34
AKTIVITAS DAN STABILITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE DARI EKSTRAK Deinococcus radiodurans YANG DIIMOBILISASI PADA ZEOLIT ALAM SEBAGAI BIOSENSOR ANTIOKSIDAN WASKITHO AJI ATMADI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

AKTIVITAS DAN STABILITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE … · Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari ekstrak Deinococcus radiodurans

  • Upload
    lamphuc

  • View
    228

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

AKTIVITAS DAN STABILITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE

DARI EKSTRAK Deinococcus radiodurans YANG

DIIMOBILISASI PADA ZEOLIT ALAM SEBAGAI

BIOSENSOR ANTIOKSIDAN

WASKITHO AJI ATMADI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas dan Stabilitas

Superoksida Dismutase dari ekstrak Deinococcus radiodurans yang Diimobilisasi

pada Zeolit Alam sebagai Biosensor Antioksidan adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Waskitho Aji Atmadi

NIM G44090033

ABSTRAK

WASKITHO AJI ATMADI. Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari Ekstrak

Deinococcus radiodurans yang Diimobilisasi pada Zeolit Alam sebagai Biosensor

Antioksidan. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK

NURHIDAYAT, dan DEDEN SAPRUDIN.

Imobilisasi superoksida dismutase (SOD) dari ekstrak Deinococcus radiodurans

telah dipelajari. D. radiodurans merupakan bakteri yang memiliki enzim Mn-SOD.

Kondisi optimum aktivitas antioksidan SOD dari ekstraknya adalah suhu 31 °C, pH 9,

dan zeolit 157 mg. Penentuan konstanta Michaelis-Menten berdasarkan metode

Lineweaver-Burk, Eadie-Hoofstee, dan Hanes. Nilai KMapp SOD dari ekstrak D.

radiodurans yang diimobilisasi pada zeolit lebih rendah dibandingkan tanpa

diimobilisasi. Elektrode yang dibuat stabil hingga 22 jam. Aktivitas antioksidan yang

menggunakan zeolit sebagai matriks imobilisasi lebih tinggi dibandingkan tanpa

imobilisasi. Aktivitas antioksidan pada elektrode dengan penggunaan zeolit pada jam ke-

22 sebesar 64.0%, sedangkan stabilitas elektrode tanpa zeolit pada waktu yang sama

hanya 49.3%. SOD dari D. radiodurans memiliki potensi sebagai biosensor antioksidan

karena menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi, tetapi masih memiliki stabilitas

rendah.

Kata kunci: biosensor antioksidan, Deinococcus radiodurans, superoksida dismutase,

zeolit alam

ABSTRACT

WASKITHO AJI ATMADI. Superoxide Dismutase Activity and Stability of

Deinococcus radiodurans Extract Immobilized on Natural Zeolites as Antioxidant

Biosensor. Supervised by DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK NURHIDAYAT,

and DEDEN SAPRUDIN.

Immobilization of superoxide dismutase (SOD) from extract of Deinococcus

radiodurans have been studied. D. radiodurans is a bacteria having an enzyme Mn-SOD.

The optimum condition of SOD antioxidant activity of the extract was at 31 °C, pH 9, and

157 mg zeolite. Determination of Michaelis-Menten constant was based on Lineweaver-

Burk, Eadie-Hoofstee, and Hanes methods. The KMapp of SOD of the extract immobilized

on zeolite was lower than that of without immobillization. Electrode stability was

relatively stable up to 22 hours. Antioxidant activity of using zeolite as the matrix was

higher than that of the unimmobilization. The antioxidant activity on electrode with

zeolite at 22nd

hour was 64.0 %, and the stability of electrodes without zeolite at the same

time was only 49.3 %. The SOD of D. radiodurans is potential as a biosensor for

antioxidants because of the high antioxidant activity despite of the low stability.

Keywords: antioxidant biosensor, Deinococcus radiodurans, natural zeolites, superoxide

dismutase

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

AKTIVITAS DAN STABILITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE

DARI EKSTRAK Deinococcus radiodurans YANG

DIIMOBILISASI PADA ZEOLIT ALAM SEBAGAI

BIOSENSOR ANTIOKSIDAN

WASKITHO AJI ATMADI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari Ekstrak

Deinococcus radiodurans yang Diimobilisasi pada Zeolit Alam

sebagai Biosensor Antioksidan

Nama : Waskitho Aji Atmadi

NIM : G44090033

Disetujui oleh

Novik Nurhidayat, PhD

Pembimbing II

Dr Deden Saprudin, MSi

Pembimbing III

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono MAgr

Pembimbing I

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah biosensor,

dengan judul Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari ekstrak

Deinococcus radiodurans yang Diimobilisasi pada Zeolit Alam sebagai Biosensor

Antioksidan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Dyah Iswantini Pradono,

MAgr, Dr Novik Nurhidayat, dan Bapak Deden Saprudin, MSi selaku

pembimbing yang telah memberi bimbingan dan saran. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Mbak Ratih dan Pak Acun atas bimbingan dan diskusinya

selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,

serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa

disampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan, Fahrul

Kamal, Lilla Budiman, Mbak Imas, Kak Dinie dan Kak Royhan atas segala

dorongan dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga Allah SWT dapat membalas kebaikan semua. Amin.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Waskitho Aji Atmadi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Metode Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Sel dan Ekstrak Protein Sitoplasma D. radiodurans 5

Karakterisasi Elektrode Pasta Karbon 6

Optimasi Aktivitas Ekstrak Protein D. radiodurans 6

Linearitas dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak D.radiodurans 9

Kinetika enzimatis SOD dari ekstrak D. radiourans 10

Stabilitas Biosensor Antioksidan Berbasis SOD dari Ekstrak D. radiodurans 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17

RIWAYAT HIDUP 22

DAFTAR TABEL

1 Nilai parameter kinetika enzim ekstrak D. radiodurans 12

DAFTAR GAMBAR

1 Voltamogram siklik K3Fe(CN)6 dengan menggunakan elektroda pasta

karbon 6

2 Voltamogram Siklik pada suhu 36 °C. bufer fosfat pH 7.8, dan zeolit

204 mg 8

3 Plot kontur SOD dari ekstrak D. radiourans dengan penambahan

zeolit 9

4 Hubungan antara konsentrasi xantina dan aktivitas ekstrak

D. radiodurans 10

5 Linieritas antara konsentrasi xantina dan aktivitas ekstrak

D. radiodurans 10

6 Plot Lineweaver-Burk ekstrak D. Radiodurans 11

7 Plot Eadie-Hofstee ekstrak D. radiodurans 11

8 Plot Hanes ekstrak D. radiodurans 11

9 Kurva stabilitas biosensor antioksidan berbasis SOD dari ekstrak D.

radiodurans 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 17

2 Optimasi zeolit, suhu, pH dan arus yang dihasilkan 18

3 Analisis kinetika SOD dalam ekstrak D. radiodurans yang

diimobilisasi pada zeolit 19

4 Analisis kinetika SOD dalam ekstrak D. radiodurans tanpa zeolit 20

5 Stabilitas biosensor antioksidan berbasis SOD dari ekstrak D.

radiodurans pada suhu 30°C 21

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi yang maju meningkatkan laju pembentukan

radikal bebas. Radikal bebas dihasilkan dari polusi air dan udara, makanan yang

mengandung pengawet, asap rokok, dan bahan kimia berbahaya. Radikal bebas

memiliki elektron yang tidak berpasangan, sehingga akan mencari elektron dari

sel-sel di dalam tubuh yang sehat. Hal ini akan merusak sel-sel dan menimbulkan

penyakit seperti kanker, tekanan darah tinggi, jantung koroner, katarak, penuaan

dini, dan kerusakan protein dan DNA (Rahmat et al. 2003; Shivashankara et al.

2004; Ozyurt et al. 2006). Untuk mengatasi radikal bebas dapat digunakan

antioksidan.

Penggunaan antioksidan tidak hanya di bidang kesehatan, tetapi juga di

bidang pangan. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur

kapasitas antioksidan seperti spektrofotometri, fluoresens, Oxygen Radical

Absorbance Capacity (ORAC), dan OXY-adsorben (Bonanni et al. 2007).

Metode-metode pengukuran tersebut memerlukan preparasi sampel yang rumit

dan peralatan yang mahal. Biosensor antioksidan dapat menjadi metode alternatif

pengukuran dalam menentukan kapasitas antioksidan.

Pengukuran antioksidan menggunakan metode elektrokimia tidak

memerlukan preparasi yang rumit seperti metode spektrofotometri dan juga tidak

dipengaruhi oleh cahaya. Biosensor juga bersifat sensitif dan dapat digunakan

untuk mengukur kapasitas antioksidan yang konsentrasinya rendah. Biosensor

juga dapat mengukur dengan cepat dan biayanya rendah, tidak seperti metode

fluorometri yang biayanya sangat mahal. Eduardo et al. (2011) telah mengukur

okratoksin dari kacang tanah menggunakan biosensor PHBR (peroxidases

obtained from Brassica napus hairy roots) dan menghasilkan kestabilan, kinerja,

kelinearan, keterulangan, serta limit deteksi yang baik. Pengukuran kapasitas

antioksidan pada sampel yang kompleks menggunakan biosensor tidak

memerlukan pemisahan komponen terlebih dahulu (Mello dan Kubota 2007).

Biosensor telah terbukti dapat mengukur kapasitas antioksidan pada minyak

zaitun (Coban 2008), anggur merah dan anggur putih (Campanella et al. 2004),

dan teh (Gil 2011). Pengukuran kapasitas antioksidan anggur merah dan anggur

putih yang dilakukan oleh Campanella et al. (2004) menunjukkan metode

biosensor superoksida dismutase (SOD) lebih sensitif dibandingkan dengan

metode fluorometri dan spektrofotometri. Penelitian yang dilakukan oleh Safrizal

(2011) membuat biosensor berbasis SOD dan menunjukkan linearitas yang baik

dengan nilai r = 0.9761 dan R² = 95.28%.

Kelemahan biosensor SOD adalah harga enzim yang mahal, dan

penggunaan mikroba dapat menjadi solusi untuk itu. Ningrum (2011) telah

membuat biosensor antioksidan berbasis SOD dari mikrob Deinococcus

radiodurans dan berpotensi menggantikan SOD komersial. Trivadila (2011) juga

membuat biosensor antioksidan berbasis SOD dari ekstrak D.radiodurans dan

menghasilkan afinitas enzim substrat serta kespesifikan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan SOD murni. Akan tetapi, enzim SOD memiliki stabilitas

yang rendah sehingga perlu diimobilisasi pada suatu matriks agar aktivitas dan

stabilitasnya meningkat (Mateo et al. 2007).

2

Metode yang dapat digunakan untuk menjaga kestabilan enzim dan

menghasilkan kerja yang maksimum adalah dengan melakukan imobilisasi pada

suatu matriks. Esumi et al. (2003) membuat biosensor antioksidan yang

terimobilisasi pada nanopartikel emas dengan kitosan dan menunjukkan stablitas

yang baik. Shumyantseva et al. (2005) juga menggunakan nanopartikel emas dan

terbukti meningkatkan sensitivitas biosensor kolesterol. Mello et al. (2005)

mengukur antioksidan dengan menggunakan biosensor DNA- peroksidase yang

diimobilisasi pada permukaan silika-titanium. Penelitian Akyilmaz et al. (2006)

menunjukkan stabilitas yang baik hingga 14 hari pada biosensor lisin oksidase

yang diimobilisasi ke gelatin.

Bahan lain yang berpotensi sebagai matriks imobilisasi adalah zeolit

(Prodromidis dan Karayannis 2002). Zeolit memiliki pori-pori dan tahan pada

suhu tinggi serta pelarut organik sehingga enzim akan lebih stabil di dalamnya.

Dai et al. (2004) mengimobilisasi sitokrom c pada zeolit NaY, dan spektrum yang

dihasilkan memperlihatkan bahwa partikel zeolit NaY tidak merusak struktur dan

lingkungan enzim. Mukhopadhyay et al. (2003) menggunakan nanopartikel emas

pada amina yang terfungsionalisasi pada zeolit Na-Y untuk mengimobilisasi

pepsin dan menghasilkan aktivitas katalitik yang baik, di atas 7 kali penggunaan

kembali. Balal et al. (2009) menggunakan nanopartikel berupa zeolit

termodifikasi FeCl3 pada elektrode pasta karbon (EPC) sebagai biosensor untuk

mengukur dopamina dan triptopan. Arus yang dihasilkan lebih tinggi EPC dengan

mediator FeCl3 dibandingkan tanpa penambahan zeolit. Gia (2012) melakukan

imobilisasi enzim pada zeolit dan aktivitas glukosa dehidrogenase (GDH) pada

biosensor glukosa meningkat berdasarkan nilai Imaks-nya. Liyonawati (2012) juga

telah menggunakan zeolit sebagai matriks untuk mengimobilisasi ekstrak protein

Esecherichia coli dan menghasilkan hasil yang lebih baik pada biosensor

antioksidan. Weniarti (2011) juga melaporkan bahwa penggunaan zeolit sebagai

matriks imobilisasi ekstrak D. radiodurans meningkatkan aktivitasnya dalam

biosensor antioksidan. Namun, aktivitas dan stabilitas dari biosensor masih perlu

ditingkatkan agar penggunaan biosensor dapat digunakan dalam jangka waktu

yang lama. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibuat biosensor antioksidan

berbasis SOD dari bakteri D. radiodurans yang diimobilisasi pada zeolit dan

mengoptimasi campuran zeolit dengan enzim, pH, dan suhu dalam pembuatan

elektroda untuk lebih meningkatkan aktivitas dan stabilitasnya.

METODE

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain mikropipet, sel elektrokimia, neraca

analitik, pH meter, oven, tanur, potensiostat-galvanostat eDAQ yang dilengkapi

dengan perangkat lunak Echem v2.1.0 dan Minitab 15, ruang laminar, inkubator,

sentrifuga berpendingan kecepatan tinggi KUBOTA 6500, autoklaf,

penghomogen ultrasonik UH-150, spektrofotometer UV-Vis, dan alat-alat kaca

lainnya. Bahan-bahan yang digunakan adalah media Luria Bertani (LB) untuk

pertumbuhan D. radiodurans, sel D. radiodurans, grafit, ferosena, parafin cair,

3

zeolit alam Bayah, xantin oksidase (XO), xantina, dimetil sulfoksida (DMSO),

bufer fosfat, HCl 3 M, AgNO3, membran dialisis, jaring nilon, dan parafilm.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap percobaan, yaitu pembuatan

elektrode, penumbuhan sel Deinococus radiodurans dan ekstraksi SOD,

imobilisasi enzim, optimasi aktivitas antioksidan ekstrak Deinococcus radiodurans,

linearitas biosensor, dan stabilitas biosensor. Bagan alir penelitian secara umum

dilampirkan pada Lampiran 1.

Penumbuhan sel Deinococcus radiodurans dan ekstraksi protein sitoplasma D.

radiodurans

Bakteri ditumbuhkan pada media LB miring selama 24 jam dalam inkubator

bersuhu 37 °C. Bakteri yang telah tumbuh dipindahkan ke media LB cair 50 mL

sebagai starter dan diinkubasi selama 2 x 24 jam. Bakteri kemudian diinokulasi

ke dalam 250 mL media LB cair dan diinkubasi kembali selama 2 x 24 jam. Sel

bakteri dipanen dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm selama 10

menit. Setelah itu, sel bakteri disuspensikan kembali dalam larutan bufer fosfat pH

7.5.

Untuk mendapatkan ekstrak kasar bakteri, suspensi biomassa sel bakteri

disonikasi dengan penghomogen ultrasonik dengan pulse 50% dan output 5,

dengan interval 2 x 10 menit. Sel bakteri yang telah disonikasi kemudian

disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit. Ekstrak

kasar bakteri diukur konsentrasinya dengan menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang 260 nm dan 280 nm.

Pembuatan Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Ferosena

Sebanyak 3 mg ferosena dilarutkan dalam 1 mL DMSO dan ke dalam

larutan tersebut ditambahkan 100 mg grafit. Campuran didiamkan selama 2 jam

kemudian pelarut diuapkan menggunakan pengering vakum sehingga diperoleh

grafit termodifikasi mediator ferosena. Grafit kemudian dicampur dengan 35 μ L

parafin cair hingga membentuk pasta. Pasta karbon kemudian dimasukkan ke

dalam badan elektrode hingga padat sampai permukaan. Permukaan elektroda

dihaluskan dan dibersihkan dengan amplas dan kertas minyak (Trivadila 2011).

Aktivasi Zeolit

Sebanyak 50 gram zeolit Bayah dicuci dengan akuades sampai pH netral,

kemudian disaring dengan ukuran 100 mesh dan dikeringkan dalam oven pada

105 °C selama 3 jam. lalu diaktivasi dengan menambahkan 250 mL HCl 3 M ke

dalam gelas piala dan diaduk selama 1 jam. Zeolit aktif disaring, kemudian dicuci

menggunakan akuades sampai pH netral. Filtrat diuji kandungan klorin dengan

AgNO3 dan dicuci kembali dengan akuades sampai tidak mengandung klorin.

4

Setelah pH netral dan bebas klorin, zeolit dikeringkan pada suhu 300 °C selama 3

jam. Zeolit kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan 100 mesh (Arif 2011).

Optimasi Aktivitas SOD dari Bakteri D. Radiodurans Terimobilisasi

Parameter yang dioptimasi meliputi suhu (20-40 0

C), pH (7-11), dan

konsentrasi zeolit (25-250 mg). Metode permukaan respon (RSM) dengan mode

central composite digunakan untuk pengoptimuman aktivitas SOD, dengan cara

memasukkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas pada perangkat lunak

statistika Minitab 15. Selanjutnya percobaan dilakukan sesuai dengan kombinasi

yang dihasilkan untuk mendapatkan nilai aktivitas optimumnya.

Imobilisasi Ekstrak D. radiodurans

Sebanyak 30 mg zeolit Bayah dicampur dengan 10 mL akuades dengan alat

vorteks sehingga membentuk suspensi 3 mg/mL. Sebanyak 20 µL ekstrak

Deinococcus radiodurans dalam bufer fosfat pH 7.5 dicampur dengan 10 µL

suspensi zeolit tersebut dan didiamkan selama 10 menit. Sebanyak 10 µL

campuran diteteskan pada permukaan elektrode, didiamkan hingga pelarutnya

menguap, dilapisi dengan membran dialisis, ditutup dengan jaring nilon, dan

diikat dengan parafilm. Elektroea dapat langsung digunakan untuk pengukuran

aktivitas antioksidan ekstrak D. radiodurans dengan metode voltammetri siklik.

Elektrode direndam dalam bufer fosfat pH 7.5 pada suhu 4 °C ketika tidak

digunakan untuk memberikan keadaan yang sama dengan lingkungan sebenarnya

(Dai et al. 2004).

Pengukuran Elektrokimia

Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan metode voltametri siklik dengan

menggunakan eDAQ potensiostat–Galvanostat yang dilengkapi perangkat lunak

Echem v2.1.0. Elektrode Ag/AgCl digunakan sebagai elektrode rujukan, platina

sebagai counter, dan EPC dan zeolit sebagai elektrode kerja. Parameter

pengukuran dibuat sebagai berikut:

Mode : Cyclic

Initial : 0 mV

Final : 0 mV

Rate : 250 mV/s

Step W : 20 ms

Upper E : 1000 mV

Lower E : -50 mV

Range : 5 V

Radikal superoksida dihasilkan melalui reaksi enzimatis xantina-xantina

oksidase (XO).

xantina + H2O + O

2

XOD

Asam urat + 2H+

+ O2•−

Larutan bufer fosfat sebanyak 1.9 mL dan 100 μ L larutan XO 0.1 U/mL

ditambahkan kedalam sel pengukuran dan puncak arus anode yang terbentuk

5

diamati sebagai blangko. Selanjutnya ditambahkan 1 mL larutan xantina 2.1 mM

dan perubahan atau kenaikan puncak arus anode yang terjadi diukur.

Pengukuran Aktivitas dan Linearitas SOD

Uji aktivitas dilakukan dengan metode voltametri siklik dengan

menggunakan konsentrasi substrat xantina 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 0.7, 0.8, 0.9,

dan 1.0 mM sehingga dihasilkan hubungan linear antara arus dengan konsentrasi.

Linearitas ditentukan sebagai koefisien relasi r pada persamaan regresi linier y = a

+ bx.

Penentuan Stabilitas Elektrode

Penentuan stabilitas elektrode ditentukan dari pengukuran aktivitas ekstrak

sel D. radiodurans terimobilisasi pada konsentrasi xantina 2.1 mM. Nilai aktivitas

yang diperoleh pada pengukuran awal dianggap 100%. Aktivitas diukur ulang

setiap selang waktu tertentu untuk menentukan aktivitas yang tersisa.

Aktivitas D. radiodurans (%) =

x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sel dan Ekstrak Protein Sitoplasma D. radiodurans

D. radiodurans merupakan bakteri gram positif dan termasuk dalam

keluarga Deinococcales. Bakteri ini bersifat nonmotil, berespirasi secara aerob,

metabolism kemoorganotropik, dan memproduksi katalase. Bakteri ini juga resistan terhadap radiasi ultraviolet, ionisasi, desikasi, dan spesi oksigen reaktif

(ROS) karena memiliki enzim Mn-SOD dan katalase yang merupakan sistem

antioksidan.

Proses diawali dengan menempatkan D. radiodurans dalam media LB, yaitu

campuran tripton, NaCl, dan ekstrak khamir (2:1:1). Media ini berfungsi sebagai

vitamin, mineral, dan nutrisi bagi pertumbuhan D. radiodurans. Setelah 2 x 24

jam inkubasi, isolat dipindahkan ke dalam media LB yang lebih besar untuk

peremajaan. Selanjutnya, bakteri dipisahkan dengan cara disentrifugasi pada

kecepatan 7000 rpm. Bakteri lalu disuspensikan kembali menggunakan bufer

fosfat dengan pH 9.

Dinding sel D. radiodurans mengandung peptidoglikan yang tebal sehingga

perlu dipecah agar ekstrak protein di dalam sitoplasma dapat diambil. Dinding sel

dipecah menggunakan penghomogen ultrasonik. Konsentrasi ekstrak protein yang

diperoleh sebesar 7257,5 ppm. Ekstrak lalu diencerkan hingga konsentrasinya

2000 ppm sebelum diimobilisasi pada zeolit dan diteteskan pada permukaan

elektrode.

6

Karakterisasi Elektrode Pasta Karbon

Voltammetri siklik merupakan salah satu teknik elektrokimia dengan prinsip

mengukur perubahan arus akibat reaksi redoks. Dalam voltammetri, potensial

yang diberikan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Kelebihan teknik ini adalah

sensitivitasnya yang tinggi, limit deteksi yang rendah, dan daerah linier yang lebar

(Mulyani 2012). Sinyal berupa potensial diaplikasikan pada elektrode kerja,

mengubah potensialnya relatif terhadap potensial tetap dari elektrode rujukan.

Arus yang dihasilkan antara elektrode kerja dan pembantu diukur (Harvey 2000).

Voltammetri siklik bekerja dengan cara memberikan range potensial pada

analat yang menyebabkan terjadinya arus akibat adanya elektron dari reaksi

redoks analat. EPC yang telah dibuat dikarakterisasi menggunakan larutan

K3Fe(CN)6. Pada Gambar 1, terlihat puncak oksidasi akibat oksidasi larutan

[Fe(CN)6]4-

menjadi [Fe(CN)6]3-

dengan arus oksidasi sebesar 0.3667 mA. Pada

voltamogram juga muncul puncak reduksi akibat larutan [Fe(CN)6]3-

tereduksi

menjadi [Fe(CN)6]4-

. EPC yang menghasilkan puncak oksidasi dan reduksi

selanjutnya digunakan untuk pengukuran sebagai biosensor.

Gambar 1 Voltamogram siklik K3Fe(CN)6 dengan menggunakan elektroda pasta

karbon

Optimasi Aktivitas Ekstrak Protein D. radiodurans

Pada umumnya, enzim bekerja pada suhu dan pH tertentu sehingga perlu

dicari kondisi optimum ekstrak protein D. radiodurans agar kinerja yang

dihasilkan optimum. Ada 3 parameter yang dicari kondisi optimumnya, yaitu suhu

(20-40 °C), pH (7-9), dan zeolit (25-250 mg). Ketiga parameter dianalisis

menggunakan RSM pada perangkat lunak Minitab dan dihasilkan 20 kombinasi

(Lampiran 2).

I (m

A)

V (volt)

-1.5

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

puncak

oksidasi

puncak

reduksi

7

Aktivitas SOD D. radiodurans ditentukan dengan menggunakan metode

voltammetri siklik. Pengukuran dilakukan dengan mengukur bufer fosfat dengan

berbagai variasi pH, lalu ditambahkan ferosena (hasil pengukuran sebagai

blangko), XO, dan xantina. Pada Gambar 2, voltamogram dari bufer fosfat

menunjukkan adanya puncak oksidasi dengan arus 0.57 µA. Hal ini terjadi karena

diduga adanya oksigen terlarut pada bufer fosfat yang dapat mengalami reaksi

redoks sehingga mengahasilkan puncak-puncak oksigen (Mulyani 2012).

Penambahan ferosena menyebabkan puncak oksidasi dan reduksi meningkat

menjadi 0.99 µA. Ini terjadi karena ferosena menghasilkan puncak oksidasi dan

reduksi (Trivadila 2011). Penambahan XO dan xantina akan menimbulkan reaksi

enzimatis XO dengan xantina yang menghasilkan radikal bebas superoksida

dengan reaksi:

xantina + H2O + O

2

XO

asam urat + 2H+

+ 2O2

•−

(Antiochia et al. 2012) Radikal superoksida yang dihasilkan akan bereaksi dengan enzim SOD yang

diimobilisasi pada zeolit di permukaan elektrode. Reaksi yang terjadi adalah

dismutasi, dimana radikal bebas akan bereaksi dengan radikal bebas yang lain.

Satu radikal superoksida akan teroksidasi menjadi oksigen, dan radikal lain

tereduksi menjadi hidrogen peroksida (Kohen and Nyska 2002). Reaksi yang

terjadi melibatkan pertukaran elektron sehingga menghasilkan arus oksidasi dan

reduksi. Elektron ini akan dideteksi oleh elektrode pada transduser kimia yang

selanjutnya diubah menjadi arus. Arus yang dihasilkan sebanding dengan

konsentrasi SOD. Arus oksidasi yang dihasilkan sebesar 2.91 µA. Arus ini

dikurangi dengan arus blanko dan menghasilkan arus sebesar 1.92 µA yang

merupakan hasil reaksi enzimatis radikal superoksida dengan SOD.

2O2

•−

+ 2H+ SOD

O2 + H2O2

(Wang et al. 2012)

Arus yang dihasilkan dari 20 kombinasi merupakan respon dari ketiga

parameter yang selanjutnya akan dicari kondisi optimumnya menggunakan

Response Optimizer pada Minitab. Kondisi optimum aktivitas SOD dari D.

radiodurans adalah suhu 30 °C, pH 9, dan zeolit 157 mg. Hasil ini tidak jauh

berbeda dari Weniarti (2011) yang mengimobilisasi SOD dari D. radiodurans

pada nanokomposit zeolit, yaitu suhu 30 °C, pH 9, dan zeolit 137.5 mg. Trivadila

(2011) mengimobilisasi SOD D. radiodurans pada permukaan pasta karbon dan

dihasilkan kondisi optimum pada suhu 27.5 °C dan pH 9.

8

Gambar 2 Voltamogram Siklik pada suhu 36 °C. bufer fosfat pH 7.8, dan zeolit

204 mg

Gambar 3 menunjukkan plot kontur ketiga parameter dengan respon berupa

arus. Dari kontur dapat dilihat bahwa peningkatan suhu, pH, dan zeolit pada

awalnya meningkatkan arus, namun arus turun pada kondisi tertentu. Ini

disebabkan karena enzim bekerja optimum pada suhu dan pH tertentu. Suhu yang

terlalu tinggi dapat menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga rusak, sedangkan

suhu yang rendah dapat menyebabkan enzim tidak dapat bekerja dengan optimum.

Begitu juga dengan pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan

penurunan kinerja enzim yang berakibat pada penurunan arus. Penggunaan zeolit

yang terlalu banyak dapat menyebabkan sulitnya interaksi antara substrat dengan

enzim karena terhalangi oleh partikel-partikel zeolit sehingga arus menjadi turun.

Penggunaan zeolit yang terlalu sedikit juga akan memberikan respon arus yang

kecil.

pH

Su

hu

1110987

40

35

30

25

20

[Zeolit] 156.8

Hold Values

>

< 0.0

0.0 0.5

0.5 1.0

1.0 1.5

1.5

Arus (uA)

Contour Plot of Arus (uA) vs Suhu, pH

pH

[Ze

olit

]

1110987

250

200

150

100

50

Suhu 30.91

Hold Values

>

< -0.5

-0.5 0.0

0.0 0.5

0.5 1.0

1.0 1.5

1.5

Arus (uA)

Contour Plot of Arus (uA) vs [Zeolit], pH

I (µ

A)

E (V)

bufer

bufer +ferosena

bufer +ferosena +XO +xantina

10.0

8.0

6.0

4.0

2.0

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

-1.2

-0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Plet kontur arus (µA) vs suhu, pH Plet kontur arus (µA) vs [zeolit], pH

9

Suhu

[Ze

olit

]

4035302520

250

200

150

100

50

pH 8.778

Hold Values

>

< 0.0

0.0 0.4

0.4 0.8

0.8 1.2

1.2 1.6

1.6

Arus (uA)

Contour Plot of Arus (uA) vs [Zeolit], Suhu

Gambar 3 Plot kontur SOD dari ekstrak D. radiourans dengan penambahan zeolit

Linearitas dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak D.radiodurans

Linearitas dan aktivitas ekstrak D. radiodurans dilakukan pada konsentrasi

xantina 0.1-1.0 mM (rentang 0.1 mM) pada kondisi optimum (suhu 30 °C, pH 9,

dan zeolit 157 mg). Ada 2 elektroda yang digunakan, yaitu SOD ekstrak D.

radiourans yang terimobilisasi pada zeolit dan diteteskan pada elektrode dan SOD

ekstrak D. radiourans yang diteteskan langsung pada elektrode tanpa

diimobilisasi terlebih dahulu pada zeolit. Gambar 4 menunjukkan hubungan

antara konsentrasi substrat dengan aktivitas ekstrak D. radiodurans. Arus

meningkat dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Namun, pada konsentrasi

0.9 dan 1.0 arus menurun untuk kedua elektroda. Hal ini terjadi karena pada

konsentrasi rendah, tapak aktif pada enzim masih belum terikat semua sehingga

peningkatan konsentrasi substrat hingga konsentrasi 0.8 mM akan mengikat

semua tapak aktif enzim yang menyebabkan peningkatan pembentukan hidrogen

peroksida dan oksigen dan arus terdeteksi semakin besar.

Gambar 5 menunjukkan linieritas dari kedua elektroda pada rentang

konsentrasi 0.1-0.8 mM. Rentang linier yang dihasilkan lebih pendek

dibandingkan biosensor superoksida yang dibuat oleh Campanella et al. (2004)

dengan nilai 0.02-2 mM. Regresi linier yang dihasilkan oleh ekstrak D.

radiodurans yang diimobilisasi pada zeolit adalah R²= 0.9914 dan lebih besar

dibandingkan ekstrak D. radiodurans tanpa penambahan zeolit dengan R²=

0.9546. Selain itu, aktivitas ekstrak D. radiodurans dengan penambahan zeolit

lebih besar dibandingkan tanpa penambahan zeolit. Hal ini menunjukkan bahwa

zeolit sebagai matriks imobilisasi dapat meningkatkan arus puncak oksidasi.

Pada penelitian Varvari et al. (2010), arus yang dihasilkan dari biosensor

G/Os-HRP (graphite electrode with Ospolymer wired horseradish peroxidase)

dengan mendeteksi H2O2 adalah 0.9 µA pada konsentrasi xantina 0.41 mM. Arus

yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan arus yang dihasilkan pada percobaan

dengan menggunakan zeolit dan tanpa menggunakan zeolit berturut-turut yaitu

1.68 µA (Lampiran 3) dan 1.46 µA (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa

penggunaan ekstrak D. radiodurans sebagai biosensor menghasilkan aktivitas

yang lebih baik dibandingkan biosensor G/Os-HRP pada penelitian Varvari.

Plet kontur arus (µA) vs [zeolit], suhu

10

Gambar 4 Hubungan antara konsentrasi xantina dan aktivitas ekstrak D.

radiodurans

Gambar 5 Linearitas antara konsentrasi xantina dan aktivitas ekstrak D.

radiodurans

Kinetika enzimatis SOD dari ekstrak D. radiourans

Untuk melihat kespesifikan dari ekstrak D. radiodurans maka perlu

ditentukan parameternya, yaitu konstanta Michaelis-Menten nyata (KM app) dan laju

reaksi maksimum nyata (Vmaks app) yang dianalogikan sebagai arus maksimum nyata

(Imaks app). Parameter ini ditentukan dengan 3 metode, yaitu Lineweaver-Burk, Eadie-

Hoofstee, dan Hanes (Lampiran 3 dan Lampiran 4). Kinetika Lineweaver-Burk

merupakan hubungan 1/[xantina] dengan 1/arus (Gambar 6), kinetika Eadie-Hofstee

merupakan hubungan arus/[xantina] dengan arus (Gambar 7), dan kinetika Hanes

merupakan hubungan [xantina] dengan [xantina]/arus (Gambar 8).

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

I (µ

A)

[xantina] (mM) penambahan zeolit tanpa penambahan zeolit

y = 2.7381x + 0.5854 R² = 0.9914

y = 2.2714x + 0.5491 R² = 0.9546

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

I (µ

A)

[xantina] (mM)

penambahan zeolit tanpa penambahan zeolit

11

Gambar 6 Plot Lineweaver-Burk ekstrak D. radiodurans

Gambar 7 Plot Eadie-Hofstee ekstrak D. radiodurans

Gambar 8 Plot Hanes ekstrak D. Radiodurans

y = 0.095x + 0.3155 R² = 0.9463

y = 0.1329x + 0.2989 R² = 0.9942

0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.8

0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000

1/I

A-1

)

1/[xantina] (mM-1) penambahan zeolit tanpa penambahan zeolit

y = -0.355x + 3.4862 R² = 0.7366

y = -0.4739x + 3.4806 R² = 0.9249

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

-1.0000 1.0000 3.0000 5.0000 7.0000 9.0000

I (μ

A)

I/[xantina] (μA/mM) penambahan zeolit tanpa penambahan zeolit

y = 0.2253x + 0.1284 R² = 0.9054

y = 0.2726x + 0.1426 R² = 0.9706

0.0000

0.0500

0.1000

0.1500

0.2000

0.2500

0.3000

0.3500

0.4000

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

[xan

tin

a]/I

(m

M/μ

A-1

)

[xantina] (mM)

penambahan zeolit tanpa penambahan zeolit

12

Berdasarkan Tabel 1, nilai KMapp ekstrak D. radiodurans dengan

penambahan zeolit sebagai matriks imobilisasi lebih kecil dibandingkan KMapp

ekstrak D. radiodurans tanpa penambahan zeolit. Ini menunjukkan bahwa afinitas

SOD pada ekstrak D. radiodurans yang diimobilisasi pada zeolit terhadap radikal

superoksida lebih besar dibandingkan SOD pada ekstrak D. radiodurans tanpa

penambahan zeolit. Hal ini menunjukkan enzim yang diimobilisasi pada zeolit

mengikat substrat dengan kuat. Nilai Imaks app menunjukkan aktivitas dari enzim.

Semakin besar nilai Imaks app, semakin besar aktivitas yang dihasilkan.

Nilai KMapp SOD D. radiodurans pada percobaan berdasarkan metode

Lineweaver-Burk adalah 0.3011 dan tidak jauh berbeda dengan nilai KMapp SOD

murni yang dilakukan oleh Trivadila (2011), yaitu 0.3694. Selain itu, nilai R2 pada

Plot Lineweaver-Burk lebih besar dibandingkan Eadie-Hoofstee dan Hanes

sehingga kinetika enzimatis mengikuti persamaan Lineweaver-Burk. Nilai KMapp

yang dihasilkan oleh biosensor G/Os-HRP pada penelitian Varvari et al. (2010)

dalam mendeteksi H2O2 adalah 0.24. Nilai ini lebih kecil dibandingkan KMapp

yang dihasilkan pada penelitian. Perbedaan nilai terjadi karena perbedaan enzim

dan analat yang digunakan.

Tabel 1 Nilai parameter kinetika enzim ekstrak D. radiodurans

Stabilitas Biosensor Antioksidan Berbasis SOD dari Ekstrak D. radiodurans

Kestabilan dan ketahanan enzim merupakan kriteria yang penting dalam

biosensor. Enzim yang diekstrak dari mikrob mempunyai kestabilan yang rendah

sehingga diperlukan metode untuk mengikat enzim ke permukaan sensor atau

matriks (Roy et al. 2005). Imobilisasi enzim pada suatu matriks akan membuat

stabilitas meningkat (Prodromidis dan Karayannis 2002) dan enzim dapat

digunakan kembali (Weniarti 2011). Nadifiyine et al. (2013) melakukan

imobilisasi enzim tirosinase pada albumin-glutaraldehida dan menghasilkan

aktivitas hingga 70 % setelah 53 hari. Junior dan Rebelo (2008) juga

mengimobilisasi enzim laccase pada matriks membran polietersulfon dan

menghasilkan aktivitas 71.4 % setelah 24 hari penyimpanan. Hal yang sama juga

dilakukan oleh Akyilmaz et al. (2006) untuk meningkatkan kestabilan biosensor

dengan mengimobilisasi lisin oksidase pada gelatin. Aktivitas yang ditunjukkan

masih sebesar 60 % setelah 14 hari.

Biosensor SOD yang dibuat menggunakan zeolit sebagai matriks imobilisasi.

Enzim diimobilisasi ke dalam zeolit dengan metode adsorbsi, yaitu enzim terikat

hanya secara fisik sehingga tidak merubah struktur dan fungsi dari enzim. Gambar

9 menunjukkan bahwa penggunaan zeolit sebagai matriks imobilisasi

meningkatkan kestabilan dari biosensor. Ini karena enzim terlindungi dari

pengaruh luar oleh zeolit, seperti suhu dan pH sehingga dapat meminimalisir

Metode Penambahan zeolit Tanpa penambahan zeolit

Imaks app KMapp Imaks app KMapp

Lineweaver-Burk 3.1696 0.3011 3.3456 0.4446

Eadie-Hofstee 3.4862 0.3550 3.4806 0.4739

Hanes 4.4385 0.5699 3.6684 0.5231

13

kerusakan enzim. Stabilitas elektroda dengan zeolit sebagai matriks relatif stabil

hingga 12 jam. Setelah 22 jam, aktivitas antioksidan turun hingga 63.92%.

Stabilitas elektroda tanpa penambahan zeolit lebih kecil dibandingkan elektroda

dengan penambahan zeolit. Stabilitas elektroda ini turun hingga 49.25% pada jam

ke 22. Hasil yang didapat berbeda dengan Iswantini (2012) yang menghasilkan

kestabilan enzim SOD sebesar 47.99% setelah 5 hari. Perbedaan ini karena enzim

yang digunakan dalam penelitian merupakan ekstrak kasar dari D. radiodurans,

sedangkan enzim yang digunakan Iswantini merupakan enzim murni. Dai et al.

(2004) mengimobilisasi sitokrom-c pada zeolit NaY yang diamati menggunakan

spektroskopi UV-Vis. Spektrum yang dihasilkan memperlihatkan bahwa partikel

zeolit NaY tidak merusak struktur dan lingkungan enzim.

Gambar 9 Kurva stabilitas biosensor antioksidan berbasis SOD dari ekstrak D.

radiodurans

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Superoksida dismutase dari ekstrak D. radiodurans yang diimobilisasi pada

zeolit alam Bayah memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan tanpa

diimobilisasi pada zeolit. Nilai KM app SOD dari ekstrak D. radiodurans yang

diimobilisasi pada zeolit Bayah lebih kecil dibandingkan tanpa imobilisasi. Hal ini

menunjukkan SOD dari ekstrak D. radiodurans mengikat substrat lebih kuat

dibandingkan tanpa imobilisasi. Penggunaan zeolit sebagai matriks imobilisasi

meningkatkan aktivitas dan stabilitas dari biosensor.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat sifat-sifat analitik seperti

sensitivitas, limit deteksi, perolehan kembali (recovery), keterulangan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8

Pe

rse

n (

%)

Waktu (jam) zeolit tanpa zeolit

0 2 4 6 8 10 12 22

14

(repeatibility), reproducibility dan ketelitian (Precission). Selain itu, perlu

dilakukan pengujian penggunaan matriks imobilisasi lain selain zeolit untuk

meningkatkan stabilitas biosensor.

DAFTAR PUSTAKA

Akyilmaz E, Erdogan A, Ozturk R, Yasa I. 2006. Sensitive determination of L-

lysine with a new amperometric biosensor based on saccharomyces cerevisiae

yeast cells. J Biosen Bioelect.

Antiochia R, Movassaghi K, Lipone P, Campanella L. 2012. Determination of the

antioxidant capacity of different types of bread and flour using a superoxide

dismutase biosensor. J Chem. 6: 199-208.

Arif Z. 2011. Karakterisasi dan modifikasi zeolit alam sebagai bahan media

pendeteksi. [tesis]. Bogor: FMIPA, IPB.

Balal K, Mohammad H, Bahareh , Ali B.M.H, Mozhgan Z. 2009. Zeolite

nanoparticle modified carbon paste electrode as a biosensor for simultaneous

determination of dopamine and tryptophan. J Chin Chem. 56: 789-796.

Bonanni A, Campanella L, Gatta T, Gregori E, Tomassetti M. 2007. Evaluation of

the antioxidant and prooxidant properties of several commercial dry spices by

different analytical methods. Food Chem. 102: 751-758.

Campanella L, Bonnani A, Tommaseti M. 2004. Biosensors for determination of

total and natural antioxidant capacity of red and white wines: comparison with

other spectrophotometric and fluorimetric methods. J Biosen Bioelect. 19: 641–

651.

Coban S. 2008. Development of biosensors for determination of the total

antioxidant capacity. [thesis]. Izmir: Department of Chemical Engineering,

Izmir Institute of Technology.

Dai Z, Liu S, Ju H. 2004. Direct electron transfer of cytochrome c immobilized on

a NaY zeolite matrix and its application in biosensing. Electro Acta. 49: 2139–

2144.

Eduardo A. Ramírez, Adrián M. Granero, María A. Zón and Héctor Fernández.

2011. Development of an amperometric biosensor based on peroxidases from

Brassica. J Biosens Bioelectron. S3:001.

Esumi K, Takei N & Yoshimura T. 2003. Antioxidant-potentiality of gold–

chitosan nanocomposites. Colloids and Surfaces B: Biointerfaces. 32(2): 117–

125.

Gia LL. 2012. Aktivitas dan stabilitas biosensor glukosa berbasis Escherichia coli

yang diimobilisasi pada zeolit-glutaraldehida..[skripsi]. Bogor: Program

Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Gil DM de Albuquerque. 2011. Biosensor evaluation of the antioxidant activity of

wines and teas, interference studies and comparison with other methods.

[thesis]. Lisbon: Chemical/Biochemical Department, Lisbon University.

Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Singapore: Mc-Graw Hill.

Iswantini D, Taufan B, Nurhidayat N, Trivadila. Biosensor antioksidan

menggunakan superoksida dismutase secara elektrokimia: penentuan linieritas

15

dan stabilitas. Di dalam: Dahlan K, Mulijani S, Nugrahani EH, Suryani,

Kurnia A, June T, Miftahudin,Charlena, Sianturi P, Wijaya SH, Sumaryada TI,

Nurcholis W, Indahwati, Kusnanto A, editor. Sains sebagai Landasan Inovasi

dalam Bidang Energi, Lingkungan dan Pertanian Berkelanjutan. Seminar

Nasional Sains V; 10 November 2012; Bogor, Indonesia. Bogor (ID). Hlm

562-570.

Kohen Ron, Nyska Abraham. 2002. Oxidation of biological system: oxidative

stress phenomena, antioxidants, redox reactions, and methods for their

quantification. Toxicologic Pathology. 30(6): 620–650.

Liyonawati. 2012. Aktivitas dan stabilitas superoksida dismutase dari ekstrak

Escherichia coli diimobilisasi pada zeolit alam sebagai biosensor antioksidan.

[skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mateo C, Palomo J M, Fernandez-Lorente G. 2007. Improvement of enzyme

activity, stability, and selectivity via immobilization techniques. Enzyme and

Microbial Technology. 40: 1451-1463.

Mello LD, Alves AA, Macedo DV, Kubota LT. 2005. Peroxidase-based biosensor

as a tool for fast evaluation of antioxidant capacity of tea. Food Chem. 92:

515-519.

Mello LD, Kubota LT. 2007. Review biosensors as a tool for the antioxidant

status evaluation. Talanta. 72: 335–348.

Mulyani R, Buchari, Noviandri Indra, Ciptati. 2012. Studi voltametri siklikk

sodium dedocyl benzen sulfonat dalam berbagai elektroda dan elektrolit

pendukung. Journal of Waste Management Technology. 15(1).

Mukhopadhyay K, Phadtare S, Vinod VP, Kumar A, Rao M, Chaudhari RV, and

Sastry M. 2003. Gold nanoparticles assembled on amine-functionalized Na−Y

zeolite:  a biocompatible surface for enzyme immobilization. Langmuir. 19

(9): 3858-3863.

Nadifiyine S, Calas-Blanchard C, Amine A, Marty JL. 202. Tyrosinase biosensor

used for the determination of catechin derivatives in tea: correlation with

HPLC/DAD method. Food and Nutrition Science. 4: 108-118.

Ningrum LG. 2011. Aktivitas ekstrak protein Mn-superoksida dismutase

Deinococcus radiodurans yang diimobilisasi pada permukaan pasta karbon

sebagai biosensor antioksidan. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Institut

Pertanian Bogor.

Ozyurt D, Demirata B, Apak R. 2006. Determination of total antioxidant capacity

by a new spectrophotometric method based on Ce(IV) reducing capacity

measurement. Talanta. 24: 273-282.

Prodromidis MI, Karayannis MI. (2002). Enzyme based amperometric biosensor

for food analysis. Electroanalysis. 14(4).

Rahmat, A, Kumar, V., Fong, L. M., Endrini, S. dan Sani, H. A. 2003.

Determination of total antioxidant activity in three types of local vegetables

shoots and the cytotoxic effect of their ethanolic extracts against different

cancer cell lines. Asia Pasific J Clin Nutr. 12(3): 292-295.

Roy, JJ., T.E. Abrahama, K.S. Abhijith, P.V.S. Kumar, M.S. Thakur. 2005.

Biosensor for the determination of phenols based on cross-linked enzyme

crystals (CLEC) of laccase. Biosensors and Bioelectronics. 21: 206-211.

16

Safrizal BT. 2011. Penentuan konsentrasi optimum superoksida dismutase,

linearitas, dan stabilitas biosensor antioksidan menggunakan elektrode pasta

karbon. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.

Seatovic S, Gligic L, Radulovic Z, Jacikov RM. 2004. Purification and partial

characterization of SOD from thermophilic bacteria Thermotherix sp. J Serb

Chem Soc. 96: 9-16.

Shivashankara, K. S., Isobe, Seiichiro., Al-Haq, M. I., Takenaka, Makiko dan

Shina, Takeo. 2004. Fruit Antioxidant Activity, Ascorbic Acid, Total Phenol,

Quercetin, and Carotene of Irwin Mango Fruits Stored at Low Temperature

after High Electric Field Pretreatment. J Agric Food Chem 52: 1281-1286.

Shumyantseva, V.V; Carrara, S; Bavastrello, V; Riley, D.J; Bulko, T.V; Skryabin,

K.G; Archakov, A.I. & Nicolini, C. 2005. Direct electron transfer between

cytochrome P450scc and gold nanoparticles on screen-printed rhodium–

graphite electrodes. Biosensors and Bioelectronics. 21: 217–22.

Trivadila. 2011. Biosensor antioksidan menggunakan superoksida dismutase

Deinococus radiodurans diimobilisasi pada permukaan elektrode pasta karbon

dan parameter kinetikanya. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Varvari L, Lates V, Popescu Ionel C. 2011. Determination of antioxidant capacity

using xanthine-xanthine oxidase system coupled with H2O2 amperometric

biosensor. Rev Roum Chim. 56(7). 735-742.

Weniarti. 2011. Biosensor antioksidan berbasis superoksida dismutase

Deinococcus radiodurans diimobilisasi pada nanokomposit zeolit alam

Indonesia.[tesis]. Bogor: Program Pacasarjana, Institut Pertanian Bogor.

17

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Penumbuhan dan reremajaan

Deinococcus radiodurans

Ekstraksi Protein Deinococcus

radiodurans

Imobilisasi ekstrak Deinococcus

radiodurans pada zeolit

Aktivasi zeolit

Zeolit teraktivasi

Zeolit terimobilisasi ekstrak Deinococcus

radiodurans diteteskan pada elektroda

Pengukuran dengan metode

voltametri siklik

Optimasi elektrode yang terimobilisasi

SOD ekstrak Deinococcus radiodurans

dan zeolit alam Bayah

Penentuan linearitas dan stabilitas

elektroda

e

Pembuatan elektroda pasta karbon

termodifikasi ferosena

18

Lampiran 2 Optimasi zeolit, suhu, pH dan arus yang dihasilkan

No Zeolit (mg) Suhu (°C) pH I (µA)

1 25.0 30 9 0.69

2 70.6 24 7.8 0.72

3 70.6 24 10.1 0.53

4 70.6 36 7.8 0.92

5 70.6 36 10.1 0.96

6 137.5 20 9.0 0.87

7 137.5 30 7.0 0.4

8 137.5 30 9.0 2.7

9 137.5 30 9.0 1.73

10 137.5 30 9.0 1.52

11 137.5 30 9.0 2.14

12 137.5 30 9.0 1.52

13 137.5 30 9.0 2.13

14 137.5 30 11.0 0.65

15 137.5 40 9.0 0.96

16 204.0 24 7.8 1.55

17 204.0 24 10.1 0.84

18 204.0 36 7.8 1.92

19 204.0 36 10.1 0.99

20 250.0 30 9 0.75

19

Lampiran 3 Analisis kinetika SOD dalam ekstrak D. radiodurans yang

diimobilisasi pada zeolit

[xantina]

(mM)

Arus

(µA)

1/[xantina]

(mM-1

)

1/arus

(µA-1

)

[xantina]/arus

(mM/µA)

arus/[xantina]

(µA/mM)

0.1 0.83 10.0000 1.2048 0.1205 8.3000

0.2 1.15 5.0000 0.8696 0.1739 5.7500

0.3 1.36 3.3333 0.7353 0.2206 4.5333

0.4 1.68 2.5000 0.5952 0.2381 4.2000

0.5 2.00 2.0000 0.5000 0.2500 4.0000

0.6 2.3 1.6667 0.4348 0.2609 3.8333

0.7 2.56 1.4286 0.3906 0.2734 3.6571

0.8 2.66 1.2500 0.3759 0.3008 3.3250

0.9 2.10 - - - -

1 1.63 - - - -

Kinetika Lineweaver-Burk

; y = 0.095x + 0.3155

vmaks app =Imaks app

Imaks app = 3.1696

KM app = Imaks app x 0.0950

KM app = 3.1696 x 0.0950

KM app = 0.3011

Kinetika Eadie-Hofstee

; y = -0.355x + 3.4862

vmaks app =Imaks app

Imaks app = 3.4862

KM app = 0.3550

Kinetika Hanes

; y = 0.2253x + 0.1284

vmaks app =Imaks app

Imaks app = 4.4385

KM app = Imaks app x 0.1284

KM app = 4.4385 x 0.1284

KM app = 0.5699

20

Lampiran 4 Analisis kinetika SOD dalam ekstrak D. radiodurans tanpa zeolit

[xantina]

(mM)

Arus

(µA)

1/[xantina]

(mM-1

)

1/arus

(µA-1

)

[xantina]/arus

(mM/µA)

arus/[xantina]

(µA/mM)

0.1 0.62 10.0000 1.6129 0.1613 6.2000

0.2 1.03 5.0000 0.9709 0.1942 5.1500

0.3 1.29 3.3333 0.7752 0.2326 4.3000

0.4 1.46 2.5000 0.6849 0.2740 3.6500

0.5 1.84 2.0000 0.5435 0.2717 3.6800

0.6 2.06 1.6667 0.4854 0.2913 3.4333

0.7 2.11 1.4286 0.4739 0.3318 3.0143

0.8 2.19 1.2500 0.4566 0.3653 2.7375

0.9 2.08 - - - -

1 1.79 - - - -

Kinetika Lineweaver-Burk

; y = 0.1329x + 0.2989

vmaks app =Imaks app

Imaks app = 3.3456

KM app = Imaks app x 0.1329

KM app = 3.3456 x 0.1329

KM app = 0.4446

Kinetika Eadie-Hofstee

; y = -0.4739x + 3.4806

vmaks app =Imaks app

Imaks app = 0.4739

KM app = 3.4806

Kinetika Hanes

; y = 0.2726x + 0.1426

vmaks app =Imaks app

Imaks app = 3.6684

KM app = Imaks app x 0.1426

KM app = 3.6684 x 0.1426

KM app = 0.5231

21

Lampiran 5 Stabilitas biosensor antioksidan berbasis SOD dari ekstrak D.

radiodurans pada suhu 30°C

Waktu (jam) Zeolit Tanpa zeolit

Arus Persen (%) Arus Persen (%)

0 0.97 100 0.67 100.0

2 0.78 80.4 0.46 68.6

4 0.72 74.2 0.40 59.7

6 0.71 73.2 0.38 56.7

8 0.70 72.2 0.38 56.7

10 0.70 72.2 0.38 56.7

12 0.70 72.2 0.33 49.3

22 0.62 64.0 0.33 49.3

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1991 dari pasangan Ipiet

Bientoro dan Dyah Palupi. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 89 Jakarta dan pada tahun yang sama

diterima di Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum

pada mata kuliah Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun 2011-2013

dan Kimia Fisik pada tahun 2012-2013. Penulis juga aktif sebagai pengajar Kimia

Dasar di bimbingan belajar Katalis pada tahun 2011-2012. Penulis pernah

melaksanakan praktik lapangan dari Juli-Agustus 2012 di PT. Pertamina dengan

judul “Pengujian Surfaktan dalam Pemanfaatan sebagai Bahan Enhanced Oil

Recovery”.