47
AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI (SELF-DETERMINATION) OLEH Tim Kerja DR. Pdt, Socratez Sofyan Yoman, MA. (Direktur) Ismael Roby Silak, SH (Wakil Direktur) Gerad Pagabol (Sekretaris Eksekutif) LEMBAGA REKONSILIASI HAK-HAK ASASI MASYARAKAT KOTEKA (LERHAMKOT) PAPUA BARAT Di sampaikan kepada Yth: 1. Presiden RI, K.H. Abdurrahman Wahid di Jakarta; 2. Wakil Presiden RI, Megawati Sukarnoputri di Jakarta; 3. Ketua MPR RI, Prof, Dr. Amien Rais, MA di Jakarta; 4. Ketua DPR RI, Dr. Ir. Akbar Tanjung di Jakarta; 5. Menkopolsoskam, Agum Gumelar di Jakarta; 6. SEKJEN KOMNAS HAM di Jakarta; 7. KETUA DPRD TK. I Propinsi Papua di Jayapura; 8. LBH Papua di Jayapura; 9. ELS-HAM Papua Barat di Jayapura. Alamat: Jl. Jeruk Nipis Kotaraja, PO Box 1212 Papua, Telp/Fax :

AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

  • Upload
    vudat

  • View
    225

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

AKAR MASALAH  TUNTUTAN RAKYAT  PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI

(SELF-DETERMINATION)

      OLEH

Tim KerjaDR. Pdt, Socratez Sofyan Yoman, MA. (Direktur)

Ismael Roby Silak, SH (Wakil Direktur)

Gerad Pagabol (Sekretaris Eksekutif)

LEMBAGA REKONSILIASI HAK-HAK  ASASI MASYARAKAT KOTEKA (LERHAMKOT) PAPUA BARAT

Di sampaikan kepada Yth: 1.    Presiden RI, K.H. Abdurrahman Wahid di  Jakarta; 2.    Wakil Presiden RI, Megawati Sukarnoputri di  Jakarta; 3.    Ketua MPR RI, Prof, Dr. Amien Rais, MA di Jakarta; 4.    Ketua DPR RI, Dr. Ir. Akbar Tanjung di Jakarta; 5.    Menkopolsoskam, Agum Gumelar di Jakarta; 6.    SEKJEN KOMNAS HAM di Jakarta; 7.    KETUA DPRD TK. I Propinsi Papua di  Jayapura; 8.    LBH Papua di Jayapura; 9.    ELS-HAM Papua Barat di Jayapura. Alamat: Jl. Jeruk Nipis Kotaraja, PO Box 1212 Papua, Telp/Fax : 0967) 583462,

586158 E-mail: [email protected]

Page 2: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

PAPUA BARAT 2001

Kata Pengantar (1)       Mengapa rakyat Papua Barat mengadakan perlawanan terus-menerus

sebelum dan sesudah integrasi dalam NKRI sampai sekarang ini?(2)       Mengapa perlawanan rakyat West Papua atas sejarah proses integrasi

itu diberikan stigma OPM/GPK, separatis dan makar oleh penguasa Indonesia?

Sebagai jawaban pertanyaan-pertanyaan ini dapat dibaca dalam seluruh laporan studi ini.  Perlu menyimak pula  apa yang dikatakan Menkopolsoskan, Bapak Agum Gumelar  dalam pertemuan dengan Tim Otsus Papua yang mengakui bahwa  “Saya ingin di Papua hal-hal yang terjadi di masa lalu yakni hal-hal yang tidak benar dan tidak adil yang membuat rakyat sengsara, harus dihentikan dan tidak boleh ada lagi. …”(Cenderawasih Pos, 27 Juni 2001, hal. 2).Pernyataan Menkopolsoskam mengingatkan kita bahwa, nampaknya para penguasa dan pejabat Indonesia telah mengakui dan menyadari bahwa ada kesalahan dalam proses sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara terhadap rakyat West Papua. Tetapi, ketika orang-orang Papua Barat bangkit dan berusaha meluruskan proses distorsi historis bangsanya, selalu diberikan stigma OPM/GPK, separatis, makar dan berbagai stigma yang lain.  Pemberian stigma-stigma seperti ini sebagai senjata ampuh pemerintah Indonesia untuk membelenggu nilai-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran dan demokrasi serta hak asasi manusia di Papua Barat.Lebih lengkapnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, Lembaga Rekonsiliasi Hak-Hak Asasi Masyarakat Koteka (LERHAMKOT) Papua Barat, sebagai salah satu lembaga yang memperjuangkan pendidikan demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, serta kedamaian telah mengadakan studi tentang hasil-hasil PEPERA 1969 dalam dokumen PBB Annex I A/7723 untuk menyampaikan kebenaran sejarah. Perjuangan LERHAMKOT terlepas dari aspirasi Merdeka dan Otonomi Khusus. Karena, misi LERHAMKOT adalah memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, kedamaian dan demokrasi serta hak asasi manusia. Studi ini dapat dibuat sebagai bahan masukan kepada Indonesia untuk dijadikan sebagai referensi dalam menyikapi tuntutan rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri dan meminimalisasi kekerasan terhadap orang-orang Papua.Semoga hasil studi ini bermanfaat bagi kita semua. Papua Barat, 27 Juni 2001

Page 3: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

C. RESOLUSI PBB TENTANG HASIL PEPERA 1969 Perjanjian antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda tentang New Guinea Barat (Irian Barat).   Draf Resolusi  PBB No. A./L.574 dari Belgium, Indonesia, Malaysia dan Thailand: Sidang Umum: Mengingat resolusi 1752 (XVII) 21 September 1962 menerima  perjanjian antara Republik Indonesia dan Belanda berhubungan New Gunea Barat (Irian Barat),  peran atas Sekretaris -General dalam perjanjian dengan menggunakan dan untuk melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya, Mengingat juga keputusan 6 Nopember 1963 menerima laporan Sekretaris-General penyelesaian UNTEA dI irian Barat, Mengingat lebih lanjut, bahwa persiapan-persiapan untuk pelaksanaan pemilihan bebas adalah tanggung jawab Indonesia untuk menasihati, membantu dan partisipasi dari perwakilan khusus Sekretaris-General, sebagai mana ditentukan dalam Perjanjian, Menerima laporan hasil-hasil pelaksanaan pemilihan bebas yang disiapkan oleh Sekretaris-General sesuai dengan pasal XXI, pragrap 1 menyetujui Perjanjian dan  hasil-hasilnya, Mengingat, sesui dengan pasal Perjanjian XXI paragrap 2, dua negara mengakui hasil-hasil ini.   Menerima bahwa Pemerintah Indonesia, dalam melaksanakan rencana pembangunan nasional, memberikan perhatian khusus untuk pengambangan Irian Barat, mengingat keadaan penduduk, dan bahwa Pemerintah Belanda, bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia, akan melanjutkan untuk memberikan bantuan keuangan untuk tujuan ini, khususnya melalui Bank pembangunan Asia  dan lembaga-lembaga PBB.  

1. Menerima Laporan Sekretaris General menyatakan dengan penghargaan bahwa penyelesaian oleh Sekretaris General dan perwakilannya dari tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka dibawah perjanjian 1962 antara Indonesia dan Belanda;

2. menghargai beberapa bantuan yang disediakan melalui Bank Pembangunan Asia, melalui lembaga-lembaga PBB atau melalui orang-orang lain kepada Pemerintah Indonesia dalam usaha untuk meningkatkan ekonomi dan sosial Irian Barat; (lihat: United Nations General Assembly: A/L.574, 12 November 1969, seventy-fourth session, Agenda item 98).    

3. Dari Ghana mengamandemen draf Resolusi yang disampaikan oleh Belgium, Indonesia, Luxemburg, Malaysia, Belanda dan Thailand: (A/L.574).

4. Menggantikan peranggap keempat pembukaan sebagai berikut: Menerima laporan pekerjaan terakhir Sekretrais-General perwakilannya

Page 4: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

di Indonesia sesuai Perjanjian. 5. Menggantikan paragrap kelima pembukaan sebagai berikut: 6. Mengingat kepentingan dan kesejahteraan rakyat Irian Barat seperti

dinyatakan dalam pembukaan Perjanjian. 7. Memasukan paragrap baru keenam pembukaan bacanya sebagai berikut: 8. Lebih lanjut mengingat pasal XVIII Perjanjian dan sebaliknya,

menyebutkan untuk pelaksanaan pemilihan bebas sesuai dengan praktek internasional,”

9. Memasukan paragrap baru ketujuh pembukaan  bacanya sebagai berikut: “Menegaskan, melanjutkan perhatian PBB sesuai tujuan

10. Pada akhir paragrap pembukaan, menghilangkan kata-kata “Bank Pembangunan Asia dan”

11. Menggantikan paragrap 1 yang berlaku sebagai berikut: 12. “1. Menerima laporan Sekretaris-General dan perwakilannya  dalam

usaha-usaha untuk memenuhi tanggungjawab  mereka di  13. Memasukan paragrap 2 yang baru berlaku sebagai berikut:

Memutuskan bahwa Rakyat Irian Barat hendaknya diberikan kesempatan lebih lanjut, akhir tahun 1975 untuk melaksanakan pemilihan bebas sesuai dengan Perjanjian;”

14. Menempatkan kembali,  paragrap 2 sebagai berikut: “Menghargai beberapa bantuan yang disediakan melalui lembaga-lembaga PBB untuk menambah usaha-usaha pemerintah Indonesia demi  meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosial di Irian  barat” (Lihat: United Nations General Assembly: A/L.576, 19 November 1969, Twenty-fourth session, Agenda item, 98).  

Dalam kaitan dengan pengungkapan rekayasa PEPERA 1969 ini, Dr. John Saltford dalam penelitiannya di Markas Besar PBB di New York, dengan Judul “ UNITED NATIONS INVOLVEMENT WITH THE ACT OF SELF-DETERMINATION IN WEST IRIAN ( INDONESIAN WEST NEW GUINEA) 1968 TO 1969” mengungkapkan dokumen-dokumen signifikan tentang pelaksanaan PEPERA 1969 yang tidak demokratis di Papua.LERHAMKOT sebagai salah satu lembaga yang memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan hak-hak asasi manusia di Papua merasa bertanggungjawab untuk menyampaikan secara jujur kepada Bapak Presiden Republik Indonesia sebagai bahan pertimbangan dalam menanggapi tuntutan rakyat West Papua untuk menentukan nasib sendiri (self-determination).   LERHAMKOT tidak  ada kepentingan dengan tuntutan Papua Merdeka, melainkan bertanggungjawab dalam hal pendidikan demokrasi dan hak-hak asasi manusia.Oleh karena itu, Lembaga Rekonsiliasi Hak-Hak Asasi Masyarakat Koteka (LERHAMKOT) PAPUA BARAT menyampaikan hasil penelitian Dr. John Saltford sebagai berikut:

Page 5: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

Go up   A. PENDAHULUAN  Tulisan ini, berdasarkan sebagian besar atas klasifikasi dokumen PBB, mau melihat untuk menguji kembali peristiwa-peristiwa sekitar pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang diadakan di New Guinea Barat pada bulan Juli dan Agustus 1969. Secara khusus, saya ingin melihat peranan PBB dan apakah mempertimbangkan atau tidak, dalam memenuhi tanggungjawab terhadap orang Papua. Pada dasarnya keterlibatan PBB di New Guinea Barat dimulai sejak Indonesia menjadi anggota komisi PBB tahun 1949.   Ini diadakan pada “Koferensi Meja Bundar” di Den Haag  yang menghasilkan Perjanjian peralihan pemerintahan dari Belanda kepada Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Sukarno. Selama perundingan-perundingan, Belanda bersikap keras menguasai pemerintahan atas New Guinea Barat, kedudukan ini dituduh oleh Indonesia sebagai kelanjutan penjajahan Belanda. [1][1]  Di Den Haag diperdebatkan bahwa orang Papua sedikit atau tidak ada hubungan dengan orang Asia Indonesia.  Mereka juga menuntut bahwa mereka hanya mengurus New Guinea Barat dari Jawa sebab mereka tidak mempertimbangkan pemisahan administrasi atas wilayah dengan hanya sedikit orang Belanda yang ada.  Meskipun demikian, Jakarta menuntut bahwa New Guinea Barat adalah bagian yang tak terpisahkan dari Indonesia. Pembicaraan selanjutnya diadakan pada bulan Desember 1950, tetapi tidak mencapai kesepakatan.   Pada tahun 1957, Indonesia gagal mangajukan empat resolusi atas tuntutan mereka dalam Sidang Umum PBB.  Mereka sekarang kembali pada apa yang digambarkan John Reinhardt sebagai langkah ketiga dan terakhir pertikaian Irian Barat, suatu ketrampilan diplomasi campuran dan tekanan kekuatan militer.[2]  Pada tahun 1961, kampanye ini telah menjadi hal kepedulian pada pemilihan presiden baru J.F. Kennedy. Walaupun, bermusuhan dengan Sukarno, dia lebih siap daripada pendahulunya untuk mencari suatu penyelesaian tentang pertikaian.  Pengambil kebijakan Washington lebih prihatin tentang peningkatan dukungan Soviet secara besar-besaran dalam pembelanjaan peralatan militer.  Howard Jones, Duta Besar Amerika di Jakarta, kemudian menulis: “Sukarno telah mengerti taktik kenyataan politik. Dia seorang guru yang menggambarkan dirinya dalam seorang pendatang dan menunggu seseorang untuk menolong dia. Dalam situasi ini, dengan bantuan negara Rusia, dia menyatakan perang. Itu bukan suatu gertakan.”[3] Akhirnya Washington memutuskan bahwa jalan untuk menghindari perang terbuka antara Belanda dan Indonesia nampaknya tidak sesuai upaya persuasif dengan Belanda untuk menerima kompromi terlibat dalam peralihan pemerintahan kepada Indonesia, dihubungkan pada beberapa bentuk penentuan nasib sendiri.  Seorang Pejabat resmi Amerika menulis pada bulan Februari 1962: “Saya tidak

Page 6: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

menyalahkan Belanda atas keraguan bahwa sudah mempunyai beberapa maksud membiarkan plebisit murni lima tahun atau dari sekarang.  Tetapi, hal yang penting adalah bahwa beberapa orang Indo berjanji yang mendasar untuk menyelamatkan muka Belanda. Kami harus mendapat mereka dan membawa itu sebagai yang terbaik yang mereka harapkan”.[4] Akhirnya, di Den Haag dengan persuasif untuk menerima suatu penyelesaian dan pada tanggal 15 Agustus 1962, mereka menandatangani Perjanjian New York dengan Jakarta.[5] Dalam pandangan Belanda, daerah Papua tidak diserahkan secara langsung kepada Indonesia.  Contoh, di bawah Perjanjian, administrasi sementara PBB, (UNTEA), United Nations Temporary Executive Authority) selama 7 (tujuh) bulan. Tidak ada waktu maksimal yang terbatas, tetapi dalam kenyataannya PBB ditarik pada tanggal 1 Mei 1963 secepatnya masa minimum.  Tidak ada kesempatan dalam perundingan-perundingan atau proses pengambilan keputusan orang Papua Barat dilibatkan”.[6] Di bawah syarat Perjanjian New York 1962, administrasi PBB sementara ini hanya bagian pertama dari suatu proses yang ditetapkan untuk mendidik orang Papua untuk menentukan nasib sendiri.     Go up   B.  SITUASI PADA TAHUN 1968   Pada bulan Agustus 1968, tim PBB kembali ke Papua, sekarang dinamakan Irian Barat, dipimpin oleh diplomat Bolivia Fernando Ortiz Sanz, tanggungjawab itu berada di bawah Perjanjian New York untuk “ membantu, menasihati, dan kerjasama” dalam pelaksanaan penentuan nasib sendiri yang direncanakan tahun berikutnya. Pada waktu tim Ortiz Sanz tiba, di Papua beberapa tahun telah mengalami peraturan orang Indonesia dan menghadapi masalah ekonomi dan politik.   Peter Hastings, seorang dari dua wartawan Australia yang diijinkan berkunjung sejak 1963, telah memberikan penilaian yang memberatkan, walaupun dia mendukung atas pengawasan Indonesia. “Fakta yang sederhana ialah sejak Belanda berangkat, pemerintah Indonesia telah melakukan sedikit atau tidak ada apa-apa sampai tahun ini untuk membangun negeri dan memberikan orang-orang Papua beberapa proyek pembangunan ekonomi yang mendasar atau beberapa tingkat kerjasama nyata dalam bidang politik. Orang Papua merasa berlari cepat.”[7] Penerangan Kedutaan Inggris dari Jakarta melaporkan bahwa mereka telah diberikan penjelasan singkat oleh konsulat resmi Amerika Serikat, Reynders, yang juga berkunjung ke Papua pada tahun 1968. Setelah kembali ke Jakarta pada akhir Maret, Reynders melaporkan bahwa Indonesia tidak mempunyai sumber ekonomi untuk pembangunan yang wajar di Irian Barat. Banyaknya komentar pada permasalahan yang dia tulis, semacam hitungan yang diminta

Page 7: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

untuk pembangunan Papua yang  wajar, dan kemauan tinggal, sama sekali melebihi maksud-maksud Indonesia”.[8] Dia juga percaya bahwa Indonesia tidak mempunyai sumber ekonomi atau militer  dengan ancaman keamanan yang disikapi oleh “Papua Merdeka” OPM (Organisasi Papua Merdeka) Free Papua Movement).  Orang Indonesia telah melakukan dengan segala macam cara dari bom mereka dengan B-26s, dengan geranat, martir orang Papua. Kebrutalan dilakukan dari waktu ke waktu sebagai usaha penekanan  tidak berhasil.[9] Bahkan orang Indonesia mengakui sendiri bahwa situasi di Irian Barat adalah genting. Dalam bulan Mei 1968, utusan kementerian Indonesia dipimpin oleh Sultan Yogyakarta mengadakan kunjungan untuk menilai situasi.  Pada waktu mereka kembali ke Jakarta, utusan menjelaskan kepada mass media atas keberhasilan mereka dalam berbagai masalah yang mereka telah identifikasi di Papua.  Dalam kenyataannya, mereka terkejut pada apa yang mereka lihat.   Seorang Kedutaan Inggris, telegram dalam bulan Juli menginformasikan ke London bahwa: “Kunjungan adalah penting terutama dalam menyediakan anggota-anggota dengan bukti-bukti laporan dari tangan pertama tentang luasnya permasalahan ekonomi dan demonstrasi ketidakpopuleran karena kepemimpinan penguasa sipil dan militer di Papua.”[10]       Go up   C.    KEKUATAN POSISI INDONESIA   Perjanjian New York adalah suatu kesepakatan untuk “melaksanakan penentuan nasib sendiri” dan musyawarah dengan “dewan-dewan perwakilan” dalam prosedur-prosedur dan metode-metode yang “memastikan untuk menyatakan kehendak bebas penduduk Papua.” Tidak ada pokok kata-kata kritis “referendum” atau “plebisit” disebutkan.”[11] Walaupun, Pasal XVII (17) Perjanjian New York menyatakan bahwa semua orang dewasa dari Papua yang memenuhi syarat dapat berpartisipasi dalam penentuan nasib sendiri,” dilaksanakan sesuai dengan praktek internasional.” Walaupun tidak ada definisi apakah maksud ini diberikan, satu kata sentral yang penting ketika mempertimbangkan setuju atau tidak, dalam memenuhi syarat-syarat Perjanjian.  Suharto dengan sengaja mengambil keuntungan dari ketidakjelasan istilah dalam Perjanjian New York. Dia juga menyadari bahwa, dengan memungkinkan kekecualian China.[12] tidak  ada kekuatan utama terbaik melawan posisi mereka di Irian Barat. Sejak penandatanganan Perjanjian New York 1962, Washington menunjukkan sedikit tertarik tentang persoalan ini. Tampaknya menolak saran-saran oleh kedua negara Belanda dan Australia bahwa mereka hendaknya “prihatin diri mereka daripada lebih dekat” dalam hal penentuan nasib sendiri.”[13] Bukti-bukti lebih lanjut posisi Amerika Serikat ini disampaikan oleh Edward D. Masters, di Departemen Negara Amerika Serikat. Dalam percakapan dengan

Page 8: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

Diplomat Inggris pada bulan Juni 1969, dia berkomentar bahwa Washington melihat sedikit manfaat dalam melibatkan “hal yang menyenangkan dapat diketahui” kehilangan kehendak baik mereka terhadap Jakarta tidak ada keuntungan.  Dia kemudian menambahkan “Departemen Negara mereka dihadapi dengan beberapa kritik dari senat tetapi itu tidak mungkin bertambah jumlah yang sangat besar.”[14] Walaupun penindasan kekerasan Suharto dari Komunis orang Indonesia, Uni Soviet sebagain besar tidak tertarik kritik Jakarta untuk urusan Papua, khususnya mereka telah menjadi sekutu Indonesia sebagai kunci kampanye tentang Irian Barat. Ada beberapa tuduhan di Soviet dipublikasikan, Suharto, “menipu orang-orang Papua untuk kemerdekaan sejati”.[15] Tetapi seorang Pejabat resmi Inggris, David F.B. Le Breton, menyatakan: “… ada tanda bahwa negara Komunis ingin memperbaiki hubungan mereka dengan Jakarta dan karena itu alasan mereka lebih senang tidak membuat sesuatu yang memperburuk hubungan mereka dengan Indonesia pada saat itu.”[16] Pejabat resmi Inggris yang lain, I.J.M. Sutherland, berkomentar pada bulan April 1968: “Kekuatan posisi Indonesia dalam kenyataan bahwa … mereka harus tahu bahwa, bahkan jika ada protes tentang cara mereka konsultasi, tidak ada kekuatan lain berkeinginan untuk menaruh perhatian untuk menekan. …Saya mengerti bahwa pengungsian boleh mendapat dukungan dalam media Australia. Tetapi, saya tidak menduga pemerintah Amerika Serikat, Jepang, Belanda Australia meletakkan resiko ekonomi mereka dan hubungan politik dengan Indonesia kalau hal keterlibatan prinsip hubungan dengan jumlah sedikit orang-orang yang sangat primitif”.[17] Tiga bulan kemudian pernyataan menggema di kantor Penerangan Luar Negeri Inggris: “Kenyataan yang jelas bahwa tidak ada penyelesaian lain daripada selama Indonesia memegang Irian Barat; tidak ada orang berpikir dalam syarat-syarat yang berbeda; dan tidak ada pemerintah yang memungkinkan untuk menuntut secara tulus selamanya.”[18] Sangat berarti, sikap ini oleh pemerintah Australia, hanya kekuatan Barat dengan beberapa sisa tertarik langsung dalam hal ini (New Guinea Australia membagi perbatasan dengan Irian Barat). Dalam bulan Mei 1968, seorang Diplomat Inggris, Donald Murray, melaporkan bahwa dari titik pandang Australia, lebih tepat pelaksanaan penentuan nasib sendiri dilaksanakan tahun depan lebih baik”.[19] Di bawah syarat-syarat Perjanjian New York, jumlah ahli PBB tinggal di Papua diikuti pengambialihan orang Indonesia untuk “menasihati dan membantu penguasa dalam persiapan umum untuk pelaksanaan penentuan nasib sendiri. Ahli-ahli ini, beberapa tahun berpengalaman di Papua, kedatangan Ortiz Sanz  aset yang tidak terhingga nilainya. Tetapi, sayang sekali, untuk dia, bagian Perjanjian New York  tidak pernah dipenuhi dan dia telah berkomentar dalam laporannya kepada Sidang Umum PBB bulan Novemner 1969.”[20]   Alasan untuk ini Jakarta tidak memberikan jawaban kepada Sekretaris-Umum U. Thant atas proposal awal karena tugas mereka, dan dia melaporkan “tidak bermaksud untuk membuat terlalalu banyak.”[21] Go up

Page 9: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

D.    KEDATANGAN ORTIZ SANZ DI PAPUA     Pada tanggal 23 Agustus 1968, Ortiz Sanz tiba di Irian Barat dan memulai perjalanannya 10 hari 3000 mil ke daerah melalui pesawat. Yang menemani dia seluruh tim 8 Pejabat resmi Indonesia yang dipimpin oleh Sudjarwo Tjondronegoro, Perwakilan Jakarta untuk Irian Barat. Setelah kembalinya, Ortiz Sanz menulis dalam suatu laporan untuk Sekretaris Umum, U,Thant yang dia memuji pekerjaan Indonesia: “Pemerintah harus diberikan kredit atas kemajuan dalam pendidikan dasar, proses pembauran melalui pemakaian bahasa umum (Indonesia), pembangunan sekolah dan menunjukkan usaha-usaha pergaulan yang bersahabat.”[22]  Dia juga menambahkan:  “Kita mengetahui bahwa prinsip “satu orang satu suara” tidak dapat dilaksanakan di semua daerah Papua, karena kurangnya pengalaman luar dari penduduk. … Kita juga mengakui bahwa pemerintah Indonesia dimana memperlihatkan ketidakpastian tentang hasil-hasil musyawarah, akan mencoba, dengan semua maksud-maksud pembagian itu, mengurangi jumlah orang, perwakilan-perwakilan, dan lembaga-lembaga musyawarah.”[23]   Untuk menjawab gerakan Indonesia ini, Ortiz Sanz berjanji bahwa dia berusaha untuk memperluas jumlah orang-orang Papua dilibatkan untuk mengambil keputusan, dalam kata-katanya, PBB hendak membuktikan bahwa mereka sungguh-sungguh mencoba “menyediakan demokrasi sebagai dasar yang memungkinkan untuk memastikan kehendak nyata orang Papua.”[24]    Walaupun Ortiz Sanz menghabiskan sangat sedikit waktu di Papua selama 1968, orang-orang Indonesia merasa tidak enak (merasa tidak aman) tentang kehadiran Ortiz Sanz di Papua.  Dalam bulan Desember, orang Indonesia menuntut atas kepemimpinannya di New York bahwa dia telah menjadi focus perhatian orang-orang Papua dan menyebabkan “kemenangan khusus” dan menghalangi.  Itu benar bahwa, walaupun secara tetap diikuti oleh Pejabat resmi Indonesia, Ortiz Sanz didekati oleh sedikitnya 26 orang Papua yang mengatur untuk menyampaikan pernyataan-pernyataan dan surat-surat, hampir semuanya menuduh Indonesia dan menyebutkan untuk referendum secara jujur di Papua. Pentingnya, Jakarta juga menjadi tujuan PBB untuk mengutus 50 orang staf ke Irian Barat. Jumlah ini kemudian dikurangi 25 orang, tetapi akhirnya hanya 16 orang anggota PBB ditugaskan, dan ini termasuk staf administrasi. Itu memperlihatkan tindakan yang tidak masuk akal bahwa PBB menyetujui untuk membatasi jumlah Pejabat PBB menjadi kecil, sebagaimana yang digambarkan. Jikalau dibandingkan dengan Misi PBB untuk mengatur dan mengawasi referendum di Timor-Timur  Agustus 1999 berjumlah 1000 orang termasuk beberapa ratus Polisi dan ratusan pemilih resmi.  Sementara tanggungjawab  tim Ortiz Sanz lebih banyak dibatasi hanya “menasihati, membantu dan partisipasi” dalam pelaksanaan penentuan nasib sendiri, itu dilaksanakan di Papua lebih lama ukurannya daripada Timor-Timur. Kedua wilayah melaksanakan penentuan nasib sendiri, tetapi perbandingan demonstrasi besar sekali perbedaan antara usaha murni untuk mengawasi referendum secara demokrasi dan yang tidak jujur.    Dalam diskusi awalnya tentang metode yang dipakai untuk pelaksanaan

Page 10: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

penentuan nasib sendiri, Ortiz Sanz menyatakan kepada orang-orang Indonesia bahwa secara resmi dia hanya menyarankan sistem yang diterima umum “ one man one vote,” dia menyediakan untuk disetujui suatu sistem “campuran”. Dengan ini dia bermaksud bahwa pemilihan di daerah-daerah kota diijinkan memilih secara langsung, sementara rakyat di daerah pedalaman diajarkan beberapa bentuk “musyawarah bersama”. Dalam hal ini dia mengumumkan, itu menjadi syarat minimum untuk memuaskan perhatian umum dunia”.[25] Itu tidak mengejutkan bahwa Indonesia mengabaikan nasihatnya, sejak ada bukti orang Belanda Senior dan Pejabat resmi PBB telah menyetujui dengan Jakarta awal 1963 tentang metode untuk penentuan nasib sendiri, tentang tidak melibatkan pemilihan langsung oleh orang Papua. Dalam bulan Mei 1963, Kedutaan Amerika di Australia meneruskan informasi ke Canberra yang telah diterima dari orang-orang Amerika: “Orang-orang Belanda dan Indonesia rupanya telah menyatakan satu sama lain tentang bentuk pelaksanaan penentuan nasib sendiri. Belanda rupanya menyediakan untuk menyetujui pelaksanaan penentuan nasib sendiri dengan beberapa bentuk lain daripada plebisit. .. Narasimhan, Ketua Kabinet orang India menyatakan bahwa pelaksanaan penentuan nasib sendiri diambil dalam bentuk konsultasi dengan dewan-dewan lokal dan perwakilan-perwakilan kampung.”[26] Satu tahun kemudian, Jose Rolz-Bennett, seorang Guatemala dibawah Sekretaris-Umum untuk urusan Politik luar negeri, membuat saran yang sama kepada orang-orang Indonesia selama kunjungan ke Irian Barat dan Indonesia.”[27]  Dalam hal ini kebebasan berpolitik, Indonesia secara khusus berkewajiban dibawah Pasal XX (20) Perjanjian New York, untuk “menjamin penuh hak-hak, termasuk hak bebas berbicara, kebebasan bergerak dan kebebasan berkumpul penduduk asli Papua.”  Mengomentari atas ini, Ortiz Sanz memperingatkan Jakarta bahwa tanpa hak-hak dan kebebasan ini, masyarakat internasional tidak puas bahwa, “keadilan demokrasi yang benar dan jujur telah dilakukan oleh orang-orang Papua”.[28]   Pada waktu yang sama, dia meyakinkan Sudjarwo bahwa Indonesia “mempunyai hak mutlak untuk mengambil semua langkah-langkah pertimbangan untuk mempertahankan aturan intern.”[29] Dalam kenyataan, dibawah Perjanjian New York, Indonesia tidak mempunyai hak mutlak untuk melakukan pemilihan, jikalau, dengan tindakan itu, merugikan hak-hak dan kebebasan orang-orang Papua. Dalam menjawab, Sudjarwo berterima kasih kepada Ortiz Sanz atas tidak menyatakan tindakan-tindakan keamanan Indonesia, menambahkan bahwa hasutan-hasutan dan kesulitan-kesulitan ekonomi dan “banyak orang Papua berpikiran sederhana dengan mudah mendapat pengaruh dengan jenis propaganda dan hasutan-hasutan.”[30] Apakah nasionalisme atau tidak adalah suatu syarat yang tidak benar untuk melengkapi aspirasi-aspirasi politik tunggal masyarakat asli tradisional seperti Irian Barat, laporan-laporan oleh berbagai pengunjung asing secara konsisten dalam kesimpulan mereka bahwa jumlah mayoritas orang-orang Papua tidak mau diatur oleh Jakarta.  Bukti contoh pertama: “seorang wartawan Inggris, Garth Alexander, berkunjung ke Papua awal tahun 1968 dan penjelasan singkat resmi setelah kembalinya: Mungkin hampir semua gambaran laporannya Alexander lebih

Page 11: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

jauh mengkonfirmasikan apa yang kita katakan sebelumnya, bahwa mayoritas orang Irian Barat … sangat jauh dari keinginan untuk menjadi bagian dengan Republik Indonesia.  Semua orang yang dia berbicara dengan mereka, dan dia bertemu diantara 300 atau 400 orang, tak satupun setuju dalam menjelaskan ini. Kesan dia adalah bahwa orang-orang Papua benci orang-orang Indonesia, barangkali  sebagai akibat dimana orang-orang Indonesia memandang rendah dan meremehkan orang-orang Papua.”[31] Bukti contoh kedua, bulan Juli 1969 dilaporkan oleh Jack W. Lydman, Duta Besar Amerika Serikat, yang menyatakan kepada anggota Tim PBB Ortiz Sanz secara tertutup mengakui bahwa 95% orang-orang Papua mendukung gerakan kemerdekaan Papua.”[32] Pada akhir tahun 1968, Ortiz Sanz  dan anggota Timnya sibuk melakukan perjalanan kedua di Irian Barat selama 3 minggu.  Waktu kembalinya ke Jakarta, dia melaporkan kepada pimpinannya bahwa mereka diikuti kemana saja oleh pejabat resmi orang-orang Indonesia, dan sebagai akibatnya, dia kesulitan untuk kontak atau berkomunikasi secara bebas dengan penduduk lokal (asli). Walaupun ini, dia menyadari perasaan anti-Indonesia, tetapi laporannya menunjukkan bahwa dia ingin mengabaikan perlawanan orang-orang Papua kepada Indonesia.  Tentu saja, ketika kesempatan tiba, itu menjadi sangat sulit, sungguh-sungguh, memperkirakan kenyataan yang penting anti-Indonesia, seperti Anda sadari sangat baik, hanya sangat meremehkan presentase kemampuan penduduk atau ketertarikan dalam mengajak beberapa gerakan politik atau bahkan pikiran-pikiran orang-orang Papua.”[33] Kesimpulan laporannya, dia menambahkan: “Perjalanan telah dikonfirmasikan  kesan awalnya … bahwa pelaksanaan ketentuan-ketentuan Perjanjian New York yang berhubungan penentuan nasib sendiri “sesuai praktek internasional” adalah sungguh-sungguh tidak memungkinkan.”[34]  Dalam menjawab, dibawah Sekretaris Umum, Rolz-Bennett menyetujui dan menulis bahwa “kurangnya kemajuan penduduk, semuanya menjadi jelas.”[35] Kemauan ini oleh Sekretariat PBB memperbanyak jaminan minimum yang berisi dalam Perjanjian New York  yang mengarah pada seluruh keterlibatan Irian Barat. Pengaruh Washington diberikan kepada PBB adalah tugas janggal atas pengawasan peralihan Irian Barat dari satu kuasa asing ke kuasa asing yang lain. Sebagaimana Terrence Markin berkomentar: “Orang-orang Amerika, yang mencoba berulang-ulang meyakinkan Belanda (sebelum penyelesaian) … bahwa mereka mau “berdiri pada prinsip-prinsip” dengan menuntut pada proses penentuan nasib sendiri bahwa “ suatu kenyataan dan bukan penghinaan” memulai segera sesudah menandatangi Perjanjian New York untuk memperdebatkan tanggungjawab untuk meyakinkan pelaksanaan yang sungguh-sungguh jujur dengan PBB dan Belanda. Sekitar waktu yang sama Belanda kehilangan banyak kehendak mereka untuk menekan masalah ini …. Dan dengan tak seorangpun Amerika Serikat maupun Belanda menekan masalah ini, PBB sedikit terdorong untuk melakukan banyak.”[36] Pada awal 1969 diputuskan dengan penyerahan saudara-saudara Mandatjan, pemimpin-pemimpin pejuang dari negeri Timur jauh yang telah melawan orang-orang Indonesia selama 2 tahun. Pada pertengahan Januari,

Page 12: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

bagaimanapun, perlawanan di daerah meletus lagi sekitar penduduk Arfak bangkit dibawah pemimpin baru Frits Awom.  Dalam menanggapi ini, kekuatan Jakarta mengirim dua tambahan Batalion Infantri ke Arfak dari Sulawesi Selatan.[37] Sementara itu, pada pertemuan kemudian di New York pada bulan Januari Sudjarwo melaporkan Sekretaris-Umum bahwa Jakarta telah menolak rencana Ortiz Sanz untuk mengangkat “sistem campuran” untuk pelaksanaan penentuan nasib sendiri.[38]  Tetapi, Sekretariat PBB menunjukkan prioritas persetujuan dengan Jakarta tahun 1963 untuk menyalurkan dengan beberapa petunjuk pemilihan langsung yang rencananya dengan sederhana sebagai suatu langkah umum yang mendemonstrasikan usaha-usaha PBB untuk meyakinkan keterlibataan demokrasi dalam pelaksanaan penentuan nasib sendiri. Suatu alternatif yang memungkinkan adalah bahwa Ortiz Sanz tidak sepenuhnya memperkenalkan partisipasi orang-orang Papua asli dapat diambil tanpa konsultasi dengan U. Thant. Fakta-fakta ini datang dari surat kabar Indonesia bulan Juli 1969 yang menyatakan bahwa Sudjarwo marah untuk menolak “metode campuran” adalah idenya Ortiz Sanz dan bukan asli dalam Perjanjian New York.[39] Skenario ini mendukung posisi yang berargumen bahwa Ortiz Sanz lebih mengorbankan gerakan-gerakan di New York dan Jakarta, lebih baik daripada kerjasama ejekan. Sebagaimana Sir Patrick Shaw, Duta Besar Australia untuk PBB, berkomentar pada bulan April 1968 sesudah bertemu dengan dia, “ Ortiz Sanz adalah seorang yang berkehendak baik dan berintegritas, tetapi saya tidak yakin bahwa dia mempunyai banyak konsep semacam lingkungan dimana dia akan menemukan dirinya bekerja di Irian Barat.[40] Dalam pertemuan yang diadakan antara Ortiz Sanz dan orang-orang Indonesia selama bulan Februari, Sudjarwo mengarisbawahi suatu metode telah diputuskan pilihan mereka untuk memperluas delapan dewan daerah, sudah ada di daerah, dan dibentuk Sidang Khusus yang kemudian tiap-tiap dewan mencapai satu keputusan bersama apakah tinggal dengan Indonesia atau tidak.[41] Keberadaan dewan-dewan daerah ini telah diangkat oleh Jakarta tahun 1963, dan anggota mereka diangkat oleh penguasa. Ortiz Sanz dapat melakukan sedikit tetapi permintaan yang  diberikan  tentang semua keberadaan penasihat untuk menolong dia menentukan tingkat apakah mereka benar mewakili penduduk. Sudjarwo menyetujui, tetapi tidak ada apa-apanya yang ditangani.[42]  Segera sesudah itu, Sudjarwo memberikan Ortiz Sanz berita lebih lanjut proses pemilihan pengangkatan anggota-anggota sidang tambahan yang direncanakan satu kelompok dipilih oleh keberadaan politik, sosial dan budaya yang diakui. Kelompok kedua, keberadaan pemimpin adat yang dipilih oleh beradaan anggota-anggota dewan, dan kelompok ketiga dipilih oleh rakyat sendiri.[43] Sebagai hasil ini,  diketahui bahwa   dalam pemilihan mengabaikan  kelompok ketiga. Dalam praktek, metode pemilihan anggota tambahan artinya bahwa  orang-orang penguasa Indonesia dan keberadaan orang-orang Indonesia mengangkat dewan-dewan mengawasi secara ketat seluruh proses pemilihan sampai akhir” sidang-sidang musyawarah”. Sebagaimana Ortiz Sanz menulis dalam laporan akhirnya, Sudjarwo telah menyampaikan kepadanya, “ Banyak

Page 13: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

orang Papua kemungkinan … tidak setuju bersatu dengan Republik Indonesia, keberadaannya … tidak diorganisir dalam keberadaan kelompok politik resmi atau partai-partai di Irian Barat.”[44]

PENDAHULUAN   “Gugatan dan tuntutan dari dan oleh masyarakat Papua Barat (penduduk asli) yang terus menggema sejak awal integrasi wilayah Papua Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia. Tuntutan tersebut mencapai klimaksnya di era reformasi pada setahun terakhir ini. …. Catatan sejarah memperlihatkan bahwa proses integrasi Papua Barat ke wilayah Republik Indonesia ternyata tidak mulus….” ( lihat: Tim Studi FOKER LSM Irian Jaya, Alternatif Dispute Resolution [ARD) PAPUA MERDEKA, Jayapura, 29 Oktober 1999, hal. 1).   Tuntutan rakyat Papua Barat mempunyai sejarah yang sangat panjang dan memilukan hati.  Sejarah integrasi Papua Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia sangat berlawanan dengan martabat dan harkat manusia. Nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia serta kebenaran, keadilan, keadilan, kedamaian sama sekali tidak dinikmati oleh rakyat Papua Barat.   Lagi pula, Deklrasi Universal Hak Asasi Manusia artikel 1, “Semua umat manusia dilahirkan merdeka dan kesamaan dan hak-haknya”.  Perjanjian internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, artikel 1, “semua orang mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Dengan kerelaannya bahwa secara bebas mereka menentukan hak-hak status politik dan …”.  Perjanjian internasional tentang hak-hak sipil dan politik artikel 6, “setiap umat manusia mempunyai hak hakiki untuk hidup. Hak ini dilindungi oleh undang-undang. Tidak ada seorangpun secara sewenang-wenang menghilangkan hidupnya”.   Seluruh covenant internasional ini tidak dilaksanakan dalam pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (PEPERA 1969).   Untuk menyingkapkan distorsi sejarah rakyat West Papua ini, dalam semangat dan nilai Perjanjian internasional tentang hak-hak sipil dan politik artikel 19 bagian 2, “setiap orang mempunyai hak bebas berekspresi; ini termasuk kebebasan untuk melihat, menerima dan memberikan informasi dan ide-ide dalam semua bentuk, tanpa memperlihatkan batas-batas, salah satunya secara lisan, dalam tulisan atau cetak, dalam bentuk seni, atau melalui beberapa media yang lain dari pilihannya”. Bertolak dari Perjanjian internasional tentang hak-hak sosial dan politik artikel 19 bagian 2 ini, LERHAMKOT (Lembaga Rekonsiliasi Hak-Hak Asasi Masyarakat Koteka Papua Barat, sebagai salah satu lembaga yang memperjuangkan nilai demokrasi dan hak-hak asasi manusia, telah menyelidiki dinamika sejarah PEPERA 1969.   LERHAMKOT menyampaikan hasil-hasil infestigasi dalam konteks menegakkan nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, kedamaian dan nilai demokrasi serta hak-hak asasi manusia. LERHAMKOT tidak berkepentingan dengan masalah politik, melainkan lebih berorientasi pada nilai demokrasi dan hak-hak asasi manusia serta kebenaran sejarah itu sendiri.     Go up

Page 14: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

  A. HASIL PEPERA 1969 DALAM DOKUMEN PBB ANNEX I, A/7723.   Dr. Fernando Ortiz Sanz, perwakilan PBB, yang berada di Papua untuk

mengawasi pelaksanaan penentuan pendapat rakyat tahun 1969, dalam laporannya menyatakan penyesalannya karena pemerintah Indonesia tidak melaksanakan isi Perjanjian New York Pasal XXII (22) tentang hak-hak dan kebebasan orang-orang Papua.  Laporan Ortiz Sanz dalam Sidang Umum PBB bulan September 1969 sebagai berikut:  

“Saya dengan menyesal harus menyatakan keberatan-keberatan saya tentang pelaksanaan Pasal XXII (22) Perjanjian New York, yang berhubungan dengan hak-hak termasuk hak-hak kebebasan berbicara, kebebasan bergerak, kebebasan berkumpul, penduduk asli” (Dokumen PBB, Annex I, A/7723, paragraph 251, hal. 70).   Kutipan aslinya:  

“I regret to have to express my reservation regarding the implementation of article XXII of the New York Agreement, relating to “the rights, including the rights of free speech, freedom of movement and assembly, of the inhabitants of the area”. In spite of my constant efforts, this important provision was not fully implemented and the Administration exercised at all times a tight political control over the population” (UN doc. A/7723, annex I, paragraph 251,  p.70).  

Pemerintah Indonesia telah menentang PBB  dengan tidak melaksanakannya Perjanjian New York Pasal XXI (22).  Penentangan itu terbukti dengan Surat Keputusan resmi Presiden Republik Indonesia, Ir. Sukarno bernomor: 8/Mei/1963 yang menyatakan: “Melarang/menghalangi atas bangkitnya cabang-cabang Partai Baru di Irian Barat. Di daerah Irian Barat dilarang kegiatan politik dalam bentuk rapat umum, pertemuan umum, demonstrasi-demonstrasi, percetakan, publikasi, pengumuman- pengumuman, penyebaran, perdagangan atau artikel, pameran umum, gambaran-gambaran atau foto-foto tanpa ijin pertama dari gubernur atau pejabat resmi yang ditunjuk oleh Presiden” (SK, No. 8, Mei 1963).   Dr. Fernando Ortiz Sanz dalam laporannya kepada Sidang Umum PBB menyatakan pula tentang kekecewaannya.  Karena pemerintah Indonesia tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian New York Pasal XVI (16) di Papua Barat. “Saya harus menyatakan pada awal laporan ini bahwa, ketika saya tiba di Papua pada bulan Agustus 1968, saya diperhadapkan dengan masalah tentang tidak dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan Pasal XVI (16) Perjanjian New York.  Walaupun, ahli PBB yang harus berada di Papua pada saat peralihan tanggungjawab administrasi sepenuhnya kepada Indonesia telah dikurangi, mereka tidak pernah mengetahui secara baik keadaan-keadaan dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.  Akibatnya, fungsi-fungsi dasar mereka untuk menasihati, membatu dalam persiapan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang penentuan nasib sendiri tidak didukung selama masa bulan

Page 15: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

Mei 1963 s/d 23 Agustus 1969 …” (paragraph 23, hal. 12).   Kutipan aslinya:

“I must state at the outset of this report that, when I arrived in the territory in August 1968, I was faced with the problem of non-compliance with the provisions of article XVI of the Agreement. Though the United Nations experts who were to have remained in the territory at the time of the transfer of full administrative responsibility to Indonesia had been designated, they had never, owing to well known circumstances, taken up their duties.  Consequently, their essential functions of advising on and assisting in preparation for carrying out the provisions for self-determinations had not been performed during the period May 1963 to 23 August 1969 …”(paragraph 23, p. 12).  

Dr. Fernando Ortiz Sanz juga sangat menyesal, karena orang-orang Indonesia tidak melaksanakan Perjanjian New Yok Pasal XVIII (18) tentang sistem “satu orang, satu suara” sesuai dengan praktek internasional.  Tetapi, orang-orang Indonesia memakai sistem lokal Indonesia, yaitu sistem “musyawarah”. “… pelaksanaan pemilihan bebas telah dilaksanakan di Irian Barat sesuai dengan praktek Indonesia, …(paragraph 253, hal. 70).  

“… an act of free choice has taken place in West Irian accordance with Indonesia practice, … (paragraph 253, p. 70).  

Sang Diplomat Bolivia ini juga menyatakan dalam laporannya secara tegas dan jelas bahwa orang-orang Papua Barat dalam pernyataan-pernyataannya menyatakan berkeinginan kuat untuk merdeka dan tidak ingin dimasukkan ke dalam negara Indonesia.   “Pernyataan-pernyataan (petisi-petisi) tentang pencaplokan Indonesia, peristiwa-peristiwa ketegangan di Manokwari, Enarotali, dan Waghete, perjuangan-perjuangan rakyat bagian pedalaman yang dikuasai oleh pemerintah Australia, dan keberadaan tahanan politik, lebih daripada 300 orang yang dibebaskan atas permintaan saya, menunjukkan bahwa tanpa ragu-ragu unsur-unsur penduduk Irian Barat memegang teguh berkeinginan merdeka. Namun demikian, jawaban yang diberikan oleh dewan musyawarah atas pertanyaan yang disampaikan kepada mereka sepakat tinggal dengan Indonesia” ( paragraph 250, hal. 70).   Kutipan aslinya:

“The petitions opposing annexation to Indonesia, the cases of unrest in Manokwari, Enarotali, and Waghete, the flights of number of people to the part of the island that is administrated by Australia, and the existence of political detainees, more than 300 of the population of West Irian held firm conviction in favour of independence. Nevertheless, the answer given by the consultative assemblies to the questions put to them was a unanimous consensus in favour of remaining with Indonesia” ( paragraph 250, hal. 70).  

Page 16: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

Ortiz Sanz juga melaporkan sikap orang-orang Indonesia yang menolak nasihat-nasihatnya kepada orang-orang Indonesia untuk melaksanakan Perjanjian New York Pasal XVI (16).  Fernando menyatakan kecewa karena pendekatannya tidak diberikan jawaban yang menyenangkan.    “… Pada beberapa kesempatan, saya mendekati pemerintah Indonesia yang berkuasa pada saat itu untuk tujuan melaksanakan ketentuan-ketentuan pasal XVI (16), tetapi gagal mendapat jawaban yang menyenangkan. Pada tanggal 7 Januari 1965, sebagaimana diketahui, Indonesia menarik diri dari keanggotaan PBB, dan oleh karena itu tidak memungkinkan untuk mengutus ahli PBB ke West New Guinea (Irian Barat)”  (paragraph 7, hal. 3).   Kutipan aslinya:

“… on several occasion, I approached the Government which was in power in Indonesia at the time for purpose of implementing the provisions of article XVI, but failed to obtain a favourable reply. On 7 January 1965, as is well  known, Indonesia withdrew its co-operation with the United Nations and it therefore became impossible to send the United Nations experts West New Guinea (West Irian)” (paragraph 7, p. 3).   

Mr. Fenando menggambarkan situasi yang sangat berbahaya di Papua karena pemerintah Indonesia menarik diri dari keanggotaan PBB dan karena itu tidak memungkinkan PBB mengutus tim PBB ke Papua untuk mengatur dan mengawasi pelaksanaan penentuan nasib sendiri di Papua tahun 1969.  Fernando melihat bahwa pada saat tim PBB tidak berada di Papua, pemerintah Indonesia secara bebas mengejar, menangkap, menyiksa, membunuh dan menghilangkan orang-orang Papua.    “Pelaksanaan bagian kedua Perjanjian New York sangat berbahaya selama ketidakpastian waktu tidak hanya dengan penarikan diri sementara dari PBB tetapi juga dengan ketidakhadiran sebagaimana telah disebutkan dalam paragraph 14 di atas, ahli PBB yang harus berada di Papua sesuai dengan Pasal XVI (16 ) Perjanjian New York” ( paragraph  23, hal. 12).   Kutipan aslinya:

“The implementation of the second part of the Agreement was jeopardised during the certain period of time not only by the temporary withdrawal of Indonesia from the United Nations but also by the absence, as already mentioned in paragraph 14 above, of the United Nations experts who have to have remained in the territory  in accordance with article XVI the Agreement” (paragraph 23, p. 12).

Ortiz Sanz sangat menyesal atas sikap dan tindakan pemerintah Indonesia, karena keinginan dan kesediaannya untuk datang kepada Papua secepat-cepatnya sengaja ditunda secara resmi oleh pemerintah Indonesia.    “Saya memegang pekerjaan saya di Markas PBB di New York ditempatkannya kantor sekretariat dan personil. Walaupun keinginan dan kesediaan saya untuk berangkat ke Papua secepatnya sesudah jabatan saya, keberangkatan saya ditunda sampai 7 Agustus 1978 atas permintaan resmi dari pemerintah Indonesia” (paragraph 27, hal. 13).  

Page 17: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

 Kutipan aslinya: “I commenced my work at United Nations Headquarters in New York, were the Secretariat placed offices and personel at my disposal.  Despite my willingness and readiness to travel to territory immediately after my appointment, my departure was postponed until 7 August 1968 at the official request of the Indonesian Government” ( paragraph 27, p. 13).  

Sebagaimana dikutip di bawah ini, Ortiz Sanz menyatakan reaksi yang tidak resmi dari pemerintah Indonesia tentang usulannya untuk metode pelaksanaan penentuan pendapat di Papua Barat.  “Saya menerima reaksi tidak resmi atas nasihat saya berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk dewan-dewan perwakilan dan metode yang memungkinkan untuk pelaksanaan pemilihan bebas sampai suatu pertemuan diadakan menteri luar negeri tanggal 10 Februari 1969, ketika pemerintah Indonesia menginformasikan kepada saya bahwa proposal metode diajukan untuk dewan-dewan perwakilan dalam konsultasi-konsultasi untuk diadakan selama bulan Maret 1969” (paragraph 83, hal. 29).   Kutipan aslinya:

 “I received no official reactions to my suggestions concerning the questions to submitted to the representative councils and possible method for the act of free choice until a meeting held at the Ministry of Foreign Affairs on 10 February 1968, when the Government informed me of the method it proposed to submit to the representative councils in consultations to be held during the month of March 1969” (paragraph 83, p.29).

Fernando juga mengatakan sikap pemerintah Indonesia yang menipu perwakilan PBB tentang metode pelaksanaan penentuan pendapat rakyat Papua.  Ortiz Sanz mengatakan, pemerintah Indonesia  pikirannya tidak tetap tentang metode PEPERA.   “Ini berarti bahwa pemerintah Indonesia masih bermaksud melengkapi metode musyawarah untuk keputusan melalui perwakilan rakyat tetapi berlawanan dengan ide yang disampaikan pada 1 Oktober (lihat paragraph 8), itu direncanakan untuk melaksanakan pemilihan bebas tidak melalui satu badan 200 perwakilan, tetapi sebagai akibatnya melalui delapan wakil (perawakilan) terdiri dari 1.025 perwakilan” (paragraph 85, hal. 30).   Kupitan aslinya:

“This meant that the Government still intended to apply the consultation (musyawarah) method of decision through representative of the people but, in contradiction to the ideas expressed on 1 October (see paragraph 81), it planned to carry out the act of free choice  not through no body of 200 representatives but consecutively through eight consultative assemblies, comprising some 1.025 representatives” (paragraph 85, p. 30).  

Perwakilan PBB ini juga, melaporkan bahwa dia menerima keinginan dan

Page 18: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

pandangan orang Papua disampaikan dengan berbagai bentuk kepada Ortiz Sanz sebagai perwakilan PBB.   “Pandangan dan keinginan rakyat dinyatakan melalui berbagai saluran. Pernyataan-pernyataan dan komunikasi lain disampaikan kepada saya secara tertulis atau lisan, demostarasi-demostrasi damai, dan beberapa terwujud pada ketidakpuasan rakyat, termasuk peristiwa-peristiwa sepanjang perbatasan antara Irian Barat dan wilayah Papua dan New Guinea yang dikuasai oleh Australia” (Paragraph 138, hal. 45).   Kutipan aslinya:

“The views and wishes of the people were gragually expressed through various channels: petitions and other communications submitted to me in writing or orally, peaceful demonstrations, and in some cases manifestation of public unrest, including incidents along the border between West Irian and Territory of Papua and New Guinea administrated by Australia” (paragraph 138, p. 45).  

Dr. Fernando Ortiz Sanz melaporkan kepada Sidang Umum PBB bahwa selama dia berada di Papua telah menerima 179 pernyataan dari orang Papua.  Simaklah kutipan di bawah ini: “Selama waktu misi saya berada di Papua, saya menerima sejumlah 179 pernyataan dari orang Irian Barat, politisi, sipil, dan kelompok mahasiswa, bahkan dari orang Irian Barat yang berada di luar negeri” (Paragrap 140, 46).   Kutipan aslinya:

“During the time my mission was in territory, I received a total of 179 petitions from West Irianese persons and political, civil, and student groups, as well as from Irianes residing abroad” (paragraph 140, p. 46).  

Berkaitan dengan pernyataan-pernyataan orang Papua ini, “dalam arsif PBB di New York, secara rinci 156 dari 179 pernyataan yang masih bertahan terus, sesuai dengan semua yang diterima sampai 30 April 1969. Dari pernyataan-pernyaan ini, 95 pernyataan anti-Indonesia, 59 pernyataan pro-Indonesia, dan 2 pernyataan adalah neutral” (Lihat Dok PBB di New York: Six lists of summaries of political communications from unidentified Papuans to Ortiz Sanz, August 1968 to April 1969 UN: Series 100, Box 1, File 5).   Ortiz Sanz dalam laporannya dengan tegas mengatakan bahwa mayoritas orang Papua berkeinginan untuk mendukung pikiran mendirikan negara Papua Merdeka. Rakyat Papua kritik orang Indonesia dan menuntut supaya penentuan pendapat dilaksanakan dengan praktek internasional, yaitu satu orang satu suara (one man, one vote).    “Mayoritas menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan negara Papua Merdeka.  Rakyat Papua sering menyatakan kritik tentang administrasi Indonesia, mengadu kurangnya jaminan atas hak-hak dasar dan kemerdekaan, termasuk kebebasan untuk mengatur partai politik oposisi, permintaan pembebasan tahanan politik dan partisipasi dalam pelaksanaan pemilihan bebas seluruh orang Irian Barat, termasuk yang tinggal di luar negeri, pengaduan resolusi-resolusi dan

Page 19: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

pernyataan-pernyataan keinginan Indonesia sebagai kegagalan dan ditanda tangani oleh rakyat di bawa tekanan dari pemerintah resmi Indonesia; meminta untuk persyaratan sistem “satu orang satu suara= one man one vote” dalam pelaksanaan pemilihan bebas dan dipilih oleh dewan perwakilan rakyat, dan dinyatakan pandangan bahwa kelompok oposisi (lawan) hendaknya diberikan perwakilan dalam dewan-dewan” ( paragrap 143, hal. 47).   Kutipan aslinya:

“… The majority indicated the desire to sever ties with Indonesia and support the idea of the establishment of a Free Papua State. The petitioners often expressed criticism of the Indonesian administration; complained against acts of repression by the Indonesian armed forces; denounced the lacf of guarantees for basic rights and freedoms, including the freedom to orginise opposition political parties; requested the release of political prisoners and participation in the act of free choice of all Irianese, including those residing abroad; denounced resolutions and statements in favour of Indonesia as false and signed by people under pressure from Indonesian officials; asked for the application of the “one man, one vote” system in the act of free choice and in the election by the people of the representatives to the councils, and expressed the view that opposition groups should be given representation in the councils” (paragraph 143, p. 47).  

Fernando melaporkan pula dalam laporannya bahwa orang-orang Papua berkeinginan melaksanakan penentuan pendapat rakyat dengan bebas tanpa tekanan militer Indonesia. Simaklah kutipan di bawah ini.   “Pemimpin-pemimpin penentang meminta penarikan pasukan-pasukan Indonesia dari Paniai dengan menjelaskan bahwa rakyat berkeinginan untuk melaksanakan hak pemilihan bebas tanpa tekanan. Sebuah pesawat pemerintah membawa dukungan 16 tentara,  dan pada tanggal 30 April tembakan dimulai antara pasukan-pasukan Indonesia dan penentang dibantu oleh pembelot dari anggota tentara dan polisi” (paragrap 160, hal. 51).   Kutipan aslinya:

“The leaders of the insurgents requested the withdrawal of Indonesian troops from Paniai with the explanation that the people wanted to exercise the right of free choice without pressure. A government plane brought reinforcements of sixteen soldiers, and on 30 April shooting started between the Indonesian troops and the insurgents aided by the armed police deserters” (paragraph 160, p. 51).

Fernando melaporkan pula bahwa pelarian orang-orang Papua ke Papua New Guinea adalah karena ketidakpuasan terhadap pelaksanaan penentuan pendapat yang tidak demokratis, tidak jujur dan penuh intimidasi dan teror oleh kekuatan militer Indonesia.   “Namun demikian, keadaan yang sulit daerah lintas batas selama misi saya di Irian Barat menunjukkan keputusan politik pasti tidak memuaskan bagian dari beberapa orang penduduk asli” (paragrap 172, hal. 54).  

Page 20: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

Kutipan aslinya: “Nevertheless, the recurrence of border crossing during my mission in West Irian seems to show a certain degree of political dissatisfaction on the part of some of the inhabitants” (paragraph 172, p. 54).  

Perwakilan PBB, Mr. Fernando mengetahui betul bahwa hasil-hasil PEPERA akan dicapai tidak sesuai dengan keinginan mayoritas orang Papua untuk merdeka. Tetapi, dia terus melaksanakan misinya untuk mengawasi pelaksanaan PEPERA 1969 yang tidak demokratis dan tidak jujur itu.   “Walupun secara jujur hasil negatif dicapai pada saat itu, saya melanjutkan usaha saya supaya Pasal XXII (22) Perjanjian New York patut dilaksanakan pada pertemuan menteri  luar negeri pada 24 Mei, saya berkata bahwa  masalah pelaksanaan penuh Pasal XXII (22) Perjanjian New York, berhubungan dan hak-hak kebebasan dibicarakan pada saat itu, tidak ada usaha nyata untuk diterima. Saya menyarankan bahwa pemerintah Indonesia hendaknya mengijinkan lawan politik berkesempatan untuk menyatakan pandangan mereka, sejak itu waktu yang tepat untuk diterima” (paragrap 180, hal. 56).   Kutipan aslinya:

“Notwithstanding the fairly negative result achived up to that time, I continued my effort to have article XXII properly implemented.  At a meeting at the Ministry of Foreign Affairs on 24 May, I said that the problem of the full implementation of article XXII concerning rights and freedoms had to be dealt  with because, up to that time, no concrete measures had been adopted.I suggested that the Indonesian government should allow the opposition the opportunity to express its views, since that was the moment to adopt courageous and generous measures” (paragraph 180, p. 56).  

===

E.  PERNYATAAN-PERNYATAAN (PETISI) ORANG PAPUA   Untuk proposal metode ini,  tanggapan orang-orang Papua tentang aturan orang Indonesia, Jakarta secara konsisten menuntut bahwa mayoritas penduduk orang Papua setuju tinggal dengan Indonesia dan tidak mau diadakan penentuan nasib sendiri. Dalam laporan Sidang Umum mereka menulis bahwa pandangan ini didasarkan atas ratusan dukungan pernyataan mereka telah terima dari orang-orang Papua.[45]   Dalam pribadi Sudjarwo tidak senang tentang sejumlah pernyataan anti-Indonesia yang dikirim kepada Ortiz Sanz dan kemudian diteruskan kepadanya. Pada satu bagian dia bahkan menuntut kepada Sekretaris-Umum bahwa pernyataan-pernyataan ini  untuk mengganggu militer orang-orang Indonesia.[46]   Dalam laporan akhirnya kepada Sidang Umum, Ortiz Sanz menulis bahwa dia telah menerima sebanyak 179 pernyataan selama waktu dia berada di Papua, keduanya untuk dan melawan Indonesia, Kelompok di Irian Barat … dia berkata bahwa ini datang dari dewan-dewan daerah dan berbagai organisasi yang

Page 21: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

diakui resmi. Mereka berada, dia berkata, ditulis oleh pemikir politik dan orang-orang berpendidikan baik. Tidak ada bagian dalam laporan dia bertanya apakah ini pendangan murni atau hasil tekanan orang-orang Indonesia.[47] Dalam lawannya, dia menghilangkan pernyataan-pernyataan anti-Indonesia, menggambarkan mereka sering hampir tidak jelas dan biasanya tanpa nama (tidak diketahui namannya). Lebih penting  adalah ia menegaskan dalam laporan resminya kepada Sidang Umum bahwa pernyataan dia terima pro-orang-orang Indonesia.[48]   “Satu pertanyaan adalah mengapa dia menulis ini sebab tidak benar. Dalam arsif PBB di New York, secara rinci 156 dari 179 pernyataan yang masih bertahan terus, sesuai dengan semua yang diterima sampai 30 April 1969. Dari pernyataan-pernyaan ini, 95 pernyataan anti-Indonesia, 59 pernyataan pro-Indonesia, dan 2 pernyataan adalah neutral.”[49]   Dalam bukti ini, Ortiz Sanz sendiri menyampaikan bahwa banyak pernyataan yang dia terima dalam akhir minggu adalah melawan Indonesia, dengan demikian, alasan yang dapat diterima dalam kesimpulan bahwa jumlah sedikitnya 60% pernyataan ditujukan kepada PBB adalah melawan Indonesia dan setuju suatu referendum. Itu tidak realistis untuk menyarankan bahwa Ortiz Sanz dengan mudah melakukan kesalahan, sejak menggambarkan jenis setiap pernyataan sangat jelas dan daftar yang mudah untuk ditambah. Akibatnya, Ortiz Sanz sendiri memilih untuk berhati-hati dalam Sidang Umum PBB, atau dia telah dikatakan untuk melakukan demikian oleh U.Thant.   Bagaimanapun gambaran tanggungjawab yang jelas kerjasama PBB dengan Indonesia untuk mensahkan pencaplokan orang-orang Indonesia atas Irian Barat, dengan mengorbankan orang-orang Papua, yang kehilangan jaminan hak-hak politik dalam Perjanjian New York.     Go up   F.  TAHANAN POLITIK DAN HAK-HAK POLITIK  Bukti-bukti lebih lanjut dari kerjasama ini datang dari surat-menyurat antara Ortiz Sanz dan Sudjarwo tentang masalah tahanan politik. Sementara Ortiz Sanz mengakui bahwa Perjanjian New York meminta pembebasan beberapa tahanan politik, dia memberitahukan Jakarta supaya mengetahui bahwa dia menerima hak  berbeda dengan yang dia gambarkan sebagai “anti-negara”. Dia membeberkan kesusahan rakyat dari Papua, sebelum pelaksanaan penentuan nasib sendiri.[50]   Dalam bulan Maret 1969, Belanda sendiri mendesak U.Thant untuk mempertimbangkan pengaturan kekuatan ekspedisi untuk menjamin bahwa pemilihan dapat diadakan tanpa intimidasi militer Indonesia.[51] Sekretaris-Umum,  menentang pernyataan Den Haag bahwa  penugasan diijinkan oleh Perjanjian dan menolak anjuran itu. Ortiz Sanz berkomentar, barangkali tepat, bahwa itu hanya taktik Belanda untuk menuntut bahwa mereka sedikit berusaha untuk melindungi orang-orang Papua.[52]  

Page 22: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

Di samping itu, Jakarta dengan pasti menolak untuk mengijinkan penugasan itu. Namun demikian, Ortiz Sanz selanjutnya melaksanakan sedikit tekanan pada Indonesia termasuk beberapa isi demokrasi dalam pelaksanaan pemilihan. Pada tanggal 18 Maret, dia menyampaikan pada media dimana dia mengumumkan bahwa Indonesia memilih metode hanya dapat diterima jika memenuhi tiga pra-syarat: (1) Akhir musyawarah dewan harus memuaskan anggota yang lebih luas; (2) Dewan hendak mewakili semua sektor penduduk; (3) Anggota-anggota dewan baru hendaknya dipilih oleh rakyat secara jujur.  Dia mengakhiri dengan menyatakan bahwa Jakarta memberikan dia jaminan resmi bahwa pra-syarat ini dilaksanakan.[53] Pengumuman ini dibuat secara luas untuk orang-orang Papua yang tidak mengetahui, tetapi jikalau penguasa tidak aktif berkerjsama dalam menyebar-luaskan pada media massa, kemudian tidak disenangi banyak orang-orang Papua diinformasikan pra-syarat ini.     Go up    G. PROTES ORANG PAPUA DAN INDONESIA MELANJUTKAN PERSIAPAN Pada tanggal 11 April, akhir pertemuan dewan daerah untuk menerima secara resmi metode pilihan Jakarta untuk pelaksanaan penentuan nasib sendiri, walaupun mereka menegaskan kembali bahwa seluruh pelaksanaan tidak perlu ada gangguan dan Irian Barat mau menjadi orang-orang Indonesia.  Pada hari yang sama, kelompok yang lain dari orang-orang Papua berkumpul di tempat Ortiz Sanz berada di Jayapura untuk menyatakan referendum dilaksanakan secara jujur. Ortiz Sanz menyebutkan bahwa beberapa ribu orang dan meminta untuk membubarkan, sementara menjamin mereka bahwa PBB akan mencoba untuk menjamin hak-hak dan kebebasan yang mereka sampaikan. Secepatnya Ortiz Sanz menghubungi U. Thant untuk mengatakan kepadanya bagaimana dia telah berhasil secara persuasif militer Indonesia tidak intimidasi. Dia kemudian menambahkan: “peristiwa ini menunjukkan untuk pertama kali di Irian Barat memungkinkan demonstrasi-demonstrasi demokratis damai oleh penduduk dan dibuktikan baik oleh sebagian komandan militer Indonesia.     H.  SEMUANYA KEADAAN BAIK[54]   Dua bulan kemudian, dia terpaksa meninjau kembali laporan ini dan menginformasikan kepada Sekretaris Umum bahwa sedikitnya 43 orang  yang mengikuti demonstrasi ditangkap dan ditahan tanpa pengetahuannya.[55] Sementara itu, usaha-usaha PBB untuk mempengaruhi Indonesia selanjutnya gagal. Dalam pertengahan April, Ortiz Sanz menyatakan pada Rolz-Bennett bahwa Jakarta telah memutuskan anggota baru dewan daerah oleh pengangkatan resmi panitia ad hoc, daripada dipilih oleh rakyat. Sebagaimana janji terdahulu. Ini jelas suatu penghinaan kepada Ortiz Sanz, demikian secepatnya sesudah pernyataan umum pentingnya pemilihan-pemilihan atas

Page 23: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

dewan-dewan.  Dalam jawaban-jawaban agak menyakitkan hati Rolz-Bennett menulis: Reaksi pertama kami adalah Indonesia boleh melakukan begitu jauh secara khusus dengan keputusan untuk penambahan wakil-wakil itu berarti bukti pengangkatan oleh panitia ad hoc. Teman-teman kita orang-orang Indonesia hendaknya menyatakan sebagaimana Anda mengatakan kepada mereka begitu banyak waktu, bahwa metode untuk melaksanakan pemilihan bebas tidak harus menimpang, begitu secara radikal dari syarat-syarat diterima secara umum dari wakil-wakil politik. Itu tentu saja bukan diluar kepintaran manusia untuk memikirkan suatu metode untuk penambahan wakil-wakil yang dipilih atau diseleksi oleh masyarakat kepercayaan mereka, untuk memberikan kesempatan pada penduduk umum untuk dilibatkan dalam pelaksanaan pemilihan bebas.[56]       I.  PERLAWANAN  Kekhawatiran pada perkembangan situasi pertengahan bulan April ketika  perlawanan meluas di pusat pedalaman bagian Barat. Perusakan lapangan terbang, dan pejabat resmi orang-orang Indonesia dan militer terbang ke daerah. Pada tanggal 23 April, 90 anggota militer dan polisi memberontak dan bergabung dengan OPM.[57] Pada tanggal 27 April, pesawat terbang membawa Jenderal Sarwo Edhie, Komando Militer Teritori Indonesia, menembak dengan senjata dari pesawat terbang ke daerah. Dua penumpang termasuk inspektor polisi terluka. Dalam menanggapi peristiwa Enarotali ini,  pada tanggal 30 April, pasukan-pasukan orang Indonesia dikirim dari Jawa Barat. Penyerangan orang-orang Indonesia menyebabkan sekitar 14.000 orang melarikan ke semak-semak hutan sementara pertempuran dengan OPM sedang berlanjut.[58] Di tempat lain, kelompok nasionalis Papua mengadakan demonstrasi di Arso, pasukan-pasukan tentara Indonesia menyerang dekat Merauke dan Semenanjung Kepala Burung, perjuangan di  Arfak dipimpin oleh Fritz Awom berlanjut. Reaksi awal Ortiz Sanz kepada pejuang Papua untuk mencoba mengabaikan mereka, dan dia memerintahkan stafnya untuk menahan diri dari keterlibatan dalam persoalan ini. Dia juga menginformasikan pada media massa bahwa keamanan dalam negeri adalah tanggungjawab Jakarta bukan urusannya.[59] Tanggapan ini tidak diterima baik oleh pemimpinnya dan Rolz-Bennett secepatnya memerintahkan dia untuk menerima informasi yang lengkap gangguan-gangguan dari Indonesia.[60] Di bawah tekanan dari New York, Ortiz Sanz juga melakukan kunjungan singkat ke daerah konflik. Sekembalinya ke Jakarta dia membuat pernyataan pada media massa menyatakan bahwa semuanya aman.[61] Dalam kenyataannya, dia melihat sedikit  selama perjalanan pemeriksaannya dan kadang-kadang tidak pernah bahkan pergi jauh dengan pesawat. Lebih jauh, dia sebenarnya menulis pernyataan pada media massa sebelum

Page 24: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

komentar tentang perjalanannya.[62] Dirinya bagaimanapun, dia dengan cukup prihatin tentang situasi umum bahwa dalam pertengahan Mei, dia meminta kepada U.Thant untuk menunda pelaksanaan penentuan nasib sendiri selama 3 atau 4 bulan supaya “untuk menyiapkan kami dengan kesempatan terakhir untuk memperbaiki keadaan yang demokratis.”[63] Tetapi, Sekretariat tidak tertarik atas ide ini, dan Rolz-Bennett menjawab dengan bertanya” Apakah dalam kenyataan memungkinkan untuk mengubah keadaan yang berarti di Papua selama masa penundaan?.”[64]   Go up   J.  TEKANAN PBB TERHADAP INDONESIA  Sementara Jenderal Sarwo Edhie menekan pejuang-pejuang Papua, PBB melanjutkan desakan ke Jakarta untuk pendirian yang moderat dalam pelaksanaan penentuan nasib sendiri. Dalam laporan PBB bulan Mei pada pertemuan antara U.Thant dan Duta Besar Indonesia mengatakan: … Sekretaris Umum menekankan pentingnya penambahan penasihat-penasihat dengan maksud menjamin bahwa penasihat-penasihat baru benar-benar mewakili rakyat lembaga mereka. Ini hendaknya menjadi batu ujian keadilan,  kejujuran dan validitas benar-benar dilaksanakan  oleh negara-negara anggota PBB.”[65]   Tetapi, pada waktu itu U.Thant membuat permintaan ini, Indonesia sudah memulai mengangkat penasihat-penasihat baru tanpa menginformasikan Ortiz Sanz dan timnya, yang diharuskan mengawasi seluruh pelaksanaan penentuan nasib sendiri.  Itu lebih jauh keadaan yang memalukan untuk perwakilan PBB, secara khusus sebagaimana yang dilaporkan oleh beberapa media asing. Ortiz Sanz lagi memohon kepada Sudjarwo dengan mengatakan: “Saya menekankan, pentingnya pelaksanaan pemilihan bebas yang jujur sebab saya percaya Indonesia berkeinginan mengakhiri, dan bukan sementara, menyelesaikan masalah Irian Barat. Pemerintah Indonesia hendak mengambil perhitungan resiko dan membiarkan kesempatan lawan politik untuk menyatakan pendapat mereka. Ini adalah kesempatan untuk percaya Indonesia untuk menampilkan ukuran-ukuran keberanian dan kemurahan hati.”[66]   Akhirnya, dibawah tekanan Rolz-Bonnett, Ortiz Sanz dengan tidak senang menulis kepada Sudjarwo mendesak dia untuk mengatur kembali beberapa pemikiran, demikian bahwa PBB berada disini yang memonitor proses. Dalam hal ini Sudjarwo menyetujui, “[67] dan antara 26 Juni dan 5 Juli pelaksanaan seleksi yang dihadiri pejabat resmi PBB, kadang-kadang media asing. Walaupun ini, akhirnya, pejabat resmi PBB sesungguhnya hanya mengatur  pemilihan saksi 195 dari 1.022 perwakilan sidang yang akhirnya mengambil bagian dalam pelaksanaan pemilihan bebas.   Walaupun demikian, itu hanya kesempatan dalam tekanan PBB pada Indonesia beberapa pengaruh selama seluruh masa dan Ortiz Sanz membuat banyak dalam laporan akhirnya dalam sidang.  Tidak dilaporkan dalam laporan ini, bagaimanapun, beberapa gambaran pada pertemuan pemilihan mereka

Page 25: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

sendiri, dan alasan atas penghilangan ini menjadi jelas dari bacaan data-data yang diberikan sesudah itu oleh beberapa anggota wartawan asing yang hadir, dan oleh penduduk lokal sendiri. Satu contoh yang dilukiskan oleh wartawan Australia, Hugh Lunn, yang meyakinkan pemilihan di Biak yang juga di hadiri oleh Ortiz Sanz sendiri. “Pemilihan, dia berkata, terdiri dari kelompok orang-orang …berjalan kedalam  orang-orang Papua yang diam dan memilih 6 orang laki-laki bahwa mereka sendiri memilih, Hugh Lunn kemudian menggambarkan bagaimana tentara orang-orang Indonesia menangkap 3 orang Papua yang menunjukan plakat-plakat menuntut Plebisit. Seorang wartawan memohon kepada Ortiz Sanz untuk merekan, tetapi dia dengan sederhana mengatakan dia berada hanya untuk mengamati.”[68] Ketika satu pertimbangan penting dilampirkan oleh PBB tentang pemilihan ini, mewakili sebagai batu ujian demokrasi dalam seluruh pelaksanaan menjadi adil,itu adalah sulit untuk menyimpulkan bahwa usaha-usaha mereka sama sekali tidak berhasil. Bahkan dalam banyak pemilihan disaksikan oleh pengamat-pengamat PBB, itu jelas bahwa demokrasi yang jujur tidak dapat dipakai untuk memainkan dalam pelaksanaan penentuan nasib sendiri, Ortiz Sanz meluangkan sisa waktunya di Papua bekerja sama dengan U. Thant dan Jakarta dan usaha-usaha mereka untuk menyimpulkan pelaksanaan penentuan nasib sendiri  sedikit berlawanan dengan keadaan yang diijinkan.   Go up   K.    KERJASAMA PBB DAN ORANG INDONESIA   Pentingnya  tugas ini, dan tingkat yang menjadi keprihatinan Ortiz Sanz, adalah dijabarkan secara baik dalam surat yang dia tulis kepada Rolz-Bennett pada 14 Juni, dalam surat ini, Ortiz Sanz mengungkapkan  bahwa Sudjarno “tidak hanya prihatin, tetapi meneruskan tentang dua pokok khusus.   Pertama adalah sikap Pemerintah Belanda terhadap metode  pilihan Indonesia untuk pelaksanaan penentuan nasib sendiri. Kedua adalah isi dari laporan akhir yang akan di sampaikan Ortiz Sanz kepada Sidang Umum PBB. Dengan hormat,  Ortiz Sanz mengumumkan : saya menyarankan dia secara pribadi  pemerintahnya mendapat jaminan bahwa Pemerintah Belanda tidak membuat banyak keraguan, atau tantangan, ini mengatasi perdebatan dalam Sidang Umum PBB yang berhubungan laporan hasil penentuan nasib sendiri.   Pada laporan akhirnya,  Ortiz Sanz menulis: Sebagai suatu pernyataan kerja sama, saya meneruskan untuk menunjukkan Sudjarwo, pada dasar-dasar rasional, bagian-bagian lampiran itu berlawanan atau membahayakan dengan laporan orang-orang Indonesia.“[69]  Ini adalah surat yang penting dengan dua alasan : Pertama dari seluruhnya, mengungkapkan bahwa Indonesia prihatin pada kemungkinan kritik internasional dari maksud mereka untuk menipu orang-orang Papua dalam penentuan nasib sendiri. Lebih penting lagi, bagaimana surat ini menyatakan dengan jelas bukti-bukti keterlibatan langsung Ortz Sanz dengan Jakarta yang dimaksud, mengurangi dampak beberapa praktek internasional yang melanggar prinsip fundamental Perjanjian, sementara  perbuatan bermuka dua atau ejekan dikerjakan dari

Page 26: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

suatu negara dalam mengejar kepentingan, “itu sama sekali tidak dapat dipertahankan  tindakan perwakilan Sekretaris Umum PBB. Bagaimanapun, Sekretaris Umum sendiri  membuat saran-saran yang sama kepada orang-orang Indonesia. Pada pertemuan tertutup yang diadakan di New York pada 20 Juni U. Thant menginformasikan Sudjarwo bahwa: Pemerintah Indonesia hendaknya berkonsultasi dengan anggota-anggota Sidang Umum untuk tujuan mencegah komisi bagian draf resolusi yang menyentuh pada dasar-dasar Irian Barat.”[70] Dalam akhir minggu sebelum pelaksanaan pemilihan bebas dimulai Ortiz Sanz berkata kepada Rolz-Bennett bahwa keadaan hak-hak asasi manusia sesungguhnya lebih buruk, walaupun dengan tetap dia memohon kepada Jakarta untuk menunjukan pengendalian. Dia bahkan dua kali meminta orang Indonesia mengatur untuk dia bertemu dengan Presiden Suharto bahwa dia ingin menyatakan keprihatinannya. Tetapi sebagaimana dia telah mengakui dalam laporan akhirnya, Suharto begitu sibuk untuk bertemu dia. “[71]     L.  PELAKSANAAN PEPERA  Pada 14 Juli, Pemiliham bebas akhirnya dimulai dengan 175 anggota dewan musyawarah  untuk Merauke. Dalam tambahan Ortiz Sanz dan Timnya, kelompok besar tentara dan politikus-politikus …Indonesia hadir. Juga ada duta besar Amerika, Belanda, dan Thailand, ditemani oleh wartawan Indonesia, pejabat resmi politikus, dan jumlah kecil wartawan asing.”[72] Masalah dengan seluruh pertemuan yang lain, anggota-anggota sidang meluangkan beberapa minggu sebelum hari pelaksanaan pemilihan bebas dibawah pengawasan oleh penguasa dan mengisolasikan dari keberadaan masyarakat. Beberapa anggota sidang mengakui bahwa mereka diancam dan disuap oleh Brigadir Jendral Ali Murtopo, Komandan Tentara Operasi Khusus, selama minggu-minggu itu ketika mereka berada dibawah pengawasan. Murtopo dipilih oleh Presiden Suharto untuk pergi ke Irian Barat dengan tim siswa tentara, dan guru-guru supaya, mempengaruhi “pikiran dan hati” dan “membuat  hasil” pelaksanaan Pemilihan Bebas. Sesuai dengan Pendeta  HokuJoku yang adalah anggota dewan untuk Jayapura, Murtopo mengingatkan mereka bahwa Indonesia adalah tentara yang kuat dan tidak kompromi. Jika mereka ingin negara merdeka sendiri, dia menghina bahwa mereka meminta orang Amerika sediakan tempat di bulan. HokuJoku juga menggambarkan bagaimana orang Papua dipilih untuk berbicara pada pertemuan yang tepat seperti yang diajarkan tentang apa yang harus dikatakan dan ada kekuatan  orang-orang Indonesia melatih pembicaraan mereka.“[73] Di Merauke dan dimana saja, tugas anggota-anggota dewan seperti disetujui oleh Jakarta, datang untuk memakai beberapa bentuk  keputusan kolektif yang tidak jelas metode Indonesia untuk mencapai kesepakatan yang dikenal musyawarah. Apa artinya ini dalam pratek bahwa sejumlah anggota pejabat resmi Indonesia hadir di Merauke dan mengatakan kepada anggota-anggota dewan dengan berbagai alasan bahwa tinggal dengan Indonesia.  

Page 27: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

Kemudian Ortiz Sanz membuat pernyataan singkat tentang pentingnya tugas anggota-anggota dewan dan mengingatkan mereka bahwa mereka berbicara tidak hanya untuk mereka sendiri tetapi atas nama seluruh orang-orang Papua. “Jangan ragu-ragu untuk berbicara kebenaran dan menjadi taat pada keinginan orang-orangmu sendiri”.   Mengikuti pembicaraan ini, 20 anggota dewan berdiri  dan membuat pernyataan-pernyataan yang hampir sama atas nama semua yang hadir.  Mereka menyatakan bahwa mereka mempertimbangkan mereka sendiri sebagai bagian Indonesia sejak 1945, mereka mengakui hanya satu negara, satu undang-undang, satu bendera dan satu Pemerintah Indonesia. Sesudah pernyataan-pernyatan ketua atau pimpinan ini, pejabat Pemerintah, mengatakan kepada 155 anggota dewan yang lain untuk berdiri jika mereka setuju dengan pernyataan teman-teman mereka, semua berdiri.   Menteri Dalam Negeri Indonesia, kemudian menyimpulkan dan melanjutkan dengan ucapan terima kasih bahwa anggota-anggota dewan atas keputusan dan janji setia bahwa Indonesia akan memenuhi tentang jawaban untuk membangun ekonomi Papua dan setiap penghargaan lain. Irian Barat, dia berjanji, hendak memberikan organisasi otonomi, kordinasi dan melaksanakan fungsi. “[74]   Hari berikutnya, Ortiz Sanz mengadakan konferensi Pers dan dia mengatakan sistem musyawarah Indonesia adalah “Praktis”, dia kemudian menyatakan bahwa pemilihan kemerdekaan nasional atau untuk Irian Barat tidak memungkinkan. “[75] Media Australia The Sidney Morning Herald menerbitkan pada edisi 14 Juli dengan dahsyat mengkritik seluruh pelaksanaan dan tingkah laku Pemerintahnya di Camberra. Perlakukan dalam menghianati orang-orang New Guinea Barat dimulai zaman ini. Tidak banyak kata berbelit-belit dapat mengubah fakta buruk bahwa orang pedalaman yang bersahaja (sederhana) dengan sengaja dan terbuka ditipu hak-haknya, dijamin dengan tercapainya perjanjian internasional dibawah pengawasan PBB, untuk memutuskan kepastian masa depannya sendiri. Dimanakah dunia sekarang mau menerima keputusan bahwa orang-orang primitif yang pernah menjadi bebas? “[76] Walaupun kritik demikian, sidang berikut direncanakan di Wamena tanggal 16 Juli dengan hasil-hasil yang sama. “[77] Sidang ketiga di adakan di Nabire pada 19 Juli. Sesuai dengan wartawan Brian May, perlawanan telah mengosonngkan daerah orang-orang lokal bahwa orang-orang Indonesia memindahkan orang-orang Papua dari daerah lain untuk bermain anggota-anggota dewan. “[78] Bahkan wartawan lain, Hugh Lunn, melaporkan bahwa seorang anggota dewan mengatur untuk kontak dia untuk meminta apakah dia dapat menjamin bahwa hendaknya tidak ada pembalasan dendam jika 100 orang anggota berbicara melawan Indonesia pada pertemuan itu. Lunn menjawab bahwa dia tidak dapat memberikan janji. Anggota lain kemudian memberikan satu catatan yang menyatakan bahwa semua anggota dewan disuap. Pada waktu yang sama, ketiga anggota berusaha untuk menyampaikan catatan kepada tim PBB, tetapi sesuai dengan Lunn, mereka menolak menerima itu.“[79] Walaupun semua ini, laporan resmi Ortiz Sanz tidak menyebutkan perlawanan.“[80]  Pada hari yang sama, Jakarta mengumumkan bahwa hasil-hasil menunjukan bahwa Irian Barat sudah memilih untuk tinggal dengan Indonesia. Sisa pertemuannya tidak akan mempengaruhi lebih daripada hasil

Page 28: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

ini.“[81] Pertemuan kedua berikutnya di Fak-fak dan Sorong juga mengikuti format yang sama, dengan pembicaraan yang sama dan pengertian yang sama pada Jakarta disampaikan oleh orang-orang Papua yang dipilih untuk berbicara. Di Manokwari, sementara dewan memberikan suara, pemuda-pemuda Papua dari luar ruang pertemuan bernyanyi lagu gereja “sendiri, sendiri”. Dalam menangani ini tentara orang-orang Indonesia melemparkan mereka dalam mobil dan membawa mereka pergi pada satu bak mobil, Hugh Lunn,  wartawan asing yang hadir, diancam dengan senjata oleh orang Indonesia sementara dia mengambil foto demontrasi. Dia kemudian lari kedalam mengiformasikan Ortiz Sanz, tetapi Ortiz Sanz menolak untuk intervensi.“[82] Pada tanggal 31 Juli pertemuan di Biak diikuti dengan pola yang sama. Sementara jumlah orang-orang Papua di pedalaman dalam tahanan, ditangkap sebelumnya sebagai tindakan pencegahan oleh penguasa dalam hal mengamankan mereka supaya tidak membuat kacau. “ [83] Pada tanggal 2 Agustus, dengan makan, minum dan bernyanyi ……..akhir pertemuan dewan yang diadakan di Jayapura.“[84] Untuk memperingati berbagai pejabat resmi militer Indonesia peragakan dibahu oleh kelompok orang-orang Papua, yang dilukiskan sebagai pertunjukan hampa.“[85] Akhir dari pelaksanaan penentuan nasib sendiri, Jakarta  mengumumkan bahwa hasil akhir resmi   seluruh orang Papua memilih untuk tinggal dengan Indonesia.   M.  AKIBAT-AKIBATNYA   Pada 17 Juli 1969, Diplomat Inggris dengan misi United Kingdom  untuk  PBB di New York menyimpulkan opini internasional. Dia mengakui bahwa beberapa negara Afrika tidak senang dengan pelaksanaan penentuan nasib sendiri, tetapi disimpulkan: Kesan kita yang kuat adalah bahwa mayoritas besar anggota PBB ingin melihat pertanyaan ini dijelaskan dengan menanggapi pertengkaran secepat mungkin …negara-negara Arab dan Islam yang lain dengan pasti mendukung Indonesia dengan kuat. Walaupun, ada pengakuan umum, bahkan sesuai pengakuan Belanda, bagian dari moralitas orang-orang Skandinavia, bahwa tidak ada alternatif peranan Indonesia. Akhirnya pengaruh sekretariat  menjadi penting, menunjukan kekuatiran juga tentang persoalan.“[86]   Tiga bulan kemudian, bulan November 1969, Ortiz Sanz menyampaikan laporan akhir kepada Sidang Umum PBB. Dalam kesimpulan-kesimpulannya, dia menyatakan keprihatinan bahwa jaminan kebebasan politik dalam pelaksanaan penentuan nasib sendiri tidak dipenuhi. Dia juga mengakui bahwa “dengan pasti unsur-unsur penduduk setuju merdeka. Namun demikian dia mengumumkan bahwa dengan adanya keterbatasan, ditentukan dengan keadaan geografis, dan situasi umum di Papua, pelaksanaan pemilihan bebas di daerah di Irian Barat sesuai dengan praktek Indonesia, yang mana perwakilan-perwakilan penduduk menyatakan keinginan mereka tinggal dengan Indonesia.”[87] Secara teknis pernyataan ini tepat, jika dengan “praktek Indonesia” dia bermaksud pelaksanaan secara total tanpa isi demokrasi yang jujur. Tetapi, New York Agreement mengisyaratkan bahwa penentuan nasib sendiri orang-orang Papua diadakan sesuai dengan. “praktek internasional”.Ghana, dan beberapa negara Afrika lain pada pertemuan bulan November, menuduh

Page 29: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

pelaksanaan pasti tidak demokratis. Mereka juga menyebutkan untuk pelaksanaan patut diadakan di Papua tahun 1975, berdasarkan Perjanjian New York yang tidak dilaksanakan secara wajar. Walaupun amandemen ini menjadi pokok resolusi tentang Irian Barat, dikalahkan oleh 60 suara banding 15, dengan 39 negara tidak memberikan suara. Akhirnya, penentuan suara 84 suara dengan 30 negara tidak memberikan suara, dengan  “menerima” laporan sekretaris umum dan laporan-laporan Ortiz Sanz.“[88]   Go up   N.    KESIMPULAN  Orang-orang Papua mempunyai hak untuk merdeka adalah  dengan argumentasi-argumentasi dan perlawanan. Sebagaimana Henderson  menulis tahun 1973, banyak negara-negara  merdeka berpenduduk minoritas yang mengaspirasikan untuk kemerdekaan sendiri. Tetapi jikalau seperti separatis didorong: … Pembubaran negara-negara secara etnik tidak terhitung, yang pokoknya menuntut untuk mendapat mandat dari sekutu kolonial. Sebagai akibat-akibat ini untuk keamanan sistim internasional tidak terhitung.“[89]Dipihak lain, Mullerson berkomentar: “Ketika kelompok minoritas dilawan dengan tindakan diskriminasi dan identitas mereka ditindas oleh kebijakan mayoritas kelompok minoritas tidak bekerja bersama-sama dengan penduduk dan kelompok minoritas memilih penentuan nasip sendiri. Berarti bahwa kelompok minoritas menyatakan hak untuk penentuan nasib sendiri bukan dalam masyarakat seluruhnya, bersama dengan penduduk, tetapi hanya memisahkan diri. “[90].Akhirnya dalam tanggapan penyelidikan oleh U. Thant pada aspek-aspek hukum hak penentuan nasib sendiri orang-orang Papua, penasihat hukum  PBB menjawab dalam bulan Januari 1962: “…….sejak Presiden Wilson menyatakan prinsip penentuan nasib sendiri pada tahun 1918, timbulnya anggapan kuat dalam menyetujui penentuan nasib sendiri dalam keadaan seperti New Guinea Barat berdasarkan keinginan rakyat Papua, tidak menghargai kedudukan hukum kepentingan negara lain untuk bertanya. Sementara fakta-fakta lain juga diambil,  dengan memperlihatkan suatu pengakuan pertumbuhan kesadaran praktis  yang berkeinginan penduduk lokal patut menjadi yang tertinggi.“[91]    Tujuan tulisan ini, walaupun, tidak mendiskusikan untuk …..penentuan nasib sendiri orang-orang Papua sebab hal ini  dengan jelas diakui oleh Belanda dan Indonesia ketika mereka menandatangani Perjanjian New York 1962, sekretaris PBB mengambil tanggung jawab untuk menjamin bahwa Perjanjian New York akan dipenuhi secara wajar contohnya, perhatiannya untuk menentukan: pertama, apakah seluruh Perjanjian New York dilaksanakan secara wajar, dan kedua, untuk menyampaikan peranan PBB dalam pelaksanaan Perjanjian New York.  

Page 30: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

Saya berpendapat bahwa bagian pertama ini tidak wajib mempelajari secara mendalam untuk mencapai pada kesimpulan yang tepat. Pelaksanaan laporan resmi secara singkat bulan November 1969 semua itu dibutuhkan suatu kesimpulan bahwa Perjanjian New York tidak dilaksanakan. Di bawah syarat-syarat ini, Belanda, Indonesia dan PBB berkewajiban untuk melindungi hak-hak politik dan kebebasan orang-orang Papua, dan menjamin bahwa pelaksanaan penentuan nasib sendiri, sesuai dengan praktek internasional. Pada kedua pokok ini, tiga partai gagal, mereka dengan sengaja sejak dalam penandatanganan Perjanjian New York tidak pernah melibatkan orang-orang Papua untuk menentukan nasib sendiri  secara jujur.   PBB dalam melaksanakan Perjanjian, itu jelas bahwa seluruh prioritas Sekretaris  menjamin bahwa New Guinea Barat diakui menjadi bagian Indonesia dengan lawan dan gangguan minimum. Peran ini diorganisir oleh orang-orang Amerika tahun 1962, dan U. Thant melihat tidak ada alasan untuk tidak tunduk. Itu adalah politik perang dingin, dan hak-hak orang Papua dihitung tidak ada apa-apanya. Itu benar-benar menjadi luar biasa jikalau keluar dari kebijakan lain.   Untuk memenuhi tugas ini, Sekretaris PBB membiarkan gangguan dan tekanan-tekanan orang-orang Indonesia terhadap orang-orang Papua selama pelaksanaan administrasi sementara PBB di Papua. Tak lama sesudah itu, kerjasama Belanda dan orang-orang Indonesia dalam menyetujui secara rahasia untuk bebas menggunakan beberapa sistem pemilihan langsung untuk penentuan nasib sendiri orang-orang Papua. Bertepatan dengan tahun pelaksanaan penentuan pendapat, tujuan Sekretaris untuk mengurangi potensi kritik internasional dengan  jaminan memperlihatkan tingkat yang memuaskan partisipasi orang-orang Papua, sementara menerima hasil yang diinginkan. Untuk mencapai ini mereka telah membuat sejumlah nasihat kepada Jakarta. “Metode campuran” yang diusulkan Ortiz Sanz adalah salah satu contoh (seperti yang disebutkan dahulu, tidak ada kepastian seperti rencana asli; itu boleh atau tidak asli yang direncanakan Ortiz Sanz). Yang lain mereka berusaha untuk meyakinkan bahwa  beberapa orang Papua dilibatkan dalam proses pemilihan akhir untuk penambahan perwakilan dewan-dewan. Keduanya, U,Thant dan Ortiz Sanz, menekankan baik secara terturtup maupun di depan umum, mereka peduli bahwa ada beberapa demensi demokrasi untuk pemilihan ini. Laporan akhir Sekretaris Umum, banyak dibuat atas persetujuan Jakarta untuk mencapai pemilihan-pemilihan sehat di beberapa daerah yang tidak dihadiri oleh pejabat resmi PBB.   Dalam kenyataannya, walaupun, ini tidak ada apa-apanya lebih daripada bukti isyarat, dan dapat menyimpulkan bahwa tidak ada kerjasama yang jujur oleh rakyat dalam proses pemilihan ini. Pada akhir keputusan oleh 1.022 untuk tinggal dengan Indonesia sebagai suatu penghinaan usaha-usaha PBB, walaupun menunjukkan usaha akhir oleh Rolz-Bennett, sesuai dengan Markin, secara rahasia mendesak Jakarta untuk melaporkan beberapa pemungutan suara yang negatif, “untuk memberikan hasil terlihat resmi.”[92] Bahwa kurangnya perhatian internasional dalam pelaksanaan  mereka gagal sebagian besar menimpang pada waktu itu.   Dengan menyatakan bahwa orang-orang Indonesia, mengabaikan rekomendasi-rekomendasi mereka dalam hal ini, PBB memilih untuk berkerjasama dengan Jakarta dalam usaha-usaha untuk melumpuhkan

Page 31: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

beberapa kritik internasional tentang cara referendum yang diadakan di Irian Barat. Dalam usaha ini mereka dibantu oleh negara-negara termasuk Belanda, Australia, United Kingdom. Negara-negara ini telah mengadakan lobby secara rahasia dengan negara-negara lain , khususnya dalam melihat kemungkinan untuk menyalahkan atau menolak hasil.  Lebih lanjut, Ortiz Sanz menyatakan dalam laporannya kepada Sidang Umum PBB bahwa mayoritas  pernyataan dia menerima dari orang-orang Papua pro-Indonesia; dia telah membuat pernyataan tegas ini walaupun kenyataannya bahwa dia telah mengetahui itu bohong (tidak benar).    Pada akhirnya, seseorang dapat menyatakan bahwa tugas-tugas Ortiz Sanz tidak dihargai, sejak dia dituduh oleh media Indonesia sebagai seorang simpatisan (pengagum) orang-orang Papua, dan dikritik oleh anggota-anggota diplomat Barat atas sifat ketidakberaniannya dalam melindungi orang-orang Papua. Sampai hari ini bagaimanapun, dia mempertahankan bahwa  dilaksanakan  dengan demokratis mungkin dan itu hasil akhir “bijaksana dan pantas.”[93]   Kesimpulan, partisipasi aktif PBB dalam system di bawah ketentuan Perjanjian New York, tetapi tindakan-tindakan itu atas inisiatif dan didukung oleh Washington, Jakarta, dan Den Haag.  Dalam melaksanakannya, U. Thant dan Sekretariatan PBB membiarkan PBB untuk melibatkan diri dalam proses yang tidak jujur dengan sengaja menipu hak-hak asasi dan hak-hak politik orang Papua.    Pada bulan 10 Desember 1999, Menteri Luar Negeri Belanda, Mr. Jozias Van Aartsen mengumumkan bahwa meninjau kembali keadaan sejarah seputar pelaksanaan penentuan pendapat rakyat Papua. Van Middelkoop, the MP yang dalam proposalnya menjawab” … akhirnya kita dapat melihat orang-orang Papua langsung dengan mata.”[94]  Itu tinggal untuk melihat apakah PBB akan setuju untuk bergabung dengan Belanda untuk kembali lagi khusus episode masa lalu ini.   Go up   SOLUSI YANG DIUSULKAN:   Untuk menyelesaikan persoalan rakyat Papua,  solusi yang paling relevan adalah win-win solution (penyelesaian menang-menang).  Win-win solution adalah penyelesaian yang sangat bermarbat, berbobot, terhormat dan simpatik dalam menunjung tinggi semangat dan nilai demokrasi dan hak-hak asasi sesama manusia. 

1. Mengingat perkembangan era keterbukaan dewasa ini, tidak ada sesuatu yang akan tersembunyi;

2. Yang terpenting adalah demi mengaja kredibitas dan integritas bangsa Indonesia di mata masyarakat internasional. Karena dokumen-dokumen tentang kesalahan sejarah PEPERA 1969 telah  beredar di seluruh belahan bumi;

3. Oleh karena itu, LERHAMKOT mengusulkan tiga langkah efektif untuk

Page 32: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

menyelamatkan reputasi bangsa Indonesia dimata masyarakat internasional adalah sebagai berikut:

a.  Dialog Nasional; b.  Dialog Internasional; dan c.   Review hasil PEPERA 1969.

 Papua, 27 Juni 2001Tim KerjaSocratez Sofyan Yoman (Direktur)

Ismael Roby Silak, SH (Wakil Direktur)

Gerad Pagabol (Sekretaris Eksekutif) Go up   Endnotes

[1] Lihat: Memo of a conversation in Washington between William Lacy (Assistant Chief of Staff Southeast Asian Affairs), Jacob Beam (American Consul General designate at Batavia), and Soedjatmoko (representative of the Indonesian Republic), September 14, 1949, in US Foreign Relations 1949, vol. VII, Indonesia (Washington, DO Departement of State Printing Office).[2] Lihat: John Reinhardt, Foreign Policy and National Integration: The Case of Indonesia. Monograph Series no.17, (New Haven: Yale University South East Asian Studies, 1971), p. 67.[3] Lihat:  Howard P. Jones, Indonesia the Possible Dream (New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1971), p. 202.[4] Lihat: Robert Komer, National Security Council Staff to C. Kaysen, presidential assistant for National Security Affairs, February 2, 1962, in US Foreign Relations 1961-1963, ed. Ed. Keefer, vol. XXIII, Southeast Asia (Washington, DC: Dept. of State Printing Office, 1994), p. 512.[5] Lihat: Terrence Markin, The West New Guinea Dispute. How the Kennedy Administration Resolved that ‘Other’ Southeast Asian Conflict” (PhD dissertation, Johns Hopkins University, 1966).[6] Lihat: John Saltford, “Subjects of the Secretary-General West New Guinea 1962 to 1963,”  Pacific Islands Monthly (Fiji, January 2000: 48-49.[7] Lihat: Peter Hastings, “West Irian. A Ticking Time Bomb,” in Australian, August 5, 1968.

Page 33: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

[8] Lihat: Report of a conversation between Reynders, US Embassy, Jakarta, and Ian Morgan, British Embassy, Jakarta, April 9, 1968. Public Record Office (hereafter PRO) UK. FCO 15/162. DH1/7.[9] Lihat: ibid[10] Lihat : J.M. Sutherland, British Embassy, Jakarta, to Donald Murray, Foreign Office Southeast Asian Departement (SEAD), July 2, 1968. PRO: FCO 15/189 DH1/7[11]  Lihat : New York Agreement, August 15, 1962. Article XVIII.[12] Lihat : US Jakarta consular official Reynders believed that the Free Papua Movement (OPM) could probably get arms from Communist China if necessary. Quoted in Morgan, April 1968. PRO: FCO 24/448 (FWD1/4).[13]  Lihat: Information given by La Porta, First Secretary US Embassy, Jakarta, to Alan Mason, British Embassy, Jakarta. Contained in a letter from mason to David F.B. Le Breton, South West Pacific Department (SWPD) of the British Foreign Office, June 10, 1969. PRO:FCO 24/448 (FWD 1/4). [14]  Lihat: P.R. Spendlove, British Embassy, Washington, to K. Hamylon-Jones, SEAT Foreign Office, June 10, 1969. PRO: FCO, 24/448.[15]  Lihat: V. Kremenyuk, “Referendum in West Irian,” International Affairs (Moscow, January 1969): 93. Quoted in Van der Kroef, “Indonesia and West New Guinea,” Orbis (Quarterly Journal of World Affairs. Foreign Policy Research Institute, University of Fennsylvania, Philadelphia, PA) XIV, 2 Summer 1970): 386.[16] Lihat: D.F.B. Le Breton to Richard Neilson, British High Commission, Canberra, July 17, 1969. PRO. FCO 24/448: Sir Patrick Shaw, Australian Ambassador to the UN, New York, to Department of External Relations, Canberra, September 4, 1969. National Archives of Australia, Canberra (hereafter NAA).  Extracts of early release documents kindly given to author by Anthony Balmain, SBS Television, Australia.[17]  Lihat: J.M. Sutherland to D. Murray, “Foreign Office Southeast Asian Departement, April 30, 1968. PRO: FCO 15/162 DH1/7.[18] Lihat: D. Murray, Foreign Office Southeast Asian Department, July 26, 1968. PRO: FCO N/162 DH1/7.[19] Lihat: D.J. Wyatt, British High Commission, Canberra, to D. Murray, Foreign Office Southeast Asian Department, May 25, 1968. PRO: FCO 15/162 DH1/7.[20]  Lihat: United Nations General Assembly Official Records. Agenda Item 98, Annexes, 24 Session: “Agreement between the Republic of Indonesia and the Kingdom of the Netherlands concerning West New Guinea (West Irian)”: Report by the Secretary-General regarding the Act of  Self-Determination in West Irian. Document 7723 (November 6, 1969), Annex I, report by the Representative of the Secretary-General in West Irian, Paragraph 11.[21] Lihat: Memo from D. Hay, Australian Mission to the UN, to Department Extenal Affairs, June 18, 1964. NAA: A1 838/280, 3036/6/1pt.83.

Page 34: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

[22]  Lihat : Ortiz Sanz to U. Thant, September 7, 1968. UN Archives, New York (hereafter UN), Series 100, Box 1, File 3.[23] ibid[24] ibid[25]  Lihat:  Ortiz Sanz to Indonesian Ambassador Sudjarwo Tjondronegoro, November 21, 1968. UN: Series 100, Box 1, File 5.[26] Lihat: Australian Embassy, Washington, to Departemen of External Affairs, May 21, 1963. NAA: A1838/280, 3036/6/1 pt.83.[27] Lihat: Australian Embassy, Jakarta, to Departement of External Affairs, June12, 1964; Memo from Australian Mission to the UN to Department of External Affairs, June 16, 1964. NAA: A1838/280, 3036/6/1 pt. 83.[28] Lihat: United Nations General Assembly Official Records. Agenda Item 98, Annexes, 24 Session: “Agreement Between the Republic of Indonesia and the Kingdom of the Netherlands concerning West New Guinea (West Irian)”: Report by the Secretary-General regarding the Act of Self-Determination in West Irian.  Document A/7723 (November 6, 1969) Annex I report by the Representative of the Secretary-General in West Irian, paragraph 57.[29] Lihat: Ortiz Sanz to Indonesian Ambassador Sudjarwo Tjondronegoro, November 21, 1968.  UN: Series 100, Box 1, File 5.[30] Lihat: Indonesian Abassador Sudjarwo Tjondronegoro to Ortiz Sanz, November 21, 1968. UN: Series 100, Box 1, File 4.[31] Lihat: Mason to D.F.P. Le Breton, April 3, 1969. PRO: FCO 24/447.[32] Lihat: Summery of Jack W. Lydman’s report, July 18, 1969 in NAA. Extracts given to author by Anthony Bamain.[33]  Lihat: Ortiz Sanz to Rolz-Bennett, December 18, 1968. UN: Series 100, Box 1, File 3.[34]  Ibid.[35] Lihat: Rolz-Bennett, December 18, 1968. UN: Series 100, Box 1, File 3.[36] Lihat: Terrece Markin, The West New Guinea Dispute, pp. 479-480.[37] Lihat: Brian May, The Indonesian Tragedy (Boston: Routledge, and London: Keegan Paul Henry, 1978) p. 171; J. Van der Kroef, “Indonesia and West New Guinea: The New Dimentions of Conflict, “ Orbis XIV, 2 (Summer 1970): 387.[38] Lihat: Rolz-Bennett to Ortiz Sanz, January 30, 1969. UN: Series 100, B0x 1, File 3.[39]  Lihat: Quoted in letter from I.J.M. Sutherland, British Embassy, Jakarta, to D. Aiers, SWPD Foreign Office. PRO: FCO 24/449 (FWD 1/4).[40] Lihat: Sir Partick Shaw to Department of External Affairs, April 8, 1968. NAA: A452 T29, 68/2581.

Page 35: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

[41] Lihat: Decree of the Minister of Home Affairs, Chairman of the West Irian sector No. 31, 1969, on the establishment of the Consultative Assembly for the “Act of Free Choice”: Regency Merauke. UN: Series 100, Box 1, File 4.[42] Lihat: Ortiz Sanz to Rolz-Bennett, Februari 14, 1969. UN: Series 100, Box 1, File 4;  Interview with Ortiz Sanz by Dutch Journalist Stephane Alonso Casale, December 15, 1969. Extracts kindly given to author by Casale. See also articles by Casale in NRC Handelsblad (Ducth national newspaper), March 4, 2000).[43] Lihat:  Sudjarwo to Ortiz Sanz, February 18, 1969. UN: Series 100, Box 1, File 5.[44] Lihat: UNGA Official Records MM ex 1, para. 126.[45] Lihat: Ibid. Annex 2, para. 24.[46] Lihat: Rolz-Bennett-Note for the recordof the meeting between himself, U.Thant, Sudjarwo, and Indonesian Ambassador Abdulgani in Ne York, January 23, 1969. UN DAG 1/223:9.[47] Lihat: UNGA Official Records, Annex 1, para.141.[48] Ibid., paragraphs 142 and 145.[49] Lihat: Six lists of summaries of political communications from unidentified Papuans to Ortiz Sanz, August 1968 to April 1969 UN: Series 100, Box 1, File 5.[50] Lihat: Ortiz Sanz to Rolz-Bennett, February 14, 1969, UN: Series 100, Box 1, File 4.[51] Lihat: Rolz-Bennett to Ortiz Sanz (cable No. UNRI SKU-22), 2 March 29, 1969. UN: Series 100, Box 1.[52] Lihat: Ortiz Sanz to Rolz-Bennett (cable No. UNRWI SKU-24), April 12, 1969. UN: DAG 2.2.3:9.[53]  Lihat:  Draft of UN press release, March 18, 1969. UN: DAG 2.2.3:9.[54] Lihat : Ortiz Sanz to Rolz-Bennett (Cable No. UNRWI SKU-24), April 12, 1969. UN: DAG 2.2.3:9.[55] Lihat: Ortiz Sanz to Rolz-Bennett, June 14, 1969. UN: Series 100, Box 1, File 4.[56] Lihat: Rolz-Bennett to Ortiz-Sanz, April 17, 1969.UN: Series 100, Box 1, File 2.[57]  Lihat: Robin Osborne, Indonesia’s Secret War (Sydney, Australia: Allen & Unwin, 1985), p. 42.[58] Lihat: Brian May, The Indonesian Tragedy, p. 173; Carmel Budiardjo and Liem Soei Liong, West Papua: The Obliteration of a People (London: Tapol, 1985), p 21. May specifically states that a Captain Harsono flying a B-26 Bomber (No. B267) had strafed the town of Enarotali.[59]  Lihat: Ortiz Sanz to Rolz-Bennett (cable No. UNRWI JKT-51), May 8, 1969. UN: DAG 1/2.23:9.

Page 36: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

[60] Lihat: Rolz-Bennett to Ortiz Sanz (cable No. 244), May 7, 1969. PIZ-DAG 1/ 2.2.3:9.[61]  Lihat: UNGA Official Records, Annex 1, para. 157.[62]  Lihat: Ortiz Sanz to Rolz-Bennett (cable NO. UNRWI JKT-55), May 12, 1969. UN: Series 100, Box 1, File 1.[63]  Lihat: ibid.[64] Lihat: Rolz-Bennett to Ortiz Sanz (cable No. 250), May 16, 1969. UN: DAG 1/ 2.2.3:9.[65] Lihat: Rolz-Bennett to Ortiz Sanz (cable No. 250), May 9, 1969. UN: DAG 1.2.2.3:9.[66] Lihat : Ortiz Sanz to Sudjarwo, May 27, 1969. UN: Series 100, Box 1, File 5.[67] Lihat : Sudjarwo to Ortiz Sanz, June 14, 1969. UN: Series 100, Box 1, File 5.[68] Lihat: Hugh Lunn, Australian, August 21, 1999.[69] Lihat: Ortiz San to Rolz-Bennett, June 14, 1969. UN: Series 100, Box 1, File 4.[70] Lihat:  Rolz-Bennett to Ortiz Sanz (cable No. 337), June 21, 1969. UN: Series 100, Box 1[71] Lihat:  UNGA Official Records, Annex 1, paragraph 182.[72] Lihat:  Ibid., Annex 1, paragraphs 189-200.[73] Lihat: Reverend Origenes Hokujoku quoted in Algemeen Dagblad (Netherlands), December 12, 1988.[74] Lihat: UNGA Official Records, Annex 1, paragraphs 189-200.[75] Lihat: Australian Jurnal of Politics and History, vol. XVI (July to December 1969): 9.[76] Lihat: Sydney Morning Herald, editorial, July 14, 1969.[77] Lihat: UNGA Official Records, Annex 1, paragraphs 208-213.[78] Lihat: Brian May, The Indonesian Tragedy, p. 193.[79] Lihat: Hugh Lunn, Australian, August 21, 1999.[80] Lihat: UNGA Official Records, Annex 1, paragraphs 208-213.[81] Lihat: Brian May, The Indonesian Tragedy, p. 192.[82] Lihat: Hugh Lunn, Australian, August 21, 1999.[83] Lihat: UNGA Official Records, Annex 1, paragraph 214-238.[84] Lihat: Ibid., paragraphs 329-344.[85] Lihat: Brian May, The Indonesian Tragedy, p. 193.

Page 37: AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA ... · Web viewTitle AKAR MASALAH TUNTUTAN RAKYAT PAPUA PENENTUAN NASIB SENDIRI Last modified by ismail - [2010] Created Date 7/12/2007 5:31:00

[86] Lihat: D. Parson, UK Mission to the UN, to D.F.B. Le Breton, July 17, 1969. PRO: FCO 24/449, (FWD 1/4).[87] Lihat: UNGA Official Records, Annex 1, para. 253.[88] Lihat: United Nations Official Records: 1812th Plenary Meeting of the UN General Asembly, agenda item 98. A/L.576. November 19, 1969.[89] Lihat: William Handerson, West New Guinea, the Dispute and its Settlement (South Orange, NJ: Seton Hall University Press, 1973), p. 252.[90] Lihat: Rein Mullerson, International Law, Rights and Politics (London. Routledge, 1994), pp. 77-78.[91] Lihat: C. Stavropoulos, UN Lagal Adviser, to U. Thant, June 29, 1962. Attached to back of memo from Stavropoulos to Rolz-Bennett, July 17, 1969. UN: Series 100, Box 2, File 7.[92] Lihat : Interview by Terrence Markin with Johan B. P. Maramis, Indonesia Mission to UN in 1969, December 3, 1990. Quoted in Markin, The West New Guinea Dispute,” p. 480.[93] Lihat : Interview by Casale with Ortiz Sanz, December 15, 1999.[94] Lihat : Algemeen Dagblad (Netherlands), December 10, 1999.http://www.westpapua.net/docs/papers/paper4/part02.htm#indonesia di update tgl, 12 Juli jam 10.49 WIB by Wilyy