66
331 AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTARBUDAYA: KAJIAN TENTANG AGAMA DI RUANG PUBLIK Disertasi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang DakwahdanKomunikasi Oleh: JufriAlkatiri 12.3.00.0.07.01.0030 Promotor Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA Prof. Dr. Murodi, MA KONSENTRASI DAKWAH DAN KOMUNIKASI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

  • Upload
    dolien

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

331

AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA: KAJIAN

TENTANG AGAMA DI RUANG PUBLIK

Disertasi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Doktor dalam Bidang DakwahdanKomunikasi

Oleh:

JufriAlkatiri

12.3.00.0.07.01.0030

Promotor

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA

Prof. Dr. Murodi, MA

KONSENTRASI DAKWAH DAN KOMUNIKASI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

Page 2: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

332

2014 M/1435 H

Page 3: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

333

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI

Disertasi dengan judul: “Ahmadiyah QadianDalam

Perspektif Komunikasi Antarbudaya: Kajian Tentang Agama

Di Ruang Publik” yang ditulis oleh Jufri Alkatiri, NIM

12.3.00.0.07.01.0030 telah lulus dan diperbaiki sesuai saran dan

masukan Tim Penguji pada Ujian Pendahuluan Disertasi hari Rabu,

18 Juni 2014, dan disetujui untuk diajukan pada sidang Ujian

Terbuka (Promosi).

TIM PENGUJI

N

No Nama Penguji

Keterangan/

Tanda tangan

1

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA

Ketua Sidang/merangkap Penguji

Tanggal..........

2

Prof. Dr. Suwito, MA

Penguji 1

Tanggal..........

3

Prof. Dr. Zainun Kamal, MA

Penguji 2

\ Tanggal.........

4

Prof. Dr.Soedijarto, MA

Penguji 3

Tanggal..........

5

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA

Pembimbing/merangkap Penguji 1

Tanggal.........

Prof. Dr. Murodi, MA

Page 4: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

334

6 Pembimbing/Merangkap Penguji 2

Tanggal …..…

Page 5: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

335

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Jufri Alkatiri

NIM : 12.3.00.0.07.01.0030

Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

Dengan ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

“Ahmadiyah Qadian Dalam Perspektif Komunikasi

Antarbudaya: Kajian Tentang Agama Di Ruang Publik”adalah

karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan

sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di

dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya yang dapat

berakibat pada pembatalan gelar kesarjanaan saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

tanpa paksaan dari siapa pun.

Jakarta, Mei 2014

Yang Menyatakan

JufriAlkatiri

Page 6: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

336

Page 7: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

337

KATA PENGANTAR

Bismillāhirraḥmānirraḥīm

Segala puji dan syukur penulis panjatkan pada Alla>h swt,

semata karena anugerah-Nya, penulis mampu menyelesaikan tugas

akhir disertasi pada Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi di

Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta ini. S{alawat serta salam semoga senantiasa

tercurah kepada baginda Rasu>lulla>h Muh{ammad saw, keluarga,

sahabat, serta umat terkasihnya.

Disertasi sederhana ini bermuladari keinginan penulis untuk

turut andil menyumbangkan pemikiran tentang keilmuan dakwah

dan komunikasi, terutama da’wah bi al-h}a>l yaitu dakwah yang

disertai tindakan nyata dan komunikasi antarbudaya Ahmadiyah

Qadian dengan Islam arus utama. Penulis menyadari, apa yang

penulis suguhkan melalui disertasi sederhana ini belum mampu

memberikan informasi dan kontribusi baru bagi perkembangan

ilmu dakwah dan komunikasi. Meskipunbegitu,

penulisberusahasemaksimalmungkinuntukmenyajikan yang

terbaik.Kekuranganini menyadarkan penulis, bahwa tugas akhir ini

mustahil terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan, baik moril

maupun meteril dari banyak pihak. Karena itu, kesadaran penulis

untukmengucapkanterima kasih sebesar-besarnya, terutama

kepada:

Pertama,Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. H. Azyumardi

Page 8: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

338

Azra MA, seorang intelektual-organik yang pikiran dan sepak

terjang beliau senantiasa menjadi inspirasi dan teladan bagi

penulis, mahasiswa dan kalangan akademik.

Kedua, pembimbing disertasi Prof. Dr. H. Azyumardi Azra

MA dan Prof. Dr. H. Murodi MA, yang dengan ketekunan dan

keikhlasannya terus mendampingi dan mengarahkan penulis, baik

secara teknis maupun substansi, hingga disertasi ini layak diajukan

ke sidang munaqasah. Mohon maaf, jika selama bimbingan penulis

banyak merepotkan dan mengganggu waktunya. Semoga Alla>h Swt

mencatat amal baik untuk kesediaan Prof AzyumardiAzra dan Prof

Dr. Murodi. Tidak lupa untuk Prof. Dr. H. Suwito MA, dan Prof

Dr. Andi Faisal Bakti MA yang memberikan dorongan dan

semangat dalam merampungkan disertasi ini.

Ketiga, para dosen dan pegawai akademik Sekolah

Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta; Prof. Dr. H. Suwito, Prof. Dr. H. Thib Raya, Prof. Dr.

Zainul Kamal, Prof. Dr. Atho Mudzhar, Prof. Dr. Bambang

Pranowo, Prof. Dr. Ikhsan Tanggok, Prof. Dr. Hj. Amany Lubis,

Prof. Dr. Sukron Kamil, Dr. Fuad Jabali, Dr. Yusuf Rahman, Dr.

Asep Syaepuddin Djahar, Dr. Muhbib, Dr. Muhammad Zuhdi, Prof.

Dr. Musdah Mulia (ICRP),dan Dr. Suparto, serta staf dan

karyawan Sekolah Pascasarjana UIN dan teman-teman sesama

mahasiswa Sekolah Pascasarjana. Mohon maaf, jika selama

berinteraksi penulis terlalu banyak minta dilayani, sementara

penulis tidak mampu memberikan apapun. Semoga kebaikan

mereka dibalas kebaikan pula oleh-Nya.

Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries Mariana, yang tiada

bosan mendampingi, memotivasi, dan memberi masukan berharga

bagi penulis. Kala semangat mengendur dan kebosanan

menghampiri, dialah sosok yang tidak henti-hentinya melecut

penulis untuk terus berlari sekencang-kencangnya dan tidak perlu

berputus asa. Juga kedua putri penulis, Dikara Maitri Pradipta

Alkarisya dan Anindita Keumalahayati Alkarisya yang bersedia

mengalah mengijinkan ayahnya kuliah lagi mengambil S3 di

Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,padahal

mereka juga sedang merampungkan studinya di FISIP Jurusan

Hubungan Internasional UNAIR Surabaya dan Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia Depok. Bukan itu saja, Dikara yang juga

Page 9: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

339

sedang menyusun skripsinya justrumemotivasi ayahnya untuk

cepat sidangpromosidoktor.

Kelima, ayahanda dan ibunda penulis, almarhum Syamsuir

dan almarhumah Halimatun serta kedua bapak dan ibu mertua

almarhum Roeslan Prawirodisastro danalmarhumah Hajjah

Supinah, serta kakak penulis Hj.Umi Nur Rochyati, SPd, MM.

Keenam, teman-teman di News Liputan 6 SCTV yang

memberikan dorongan dan memotivasi penulis untuk secepatnya

merampungkan studi doktoral di Sekolah Pascasarjana Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ketujuh, Muballigh, Pimpinan dan Pengurus PB Jamaat

Ahmadiyah Indonesia di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Parung

Bogor terutama Amir Nasional H. Abdul Basit, Ustad Zafrulloh

Ahmad Pontoh, Ustad Rakeeman R.A.M Jumaan, Ustad Fadhal

Ahmad, dan Ekky Sobandi, MSi. Selain itu, ucapan terimakasih

penulis untuk Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Ketua Umum

MUI Pusat Prof. Dr. Din Syamsuddin, Rois Syuriah PBNU KH

Masdar Mashudi, Prof Dr. Adnan Buyung Nasution,Direktur

Wahid Institute Ahmad Suedi, Setara Institute Jakarta, dan

Anggota Dewan Pakar Lembaga Kebudayaan Betawi Abdul Chaer

untuk menyediakan waktunya diwawancarai dan berdiskusi dengan

penulis.

Sebagai kalam pamungkas, penulis menyadari bahwa

disertasi ini masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya, penulis

membuka tangan lebar-lebar untuk menerima saran, kritik, atau

masukan yang konstruktif dari siapapun, untuk kelengkapan

disertasi ini. Luruskan dan tamballah kekurangan-kekurangan yang

bertebaran di lembaran-lembaran disertasi ini. Semoga saran, kritik

atau masukan pembaca menjadi bagian dari tawa>s}aw bi al-h}aqq, dan mendapat balasan setimpal dari-Nya. Akhirnya, terima kasih

kepada siapa pun yang menilai disertasi ini ada maupun tidak ada

maknanya.

Sekian dan terima kasih. Wassalam.

Jakarta, Mei 2014

JUFRI ALKATIRI

Page 10: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

340

Page 11: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

341

Page 12: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

342

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan membuktikan bahwa perbedaan

agama berpengaruh signifikan terhadap proses komunikasi

antarabudaya. Semakin eksklusif suatu budaya semakin mudah

menimbulkan konflik antarbudaya. Semakin kecil ruang

komunikasi semakin terbuka konflik fisik antarumat beragama.

Kesimpulan ini merupakan elaborasi lebih lanjut dari teori

Larry A. Samovar dalam Communication between Cultures (2007)

yang mengatakan bahwa komunikasi antara umat Islam arus utama

dengan Jemaat Ahmadiyah tidak mudah dilakukan karenamemiliki

latar belakang agama dan budaya yang berbeda. Joseph A. DeVito

dalam Human Communication (1996) mengungkapkan bahwa

semakin besar perbedaan budaya semakin sulit komunikasi

antarbudaya dilakukan.

Disertasi ini mendukung teori Judith N. Martin dan Thomas

K. Nakayama dalam bukunya Communication in Contexts, Intercultural Communication in Contexts (New York: Mc Graw-

Hill, 2004), perbedaan dan penafsiran agama seringkali menjadi

akar konflik budaya. Dan disertasiinimemperkuat pemikiran Jurgen

Habermas dalam, Religion in the Public Sphere, bahwa agama di

ruang publik dituntut melepaskan klaim sebagaisatu-satunya yang

memiliki otoritas untuk menafsirkan dan menentukan cara hidup

yang legitimated. Agama ketika masuk ke ruang publik harus

ditafsirkan secara sekuler, berdasarkan prinsip rasionalitas.

Disertasiiniadalahpenelitiankualitatifdenganmetode

wawancara, dokumentasi, dan

partisipatoris.Penelitianinimenggunakanpendekatanantropologiko

munikasidengan cara menguraikan, menjabarkan, dan

mengelompokkan fakta-fakta yang kemudian dianalisis dan

memberikan pemahaman serta penjelasan, sehingga terungkap

penyebab konflik Jemaat Ahmadiyah Qadian dengan Islam arus

utama. Sumber datayang digunakan adalah primer dansekunder,

kemudian dianalisis dengan teori komunikasi antarbudaya dan

teoriinteraksisimboliksecaradeskriptif analitis.

Page 13: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

343

ABSTRACT

This thesis is intended to prove that religious difference

brings significant impact on cross cultural communication process.

More exclusive is a culture, more cross cultural conflicts take

place. Smaller communication space will promote more open

physical conflict amongst religious community.

The conclusion of this thesis is a deeper elaboration of

Theory Larry A. Samovar in Communication between Cultures

(2007) which states that the communications among Muslim

people of Jemaat Ahmadiyah is not easy to conduct as they have

different cultural and religion background. Joseph A. DeVito in

Human Communication (1996) stated that wider different culture

promotes a more complicated cross cultural communications.

This thesis supports the notion stated by Judith N.

Martin and Thomas K. Nakayama in his book Communication in Contexts, Intercultural Communication in Contexts (New York:

Mc Graw-Hill, 2004), the difference and perception of religion has

been the root problem of cultural conflict. This thesis is also

strengthen by the idea of Jurgen Habermas in Religion in the Public Sphere, that religion in public area is forced to release the

claim as the only authorized party to make the perception and

decide a legitimated lifestyle. When religion entered the public area, it should be perceived as secular, based on rationality principles. This thesis is the qualitative research in methods of

interviewing, documentation, and participatory. This research use

approach anthropology communication by means of expounding,

describe, and group of facts then analyzed and provide

understanding and explanations, so unfold cause conflict with

Islamic Ahmadiyah Qadian the mainstream. Sources of data used is

the primary and secondary, then analyzed with the theory of

intercultural communication and symbolic interaction theory is

descriptive analytic.

Page 14: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

344

الملخص

. يهدفهذاالبحثإلىإثباتأناالختالفاتالدينيةذلاتأثريدالفىعمليةاالتصالبينالثقافات. وكلمااحنصرتثقافةرلتمعمافتسهلتعلىتحقيقالصراعاتبينالثقافات

. وكلماضاقتمساحةاالتصاالتبينأفراداجملتمعفانفتحتالصراعاتادلاديةبينهم االتصاالتبينالثقافات, مساوار. وهذهالنتيجةهيمزيدمنوالتوضيحاتلنظريةالريأ

(Communication between Cultures)(2007) ,حيثيقوالناالتصاالتبينادلسلمينومعجماعةأمحديةليسمنالسهولةبالقيامبينهمالختالفخلفياهتمالدينية

Human)االتصاالتالبشرية, ديفيتويف. وهكذاكاجنوسيفأ. والثقافية

Communication)(1996)

. يعربأهنكلمازادتاالختالفاتالثقافيةفازدادتالصعوباتفيالتواصلبينالثقافات. وكانتهذهالنتيجةتؤيدنظريةجوديثن

االتصاالتفيسياقات,التواصلبينالثقافاتوالسياقاتناكايامافيكتاهبما.مارتنوتوماسك(Communication in Contexts, Intercultural Communication in

Contexts( )2004,مكغراوهيل :نيويورك .). حيثقاألناالختالففيتفسريالنصوصالدينيةيؤديفيكثريمناألحيانإلىالصراعالثقافيعنداجملتمع

Religion in the Public)الدينفياجملااللعام, وتؤيدهذهالدراسةأيضاالرأجييورغينهابرماس

Sphere)حيثقاألنالدينفيالفضاءالعاممطلوبعلىإخالعهاعتباراوحيدافىصحةتفسريه . .وهكذاأنالدينعندمادخلفيالفضاءالعاميجبتفسريهتفسرياعلمانيامستنداإلىمبدأالعقالنية

أماادلصدرالرئيسيلهذاالبحثهواحلواراتادلتعمقةمععددمنمصادرمعتمدعليهامثاللرئيسلمجلسالعلماءاإلندونيسياوالرئيسلهيئةالتنفيذيةهنضةالعلماءوالرئيسلهيئةالتنفيذيةجلماعةأمحديةإندونيسياببار وجنوبوجوروجاكرتاوالرئيسلهيئةالتنفيذيةحملمديةومعهدالوحيدومعهدالسيتاراووزارةالبحوثلشئونالدينية

Page 15: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

345

( عطاءمظهر)وأحدعضوسابقمنالديوانإلرشادالرئيساجلمهوريةاألندونيساعدنانوأعضاءهيئةالتدريسكليةالدراساتال

باإلضافةإلىذلك,ادلالحظاتادليدانيةمعاجلماه.عليافىجامعةشريفهدايةاللهاإلسالميةاحلكوميةجباكرتا. يرادلسلمينوالطائفةمناجلماعةاألمحدية

وكذالكالبياناتالتجريبيةادلتعلقةبوجودودينامياتأتباعأمحديةبإندونيسياوالدراساتادلتعلقةبأمحديةفيمعظ .مالبلداناإلسالمية

. وتكوهنذهالدراسةالبحثالنوعيباستخدامادلنهجاحملادثةوالتوثيقوادلشاركةوتستخدمأيضاهذهالدراسةادلنهجاألنثروبولوجيواالتصاالتعنطريقاخلطوطالعريضةووصفهاوتصنيفاحل

. قائقالتيتليهامثتحليلمنخاللتوفريادلفامهوالتفاسريحتىتكتشفقضيةالصراعمعادلسلمينومجاعةأمحديةوفيحينأمنصادرالبياناتالثانويةهيبعضالكتابامتثاللكتبوادلقاالتواجملالتالتيتمكنأنتوفرادلعلوماتوادلعرفةمناليت

. ارالرئيسيألمحديةمثيتمتحلياللبياناتالتيتمجمعهاعنطريقنظريةالتواصاللرمزيبينالثقافاتوباستخدامادلنهجالوصفيالتحليلي

. التواصلبينالثقافات,والعنف,واألمحدية :الكلماتالرئيسية

Page 16: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

346

PEDOMAN TRANSLETERASI ARAB-LATIN

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

alif Tidak ا

dilambangkan

Tidak

dilambangkan

ba b be ب

ta t te ت

sa th te dan ha ث

Jim j je ج

ha ḥ ha (titik di bawah) ح

kha kh ka dan ha خ

dal d de د

zal dh de dan ha ذ

ra r er ر

zai z zet ز

sin s es س

shin sh es dan ha ش

sad ṣ es (dengan titik di ص

bawah)

dad ḍ de (dengan titik di ض

bawah)

ta ṭ te (dengan titik di ط

Page 17: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

347

bawah)

za ẓ zet (dengan titik di ظ

bawah)

ain ...‘..... Koma terbalik di‘ ع

atas

gain gh ge dan ha غ

fa f ef ف

qaf q qi ق

kaf k ka ك

lam l el ل

mim m em م

nun n en ن

wau w we و

ha h ha ه

hamzah ...’ ... apostrof ء

ya y ye ي

Catatan:

Huruf al-madd berupa al-alif dilambangkan dengan ā seperti qāla

(قال)Huruf al-madd berupa al-wāw dilambangkan dengan ū seperti qālū

(قالوا)Huruf al-madd berupa al-yā’ dilambangkan dengan ī seperti qīla

(قيل)Huruf al-tā’ al-marbūṭah (ة) yang terletak di akhir kata ditulis h,

Sedangkan al-tā’ al-marbūṭah (ة) yang menjadi al-muḍāf ditulis t

seperti wazārat al-tarbiyah ( Sedangkan, kata yang di .(وزارة الرتبية

akhirnya al-tā’al-marbūṭah (ة) yang menjadi ṣifat dan mawṣūf

ditulis h seperti al-risālah al-qaṣīrah (الرسالة القصرية) Tanda bintang (*) adalah pemisah antara al-‘arūḍ(penggalan bait

pertama) dengan al-ḍarb (penggalan bait kedua) dalam bait-bait

puisi.

Page 18: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

348

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................. i

SURAT PERNYATAAN ........................................................... iii

PERSETUJUAN PENGUJI ....................................... ................. v

KATA PENGANTAR ............................................................... vii

ABSTRAK ................................................................................. xi

PEDOMAN TRANSLETERASI ............................................... xv

DAFTAR ISI ............................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN .................................................... 1

A. Latar Belakang Penelitian ................................... 1

B. Permasalahan ....................................................... 23

C. KajianPustaka ...................................................... 29

D. TujuanPenelitian ................................................. 33

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan .................... 35

F. Metode Penelitian ............................................... 36

G. Sistematika Penulisan ......................................... 39

Page 19: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

349

BAB II KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DAN

AGAMA DI RUANG PUBLIK ............................... 43

A. PerbedaandanPenafsiran Agama

dalamIlmuKomunikasi ........................................ 43

B. Komunikasi Antarbudaya ................................... 48

1. Perspektif Teori di Ruang Publik ................ 55

2. Perspektif Terjadinya Konflik ...................... 64

a. Perspektif Komunikasi .......................... 67

b. Perspektif Budaya ................................. 70

c. Perspektif Komunikasi

Antarbudaya .......................................... 75

d. Perspektif Agama dalam

Komunikasi Antarbudaya ..................... 78

3. Komunikasi Budaya dan Dakwah ................ 81

C. Agama di Ruang Publik ..................................... 84

1. Ruang Publik(Public Sphere) ....................... 88

2. Diskursus Agama di RuangPublik ............... 89

3. Agama di RuangPublikdalamPerspektif

Islam ............................................................. 95

D. Konstruksi Moral

dalamKomunikasiAntarbudaya ........................... 96

BAB III AHMADIYAH : DINAMIKA PEMIKIRAN

DAN SOSIAL ......................................................... 105

A. FaktorSosio-Historis ........................................... 105

B. SejarahMasuknyaAhmadiyahke Indonesia ......... 109

1. PendiriAhmadiyahQadian ............................ 119

2. KebenaranAjaranAhmadiyahQadianVer

siAhmadiyah Lahore .................................... 121

a. Ahmadiyah Lahore ................................... 122

b. AhmadiyahQadian .................................... 123

3. MotivasiPengembanganAjaranAhmadiy

ahQadian ....................................................... 125

C. Ahmadiyah : Agama, Masyarakat, dan

Negara .................................................................. 126

D. ProfilJemaatAhmadiyah Indonesia ..................... 129

1. KondisiSosialBudaya ................................... 131

2. KondisiKeberagamanMasyarakat ................ 133

Page 20: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

350

3. PetaKonflikdanKekerasan di Bogor

dan Jakarta .................................................... 134

E. Realitas JAI sebagaiKomunitas Islam

Marjinal ............................................................... 137

BAB IV AGAMA DI RUANG PUBLIK DALAM

KASUS AHMADIYAH DI BOGOR DAN

JAKARTA ............................................................... 143

A. Agama di

RuangPublikdalamPenerapanKomunikasi

JAI ....................................................................... 143

B. Kondisi Keberagaman Masyarakat .................... 150

1. Kehidupan Keagamaan di Bogor ................. 150

2. Kehidupan Keagamaan di Jakarta ................ 153

C. Pendekatan Kritik Budaya .................................. 156

D. Kondisi Sosial Budaya Indonesia ........................ 178

E. Keberagaman Umat yangRentanIntoleransi ....... 180

F. Ciri-CiriMasyarakatSipil: PrinsipdanNilai

Fundamental ........................................................ 189

G. Tindakan Kekerasan di Indonesia ....................... 193

BAB V KOMUNIKASI ANTARBUDAYA JEMAAT

AHMADIYAH INDONESIA (JAI) .......................... 201

A. Prinsip-Prinsip Komunikasi Antarbudaya ......... 201

B. Problem Komunikasi dalam Konteks

Komunikasi Antarbudaya.................................... 206

1. Etnosentris…………………………… ........ 211

2. Stereotip dan Prasangka (Prejudice).. .......... 223

C. Pola DakwahdanKomunikasi Islam ................... 228

D. Komunikasi Antarbudaya Ahmadiyah dalam

Proses ................................................................... 233

E. Sebab-SebabTerjadinyaKonflik .......................... 257

F. DampakKonflikAntara JAI denganUmat

IslamMainstream ................................................. 271

1. Verbal .......................................................... 289

2. Non-verbal. ................................................... 292

BAB VI PENUTUP ................................................................ 295

Page 21: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

351

A. Kesimpulan .......................................................... 295

B. Saran dan Rekomendasi ...................................... 297

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 301

GLOSSARI ................................................................................ 325

INDEKS ..................................................................................... 331

LAMPIRAN

DAFTAR WAWANCARA

BIOGRAFI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Perbedaan dan penafsiran agama, seringkali menjadi akar

konflik budaya. Identitas religius dapat menjadi satu dimensi

penting dari identitas banyak orang yang juga menjadi lahan

penting konflik antarbudaya. Identitas religius pun kerap tumpang

tindih dengan identitas rasial atau etnis. Keadaan itu membuat

Page 22: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

352

makin sulit untuk melihat identitas religius sebagai bagian dari

agama tertentu saja.1

Bukan itu saja, identitas religius berpotensi untuk

membentuk identitas budaya.2 Islam Sunni, misalnya, sering

diidentifikasi sebagai konsep religius budaya Indonesia, sedangkan

kelompok lain, seperti Syi’ah atau Ahmadiyah, dipandang tidak

memiliki identitas kebudayaan di Indonesia.3 Kelompok-kelompok

tersebut sering dikaitkan dengan sejumlah konsep mutakhir,

misalnya transnasionalisme Islam4 atau internasionalisme Islam.

Salah satu akibatnya munculnya konflik antarbudaya.5 Karena itu,

perbedaan agama kerap menjadi akar konflik6 di banyak negara,

misalnya di Timur Tengah, Irlandia Utara, India, dan Pakistan,

hingga Bosnia-Herzegovina. Hingga saat ini pun, misalnya hal

serupa terjadi pada segelintir orang Arab-Amerika hidup di bawah

kecurigaan, bahkan penghambatan dalam beribadah yang dilakukan

1Judith N. Martin dan Thomas K. Nakayama, Intercultural

Communication in Contexts (New York: Mc Graw-Hill, 2004), 79. Martin dan

Nakayama mengatakan, bagaimana komunikasi mempengaruhi budaya. Budaya

tidak akan bisa terbentuk tanpa komunikasi. Pola-pola komunikasi yang

tentunya sesuai dengan latar belakang dan nilai-nilai budaya akan

menggambarkan identitas budaya seseorang maupun kelompok orang 2Lihat Tracy Novinger, Intercultural Communication A Practical Guade

(Austin USA: University of Texas Press), 2001. 3Lihat Brian Morris, Religion and Anthropology: A Critical Introduction

(New York, Cambridge University Press, 2006), 45 4Transnasionalisme Islam yaitu ideologi dan gerakan sosial politik dan

keagamaan yang lintas negara. Namun, dalam konteks NU, istilah

transnasionalisme diacu dan dirujukkan pada ideologi dan gerakan sosial politik

dan keagamaan yang tunggal dan mendunia dari Timur Tengah. Lihat sumber

https://fr-fr.facebook.com/notes/warga-nahdliyin-dukung-pancasila-tolak-

khilafah/nu-vis-a-vis-transnasionalisme, diakses, 30 Januari 2014 5Lihat Robert N. Bellah, Beyond Belief: Esei-Esei tentang Agama di

Dunia Modern (Jakarta: Paramadina, 2000), 11 6Nicola Colbran\, ‚Realities and Challenges in Realising Freedom of

Religion or Belief in Indonesia,‛ Norwegian Centre for Human Rights, Oslo,

Norway. The International Journal of Human Rights Vol. 14, No. 5 (September

2010): 678–704.

Page 23: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

353

masyarakat di sekelilingnya sejalan dengan upaya pemerintah

Amerika Serikat untuk menekan terorisme.7

Sedangkan Karen Armstrong melihat agama menjadi

penyebab seluruh peperangan besar dalam sejarah umat manusia.

Pada kenyataannya, penyebab konflik biasanya akibat ketamakan,

kebencian, dan ambisi, namun dalam upaya untuk

mensterilkannya, emosi-emosi yang memperturutkan nafsu sendiri

ini kerap dibungkus dalam retorika agama.8 Agama memang

dianggap sebagai sumber ajaran keluruhan dan kerukunan. Namun

tidak jarang timbul gesekan antarpemeluk agama. Kenyataan ini

harus disadari, bukan sebagai bahan untuk provokasi namun

diharapkan masyarakat harus berupaya mengelola kemajemukan.

Agama, menurut cara pandang komunikasi antarbudaya,

tergolong ke dalam ranah budaya.9 Komunikasi jika ditinjau dalam

perspektif Islam, memiliki posisi yang sangat krusial. Menurut

Hamid Mowlana dan Joseph A. Kechichian dalam Communications Media, bahwa komunikasi telah menjadi bagian instrumental dan

integral dari Islam sejak awal sebagai gerakan religio-politik.10

Salah satu media yang diasumsikan mempunyai kekuatan untuk

memobilisasi massa adalah agama.11

Menurut Azyumardi Azra,

7Bandingkan dengan Helen Hardcare, "Religion and Civil Society in

Contemporary Japan", Japanese Journal of Religious Studies, 2004, 411,

http://nirc.nanzan-u.ac.jp/nfile/2851 (diakses pada tanggal 1 Juli 2013). 8Karen Armstrong, Compassion: 12 Langkah Menuju Hidup Berbelas

Kasih (Bandung: Penerbit Mizan 2013),10. 9Tariq Ramadhan, What I Believe (Oxford: Oxford University, 2010),

90-95.

10Hamid Mowlana dan Joseph A. Kechichian, ‚Communications Media,‛

The Oxford Encyclopedia of the Islamic World, http://www.oxfordislamicstudies.com/ article/opr/t236/e0157?_Hi=0&_pos=1, (diakses 30 Juni 2013).

11Clifford Geertz mendefinisikan agama sebagai simbol yang berperan

untuk membangun suasana yang kuat (resource), pervasive, dan tahan lama

dalam diri manusia dengan cara merumuskan konsepsi tatanan kehidupan yang

umum dan membungkus konsepsi-konsepsi itu dengan fakta. Lihat Daniel L. Pal,

Eight Theories of Religion (Lahore: Oxford University Press, 1966), 414,

Robert C. Trundle, (2011) agama dapat dipolitisir menjadi pembunuh ideologi

dan agama. Lihat Robert C. Trundle, ‚America’s Religion Versus Religion in

America: A Philosophic Profile‛, Journal for the Study of Religion and Ideologies, vol.11, issue 33 (2012), 3-20.

Page 24: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

354

dalam Pergolakan Politik Islam; dari Fundamentalisme,12Modernisme Hingga Post-Modernisme,13 fundamentalisme Islam melancarkan jihad terhadap kaum muslim

yang dipandangnya telah menyimpang dari ajaran Islam yang

murni. Banyak mempraktikkan bid’ah, khurafat, takhayul, dan

semacamnya. Selain itu, dalam buku Membela Kebebasan Beragama:14 Percakapan tentang Sekularisme, Liberalisme,15 dan Pluralisme16

, Azra dalam menyikapi fenomena perbedaan teologi

antara paham Islam di luar mainstream seperti Lia Eden,

Ahmadiyah, Usman Roy, dan Syiah perlu secara terus menerus

dilakukan upaya dialog.

Di samping itu, menurut Azra, penting juga untuk

meninggalkan ego masing-masing dan dan lebih berhati-hati dalam

mengeluarkan statemen keagamaan, terutama bagi lembaga

12

Fundamentalisme sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau

agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-

dasar atau asas-asas (fondasi). Karenanya, kelompok-kelompok yang mengikuti

paham ini seringkali berbenturan dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang

ada di lingkungan agamanya sendiri. Mereka menganggap diri sendiri lebih

murni dan dengan demikian juga lebih benar daripada lawan-lawan mereka yang

iman atau ajaran agamanya telah tercemar. 13

Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam; dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post-Modernisme (Jakarta: Paramadina, 1996),37.

14Lihat juga Azyumardi Azra, Membela Kebebasan Beragama

Percakapan tentang Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme, Budhy Munawar-

Rachman (ed) (Jakarta: Demokrasi Project Yayasan Abad Demokrasi: 2011),

266. 15

Liberalisme adalah suatu paham atau tradisi politik yang menjunjung

tinggi terhadap kebebasan. Secara umum paham ini ingin menciptakan sebuah

masyarakat yang menjamin adanya kebebasan berfikir, berpolitik dan kebebasan

dalam memiliki harta benda bagi setiap orang. Kata liberal berasal dari bahasa

Latin liber yang artinya adalah bebas, merdeka atau bukan hamba. Marcus

Aurelius (121-180) dalam tulisannya yang berjudul Meditation menjelaskan

dalam sistem pemerintahan yang mendasarkan pada kebebasan..kses 16

Pluralisme bukan hanya berarti actual plurality (kemajemukan atau

keaneragaman) yang justru menggambarkan kesan fragmentasi, bukan juga

sekedar ‚kebaikan negatif‛ sebagai lawan dari fanatisme, melainkan harus

dipahami sebagai ‚pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban‛

(genuine engagement of diversity within the bonds of civility). Lihat, Budi

Munzwar Rachman, Islam Pluralis,31; Ahmad Baso, Civil Society versus Masyarakat Madani : Arkeologi Pemikiran ‚Civil Siciety‛ dalam Iskam

Indonesia (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999),23-23.

Page 25: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

355

keagamaan yang dianggap legitimate bagi umatnya. Karena

statemen, apalagi fatwa, mereka dapat dijadikan pemicu atau

alasan bagi kalangan tertentu untuk melakukan tindak kekerasan

terhadap aliran agama atau paham lainnya. Lembaga-lembaga

penting seperti MUI, misalnya, sepatutnya mengurangi

kecenderungan cepat-cepat mengeluarkan fatwa – tanpa terlebih

dahulu mengadakan dialog yang melibatkan pelbagai kalangan dan

elemen Islam yang berbeda paham teologinya. Dengan begitu dapat

tercipta fatwa yang dapat menyejukan suasana keberagamaan.

Jadi, setiap fatwa yang dibuat seyogianya harus lebih

mengutamakan dialog. Kecenderungan MUI belakangan ini,

senang cepat-cepat mengeluarkan fatwa, tetapi fatwa itu tidak

terlalu menolong penciptaan kehidupan intra-umat Islam yang

lebih baik.17

Fatwa pengharaman MUI terhadap pluralisme,

menurut Azra keliru. Sebab, fatwa MUI itu didasarkan pada

pemahaman yang tidak benar mengenai pluralisme. Pluralisme

sejatinya bukan mencampuradukkan atau sinkretisme agama.

Mendukung pluralisme, bukan berarti mencampuradukkan akidah

dengan agama-agama lain.18

Menurut Abdul Hadi, bangsa Indonesia harus kembali ke

UUD 1945. Ketika dalam UUD ada yang menyebutkan kebebasan

17

Lihat juga Azyumardi Azra, Membela Kebebasan Beragama

Percakapan tentang Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme….266-267. 18

Lihat juga Azyumardi Azra, Membela Kebebasan Beragama

Percakapan tentang Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme….267-268. Pengafirmasian saya terhadap pluralisme sama sekali tidak bertindak sinkretis

dalam beragama. Karena saya tidak menerima sinkretisme. Yang dimaksud

pluralisme, menurut hemat saya, sederhananya adalah mengakui bahwa di dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara, terdapat bukan hanya orang Islam,

tetapi ada pemeluk agama lainnya. Kita harus mengakui bahwa setiap agama

dengan para pemeluknya masing-masing mempunyai hak yang sama untuk eksis

sebagaimana juga agama yang kita anut mempunyai hak atas keberadaannya.

Maka yang kemudian harus dibangun adalah perasaan saling menghormati,

tetapi bukan sinkretisme. Kalau ada yang menganggap bahwa menerima

pluralisme berarti kita melakukan sinkretisme keagamaan, maka pandangan

seperti itu kacau adanya. Untuk itu persepsi bahwa orang yang menerima

pluralisme berarti mengamini sinkretisme, harus ditolak. Orang Kristen juga

menolak itu, begitupun penganut agama lainnya. Jadi pada hematnya, jika

mereka menerima pandangan pluralisme, maka mereka harus tetap mengimani

agama yang dianutnya secara total.

Page 26: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

356

beragama, tetapi harus diingat di situ bukan kebebasan seluas-

luasnya. Kebebasan agama hanya bisa diterapkan bagi kelompok-

kelompok yang memang asli lahir dari budaya Indonesia, seperti

NU dan Muhammadiyah. Sedangkan kelompok seperti Ahmadiyah,

tidak lain adalah alat kapitalis yang terusir dari negara asalnya.

Bukan berarti dia tidak suka terhadap kelompok ini.19

Bagaimanapun kalau terjadi kekerasan terhadap mereka, negara

tetap harus melakukan tindakan tegas.

Agama, secara khusus sangat penting dalam pembicaraan

komunikasi antarbudaya, karena agama merupakan cara pandang

(worldview); sesuatu yang menuntun manusia dan menolong

manusia menentukan gambaran dunia ini dan bagaimana mereka

berperan dalam dunia tersebut.20

Cara pandang merupakan inti dari

perilaku manusia, karena suatu cara pandang akan menjelaskan

realitas dan mengajarkan seseorang untuk melakukan peran secara

efektif. 21 Islam di berbagai zaman dan di berbagai daerah di

Indonesia, berhadapan dengan adat dan struktur sosial setempat

19

Lihat juga Abdul Hadi WM, Membela Kebebasan Beragama Percakapan tentang Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme Budhy Munawar-

Rachman (ed) (Jakarta: Demokrasi Project Yayasan Abad Demokrasi: 2011), 85.

Bagi saya silakan saja Ahmadiyah hidup di negeri ini, kalau terjadi sesuatu atas

mereka, maka itu adalah tanggung jawab pemerintah. Saya ingat ketika terjadi

kerusuhan di Solo antara pendukung Sarekat Islam dengan masyarakat

Tionghoa, di mana persoalannya bukan karena agama, tetapi lebih oleh karena

motif ekonomi. Kalau sekarang seenaknya konglomerat membawa uang negara

ke luar negeri, bukankah wajar jika warga marah. Jangan lagi disebut konflik

etnis, ras, atau bahkan agama. Konsep SARA harus kita hilangkan. Biarkan

orang Kristen mengkritik orang Islam, begitu pun sebaliknya. Masalahnya

selama ini media masa tidak mampu menampung, akhirnya yang terjadi adalah

munculnya sekat-sekat kelompok agama. Penyebab itu semua, sebagaimana

sebelumnya saya katakan, karena menggejalanya budaya lisan. Jadi,

sebagaimana saya utarakan dari awal, pokok soalnya adalah pendidikan kita

yang tidak memiliki muatan kultur. 20

Lihat Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, Communication Between Cultures (New York: Oxford University Press, 1995),10.

21Lihat Andi Faisal Bakti, Nation Building, Kontribusi Komunikasi

Lintas Agama dan Budaya terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Jakarta:

Churia Press, 2006),185

Page 27: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

357

yang amat berbeda-beda.22

Dengan demikian, berbeda-beda pula

perkembangan peranan agama dan pertimbangan-pertimbangan

sosial dengan adat dan struktur sosial dalam sejarah dan wilayah

Indonesia. Berbagai bentuk interaksi kongkret menunjukkan pula

keanekaragaman wajah Islam dalam manifestasi sejarahnya.

Hadirnya Islam di ruang publik secara umum bisa dilihat

sebagai penyebaran nilai, ajaran, dan simbol-simbol Islam pada

masyarakat dengan memanfaatkan ruang publik, yaitu ruang atau

arena, baik nyata maupun virtual yang digunakan secara bersama

oleh warga masyarakat untuk mengomunikasikan dan

menegosiasikan berbagai ide dan kepentingan, termasuk di

dalamnya pandangan dan kepentingan agama.23

Samovar, Porter,

dan Jain mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai

intercultural communication occurs whenever a message producer is a member of one culture and a message receiver is a member of another.24

Komunikasi antarbudaya merupakan satu hal yang sama

kompleksnya dengan kebudayaan. Komunikasi antarbudaya terjadi

di antara komunikator dan komunikan yang memiliki latar

belakang kebudayaan berbeda. Sedangkan komunikasi

22

Lihat juga pendapat Silvio Ferrari, "Religion and the Development of

Civil Society", Internatioanl Journal for Religiuos Freedom Vol 4 Issue 2 2011,

35, http://www.iirf.eu/fileadmin/user_upload/Journal/ IJRF_Vol4-2.pdf (diakses

pada tanggal 30 Juni 2013). 23

Menggunakan perspektif Jurgen Habermas, pemaparan dan

pewacanaan Islam di ruang publik bagaimanapun mengandung dimensi politis

berbagai kekuatan sosial berusaha mengartikulasikan secara publik kepentingan-

kepentingan kepada Negara. Lihat, ‚Islam di Ruang Publik, Politik Identitas dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia‛, Sukron Kamil, Noorhaidi Hasan dan Irfan

Abubakar (ed), Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, 2-3. Maraknya Islam di ruang publik

khususnya selama periode reformasi ditunjukkan oleh beberapa indikasi yang

cukup menonjol. Di bidang politik, gejalan ini ditandai dengan lahirnya partai-

partai politik Islam baru yang aktif mendengungkan seruan-seruan Islamis dan

munculnya gerakan Islam militan seperti Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI),

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Front Pembela Islam (FPI). Di bidang

ekonomi, terjadi ekspansi bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnnya.

Di bidang kbudayaan, berkembang penerbitan buku-buku yang bertajuk Islam

dan berkembangnya industri film yang mengangkat tema-tema Islami, seperti

Ayat-Ayat Cinta. 24

Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antarbudaya (Jakarta:Pusat Antar-

Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun terbit), 24.

Page 28: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

358

antarbudaya meliputi aspek komunikasi, sementara karakteristik

utama dari komunikasi yaitu makna. Komunikasi terjadi ketika

seseorang mengatribusikan makna pada tuturan atau tindakan

orang lain.

Dalam upaya meningkatkan hubungan baik antarumat

beragama, perlu dijalin komunikasi yang bersifat antarbudaya

(intercultural communication),25

dengan demikian, akan dapat

terjalin suasana keakraban antarpemeluk agama. Komunikasi juga

dapat dipahami sebagai satu proses simbolis, di mana realitas

diproduksi, dipertahankan, diperbaiki, dan ditransformasikan.26

Komunikasi antarbudaya, merupakan komunikasi antara orang-

orang yang berbeda kebudayaan, misalnya; antara suku bangsa,

etnik, ras, dan kelas sosial, tanpa kecuali komunikasi

antarkelompok. Contohnya, jemaat Ahmadiyah dan kelompok

Islam arus utama Indonesia. Pentingnya melakukan komunikasi

antarbudaya dalam melihat konflik Ahmadiyah dengan Islam arus

utama untuk mengkaji seberapa jauh fungsi dan peran komunikasi

antarbudaya yang dilakukan kelompok Ahmadiyah dalam

melakukan interaksi keagamaan dengan Islam mainstream. 27

Sejumlah pengertian tentang konflik antara lain adanya

pertentangan yang timbul di dalam seseorang maupun dengan

orang lain yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupa

perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua

pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar

kedua belah pihak, sampai kepada mana pihak-pihak yang terlibat

memandang satu sama lain sebagai pengahalang dan pengganggu

tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.

25

Komunikasi antarbudaya perlu diterapkan dalam dialog dan interaksi

antarumat beragama sehari-hari. Menurut Roger dan Steinfatt (1999),

sebagaimana dikutif oleh Judy Pearson, et.al, bahwa yang dimaksud dengan

komunikasi antarbudaya adalah pertukaran informasi antarindividu yang tidak

sama dalam hal budaya. Judy Pearson, et.al, Human Communication (New York:

McGraw Hill,2003), 210. 26

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, Communication Between Cultures, 10.

27Lihat juga Azyumardi Azra, Membela Kebebasan Beragama

Percakapan tentang Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme….256-257.

Page 29: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

359

Dampak dari aksi kekerasan dapat mengarah kepada

tindakan fisik yang bersifat personal, artinya mengarah pada orang

atau kelompok tertentu yang dilakukan secara disengaja maupun

tidak disengaja. Pada dasarnya konflik dan kekerasan ada

perbedaan, namun keduanya memiliki hubungan erat. Tidak ada

kekerasan tanpa diawali konflik, sementara konflik tidak harus

berujung pada kekerasan. Kekerasan dapat terjadi jika pihak-pihak

yang terlibat di dalamnya tidak mampu menyelesaikannya.28

Dalam pandangan Habermas, agama di ruang publik dituntut untuk

melepaskan klaim sebagai yang satu-satunya memiliki otoritas

untuk menafsirkan dan menentukan cara hidup mana yang

legitimed.29 Agama ketika masuk ke ruang publik harus

ditafsirkan secara sekular berdasarkan prinsip rasionalitas.

Pandangannya ini dipengaruhi oleh konsep Demokrasi

Deliberatif30

, bahwa negara dan agama harus dipisahkan perannya.

28

Bandingkan dengan arti kekerasan (violence) secara etimologi berasal

dari bahasa latin ‚vis‛ yang artinya kekuatan, kehebatan, kedahsyatan dan

kekerasan dan ‚lotus‛ yang artinya membawa. Lihat Elly M. Setiadi dan Usman

Kolip, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 358-

359. Thomas Santoso dalam pengantar buku Teori-teori Kekerasan

mengungkapkan pendapat Johan Galtung, seorang kriminolog dari Norwegia,

yang mendefinisikan kekerasan sebagai segala sesuatu yang menyebabkan orang

terhalang untuk mengaktualisasikan potensi diri secara wajar, lihat Thomas

Santoso, eds. Teori-teori Kekerasan (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002). Dalam

literatur Islam, kekerasan agresif dalam pengertian pembunuhan untuk mendapat

yang diinginkan, terjadi pertama kali dilakukan oleh Qobil terhap Habil, anak

Nabi Adam AS, karena memperebutkan perempuan jelita, Iqlimah, hingga

akhirnya terjadi kekerasan dalam bentuk pembunuhan terhadap Habil. Dalam al-

Qur’an kisah ini dapat dilihat dalam surah al-Maidah, 5:27-30. Lihat juga, Ala’i

Najib, ‚Perempuan dan Perdamaian: Catatan tentang Peacebuilding‛ dalam

Jurnal Taswirul Afkar, edisi No. 22 tahun 2007, 9. 29

Lihat F. Budi Hardiman, Ruang Publik: Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis sampai Cyberspace (Yogyakarta: Kanisius, 2010), 230.

Mengenai konsep ‚Agama di Ruang Publik‛ Habermas menulis khusus tentang

itu dalam bukunya, Between Naturalism and Religion (New York: Polity Press,

2009) yang diterjemahkan dari buku asli Zwischen Naturalismus und Religion tahun 2005. Secara khusus pada sub-judul ‚Religion in The Public Sphere‛.

30Demokrasi Deliberatif dalam pengertian Habermas yaitu suatu upaya

untuk merekontruksi proses komunikasi dalam kontek negara demokratis.

Deliberatif: konsultasi, menimbang, dan musyawarah. Demokrasi deliberatif

adalah suatu pandangan yang diadopsi dari pemikiran Habermas, seorang

Page 30: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

360

Meskipun demikian, Habermas mengakui bahwa agama adalah

pandangan hidup atau doktrin yang lengkap, namun ketika dibawa

ke ruang public, doktrin-doktrin metafisikanya harus dijelaskan

secara rasional.31

Agama di ruang publik mensyaratkan adanya

komunikasi dua arah atau dalam istilah Habermas disebut dengan

diskursus praktis.32

Dalam proses komunikasi ini terjadi diskusi di

ruang publik dengan mempertahankan ruang tersebut dalam

keadaan tetap netral, karena landasannya adalah rasionalitas bukan

doktrin-doktrin keagamaan yang bersifat personal. Doktrin-doktrin

itu disampaikan melalui bahasa yang dapat diterima oleh semua

orang, sehingga ada proses diskursus yang mengarah pada

konsensus.33

Negara terkait dengan agama di Ruang Publik, dalam

pandangan Habermas, harus bebas dari paham keberpihakan pada

salah satu agama. Agama harus tetap netral atau liberal: The consencus on constitutional principles in which all citizens must share pertains also to the principle of separation of church and state.

34 Terbukanya akses publik menjadi hal penting bagi

pergerakan komunikasi antarbudaya karena demi terwujudnya

kepentingan publik, sehingga free public sphere sangat

diperlukan.35

Peran agama, menurut Habermas, akan digantikan

pemikir dari aliran Frankfrut School. Inti pandangan ini adalah upaya bagaimana

mengaktifkan individu dalam masyarakat sebagai warga negara untuk

berkomunikasi, sehingga komunikasi yang terjadi pada level warga itu mampu

mempengaruhi pengambilan keputusan publik pada level sistem politik. Dalam

praktiknya, demokrasi deliberatif mengutamakan penggunaan tatacara

pengambilan keputusan yang menekankan musyawarah dan penggalian masalah

melalui dialog dan tukar pengalaman di antara para pihak dan warganegara.

Partisipasi warga (citizen participation) merupakan inti dari demokrasi

deliberatif. Lihat Jurgen Habermas, Religion in Public Sphere, 125. 31

F. Budi Hardiman, Ruang Publik, 121. Lihat juga pemikiran Habermas

yang disarikan oleh F. Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif (Yogyakarta:

Kanisius, 2009), 74. 32

F. Budi Hardiman, Ruang Publik… 19. 33

Lihat Jurgen Habermas, Religion in Public Sphere, 120. 34

Jurgen Habermas, Religion on Public Sphere, 128. 35

Castells mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan ruang publik

adalah ruang komunikasi ide dan proyek yang muncul dari masyarakat dan

ditujukan kepada para pengambil keputusan di lembaga-lembaga masyarakat.

Manuel Castells, ‚The New Public Sphere: Global Civil Society,

Page 31: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

361

oleh tindakan komunikatif serta konsensus-konsensus yang

dihasilkannya. Fungsi ekspresif serta integrasi sosial yang selama

ini dimainkan oleh praksis ritual keagamaan akan digantikan oleh

tindakan komunikatif.36

Sedangkan otoritas ‚Yang Kudus‛ secara

suksesif akan digantikan oleh otoritas dari konsensus-konsensus

yang tiap-tiap kali diupayakan. Seiring dengan berjalannya proses

modernisasi kekuasan dari ‚Yang Suci‛ disublimasikan menjadi

kekuasaan yang mengikat dari klaim-klaim keabsahan yang

senantiasa dapat dikritik.37

Untuk menguji teori Habermas

tersebut, penulis membandingkannya dengan teori Armando

Salvatore dan Mark Le Vine yang meragukan konsep public sphere

Jurgen Habermas mengenai kemampuan untuk menganalisis Islam

Publik. Dalam pandangan mereka, konsep Habermas terlalu

terbatas menjelasksn format dan akses ruang-ruang publik serta

tidak dapat menciptakan kesempatan mengklaim ulang kebaikan

bersama (common good) yang diupayakan oleh berbagai gerakan

kelompok sosial, termasuk kelompok sosial religius, yang tidak

merefleksikan semacam sekularitas yang diproduksi negara

modern dengan berbagai variannya seperti liberal, publik, dan

sosialis.38

Di beberapa daerah misalnya, di Lombok, Nusa

Tenggara Barat, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sering

mendapatkan perlakuan intimidasi, mulai penyegelan masjid

tempat mereka ibadah, sampai penjarahan hak milik mereka, serta

pengusiran secara paksa dari tanah kelahirannya.39

Sedangkan di

Communication Networks, and Global Governance‛, Annals of the American Academy of Political and Social Science, Vol. 616, Public Diplomacy in a

Changing World (Mar., 2008), 78, http://www.jstor.org/stable/25097995

(diakses pada tanggal 26 Juni 2013). 36

Jurgen Habermas Religion on Public Sphere, 128. 37

Lihat A. Sunarko dalam F. Budi Hardiman, Ruang Publik, 220. 38

Armando Salvatore dan Mark LeVine, ‚Recontructing The Public

Sphere in Muslim Majority Societies‛ dalam Religion, Social Pratice, And Contested Hegemonies: Recontructing the Public Sphere in Muslim Majurity Societies, Armando Salvatore dan Mark Le Vine (ed) (New York: Palgrave

Macmillan, 2005), 5-6. 39

Mengenai konflik Jemaat Ahmadiyah dan Non-Ahmadiyah di NTB,

terdapat penelitian khusus yang menyoroti hal tersebut. Lihat, Lalu Ahmad

Zaenuri, Konflik Jemaat Ahmadiyah dengan Masyarakat Non-Ahmadiyah (Studi

Kasus di Lombok NTB), Disertasi SPS UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2009.

Page 32: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

362

Kemang Parung, Bogor, Jawa Barat tahun 2005, 2007, tahun 2013,

Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) mengalami hal serupa. Pada

tahun 2005, Ahmadiyah di Parung ini tergolong besar, bahkan

dikenal sebagai pusat kegiatan Ahmadiyah di Indonesia. JAI berada

di Desa Pondok Udik, Kemang memiliki pusat pendidikan kader,

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pesantren Mubarok, dan

perguruan tinggi Islam Ahmadiyah.

Pada tahun 2007 dan 2009 kelompok terbesar Jemaat

Ahmadiyah Qadian di Desa Manislor, Kuningan, Jawa Barat,

diserang dan dihancurkan oleh kelompok-kelompok masyarakat

yang mengatasnamakan Islam. Delapan rumah jemaat

dihancurkan, sementara tujuh masjid dirusak dan dibakar, tiga di

antaranya disegel aparat kepolisian. Dampak yang lebih

menakutkan, tiga warga Ahmadiyah dirawat di rumah sakit, satu di

antaranya mengalami luka tusukan benda tajam.40

Dalam kasus Ahmadiyah Qadian dengan Islam arus utama

bukan isu kebebasan beragama tetapi penafsiran perbedaan

paham kenabian. Menanggapi perbedaan tersebut, Pengurus Pusat

Jemaat Ahmadiyah membenarkan bahwa komunikasi yang mereka

lakukan selama ini pada umat Islam arus utama tidak sebaik dan

seintensif dengan umat Kristen maupun Katolik. Menurut salah

seorang pengurus PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Rakeeman

R.A.M. Jumaan, ada kesalahan persepsi komunikasi akibat warga

Ahmadiyah menjadi korban kekerasan karena ajaran Ahmadiyah

dianggap menyimang dan sesat.41

Perbedaan itu, didasarkan pada adanya pandangan yang

keliru terhadap keyakinan Ahmadiyah dalam hal khata>m al-nabi>yi>n. Padahal Ahmadiyah meyakini bahwa Nabi Muhammad

saw adalah nabi yang terakhir dan tidak akan datang nabi lagi,

baik nabi lama maupun nabi baru.42

Sekelompok ormas Islam

menganggap ajaran Ahmadiyah Qadian dianggap melenceng dan

menyesatkan dari ajaran Islam sebenarnya karena mengakui

adanya nabi setelah Nabi Muhammad saw. Hal ini sangat

40

Majalah Madina, Edisi 3, Desember 2009. 41

Wawancara mendalam dengan Rakeeman RAM Jumaan, Pengurus

Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia, di Parung, Jawa Barat, 14 Pebruari 2014. 42

Wawancara mendalam dengan Rakeeman R>A>M Jumaan, Pengurus

Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia, di Parung, Jawa Barat, 14 Pebruari 2014.

Page 33: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

363

bertentangan dengan pandangan umumnya kaum muslim yang

mempercayai Nabi Muhammad saw sebagai nabi terakhir.43

Menurut Goenawan Mohamad, presiden pertama Indonesia

Soekarno menghargai gerakan Ahmadiyah. Selama masa

pembuangannya di Ende, Nusa Tenggara Timur, dia pernah

didesas-desuskan mendirikan cabang Ahmadiyah, namun Soekarno

dalam sepucuk suratnya tahun 1936, membantah desas-desus

tersebut.

Saya tidak percaya bahwa Mirza Gulam Ahmad seorang nabi dan belum percaya pula bahwa dia seorang mujaddid. Namun dia menyatakan mendapat banyak faedah dari buku-buku yang dikeluarkan Ahmadiyah, misalnya Mohammad the Prophet karya Mohammad Ali dan Het Evangelie van den daad karya Chawadja Kamaloeddin. Majalah Ahmadiyah, Islamic Review, kata Bung Karno, banyak memuat artikel yang bagus.

44

Mohamad menulis, pada waktu itu, Bung Karno tentu sadar

akan sikap negatif kalangan Islam, terutama Muhammadiyah,

terhadap Ahmadiyah yang terungkap sejak tahun 1929.45

Adanya

43

Lihat Lalu Ahmad Zuhaeri, ‚Konflik Jemaat Ahmadiyah dengan

Masyarakat Non Ahmadiyah‛ Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah, (2009), 15. 44

Goenawan Mohamad, ‚Dari Ende ke Arab Saudi‛, Majalah Prisma,

edisi khusus volume 32, No.2 dan No 3 tahun 2013), 152. 45

Namun dia, tidak menutup pintu bagi ide-ide yang dianggap baik dari

kalangan ini – ‚baik‛ dalam perspektif seorang penganjur modernitas.

Ahmadiyah adalah salah satu faktor penting di dalam pembaharuan pengertian

Islam di India,‛ kata Bung Karno dalam tulisannya, ‚Me-muda-kan Pengertian

Islam‛. Dalam hal ini Bung Karno tidak seorang diri. Seperti dia, sebelumnya,

Tjokroaminoto, juga mendapatkan Qur’an dari terjemahan dan tafsir seorang

ulama Ahmadiyah, Muhammad Ali, The Holy Qur’an. Organisasi pemuda Islam

yang berpengaruh, Jong Islamieten Bond, yang didirikan para pemuda terpelajar

pada tahun 1924 yang pernah mengundang seorang mubalig Ahmadiyah Lahore,

Wali Ahmad Baig, sebagai salah seorang pengajar di organisasi itu –

sebagaimana halnya tokoh Islam ‚reformis‛ lain, misalnya, A Fachruddin dari

Muhammadiyah. Meskipun demikian, ada hal yang tak akan mendekatkan

Bung Karno ke kalangan Ahmadiyah: Selain kultus mereka terhadap Mirza

Gulam Ahmad adalah apa yang dikatakan Bung Karno sebagai ‚kecintaan‛ para

pelopor Ahmadiyah ‚kepada imperialisme Inggris.‛ Semangat antikolonial

bertaut dengan keyakinan akan modernitas dan pandangan sejarah yang

Page 34: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

364

perbedaan fundamental yang menyangkut soal posisi Muhammad

sebagai nabi terakhir itulah yang membuat umat Islam arus utama

merasa bahwa identitas religius mereka berbeda dengan jemaat

Ahmadiyah, bahkan mereka meminta Ahmadiyah tidak

menyatakan diri sebagai umat Islam.

Perasaan adanya ketidaksamaan identitas itu, menyebabkan

umat Islam arus utama merasa terganggu jika Ahmadiyah tetap

menyatakan diri sebagai Islam. Jika umat Islam secara keseluruhan

merupakan satu kelompok budaya, maka Ahmadiyah dianggap

tidak memiliki keyakinan dan persepsi yang sama dengan

kelompok Islam arus utama. Jadi jelas masalah utama dalam kasus

Ahmadiyah Qadian, bukan isu kebebasan beragama, tetapi

penafsiran perbedaan paham kenabian.46

Jika melihat Islam

sebagai budaya yang merupakan area penampilan yang cair dan

tidak baku, maka bisa dikatakan bahwa upaya negosiasi dan

kompetisi yang dilakukan Ahmadiyah dalam gelanggang Islam

belum berhasil, atau belum mencapai tujuannya. Penolakan keras

masih mendominasi dan terlegitimasi, walaupun penerimaan dari

beberapa kelompok Islam lainnya seperti; Jaringan Islam Liberal

(JIL) maupun kelompok Nasionalis Abdurrahman Wahid tetap

ada.47

Perpecahan keagamaan, akibat fanatisme sempit sering

dilukiskan sebagai bahaya sosial paling besar dan eksplosif bagi

Indonesia yang plural budaya, agama, dan suku bangsa. Padahal,

manusia dikenal sebagai makhluk Allah yang paling cerdas.

Kecerdasan yang dimiliki manusia menempatkannya sebagai

sebaik-baiknya ciptaaan Allah (ahsan al-taqwim).48 Dari segi

politik diperlukan suatu pemerintah yang kuat dan stabil, sekaligus

terbuka dan tanggap. Mengherankan apabila melihat keadaan yang

Marxistis – itulah yang mewarnai cara Bung Karno memandang Islam. Lihat

Gunawan Muhamad, ‚Dari Ende ke Arab Saudi‛, Majalah Prisma, 152. 46

Lihat Lalu Ahmad Zuhaeri, ‚Konflik Jemaat Ahmadiyah dengan

Masyarakat Non Ahmadiyah‛ Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah, (2009), 5. 47

Maman Suryaman, Fatwa Takfir MUI pada Ahmadiyah (Jakarta:

Muda Cendekia Indonesia, 2012), 2. 48

Qur’an Surat At-Tin; 4, ‚Sesungguhnya kami telah menciptakan

manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya‛ Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV. Diponogoro, 2005), 478.

Page 35: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

365

tidak stabil dalam kehidupan beragama masih terus berlangsung di

Indonesia yang sudah merdeka 60 tahun, khususnya di zaman yang

modern ini.49

Fenomena konflik dan pemidanaan tersebut, menurut

Zainal Abidin Bagir, akibat menguatnya secara bersamaan dua

kelompok arus utama di masa reformasi yang terkadang saling

bersinggungan dan tidak mungkin untuk dihilangkan salah

satunya; arus pendukung hak asasi manusia yang menyuarakan

kebebasan beragama atau berkeyakinan dan arus pendukung

fundamentalisme yang menyuarakan pentingnya nilai-nilai

keagamaan dalam semua lini kehidupan, khususnya agama Islam.50

Konflik menjadi ironi dalam masyarakat yang heterogen, baik

antar-agama seperti dalam kasus Jemaat Kristen Yasmin di Bogor,

maupun intra-agama yaitu Ahmadiyah dan penganut Syiah. Kasus-

kasus tersebut belum terselesaikan, bahkan dampaknya bukan

saja traumatik secara psikologis, tetapi juga secara sosial, mereka

terusir dari kampung halamannya.

Menurut Suryadharma Ali, konflik berlatar belakang

agama adalah gejala wajar dalam masyarakat majemuk dalam

agama, suku, dan budaya seperti di Indonesia. Kasus-kasus

semacam itu jangan dikipas-kipasi atau ditunggangi kelompok

politik atau kepentingan.51

Selama tidak dikipas-kipasi, konflik itu

masih wajar terjadi. Sekecil apa pun kipas-kipas itu harus

diwaspadai karena jika berlanjut dari waktu ke waktu, lama-lama

terbentuk opini negatif.52

Namun Koordinator Program

49

Lihat Nurcholish Madjid, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan

(Bandung: Mizan,1998),37. 50

Zainal Abidin Bagir, Jalan Tengah Mahkamah Konstitusi dan Kebebasan Beragama di Indonesia, dalam Ismail Hasani (ed.), Putusan Uji

Materi UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau

Penodaan Agama terhadap UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Setara

Institute, 2010), 31. 51

Lihat ‚Konflik Wajar, Jangan Tunggangi,‛ Kompas, 10 Juli 2013,

Rubrik Nasional, 2. 52

Lihat ‚Konflik Wajar Jangan Tunggangi.‛ Kompas, 10 Juli 2013,

Rubrik Nasional. Konflik selalu ada dalam kehidupan manusia, bahkan dalan

dalam peradaban atau negara yang maju maju sekalipun. Hal itu terjadi karena

manusia diberkati nafsu amarah. Untuk mengaturnya, agama dan negara

melarang pembunuhan, kekerasan, menghina, atau memfitnah satu sama lain.

Page 36: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

366

Pascasarjana Psikologi Perdamaian Universitas Indonesia, Ichsan

Malik, tidak sependapat dengan Suryadharma Ali, bahwa konflik

adalah hal yang wajar, melainkan justru berbahaya. Pernyataan

Suryadharma Ali soal konflik dapat menjustifikasi bahwa sengketa

atau pertentangan dalam perbedaan dapat dibiarkan terus terjadi.

Potensi konflik tidak dapat dianggap wajar karena dapat mengarah

pada konflik terbuka.53

Perbedaan termasuk perbedaan suku, agama, ras, dan

antargolongan merupakan kodrat atau alamia namun,

ketidakmampuan menghadapi perbedaan menimbulkan atau

sengketa.54

Potensi konflik tidak dapat dianggap hal yang wajar

karena dapat mengarah pada konflik terbuka dengan berbagai aksi

kekerasan. Pemerintah hendaknya proaktif memfasilitasi

penanganan potensi konflik, bukan menganggap potensi konflik itu

sebagai hal yang wajar. Potensi konflik dengan berbagai latar

belakang agama perlu ditangani dengan pendekatan komunikasi,

seperti memberikan ruang dialog. Sedangkan dari sisi intelijen,

aparat keamanan harus melakukan deteksi dini agar potensi konflik

tidak mengarah pada kekerasan.55

Potensi konflik merupakan usaha

Terhadap sejumlah kekerasan berlatarbelakang agama, Suryadharma Ali

menegaskan, siapaun yang melakukan intimidasi atau kekerasan harus diproses

hukum. Tindak kekerasan oleh siapan kepada siapaun dengan alasan apapun

tidak bisa dibenarkan. Siapa pun yang melakukan kekerasan akan berhadapan

dengan hukum. 53

Lihat ‚Pernyataan Menag Berbahaya,‛ Kompas, 11 Juli 201. Rubrik

Nasional,2. 54

Sengketa yang tidak tertangani dengan baik dan dibiarkan berlarut-

larut akan mengarah kepada konflik. Jadi dalam konflik sudah terjadi kekerasan,

penghilangan hak hidup, penghilangan hak bertempat tinggal, hak bekerja, dan

hak-hak lainnya. Jika terjadi sengketa dalam perbedaan , pemerintah tidak boleh

membiarkan, melainkan memfasilitasi untuk menyelesaikan sengketa. Namun

yang terjadi selama ini , pemerintah cenderung membiarkan sengketa terjadi

berlarut-larut dan terakumulasi sehingga bermuara pada konflik. Dalam konflik-

konflik selama ini penyebabnya antara lain pertentangan atau sengketa

perbedaan, baik dalam perbedaan kepercayaan, perbedaan kebijakan atas

pengelolaan sumber daya alam, tidak tertangani dengan baik, terakumulasi, dan

bermuara pada konflik. Lihat ‚Pernyataan Menag Berbahaya,‛Kompas, 11 Juli

2013, Rubrik Nasional. 55

Lihat ‚Pernyataan Menteri Agama Berbahaya‛, Kompas, 11 Juli 2013,

Rubrik Nasional.

Page 37: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

367

untuk mengingatkan perlunya menjaga kerukunan. Sebagai negara

majemuk dengan berbagai macam agama, suku, dan budaya,

sesama warga negara Indonesia memiliki potensi terjadinya

perpecahan. Upaya bijak untuk mengantisipasinya, semua elemen

bangsa perlu terus berusaha membangun kerukunan beragama dan

melakukan komunikasi secara terbuka apa adanya.

Pengaturan tentang tindak penodaan agama merupakan

produk sejarah peradaban manusia yang panjang dan bukan hanya

di negara-negara Muslim seperti Indonesia, tetapi juga di negara-

negara Kristen, seperti di Eropa. Pengaturan diperlukan untuk

mencegah terjadinya penistaan, penyalahgunaan, dan penodaan

agama.56

Padahal Islam itu, khususnya Islam Jawa merupakan

sistem keagamaan desa yang terdiri dari suatu integrasi yang

berimbang antara unsur-unsur animisme, Hindu, dan Islam. Suatu

sinkretisme57

utama orang Jawa yang merupakan tradisi rakyat

yang sebenarnya di pulau itu, dasar utama peradabannya tetapi

situasinya lebih kompleks dari itu.58

Sistem keagamaan ini

diasosiasikan dengan cara yang luas dan umum dengan desa orang

Jawa.59

Clifford Geertz melihat tiga sosok varian Islam Jawa salah

satunya adalah dari aspek residensial atau tempat tinggal

seseorang, di samping tradisi dan ritual sebagai metode untuk

menjustifikasi menjadi sosok abangan yang ada di pedesaan. Santri

di pesantren, dan priyayi di kantor birokrasi pemerintahan yang

56

M. Atho Mudzhar, ‚Pengaturan Kebebasan Beragama dan Penodaan

Agama di Indonesia dan Berbagai Negara,‛ http://www.

djpp.depkumham.go.id/files/doc/591_Pengaturan%20Kebebasan%20Beragama%

20dan%20Penodaan%20Agama.pdf, (diakses 5 Juni 2013). 57

Sinkretisme paham (aliran) baru yang merupakan perpaduan dari

beberapa paham (aliran) yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan,

dan sebagainya: Upacara Syiwa Buddha adalah ungkapan -- agama Buddha dan

Hindu. Lihat sumber: http://artikata.com/arti-351319-sinkretisme.html. Diakses,

30 Januari 2014. 58

Clifford Geertz, Abangan, Santri, dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa,

terj. Aswab Mahasin (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983),2. 59

Clifford Geertz, Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa,

3.

Page 38: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

368

notabene di perkotaan. Sedangkan kelompok abangan di pasar atau

di lingkungan masyarakat biasa.60

Kekerasan seolah-olah menjadi saluran tunggal untuk

penyelesaian suatu masalah. Sentimen primordial, seperti suku,

agama, ras, dan antargolongan (SARA) begitu cepatnya tersulut.

Penggunaan simbol-simbol agama merupakan konflik yang paling

rawan, masif, dan destruktif. Sebab, agama memberikan pengaruh

yang sangat kuat dalam kehidupan bagi pemeluknya, baik secara

personal maupun sosial. Tidak mengherankan, dalam konflik

agama, para pelakunya merasa faktor penggeraknya merupakan

tujuan mulia. Konflik bernuansa agama merupakan tipe konflik

yang tidak mudah untuk diurai, tetapi bukan berarti konflik

tersebut tidak bisa dikelola dengan baik. George Weige memberi

penilaian secara seimbang bahwa agama dapat menjadi sumber

konflik sekaligus juga memiliki potensi kreatif yang dapat

berfungsi sebagai jaminan yang kuat untuk toleransi sosial,

pluralisme demokratis, dan resolusi konflik nir-kekerasan.61

Meskipun demikian, konflik berlatar belakang agama

sesungguhnya tidak melulu atas dasar agama atau motif sakral,

tetapi berkelindan dan malah diinisasi oleh motif-motif politik

kepentingan agama atau perebutan kekuasaan. Di sisi lain, agama

seringkali menjadi instrument pembenaran dalam membingkai

konflik. Menurut Syafii Maarif, dalam hal kebebasan beragama,

ternyata al-Qur’an lebih toleran dibanding dengan umat Islam

60

Clifford Geertz, Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa,

6-7. 61

George Weige, ‚Religion and Peace, An Argument Complex‛ dalam

Resolving Third Word Conflict: Challenge for New Era, ed. Syeryl Brown dan

Kimber Schraub (Washington DC: US Institute of Peace Press, 1992), 173.

Sejumlah lembaga internasional juga menaruh perhatian besar tentang peran

agama dalam resolusi konflik dan merekomendasikannya menjadi bagian dari

penciptaan kohesi dan integrasi sosial. Di kalangan Muslim, upaya menggali

peran agama dalam resolusi konflik juga banyak dilakukan sejumlah sarjana lihat

di antaranya; Ralph H. Salmi, Cesar Adib Majul, George Kilpatrick Tanham,

Islam and Conflict Resolution: Theories and Practices (Lanham: University

Press of America, 1998); Abdul Aziz Said, Nathan C. Funk, Ayse S. Kadayifci, Peace and Conflict Resolution in Islam: Perception and Practice (Lanham:

University Press of America, 2001) ; Mohammed Abu-Nimer, Non Violence and Peace Building in Islam: Theory and Practice, (Florida: University Press of

Florida, 2003).

Page 39: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

369

sendiri. Dia mengkritik sikap umat Islam yang cenderung intoleran

terhadap berbagai perbedaan agama, walaupun al-Qur’an telah

memberikan tuntutan untuk itu. Hal tersebut bisa saja terjadi

karena kurangnya rasa bertoleransi dalam memaknai agama yang

sesungguhnya. Padahal kebebasan untuk menentukan sebuah

agama mendapat jaminan dari kitab suci itu. Hal tersebut

tersimpul dalam kalimat la> ikra>ha fi> al-di>n (tidak ada paksaan

dalam sebuah agama).62

Hal ini bisa saja dipengaruhi kedewasaan

seseorang dalam melihat keyakinan dalam beragama. Sedangkan

dalam pandangan Peter L Berger, agama merupakan legitimasi

yang paling efektif.63

Kaitan agama dan politik, menurut Haryatmoko,

menyentuh tiga mekanisme pokok yaitu fungsi ideologis, faktor

identitas, dan legitimasi etis hubungan sosial. Sebagai ideologis,

agama menjadi perekat karena memberikan kerangka penafsiran

dalam pemaknaan hubungan-hubungan sosial. Sebagai fungsi

identitas, agama dapat didefinisikan sebagai kepemilikan

kelompok sosial tertentu yang dapat memberikan stabilitas sosial,

status, pandangan hidup, cara berfikir, dan etos. Sebagai fungsi

legitimasi etis hubungan sosial, agama menjadi pendukung suatu

tananan sosial yang bisa memunculkan fanatisme agama.64

Sosialisme religius,65

baik secara istilah maupun ide, bukanlah

sesuatu yang sama sekali baru, khususnya di Indonesia. Sudah ada

semenjak masa perkembangan Serikat Islam. Tetapi, istilah

Sosialisme Religius bukanlah monopoli golongan atau tokoh

khusus Islam saja. Bung Karno sendiri tidak sekali-dua kali

62

Lihat, Muhammad Qorib, ‚Pemikiran Ahmad Syafii Maarif tentang

Pluralisme Agama‛ Disertasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2012),40. 63

Lihat Sabhan SD, ‚Berhentilah Menjadi Bangsa Pemarah,‛ Kompas,

28 Juni 2013, Rubrik Opini. 64

Lihat Sabhan SD, ‚Berhentilah Menjadi Bangsa Pemarah‛, 37. 65

Sosialisme religious adalah pemikiran yang menggalang kekuatan

untuk memperjuangkan nasib masyarakat kecil dengan berlandaskan pada

dimensi religiusitas. Ideologi ini menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dengan

berlandaskan pada nilai-nilai keagamaan atau ketuhanan. Sehingga batasan dari

pemikiran ini adalah nilai-nilai ketuhanan yang notabanenya tidak bisa diganggu

gugat. Sumber http://www.dakwatuna.com/2012/05/09/19967/sosialis-

religius/#axzz2rrEmlQ2n. Diakses, 30 Januri 2014.

Page 40: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

370

memberi penegasan bahwa masyarakat yang dicita-citakannya

adalah suatu masyarakat sosialis-religius. Sebab untuk Bangsa

Indonesia, dasar Pancasila merupakan faktor pemberi warna dan

corak utama kepada setiap gagasan politik atau sosial yang

tumbuh.66

Indonesia yang masyarakatnya plural, dilihat dari budaya,

bahasa, dan agama, pengertian tentang masyarakat multikultural67

dan multikulturalisme68

tidaklah membuat Indonesia rawan

66

Lihat juga Azyumardi Azra, Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia (Yogyakarta: Kanisius, 2007),5.

67Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan

terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat

multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan

hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas

tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat

yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing

yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut. Multikulturalisme masih

menjadi agenda yang belum terselesaikan di banyak bagian Eropa. Meski

dinamika demografi dan sosial budaya beberapa negara Eropa meniscayakan

penerapakn multikulturalisme dalam kehidupan para warganya yang kian

beragam. Lihat, Azyumardi Azra, ‚Multikulturalisme Indonesia dan Eropa,‛

Republika, 17 April 2014 Rubrik Resonansi. 68

Multikulturalisme adalah secara sederhana multikulturalisme berarti

keberagaman budaya. Istilah multikultural ini sering digunakan untuk

menggambarkan tentang kondisi masyarakat yang terdiri dari keberagaman

agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda. Selanjutnya dalam khasanah

keilmuan, istilah multikultural ini dibedakan ke dalam beberapa ekspresi yang

lebih sederhana, seperti pluralitas (plurality) mengandaikan adanya ‚hal-hal yang

lebih dari satu (many)‛, keragaman (diversity) menunjukkan bahwa keberadaan

yang ‚lebih dari satu‛ itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat

disamakan, dan multikultural (multicultural) itu sendiri. Munculnya pandangan

tentang kegagalan multikulturalisme di Eropa terkait dengan tidak terjadinya

akulturasi dan akomodasi budaya secara signifikan di antara para warga. Para

migran yang kian banyak datang dari Afrika, Asia Barat, dan Asia Selatan sejak

tahun 1950-an membuat masyarakat Eropa secara secara etnis dan agama kian

beragam. Namun, kaum migran yang kini banyak sudah generasi ketiga tetap

sulit berbaur dengan penduduk pribumi lokal. Mereka cenderung hidup dalam

perkampungan (enclave) miskin dan kumuh. Lihat, Azyumardi Azra,

‚Multikulturalisme Indonesia dan Eropa,‛ Republika, 17 April 2014.

Page 41: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

371

terhadap keutuhan berbangsa dan bernegara. Justru sebaliknya,

bangsa Indonesia tetap terintegrasi dalam ke-ikaan dan kesatuan.69

Masyarakat plural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur atau tatanan-tatanan sosial yang hidup berdampingan tetapi tidak bercampur dan menyatu dan menyatu dalam satu unit politik tunggal. (Furnivall 1994:446) 70

Beberapa upaya negosiasi terus dilakukan Ahmadiyah agar

kelompok Islam arus utama menerima mereka. Misalnya, melalui

tulisan-tulisan penjelasan tentang ajaran mereka, yang mereka

anggap tidak bertentangan dengan Islam. Atribusi makna pun

dilekatkan oleh Islam arus utama pada Ahmadiyah saat kelompok

ini lalu menyatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad merupakan nabi

terakhir: Makna bahwa kelompok tersebut sesat. Selain itu,

reproduksi realitas yang dikomunikasikan saat kelompok

Ahmadiyah melakukan interpretasi terhadap ajaran Islam pun

bertentangan dengan realitas yang selama ini dipercaya Islam arus

utama.

Keyakinan dalam masyarakat Islam arus utama bahwa

Muhammad saw merupakan nabi terakhir tidak dapat

dinegosiasikan, sehingga stereotip atau prasangka yang subyektif

muncul terhadap Ahmadiyah. Kasus yang didera Ahmadiyah pun

berkembang dalam berbagai konteks yang berbeda-beda. Konteks

konflik antar-kelompok Islam mainstream dan Ahmadiyah

berkembang menjadi konteks kehidupan negara saat MUI dan

Menteri Agama ikut mengambil sikap.71

Fatwa MUI menetapkan Ahmadiyah adalah sesat. Imbauan

Menteri Agama yang menyuruh kelompok tersebut tidak

menyatakan diri sebagai Islam, adalah wujud kekuasaan yang

menyebar dalam interaksi komunikasi antarbudaya dalam kasus

ini.72

Cara-cara agresif yang menyerang, baik verbal maupun fisik,

juga manifestasi kekuasaan Islam mainstream terhadap

69

Lihat Azyumardi Azra, Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia…17.

70Azyumardi Azra, Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia, 10.

71Maman Suryaman, Fatwa Takfir MUI pada Ahmadiyah, 2.

72Maman Suryaman, Fatwa Takfir MUI pada Ahmadiyah, 2.

Page 42: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

372

Ahmadiyah.73

MUI menyatakan terbitnya fatwa tersebut telah

mendorong munculnya aksi anarkis terhadap jemaat Ahmadiyah.

Bahkan MUI menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah,

kebijakan dan langkah apa yang akan diberikan kepada Ahmadiyah

tersebut.74

Pada tahun 1979, Liga Islam sedunia mengeluarkan

fatwa mengenai ajaran Ahmadiyah sesat. Sebelumnya, tahun 1974,

pertemuan Liga Muslim Dunia di Makkah, Arab Saudi, yang

dihadiri delegasi 140 negara, telah mengeluarkan deklarasi yang

menilai Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Pemerintah Arab Saudi

menyatakan, aliran itu kafir dan tidak boleh ke Makkah untuk

menunaikan ibadah haji. Demikian pula Pemerintah Brunei

Darussalam dan Kerajaan Malaysia yang sejak 1975 melarang

ajaran Ahmadiyah masuk ke negara masing-masing.75

Sedangkan tahun 1980 MUI Pusat mengeluarkan fatwa

sesat Ahmadiyah. Fatwa ini, diperkuat oleh MUI pada tahun 2005,

namun Fatwa MUI tersebut mendapat perlawanan keras dari

73

Lihat ‚Fatwa MUI Pusat,‛ yang menegaskan soal ajaran Ahmadiyah

adalah sesat karena mengakui adanya nabi sesudah Nabi Muhammad saw. Dalam

Musyawarah Nasional (Munas) VII MUI tanggal 26-29 Juli 2005 M./19-22

Jumadil Akhir 1426 H. menegaskan kembali fatwa dan keputusan Munas II MUI

tahun 1980 tentang Ahmadiyah sebagai aliran yang berada di luar Islam, sesat

dan menyesatkan serta menghukumi orang yang mengikutinya sebagai murtad

(telah keluar dari Islam). Meski demikian, dalam fatwa tersebut MUI

menyerukan mereka yang telah terlanjur mengikuti Aliran Ahmadiyah untuk

kembali kepada ajaran Islam yang haq (al-ruju’ ila al-haqq) sejalan dengan al-

Qur’an dan Hadis. 74

Lihat juga pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang menolak paham

Ahmadiyah. Satu landasan yang kuat untuk pelarangan Ahamdiyah di Indonesia

adalah dengan menelusuri asal tempat kelahirannya, India yang sekarang daerah

Pakistan. Di tempat kelahirannya sendiri, Pakistan, Ahmadiyah dilarang dan

ditetapkan sebagai paham di luar Islam dan pengikutnya sebagai non-Muslim.

Jika di tempat kelahirannya sendiri, Pakistan dianggap non-Muslim dan di Arab

Saudi tidak boleh naik haji karena dianggap non-Muslim, di Malaysia dilarang,

di enam puluh negara dilarang, mengapa di Indonesia pelarangannya dianggap

melanggar HAM di dunia lain tidak. Jadi, ketakutan terhadap pelanggaran HAM

dan kesediaan menerima akidah Islam dirusak orang bisa dipahami sebagai sikap

tidakterpuji.http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=vi

ew&id=20290&Itemid=52. Diakses 16 Juli 2013). 75

Lihat M. Amin Djamaluddin, Ahmadiyah Menodai Islam Kumpulan Fakta dan Data (Jakarta: Penerbit Lembaga Penelitian Dan Pengkajian Islam,

2007),138.

Page 43: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

373

sejumlah kalangan dengan alasan hak asasi manusia dan

demokrasi.76

Bangsa Indonesia dilahirkan sebagai bangsa yang

plural. Tidak hanya pulaunya saja yang ribuan jumlahnya, akan

tetapi juga terdapat beragam suku bangsa dan agama serta

keyakinan yang dianut. Paling tidak, ada enam agama resmi yang

diakui oleh negara: Islam, Hindu, Buddha, Katolik, Protestan, dan

Konghucu, serta masih banyak lagi aliran kepercayaan yang tidak

secara resmi diakui oleh negara. Di dalam masing-masing agama

yang resmi pun masih terdapat macam-macam golongan.77

Dalam

menyikapi keberadaan Ahmadiyah, umat Islam Indonesia tidak

seharusnya ikut-ikutan melakukan apa yang telah dilakukan oleh

beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim seperti Pakitan,

Malaysia, dan Brunai Darussalam yang secara tegas menolak aliran

Ahmadiyah yang dikembangkan Mirza Ghulam Ahmad. Mengingat

ada perbedaan yang sangat mendasar antara konteks keindonesiaan

dengan konteks yang dihadapi oleh negara-negara berpenduduk

Muslim tersebut. Setidaknya ada tiga alasan utama, antara lain

Indonesia adalah negara majemuk yang sarat dengan nilai-nilai

toleransi.

Kemajemukan yang ada telah hadir di Indonesia sebelum

negara ini dilahirkan. Sebaliknya, Indonesia sebagai negara bangsa

terlahir justru karena adanya komitmen kemajemukan untuk hidup

bersama secara damai dan berdampingan.78

Agama-agama bukanlah

76

Lihat ‚Fatwa sesat MUI Pusat‛ dikeluarkan tahun 1980 yang

menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah Qadian sesat dan menyesatkan.‛

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=202

90&Itemid 52, diakses 16 Juli 2013. 77

Bandingkan Andi Faisal Bakti, Nation Building, Kontribusi Komunikasi Lintas Agama dan Budaya terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Jakarta:

Churia Press, 2006), 1-3. 78

Lihat Hasibullah Sastrawi, Ahmadiyah dan Keindonesiaan Kita (Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2011), 29. Kemajemukan adalah jati diri

sejati bangsa Indonesia. Eksistensi Indonesia sebagai negara sangat ditentukan

oleh kesadaran dan semangat kemajemukan warganya. Bangsa Indonesa

memiliki UUD 1945 pasal 28 E ayat 1 dan 2 yang memberi jaminan bagi

kebebasan beragama, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;

UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kevenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).

Semua itu memuncak pada Bhinneka Tunggal Ika sebagai filosofi berbangsa dan

bernegara yang bahkan menjadi kebanggaan Presiden Amerika Serikat, Barack

Page 44: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

374

sumber kekerasan, melainkan justru mengajarkan cinta kasih

kepada sesama manusia dengan latar belakang apa pun yang

diyakininya. Dari agama semestinya dapat dibangun masyarakat

yang damai dan menghargai semua kelompok yang berbeda-beda.

Semua agama mendorong umatnya untuk menemukan

kaidah emas yang penting untuk membangun kehidupan penuh

cinta kasih.79

Salah satu kaidah itu adalah pentingnya menelisik ke

dalam hati untuk menemukan apa yang membuat manusia tersakiti

dan menolak menimbulkan rasa sakit itu kepada orang lain. Semua

orang pernah menderita dan manusia wajib memahami

penderitaan itu.

Islam di berbagai zaman dan di berbagai daerah di Indonesia

berhadapan dengan adat dan struktur sosial setempat yang amat

berbeda-beda. Dengan demikian, berbeda-beda pula perkembangan

peranan agama dan pertimbangan-pertimbangan sosial dengan adat

dan struktur sosial dalam sejarah dan wilayah Indonesia. Berbagai

bentuk interaksi kongkrit tersebut menunjukkan pula

keanekaragaman wajah Islam dalam manifestasi sejarahnya.

Agama merupakan satu bentuk pengakuan dari pemeluk

agama terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Jadi semua agama

atau aliran keyakinan berdiri menuju satu kekuatan yang di luar

kekuatan manusia. Dialah yang menciptakan kehidupan dunia dan

kehidupan setelah di dunia. Ada banyak sebutan untuk Dia, seperti

Allah, Tuhan, Ilah, dan Sang Hyang Widi inti dari ajaran agama.80

Sejumlah sosiolog agama yang terilhami oleh pemikiran Robert K.

Merton memperkenalkan konsep fungsi menjadi dua, fungsi laten

dan manifes.81

Ada dua fungsi agama; fungsi yang tidak

dikehendaki yakni meningkatkan integrasi masyarakat untuk

kebutuhan ketenangan bathin dan solidaritas sosial. Sedangkan

Obama. Namun demikian, semua perundang-undangan dan filosofi kebangsaan

yang ada selama ini masih menjadi huruf mati di atas kertas. 79

Karen Armstrong, ‚Twelve Steps to a Compassionate Life,‛Kompas,

14 Juni 2013, Rubrik Nasional. 80

Lihat Azyumardi Azra, ‚Pendidikan Islam di Pesantren‛, Jurnal Pendidikan Pesantren 12 (2013), 12.

81George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi; Dari Teori

Klasik sampai Perkembangan Mutkahir Teori Sosial Postmodern. Terj. Nurhadi.

(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), 272.

Page 45: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

375

fungsi yang dikehendaki agama yaitu relasi antara manusia dengan

penciptanya yang ditandai dengan pelaksanaan perintah Tuhan dan

menjauhi larangan-Nya.

Salvatore dan Le Vine meragukan konsep public sphere

Jurgen Habermas yang menyatakan mampu menganalisis Islam

Publik. Dalam pandangan mereka, konsep Habermas terlalu

terbatas menjelasksn format dan akses ruang-ruang publik dan

tidak dapat menciptakan kesempatan mengklaim ulang kebaikan

bersama (common good) yang diupayakan oleh berbagai gerakan

kelompok sosial, termasuk kelompok sosial religius, yang tidak

merefleksikan semacam sekularitas yang diproduksi negara

modern dengan berbagai variannya seperti liberal, publik, dan

sosialis.82

Dengan mengambil tempat penelitian aktivitas Jemaat

Ahmadiyah Qadian di Parung, Bogor dan Jalan Balikpapan I/10

Jakarta Pusat, peneliti menyimpulkan terjadinya aksi kekerasan

yang kerap terjadi di masyarakat, khususnya menyangkut masalah

keyakinan beragama yang masuk ke ruang umum atau ruang

publik. Fenomena konflik keagamaan yang terjadi di Indonesia,

khususnya pada Jemaat Ahmadiyah Qadian dalam menjalankan

teologi dan komunikasi antarbudaya yang cenderung eksklusif

mengakibatkan timbulnya aksi anarkis umat Islam arus utama.

Dalam teori Jurgen Habermas, Agama Di Ruang Publik (Religion in Public Sphere) disebutkan, agama dan kepercayaan apa pun

bebas beraktivitas di ruang publik, sejauh masing-masing

kelompok tidak melakukan komunikasi eksklusif untuk

menghindari terjadi mis-persepsi dan mis-komunikasi. Kekerasan yang dialami Jemaat Ahmadiyah Qadian di

Bogor dan Jakarta diteliti dengan perspektif antropologi

komunikasi karena selain mampu mengelaborasi sistem integrasi

82

Armando Salvatore dan Mark LeVine, ‚Recontructing The Public

Sphere in Muslim Majority Societies‛ dalam Religion, Social Pratice, And Contested Hegemonies: Recontructing the Public Sphere in Muslim Majurity Societies, Armando Salvatore dan Mark Le Vine (ed) (New York: Palgrave

Macmillan, 2005), 5-6.

Page 46: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

376

sosial juga dapat mengidentifikasi potensi-potensi konflik yang

muncul di dalam masyarakat Islam.83

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Hubungan sosial dan komunikasi antarkelompok Islam arus

utama dengan Jemaat Ahmadiyah Qadian di Parung Bogor hingga

saat ini semakin tidak harmonis karena aktivitas masing-masing

dilakukan secara berkelompok. Begitu pula aktivitas keagamaan

dilakukan sehingga berdampak terhadap komunikasi antarbudaya

yang mengarah pada komunikasi eksklusif.84

Selain itu, kelompok

Ahmadiyah cenderung membangun stereotip internal yang dapat

menghambat mereka untuk mengikuti perkembangan dan

melakukan perubahan sosial bersama umat Islam mainstream. Hal

itu terjadi karena ada stigma dari sekelompok masyarakat Bogor

terhadap paham Ahmadiyah yang dianggap sesat dan menyesatkan.

Di sisi lain, lemahnya peran negara melindungi warga

kelompok minoritas berimbas terhadap instabilitas politik, sosial,

dan keamanan. Hal ini memungkinkan Islam arus utama bertindak

anarkis terhadap warga Ahmadiyah atas nama agama yang diakui

oleh negara. Banyak kasus seperti itu, kembali terulang sehingga

muncul persepsi pemerintah sepertinya melakukan pembiaran

sehingga peran negara dalam melindungi setiap warga negara tidak

terlihat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan

sumber tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

merupakan sumber semangat bagi mereka yang hendak berdharma

bakti kepada negara dan bangsa.

Masalah lain, komunikasi Jemaat Ahmadiyah yang

cenderung kurang terbuka dengan lingkungan masyarakat di

sekitarnya, sebagai dampak atau trauma dari aksi kekerasan tahun

2005 lalu.85

Dengan demikian, akar masalah konflik kelompok

Ahmadiyah dengan Islam mainstream semakin terbuka. Sejalan

83

M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 127. 84

Bentuk penelitian dengan cara partisipatoris dan dialog dengan Jemaat

Ahmadiyah dan umat Islam di Parung, Bogor, Jawa Barat. 14 Pebruari 2014. 85

Wawancara mendalam dengan Masdar Mashudi, Rois Suryah PB

Nahdatul Ulama, 7 Pebruari 2014.

Page 47: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

377

dengan itu, pemerintah harus menyadari bahwa konflik tersebut

mempunyai dampak yang sangat berbahaya terhadap keutuhan dan

persatuan bangsa.

2. Pembatasan Masalah

Kehadiran Jemaat Ahmadiyah Qadian dalam ranah

komunikasi menarik perhatian banyak kalangan karena Ahmadiyah

dianggap sebagai alah satu aliran Islam yang tidak sejalan dengan

Majelis Ulama Indonesia yang merupakan presentasi dari umat

Islam arus utama. Selain itu, dikaitkan dengan adanya pelemahan

terhadap gerakan politik Islam.86

Walaupun ada kesulitan dalam

mengategorikan bahwa ajaran Ahmadiyah sesat, mengingat klaim

bahwa Ahmadiyah sama juga dengan Islam lain yang mengakui

Nabi Muhammad saw sebagai Rasul, dengan menyebut dua

kalimat syahadat, dan sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw.87

Muncul gejolak sosial antara Islam arus utama dengan Jemaat

Ahmadiyah dalam proses komunikasi sebagai sub-budaya dan

masyarakat Islam arus utama sebagai budaya dominan, diwarnai

oleh disintegrasi sosial, karena adanya perbedaan pemahaman

keagamaan yang kemudian menyebabkan proses komunikasi

terhambat. Terjadinya hambatan-hambatan tersebut antara lain

karena pola dan strategi komunikasi yang berbeda sehingga

memunculkan stereotip, prasangka (prejudice), dan etnosentris.

Selain itu tidak adanya kompetensi komunikator dan komunikasi

antarbudaya.88

Joseph A. DeVito membagi komunikasi antarbudaya

menjadi beberapa bagian; pertama, komunikasi antara dua budaya

yang berbeda. Kedua, komunikasi antar-ras seperti kulit putih dan

kulit hitam. Ketiga, komunikasi antarkelompok etnis seperti

komunikasi antaretnis Sunda dan etnis Batak. Keempat, komunikasi antarkelompok agama yang berbeda seperti

komunikasi antara orang Islam dan Kristen. Kelima, komunikasi

86

Wawancara mendalam dengan Ketua Umum MUI Pusat Din

Syamsuddin, di Jakarta, 7 Pebruari 2014. 87

Wawancara mendalam dengan muballigh Ahmadiyah Zafrullah Ahmad

Pontoh di PB JAI Cabang Jakarta, Jalan Balikpapan 1/10 Jakarta Pusat, 7

Pebruari 2014. 88

Lihat, Larry A. Samovar, et.al., Communication between Cultures (USA: Thomson Wasworth, 2007),312.

Page 48: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

378

antarbangsa-bangsa yang berbeda, yang disebut juga dengan

komunikasi internasional seperti komunikasi antara orang

Indonesia dengan Amerika. Keenam, komunikasi antarsub-kultur

yang berbeda seperti komunikasi antara dokter dan pengacara.

Ketujuh, komunikasi antara sub-kultur dan kultur dominan, seperti

komunikasi antara kelompok homoseks dan heteroseks. Kedelapan,

komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda yaitu antara pria dan

wanita.89

Sedangkan komunikasi yang dikaji yaitu komunikasi sub-

budaya dan budaya dominan, di mana budaya Islam arus utama

merupakan budaya dominan yang telah berkembang lama di tanah

air. Bertolak dari latar belakang masalah dan kerangka pandang

tersebut, maka hasil penelitian ini mengkaji komunikasi

antarbudaya. Pembahasan serta kajian yang berhubungan dengan

komunikasi antarbudaya sebenarnya sangat luas. Oleh sebab itu,

untuk memudahkan penelitian, peneliti membahas masalah konflik

antarpemeluk agama, namun bukan menjadi fokus penulisan pada

konflik tersebut. Disertasi ini lebih fokus pada komunikasi

antarbudaya Ahmadiyah menggunakan pendekatan komunikasi

antropologi90

dengan bentuk penelitian riset partisipatoris.91

Hal

89

Joseph A. De Vito, Human Communication (USA: Harper Collins

Publishers Inc, 1991),432. Mengenai pembagian budaya menjadi sub budaya dan

budaya dominan. Lihat lebih lanjut, William B. Gudykunst dan Bella Mody

(edt.), dalam karyanya, Handbook of International and Intercultural Communication, Larry A. Samovar dalam karyanya Understanding Intercultural Communication dengan tema tentang Subcultures and Subgroup dan

Communication between Cultures dengan tema tentang The Dominat Culture serta Judith N. Martin dan Thomas K. Nakayama dalam Intercultural Communication in Conteks dengan tema tentang Co-Culture Communication.

90Antropologi komunikasi adalah ranah dalam antropologi yang

mempelajari cara kebudayaan yang melingkupi masyarakat melalui proses

komunikasi. Antropologi komunikasi merupakan sebuah perspektif yang

mengatakan ketertarikan kitapada bagaimana sebuah kebudayaan ditransmisikan

kepada orang-orang melalui proses komunikasi.Sebuah antropologi dari

komunikasi harus mengikuti penelitian lintas budaya dalam sebuah

negarakebangsaan, grup mionoritas, masyarakat asli, dan berbagai bentuk

organisasi sosial yangberkembang selama abad 21. Dalam masyarakat dimana

belum menjadi alat transmisi kebudayaan,maka tidak akan ada tempat untuk

antropologi komunikasi. Hubungan langsung antara antropologidan komunikasi

massa dimulai. Carey (1989) menerangkan proses ini dalam Communication as a

Page 49: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

379

ini dilakukan agar kajian ini lebih terarah, sistematis, dan spesifik.

Namun, sebelumnya peneliti akan menguraikan terlebih dahulu

istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian.

Menurut Iksan Tanggok, penelitian antropologi

merupakan bentuk penelitian dimana si peneliti masuk ke

dalam obyek penelitian dan mengungkapkan apa yang

terjadi dari obyek penelitian itu.92

Kajian ini, ingin melihat

dinamika dan metode komunikasi antarbudaya Ahmadiyah

Culture. Sebagai seorang sarjana komunikasi, dia mampu menghubungkan

konsep klasik, sepertiritual ke dalam sebuah teori baru, seperti simbol

antropologi dan memasukkan ke dalam definisikomunikasi. Sehingga dapat

dibedakan terdapat dua cara dalam memandang komunikasi yaitutransmission view dan ritual view. Sumber: https://www.academia.edu/4906862/Komunikasi.

Diakses, 30 Januari 2014. Konsep budaya yang relevan atau sesuai dengan

komunikasi, yakni masalah simbol, bahasa, dan pemaknaan. Antropologi adalah

salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat

suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan

orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang

berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.Antropologi lebih memusatkan pada

penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggaldalam arti kesatuan

masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi

tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan

kehidupansosialnya. Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca:

anthropos ) yang berarti manusia atau "orang", dan logos yang berarti wacana

dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Antropologi mempelajari manusia

sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.Antropologi memiliki dua

sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiapdimensi

kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan

Antropologidari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada

perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak

diperdebatkan dan menjadikontroversi sehingga metode Antropologi sekarang

seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan

masyarakat tunggal. Sumber: https://www.academia.edu/4906862/Komunikasi.

Diakses, 30 Januari 2014. 91

Pembatasan masalah dapat dipilih berdasarkan permasalahan yang

paling mungkin, urgen, dan/laik. Masalah yang akan diteliti dapat dibatasi dari

segi waktu (periodeisasi), ruang (lokasi geografis), obyek atau lainnya…

Pemilihan terhadap masalah ini perlu diberikan alasan yang cukup, rasional dan

lengkap dengan menyajikan data pendukung. Lihat buku Pedoman Akademik

Program Magister dan Doktor Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2011-2015, 69. 92

Iksan Tanggok, ‚Agama dan Perubahan Sosial,‛ materi kuliah, Sekolah

Pascasarjana Syarif Hidayatullah, Jakarta, November 2013.

Page 50: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

380

yang merupakan suatu fenomena komunikasi antarbudaya.

Identitas religius Ahmadiyah menjadi dasar munculnya

konflik dengan Islam arus utama. Stereotipe dan prasangka

muncul dalam pikiran umat Islam mainstream terhadap

Ahmadiyah, yang selanjutnya memunculkan diskriminasi

terhadap kelompok tersebut. Bahkan diskriminasi yang

muncul telah mencapai bentuk diskriminasi institusional.

Terjadinya diskriminasi tersebut karena Ahmadiyah

dalam berkomunikasi tidak melakukan prinsip-prinsip dan

strategi komunikasi. Menurut, Jumaan, salah seorang

mubaligh Ahmadiyah Qadian, strategi komunikasi yang

dilakukan Ahmadiyah memang belum maksimal sehingga

sering terjadi misleading dengan umat Islam arus utama

dalam melihat ajaran Islam yang diterapkan Ahmadiyah.93

Sedangkan Ilya Sunarwinadi mengatakan, perkembangan

dunia saat ini yang makin menuju pada apa yang disebut

sebagai suatu global village (desa dunia), dengan

implikasinya pertemuan-pertemuan dan hubungan-

hubungan yang semakin meningkat menimbulkan minat dan

kesadaran akan perlunya mempelajari masalah-masalah

komunikasi antarbudaya. Terutama karena dari pertemuan-

pertemuan antarbudaya tersebut ternyata muncul

permasalahan-permasalahan sebagai akibat

ketidakmampuan dalam memahami pihak lain yang

berbeda dalam hal ideologi agama.94

Menurut Ilya

Sunarwinadi, kebudayaan, komunikasi, konteks, dan

kekuasaan merupakan empat komponen yang saling

berkaitan dalam upaya memahami komunikasi antarbudaya.

Kebudayaan dan komunikasi adalah dua hal inti.

Sedangkan konteks dan kekuasaan membentuk latar untuk

dapat lebih memahami komunikasi antarbudaya.

Kebudayaan sering dianggap sebagai konsep inti dalam

komunikasi antarbudaya. Karakteristik kebudayaan adalah

sesuatu yang dapat dipelajari, dapat ditukar dan dapat

93

Wawancara mendalam dengan Rakeeman RAM Jumaan, salah seorang

muballigh dan pimpinan PB. Ahmadiyah Parung, Jawa Barat, 14 Pebruari 2014. 94

Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antarbudaya (Jakarta: Pusat Antar-

Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia, (tanpa tahun terbit),1.

Page 51: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

381

berubah, itu terjadi hanya jika ada jaringan interaksi

antarmanusia dalam bentuk komunikasi antarpribadi

maupun antarkelompok budaya yang terus menerus.

Sedangkan Rogers dan Steinfatt mengatakan,

budaya merupakan cara hidup dari sekelompok orang,

susunan dari pembelajaran dan bagian pola pergerakan,

nilai-nilai, norma-norma, dan objek material. Dengan

demikian, budaya merupakan konsep umum yang memiliki

efek kekuatan yang sangat kuat dalam perjalanan

individu.95

Sedangkan budaya merupakan perkumpulan

yang bersifat religious, etnis, dan komunal yang membela

hak-hak kolektif, nilai-nilai, kepercayaan, keyakinan, dan

simbol-simbol.96

Ada sejumlah definisi kebudayaan, mulai

dari pola persepsi yang mempengaruhi komunikasi hingga

ajang persaingan dan konflik. Kebudayaan bukan hanya

sekadar satu aspek dari komunikasi antarbudaya. Tapi juga

aspek agama. Namun bagi Ahmadiyah, hal tersebut

terkesan diabaikan sehingga ketika berhadapan dengan

Islam arus utama yang terjadi justru benturan fisik.97

Dari

kesimpulan tersebut Ahmadiyah kurang memahami dan

memaknai pengertian komunikasi antarbudaya yang

memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep

komunikasi dan kebudayaan, serta saling ketergantungan

antara keduanya. Saling ketergantungan ini terbukti,

apabila disadari bahwa pola-pola komunikasi yang khas

dapat berkembang atau berubah dalam suatu kelompok

kebudayaan khusus tertentu.98

Selain itu kesamaan

tingkah laku antara satu generasi dengan generasi

95

Everett M. Rogers dan Thomas M. Steinfatt, Intercultural Communication (USA: Waveland Press, 1999), 79.

96Iwan Ismi Febriyanto, ‚Konsep dan Tipologi Civil Society dalamNegara

Demokrasi‛ dalam http://sosialitadanpolitik.blogspot.com/2012/10/konsep-dan-

tipologi-civil-ciety-dalam. html (diakses pada tanggal 15 Juni 2013). 97

Wawancara mendalam dengan Rois Syuriah PB NU, H. Masdar F.

Mashudi, di Jakarta, 7 Pebruari 2014. 98

Lihat Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antarbudaya (Jakarta: Pusat

Antar-Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia, tanpa tahun terbit),

18.

Page 52: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

382

berikutnya hanya dimungkinkan berkat digunakannya

sarana-sarana komunikasi.

Kasus yang dialami Jemaat Ahmadiyah merupakan

fenomena komunikasi antarbudaya. Unsur identitas religius

menjadi dasar munculnya konflik. Stereotip dan prasangka

muncul dalam pikiran umat Islam mainstream terhadap

Ahmadiyah, yang selanjutnya memunculkan diskriminasi

terhadap kelompok ini. Bahkan diskriminasi yang muncul

telah mencapai bentuk diskriminasi institusional yang

mengarah ke tindakan kekerasan dan anarkis.

3. Permasalahan

Problem yang dihadapi Ahmadiyah, salah satunya

merupakan masalah komunikasi, sementara permasalahan konflik

Jemaat Ahmadiyah Indonesia dengan umat Islam mainstream dipengaruhi sejumlah faktor. Semakin transparan komunikasi

Ahmadiyah dengan umat Islam arus utama semakin sedikit

persepsi negatif terhadap Ahmadiyah. Dalam komunikasi

antarbudaya antara masyarakat yang memiliki faham keagamaan

berbeda akan muncul penafsiran yang berbeda pula karena itu

disarankan untuk melakukan komunikasi secara terbuka dan

strategi, termasuk melakukan komunikasi diplomasi.

Komunikasi antarbudaya yang dimaksud yaitu agama

karena 99

masuk dalam ranah budaya dan pandangan hidup,

sehingga ketika pahamnya berbeda maka akan terjadi benturan

nilai dan konflik horizontal.100

Mencermati banyaknya

permasalahan dan luasnya spektrum pembahasan, maka perlu

dilakukan pembatasan masalah. Pembatasan masalah mencakup

tiga hal; ruang (lokasi geografis), waktu (periodisasi), dan tema.101

Terkait dengan fenomena tersebut, dalam penelitian ini akan

99

Lihat Ilya Sunarwinadi, Komunikasi Antarbudaya….19-20. 100

Dalam perspektif ajaran Islam, kedudukan manusia di hadapan Tuhan

adalah sama, yang membedakan antara satu dengan lainnya adalah takwanya.

Lihat al-Qur’an, Surat al-Hujurat ayat 13. 101

Selengkapnya lihat Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor

Pengkajian Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2011-2015 khususnya halaman, 69.

Page 53: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

383

dilakukan pembahasan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah problem Ahmadiyah merupakan problem komunikasi

antarbudaya? Bagaimana komunikasi Ahmadiyah dalam

masyarakat dan dalam berorganisasi, serta persepsi Islam arus

utama? Bagaimana komunikasi antarbudaya Islam arus utama

dengan Jemaat Ahmadiyah di Bogor dan Jakarta?

2. Apa saja komunikasi yang dilakukan warga Ahmadiyah di

Bogor dan Jakarta terhadap umat Islam arus utama dalam relasi

komunikasi antarbudaya? Bagaimana proses konsensus yang

terjadi?

Pandangan dunia yang terbentuk antara manusia tidak

selalu sama dalam menilai sesuatu hal yang dipelajarinya melalui

agama atau kepercayaan, begitu juga dengan nilai-nilai yang

terbentuk dan perilakunya. Kalau hal ini tidak difahami oleh

individu-individu maupun kelompok yang berinteraksi dengan latar

belakang budaya yang berbeda akan menimbulkan hambatan dalam

berkomunikasi dalam arti kata komunikasi akan berjalan tidak

harmonis dan bahkan akan terjadi salah persepsi.102

Komunikasi

antarbudaya terjadi ketika dua atau lebih orang dengan latar

belakang budaya yang berbeda berinteraksi dalam transaksi

pertukaran pesan.103

C. Kajian Pustaka

Kajian mengenai hubungan antarumat beragama dengan

berbagai variannya telah banyak dilakukan para sarjana maupun

peneliti. Sebagian besar kajian terfokus pada hubungan antara

Kristen dan Islam, dua agama yang terkategori sebagai missionary religions yang dalam kondisi tertentu kerap memunculkan

ketegangan dan konflik. Adapun persoalan hubungan Islam arus

utama dengan Ahmadiyah di Indonesia belum banyak dikaji,

terutama dari sisi komunikasi antarbudaya.

Di Indonesia, setidaknya dalam dua dekade terakhir sering

terjadi konflik kekerasan maupun konflik antar-identitas religius

102

F. Budi Hardiman, Ruang Publik, 22. 103

Lihat Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2009), 38.

Page 54: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

384

karena Ahmadiyah memiliki identitas religius yang berbeda dengan

identitas religius Islam arus utama di Indonesia. Kekerasan ini

terutama berlangsung menjelang dan setelah tumbangnya rezim

Orde Baru. Menurut laporan United Nation Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR), selama periode 1990-2001

tercatat 6.208 jiwa meninggal akibat kekerasan sosial. Bentuk dan

persentase kekerasan sosial antara lain, communal conflict sebesar

76.9 persen, separatist violence sebesar 22.1 persen dan sisanya

berupa state-community violence (1 persen), serta industrial relations related violence (0.1 persen).

104 Dari sisi variasi kekerasan

komunal, kategori kekerasan etnis, agama dan konflik penduduk

asli dengan pendatang menempati rangking pertama (67.7 persen

dari total kekerasan).105

Sementara dari sisi sebaran wilayah,

kekerasan lebih banyak berlangsung di daerah kabupaten, bukan di

wilayah perkotaan.

Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei

mengatakan106

cita-cita tatanan sosial dalam al-Qur’an pada

dasarnya menegakkan sebuah tatanan masyarakat yang mulia, adil,

elegan, berwibawa, dan dapat bertahan di muka bumi. Tatanan

sosial tersebut merupakan tatanan masyarakat yang diyakini

sebagai anak kandung dari peradaban Islam, mencerminkan ciri-ciri

akhlak dan budi pekerti yang luhur, bersumber pada nilai dan

ajaran agama Islam sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw

pada saat daulah mada>niyyah berlangsung.

Tepatnya pada tahun 624 Masehi, setelah Rasulullah saw

mempelajari ciri-ciri dan struktur masyarakat di Madinah yang

cukup plural, muncullah inisiasi melakukan serangkaian perubahan

sosial, salah satu di antaranya adalah mengikat solidaritas untuk

membangun dan mempertahankan sistem sosial yang baru, sebuah

ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras dan etnis, seperti Bani>

Qauniqa, Bani> ‘Auf, Bani> Al-Najjar, dan lainnya yang beragam

104

Selengkapnya lihat Mohammad Zulfan Tadjoeddin, ‚Anatomi

Kekerasan Sosial dalam Konteks Transisi: Kasus Indonesia‛, Working Paper: 02-

/01-1 (Jakarta, UNSFIR, 2002), 32. 105

Mohammad Zulfan Tadjoeddin, ‚Anatomi Kekerasan Sosial, 43. 106

Anen Sutianto, ‚Reaktualisasi Masyarakat Madani dalam Kehidupan,‛

Pikiran Rakyat Bandung, Jumat, 17 September 2004. Rubrik Opini.

Page 55: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

385

saat itu, juga termasuk dengan golongan Yahudi dan Nasrani.107

Perjanjian itu dikenal dengan Piagam Madinah (mi>tha>q al-Ma>dinah), yang pertama kalinya memperkenalkan umat manusia

tentang wawasan kebebasan (khususnya di bidang agama dan

politik), solidaritas, melakukan pertahanan secara bersama-sama.108

Piagam Madinah juga merupakan konstitusi yang mampu dijadikan

dasar bersama dalam konteks hidup bermasyarakat, sebuah

masyarakat madaniah yang memiliki nilai-nilai dan karakter adil,

egaliter, partisipatif, humanis, toleran dan demokratis yang

engutamakan musyawarah).109

Anen Setianto melakukan kajian

mengenai ciri-ciri utama dari masyarakat madani, seperti berikut

ini110

: terdapat tiga karakter utama : pertama, diakuinya semangat

pluralisme, sebab pluralitas telah menjadi keniscayaan, yang tidak

dapat dielakkan sehingga pluralitas merupakan suatu kaidah yang

abadi dalam pandangan al-Qur’an; kedua, tingginya sikap toleransi

(tasamuh), dan ketiga, tegaknya prinsip demokrasi

permusyawaratan.

Menurut padangan Nurcholish Madjid111

, membangun

masyarakat peradaban itulah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad

saw dengan cara berdakwah dan diplomasi selama sepuluh tahun

di Madinah, sebuah masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis

dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-Nya.

Pertama, adanya semangat Rabbaniyah, sebagai jaminan agar

manusia tidak jatuh hina dan nista. Kedua, adanya kondisi

keluhuran budi atau ahklak sebagai pancaran spirit Rabbaniyyah

mewujud dalam semangat perikemanusiaan. Ini selaras dengan misi

Nabi Muhammad saw untuk menyempurnakan akhlak atau

berbagai keluhuran budi. Ketiga, adanya ciri-ciri egalitarisme,

107

Anen Sutianto, ‚Reaktualisasi Masyarakat Madani dalam

Kehidupan‛….57. 108

Nurcholis Madjid, ‛Menuju Masyarakat Madani‛ situs Edi

Cahyono’s Page, 2007. 109

Anen Sutianto, ‛Reaktualisasi Masyarakat Madani dalam

Kehidupan.... Sedangkan Robert A. Bellah, sosiolog menanggapi artikel tersebut

dan mengatakan ‚masyarakat madinah saat itu sarat dengan nilai, moral, maju,

beradab, dan sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan‛. 110

Anen Sutianto, ‛Reaktualisasi Masyarakat Madani dalam

Kehidupan‛..... 111

Nurcholis Madjid, ‛Menuju Masyarakat Madani......

Page 56: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

386

penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi (bukan prestise

seperti keturunan, kesukuan, ras, dan lain-lain), keterbukaan

partisipasi seluruh anggota masyarakat, dan penentuan

kepemimpinan melalui pemilihan atau permusyawaratan, bukan

berdasarkan keturunan yang dikonstruksikan pada saat setelah

Nabi Muhammad saw wafat, tepatnya pada masa 30 tahun

Khulafa>ur-Ra>syidin. Keempat, berpangkal dari pandangan hidup

bersemangat ketuhanan dengan konsekuensi adanya tindakan

kebaikan kepada sesama manusia, sebagaimana dimaksudkan

dalam Surat Fushshilat : 33, masyarakat madani tegak berdiri di

atas landasan keadilan, yang antara lain bersendikan keteguhan

berpegang teguh pada hukum, sebagai amanat menjalankan

perintah Tuhan yang diperintahkan untuk dilaksanakan bagi yang

berhak, dan tugas suci setiap nabi adalah menegakkan keadilan di

antara manusia. Kelima, adanya tatanan hidup kolektif yang

memberikan ruang leluasa untuk melalakukan pengawasan sosial,

dimana hal ini hanya akan dapat berlangsung bilamana semangat

keterbukaan dalam masyarakat dapat diwujudkan atau dijamin.112

Keterbukaan merupakan konsekuensi dari kemanusiaan,

suatu pandangan yang melihat sesama manusia secara optimis dan

positif, sebab setiap manusia pada dasarnya baik. Keenam, adanya

musyawarah sebagai wujud interaksi sosial yang positif, saling

memberikan hak untuk menyatakan pendapat, dan saling mengakui

adanya kewajiban mendengar pendapat orang lain. Musyawarah

juga sebagai media interaktif untuk saling mengingatkan tentang

kebenaran dan kebaikan serta ketabahan dalam mencari

penyelesaian masalah bersama, dalam suasana persamaan hak dan

kewajiban antara warga masyarakat. Ketujuh, tegaknya nilai-nilai

sosial yang luhur, seperti toleransi di tengah-tengah kondisi

pluralisme. Toleransi dan pluralisme adalah wujud dari ikatan

peradaban (bond of civility), bahwa masing-masing pribadi atau

kelompok dalam suatu lingkungan interaksi sosial yang lebih luas

memiliki kesediaan memandang yang lain dengan penghargaan,

betatapapun perbedaan yang ada, tanpa saling memaksakan

kehendak, pendapat ataupun pandangan sendiri.

112

Nurcholis Madjid, ‛Menuju Masyarakat Madani,‛ (situs Edi Cahyono’s

Page, 2007), 10-12

Page 57: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

387

Penelitian yang mengungkap penyebab mendasar konflik

dilakukan Bertrand. Jacques Bertrand, dalam bukunya Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia. Menurut Bertrand, konflik yang

terjadi di Indonesia sangat terkait dengan kontruksi kebangsaan.113

Problem konflik antaragama, antarpaham, antarsuku, konflik antar-

identitas religius karena Ahmadiyah memiliki identitas religius

yang berbeda dengan identitas religius Islam arus utama di

Indonesia di berbagai daerah sesungguhnya sangat terkait dengan

belum tuntasnya kontruksi kebangsaan Indonesia. Menyangkut

konflik bernuansa agama, sebuah penelitian yang dilakukan tim

peneliti dari The Wahid Institute (WI) memaparkan banyak

kekerasan dan konflik komunal akibat politisasi agama.114

Menenurut The Wahid Institute, ada dua hal penting yang

menjadi penyebab terjadinya kekerasan dan konflik bernuansa

agama yaitu; pertama, adanya kekuatan kelompok-kelompok

yang dangkal dalam beragama yang mampu menggerakan massa

pendukung untuk menolak keberadaan kelompok lain yang

dianggap sesat. Kedua, adanya kecenderungan aparat negara yang

sering mengikuti tekanan kelompok-kelompok pemaksa ini.115

Negara sering kali kalah oleh kelompok penekan dan

kurang memberi pengayoman terhadap korban yang biasanya

merupakan kelompok minoritas. Demikianlah, tiga penelitian di

atas hanya menampilkan sisi kelam hubungan antaragama di

Indonesia yang berlangsung dalam kekerasan dan konflik. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan proses integrasi yang

sejatinya merupakan pola umum relasi antaragama, kurang tergali

secara maksimal.116

D. Tujuan Penelitian

113

Jacques Bertrand, Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia (New

York: Cambridge University Press, 2004),3. 114

Lihat Ahmad Suaedy, dkk., ed., Politisasi Agama dan Konflik Komunal: Beberapa Isu Penting di Indonesia (Jakarta: The Wahid Institute,

2007). 115

Ahmad Suaedy, dkk., ed., Politisasi Agama dan Konflik Komunal.. 357.

116Lihat juga tulisan Mohammad Zulfan Tadjoeddin, ‚Anatomi Kekerasan

Sosial,‛ 43.

Page 58: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

388

Tujuan penelitian dalam disertasi ini, terutama meneliti

faktor-faktor dominan penyebab terjadinya persepsi komunikasi

antarbudaya Islam arus utama terhadap komunikasi Jemaat

Ahmadiyah. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan,

peneliti beranggapan bahwa konflik antara Islam arus utama

dengan jemaat Ahmadiyah terjadi karena adanya kesalahan-

pahaman dalam komunikasi. Menurut peneliti masalah misleading

atau salah kaprah dalam berkomunikasi yang dilakukan Jemaat

Ahmadiyah maupun umat Islam arus utama sangat menarik untuk

dikaji karena meskipun dianggap pro dan kontra oleh umat Islam.

Adapun tujuan penelitian ini: Pertama, menganalisis latar

belakang munculnya persepsi komunikasi antarbudaya umat Islam

arus utama dengan Jemaat Ahmadiyah. Kedua, menganalisis

bentuk komunikasi antarbudaya yang dilakukan jemaat

Ahmadiyah di Parung dan Jakarta terhadap umat Islam arus

utama. Ketiga, menganalisis komunikasi praktis dari teori Agama

di Ruang Publik Jurgen Habermas yang dilakukan oleh kelompok

JAI, dan keempat, menganalisis proses konsensus yang terjadi

antara umat Islam mainstream dengan Jemaat Ahmadiyah.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif

berupa antropologi komunikasi untuk melihat berbagai situasi atau

realitas sosial yang berlaku. Selain itu, melakukan wawancara dan

mendatangi sejumlah sumber otoritatif, fairness, accountability, transparancy, dan tidak berpihak serta melakukan analisis

kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Dalam

konteks komunikasi dan dakwah, melarang aktivitas jemaat

Ahmadiyah adalah bentuk ketidakadilan. Semua jenis penafsiran

dan keyakinan agama semestinya berkontestasi secara sehat untuk

meraih dukungan. Membatasi ruang gerak sebuah kelompok yang

memiliki corak pemahaman keagamaan tertentu sama dengan

menghalangi seorang peserta lomba lari dalam sebuah

perlombaan.117

Negara tidak punya kepentingan untuk menjaga

iman tertentu, betapa pun dominannya.118

Kalau sekelompok orang

merasa imannya terdesak oleh iman orang lain, jangan timpakan

117

Lihat Ahmad Suaedy, dkk., ed., Politisasi Agama dan Konflik Komunal: Beberapa Isu Penting di Indonesia, 47.

118Wawancara dengan Adnan Buyung Nasution di Jakarta, 13 Pebruari

2014.

Page 59: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

389

beban kesalahan kepada negara.119

Kerangka pemikiran di atas

adalah ide utama dari konsep Agama di Ruang Publik Habermas.

Komunikasi antarbudaya membantu menciptakan realitas

budaya dari suatu komunitas.120

Komunikasi antarbudaya sebagai

suatu proses komunikasi simbolik, interpretif, transaksional, dan

kontestual yang dilakukan oleh sejumlah orang karena memiliki

perbedaan derajat kepentingan tertentu dalam memberikan

interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang

disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu,121

yang kemudian di

elaborasi berdasarkan fenomena yang terjadi. Dalam kasus ini

konflik Jemaat Ahmadiyah Qadian dengan umat Islam arus utama.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Sejauh ini belum ada buku yang secara khusus membahas

komunikasi antarbudaya Ahmadiyah, namun penelitian mengenai

fenomena konflik Ahmadiyah memang sudah banyak dilakukan

oleh para peneliti dengan fokus penelitian yang berbeda-beda.

Penelitian ini mengambil fokus yang berbeda dari penelitian-

penelitian yang telah ada, dimaksudkan untuk memberikan

sumbangan pemikiran yang positif bagi perkembangan

kehidupan keagamaan, dilihat dari disiplin ilmu komunikasi dan

dakwah.

Penelitian mengenai Ahmadiyyah misalnya telah dilakukan

oleh Lalu Ahmad Zaenuri dengan judul Konflik Jemaat Ahmadiyah

dengan Masyarakat Non-Ahmadiyah Studi Kasus di Lombok Nusa

Tenggara Barat122

dan Gerakan Ahmadiyah di Indonesia oleh

Iskandar Zulkarnaein, tahun 2000 Serta Respon Ormas Islam

terhadap Aliran Ahmadiyah di Indonesia. Namun, penelitian itu,

119Mohammad Zulfan Tadjoeddin, ‚Anatomi Kekerasan Sosial, 43.

120Bandingkan dengan Martin, Judith N. & Nakayama, Thomas K.,

Intercultural Communication in Contexts 3rd Edition (New York : Mc Graw

Hill, 2004), 79. 121

Lihat Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya

(Yogyakarta, Pustaka Pelajar), 2003. 122

Lalu Ahmad Zaenuri, ‚Konflik Jemaat Ahmadiyah dengan

Masyarakat Non-Ahmadiyah Studi Kasus di Lombok Nusa Tenggara Barat,‛

Disertasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013).

Page 60: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

390

bersifat teoritis sehingga tidak menyentuh realitas yang terjadi di

masyarakat.

Disertasi mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah itu, menggunakan metode kualitatif dengan fokus

bahasan pada aspek teologis yang menganalisis penyebab

terjadinya konflik dari sudut pandang perbandingan dengan

doktrin di antara umat Islam mainstream dengan JAI. Penelitian

lain, Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah di Indonesia oleh Kunto

Sofianto, tahun 2014 mahasiswa Universitas Kebangsaan Malaysia

dan disertasi Catur Wahyudi, mahasiswa Sekolah Pascasarjana

UIN Jakarta, ‚Gerakan Civil Society pada Komunitas Islam

Marjinal dalam Kasus Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Bogor

(2014).‛

Sedangkan peneliti, mengkritisi pola komunikasi

antarbudaya antara umat Islam arus utama dengan Jemaat

Ahmadiyah yang berkonflik

di ruang publik.123

Penelitian yang

dilakukan peneliti memiliki cakupan berbeda dengan penelitian

terdahulu, baik dari aspek metode maupun fokusnya. Penelitian ini,

sebagaimana dikemukakan dalam tujuan penelitian, berusaha

menyoroti dari dua aspek: yaitu aspek normatif dan praktek

berkomunikasi di masyarakat, khususnya komunikasi antarbudaya

yang terjadi antargolongan yang berkonflik yaitu Jemaat

Ahmadiyah dan umat Islam Mainstream.

F. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi

komunikasi dengan partisipatoris pada Jmaat Ahmadiyah dan

melakukan wawancara langsung dengan sejumlah sumber yang

otoritatif, fairness, accountability, transparancy, dan tidak berpihak

berpihak

Menurut Guba seperti yang dikutip oleh Norman K. Denzin

dan Yvonna S. Lincoln dalam Handbook of Qualitative Research mengajukan tipologi yang mencakup empat paradigma:

123

Lihat Sukron Kamil, Noorhadi Hasan, dan Irfan Abubakar (ed), Islam di Ruang Publik. Politik Identitas dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia (Jakarta: Centerf for The Study of Religion and Culture-CSRC, 2013)

Page 61: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

391

positivisme, postpositivisme, kritikal, dan konstruktivisme.124

Guba mengemukakan bahwa setiap paradigma membawa

implikasi metodologi masing-masing. Perbedaan antara paradigma

tersebut mencakup tiga dimensi, pertama, epistemologis yang

antara lain menyangkut asumsi dasar mengenai hubungan antara

peneliti dengan yang diteliti dalam proses memperoleh

pengetahuan mengenai objek yang diteliti. Kedua, ontologis yang

berkaitan dengan asumsi mengenai objek dan realitas sosial yang

diteliti. Ketiga, metodologis yang berisi asumsi-asumsi mengenai

bagaimana cara memperoleh pengetahuan yang berhubungan

dengan suatu objek pengetahuan.

Sedangkan dalam penelitian komunikasi antarbudaya

adalah; Pertama, penelitian akan berfokus pada bentuk-bentuk dan

fungsi-fungsi komunikasi dalam hubungannya dengan interaksi

sosial sehari-hari. Kedua, subjek penelitian sebagai pelaku sosial

dipandang sebagai interpreter dari lingkungan sosial mereka

sendiri. Ketiga, penelitian dilakukan untuk menangkap konstruksi

124

Lihat Faizah, ‚Dakwah Salafiyyah di Lombok; Suatu Kajian

Komunikasi Antarbudaya,‛ Disertasi Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, tahun

2010. Menurut Norman K. Denzim dan Yvonna S. Lincoln (edt.), dalam

Handbook of Qualitative Research (California: Sage Publication Inc. 2000),

Dalam konteks penelitian ini, peneliti mendasarkan diri pada paradigma

konstruktivisme. Apabila dilihat dari dimensi paradigma, karakteristik paradigm

konstruktivisme dapat dipaparkan sebagai berikut, pertama, dalam dimensi

ontologis (asumsi tentang realitas), realitas diasumsikan peneliti sebagai

konstruksi sosial dan kebenaran atas realitas ini bersifat relatif, ia berlaku dalam

konteks spesifik yang dinilai relevan oleh para pelaku sosial yang diteliti. Oleh

karena itu dikenal prinsip relativisme dalam memahami suatu realitas. Kedua,

dimensi epistemologis atau asumsi tentang relasi antara peneliti dengan yang

diteliti, interaksi antara peneliti dan yang diteliti diasumsikan ada, melalui

interaksi ini akan diperoleh pemahaman tentang realitas sebagai temuan

penelitian. Peran peneliti dalam kerangka ini adalah sebagai transaksionalis atau

subjektivis. Ketiga, dimensi aksiologis, dalam dimensi aksiologis atau asumsi

tentang nilai-nilai, peneliti berperan sebagai fasilitator yang menjembatani

keragaman subjektifitas para pelaku sosial. Nilai, etika dan pilihan moral peneliti

dalam kerangka ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari proses penelitian.

Keempat, dimensi metodologis atau asumsi tentang cara memperoleh

pengetahuan, penelitian dilakukan dengan cara reflektif/dialektik. Melakukan

penelitian secara reflektif berarti peneliti akan memberi tekanan pada cara-cara

empatik dan interaksi dialektis antara ia sebagai peneliti dengan mereka yang

diteliti.

Page 62: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

392

dari anggota budaya. Keempat, fokus pengembangan teori ini

adalah relasi antara komunikasi dan budaya.125

Penelitian lainnya

menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus yang

menekankan pada perencanaan, pelaksana pengumpul data, dan

pada akhirnya menjadi pelopor dalam hasil

penelitiannnya.126

Seperti dikemukakan oleh Sarwono, bahwa

dalam tradisi riset dikenal ada dua jenis pendekatan utama

penelitian, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan

kuantitatif menekankan pada penggunaan angka-angka, rumus-

rumus statistik serta pengukuran, sementara pendekatan kualitatif

memfokuskan pada aspek kealamiahan data.127

Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran,

definisi suatu situasi tertentu dalam konteks tertentu. Sedangkan

pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel

sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus

didefinisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel

masing-masing.128

Adapun pendekatan kualitatif bertujuan untuk

mengembangkan pengertian, konsep-konsep, yang pada akhirnya

menjadi teori. Alasan penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif, karena untuk mengembangkan konsep antropologi

komunikasi, khususnya menganalisis konflik Jemaat Ahmadiyah

dari perspektif komunikasi antarbudaya: Kajian tentang Agama

Ruang Publik ( Religion in Public Sphire) Jurgen Habermas.

1. Sumber Data

Data Primer diperoleh dari sumber yang otoritatif, fair, dan

obyektif yang mengetahui tentang aktivitas komunikasi dan

keagamaan Ahmadiyah. Sedangkan data sekunder diperoleh dari

media audio visual, buku, majala\h, jurnal, dan artikel-artikel yang

berkaitan dengan Ahmadiyah.

125

M. Antonius Birowo (edt.), Metode Penelitian Komunikasi; Teori dan Aplikasi(Yogyakarta: Penerbit Gitanyali, 2004),108.

126Jonathan Sarwono, Metodologi Penelitian Kualitatif & Kuantitatif

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), 257. 127

Jonathan Sarwono, Metodologi Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, 257.

128Jonathan Sarwono, Metodologi Penelitian Kualitatif & Kuantitatif,

260.

Page 63: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

393

2. Teknik Pengumpulan Data

Melakukan observasi dan pengamatan dan menganalisa

kegiatan-kegiatan yang dilakukan jemaah Ahmadiyah dalam

melakukan komunikasi dan kegiatan keagamaan ke dalam

lingkungan komunitas tersebut. Dalam observasi, peneliti terlibat

langsung dalam beberapa kegiatan yang dilakukan Ahmadiyah.

3. Wawancara

Wawancara bentuk percakapan dengan seseorang

atau kelompok masyarakat untuk maksud tertentu.

Wawancara memiliki tujuan untuk mengkonstruksi terkait

orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi,

tuntutan, kepedulian, dan kebutuhan lain.129

Wawancara

dilakukan terhadap orang atau kelompok yang kompeten.

Dalam penelitian ini yaitu warga Ahmadiyah, warga Islam

arus utama, pengamat, tokoh yang independen, dan

memiliki otoritatif.

4. Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan suatu penyelidikan yang

dilakukan secara sistematis dan sengaja diadakan dengan

menggunakan alat indera terutama mata terhadap kejadian-

kejadian yang sedang berlangsung.130

Selain itu, observasi juga

didefinisikan sebagai perhatian yang terfokus terhadap kejadian,

gejala atau sesuatu dengan maksud mengungkapkan faktor-faktor

penyebabnya, dan menemukan kaedah-kaedah yang

mengaturnya.131

Pengumpulan data yang digunakan adalah teknik

kepustakaan (library research method). Data-data yang dikumpulkan adalah berupa data primer

dan data sekunder. Data primer yang dimaksud adalah buku-buku

yang berhubungan langsung dengan topik komunikasi antarbudaya

130

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisa Data (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2011), 37-38. 131

Lihat Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisa Data..40.

Page 64: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

394

dan agama di ruang publik Habermas sebagai bahan utama yang

berkaitan dengan fokus penelitian. Data sekunder yang dimaksud

adalah tulisan-tulisan maupun buku-buku yang membahas

masalah komunikasi dan kasus-kasus yang menimpa jemaat

Ahmadiyah Indonesia. Kesemua data primer dan sekunder itu

dituliskan pada daftar pustaka. Buku Primer132

dalam penelitian ini

mencakup: (1). Buku karya Jurgen Habermas, Between Natualism and Religion (2008) yang di dalamnya terdapat tulisan khusus

mengenai Religion in Public Sphere. (2). Jurnal karya Jurgen

Habermas, Religion in Public Sphere, yang dipublikasikan dalam

European Journal of Philosophy, tahun 2006. (3). Buku karya

Jurgen Habermas, Ruang Publik: Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat Borjuis yang diterjemahkan pada tahun 2012. (4).

Buku karya Armando Salvatore and Mark Le Vine, Religion, Social Practice, and Contested Hegemoni, tahun 2006. (5). Buku

karya Karen Armstrong, Compassion 12 Langkah Menuju Hidup Berbelas Kasih, tahun 2013, dan (6) Stephen W. Littlejohn, Teori Komunikasi 2009, yang di dalamnya terdapat teori utama

mengenai Komunikasi Antarbudaya sebagai teori pendukung.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun

berdasarkan urutan logis pembahasan, agar mudah dipahami dan

berkesinambungan antara satu bab dengan bab yang lain.

Sistematika tersebut adalah sebagai berikut:

Bab I, merupakan bab pendahuluan studi ini. Di dalamnya

dijelaskan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang

diangkat dalam penelitian ini. Bab ini menjelaskan bahwa ide-ide

dan gagasan umum mengenai pluralisme agama hidup

berdampingan dengan orang yang beragama lain dan mestinya

menghargai perbedaan. Menjelaskan kerangka paradigmatik

pluralisme agama. Sebaliknya, jika seorang penganut agama

merasa dia hidup sendirian dan selalu memaksa orang lain agar

menerima keyakinannya, maka agama hanya akan menjadi mesin

bagi lahirnya berbagai keresahan sosial. Pada bab ini juga

diungkapkan mengenai kasus-kasus mengenai konflik yang

132Lihat Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisa Data…..42-43

Page 65: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

395

menimpa Jemaat Ahmadiyah di Indonesia. Selain itu, juga dibahas

juga mengenai signifikansi peneltian, metodologi penelitian yang

digunakan sebagai alat analisis pada bab-bab selanjutnya.133

Bab II, Pada bab ini dibahas berbagai perspektif teori dan

model pemikiran komunikasi antarbudaya dan konstruksi moral

dalam agama di ruang pulik, sehingga dapat digambarkan peta

pemikiran berkenaan dengan kebebasan beragama di ruang publik

dan gerakan perkembangannya dalam komunikasi antarbudaya.

Bab ini juga menganalisa bagaimana subjektivitas ilmu

bekerja dalam komunikasi antarbudaya dalam agama di ruang

publik, sehingga menghasilkan sudut pandang dan juga

Islamophobia. Disertasi ini memakai sudut pandang komunikasi

untuk menganalisis Ahmadiyah dalam Perspektif Komunikasi

Antarbudaya.

Bab III, pada bab ketiga ini akan mengkaji Ahmadiyah

dalam perspektif Dinamika Pemikiran Sosial pada komunitas

Islam marjinal di salah satu negara Islam mayoritas, dan

gambaran umum tentang Ahmadiyah. Selain itu, tentang

kebenaran ajarannya, motivasi pengembangan ajaran Ahmadiyah di

Indonesia, dan Kebenaran Ajaran Ahmadiyah Qadian versi

Ahmadiyah Lahore

Bab IV, di bab ini penulis mengungkapkan Bagaimana

Peranan Agama di Ruang Publik dalam Kasus Ahmadiyah di Bogor

dan Jakarta. Selain itu, dijelaskan pula Peran Agama di Ruang

Publik dalam Penerapan Komunikasi JAI, Kondisi Keberagaman

Masyarakat, Kondisi Sosial Budaya di Indonesia, dan Anatomi

Konflik Sosial, serta Ciri-Ciri Masyarakat Sipil: Prinsip dan Nilai

Fundamental, dan Tindakan Kekerasan di Indonesia.

Bab V, bab ini membicarakan Komunikasi Antarbudaya

Ahmadiyah. Ada beberapa persoalan yang diangkat dalam bab ini.

Pertama Prinsip-prinsip Komunikasi Antarbudaya Kedua, Problem

Komunikasi dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya, Ketiga, Pola Komunikasi Islam, Keempat, Komunikasi Antarbudaya

Ahmadiyah dalam Proses, Kelima, Sebab-Sebab Terjadinya

133

Selengkapnya lihat buku ‚Pedoman Akademik Program Magister dan

Doktor Pengkajian Islam,‛ Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2011-2015 khususnya halaman, 69.

Page 66: AHMADIYAH QADIAN}DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38455/1/Jufri Al-katiri_Ahmadiyah... · Keempat, isteri tercinta penulis, Ir. Ries

396

Konflik Antara JAI dengan Islam arus utama, dan Keenam,

Dampak Konflik Antara JAI dengan Umat Islam. Islam secara

teoritis adalah sebuah sistem nilai dan ajaran ilahiyah yang bersifat

transenden. Nilai dan ajaran tersebut sepanjang perjalan sejarah

telah membantu para penganutnya memahami realitas dalam

rangka mewujudkan pandangan hidup.134

Bab VI, berisi kesimpulan dari penelitian disertasi ini. Bab

ini menyimpulkan seluruh pembahasan yang dipaparkan pada bab-

bab sebelumnya. Bab ini juga memberikan jawaban terhadap

masalah-masalah yang menjadi fokus penelitian. Bab akhir ini juga

dilengkapi dengan sejumlah saran yang berguna bagi pertumbuhan,

pekembangan, dan toleransi dalam pluralisme hidup beragama,

khususnya di Indonesia, serta keterbatasan penelitian yang

dikerjakan peneliti.135

BAB II

KOMUNIKASI BUDAYA DAN AGAMA DI RUANG PUBLIK

Pada bab ini dibahas berbagai perspektif teori dan model

pemikiran komunikasi antarbudaya dan konstruksi moral dalam

agama di ruang pulik, sehingga dapat digambarkan peta pemikiran berkenaan dengan kebebasan beragama di ruang publik dan gerakan

perkembangannya dalam komunikasi antarbudaya.

Bab ini juga menganalisa bagaimana subjektivitas ilmu

bekerja pada komunikasi antarbudaya dalam agama di ruang

publik, sehingga menghasilkan sudut pandang ilmiah untuk melihat

Islamophobia. Disertasi ini menggunakan komunikasi untuk

menganalisis Ahmadiyah dalam Perspektif Komunikasi

Antarbudaya. Ada beberapa teori yang dipakai dalam disertasi ini

antara lain komunikasi antarbudaya dan agama di ruang publik,

134

Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian Islam

Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2011-2015 khususnya halaman, 69. 135

Selengkapnya lihat Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor

Pengkajian Islam…..69-72.