9
Aku Memilih Amnesia, Roy ` Harusnya kamu jadikan aku amnesia saja Roy. Kamu tahu kenapa? *** Salah satu hal yang membuatku tidak menyerah adalah langit Dia menawarkan sesuatu seolah tanpa batas Kita sama-sama mengaguminya bukan? Namun siang ini tak ada yang terlalu special yang ditawarkan langit Tak ada pelangi, tak ada awan putih yang kita lihat sebagai bulu angsa yang lembut : Hanya mendung Tapi aku percaya, itu bukan batas. Nanti juga bergerak atau berubah menjadi keindahan yang lain : Hujan Dan itu artinya kamu takkan pernah tega membiarkanku kedinginan dibawahnya ‘kan?

Aku Mcerpenemilih Amnesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cerpen

Citation preview

Aku Memilih Amnesia, Roy`Harusnya kamu jadikan aku amnesia saja Roy. Kamu tahu kenapa? ***Salah satu hal yang membuatku tidak menyerah adalah langitDia menawarkan sesuatu seolah tanpa batasKita sama-sama mengaguminya bukan?

Namun siang ini tak ada yang terlalu special yang ditawarkan langitTak ada pelangi, tak ada awan putih yang kita lihat sebagai bulu angsa yang lembut: Hanya mendung

Tapi aku percaya, itu bukan batas.Nanti juga bergerak atau berubah menjadi keindahan yang lain: HujanDan itu artinya kamu takkan pernah tega membiarkanku kedinginan dibawahnya kan?

Satu-satunya batas kita adalah ego kita sendiri

Realita memang tidak mentakdirkan kita dilahirkan dalam agama yang sama. Pun status sosial yang berbeda. Kita di caf ini, tanpa genggaman, tanpa senyuman, kita sama-sama berkutat dengan pendirian kita masing-masing. Dengan ajaran agama yang sudah diajarkan orang tua kita masing-masing. Dan pelukan saat itu adalah pelukan yang menyakitkan Roy. Karena mulai saat itu kita berpisah. Hanya sementara katamu. Aku sendirian mengurusi yayasan yang kita bangun perlahan untuk mewadahi anak-anak berbakat dan kreatif agar menemukan jalannya. Dan kamu bekerja di perusahaan ayahmu. Tapi menurutku kau menghilang terlalu lama tanpa kabar berita.***Lima tahun berlalu, tak ada yang berbeda dengan caf itu. Masih berlantai kayu dengan interior yang didominasi dari bahan yang sejenis. Seorang wanita dengan tatapan mata yang sedikit cemas menyambut kedatangan pria berambut gondrong dan berwajah redup. Dini memesan dua caffucino panas. Berharap pesanannya tidak salah. Untunglah Roy masih menyukai minuman itu. Namun ada yang berbeda dari tatapannya. Semendung siang itu.Bagaimana kabarmu, Roy? Dini membuka percakapan. Roy hanya tersenyum tipis tanpa ekspresi. Aku sudah bisa membeli tanah untuk yayasan yang kita mimpikan dulu, Roy. Aku bekerja freelance disebuah perusahaan. Sebagian gajiku aku kumpulkan untuk membeli tanah itu. Roy menatap Dini . Masih dengan ekspresi yang sama.Bagaimana dengan perusahaan yang kamu kelola? Ayah dan ibumu sehat?Roy menghela nafas, Mereka meninggal, Din. Dan perusahaanku bangkrut.Dini mengamati wajah kekasihnya dengan lekat. Ingin rasanya Dini mendekatkan wajahnya lebih dekat dan membisikan kalimat Hei! Bukankah kita selalu punya cara yang menarik menunggu apa yang terjadi setelah mendung? Tenang saja, aku ada untukmu.Oh, aku ikut berduka. Maaf, aku tidak tahu.. Hanya kalimat itu. Tapi sedetik kemudian, Dini mendekap Roy erat. Air matanya tumpah. Dini masih sangat peduli dengan sosok dihadapannya.Roy melepas rangkulan Dini dari tubuhnya. Kenapa Din? Kenapa kamu mau menikahinya? Kenapa kamu tidak mau menungguku sebentar saja? Aku akan kembali.Menghilangkan hanya sebagian memori dalam otak tentang kamu itu sulit, Roy. Lebih sulit dari menata cita-cita dan mimpiku sendiri. Vino hadir ketika aku merasa berada di tengah lautan tanpa kayuh dan kompas. Menawarkanku bagaimana cara memahami riak gelombang. Bagaimana cara bertahan jika angin sesekali menghempas . Vino mengajarkanku berkompromi dengan realita.Dini menitikkan airmata. Kamu itu seperti langit, jauh tak tergapai. Kukira dengan aku menikah dengan orang lain akan menghentikan perasaan ini. Tapi aku tidak bisa RoyAir hujan menderas ke teras. Kilat menjilat jalanan yang dilalui mobil yang ditumpangi Roy dan Dini. Keduanya melesat meninggalkan cafe, menghilang dalam kejaran hujan.Dalam mobil, haru dan rindu mereka menjadi satu. Cerita selama mereka berpisah mengalir deras. Senja itu milik Roy dan Dini, lena itu milik keduanya. Lalu pekat menjadi selimut paling lekat tanpa jarak diantara pori-pori keduanya.***Sementara itu di kursi yang lain, sesosok pria duduk mematung. Wajahnya memerah, setelah beberapa saat menahan agar emosinya tidak meluap. Untunglah suara petir menyamarkan suara tinjunya yang mendarat di dinding. Vino. Dia geram. Merasa dibohongi. Kemarin Dini bilang akan pergi kerumah saudaranya di luar kota untuk mengurusi persiapan pesta pernikahannya. Tapi tanpa sengaja, dia membaca pesan singkat di hp Dini, dari nomor tak dikenal, untuk bertemu di caf Bambu.Vino baru melihat tatapan mata Dini yang penuh cinta. Tapi bukan saat menatapnya. Dia baru melihat senyum hangat Dini ketika menggenggam tangan, bukan tangannya. Vino tercengang menyaksikan pertemuan mereka. Tapi resepsi pernikahannya dengan Dini tinggal tiga bulan lagi. Persiapan pestapun sudah 90 persen disiapkan. Keluarga besarnya pasti kecewa jika pestanya gagal dilaksanakan. Ia meyakinkan hatinya jika pertemuan mereka untuk yang terakhir kalinya.***Aku sudah tahu semuanya, Din. Kamu menemui Roy kan?Dini tersentak. Langkahnya dihentikan ketika baru saja dia hendak keluar dari kantor Vino.Vin,ma..af Dini ketakutan luar biasa. Jantungnya seperti berhenti berdetak. Dia mengenal Vino sosok yang lembut namun tegas. Kali ini dia yakin Vino takkan memaafkannya. Pernah sekali waktu Vino membentak karyawannya yang terlambat datang ke kantor. Atau juga memaki pengendara motor yang ugal-ugalan dan hampir menyerempet mobilnya.Kalau saja kita tidak memiliki mimpi yang sama, kalau saja aku tidak kasihan pada adik semata wayangmu yang masih tergantung padamu, kalau saja aku tidak mencintaimu dengan caraku, kalau saja aku tidak mencintai keluargaku, sudah kubunuh kamu! Dengan mata berapi-api Vino tak bisa menyembunyikan kemarahannya. Tangannya hampir mendarat di pipi Dini.***Para tamu yang hadir sedang asyik menikmati makanan yang tersaji. Hari itu Dini resmi menjadi istri Vino. Hari yang membahagiakan bagi keduanya, seharusnya. Namun Dini tidak terlihat bahagia dengan balutan baju pengantin putih itu. Wajahnya pasi padahal tak ada yang salah dengan tata riasnya.Sementara Vino sibuk menyalami tamu undangan yang memberi ucapan selamat padanya, Dini sibuk dengan pikirannya. Roy berjanji akan menghadiri pesta pernikahannya dan menemuinya untuk terakhir kalinya dan melepaskan dini sebagai istri Vino. Dini cemas membayangkan Roy akan terluka sedemikian hebat. Kematian orang tuanya, perusahaannya yang bangkrut, rumahnya yang dijual dan terpaksa harus kost di rumah kost murahan, sudah membuat jiwanya labil. Apa jadinya jika dia melihat Vino menikahinya, dengan pesta yang mewah. Menurut Dini ini tidak adil untuk Roy.Dini sudah melarangnya datang tapi Roy bersikeras.Benar saja, Roy datang bersama wanita yang usianya dua kali lipat dari usianya. Mengenakan jas warna hitam dengan rambut dipangkas rapih. Roy melepas gandengan tangannya kemudian menyalaminya. Senyumnya kecut dipaksakan. Tak ada yang berubah dari mata Dini saat mereka bertatapan. Vino tahu betul Dini masih mencintainya.Dengan kedatangan Roy ke pestanya berhasil membuat Vino geram dan memanas. Masih berani Dini mengundang Roy untuk menemuinya, pikir Vino. Dia tak bisa menahan amarahnya karena dari ujung matanya Dini dan Roy selalu mencuri pandang.Berkali dia menghela nafas panjang untuk mengurangi sesak didadanya, dan tetap tersenyum pada tamu yang menyalaminya.Sampai akhirnya Dini meminta ijin untuk pergi ke toilet. Vino curiga, kemudian mengikutinya.Lihat saja nanti kalau dia macam-macam dengan Roy, aku tinggalkan dia. Setelah pesta ini usai, rekaman pertemuannya dengan Roy kali ini akan kujadikan barang bukti di persidangan cerai. Vino membatin. Vino mengaktifkan perekam di handphonenya.Di depan pintu toilet, Dini yang sekarang menjadi istrinya ada dalam dekapan Roy. Roy mencium bibir kekasihnya dengan perasaan yang tidak bisa ditebak.Vino kalap.DORR!!Seluruh tamu yang berada di ruangan teriak panik. Sebagian meninggalkan ruangan dengan ketakutan. Beberapa security mencari sumber suara tembakan. Di depan pintu toilet, Dini berlumuran darah. Vino lemas disamping istrinya.***Rekaman diperdengarkan diruang sidang.Harusnya kamu jadikan aku amnesia saja, Roy. Kamu tahu kenapa? Karena aku mencintaimu berkali-kali. Namun dari dulu kita beda. Caraku mencintaimu dan caramu mencintaiku. Langit itu tetap indah, tanpaku atau tanpamu. Dan kita melihatnya seperti tanpa batas bukan? seperti pemahamanku tentang kamu, tentang perasaanku yang tiada henti. Tapi kita harus bergerak seperti awan, kita masih punya kaki yang menginjak bumi dan melanjutkan berjalan diatas realita. Aku terlanjur memilih untuk dicintai Vino.Tapi aku bisa memberikanmu cinta, Dini.Cinta yang seperti apa jika selalu meminta imbalan dengan bercinta padahal kamu tahu aku tak mau melakukannya tanpa ikatan. Menurutmu itu adalah imbalan terbaik pada perasaanku yang membuncah? Pada embun yang merimbun didadaku tiap kali aku bertemu denganmu?Cinta tanpa sentuhan itu menyakitkan, Din.Tapi akan sangat menjijikan jika hal itu kau katakan juga pada tante Yuri yang mau membayar setiap kali kamu habis menyenangkannya.Lepaskan aku, Roy. Aku tidak ingin mencintaimu lagi. Aku tidak ingin mengkhwatirkan Tuhan menghukummu untuk empat kesalahan besar yang kau bungkus dengan alasan karena mencintaiku.Pertama, kau maki agamaku karena aku tak mau berpindah keyakinanKedua, kau bunuh orang tuamu dengan kecelakaan mobil itu, karena menentang pernikahan kitaKetiga, untuk sajian panas yang kamu pesan dari tubuhku.Keempat, untuk permainanmu dengan tante kesepian yang kamu manfaatkan.DORRArgh..,Roy kenapa harus dijantung? Kenapa tidak kau tembak aku dikepala sampai menembus otak, agar aku amnesia dan menghilangkan semua ingatan kalau aku pernah mencintai orang yang sakit jiwa! Bayi kita akan ikut mati sia-sia, Roy! Lalu siapa yang akan mengurusi anak-anak terlantar itu?***Roy dijatuhi hukuman seumur hidup.***Vino meneruskan cita-cita Dini membangun yayasan untuk anak-anak terlantar dan berbakat, melanjutkan mencintai Dini dengan caranya.