16
BAB I PENDAHULUAN A. Biografi singkat Al-Kindi bernama lengkap Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Beliau dilahirkan di Kufah, sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz. Ayahnya Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan al-Mahdi dan Harunar-Rasyid dari bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah al-Kindi lahir. Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat, ia juga menekuni dan ahli dalam bidang astronomi, ilmu ukur, ilmu astrologi, ilmu manthiq (logika), ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik, dan matematika. Penguasaannya terhadap filsafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filsuf terkemuka. Karena itu pula, ia dinilai pantas dalam menyandang gelar Failasuf al-‘Arab (filsuf berkebangsaan Arab) (Khudori, 2013). Menurut keterangan Ibnu al-Nazim, al-Kindi mengarang lebih kurang berjumlah 241 kitab dalam berbagai disiplin ilmu. Corak filsafat al-Kindi tidak banyak diketahui karena buku- buku mengenai filsafatnya banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan ini, orang-orang menemukan kurang lebih 20 risalah al-Kindi dalam tulisan tangan. Beberapa karya tulis di bidang

Al Kindi Jadi. Baruuuu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

al kindi

Citation preview

Page 1: Al Kindi Jadi. Baruuuu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Biografi singkat

Al-Kindi bernama lengkap Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran

bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Beliau dilahirkan di Kufah,

sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah,

termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab dan bermukim di daerah Yaman

dan Hijaz. Ayahnya Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan al-

Mahdi dan Harunar-Rasyid dari bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah al-

Kindi lahir.

Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar

filsafat, ia juga menekuni dan ahli dalam bidang astronomi, ilmu ukur, ilmu astrologi, ilmu

manthiq (logika), ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik, dan matematika.

Penguasaannya terhadap filsafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi

orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filsuf terkemuka. Karena

itu pula, ia dinilai pantas dalam menyandang gelar Failasuf al-‘Arab (filsuf berkebangsaan

Arab) (Khudori, 2013).

Menurut keterangan Ibnu al-Nazim, al-Kindi mengarang lebih kurang berjumlah 241

kitab dalam berbagai disiplin ilmu. Corak filsafat al-Kindi tidak banyak diketahui karena

buku-buku mengenai filsafatnya banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan ini,

orang-orang menemukan kurang lebih 20 risalah al-Kindi dalam tulisan tangan. Beberapa

karya tulis di bidang filsafat antara lain: Fi al-Falsafah al-Ula, kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum

al-Falsafah, Risalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lul, Risalat fi Ta’lif al-A’dad, kitab al-

Falsafah ad-Dakhilat wa al-Masa’il al-Mamtaiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Fauqa al-

Tabiyyat, Kammiyat Kutub Aristoteles. Karya tulisnya di bidang keilmuan di antaranya: Fi

asy-Syu’at (bidang astronomi), Risalah fi al-Bard al-Musamma ”Bard al-Ajuz” (bidang

meteorologi), Risalah fi Adhat al-Kalb al-Kalib (bidang kedokteran), Ikhtisar Kitab Isaghuji

li Farfuris (bidang logika), dll.

Page 2: Al Kindi Jadi. Baruuuu

Karangan-karang al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan ketelitian dan

kecermatannya dalam memberikan batsasan-batasan makna istilah-istilah yang digunakan

dalam terminologi ilmu filsafat. Ilmu-ilmu filsafat yang ia bahas mencakup epistemologi,

metafisika, etika dan sebagainya. Sebagaimana halnya para penganut Phytagoras, al-Kindi

juga mengatakan bahwa dengan matematika orang tidak bias berfilsafat dengan baik. Ia wafat

di Baghdad pada tahun 259 H/ 873 M di usia 72 tahun (Sirajuddin, 2004).

B. Aliran Mu’tazilah

Secara harfiah, kata Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala yang berarti berpisah atau

memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah

Mu’tazilah menunjuk pada dua golonga. Golongan pertama muncul sebagai respon politik

murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap

lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya,

terutama Mu’awiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Golongan kedua muncul sebagai

respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murji’ah akibat

adanya peristiwa Tahkim (arbitrase) (Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2001).

Al-Kindi adalah salah satu Musim yang menganut aliran ini, terutama menggunakan

corak khas pemikiran aliran ini dalam metode hermeneutiknya. Tafsir alegoris Al-Kindi

didasarkan atas prinsip-prinsip linguistik dan tata bahasa sehingga berbeda dengan model

penafsiran kaum Stoik sebelumnya. Model tafsir Al-Kindi ini lebih dekat dengan retorika

teologi Muktazilah daripada filsafat. Pada fase-fase berikutnya, dalam sejarah filsafat Islam,

penyelesaian dengan takwil ketika terjadi perbedaan antara teks agama dan pemahaman

filsafat ini diikuti oleh Ibn Rusyd.

Page 3: Al Kindi Jadi. Baruuuu

BAB II

PEMBAHASAN

A. Metafisika

Creatio Ex Nihilo

Teori penciptaan semesta mempunyai sejarah yang panjang dalam pemikiran manusia.

Para filsuf Yunani secara keseluruhan; mulai dari Plato, Aristoteles, sampai Plotinos,

berpandangan bahwa semesta tercipta dari yang ada. Sebab, bagi mereka apa yang disebut

sebagai mencipta adalah membuat sesuatu yang baru berdasarkan apa yang ada sebelumnya

(creatio ex materia), baik lewat gerakan atau emanasi. Artinya, dalam pandangan filsafat

Yunani, Tuhan bukanlah pencipta dalam makna yang sesungguhnya, melainkan hanya

sebagai penggerak atau pewujud realitas, dari alam potensialitas kepada alam aktualitas.

Konsekuensinya, alam menjadi qadim, tidak terbatas dan abadi karena gerak atau emanasi

Tuhan adalah qadim, tidak terbatas dan abadi; suatu teori penciptaan yang tidak dapat

diterima oleh kaum teolog Muslim mana pun.

Al-Kindi juga menolak teori tersebut dan sebagai gantinya memunculkan gagasan

bahwa alam tercipta dari yang tiada (creatio ex nihilo), sebagaimana yang diyakini dalam

teologi Islam. Menurutnya, semesta ini terbatas, tidak abadi, dan tercipta dari yang tiada. Ada

dua prinsip Aristoteles yang digunakan oleh Al-Kindi. Pertama, bahwa sesuatu yang tidak

terbatas tidak dapat berubah menjadi terbatas yang berwujud dalam bentuk yang aktual.

Kedua, bahwa materi, waktu, dan gerak muncul secara serentak, bersamaan. Dua prinsip ini

oleh Al-Kindi kemudian dikembangkan menjadi sembilan pernyataan:

1. Dua besaran yang sama, jika salah satunya tidak lebih besar dari yang lainnya,

berarti adalah sama

2. Jika satu besaran ditambahkan pada salah satu dari dua besaran yang sama

tersebut, keduanya menjadi tidak sama

3. Jika sebuah besaran dikurangi, sisanya adalah lebih kecil dari besaran semula

4. Jika suatu besaran diambil sebagiannya, kemudian sebagiannya tersebut

dikembalikan lagi, hasil besarannya adalah sama seperti sebelumnya

5. Besaran yang terbatas tidak dapat berubah menjadi tidak terbatas, begitu juga

sebaliknya

6. Jumlah dua besaran yang sama, jika masing-masing bersifat terbatas, adalah

terbatas

Page 4: Al Kindi Jadi. Baruuuu

7. Besaran alam aktualitas adalah sama dengan besaran alam potensialitas

8. Dua besaran yang tidak terbatas tidak mungkin salah satunya menjadi lebih kecil

daripada lainnya

9. Apa yang dimaksud sebagai lebih besar adalah dalam hubungannya dengan bagian

yang lebih kecil, dan yang disebut sebagai lebih kecil adalah dalam hubungannya

dengan yang lebih besar

Berdasarkan atas dua prinsip dan sembilan pernyataan di atas, Al-Kindi kemudian

membuktikan kebenaran pandangannya. Pertama, jika kita menyatakan bahwa wujud aktual

dari semesta ini tidak terbatas, kita juga harus menyatakan bahwa wujud aktual dari semesta

ini juga tidak terbatas. Kedua, jika wujud semesta yang diasumsikan tidak terbatas ini kita

ambil sebagiannya, sisanya dapat berupa wujud tidak terbatas sebagaimana keseluruhannya,

atau menjadi wujud terbatas. Namun, jika dikatakan tidak terbatas, berarti ada dua hal yang

sama-sama tidak terbatas, dan itu mengimplikasikan bahwa keseluruhan adalah sama dengan

bagiannya dan itu tidak masuk akal; jika dikatakan menjadi wujud terbatas, hal itu

bertentangan dengan pernyataan bahwa yang tidak terbatas tidak mungkin melahirkan yang

terbatas. Ketika, jika sebagiannya yang diambil tadi kita dikembalikan lagi, hasilnya adalah

sebagaimana yang ada sebelumnya. Namun, ini mengimplikasikan ada sesuatu yang tidak

terbatas (keseluruhan) yang lebih besar dari sesuatu yang tidak terbatas lainnya (bagian);

sesuatu yang tidak masuk akal (Khudori, 2013).

B. Epistemologi

Meskipun telah mengadopsi ilmu-ilmu filsafat dari pemikiran tokoh filsafat Yunani, al-

Kindi tetap mempertahankan kepribadiannya sebagai seorang Muslim sejati yang tak tergoda

dan teguh mempertahankan prinsip-prinsip dalam Islam. Al-Kindi mempunyai pandangan

tersendiri tentang pengetahuan. Menurutnya pengetahuan manusia itu pada dasarnya terbagi

menjadi tiga bagian besar, yaitu:

1. Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan indera, disebut pengetahuan

inderawi.

2. Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan akal, disebut pengetahuan

rasional.

3. Pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan, disebut dengan pengetahuan

isyraqi atau iluminatif (Mustofa, 2004).

Page 5: Al Kindi Jadi. Baruuuu

Pengetahuan Inderawi

Pengetahuan ini terjadi secara spontan ketika seseorang mengamati objek-objek

material melalui indera manusia. Objek yang telah ditangkap oleh indera tersebut berpindah

ke imajinasi (musyawwiroh). Setelah itu objek diteruskan ke tempat penampungan yang

disebut hafizhah (recolection). Pengetahuan yang diperoleh lewat jalan inderawi dinamis

(tidak tetap) dan akan senantiasa berubah., karena objek yang diamati pun tidak tetap, selalu

dalam keadaan menjadi, berubah setiap saat, bergerak, berlebih-kurang kuantitasnya, dan

berubah-ubah pula kualitasnya.

Pengetahuan Rasional

Pengetahuan yang diperoleh lewat jalan akal bersifat universal, tidak parsial, dan

bersifat immaterial. Objek pengetahuan rasional bukan individu, tetapi genus dan spesies.

Orang mengamati manusia berbadan tegak, dengan dua kaki, pendek, jangkung, berkulit

putih atau sawo matang, yang semua ini akan menghasilkan pengetahuan inderawi. Tetapi,

orang yang mengamati manusia menyelidiki hakikatnya sehingga sampai pada kesimpulan

bahwa manusia adalah makhluk berpikir (rational animal=hayawan nathiq), telah

memperoleh pengetahuan rasional yang abstrak universal, mencakup semua individu

manusia. Manusia yang telah di tajrid (dipisahkan) dari hal-hal inderawi tidak mempunyai

gambar terlukis dalam perasaan.

Al-Kindi memperingatkan agar orang tidak mengacaukan metode yang ditempuh untuk

memperoleh pengetahuan, karena setiap ilmu pengetahuan mempunyai metodenya sendiri

yang sesuai dengan wataknya. Adalah suatu kesalahan jika kita menggunakan suatu metode

suatu ilmu untuk mendekati ilmu lain yang mempunyai metode tersendiri.

Pengetahuan Isyraqi

Banyak filsuf yang membatasi jalan memperoleh pengetahuan pada dua jalan di atas.

Al-Kindi, sebagaimana halnya banyak filsuf isyraqi, mengingatkan adanya jalan lain untuk

memperoleh pengetahuan, yaitu melalui jalan isyraqi (iluminasi), atau pengetahuan yang

langsung diperoleh dari pancaran Nur Ilahi. Kata kuncinya ialah kasab, yang berarti

pengetahuan yang berasal dari Tuhan secara konstan tanpa bersusah payah untuk

memperolehnya (Mustofa, 2004).

Page 6: Al Kindi Jadi. Baruuuu

C. Filsafat Ketuhanan

Filsafat menurut Al-Kindi adalah batas mengetahui hakikat sesuatu. Tujuan filsuf

dalam teori adalah mengetahui kebenaran, dan dalam praktek adalah mengamalkan

kebenaran/kebajikan. Filsafat yang paling luhur dan mulia, menurutnya, ialah filsafat pertama

(Tuhan), yang merupakan illah atau sebab bagi setiap kebenaran atau realitas. Oleh karena

itu, tujuan filsuf yang paling sempurna dan mulia harus mampu mencapai pengetahuan yang

mulia itu. Mengetahui illah itu lebih mulia dari mengetahui ma’mul/akibatnya, karena kita

hanya mengetahui sesuatu dengan sempurna bila mengetahui illah-nya. Maka pengetahuan

tentang illah Pertama itu pengetahuan yang tersimpul semua aspek lain dari filsafat.

Tuhan adalah paling mulia, awal dari jenis, awal dalam tertib ilmiah, dan mendahului

zaman, karena Dia adalah illah bagi zaman. Tuhan bagi Al-Kindi adalah Al-Wahid Al-

Haqiqah (Esa Yang Sejati), sedang esa-esa yang lain terdapat di alam ini, adalah Al-Wahid bi

Al-Majaz (Esa Yang Relatif atau Majazy). Keesaan Tuhan tidak mengandung kejamakan,

sedangkan esa-esa yang lain tiada sunyi dari kejamakan. Apabila setiap benda mempunyai

dua hakikat, yaitu hakikat juz’i yang disebut al-‘aniyah, dan hakikat sebagai kulliy yang

disebut al-Mahiyah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan spesies,

maka tidak demikian dengan Tuhan. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam arti ‘aniyah atau

mahiyah. Ia tidak mempunyai ‘aniyah karena Ia tidak tersusun dari materi (hayula) dan

bentuk (shurah). Ia tidak mempunyai mahiyah karena Ia tidak merupakan al-jins (genus) atau

al-naul (spesies) (Al-Yazijy, 1963).

D. Filsafat tentang Jiwa

Menurut Al-Kindi, jiwa itu sederhana. Tidak tersusun (basithah), mulia, sempurna, dan

penting. Jauhar (esensinya) berasal dari esensi Tuhan, seperti cahaya berasal dari matahari.

Jiwa mempunyai wujud tersendiri dan lain dari badan. Sebagai bukti ini, Al-Kindi

mengemukakan bahwa kenyataan jiwa menentang keinginan nafsu yang berorientasi

kepentingan badan. Marah mendorong manusia untuk berbuat sesuatu, maka jiwa akan

melarang dan mengontrolnya. Jika nafsu syahwat muncul ke permukaan, maka jika berpikir

bahwa ajakan syahwat itu salah dan membawa pada kerendahan, pada saat itu jiwa akan

menentang dan melarangnya (Al-Yazijy, 1963).

Kemudian menurutnya, jiwa manusia itu mempunyai tiga daya. Yang pertama ialah al-

quwwah al-‘aqliyyah (daya berpikir), al-quwwah al-gadhabiyah (daya marah), dan al-

Page 7: Al Kindi Jadi. Baruuuu

quwwah al-syahwaniyah (daya syahwat). Akal terdiri dari tiga tingkat: (1) akal yang masih

bersifat potensial (al-quwwah), (2) akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual

(al-fi’l), (3) dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas, yakni akal kedua

(al-‘aql al-tsany) (Harun Nasution, 1978).

BAB III

KESIMPULAN

Metafisika: Al-Kindi kemudian membuktikan kebenaran pandangannya. Pertama, jika

kita menyatakan bahwa wujud aktual dari semesta ini tidak terbatas, kita juga harus

menyatakan bahwa wujud aktual dari semesta ini juga tidak terbatas. Kedua, jika wujud

semesta yang diasumsikan tidak terbatas ini kita ambil sebagiannya, sisanya dapat berupa

wujud tidak terbatas sebagaimana keseluruhannya, atau menjadi wujud terbatas.

Epitemologi: Pandangan Al-Kindi mengenai pengetahuan. Al-Kindi membagi

pengetahuan dasar manusia menjadi tiga bagian besar: Pengetahuan yang diperoleh dengan

mengguna-kan indera, disebut pengetahuan inderawi. Pengetahuan yang diperoleh dengan

mengguna-kan akal, disebut pengetahuan rasional. Pengetahuan yang diperoleh langsung dari

Tuhan, disebut dengan pengetahuan isyraqi atau iluminatif.

Filsafat Ketuhanan: Filsafat menurut Al-Kindi adalah batas mengetahui hakikat

sesuatu. Tujuan filsuf dalam teori adalah mengetahui kebenaran, dan dalam praktek adalah

mengamalkan kebenaran/kebajikan. Filsafat yang paling luhur dan mulia, menurutnya, ialah

filsafat pertama (Tuhan), yang merupakan illah atau sebab bagi setiap kebenaran atau realitas.

Filsafat tentang Jiwa: Menurut Al-Kindi, jiwa itu sederhana. Tidak tersusun (basithah),

mulia, sempurna, dan penting. Jauhar (esensinya) berasal dari esensi Tuhan, seperti cahaya

berasal dari matahari.

Page 8: Al Kindi Jadi. Baruuuu

DAFTAR PUSTAKA

Al-Yazijy, Kamal. Al-Nushus Al-Falsafiyah Al-Muyassarah. Beirut: Dar Al-‘Ilm li Al-

Malayin

Mustofa, Ahmad. Filsafat Islam. Bandung: Penerbit Pustaka Setia. 2004

Nasution, Harun. Filsafat Dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: NV. Bulan Bintang. 1978

Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: Penerbit Pustaka setia. 2001

Soleh, A. Khudori. Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media. 2013

Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam: Filosof Dan Filsafatnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

2004

Page 9: Al Kindi Jadi. Baruuuu

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya

kami dapat menyelesaikan tugas kelompok Filsafat Islam Modern-Kontemporer. Dan juga

terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini, karena atas pendahuluan

pembelajarannya kami mendapatkan pengetahuan dalam penulisan makalah ini.

Juga kami ucapkan terima kasih atas para pekerja perpustakaan Filsafat UGM dalam

melayani kami untuk menyelesaikan tugas kelompok ini. Dan teman-teman kelompok kami

atas kerja samanya, waktunya, dan masukan-masukan yang mendukung sehingga

terselesaikan makalah ini dengan maksimal mungkin.

Kurang lebihnya, kami meminta maaf bila kurang berkenan dalam proses pembuatan

makalah ini, atas lisan, perbuatan atau pun dalam isi makalah ini. Terimakasih.

Penulis

Page 10: Al Kindi Jadi. Baruuuu

PEMIKIRAN Al-KINDI (801-873 M)

DISUSUN SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH

FILSAFAT ISLAM MODERN-KONTEMPORER

Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Widyastini, M.Hum

Disusun oleh:

Tiro Gaben (13/349528/FI/03818)

Riemas Ginong Pratidina (13/349748/FI/03832)

Cendana (12/ /FI/ )

Festi (12/335670/FI/03688)

FAKULTAS FILSAFAT

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2015