubuh sampel medium/batuan (transit time). Waktu rambat ini kemudian dikonversikan ke kecepatan rambat jika panjang dari sampel diketahui. Untuk mendapatkan elastik modulus, hubungan berikut diperlukan :

    dimana

    K = bulk modulus (1/kompresibilitas), psi atau MPa

    G = shear modulus (kekakuan), psi atau MPa

    = rapat massa, lb/cuft atau kg/m3

    Rasio antara strain dengan arah tegak lurus terhadap arah kompresi dan strain dengan arah searah dengan kompresi, yang disebut Poisson ratio (V), ditentukan dengan menggunakan persamaan :

    Seperti yang dinyatakan sebelumnya, kecepatan gelombang akustik berhubungan erat dengan modulus elastik; jadi dengan mengetahui data rapat massa (misalnya dari log densitas) maka jika diperoleh data dari log full waveform seharusnya modulus elastik yang diinginkan akan dengan mudah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan (2) sampai (4). Namun kenyataannya tidak semudah itu karena meskipun log full waveform dapat diperoleh untuk suatu sumur (dan itu jarang sekali di Indonesia) tetap ada suatu permasalahan konseptual yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebuah gelombang akustik memiliki amplitudo yang kecil dengan frekuensi tertentu, sementara parameter-parameter yang diperlukan untuk menganalisis aplikasi-aplikasi mekanika batuan (perekahan hidrolik misalnya) adalah statik sifatnya dan harus bisa dianggap valid untuk berbagai variasi amplitudo stres. Berbagai bukti eksperimental memperlihatkan bahwa ada perbedaan yang cukup besar (berkisar dari beberapa sampai beberapa ratus persen) antara modulus statik dan dinamik. Secara umum, perbedaan terbesar terjadi pada batuan yang tidak begitu keras, dan berkurang dengan bertambahnya tekanan (King, 1970). Untuk batupasir kering yang tidak begitu kompak rasio antara modulus dinamik dan statik dapat mencapai 5 10 bahkan lebih.

    Gambar 1. Penggambaran singkat dari kedua je-nis gelombang badan.

  • 81

    VP f K

    rpd f

    b

    2 =+ ( ) ..................................... (5)

    P K Gd d d= +43

    .................................. (6)

    f K K

    KK

    KK

    K KKK

    f f

    d

    m

    f

    mm d

    f

    m

    ( ) =

    + ( )

    1

    1

    2

    ..... (7)

    dan fungsi f(Kf ), sebagai

    Tidak ada penjelasan yang memuaskan berkaitan dengan problem perbedaan antara modulus statik dan dinamik ini. Beberapa penyebab yang diperkirakan memiliki peran dapat dilihat pada Johnston dkk (1979). Dalam studi ini yang dimaksud dengan profil modulus elastik di sumur masih terbatas pada modulus elastik yang diperoleh melalui proses dinamik (akustik) karena memang tulisan ini memberikan usul mengenai suatu cara untuk menghasilkan data sifat elastik batuan dari perangkat data yang minim. Pencarian suatu cara untuk mengkonversi data modulus dinamik ke modulus statik adalah suatu hal yang lain dan dapat dianggap sebagai penyempurnaan lebih lanjut dari metoda yang diusulkan ini. Ide utama yang melandasi metoda dan pendekatan yang dipakai dalam studi adalah menggunakan model kecepatan gelombang akustik untuk menentukan modulus elastik dengan data masukan utama adalah data log akustik dan didukung data-data lain baik dari sumur maupun dari laboratorium. Untuk keperluan tersebut model yang dipakai adalah model yang diciptakan oleh Gassmann (Gassmann, 1951) yang meskipun telah berumur lebih dari setengah abad masih dianggap sebagai model klasik yang bisa menerangkan hal-hal fundamental yang berkaitan dengan pengaruh modulus elastik atas kecepatan gelombang akustik. Teori Gassmann yang didasarkan atas penerapan teori deformasi elastik pada sebuah medium yang dibentuk oleh bola-bola ini adalah merupakan ekspresi teoritis yang pertama untuk menerangkan kelakuan elastik dari medium berpori yang tersaturasi fluida. Kecepatan rambat gelombang P pada zero-frequency (frekuensi rendah) menurut teori ini dapat diekspresikan secara sederhana, seperti yang tersaji pada persamaan (5) sebagai

    b f m= + ( ) 1 ................................ (8)

    f w w w hcS S= + ( )1 ................................ (9)dimana

    Kc S c S cf f w w w hc

    = =+ ( )

    1 11

    ................... (10)

    rongga pori batuan. Modulus gelombang P secara fisik dapat diartikan sebagai sifat mekanis yang merepresentasikan tingkat kekerasan dari batuan pada keadaan kering, sedangkan inkompresibilitas fluida pori yang merupakan variabel utama dalam f(Kf ) adalah gambaran resistensi dari fluida terhadap tekanan/stress yang diberikan oleh gelombang P pada saat merambat. Makin tinggi harga kedua variabel tersebut makin tinggi kecepatan gelombang P untuk menjalar melewatinya.Sedangkan Pd pada persamaan (5), modulus gelombang P untuk medium pada keadaan kering dapat diekspresikan sebagai (pada Timur, 1987):

    dimana K adalah inkompresibilitas (atau sering juga disebut sebagai modulus bulk), G adalah modulus shear, dan notasi d, f , dan m menandakan masing-masing untuk sistem kerangka batuan, fluida yang terkandung di dalam pori, dan matriks batuan. Untuk batuan yang mengandung air dan hidrokarbon, rapat massa batuan diekspresikan sebagai:

    dan inkompresibilitas fluida, Kf, yang sesungguhnya merupakan kebalikan dari kompresibilitas, cf, adalah

    dimana Pd adalah modulus gelombang P untuk kerangka matriks batuan (atau dapat juga disebut sebagai modulus gelombang P dalam keadaan kering atau tidak mengandung cairan apapun di dalam sistem porinya), dan f(Kf ) adalah fungsi dari inkompresibilitas dari fluida yang ada pada

    dimana S adalah simbol dari saturasi dan w dan hc menandakan masing-masing saturasi air dan saturasi hidrokarbon.

  • 82

    Inkompresibilitas kerangka batuan, Kd, pada persamaan (11), yang merupakan inversi dari kompresibilitas batuan kering, cd, memiliki hubungan dengan kompresibilitas volume pori melalui

    berkaitan dengan harga porositas 12%. Dengan demikian semua zona-zona batupasir di lapangan tersebut yang diinterpretasikan sebagai memiliki harga-harga porositas di bawah 12% bukanlah dianggap sebagai zona-zona produktif dan tidak diikutkan dalam pemetaan reservoar. Untuk keperluan studi ini 4 sumur dari area yang berdekatan yaitu TX 4, TX 7ST, TX 9, dan TX 12. Dari keempat sumur tersebut, TX 9 memiliki data sampel batuan (core), sementara TX 7ST, TX 9, dan TX 12 memiliki data log sumur standar (log log SP, gamma ray, resistivity, neutron - CNL, density - FDC, dan akustik Sonic) yang dapat dipakai untuk memperoleh data-data kandungan lempung, porositas, saturasi air, dan impedansi akustik. (Sumur TX 12 bahkan memiliki log PEF yang surveinya dilaksanakan bersamaan dengan alat density LDL.) Ketiga sumur tersebut juga memiliki log akustik yang merupakan masukan utama bagi estimasi profil sifat mekanika batuan (yang dalam studi ini akan lebih difokuskan pada poisson ratio saja). Sedangkan sumur TX 4 memiliki data yang relatif lebih minim yaitu tidak memiliki log akustik sehingga perlu dihasilkan log akustik sintetik sehingga estimasi profil sifat mekanika batuan juga bisa dilakukan untuk sumur tersebut.

    Pengukuran Akustik atas Percontoh Batuan Di laboratorium

    Untuk kebutuhan pengukuran sebanyak delapan sampel batuan (plug) yang diambil dari sumur TX 12. Sampel-sampel batu pasir tersebut dari tipe yang cukup kompak dengan ukuran butir yang tergolong halus dan sedikit kasar. Sebelum pengukuran atas kecepatan rambat gelombang akustik dilakukan, dilakukan pencucian, pengeringan dan pengukuran untuk memperoleh sifat-sifat petrofisika dasarnya (porositas, permeabilitas, dan densitas matriks). Pada tahap berikutnya, pengujian cepat rambat gelombang akustik dilakukan atas kedelapan sampel batuan tersebut. (Kedelapan sampel batuan tersebut mewakili spektrum porositas 7% - 30%). Pengukuran dilakukan dibawah temperatur ruang dan tekanan overburden efektif 1800 psia (12,36 MPa), sesuai dengan perkiraan untuk reservoar yang bersangkutan. Pengukuran dilakukan baik dalam keadaan

    Kc c cd d p m

    = =+

    1 1

    ........................... (11)

    Hubungan antara kecepatan rambat gelombang P (Vp) dan saturasi air (Sw) terlihat jelas dari persamaan-persamaan (5) sampai (11). Dengan jelas terlihat adanya dua variabel, yang dianggap sangat berpengaruh pada persamaan (5), yang terpengaruh oleh variasi dari S

    w. Meskipun

    kedua variabel pada persamaan (5) tersebut adalah pada dasarnya berbanding terbalik tetapi naiknya S

    w cenderung untuk menaikkan harga

    Vp, terutama pada sistem dua fasa minyak-air. Teori Gassmann dengan jelas menunjukkan pengaruh nilai porositas dan saturasi air terhadap kecepatan rambat gelombang akustik, meskipun dari orde relasinya dengan kecepatan rambat terlihat bahwa porositas lebih berpengaruh atas kecepatan rambat dibandingkan dengan saturasi air. Meskipun demikian, berhubung kedua parameter petrofisika tersebut adalah merupakan variabel yang sangat penting secara umum dan dapat dianggap sebagai mempengaruhi setiap properti dari batuan maka keduanya akan memainkan peran yang penting dalam pemodelan yang akan dilakukan kemudian.

    Studi KasusIII.

    Sebagai contoh penerapan, suatu lapangan minyak di Jawa Timur diambil. Litologi utama yang membentuk zona-zona produktifnya adalah batupasir dengan tipe porositas intergranular yang merupakan karakter sistem pori klastik. Untuk lapangan tersebut secara keseluruhan pada umumnya zona-zona produktif memiliki porositas yang berkisar antara 7% sampai 35% dengan permeabilitas yang berkisar, untuk selang porositas tersebut, dari 3 mD sampai sekitar 320 mD. Sebagai catatan, harga pancung untuk porositas dan permeabilitas yang dipakai untuk memisahkan zona produktif dari zona yang tidak produktif masing-masing adalah 5 mD untuk permeabilitas yang mana menurut evaluasi petrofisika yang kami lakukan harga tersebut

  • 83

    kering dan tersaturasi yang bervariasi antara Sw

    = 0 % sampai Sw = 100 %. Proses pensaturasian

    dilakukan dengan kombinasi proses pendesakan dan pengvakuman. Pada setiap pergantian tekanan overburden efektif, periode stabilisasi dilaksanakan sebelum dilakukan pencatatan waktu rambat gelombang. Fluida yang digunakan dalam pengukuran adalah air formasi dan minyak sintetik. Sesuai dengan data komposisi air yang diperoleh maka air formasi direkonstruksi dengan air payau dengan konsentrasi pada sekitar 13300 ppm NaCl. Minyak sintetik dengan viskositas 10,27 cp dan densitas 0,8 gr/cc (800 Kg/m3) dipilih untuk menggantikan minyak formasi pada Tres = 176,4 oF (80,2 oF) dan Pres = 1120 psia (7,72 MPa). Dengan demikian, patut untuk diperhatikan bahwa dengan tekanan gelembung minyak Pb = 955 psia maka sistem fluida pada reservoar adalah minyak - air. Minyak sintetik yang dipakai memiliki kompresibilitas 8 x 10-6 psi-1, sedikit lebih kecil dibanding kompresibilitas minyak formasi 10,2 x 10-6 psi-1. Mengingat peran penting dari kompresibilitas dalam mengatur penjalaran gelombang akustik, perbedaan ini sedikit banyak akan tercermin dalam perbedaan antara kecepatan gelombang P pada keadaan laboratorium dan reservoar.Gambar 2 memperlihatkan contoh dari hasil pengukuran yang telah ditransformasikan menjadi impedansi akustik (AI). Hasil-hasil yang diperoleh memang sesuai dengan yang diharapkan dan sejalan dengan apa yang pernah dilaporkan oleh Gregory (1976) dan Domenico (1976). Suatu lonjakan atau jump dari Vp

    sampel kering ke Vp sampel tersaturasi air 100% yang biasa terjadi pada saat saturasi air mencapai sekitar 90% 95% jika fasa yang menemani air adalah gas/udara, dan bukan minyak sintetik seperti yang dipakai dalam pengukuran ini, tidak terjadi. Hal ini juga sesuai dengan ekspektasi dan sesuai dengan teori Gassmann yang meramalkan kenaikan secara gradual dari Vp dengan semakin meningginya saturasi air (dan menurunnya saturasi minyak).Sebagai data tambahan, saturasi air, dan kecepatan rambat gelombang S (Vs) juga direkam meskipun tidak dipakai dalam studi ini sehingga poisson ratio () bisa ditentukan seperti yang tersaji pada Gambar 3. Dengan demikian satu set data laboratorium yang terdiri dari Vp, Vs, Sw, , b, , dan AI telah siap untuk dipakai pada tahap berikutnya.

    Gambar 2. Hasil pengukuran akustik (telah dikonversikan menjadi impedansi akustik, AI).

    Gambar 3. Hasil pengukuran akustik (telah dikonversikan menjadi Poisson ratio).

    Pemodelan Matematis

    Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, modulus elastik ditentukan dengan menggunakan model Gassmann dan teori kecepatan rambat gelombang akustik pada media elastik. Untuk keperluan tersebut, secara umum kegiatan pemodelan dan aplikasi meliputi:

    Pemodelan dan validasi atas data 1. laboratoriumPemodelan dan validasi atas data 2. log sumur key wells dengan menggunakan data-data yang diperoleh pada pemodelan atas data laboratorium

  • 84

    Pemodelan atas data laboratorium

    Tujuan utama dari pengukuran sampel batuan dari reservoar pemodelan yang kemudian diikuti dengan pemodelan atas data yang diperoleh adalah untuk membuktikan bahwa teori atau model yang akan kita pakai untuk memodelkan data dari log sumur adalah valid untuk batuan reservoar tersebut. Disamping itu, hasil samping yang tidak kalah pentingnya adalah dapat diperolehnya data-data intrinsik batuan yang tidak dapat diperoleh dari sumber lain. Sebagai contoh, dalam studi ini data-data intrinsik tersebut adalah bulk modulus kering (Kd) dan shear modulus kering (Gd) pada persamaan (7) versus porositas yang didapat setelah model Gassmann yang diterapkan pada data laboratorium telah dianggap valid. Kd dan Gd untuk berbagai harga porositas akan sangat diperlukan jika persamaan (7) akan dipakai untuk pemodelan batuan reservoar yang umumnya memiliki variasi porositas yang cukup tinggi. Hanya di laboratorium kedua parameter tersebut bisa diukur dan diperoleh datanya. Permasalahan utama untuk mendapatkan Kd dan Gd untuk berbagai harga porositas adalah terbatasnya jumlah sampel batuan yang ada. Batuan yang ada pun sering tidak mencakup selang porositas yang ada. Untuk mengatasi hal ini pemodelan atas data laboratorium diperlukan. Hal ini juga merupakan salah satu tujuan dari pemodelan yang dilakukan. Dengan mengikuti prosedur yang diusulkan oleh Widarsono dan Saptono (2000) model Gassmann juga dipakai untuk menghasilkan kedua parameter kering yang dibutuhkan, sebagai fungsi dari porositas, setelah tercapai kecocokan (agreement) dengan data teramati (observed). Secara urut kegiatan pemodelan atas data laboratorium adalah sebagai berikut:

    Pemrosesan data pengukuran laboratorium 1. menurut prosedur standar sehingga dihasilkan data porositas, saturasi air, densitas, kecepatan rambat gelombang P dan S velocities, impedansi akustik, dan modulus elastik yang dalam studi ini hanya dibatasi sebagai poisson ratio saja.Pemodelan hubungan antara parameter 2. petrofisika (porositas dan saturasi air) dan impedansi akustik serta poisson ratio dengan menggunakan model kecepatan rambat

    gelombang. Saturasi air adalah keluaran dari model. Contoh model relasi dapat dilihat pada Gambar 4.Perbandingan antara saturasi air terhitung 3. dengan saturasi air teramati dilakukan untuk melihat validitas model. Selama belum didapatkan kecocokan yang dapat diterima maka dilakukan pengubahan-pengubahan (adjustments) dari parameter Kd dan Gd dalam batas toleransi yang telah ditentukan (modifikasi 4% dari data Kd dan Gd yang dipakai pada awalnya). Pada saat kecocokan antara saturasi air terhitung dengan saturasi air teramati telah masuk dalam batas-batas yang dapat diterima (Gambar 5) maka kurva Kd dan Gd versus porositas yang terakhir (Gambar 6) dipakai adalah yang dianggap valid untuk model yang dipakai. Data ini yang kemudian akan dipakai sebaga first guess dalam pemodelan pada data log sumur. Patut untuk dicatat disini bahwa harga Kd dan Gd

    Gambar 4. Model hubungan antara kecepatan gelombang P, Poisson ratio, porositas, dan saturasi air untuk data labo-ratorium

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    0 20 40 60 80 100

    Sw-lab, %

    Sw- m

    odel

    , %

    Gambar 5. Perbandingan antara saturasi air terhitung (cal-culated) dan saturasi air teramati (observed) untuk sata laboratorium.

  • 85

    yang sebenarnya untuk suatu harga porositas tertentu belum tentu akan sama dengan yang semula diukur secara langsung pada sampel kering, lihat White (1983).

    Pemodelan atas data log sumur

    Dengan menggunakan data dari hasil analisis log sumur dan dengan dukungan data Kd dan Gd versus porositas dari laboratorium sebagai first guess pemodelan dilakukan untuk data log sumur dengan mengikuti urutan kegiatan sebagai berikut:

    Pemodelan dengan cara yang sama dengan di 1. laboratorium dilakukan atas data log sumur dari key wells yaitu TX-7. Modifikasi dari data Kd dan Gd versus porositas dilakukan dengan membandingkan saturasi air hasil kalkulasi (S

    w model) dengan saturasi hasil analis

    log sumur (Sw log) untuk titik-titik kedalaman

    yang sama. Akhir dari modifikasi ditandai dengan kecocokan yang dapat terima, seperti disajikan pada Gambar 7.Dengan dianggap validnya model Gassmann 2. yang diterapkan pada data log sumur maka kurva-kurva Kd dan Gd versus porositas yang telah dimodifikasi (modifikasi maksimal adalah 5% dari harga awal) dapat dianggap valid (Gambar 8).

    Dengan diperolehnya perangkat Kd dan Gd versus porositas yang dianggap valid untuk skala sumuran (Gambar 8) maka korelasi Vp poisson ratio porositas saturasi air untuk struktur TX dapat dibuat (Gambar 9). Catatan: Vp diekspresikan dalam bentuk impedansi akustik

    Gambar 6. Modulus bulk kering (Kd) dan modulus shear kering (Gd) vs. porositas sebagai hasil dari pemodelan atas data laboratorium.

    Gambar 7. Perbandingan antara saturasi hasil kalkulasi dan saturasi air hasil log analisis untuk titik kedalaman yang sama. Contoh: sumur TX 7.

    Gambar 8. Modulus bulk kering (Kd) dan modulus shear kering (Gd) vs. porositas akhir yang dianggap valid untuk data log struktur TX.

    Gambar 9. Model hubungan antara kecepatan gelombang P (dinyatakan dalam AI, Poisson ratio, porositas, dan satu-rasi air untuk data log.

    (AI) yang merupakan produk dari perkalian Vp dengan rapat massa (b). Dengan diperolehnya korelasi pada Gambar 9 maka profil sifat mekanika batuan, dalam hal ini poisson ratio, dapat dibuat (Gambar 10).Dengan diperolehnya hubungan Kd dan Gd versus

  • 86

    Gambar 10. Profil Poisson ratio (V) untuk sumur TX 9.

    Gambar 11. Profil kecepatan gelombang S (Vs) untuk sumur TX 9

    Gambar 12. Profil Youngs modulus (E) untuk sumur TX 9

    Gambar 13. Profil bulk modulus (E) untuk sumur TX 9.

    porositas yang sudah valid untuk tingkat sumur (Gambar 8) maka kecepatan rambat gelombang S (Vs) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2) dengan mengasumsi G adalah sama dengan Gd untuk porositas yang sama. Asumsi ini dapat dibenarkan untuk diambil

    karena G memang secara teoritis tidak berubah dengan ada atau tidak adanya cairan di dalam rongga pori batuannya. Gelombang S memang tidak dapat merambat melalui fluida. Gambar 11 memperlihatkan hasil profil Vs untuk sumur TX 9. Dengan menggunakan persamaan (3) dan (4)

  • 87

    maka profil Youngs modulus dan bulk modulus untuk sumur tersebut (Gambar 12 dan 13) dapat dihasilkan.

    Penerapan Neural Network untuk Menghasilkan Log Akustik Sintetik

    Seperti telah dinyatakan sebelumnya, masukan utama bagi pemodelan dengan menggunakan model Gassmann adalah kecepatan rambat gelombang P (Vp) yang diperoleh dari data waktu rambat (tp) survei log akustik. Dalam studi yang menggunakan 4 sumur sebagai studi kasus, tiga sumur memiliki log akustik yaitu TX 7ST, TX 9, dan TX 12 dan satu sumur tidak memilikinya yaitu TX 4. Sesuai dengan pendekatan yang diambil untuk studi ini, yaitu pemakaian teori Gassmann untuk memprediksi sifat-sifat mekanika dari batuan reservoir, log akustik adalah masukan utama yang diperlukan. Tidak dimilikinya log akustik oleh sumur TX 4 adalah suatu hambatan terhadap aplikasi dari pendekatan yang diambil dalam studi ini. Untuk itu perlu dicari suatu cara untuk menghasilkan suatu jenis log akustik sintetik yang dapat dipercaya tingkat kebenarannya. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menerapkan pendekatan analitik yaitu memakai teori perambatan gelombang akustik seperti halnya teori Gassmann. Tetapi teori Gassmann inilah yang justru dipakai untuk memperoleh modulus-modulus elastik yang diinginkan dengan memakai log akustik, data yang justru tidak ada, sebagai masukan utamanya. Dengan demikian perlu dicari suatu alternatif pendekatan lain. Hal yang menarik perhatian dari sumur TX 4 ini, dan juga tentu sumur-sumur yang memiliki data yang minim, bahwa ia masih memiliki data-data lain (log SP, log resistivity, dan satu jenis log porositas yaitu log densitas) yang dapat dipastikan sama-sama memiliki keterkaitan secara kausatif dengan sifat-sifat fisik dan mekanika dari batuan yang sedang distudi. Dengan demikian, adalah suatu hal yang masuk akal bahwa satu cara yang dapat digunakan untuk merealisasikan hal ini adalah dengan cara mempelajari pola hubungan antara keluaran survei log akustik dengan log-log (maupun keluarannya) yang lain. Pola hubungan yang

    sudah dipelajari dan dianggap valid kemudian akan dipakai untuk menghasilkan data profil log akustik sintetik bagi sumur-sumur yang tidak memiliki data log akustik. Log akustik sintetik inilah yang kemudian dijadikan input utama model Gassman (yang telah dianggap valid) bagi estimasi profil sifat mekanika di sumur. Untuk itu maka pendekatan soft computing dengan menggunakan artificial neural network (ANN) diambil.ANN yang digunakan pada studi ini adalah jaringan supervised backpropagation. Backprogation adalah suatu algoritma yang dikendalikan oleh suatu gradien yang dipakai untuk mengestimasi koefisien-koefisien (kekuatan hubungan antara neuron) dengan jalan meminimumkan suatu fungsi kesalahan. Detil-detil teknis secara lebih dalam dapat dilihat pada Bishop 1995). Sumur-sumur TX 7ST, TX 9 (sumur yang dipakai uji coba untuk penentuan profil sifat mekanika batuan), dan TX 12 dipakai sebagai sumur-sumur yang akan memberikan data-data yang diperlukan bagi pemelajaran pola hubungan. Dalam operasinya, ANN memiliki tiga tahap yang harus dilakukan secara berturutan. Tahap pertama adalah tahap pembelajaran (training stage) di mana ANN akan dipaksa untuk mempelajari pola hubungan antara porositas neutron, saturasi air, kandungan serpih, dan rapat massa (densitas) dengan waktu rambat (tp) log akustik pada ketiga sumur training di atas. Pada tahap kedua, yaitu tahap validitas, ANN akan dipakai untuk memberikan estimasi atas log akustik sintetik pada sumur-sumur yang dipakai dalam tahap pembelajaran. Pada tahap ketiga, tahap prediksi, ANN yang telah dianggap valid akan dipakai untuk menghasilkan log akustik untuk sumur yang tidak memiliki log akustik dalam hal ini sumur TX 4. Dalam prakteknya, data dari ketiga sumur yang tersebut diatas dipakai dalam tahap pembelajaran di mana jumlah hidden layer yang ada dalam ANN dibatasi untuk tidak lebih dari 8 saja. (Hal ini disebabkan oleh suatu kenyataan bahwa dengan makin banyaknya hidden layers maka ANN akan makin dapat dengan detil mempelajari pola dari hubungan antar data. Tetapi di sisi lain, dengan makin mendetilnya pola yang dapat dipelajari oleh ANN, ANN akan kehilangan kemampuannya untuk melihat pola hubungan secara lebih umum. Hal ini biasanya

  • 88

    ditandai dengan training error yang sangat kecil tapi dengan kesalahan prediksi yang besar.) Dalam studi ini akhirnya diperoleh jumlah hidden layer sebanyak 6 yang memberikan training error di bawah 2% atau sekitar 1 2 mdetik/kaki. Dalam tahap ke dua, yaitu tahap validasi, masing-masing sumur yang datanya dipakai untuk training masing-masing diberi estimasi log akustik sintetiknya. Dari hasil yang diperoleh, perbedaan antara tp estimasi (calculated) dan pengamatan (observed) tidaklah terlalu besar dan masih dalam ambang yang bisa diterima (< 1-2%). Akurasi ini dapat dimengerti karena ANN telah dapat mempelajari pola hubungan dengan baik, dengan jumlah hidden layer yang tidak terlalu besar sehingga dapat diharapkan hasil prediksi yang cukup akurat. Dengan demikian ANN dapat dianggap siap pakai untuk memprediksi log akustik sintetik bagi sumur TX 4. Pada tahap prediksi, data porositas (data ini mungkin bahkan tidak ada untuk sumur-sumur di tempat lain di Indonesia), saturasi air, dan data log lainnya dari sumur TX 4 dipakai sebagai masukan. Dengan memakai pola hubungan yang telah dipelajari maka ANN memberikan data tp log akustik yang diinginkan untuk selang kedalaman asal data-data masukan yang dipakai. Gambar 14 menyajikan hasil yang diperoleh, yang disajikan bersama dengan data

    log densitas (density log) untuk kedalaman yang sama. Terlihat dengan jelas konsistensi antara kedua kurva dimana menurunnya rapat massa (b) dibarengi dengan membesarnya tp yang merefleksikan porositas batuan yang membesar, dan demikian juga sebaliknya. Dari hasil yang diperoleh, terlihat manfaat yang sangat besar dari ANN untuk memberikan data sintetik bagi log-log yang tidak pernah dilakukan surveinya.

    Pembahasan LanjutIV.

    Dalam menerapkan prosedur dan metode ini dalam kegiatan praktis sehari-hari memang membutuhkan data yang memadai dan aktivitas yang cukup intensif dalam pemodelan ANN. Keberadaan data pengukuran laboratorium atas percontoh memang akan sangat membantu karena sifat datanya yang dapat diukur dengan tingkat keakuratan yang tinggi sehingga memberikan first guess hubungan properti kering elastik versus porositas yang baik. Hal ini akan membantu sekali dalam membimbing bentuk hubungan tersebut pada saat pemodelan naik ke tingkat sumur. Meskipun demikian, jika data pengukuran laboratorium yang dibutuhkan tersebut tidak tersedia maka pemodelan ANN bisa langsung menuju pemodelan dengan menggunakan data log pada sumur kunci. Dalam keadaan seperti demikian hubungan properti elastik versus porositas tetap dapat dibuat dengan mengacu pola hubungan seperti yang tersaji pada Gambar 6. Dengan mempergunakan hubungan tersebut sebagai first guess, modifikasi tetap dapat dilakukan sejalan dengan pemodelan ANN yang dilakukan atas data log sumur. Untuk penelitian pada tahap ini, penelitian baru dilakukan pada tahap penerapan model untuk menghasilkan data profil properti elastik pada sumur-sumur TX yang tidak memiliki data log properti elastik batuan. Dengan demikian maka perbandingan antara properti elastik hasil perhitungan dengan menggunakan model ANN dan properti elastik dari log properti elastik (misal: Mechpro Schlumberger) tidak dapat dilakukan. Untuk tahap lanjut penelitian, perlu diperoleh sumur yang memiliki data ini sehingga dapat dipelajari apa kelebihan dan kekurangan dari pendekatan ini. Seperti halnya properti elastik batuan yang dihasilkan dari data kecepatan gelombang akustik,

    Gambar 14. Contoh log akustik sintetik (kiri) hasil penera-pan ANN (sumur TX 4). Disajikan bersama dengan log density untuk membuktikan konsistensinya.

  • 89

    maka profil properti elastik batuan reservoir yang dihasilkan dari model masih bersifat properti elastik dinamis dan belum bersifat properti elastik statik yang merupakan data yang dibutuhkan dalam berbagai aplikasi mekanika batuan di sumur. Data tersebut umumnya diperoleh dari pengujian kompresi atas percontoh batuan yang dilakukan di laboratorium. Properti elastik statik inilah yang merupakan properti elastik yang sebenarnya. Dengan demikian, penelitian lanjut dari studi juga dapat diarahkan menuju penciptaan suatu metode untuk mengkonversi properti elastik dinamik yang sudah dapat dihasilkan dari studi ini menjadi properti elastik statik yang siap pakai.

    KesimpulanV.

    Dari studi yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan utama yaitu

    Sebuah prosedur untuk menghasilkan profil 1. data sifat mekanika (modulus elastik) batuan telah dapat dihasilkan. Prosedur tersebut merupakan kombinasi antara pengukuran di laboratorium atas sampel batuan, pemodelan matematis dengan menggunakan teori perambatan gelombang, dan penerapan artificial neural network (ANN). Rangkuman dari prosedur yang diusulkan dapat dilihat pada Lampiran.

    Pemodelan pada tingkat laboratorium lebih 2. mudah daripada pemodelan pada tingkat sumuran. Heterogenitas batuan dan perbedaan resolusi dari alat alat log sumur adalah penyebab utamanya.Kesulitan dalam pemodelan dengan 3. menggunakan model Gassmann dapat diatasi dengan menyeleksi data dan menyingkirkan data-data yang terlalu jauh menyimpang dari kaidah-kaidah normal hubungan antara data.Kesulitan dalam proses 4. training dalam penerapan ANN sebaiknya diatasi dengan cara menyeleksi data secara lebih seksama daripada dengan cara menambah jumlah hidden layer secara membabi buta.Kurva-kurva K5. d dan Gd versus porositas yang terakhir digunakan, setelah beberapa kali modifikasi selama proses pemodelan, adalah hasil utama dari pemodelan itu sendiri karena darinya dapat dihasilkan kecepatan

    gelombang P (Vp) dan kecepatan gelombang S (Vs) sintetik yang dapat dipakai menghasilkan semua modulus elastik yang diperlukan.

    Daftar Pustaka

    Birch, F. (1961). The Velocity of Compressional Waves in Rocks to 10 Kilobars (Part II). Journ. Geophys. Res., 66, 2199 2224.

    Bishop, C.M. Neural Network for Pattern recognition, Oxford University Press, London, 1995.

    Charlez, P., Saleh, K. and Despax, D. (1987). The Fracmeter: A New Numerical Method to Evaluate the State of Stress and the Elastic Properties of Rocks. SPE 15773, presented at 5th SPE Middle East Oil Show, Manama-Bahrain, March 7 - 10.

    Domenico, S.N. (1976). Effect of Brine-gas Mixture on Velocity in An Unconsolidated Sand Reservoir. Geophysics, 41: 882-894.

    Ellis, D.V. (1987). Well Logging for Earth Scientists. Elsevier Sc. Publ., New York, Amsterdam, London.

    Gassmann, F. (1951). Elastic Waves Through a Packing of Spheres. Geophysics, 16: 673-685.

    Gebrande, H., Kern, H. and Rummel, F. (1982). Elasticity and Inelasticity. In: Landolt-Bornstein Numerical Data and Functional Relationships in Science and Technology (K. H. Hellwedge, ed), New Series; Group V. Geophysics and Space Research, Vol. 1 Physical Properties of Rocks, Subvolume b, 1 233. Springer-Verlag Berlin, Heidelberg, New York.

    Gregory,A.R.: Fluid Saturation Effects on Dynamic Elastic Properties of Sedimentary Rocks, Geophysics, (1976) 41, 895-924.

    Harrison, A.R., Randall, C.J., Aron, J.B., Morris, C.F., Wignall, A.H., Dworak, R.A., Rutledge, L.L. and perkins, J.L. (1990). Acquisition and Analysis of Sonic Waveforms from a Borehole Monopole and Dipole Source for the Determination of Compressional and Shear Speed and Their Relation to Rock Mechanical Properties and Surface Seismic Data. SPE 20557, 65th Annual technical Conference and Exhibition, New Orleans, September 23 26.

  • 90

    Johnston, D.H., Toksoz, M.N. & Timur, A. (1979). Attenuation of Seismic Waves in Dry and Saturated Rocks: II. Mechanisms. Geophysics, 44: 691 711.

    King, M.S., 1966: Static and dynamic elastic moduliof rocks under pressure. Proc. 11th US Symp. On Rock Mechanics, p.329-351.

    King, M.S., 1970: Static and Dynamic Elastic Moduli of Rocks Under Pressure. Proceeding 11th US Symposium on Rock Mechanics, p. 329-351.

    Montmayeur, H. and Graves, R.M. (1986). Prediction of Static Elastic/mechanical Properties of Consolidated and Unconsolidated Sands From Acoustic measurements: Correlations. SPE 15644, presented at 51st Annual Technical Conference and Exhibition of the Society of Petroleum Engineers, New Orleans, October 5 8.

    Munadi, S. & Saptono, F.: Rock elastic compressibility as a potential indicator for

    gas detection in limestone, (in Bahasa Indonesia), Proceeding, 18th National Symposium on Physics, (April 2000), 59 63.

    Timur, A.: Acoustic Logging, in Petroleum Engineering Handbook by H.W. Bradley (editor-in-chief), Chapter 51, First printing, Society of Petroleum Engineer, Richardson, TX USA (1987).

    White, J.B. (1983). Underground Sound. Elsevier, New York.

    Widarsono, B. and Saptono, F. (2000) A New Method in Preparing Laboratory Core Acoustic Data for Assisting Seismic-based Reservoir Characterization, Proceedings, extended abstract presented at the 2000 Symposium of Society of Core Analyst (SCA/SPWLA), Abu Dhabi.

    Wren, A.E.: Seismic techniques in cardian exploration, Jour. of Can. Soc. Expl. Geoph., (1984) 20, 55 59.

  • 91

    Lampiran

    Prosedur yang diusulkan untuk menghasilkan data modulus elastik dari sumur-sumur dengan data minim dapat dirangkum sebagai:

    Persiap1. an sampel batuan. Sampel diambil secara teliti dengan memperhatikan keterwakilan dari selang porositas dan variasi litologi yang ada.Pengukuran di laboratorium2. . Pengukuran sifat fisik dasar batuan seperti porositas dan saturasi air. Pengukuran waktu rambat gelombang P (tp) dan S (ts) pada berbagai tingkat saturasi air (S

    w) yang kemudian

    dikonversikan menjadi kecepatan rambat (Vp dan Vs). Impedansi akustik (AI) dan modulus elastik seperti Youngs modulus, Poisson ratio, shear modulus, dan bulk modulus kemudian dihitung.Pemodelan atas data laboratorium3. . Pemodelan dengan teori/model Gassmann (atau model lainnya) dilakukan untuk menghasilkan hubungan AI Poisson ratio porositas saturasi air untuk batuan yang diuji. Data bulk modulus kering (Kd) dan shear modulus kering (Gd) versus porosity pada saat model hubungan dinyatakan valid (validitas dicapai jika kecocokan antara S

    w

    yang dihasilkan model Gassmann dengan Sw

    terukur) dapat dipakai pada pemodelan atas data log sumur sebagai first guess.Pencipt4. aan log akustik sintetik. Jika pada beberapa sumur tidak memiliki log akusti (masukan utama untuk model Gassmann) maka artificial neural network (ANN) dapat dipakai. Untuk itu harus dipilih satu atau lebih sumur yang memiliki data log akustik disamping data log lainnya. Kemudian dilakukan tahap training atas data-data tersebut untuk membuat ANN dapat mengerti pola hubungan antara log akustik dengan log-log lainnya. Kesulitan dalam mencapai tingkat training error yang cukup rendah (sebaiknya < 0,5% atau lebih kecil) sebaiknya dicapai dengan tidak menggunakan hidden layer yang terlalu besar (sebaiknya tidak lebih dari 6 8) tetapi dengan menyeleksi dan mengoreksi

    data dengan seperlunya sesuai dengan kaidah hubungan antar data yang berlaku. Pada tahap berikutnya, tahap validasi, ANN diaplikasikan untuk memberi estimasi data log sintetik untuk sumur-sumur yang dipakai dalam training, Validitas tercapai jika data estimasi dan data log akustik yang sebenarnya memperlihatkan kecocokan yang memadai. Tahap akhir adalah tahap estimasi, dimana ANN diaplikasikan untuk menghasilkan log akustik sintetik untuk sumur-sumur yang tidak memiliki data survei log akustik dengan data masukan data log-log lain yang dimiliki sumur-sumur tersebut.Pemodelan atas5. data log sumur. Pemodelan serupa dengan pemodelan data laboratorium dengan teori/model Gassmann (atau model lainnya) dilakukan untuk menghasilkan hubungan AI Poisson ratio porositas saturasi air untuk data-data log yang sumurnya hendak diberikan profil modulus elastik. Data bulk modulus kering (Kd) dan shear modulus kering (Gd) versus porosity dari laboratorium dipakai sebagai first guess. Gd dapat dianggap sama dengan shear modulus untuk batuan tersaturasi fluida (G). Data tersebut diubaha-ubah sambil perbandingan dilakukan dengan cara melihat kecocokan antara S

    w

    yang dihasilkan model Gassmann dengan Sw

    yang dihasilkan oleh log analisis). Validitas dapat dianggap tercapai jika kecocokan antara kedua harga S

    w dapat mencapai tingkat

    yang dapat diterima. Pada tingakat validitas tersebut diperoleh kurva Kd dan Gd versus porositas yang valid untuk tingkat sumuran dan dapat dipakai untuk aplikasi-aplikasi tingkat sumur.Penentuan profil da6. ta Poisson ratio. Profil Poisson ratio ditentukan dengan memasukkan data porositas, saturasi air, dan impedansi akustik (AI = Vp . b) kedalam model AI Poisson ratio porositas saturasi air yang telah dianggap valid. Kecepatan rambat gelombang S (Vs) juga dapat ditentukan dengan menggunakan kurva Gd versus porositas yang telah valid sehingga profil besaran-besaran modulus elastik yang lain dapat ditentukan.

  • 92

  • 93

    Penentuan Gas Content Dengan Menggunakan Data Logging Pada Sumur Gas Metana Batubara (CBM)

    Asri Nugrahanti(1), Ratnayu Sitaresmi(2)Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi, Universitas Trisakti

    Email: (1) [email protected], (2) [email protected].: (1) +62811847420 , (2) +62818922039

    Sari

    Data Logging dapat digunakan untuk menentukan coal thickness dan gas content pada sumur atau interval lapisan batubara yang tidak di-core. Analisa dari hasil Logging dapat diperoleh lebih cepat dan relatif lebih murah dari pada melaksanakan coring dan menganalisanya di laboratorium. Selain itu juga lapisan permeabel dapat diprediksi dari pengaruh invasi mud filtrat yg terdeteksi di microlog atau resistivity log. Kata kunci: Coalbed Methane, Gas Content, Logging

    Abstract

    Wireline loggs can be used to estimate coal parameters such as thickness and its gas content in CBM wells or in un-cored coal intervals. In some circumstances, well log analysis can be considered faster and cheaper rather than taking the core samples and then performing analysis in the laboratory. In addition, coal permeable zones could be predicted from the effects of mud filtrat invasion which can be detected from Microlog or any other types of resistivity logs.Keywords: Coalbed Methane, Gas Content, Logging

    PendahuluanI.

    Gas alam adalah salah satu sumber energi yang relatif ramah lingkungan dan telah digunakan cukup lama, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku untuk industri petrokimia dan industri lainnya. Sebelum ditemukan teknologi Gas Metana Batubara atau Coalbed methane (CBM), gas alam yang kita kenal saat ini, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batubara, pada umumnya gas alam dieksploitasi dan diproduksi dari reservoir gas alam. Namun dengan meningkatnya kebutuhan energi, salah satu sumber alternatif gas alam adalah metana yang bersumber dari batubara (CBM). Seperti yang tercantum dalam Permen ESDM no. 36 tahun 2008 bahwa CBM adalah gas bumi (hidrokarbon) dengan gas metana merupakan komponen utamanya yang terjadi secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalification) dalam kondisi terperangkap dan terserap (terabsorbsi) didalam batubara dan/atau

    lapisan batubara. Sehingga pada dasarnya CBM adalah sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan reservoirnya. CBM pertamakali dikenal karena keberadaannya menimbulkan masalah dalam penambangan bawah tanah. Apabila CBM terganggu keberadaannya misalnya berasosiasi dengan oksigen maka dapat meledak, karena itu perlu dihindari. Adapun jumlah kandungan gas metana pada lapisan batubara adalah bervariasi. Namun dalam dua dekade terakhir ini, industri minyak di Amerika Serikat cukup jeli melihat adanya peluang bisnis yang menguntungkan untuk mengeksploitasikan gas metena batubara tersebut, karena cukup hanya menggunakan sumur-sumur dangkal (berkisar 600 sampai 900 meter) namun berpeluang mempunyai masa produksi yang panjang (long well life) . Sebenarnya di Indonesiapun mengenal CBM sudah dipelajari cukup lama, namun tidak dikembangkan mengingat pada waktu itu harga

  • 94

    minyak bumi maupun gas masih relatif murah. Semenjak harga minyak bumi melambung maka teknologi memproduksi gas alam yang bersumber dari CBM terus dikembangkan. Informasi dan data-data awal yang diperlukan untuk evaluasi kelayakan mengeksploitasikan CBM tidak berbeda jauh dengan kelayakan untuk mengeksploitasikan reservoir-reservoir gas alam yang kita kenal di dunia perminyakan dewasa ini, yaitu berapa besar jumlah cadangan (gas in place) nya, berapa banyak gas yang bisa diproduksikan dan dengan laju produksi berapa besar, lalu berapa kira-kira biaya mengeksploitasikan gas tersebut. Perbedaan menyolok adalah pada karakteristik lapisan batubara yang bertindak sebagai reservoir gas metana, yang ternyata secara dramatis berbeda jauh dari karakteristik reservoir klasik, yang seperti kita ketahui merupakan batuan inter-granular atau inter-crystalline. Memahami bagaimana lapisan batubara berfungsi sebagai reservoir sangat penting dalam upaya mengembangkan cara atau metode untuk menentukan jumah kandungan metana di dalam lapisan batubara menggunakan pengukuran wireline logging. Kajian ini membahas metoda bagaimana beberapa sample yang telah diukur kandungan gasnya di laboratorium dapat digunakan untuk menentukan kandungan gas bagi sumur lain yang tidak dilakukan sampling dengan menentukan hubungan kandungan gas dengan density batubara yang diperoleh dari data log. Nilai cut-off untuk menentukan ketebalan didasarkan pada densitas lapisan dari data log. Langkah-Langkah untuk menentukan kandungan gas metana batubara menggunakan wireline logging dari suatu lapisan batubara, antara lain :

    Tahap 1 adalah mempelajari kembali informasi yang telah tersedia tentang karakteristik batubara (coal properties) di area geografis/formasi geologi yang diinginkan.Tahap 2 adalah mengumpulkan data wireline log, data contoh batuan (core) dari sumur (well) yang baru dibor.Tahap 3 adalah menganalisa data core, log, dan menentukan jumlah kandungan gas menggunakan analisa logging.

    Pre-drilling Data Sources

    Data struktur, stratigrafi, dan ketebalan

    batubara relatif dikenal disebabkan oleh banyaknya hasil studi geologi. Gross-thickness dan kandungan non-batubara di zona batubara dapat ditentukan dengan well log dari sumur yang dibor lebih dalam. Kandungan gas-content belum bisa ditentukan dari log-log ini, kecuali telah dilakukan pemeriksaan laboratorium atas sampel batubara dari daerah ini, sehingga dapat diketahui karakteristiknya, yaitu antara lain data kandungan gas-content-nya.

    Sample Collection and Gas content Estimates

    Analisa laboratorium lengkap (Major Laboratory Analysis) atas sampel batubara biasanya mencakup pengukuran-pengukuran karakteristik sebagai berikut: Proxymate Analysis : mengukur ash, FC (Fixed Carbon) dan FM (Fixed Material), Ultimate Analysis : mengukur prosentase berat dari atom-atom pembentuk batubara, Desorption Tests: mengukur gas content per satuan berat sampel batubara, dan Maceral Tests: mengukur jumlah dan menentukan tipe microscopic coal constituent yang terdapat pada sampel batubara. Obyektif utama dalam pengumpulan sampel batubara adalah memperkirakan in-situ gas content (gas volume/rock mass ratio). Perkiraan akurat dari coal-gas content perlu pengukuran wellsite dari volume gas yang dilepaskan dari sampel batubara. Tipe-tipe sampel batubara yang bisa didapatkan antara lain: shale-shaker drill cutting; conventional core; drilled sidewall core; wireline-retrieveable core; dan pressure core. Tujuan utama untuk pengumpulan sampel batubara adalah untuk pengukuran Gas Storage Capacity, deskripsi natural fracture geometry, laboratory flow experiment, dan untuk menentukan coal rank dan komposisi batubara. Ada dua metode yang tersedia secara umum untuk evaluasi ini: metode langsung [USBM] dan metode Smith and Williams. Kedua metode ini mengasumsikan bahwa difusi batubara terjadi dari sampel yang bulat-penuh dan prosesnya adalah isothermal. Asumsi kedua adalah metode langsung berasumsi bahwa konsentrasi gas eksternal langsung berkurang hingga mendekati nol. Ini sama dengan berasumsi bahwa tekanan sampel langsung berubah dari kondisi reservoir menjadi

  • 95

    kondisi atmosfir. Asumsi ini tidak dapat dibuat untuk sampel batubara yang didapat dari mud coring. Teknik Smith and Williams mencoba memperhitungkan perubahan tekanan secara perlahan tetapi tetap terbatas kepada asumsi bahwa perubahan terjadi secara linear perubahan ini biasanya tidak terjadi secara linear. Teknik ini juga berasumsi bahwa sampel telah tersaturasi oleh gas dan kapasitas penyimpanan coal-gas adalah fungsi linear dari tekanan reservoir dan kondisi atmosfir. Besarnya kandungan gas dari suatu lapisan batubara bervariasi dari suatu tempat tergantung komposisinya yang juga merefleksikan besarnya densitas. Dengan demikian dapat ditentukan densitas maksimum dari batu bara yang masih mempunyai gas content.

    AnalisaII. Core Key well merupakan sumur yang telah di-core pada tahap awal program pengembangan untuk memperoleh data yang dipaparkan. Pada Tabel 1 menjelaskan tipe-tipe serta tujuan dari pengukuran core batubara. Tujuan utama dari analisis core untuk memperkirakan laju produksi gas (gas production rate) dan laju produksi air (water production rate) secara akurat. Analisis kepentingan sekunder dibutuhkan untuk berbagai tujuan & direkomendasikan untuk semua sampel key well. Studi untuk menentukan gas content dan coal rank direkomendasikan untuk setiap sumur CBM. Analisis-analisis ini, ditandai dengan asterisk (*) di Tabel 1, akan dilakukan bersamaan dengan drill cutting untuk routine well dan core sample serta cutting untuk key well.

    Penggunaan Wireline Well Logging Untuk Menentukan Gas content Cara wireline-logging menginter pretasikan coalbed methane adalah melalui pengukuran bulk density. Data bulk density ini selanjutnya digunakan untuk menentukan ash content dan coal rank. Data ash content dan coal rank tersebut selanjutnya dipakai untuk menghitung gas content menggunakan persamaan:

    Sedangkan untuk menentukan Gas Storage Capacity dan Gas In Place dapat menggunakan persamaan :

    Tabel 1. Core analyses

    Core analysis Purpose Impor-tance

    Lithotype Description DataCore description/photographs Lithology SecondaryPolished block descriptions Composition

    /fracture frequencySecondary

    Maceral composition* Coal composition Primary

    Bulk Volume DataPorosity Water production

    predictionPrimary

    CAT-scan bulk density Depth shifting/sample selection

    Secondary

    PV compressibility Water production prediction

    Secondary

    Coal Characterization DataProximate* Coal composition/

    rankPrimary

    Ultimate Coal composition/rank

    Secondary

    Vitrinite reflectance* Coal rank Primary

    Gas content DataGas desorption measurements* Gas content PrimarySorption isotherm Storage capacity Primary

    Fracture/Cleat DataFracture orientation Cleat geometry PrimaryFracture spacing/apeture Cleat geometry

    /permeabilityPrimary

    Mechanical Property DataTriaxal/unixial stress** Mechanical proper-

    tiesSecondary

    Anelastic strain recovery In-situ strain orien-tation

    Secondary

    Transmissivity DataRelative permeability Permeability Primary

    *Recommended for routine application on drill cuttings or other samples on all wells.**Recommended when hydraulic-fracture stimulation is planned

    Gc = 601.4-751.8x fad (ash fraction dry)(scf/ton)................. (1)

    fad = (Rhob-Rhocoal)/(Rhoash-Rhocoal) ....... (2)

    G = 1359.7 x A x h x Rhob x Gc (scf) ...... (3)

    Gs = VLx(1-f ad)x(P/(P+PL)) (scf/ton) ....... (4)

  • 96

    Well Coal Density Ash Density Regression(gr/cc) (gr/cc) CoefficientHamilton No.3 1.250.06 2.030.12 0,989

    Northeast Blanco Unit No.403 1.140.05 2.270.17 0,965

    Southern Ute-Mobil 36-1 1.220.02 2.180.09 0,965All data 1.210.02 2.140.06 0,96

    Tabel 2. Hasil analisa perbandingan antara densitas ash dengan coal.

    sampai dengan 5 ft, maka untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat (reliable), telah digunakan seperangkat alat wireline logging dengan high vertical resolution, sebagai berikut : CALI, yaitu density caliper, SGR, yaitu total Gamma Ray count rate in API, DRHO, yaitu differential bulk density, PEF, yaitu photoelectric measurement, TENS, yaitu cable tension, RHOB, yaitu standard vertical resolution bulk density, dan NRHO, yaitu alpha process bulk density, untuk vertical resolution enhancement. Berdasarkan data-data pengukuran wireline logging hingga saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa seperangkat alat logging yang terdiri dari NGS, LDT, CNL, merupakan kebutuhan minimal yang bisa memberikan hasil kwantitatip yang cukup akurat untuk menentukan besarnya gas content di lapisan batu bara, terutama apabila lapisan batubaranya tidak terlalu tipis (lebih kurang > 1 ft). Gas content dari hasil pengukuran wireline logging tersebut ditentukan sebagai berikut :

    dengan bantuan ELAN, dari hasil pengukuran bulk density, dan sebagainya yang diperoleh dari wireline logging survey tersebut dihitung besarnya ash, VC, VM.Harus ada pengukuran laboratorium atas core batubara dari daerah terkait, yang memberikan data kwantitatip besarnya ash, VC, VM dan gas content, serta rumus hubungan matematik yang menyatakan hubungan besarnya ash, VC dan VM content vs. Gas content. (lihat Tabel 4, untuk Black Warrior Basin).Dengan penggunaan rumus matematik

    tersebut, dan dengan menggunakan harga besaran ash, VC, VM yang diperoleh dari log (ELAN) maka dapat ditentukan besarnya gas content dari pengukuran wireline logging. Hal ini dapat dilihat pada tampilan rekaman log hasil poses COALAN pada Gambar 5 dan 6.

    Log Type Purpose ImportanceLithotype Logs

    Mud log* Correlation/lithology SecondaryPhotoelectirc factor** Lithology/ash and gas

    contentSecondary

    Spontaneous potential Lithology/correlation TertiaryGamma ray**, Lithology/correlation SecondaryNatural gamma spectros-copy**

    Lithology/clay typing Tertiary

    Schlumberger geochemi-cal/carbon oxygen

    Lithology/clay typing Tertiary

    Porosity LogsNeutron** Lithology/correlation SecondaryHigh resolution density**, Ash and gas content/porosity PrimaryConventional sonic Porosity Tertiary

    Resistivity LogsDual induction** Sand hydrocarbon satura-

    tionsTertiary

    Dual laterolog Sand hydrocarbon satura-tion

    Tertiary

    Shall resistivity** Sand hydrocarbon satura-tion

    Tertiary

    Microlaterolog (mi-crolog)**,

    Permeability Primary

    Schlumberger dipmeter/formation microscanner

    Depositional environment Tertiary

    Electromagnetic propa-gantion

    Sand hydrocarbon satura-tion

    Tertiary

    Sonic LogsLong spaced with wave form,

    Mechanical properties/per-meability

    Secondary

    Schlumberger borehole televiwer

    Fracture identification Tertiary

    Borehole Condition LogsCaliper**, Hole geometry SecondaryCable tension**, Data quality control Tertiary

    PressureSchlumberger wireline formation tester

    Pressure/permeabilty Secondary

    *Recommended when coring or when logging is not performed.**Recommended for coal and interbedded rock evaluation.Recommended for coal evaluation only.Recommended when running in-situ stress test for stimulation design.

    Tabel 3. Beberapa alat logging yang digunakan untuk menentukan lapisan batubara.

    Pengukuran wireline-logging di Black Warrior Basin di Alabama, di mana lapisan batubaranya sangat tipis, yaitu dari kurang lebih 1 inch

  • 97

    Sample No.

    CoalLocation

    (County and State)

    Proximate Analysis, pct

    Moisture Ash Fixed CarbonVolatile Matter

    2 Pittsburgh Marion, WV 0 9 51 393 Pittsburgh Greene, PA 1 7 55 374 Pittsburgh Washington, PA 0 4 63 325 Pittsburgh Washington, PA 1 9 52 377 Pocahontas No.3 Buchanan, VA 0 9 72 188 Pocahontas No.4 Wyoming, WV 0 5 75 199 Upper Freeport Indiana, PA 2 11 59 2710 Upper Freeport Indiana, PA 1 8 64 2811 Upper Freeport Indiana, PA 1 2 67 3012 Lower Freeport Indiana, PA 0 9 66 2413 Lower Kittanning Cambria, PA 1 17 65 1714 Lower Kittanning Cambria, PA 1 9 71 2017 Beckley Raleigh, WV 0 23 61 1518 Caslegate Carbon, UT 2 6 45 4619 Mammoth Schuylkill, PA 1 8 87 425 Sewell Randolph, WV 0 3 62 3426 No. 5 Block Boone, WV 2 4 57 3827 Rosebud Rosebud, MT 19 10 41 3129 Somerset B Gunnison, CO 2 6 53 3930 Mary Lee Jefferson, AL 0 9 70 2031 Mary Lee Walker, AL 1 15 54 3132 Mary Lee Jefferson, AL 0 6 62 21

    Tabel 4. Hubungan antara ash,Vc,Vm vs gas content.

    Gambar 1. Contoh hasil rekaman log GR dan density.Gambar 2. Perbandingan antara core dan log derived ash content.

  • 98

    Gambar 7. Perbandingan antara log derived vs core measured gas content.

    Gambar 6. Hasil CoalAN terdiri dari depth, caliper, GR, volumes, estimated proximate analyses, gas content and cleats porosity.

    Gambar 3. Perbandingan antara core dan log derived gas content.

    Gambar 4. Hasil perbandingan log derived ash, fc dan gas content vs core measurement.

    Gambar 5. Hasil CoalAN terdiri dari depth, caliper, GR, volumes, estimated proximate analyses dan gas content.

  • 99

    crossplot antara densitas sampel dengan densitas log dan selanjutnya dapat ditentukan nilai cut-off untuk menentukan ketebalan lapisan.

    Kesimpulan IV.

    Wireline log1. dapat digunakan untuk menentukan coal thickness dan gas content-nya pada sumur atau interval lapisan batubara yang tidak di-core. Dengan membuat hubungan antara 2. log derived dengan core dapat menghasilkan suatu persamaan empiris yang dapat digunakan pada sumur lain yang tidak mempunyai core, sehingga gas content dapat diketahui. Nilai 3. cut-off density ditentukan untuk mendapatkan harga ketebalan lapisan untuk digunakan dalam menentukan Gas In-Place.

    Daftar Pustaka :

    Colson, J.L., Evaluating Gas content of Black Warrior Basin Coalbeds From Wireline log Data, SPE, Schlumberger Well Services., July/August 1991.

    Hawkins,J.M., Schraufnagel, R.A., Olszewski, A.J., SPE 24905,1992.

    Mavor. M.J. Formation Evaluation of Exploration Coalbed-Methane Wells, SPE Formation Evaluation, December 1994.

    Ego Syahrial, Pilot Proyek CBM Lapangan Rambutan dan R&D CBM Seminar Nasional Menyikapi Krisis Energi Nasinal dengan Energi Terbarukan CBM, FTKE-Usakti, 20 Mei 2010.

    A. Edy Hermantoro, Program Pengembangan Coalbed Methane (CBM) / Gas Metana Batubara di Indonesia, Seminar Nasional Menyikapi Krisis Energi Nasinal dengan Energi Terbarukan CBM, FTKE-Usakti, 20 Mei 2010.

    Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengusahaan Gas Metana Batubara.

    PembahasanIII.

    Untuk menentukan gas content pada sumur yang tidak di-core maka digunakan metode korelasi yaitu dengan membuat hubungan antara densitas batubara yang diperoleh dari log dengan gas content. Untuk itu perlu dilakuan pengujian kandungan gas dari beberapa sample dengan desorption test. Selanjutnya densitas dan komposisi sampel batubara ditentukan dengan dengan proximate analysis. Dari kedua hubungan tersebut, dibuat

    Penentuan Gas Content Pada Lapisan Batu-bara Menggunakan Wireline log

  • 100

  • 101

    Studi Laboratorium Peningkatan Perolehan Gas Metana Batubara Melalui Pendekatan Kapasitas Adsorpsi Langmuir dari CO2

    Utomo P. Iskandar(1), Kosasih(2), Usman Pasarai(3)(1) (2) (3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS

    Email: (1) [email protected], (3) [email protected]. (3) +62811104257

    Sari Karbon dioksida yang diinjeksikan ke dalam coal seams akan mengalir masuk ke dalam cleat system dari batubara dan berdifusi ke coal matrix dan teradsorpsi pada permukaan mikropori batubara, dan pada akhirnya membebaskan atau mendesak gas metana yang memiliki afinitas yang rendah terhadap batubara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah gas metana batubara yang akan terdesak akibat dari injeksi CO2 melalui pendekatan dengan kapasitas adsorpsi langmuir dari CO2 untuk 4 sampel yang diambil dari seam yang berbeda pada lapangan Rambutan, Sumatera Selatan. CBM rig digunakan untuk melakukan pengukuran isothermal adsorption. Terdapat 4 variasi temperatur yang digunakan selama eksperimen berlangsung yaitu, 49, 50, 51, dan 62C untuk mencerminkan kondisi masing-masing coal seams sebenarnya di lapangan. Tekanan yang digunakan saat eksperimen bermula dari 123 sampai dengan 14000 kPa agar CO2 berada dalam fasa superkritis. Pemodelan dilakukan dengan persamaan Langmuir untuk menggambarkan jumlah fasa yang teradsorpsi terhadap tekanan. Dari ke-empat seam yang diuji tersebut, memiliki kapasitas adsorpsi CO2 dalam rentang 22,18-34,12 m3/t dry-ash-free basis. Kapasitas adsorpsi CO2 ini lebih tinggi rata-rata sekitar 3 kali dari kapasitas adsorpsi CH4 yang pernah diukur pada penelitian sebelumnya. Dengan menggunakan konsep dan data hasil percobaan bahwa setiap 3 molekul CO2 dapat menggantikan dan/atau mendesak 1 molekul CH4 yang teradsorp pada matriks batubara maka dari hasil ini dapat disimpulkan injeksi CO2 kedalam lapisan batubara sedikitnya mampu me-recover 7,39-11,37 m3/t gas metana batubara, yang mana pada umumnya batubara dapat mengandung metana sekitar 25 m3/t.Kata kunci: Enhanced Coal Bed Methane (ECBM), Injeksi CO2, Kapasitas Adsorpsi Langmuir.

    Abstract

    The CO2 injected at the coal seams will flow into the cleat system and difusse to the coal matrix and eventually adsorbed on micropore. As a result, this process displaces and releases the adsorbed CH

    4 due to lower affinity. This study aims to determine the amount of CH

    4 displaced by CO2

    injection through Langmuir adsorption capacity of CO2 approach using 4 core coal samples taken from Rambutan Field, South Sumatera. The experiment was carried out using CBM rig to measure the isothermal adsorption. To mimic the in-situ reservoir condition, 4 different temperatures, 49, 50, 51, and 62C respectively, were set up correspond to each seam condition. Since the injection of CO2 will be in the supercritical phase, experimental pressure were gradually increased from 123 until 14000 kPa. Langmuir equation is used to model the adsorbed phase versus pressure. The adsorption capacity from 4 samples is in the range 22.18 - 34.12 m3/t dry-ash-free basis. This capacity is much higher, about three times from the CH

    4 adsorption capacity. By using the concept and the experiment

    results that every 3 molecules of CO2 are able to displace and/or replace single molecule of adsorbed CH

    4 on the coal matrix, this study may conclude that injection of CO2 into the coal seams can recover

    minimum 7.39-11.37 m3/t of CH4 while in general coal seam can contain around 25 m3/t of CH

    4.

    Keywords: Enhanced Coal Bed Methane (ECBM), CO2 Injection, Langmuir Adsorption Capacity

  • 102

    Rancangan Penelitian

    Sebagaimana yang telah dikemukan sebelumnya bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi kapasitas adsorpsi gas CO2 pada coal seam dari lapangan rambutan sumatera selatan yang pada nantinya akan digunakan untuk memprediksi seberapa besar perolehan gas metana. Prinsip yang digunakan adalah menggunakan batubara sebagai adsorben CO2 dengan kondisi eksperimen yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Gambar 1. memperlihatkan langkah-langkah yang dilalui pada penelitian ini sebagaimana yang terangkum pada butir-butir berikut:

    Pemilihan - coal seam yang sesuai untuk ECBM.Preparasi sampel yang meliputi grinding dan saturasi.Uji adsorpsi isotermal. -Analisa dan pengolahan data. -

    PendahuluanI.

    Sebuah studi yang dilakukan oleh ARI (Advance Resources International) bekerjasama dengan Ditjen Migas dan Asian Development Bank (ADB) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi sumberdaya CBM yang berlimpah, yaitu sekitar 453 Tcf.

    Walaupun pengembangan CBM baru dimulai pada beberapa tahun terakhir, tetapi hasil pilot test yang dilakukan oleh LEMIGAS memperlihatkan ekstraksi jenis sumber unconventional gas bisa dilakukan.Tipikal recovery gas metana yang dapat diperoleh dari kegiatan ekstraksi suatu coal seam dengan cara dewatering dan depressurisation berkisar 40-50% dari gas in place. Dengan menginjeksikan CO2 kedalam lapisan coal seam yang sedang diekstraksi tadi memungkinkan untuk meningkatkan perolehan gas metana dan sekaligus menyimpan CO2. Teknik produksi dengan injeksi CO2 ini dikenal dengan Enhanced Coal Bed Methane (ECBM), yang mana pada waktu yang bersamaan CO2 yang diinjeksikan akan mendesak dan menggantikan gas metana yang teradsorpsi pada batubara. Dengan menggunakan teknik ini mampu menaikan recovery sampai 90-100% gas metana batubara. Hal ini dikarenakan afinitas dari batubara yang lebih tinggi terhadap CO2 dibandingkan dengan metana sehingga mampu mengabsorpsi sebesar dua kali dari volume gas metana. Produksi gas metana batubara telah dilakukan secara intensif di Amerika dan di lain tempat, tetapi sejauh ini hanya ada satu proyek ECBM skala pilot yang telah dilaksanakan yaitu di Allison Unit di New Mexico, USA dengan lebih dari 100.000 ton CO2 telah diinjeksikan dalam periode 3 tahun. Selain ittu terdapat juga micro-pilot field test yang berada di Alberta (Canada) yang dilakukan oleh the Alberta Research Council (Gunter et al., 1997, 1998). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah gas metana batubara yang akan terdesak akibat dari injeksi CO2 melalui pendekatan dengan kapasitas adsorpsi langmuir dari CO2 untuk 4 sampel yang diambil dari seam yang berbeda pada Lapangan Rambutan Sumatera Selatan. Beberapa variasi variabel dilakukan untuk menyerupai keadaan sebenarnya di lapangan.

    Gambar 1. Diagram alir penelitian

  • 103

    Permodelan Adsorpsi Isotermal Lang-II. muir

    Banyak model teori dan empiris telah dikembangkan untuk menerangkan berbagai adsorpsi isotermal. Pada saat ini, tidak ada satupun persamaan yang dapat menerangkan seluruh mekanisme dengan sempurna. Namun terdapat beberapa model yang lazim dapat digunakan yang salah satunya adalah Langmuir. Langmuir isotermal (Bond, 1987; Maron dan Lando 1974) dikembangkan oleh Irving Langmuir pada tahun 1916 untuk menggambarkan hubungan permukaan yang ditutupi oleh gas adsorbat pada tekanan gas di atas permukaan pada temperatur yang tetap. Pemodelan adsorpsi CO2 dengan Langmuir paling banyak digunakan untuk memodelkan adsorpsi gas pada permukaan solid maupun porous. Selain itu model Langmuir adalah yang paling sesuai untuk memodelkan adsorpsi fisika dan juga mampu memodelkan adsorpsi kimia Pada adsorpsi isotermal Langmuir, tipe adsorpsi isotermis yang digunakan adalah tipe I.Beberapa asumsi yang ada bila menggunakan persamaan Langmuir adalah:

    Adsorben dilapisi satu lapisan molekul gas adsorbat (unimolekular atau monolayer)Molekul teradsorpsi tidak bebas bergerak pada permukaanTidak ada interaksi lateral di antara molekul- molekul adsorbatEntalpi adsorpsi sama untuk semua molekul

    Model ini menggambarkan bahwa pada temperatur dan tekanan tertentu serta setelah beberapa waktu yang cukup, fasa yang teradsorp dan fasa gas bebas berada dalam kesetimbangan kinetik, sebagai contoh laju adsorpsi dan desorpsi dari batubara adalah sama (Laxminarayana dan Crossdale, 1999). Persamaan umum yang biasa digunakan pada Model Langmuir adalah:

    Pab

    ayp += 1

    ......................................... (1)Persamaan diatas dapat ditulis ulang sebagai berikut:

    L

    L

    PppVV

    +=

    .......................................... (2)

    Parameter langmuir ini ditentukan dengan prosedur least square fitting (Busch, et al.,

    2003). Kemudian untuk kalkulasi volume gas yang teradsorp berdasarkan persamaan keadaan (equation of state) untuk gas nyata yang ditulis sebagai berikut:

    Preparasi Sampel

    Sampel batubara harus diuji pada kondisi dimana memiliki kandungan properties yang sama dengan kondisi saat di coal seam sehingga eksperimen yang dilakukan dapat merefleksikan keadaan sebenarnya. Batubara merupakan adsorben bagi CO2 pada penelitian ini sedangkan CO2 bersifat sebagai adsorbat. Preparasi adsorben merupakan hal yang terpenting apabila kita ingin mempelajari adsorpsi. Terlebih lagi jika kita ingin bekerja dengan permukaan yang bersih maka ini merupakan sebuah kewajiban untuk menghilangkan pengotor yang tertinggal pada permukaan adsorben. Preparasi adsorben ini dilakukan untuk mengaktivasi sampel batubara agar siap digunakan sebagai adsorben. Proses preparasi ini merupakan proses fisika yang tidak melibatkan reaksi kimia yang dialami oleh sampel batubara. Tujuan utama dari preparasi sampel batubara ini adalah:

    Menghilangkan impurities agar diperoleh kapasitas adsorpsi yang akuratMemperluas permukaan batubara agar kesetimbangan adsorpsi cepat tercapai.

    Agar dapat mengkondisikan batubara sedemikian rupa, maka metode preparasi sampel yang digunakan adalah gabungan dan modifikasi metode Vacuum crushing- High temp outgassing. Prinsip utama dari vacuum crushing adalah mencacah permukaan solid untuk memproduksi bubuk dengan butiran yang halus sehingga akan meningkatkan rasio permukaan terhadap volume dan menghilangkan gas yang terperangkap pada butiran sampel. Kemudian High temp outgassing pada dasarnya menghilangkan pengotor/kontaminasi pada permukaan yang awalnya terkontaminasi dengan suhu tinggi guna menghilangkan zat/impurities dan gas yang volatile. Langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah dengan mensaturasi sampel sesuai dengan temperatur di coal seam agar memiliki

    nP P

    RTVads

    i eq=

    ....................................... (3)

  • 104

    kandungan kelembapan yang sama pada kondisi yang sebenarnya. Langkah lengkapnya dapat dlihat pada Gambar 2.

    dimana kesetimbangan massa gas yang diadsorpsi diukur secara tidak langsung dengan mengukur variasi tekanan gas di dalam cell sebelum dan

    Gambar 2. Proses preparasi sampel batubara

    Uji Adsorpsi Isotermal CO2

    Penelitian ini menggunakan peralatan CBM Rig yang telah dirancang oleh Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) untuk melakukan pengukuran adsorpsi isotermal (Gambar 3). Berbeda dengan uji adsorpsi methane, pada uji adsorpsi CO2 diperlukan sebuah gas pressure booster untuk meningkatkan tekanan di dalam reference cell yaitu pada saat variasi tekanan mulai dari 8 MPa. Hal ini disebabkan tekanan tabung gas sudah menurun sehingga tidak mampu mencapai tekanan variasi yang kita inginkan. Menurunnya tekanan tabung gas diperkirakan akibat dari tingginya adsorpsi CO2 sehingga kebutuhan jumlah CO2 pun meningkat Prinsip uji adsorpsi isotermal yang bekerja pada CBM Rig ini berdasarkan metode volumetrik. Metode ini memiliki mekanisme

    sesudah batubara tersaturasi oleh gas. Selain itu, diasumsikan pula pada kondisi ini mempunyai persamaan keadaan tertentu untuk gas yang berada dalam apparatus (Mavor et al, 1990).

    Kriteria Coal Seam Untuk ECBM

    Proses ECBM hanya dapat diaplikasikan pada coal seams yang memiliki permeabilitas yang cukup dikarenakan peningkatan tekanan membuat adsorpsi CO2 meningkat dari 2 mol per mol metana pada kedalaman 700 meter sampai dengan 5 mol per mol metana pada kedalaman 1500 meter. Disamping itu kedalaman coal seam sebaiknya tidak lebih dalam dari 2000 meter karena peningkatan temperatur membatasi jumlah kandungan metana yang akan diekstraksi dan dengan semakin bertambahnya kedalaman, kompaksi mengakibatkan permeabilitas dari

  • 105

    coal seam berkurang. Kandungan gas metana pada coal seam yang dalam dapat bervariasi dari 5-25 m3/t coal dan ketebalannya pun beragam, sehingga mengakibatkan potensi CBM per sumur akan bervariasi dengan faktor 5 kalinya atau lebih. (IEA, 2004) Perlu diketahui juga bahwa kriteria yang paling diinginkan untuk ECBM adalah kriteria yang paling tidak diinginkan untuk CO2 storage yaitu , cadangan coal seam yang dangkal. Kriteria berikut ini harus dipenuhi ketika melakukan screening untuk ECBM:

    Memiliki reservoir yang homogen, menerus secara lateral, dan secara vertikal terisolasi dari strata sekelilingnya. Memiliki sedikit patahan dan lipatan. Mempunyai permeabilitas minimal 1-5 mD. Memiliki kandungan metana yang tinggi. Secara stratigrafi memiliki coal seams yang terkonsentrasi daripada multiple thin seams.Terdapat infrastruktur ( pipeline) dan ketersedian CO2.

    Salah satu kendala utama dari ECBM adalah permeabilitas coal yang rendah dan beragam. Selain itu coal juga cenderung swelling ketika kontak dengan CO2.

    Densitas CO2

    Injeksi CO2 bisanya dilakukan pada kedalaman 700 m atau lebih, yang mana pada kedalaman tersebut temperatur dan tekanan disekitarnya membuat CO2 berubah menjadi fasa liquid atau superkritis. Pada keadaan superkritis (temperatur = 31,1C dan tekanan = 72,9 atm) menghasilkan properties yang tidak lazim dimana CO2 mengadsopsi properties antara liquid dan gas. Pada kondisi ini densitas CO2 berada dalam rentang 50 sampai 80% dari densitas air. Berada dalam fasa yang leibh padat memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi pendesakan dan penyapuan (displacement dan sweeping) dari gas metana yang terperangkap di cleat system dan macropore. Oleh karena itu, dalam memodelkan persamaan adsorpsi Langmuir diperlukan nilai densitas CO2 yang akurat. Untuk menghasilkan densitas pada keadaan termodinamika seperti ini memerlukan sebuah persamaan keadaan (equation of state (EOS)) yang dapat mengakomodasi temperatur dan tekanan tinggi. Maka digunakanlah EOS yang dikembangkan

    oleh Span dan Wagner (1995) yang mampu mengakomodir kondisi superkritis. Formula baru yang dikembangkan oleh Span dan Wagner dituangkan dalam persamaan keadaan yang eksplisit dalam bentuk Helmholtz Energy, yang didesain untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari persamaan-persamaan keadaan sebelumnya terutama pada daerah kritis.

    Kapasitas Adsorpsi CH4 Vs. CO2

    CO2 yang diinjeksikan melalui sumur akan mengalir dalam cleat system dari batubara dan berdifusi ke coal matrix, teradsorpsi pada permukaan mikropori batubara, dan pada akhirnya membebaskan atau mendesak gas metana yang memiliki afinitas yang rendah terhadap batubara (Gunter et al., 1997a; Bradshaw & Rigg, 2001; IPCC, 2005). Terdapat tiga macam penyimpanan C