344
Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) i

Alam Sati Nagari Surantih Penulis Riri Fahlen

Embed Size (px)

Citation preview

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) i

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) i

SEKAPUR SIRIH

Berkat Rahmat-Mu ya Allah. Kami Pemerintahan Nagari Surantih merasakan

hidayah-Mu untuk mengembalikan rasa yang mulai hilang. Saat ini sistem

Pemerintahan telah kembali kepada sistem banagari yang berlandasan budaya.

Selawat beriring salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar

Muhammad SAW beserta umatnya dengan taat mengikuti sunah dan ajaran-ajaran

yang dibawanya.

Rancangan kegiatan pemerintahan nagari yang disatukan menjadi suatu

rangkuman sejarah asal usul berdirinya sebuah nagari, tercipta lantaran telah

kembalinya kita ke sistem pemerintahan nagari. Sistem dasar pemerintahan nagari

di Alam Minangkabau yang sarat dengan nilai-nilai historis dan budaya. Sistem

pemerintahan yang dibanggakan tali tigo sapilin, membangun secara bersama

dengan kosep dasar mufakat.

Didahulukan selangkah, ditinggikan serantiang, lahir secara mufakat. Dan

sehingga dipercayalah kita membawa nagari ini secara bergilir dalam menciptakan

terobosan-terobosan baru dalam konsep rancangan yang terarah dan secara

berjangka. Semua itu terlepas dari keinginan kita secara bersama-sama. Sistem

didahulukan selangkah inilah yang telah diwariskan semenjak dahulu di ranah

Minang dengan gelar-gelar tersendiri disebut dengan gelar sako adat.

Masa penantian panjang dibangun dari generasi ke generasi, dengan kata

lain perubahan ke depan dapat kita rencanakan nagari ini menjadi Ibu Kabupaten

Banda Sepuluh di Wilayah Pesisir Tengah ini. Saat ini marilah kita coba mulai

bergerak mewujudkan cita-cita dan impian. Kita beranikan diri untuk tampil, berbuat

dengan melakukan perencanaan dan pengorbanan yang dibutuhkan nagari. Tuhan

akan mendengar dan akan mengabulkan semua yang kita rencanakan. Dalam

mewujudkan cita-cita ini, kita berbuat dan bertindak tidak sampai di sini. Dengan

bermodalkan kerja keras dan kebulatan tekad kita bersama, kita hadapi segala

rintangan yang menghadang.

Nagari ini merupakan titipan yang telah diwariskan pada kita. Sudah

sepantasnyalah kita bertanggung jawab penuh, hal ini akan diwariskan terus

menerus dari generasi ke generasi. Kebetulan pada saat ini kita sebagai pewaris

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) ii

dituntut untuk berfikir. Lantaran nagari ini tak akan pernah siap, apalagi selesai.

Semua itu harus kita akui, dengan keterbatasan kita sebagai manusia, insan ciptaan

Tuhan Yang Maha Kuasa. Keterbatasan kita dalam mengetahui bagaimana

keadaan nagari ini pada masa yang akan datang. Kita sebagai manusia terhalang

dengan keadaan diri kita sendiri yang secara natural terbatas dalam tiga aspek

Terbatas dengan dimensi waktu

Terbatas dengan dimensi tempat

Terbatas dengan dimensi peristiwa

Itulah sebabnya kita dituntut untuk mau berbuat dan berfikir serta

mengorbankan apa yang mungkin dapat kita korbankan, untuk kehidupan

masyarakat secara menyeluruh dalam rancangan yang terarah.

Sejarah merupakan cerita masa lampau yang pernah terjadi dan dialami

oleh anak nagari dibuktikan dengan fakta dan realita, baik berupa fakta tertulis dan

realita alam yang menjadi bukti kebenarannya.

Marilah sama kita lihat keadaan nagari kita ini, baik dahulu dan sekarang.

Konsep rasa memiliki harus terus kita tanamkan. Sikap berani membuka diri dan

ikut serta melibatkan diri dan berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan di

nagari ini, sehingga apa yang menjadi tujuan nagari ini akan terwujud dengan jelas

dan nyata.

Selama ini sering kali hal-hal kecil menjadi halangan bahkan menimbulkan

hal-hal yang tidak kita inginkan seperti kerusuhan. Hal ini jelas berdampak pada

pelaksanaan pembangunan, hanya karena disebabkan oleh perbedaan pendapat

atau ketidak setujuan dengan seseorang. Pada dasarnya pokok persoalan ada pada

kita yang tidak didasari pada alasan yang tepat, melainkan karena bijak berkata dan

keras buku lidahnya. Hal itu dianggap benar demi menjaga harga diri. Inikah yang

harus kita sepakati untuk mengagalkan pembangunan di nagari ini. Ibarat pepatah

adat

“Talang pacah dan membungkus yang tak berisi”

Marilah kita sepakat memberikan apa yang mungkin dapat kita berikan, kita

serahkan sebagai zakat kita atau zakat keluarga (kaum). Sebagai balas jasa bahwa

kita pernah lahir di Nagari Surantih. Apapun yang bisa kita laksanakan, kita berikan

meskipun berupa kesepakatan atau pikiran. Semua itu akan menjadi bukti bahwa

kita pernah ada dan hidup di nagari ini. Apalagi kita sudah meninggalkan bekas,

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) iii

sejarah atau pun cerita. Hal ini bisa menjadi media yang menghubungkan kita

dengan keturunan kita pada masa yang akan datang. Ibarat kata pepatah :

“Gajah mati meninggalkan gading

Harimau mati meninggalkan belang

Manusia mati meninggalkan nama”

Melalui buku ini, kita coba mengarahkan penghidupan untuk menuju suatu

perubahan. Berawal dari penelusuran sejarah nagari ini, kebenaran dan kekurangan

yang ada kita anggap sebagai dinamika dalam kehidupan di nagari ini. Untuk

mewujudkan suatu cita-cita dan tujuan bersama diperlukan waktu yang panjang

dan butuh pikiran, jiwa yang tulus dan ikhlas. Didasari niat tidak ingin menonjolkan

figur sosok seorang individu atau kaum tertentu atau niat untuk menguranggi

sehingga merugikan pihak atau golongan tertentu yang ada di nagari kita ini

Fastabiqul Khairat !!.................

Surantih, Februari 2007

Wali Nagari Surantih

Almasri Syamsi

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) iv

DAFTAR ISI

Sekapur Sirih ..................................................................................................... i Daftar Isi ............................................................................................................ iv Daftar Gambar...................................................................................................... vii Daftar Peta ...................................................................................................... ix Daftar Skema ..................................................................................................... ix Daftar Tabel ...................................................................................................... ix Daftar Pustaka ..................................................................................................... ix Bab I Pendahuluan ........................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Permasalahan ............................................................................ 3 1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................ 3 1.4. Metode Penulisan ........................................................................... 3 Bab II Keadaan Lingkungan Alam Nagari Surantih ..................................... 5

2.1. Keadaan Lingkungan Alam ............................................................. 5 2.1.1. Lokasi dan Keadaan Alam ........................................................ 5 2.1.2. Pola Penggunaan Lahan .......................................................... 10

Bab III Sejarah Asal-usul Penduduk Nagari Surantih .................................. 13 3.1. Sejarah Perkembangan .................................................................. 13 3.1.1. Penyebaran Orang Minangkabau ke Wilayah Rantau .............. 13 3.1.2. Perkembangan Alam Surambi Sungai Pagu ............................. 17 3.1.3. Perkembangan Daerah Hunian Koto Katenggian...................... 25 3.1.4. Perkembangan Daerah Hunian Ganting Mudik ........................ 32 3.1.5. Perkembangan Dari Surian ...................................................... 34 3.1.6. Perkembangan Masyarakat Ganting Mudik dan Koto Katenggian......................................................................... 36 3.1.7. Perkembangan Wilayah Berhimpun ......................................... 40 3.1.8. Perkembangan Wilayah Akhir ................................................... 41 3.2. Sistem Pemerintahan ..................................................................... 44 3.2.1. Sistem Pemerintahan di Koto Ketinggian ................................. 44 3.2.2. Pemerintahan Raja di Batu Bala[h] ........................................... 47 3.2.3. Pemerintahan Raja di Timbulun ............................................... 49 A. Wilayah Ganting Mudik ............................................................ 50 B. Wilayah Ganting Hilir ................................................................. 52 Bab IV Sejarah Masyarakat Nagari Surantih (Versi Kedua) ......................... 55 4.1. Asal Masyarakat Surantih .............................................................. 55 4.2. Pembentukan Gelar Sako Kaum .................................................... 69 4.3. Pembentukan Pemerintahan ........................................................... 74 Bab V Surantih Dalam Sejarah Perjuangan ................................................. 79 5.1. Awal Abad 20 Masa Pesisir Selatan Kerinci (PSK) dan Pendudukan Jepang ....................................................................... 87 5.1.1. Masa Pesisir Selatan Kerinci (PSK) ......................................... 87 5.1.2. Pendudukan Jepang ................................................................. 89 5.2. Indonesia Merdeka, Agresi Militer dan PDRI .................................. 92 5.2.1. Indonesia Merdeka ................................................................ 92 5.2.2. Agresi Militer dan PDRI ............................................................. 96 5.2.3. Pertempuran di Nagari Surantih ............................................... 99 5.4. Masa PRRI dan Nasakom ............................................................... 101

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) v

5.4.1. Sejarah PRRI di Nagari Surantih .............................................. 101 5.4.2. Semokel/Simokel ...................................................................... 111 5.4.3. Nasakom .................................................................................. 113 Bab VI Sejarah dan Sistem Pemerintahan di Nagari Surantih ..................... 117 6.1. Sejarah Asal Mula Nama Kampung dan Nagari Surantih ............... 117 6.1.1. Asal Mula Nama Nagari Surantih Menurut Beberapa Versi ...... 117 A. Versi Perilaku Raja ................................................................... 117 B. Versi Kayu Meranti Besar ....................................................... 117 C. Versi Peristiwa Adat .................................................................. 118 6.1.2. Sejarah Asal Mula Nama Kampung di Nagari Surantih............. 118 A. Kampung Langgai .................................................................... 119 B. Kampung Batu Bala[h] .............................................................. 119 C. Kampung Kayu Aro ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 119 D. Kampung Ampalu ...................................................................... 119 E. Kampung Kayu Gadang ............................................................ 120 F. Kampung Gunung Malelo ......................................................... 120 G. Kampung Koto Merapak ............................................................ 120 H. Kampung Koto Panjang ............................................................ 121 I. Kampung Timbulun .................................................................. 121 J. Kampung Rawang .................................................................... 121 K. Kampung Sungai Sirah ............................................................. 121 L. Kampung Pasie Nan Panjang .................................................. 122 M. Kampung Pasar Surantih .......................................................... 122 N. Singkulan ................................................................................. 122 O. Lambuang Bukik ....................................................................... 123 6.2. Sejarah Pemerintahan di Nagari Surantih ...................................... 123 6.2.1. Pemerintah Nagari Masa Kolonial Belanda ............................... 123 6.2.2. Pemerintah Nagari Setelah Indonesia Merdeka ....................... 127 A. Wali Nagari Muchtar Hatta (1946 – 1947) ................................. 129 B. Wali Nagari Abbas Dt. Rajo Basa (1947 – 1952) ...................... 132 C. Wali Nagari Muhammad Basir (1952 – 1961)............................ 135 D. Wali Nagari Abdul Kadir (1959 – 1964) .................................... 138 E. Wali Nagari Munir Razak (1964 – 1968) ................................... 140 F. Wali Nagari Zainuddin Kesah (1968 – 1981) ............................ 141 6.2.3. Menuju Pemerintahan Desa ..................................................... 145 6.2.4. Menuju Kecamatan Sutera ....................................................... 153 6.3. Kembali Ke Pemerintahan Nagari ................................................... 156 6.3.1. Kebanggaan Pemerintahan Nagari ........................................... 156 6.3.2. Tiga Unsur dari Nagari .............................................................. 157 6.3.3. Langkah Kembali Banagari ...................................................... 159 6.3.4. Wali Nagari Almasri Syamsi .................................................... 170 Bab VII Keadaan Lingkungan Sosial Budaya ................................................ 183 7.1. Religi dan Sistem Kepercayaan ...................................................... 183 7.1.1. Animisme, Aceh dan Islam ....................................................... 183 7.1.2. Organisasi Tarikat .................................................................... 187 A. Tariqat Syatariyah .................................................................... 187 B. Tariqat Kestari .......................................................................... 189 C. Tariqat Naksyabandiyah ........................................................... 190 D. Tariqat Syaman ........................................................................ 191 E. Cerita (Kaba) Aliran Tariqat ....................................................... 192 7.1.3. Organisasi Muhammadiyah ....................................................... 193 7.1.4. Kepercayaan Dalam Masyarakat ............................................. 195 A. Tampat dan Orang Bunian ........................................................ 198

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) vi

B. Anak Naiak ................................................................................ 206 C. Manusia Harimau dan Cindaku ................................................. 208 D. Pemelihara Harimau ................................................................. 210 7.2. Budaya Nagari ............................................................................... 211 7.2.1. Sistem Adat Nagari Surantih ..................................................... 211 7.2.2. Budaya Nagari .......................................................................... 227 A. Batagak Gadang ....................................................................... 228 B. Perkawinan ............................................................................... 231 C. Turun Ka[r]aie (Turun Mandi) .................................................... 240 D. Parang Pisang ......................................................................... 240 E. Maubek Pase (Tolak Bala) ....................................................... 241 F. Kematian ................................................................................... 243 G. Guntiang Gombak...................................................................... 244 H. Sunat Rasul .............................................................................. 245 7.2.3. Kesenian Anak Nagari .............................................................. 246 A. Tari-tarian .................................................................................. 246 B. Rabab dan Kaba (Cerita Rakyat) ............................................. 248 C. Randai dan Randai Simarantang ............................................ 249 D. Adik Luka[h] ............................................................................. 249 E. Lela Ampalu ............................................................................. 250 7.2.4. Permainan Anak Nagari ............................................................ 250 A. Lakon Semba .......................................................................... 250 B. Main Gala[h] .............................................................................. 251 Bab VIII Cerita Rakyat Nagari Surantih ........................................................... 252 8.1. Kaba (Cerita) Bujang Jibun ............................................................ 252 8.2. Kaba (Cerita) Gadih Basanai ......................................................... 264 Bab IX Potensi dan Sumber Daya Nagari Surantih ...................................... 286 9.1. Pemerintahan Nagari ..................................................................... 286 9.1.1. Struktur Pemerintahan Nagari .................................................. 286 9.1.2. Sistem Pemerintahan Nagari .................................................... 287 A. Wali Nagari ............................................................................. 287 B. Sekretaris Nagari ...................................................................... 287 C. Kepala Urusan .......................................................................... 288 D. Kepala Kampung ..................................................................... 288 9.2. Lembaga Sosial Kemasyarakatan .................................................. 288 9.2.1. Kerapatan Adat Nagari (KAN) ................................................... 288 9.2.2. Majelis Taklim ........................................................................... 289 9.2.3. Koperasi ................................................................................... 290 9.2.4. Lembaga Gotong Royong ......................................................... 290 9.2.5. Organisasi Pemuda .................................................................. 294 9.3. Populasi dan Penyebaran Penduduk ............................................. 296 9.3.1. Populasi Penduduk .................................................................. 296 9.3.2. Penyebaran Penduduk ............................................................. 297 9.4. Pola Pemukiman ............................................................................ 298 9.5. Pendidikan ....................................................................................... 299 9.6. Sistem Perekonomian ..................................................................... 300 9.7. Sarana dan Prasarana .................................................................... 304 9.8. Sistem Sosial Politik ....................................................................... 305 Bab X Potensi, Sumber Daya dan Hasil Pembangunan di Nagari Surantih ........................................................................... 314 10.1. Kepadatan Penduduk .................................................................. 314 10.2. Sumber Daya Alam .................................................................... 314

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) vii

10.2.1. Sektor Pertanian .................................................................... 315 A. Sawah dan Perkebunan ....................................................... 315 B. Perkebunan Rakyat ............................................................... 317 C. Buah-buahan ......................................................................... 319 10.2.2. Bidang Peternakan ................................................................ 320 10.2.3. Potensi Kelautan .................................................................. 320 10.2.4. Sektor Kerajinan Rumah Tangga .......................................... 323 10.2.5. Sektor Pariwisata ................................................................... 323 10.2.6. Sektor Ekonomi (Pasar Nagari) ............................................ 324 Daftar Gambar Gambar 1 Wilayah Nagari Surantih Yang Luas Dilihat Dari Koto Ketinggian ............. 5 Gambar 2 Pulau Kiabak Ketek ................................................................................. 6 Gambar 3 Aliran Batang Air Surantih ........................................................................ 7 Gambar 4 Suasana Perkampungan Di Ganting Mudik (Kampung Langgai) .............. 9 Gambar 5 Lahan Persawahan Masyatakat Nagari Surantih ............................ ........... 11 Gambar 6 Pondok Peladang Gambir .......................................................................... 12 Gambar 7 Lahan Di Daerah Koto Tinggi Yang Baru Dibuka Masyarakat ................... 67 Gambar 8 Aliran Batang Surantih Dan sawah Terlihat Dari Daerah Koto Tinggi ........ 68 Gambar 9 Jembatan Bendungan Irigasi Batang Surantih ........................................... 83 Gambar 10 Tuanku Lahi Rajo Batuah (kiri) Dan Marah Bara’i Rajo Indo (kanan) ........ 87 Gambar 11 Aksi Demo Pemuda Surantih Di Pasar Surantih Dalam Mendukung Propaganda Ganyang Malaysia Yang Didalangi Oleh Ormas PKI ............ 114 Gambar 12 Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 1946 – 1947 ...................................... 129 Gambar 13 Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 1947 – 1952 ...................................... 132 Gambar 14 Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 1952 – 1961 ...................................... 135 Gambar 15 Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 1959 – 1964 ...................................... 138 Gambar 16 Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 1964 – 1968 ...................................... 140 Gambar 17 Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 1968 – 1981 ...................................... 141 Gambar 18 Muhammad Nasir (Sekretaris Nagari Pemerintahan Zainuddin Kesah) ..... 142 Gambar 19 Bupati Darizal Basir ................................................................................... 151 Gambar 20 Jembatan Gantung Ampalu – Kayu Aro .................................................... 151 Gambar 21 Penandatangan Prasasti Peresmian Kecamatan Baru Propinsi Sumatera Barat Oleh Gubernur Hasan Basri Durin ................................. 155 Gambar 22 Kantor Wali Nagari Surantih ...................................................................... 162 Gambar 23 Arfen Joni .................................................................................................. 163 Gambar 24 Dalisman .......................................................................................... .......... 163 Gambar 25 Rajabul Ikhsan ............................................................................................ 163 Gambar 26 Hendri, Amd. ............................................................................................. 164 Gambar 27 Japril Mais K. .............................................................................................. 164 Gambar 28 Masna SPd. ................................................................................................ 164 Gambar 29 Basril Hasan ............................................................................................... 165 Gambar 30 Abu Nawas ................................................................................................. 165 Gambar 31 Khatib Rafilis .............................................................................................. 165 Gambar 32 Arsil .................................................................................................... 166 Gambar 33 Zulbaidi .................................................................................................... 166 Gambar 34 Sopial .................................................................................................... 166 Gambar 35 Lidur .................................................................................................... 167 Gambar 36 Hj. Zainar .................................................................................................. 167 Gambar 37 Rusli Dt. Rajo Batuah ................................................................................ 167 Gambar 38 Erman L. Sag. ........................................................................................... 168 Gambar 39 Pelantikan Wali Nagari Surantih Oleh Wakil Bupati Pesisir Selatan .......... 169 Gambar 40 Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 2002-2007 ........................................ 170 Gambar 41 Sekretaris Wali Nagari Surantih ................................................................. 170 Gambar 42 Kamil Rajo Johan ....................................................................................... 171 Gambar 43 Oknedi Bsc. ............................................................................................... 171 Gambar 44 Iwal, SPt. ........................................................................................ ............ 171 Gambar 45 Wetma Siswati ........................................................................................ 172

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) viii

Gambar 46 Sefni Indra Juita, SE ................................................................................ 172 Gambar 47 Rena Puspita Sari .................................................................................... 172 Gambar 48 Aimal Efendi ............................................................................................ 173 Gambar 49 Tasgir .................................................................................................... 173 Gambar 50 Sriwahuni ..................................................................................... ............... 173 Gambar 51 Lina Kartina ............................................................................................... 174 Gambar 52 Zulhaini SE ............................................................................................... 174 Gambar 53 Amarnis Ahmad ......................................................................................... 174 Gambar 54 Syahrul, SHi. .............................................................................................. 174 Gambar 55 Ujang Dt. Bandaro Hitam ........................................................................... 175 Gambar 56 Zulkifli .................................................................................................. 175 Gambar 57 Syahril M. ....................................................................................... ............. 176 Gambar 58 Asral ................................................................................................... 176 Gambar 59 Erfendi ................................................................................................... 176 Gambar 60 Rajunas ................................................................................................... 176 Gambar 61 Abu Dalis ...................................................................................... .............. 177 Gambar 62 Basril .................................................................................................. 177 Gambar 63 Arwil ................................................................................................... 177 Gambar 64 Darwis P. Dt. Rajo Batuah ........................................................................... 177 Gambar 65 Akmal Dt. Rajo Bagindo ............................................................................ 178 Gambar 66 Ramalis ................................................................................................. 178 Gambar 67 Jalar .................................................................................................. 178 Gambar 68 Zuhaldi ................................................................................................. 178 Gambar 69 Perternakan Sapi Di Pasir Nan Panjang .................................................... 179 Gambar 70 Lomba Nagari Berprestasi ......................................................................... 179 Gambar 71 Salah Satu Kegiatan Gotong-royong Yang Dilaksanakan Masyarakat Nagari Surantih ...................................................................... 180 Gambar 72 Pembangunan Jalan Simpuding Gunung Malelo ............................ 180 Gambar 73 Jalan Koto Tinggi Yang Baru Dibuka .............................................. 181 Gambar 74 Pelepasan Penyu Hasil Penangkaran Di Pulau Kiabak Kecil .......... 181 Gambar 75 Rumah Penduduk yang Mendapat Program Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Dinas Sosial Kab. Pesisir Selatan ................................. 182 Gambar 76 Seorang Pemuda Latihan Silat Dengan Gurunya ..................................... 193 Gambar 77 Gunung Rajo .......................................................................................... 199 Gambar 78 Gunung Giriak .......................................................................................... 201 Gambar 79 Kasib Dt. Rajo Malenggang ....................................................................... 221 Gambar 80 Ros Dt Kando Marajo ............................................................................... 221 Gambar 81 Rusli Dt. Rajo Batuah ............................................................................... 222 Gambar 82 Dt. Rajo Basa ............................................................................................ 222 Gambar 83 Ujang Dt. Bandaro Hitam ........................................................................... 222 Gambar 84 Syafil Dt. Rajo Malenggang ....................................................................... 222 Gambar 85 Upacara Batagak Gadang Dt. Rajo Malenggang (2005) ............................ 230 Gambar 86 Upacara Turun Bako atau Muanta Anak Pisang ....................................... 235 Gambar 87 Upacara Manjalang Mintuwo ..................................................................... 238 Gambar 88 Adat Parang Pisang ............................................................................... 241 Gambar 89 Berjalan Di Pasie Salah Satu Proses Upacara Maubek Pase .................. 242 Gambar 90 Pembacaan Do’a Tolak Bala Dilanjutkan Makan Bajamba ........................ 243 Gambar 91 Adat Gunting Gombak .............................................................................. 245 Gambar 92 Anak Laki-laki Yang Akan Dikhitan, Dijemput dan Antar Induk Bakonya Sebelum Dikhitan Dengan Mengenakan Pakaian Adat ............................. 245 Gambar 93 Suasana Khitanan Masal Yang Pernah Diselenggarakan di Surantih ...... 245 Gambar 94 Tari Gelombang Dua Belas Pada Acara Penyambutan ........................... 246 Gambar 95 Tari Siamang Tagabai ............................................................................... 247 Gambar 96 Tari Rantak Kudo dan Tari Selendang ..................................................... 247 Gambar 97 Rabab Pasisie .......................................................................................... 248 Gambar 98 Lokasi Gelanggang Sabung Ayam Bujang Jibun di Bukit Batu Balai ......... 256 Gambar 99 Salah Satu Peninggalan Bujang Jibun Berupa Sumur Kecil ...................... 258 Gambar 100 Lubuk Timbulun Tempat Bujang Jibun Terjun dan Jadi Batu .................... 263 Gambar 101 Lomba Kasidah Rebana Antar Majelis Taklim Kampung di Nagari Surantih 290 Gambar 102 Kegiatan Goro Yang Digerakan Secara Swadaya Oleh Masyarakat ......... 293

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) ix

Gambar 103 Hasil Kegiatan Goro yang Digerakan Secara Swadaya Oleh Masyarakat . 294 Gambar 104 Pertandingan Pesahabatan Salah Satu Klub Sepak Bola Nagari Surantih. 295 Gambar 105 Bangunan Kantor Pemuda Samudera Pasar Surantih .............................. 295 Gambar 106 Irigasi Sawah di Nagari Surantih ......................................................... 301 Gambar 107 Payang (kiri atas), Kapal (kanan atas) dan Bagan (bawah) ....................... 303 Gambar 108 Nelayan Sedang Menangkap Ikan Dengan Pukek Tapi ............................ 303 Gambar 109 Perternakan Sapi di Pasir Nan Panjang ................................................... 304 Gambar 110 Bupati Nasrul Abit ...................................................................................... 311 Gambar 111 Wakil Bupati Syafrizal ................................................................................ 312 Gambar 112 Lahan Pertanian di Rawang ..................................................................... 315 Gambar 113 Saluran Irigasi Sawah ............................................................................. 316 Gambar 114 Tambak Udang dan Panen Udang ........................................................... 322 Gambar 115 Foto Bersama Bapak Azwar Anas, Gubernur Gamawan Fauzi, Wali Nagari Surantih Almasri Syamsi Dengan Pemilik Tambak Bapak Rustam . 322 Gambar 116 Objek Wisata Pulau Kiabak ....................................................................... 323 Daftar Peta Peta 1 Peta Sumatera Barat (Wilayah Nagari Surantih dalam Wilayah Kesatuan Banda Sepuluh ....................................................... 2 Peta 2 Peta Kabupaten Pesisir Selatan (insert : Wilayah Nagari Surantih) ................. 7 Peta 3 Peta Kecamatan Sutera ................................................................................... 8 Peta 4 Peta Pola Penyebaran Masyarakat Minangkabau ke Daerah Rantau .. 15 Peta 5 Peta Posisi Ajok Sepadan dan Tampat di Nagari Surantih ............................ 198 Daftar Skema Skema 1 Struktur Pemerintahan di Koto Tinggi ........................................................... 53 Skema 2 Struktur Pemerintahan di Timbulun .............................................................. 54 Skema 3 Susunan Jurai Kaum di Nagari Surantih ....................................................... 69 Skema 4 Struktur Pemerintahan Nagari Masa 1947 – 1952 ........................................ 134 Skema 5 Sistem Pemerintahan Nagari Dengan Tali Tigo Sapilin, Tungku Tigo Sajarangan .......................................................................................... .......... 158 Skema 6 Susunan Jurai Kaum Menurut Alam Surambi Sungai Pagu ......................... 217 Skema 7 Struktur Pemerintahan Nagari Surantih ........................................................ 286 Daftar Tabel Tabel 1 Bentuk dan Gelar Kepala Pemerintahan Nagari Dalam Sejarah Pemerinrahan di Nagari Surantih ................................................................. 78 Tabel 2 Nama – Nama Wali Nagari Surantih Setelah Indonesia Merdeka ................ 78 Tabel 3 Kepala Kampung Masa Pemerintahan Wali Nagari Zainuddin Kesah Periode 1968 – 1974 dan 1974 – 1982 ......................................................... 143 Tabel 4 Pejabat Kepala Desa Di Nagari Surantih Periode 1983 – 1990 dan 1990 – 1994 ....................................................................................... 149 Tabel 5 Susunan Anggota BMAS Nagari Surantih .................................................... 168 Tabel 6 Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ................................... 296 Tabel 7 Penduduk Nagari Surantih Berdasarkan Kampung, Jenis Kelamin dan KK .. 297 Tabel 8 Ketersedian Prasarana Pendidikan di Nagari Surantih ................................. 299

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah provinsi di Indonesia yang

berada di Pulau Sumatera. Provinsi ini juga dikenal sebagai Alam Minangkabau,

karena mayoritas penduduknya berasal dan etnis Minang yang dikenal sebagai

salah satu suku bangsa yang memiliki adat istiadat yang khas. Kekhasan kehidupan

orang Minangkabau dapat dilihat pada sistem kekerabatan yang diatur berdasarkan

garis keturunan ibu (matrilineal) yang juga berfungsi sebagai dasar pembagian harta

warisan dan masalah kekerabatan lainnya.

Dalam penyebaran masyarakat pendukung kebudayaan Minangkabau yang

ada saat ini kira-kira seluas daerah wilayah Propinsi Sumatera Barat sekarang

kecuali daerah Kepulauan Mentawai yang mempunyai budaya dan etnis berbeda.

Berdasarkan keadaan wilayah geografisnya, masyarakat Minangkabau dibagi dalam

dua bentuk kelompok masyarakat, yaitu orang Minangkabau yang berada di daerah

darek (darat)1 dan daerah pasisie (pesisir) yang juga dikenal sebagai daerah rantau.

Kenangan akan indahnya kehidupan bernagari di masa lalu yang dihiasi

dengan adat istiadat pembentuk budaya dan menjadi ciri identitas masyarakat

Minangkabau, yang saat ini dirasakan telah mulai ditinggalkan oleh generasi

sekarang. Keadaan yang demikian mendorong tokoh-tokoh adat, agama dan para

intelektual, menyatukan dan menyamakan persepsi dalam menyonsong perubahan

ini. Sehingga masyarakat Minangkabau menjadikan kesempatan ini untuk

mengembalikan pusako adat yang hilang, mambangkik batang tarandam.

Unsur-unsur Tali Tigo Sapilin dan Tungku Tigo Sajarangan yang telah lama

hilang karena tidak berfungsi sebagaimana mestinya, kembali dihidupkan dalam

kehidupan nagari. Sehingga rengangnya kehidupan sosial masyarakat yang

ditandai oleh rasa kebersamaan yang terwujud dalam tindakan gotong-royong,

bermusyawarah untuk mencari kata mufakat dapat kembali terwujud meski beribu

aral dan rintangan menjadi tentangan dan menghalangi niat suci ini.

Dengan keluarnya Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat No: 9/2000

tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari, maka sistem Pemerintahan Nagari

1 Darek juga dikenal sebagai juga daerah luhak atau daerah mudik.

“ALAM SATI NAGARI SURANTIH” (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 2

kembali diberlakukannya Peraturan Daerah ini lahir karena keinginan masyarakat

untuk membentuk dan mengatur tata pemerintahan yang berurat berakar dari

budaya masyarakat sendiri.

Nagari Surantih merupakan salah satu nagari-nagari yang berada di wilayah

rantau, yang dahulunya termasuk dalam wilayah Kerajaan Kesatuan Banda

Sepuluh. Pada masa sekarang Nagari Surantih secara administratif tergabung

dalam wilayah Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan. Gambaran dari letak

dan keberadaan wilayah Nagari Surantih dapat dilihat melalui peta Propinsi

Sumatera Barat secara keseluruhan berikut ini

Peta 1

Peta Propinsi Sumatera Barat (Wilayah Nagari Surantih dalam Wilayah Kesatuan Banda Sepuluh)

Dengan berlakunya Sistem Pemerintahan Nagari, maka unsur-unsur Tali

Tigo Sapilin dan Tungku Tigo Sajarangan yang telah lama hilang karena tidak

berfungsi sebagaimana mestinya, kembali dihidupkan dalam kehidupan nagari.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 3

Renggangnya kehidupan sosial masyarakat selama ini kembali bisa dijalin sehingga

terwujud rasa kebersamaan yang ditandai oleh gotong-royong, bermusyawarah

untuk mencari kata mufakat, meski beribu aral dan rintangan menjadi tentangan dan

menghalangi niat suci ini.

1.2. Permasalahan.

Dengan kembali hidup bernagari yang ditandai dengan dikembalikannya

pemerintahan nagari dari pemerintahan desa merupakan titik awal bagi masyarakat

Minangkabau khususnya Nagari Surantih untuk kembali berpijak dan berpedoman

pada falasafah dan adat istiadat Minangkabau dalam menjalani kehidupan. Untuk

mewujudkan cita-cita tersebut, Pemerintahan Nagari Surantih secara sadar

merasakan perlunya usaha dan kerja keras untuk menata kembali struktur

kehidupan dan landasan yang akan menjadi dasar pencapaian kehidupan

bernagari. Oleh karena itu Pemerintah Nagari Surantih berusaha mencoba

merumuskan sebuah buku yang nantinya akan menjadi pedoman bagi anak nagari.

Berpijak dan dilandasi semangat kembali ke sistem Pemerintahan Nagari, dalam

buku ini akan memuat bagaimana sejarah nagari asal usul masyarakat Nagari

Surantih, perkembangan penduduk nagari, sistem pemerintahan, adat istiadat

dan monografi dari Nagari Surantih secara keseluruhan.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan sejarah asal usul

masyarakat Nagari Surantih, adat istiadat dan monografi nagari. Sasaran yang ingin

dicapai dengan penulisan buku ini, agar buku ini menjadi sumber pengetahuan bagi

anak kemenakan yang merasa memiliki nagari dan juga mengetahui tujuan hidup

bernagari, baik tentang sejarah asal usul nagari, adat istiadat yang berlaku dan

mengenali lingkungan alamnya lebih dekat lagi serta tanggung jawab membangun

nagari.

1.4. Metode Penelitian

Dalam pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam penulisan buku ini

mengunakan metode penelitian kualitatif. Metode ini merupakan kegiatan

mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berintegrasi dengan mereka

berusaha mengunakan bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya

(Nasution, 1992: 5). Pendekatan Naturalistik (alamiah) juga digunakan, hal ini

didasarkan pada proses pencapaian tujuan akhir dari penulisan ini yakni

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 4

mengungkapkan proses kehidupan awal yang bermula dari orang pertama yang

datang dan aturan-aturan, adat istiadat yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, digunakan teknik pangamatan

terlibat dan wawancara. Wawancara dilakukan bertujuan untuk mengumpulkan

keterangan tentang kehidupan masyarakat terutama sejarah asal usul nagari dan

adat istiadat. Wawancara ini dibagi dalam dua bentuk yaitu wawancara terbuka dan

wawancara mendalam. Wawancara terbuka dilakukan pada masyarakat Nagari

Surantih secara umum sedangkan wawancara mendalam dilakukan dengan

sejumlah informan yang memiliki pengetahuan mendalam tentang sejarah asal usul

dan adat istiadat yang ada, dilanjutkan dengan musyawarah dan seminar guna

mendapatkan variasi data demi tercapainya tujuan dari penulisan ini. Kegiatan

musyawarah dan seminar tersebut diikuti oleh Pemuka Masyarakat, Wali Nagari,

Ketua KAN, lembaga-lembaga yang ada di Nagari Surantih dan lain-lain.

Dalam penulisan buku ini tidak hanya mengumpulkan data primer yang

didapatkan dari hasil observasi dan wawancara dilapangan. Studi kepustakaan juga

diperlukan untuk menunjang data dan proses analisa data. Studi pustaka ini akan

sangat membantu dalam penulisan monografi nagari, karena akan mengunakan

data-data statistik tentang kependudukan, juga potensi dan sumber daya nagari .

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 5

BAB II

KEADAAN LINGKUNGAN ALAM

NAGARI SURANTIH

2.1. Keadaan Lingkungan Alam

2.1. Lokasi dan Keadaan Alam

Surantih merupakan nagari yang memiliki wilayah dataran rendah yang

berbentuk bujur telur dikelilingi dataran tinggi/perbukitan mulai dari arah barat yang

berbatasan dengan laut, memanjang ke arah timur, di tengah-tengahnya mengalir

sebuah sungai yang dikenal masyarakat sebagai Batang Surantih. Batang Surantih

adalah sungai yang berhulu dari dua sungai yaitu Batang Surantih dan Batang

Langgai yang bertemu di Kampung Langgai. Dari kedua sungai inilah sumber mata

air Batang Surantih berasal dan mengalir memberikan pengaruh yang sangat besar

terhadap kehidupan penduduk. Selain Batang Surantih, juga terdapat sungai/batang

air kecil yang bersumber pada sumber mata air yang berada di daerah Gunung

Malelo dan Koto Tinggi, sangat membantu perekonomian masyarakat yang berada

di daerah tersebut. Dilihat dari kenampakan secara keseluruhan Nagari Surantih

dari arah barat makin ke timur datarannya makin menyempit.

Gambar 1

Wilayah Nagari Surantih Yang Luas Dilihat Dari Koto Tinggi

Secara keseluruhan wilayah Nagari Surantih jika dilihat dari ketinggian rata-

rata daerahnya berada pada ketinggian 2 — 15 M di atas permukaan laut.

Berdasarkan rata-rata ketinggian daerah ini, umumnya lingkungan alam Surantih

identik dengan kehidupan pantai (pesisir) yang berada pada dataran rendah yang

dikelilingi dataran tinggi/perbukitan. Meskipun Nagari Surantih hanya memiliki garis

pantai lebih kurang sepanjang 4 Km. Jika dilihat dari luas wilayah Nagari Surantih

yang mempunyai luas sebesar 296,70 Km2, tentunya panjang wilayah pantai

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 6

tersebut tidaklah sampai 1% dari luas wilayah Nagari Surantih. Namun pengaruh

sumber daya laut sangatlah besar mempengaruhi kehidupan masyarakat, apalagi

Surantih juga memiliki beberapa buah pulau, seperti ; Pulau Kiabak Kecil, Pulau

Kiabak Besar dan Pulau Kasiak. Sumber daya yang ada tersebut merupakan

potensi yang baik sebagai sumber mata pencaharian hidup maupun dalam

pemenuhan kebutuhan pangan.

Gambar 2

Pulau Kiabak Ketek

Wilayah Nagari Surantih dilihat secara keseluruhan lebih didominasi oleh

lahan pertanian gambut berawa dan lahan perladangan di perbukitan. Sebagai

daerah yang berada di pesisir pantai, Nagari Surantih memiliki suhu udara yang

relatif sama dengan daerah lain yang juga memiliki ekologi yang sama di Kabupaten

Pesisir Selatan. Pada siang harinya suhu udara relatif panas yang bisa mencapai

suhu 35 0C. Sedangkan pada malam harinya suhu udara dirasakan relatif sejuk

yang berkisar antara 24 - 28 0C.

Pembagian musim di daerah ini relatif sama dengan pembagian musim yang

berlangsung di wilayah Negara Indonesia lainnya, yaitu dipengaruhi oleh dua musim

yakni musim hujan dan musim panas. Pengaruh musim ini juga berpengaruh

terhadap kegiatan dan aktivitas masyarakat. Perbedaan kedua musim ini dapat

dilihat melalui debit air Batang Surantih. Pada saat musim panas biasanya debit air

kecil, sedangkan pada musim hujan biasanya debit air sungai akan bertambah,

bahkan pada saat musim hujan terjadi air Batang Surantih meluap dan sering

menimbulkan banjir seperti di Koto Baru dan daerah sekitarnya.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 7

Gambar 3

Aliran Air Batang Surantih

Nagari Surantih secara administratif merupakan salah satu dari tiga nagari

yang tergabung dalam Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan. Sebelumnya

Nagari Surantih, baik ketika masih berbentuk nagari sebelum dipecah menjadi desa

ataupun sudah berbentuk pemerintahan desa, tergabung dalam wilayah Kecamatan

Perwakilan Batang Kapas. Pada tahun 1996 baru berada dalam wilayah kecamatan

Sutera. Pasar Surantih dijadikan sebagai pusat pemerinthan dan Ibu kecamatan.

Peta 2

Peta Kabupaten Pesisir Selatan

(Insert : Wilayah Nagari Surantih)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 8

Begitu luasnya wilayah Nagari surantih dapat dilihat dari beberapa hal;

dilihat dari luas wilayah mempunyai luas sebesar 296,70 Km2, jika dibandingkan

luas Kecamatan Sutera yang memiliki luas wilayah 445.54 Km2. Persentase luas

wilayahnya adalah 66,58 % dari luas wilayah Kecamatan Sutera secara

keseluruhan, hal ini memperlihatkan bahwa Nagari Surantih adalah nagari yang

memiliki wilayah terluas di Kecamatan Sutera.

Peta 3

Peta Kecamatan Sutera

Dengan luas wilayah itu, di dalam Kenagarian Surantih terdiri dari 13

kampung yang antara lain : 1). Langgai, 2). Batu Bala[h], 3). Kayu Aro, 4). Ampalu,

5). Kayu Gadang, 6). Koto Merapak, 7). Koto Panjang, 8). Timbulun, 9). Rawang.

10). Gunung Malelo, 11). Pasar Surantih, 12). Pasir Nan Panjang, 13). Sungai

Sirah. Pada masa sebelum kembali ke pemerintahan nagari dibagi ke dalam 7

(tujuh) Pemerintahan desa, yaitu : 1). Desa Gunung Rajo, 2). Desa Aur Duri, 3).

Desa Rawang Gunung Malelo, 4). Desa Koto Nan Tigo, 5). Desa Ampalu, 6). Desa

Kayu Aro Batu Bala[h], 7). Desa Langgai.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 9

Kampung-kampung yang tergabung dalam wilayah Nagari Surantih ini

secara ekologi dibagi dalam dua wilayah yaitu Ganting Mudik dan Ganting Hilir.

Ganting Mudik merupakan daerah yang memiliki lingkungan yang dekat dengan

kawasan hutan, karena umumnya kampung-kampung yang berada dekat daerah

deretan Bukit Barisan. Kampung yang tergabung dalam wilayah ini adalah Langgai,

Batu Bala[h], Kayu Aro dan Ampalu.

Gambar 4

Suasana Perkampungan Di Ganting Mudik (Kampung Langgai).

Pada Gambar kiri Adalah Mesjid Langgai Dengan Latar Lingkungan Alam,

Gambar Kanan Memperlihatkan Suasana Perumahan Di Langgai

Sementara daerah Ganting Hilir merupakan daerah yang lebih dipengaruhi

oleh ekologi pantai dan laut, berupa daerah dataran rendah yang terdiri dari lahan

gambut dan daerah rawa. Kampung yang tergabung dalam wilayah Ganting Hilir

antara lain adalah; Kayu Gadang, Koto Merapak, Koto Panjang, Timbulun, Rawang,

Gunung Malelo, Pasar Surantih, Pasie Nan Panjang dan Sungai Sirah. Munculnya

pembagian wilayah ini selain perbedaan ekologi juga disebabkan karena pengaruh

perkembangan kehidupan masyarakat pada masa dahulunya.

Nagari Surantih sebagai salah satu daerah yang termasuk dalam wilayah

Kerajaan Kesatuan Banda Sepuluh memiliki batas wilayah dengan daerah di daerah

Banda Sepuluh lainnya yang berada di sekitar Nagari Surantih. Umumnya batas

wilayah itu ditandai oleh batas alam, dalam adat diibaratkan dalam ajok sepadan2

sebelah utara dengan bakau nan babejai3, sebelah selatan dengan pinang nan

2 Ajok sepadan artinya batas wilayah secara adat. 3 Bakau nan babejai maksudnya adalah batas wilayah yang ditandai hutan bakau

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 10

baririk4, sebelah timur dengan Bukik Bujang Juaro, dan sebelah barat dengan riak

nan badabua5.

Secara administartif batas wilayah Nagari Surantih sebelah barat

berbatasan dengan Laut/Samudera Indonesia, daerah yang berbatasan langsung

dengan laut ini disebut masyarakat daerah Pasie6. Di sebelah timur Nagari Surantih

berbatasan dengan daerah Muaro Labuah Kabupaten Solok Selatan. Batas wilayah

dengan daerah ini ditandai oleh bukit-bukit yang merupakan deretan Bukit Barisan.

Di sebelah utara Nagari Surantih berbatasan dengan Nagari Taratak dan IV Koto

Mudik, Sedangkan di sebelah selatan Nagari Surantih berbatasan dengan Nagari

Amping Parak dan Kambang, sedangkan batas Nagari Surantih dengan daerah

yang berada di sebelah utara dan selatan adalah bukit-bukit yang membentang dari

arah timur ke barat.

Untuk bisa sampai ke Nagari Surantih tidaklah sulit. Sebagai salah satu

nagari yang berada di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan yang dilintasi jalan

kabupaten yang juga merupakan jalan yang menghubungkan dengan Propinsi

Bengkulu. Jarak dari ibukota propinsi kota Padang dengan ibu nagari yang berada

di Pasar Surantih lebih kurang 116 Km, dapat ditempuh dengan menaiki bus jurusan

Kambang, Balai Selasa atau bus yang melewati Nagari Surantih dengan jarak

tempuh lebih kurang 3 jam perjalanan. Dari ibu Kota Kabupaten Painan memiliki

jarak lebih kurang 39 Km dengan waktu perjalanan lebih kurang 1 jam perjalanan.

Sedangkan dari ibu kecamatan berjarak Iebih kurang 2,4 Km.

2.1.2. Pola Penggunaan Lahan

Nagari Surantih memiliki luas daerah lebih kurang seluas 296,70 km2.

Dengan luas daerah yang demikian besar, tentunya memberikan potensi yang

sangat besar bagi masyarakat Nagari Surantih. Sebagian besar wilayah yang ada

dimanfaatkan penduduk Nagari Surantih untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka

dengan cara bercocok tanam. Dari aktivitas dan kegiatan penduduk dalam

pemanfaatan lahan yang tersedia dapat dibagi dalam beberapa jenis lahan. Dalam

Nagari surantih lahan yang paling luas adalah berupa hutan larangan. Lahan ini

umumnya berada di daerah Ganting Mudik terutama di Langgai. Luas lahan hutan

larangan ini kurang lebih seluas 197,41 km2. Jika dibandingkan dengan luas wilayah

4 Pinang nan baririk maksudnya adalah batas wilayah yang ditandai dengan pinang 5 Riak nan badabua maksudnya adalah batas wilayah yang ditandai dengan laut. 6 Pasie artinya daerah pantai yang menjadi batas antara darat dengan laut.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 11

Nagari Surantih secara keseluruhan merupakan lahan yang paling luas yang mana

hutan ini masih termasuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Lahan yang paling luas dimanfaatkan penduduk untuk bercocok tanam

adalah persawahan seluas 43,2 km2 umumnya area persawahan ini berada di

sebelah kiri dan kanan Batang Surantih yang membujur dari hulu Langgai hingga ke

Muara. Lahan persawahan ini jika dilihat dari arah timur Nagari Surantih yaitu

Langgai, makin ke barat atau ke arah pantai semakin luas karena lebih banyak

daerah berupa dataran rendah yang luas. Keberadaan Batang Surantih yang

membelah dua Nagari Surantih sangat mempengaruhi sistem pengairan sawah-

sawah penduduk dalam pelaksanaan bercocok tanam yang hanya bertanam padi

saja setiap tahunnya.

Gambar 5

Lahan Persawahan Masyarakat Nagari Surantih

Aktivitas lainnya yang memanfaatkan lahan adalah dalam bentuk kegiatan

ladang/tegalan. Luas area yang dimanfaatkan untuk jenis kegiatan ini adalah seluas

28,93 km2. Umumnya kegiatan bercocok tanam yang dilakukan di daerah ini adalah

menanam jenis tanaman musiman, tanaman tua dan buah-buahan. Dalam kurun

waktu lima tahun terakhir ini tanaman yang paling diminati penduduk untuk ditanam

adalah Gambir. Aktivitas menanam Gambir ini banyak dilakukan di wilayah antara

Ganting Mudik dan Ganting Hilir terutama di Kampung Kayu Gadang, Ampalu, Kayu

Aro, Rawang. Sedangkan di Kampung Langgai sebagian besar dimanfaatkan untuk

menanam tanaman Karet dan Nilam. Hampir seluruh penduduk kampung ini

menekuni mata pencaharian ini.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 12

Gambar 6

Pondok Peladang Gambir

Jenis kegiatan lainnya dalam pengunaan lahan ini adalah kebun

perseorangan, area perkebunan ini umumnya berada di sekitar pemukiman

penduduk, biasanya tanaman yang ditanam berupa sayur-sayuran, tanaman tua

seperti cengkeh dan kopi serta buah-buahan. Luas wilayah yang dimanfaatkan

penduduk untuk kebun perseorangan ini seluas 23,68 km2. Sementara itu lahan

yang dimanfaatkan untuk perkarangan rumah adalah seluas 2,17 km2.

Rata-rata setiap rumah penduduk memiliki perkarangan rumah yang cukup

luas. Lahan yang digunakan untuk sarana jalan di Nagari Surantih baik jalan

kabupaten/kecamatan maupun jalan Nagari sendiri dimanfaatkan sebanyak 0,47

km2. Karena begitu luas dan banyaknya kampung-kampung, fungsi jalan-jalan yang

ada sangat vital dalam menunjang aktivitas kegiatan masyarakat nagari.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 13

BAB III

SEJARAH ASAL USUL

PENDUDUK DAN NAGARI SURANTIH

3.1. Sejarah Perkembangan

3.1.1. Penyebaran Orang Minangkabau ke Wilayah Rantau.

Pada suatu ketika di Nagari Pariangan7, daerah yang menjadi awal mula

perkembangan masyarakat Minangkabau menyebar dan berkembang ke daerah-

daerah di sekitarnya yang belum ditaruko8 dan ditempati, hingga menyebar ke

wilayah-wilayah yang ada seperti sekarang ini. Penyebaran ini bermula dari

dilakukannya ekspedisi ke arah dua mata angin, ke arah Timur munculah dua

wilayah baru, yaitu Dusun Tuo Limo Kaum dan daerah Bungo Setangkai yang

sekarang merupakan Nagari Sungai Tarab. Ke wilayah barat dikenal sebagai

ekspedisi Batipuh, daerah pertama yang dibuka adalah Nagari Sabu.

Setelah ekspedisi tersebut, semakin banyaklah masyarakat yang ada di

Pariangan Padang Panjang saat itu membentuk kelompok-kelompok ekspedisi

untuk mencari daerah baru yang mereka yakini nantinya dapat dijadikan sebagai

daerah pemukiman baru bagi anak kemenakannya nanti. Diantara kelompok-

kelompok ekspedisi yang berangkat dari Pariangan, ada satu kelompok ekspedisi

yang dipimpin oleh Sutan Nan Qawi Majoano. Dalam kelompok ekspedisi ini terdiri

dari delapan orang yaitu; Sutan Nan Qawi Majoano, Rapu Sarok, Ramang Putih,

Ramang Hitam, Candi Aluih (dikenal sebagai Niniak orang Melayu), Rabaani

(dikenal sebagai Niniak orang Durian), Kumbo (dikenal sebagai Niniak orang

Bariang) dan Indalan.

Mereka berangkat dari Pariangan dengan menyusuri daerah-daerah yang

berada dalam sailiran9 Batang Bangkaweh, kemudian terus menuju ke Selatan Koto

Basa Damasraya. Dari daerah ini perjalanan diteruskan menuju arah selatannya lagi

yaitu dengan melewati beberapa daerah antara lain; melintasi Batang Kuantak dan

Batang Hari sampai ke Muaro Tebo dan Muaro Bungo. Dari daerah ini mereka naik

7 Menurut Tambo Alam Pariangan, Pariangan merupakan nagari pertama yang dibuka oleh Suri Maharajo Dirajo

bersama pengikutnya setelah terdampar di Puncak Gunung Merapi tepatnya di Labuhan Sitimbago. Setelah air surut dan setapak demi setapak daratan bertambah luas, maka turunlah Sutan Maharajo Dirajo bersama rombongannya menuruni Puncak Gunung Merapi. 8 Ditaruko/menaruko artinya dibuka/membuka lahan baru untuk dijadikan sebagai pemukiman baru dan bercocok

tanam. 9 Sailiran artinya sealiran sungai/batang air.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 14

Biduak Pongkong10, hingga sampai di daerah Durian Ditakuak Rajo. Perjalanan

mereka selanjutnya diteruskan memudiki Batang Hari sampai ke hulu Batang Suliti

dan akhirnya sampai ke sebuah lembah yang indah, airnya jernih udaranya sejuk.

Di daerah inilah diputuskan untuk mengembangkan penghidupan, awalnya daerah

ini mereka namai Rimbo Anok sekarang dikenal sebagai Alam Surambi Sungai

Pagu.

Sementara itu di Pariangan, karena telah begitu lama rombongan ekspedisi

yang dipimpin oleh Sutan Nan Qawi Majoano tidak ada kabar beritanya tentang

keberadaan mereka. Berita ini mejadi buah bibir dalam Nagari Pariangan hingga

akhirnya berita ini sampai didengar Raja Di Pagaruyung. Mendegar berita tersebut,

Raja memerintahkan Basa Ampek Balai membentuk kelompok untuk mencari dan

menelusuri jejak perjalanan kelompok ekspedisi yang dipimpin Sutan Nan Qawi

Majoano. Maka dibentuklah sebuah rombongan yang berjumah sebanyak 60 orang,

berangkat mencari ke arah hilangnya Sutan Nan Qawi Majoano yang dipimpin oleh

Inyiak Alang Palabah dan Inyiak Majolelo.

Dari Pariangan rombongan ini berangkat menuju Singkarak dan bertemu

dengan 13 orang Niniak yang melarikan diri dari Agam. Kedua rombongan ini

bergabung melakukan perjalanan hingga sampai daerah Sirukam dan Supayang. Di

tempat ini kedua rombongan ini berpisah, Niniak yang 60 orang itu melanjutkan

perjalanan ke arah selatan menuju Lembah Gumanti (Alahan Panjang). Perjalanan

diteruskan ke hulu Sungai Batang Hari. Hingga sampai di sebuah tempat yang

bernama Bukit Tanaman Batu.

Di daerah ini salah seorang Niniak (bernama Si Padeh) yang berjumlah 60

orang itu sakit (perut) dan akhirnya meninggal dunia. Setelah dikuburkan, maka

Niniak yang tinggal 59 orang, menamakan daerah tempat Niniak yang meninggal

dunia itu Bukit Sipadeh, sekarang berada di Kecamatan Lembah Gumanti dan

arahnya setentang ke arah timur dari Nagari Titian Paning. Akibat peristiwa itu,

setelah Sipadeh meninggal dunia, maka Niniak yang tinggal 59 orang dikenal

kemudian di Alam Surambi Sungai Pagu sebagai Niniak Kurang Aso 60, maksudnya

kurang satu dari 60. Dalam perjalanan berikutnya Niniak Kurang Aso 60 melewati

daerah Surian, di daerah ini terjadi peristiwa hilangnya pisau salah seorang Niniak

Kurang Aso. Setelah sekian lama melakukan perjalanan, akhirnya rombongan yang

10 Biduak Pongkong merupakan sebuah perahu yang terbuat dari bilah (dari bambu) berbentuk rakit.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 15

dipimpin oleh Inyiak Alang Palabah dan Majolelo sampai di Nagari Pasir Talang

sekarang bertemu dengan kelompok Sutan Nan Qawi Majoano.

Ajakan Niniak Kurang Aso kepada Sutan Nan Qawi Majoano untuk kembali

ke Pagaruyung ditolak. Sutan Nan Qawi Majoano beralasan, “Apalagi yang dicari,

disini buminya subur hawanya sejuk pula, airnya jernih ikannya jinak. Apalagi

pemandangan menyejukkan mata. Kembali ke Pagaruyung, kita pun akan berusaha

demi anak kemenakan”. Akhirnya Niniak Kurang Aso 60 bisa memahami alasan

Sutan Nan Qawi Majoano tetap betahan di Rimbo Anok. Niniak Kurang Aso 60 pun

tertarik untuk tinggal dan mengabungkan diri dengan kelompok Sutan Nan Qawi

Majoano.

Munculnya suku di Rimbo Anok/Alam Surambi Sungai Pagu, dibentuk

setelah kedatangan rombongan Niniak Kurang Aso 60. Berdasarkan kata mufakat,

dibentuklah sebuah susunan masyarakat Alam Surambi Sungai Pagu menurut adat

Koto Piliang dan mereka susun tata cara pemerintahan menurut adat Pagaruyung.

Peta 4

Peta Pola Penyebaran Masyarakat Minangkabau Ke Daerah Rantau.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 16

Setelah disusun dan dibentuknya struktur kehidupan dan pemerintahan di

Surambi Sungai Pagu. Maka diutuslah utusan ke Pagaruyung untuk menghadap

Raja. Utusan ini bertugas menyampaikan pesan bahwa: “urang rantau lah batamu,

hati sanang padi manjadi. Penduduk berkembang biak rukun dan damai, dagang

tak tercinto nak pulang. Dari itu penduduk Alam Surambi Sungai Pagu meminta

pengesahan Raja Pagaruyung untuk dapat diangkat pula seorang raja di Sungai

Pagu. Permintaan itu dikabulkan Raja Pagaruyung tapi dengan syarat:

1. Boleh mengangkat Raja di Alam Surambi Sungai Pagu tetapi tidak

sama kedudukannya dengan Raja Pagaruyung. Raja Sungai Pagu

tetap menjadi dunsanak kandung dari Raja Pagaruyung.

2. Walaupun telah mempunyai ranah rantau nan damai, namun

Pagaruyung jangan sampai tidak dikunjungi (setidak-tidaknya sekali

semusim angin beralih).

Dengan persetujuan dan diiringi restu Raja Pagaruyung, maka atas mufakat

orang-orang di Sungai Pagu, orang yang dituakan sebagai Raja dalam Alam

Surambi Sungai Pagu adalah yang bergelar Tuanku Rajo Disambah Bagindo Sutan

Basa11 yang tetap berkedudukan di Kampung Dalam Bandar Lakum. Dalam

menjalankan pemerintahannya raja mengangkat 4 orang Raja yang bertugas

sebagai pimpinan dalam 4 suku besar yang ada. Tujuannya adalah untuk lebih

memudahkan beliau untuk menjaga ketentraman hidup dalam masyarakat Sungai

Pagu.

Raja Pagaruyung mengakui keberadaan Kerajaaan Alam Surambi Sungai

Pagu berdasarkan telah berkembangnya penduduk di daerah tersebut. Begitu

jauhnya jarak dengan Kerajaan Pagaruyung, maka Raja memutuskan untuk

menjadikan daerah tersebut sebagai daerah rantau nan barajo. Seiring dengan

berjalannya waktu, sistem pemerintahan di Sungai Pagu terus dibenahi dan ditata

hingga diangkatlah seorang Raja. Dalam struktur pemerintahannya, Raja dibantu

oleh beberapa orang Andhiko (basa) untuk menjalankan pemerintahannya, yaitu :

1. Tuanku Bagindo Sari Pado (Melayu)

2. Tuanku Rajo Batua (Panai)

3. Tuanku Bagindo (Kampai Nan 24)

11

Nama kecil dari raja pertama yang memerintah kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu adalah Samsudin.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 17

4. Tuanku Rajo Malenggang (Lareh Nan Tigo (bakapanjangan).

Susunan ini terus menerus diwariskan di Alam Surambi Sungai Pagu.

tatanan penempatan ini merupakan keputusan Raja Alam Surambi Sungai Pagu,

sebagai pucuk kaum masing-masing.

Rombongan Niniak Kurang Aso di Bandar Lakum mendirikan sebuah dusun

yang bernama Koto Melayu. Dikarenakan semakin berkembang dan bertambahnya

penduduk Sungai Pagu. Maka atas perintah Raja Tuanku Rajo Disambah Bagindo

Sutan Basa, Inyiak Alang Palabah yang merupakan salah seorang pimpinan

rombongan Niniak Nan Kurang Aso 60. Beliau Diperintahkan untuk mencari daerah-

daerah baru yang nantinya kelak akan dijadikan sebagai tempat pemukiman baru

untuk masyarakat Sungai Pagu yang dari waktu ke waktu terus bertambah. Seperti

di Surian, Raja Surambi Sungai Pagu mengangkat dua orang Penghulu paruik

gadang karena telah berkembang pula baparuik gadang, dengan gelar adat :

Datuk Rajo Johan (Kaum Caniago)

Datuk Sati (Melayu)

Dalam tata perkembangan nagari dua kaum ini juga ikut dalam

perkembangan masyarakat Nagari Surantih melalui Surian. Sementara dari

ekspedisi yang dipimpin Inyiak Alang Palabah diperkirakan muncul daerah

pemukiman baru yang kemudian dikenal saat ini sebagai wilayah Kerajaan Banda

Sepuluh yang terdiri dari beberapa Nagari yang antara lain adalah Batang Kapeh,

Taluk, Surantih, Amping Parak, Kambang, Lakitan, Pelanggai, Punggasan, Sungai

Tunu dan Air Haji.

3.1.2. Perkembangan Alam Surambi Sungai Pagu

Sejarah asal usul masyarakat Nagari Surantih, dari sejarah yang dibuat

pemerintahan nagari yang terdahulu. Dapat diuraikan tata perkembangannya

meskipun masih ada silang pendapat, hal ini tidak terlepas dari kondisi kehidupan

masyarakat sekarang. Kedatangan awal Niniak masyarakat Nagari Surantih, dapat

diperkirakan setelah berkembangnya Kerajaan Pagaruyung. Kemudian barulah

dibuka wilayah-wilayah baru, salah satunya di daerah Rimbo Anok yang kemudian

berkembang menjadi sebuah kerajaan yang dikenal sebagai Alam Surambi Sungai

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 18

Pagu. Dari daerah inilah dibuka lembaran sejarah yang dapat ditelesuri bahwa

masyarakat nagari ini adalah keturunan dari perkembangan masyarakat Sungai

Pagu Muaro Labuah. Memang sedikit yang dapat diketahui kapan rombongan

tersebut itu mulai manaruko sehingga sampai di Koto Katenggian Nagari Surantih.

Di Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu, Raja bersama dengan para

Penghulu adat melaksanakan musyawarah mufakat untuk memperluas wilayah

pemukiman masyarakat Kerajaan Sungai Pagu. Dari hasil musyawarah dan mufakat

Raja Alam Surambi Sungai Pagu dan para Penghulu adat, memerintahkan

masyarakatnya dibawah pimpinan Niniak Mamak yang bergelar Nan Kurang Aso

yang bernama Inyiak Alang Palabah, merupakan orang kepercayaan Raja yang

memiliki kesaktian dan punya ilmu yang tinggi memimpin rombongan untuk mencari

wilayah baru. Perjalanan merambah hutan belantara ini diperkirakan berlangsung

jauh sebelum abad 5 M12.

Inyiak Alang Palabah yang menjadi ketua rombongan, bersama dengan

rombongannya yang sebagian besar terdiri dari Penghulu Suku, Manti dan

Dubalang beserta kelompok-kelompok kecil yang terbagi dalam keluarga-keluarga

yang berasal dari berbagai kaum, masing-masing dipimpin oleh Penghulunya.

Inyiak Alang Palabah tersebut merupakan salah seorang ketua rombongan

Niniak Kurang Aso 60 yang datang dari Pariangan Padang Panjang untuk mencari

rombongan Sutan Nan Qawi Majoano yang telah lama tidak kembali ke Pariangan

Padang Panjang. Sutan Nan Qawi Majoano diyakini sebagai orang kepercayaan

Raja Pagaruyung yang diutus untuk mencari lahan baru dalam memperluas wilayah

Kerajaan Pagaruyung.

Keberangkatan Inyiak Alang Palabah bersama dengan rombongan yang

dipimpinnya, dilepas oleh Raja bersama dengan masyarakat Sungai Pagu dalam

bentuk upacara adat Kerajaan Sungai Pagu. Dalam melintasi rimba belantara,

meniti melewati pematang panjang Bukit Barisan. Setelah lama berjalan rombongan

12

Berdasarkan “Sejarah Pemerintahan Koying Dan Segindo Di Alam Kerinci”, dijelaskan bahwa pada

abad ke 7 M masyarakat Negeri Segindo di Kerinci telah melakukan hubungan dagang dengan masyarakat pantai Barat Sumatera akibat Kerajaan Sriwijaya menguasai pelabuhan-pelabuhan dagang di pantai Timur Sumatera. Disebutkan salah satu wilayah yang mereka datangi adalah Wilayah Kesatuan Banda Sepuluh dan Indera Pura. Data ini menunjukan bahwa jauh sebelum abad 5 M di wilayah Banda Sepuluh telah berkembang kehidupan masyarakat yang merupakan perkembangan dari masyarakat Sungai Pagu. Perperangan antara Negeri Segindo di Kerinci dengan Kerajaan Sriwijaya menyebabkan terjadinya migrasi masyarakat Negeri Segindo di Kerinci ke wilayah pantai Barat Sumatera. Berdasarkan keterangan ini diperkirakan masyarakat Kerinci pada saat itu yang melakukan migrasi ke pantai barat juga menjadi salah satu kelompok pendatang yang mengisi daerah-daerah di jajaran Banda Sepuluh. Lihat dan Baca Idris Djakfar dan Indra Idris (2003 : 122 – 135).

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 19

sampai di pematang sebuah gunung di hulu Sungai Lengayang, antara lain daerah

Pasie Tabantang kemudian melewati Biduak Parahu Pacah hingga akhirnya

berhenti di Ngalau Enok. Di daerah ini Niniak Nan Kurang Aso, Inyiak Alang

Palabah berserta rombongan beristirahat, menetap dan bermalam untuk

melepaskan lelah. Diperkirakan di tempat ini juga Inyiak Alang Palabah berfikir

untuk memecah rombongan dan memusyawarahkannya dengan rombongan.

Sehingga diambil suatu kesepakatan untuk memecah rombongan menjadi tiga

kelompok.

Rombongan yang pertama bergerak menuju arah selatan sedangkan

rombongan yang kedua melanjutkan perjalanan ke arah utara. Sementara

rombongan yang ketiga melanjutkan perjalanan menyelusuri, mendaki menuruni

bukit di jajaran Bukit Barisan menuju arah pantai barat13, sebelum menempuh

Damar Nan Dua Puluh, terus menyelusuri sampai ke penurunan lahan yang luas

dan datar, sangat indah subur. Melihat kondisi dan situasi yang ada waktu itu,

bahwa di lokasi tersebut kurang cocok. Maka rombongan kembali meneruskan

perjalanan dengan mendaki/naik kembali menuju arah utara dan kembali

menyelusuri arah timur dengan memperdomani aliran Batang Air Koto Katenggian,

akhirnya mereka sampai di wilayah Koto Katenggian.

Sedangkan rombongan yang kedua, setelah menuju arah utara akhirnya

sampai di suatu daerah yang kemudian dikenal dengan nama Koto Salapan.

Dikabarkan sebagian dari anggota rombongan ini melanjutkan perjalanan ke utara

sehingga sampai ke daerah mudik Bayang. Sementara rombongan yang ketiga

terus bergerak menuju ke arah selatan sehingga sampai di wilayah yang datar dan

subur. Wilayah tersebut kemudian dikenal dengan nama Pelanggai, Sungai Tunu

dan Punggasan. Sebagian dari rombongan ini dikabarkan melanjutkan perjalanan

ke arah selatan menelusuri rimba-rimba belantara hingga menetap dan berkembang

di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Linggo Sari Baganti (Air Haji).

Semenjak itu daerah-daerah baru bagi masyarakat Sungai Pagu tersebut

berkembang menjadi daerah pemukiman baru. Khususnya bagi daerah Koto

Katenggian, Koto Salapan dan Pasir Laweh merupakan daerah bertetangga yang

tergabung dalam wilayah Kesatuan Banda Sepuluh. Hubungan persaudaraan dalam

tatanan hukum adat tetap berlanjut di bawah pemerintahan Raja Alam Surambi

13

Diyakini rombongan ini merupakan cikal bakal dari masyarakat Kambang yang bermula di daerah Pasir Laweh

Kambang.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 20

Sungai Pagu. Begitu eratnya hubungan dengan daerah – daerah yang telah

berkembang dengan wilayah asal, sehingga informasi tentang daerah-daerah

pemukiman baru menarik perhatian masyarakat untuk datang melihat, bahkan ingin

hidup bersama. Melihat keadaan alam yang indah sedangkan laut yang

membentang luas merupakan cerita asing masyarakat asal. Apalagi kedatangan

kelompok yang terdahulu telah mendapatkan daerah pemukiman baru yang luas

dan subur. Tanpa disadari kondisi di wilayah hunian baru sangat jauh bebeda dari

daerah asal, Yaitu Sungai Pagu. Di Koto Katenggian mulai tersusun kehidupan

baru, terlintas impian dan harapan yang menjanjikan tentang suatu kepastian

perubahan bahwa di wilayah Koto Katenggian akan berkembang menjadi wilayah

utama dan wilayah tumpuan bagi kelompok yang baru datang.

Setelah tata cara penghidupan di daerah pemukiman baru mulai

berlangsung normal, masyarakat yang ada di tiga daerah ini menjadi daerah-daerah

yang saling bertetangga. Hubungan timbal balik antara wilayah hunian baru dengan

daerah asal yang berada di Sungai Pagu. Begitu juga daerah pemukiman baru yang

seiring perkembangannya dengan Koto Katenggian. Masih terus menjalin hubungan

baik, dengan cara saling kunjung mengunjungi antara masyarakat Koto Katenggian

dengan Koto Salapan dan Pasir Laweh Kambang.

Hubungan ini terjalin biasanya dalam menghadiri upacara adat dan tradisi

yang telah menjadi budaya masyarakat seperti : acara selamatan, upacara

perkawinan atau sunatan dan juga upacara lainnya. Cara kunjung mengunjungi

memang merupakan budaya yang telah menjadi tradisi dalam kehidupan anak

nagari. Dalam melepaskan letih atau lelah dalam berkerja, waktu-waktu seperti

inilah dimanfaatkan untuk berkunjung mendatangi kerabat sanak saudara atau

kaum guna mempererat tali silahturahmi sambil bersenda gurau (ma ota),

membicarakan persoalan-persoalan hidup pada masing-masing lingkungan tempat

tinggal mereka. Kegiatan ini menjadi suatu hiburan dan saling mengisi membantu

kekurangan hidup.

Dari kebiasaan ini timbul minat atau perubahan pikiran untuk mengajak atau

berupa pesan, untuk membawa kaumnya pada suatu perubahan hidup. Faktor ini

sangat mempengaruhi dan berperan mendorong perkembangan yang terjadi di

wilayah daerah pemukiman baru dengan terus bertambahnya penduduk yang

datang. Berita dan ragam informasi yang terus berkembang mengenai wilayah

pemukiman baru ini di sepanjang wilayah Kesatuan Banda Sepuluh. Baik dari

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 21

pendatang – pendatang yang terdahulu, maupun yang kemudian datang ke wilayah

pemukiman baru tersebut. Maka terbentuklah suatu wilayah kehidupan yang

perkembangannya mempunyai status yang jelas.

Dalam perkembangan selanjutnya, Koto Ketenggian mempunyai wilayah

yang terdiri dari tiga daerah pemukiman yang sekarang disebut dengan Koto tinggi,

Koto Rana[h] dan Sungai Kumayang. Ketiga wilayah ini dikenal kemudian sebagai

Kampung Tiga Koto yang kemudian berubah menjadi Koto Nan Tigo. Sedangkan

Koto Ketenggian merupakan wilayah awal sebelum berkembang.

Kehidupan di pemukiman baru, setiap penduduk memiliki lahan yang luas.

Pengaturan dan penentuan hak kepemilikan untuk mengarap dijadikan sebagai hak

ulayat kaum. Sekarang ulayat tanah garapan yang telah diwariskan secara hukum

adat dikuasai oleh Penghulu, sekarang disebut Kerapatan Adat. Apalagi sekarang

telah kembali kepada pemerintahan nagari. Daerah-daerah yang ada di sekeliling

daerah pemukiman baru tersebut, umumnya daerah tersebut masih berupa hutan

yang ditumbuhi oleh pohon-pohon besar yang harus ditebang dan diberi tanda-

tanda tanaman tua yang produktif sebagai bukti bahwa kawasan itu sudah ada yang

memiliki. Tanaman-tanaman tersebut dapat berupa Durian, Pohon Jengkol, Kapas,

Pohon Pinang yang juga digunakan sebagai batas-batas lahan garapan, sehingga

menjadi pedoman bagi kaum-kaum seketurunan.

Bak kata Adat :

Satitiak tak akan hilang, sabarih tak akan lupo

Kata dahulu kata batuah, kata kudian manirukan

Pusako ulayat nenek moyang, punyo bate[h] jo sapadan.

Bila dilihat perkembangan penduduk di daerah pemukiman baru. Bukan saja

berasal dari perkembangan penduduk setempat, tetapi masih banyak yang datang

dari luar wilayah bahkan dari daerah asal Alam Surambi Sungai Pagu14.

Kedatangan secara bergelombang dan berkelompok tak pernah berhenti begitu

saja, tetapi terus menerus sampai terbentuknya daerah Ganting Mudik dan Ganting

Hilir atau yang disebut juga dengan daerah berhimpun.

Biasanya kedatangan anggota baru dari daerah lain selalu disambut baik

oleh masyarakat setempat karena masyarakat selalu mematuhi budaya dan tradisi

14

Diperkiran juga berasal dari daerah Surian.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 22

masyarakat walaupun adat samo langgam batuka. Falsafah di mano bumi dipijak di

sinan langgik dijunjuang, merupakan syarat utama bagi masyarakat pendatang

baru, harus mematuhi dan menuruti adat dan budaya yang berlaku. Sesudah itu

biasanya ia mencari kenalan atau saudaranya sekaum walaupun tidak se-Datuk.

Dengan bantuan orang inilah mereka beradaptasi dan memohon pertolongan untuk

mencarikan lokasi wilayah hunian baru untuk ditempati. Awalnya hanya membentuk

kelompok-kelompok kecil, lama kelamaan berkembang dan memiliki wilayah sendiri.

Orang-orang inilah yang akan membentuk pula kaum tersendiri, juga punya gelar

sako adat yang sesuai dengan milik kaum di daerah asalnya. Sehingga tanpa

disadari sako adat di nagari ini semakin hari semakin bertambah jumlahnya. Daerah

Koto Katenggian memiliki daya tarik pada kondisi alamnya yang subur dan indah.

Apalagi dibelah oleh batang air kecil yang jernih, ikan nan jinak, yaitu : Batang Air

Koto Tinggi yang bermuara ke nagari Amping Parak.

Berdasarkan gambaran tersebut, daerah Koto Katenggian (Koto Nan Tigo)

merupakan daerah awal, mula lahirnya sejarah nagari bahwa anak nagari keturunan

dari masyarakat yang menghuni tiga wilayah tersebut hidup dan berkembang

hingga akhirnya menyebar ke tiga nagari yaitu : Surantih, Teratak dan Amping

Parak. Itulah sebabnya ketiga nagari ini tidak akan terpisah dalam sejarah. Ketiga

wilayah hunian dapat dibagi menurut struktur kejadian dan asal usul dari namanya

hingga sampai pada masa setelah penghidupan terus berkembang sedangkan adat

dan budaya telah terbawa olehnya.

Kehidupan di Koto Katenggian dipimpin oleh seorang Muncak dibantu oleh

Petua wilayah, yaitu Datuk. Penataan kehidupan awal masyarakat hingga terbentuk

suatu daerah hunian yang bernama Koto Katenggian (Koto Nan Tigo). Sebelum

pemerintahan ini ada dan belum terbentuk. Pada saat itu tanah belum bertuan sama

sekali, kemudian berubah menjadi koto hingga menjadi nagari. Pada awalnya

rumah didirikan berpencar-pencar, membuka lahan dengan cara berpindah-pindah

dari satu lahan ke lahan lainnya, proses awal terbentuknya bermula dari tahapan

berikut ini :

1. Mula Teratak

Teratak mulai diisi dengan kelompok seketurunan, hanya berjumlah 1

sampai 10 buah rumah. Model rumah yang ditempati bertiang empat

dengan hanya satu kamar.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 23

2. Kemudian Dusun

Dusun merupakan lahan yang luas sedangkan orang di sana masih

sedikit tanah-tanah belum bertuan rumah terpencar di mana-mana.

Sudah punya surau rumah beranjung dua melebihi dari 10 buah

rumah. Kaum yang menghuni dusun ini sudah merupakan kaum

baparuik gadang yang berkuasa kepala adat (Penghulu) dipimpin oleh

Kepala Dusun.

3. Menjadi Koto

Koto merupakan lahan luas terdiri dari beberapa dusun. Sanak

kemenakan telah berkembang menjadi berbagai kaum, tanah-tanah

telah bertuan, sudah punya gelanggang adat, punya Mesjid, dipimpin

oleh kepala adat (Penghulu) dan dipimpin oleh Kepala Kampung.

Dari perserikatan wilayah-wilayah ini, membentuk beberapa Koto. Biasanya

paling sedikit empat buah koto baru bisa menjadi satu buah nagari. Sebelum jelas

“balabuah batapian babalai jo musajik” juga harus jelas : Nagari Jo lataknyo ;

baingo babate[h] baajok basapadan.

Dengan sangat telitinya memilih lahan hunian oleh masyarakat terdahulu.

hingga didapatkan lahan yang subur dan kaya sumber daya alamnya, apalagi dari

kabar orang ke orang bahwa di Koto Katenggian memiliki Batu Bara dan barang

tambang lainnya. Sumber daya tersebut nantinya tentu dapat menjadi aset dan

kebanggaan nagari. Dilihat dari sejarah lokasi Koto Katenggian memiliki nilai historis

dari tiga wilayah ini. Apalagi dilihat dari sejarah asal usul walau hanya dapat diurai

dengan kata-kata gambaran sejarah wilayah Koto Katenggian dari rombongan

pertama dengan melihat alam sekitarnya. Maka diambil suatu kiasan bahwa wilayah

yang ditempati jelas dengan ungkapan :

Marana pandangan ka lautan

Marana Pandangan ka Muaro Labuah.

Di sinan lataknyo Koto Katenggian15

15

Hal ini diambil sebagai pertanda alam.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 24

Demikian juga dengan tiga wilayah perkembangan Koto Katenggian

digambarkan sesuai dengan fungsi dan makna dari namanya, seperti :

1. Wilayah Koto Tinggi.

Disebut juga dengan anjuang peranginan. Sebutan ini diberikan lantaran

wilayah ini dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat dan tempat orang

berkumpul. Baik pertemuan adat dan budaya, tempat ini dijadikan sebagai balai

adat dan tempat tinggal pimpinan wilayah yang bergelar Pamuncak (Orang Tua).

Daerah ini juga dijadikan sebagai tempat orang menunaikan kewajiban beribadah,

lantaran Mesjid tertua di Nagari Surantih terletak di Koto Tinggi. Asal nama wilayah

Koto Tinggi, Koto berarti lahan datar yang luas terletak di tempat yang tinggi. Itu

sebabnya diberi nama Koto Tinggi. Kaum hunian di Koto Tinggi adalah :

Kaum Sikumbang

Kaum Kampai

Kaum Panai

2. Wilayah Koto Rana[h]

Koto Rana[h] disebut juga janjang tampek ka naik, konon menurut cerita

Koto Rana[h] merupakan wilayah dataran rendah yang baik dan subur yang disukai

oleh kelompok pendatang. Setelah melintasi pematang panjang dan sampai ke Koto

Rana[h]. Setelah itu baru mendaki naik menuju Koto tinggi dan menetap di sana.

Setelah mulai berkembang baru orang-orang mulai menetap di Koto Rana[h]. Asal

kata wilayah ini, Koto berarti tempat lokasi yang luas, Ranah berarti jarak pandang

(sayuik-sayuik sampai), itu sebabnya wilayah ini diberi nama Koto Rana[h]. Kaum

hunian di Koto Rana[h] :

Kaum Kampai

Kaum Sikumbang

3. Wilayah Sungai Kumayang

Sungai Kumayang disebut dengan nama biliak jorong kampung dalam.

Sungai Kumayang dijadikan masyarakat sebagai tempat simpanan disebut Balubu.

Wilayah rahasia yang tidak disebutkan keberadaanya kepada daerah lain guna

untuk menyimpan perbekalan makanan. Asal kata Sungai Kumayang, diambil

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 25

berdasarkan di lokasi ini banyak ditumbuhi tanaman berbentuk keladi (kumayang).

Kaum yang menjadi penghuni Sungai Kumayang ini :

Kaum Melayu

Kaum Sikumbang.

Pembagian tiga wilayah tersebut, dapat diterima bahwa di lokasi tersebut

merupakan hasil rombongan salah satu pimpinan Inyiak kurang Aso 60 dari Alam

Surambi Sungai Pagu meskipun masuk dan keberadaanya tak serentak. Mereka

datang secara bergelombang, dari tiga gelombang rombongan tersebut.

Rombongan ketiga merupakan pelacoh dalam membuka wilayah di nagari ini.

3.1.3. Perkembangan Daerah Hunian Koto Katenggian

Bila dilihat tata kehidupan di alam ini, seiring berjalannya waktu dengan

bertambah banyak jumlah penduduk. Bagi kaum yang datang memang tidak pernah

jelas kapan waktu pasti dan berapa lama proses kehidupan dari daerah awal.

Beragam persoalan, cara mempertahankan hidup dalam masa yang serba ketidak

tahuan dan kekurangan, walaupun berbekal peralatan yang sangat minim dalam

hutan rimba Koto Katenggian. Belum lagi dari sikap dan perilaku manusia yang

masa itu belum tersentuh oleh pendidikan, hanya dengan berbekal keyakinan dari

pengetahuan-pengetahuan yang didapat dari pengalaman hidup yang diwarisi

secara turun temurun.

Kondisi dan keadaan yang demikian mendorong untuk munculnya aturan-

aturan dunia, agar manusia terikat dengan beberapa persoalan dunia yang baik.

Aturan-aturan dipadukan dan bersumber dari kepercayaan agama. Perpaduan -

perpaduan inilah yang disebut dengan adat, atau pun tradisi yang menjadi sumber

pedoman masyarakat yang dilahirkan dengan hati nurani, secara musyawarah dan

mufakat sesuai dengan fiil, Kondisi kultur budaya masyarakat saat itu menjadi

pusaka yang secara turun temurun diwariskan hingga generasi sekarang yang

disebut dengan falsafah adat Minangkabau.

“Adat basandi sara’, sara’ basandi Kitabullah”

Terjemahan itulah yang melekat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau

sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan dunia. Tata cara hidup dahulu

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 26

memang berbeda dengan tata cara hidup sekarang. Untuk mempelajari,

mengetahui seluk beluk budaya dan keyakinan beragama didapat dari pengalaman-

pengalaman hidup yang panjang yang didasari sikap jujur dan tabah. Ikhlas

menghadapi hidup merupakan suatu landasan untuk menghadapi kehidupan di

alam semesta, menjadikan manusia sempurna. Sehingga jadi panutan dan

penuntun bagi masyarakat, yang memiliki kekuatan dan kesaktian pada dirinya.

Orang-orang inilah yang menjadi kebanggaan kaum masing-masing yang

disebut dengan Datuk (Penghulu) di nagari. Peserikatan Datuk-Datuk kemudian

muncul dan menjadi suatu lembaga yang dibentuk berdasarkan struktur dan tugas-

tugas menurut kemampuan masing-masing. Diketuai oleh seorang pimpinan yang

dipilih secara bersama. Waktu itu disebut juga dengan Muncak (orang tua). Dengan

adanya hal tersebut di atas, maka wilayah-wilayah hunian telah memiliki seorang

pimpinan untuk berhak membuat kebijakan dan keputusan di daerahnya sendiri,

sehingga anggotanya terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi dalam

penentuan hak ulayat hunian dalam pembukaan lahan-lahan baru tidak terjadi

perebutan lahan. Itulah sebabnya perkembangan daerah Koto Katenggian bisa

tersusun dan tertata dengan baik, menurut kelompok yang telah disepakati

Lantaran masyarakat terus bertambah yang datang dari daerah asal,

sedangkan lahan yang ada semakin berkurang. Patokan ulayat kaum yang dahulu

datang sudah jelas sehingga lahan baru bagi pendatang tak ada lagi. Lantaran

kondisi dan situasi di masyarakat sangat memerlukan lahan-lahan garapan baru,

maka berpikirlah Muncak (orang tua) Koto Katenggian yang dibantu oleh Petua

wilayah kepala kaum masing-masing (Datuk), untuk bermusyawarah di Alun-alun

dipimpin oleh Muncak (orang Tua) di Koto Tinggi. untuk melanjutkan

pengembangan daerah Koto Katenggian. Dari hasil musyawarah tersebut dihasilkan

kesepakatan tentang teknis dan lokasi lahan yang menjadi tanggung jawab kepala

kaum yang terutus berserta rombongannya, tentang keselamatan anggota

rombongannya dari mara bahaya. Kesepakatan itu disambut gembira oleh semua

kaum yang ada. Lantaran waktu itu masyarakat masih meyakini petuah-petuah alam

yaitu: “lawik sati [r]antau batuah”.

Dari uraian di atas, bahwa telah berkembangnya masyarakat di Koto

Katenggian. Berarti telah terhimpun beberapa kelompok kaum, sehingga satu

kelompok telah mempunyai satu orang Datuk (ayam gadang) atau Mamak yang

berhak mengatur dan memikirkan kaum seketurunannya. Berdasarkan catatan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 27

monografi tahun 1979 yang dibuat oleh Bapak Wali Nagari Surantih Zainuddin

Kesah beserta dengan lembaga adat. Bahwa di daerah Koto Katenggian waktu itu

yang memangku dan mempunyai keturunan kaum dan ulayat yang bergelar Datuk

adalah sebanyak 19 (sembilan belas) Datuk. Ke sembilan belas Datuk tersebut

merupakan pecahan dari Ikek Nan Ampek (Suku Nan Ampek ) yaitu, Kaum Panai,

Kaum Kampai, Kaum Melayu, beserta Kaum Lareh Nan Tigo (Caniago, Jambak,

Sikumbang) yang dipimpin oleh seorang penguasa daerah Koto Katenggian yang

bergelar Muncak atau orang tua yang juga merupakan Wakil Raja Adat dari Raja

Alam Surambi Sungai Pagu. Dalam memerintah Muncak dibantu oleh Petua wilayah

Koto Tinggi, Koto Rana[h] dan Sungai Kumayang yang terdiri dari orang pintar yang

disebut juga dengan raja ibadat.

Dengan mempertimbangkan kondisi alam dan luas lahan yang akan

dikerjakan, maka diputuskanlah lahan-lahan tersebut segera digarap dilaco[h] dan

ditaruko dengan cara bergotong-royong dibawah pimpinan Datuk masing-masing

kaum. Galaga Putiah atau yang sekarang ini disebut masyarakat dengan Batang

Surantih dijadikan sebagai patokan utama untuk dijadikan pedoman perluasan

wilayah hunian yang akan dibuat. Di sepanjang Galaga Putih munculah

penghidupan baru masyarakat yang diawali dengan mulai berkembangnya Ganting

Mudik. Sebagian masyarakat/kaum, masih ada yang menetap dan bertahan di Koto

Katenggian. Sementara itu Muncak masih mengatur daerah hunian tersebut dari

Koto Katenggian.

Perjalanan perkembangan nagari terus berlangsung mulai dari sembilan

belas orang yang bergelar Datuk di Koto Tinggi akhirnya menjadi Penghulu kaum

masing-masing. Setelah kedatangan wakil raja dari Sungai Pagu guna melengkapi

dan menyempurnakan pemakaian adat di nagari. Kemudian munculah istilah Led

Sambilan Bale[h] (Led 19) sampai sekarang. Sehingga di Nagari Surantih

mempunyai delapan belas Penghulu. Tidak dapat dimungkiri, seiring dengan

berjalannya waktu dan perkembangan kehidupan masyarakat, kaum-kaum terus

bertambah, kelompok kaum semakin banyak berpindah dan menyebar ke mana-

mana. Maka timbullah kaum-kaum baru dengan istilah adat yang beragam, seperti :

Inggok mancakam, tabang manumpu

Jaweh nan bakaum, dakek nan mancari suku

Dagang darek nan batapatan, dagang lawik batambangkan

Siba[k] langan baju

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 28

Banyak istilah adat yang dapat melambangakan timbulnya gelar pusako

adat. Walaupun harus diperkuat dengan hukum adat dan budaya yang berlaku. Di

tengah Nagari Surantih ini bak pepatah adat :

Di mano bumi dipijak di sinan langik dijunjung

Adat di isi limbago dituang.

Demikianlah proses kehidupan ini berubah dan terus berubah seiring

dengan berjalannya waktu tanpa pernah disadari. Dari hasil keputusan Muncak

(orang tua) di Koto Katenggian, maka ditetapkanlah lokasi pelacohan dengan tugas

dan tanggung jawab kepada Datuk kaum yang berjumlah sembilan belas orang

tersebut dengan gelar yang disepakati oleh anggota kaumnya masing-masing.

Mereka ini merupakan pembantu Muncak (orang tua) dari Koto Katenggian di

wilayah pelacohan masing-masing, antara lain :

A. Batu Bala[h], ditunjuk empat orang Tukang (Datuk) beserta satu orang

tua adat

B. Kayu Aro, ditunjuk tujuh orang Manti (Datuk) beserta satu orang tua adat

C. Ampalu, ditunjuk empat orang Penghulu beserta satu orang tua adat

D. Langgai, ditunjuk empat orang Labai (Datuk) beserta satu orang tua adat

A. Untuk Wilayah Batu Bala[h]

Wilayah pelacohan yang dilaco[h] berada di lereng Bukit Koto Katenggian

sebelah utara, tepatnya di Lubuk Batang dan Kampung Dalam dipimpin oleh Kaum:

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Sawah Laweh, Penghulu sukunya adalah Dt. Rajo

Bandaro Hitam.

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Kampung Dalam, Penghulu sukunya adalah Dt.

Rajo Endah

Kaum Caniago

Disebut juga Caniago Parik Malintang, Penghulu sukunya adalah

Malintang Bumi

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 29

Kaum Jambak

Disebut juga Jambak Kampung Ateh, Penghulu sukunya adalah

Maharajo Panjang.

B. Untuk wilayah Kayu Aro

Wilayah pelacohan Kayu Aro dilaco[h] oleh beberapa kaum yang dipimpin

antara lain oleh :

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Kayu Aro, Penghulu sukunya adalah Dt. Rajo

Yaman

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Kayu Aro, Penghulu sukunya Jo Intan (Samat

Dirajo)

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Kayu Aro, Penghulu sukunya adalah Rajo

Lenggang

Kaum Jambak

Disebut kaum Jambak Kayu Aro, Penghulu sukunya adalah Dt. Rajo Kayo.

Kaum Caniago

Disebut kaum Caniago Kayu Aro, Penghulu sukunya adalah Malin Sutan

Kaum Kampai

Disebut kaum Kampai Kayu Aro, gelar Penghulu sukunya adalah Rajo Di

Aceh

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Kayu Aro, gelar Penghulu sukunya adalah Mangkuto

C. Untuk Wilayah Ampalu.

Ampalu yang mempunyai wilayah yang memanjang, berbatasan antara

Ganting dan Singkulan, merupakan wilayah aliran Batang Surantih dipimpin oleh :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 30

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Ampalu, Penghulu sukunya adalah Dt. Rajo

Basa

Kaum Jambak

Disebut juga Jambak Ampalu, Penghulu sukunya adalah Dt. Rajo

Gampo

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Ampalu, Penghulu sukunya adalah Dt. Rajo

Bagindo

Kaum Panai

Disebut juga Panai Lundang, Penghulu sukunya adalah Dt. Rajo

Batuah.

D. Untuk Wilayah Langgai.

Kaum lain yang terus menyelusuri Galaga Putiah ke arah timur nagari,

sehingga mereka mendapatkan lahan datar yang memanjang, udara yang sejuk,

ikannya pun jinak, tanah subur dilingkar oleh perbukitan. Rombongan ini dipimpin

oleh kaum :

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Dusun Langgang, Penghulu sukunya adalah

Dt. Rajo Malenggang

Kaum Jambak

Disebut juga Jambak Dusun Gantiang, Penghulu sukunya adalah Dt.

Rajo Bagampo

Kaum Caniago

Disebut juga Caniago Dusun Janang, Penghulu sukunya adalah Jo

Johan

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Dusun Janang, Penghulu suku adalah Rajo

Bintang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 31

Berdasarkan kesepakatan pembagian lokasi yang dibagi oleh pemuka Koto

Katenggian16. Pembagian-pembagian lahan untuk lokasi pemukiman bagi kaum-

kaum yang ada di daerah ini sudah jelas.

Dengan tersiarnya lokasi baru yang didapat oleh kepala kaum dibawah

kepemimpinan orang tua (Muncak). Berarti juga telah mulai berkembang juga

wilayah hunian yang kemudian disebut juga dengan Ganting Mudik yang

merupakan tonggak sejarah masyarakat Nagari Surantih dalam mencari sejarah

asal usul anak nagari. Hal ini telah disepakati dan diatur menurut asal usul dari Koto

Katenggian. Dari fakta dan kenyataan dalam memeperkuat hal gelar sako menurut

garis waris kaum dapat dibuktikan dari fakta alam, di mana suatu kaum memiliki

ulayat yang luas, punya sanak kamanakan, punya tanda-tanda adat, “Basasok

bajarami, bapandam bapakuburan”

Dari pengembangan lokasi baru yang dahulu, tata cara masyarakat daerah

Koto Katenggian membuka lahan hunian baru. Pola berpindah dari suatu wilayah ke

wilayah lainnya, biasanya dimanfaatkan untuk sekali panen, kemudian diserahkan

kepada anak kamanakan dan generasi berikutnya. Generasi berikutnyalah yang

melanjutkan pembukaan lahan hunian baru di luar lokasi yang pertama sehingga

satu kaum bisa membentuk dua sampai tiga kelompok kaum seketurunan.

Dampaknya adalah gelar sako adat ikut terbawa, berpindah lokasi ke daerah lain.

Datang, menetap, bergabung dengan kaum yang menanti merupakan suatu

pendorong dalam sistem pengembangan wilayah hunian masyarakat. Terlepas dari

membuka dan manaruko, karena memang wilayah ini belum ada yang memiliki.

Hutan belantara di bawah pengawasan Muncak (orang tua) guna untuk pengaturan

wilayah agar masyarakat aman dan sentosa. Itu pula sebabnya orang dari daerah

lain seperti masyarakat Kambang, Koto Salapan membentuk kaum baru yang lama-

lama kaum ini juga maju dan berkembang menjadi kaum baparuik gadang.

Dari kesimpulan perkembangan penduduk daerah Koto Katinggian dan

Ganting Mudik berkembang secara berbudaya dan alami. Budaya basa basi, tolong

menolong membuat orang ingin berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya,

16

Menurut cerita yang tua-tua dan realita alam dari sejarah tersebut terdapat kekurangannya. Misalnya penetapan

Labai di Langgai, kaum tersebut di atas tidak satupun yang berasal dari Koto Tinggi. begitu juga kaum Caniago Nagari Surantih tak ada juga memiliki tempat di Koto Tinggi. demikian juga dengan kaum Melayu tidak satu pun yang dapat bagian untuk menghuni wilayah Ganting Mudik dari penempatan di atas.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 32

menetap bergabung pada kelompok lainnya. Adapun cara pemindahan kaum

ditempat baru :

1. Panggilan kawan, melihat keberhasilan hidup di wilayah baru yang

luas subur dan sumber daya alamnya.

2. Ajakan kaum sendiri yang basumando ke daerah lain

3. Mengikuti suami yang tinggal di lokasi kaum suami

4. Terbuang bersalah menurut hukum adat.

3.1.4. Perkembangan Daerah Hunian Ganting Mudik

Sebenarnya tata cara pengembangan masyarakat Nagari Surantih dari

daerah asal Alam Surambi Sungai Pagu dalam menempati daerah-daerah Banda

Sepuluh. Mereka sampai di daerah Koto Katenggian secara berkelompok dan

bergelombang, bertambah dan terus bertambah baik itu dari daerah asal maupun

dari daerah Banda Sepuluh lainnya.

Setelah daerah Ganting Mudik didiami orang, hanya terdapat beberapa

kaum kecil. Maka mulailah berdatangan kaum lainnya dari beberapa daerah yang

telah berkembang membentuk pula wilayah kecil, lama-lama menjadi satu kaum

besar. Kebiasaan mereka selalu mencari dataran yang luas dan subur. Pola

berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, persis sama dengan cara

pengembangan wilayah sebelumnya. Sebagian dari anggota kaum masih ada yang

bertahan, yang lain pergi mencari lahan baru, sehingga membentuk pula kelompok

seketurunan.

Sesuai dengan perkembangan zaman, pengembangan masyarakat semakin

banyak. Orang terus merambah dan melaco menelusuri wilayah aliran menuju arah

pantai, baik yang masih berdomisili di Koto Katenggian maupun yang mendiami

Ganting Mudik. Begitu juga orang - orang yang datang dari luar daerah ini, seperti

Mudik Kambang bahkan dari Surian Muaro Labuah ikut serta membuka, melaco,

hingga menetap di tempat yang diingini. Walaupun secara adat masih tetap berlaku

peraturan - peraturan dari kesepakatan Penghulu dibawah kepemimpinan Petua-

petua nagari. Untuk mengatur dan memutuskan hak, seperti memiliki lahan dari

pelacohan kaum, ibarat kata adat “ adat diisi limbago dituang”. Guna mengatur hak

ulayat dan kepemilikan lahan, lantaran lahan di nagari ini telah diatur pemakaiannya

oleh kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 33

Namun begitu orang – orang lebih memilih untuk hidup membaur dengan

kaum sesuku, walaupun asal daerahnya lain. Mandakok diri, itu lebih dekat rasa

persaudaraanya. Hidup berpandai-pandai itu merupakan bekal hidup untuk sukses.

Pengembangan awal dari kutipan dan penyampaian orang tua-tua terdahulu.

Untuk membuka lahan baru di jajaran pantai barat daerah ini, masih tetap

mempedomani Batang Surantih. Daerah awal yang dibuka setelah Ganting Mudik

adalah Kayu Gadang, Singkulan, Lambung Bukik telah dimiliki orang, sementara

rombongan lain terus melaco[h] dan menaruko ke arah pesisir pantai barat nagari ini

sehingga mendapatkan juga lahan baru yang subur.

Kondisi alam yang kurang menguntungkan berada di Koto Katenggian,

apalagi orang semakin banyak yang datang ke nagari ini. Melihat hal tersebut orang

tua yang berada di Koto Katenggian mulai menuruni Koto Katenggian melaco[h] dan

mencari wilayah hunian baru. Beliau adalah Urang tuo dan Petua wilayah

1. Muncak atau Urang Tuo Koto Katenggian, merupakan pimpinan adat

wilayah Koto Katenggian. Turun mematok daerah Kayu Aro, Muncak ini

berasal dari kaum Sikumbang, dengan gelar Samad Dirajo17

2. Petua wilayah Koto Tinggi, turun dan mematok Kampung Kayu Gadang,

dari kaum Panai dengan gelar sako Datuk Rajo Batuah

3. Petua wilayah Koto Rana[h], turun dan mematok wilayah Kampung Kayu

Gadang, dari kaum Kampai dengan gelar sako Datuk Rajo Bandaro

4. Petua wilayah Sungai Kumayang, turun dan mematok wilayah Koto

Merapak dari Kaum Melayu dengan gelar sako Datuk Sati

Dengan turunnya kepala wilayah tersebut, tetapi mereka masih tetap

berulang ke Koto Katenggian untuk menjalankan tugasnya sebagai Muncak/Petua

wilayah. Langkah para Muncak/Petua ini mulai diikuti oleh yang lainnya untuk

mencari lahan kosong yang subur dan dapat diisi. Maka dimulailah kaum-kaum lain

manaruko dan malaco, mengisi daerah yang kosong.

Setelah ajok sepadan kekuasaan batas wilayah hunian telah jelas. Kaum-

kaum terus datang dari beberapa penjuru, dengan kedatangan ini menimbulkan

pendapat dan alur sejarah kedatangan penduduk ke nagari memiliki beberapa versi

17

Berdasarkan keterangan masyarakat, sebagian kaum Sikumbang yang memangku gelar sako adat Samad Dirajo

Koto Katenggian saat ini berkembang dan menetap di Lengayang. Sebagian lagi masih berada di Nagari Surantih.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 34

yang berbeda. Berdasarkan cerita yang didapat dari informan dalam versi tulisan ini,

pengembangan masyarakat Ganting Hilir setelah kampung baru berisi oleh Petua

wilayah. Nagari ini masih berupa hutan belantara, hanya daerah Ganting Mudik

yang baru sudah dihuni sebagai pemukiman baru seiring dengan masuknya

pendatang baru perkembangan daerah Ganting Hilir terus dijalankan oleh tiga

kelompok pengembang, antara lain adalah

1. Kelompok yang datang dari daerah Surian, kelompok ini datang secara

bergelombang setelah kelompok yang dipimpin salah seorang pimpinan

Niniak Kurang Aso 60 dari Sungai Pagu berhasil menemukan dan

mengembangkan wilayah pemukiman awal di beberapa daerah Banda

Sepuluh.

2. Kelompok yang datang dari masyarakat Ganting Mudik dan daerah Koto

Katenggian.

3. Kelompok masyarakat pantai wilayah Banda Sepuluh bahkan dari luar

daerah luar Banda Sepuluh, seperti : Muko-muko, Tapan, Indra Pura,

Tarusan dan lain-lain. Kedatangan mereka ke nagari ini pada umumnya

datang dengan mengunakan perahu, ada juga yang datang dengan cara

berjalan kaki. Daerah yang menjadi pemukiman pertama masyarakat

kelompok ini disebut dengan kampung berhimpun.

3.1.5. Perkembangan Dari Surian

Kedatangan kelompok masyarakat yang datang dari daerah Surian ini

memang tidak dapat dipastikan kapan datangnya ke nagari ini. Dalam tata

perkembangan masyarakat pada masa dahulu datang secara bergelombang, baik

yang datang lebih dahulu atau pun kemudian. Pendatang pertama atau yang

menyusul kemudian, seperti kelompok pendatang baru dari daerah Surian berasal

dari kaum Lareh Nan Tigo dan Kampai. Proses kedatangan mereka adalah sebagai

berikut :

1. Kaum Kampai

Kelompok ini dipimpin oleh Bandaro Hitam yang datang melewati pematang

panjang terus menuju Gunung Malelo, manaruko dan melaco dan menetap

di daerah ini,

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 35

2. Lareh Nan Tigo

Kaum Sikumbang

Dipimpin oleh Dt. Rajo Malenggang. Awalnya kelompok ini menetap di

Langgai dan berkembang terus membentuk Andiko Ketek yang begelar

Penghulu Kumbang di Nagari Teratak. Sementara kaum Sikumbang

yang menetap di Langgai, sebagian menyebar ke Ampalu, Kayu Gadang

dan Koto Merapak. Perkembangan dari kaum ini menyebar ke Teratak

dengan gelar berbeda, seperti di Ampalu Sikumbang Ganting gelar

Penghulunya Dt. Rajo Pulun. Di Kayu Gadang Sikumbang Paga Basi

gelar Penghulunya Rajo Lenggang. Kaum yang berkembang ke Teratak

memiliki gelas sako Tan Piaman dan Penghulu Kumbang.

Kaum Caniago

Dipimpin oleh Maharajo Lelo menuju Timbulun Lubuk Batu membentuk

pemukiman kaum, sebagian dari kelompok ini tinggal dan menetap di

Langgai.

Kaum Jambak

Dipimpin oleh Datuk Tan Majolelo menuju daerah Teratak sedangkan

yang menetap di Langgai masih memakai gelar sako Datuk Rajo

Bagampo. Perkembangan dari kaum ini menyebar ke Rawang/Lubuk

Batu, Koto Panjang dan Kayu Gadang.

Kelompok berikutnya menyebar ke wilayah - wilayah baru di sepanjang

Nagari Surantih, seperti :

Kaum Panai

Disebut juga Panai Balai Satu Kayu Gadang. Gelar sako yang disandang

Datuk Rajo Batuah, daerah asal Koto Tinggi

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Kelok Kayu Gadang. Gelar sako yang

digunakan adalah Datuk Rajo Malenggang, daerah asal Sungai Pagu.

Kaum Caniago

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 36

Disebut juga Caniago Kapalo Koto Kayu Gadang dengan gelar

Penghulunya Jo Mudo, daerah asal Sungai Pagu

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Koto Merapak/Sawah Laweh. Gelar sako yang

dimiliki adalah Bagindo, daerah asal Sungai Pagu

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Palak Pisang. Gelar sako yang digunakan

Datuk Rajo Bandaro Basa, daerah asal Sungai Pagu

3.1.6. Perkembangan Masyarakat Ganting Mudik dan Koto Katenggian

Seiring dengan terus berjalannya waktu, perkembangan penduduk nagari ini

terus berjalan dalam masa waktu yang cukup panjang. Setelah terbentuknya

perkampungan di Ganting Hilir, orang-orang terus menyelusuri Galaga Putiah

sebagai pedoman dalam mencari dan membuka pemukiman baru. Daerah-daerah

baru yang dibuka pertama adalah Kayu Gadang, Singkulan, Lambung Bukik dan

Simpudiang. Pembukaan daerah tersebut dilakukan oleh beberapa kaum, antara

lain :

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Singkulan/Lambung Bukik. Gelar sako yang dimiliki

adalah Jo Lenggang daerah asal Koto Katenggian

Kaum Caniago

Disebut juga Caniago Lambung Bukik, gelar sako Penghulunya Malin Marajo

daerah asal Sungai Pagu

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Lambung Bukik/Singkulan, gelar sako Penghulunya

adalah Rajo Bujang daerah asal Sungai Pagu.

Kaum Melayu

Disebut juga Melayu Simpudiang Datuk Sati, gelar sako Penghulunya adalah

Datuk Rajo Nan Sati daerah asal Koto Katenggian, Sungai Kumayang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 37

Daerah Timbulun dilaco[h] dan didiami oleh Kaum Kampai yang disebut juga

Kampai Sultan, Penghulu sukunya adalah Datuk Rajo Endah daerah asal

sebelumnya adalah Ganting Mudik Kampung Batu Bala[h]. Kampung Koto Panjang

dihuni oleh Kaum Caniago Balai Selasa, Penghulu sukunya Datuk Kando Marajo

daerah asal Sungai Pagu.

Perpindahan yang terjadi dari Ganting Mudik ke Ganting Hilir atau dari hilir

ke mudik. Bahkan ada juga dari mudik yang keluar daerah ini. Ada juga yang

berasal dari luar daerah yang datang. Terjadinya siklus perpindahan yang demikian

dianggap biasa bagi sebagian anak nagari, hal ini disebabkan oleh kondisi nagari

pada masa tersebut. Umumnya perpindahan yang terjadi dilakukan dalam bentuk

kelompok-kelompok kecil dengan gelar sako yang sama dengan daerah asal.

Bahkan setelah berkembang di daerah baru, gelar sako yang digunakan berubah

karena perkembangan dari kaum tersebut mengharuskan mereka membentuk gelar

sako baru.

Biasanya gelar sako baru tersebut merupakan Andiko dari kaum lama,

belahan dari kaum yang sebelumnya. Hal ini menimbulkan keraguan dalam

menelusuri sejarah asal usul nagari ini. Meskipun keberadaan gelar sako tersebut

sah menurut adat tetapi menimbulkan keraguan dalam melihat mana Andiko kaum

kecil dan Andiko kaum yang besar.

Dalam perkembangan masyarakat Koto Katenggian yang terus berlangsung

diikuti dengan perkembangan daerah Ganting Mudik dan terus melaco ke arah

wilayah hilir, seperti :

Kaum Jambak

Disebut juga Jambak Penurunan, Penghulu sukunya bergelar Dt. Rajo

Bagampo, daerah asal Ganting Mudik Langgai

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Balai Satu Lamo Kayu Gadang, gelar sako

Penghulunya Bandaro Hitam, daerah asal Lambung Bukik

Kaum Caniago

Disebut juga Caniago Bawa[h] Buluh Koto Merapak, gelar Sako

Penghulunya Malin Marajo, daerah asal Lambung Bukik

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 38

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Banda Dalam Koto Panjang, gelar sako

Penghulunya adalah Datuk Rajo Indo, daerah asal Sungai Pagu.

Setelah itu menyusul kaum lainnya dan berkembang di Koto Nan Tigo dari

kaum, seperti :

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Kayu Gadang, gelar sako Penghulu sukunya adalah

Jo Bandaro, daerah asal Sungai Pagu

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Kayu Gadang, gelar sako Penghulunya Rajo

Malenggang, daerah asal Ganting Mudik

Kaum Caniago

Disebut juga Caniago Kampung Berok Koto Panjang, dengan gelar sako

kaumnya Rajo Johan, daerah asal Sungai Pagu

Kaum Jambak

Disebut juga Jambak Koto Panjang Tangah, gelar sako Penghulunya Jo

Bagampo, daerah asal Ganting Mudik

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Dusun Mansiang Koto Panjang, gelar sako

Penghulunya Bandaro Hitam, daerah asalnya Sungai Pagu

Kaum Jambak

Disebut juga Jambak Rimbo Kaluang/Dusun Mansiang, gelar sako

Penghulunya Jo Gampo, daerah asal Mudik Ampalu

Untuk pengembangan daerah Gunung Malelo dan Timbulun, pola

perkembangannya tidak jauh berbeda dengan tata cara perkembangan masyarakat

Ganting Mudik sebelumnya, seperti :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 39

Kaum Caniago

Disebut juga Caniago Sialang Gunung Malelo, gelar sako Penghulunya

Malintang Bumi, daerah asal Ganting Mudik

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Salo Gunung Gunung Malelo, gelar sako Penghulunya

Datuk Rajo Bandaro Hitam, daerah asal Batu Bala[h]

Kaum Caniago

Disebut juga kaum Caniago Rumah Gadang Timbulun, gelar sako yang

disandang Malin Marajo, daerah asal Kayu Gadang / Simpudiang

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Padang Limau Manih Timbulun, gelar sako yang

dimiliki Rajo Bintang, daerah asal Langgai

Kaum Jambak

Disebut juga kaum Jambak Lubuk Batu, gelar sako yang dimiliki Rajo

Bagampo, daerah asal Langgai

Kaum Melayu

Disebut juga Kaum Melayu Timbulun Koto Baru, Penghulu sukunya Rajo

Alam (Datuk Sati), daerah asal Ganting Mudik Langgai

Kaum Kampai

Disebut juga Kampai Koto Baru Timbulun, gelar sako Penghulunya Jo

Endah, daerah asal Sungai Pagu

Kaum Jambak

Disebut juga Jambak Koto Baru Timbulun, gelar sako kaumnya Jo Gampo,

daerah asal Ampalu

Setelah kedatangan dan perkembangan dari kaum-kaum tersebut, menyusul

juga kaum lainnya di Timbulun seperti :

Kaum Caniago

Penghulu sukunya Jo Lelo daerah asal Sungai Pagu

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 40

Kaum Sikumbang

Penghulu sukunya Jo Lenggang daerah asal Koto Katenggian

Kaum Kampai

Penghulu Sukunya Tan Ameh daerah asal Sungai Pagu

3.1.7. Pengembangan Wilayah Berhimpun

Sebelum daerah Rawang, Pasir Nan Panjang dan Sungai Sirah didiami

masyarakat, daerah jajaran pantai barat sudah mulai pula didiami. Perkiraan ini

didasarkan perkembangan wilayah Ganting Mudik dan masyarakat yang datang dari

Sungai Pagu. Kedua kelompok masyarakat tersebut menyebut daerah pantai barat

yang baru berkembang dengan nama Kampung Berhimpun. Munculnya nama ini

dikarenakan daerah tersebut menjadi tempat terhimpunnya masyarakat dari

berbagai daerah di jajaran pantai barat Banda Sepuluh dan daerah pantai lainnya.

Masyarakat pendatang tersebut datang dari daerah, mulai dari sebelah utara seperti

Tarusan, Pasar Baru, Koto Salapan. Sedangkan dari selatan datang dari daerah

Muko-muko, Tapan, Indra Pura dan Kambang.

Daerah Kampung Berhimpun dimaksud adalah Pasar Surantih sekarang.

Nagari ini sama dengan nagari lainnya di Banda Sepuluh yang umumnya

merupakan wilayah Kekuasaan Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu. Dalam tata

perkembangan wilayah Berhimpun dapat dilihat berdasarkan analisa dari berbagai

pendapat. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kejelasan dan arah perkembangan

dari kampung tersebut. Perlu diketahui, masyarakat yang berkembang di kampung

ini juga menyebar ke wilayah hunian arah mudik nagari ini, mulai dari Timbulun,

Koto Panjang, Koto Merapak, Kayu Gadang dan Ampalu. Sebaliknya masyarakat

dari daerah Ganting Mudik juga menyebar ke daerah Rawang, Pasie Nan Panjang

dan Sungai Sirah.

Masyarakat pendatang dari luar umumnya masuk dari wilayah pingiran

pantai barat. Pada awalnya datang hanya untuk melihat dan mencari perkerjaan

secara musiman, akhirnya datang berkelompok dan mulai menetap. Orang-orang

tersebut mempunyai kelebihan disamping berdagang dan punya modal. Mereka

juga punya keahlian seperti membuat perahu, membuat pukat, jaring dan sampai

dalam penangkapan ikan di laut secara tradisional.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 41

Dengan datangnya kelompok kaum-kaum ini, ekonomi masyarakat nagari

semakin meningkat. Perubahan terjadi secara perlahan dari kehidupan yang selama

ini hidup dengan menghandalkan hasil pertanian dan perkebunan, sekarang sudah

mengenal bahwa laut juga bisa dijadikan sebagai sumber mata pencaharian.

Bersamaan dengan keadaan yang demikian, nagari ini semakin diingini oleh

banyak orang, baik dari daerah Ganting Mudik maupun dari daerah Ganting Hilir

dan juga dari daerah lainnya, sehingga daerah hunian baru terbuka kembali.

Lahan-lahan yang masih kosong mulai dilaco[h] oleh masyarakat nagari.

Apalagi waktu itu dari Kayu Gadang sampai ke Timbulun, kampung yang ada belum

seberapa. Masyarakat yang menghuni pemukiman pun belum seberapa. Faktor ini

menjadi penyebab kenapa masyarakat di Kampung Berhimpun banyak melaco dan

memiliki sawah ulayat pertanian di Kampung Timbulun dan Koto Nan Tigo atau

daerah sekitarnya. Ada juga yang tinggal dan menetap dengan membentuk

kelompok-kelompok kecil pada awalnya. Pada akhirnya kelompok tersebut

berkembang membentuk jurai besar sehingga mendirikan gelar sako menurut adat,

Andiko yang diinginkan.

3.1.8. Perkembangan Wilayah Akhir

Tata cara perkembangan awal wilayah hilir setelah Gunung Malelo, Kayu

Gadang, Koto Merapak, Koto Panjang dan Timbulun. Mulai terisi dan terus

berkembang hingga akhirnya menyebar ke daerah pingiran pantai. Sesuai dengan

kondisi dan sejarah yang ada, maka wilayah akhir yang berkembang di nagari ini

terdiri atas tiga wilayah, yaitu : Rawang, Pasir Nan Panjang dan Sungai Sirah.

Sementara wilayah Kampung Berhimpun (Pasar Surantih) telah dihuni oleh orang-

orang yang datang dari daerah lain menghuni dan manaruko hidup berdampingan

dengan baik.

1. Rawang

Kaum Sikumbang

Disebut juga Sikumbang Rawang, Penghulu sukunya bergelar Dt. Rajo

Malenggang, daerah asal Ganting Mudik Kampung Langgai

Kaum Jambak

Disebut juga Jambak Sarik Alahan Panjang, Penghulunya sukunya

bergelar Jo Bagampo, daerah asal Ganting Mudik

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 42

Setelah itu menyusul kaum lainnya seperti :

Kaum Jambak

Disebut juga kaum Jambak Sarik Dalam, Penghulu suku Maharajo

Panjang, daerah asal dari Batu Bala[h]

Kaum Kampai

Penghulu suku Dt. Rajo Bandaro Hitam dari Gunung Malelo

Kaum Caniago

Disebut juga kaum Caniago Labuah, Penghulu sukunya Maharajo Lelo,

daerah asal Ganting Mudik

Kemudian menyusul perkembangan di Kampung Pasir Nan Panjang telah

mulai diisi oleh kaum-kaum dari daerah asal dan daerah lainnya. Daerah baru ini

didiami oleh kaum :

Kaum Kampai

Penghulu suku Tan Ameh, daerah asal Sungai Pagu

Kaum Panai

Penghulu suku Dt. Rajo Batuah dari Ampalu

Kaum Caniago

Penghulu suku Malin Sutan dari Kayu Gadang

Kaum Sikumbang

Disebut juga kaum Sikumbang Labuah, Penghulu suku Jo Lenggang dan Jo

Intan

2. Sungai Sira[h]

Daerah ini diisi oleh kaum perkembangan Ganting Hilir yang didiami oleh

beberapa kaum :

Kaum Sikumbang

Penghulu suku Samad Dirajo (Rajo Intan) dari Kayu Aro

Kaum Jambak

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 43

Penghulu Suku Dt. Rajo Bagampo dari Lubuk Batu /Langgai

Kaum Caniago

Penghulu Jo Mudo dari Palo Koto Kayu Gadang

Perjalanan panjang nagari ini telah sampai pada titik-titik wilayah akhir dalam

perkembangan penduduk nagari yang terbentuk secara alami. Untuk

mendeskripsikan perkembangan tersebut, digambarkan dari data dan beberapa

informasi yang bisa dipercaya, sehingga dapat disusun sebaik mungkin. Sebagai

contoh pada berapa tahun terakhir ini, dalam tata perkembangan penduduk. Dalam

pembukaan lahan hunian baru memiliki jarak waktu yang tidak begitu lama. Persis

seperti masyarakat Nagari Surantih dan Teratak secara berkelompok berusaha

membuka dan melaco, bahkan ada yang membeli lahan-lahan tidur di daerah asal

Koto Katenggian yaitu Koto Tinggi, Koto Rana[h] dan Sungai Kumayang. Orang

memburu lokasi-lokasi yang dianggap baik untuk berladang. Saat ini telah ada yang

menetap sementara, bahkan ada yang pulang pergi, ada juga menetap dan

berladang bersama keluarga.

Dalam beberapa dekade tahun yang lalu, daerah asal tersebut telah

ditinggal habis oleh masyarakat nagari, yang tinggal hanya tanah ulayat kaum adat.

Mereka pindah ke wilayah yang baru untuk mencari penghidupan yang baru seperti

ke Teratak, Amping Parak, Ujung Air dan lainnya. Sehingga masyarakat Surantih

sudah mengisi Kecamatan Sutera ini pada umumnya. Dengan kepergian mereka

dari wilayah tersebut mengakibatkan daerah tersebut menjadi hutan belantara dan

tak terurus.

Semenjak awal tahun 2001, seorang putera daerah yang pulang dari

perantauan, yaitu : Ujang Te Ong, merasa prihatin melihat daerah tersebut yang

tertinggal. Sedangkan potensinya sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai

lahan perkebunan. Beliau memberanikan diri untuk memulai membangun kembali

daerah tersebut bersama pemuka masyarakat. Bersama Khairul Beo, mereka

mencoba mengajak masyarakat dengan menyumbangkan pikiran ke daerah

tersebut agar dibuka kembali dengan cara bergotong royong. Sehingga telah dibuka

jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan roda empat.

Dengan niat baik dan berpikiran positif jauh ke depan, Ujang Te Ong dengan

kesepakatan pemuka masyarakat nagari ini, mencoba mendatangkan 10 (sepuluh)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 44

kepala keluarga, putra putri transmigrasi dari Pulau Jawa yang dibawa dari Propinsi

Jambi. Kedatangan keluarga pekerja tersebut, ditandai dengan pemberian lahan

yang dilakukan secara adat oleh pemuka masyarakat. Kedatangan mereka menjadi

daya tarik untuk masyarakat agar secara perlahan-lahan datang berbaur berkerja

bersama membangun jalan sampai pendirian Mesjid Tigo Koto di Lubuk Tonjong.

Peletakan batu pertama dilakukan oleh Pemerintahan Nagari bersama Khairul Beo

dan masyarakat lainnya.

Semenjak itu daerah Koto Katenggian telah menjadi wilayah rebutan, disaat

tanaman Gambir mulai jadi budi daya yang jadi primadona oleh masyarakat nagari.

Pertama kali tanaman Gambir dikembangkan oleh Cetak Bandaro Hitam. Semenjak

tahun 2001 sampai sekarang hampair 400 hektar telah ditanami oleh masyarakat.

Tahun 2006 jalan baru dibuka dengan lebar sembilan meter sepanjang 1200 M ini

juga berkat bantuan dua orang tokoh masyarakat Nagari Surantih yang menjadi

anggota DPRD Tingkat I Sumatera Barat, yaitu : Zaidal Masfiudin SH dan Dra

Salmiati. Begitulah tata cara pembagian wilayah-wilayah hunian di nagari ini, dapat

disimpulkan bahwa nagari ini tak mungkin tumbuh dan berkembang sendirinya.

3.2. Sistem Pemerintahan.

3.2.1. Sitem Pemerintahan di Koto Katenggian.

Bila disimak dari uraian sejarah Nagari Surantih dan gambaran cerita

wilayah di sepanjang jajaran pantai barat Banda Sepuluh. Sebelum Koto

Katenggian terbentuk, pada saat tanah di wilayah ini belum bertuan dan masih

berbentuk hutan belantara. Hingga menjadi suatu wilayah hunian orang-orang yang

datang dan ditunjuk oleh Raja Alam Surambi Sungai Pagu untuk mencari lokasi

baru, melaco dan menaruko. Dibawah kepemimpinan orang yang berilmu tinggi

yang dikenal sebagai salah seorang pimpinan rombongan Niniak Kurang Aso 60,

bergelar Inyiak Alang Palabah. Beliau ditugaskan mencari daerah baru untuk

dijadikan sebagai pemukiman baru. Dalam perjalanan bersama rombongannya,

Inyiak Alang Palabah membagi dua rombongan menjadi dua kelompok hingga

akhirnya menyebar ke daerah hunian Banda Sepuluh sekarang ini.

Inyiak Alang Palabah membagi laki-laki dan perempuan ke dalam dua

kelompok dan menunjuk ketua kelompok untuk mengatur dan memimpin

meneruskan perjalanan dalam mencari dan mengembangkan daerah hunian baru.

Setelah mendapatkan wilayah yang cocok, maka menetap dan berkembanglah

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 45

kelompok-kelompok tersebut. Dalam perkembangan kelompok tersebut di daerah

hunian yang baru, ketua rombongan mereka diangkat menjadi pimpinan wilayah

yang bergelar Petua wilayah, setelah itu Muncak atau Urang tuo.

Petua wilayah menjalankan pemerintahan di wilayah hunian baru dibantu

oleh kepala kaum masing-masing kaum yang ada. Mereka didahulukan salangkah

ditinggikan sarantiang oleh kaumnya, untuk menjadi penghubung antara

masyarakat wilayah dengan Petua wilayah hunian. Belum disahkannya kepala

kaum tersebut oleh Raja untuk menjadi Penghulu, adat diisi limbago dituang, maka

orang-orang ini masih bergelar Datuk kaum.

Pada dasarnya Petua wilayah memimpin wilayah hunian yang baru

berbentuk taratak dan kemudian akhirnya berubah menjadi koto. Setelah daerah

hunian mulai semakin berkembang, daerah Koto Katenggian lama-lama

berkembang menjadi tiga daerah wilayah hunian, yaitu : Koto Tinggi, Koto Rana[h]

dan Sungai Kumayang. Ketiga wilayah ini lama-kelamaan dikenal sebagai daerah

Tiga Koto. Dari perkembangan penduduk terciptalah beberapa kelompok

masyarakat sehingga membentuk kaum yang besar dan kaum yang kecil yang

berjumlah sebanyak 19 (sembilan belas) kelompok kaum. Dari pemecahan ikek

nan ampek payung sakaki membentuk Andiko-andiko kaum seperti Kaum Panai,

Kaum Kampai, Kaum Melayu dan Lareh Nan Tigo (Sikumbang, Jambak, Caniago).

Hubungan timbal balik antara wilayah hunian baru dengan daerah asal Alam

Surambi Sungai Pagu tetap terjalin dan berjalan dengan baik. Berdasarkan

petunjuk-petunjuk Raja dan aturan-aturan yang dilaksanakan, Petua-petua di

wilayah Koto Katenggian merasa wilayah tersebut sudah berkembang dan memiliki

penduduk yang membutuhkan sebuah pemerintahan yang menaungi kehidupan

mereka. Maka Petua wilayah untuk membentuk Petua wilayah pada setiap wilayah

hunian baru seperti wilayah hunian Koto Tinggi, Koto Rana[h] dan Sungai

Kumayang. Petua wilayah Koto Katenggian yang dipercaya dan diangkat sebagai

pimpinan daerah hunian Koto Katenggian dianggap sebagai orang tua dengan gelar

Muncak, dalam memerintah dan mengembangkan kehidupan awal di nagari ini.

Berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat pemuka masyarakat di Koto

Katenggian. Maka dibentuklah pemuka wilayah sebagai penguasa wilayah baru di

tiga wilayah hunian guna untuk membantu Muncak dalam bertugas, seperti :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 46

Di wilayah Koto Tinggi, ditunjuk seorang pemuka wilayah sebagai pemimpin

di wilayah ini. Tugas ini dipercayakan pada pemimpin kaum Panai sebagai

Petua wilayah, yaitu Rajo Batuah

Di wilayah Koto Rana[h], ditunjuk seorang pemuka wilayah sebagai Petua

wilayah di daerah ini dipercayakan pada pemimpin kaum Kampai, yaitu Rajo

Bandaro.

Di wilayah Sungai Kumayang, diangkat seoarang pemuka wilayah sebagai

Petua wilayah yang diembankan pada pemimpin kaum Melayu yang

bergelar Dt. Sati.

Petua wilayah ini dibantu oleh kepala kaum masing-masing dalam

menjalankan pemerintahan di wilayah kekuasaannya. Berdasarkan penuturan

cerita yang disampaikan oleh orang tua yang memahami sejarah nagari ini. Bahwa

yang dipercaya dari awal untuk memimpin nagari ini pertama kalinya, pemimpinnya

disebut dengan Petua wilayah. Seiring dengan berjalannya waktu dan

perkembangan masyarakat, gelar ini berubah menjadi Muncak (orang tua).

Kedudukan sebagai Muncak dipercayakan pada pemimpin kaum Sikumbang

Samad Dirajo. Beliau lebih dikenal dengan gelar Urang Tuo berkedudukan di

daerah Koto Tinggi di wilayah Koto Katenggian, sebagai pemegang pucuk adat.

Dalam menjalankan tugasnya beliau dibantu oleh seorang pelaksana tugas yang

disebut dengan Angku Ibadat, seorang ahli agama dan kemasyarakatan yang

bernama Angku adat.

Meskipun proses pemerintahan pada saat itu belum berbentuk permanen

dan lebih cenderung berdasarkan aturan-aturan yang diambil dari budaya yang

telah dibawa berupa konsep penunjukan kepada orang yang dipercaya oleh Raja.

Mereka yang dipercaya diberi wewenang untuk mengatur dan menyusun aturan-

aturan yang menyangkut tentang wilayah kekuasaannya. Biasanya orang yang

diberi kepercayaan ini mempunyai kelebihan dan nilai-nilai tertentu seperti, ahli adat

dan ahli agama serta juga memiliki kekuatan seperti ilmu kesaktian yang tinggi dan

ahli dalam pengobatan.

Mereka sangat berperan dalam membantu masyarakat dalam kesulitan

hidup dan mara bahaya yang ada, seperti pengusiran binatang dan penunjukan

jalan di hutan belantara. Tugas berat dalam pola kehidupan yang masih sederhana

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 47

di alam hunian baru merupakan suatu tantangan dalam mewujudkan konsep

kebersamaan hidup. Sementara adat dan budaya harus tetap dilaksanakan dan

dikembangkan oleh masyarakat guna terus diwariskan pada generasi yang

berikutnya di Nagari Surantih.

3.2.2. Pemerintahan Raja Di Batu Bala[h]

Sejarah awal mula munculnya suatu pemerintahan di Nagari Surantih sudah

berlangsung semenjak awal perkembangan penduduk di nagari ini. Ketika

penduduk semakin berkembang juga seiring dengan bertambahnya perjalanan

waktu. Koto Ketenggian sebagai daerah pelacohan bagi kampung-kampung yang

muncul setelahnya seperti Batu Bala[h], Langgai, Kayu Aro, Ampalu. Diikuti dengan

kampung-kampung lainnya seperti Lambung Bukik, Gunung Malelo dan Sialang.

Berkembangnya masyarakat di kampung-kampung tersebut ditandai dengan

adanya beberapa kaum/suku, menciptakan kerukunan dan ketertiban antar warga

masyarakat.

Maka bermufakatlah para pemimpin nagari ini Muncak (orang tua) bersama

pembantu-pembantunya dalam pemerintahan. Mufakat yang disepakati adalah

meminta pada Raja Alam Surambi Sungai Pagu mengirimkan wakilnya untuk dapat

memerintah dan mengatur kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan niat tersebut,

diadakanlah pertemuan yang dipimpin langsung oleh Muncak. Pertemuan itu

dihadiri oleh 19 orang Datuk yang ada pada saat itu mewakili kaum dan kampung

yang ada.

Pertemuan ini dilaksanakan di daerah Singkulan, pokok permasalahan yang

menjadi pembicaraan saat itu adalah :

1. Bahwa 19 orang Datuk yang telah memangku gelar Datuk yang ada, merasa

mereka tidak mempunyai tempat untuk mengisi adat,

“Kok kaditaguaan ka bumi, dibendangkan ka langik rajo alun ado”.

2. Belum adanya pimpinan resmi dari Raja Sungai Pagu yang dapat menjadi

pedoman dan mengatur kehidupan kaum-kaum/suku yang ada dalam

wilayah ini. Maka dimohonlah pada Raja untuk mengutus dan mengangkat

seorang Wakil Raja untuk memerintah di daerah ini.

3. Maka bermufakatlah ke 19 orang Datuk tersebut menunjuk Bandaro Hitam

berserta beberapa anggota rombongan yang akan menghadap Raja dan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 48

menyampaikan kesepakatan tersebut pada Raja Alam Surambi Sungai

Pagu.

Setelah dibuat perencanaan dan menentukan hari keberangkatan rombongan

untuk menuju Sungai Pagu. Setelah menghadap dan menyampaikan maksud dan

tujuan rombongan tersebut pada Raja di Sungai Pagu. Akhirnya raja Sungai Pagu

mengangkat seorang wakilnya sebagai Raja untuk memerintah di daerah yang akan

menjadi cikal bakal Nagari Surantih.

Setelah permohonan rombongan yang dipimpin Bandaro Hitam dikabulkan

Raja. Maka Raja Sungai Pagu mengeluarkan mandat dan titahnya dengan

mengangkat seorang wakilnya sebagai Raja di daerah baru. Dengan mendaki dan

menuruni pematang panjang yang bernama Bukit Laban di Muaro Labuah, meniti

jalan pematang panjang dekat Lubuk Batang kemudian melalui Lubuk Sajarolatang.

Bandaro Hitam yang dipercaya sebagai utusan yang menghadap Raja ke Sungai

Pagu, mengawal dan mendampingi Raja dalam perjalanan tersebut dan akhirnya

sampai di daerah Kampung Dalam. Mendengar kabar kedatangan Raja bersama

Bandaro Hitam, senanglah hati Datuk-Datuk yang ada karena kedatangan Raja

merupakan simbol bahwa adat telah diisi.

Dalam upacara alek nagari yang dipimpin oleh Wakil Raja Sungai Pagu.

Mengangkat 19 gelar Datuk dengan melaksanakan upacara adat “Batagak Gadang”

ibarat kata adat “hiduik bakarilahan mati basalin baju”. Upacara ini menandakan di

nagari ini resmi memiliki Penghulu yang memiliki gelar sako kaum yang akan di

wariskan secara turun temurun dalam pecahan Ikek Nan Ampek.

Raja yang mula berdiri berkedudukan di Batu Bala[h], wilayah kekuasaannya

meliputi wilayah Nagari Surantih saat ini yang pada saat itu baru meliputi tiga

daerah Koto Katenggian, yang terdiri dari Koto Tinggi, Koto Rana[h] dan Sungai

Kumayang. Wilayah Ganting Mudik meliputi empat kampung yang telah

berpenghuni, yaitu Langgai, Batu Bala[h], Kayu Aro dan Ampalu. Ditambah dengan

daerah hilir yang baru dibuka seperti Kampung Kayu Gadang (Lambung Bukik).

Koto Merapak, Koto Panjang dan Gunung Malelo, sebagian besar wilayahnya saat

itu masih merupakan dataran rendah berawa yang mengarah ke pesisir/pantai.

Untuk menjalankan pemerintahannya guna mengatur kehidupan masyarakat

yang harmonis dan menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan agama. Raja dibantu oleh

para Penghulu yang disebut dengan Ikek Nan Ampek (Penghulu Nan Barampek)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 49

dan Manti. Penghulu yang tegabung dalam Ikek Nan Ampek berasal dan empat

suku yang ada yaitu; Melayu, Kampai, Sikumbang dan Panai, sebagai pembantu

Raja, Ikek Nan Ampek mempunyai tugas untuk mengatur dan mengontrol

kehidupan anggota masing-masing sukunya. Dalam menjalankan tugas mereka

tersebut, Ikek Nan Ampek dibantu oleh Manti, Dubalang, Malin.

Sementara Muncak atau orang tua masih tetap menetap di Koto Katenggian

bersama Petua wilayah terdahulu. Mereka masih bertahan dan belum mau

membuka wilayah baru karena kehidupan di daerah yang sudah mapan. Maka

tugas wilayah pelacohan ditugaskan pada Andhikonya. Beliau tetap memberi

nasehat pada Raja dan membantu tugas Raja di Koto Katenggian.

Raja yang memerintah dan berkedudukan di Ganting Mudik berasal dari

Kaum Melayu, bernama Sutan Bujang Panalam dan mempunyai gelar Raja Salam.

Raja merupakan anak Sulung dari tiga orang bersaudara, adiknya perempuan

bernama Puti Panjang Sanggu bergelar Puti Mayang Taurai dan yang paling

bungsu bernama Sari Alam dengan gelar Sutan Sari Alam. Berdasarkan penuturan

dan cerita orang tua terdahulu, Raja di Batu Bala[h] malakok pada kaum Kampai

Kampung Dalam dalam sako Dt. Rajo Endah. Setelah berkembang, Raja berdiri

sendiri membentuk kaum sendiri dari perkembangan keluarganya. Adik

perempuannya yang paling kecil yang bernama Sari Alam mendirikan gelar kaum

Melayu yaitu Rajo Alam.

3.2.3. Pemerintahan Raja Di Timbulun

Seiring dengan berjalannya pemerintahan raja yang berada di Batu Bala[h],

kehidupan masyarakat semakin berkembang juga di Ganting Mudik dan semakin

banyaknya rombongan masyarakat yang datang dari Sungai Pagu ke daerah ini.

Akhirnya di daerah Ganting Hilir semakin banyak dibuka lahan pemukiman baru

oleh masyarakat pendatang dari penjuru ranah pesisir pantai. Sehingga

terhimpunlah kelompok masyarakat di daerah baru pinggiran pantai barat nagari ini.

Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong semakin banyaknya dibuka pemukiman

baru oleh masyarakat pendatang. Bahkan mereka ikut melaco dan menaruko dalam

membuat lahan pertanian baru seperti kepemilikan penguasaan tanah adat.

Kampung Timbulun pada masa itu menjadi wilayah kepemilikan Raja yang

bernama Sutan Bujang Panalam bersuku Melayu. Kepindahan Raja dari Batu

Bala[h] ke Timbulun merupakan titik awal perubahan baru yang berlangsung dalam

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 50

perkembangan kehidupan di nagari ini. Berdasarkan cerita, dikabakan bahwa Raja

menikah dengan kaum Kampai Dt. Rajo Endah. Sedangkan adiknya yang bungsu

bernama Sari Alam hidup dan berkeluarga di Timbulun. Raja membentuk daerah

hunian dan kaum dengan gelar Andiko kaum Rajo Alam.

Setelah jelas bagi masyarakat nagari bahwa Raja akan memindahkan pusat

pemerintahan ke Timbulun. Masyarakat semakin ramai mencari lahan baru yang

kosong hingga perkembangan penduduk di daerah hilir semakin berkembang.

Perkembangan ini mendorong munculnya kampung baru seperti Koto Baru, Koto

Panjang, Timbulun, Lubuk Batu dan lainnya.

Dengan dipindahkannya pusat pemerintahan ke Timbulun secara tidak

langsung juga mendorong terjadinya perubahan struktur pemerintahan yang ada

sebelumnya. Tujuan dilakukannya perubahan ini didasarkan pertimbangan agar

terciptanya keseimbangan dalam mengatur kehidupan masyarakat yang semakin

berkembang dan bertambah banyak. Semua itu dilakukan demi menciptakan

keseimbangan dalam mengatur kehidupan masyarakat adat nan baganting ilia dan

adat nan baganting mudiak. Dalam pemerintahan yang berpusat di Timbulun raja

membentuk struktur pemerintahan berdasarkan dua wilayah yang ada. Maka pada

waktu itulah Ganting Hilir dikumandangkan, sebelumnya daerah ini lebih dikenal

masyarakat sebagai Kampung Berhimpun. Pembagian wilayah ini secara tidak

langsung mempertegas batas daerah dan wewenang dalam menjalankan

pemerintahan di kedua wilayah.

A. Wilayah Ganting Mudik

Wilayah Ganting Mudik Raja mengangkat seorang wakilnya yang

berkedudukan sebagai Muncak (orang tua) bergelar Samad Dirajo, kaum

Sikumbang sebagai salah seorang penasehat Raja beliau diberi wewenang untuk

melahirkan kebijakan dan juga memungut hasil kekayaan alam di daerah Ganting

Mudik, adat mengatakan “ Ka darek, ka rimbo babungo kayu”. Muncak ini dalam

melaksanakan tugasnya dibantu oleh :

1). Di Wilayah Batu Bala[h]

Pada masa dahulunya disebut dengan Tukang Nan Barampek, sekarang

dikenal dengan Penghulu Nan Barampek. Mereka antara lain adalah

Penghulu Kaum Kampai : Dt. Rajo Endah

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 51

Penghulu Kaum Kampai : Dt. Rajo Bandaro Hitam

Penghulu Kaum Jambak : Maharajo Panjang

Penghulu Kaum Caniago : Malintang Bumi

2). Di Wilayah Kayu Aro

Pada masa dahulu dikenal dengan Manti Nan Batujuah, sekarang

dikenal dengan Penghulu Nan Batujuah. Meraka antara lain adalah :

Penghulu Kaum Sikumbang : Dt. Rajo Yaman

Penghulu Kaum Sikumbang : Samad Dirajo

Penghulu Kaum Sikumbang : Jo Lenggang

Penghulu Kaum Jambak : Dt. Rajo Kayo

Penghulu Kaum Caniago : Malin Sutan

Penghulu Kaum Kampai : Rajo Di aceh

Penghulu Kaum Kampai : Rajo Mangkuto.

3). Di Wilayah Ampalu

Pada masa dahulu disebut dengan Penghulu Nan Barampek hingga saat

sekarang. Mereka antara lain adalah :

Penghulu Kaum Panai : Dt. Rajo Batuah

Penghulu Kaum Kampai : Dt. Rajo Bagindo

Penghulu Kaum Sikumbang : Dt. Rajo Indo

Penghulu Kaum Jambak : Dt. Rajo Gampo

4). Di Wilayah Langgai

Pada masa yang lalu disebut dengan Labai Nan Barampek, sekarang

menjadi Penghulu Nan Barampek. Mereka antara lain adalah

Penghulu Kaum Sikumbang : Dt. Rajo Malenggang

Penghulu Kaum Caniago : Jo Johan

Penghulu Kaum Jambak : Dt. Rajo Bagampo

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 52

Penghulu Kaum Kampai : Rajo Bintang.

B. Wilayah Ganting Hilir

Dalam daerah Ganting Hilir (wilayah berhimpun), Raja mengangkat seorang

wakilnya sebagai pelaksana tugas. Maka ditunjuklah orang kepercayaan Raja yang

diberi gelar Sultan dari Kaum Kampai yang berkedudukan di wilayah Timbulun.

Sultan dalam menjalankan tugasnya di daerah hunian Ganting Hilir memiliki

wewenang yang hampir sama dengan Muncak. Yaitu mengatur kehidupan

masyarakat dan juga memungut kekayaan alam di daerah Ganting Hilir, terutama

“nan ka lawik babungo karang”. Demi lancarnya pelaksanaan tugasnya, Sultan

menunjuk beberapa pembantu yang diberi kepercayaan membantunya menjalankan

pemerintahan. Wilayah Ganting Hilir dibagi menjadi dua wilayah, yaitu :

1). Daerah iliran pantai, dipimpin oleh seorang yang bergelar Bagindo. Wilayah

kekuasaannya meliputi Pasir Nan Panjang, wilayah Berhimpun (Pasar

Surantih), Rawang dan Timbulun.

2). Daerah iliran Batang Galaga Putih (Batang Surantih), dipimpin oleh

seorang yang bergelar Bandaro. Berkedudukan di wilayah Gunung Malelo

memiliki wilayah kekuasaan antara lain Gunung Malelo, Koto Panjang,

Koto Merapak, Kayu Gadang dan Lambung Bukik.

Dalam pelaksanaan pemerintahannya dibantu oleh Andiko adat seperti

Manti dan Dubalang. Proses perjalanan pemerintahan di nagari yang dipimpin oleh

dua perwakilan pemerintahan menjadi sorotan dan tanda tanya oleh masyarakat

nagari. Bermacam pendapat dan pertanyaan berkembang dalam kehidupan

masyarakat. Permasalahan ini terdengar oleh pemuka adat yang segera

menanggapi permasalahan tersebut. Munculnya kekhawatiran kalau Raja wafat,

Wakil Raja yang ditunjuk oleh Raja untuk memimpin wilayah Ganting Hilir dan

Ganting Mudik bertahan. Oleh sebab kepemimpinan yang dipegang oleh dua orang

Wakil Raja tersebut tidak bertahan lama. Pada dasarnya Nagari Surantih tidak

pernah disebut sebagai dua wilayah baganting hilie dan baganting mudik. Karena

umur Raja semakin tua, maka muncul kekhawatiran bagi-bagi Penghulu yang ada di

nagari ini akan terpisahnya nagari ini menjadi dua wilayah ibarat kata pepatah,

“takuik pusako ka tagadai, cameh adat nan ka hilang”.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 53

Bermufakatlah para pemuka-pemuka adat dibawah bimbingan Ikek Nan

Ampek untuk menyatukan pendapat dan memohon pada Raja untuk kembali

menyatukan nagari ini menjadi satu wilayah. Yaitu satu nagari yang bernama

Surantih. Permohonan tersebut dikabulkan Raja dengan syarat Ikek Nan Ampek

harus membantu Raja sebagai Wakil Raja Sungai Pagu di nagari ini. Ikek Nan

Ampek memfungsikan Andiko adat berserta Manti jo Dubalang. Pusat pemerintahan

masih ditetapkan di Timbulun yang dijalankan oleh Raja. Kepemimpinan Raja di

nagari ini tidak berlanjut lagi, lantaran adanya peraturan dari pemerintah kolonial

yang menghapus kekuasaan raja di nagari ini pada tahun 1802. setelah itu

pemerintahan nagari di Surantih di perintah oleh Pemuncak Laras Sati yang ditunjuk

oleh Belanda.

Skema 1

STRUKTUR PEMERINTAHAN DI KOTO TINGGI18

18

Sistem pemerintahannya dijalankan berdasarkan sistem kelarasan Bodi Caniago.

Muncak

Rajo Adat Samad Dirajo

Dt Rajo Bagampo Kaum

Lareh Nan Tigo

Dt. Rajo Bandaro Kaum

Kampai

Dt. Sati Kaum

Melayu

Dt. Rajo Batuah Kaum Panai

L Orang Tua Adat A Rajo Alam N G G A Labai I Nan Barampek

B Orang Tua Adat A Rajo Endah T U B A Tukang L Nan Barampek A

K Orang Tua Adat A Jo Lenggang Y U A Manti R Nan Batujuah O

Orang Tua Adat A Rajo Batuah M P A L Penghulu Andiko U Nan Barampek

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 54

Skema 2

STRUKTUR PEMERINTAHAN DI TIMBULUN19

19

Sistem pemerintahan yang dijalankan berdasarkan sistem kelarasan Koto Piliang.

Sultan

Rajo Adat Rajo Endah

Dt Rajo Malenggang kaum

Lareh Nan Tigo

Dt. Rajo Bandaro Kaum

Kampai

Dt. Sati Kaum

Melayu

Dt. Rajo Batuah Kaum Panai

Bagindo Kaum

Kampai

Bandaro Kaum

Kampai

Andiko Penghulu Nan

Barampek

Pasar Surantih

Dt. Rajo Sati

Gunung Malelo

Bandaro Hitam

Ampalu

Rajo Indo

Sungai Sirah

Jo Lenggang

Timbulun

Rajo Bintang

Kayu Aro

Rajo Yaman

Rawang

Jo Bagampo

Koto Nan Tigo

Kando Marajo

Batu Bala[h]

Rajo Bandaro Hitam

Langgai

Jo Johan

Raja Ibadat

Angku Sadat

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 55

BAB IV

SEJARAH MASYARAKAT NAGARI SURANTIH (Versi Kedua)

4.1. Asal Masyarakat Surantih.

Masyarakat nagari tidak akan berhenti bertanya untuk mengungkapkan apa

yang belum dipahami dan dimengertinya. Terutama dalam menjelaskan asal usul

masyarakat leluhurnya. Sejarah nagari sangat penting untuk diketahui oleh anak

nagari, meski sulit untuk menyelusuri kebenaran dan keasliannya lantaran adanya

kaba yang simpang siur. Sehingga memberi kesan sulit mencari kebenaran dari

informasi yang dikumpulkan.

Dalam memperkuat informasi dan keaslian sejarah nagari dalam hal ini

dapat dipedomani hukum adat dan realita yang ada. Berdasarkan hal tersebut di

atas dicoba dirangkum bermacam informasi dan pendapat serta pengaruh dari

realita alam. Demikian juga dengan sejarah yang berkembang di daerah lainnya di

Kabupaten Pesisir Selatan maupun dari daerah lain. Oleh karena itu tidak ada

salahnya ditulis dialektika pendapat tentang sejarah asal usul guna memperluas

pengetahuan dalam mengali sejarah nagari yang sebenarnya. Agar nantinya

kekurangan dan kelengkapan dari informasi yang ditemukan dapat dijadikan

sebagai bahan referensi dan perbandingan.

Masyarakat Nagari Surantih sudah tahu bahwa leluhurnya berasal dari

perkembangan daerah Kerajaan Alam Sungai Pagu. berdasarkan perkembangan

tersebut, maka daerah Nagari Surantih dianggap sebagai daerah rantau (daerah

bagian) yang dipimpin dengan cara beraja-raja. Kepemimpinan di daerah ini

dipangku oleh seorang yang ditunjuk oleh Raja sebagai wakilnya yang diberi gelar

sebagai Raja, Penghulu, Sultan atau Pemuncak. Itulah istilah/gelar yang digunakan

dalam sistem kepemimpinan di daerah Banda Sepuluh yang merupakan sebuah

daerah rantau yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Alam Surambi Sungai

Pagu. Pembentukan nagari oleh Raja di setiap daerah rantau bertujuan untuk

membantu Raja dalam pengaturan kehidupan masyarakat dan pemungutan pajak.

Semakin berkembangnya masyarakat di Kerajaan Alam Surambi Sungai

Pagu mendorong terjadinya perluasan wilayah kekuasaannya. Keadaan kehidupan

masyarakat yang yang telah hidup berkaum-kaum dan berjurai-jurai dibawah

kepemimpinan Penghulu kaum dalam lingkungan rumah gadang. Keberhasilan

kaum untuk mengembangkan daerah hunian di daerah asal Sungai Pagu telah

dapat dilihat dari terbentuknya daerah hunian seperti :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 56

1. Daerah Surian telah dihuni oleh kaum Melayu dan Caniago. Penghulu

Kaum Melayu adalah Dt. Sati dan Penghulu Kaum Caniago bergelar Dt.

Rajo Johan.

2. Daerah Pasir Talang telah dihuni oleh Kaum Sikumbang dan Jambak.

Gelar Penghulu Suku Sikumbang adalah Rajo Malenggang sedangkan

gelar Penghulu Kaum Jambak adalah Dt. Rajo Bagampo

3. Daerah Lubuk Gadang telah dihuni oleh Kaum Kampai dan Panai.

Penghulu Kaum Kampai bergelar Tuanku Bagindo dan Penghulu Kaum

Panai bergelar Dt. Rajo Batuah

Seluruh kaum tesebut telah menetapkan ajok sepadan daerah

perkembangan kaumnya yang telah ditentukan oleh Raja Alam Surambi Sungai

Pagu yang disebut dengan “kiajo bauntuak pagang bamasiang”. Pembagian wilayah

hunian kaum oleh Raja Alam Surambi Sungai Pagu kepada Penghulu kaum untuk

wilayah hunian baru bagi perkembangan penduduk dari kaum-kaum yang ada.

Dilihat dari sejarah perkembangan daerah-daerah di Banda Sepuluh yang

diberikan kuasa dan wewenang kepada kaum tertentu dalam membentuk

perserikatan kaum atau jurai-jurai bersama kaum lainnya. Berdasarkan keputusan

Raja bersama pemuka kaum dalam sebuah musyawarah dalam Kerajaan Sungai

Pagu. Penentuan wilayah ditentukan berdasarkan hulu-hulu sungai sebagai titik

awal perencanaan pelacohan dalam mencari dan mengembangkan daerah hunian

baru. Aliran sungai tersebut menjadi pedoman dalam perkembangan wilayah hunian

bagi perkembangan kaum selanjutnya hingga membentuk nagari-nagari yang

tergabung dalam kesatuan Banda Sepuluh.

Penamaan dari daerah rantau perkembangan dari masyarakat Sungai Pagu

dengan sebutan Banda Sepuluh mempunyai makna dan arti. Daerah Kesatuan

Banda Sepuluh merupakan sepuluh sungai yang dikendalikan oleh Raja Sungai

Pagu. Semenjak zaman dahulu dalam mengendalikan daerah sepuluh sungai

tersebut Raja mempercayakan kepada kaum-kaum yang ada dalam masyarakat

Sungai Pagu, antara lain :

1. Banda Air Haji

Terdapat Nagari Air Haji dipercayakan pada Kaum Panai dibawah

kepemimpinan Penghulu Tuanku Aji Sutan Lelo

2. Banda Sungai Tunu

Terdapat Nagari Sungai Tunu dipercayakan pada Kaum Melayu

Bariang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 57

3. Banda Pungasan

Terdapat Nagari Pungasan

4. Banda Pelanggai

Terdapat Nagari Pelanggai dipercayakan pada Kaum Sikumbang IV

ibu

5. Banda Lakitan

Terdapat Nagari Lakitan dipercayakan pada Kaum Melayu Koto Kaciak

dibawah kepemimpinan Penghulu Sutan Kalifa

6. Banda Lengayang

Terdapat Nagari Kambang dipercayakan pada Kaum Kampai dibawah

kepemimpinan Penghulu Bandaro Kambang

7. Banda Amping Parak

Terdapat Nagari Amping Parak dipercayakan pada Kaum Melayu

8. Banda Surantih

Terdapat Nagari Surantih dipercayakan pada Kaum Sikumbang di

bawah kepemimpinan Penghulu Dt. Rajo Malenggang

9. Banda Taluak

Terdapat Nagari Taluak dipercayakan pada Kaum Sikumbang

10. Banda Batang Kapeh

Terdapat Nagari Batang Kapas dipercayakan pada Kaum Caniago

Berdasarkan pembagian tersebut dapat digambarkan pembagian wilayah

yang ditandai dengan keadaan alam. Perkembangan kaum di daerah tersebut

memiliki beberapa jurai, memberi bukti bahwa kaum tersebut adalah kaum pertama

yang melaco di daerah yang telah ditetapkan oleh Raja Alam Surambi Sungai Pagu.

Raja membentuk sebuah rombongan yang dipercayakan pada salah satu pimpinan

Inyiak Kurang Aso 60 (Alang Palabah) untuk menjadi kepala rombongan.

Rombongan tersebut diberi tugas untuk mencari lahan hunian baru. Rombongan

inilah yang diyakini memiliki ikatan sejarah yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah

terbentuknya Banda Sepuluh. Dibawah kepemimpinan Inyiak Alang Palabah

rombongan ini merintis rute perjalanannya melalui hulu air Sungai Lengayang.

Di Nagari Surantih berdasarkan kesepakatan ”kiajo bauntuak pagang

bamasiang”. Pencarian, pelacohan daerah baru selalu mempedomani hulu air untuk

ditelusuri secara berkelompok. Pada saat ini tidak satu pun yang mengetahui bahwa

hulu batang air Nagari Surantih ini dari Muaro Labuah Sungai Pagu. Penelusuran

batang air ini hanya dapat dilakukan dalam sejarah kedatangan masyarakat ke

nagari ini.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 58

Di nagari ini terdapat Falsafah, “Kalau takicok aie Surantih, harapan ka

baliek lai” lantaran sitawa sidingin dan baringin sonsang tumbuah di ateh batang di

tangah batang aie di hulu sungai. Makna dari falsafah ini tidak ada satupun yang

dapat menguraikan lebih lanjut. Tetapi pada masa sekarang ini masih ada didengar

kata-kata tersebut meskipun tempatnya tidak pernah diketahui dengan jelas.

Dahulu Batang Air Surantih mengalir dari arah timur hingga bermuara ke

barat. Termasuk sebagai salah satu batang air besar yang memiliki air yang jernih

dan deras hingga pada saat dahulu batang air ini dikenal sebagai Batang Air Galaga

Putiah.

Tata cara kehidupan masyarakat pada saat itu masih berada dalam taraf

kehidupan yang masih sederhana karena masih dalam taraf perkembangan awal

kehidupan di daerah hunian baru. Tuntutan dalam pemenuhan kebutuhan hidup

sehari-hari masih dengan mengandalkan sumber daya alam baik dengan cara

meramu daun-daun atau buah-buahan untuk dimakan dan berburu binatang hutan

serta menangkap ikan. Dengan pola hidup yang demikian mereka mencoba

bertahan hidup sambil melakukan kegiatan bercocok tanam di ladang. Dengan cara

mendirikan dangau kecil berbentuk panggung berkaki empat beratapkan daun-

daunan kayu sebagai tempat berteduh. Pola dan cara bertahan hidup yang

demikian dilalukan selama 1 – 2 tahun atau semusim sampai dua musim panen.

Selanjutnya mereka menyelesuri sungai kembali mencari lokasi dataran baru yang

cocok dijadikan sebagai daerah bermukim.

Perjalanan dan pertualangan dalam menelusuri hutan rimba belantara yang

sudah dipersiapkan jauh sebelumnya. Berkat keyakinan kepada Tuhan dan

mengunakan pengalaman-pengalaman hidup dalam berinteraksi dengan alam

melahirkan ilmu-ilmu kesaktian yang berguna dalam mengatasi kesulitan dan

permasalahan yang didapatkan dalam kehidupan, seperti teknik pengobatan.

Awal keberangkatan dari daerah asal dan sulit untuk kembali lagi. Pola

budaya dan tata kehidupan yang dibawa masih tetap dipertahankan karena

dilandasi budaya yang kuat dan pengaruh budaya malu menjadi filter dari nilai

budaya yang dimiliki. Barang bawaan yang dibawa dalam perjalanan adalah benda-

benda yang penting saja, barang atau benda yang sulit didapatkan di daerah baru.

Seperti bahan-bahan obat : Pohon Sitawa, Pohon Sidingin, Pohon Cikaro, Pohon

Cikumpai dan Pohon Sirih. Pohon-pohon tersebut dibawa langsung dari daerah asal

Alam Surambi Sungai Pagu.

Niniak moyang masyarakat Surantih pertama kali datang menghuni daerah

ini berawal dari proses tersebut di atas. Mereka datang dengan menyelusuri Batang

Air Surantih dan menetap di daerah yang dianggap cocok sebagai daerah hunian

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 59

dengan membangun dangau sebagai tempat tinggal. Keberangkatan Niniak kita

berawal dari daerah Pasir Talang dan Surian. Mereka berangkat dengan satu

keluarga menetap mencari lahan baru dengan menyelusuri Batang Air Surantih dari

Surian.

Perjalanan mereka adakalanya mempergunakan rakit dan kadang kala

berjalan kaki sesuai dengan kondisi alam yang mereka lalui. Kelompok pendatang

pertama ini, pertama kali menetap tidaklah menempati daerah Langgai. Lokasi

pertama yang mereka jadikan lokasi menetap adalah daerah sebelah barat Gunung

Kelambu. Tepatnya di bawah kaki Bukit Kelambu di aliran hulu air Galaga Putiah di

tepian air Malintang Suai.

Di tempat inillah mereka melaco dan menetap hingga berkembang

melahirkan keturunan sebagai generasi penerus. Menurut cerita, di tempat ini

dilahirkan anak enam orang perempuan dan satu orang laki-laki. Diperkirakan

kelompok ini menetap di daerah ini selama lebih kurang 30 musim. Selama

kelompok ini berada di daerah tersebut, hubungan dengan daerah asal tetap terjaga

dengan baik. Meskipun 2 sampai 4 kali musim untuk bisa datang ke daerah asal.

Pertemuan dengan keluarga dan kerabat dapat mengobati kerinduan. Informasi dan

cerita tentang daerah hunian baru menjadi bahan perbincangan sehingga menjadi

pendorong kaum lainnya untuk mengikuti langkah masyarakat pendahulu. Tradisi

kunjung mengunjungi ini menyebabkan terjalinnya perjodohan dengan kaum

sekampung sehingga di tepian air Malintang Suai telah berdiri tiga keluarga

peranakan.

Waktu terus bergulir seiring dengan berjalannya waktu, menyusul pula satu

keluarga yang menyelusuri air Galaga Putiah. Kedatangan keluarga ini mendorong

untuk mencarikan lokasi baru yang layak dan dekat ke arah muara. Hal ini

didasarkan adanya berita bahwa kaum – kaum lain telah memasuki dan berada di

hulu sungai lainnya untuk menuju muara sungai karena daerahnya diperkirakan

sangat bagus.

Hal ini juga yang mendorong dua kaum ini untuk meneruskan perjalanan

menyusuri hutan belantara yang masih lebat hingga akhirnya sampai di Kampung

Langgai sekarang. Dahulunya daerah ini disebut dengan nama Langgan Siko.

Daerah Langgan Siko ini diperkirakan sebagai daerah Dusun Janang sekarang.

Nama ini kemudian lama-kelamaan berubah menjadi Langgai. Setelah menetap dan

membangun mendirikan dangau sebagai tempat menetap dan keperluan hidup

lainnya.

Kaum pertama yang memasuki Langgai sebelumnya menetap di kaki bukit

Kelambu di tepian air Malintang Suai. Dari keluraga tersebut telah memiliki tujuh

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 60

orang anak dan membentuk tiga keluarga menuju Langgai. Keluarga tersebut

Kaum Sikumbang dengan Penghulu Dt. Rajo Malenggang dari kaum ibu yang

bernama Si Jiam. Beliau memiliki suami yang berasal dari kaum Caniago bernama

Si Tuga. Mereka dikarunia anak laki-laki yang bernama Jo Ruhum. Mereka juga

mempunyai dua orang anak perempuan bernama Suji Ame dan Si Main Ame.

Dalam penetapan lokasi hunian Kaum Sikumbang mengambil lokasi Tanjung

Uluh Aie Taantak di Langgai. Sementara keluarga kedua dari rombongan tersebut

Kaum Caniago dari gelar adat yang dibawa dari daerah asal adalah Dt. Rajo Johan

dari kaum ibu yang bernama Lihan. Beliau bersuamikan dari Kaum Melayu bergelar

Sutan Muncak. Dalam penempatan lokasi hunian baru Kaum Caniago berada di

tepian air Lubuk Gadang.

Penghidupan awal masyarakat di Langgai dimulai dari dua kaum pertama

yang melaco[h] dan menaruko. Mereka berusaha membangun kehidupan baru di

wilayah hunian baru berdasarkan perkembangan seiring dengan berjalannya waktu.

Kelompok tersebut terus berkembang melahirkan keturunan baru sebagai

penyambung generasi berikutnya.

Dalam perkembangannya kaum caniago telah memiliki tiga orang anak yang

pertama satu orang anak laki-laki bernama Sutan Lumpur dan dua orang anak

perempuan sebagai penerus Kaum Caniago di Langgai. Sehingga di Langgai telah

ada generasi baru dari jurai kaum kemudian membentuk pula gelar sako kaum dari

Andiko daerah asal Alam Surambi Sungai Pagu, seperti :

Kaum Sikumbang ditandai dengan Jo Malenggang

Kaum Caniago ditandai dengan Jo Johan

Gelar yang ada saat itu bukanlah gelar Penghulu Pucuak dari pusako adat,

karena Penghulu Pucuak masih berada di daerah asal Sungai Pagu. masih

beradanya Penghulu Pucuak di Sungai Pagu dikarenakan tugas dalam membantu

Raja dalam pemerintahan, seperti dalam menetapkan gelar sako haruslah melalui

izin para Penghulu-penghulu kepala dalam jurai-jurai kaum.

Setelah berjalannya roda kehidupan di Langgai oleh pendatang pertama,

barulah masuk rombongan kedua. Rombongan kedua ini berjumlah empat keluarga.

Keluarga pertama dari kaum ibu yang bernama Sari Raba’a20 yang bersuamikan

pada kaum kampai yang bernama/bergelar Jo Leak. Keluarga ini kemudian

menempati lokasi hunian di tepian air Baseong di Bawah Tarok Gadang. Keluarga

yang kedua berasal dari kaum Kampai dari ibu yang bernama Bulan. Suaminya

20

Keluarga tertua dari tiga Kaum Jambak yang menuju Langgai

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 61

berasal dari kaum Jambak yang bergelar Sutan Maleno. Lokasi yang ditempati oleh

kaum ini menghuni tepian air Bahulak di dekat lokasi kaum pertama yang datang.

Dalam perkembangan kehidupan Kaum Kampai di Langgai memiliki lima

orang anak yaitu dua orang anak laki-laki dan tiga orang perempuan. Anak pertama

bernama Kunang, kedua bernama Uniang, anak ketiga bernama Bintang. Kaum ini

terus berkembang dan terus mengisi daerah-daerah yang kosong.

Sutan Maleno dari Kaum Jambak dan Jo Elak dari Kaum Kampai menjadi

pimpinan rombongan, mereka dituakan selangkah di dalam kaumnya masing-

masing. Mereka sama-sama memiliki ilmu dan kepandaian yang sangat tinggi

Proses kehidupan baru di Langgai masih memakai pusaka asli masyarakat

Minang. Baik adat, budaya dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Unsur tersebut menjadi pedoman dan landasan dalam berpijak, menjalani hidup ini

dengan seadanya, jujur dan iklas. Sumber daya alam yang ada dimanfaatkan

sebaik mungkin sebagai bahan untuk belajar, sehingga dalam hidup mereka tidak

ada waktu yang terbuang percuma.

Setiap orang patuh dan taat pada aturan yang telah ada sehingga dalam

hidupnya ia telah memiliki bekal ilmu. Bahkan tidak jarang mereka memiliki ilmu

kesaktian yang luar biasa. Hal ini menjadi lambang dan kebanggan bagi kaum, bila

pimpinannya ditakuti dan disegani, sehingga kaum tersebut merasa terjaga dan

dilindungi oleh kepala kaumnya.

Setelah beberapa kaum telah mulai berkembang, kepala kaumnya mulai

merencanakan mendirikan rumah gadang sebagai lambang keberadaan kaumnya

sebagai kaum yang telah memiliki jurai-jurai. Hal ini menjadi lambang dan tanda

bahwa kaum tersebut berasal dari jurai yang jelas asalnya. Oleh karena itu pada

saat sekarang masih ada cerita yang didapat tentang keberadaan rumah gadang

dari kaum-kaum tersebut di Langgai, antara lain :

1. Kaum Sikumbang

Rumah gadang yang dibangun memiliki lantai yang terbuat dari nibung,

rumah ini dibangun di Tanjung Ulu Aie Taantak. Rumah gadang ini

merupakan milik kaum Penghulu Jo Ruhum yang dikenal memiliki

kelebihan “muluik nyariang kato badanga”

2. Kaum Caniago

Membangun rumah gadang tageh baririk yang dibangun di tepian air

Lubuk Gadang. Rumah ini merupakan milik kaum dari Penghulu Sutan

Lumpur yang dikenal mewarisi kesaktian berupa orang dan binatang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 62

tunduk padanya. Kesaktian ini diwarisi dari bapaknya yang berasal dari

Kaum Melayu yang bergelar Sultan Muncak21.

3. Kaum Kampai

Membangun rumah gadang “Anjuang Suha” yang dibangun di tepian air

Bahulak. Rumah gadang ini merupakan milik kaum dari Penghulu Jo

Leak yang dikenal memiliki kelebihan “Aie babalik mudiak”

4. Kaum Jambak

Membangun rumah gadang “Basagi Tigo” yang dibangun di tepian air

Baserong. Rumah gadang ini merupakan milik kaum dari Penghulu

Sutan Maleno yang dikenal memiliki tingkat kesaktian yang sempurna

tercipta dari hentakan kaki bagaikan gempa sabetan tangan bagaikan

badai.

Cerita ini pada saat ini masih dipercayai dan dibenarkan oleh sebagian

masyarakat.

Setelah berdirinya rumah gadang kaum, kaum yang ada terus berkembang

menghuni lahan-lahan baru. Perkembangan mulai dari paruik kecil sehingga

menjadi paruik gadang. Ada yang telah menyebut gelar sako yang dibawa walaupun

dia belum menjadi Penghulu tapi gelar sakonya sudah jelas menurut kaum asli yang

turun dari daerah asal.

Setelah kaum memiliki paruik gadang dan telah memiliki beberapa jurai

kaum di daerah lain hingga dua sampai lima kelompok kaum. Pimpinan kaum yang

ada di rumah gadang sudah dapat mengambil tindakan membentuk gelar sako

kaum sebagai pimpinan kaum. Sementara jurai-jurai yang ada di daerah lain

dibolehkan pula membentuk Andiko kaum dengan gelar yang berbeda. Pecahan

dari kaum paruik gadang sebagai lambang /panji kaum tetap dari nama kaum dan

Penghulu yang ada.

Gelar sako yang akan ditetapkan pada Penghulu haruslah mematuhi aturan-

aturan adat. Mulai dari mendapatkan izin hingga pada proses adat diisi limbago

dituang. Tidak memikul begitu saja, semua ditetapkan dari musyawarah dan

mufakat kaum dan para Penghulu yang ada.

21

Dalam cerita anak nagari, dikabarkan mayatnya tidak dikafani, tidak disembayangkan dan

dikuburkan. Mayatnya hilang di Talang Babungo menjadi Ulia. Meski beliau meninggal di Langgai tetapi mayat beliau bersemayam di Gunung Rajo, sekarang disebut orang dengan penghuni tampat

Gunung Rajo. Sutan Lumpur mewriskan ilmunya pada kaumnya Angku Negara saudara seibu dari Angku Kali Adat, kemudian diwariskan pada H. Ketek. Kedua orang tersebut diyakini menghuni Tampat Langgai sedangkan Angku Kali Adat menghuni Tampat di Batu Bala[h], Gunung Malelo yang kemudian dikenal dengan Maharajo Lelo.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 63

Dalam pendirian rumah gadang kaum, dikerjakan secara bersama-sama.

Mulai dari pengaturan, penataan unik (tertentu) dengan bahan pilihan hingga

memiliki ciri istimewa dan menjadi ciri dan identitas kaum tersebut. Sehingga kaum

rumah gadang tersebut telah memiliki asal yang jelas dari kaum awal sebagai

landasan berpijak bahwa kaum tesebut telah punya Tungganai. Maka orang akan

menyebut selamanya, seperti :

1. Kaum Jambak Langgai Rumah Gadang Basagi Tigo

2. Kaum Sikumbang Langgai Rumah Gadang Lantai Nibuang

3. Kaum Caniago Langgai Rumah Gadang Tageh Baririk

4. Kaum Kampai Langgai Rumah Gadang Anjuang Suah

Sampai saat ini ciri khas rumah gadang kaum di Langgai masih ada disebut

orang. Sebagian masyarakat ada yang telah melupakan keberadaanya walaupun

peninggalan dari sejarah rumah gadang tersebut tidak berbekas. Demikian juga

dengan ciri nama rumah gadang tersebut ada yang tidak dapat memahami arti dan

tujuannya. Bahkan keistimewaan dari masing-masing rumah gadang tersebut tidak

ada yang mengetahuinya.

Setelah keberadaan kaum dan rumah gadang tertata dengan baik. Maka

daerah hunian pertama tersebut berubah menjadi dusun tertua di nagari ini.

Sekarang dusun tersebut Dusun Janang dusun terujung di Nagari Surantih. Nama

Dusun Janang berawal dari lokasi dusun tersebut sebagai tempat pimpinan kaum

dalam mengendalikan, menjaga dan tempat berkumpul bagi kaumnya. Di tempat ini

juga biasanya informasi disebarluaskan bagi masyarakat dusun. Di dusun ini berdiri

mesjid pertama dan jumat pertama. Janang berarti pengasuh atau pelayan.

Secara umum Dusun Janang dapat diartikan sebagai tempat melayani

masyarakat banyak dari segala penjuru. Tempat ini dijadikan sebagai tempat

berkumpul dan mengadakan keramaian budaya dan penukaran barang (pasar).

Perkembangan penduduk Dusun Janang terus berlanjut dari dusun asli di

Langgai. Karena lokasi Dusun Janang telah dimiliki oleh kaum asli yang memiliki

ajok sepadan yang jelas. Maka seiring dengan berjalannya waktu dalam penataan

lokasi hunian baru di lakukan disepanjang aliran air Galaga Putiah. Dalam

pembentukan daerah hunian baru ini, kegiatan melaco dan menaruko daerah yang

kemudian menjadi teratak adalah kaum :

1. Kaum Sikumbang

Melaco daerah hunian baru di daerah Batu Gadang, Ganting. Dihuni oleh

anak perempuan pertama bernama Sujiame yang lahir di tepian air

Malintang Suai di kaki Bukit kelambu

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 64

2. Kaum Jambak

Bersamaan dengan kaum tersebut di Batu Gadang Ganting, membagi

daerah hunian baru dengan cara malaco. Dilakukan oleh Kaum Jambak,

rombongan pertama dan kaum yang datang dari Muaro Labuah sebanyak

tiga keluarga peranakan.

3. Kaum Sikumbang

Melaco pula daerah hunian baru di lokasi yang lebih jauh dari kelompok

awal di Dusun Janang. Yaitu ke hilir lagi dari Batu Gadang. Daerah ini

datar dan lenggang, sekarang dikenal sebagai Dusun Langgang. Dihuni

oleh keluarga kedua dari kelahiran tepian air Malintang Suai yang bernama

Siamin Ame

4. Sedangkan kaum lain seperti Caniago, Melayu masih tetap bertahan di

Dusun Janang menunggu perkembangan berikutnya.

Setelah musim dan tahun berlalu, kelompok kaum masih berpikir untuk

mencari daerah hunian yang masih kosong. Berdasarkan pengamatan dan

pertimbangan kepala kaum masing-masing, melihat keadaan alam di Koto

Katenggian layak pula untuk dijadikan sebagai daerah hunian baru. Daerah tersebut

memiliki daratan yang luas dan ditengahnya mengalir Batang Air Koto Tinggi. selain

itu daerah itu memiliki keindahan alam dan udara yang nyaman. Dari tempat ini

dapat pula melihat alam sekitar.

Marana pandagan ka lautan

Marana pula pandangan ka Muaro Labuh daerah asal

Itu pula yang dinamakan Koto Tinggi.

Maka diambillah kata mufakat untuk menempatkan Kaum Sikumbang,

Jambak dan Kampai di Koto Tinggi. Berangkatlah empat keluarga tersebut dipimpin

oleh kepala kaum dan kaum lainnya untuk membantu bergotong-royong, melaco

dan menaruko. Membangun dangau sebagai tempat berteduh bagi keluarga

sehingga bisa untuk dihuni dan dikembangkan. Kaum pelacohan tersebut adalah :

Kaum Sikumbang

Di daerah ini menetap dua keluarga dari kaum berenam yang dilahirkan di

tepian ai Malintang Suai kaki Bukit Kelambu. Perkembangan ini menjadikan

Kaum Sikumbang telah memiliki beberapa jurai keturunan kaum. Seperti

a). Di Dusun Janang masih hidup dua keluarga peranakan.

b). Di Ganting terdapat satu keluraga peranakan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 65

c). Di Dusun Langgang hidup satu keluarga peranakan

d). Di Koto Tinggi berkembang dua keluarga peranakan.

Kaum Jambak

Di daerah ini menetap satu keluarga peranakan dari kaum yang bertiga dari

keturunan daerah asal Muaro Labuah. Di daerah ini Kaum Jambak telah

memiliki beberapa jurai keturunan, seperti :

a). Di Dusun Janang berkembang satu keluarga peranakan

b). Di Dusun Ganting berkembang pula satu keluarga peranakan

c). Di Koto Tinggi berkembang satu keluarga peranakan.

Perkembangan kaum ini masih berasal dari pecahan tiga kaum pertama dari

daerah asal Sungai Pagu.

Setelah dua daerah perkembangan tersebut berjalan dengan normal

sebagaimana mestinya. Musim terus berganti kehidupan semakin tenang di

lingkungannya masing-masing, keturunan pun terus juga bertambah. Berangkat dari

perkembangan dua daerah hunian Langgai dan Koto Tinggi, masyarakat nagari

semakin mudah mendapatkan lahan-lahan yang luas dan subur. Populasi

perkembangan masyarakat terus bertambah yang mendorong terus dilakukannya

kegiatan melaco lahan baru untuk didiami.

Perkembangan ini mendorong kaum yang ada di Langgai dahulu mulai

membuka diri. Kaum Kampai memulai langkah awal perkembangan ke arah hilir

batang air Galaga Putiah. Kaum ini di Dusun Janang memiliki lima keturunan, tiga

orang keluarga peranakan perempuan dan dua orang laki-laki sebagai pewaris sako

kaum. Kaum Kampai tesebut berangkat satu keluarga peranakan dari kaum beribu

Bulan menyusuri Batu Bala[h] menghuni lokasi Lubuk Batang daerah perbatasan

Langgai. Di sinilah Uniang anak kedua dari Kaum Kampai hidup dan berkembang.

Awalnya hanya baparuik kecil kemudian berubah jadi paruik besar dan membuat

jurai baru. Perkembangan dari kelompok kaum ini menyebar ke lokasi kampung

dalam. Sehingga Kampung Batu Bala[h] menjadi pelacohan Kaum Kampai pertama

yang dipimpin oleh kepala kaum bernama Jo Elak.

Keluarga peranakan Kaum Kampai Langgai, yaitu anak pertama yang

bernama Kunang. Menyebar ke Koto Tinggi melaco dan membuka lahan baru

sehingga mulai berkembang pula. Sementara satu keluarga masih tetap bertahan

di Langgai bersama orang tuanya yang bernama Bintang. Dikabarkan beliau kawin

dengan kaum Caniago hidup berkeluarga di sini. Dalam perkembangannya kaum

Kampai Langgai telah membentuk beberapa jurai keturunan, antara lain :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 66

a). Di Batu Bala[h] berkembang satu keluarga dari peranakan yang bernama

Uniang

b). Di Koto Tinggi berkembang satu keluarga dari peranakan yang bernama

Kunang

c). Di Langgai berkembang juga satu keluarga peranakan yang bernama

Bintang.

Kaum yang hidup dan berkembang di Koto Tinggi terdapat sebanyak empat

peranakan. Kelompok ini kemudian berkembang pula dan telah memiliki beberapa

keturunan. Sehingga di Koto Tinggi berkembang delapan keluarga peranakan yang

kemudian dikenal sebagai “lapan bedeng Koto Tinggi”. kelompok tersebut

mendirikan mesjid dan balai pertemuan sebagai tempat melakukan pertemuan dan

musyawarah. Kaum-kaum tersebut memiliki keturunan, antara lain :

a). Kaum Sikumbang, memiliki lima orang anak perempuan dari dua

keluarga dan dua orang anak laki-laki

b). Kaum Jambak, memiliki empat orang anak laki-laki dan dua orang anak

perempuan.

c). Kaum Kampai, memiliki empat anak, dua orang anak perempuan dan dua

orang anak laki-laki. Satu keluarga dari perkembangan kelompok ini

menuju Gunung Malelo.

Pola perkembangan kaum yang terus bertambah terus menerus

berlangsung dengan cara hidup berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Demikian juga dengan kaum pendatang membuka lahan-lahan baru, kemudian

pergi untuk membuka lahan yang lain. Selanjutnya kembali lagi sesuai dengan

pergantian musim tanam yang dilakukan. Kelompok yang terdapat Koto Tinggi mulai

turun ke dataran yang lebih rendah dan luas di pinggiran Batang air Galaga Putiah.

Daerah yang dibuka tersebut dikenal dengan nama Kayu Aro. Kelompok yang

membuka lahan di daerah ini berjumlah empat keluarga peranakan. Sementara

sebagian lagi masih menetap di Koto Tinggi dan membuka lahan di daerah lain

seperti Ampalu.

Kaum Jambak satu peranakan yang berada di Koto Tinggi juga

melaksanakan turun gunung ke Batu Bala[h] membuka lahan baru hidup dan

berkembang di daerah ini menghuni daerah Koto Ateh. Dari perkembangan yang

berlangsung, daerah Kayu Aro telah dibuka oleh kaum yang berada di Koto Tinggi

sebanyak empat keluarga peranakan. Kelompok tersebut merupakan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 67

perkembangan dari kaum yang antara lain kaum Jambak satu keluarga peranakan

dan Kaum Sikumbang tiga keluarga peranakan.

Dua orang anak laki-laki dari Kaum Sikumbang dan dua orang anak laki-laki

dari Kaum Jambak masih tetap bertahan menghuni Koto Tinggi dengan

keluarganya. Hal ini juga yang mendorong Kaum Kampai dan Melayu mulai

memasuki daerah Koto Tinggi dan berkembang membuka lahan baru seperti di

Sungai Kumayang dan Koto Rana[h] dengan membentuk teratak baru sehingga

menjadi Koto.

Gambar 7 Lahan Di Daerah Koto Tinggi Yang Baru Dibuka Masyarakat

Dalam sejarah Nagari Surantih keberadaan masyarakat Koto Tinggi terus

berjalan dan berkembang dan kemudian turun mencari lahan baru. Pimpinan dari

tiga koto tersebut bergelar Samad Dirajo dari Kaum Sikumbang yang hidup pertama

kali di sana bersama adik-adiknya. Di daerah ini beliau diangkat sebagai Muncak22.

Daerah Sungai Kumayang dibuka dan dikembangkan oleh Kaum Sikumbang dan

Melayu. Sementara Koto Rana[h] dibuka dan dikembangkan oleh Kaum Kampai

dan Sikumbang.

Koto Katenggian yang terdiri dari tiga koto tersebut diisi oleh empat kaum

pelacohan, setelah itu baru menyusul kaum Panai. Kaum-kaum yang menghuni

daerah Tiga Koto antara lain :

22

Beliau diangkat sebagai Muncak oleh Raja Sungai Pagu untuk membantu raja dalam menjalankan

aturan-aturan kerajaan. Beliau juga disebut sebagai orang tuo Koto Tinggi sehingga beliau menetap lama di sana dan meninggal dii sana.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 68

1. Koto Tinggi dihuni oleh Kaum Melayu, Jambak dan Sikumbang

2. Koto Rana[h] dihuni oleh Kaum Melayu dan Sikumbang

3. Sungai Kumayang dihuni oleh Kaum Sikumbang dan Kampai.

Kaum-kaum inilah yang awalnya membuka kehidupan di Tiga Koto Tinggi di

Nagari Surantih. Wilayah ini berkembang dan tidak pernah ramai seperti kampung,

dan selamanya berbentuk teratak. karena rumah masyarakat tidak pernah menjadi

kelompok yang besar, hanya ada satu sampai sepuluh buah pondok dan dangau di

sana. Mereka berkembang mengisi lahan di sepanjang aliran Galaga Putiah.

Gambar 8 Aliran Batang Surantih Dan Sawah Terlihat Dari Daerah Koto Tinggi

Masyarakat yang hidup di sana dengan cara berladang dan tidak memiliki

rumah gadang kaum yang jelas. Meskipun orang-orang telah memiliki tanah ulayat

dari beragam suku. Lantaran lokasi tersebut memang lokasi perladangan, seperti

saat ini yang juga diberi ketua kelompok tuo kaum untuk menerapkan aturan-aturan

kesepakatan untuk kepentingan bersama.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 69

Skema 3

SUSUNAN JURAI KAUM DI NAGARI SURANTIH

4.2. Pembentukan Gelar Sako Kaum

Setelah terbukanya empat daerah hunian baru dari hasil pelacohan kaum

yang datang melalui Surian. Setelah membentuk jurai-jurai kaum di daerah baru.

Pengembangan jurai tersebut merupakan langkah awal untuk menentukan status

kaum yang jelas, ditandai dengan rumah gadang asal kaum tersebut sehingga baru

mengangkat gelar sako turun rumah.

Dengan adanya perkembangan jurai kaum, mendorong pemuka kaum

menata kembali susunan jurai masing-masing. Diambillah kata mufakat untuk

melaporkan ke Penghulu masing-masing di daerah asal Alam Surambi Sungai

Pagu. Dimohonlah untuk membawa gelar sako adat ke daerah baru yang telah

berkembang dan membentuk Andiko kaum di daerah masing-masing. Berdasarkan

izin Penghulu pucuk di Sungai Pagu, gembiralah hati pemuka kaum yang ada. Gelar

sako yang telah diwariskan oleh Penghulu pucuk antara lain :

KAN

IKEK NAN AMPEK

Lareh Nan Tigo

Gadang Balega

Kampai

Dt. Rajo Bandaro

Melayu

Dt. Sati

Panai

Dt. Rajo Batuah

Sikumbang

VI Ibu

Jambak

III Ibu

Caniago

III Jurai

Kampai

III Paruik

Melayu

Duo Ninik

Panai

Nan Baduo

Tanjuang Tarok Janang Barulak Janang Gantiang

Ulu Aie Gantiang Koto Lbk. Batang S. Kumayang Koto Rana

Batu Gadang Koto Tinggi Hilir S. Kumayang

Km. Langang

Koto Tinggi

S. kumayang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 70

1. Kaum Sikumbang

Daerah asal Sungai Talang dibawah kekuasaan Penghulu suku Dt. Rajo

Malenggang

2. Kaum Caniago

Daerah asal Surian dibawah kekuasaan Penghulu suku Dt. Rajo Johan

3. Kaum Jambak

Daerah asal Sungai Talang dibawah kekuasaan Penghulu suku Dt. Rajo

Bagampo

4. Kaum Kampai

Daerah asal Lubuk Gadang dibawah kekuasaan Penghulu suku Tuanku

Bagindo

5. Kaum Melayu

Daerah asal Surian dibawah kekuasaan Penghulu suku Dt. Sati

Berdasakan keputusan tersebut, ditetapkan sebuah kesepakatan

membentuk gelar sako masing-masing menurut kesepakatan bersama. Kemudian

dibolehkan juga dalam membentuk Andiko kaum di tempat pengembangan baru.

Semenjak saat itu dibentuklah gelar sako adat di Nagari Surantih, seperti :

a). Langgai

1) Kaum Sikumbang

Gelar sako yang dilewakan Rajo Malenggang. Kaum Sikumbang Langgai

terdiri dari tiga keluarga peranakan dari enam bersaudara yang mengisi

Langgai

2). Kaum Caniago

Gelar sako adat yang dilewakan Jo Johan. Perkembangan dari Kaum

Caniago ini menghuni Dusun Janang

3). Kaum Jambak

Gelar sako adat yang dilewakan Rajo Bagampo. Kaum Jambak ini terdiri

dari tiga keluarga peranakan dan satu keluarga lagi mengangkat gelar

sako Rajo Gampo

4). Kaum Melayu

Gelar sako adat yang dilewakan Rajo Alam. Merupakan keluarga kaum

pertama memasuki Langgai

5). Kaum Kampai

Gelar sako adat yang dilewakan Rajo Bintang.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 71

b). Kayu Aro

1) Kaum Sikumbang

Kaum Sikumbang menghuni Koto Katenggian sebanyak dua keluarga

peranakan dan berkembang ke Kayu Aro. Kaum yang menetap di Koto

Tinggi mengangkat gelar sako adat Samad Dirajo. Kaum yang turun ke

Kayu Aro mengangkat gelar sako adat Rajo Yaman dan Jo Lenggang.

2) Kaum Jambak

Kaum Jambak keturunan Koto Katenggian yang turun ke Kayu Aro

mengangkat gelar sako adat Rajo Kayo

c). Batu Bala[h]

1) Kaum Kampai

Kaum Kampai dari keturunan Langgai yang merupakan anak pertama

bernama Kunang menghuni Lubuk Batang. Mengangkat gelar sako adat

Rajo Bandaro Hitam. Dari perkembangan kaum berikutnya, Kaum

Kampai Batu Bala[h] menghuni Kampung Dalam dan mengangkat gelar

sako adat Rajo Endah.

2) Kaum Jambak

Kaum Jambak keturunan Koto Tinggi menghuni Batu Bala[h] di Dusun

Ateh mengangkat gelar sako adat Maharajo Panjang

d). Ampalu

1) Kaum Sikumbang

Merupakan keturunan kedua dari Langgai yang menghuni Ampalu

mengangkat gelar sako adat Rajo Indo

2) Kaum Jambak

Merupakan keturunan dari Langgai, menghuni Ampalu dengan

mengangkat gelar sako adat Rajo Gampo

3) Kaum Kampai

Merupakan keturunan dari Koto Tinggi, menghuni Ampalu dengan

mengangkat gelar sako adat Rajo Bagindo.

Dari hasil musyawarah dan mufakat kaum dan juga keputusan dari Penghulu

pucuk kaum di Sungai Pagu. Kaum yang ada di rantau, dalam perkembangan

berkaum saat itu belum ada yang disebut sebagai Penghulu pucuk. Hal ini

dikarenakan pada saat itu daerah ini belum berbentuk nagari. Keadaan saat itu baru

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 72

berbentuk jurai perkembangan kaum. Apalagi adat diisi limbago dituang belum

begitu terlaksana, baru berbentuk Andiko.

Meski demikian kaum yang ada di nagari sudah ada yang memiliki

Tungganai sebagai pimpinan kaum. Merekalah yang bertanggung jawab menjaga

kaumnya. Begitulah awal perkembangan masyarakat nagari, selanjutnya mengisi

daerah lain. Dalam tata cara berdirinya gelar sako adat di nagari Surantih terus

berkembang membentuk jurai-jurai kaum baru di tempat baru. Berawal dari paruik

kecil, berubah menjadi paruik gadang hingga akhirnya terbentuklah Penghulu pucuk

yang pertama

Perkembangan berikutnya masih mengisi tempat-tempat yang kosong yang

ada di daerah Ganting Mudik, Koto Tinggi. dilanjutkan ke Teratak dan Amping Parak

dari kaum yang ada di Langgai dan Koto Ketinggian. Perkembangan selanjutnya

masyarakat Langgai terus menyusuri batang air Galaga Putiah hingga ke arah tepi

pantai. Dengan menerobos hutan belantara mereka mencari lokasi yang baik untuk

didiami. Dalam perjalanan melintas menyusuri bukit. Setelah melalui Tanah Nyaring

di Kayu Aro hingga menuju Bukit Aur, menuruni sampai ke Bukit Kanca di Teratak,

sebagian lagi sampai di Taluak

Pola yang digunakan dalam perkembangan kehidupan baru ini di mulai

dengan melaco secara bersama-sama dari kelompok kaum yang akan menghuni

lokasi tersebut. Cara ini disebut dengan malambai ari dengan waktu yang

disesuaikan dengan bekal yang dibawa. Setelah baka habis, mereka kembali lagi

ke Langgai sampai lokasi tersebut sudah dapat dimanfaatkan untuk diladangi.

Kemudian dibangunlah pondok bertiang empat sebagai tempat tinggal keluarga.

Pada awal hanya berulang, lama-kelamaan menetap dan membentuk jurai baru.

Berdasarkan beberapa sumber dan data yang didapatkan dari tua-tua di

Langgai. Kemudian dibandingkan dengan sejarah Nagari Teratak perkembangan

tersebut diperkirakan berlangsung tahun 1715. Perkembangan awal masyarakat

Teratak diperkirakan berlangsung bersamaan dengan masyarakat berketurunan dari

Uba Taluak. Pada awalnya masyarakat Teratak dan sekitarnya berkembang dari

Kaum Sikumbang yang berkembang di Lereng Barat Bukit Kelambu di Tepian air

Malintang Suai. Kemudian menghuni Langgai, dengan membawa enam orang

keluarga peranakan berkembang di Koto Tinggi dan Ganting Mudik. Dari sinilah

dikabarkan menuju ke Uba Taluk.

Kaum dari rumah gadang nibuang di hulu air Tarantak Langgai di bawah

pimpinan kaum yang bernama Jo Ruhun. Merupakan keturunan dari Sunyi Ame dari

empat orang perempuan dua orang laki-laki, berkembang menuju pembentukan

kaum yang menghuni :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 73

1. Kayu Aro satu keluarga peranakan

2. Ampalu satu keluarga peranakan

3. Bukik Kanca satu keluarga peranakan

Berdasarkan pelacohan awal masyarakat teratak hidup dan berkembang di

Bukik Kanca yang terdiri dari dua keluarga peranakan yang masuk bersama dengan

hubungan sumando menyumandoi, yaitu :

1. Kaum Sikumbang basumando ke kaum Jambak

2. Kaum Jambak yang basumandokan ke kaum Sikumbang.

Kaum inilah yang memulai hidup berkeluarga, bertetangga dengan baik.

Hidup saling tolong menolong dilalui dengan suka ria hingga akhirnya membentuk

jurai baru. Gelar sako yang dibawa dari daerah asal Langgai merupakan Andiko

kaum yang ada seperti

1. Sikumbang membawa gelar sako andiko Dt. Mangkuto Rajo

2. Jambak membawa gelar sako Andiko Tan Majolelo.

Setelah kehidupan baru dijalankan di daerah tersebut, menyusul pula kaum

lainnya seperti Kampai, Caniago. Sementara Kaum Panai Teratak menyusul pada

tahun 1846 dari rantau Simalenang Air Haji dengan gelar sako Dt. Rajo Batuah dan

Dt. Rajo Mangkudum. Semenjak itu Teratak menjadi sebuah nagari yang diiringgi

perubahan gelar Dt. Mangkuto Rajo menjadi Penghulu pucuk dengan gelar Dt. Rajo

Malenggang. Demikian halnya dengan kaum lain juga terus berkembang dan

menyebar memasuki daerah pinggiran pantai melalui laut dan daerah lain di

Kesatuan Banda Sepuluh.

Kaum yang berkembang di Ganting Mudik dan yang menghuni Ganting Hilir,

mulai dari Koto Nan Tigo sampai Timbulun dan Rawang, Sungai Sirah, Pasie Nan

Panjang bahkan sampai Amping Parak. Akhirnya terbentuklah menjadi sebuah

nagari yang lama kelamaan membentuk sebuah kecamatan Sutera pada masa

sekarang.

4.3. Pembentukan Pemerintahan

Setelah daerah Ganting Mudik dan Koto Katenggian telah terisi oleh

beberapa kelompok kaum. Rumah-rumah telah bertetangga walaupun masih

berupa pondok-pondok berkaki empat. Tanda-tanda kehidupan telah tertata karena

telah terdapat persawahan dan ladang. Dalam keseharian hidup masyarakat

mengisi aktivitasnya dengan bertani dan berladang. Apalagi kaum-kaum dari daerah

lain terus berdatangan dan hidup berdampingan dengan kaum awal.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 74

Diperkirakan awal abad ke 17, tata perkembangan daerah Ganting Mudik di

mulai hingga munculnya generasi-generasi baru dari Niniak yang menjadi kepala

kaum. Telah mewariskan kepada generasi berikutnya dasar kehidupan baik pusako

adat dan budaya. Berdasarkan perkembangan kehidupan yang terus berlangsung,

Penghulu Nan Barampek meminta persetujuan pada Raja Alam Surambi Sungai

Pagu. bahwa kehidupan masyarakat di daerah hunian baru membutuhkan seorang

pimpinan dalam bentuk pemerintahan nagari.

Dikirimlah utusan untuk menghadap Raja di Sungai Pagu dan memohon

agar dibolehkan membentuk pemerintahan sendiri. Raja Disambah sebagai

pemegang Tampuk Tangkai Alam Surambi Sungai Pagu menyetujui dan

menyepakati permohonan dari hasil kesepakatan Penghulu Nan Barampek. Raja

kemudian memberi petunjuk teknis pemerintahan yang akan dikepalai oleh seorang

Muncak untuk menjadi pemimpin di Nagari Surantih.

Muyawarah dan mufakat yang dilakukan oleh Ikek Nan Ampek. Membuat

kesepakatan untuk menunjuk kaum Lareh Nan Tigo, Yaitu penghulu kaum

Sikumbang yang bergelar Dt. Rajo Malenggang untuk menjadi Muncak nagari.

Samad Dirajo sebagai Raja adat yang berkedudukan di Koto Tinggi. Muncak dalam

menjalankan pemerintahan dibantu oleh Penghulu Nan Barampek dalam

menjalankan aturan-aturan kerajaan. Penghulu Nan Barampek tersebut antara lain.

1. Dt Rajo Bandaro dari Kaum Kampai

2. Dt. Rajo bagampo dari Kaum Lareh Nan Tigo

3. Dt. Sati dari Kaum Melayu

4. Dt. Rajo Batuah dari Kaum Panai.

Setelah struktur pemerintahan nagari terbentuk, maka Ikek Nan Ampek

melaporkan hasil kesepakatan tersebut kepada Raja Alam Surambi Sungai Pagu.

hal ini dilakukan adalah untuk memperkokoh keberadaan nagari yang ada di daerah

rantau. Demi pelaksanaan roda pemerintahan di nagari. Muncak bersama Penghulu

Nan Barampek membentuk fungsionaris pemerintahan untuk mempermudah

jalanya roda pemerintahan nagari. Penghulu Nan Barampek menunjuk pula Basa

kaum untuk menjadi orang tua adat di daerah yang berkembang

1). Rajo Alam sebagai orang tua adat di Langgai dan menunjuk Labai Nan

Barampek

2). Rajo Endah sebagai orang tua adat di Batu Bala[h] dan mengangkat

Tukang Nan Barampek

3). Jo Lenggang sebagai orang tua adat di Kayu Aro dan mengangkat Manti

Nan Batujuh

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 75

4). Rajo Batuah sebagai orang tua adat di Ampalu dan menunjuk Penghulu

Andiko Nan Barampek

Orang tua adat memiliki peran sebagai koordinator daerah yang merupakan

fungsionaris Ikek Nan Ampek dari daerah yang telah disepakti. Pemerintahan

Muncak di Koto Tinggi terus berlangsung seiring dengan perkembangan

masyarakat dalam kaumnya yang terus bertambah. Berdasarkan petunjuk Muncak

dan Penghulu Nan Barampek, daerah – daerah yang ada dipatok oleh kaum-kaum

tertentu dengan menunjuk kepala kaumnya dalam mengatur tata perkembangan

daerah tersebut.

1). Kaum Kampai

Melaco daerah Timbulun dari Batu Bala[h] andiko Rajo Endah. Di daerah

Gunung Malelo berasal dari Batu Bala[h] Andiko Bandaro Hitam. Di

daerah Kayu Gadang berasal dari Koto Tinggi Andiko Rajo Bandaro.

Daerah Dusun Mansiang Koto Panjang berasal dari Kayu Aro Andiko

Rajo Bandaro.

2). Kaum Melayu

Melaco daerah Kayu Gadang berasal dari Koto Tinggi Andiko Dt, Sati.

Daerah Koto Marapak berasal dari Koto Tinggi Andiko Dt. Sati. Daerah

Timbulun berasal dari Langgai Andiko Rajo Alam.

3). Kaum Sikumbang

Melaco daerah Kayu Gadang berasal dari Koto Tinggi Andiko Rajo

Malenggang. Daerah Koto Marapak berasal dari Kayu Aro Andiko Rajo

Basa. Daerah Koto Panjang berasal dari Ampalu Andiko Rajo Indo.

4). Kaum Jambak

Melaco daerah Lubuk Batu berasal dari Langgai Andiko Rajo Bagampo.

Daerah Kayu Gadang berasal dari Langgai Andiko Rajo Bagampo.

Daerah Koto Panjang berasal dari Ampalu Andiko Rajo Gampo.

5). Kaum Caniago

Melaco daerah Lambung Bukik berasal dari daerah Sungai Pagu Andiko

M. Sutan. Daerah Timbulun Lubuk Batu berasal dari Langgai Andiko

Maharajo Lelo. Daerah Koto Marapak berasal dari daerah Sungai Pagu

Andiko Jo Mudo. Daerah Koto Panjang dari Sungai Pagu Andiko Jo

Johan

6). Kaum Panai

Melaco daerah Kayu Gadang berasal dari Sungai Pagu Andiko Rajo

Batuah.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 76

Pola perkembangan masyarakat Nagari Surantih dari daerah Ganting Mudik

memiliki keseragaman dengan pola perkembangan masyarakat di daerah

Berhimpun (Pasar Surantih). Itu pula sebabnya perkembangan wilayah baru yang

seragam dalam mengisi lahan kosong di sepanjang Koto Panjang hingga Timbulun.

Daerah-daerah tersebut cepat terisi, sedangkan Rawang, Pasir Nan Panjang dan

Sungai Sirah masih belum terisi, meski hanya satu sampai tiga pondok.

Pemerintahan Muncak di Koto Tinggi yang disebut juga Orang Tuo terus

berjalan. Pergantian pemerintahan pun berlangsung sesuai dengan perjalan waktu

“lapuak-lapuak dikajangi” yang tua diganti dengan yang muda. Niniak Mamak nagari

melalui Penghulu Nan Barampek melaksanakan rapat nagari. Rapat ini dilakukan

untuk mendapatkan mufakat dalam merubah sistem pemerintahan nagari sekaligus

memilih pimpinan nagari. Pertemuan ini dilaksanakan di Singkulan dibawah sebuah

kayu Merantih Besar. Dari kesepakatan tersebut lahirlah keputusan :

a). Pimpinan nagari yang bergelar Muncak diganti dengan gelar Sultan

b). Pemindahan pemerintahan dari Koto Tinggi ke Timbulun. Hal ini

bertujuan untuk mengimbangi hubungan pemerintahan nagari dengan

pemerintahan Belanda dalam menjalankan tata hukum bernagari.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, maka terpilihlah pimpinan nagari yang

baru di Nagari Surantih yang kedua kalinya. Andiko kaum Kampai dari Dt Rajo

Bandaro dipercaya menyandang gelar Sultan sebagai pimpinan nagari. Sedangkan

Rajo Endah diangkat menjadi Rajo adat yang berkedudukan di Timbulun. Dalam

pelaksanaan tugas pemerintahan sultan dibantu oleh Penghulu Nan Barampek,

guna untuk memudahkan Sultan dalam menjalankan roda pemerintahan dan aturan

kerajaan Sungai Pagu. Penghulu Nan Barampek tersebut adalah;

1). Dt Rajo Bandaro dari Kaum Kampai

2). Dt. Rajo Malenggang dari Kaum Lareh Nan Tigo

3) Dt. Sati dari Kaum Melayu

4). Dt. Rajo Batuah dari Kaum Panai.

Setelah struktur pemerintahan terbentuk, maka Sultan dan Penghulu Nan

Barampek atau Ikek Nan Ampek mengangkat pula Andiko kaum untuk membantu

Ikek Nan Ampek dalam menjalankan tugas di daerah yang disepakati seperti :

1). Bagindo sebagai Raja adat. Daerah kekuasaanya adalah Pasar

Surantih (kampung Berhimpun), Sungai Sirah dan Rawang

2). Bandaro sebagai Raja ibadat. Daerah kekuasaanya Gunung Malelo,

Timbulun, Koto Nan Tigo

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 77

3). Andiko Penghulu Nan Barampek sebagai Raja adat . daerah

kekuasaannya Langgai, Batu Bala[h], Kayu Aro dan Ampalu.

Proses pemerintahan Sultan terus berlangsung di bawah pengaruh

kekuasaan pemerintah kolonial melalui organisasi dagangnya VOC. VOC selalu

berusaha memecah belah pemerintahan nagari di sepanjang pantai barat pasisie.

Beberapa keputusan dan kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah kolonial untuk

dijalankan oleh pemerintah nagari.

Sebelum VOC dibubarkan oleh pemerintahan Belanda tahun 1799. struktur

organisasi pemerintahan nagari mulai berangsur dan berpindah. Dahulu pemerintah

Nagari bagian pantai barat di Banda Sepuluh dibawah kekuasaan raja Alam

Surambi Sungai Pagu. Satu demi satu pemerintahan tersebut dikuasai oleh

Belanda. Dibawah pengaruh VOC pemerintahan Nagari diharuskan tunduk atas

keputusan dan ketentuan yang diberlakukan dari pusat pemerintahan Belanda yang

ada di Pulau Cingkuk.

Tahun 1790 sistem pemerintahan Nagari Surantih telah berada dibawah

pengaruh dan kekuasaan belanda, baik dalam hal administrasi dan dan tata

pemerintahan nagari. Jabatan pemerintahan nagari yang dipegang oleh Sultan telah

diganti dengan gelar Muncak. Pada tahun 1802 pemerintahan Sultan berakhir di

Nagari Surantih. Demikian juga dengan nagari-nagari lain di jajaran daerah

kesatuan Banda Sepuluh. Sistem pemerintahan yang berbentuk beraja-raja diganti

dengan sistem pemerintahan yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Balanda.

Semenjak saat itu di Nagari Surantih kepala pemerintahan diganti namanya dengan

Tuanku.

Semenjak berakhirnya pemerintahan Sultan, dalam pemerintahan nagari

Surantih banyak dipimpin oleh orang yang dikehendaki oleh pemerintahan kolonial.

Ada pun pimpinan yang lahir dari usulan para Penghulu sering diabaikan oleh

pemerintah kolonial. Pada masa ini pimpinan nagari di Surantih sering didatangkan

dari daerah lain luar Nagari Surantih.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 78

Tabel 1

BENTUK DAN GELAR KEPALA PEMERINTAHAN NAGARI DALAM SEJARAH PEMERINTAHAN DI NAGARI SURANTIH

No Gelar / Nama Kaum Periode Dijabat oleh Ket

1 Muncak / Si Tugah Sikumbang - 1760 Samad Dirajo K. Tinggi

2 Sultan / Bujang Panalam Melayu 1760 - 1802 Dt. Sati B. Bala

3 Tuanku / Laras Sati Sikumbang 1802 - 1826 - Timbulun

4 Tuanku / Marah Jati Kampai 1826 - 1842 - Timbulun

5 Tuanku / H. Kampung Dalam Kampai 1842 - 1857 Rajo Endah Timbulun

6 Tuanku / Imam Puyau Caniago 1857 - 1877 Maharajo Lelo Timbulun

7 Tuanku / Di Balak Kampai 1877 - 1892 - Timbulun

8 Tuanku / Maksayo Kampai 1892 - 1905 - Timbulun

9 Tuanku / M La’hi Panai 1905 - 1921 Dt. Rajo Batuah Timbulun

10 Tuanku / Mara Bara’i Sikumbang 1921 - 1946 Dt. Rajo Indo Timbulun

Tabel 2

NAMA-NAMA WALI NAGARI SURANTIH SETELAH INDONESIA MERDEKA

No Nama Suku Pendidikan Masa

Jabatan Alamat Ket

1 Mukhtar Hatta Kampai KW Islamiyah 1946-1947 Koto Merapak Wali Nagari

2 Abbas Dt. Rj. Basa Sikumbang BYZ Normal Ilergeng, HIS

1947-1952 Koto Panjang Wali Nagari

3 Muhammad Basir Kampai HIS 9152-1961 Pasar Surantih

Wali Nagari

4 Abdul Kadir Caniago Gubermen 1961-1964 Pasar Surantih

Pengangkatan Wali Nagari di Painan

5 Munir Dt. Rajo Indo Sikumbang Gubermen 1964-1968 Pasar Surantih

Pjs. Wali Nagari

6 Zainuddin Kesah Melayu Thawalib 1968-1983 Koto Panjang Wali Nagari

7 Pemerintahan Desa - - 1983-2001 - 1. 13. Pemdes 2. 7 Pemdes

8 Almasri Syamsi Sikumbang SMA 2001-2007 Koto Panjang Pjs dan Wali Nagari

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 79

BAB V SURANTIH DALAM SEJARAH PERJUANGAN

Sekilas akan dilihat sejarah penjajahan Belanda di wilayah Banda Sepuluh,

khususnya di Nagari Surantih. Pada awalnya kolonial Belanda datang dengan

tujuan untuk membantu masyarakat nagari disamping berdagang membeli hasil

bumi di wilayah jajaran pantai Banda Sepuluh. Pada masa itu wilayah kesatuan

Banda Sepuluh meliputi dari wilayah Batang Kapas hingga selatan Air Haji. Kondisi

ekonomi dan politik yang ada pada saat itu sangat didominasi dan dikuasai oleh

Aceh. Perlakuan yang tidak wajar dan sewenang-wenang terhadap masyarakat,

dengan menerbitkan bermacam jenis pajak. Apalagi mereka tidak mau lagi

mematuhi perjanjian yang telah disepakati seperti membayar upeti untuk penguasa

daerah dan wilayah.

Sehingga Raja, Tuanku dan Penghulu mulai berfikir bagaimana cara

membebaskan diri dari gengaman politik dan ekonomi Aceh. Kedatangan Belanda

ke wilayah Banda Sepuluh dimanfaatkan untuk mengalang kerjasama guna

mengusir Aceh dari wilayah Banda Sepuluh. Bentuk kerjasama ini dikenal sebagai

perjanjian Painan tahun 1663, isi perjanjian tersebut antara lain :

1. Memberikan fasilitas untuk menguasai perdagangan di wilayah ini

sedangkan orang dari daerah lain tidak dibenarkan berdagang.

2. Barang yang dikeluarkan tidak dikenakan bea cukai (pajak), kecuali

uang persembahan (upeti) kepada penguasa yang jumlahnya tidak

ditetapkan.

Hasil dari perjanjian tersebut, secara perlahan - lahan dominasi Aceh mulai

disaingi oleh Belanda. Seiring berjalannya waktu kolonial Belanda mulai

mendapatkan tempat dan berkuasa. Berbekal dengan politik adu domba yang

berusaha memecah belah. Belanda berhasil menguasai wilayah - wilayah dalam

kesatuan Banda Sapuluh, Belanda mulai mendirikan loji dan benteng pertahanan.

Penderitaan masyarakat tak dapat dielakan lagi, akibat politik kolonialisme yang

diterapkan Belanda. Di mana - mana masyarakat mengalami tekanan kehidupan

yang serba kekurangan.

Berbagai macam cara ditempuh masyarakat untuk keluar dari masalah yang

menghimpit kehidupan mereka dibawah kekuasaan kolonial Belanda. Karena begitu

kuatnya Belanda dengan politik adu dombanya, banyak dari perjuangan untuk

keluar dari tekanan dan siksaan yang diciptakan oleh hukum kolonial menjadi sia -

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 80

sia belaka. Pada saat itu kehidupan adalah milik penguasa dan orang Cina kaya,

serta pribumi yang punya kelebihan dan terpandang dalam kehidupan masyarakat

seperti Penghulu, bertugas sebagai penghubung dengan masyarakat untuk

memungut panen dan hasil bumi yang ada pada masing-masing daerah, selain itu

juga untuk menerapkan aturan-aturan yang ditetapkan Belanda kepada masyarakat.

Peluang Bangsa Cina untuk bisa masuk ke nagari-nagari sangat besar

dalam perlindungan pemerintahan penjajah sehingga berkembang terus menerus

semakin banyak. Cina-cina di sepanjang Pesisir ini ikut membantu penjajah,

sehingga Bangsa Cina menjadi anak emas dan bisa mengumpulkan kekayaan di

nagari dan hidup dengan serba kecukupan. Bermacam cara dagang digunakan

penjajah untuk mencari keuntungan besar dan membawa semua kekayaan nagari.

Cara yang dipakai antara lain, seperti menerapkan sitem barter, barang

ditukar dengan barang di mana harganya tidak sebanding dan ditetapkan sesuka

hati. Akibatnya penghasilan masyarakat sangat kecil, sehingga banyak masyarakat

yang memiliki hutang kepada Cina. Bila panen datang, barulah dilunasi, itu dengan

memakai bunga yang sangat tinggi. Banyak hutang dari masyarakat semakin hari

semakin banyak dan tak terbayarkan lagi. Dengan mengunakan jasa tukang

pukul/algojo yang juga pribumi dikenal bagak dan sangat disegani masyarakat.

Mereka disewa untuk memunggut hutang secara paksa. Banyak masyarakat yang

kehilangan harta dan kekayaan jatuh ke tangan Cina yang merupakan tuan tanah di

nagari ini.

Pribumi yang dianggap mempunyai kelebihan dibujuk dan digaji jadi pekerja

(kurir). Tidak jarang mereka diberi fasilitas dan modal yang cukup oleh Cina dan

Belanda guna mengumpulkan hasil bumi dan kekayaan alam yang ada di nagari ini.

Tanpa disadari bahwa sesungguhnya masyarakat telah dijajah oleh Belanda dan

Cina.

Di Surantih begitu banyak peninggalan harta milik Cina yang masih dapat

dilihat pada saat sekarang. Bukti ini menjadi tanda bahwa Cina pernah ada di nagari

Surantih yang menjadi saksi bisu penderitaan anak nagari pada saat itu. Perlakuan

semena-mena yang dilakukan orang Cina terhadap masyarakat pribumi menyimpan

dendam yang tak terbalaskan. Perlawanan anak nagari terhadap kesewenangan

tuan tanah Cina mencapai puncaknya ketika terjadi sebuah pergolakan di mana

orang-orang Cina yang ada di Nagari Surantih diusir keluar nagari dan terjadilah

perampasan dan pembakaran harta yang ditinggalkan oleh Cina. Akibat dari

peristiwa ini, Cina-cina yang ada di pesisiran pantai di kabupaten ini tidak ada lagi.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 81

Salah satu bukti sejarah keberadaan Cina di nagari Surantih adalah kuburan Cina di

Alai perbatasan antara Surantih dan Amping Parak. Tanah-tanah yang luas di lokasi

Pasar Surantih, seperti : lapangan bola hingga Padang Api-api merupakan milik

Cina.

Kemelaratan dan kesusuhan hidup terus dirasakan oleh anak nagari akibat

penerapan peraturan yang diterapkan oleh penjajah yang semakin kokoh dan

mantap dalam menjalankan kekuasaannya. Berbagai macam peraturan yang

diciptakan oleh pemerintahan kolonial pada saat itu antara lain :

1. Pajak penghasilan, harus dibayar setelah panen, dipungut saat menjual

hasil panen. Bagi yang tidak mematuhi, barang yang dimiliki akan disita.

2. Pajak diri sendiri, pajak ini diberlakukan pada laki-laki dewasa. Bagi yang

tidak membayar akan dikenakan sanksi dalam bentuk kerja rodi (paksa),

dikirim ke daerah-daerah tertentu dijadikan alat produksi oleh kolonial

demi kelancaran ekonominya, jarang mereka bisa kembali pulang.

3. Bagi kaum wanita diambil dan dipaksa melalui aturan-aturan buatannya,

resikonya wanita-wanita muda dibawa untuk dijadikan budak, dikirim dan

dipakai sepanjang daerah jajahan.

Di tengah kehidupan yang serba kekurangan dan siksaan akibat dari

peraturan yang ada. Masyarakat nagari yang hidup dalam kemiskinan, dalam

berinteraksi dengan bangsa penjajah membatasi diri dengan cara tidak mau

berbaur. Dalam sejarah perkembangan penduduk nagari, terutama perkembangan

di wilayah hilir yaitu : Kampung Rawang, Sungai Sira[h] dan Pasir Nan Panjang,

tidak ditempati oleh masyarakat. Itu pula sebabnya di Pasar Surantih disebut

dengan nama Kampung Berhimpun. Hal ini disebabkan wilayah tersebut merupakan

kumpulan orang-orang pendatang yang masuk lewat jalan laut. Daerah ini dijadikan

sebagai pusat kegiatan ekonomi tempat dilaksanakannya aktivitas masyarakat

dalam menjual hasil buminya dan pembelian barang-barang kebutuhan hidup.

Dibawah kepemimpinan pemerintahan Nagari Surantih yang beragam gelar

sedang pusat pemerintahan terletak di Timbulun dan Pasar Surantih telah tersusun

menurut sejarahnya. Penataan nagari berlangsung lambat. Kegiatan masyarakat

dilaksanakan setiap hari minggu sebagai pertemuan berbentuk pasar telah berjalan

lama. Pasar ini terletak di Padang Api-api yang merupakan lahan datar luas bagian

ke muara Batang Surantih. Tepatnya dibibir pantai barat Nagari Surantih yang

disebut masyarakat sekarang Pasar Lamo. Pasar tersebut merupakan pasar

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 82

pertama yang ada di Nagari Surantih. Diperkirakan pasar ini berkembang pada awal

abad ke 18.

Selain pasar tersebut, terdapat pula pasar pendamping yang berada di

sepanjang aliran Batang Surantih seperti : Pasar Lubuk Angik di Gunung Malelo,

Pasar Balai Selasa di Koto Panjang dan Pasar Balai Satu di Kayu Gadang. Menurut

cerita, pasar lama bermula dari tata perkembangan secara alami. Semenjak

hubungan dagang penjajah dengan nagari ini mulai tampak tempat-tempat memuat

barang hasil bumi masyarakat untuk dibawa ke Painan atau ke Padang. Aktivitas ini

telah terjadwal dengan sendirinya yaitu berlangsung pada hari sabtu yang ditandai

dengan kedatangan kapal-kapal yang langsung membongkar barang-barang

bawaanya. Pada hari minggu barulah terjadi aktivitas perdagangan antar para

pedagang.

Proses alam terus berkembang sehingga pemerintahan Belanda

membangun beberapa fasilitas seperti Los. Sehingga masyarakat mulai berkumpul

dan berdagang. Di tempat itulah terjadi transaksi dan jual beli yang didatangi oleh

pedagang babelok yang datang luar daerah. Demikian juga masyarakat yang

berada di Ganting Mudik, mereka membawa hasil buminya ke pasar tersebut

dengan mengunakan rakit bambu. Sementara itu pedagang babelok membawa

barang-barang dagangan mereka dengan mengunakan angkutan Padati atau

Padati Lega23. Ada juga yang mengunakan Ogak24. Kebiasaan aktivitas

perdagangan pada hari minggu hingga sekarang masih dipertahankan oleh

masyarakat Nagari Surantih.

Kegiatan di Pasar lama berlangsung hingga tahun 1903, kemudian aktivitas

perdagangan di pasar ini dipindahkan ke Pasar Surantih sekarang. Pemindahan

pasar dilakukan setelah jalan Padang menuju ke Sungai Penuh selesai dibangun

oleh VOC. Selain Pasar Surantih terdapat juga pasar pendamping yang merupakan

pasar rakyat. Pasar ini berfungsi sebagai lokasi kegiatan ekonomi bagi masyarakat

di pedalaman dalam memenuhi kebutuhan hidup yang dijual dengan cara eceran.

Pasar pendamping pertama di Nagari Surantih di Lubuk Angik berada dipinggiran

Batang Surantih, persisnya dibalik Bukit Simpudiang Kampung Gunung Malelo.

Pasar rakyat kedua di nagari ini adalah Pasar Balai Selasa, hari pakan pasar ini

dilaksanakan pada setiap hari selasa. Pasar Balai Selasa berada di Kampung Koto

23

Padati Lega merupakan sebuah alat transportasi tradisional yang berupa gerobak kayu berbentuk

rumah-rumah yang ditarik dengan mengunakan tenaga kerbau besar. 24

Ogak merupakan alat pembawa barang yang berbentuk bakul pajang yang diletakan dipunggung dengan kepala sebagai penyangga tali beban barang yang dibawa oleh seorang tukang ogak.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 83

Panjang di pinggiran Batang Surantih. Pada tahun 1949 kegiatan pasar Di Balai

Selasa dihentikan karena terjadinya Agresi Militer II Belanda yang menyerang

Nagari Surantih. Setelah kegiatan pasar di Balai Selasa berhenti, aktivitas pasar ini

kemudian dipindahkan ke Pasar Balai Satu di Kampung Kayu Gadang yang juga

terletak dipingiran Batang Surantih. Aktivitas pasar di Pasar Balai Satu ini berakhir

pada tahun 1969 setelah jalan Pasar Surantih ke Kayu Gadang Lancar.

Perjalanan Nagari Surantih dibawah pemerintahan kolonial Belanda berjalan

lamban. Pembangunan sarana irigasi Batang Surantih dan perhubungan dikerjakan

oleh masyarakat dalam penjagaan dan tekanan dari pemerintahan Belanda (1930).

Pada tahun 1933 jalan Kayu Gadang ke Pasar Surantih dibangun bersamaan

dengan pembangunan jembatan besi.

Gambar 9

Jembatan Bendungan Irigasi Batang Surantih (Sarana Irigasi Ini Pada Tahun 1979 Diperbaiki Dan Diresmikan Pengunaannya

oleh Ir. Soetami Menteri PUTL)

Ketika pasar di Padang Api-api dipindah ke Pasar Surantih. Pada awalnya

masyarakat menjalankan aktivitas pasar di Pasar Surantih masih berjualan di bawah

pohon-pohon kayu besar. Pada saat Pasar Surantih baru dibuka menjadi pasar

pada tahun 1933, kondisi lokasinya masih berupa hutan rimba. Setelah los besi

Pasar Padang Api-api dipindahkan, barulah kayu-kayu besar tersebut ditebangi.

Barulah semenjak itu Pasar Surantih mempunyai sarana pasar yang layak meski

disekitarnya masih berupa hutan belantara.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 84

Diperkirakan pada masa ini masyarakat Nagari Surantih telah memiliki

keyakinan agama yang kuat. Hal ini ditandai dengan telah berdirinya Mesjid-

mesjid25 diantaranya, di Kampung Berhimpun/Pasar Surantih (1817) yang sekarang

dikenal sebagai Mesjid Unciang (Nurul Iman). Pada tahun 1901 diperkirakan mesjid

Kampung Timbulun didirikan, kemudian diikuti dengan pendirian Mesjid di Langgai

(1903) dan Koto Panjang (1912).

Sarana pendidikan dibangun oleh Pemerintahan Belanda di Nagari Surantih

pada tahun 1900. Pembangunan ini ditandai dengan didirikannya Sekolah Rakyat

pertama dengan lama pendidikan selama tiga tahun, sekolah ini berada di Pasar

Surantih. Pada tahun 1912 dibangun sekolah rakyat di Kampung Koto Panjang

(Koto Merapak) dan Kampung Ampalu (1939). Pada tahun 1935 dibangun Sekolah

Gadang kelanjutan dari Sekolah Rakyat yang didirikan di Kampung Pasar Surantih

(SD No. 04 Jalan Baru), lama pendidikan di sekolah ini adalah selama dua tahun.

Memasuki awal abad 19 masyarakat mulai menyadari dan banyak belajar

akan pentingnya arti sebuah kebebasan yang disebut-sebut merdeka. Dorongan

rasa ingin berubah dan lepas dari kekejaman Belanda telah menjadi sebuah tekad

yang bulat bagi generasi muda Nagari Surantih. Untuk bisa berbuat dan bertindak,

maka digalanglah kebersamaan dan kesatuan. Muncullah tokoh-tokoh nagari

pencetus pergerakkan di Nagari Surantih. Dengan berbagari latar belakang keahlian

yang dimiliki mulai dari tenaga pengajar hingga pemimpin nagari.

Pada masa itu Nagari Surantih telah banyak memiliki generasi muda

terpelajar yang menamatkan pendidikan diberbagai lembaga pendidikan yang ada

pada masa itu, antara lain ; mereka menamatkan pendidikan di Candung, Parabek

Padang Panjang, sekolah Tarbiyah Islamiyah, Thawalib School, Kulliyatul

Muballigin, Normal Islam di Padang, Kuekschool Islamiyah di Bukittinggi dan ada

pula yang menuntut ilmu agama ke Batu Sangkar dan Kambang.

Pemuda-pemuda terdidik inilah yang membangkitkan kesadaran masyarakat

tentang arti dan maksud kemerdekaan serta keburukan-keburukan dan kekejaman

penjajahan Belanda serta sifat adu dombanya. Mereka tidak mau berkerja sama lagi

dengan Belanda. Pemuda yang telah menamatkan pendidikannya, bersama

masyarakat mendirikan sekolah-sekolah agama di Nagari Surantih, seperti :

1. Tarbiyah Islamiyah Pasar Surantih

2. Muhammadiyah di Kayu Gadang.

25

Mesjid pertama berdiri di Nagari Surantih didirikan di Koto Tinggi dan Kayu Aro pada abad ke 17.

bangunan mesjid tersebut dibangun dengan mengunakan bahan dari kayu dan beratapkan daun kayu (atap puo).

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 85

Tokoh-tokoh pemuda tersebut antara lain :

5. Said Idris

Merupakan pendiri sekolah Muhammadiyah di Kayu Gadang. Ketua Partai

Permi (Partai Muslilin Indonesia).

6. Zainuddin Yahya

Kaum Melayu Pasar Surantih ini adalah seorang tasauf yang merupakan

pendiri Tarbiyah Islamiyah Pasar Surantih.

7. Mukhtar Hatta

Kaum Kampai Koto Panjang ini adalah seorang guru sekolah Tarbiyah dan

pernah dipercaya sebagai Wali Nagari pertama setelah dipilih oleh

masyarakat nagari.

8. Abbas Dt. Rajo Basa

Kaum Sikumbang Koto Merapak ini adalah seorang pegawai kantor

pendidikan masyarakat Sungai Penuh. Menjabat sebagai Wali Nagari

setelah Muchtar Hatta dan kemudian aktif dalam lembaga KAN hingga

pemerintahan Wali Nagari Zainudin Kesah.

9. Salim Dt. Rajo Indo

Kaum Sikumbang Koto Panjang ini merupakan seorang guru sekolah

Muhammadiyah dan aktif dalam lembaga KAN

10. Wahab Bilal

Kaum Kampai Kayu Gadang ini merupakan pendiri sekolah Muhammadiyah

di Kayu Gadang yang juga sebagai guru dan Sekretaris Nagari masa

pemerintahan Wali Nagari Abbas Dt. Rajo Basa.

11. Rasilin Idris

Kaum Caniago Koto Merapak ini pernah menjabat sebagai anggota DPRD

masa pemerintahan Pesisir Selatan dan Kerinci di Sungai Penuh. Camat

Sutera pada masa PRRI yang mencetuskan ide nama Sutera bersama tokoh

lainnya.

12. Khatib Saidi

Kaum Kampai Gunung Malelo ini merupakan seorang pendakwah yang

merupakan Penghulu kaumnya yang bergelar Dt. Rajo Bandaro Hitam

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 86

13. Zakaria Yahya

Kaum Melayu Pasar Surantih merupakan seorang guru

14. Nurani Yahya

Kaum Melayu Pasar Surantih merupakan seorang guru

15. Ahmad Srt.

Kaum Panai Kampung Ampalu merupakan pendiri dan guru Muhammadiyah

16. Pakie Ilyas

Kaum Sikumbang Koto Panjang merupakan tokoh Muhammadiyah

17. Ilyas Tahir

Kaum Melayu Koto Merapak merupakan seorang pendakwah

18. Khatib Rusli

Kaum Sikumbang yang merupakan seorang tokoh agama

19. Rustam Yaus

Kaum Sikumbang Pasar Surantih merupakan seorang tokoh pelopor

20. Acik Kalam

Kaum Caniago merupakan seorang guru

21. H. Mayuddin Lillah

Kaum Caniago Koto Merapak, pernah menjabat sebagai Pjs. Wali Nagari

mengantarkan dan menjabat sebagai Ketua DPRN Nagari Surantih Periode I

22. Zainudin Kesah.

Putra-putra terbaik nagari tersebut bukan saja berjuang dalam bidang

pendidikan tetapi juga ikut serta dalam memperjuangkan dan mempertahankan

kemerdekaan. Bermacam tantangan dan bahaya mereka hadapi demi untuk

berbuat bagi kepentingan nagari dan masyarakat Surantih hingga bisa menikmati

hasil pengorbanan dan perjuangannya. Semua itu bisa digambarkan mulai dari

masa pendudukan Jepang di Nagari Surantih. Masa agresi Militer Belanda yang

pertama dan kedua. Dilanjutkan dengan pergolakan yang dikenal dengan

pemberontakan PRRI. Tidak hanya itu munculnya pemberontakan PKI

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 87

menimbulkan duka yang dalam bagi anak nagari karena munculnya perang saudara

di Nagari Surantih.

5.1. Awal Abad 20 Masa Pesisir Selatan Kerinci (PSK) dan Pendudukan

Jepang

5.1.1. Pesisir Selatan Kerinci (PSK)

Pada tahun 1922 Pemerintahan Kolonial Belanda secara administrasi

mengabungkan wilayah Kerinci26 ke dalam Keresidenan Sumatera Barat (Residensi

Sumatera Weskust) dan disatukan dalam wilayah Kewedanaan Pesisir Selatan dan

Kerinci. Pemindahan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan kelancaran

administrasi pemerintahan. Dilihat dari letak geografis Kerinci sangat dekat dengan

Padang (Residensi Sumatera Weskust) dibandingkan dengan Jambi. Apalagi jalan

yang menghubungkan Sungai Penuh Kerinci dengan Padang selesai dibangun

(1922).

Nagari Surantih merupakan salah satu daerah yang dijadikan daerah politik

dan kekuasaan penjajah. Pada masa penjajahan Kolonial Belanda, Nagari Surantih

tergabung dalam Afdeling (kabupaten) Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK). PSK

terbagi dalam tiga wilayah kewedanaan, antara lain :

1. Kewedanaan Painan, wilayahnya meliputi Siguntur hingga Amping Parak

2. Kewedanaan Balai Selasa, wilayahnya meliputi Kambang hingga Air Haji

3. Kewedanaan Kerinci, wilayahnya meliputi Indra Pura hingga Sungai

Penuh

Pada mulanya Ibu Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci berkedudukan di

Balai Selasa yang saat itu dijabat oleh Bapak Bupati Amirudin ST. Syarif, dua tahun

kemudian ibu kabupaten dipindahkan ke Sungai Penuh Kerinci. Nagari Surantih

saat itu termasuk dalam wilayah kekuasaan Asisten Wedana Batang Kapas. Di

26

Pemindahan wilayah Kerinci secara administrasi ke dalam Residensi Sumatera Weskust (Sumatera

Barat) dengan Residensi Jambi telah terjadi beberapa kali pemindahan. Pada tahun 1903 wilayah Kerinci dimasukan dalam pengawasan Residensi Jambi. Setahun kemudian wilayah Kerinci dimasukan ke dalam wilayah Residensi Sumatera Weskust. Pada tahun 1908 selesainya pembangunan jalan setapak atau jalan kuda Kerinci – Jambi, Kerinci kembali digabungkan ke dalam Residensi Jambi. Pada tahun 1922 pemindahan ini kembali terjadi lagi, Kerinci digabung ke Residensi Sumatera Weskust

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 88

Kewedanaan Painan Belanda mengangkat seorang seorang Kepala Nagari yang

disebut dengan Angku Palo yang bertugas sebagai tangan kanan Belanda di nagari.

Pada tahun 1921, dalam struktur pemerintahan nagari di Surantih terjadi

serah terima jabatan dari Tuanku Lahi (Kaum Panai Dt. Rajo Batu) kepada anak

beliau Marah Bara’i (Kaum Sikumbang Dt. Rajo Indo)27. Jalan roda pemerintahan

berjalan biasa di tengah kondisi yang serba terbatas. Meskipun demikian,

pembangunan tetap dapat dilaksanakan, seperti perluasan dan pengembangan

pasar nagari dengan pendirian los besi dan kayu.

Gambar 10

Tuanku Lahi Rajo Batuah (Kiri) dengan Marah Bara’i Rajo Indo (Kanan)

Pada masa itu PSK dipimpin oleh Bapak Bactiar Dt. Paduko. Pada masa

pemerintahannya, kondisi perpolitikan dan struktur pemerintahan sering mengalami

perubahan baik di Ibu kabupaten maupun tuntutan dari masyarakat Kerinci yang

menginginkankan membentuk pemerintahan sendiri. Isu ini menjadi permasalahan

tersendiri dalam pelaksanaan roda pemerintahan PSK. Setelah kemerdekaan

permasalahan ini tetap menjadi duri dalam daging bagi pemerintahan PSK. Apalagi

pada tahun 1955 ketika dilaksanakan pemilu yang pertama, masyarakat Kerinci

membentuk Dewan Perwakilan sendiri. Aspirasi masyarakat Kerinci untuk

memisahkan diri dari wilayah PSK dan membentuk pemerintahan sendiri diajukan

pada pemerintahan pusat. Pada tahun 1957 dikeluarkanlah Undang-undang No. 19

dan No. 21 tahun 1957. Pada tanggal 10 November 1958 masyarakat Kerinci

secara resmi keluar dari PSK dan mendirikan pemerintahan kabupaten sendiri

masuk dalam wilayah Propinsi Jambi. Pemisahan ini ditandai dengan keluarnya

Undang-undang No. 19 tahun 1958.

27

Dikabarkan beliau menetap di Timbulun memiliki istri yang berasal dari keturunan Aceh bernama

Nyak Gadung. Konon beliau memiliki ilmu yang sangat tinggi yang diwarisi dari orang tuanya. Beliau sangat disegani oleh Belanda dan masyarakat sangat santun kepada beliau.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 89

5.1.2. Pendudukan Jepang

Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang melancarkan serangan ke daerah-

daerah di Indonesia. Pertempuran terjadi di mana-mana, Belanda tidak berdaya

terhadap gempuran tentara Jepang. Dalam kurun waktu empat bulan, tentara

Jepang telah berhasil menduduki wilayah Indonesia yang dikuasai Belanda.

Kekalahan Belanda ini ditandai dengan penanda tanganan penyerahan kekuasaan

pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati. Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van

Starkenborgh Stachower dan Letnan Jenderal Heinter Poorten menyerah kalah

kepada Jenderal Imamura. Meski seluruh wilayah Indonesia telah diserahkan oleh

Belanda pada pendudukan Jepang, namun masih terjadi perperangan antara

pasukan Belanda dengan tentara Jepang di Sumatera Tengah – Utara. Pada

tanggal 13 Maret 1942 Kota Medan jatuh ke tangan jepang, disusul pula dengan

jatuhnya Padang dan Bukitinggi pada tanggal 17 Maret 1942.

Perjalanan duka sejarah masyarakat nagari dibawah kekuasaan dan

penindasan kaum penjajah seakan tidak hentinya ketika Jepang memasuki PSK

pada tanggal 17 Maret 1942. Pada awalnya masyarakat menyambut dengan suka

cita kedatangan “saudara dari timur” ini. Masyarakat mengangap Jepang dewa

penolong yang telah membebaskan masyarakat dari kekuasaan dan penindasan

pemerintahan kolonial Belanda. Hal ini disebabkan oleh propaganda yang disebut 3

A, yaitu Jepang cahaya Asia, Pelindung Asia dan Pemimpin Asia. Jepang berjanji

kepada Bangsa Indonesia, bahwa kedatangannya adalah untuk membentuk

kemakmuran bersama di Asia Timur Raya. Propaganda Jepang tersebut

mengakibatkan masyarakat dengan suka rela berkerja sama dengan Jepang,

seperti membantu mendirikan benteng dan barak pertahanan Jepang.

Romantime kebebasan dan rasa kerjasama yang awalnya terjalin hanya

berlangsung selama 4 bulan. Setelah 4 bulan akhirnya berubah menjadi

penderitaan yang lebih menyakitkan dari penindasan yang dilakukan kolonial

Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, pemerintahan nagari disebut dengan

Danco. Pejabat yang menduduki jabatan ini diambil dari pribumi juga termasuk

dengan Demang dan Asisten Wedana. Pada pendudukan Jepang banyak pribumi

yang berkerja dalam pemerintahan di Painan.

Tidak sampai setahun Jepang datang, penderitaan masyarakat terasa lebih

menyakitkan akibat keganasan dan tindakan yang tidak berprikemanusian yang

dilakukan tentara Jepang kepada masyarakat. Pada tahun 1943 Jepang memberi

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 90

izin bagi masyarakat dalam kegiatan politik. Masyarakat dianjurkan untuk ikut serta

dalam latihan militer yang tergabung dalam pasukan suka rela untuk dijadikan

sebagai prajurit perang. Pasukan bentukan Jepang tersebut, antara lain :

1. Hei – Ho

Merupakan tenaga suka rela yang akan dijadikan prajurit perang.

Pasukan ini banyak yang dikirim keluar negeri dilibatkan Jepang dalam

Perang Asia Pasific. Umumnya mereka yang dikirim kebanyakan jarang

yang kembali pulang.

2. Gyu Gun28

Merupakan tenaga suka rela dijadikan sebagai prajurit untuk

menghadapi sekutu di dalam negeri.

3. Fujinaki

Merupakan pasukan perang wanita yang diberi tugas sebagai mata-mata

tentara Jepang

4. Bogodan

Pemuda-pemuda yang dilatih, ditugasi dalam mengatur perlindungan

dan menjaga keamanan dalam keadaan bahaya serangan udara.

Masa pendudukan Jepang, pemuda-pemudi nagari banyak yang masuk jadi

tentara jepang seperti Heiho, Gyu - Gun dan Seinendan. Pada masa persiapan

peralihan pemerintahan nagari dari Kepala Nagari ke Wali Nagari. Pemuda-pemuda

dari Heiho dan Seinendan latihan jepang membentuk Tantara Keamanan Rakyat

(TKR) yang kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Indonesia (TRI). Di

Nagari Surantih dibentuk satu kompi TKR yang dikomandani oleh Letnan

Syamsudin BG asal Pasar Surantih dan Batalyon II di Painan yang dikomandani

Maklum Toke. Selain TKR juga dibentuk pula BPNK sebagai barisan pemuda yang

dibentuk serta diketuai oleh Abdul Kadir, Zainudin Kesah dan Nasir Kompani.

Tenaga-tenaga suka rela diperoleh berdasarkan bantuan dari kepala

pemerintahan nagari dan Niniak Mamak. Kebanyakan mereka yang diambil untuk

28

Ide pembentukan Gyu Gun lahir dari gagasan Khatib Sulaiman setelah beliau dibebaskan Jepang.

Khatib Sulaiman langsung mengetuai organisasi bentukan Jepang yang dinamakan Gyu Gun Ko En Kai. Calon perwira Gyu Gun diambil dari pemuda yang memiliki pendidikan menengah. Pada tahap pertama calon Perwira dan Bintara ini dididik di Padang dengan lama latihan militer selama empat bulan dibawah pengawasan Mayor Akiyama.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 91

menjadi tenaga suka rela ini dipaksa. Bahkan kebanyakan dari tenaga suka rela ini

dikirim sebagai tenaga Romusha yang dikenal sebagai sistem kerja paksa. Mereka

yang terlibat dalam sistem ini banyak mengalami penyiksaan dari tentara Jepang,

mereka juga tidak mendapatkan makanan. Banyak dari pemuda dan masyarakat

yang mati dalam sistem kerja paksa Jepang.

Pada tanggal 3 Oktober 1943 dibentuklah PETA (Pembela Tanah Air). Pada

awalnya organisasi ini dibentuk untuk membantu kepentingan Jepang. Namun

seiring dengan perjalanan waktu di tengah penderitaan dan penindasan Jepang.

Organisasi ini melakukan pembelotan dengan melakukan perlawanan terhadap

pasukan Jepang. Dalam kehidupan masyarakat di Nagari Surantih, banyak

menderita kelaparan karena hasil pertanian diambil secara paksa oleh Jepang

sebagai bahan kebutuhan Tentara Jepang dalam perang. Hasil pertanian tersebut

dipungut melalui Kepala Nagari dan disimpan di gudang-gudang logistik Jepang.

Adakalanya jika barang-barang tersebut telah menumpuk, kelebihan tersebut akan

dibuang ke laut. Masyarakat memenuhi kebutuhan pokoknya dengan memakan

sagu, ubi kayu, ubi jalar, jagung dan pisang.

Pada masa pendudukan Jepang ini, aktivitas perdagangan di pasar lumpuh

total. Barang-barang kebutuhan pokok masyarakat tidak ada yang dijual di pasar.

Kalau pun ada yang di jual, harga barang tersebut sangat mahal dan tidak dapat

dibeli masyarakat, seperti gula, obat-obatan dan lain-lain. Pakaian masyarakat pada

saat itu hanya terbuat dari bahan terapal kapal kain kasar, ada juga yang terbuat

dari goni bahkan ada yang memakai kain dari kulit kayu tarok.

Umumnya bahan kain kayu tarok didatangkan dari Ganting Mudik. Dari

proses pembuatan kain ini menghasilkan kualitas kain yang berbeda. Kain dengan

warna merah memiliki kualitas kasar. Harga beli kain ini per satu lucuk tagak

sepanjang 180 cm, berharga satu Cupiah. Sedangkan kain dengan kualitas yang

bagus dan halus berwarna putih (disebut Naleh) mempunyai harga per satu lucuk

tagak 1,5 Cupiah29. Barang- barang ini diperjual belikan oleh pedagang keliling

yang berasal dari Langgai30 yang membawa setiap minggunya hasil hutan dan kain

tarok ke Pasar Surantih.

Kekejaman tentara pendudukan Jepang tergambar dari Pasukan Jepang

yang disebut dengan Kempetai. Pasukan ini biasanya ditugaskan untuk

29

1,5 Cupiah ini diperkirakan pada uang sekarang ini setara dengan uang Rp. 10.000. 30 Pada masa itu masyarakat mengenal pedagang kain ini bernama M Jalir.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 92

menegakkan aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah jajahan Jepang. Di nagari

pernah diberlakukan aturan bagi masyarakat dilarang menanam karet, bagi yang

ketahuan menanam karet pohonnya akan ditebang dan dikenakan denda

(perbatang sebanyak 2,5 cupiah). Masyarakat diharuskan untuk menanam pohon

kopi. Hal yang sama juga dilakukan pada nelayan, mereka diharuskan menangkap

ikan di tempat yang telah ditentukan. Selain itu dalam menangkapkan dilarang

mengunakan lampu yang terang. Pada malam hari masyarakat diharuskan

melakukan ronda. Setiap malam pasukan kempetai melakukan razia, akibatnya

masyarakat menjadi takut untuk ke luar rumah. Apalagi mereka memiliki anak gadis,

rasa khawatir dan cemas selalu membayangi.

Kekalahan tentara Jepang dari sekutu ditandai dengan dijatuhkannya bom

atom di Kota Hiroshima oleh pesawat Super-Fotress Amerika Serikat pada tanggal

6 Agustus 1945 dan tiga hari kemudian disusul dengan sebuah bom di Kota

Nagasaki. Bersamaan dengan itu pasukan Rusia menyerang Mancuria setelah

menyatakan perang dengan Jepang. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang

menyatakan kalah kepada Sekutu dan Rusia dan menyerah tanpa syarat. Bangsa

Indonesia menjadikan kesempatan ini untuk memproklamirkan kemedekaan bangsa

indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan

kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamasikan oleh Bung Karno dan Hatta.

Proklamasi Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan

dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia

ttd Soekarno - Hatta

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 93

5.2. Indonesia Merdeka, Agresi Militer dan PDRI

5.2.1. Indonesia Merdeka

Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan perjuangan rakyat Indonesia,

cita-cita untuk lepas dari belenggu pejajahan telah tercapai. Nasib negara yang

tidak menentu dibawah belenggu penjajahan, sekarang dapat ditentukan ditangan

Bangsa Indonesia sendiri. Di Nagari Surantih Berita Proklamasi diketahui setelah

beberapa hari diumumkan melalui perantaraan Pemerintah Sumatera Tengah yang

pada saat itu dipimpin oleh Residen berupa selebaran-selebaran, radio dan lain-lain.

Selebaran teks31 proklamasi yang disebar ke masyarakat ditandatangani oleh Mohd.

Syafe’i atas nama rakyat daerah Kepulauan Sumatera tanggal 19 Agustus 1945,

bunyi teks sebagai berikut :

31

Selebaran ini dicetak dengan tinta merah di atas kertas putih dan disebarkan kepada umum serta

ditempelkan di mana-mana.

Permakloeman kemerdekaan Indonesia

Mengikoeti dan mengoeatkan pernjataan kemerdekaan Indonesia oleh bangsa

Indonesia seperti proklamasi pemimpin besar kita Soekarno-Hatta atas nama

bangsa Indonesia seperti berikut :

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal

yang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara

seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia

ttd

Soekarno - Hatta

Maka kami bangsa Indonesia di Soematera dengan ini mengakoei kemerdekaan

Indonesia seperti jang dimaksoed dalam Proklamasi di atas dan mendjoendjoeng

keagoengan kedoea pemimpin Indonesia itoe.

Boekittinggi, hari 19 boelan 8 tahoen 1945

Atas nama bangsa Indonesia di Soematera

ttd

Moehammad Syafe’i

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 94

Masyarakat nagari menyambut gembira berita ini dengan teriakan, pekikan kata

“merdeka” terdengar di setiap sudut nagari dan daerah lainnya yang berada dalam

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK).

Dalam euforia kemerdekaan di setiap pelosok negeri, kondisi pemerintahan

diberbagai daerah masih ada yang mengalami kekosongan kekuasaan. Pada masa

itu Nagari Surantih dipimpin oleh seorang Angku Palo yang saat itu dijabat oleh

Bara’i. Dalam peralihan dan transisi kekuasaan di Negara Indonesia saat itu

sebagai negara yang baru merdeka. Setelah terbentuknya Komite Nasional

Sumatera Barat dan Komite Nasional cabang kabupaten, maka di nagari dibentuk

Komite Nasional Ranting. Komite Nasional Ranting adalah sebagai badan Legislatif,

mengantikan Kerapatan Adat Nagari yang ada. Komite Nasional Ranting Nagari

yang pertama diketuai oleh Wahab Bilal dan wakilnya adalah Abbas Dt. Rajo Basa

dan terdiri dari beberapa orang anggota.

Berdasarkan Peraturan Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari yang dikeluarkan

Komite Nasional Sumatera Barat, menetapkan:

Bahwa Kepala Nagari di tukar sebutannya dengan Wali Nagari (Eksekutif) Komite

Nasional ditukar dengan Dewan Perwakilan Rakyat Nagari (DPRN) sebagai badan

Legislatif terdiri dari beberapa anggota. Perangkat Nagari adalah Dewan Harian

Nagari (DHN), di kampung-kampung/jorong adalah Wali Kampung, Wali Nagari

Dipilih langsung oleh rakyat.

Berdasarkan keputusan pemerintah daerah maka ditunjuklah pejabat

sementara sebagai pimpinan nagari. Mahyudin Lilah dipercaya sebagai ketua

DPRN. Maka dilangsungkanlah pemilihan Wali Nagari yang diikuti oleh tiga orang

calon. Wali Nagari yang terpilih saat itu adalah Mukhtar Hatta32 dan sebagai wakil

Wali Nagari adalah Abbas Dt. Rajo Basa33. Pemilihan ini dilaksanakan setelah

setahun Marah Berai Dt. Rajo Indo melaksanakan pemerintahan nagari setelah

kemerdekaan, tepatnya pada bulan Februari 1946 dilakukanlah serah terima

dengan Pjs Wali Nagari.

32

Setahun kemudian Wali Nagari Mukhtar Hatta mengundurkan diri dan jabatannya digantikan oleh

Abbas Dt. Rajo Basa dengan wakil Wali Nagari Buya Wahab Bilal

33 Lima bulan kemudian Wakil Wali Nagari mengundurkan diri dan digantikan oleh Buya Zainuddin

Yahya. Tiga bulan kemudian pergantian wakil wali nagari terjadi lagi, jabatan ini kembali dipegang oleh Buya Wahab Bilal hingga penyerahan kedaulatan oleh Belanda.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 95

Pemerintahan pada awal kemerdekaan berlangsung dalam kondisi

keprihatinan. Sikap hati-hati dijalankan pemerintah nagari karena kondisi

perpolitikan sebagai negara yang baru berdiri belum memiliki arah dan tujuan yang

jelas. Apalagi kondisi psikologis masyarakat saat itu masih dihimpit oleh kenangan

masa lalu, hidup dibawah penindasan pemerintahan Kolonial Belanda. Kemudian

dilanjutkan dengan penyiksaan dari pendudukan Jepang, meski hanya berlangsung

tiga setengah tahun tapi sangat membuat rakyat menderita lahir dan bathin.

Munculnya krisis sosial akibat penderitaan masa lalu pun tidak dapat dihindari.

Masih tersisanya rasa dendam dan penderitaan yang ditinggalkan penjajah. Juga

meninggalkan rasa dendam dan sakit hati pada pribumi yang menjadi kaki tangan

dan pembantu penjajah yang ikut memaksa anak nagari.

Berdasarkan catatan sejarah yang dikisahkan oleh orang tua yang menjadi

saksi hidup perlakuan penjajah terhadap anak nagari. Pergantian kekuasaan yang

terjadi antara Kolonial Belanda kepada pendudukan Jepang menimbulkan dampak

tersendiri terhadap kehidupan masyarakat nagari. Di bidang ekonomi terjadi

perubahan dalam sistem perdagangan di Nagari Surantih. Aktivitas perdagangan di

Nagari Surantih menurun secara drastis lantaran banyak tuan tanah dan pedagang

Cina yang pindah dari Nagari Surantih.

Pada pemerintahan kolonial, pedagang Cina sangat berperan dalam

perdagangan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat. Semenjak kedatangan

Jepang di Nagari Surantih yang awalnya memihak pribumi. Banyak masyarakat

yang menyerbu dan menjarah gudang-gudang penyimpanan barang-barang

kebutuhan pokok milik pedagang Cina. Bagi pedagang Cina yang tidak memiliki

bekingan atau perlindungan yang kuat dari pribumi, melarikan diri keluar dari Nagari

Surantih. Umumnya orang Cina pergi dari Surantih dengan meninggalkan harta-

hartanya menuju daerah Kerinci, Jambi dan Padang. Meskipun demikian masih ada

yang bertahan di Nagari Surantih

Pada saat kemerdekaan Indonesia, disaat Jepang akan terusir dari Nagari

Surantih. Terjadi peristiwa penjarahan terhadap gudang-gudang penyimpanan

kebutuhan pasukan Jepang. Anak-anak nagari menyerbu gudang-gudang Jepang

dan merampas isinya, demikian juga terhadap gudang-gudang milik Bangsa Cina

juga ikut dijarah dan rampas. Rumah-rumah Cina dibongkar dan dibakar sedangkan

isi dan perabotannya diambil, tanah-tanahnya dikuasai. Setelah peristiwa tersebut

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 96

masih ada Cina yang mencoba untuk bertahan berkat kebaikan dan perlindungan

pihak nagari.

Pada masa itu tugas sebagai seorang Wali Nagari menuntut tanggung jawab

yang sangat tinggi. Di tengah-tengah kondisi kehidupan masyarakat yang serba

kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sementara sarana dan prasarana

jalan tidak memadai sebagai sarana penghubung dengan Ibu propinsi untuk

memasok bahan dan barang kebutuhan hidup. Masyarakat sangat berharap banyak

pada wali untuk bisa mengatasi masalah tersebut. Bersama pemuka masyarakat

dan tokoh adat Wali Nagari mencoba merintis jalan baru dari Langgai menuju

Surian, Muaro Labuah dengan melewati Bukit Kelambu dan pematang panjang.

Masyarakat diajarkan berdagang ke daerah tersebut dengan membawa dagangan

berupa cangkuk34 garam dan lain-lain. Pulang berdagang membeli barang-barang

yang dijual di daerah tersebut seperti kain, obat-obatan, tembakau, korek api dan

lain-lain. Keberangkatan masyarakat ke daerah tersebut berangkat secara

berkelompok membawa barang dagangannya dengan mengunakan ogak.

5.2.2. Agresi Militer Dan PDRI

Saat tentara sekutu mendarat dan diboncengi oleh Tentara Nica Belanda,

kemudian Padang diduduki Tentara Belanda. Hubungan pemerintahan nagari

dengan Pemerintah Daerah tetap berjalan baik, bahkan semangat juang

masyarakat, mulai dari anak-anak, pemuda-pemuda sampai orang tua baik laki-laki

maupun perempuan makin bertambah. Hal ini disebabkan seringnya para Mubaligh

dan pemimpin masyarakat serta pemerintah dari kecamatan dan kabupaten

memberikan penerangan sampai ke pelosok-pelosok nagari yang jauh ke

pedalaman. Bahkan Gubernur Militer Sumatera Tengah Mr. St. Muhammad Rasyid

ikut serta. Selama Agresi Militer I Belanda, dapat dikatakan pemerintahan

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci berjalan seperti biasa karena belum

dimasuki Belanda.

Belum sampainya pasukan Belanda pada Agresi Militer I disebabkan di

daerah Siguntur terdapat Tentara Republik Indonesia pimpinan Maklum Toke

menghadang pergerakan pasukan Belanda untuk memasuki wilayah Painan. Pada

saat terjadinya Agresi Militer I ini, masyarakat Surantih hanya mengingat “kapa

34

Cangkuk artinya ikan kering seperti Ikan Tri, bada dan lain-lain yang telah dikeringkan.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 97

tabang sajo nan malayok-layok di ateh langgik”. Sementara itu masyarakat yang

tinggal di daerah perkotaan mulai mengungsi mencari daerah hunian yang aman.

Sebelum terjadinya Agresi Milter Belanda II, Residen Sumatera Barat Mr. S.

M. Rasyid melaksanakan musyawarah dengan seluruh pejabat dan wedana

(Bupati). Pertemuan ini membicarakan tentang serangan Militer Belanda. Dalam

pertemuan tersebut diputuskan :

1. Menjadikan pemerintahan di Sumatera Barat menjadi pemerintahan

militerisasi termasuk Camat dan Wali Nagari 35

2. Untuk mengelabui pasukan Belanda, Ibu kota Kabupaten PSK

dipindahkan dari Painan ke Sungai Penuh Kerinci.

Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda kembali melancarkan Agresi

Militer II yang ditandai dengan didudukinya Ibu Kota Negara Republik Indonesia

yang saat itu adalah Yogyakarta. Presiden bersama pejabat tinggi negara ditangkap

dan diasingkan ke Pulau Bangka. Sebelum Presiden ditangkap, beliau sempat

mengirimkan perintah kepada Mr. Syafrudin Prawira Negara untuk medirikan

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang saat itu berada di

Bukittinggi. Pada sore harinya PDRI resmi didirikan oleh Mr. Syafrudin Prawira

Negara di Bukittinggi. Tujuan didirikannya PDRI adalah untuk menjalankan

pemerintahan Negara Republik Indonesia agar tetap berfungsi meskipun dijalankan

dengan cara berpindah-pindah tempat. Pemerintahan ini berakhir pada tanggal 13

Juli 1949.

Pada tanggal yang sama 19 Desember 1948, ibu kota PSK resmi pindah

dari Painan ke Sungai Penuh Kerinci. Arsip-arsip dan keperluan pemerintahan

dibawa melalui jalan darat meskipun pegawai dan pejabat pemerintahan masih

banyak yang bertahan di Painan.

Pada Agresi Militer Belanda II, pada tanggal 6 Januari 1949. Painan

diduduki Belanda melalui Pulau Cingkuk/Cerocok Painan. Pertempuran tidak

terelakan terjadi antara pasukan Belanda dengan Tentara rakyat Indonesia (TRI).

Meski mendapatkan bantuan dari pasukan TRI yang didatangkan dari Kerinci,

termasuk Brigade Banteng Sub Komando C yang dipimpin oleh Mayor Alwi Sutan

Marajo. Tidak berimbangnya kekuatan senjata yang dimiliki kedua belah pihak

35

Wali Nagari disebut sebagai Wali Perang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 98

menyebabkan pasukan Belanda berhasil memukul mundur TRI dan menduduki

Painan

Setelah Painan diduduki Belanda, Wedana Aminudin St. Syarif bersama

Kepala Polisi Painan Mawin dan Ajudan Komandan Batalyon Letnan A. Rahman

Karim berserta CPM Darmo. Diikuti anggota dan instansi lainnya mengungsi ke

Surantih. Dalam pengungsian ke Surantih, Wedana Aminudin St. Syarif dan

beberapa pejabat/Staf wedana menginap di rumah Wali Nagari Abbas Dt. Rajo

Basa di Dusun Mansiang Koto Panjang. Ajudan komandan Batalyon Letnan A.

Rahman Karim menginap di rumah Samad Dirajo di Pasir Nan Panjang. Sementara

Kepala Polisi Painan bersama anggotanya menginap di daerah Singkulan Kayu

Gadang, dua hari kemudian mereka pindah ke Lenggayang tepatnya di Koto Pulai

Kambang. Komandan Batalyon Letnan Satu Muchni Zen mengungsi ke daerah

Bayang. Pengungsian para pejabat ini tidak berlangsung lama. Mereka selalu

berpindah dari satu tempat ke tempat lain sebagai strategi perang dan menjalankan

tugas pemerintahan.

Meski Belanda berhasil menguasai Padang dan Painan, tetapi Belanda tidak

mampu memasuki dan menguasai daerah-daerah bagian selatan mulai dari Batang

Kapas sampai Sungai Penuh Kerinci. Dalam kondisi darurat perang, peran kurir

sangat penting dalam menyebarkan perintah dan berita. Pemerintah memerintahkan

kepada semua Wali Nagari yang disebut Wali Perang beserta Wali Kampung dan

lembaga yang ada di nagari. Untuk membuat dapur-dapur umum dalam memenuhi

kebutuhan bagi TRI berupa makanan dalam posko nagari yang dilalui pada lokasi-

lokasi tertentu. Tanggung jawab Wali Perang dalam menyediakan dapur-dapur

umum digerakan bersama perangkat nagari dan masyarakat.

Biaya perjuangan untuk memenuhi kebutuhan TRI setelah kota Padang

diduduki Belanda ditanggung oleh masing-masing Pemerintah Nagari yang

diselengarakan Wali Nagari bersama-sama Wali Kampung dengan cara memungut

padi/beras dari penduduk dan saudagar yang berdagang ternak dan lain-lain.

Sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, walaupun diminta berkali-

kali namun masyarakat dengan rasa gembira dan ikhlas memberikan bantuan.

Semangat muncul berkat kebersamaan yang dilandasi semangat dan tekad untuk

memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.

Pemerintahan nagari membentuk persatuan pemuda yang bernama BPNK

yang bertugas sebagai pengawal nagari dengan cara melakukan ronda baik siang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 99

dan malam hari. Mereka juga bertugas dalam membantu TRI menunjukan jalan dan

memberikan informasi. Persatuan kendaraan Bendi yang baru terbentuk dengan

ketua Mukhtar Idris, dengan penuh kesadaran membantu TRI ke Front dan dan

membawa perbekalan maupun yang pulang dari Front.

5.2.3. Pertempuran di Nagari Surantih

Bulan Mei 1949, di udara Pasar Surantih kira-kira jam 4:00 sore hari rabu,

melayang rendah kapal udara (capung) Belanda mengelilinggi Bukit Lubuk Batu dan

Bukit Gunung Malelo dari arah selatan ke utara. Kemudian diterima berita bahwa

kapal terbang tersebut mengiringi/mengawal tentara Belanda yang dinaikan di

pelabuhan Muara Sakai Indera Pura, untuk menghubungkan tentara Belanda yang

berada di Painan dan Sungai Penuh Kerinci.

Pada jam 18:00 Wib, tentara Belanda di Surantih bermalam semalam karena

jembatan penyeberangan telah diputus sebelum tentara Belanda datang dari arah

selatan. Pada hari kamisnya tentara Belanda membakar rumah Ibu Dahniar yang

berada di Pasar Surantih dan di Kampung Timbulun membakar rumah Khatib Idris.

Pada hari itu juga Belanda berangkat ke Painan, tidak ada satupun tentara Belanda

yang ditinggal untuk menduduki Surantih. Padahal saat itu satu kompi Tentara RI

yang dikomandani Letnan Alamsyah ditambah dengan anggota-anggota dari Ajudan

Komando Batalyon yang menyingkir dari Painan dan CPM.

Berita kedatangan Belanda dengan cepat menyebar keseluruh penduduk.

Penduduk Pasar Surantih dan Sungai Sira[h] pada malam itu juga mengungsi ke

arah mudik seperti Kampung Gunung Malelo, Kayu Gadang, Koto Merapak,

Rawang dan Ampalu. Pengungsian juga dilakukan oleh penduduk di Kampung

Timbulun, Pasir Nan Panjang, Koto Panjang, Koto Merapak dan Kayu Gadang ke

tengah sawah di tepi bukit-bukit di sekitar nagari. Sementara seluruh rumah yang

berada di pinggir jalan raya ditinggal tidak berpenghuni

Keesokan harinya diterima kabar bahwa tentara Belanda yang menuju

painan itu singgah di Nagari Taluk. Di Kecamatan Batang Kapas juga tinggal satu

peleton, sisanya meneruskan perjalanan ke Painan. Surantih kembali dimasuki oleh

TRI, kemudian setiap harinya kaum laki-laki mendatangi rumah masing-masing

untuk mencari kebutuhan hidup dan sore harinya kembali ke pondok pengungsian.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 100

Sebulan kemudian tentara Belanda yang berada di Nagari Taluk

mengadakan patroli ke Ampalu. Kekejaman Belanda ketika masuk Ampalu ditandai

dengan ditembak matinya seorang penduduk yang berkerja di tengah sawah.

Setelah Belanda pergi, penduduk beramai-ramai mendatangi korban yang dikenali

bernama Tarapung (40).

Berita tentang perjanjian Roem Royen yang berisikan persetujuan gencatan

senjata dan akan diselengarakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di negeri

Belanda tersebar luas di mana-mana. Keinginan Belanda untuk kembali menjajah

kita terlihat ketika satu peleton Tentara Belanda ditempatkan di Pasar Surantih, saat

itu ditunjuk seorang kepala nagari yang dijabat oleh Nazaruddin. Meski telah

menunjuk seorang kepala nagari dan menguasai Pasar Surantih dan sekitarnya.

Sampai penyerahan kedaulatan oleh Belanda dilaksanakan penduduk enggan untuk

tinggal di Pasar Surantih dan lebih memilih tinggal di tempat pengungsian.

Sementara itu TRI tetap mengadakan gerilya baik siang maupun pada malam

harinya di sekitar daerah Pasar Surantih.

Pada bulan september 1949 terjadilah suatu peristiwa di Lubuk Rangik di

seberang Koto Merapak yang merupakan tempat pengungsian dan Pasar Darurat.

Beberapa Tentara Belanda Pasar Surantih yang sedang mengadakan patroli

dengan kendaraan mereka ke Kayu Gadang. TRI yang berada di Lubuk Rangik

menghadang patroli tersebut ketika akan kembali ke Pasar Surantih di jalan

tikungan dekat Surau Loteng sehingga terjadilah baku tembak antara dua belah

pihak menimbulkan tertembaknya Tentara Belanda.

Keesokan harinya, di saat hari masih shubuh. Tanpa pernah diduga

sebelumnya tentara Belanda melakukan serangan ke Koto Merapak. Dari Mesjid

Nurul Huda tentara Belanda berjalan menuju Surau Loteng. Pada jam 5:00 pagi di

tebing tepi air sungai Koto Merapak tentara Belanda menembaki tempat

pengungsian yang berada di Lubuk Rangik. Setelah serangan itu berakhir

korbanpun berjatuhan dipihak rakyat dan TRI (3 orang meninggal, 2 luka parah)36.

Pertempuran lainnya terjadi di Kampung Gunung Malelo sewaktu tentara

Belanda mengadakan patroli dihadang TRI pasukan Letnan Alamsyah di Bukit

Rubiyah. Setelah pertempuran berakhir diketahui 2 orang tentara Belanda terluka

36

Dua orang yang meninggal yaitu Surun (40), Imar (18) dan satu orang TRI bernama Julius anggota

Kompi Letnan Alamsyah. Dua masyarakat yang menderita luka parah adalah Umar (70) dan Yung Daling (20)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 101

parah. Selain itu, ketika tentara Belanda melakukan patroli ke Sialang Gunung

Malelo, mereka menembak mati seorang TRI yang mereka temui. Setelah

kedaulatan RI diserahkan Belanda pada tanggal 29 desember 1949. Komandan

bataliyon Letnan Mugni Zen bersama 2 orang Komandan Nica menjemput anggota

batalyon yang berada di Kayu Gadang untuk di tarik lagi ke Painan.

5.4. Masa PRRI dan Nasakom

Setelah berakhirnya Agresi Militer Belanda, pemerintahan nagari dipimpin

oleh Wali Nagari Abbas Dt. Rajo Basa yang berhenti di tahun 1952. Pemilihan Wali

Nagari yang baru dilaksanakan oleh lembaga DPRN dan Kerapatan Adat Nagari.

Berdasarkan mufakat bersama dipilihlah M. Basir sebagai Wali Nagari yang baru,

serah terima jabatan dilakukan pada bulan Agustus 1952. Perjalanan pemerintahan

nagari sebelum dilangsungkannya pemilu yang pertama di Indonesia berlangsung

dengan baik dan sukses. Pembangunan di nagari berhasil dilaksanakan meskipun

masih berasal dari dana swadaya masyarakat.

Pasca berlangsungnya pemilihan umum, lembaran sejarah kelam terjadi di

negara ini. Peristiwa pahit yang tidak akan terlupakan oleh anak nagari mengisi

catatan sejarah bangsa Indonesia. Dalam sejarah perjuangan bangsa begitu banyak

jasa para pahlawan yang tidak bisa dilupakan. Demikian juga dalam perjalanan

sejarah nagari ini memiliki tokoh yang sangat berjasa dan layak disebut sebagai

Pahlawan bagi nagari ini. Hal ini patut diinggat oleh generasi muda nagari bahwa

nagari ini tidak akan sebaik keadaan sekarang. Berkat jerih payah dan pengorbanan

mereka menghadapi berbagai perjuangan sebelum dan sesudah kemerdekaan

terlalui.

5.4.1. Sejarah PRRI Di Nagari Surantih

Hasil pemilihan umum pertama di Negara Indonesia menghasilkan Partai

Komunis Indonesia (PKI) mendapatkan peluang untuk menguasai politik negara.

Pemerintahan negara yang dipimpin oleh Presiden Soekarno dengan wakilnya

Muhammad Hatta dan Ir Juanda menjabat sebagai Perdana Menteri. Membentuk

Kabinet Gotong Royong yang didalamnya terdapat beberapa anggota PKI diangkat

sebagai Menteri.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 102

Perjalanan pemerintahan saat itu berada dalam percaturan politik yang tidak

kondusif. Perkembangan politik semakin tidak menentu memuncak dengan mundur

Wakil Presiden Muhammad Hatta dari jabatannya pada tanggal 30 Desember 1956.

Mundurnya Muhammad Hatta menyebabkan situasi perpolitikan di daerah

menimbulkan reaksi yang tidak menyenangkan bagi tokoh-tokoh politik yang ada.

Pada tanggal 31 Desember 1956, hal ini disikapi oleh tokoh politik di daerah dengan

mengadakan musyawarah luar biasa tentang mundurnya wakil presiden.

Berdasarkan musyawarah tersebut diambillah sikap untuk mengantisipasi situasi

politik yang terjadi tentang kebijakan negara dan Partai Komunis. Musyawarah ini

dilangsungkan di Sungai Dareh dipimpin oleh A. Hosen. Dari pertemuan tersebut

dibentuklah beberapa Dewan Daerah antara lain :

1. Dewan Banteng di Sumatera Tengah dipimpin Letkol A. Hosen

2. Dewan Garuda di Sumatera Selatan dipimpin Letkol Berlian

3. Dewan Gajah di Sumatera Utara dipimpin Kolonel Simbolon

4. Dewan Permesta di Sulawesi dipimpin Letkol Pance Samoel

Kesimpulan yang diambil dalam menyikapi persoalan negara dan

pengendalian PKI, maka lahirlah kesepakatan dalam bentuk Ultimatum :

1. Dalam waktu 5 x 24 jam, pemerintah membubarkan Kabinet Juanda

dalam Kabinet Gotong-royong

2. Jika pemerintah pusat tidak memenuhinya, maka daerah akan

mengambil langkah kebijakan sendiri

3. Mengembalikan mandat ke Presiden

Ultimatum tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintah pusat. Dewan yang

terbentuk mengambil sikap atas respon penolakan tersebut. Pada tanggal 15

Februari 1958 Pimpinan Tertinggi Sumatera Tengah A Hosen memproklamsikan

berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Terbentuknya

PRRI di Sumatera Tengah dibawah komando Presiden Tertinggi Syafrudin Prawira

Negara. A. Hosen mengomandoi daerah ini dengan menyusun strategi dan

mengalang kekuatan untuk menentang pemerintahan pusat dengan menempatkan

pasukan di tempat-tempat strategis.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 103

A Hosen mencoba merangkul pasukan APRI daerah untuk dijadikan

pasukan tempur PRRI dan kembali mengaktifkan pasukan lama dengan cara :

1. Mengaktifkan prajurit yang telah non aktif

2. Membentuk Tentara Pelajar dari murid SLTP dan SLTA

3. Membentuk Calon Perwira (CAPA) dari mahasiswa

4. Membentuk sukarelawan dari pemuda ormas.

Di Kabupaten Pesisir Selatan terbentuk juga Dewan Daerah. Pada masa ini

pemerintahan Kabupaten Pesisir Selatan berdiri sendiri karena telah berpisah dari

Kabupaten PSK yang disahkan dalam Undang-undang No 61 tahun 1957. Pada

masa ini Nagari Surantih, Teratak dan Amping Parak masih tergabung dalam

kecamatan Batang Kapas dengan pusat pemerintahan Pasar Kuok. Dalam

menyikapi penolakan pemerintahan pusat, pemerintahan daerah termasuk juga di

nagari ini disikapi dengan mengabungkan tiga nagari menjadi satu kecamatan yang

disebut Sutera (Surantih – Teratak – Amping Parak). Pembentukan kecamatan ini

diresmikan oleh Bupati Pesisir Selatan Bapak Abu Nawas dengan Camat Batang

Kapas Munir Idrus. Saat itu diangkatlah Rasilin Idris sebagai Camat Sutera.

Sebelum Kecamatan Sutera terbentuk, pemuka tiga nagari melaksanakan

musyawarah antar nagari yang menetapkan :

1. Nama Kecamatan ditetapkan dengan nama Sutera (Surantih – Teratak –

Amping Parak)

2. Membentuk struktur pemerintahan Kecamatan Sutera untuk diajukan

kepada pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan

3. Mengusulkan Rasilin Idris sebagai Camat Sutera.

Musyawarah ketiga nagari tersebut dikenal sebagai musyawarah Sutera I.

Dalam menyikapi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dan

mengantisipasi masuknya paham komunis dan kemungkinan terjadinya kefakuman

pemerintahan. Akibat terjadinya pemutusan hubungan dengan pemerintah pusat,

maka ditetapkan :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 104

1. Wali Nagari di tiga nagari tetap memegang jabatan sebagai Wali Nagari,

antara lain :

M. Basir sebagai Wali Nagari Surantih

Rusli Dt. Rajo Lenggang Wali Nagari Teratak

Jarum Dt. Rajo Bagampo sebagai Wali Nagari Amping Parak

2. Camat Sutera Rasilin Idris

3. Komandan Militer Letnan Bahar dari Yonif 142 Gumarang Sumatera

Tengah

Lembaga Nagari dan Kerapatan Adat Nagari bersama tokoh masyarakat ikut

berpartisipasi mencari anak nagari yang akan dilatih menjadi pasukan tempur

seperti calon prajurit (Caper). Pemuda yang terpilih37 menjalankan latihan di kota

Padang dan setelah itu bergabung dengan pasukan Letnan Bahar. Pada tanggal 21

Februari 1958 di Sutera dibentuk pula pasukan sukarelawan oleh Komandan Militer

Letnan Bahar sebagai cadangan prajurit perang dalam membantu pasukan PRRI

bergerilya dan mengangkut perbekalan. Pasukan bentukan ini dikenal dengan

Kompi 21 Ferbruari38.

Pada bulan ini juga dibentuk lagi pasukan baru dari pemuda Sutera yang

dipilih oleh Wali Nagari masing-masing nagari untuk dijadikan pasukan tempur lapis

tiga yang ditugaskan untuk membantu prajurit untuk berjuang dan menunjukan

jalan. Pasukan diberi nama Pasukan Nan Bagombang yang memiliki kekuatan

sebanyak tiga peleton. Pasukan ini dilatih oleh anggota pasukan Letnan Bahar,

yaitu Lettu M. Nur. Pelaksanaan latihan pasukan ini dilakukan di SD Kampung

Timbulun selama tiga bulan dengan memakai ruang kelas sebagai tempat belajar

dan istirahat. Kompi ini terdiri dari :

Peleton I dikomandoi oleh Idrus Kaum Melayu Amping Parak

Peleton II dikomandoi oleh Julius SS Kaum Caniago Koto Merapak

Peleton III dikomadoi oleh Rusli Bara’i anak Angku Palo Mara Bara’i

37

Pemuda nagari ini yang terpilih antara lain adalah : Lukman Kaum Kampai Pasar Surantih, Cilin

Kaum Jambak dan Husin kaum Caniago. 38

Anggota kompi ini terdiri dari Dahlan Kaum Kampai Amping Parak/Pasir nan Panjang, Raspan Kaum

Kampai Koto Merapak, Firdaus Kaum Kampai Koto Merapak dan lain-lain.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 105

Dalam pelatihan ini ditanamkan rasa mengalang kebersamaan yang tinggi.

Rasa ingin cepat berbuat apa yang mungkin diperbuat semampu kekuatan yang

dimiliki untuk satu kata “pengabdian pada nagari”. Semangat juang pasukan ini

dalam latihan tergambar dari lantunan nyanyian semangat perjuangan yang mereka

teriakan setiap pagi, siang, sore dan malam hari dalam parade barisan. Nyanyian

tersebut seperti berikut :

Tiada gunung terlalu tinggi kami daki di tengah panas

Tiada luarah terlalu dalam kami turun di malam gelap

Hari petang hati kami..... hati kami.....

Karena terlatihnya barisan jalan kaki

Kesepulauan Indonesia

Itu sepenggal lagu yang selalu menghiasi latihan pasukan Nan Gombang.

Kampung Timbulun menjadi saksi bisu keberanian, hati yang tulus dari pemuda

tersebut untuk menjadi prajurit nagari yang dilatih Yonif 142 Gumarang.

Persiapan menghadapi tentara pusat dihadapi dengan segala keterbatasan.

Berbagai macam persiapan telah terlaksana dengan baik. Pemerintah pusat

menganggap perjuangan PRRI sebagai gerakan pemberontakan. Namun PRRI

menganggap perjuangannya murni sebagai bentuk penolakan terhadap sistem yang

akan menjerumuskan Bangsa Indonesia ke dalam paham sesat yang sangat

bertentang dengan Dasar Negara Pancasila. Perjuangan PRRI bukanlah untuk

mendirikan sebuah negara, melainkan keinginan untuk merubah sistem yang

bertentangan dengan budaya bangsa.

Pertempuran pun tidak dapat dihindari yang ditandai dengan serangan dua

pesawat tempur APRI yang menjatuhkan bom dijembatan Salido. Pada tanggal 17

April Kota Padang telah dapat diduduki oleh APRI. Akibatnya terjadi kekosongan

kekuasaan, untuk mengendalikan pemerintahan APRI membentuk pemerintahan

dengan mengangkat kepala daerah baru Sumatera Tengah yang dijabat Kaharudin

Dt. Rangkayo Basa.

APRI melaksanakan patroli dengan brigadir lengkap dilengkapi dengan alat

tempur Tank Lapis Baja menyusuri jalanan dari Kota Padang ke Pesisir Selatan

hingga ke Kerinci. Dalam operasi tersebut terjadi pertempuran dan kontak senjata

antara ARPI dengan Pasukan PRRI di beberapa tempat antara lain di Pendakian

Bukit Taluk. Sekembali dari Kerinci tidak satupun tentara APRI menduduki daerah di

nagari-nagari di wilayah Pesisir Selatan. PRRI melakukan perang gerilya yang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 106

berpindah tempat ke tempat yang lain di Sumatera Tengah. Dengan strategi

perlawanan saling membantu kekurangan pasukan, membuat pertempuran yang

terjadi tidak serentak antara satu daerah dengan daerah yang lain. Kondisi di

Kabupaten Pesisir Selatan masih aman dari pertempuran. Pemerintahan masih

berjalan hingga APRI memasuki Painan.

Ketika APRI telah menduduki Painan, aparat pemerintahan mengungsi ke

hutan bersama PRRI sehingga terjadi kekosongan kekuasaan di Painan. APRI

melaksanakan patroli dengan mengunakan Brigade mobil lengkap di Painan dan

Salido. Kemudian dilanjutkan ke nagari lain. Akibatnya kecamatan dan nagari juga

mengalami kekosongan kekuasaan. Masyarakat ada juga yang lari ke Painan minta

perlindungan pada APRI karena takut dicap sebagai pemberontak. Suasana dan

kondisi terus mencekam dan menakutkan karena APRI terus menerus mengadakan

patroli masuk kampung keluar kampung dengan persenjataan lengkap.

PRRI di Nagari Surantih membuat markas Di Koto Tinggi dan melakukan

gerilya ke Lubuk Angik dan terus ke Kayu Aro, Langgai. Sementara pasukan dari

daerah lain ada yang bergabung dengan pasukan PRRI di nagari ini. Salah satunya

pasukan yang bergabung ke Nagari Surantih adalah pasukan PRRI pimpinan

Naingolan dari Sumatera Utara. Akibat pasukannya telah terdesak dan kalah dan

akhirnya melarikan diri ke daerah ini. Pasukan ini membuat maskas di Kampung

Kayu Aro.

Dalam menyikapi terjadinya kekosongan kekuasaan dalam pemerintahan

Kabupaten dan nagari. Pasukan pemerintah mengangkat Abu Nawas sebagai

Bupati, mengangkat Abdul Kadir sebagai Wali Nagari Surantih, demikian juga

dengan camat dan Wali Nagari di daerah Kabupaten Pesisir Selatan. Semua

pejabat yang diangkat semuanya berkedudukan di Painan. Hal ini terjadi akibat

nagari-nagari dikuasai oleh PRRI yang anti dengan pemerintah. Kondisi yang

demikian disikapi oleh pemimpin PRRI dengan mengatur strategi. Pemerintahan

yang telah ada dipanggil dari pelariannya untuk memperkuat posisi pemerintahan di

bawah pimpinan :

Rasilin Idris sebagai Camat Sutera

Lettu Bahktiar sebagai Komandan Batalyon Sutera

Letnan Khaidir sebagai Komandan Kompi I Beruang berkedudukan di

Surantih

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 107

Abu Zakar sebagai Komandan Kompi II Beruang Hitam

berkedudukan di Sungai Sira[h]

Zainal sebagai Komandan Kompi III Seri Pioner berkedudukan di

Amping Parak

Wali Nagari sebagai pimpinan nagari membantu pengadaan logistik

pasukan dan kebutuhan lainnya

Letnan Bahar merupakan Komandan Militer tertinggi di Surantih.

Semenjak APRI menduduki Painan, barang-barang kebutuhan hidup sangat

sulit didapatkan, terutama di nagari-nagari. Akibatnya masyarakat sangat menderita

apalagi pasukan PRRI sangat membutuhkan obat-obatan seperti penisilin.

Kelangkaan barang-barang tersebut membuat harga-harga barang sangat mahal.

Banyak masyarakat yang tidak mampu membeli barang yang mereka butuhkan.

Umumnya barang-barang didatangkan dari Muaro Labuah dan dari para pedagang

barang simokel yang dibawa dari Padang melalui laut.

Tingginya biaya perjuangan dalam menjalankan setiap operasi yang

dijalankan pasukan PRRI merupakan kendala tersendiri dalam perjuangan. Kendala

ini diatasi dengan adanya bantuan dari masyarakat melalui sumbangan dan iuran

nagari, juga dari para pedagang. Pemerintah Darurat Revolusioner menyikapi hal ini

dengan membuat dan mengedarkan uang sendiri. Uang PRRI ini memiliki tanda

khusus yang diberi cap berlambang Bangau. Pemakaian uang ini digunakan oleh

masyarakat yang berada diwilayah Batang Kapas hingga daerah Tapan. Dalam

pemakaian uang ini, pemerintah PRRI memotong 20 % sebagai biaya administrasi

dan sisanya sebagai biaya perang.

Meningkatnya kebutuhan pasukan PRRI menuntut pemerintah PRRI

memberlakukan nota dengan tulisan tangan dari kertas putih. Nota ini berlaku

sebagai uang untuk dibelanjakan, nota tersebut diberi stempel dan kode tertentu

(nota kontan) yang juga diberi cap bangau. Uang kertas tersebut dibuat oleh Letnan

Bara’i di Nagari Kambang dan ditandatangani oleh camat setempat, di Sutera uang

ini ditandatangani oleh Rasilin Idris.

Pada awal tahun 1960 PRRI belum juga mau diajak kembali mematuhi

perintah APRI. Meminta pejuang PRRI yang masih dalam status aktif dalam dinas

dan pegawai negeri sipil. Untuk kembali berdinas seperti bagaimana mestinya,

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 108

termasuk masyarakat dan sukarelawan yang ada waktu itu. Seruan ini ditanggapi

beragam, ada yang mau ada yang tidak. Tentara APRI semakin meningkatkan

operasi dan patrolinya ke kampung-kampung sementara PRRI tetap melakukan

gerilya.

Ketegangan semakin memuncak antara kedua belah pihak sehingga

pertempuran tidak dapat dihindari. Di daerah Sutera APRI melancarkan serangan

dari arah laut dengan mengunakan kapal Rorpet dengan Kornet. APRI menjadikan

Pasar Surantih sebagai target sasarannya pada waktu yang dilakukan pada jam 9

malam. Seminggu kemudian APRI melakukan serangan dari udara dengan

mengunakan dua pesawat tempur. Sasaran yang menjadi target serangannya

adalah simpang tiga Pasar Surantih. Akibat serangan itu rumah Bapak Rajo Kayo

(disebelah Mushola sekarang) menjadi sasaran bom. Setelah itu ditebarkanlah

selebaran untuk mengajak kembali bersatu demi menghindari kontak senjata antar

bangsa sendiri.

Pada akhir tahun 1960 PRRI masih tetap belum mau menyerah dan tetap

melakukan gerilya. Apalagi dengan datangnya bergabung pasukan Kapten

Naingolan dari wilayah Sumatera Utara yang berkekuatan sebanyak 300 orang

parajurit semakin membangkitkan semangat juang pasukan PRRI. Demi memenuhi

dana perang, dilakukan pencarian secara terang-terangan dengan cara memungut

uang distribusi dijalan pada setiap kendaran yang lewat. Pos yang menjadi daerah

pemungutan tersebut berada di dua tempat yaitu Surantih dan Teratak. Biasanya

tugas ini dilakukan oleh dua orang parjurit dari pasukan yang ada di kecamatan

Sutera, seperti Militer Caper Nan Gombang dan pasukan Naingolan.

Pada awal tahun 1961 pasukan APRI terus melaksakan patroli konvoi antar

nagari hingga ke pelosok nagari ini. Operasi tersebut bertujuan untuk mengontrol

dan mencari pasukan PRRI yang sedang mengungsi di hutan. Berakhirnya

perlawanan PRRI di daerah Sumatera Tengah lainnya, maka sampailah operasi

akhir di Kabupaten Pesisir Selatan yang masih terdapat perlawanan.

Dengan melakukan operasi bersar-besaran pasukan APRI di Kabupaten

Pesisir Selatan hingga Kerinci dengan menempatkan pasukan untuk turun ke

pelosok nagari. Operasi ini dilengkapi dengan brigade mobil yang dilengkapi senjata

lengkap dan panser. Pasukan lapis pertama ditugaskan untuk menuju ke Kerinci

sementara lapis kedua ditugaskan untuk masuk ke pelosok nagari ini.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 109

Mendengar berita APRI akam melaksanakan operasi bersar-besaran di

Kabupaten ini. Pasukan PRRI yang berada di Nagari Surantih mulai merancang

strategi untuk menghadapi pasukan APRI. Dibawah komando beberapa komandan

yang antara lain : Lettu Bahktiar39, Lettu Bahar40, Lettu M. Nur41 ditambah pasukan

Lettu Naingolan42 siap menghadapi serangan APRI.

Tanpa sepengetahuan pasukan lainnya ada beberapa dari pasukan PRRI

yang berangkat untuk menyosong kadatangan Pasukan APRI dengan cara

menghadangnya di Bukit Pulai. Mereka yang mencoba melakukan hal itu adalah

Letnan Bahar43, Salim44, Nasir Kampai45 dan Racilin (cilin)46. Dengan mengendarai

jep yang dikemudikan oleh Salim, mereka berangkat pada pagi hari menuju Bukit

Pulai.

Namun baru menempuh tikungan sungai Pampan Nagari Taluk. Secara

tidak terduga mereka berpapasan langsung dengan pasukan APRI lengkap. Tanpa

perlawanan yang berarti terjadilah pertempuran kecil. Pada pertempuran ini Nasir

tertembak ketika hendak melemparkan granat tangan dari atas mobil. Nasir tewas

karena tidak sempat melompat dari atas jep akibat ledakan granat yang gagal ia

lemparkan. Sementara Salim dapat melompat dan lari ke arah pantai dan dapat

menyelamatkan diri bersama Racilin yang saat itu tertembak pada lengannya.

Letnan Bahar yang terkepung diperintahkan untuk menyerah, berbekal dengan

sebuah pistol ditangannya tetap mengadakan perlawanan hingga tewas tertembak.

Setelah peristiwa di Sungai Pampan pasukan APRI terus bergerak

melanjutkan operasinya. Pasukan yang ditugaskan ke Nagari Surantih bergerak

menuju Langgai. Dengan persiapan strategi yang telah dipersiapkan dengan

matang. Pasukan PRRI menghadang APRI di Kayu Aro Bala yang hendak menuju

Langgai. Pada hari kamis jam 3 sore, saat pasukan sedang menyeberang batang

air. Di mana pasukan APRI sebagian telah berada di dalam batang air, pertempuran

pun tidak dapat dihindari. Pasukan APRI dihujani oleh tembakan peluru dari

pasukan pimpinan Lettu Bahtiar dan Nainggolan.

39

Merupakan komandan batalyon IV yang berkedudukan DI Sutera memiliki tiga kompi pasukan dari

Yonif 142 Gumarang Sumatera Tengah. 40

Komandan kompi 21 Februari dari pemuda terlatih Caper ditambah dengan utusan ormas dan tokoh

masyarakat dan beberapa anggota Yonif 142 Gumarang 41

Komandan pasukan Nan Gombang berjumlah sebanyak tiga peleton dari Yonif 142 Gumarang 42

Komandan pasukan dari Sumatera Utara dengan prajurit sebanyak 1 batalyon. 43

Komandan pasukan hadang. 44

Anggota pasukan Yonif 142 Gumarang 45

Anggota pasukan Nan Gombang peleton III 46

Anggota pasukan Caper kompi 21 Februari.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 110

Korban pun berjatuhan di antara kedua belah pihak yang terlibat

pertempuran. Dalam pertempuran tersebut banyak tentara APRI yang tewas.

Setelah pertempuran ini, APRI mendatangkan pasukan tambahan yang ada di

Batang Kapas dan Taluk. Setelah redanya pertempuran tersebut, pasukan PRRI

mulai terdesak dan mulai mundur ke Langgai seiring dengan datangnya pasukan

tambahan APRI.

Pertempuran di Batu Bala[h] sebelumnya telah dipersiapkan oleh PRRI.

Masyarakat baik di Batu Bala[h] dan Langgai diperintahkan pasukan PRRI untuk

mengungsi daerah hilir seperti Koto Tinggi, Rawang, Gunung Malelo, Pasie Nan

Panjang. Sehingga pasukan APRI tidak menemukan masyarakat dan pasukan

PRRI di kedua kampung tersebut. Pada malam harinya ketika sampai di Langgai

dan bermalam di sana. Pada malam itu pasukan APRI melampiaskan kekesalannya

dengan membakar beberapa rumah penduduk di Langgai. Pada keesokan paginya,

pasukan APRI kembali ke hilir menuju kampung Batu Bala[h] kemudian ke Kayu

Aro. Ketika berada di kedua kampung tersebut, suasana sunyi juga ditemukan

karena penduduk telah mengungsi. Kekesalan pasukan APRI dilampiaskan dengan

membakar balai pertemuan pasukan PRRI. Setelah itu mereka membakar rumah

masyarakat di Kayu Aro, yang tersisa hanyalah Mesjid. Setelah itu APRI menuju

Ampalu dan bermalam di Pasar Surantih.

Pasukan APRI membuat pos penjagaan di Ampalu yang berfungsi sebagai

tempat pemeriksaan bagi masyarakat yang lewat baik dari Pasar Surantih maupun

dari daerah Mudik. Masyarakat yang membawa makanan yang berlebih diambil,

masyarakat hanya boleh membawa dalam batas jumlah tertentu. Hal ini

menghindari masyarakat membantu pasukan PRRI.

Setelah peristiwa pertempuran di Batu Bala[h], pasukan PRRI banyak yang

meninggalkan Sutera pergi ke Jambi dan kabupaten lain. Juga mereka pergi ke

nagari-nagari tetangga. Pasukan Nainggolan kembali menuju Sumatera Utara yang

diikuti oleh bebrapa anak nagari seperti Rospan dan Dahlan dari kompi 21 Februari.

Demikian halnya dengan Yonif 142 Gumarang juga meninggalkan Sutera menuju

daerah Pariaman dan kampung halamannya.

Setelah Nagari Surantih diduduki oleh pasukan APRI, Wali Nagari Abdul

Kadir yang diangkat APRI sebagai Wali Nagari yang sebelumnya menetap di

Painan melaksanakan roda pemerintahan di Surantih. Tugas pemerintahan nagari

bersama APRI di nagari adalah berupaya memulihkan keadaan dan menyampaikan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 111

pada masyarakat bahwa kondisi nagari telah aman dan keselamatan dijamin. Bagi

sisa pasukan PRRI yang ada diperintahkan untuk menyerahkan diri. Namun masih

ada pasukan dan anggota PRRI mencoba untuk bertahan dan melaksankan operasi

kecil. Pasukan tersebut mencari dana untuk kebutuhan pasukan yang mengungsi.

Kegiatan ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Peristiwa Kalimunting terjadi di Lansano Nagari Teratak, tepatnya di

lapangan sepakbola (SMP 4) sekarang. Pada jam 3 sore terjadilah pengepungan

terhadap pasukan PRRI. Pasukan PRRI yang sedang melakukan pemungutan pada

kendaraan yang lewat diketahui oleh pasukan APRI. Pasukan APRI yang telah

mengintai kegiatan tersebut meminta bantuan ke Painan. Setelah pasukan APRI

dari Painan datang, pasukan dipecah menjadi tiga kelompok. Kelompok yang

pertama tetap menyusuri jalan raya dengan berjalan kaki. Kelompok yang kedua

menyusuri jalan pantai menuju Lansano sedangkan kelompok yang ketiga

menyusuri jalan pingiran sawah terus ke Lansano.

Dari tiga arah penjuru tersebut pasukan APRI mengepung pasukan PRRI

yang sedang melakukan pemugutan di Lansano. Pasukan yang telah mengetahui

mereka sedang dikepung mencoba melarikan diri, sehingga ada yang melarikan diri

dengan cara bersembunyi di dalam sumur. Dari pertempuran yang terjadi

mengakibatkan empat orang meninggal terkena tembakan dan empat orang

selamat. Mereka yang selamat antara lain Lukman, Olong, Rusli Bara’i dan Salim.

Keempat orang ini bisa melarikan diri dari kepungan pasukan APRI. Mereka yang

meninggal antara lain Samik, Mandur, Suar dan baini.

Pada pertengahan tahun 1961 keadaan kembali dapat dipulihkan. Pasukan

PRRI bersama tokoh masyarakat kembali memasuki nagari. Wali Nagari M. Basir

sekembali dari pengungsian mengundurkan diri dari jabatan Wali Nagari Surantih.

Kemudian wilayah kecamatan Sutera dikembalikan pada kecamatan induk

bergabung dengan Kecamatan Batang Kapas.

5.4.2. Semokel/simokel

Semokel merupakan barang larangan yang dilarang oleh pemerintah pusat

saat terjadinya pemberontakan yang dilakukan PRRI, barang ini antara lain adalah

roko, korek api, sabun dan obat-obatan. Berbekal dengan transportasi laut yang

mengunakan perahu colok dengan ukuran bobot pengangkutan 1000 Kg, memakai

4m x 1m, pakai lancadiak yang mengunakan dayung dibantu dengan layar,

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 112

beranggotakan sebanyak satu orang tunganai (juru mudi) dua orang tukang kayuah

(pendayung).

Berkat ini masyarakat nagari dapat menjual hasil bumi melalui laut dengan

cara yang penuh resiko dengan memakan waktu perjalanan selama 14 jam hingga

bisa berlabuh di Gaung, Padang. Pulang berdagang dari Padang, para pedagang

tersebut berbelanja membeli barang-barang yang dikategorikan dilarang diperjual

belikan oleh pemerintah. Setelah cukup satu muatan, maka perahu colok tersebut

kembali berlayar menuju Surantih. Keberangkatan dari Gaung dilaksanakan

berdasarkan kondisi keamanan dari pasukan APRI yang sering melakukan

pemeriksaan yang ketat, termasuk di pos jaga Pulau Cingkuk.

Pada masa itu perdagangan dengan perahu colok yang dilakukan

masyarakat Surantih memiliki resiko yang sangat tinggi. Belum lagi ancaman dari

faktor alam di mana hujan dan badai pun jadi halangan dan tantangan. Tetapi

tantangan yang sangat dihindari adalah pukulan dengan ujung senjata dan penjara.

Berbekal tekad yang bulat dan keberanian di tengah tuntutan ekonomi dan

memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa anak nagari memberanikan diri membawa

barang-barang tersebut hingga sampai ke Nagari Surantih. Barang-barang tersebut

sangat bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat dan pasukan PRRI yang sedang

bergerilya. Para pedagang tersebut antara lain

1. H. Nuralis Hamad, Kaum Sikumbang Pasar Surantih dengan juru mudi

Khaidir

2. Syamsi Pato, Kaum Kampai dusun Mansiang Koto Panjang dengan juru

mudi Mendek dan Laweh

3. Ajis, Kaum Caniago Timbulun dengan juru mudi Khasim dengan juru

mudi Buasar

Terjadinya kesalapahaman antara elit politik yang ada di pusat dengan daerah

membawa dampak bagi kehidupan masyarakat. Akibatnya masyarakat mengalami

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pada masa PRRI ini semua jalan dan

lokasi-lokasi yang strategis diduduki oleh tentara pusat APRI. Kondisi jalan Surantih

Padang yang saat itu masih buruk dan berlobang menyebabkan waktu tempuh yang

sangat lama. Pada saat itu bisa memakan waktu berminggu-minggu. Sementara

bahan kebutuhan pokok yang dibawa ke Pesisir Selatan dilarang. Pemeriksaan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 113

yang ketat sering dilakukan APRI untuk mem-back up bahan kebutuhan masyarakat

agar tidak diberikan pada pasukan PRRI. Tujuannya adalah agar PRRI melemah

dan menyerahkan diri karena basis pasukan PRRI dalam bergerilya banyak

terdapat di nagari-nagari Kabupaten Pesisir Selatan.

Dalam keadaan serba salah masyarakat menjadi “kamari bedo” akibat segala

tindakan kedua belah pihak. Masyarakat memiliki beban hidup yang berat dengan

keadaan ekonomi yang masih lemah diharuskan menyumbang demi membantu

saudara-saudaranya yang bergabung dengan PRRI. Pada waktu itu banyak

pasukan PRRI yang menderita akibat kekurangan makanan. Jatah makanan yang

didapatkan sangat sedikit dan apa adanya. obat-obatan pun sangat sulit didapatkan,

apalagi pada masa ini masyarakat sedang dilanda wabah penyakit kulit, sehingga

banyak juga pasukan PRRI meninggalkan pasukannya dan lari ke wilayah lain.

Untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat dan pasukan

PRRI yang mengungsi dalam hutan. Maka beberapa putra daerah mencoba

mencari jalan keluarnya. Sebelum terjadinya pertikaian antara PRRI dengan

pemerintah pusat, beberapa masyarakat telah sering berdagang dengan

memanfaatkan transportasi laut. Semenjak tahun 1957 mereka sering berdagang

dengan membawa hasil bumi masyarakat seperti cengkeh.

5.4.3. Nasakom.

Pidato Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1949 mendeklarasikan

Nasional, Agama dan Komunis (NASAKOM) yang akan diterapkan ditengah

kehidupan masyarakat. Partai Komunis Indonesia sangat memanfaatkan peluang

yang terbuka lebar dalam mencoba langkah politik baru yang mereka cita-citakan.

Perkembangan situasi politik nasional ini tentunya sangat bertentangan dengan

budaya yang ada di nagari-nagari Minangkabau.

Terbentuknya PRRI oleh dewan-dewan di daerah adalah salah bentuk

antisipasi sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah pusat yang tidak

sesuai dengan jiwa dan budaya yang ada di daerah. Buntut dari perbedaan paham

dan ideologi ini adalah terjadinya kemelut pemerintah pusat dengan PRRI.

Kedudukan dan keberadaan PKI dalam catur perpolitikan dalam negeri pada awal

tahun enam puluhan sangat kuat. Massa pendukung partai ini semakin hari semakin

banyak. Apalagi banjir bantuan dari pihak luar seperti dari pemerintah Rusia dan

Cina, semakin menambah tajam taring partai ini dalam kancah politik dalam negeri.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 114

Pemerintahan Soekarno yang berkuasa telah berada dalam lingkaran politik

PKI. Campur tangan dan tekanan politik PKI terhadap pemerintahan sangat

tergambar dari susunan kabinet yang dibentuk. Rasa tidak puas dan protes disertai

demo terjadi di mana-mana. Namun sepak terjang PKI semakin membuat partai

politik dan organisasi masyarakat yang dirasakan sebagai saingan dan batu

sandungan. Satu demi satu disingkirkan PKI dari kancah politik Nasional. Masyumi,

PSI dan Murba merupakan korban konspirasi perpolitikan PKI dengan mengunakan

tangan pemerintah.

Tidak hanya partai politik, tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh yang kuat

dan memiliki ideologi yang berseberangan pun disingkirkan. Buya Hamka seorang

Ulama yang merupakan Da’i dengan pengikut dan jema’ah yang banyak di pelosok

Indonesia dituduh melakukan makar dan jebloskan ke dalam penjara. Beberapa

peristiwa lainnya semakin menorehkan tinta hitam dalam perjalanan sejarah

bangsa. Dalam lingkungan nasional terkenal dengan Gestapu dan Nasakom.

Kemudian Ganyang Malaysia, G 30 S/PKI dan bermacam peristiwa pembantaian

dan penculikan.

Gambar 17

Aksi Demo Pemuda Surantih di Pasar Surantih

Dalam Mendukung Propaganda Ganyang Malaysia Yang Didalangi oleh Ormas PKI

Pada masa ini Painan sebagai Ibukota Kabupaten Pesisir Selatan yang baru

berdiri sendiri karena baru memisahkan diri dari PSK. Sebagai Kabupaten yang

baru berdiri, kehidupan masyarakatnya masih terbelakang. Pembangunan belum

dapat menyentuh kehidupan masyarakat bawah yang berada di bawah garis

kemiskinan. Dengan keadaan miskin dan keterbelakangan ini, PKI dengan mudah

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 115

masuk dan mengambil hati masyarakat. Melalui pemerintahan Kabupaten dan

nagari, PKI dengan mudah menyebar luaskan paham komunis dalam kehidupan

masyarakat di Pesisir Selatan.

Pada masa itu Bupati Pesisir Selatan dijabat oleh Boer Yusuf yang

merupakan kader PKI. Kedudukan dan pengaruhnya sebagai Bupati dimanfaatkan

dalam mengalang, menyusun strategi untuk merangkul orang – orang memiliki

pemikiran yang sepaham. Kader-kader baru PKI pun dibentuk di tingkat kecamatan

dan nagari. Dengan bantuan kaki tangannya yang ditugaskan menjelajahi nagari-

nagari di Pesisir Selatan mulai dari Siguntur hingga Tapan. Masyarakat dirayu dan

diajak bergabung ke dalam partai PKI. Mereka yang ditugaskan adalah Idris Ilias

dan Kirin. Pada saat itu PKI sangat dominan dan terkenal dalam pemerintahan.

Sehingga dalam pikiran setiap orang tertanam opini bahwa orang-orang yang

berada dalam struktur pemerintahan merupakan anggota PKI. Pada hal anggapan

ini belum tentu benar karena ada unsur-unsur yang bukan masuk dalam struktur

yang ada.

Di kabupaten Pesisir Selatan pergerakan anggota PKI sudah dapat

diketahui. Semenjak 1962 mereka telah memulai mengajak dan mencari pendukung

baru. Dengan kekuatan dana yang banyak melalui oraganisasi masyarakat di setiap

nagari. Melalui pimpinan dan koordinator dalam membina masyarakat untuk

berkumpul dan memberi bantuan yang diperlukan dalam meningkatkan ekonomi

masyarakat yang miskin.

Di Nagari Surantih, di bawah pimpinan dan koordinator anak nagari ini, terus

mengajak dan memberi bantuan melalui kelompok tani. Organisasi kesenian randai

bujang simarantang dan orkes dan beragam kegiatan anak nagari lainnya diberikan

bantuan. Melalui lambung nagari saluran bantuan diserahkan kepada masyarakat

petani, berupa cangkul, benih padi dan pupuk secara gratis. Gudangnya berada di

daerah Timbulun dan Koto Baru. Masyarakat yang mendapat bantuan tersebut

harus tercatat dan membubuhkan tanda tangan, sebagai tanda terima barang. Hal

ini menandakan bahwa mereka yang menerima bantuan secara tidak langsung

telah menjadi anggota partai PKI. Walaupun mereka tidak pernah memahami apa

arti partai dan politik dilarang atau tidak.

Penghidupan dan penderitaan masyarakat yang berada di bawah

kemiskinan butuh bantuan dan pemberian sebagai penunjang usaha dalam bertani.

Oleh karena itu masyarakat secara cepat dapat menerima bantuan demi kehidupan.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 116

Itu pula sebabnya nagari ini tidak mempersoalkan hal-hal yang menyangkut tentang

masa lampau masyarakat nagari ini.

Perjalanan pemerintahan Nagari Surantih tahun 1964 mengalami

perubahan. Hal ini disebabkannya terjadi kefakuman dalam sistem pemerintahan.

Hal ini juga terjadi di pemerintahan Kabupaten. Pemerintahan Boer Yusuf dan

pemerintahan nagari-nagari di Pesisir Selatan dipanggil ke Propinsi untuk

menyelesaikan persoalan kesalah pahaman.

Pemerintahan pusat melalui APRI mengambil alih tugas pemerintahan

daerah dan kemudian menunjuk pejabat sementara sebagai pimpinan di daerah

Pesisir Selatan. Di Nagari Surantih diangkat Munir Dt. Rajo Indo sebagai pimpinan

nagari. Tugas berat sebagai pejabat sementara pemerintahan nagari beliau

jalankan. Kebijakan-kebijakan demi menyelamatkan masyarakat nagari dikeluarkan.

Kehidupan masyarkat kembali ditata dalam perencanaan, di mana diharuskan wajib

lapor dan dikumpulkan di Pasar Surantih guna didata dan difoto terutama bagi yang

terlibat. Saat itu masyarakat hidup dalam tekanan dan ketakutan akan

pemerikasaan dan kegiatan “japuik malam” sering kali terjadi. Akibatnya masyarakat

gamang dengan keadaan yang terjadi sehingga menjadi patuh.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 117

BAB VI SEJARAH DAN SISTEM

PEMERINTAHAN DI NAGARI SURANTIH

6.1. Sejarah Asal Mula Nama Kampung Dan Nagari Surantih

Dalam pengetahuan masyarakat Surantih saat ini terdapat beberapa versi

cerita asal mula nama Nagari Surantih. Munculnya pengetahuan yang berbeda ini

bukanlah masalah yang harus diperdebatkan untuk mencari kebenaran dari hal

yang diyakini benar. Pengetahuan dan pemahaman yang berbeda merupakan

gambaran dari masyarakat Nagari Surantih dalam mengenal dan memahami

lingkungannya sendiri. Apalagi logat dan dialek bahasa setiap saat berubah-rubah

seiring dengan bergantinya zaman. Ada beberapa penyebab, salah satunya adalah

pengaruh sistem dari konsep nagari yang menerapkan adat salingka nagari, apalagi

pengaruh dari bahasa-bahasa penjajah. Itu sebabnya timbulnya beberapa versi dari

kalimat awal kata Surantih seperti : Serantih, Surantie, ada juga Surantia.

Semuanya tentunya punya alasan tertentu dari penjabaran tertentu pula. Begitu

juga asal nama nagari dan nama kampung-kampung di Nagari Surantih. Biasanya

diambil dari kejadian dan peristiwa alam yang terjadi pada masa dahulu.

6.1.1. Asal Mula Nama Nagari Surantih Menurut Beberapa Versi

A. Versi Perilaku Raja

Mengenai asal nama Nagari Surantih sendiri ada beberapa versi. Pertama,

asal nama Nagari Surantih ini berawal dari peristiwa yang berlangsung di daerah

Kampung Pasie Nan Panjang sekarang, disaat air laut mulai surut dan bumi

(daratan) bertambah luas (Lawik Basentak Turun, Bumi Basentak Naiek). Daratan

yang baru muncul dan belum bertuan tersebut oleh Raja dibagi-bagikan (Diagiah-

agiahkan) pada rakyatnya. Peristiwa ini diibaratkan Raja sedang ma[r]antiah

makanan yang kemudian diagiah-agiah (Diberikan) pada anak kamanakan yang

ada. Kemudian dari kata-kata ma[r]antiah dan diagiah-agiah ini dijadikan nama

nagari ini yang lama kelamaan dialih menjadi Surantih agar baik bunyinya.

B. Versi Kayu Meranti Besar

Secara umum masyarakat menyakini bahwa nama Surantih diambil dari

pohon kayu Meranti besar yang dulu pernah tumbuh di Pasar Lama Padang Api-api.

Pada saat itu daerah Pasar Lama berbentuk delta yang berada di tengah aliran

muara sungai Batang Surantih dan anak sungai yang disebut Batang Miri. Karena

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 118

seiring berjalannya waktu nama ini dialih bunyikan pengucapannya menjadi

Surantih agar lebih enak diucap dan didengar, nama Surantih ini juga diberikan

pada batang air tersebut sehingga dalam keseharian masyarakat menyebutnya

Batang Surantih sedangkan pada masa dahulunya disaat Raja masih berkedudukan

di Batu Bala[h] nama batang air ini adalah Galaga Putiah.

C. Versi Peristiwa Adat

Asal nama Nagari Surantih yang lain berasal dari cerita pada saat

pemerintahan Raja telah berkedudukan di Ganting Hilir, yaitu di Timbulun. Dikala

Raja berserta para pembesarnya (Ikek Nan Ampek, Manti, Dubalang) bermufakat

menyusun aturan-aturan adat yang telah dibawa dan diwarisi dari nenek moyang

dari Sungai Pagu. Musyawarah tersebut melahirkan kata mufakat tentang susunan

adat, yaitu Susunan Rangkaian Adat Nagari Tentang Ikek Nan Ampek. Kemudian

Susunan Adat Nagari Tentang Ikek Nan Ampek ini disingkat menjadi nama

Surantih. Penjabarannya adalah sebagai berikut:

Susunan

Rangkaian

Adat

Nagari

Tentang

Ikek

nan Ampek.

Disepakatinya aturan ini maka nagari ini sejak saat itu disebut Surantia atau

sekarang lebih dikenal dengan nama Surantih. Itulah gambaran mengenai asal mula

nama Nagari Surantih yang berkembang dalam pengetahuan masyarakat Surantih

sendiri. Terlepas dari mana yang benar dari cerita-cerita tersebut, bagi masyarakat

yang menyakini salah satunya, cerita tersebut bagi mereka mempunyai makna

tersendiri.

6.1.2. Sejarah Asal Mula Nama Kampung Di Nagari Surantih

Asal mula nama kampung/tempat yang ada dalam Nagari Surantih

mengalami proses yang sama. Asal nama yang diberikan pada kampung yang ada

dalam Nagari Surantih adalah pemberian dari peristiwa-peristiwa ketika Raja

melewati kampung-kampung itu pertama kalinya.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 119

A. Kampung Langgai

1). Nama Kampung Langgai diambil dari peristiwa ketika dalam perjalanan,

Raja memerintahkan pada bawahannya untuk berhenti, ucapan Raja “langgan iko

kito dolu, lah ganok kito bajalan”. Kata Langgan adalah asal kata nama Kampung

Langgai, seiring perjalanan waktu dialih bunyikan menjadi Langgai.

2). Langgai berasal dari kata “inggam” (bahasa asli penduduk dahulu), yang

pada masa sekarang berarti “inggo iko awak lai”. Lama-lama kata “inggam” tersebut

berubah menjadi Langgai seperti yang kita sebut sekarang ini.

B. Kampung Batu Bala[h]

1). Asal nama Kampung Batu Bala[h] diambil dari peristiwa dalam sebuah

perjalanan, Raja merasa lelah dan memerintahkan untuk berhenti. “baranti dakok

iko kito dolu malapeh lalah”, kata malapeh lalah dijadikan sebagai asal nama Batu

Bala[h].

2). Versi lain yang menceritakan asal nama Batu Bala[h] diambil dari

peristiwa terjadinya pertengkaran antara dua bersaudara. Perpecahan mereka ini

ditandai dengan terbelahnya batu menjadi dua. Batu Belah ini kemudian dijadikan

sebagai asal nama Batu Bala[h]. Hingga sekarang cerita ini masih dipercayai

masyarakat, termasuk batu belah tersebut masih bisa ditemukan di Kampung Batu

Bala[h].

C. Kampung Kayu Aro

1). Asal nama Kampung Kayu Aro bermula dari peristiwa Raja meminta untuk

berhenti, salah seorang pembantu berkata pada Raja “saro”. Kata ini kemudian

dialih namakan menjadi nama Kayu Aro.

2). Versi lain dari nama Kayu Aro berasal dari keadaan daerah ini yang banyak

terdapat Pohon Kayu Aro. Dari nama pohon inilah nama Kayu Aro dinamakan

masyarakat.

D. Kampung Ampalu

1). Lantaran daerah ini baru berpenghuni di Ganting Mudik, sedangkan orang

terus menerus berpindah mencari lahan-lahan baru yang subur. Sementara daerah

ini merupakan pintu gerbang ke daerah Ganting Mudik. Pada masa itu oleh Petua-

petua Koto Katenggian, ditempatkanlah orang-orang untuk menjaga dan menanyai

pendatang apa maksud dan tujuannya. Setelah diketahui maksud dan tujuannya,

barulah mereka diberi izin masuk. Karena adanya perlakuan yang demikian kepada

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 120

setiap orang yang datang, dengan cara mangampal untuk ditanyai sebelum

melewati daerah para penjaga tersebut. Lamanya proses itu diberlakukan, maka

orang-orang menyebut daerah tersebut dengan nama ampal-u

2). Untuk asal nama Ampalu berawal dari peristiwa Raja memerintahkan untuk

berhenti ketika melewati daerah ini. “Baranti kito siko dolu”, dari kata tersebutlah

dijadikan nama Kampung Ampalu.

3). Selain itu munculnya nama Ampalu diyakini masyarakat juga berawal dari

keadaan daerah ini pada masa dahulunya banyak terdapat buah ampal yang jatuh

ke sungai banyak terdapat dipinggiran batang air.

E. Kampung Kayu Gadang

1). Asal nama Kayu Gadang berawal pada saat Raja melewati daerah ini, ketika

akan melalui batang air yang saat itu airnya lumayan deras, setelah sampai di

seberang beliau berkata “ baranti dakok kayu ko dolu, litak kito manyubarang aie

gadang”, dari peristiwa inilah diberikan nama Kayu Gadang pada daerah tersebut.

2). Cerita lain yang menyebutkan asal nama Kayu Gadang karena pada daerah

ini pada zaman dahulu terdapat pohon besar. Begitu besarnya pohon tersebut tidak

bisa dipeluk oleh lima orang yang berdiri melingkari pohon kayu tersebut. Dari

pohon kayu besar inilah nama Kampung Kayu Gadang diambil.

F. Kampung Gunung Malelo.

Asal nama Kampung Gunung Malelo bermula diambil dari keadaan lokasi

alam. Hal ini dikarenakan kampung ini berada di pinggiran gunung. Zaman dahulu,

di daerah ini tinggal hidup basumando ke Kaum Kampai seorang pemuka agama

Islam murid dari Syeh Burhanudin yang bergelar Maharajo Lelo (angku adat).

Karena begitu segannya masyarakat dalam memanggil nama beliau dalam

pergaulan hidup sehari-hari, sehingga beliau dipanggil dengan sebutan Lelo.

Karena beliau tinggal di daerah pinggiran gunung akhirnya daerah tersebut disebut

masyarakat dengan nama Gunung Malelo.

G. Kampung Koto Marapak

Nama Kampung Koto Marapak berasal dari peristiwa ketika wakil Raja

melakukan perjalanan bersama rombongannya untuk memulai manapaki

(menjejaki) lokasi-lokasi koto di nagari ini dan menentukan ajok sepadan Kampung

Kayu Gadang. Pada saat berangkat Raja berkata, “Iko panapak’an patamo kito”.

Oleh pengiring beliau menjadikan tempat tersebut Koto Marapak.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 121

H. Kampung Koto Panjang

Asal nama Kampung Koto Panjang muncul berawal dari peristiwa Raja

melanjutkan perjalanannya dari Koto Marapak. Ketika memasuki daerah Koto

Panjang sekarang ini, melihat daerah yang luas dan panjang Raja berkata, “iko yo

panjang dapek dibuek kampung” kata Raja pada pengikutnya. Dari ucapan

tersebutlah asal nama Kampung Koto Panjang diambil.

I. Kampung Timbulun

1). Nama Timbulun berasal dari kebiasaan masyarakat pada masa dahulu

dalam melihat air pasang, karena di daerah ini terdapat sebuah Lubuk yang dalam

dibatasi oleh sebuah jeram yang dibatasi oleh gugusan batu yang besar. Sehingga

ketika air laut pasang batu-batu tersebut akan hilang ditelan air pasang, sebaliknya

pada air surut batu tersebut akan kelihatan. Sehingga pada saat seseorang

bertanya apa air laut pasang/surut akan berkata, “alah timbua, alun” dikenallah

daerah tersebut dengan nama Timbulun.

2). Versi lain menyebutkan bahwa asal nama Timbulun berasal dari peristiwa

ketika Raja pindah dari Batu Bala yang melewati Sialang. Setelah beberapa lama

mencari lahan baru di seberang air yang memiliki dataran yang luas. Orang dari

seberang mengatakan bahwa daerah itu adalah timbalan dari Sialang. Atau

memindahkan ke lokasi baru. Dalam dialek bahasa sehari-hari diucapkan timalan,

lama-lama berubah bunyi pengucapannya menjadi Timbulun.

J. Kampung Rawang

Nama kampung ini diambil dari kondisi ekologinya. Setelah masyarakat

mulai berkembang, karena daerah ini sebelum berkembang menjadi pemukiman

baru merupakan daerah berawa. Akhirnya seiring dengan berjalan waktu orang-

orang menyebutnya dengan sebutan Rawang. Maka timbullah nama Kampung

Rawang tanpa dikondisikan dengan jelas.

K. Kampung Sungai Sira[h]

Nama Kampung Sungai Sira[h] juga muncul berkaitan dengan kondisi

lingkungan ekologi daerah ini. Karena di daerah ini memiliki sebuah sungai kecil

yang memiliki air yang tidak pernah jernih. Tidak jernihnya air sungai dan terus

menerus keruh, menimbulkan warna kemerah-merahan pada airnya. Kata merah

dalam dialek keseharian masyarakat diucapkan sira[h]. Sehingga sungai tersebut

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 122

disebut masyarakat Sungai Sira[h] dan lama kelamaan dijadikan sebagai nama

daerah tersebut.

L. Kampung Pasir Nan Panjang

Nama Kampung Pasir Nan Panjang muncul juga dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan/ekologis. Menurut sejarah dahulu bahwa di kampung ini merupakan

daerah pinggiran pasir pantai yang memanjang. Dilihat dari kondisi tanah di

kampung yang berpasir menjadi tanda bahwa kampung ini dahulunya merupakan

daerah pantai. Setelah berdirinya perkampungan penduduk di daerah ini, orang-

orang menyebut nama daerah ini dengan sebutan Kampung Pasir Nan Panjang.

M. Kampung Pasar Surantih

1). Kampung ini merupakan persekutuan kampung-kampung nagari yang

jadi pusat keramaian dan pemerintahan. Pada masa dahulunya kampung ini disebut

dengan nama Kampung Berhimpun47

. Orang yang berasal dari luar mengenalnya

dengan sebutan Surantih, itu pula sebabnya kampung tersebut akhirnya bernama

Pasar Surantih.

2). Pada masa dahulunya Nagari Surantih memiliki Pasar Nagari di Padang

Api-api. Di sana tumbuh sebatang pohon meranti besar, tempat orang berjual beli,

sehingga orang luar Surantih hanya mengenal batang pohon tersebut dengan nama

Meranti. Lama-lama kata meranti itu berubah menjadi Surantih.

Selain nama kampung-kampung di atas, ada nama-nama tempat yang

muncul karena erat kaitannya dengan sejarah perkembangan nagari, yaitu :

N. Singkulan.

Nama Singkulan berasal dari peristiwa yang terjadi pada masa dahulu

diadakannya suatu pertemuan oleh 19 orang yang memangku gelar Datuk guna

memusyawarahkan pencarian daerah baru yang akan dijadikan pemukiman baru

karena pada saat Koto Katenggian sebagai daerah pelacohan pertama tidak bisa

lagi menampung penduduk yang seiring berjalannya waktu terus bertambah.

Tempat para Datuk tersebut mengadakan musyawarah dinamakan perkumpulan.

Nama perkumpulan ini lama kelamaan dirubah bunyinya menjadi Singkulan.

47

Kampung Berhimpun merupakan tempat perkumpulan/perhimpunan yang masyarakatnya berasal

dari berbagai penjuru daerah dan kaum yang beragam.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 123

O. Lambung Bukik

Nama daerah ini berasal dari peristiwa alam robohnya sebuah Kayu Gadang

ke sungai. Begitu besarnya hingga hempasannya sampai ke seberang sungai.

Akibatnya percikan atau lambuang air sampai ke puncak bukit kecil dusun tersebut.

Maka dari peristiwa itulah muncul nama daerah yang disebut Lambung Bukit.

6.2. Sejarah Pemerintahan di Nagari Surantih.

6.2.1. Pemerintahan Nagari Masa Kolonial Belanda.

Pemerintahan nagari pada masa ini ditandai dengan perjanjian kerjasama

antara penguasa Banda Sepuluh Surinaro, mewakili para Penghulu yang ada

dengan penguasa pemerintahan Belanda. Perjanjian ini dikenal dengan nama

perjanjian Painan (1663). Semenjak itu sistem pemerintahan nagari, sering

mengalami perubahan. Bermacam cara dan sistem yang diterapkan oleh Kolonial

dengan tujuan untuk melunturkan keterikatan masyarakat dengan adat dan budaya

yang dimilikinya.

Strategi politik ini merupakan suatu upaya untuk lebih menguasai dapat

dilihat semenjak tahun 1667. kesepakatan yang telah disetujui pada perjanjian awal,

oleh Belanda dicoba memohon pada Raja Pagaruyung untuk meminta agar

mengangkat Belanda sebagai Wakil Raja di pesisir pantai barat Banda sepuluh.

Belanda memberi jaminan pada Raja, dengan kekuasaan dibawah mereka upeti

dan pajak dari perdagangan hasil bumi akan lebih banyak dan lancar diterima oleh

Raja. Raja kemudian mengabulkan keingginan Kolonial Belanda tersebut dengan

memberi gelar Mentri Raja atau Wakil Raja bagian wilayah pesisir barat.

Dampak dari peralihan penguasa ini dirasakan pada tata hukum adat yang

dilaksanakan para Penghulu wilayah secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan

karena adanya perubahan sistem yang diterapkan kolonial Belanda. Dilihat dari

cerita yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Surantih pada masa itu,

bahwa semenjak itu pusat kumpulan masyarakat pendatang baru yang terpusat dan

berkembang di wilayah pantai Pasar Surantih dahulunya disebut Kampung

Berhimpun.

Pada masa ini tata hukum pemerintahan nagari masih dipegang oleh orang

yang didatangkan dari daerah asal Sungai Pagu. Setelah dihapusnya sistem

pemerintahan Raja oleh kolonial Belanda (1802). Nagari ini dikuasai oleh kelompok

individu yang punya kelebihan tertentu, punya kemampuan lebih dan dapat

bekerjasama dengan Pemerintahan Belanda. Bentuk pemerintahan ini berjalan

sampai tahun 1841 sehingga tata hukum adat nagari tak dapat berbuat banyak dan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 124

tak pernah tersentuh, adat dan budaya tidak dihiraukan lagi, yang berlaku hanya

tata hukum Belanda .

Pada 1800 perubahan corak pemerintahan nagari oleh Pemerintahan

Belanda menimbulkan rasa ketidakpuasaan Penghulu-penghulu. Belanda

membujuk kepala-kepala adat beserta Penghulu yang ada. Sehingga wewenang

dan kekuasaan Penghulu dihidupkan kembali sebagai penguasa wilayah. Kepala

adat dan Penghulu dijamin oleh pemerintah kolonial sehingga mereka dikeluarkan

pisulutnya (SK) dan diberikan gaji. Salah seorang dari Penghulu Nan Barampek

ditunjuk menjadi pimpinan nagari. Sedangkan anggota lainnya ditunjuk sebagai

Badan Kerapatan Nagari (legislatif) yang bertugas membuat aturan-aturan nagari

sedangkan Manti dan Dubalang kepala suku diberi jabatan tertentu dalam

pemerintahan nagari.

Dengan lahirnya keputusan ini, jabatan pemerintahan mulai terarah dengan

baik. Peraturan dan budaya daerah berbaur dengan peraturan Bangsa Belanda

masih tetap berjalan tidak seimbang, lantaran kekuasaan negara dipegang oleh

Belanda, walaupun begitu masyarakat nagari sudah dapat melihatkan jati dirinya

sebagai masyarakat berbudaya. Apalagi pimpinan nagari telah berubah nama

menjadi :

a. Pimpinan Nagari : atau kepala rakyat yang tertinggi dinamakan

Penghulu Laras

b. Pimpinan Kampung : atau kepala kampung berada dibawah

Penghulu laras yang dinamakan Penghulu

Kepala

c. Pimpinan Dusun : atau kepala dusun dibawah Penghulu kepala

dinamakan juga kepala suku

Dengan lahirnya struktur pemerintahan yang melibatkan semua organisasi

Ninik Mamak. Berdampak pada nilai kedudukan seorang Penghulu laras sangat

tinggi dan mempunyai kekuasaan yang luas. Bahkan sering juga disebutkan

sebagai Raja ataupun Tuanku. Dua nama ini merupakan lambang kebesaran

sebagai pimpinan nagari yang ditakuti sedangkan di Nagari Surantih ini bergelar

dengan Tuanku. Hampir terlupakan keberadaan Penghulu, sekarang mulai

dibanggakan pusako-pusako kaum hidup dan bersinar semarak ditengah

masyarakat. Sedangkan orang-orang yang terlanjur berkuasa pintar dan cerdik

berusaha juga untuk mendapatkan gelar sako baru ataupun milik orang lain agar

terdaftar dan diperhitungkan oleh pemerintahan Belanda.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 125

Dengan lahirnya aturan-aturan tersebut, Penghulu bersama kaum dan anak

nagari merasa telah mendapatkan tempat di nagari sendiri. Hak wewenang

berkaum telah terjalin dengan budaya kebersamaan. Sehingga apa yang menjadi

tujuan dari pemerintahan Belanda tak kunjung terwujud. Untuk dapat

mengendalikan budaya-budaya nagari, apalagi seorang Penghulu laras

mengkomandoi dua jabatan sekaligus sebagai badan eksekutif dan legislatif di

nagari. Dengan melahirkan kebulatan dari peraturan buatan dalam persekutuan

hidup para kerapatan adat yang dipimpin langsung oleh Penghulu laras.

Dengan menerapkan tata cara pemerintahan tersebut, Penghulu dinina

bobokan dengan pengaruh perilaku menyimpang seperti judi, minuman keras, pasar

malam, candu dan wanita, menjadi hobi. Sehingga fungsi hukum adat dilupakan,

mereka cenderung meniru gaya hidup Bangsa Belanda. Tak tik adu domba dan

memecah belah terlaksana pada tahun 1821. hal ini ditandai dengan terjadinya

peperangan antara kaum adat (Penghulu) dengan kaum agama yang terkenal

dengan nama Perang Paderi, perang ini berakhir pada 16 Agustus 1837.

Pada tanggal 6 juli 1826, pemerintahan nagari diganti namanya menjadi

distrik oleh Pemerintahan Belanda sedangkan pimpinannya bergelar Pamuncak.

Ada juga yang bergelar Raja atau Tuanku, sedangkan tugas Penghulu dirubah

sebagai pemangku jabatan badan Legislatif:

1. Anggota Dewan Kerapatan Penghulu Mewakili Kaum.

2. Membantu Pemerintahan Nagari membuat aturan

3. Penghulu sebagai pelaksana nagari bukan pimpinan Dewan Kerapatan Peghulu.

Tahun 1838, Belanda mulai memperketat aturan pemerintahan nagari.

Mereka mulai mencampuri pemerintahan adat lebih jauh lagi. Mengatur

pemerintahan nagari secara langsung dalam tata peraturan bernagari yang disebut

Controler, artinya Badan Pengawas Raja atau Pemuncak. Sehingga seorang

Kepala nagari tak dapat lagi sewenang-wenang menerapkan hukum adat walaupun

harus menerapakan hukun bernagari dan mengurus kemenakan masih tetap

dihargai oleh pemerintah.

Pada tahun 1846, pemerintahan nagari diperbaiki. Hal ini disebabkan ada

nagari yang diperintah dengan sebutan Raja, Tuanku dan Pamuncak. Controler

Pulau Cingkuak yang dijabat oleh FC. Boga Ardi mengendalikan dan menertibkan

nagari-nagari yang memiliki kepala pemerintahan yang mengunakan gelar Raja dan

Tuanku. Umumnya nagari-nagari yang masuk dalam kategori ini berada antara

daerah Bayang hingga Kambang. Sementara Controler Rogers yang berkedudukan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 126

di Air Haji juga melakukan penertiban terhadap nagari-nagari yang memakai gelar

Pamuncak terhadap kepala pemerintahan nagari. Wilayah yang ditertibkan mulai

dari Lakitan, Pelanggai hingga Indra Pura. Seiring dengan berjalannya waktu,

aturan yang ada semakin diperketat pelaksanaannya. Kekuasaan pemerintahan

adat semakin dipengaruhi oleh sistem yang diterapkan Pemerintahan Belanda.

Tahun 1874, kekuasaan Kerapatan Adat terhadap pemerintah nagari sangat

dibatasi. Wewenangnya diserahkan langsung pada pemerintahan nagari yang diatur

oleh pemerintah kolonial Belanda. Sedangkan Kerapatan Nagari tidak diberi pisulut

lagi. Hal ini menandakan Kerapatan adat menjadi suatu lembaga adat setempat

yang berfungsi untuk mengatur tentang tanah ulayat. Meskipun demikian lembaga

ini tetap berjalan dengan baik. Selama ini tujuan penjajah ingin merubah budaya

yang ada menjadi budaya yang lebih dipengaruhi oleh budaya eropa.

Tahun 1914, keluarlah peraturan pemerintah kolonial Belanda No 774

tentang peralihan kekuasaan, bahwa pemerintahan kolonial merupakan

pemerintahan yang sah. Penghulu masih ditetapkan sebagai Kerapatan Adat yang

diberi sulut oleh Residen Sumatera Barat. Politik ini dikenal sebagai politik pintu

terbuka48

. Setelah itu, ditahun 1918 dibentuklah suatu dewan pemerintahan dengan

struktur yang baru dengan mengatur rumah tangga sendiri menurut pikiran sendiri,

haknya dan keputusan masih tetap pada atasan Belanda. Dalam hal ini Belanda

mempergunakan hak untuk pelaksanaan penjajahannya dengan membentuk

Undang-undang Ordonansi 1918 Staatblad No. 677 yang membenarkan ketentuan

tentang peraturan kepentingan nagari di Sumatera Barat. Peraturan ini kemudian

dilengkapi dengan Inlanche Gememte Ordonansi Buitengewesten (IGOB) pada

tanggal 3 September 1938, Staatblad No 490 diberi nama Peraturan Nagari di luar

Jawa. Isi IGOB tersebut mengatur tentang ketentuan-ketentuan tentang cara

mengatur dan mengurus rumah tangga nagari yang dinyatakan sebagai satu hukum

bumi putera yang diwakili oleh kepala nagari. Baik mengenai perangkat nagari dan

alat lainnya, diberlakukanlah hukum adat sehingga dijadikan sebagai aparatur

pemerintahan yang sah.

Sedikit dijelaskan bahwa konsep pemerintahan nagari berjalan seiring

dengan kerapatan adat yang merupakan suatu sistem yang khas semenjak dahulu

walaupun bersifat dualisme. Tapi inilah wujud nyata kebersamaan yang disebut

dengan budaya nagari.

48

Pada saat nagari boleh mendirikan Datuk Baru, asal memenuhi syarat. Sehingga terjadilah gadang

manyimpang, padi sarumpun dibagi duo. Hal ini juga memberi peluang untuk mendirikan nagari baru.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 127

Budaya dan adat yang telah mendasar, berurat berakar menancap ke bumi.

Indak lapuak dek hujan indak lakang dek paneh. Tersusun menerapkan azas

musyawarah mufakat, mendahulukan selangkah meninggikan serantiang bagi

Penghulu Nan Ampek Jinih.

Itu sebabnya dapat dilihat selama perjalanan pemerintahan penjajah

kolonial Belanda di bumi Minang untuk menghancurkan nilai adat. Namun Allah

Yang Maha Berkuasa tak pernah mengabulkan. Sehingga terlihat konsep-konsep

politik penjajah sirna dari masa ke masa, telah dapat dibagi menurut zamannya

dalam tata pemerintahan di Minangkabau.

23. Pertama adalah zaman di mana sistem pemerintahan nagari langsung

ditunjuk oleh pemerintah Belanda terhadap orang-orang yang memiliki

kemampuan istimewa dipilih sebagai penghubung ke masyarakat dengan

tujuan untuk bisa mengumpulkan hasil bumi. Hukum adat tidak

diberlakukan karena lebih menerapkan hukum dari Belanda.

24. Kedua merupakan zaman di mana sistem pemerintahan nagari,

kekuasaan diserahkan pada Penghulu yang sekaligus juga menjadi ketua

Kerapatan Nagari dan diberi pisulut. Musyawarah mufakat diterapkan

dengan melibatkan Ninik Mamak sehingga hukum adat dan budaya dalam

nagari sendiri dapat diterapkan

25. zaman yang ketiga sistem pemerintahan yang diterapkan merupakan

gabungan dari sistem tradisional dengan modern. Sehingga menimbulkan

dualisme pemerintahan. Pimpinan nagari diambil dari unsur individu

sedangkan Kerapatan Nagari dijadikan sebagai lembaga adat tertinggi

yang mengurus sako dan pusako guna memlihkan kembali pemerintahan

nagari yang beradat.

6.2.2. Pemerintaan Nagari Setelah Indonesia Merdeka.

Dibacakannya teks Proklamasi oleh Sukarno - Hatta sebagai pernyataan

kemerdekaan Bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Dampak dari peristiwa

ini mendorong terjadinya perubahan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Diawal

kemerdekaan, kondisi pemerintahan nagari-nagari di Minangkabau , khususnya di

Nagari Surantih. Terjadi perubahan struktur pemerintahan nagari sebagai langkah

perubahan. Selama ini sistem pemerintahan nagari yang berlaku di nagari berupa

sistem kekuatan dan cenderung diktator. yang justru dijalankan oleh orang-orang

pribumi pilihan bangsa penjajah. Tujuan adalah untuk memudah dan memperlancar

kepentingan dari pemerintahan Kolonial Belanda yang sama sekali tidak berpihak

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 128

pada rakyat banyak. Hukum adat dan budaya asli berusaha disingkirkan atau

dicampuri dengan budaya penjajah sehingga hukum Kolonial lebih menonjol.

Walaupun dipilih dalam musyawarah lembaga nagari dan Kerapatan Nagari, namun

yang lebih menentukan dan menetapkan adalah pemerintah Belanda. Masyarakat

harus patuh dan taat menjalankan aturan-aturan yang dibuat Belanda.

Diawal kemerdekaan Pemerintahan Nagari Surantih mencoba untuk

membentuk suasana pemerintahan baru dengan sistem pemerintahan baru.

Langkah positif dari jabatan yang dipangku oleh seorang pimpinan nagari yang

bergelar Angku Palo diganti dengan sebutan Kepala Nagari. Badan Legislatif Nagari

disebut dengan KNRN (Komite Nasional Ranting Nagari) yang diketuai Wahab Bilal

Kaum Kampai Kayu Gadang, bersama Kerapatan Nagari melakukan musyawarah

bersama dengan pemuka masyarakat. Pertemuan tersebut dilaksanakan pada

bulan Februari 1946 dengan menghasilkan sebuah kesepakatan untuk mengangkat

seorang Kepala Nagari yang disebut Pejabat Sementara Kepala Nagari Surantih.

Tugas Pjs. Kepala Nagari bersama Lembaga KNRN adalah menjaring dan

memilih Kepala Nagari Defenitif dengan melibatkan masyarakat secara langsung

memilih Kepala Nagari dan Ketua KNRN Nagari Surantih. Berdasarkan

kesepakatan yang dihasilkan, maka terpilihlah Pjs. Kepala Nagari Surantih

dipercayakan kepada Haji Mahyuddin Lilah yang lebih dikenal dengan sebutan Haji

Padang Kaum Caniago Koto Marapak.

Pada tanggal 21 Mei 1946, keluarlah Maklumat Presiden No. 20, tentang

pemeriintahan nagari. Bahwa pemerintahan nagari yang digunakan pada masa

penjajahan Kolonial Belanda dihapus dan tidak berlaku lagi sistem pemerintahan

nagari masa lampau yang memakai sistem tunggal dari Kerapatan Adat. Keluarnya

maklumat Presiden menandakan Wali Nagari dipilih oleh masyarakat secara

langsung melalui seleksi Badan Legislatif Nagari yang disebut dengan Lembaga

DPRN (Dewan Perwakilan Ranting Nagari). Badan Lembaga Nagari yang dibentuk

setelah Indonesia merdeka bernama KNRN tidak berlaku lagi sebagai Badan

Legislatif Nagari.

Pada bulan Juli 1946, Nagari Surantih melaksanakan musyawarah Lembaga

Nagari untuk menjaring calon Wali Nagari yang akan dipilih berdasarkan unsur-

unsur yang ada dalam masyarakat, seperti Ninik Mamak, Cadiak Pandai, Alim

Ulama dan unsur masyarakat lainnya. Berdasarkan hasil keputusan Lembaga

DPRN yang diketuai oleh Wahab Bilal menetapkan empat orang calon Wali Nagari

Surantih, yaitu :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 129

1. Zainuddin Yahya Kaum Melayu Pasar Surantih

2. Wahab Bilal Kaum Kampai Kayu Gadang

3. Muchtar Hatta Kaum Kampai Koto Panjang

4. Syair Kaum Sikumbang Ampalu

Dalam pemilihan Wali Nagari Surantih yang pertama dilaksanakan pada

akhir bulan Agustus 1946 dengan cara dipilih secara langsung oleh masyarakat.

Pemilihan ini terlaksana dengan sukses dan aman dengan menghasilkan dipilihnya

Muchtar Hatta sebagai Wali Nagari yang mendapatkan suara terbanyak dibandikan

calon lainnya. Pelaksanaan penyerahan tugas Pjs. Kepala Nagari dilaksanakan di

bulan yang sama dari Mahyuddin Lilah kepada Wali Nagari terpilih Muchtar Hatta.

Penyerahan jabatan ini ditandai dengan Surat Keputusan Pemerintah Daerah

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci.

A. Wali Nagari Muchtar Hatta (1946 – 1947)

Gambar 12

Wali Nagari Surantih Masa jabatan 1946 - 1947

Wali Nagari Muchtar Hatta dilahirkan

di Dusun Mansiang Kampung Koto

Panjang pada tahun 1913.

menamatkan pendidikan di Kw.

Islamiah. Beliau juga merupakan

kepala kaum Kampai dengan gelar

Datuk Rajo Bandaro. Hidup

basumando ke kaum Sikumbang

Palak Pisang Kampung Koto Merapak

dan dikarunia dengan 5 anak, yaitu :

Tiga orang perempuan bernama Nurlaini, Nurlaili dan Nurasli

Satu orang laki-laki bernama Zulkifli Muchtar dengan gelar sako kaum Dt.

Rajo Bandaro Basa, merupakan anak nagari pertama yang bersekolah di

AKABRI AU, pensiun dengan pangkat Kolonel dan menetap di Jakarta.

Satu orang lagi laki-laki adalah DR. Zulamri, spesialis kandungan yang

berdomisili di Aceh.

Setelah istri pertama beliau meninggal dunia, beliau basumando lagi ke

kaum Kampai Kampung Pasar Surantih dan dikarunia 7 orang anak.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 130

Dalam menjalankan pemerintahan nagari beliau mengangkat seorang wakil

yang ditugasi untuk membantu dalam pelaksana tugas harian beliau yaitu, Abas Dt.

Rajo Basa. Sementara Ketua DPRN sebagai badan Legislatif Nagari dijabat oleh

Wahab Bilal. Dalam tugas beliau sebagai Wali Nagari, sistem pemerintahan nagari

yang telah diatur dalam Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1946,

dalam pembahasan pemerintahan daerah tahun 1947. Maka keluarlah tentang

Peraturan Pokok Pedoman Pemerintahan Nagari yang dikeluarkanlah oleh

Lembaga Komite Nasional Sumatera Barat (KNSB). Menetapkan pokok dasar

pemerintahan nagari seperti :

a. Kepala Nagari diganti sebutannya dengan Wali Nagari yang ditunjuk

sebagai Badan Eksekutif

b. KNRN (Komite Nasional Ranting Nagari) diganti menjadi DPRN (Dewan

Perwakilan Rakyat Nagari) ditunjuk sebagai Badan Legislatif

c. Perangkat nagari merupakan suatu badan bagian dari pemerintahan

nagari disebut dengan DHN (Dewan Harian Nagari) yang bertugas

membantu Wali Nagari dan juga Kepala Kampung.

d. Wali Nagari dipilih langsung oleh rakyat melalui badan DPRN di nagari

yang telah ditetapkan oleh masyarakat nagari.

Dalam pemerintahan Wali Nagari Muchtar Hatta, bertugas untuk

memperbaiki Badan Legislatif Nagari yang disebut dengan DPRN yang telah

terbentuk pula di bulan Mei 1947. Anggota yang ditetapkan masih berasal dari

anggota KNRN yang lama sebanyak lima belas orang, termasuk utusan kampung di

Nagari Surantih. Pimpinan DPRN diganti berdasarkan hasil musyawarah Lembaga

DPRN Nagari Surantih. Maka diangkatlah Ketua DPRN Nagari Surantih yang

pertama, yaitu H. Mahyuddin Lilah.

Perjalanan pemerintahan nagari serba sulit, masyarakat hidup dalam

kemiskinan sehingga sering terjadi tindak kejahatan, seperti pencurian dan

perkelahian. Rasa tidak aman muncul dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga

dari hasil pemilihan Wali Nagari, ada pihak yang tidak menerima hasil keputusan

tersebut. Munculnya pemboikotan wilayah di daerah Ganting Mudik, mulai dari

Ampalu sampai ke Langgai tidak menghormati dan mematuhi pemerintahan terpilih.

Hal ini dibiarkanlah oleh Wali Nagari Muchtar Hatta, upaya untuk menyatukan

kembali dilakukan oleh pemuka masyarakat nagari dengan cara menutup

pendistribusian dan penjualan barang kebutuhan pokok, seperti garam, obat-

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 131

obatan, kain dan lain-lain. Cara tersebut sangat efektif dalam menyatukan kembali

nagari Surantih ke dalam satu pemerintahan.

Kondisi jalan penghubung nagari dengan proponsi sangat sulit ditempuh

yang memakan waktu berminggu-minggu. Jalur melalui laut pada saat itu masih

sangat membahayakan sehingga kebutuhan pokok masyarakat sangatlah langka

didapatkan. Dengan terpilihnya Wali Nagari Masyarakat sangat berharap untuk

dapat mencarikan jalan keluar dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat

nagari. Setelah terwujudnya persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bernagari,

maka Wali Nagari Muchtar Hatta mencoba mencari jalan keluar untuk mendapatkan

kebutuhan pokok masyarakat.

Berdasarkan hasil musyawarah Lembaga Nagari dengan pemuka

masyarakat. Pemerintahan nagari membentuk rombongan besar dibawah komando

Wali Nagari untuk mengajak masyarakat berdagang membawa hasil nagari, seperti

Lawek Cangkuk dan garam sambil merintis jalan baru menuju Surian Muaro Labuah

daerah asal masyarakat surantih.

Perjalanan panjang pimpinan Nagari Surantih di masa itu menempuh hutan

belantara. Sebelum meniti pematang panjang di kaki Bukik Kelambu di tepian anak

air yang mengalir ke Koto VIII Batang Kapas. Di sana didirikan pondok

persinggahan yang disebut dengan pondok wali sebagai tempat istirahat, memasak

dan mandi. Di tempat inilah dilakukan persiapan untuk menempuh perjalanan

selanjutnya menempuh Bukik kelambu yang sangat dingin, sehingga tempat

tersebut telah menjadi cikal batas Nagari Surantih dengan Solok.

Tanggung jawab yang berat dalam menjalankan tugas sebagai seorang Wali

Nagari, dalam memecahkan permasalahan pemenuhan kebutuhan pokok

masyarakat membuat beliau kewalahan. Dari beberapa kali keberagkatan,

sekembali dari Surian beliau mengalami sakit kaki gembung akibat tertusuk duri dan

luka. Hal ini menyebabkan beliau mengundurkan diri dari jabatan sebagai Wali

Nagari Surantih. Jabatan Wali Nagari kemudian diserahkan dan dilanjutkan oleh

wakil beliau Abbas Dt. Rajo Basa

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 132

B. Wali Nagari Abbas Datuk Rajo Basa (1947 – 1952)

Gambar 13

Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 1947 - 1952

Wali Nagari Abbas Dt. Rajo Basa

lahir pada tahun 1917 di Kampung

Koto Merapak dalam kaum

Sikumbang Ateh Balai dengan

bergelar Dt. Rajo Basa, beliau

menamatkan pendidikan BYZ.

Normal Ilergeng. Beliau basumando

ke Kaum Kampai Dusun Mansiang

Kampung Koto Panjang. Beliau

dikarunia dua orang anak

perempuan.

Dalam menjalankan roda pemerintahannya, beliau mengangkat seorang

Sekretaris Nagari untuk membantu beliau dalam tugas harian. Jabatan ini beliau

embankan pada Wahab Bilal, lahir di Kampung Kayu Gadang dalam Kaum Kampai

dalam sako Rajo Bandaro dan menamatkan pendidikan Thawalib.

Tata pemerintahan Nagari Surantih yang tergabung dalam Kabupaten yang

masih dikenal sebagai Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK) semenjak 1912, terus

berbenah diri dalam peraturan perundang-undangan Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang baru merdeka. Sementara negara ini masih menyusun konsep tata

pemerintahan sebagai negara yang baru merdeka. Jabatan Wali Nagari yang baru

diserah terimakan dari Muchtar Hatta. Datang instruksi dari propinsi bahwa Belanda

ingin menjajah kembali. Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda telah melancarkan

Agresi Militer Belanda pertama. Sementara tugas Wali Nagari hanya baru

memberikan sosialisasi tentang arti kemerdekaan disamping menggerakkan

pembangunan. Hal ini sangat didukung masyarakat dengan bergotong-royong.

Masyarakat tidak keberatan membayar pajak/iyuran nagari dan sumbangan lannya.

Masyarakat sangat patuh kepada pemerintahan nagari karena mereka sudah

merasa memiliki nagari dengan bukti jalan-jalan terbangun seperti :

Pelebaran jalan setapak menjadi jalan kabupaten dari Kampung Pasir Nan

Panjang menuju Sungai Sirah

Pelebaran jalan Rawang

Pembangunan Kantor Wali Nagari di lapangan bola kaki sekarang

Pembangunan fasilitas umum, sekolah dan Mesjid juga memperbaiki pasar

nagari dengan membangun los pasar

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 133

Perjalanan pemerintahan beliau dilalui dengan sangat pahit, hidup mati tidak

jadi persoalan dimasa itu. Terjadinya kembali Agresi Milter Belanda II pada tahun

1949 membuat pemerintahan nagari di ganti dengan nama menjadi Wali Perang

untuk menghadapi penjajah. Pada masa itu tugas sebagai Wali Nagari sangat berat

dan melelahkan karena terus berpacu dengan kondisi perang terus tidak menentu.

Terjadinya pengungsian masyarakat demi keamanan mereka dan penyedian

makanan untuk tentara merupakan tanggung jawab yang beliau hadapi. Demi

mengusir penjajah dari tanah air bentrokan kecil sering kali terjadi, sehingga rasa

tidak aman menyelimuti setiap harinya.

Setelah kondisi negara mulai kondusif lagi dan aman. Tata pemerintahan

nagari kembali diusik dengan adanya keinginan untuk menghapus sistem

pemerintahan nagari yang kuno untuk dijadikan ke dalam sistem pemerintahan yang

lebih modern. Tata cara pemilihan pemerintahan nagari ditukar dengan sistem yang

modern sehingga menghilangkan budaya yang ada dan berkembang dalam tata

adat nagari. Keluarnya maklumat Presiden No. 20 tahun 1946 yang bertujuan untuk

mengembalikan wibawa Niniak Mamak dalam Kerapatan Adat Nagari yang telah

jauh tertinggal oleh pemerintah jajahan.

Dalam mencocokan sistem yang pas sesuai dengan kondisi dimasa itu maka

muncul Keputusan Presiden No. 50 / 6 P – 1950 tentang pengembangan beberapa

nagari atau disebut dengan pemekaran. Tujuan pemerintah adalah untuk

keseimbangan agar terkendali sehingga di ranah Minang ini tanpa disadari hukum

bernagari semakin tersisihkan dari sistemnya yang asli.

17 Agustus 1950, sebelum lahirnya negara Kesatuan Republik Indonesia

negara kita adalah berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Dengan terus

berkembangnya tata pemerintahan, semakin jelas keinginan masyarakat guna

meningkatkan sumber daya manusia. Pada tahun 1951 didirikanlah sekolah baru

guna untuk melahirkan guru-guru. Sekolah tersebut didirikan di Salido yang

bernama KPKPKB. Setelah itu di Painan dan Sungai Penuh dibangun sekolah guru

yang terkenal dengan SGB (Sekolah Guru B). Guna untuk menjadi guru di Sekolah

Rakyat (SR), murid-murid dari sekolah tersebut sudah menjadi guru di Nagari

Surantih. Seperti :

Abdul Azim Kaum Caniago Pasar Surantih

M. Jotos Kaum Kampai Pasar Surantih

Ali Amat Kaum Sikumbang Cimpu

Rafi’ah Kaum Kampai Pasar Surantih tamatan SGB

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 134

Ratna Wilis, Kaum Kampai Pasar Surantih tamatan SGB

Zakaria, Kaum Melayu Pasar Surantih

Sair, Kaum Sikumbang Koto Panjang

Marianis, Kaum Melayu Pasar Surantih

Usman Yakub, Kaum Sikumbang Pasar Surantih tamatan SGB.

Banyak dari murid-murid dari sekolah tersebut, untuk menjadi guru, mendidik,

berjuang untuk meningkatkan ilmu-ilmu anak nagari.

Di Nagari Surantih sistem pemerintahan terus bergulir dalam langkah

perubahan sebelum pemerintahan nagari yang baru dipilih melalui DPRS yang

melakukan sidang istimewa pada bulan Agustus 1952 untuk memilih Wali Nagari

yang baru. Dari sidang tersebut dihasilkan sebuah kesepakatan oleh DPRS Nagari

Surantih dengan mengangkat Mohammad Basir sebagai Wali Nagari yang baru.

Skema 4

Strukur Pemerintahan Nagari Masa 1947 – 1952

.

KN Wali Nagari Ketua DPRN

Juru Tulis Nagari (sekretaris)

Anggota DPRN

Dewan Harian

Administrasi

Dewan Harian Hubungan

Masyarakat

Dewan Harian

Pembangunan

Kepala Kampun

g

Kepala Dusun

Kepala Suku

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 135

C. Wali Nagari Muhammad Basir (1952 – 1961)

Gambar 14

Wali Nagari Surantih Masa jabatan 1952 – 1961

Beliau dilahirkan di Kampung Koto

Merapak (Koto Nan Tigo) dalam

Kaum Kampai Sawah laweh. Wali

Nagari Muhmmad Basir

menamatkan pendidikan di HIS.

Wali Nagari Surantih yang ketiga ini

hidup basumando ke Kaum Melayu

Kampung Pasar Surantih dan

dikarunia dua orang anak, yaitu :

Anak yang pertama Ir. Ardinal, PNS berdomisili di Padang, kedua Hj. Irlaini,

suami dari H. Japri Sair seorang putra daerah kaum Kampai Pasar Surantih yang

sukses berkarir sebagai TNI AD dan pengusaha yang berdomisili di Bandung.

Beliau banyak membantu pembangunan Nagari Surantih, dan pada saat ini telah

membuat Rumah Gadang Kaum Kampai di Pasar Surantih. Setelah istri beliau

meninggal, beliau basumando ke Kampung Timbulun anak dari Angku Palo Mahra

Bara’i putri keturunan Aceh, hidup dan menetap di Padang.

Dalam menjalankan roda pemerintahannya beliau mengangkat seorang

Sekretaris Nagari sebagai pelaksana tugas harian. Tugas ini dipercayakan kepada

Muhammad Nasir, lahir di Kampung Timbulun pada tahun 1921 dalam kekuasaan

Penghulu kaum Melayu Rajo Alam (Datuk Sati). Menamatkan pendidikan di HIS,

beliau hidup dan basumando ke Kaum Kampai Dusun Mansiang Kampung Koto

Panjang dalam kekuasaan Penghulu Rajo Bandaro

Pada saat itu ketua DPRN Nagari Surantih di jabat oleh Zainudin Yahya,

lahir di Pasar Surantih kaum Melayu. Beliau basumando ke Kaum Caniago Pasar

Surantih. Setelah Wali Nagari terpilih membentuk badan adat untuk membantu dan

menerapkan hukum adat di nagari. Lembaga ini disebut Kerapatan Nagari, pada

saat itu diangkatlah Abbas Dt. Rajo Basa.

Perjalanan pemerintahan yang beliau lalui sangat sulit, tanggung jawab yang

beliau jalani dengan ikhlas, lantaran beliau memahami kondisi nagari yang

sebenarnya. Apalagi kondisi perekonomian masyarakat banyak di bawah garis

kemiskinan, sementara pembangunan dari dana negara tidak dapat diharapkan.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 136

Hanya bermodalkan rasa dan semangat kebersamaan, masyarakat diajak untuk

sama-sama berbuat dan terlibat dalam pembangunan nagari.

Dalam menjalankan roda pemerintahan, beliau ikut juga merasakan

persoalan negara yang dilanda krisis yang menjurus kepada perang saudara.

Sehingga pemerintahan, mulai dari tingkat I, II dan yang terendah seperti di Nagari

Surantih terjadi kekosongan kekuasaan, kondisi kekuasaan saat itu dikendalikan

oleh tentara pusat atau tentara kota yang terkenal dengan peristiwa PRRI.

Kondisi Nagari Surantih pada masa pemerintahan beliau sudah mulai stabil

dan tenang. Masyarakat sudah mulai tenang dalam melaksanakan aktivitas sehari-

hari. Pelaksanaan pembangunan tidak diharapkan dari pemerintah pusat karena

masih melakukan penataan kembali sistem pemerintahan agar lebih terarah dengan

baik dan jelas sebagai sebuah negara yang berdaulat.

Dengan adanya peristiwa PRRI di masa pemerintahan beliau, situasi

pemerintahan nagari yang berubah patut kita tandai sebagai catatan sejarah nagari.

Pada masa pemerintahan beliau, para tokoh masyarakat nagari membentuk

kecamatan pertama sekaligus memberi nama Sutera (Surantih, Teratak dan Amping

Parak). Sutera sebagai kecamatan baru saat itu dijabat oleh Camat Rasilin Idris,

mulai dari tahun 1957 hingga berakhirnya perjuangan PRRI di Surantih dan kembali

bergabung dengan Kecamatan Batang Kapas.

Dalam masa pemerintahan beliau ini berlangsung untuk pertama kalinya

pemilu di Indonesia dalam Kabinet Burhanudin Harahap tanggal 29 September

1955. pesta demokrasi rakyat yang pertama ini berlangsung sukses dan aman.

Berdasarkan hasil pemilihan tersebut, terpilihlah Ir Soekarno sebagai Presiden

Republik Indonesia. Ditangan beliau perjalanan Kabupaten ini kembali mencatat

sejarah baru. Diketahui semenjak tahun 1912 Sungai Penuh berada dalam wilayah

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK). Berdasarkan UU tahun 1957 yang

berisikan tentang pembentukan Kabupaten Kerinci dengan pusat pemerintahan

Sungai Penuh. Undang-undang tersebut diperkuat lagi dengan Undang-undang

daerah No 19 / 1957 Sumatera Tengah dibagi dalam tiga wilayah Propinsi yaitu :

Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Setelah itu menyusul lagi UU No 21 / 1957 yang

tercatat dalam lembaran Negara Republik Indonesia No 108 tahun 1958 yang

membagi PSK menjadi dua wilayah Kabupaten :

a. Kabupaten Pesisir Selatan dengan pusat pemerintahan Painan.

b. Kabupaten Kerinci dengan pusat pemerintahan Sungai Penuh.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 137

Disamping kondisi yang tidak mengizinkan, namun pembangunan masih tetap

berjalan dengan baik. Hasil dari karya beliau itu dapat dilihat dengan pembukaan

jalan baru yang sampai sekarang dapat dirasakan manfaatnya bersama, seperti :

Jalan tani Koto Baru, panjang 800 M menuju Gunung Giriak

Jalan Padang Limau Mani, panjang 1000 M menuju Bukit Panjang

Jalan Timbulun ke Gunung Malelo, sebelum PRRI meletus jembatan

gantung tersebut sudah dapat dilalui.

Jalan Sianok ke Amping Parak, dibangun ketika Camat Sutera telah

terbentuk yaitu, Rasilin Idris, Kerapatan Adat Abbas Dt. Rajo Basa dan

Kepala Kampung Koto Nan Tigo Zainudin Kesah di tahun 1957.

Selain itu banyak karya beliau yang manfaatnya masih bisa dirasakan hingga

sekarang, seperti sarana pendidikan, Mesjid dan Surau, juga jalan-jalan setapak,

sarana dan prasarana lainnya.

Ketika situasi politik negara kembali memanas, pemerintahan mengungsi ke

hutan. Hal ini disebabkan APRI mengambil alih jalannya pemerintahan termasuk di

Nagari Surantih. Pembentukan pemerintahan baru terjadi sehingga di Nagari

Surantih terdapat dua Wali Nagari. :

a. Wali Nagari yang terpilih tahun 1952, Muhammad Basir. Beliau

mengendalikan pemerintahan dibawah pemerintahan PRRI. Camat Sutera

secara bergerilya semenjak tahun 1959 karena APRI telah menduduki

Painan. Guna untuk mengendalikan masyarakat bawah, meskipun secara

administrasi beliau tidak menjabat lagi, tapi masyarakat masih

menganggap sebagai Wali Nagari.

b. Wali Nagari yang ditunjuk oleh Pemerintahan Pusat (APRI), ditunjuk di

Painan tahun 1959 atas nama Abdul Kadir. Beliau mengendalikan

pemerintahan bersama APRI yang berkedudukan di Painan dalam

menjalankan roda pemerintahan dan kepentingan administrasi bagi

masyarakat yang mengungsi di Painan. Setelah tahun 1961 situasi

kembali aman, tapi beliau baru kembali ke Surantih bersama APRI dan

bertugas di Surantih. Wali Nagari Muhammad Basir menyerahkan jabatan

Wali Nagari kepada Abdul Kadir setelah konflik PRRI dan APRI selesai.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 138

Dalam perjalanan pemerintahan nagari ditandai lahirnya peraturan MPRS No

1 tahun 1960 dan No. II tahun 1960 yang berisikan :

No I tahun 1960. menyesuaikan haluan negara dalam konteks Undang-

undang nasional yang disesuaikan dengan roh dan jiwa masyarakat lokal

secara umum di Indonesia.

No II tahun 1960, penetapan dalam suatu pemerintahan negara yang

sangat berlainan dengan sistem dahulunya.

Isi dari TAP MPRS tersebut :

Semua warga negara berhak memilih dan dipilih

Semua penduduk berhak mengantikan fungsi warga negara

Pemerintahan nagari diatur dengan Undang-undang

Keluarnya TAP MPRS tersebut belum dapat dijalankan dengan baik lantaran

situasi tidak mengizinkan, akibat terjadinya kemelut politik nasional semakin

memanas dan terus berlanjut dengan peristiwa PKI.

D. Wali Nagari Abdul Kadir (1959 – 1964)

Gambar 15

Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 1959 - 1964

Nagari Surantih dibawah

kepemimpinan bapak Abdul Kadir

yang lahir di Kampung Timbulun

dalam Kaum Caniago dengan

Penghulu kaum Dt Jo Lelo. Beliau

menamatkan pendidikan di

Gubernemen di Painan. Beliau

hidup basumando ke Kaum Caniago

Kampung Pasar Surantih.

Dalam pemerintahannya, untuk menjalankan tugas harian. Beliau

mengangkat seorang Sekretaris Nagari yang dijabat oleh A. Rasid. A. Rasid lahir di

Timbulun dalam Kaum Caniago hidup basumando ke Kaum Sikumbang Dusun

Mansiang Kampung Koto Panjang. Jabatan Ketua DPRN waktu itu dijabat oleh

Abas Dt. Rajo Basa sedangkan kedudukan sebagai ketua Kerapatan Nagari

dipangku oleh Salim Dt. Rajo Indo Kampung Koto Panjang Banda dalam.

Perjalanan pemerintahan nagari dibawah kepemimpinan Abdul Kadir dilalui

sangat getir dengan situasi tidak menguntungkan. Gerakan politik yang beraneka

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 139

ragam dengan peristiwa yang terjadi dalam sejarah kehidupan Republik ini dalam

menuju satu tujuan dan haluan negara dengan konteks negara kesatuan.

Terkendalinya pemerintahan oleh elit politik sehingga berjalan sukses dan

lancar. Sistem yang diterapkan mengarah pada tindakan pemaksaan, untuk

mengendalikan jajaran pemerintahan dari atas ke bawah. Begitu juga tentara-

tentara yang berada di Painan seakan-akan mendukung kekejian tersebut.

Kondisi nagari setelah berakhirnya perang saudara PRRI mulai membaik.

Kegiatan pembangunan nagari berjalan lancar, dengan keterbatasan dana

pemerintah pusat dan swadaya masyarakat untuk bergotong royong. Beliau berhasil

melaksanakan pembangunan yang hingga sekarang masih bisa dinikmati.

Pembuatan lapangan bola kaki tahun 1962, lahannya berasal dari

pembebasan tanah milik Cina menjadi tanah milik nagari. Lapangan ini diberi

nama Gadih Basanai.

Memperluas jalan setapak menjadi jalan kampung, yaitu jalan baru pasar

Surantih ke Cimpu

Memperluas jalan setapak menjadi jalan kampung yaitu jalan Samudera

Pasar Surantih, begitu juga jalan Samudera Sungai Sirah

Memperluas jalan setapak Rawang Lan Panjang

Pembangunan irigasi fasilitas umum mesjid dan sekolah.

Banyak yang telah beliau laksanakan dengan maksud untuk kesejahteraan

masyarakat nagari, agar dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan lepas dari

belenggu kemiskinan.

Ditahun 1964, puncak kemelut politik negara makin memanas dengan

peristiwa Nasakom. Pemerintahan Kabupaten Pesisir Selatan mengalami

kevakuman. Hal ini ditandai dengan ditarik dan digantinya Bupati Pesisir Selatan

Boer Yusuf diganti dengan Hasrul Dt. Rangkayo Basa ditunjuk sebagai pejabat

baru. Sedangkan di Nagari Surantih ditunjuk Munir Razak Dt. Rajo Indo guna

mengisi kekosongan pemerintahan nagari dan menyusul nagari-nagari lain di

Kabupaten Pesisir Selatan.

Sehingga pada tahun 1965 resmilah pemerintahan nagari dijabat oleh pejabat

sementara Munir Razak Dt Rajo Indo dan disepakati oleh unsur Lembaga Nagari

Surantih.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 140

E. Wali Nagari Munir Razak (1964 – 1968)

Gambar 16

Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 1964 - 1968

Wali Nagari Munir Razak Dt. Rajo

Indo mengantikan Wali Nagari Abdul

Kadir. Beliau dilahirkan di Dusun Banda

Dalam Kampung Koto Panjang dalam

Kaum Sikumbang Penghulu Dt. Rajo

Indo. Sumando Kaum Caniago ini

menjalani jenjang pendidikannya hingga

menamatkan pendidikan Gubernamen.

Dalam memimpin roda pemerintahan nagari, beliau mengangkat seorang

Sekrestaris Nagari yang membatu tugas harian dalam pemerintahan yang

dipercayakan pada Bicam dilahirkan di Kampung Pasar Surantih dari Kaum

Sikumbang. Beliau hidup basumando ke Kaum Kampai Banda Dalam, Kampung

Koto Panjang dan menamatkan pendidikan di sekolah rakyat.

Masa pemerintahan Munir Razak dan Bicam yang dijabat bersifat

sementara dalam menjalankan tugas nagari. Hal ini terjadi karena wali nagari yang

terdahulu mengundurkan diri dari jabatan dan beliau diangkat oleh pemerintah pusat

melalui pasukan APRI yang ada di kabupaten Pesisir Selatan.

Dalam kondisi negara yang masih mencekam dengan kondisi politik yang

tidak menentu membuat Wali Nagari serba salah dalam mengambil tindakan.

Apalagi ditangan beliau dilaksanakan pendataan orang-orang yang terlibat dalam

peritiwa G 30 S. PKI. Pada masa ini diberlakukan wajib lapor dan pemberantasan

anggota gerombolan tersebut. Kondisi pembangunan nagari pada saat itu sangat

tergantung pada masyarakat, yaitu dari sumbangan yang harus diberikan

masyarakat setiap minggunya dan harus melaksanakan gotong-royong masal.

Pembangunan dari pemerintah pusat tidak dapat diharapkan. Beberapa orang tokoh

masyarakat berpikir bagaimana menciptakan ketenangan bagi masyarakat agar

tidak terpanggil karena situasi waktu itu sangat kritis dan tidak menentu bagi

masyarakat, karena khawatir dan takut mereka dilaporkan terlibat dan dibunuh, Wali

Nagari merupakan tulang punggung masyarakat untuk berlindung, sedangkan

pembangunan nagari masih tetap beliau pikirkan, termasuk pendirian beberapa

sekolah dan perbaikan saluran irigasi sebagai sarana perekonomian masyarakat.

Sebagai pejabat sementara Wali Nagari Surantih bertugas untuk

melaksanakan penerapan konsep peraturan MPRS No. 1 dan No. 2 tahun 1960

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 141

telah mulai berangsur dijalankan dengan baik mengingat kondisi dan situasi maka di

tahun 1968 peraturan tersebut dapat diterapkan sehingga pemilihan Wali Nagari

Surantih yang pertama telah terwujud dengan baik dibawah tugas DPRN dan dipilih

langsung oleh masyarakat. Dari masukan aspirasi masyarakat melalui unsur-unsur

yang ada, maka DPRN menetapkan dua orang calon Wali Nagari Surantih periode

tahun 1968 sampai 1974 masa jabatan selama 6 tahun. Para calon yang maju

dalam pemilihan tersebut adalah :

a. Munir Razak Dt. Rajo Indo (utusan Niniak Mamak)

b. Zainuddin Kesah (utusan Cadiak Pandai)

Proses pemilihan diatur berdasarkan keputusan pemerintah daerah

Kabupaten Pesisir Selatan yang didasarkan pada Tap MPRS tahun 1960 tentang

pemilihan langsung oleh masyarakat sehingga ditahun 1968 ini untuk pertama kali

pemerintahan terendah dipilih oleh masyarakat secara langsung. Dari hasil

pemilihan tersebut dimenangkan oleh Zainuddin Kesah. Maka pada tahun itu juga

pemerintahan Nagari Surantih diserah terimakan dari pejabat lama Munir Razak

kepada Zainuddin Kesah.

F. Wali Nagari Zainuddin Kesah (1968 – 1981)

Gambar 17

Wali Nagari Surantih Masa Jabatan 1968 - 1981

Wali Nagari Zainuddin Kesah

dilahirkan di Kampung Koto Merapak

tahun 1928, dalam Kaum Melayu

Penghulu Dt. Sati. Beliau menamatkan

pendidikan Tsanawiyah Muhammadiyah

di Kambang (1946), hidup basumando ke

Kaum Caniago Berok dalam gelar sako

Rajo Johan di Kampung Koto Panjang.

Pada pemerintahan beliau, kehidupan masyarakat Nagari Surantih rata-rata

masih hidup dibawah garis kemiskinan, masyarakat masih juga tetap hidup dalam

ketakutan, karena peristiwa PKI belum reda. Oleh karena itu beliau melahirkan

suatu ketegasan bahwa masyarakat Surantih tidak ada lagi terlibat, sehingga

berangsur kondisi nagari mulai tenang. Sedangkan kegiatan pembangunan belum

ada yang terlaksana, jalan-jalan belum ada yang beraspal, pendidikan belum begitu

maju hanya terdiri dari beberapa sekolah dasar.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 142

Pemerintahan Nagari Surantih dibawah

kepemimpinan Wali Nagari Zainuddin Kesah dibantu

seorang Sekretaris Nagari untuk membantu

menjalankan roda pemerintahan Nagari Surantih

yaitu, Muhammad Nazir. Muhammad Nazir dilahirkan

di Kampung Timbulun dalam Kaum Melayu yang

dipenghului oleh Datuk Sati. Beliau manamatkan

pendidikan Islamiah, dan hidup basumando ke kaum

Kampai Dusun Mansiang dengan Penghulu kepala

Datuk Rajo Bandaro di Kampung Koto Panjang.

Muhammad Nazir49

mengabdikan hidupnya kepada

Nagari Surantih semenjak menamatkan pendidikan

Gambar 18

Muhammad Nazir (Sekretaris Nagari Pemerintahan

Zainuddin Kesah)

di sekolah Islamiah Kambang. Setelah kemerdekaan beliau telah ikut membantu

kegiatan pemerintahan nagari di masa pemerintahan Wali Nagari Muhammad

Basir (1952 – 1961) dipercaya untuk menjadi Sekretaris Nagari hingga pada masa

pemerintahan Zainudin Kesah masih dipercaya sebagai Sekretaris Nagari.

Jabatan ketua DPRN dijabat oleh Abbas Datuk Rajo Basa sedangkan

jabatan wakil ketua DPRN dipercayakan pada tiga orang, yaitu :

1. Kht. Hasan Basri (utusan Alim Ulama)

2. Ahmad Kosasih (utusan Cadiak Pandai)

3. Salim Dt Rajo Indo (Niniak Mamak).

Ketua Kerapatan Nagari (KN) Nagari Surantih dijabat oleh Salim Dt. Rajo

Indo dari Kaum Sikumbang Banda Dalam, hidup basumando ke Kaum Melayu

Pasar Surantih. Setelah terbentuknya LKAAM tahun 1970di Kabupaten Pesisir

Selatan. Dilakukan perbaikan struktur organisasi Niniak Mamak dengan mendirikan

Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dalam pembentukan kepengurusan KAN terpilihlah

Abbas Dt. Rajo Basa sebagai ketua KAN yang pertama di Nagari Surantih.

Perjalanan pemerintahan nagari dibawah kepemimpinan Zainuddin Kesah

dan Muhammad Nazir, dibantu oleh lembaga nagari seperti DPRN dan KAN. Beliau

juga menyusun perangkat nagari dan Kepala Kampung sebagai perpanjangan

tangan pemerintahan nagari. Selama pemerintahan beliau banyak terjadi perubahan

dan prestasi yang diraih. Perjalanan panjang pemerintahan nagari telah berlalu,

bermacam persoalan dan perubahan. Pembangunan maju dengan pesat, jalan-jalan

49

Muhammad Nazir adalah dari Kali Dusu yang merupakan juru tulis Angku Palo Marah Bara’i.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 143

mulai diperbaiki dengan kerja sama dan kebersamaan yang tercipta bersama

masyarakat. Kehidupan masyarakat yang aman dan damai sangat membantu

terlaksananya program pembangunan. Masyarakat dengan semangat yang tinggi

membantu pembangunan dengan ikut serta bergotong royong. Kegiatan gotong-

royong rutin menjadi agenda rutin dalam pelaksanaan program pembangunan

pemerintahan nagari. Dampaknya pembangunan berjalan dengan pesat,

perekonomian masyarakat mulai membaik. Kemajuan ini juga ditandai dengan

perobahan alat tangkap ikan masyarakat dari colok ke bagan mesin, sejak tahun

1970. Keadaan ini tetap dipertahankan sampai masa jabatan beliau berakhir. Di

tahun 1974, kembali dilaksanakan pemilihan, mulai dari pencalonan dilakukan

masyarakat sampai tahapan seleksi oleh DPRN Nagari Surantih. Dilangsungkannya

pemilihan langsung oleh masyarakat nagari, hasilnya ditetapkan dua orang calon

Wali Nagari, yaitu :

1. Zainuddin Kesah, dicalonkan oleh unsur masyarakat dan Niniak Mamak

2. Ahmad Kosasih, dicalonkan atas aspirasi unsur cadik pandai. Beliau dari

Kaum melayu Pasar Surantih dan hidup basumando ke Kaum Melayu

Dusun Samudera Kampung Pasar Surantih

Berdasarkan hasil pemilhan yang dilakukan, masyarakat Nagari Surantih

kembali memilih Zainuddin Kesah sebagai Wali Nagari Surantih masa jabatan tahun

1974 hingga 1982. Berkat konsep pembangunan yang jelas dan masyarakat

merasa terlindungi dalam masa pemerintahan beliau sebelumnya, merupakan dasar

yang kuat bagi masyarakat untuk memilih beliau dan dipercaya memimpin Nagari

Surantih untuk kedua kalinya, Kondisi pemerintahan dalam masa pemerintahan

Zainuddin Kesah yang kedua tidak jauh berbeda dengan pemerintahannya yang

terdahulu. Perobahan hanya terjadi pada pergantian kepala kampung.

Tabel 3

Kepala Kampung Masa Pemerintahan Wali Nagari Zainuddin Kesah Periode 1968 – 1974 dan 1974 - 1982

No Nama Kampung

Tahun 1968 - 1974

Kaum Tahun 1974 - 1982

Kaum

1 Sungai Sirah M. Arus Kampai M. Arus Kampai

2 Pasar Surantih Bustami Sikumbang Nuralis Ahmad Sikumbang

3 Pasir N. Panjang Abdul Malik Caniago Minsir Melayu

4 Timbulun Buanar Kampai Abu Nawas Kampai

5 Rawang Kali Usu Jambak B. Dt. R. Malenggang Sikumbang

6 Gunung Malelo Bilal Nawar Kampai Bilal Nawal Kampai

7 Koto Panjang Kht. Jinir Sikumbang Kht. Jinir Sikumbang

8 Koto Merapak Surah Sikumbang Surah Sikumbang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 144

9 Kayu Gadang Labung Caniago Karanis Melayu

10 Ampalu Janir Sikumbang Kht. Kamaris Caniago

11 Kayu Aro Abdul Muis Kampai Abdul Muis Kampai

12 Batu Bala Bandaro Enek Kampai Kht. Rasid Kampai

13 Langgai Pengulu Jambek Jambak Jamil Caniago

Sebelum menjabat Wali Nagari Surantih, diusia yang sudah menginjak 40

tahun. Pengalaman kepemimpinan beliau sudah terasah semenjak Indonesia

merdeka, setelah menamatkan pendidikan Tsanawiyah Muhammadiyah di

Kambang (1946). Hal ini terbentuk seiring perjalanan panjang nagari yang

mengalami aneka ragam peristiwa, sesuai dengan perkembangan situasi politik

negara yang berkembang saat itu. Apalagi kondisi kehidupan masyarakat yang

masih jauh tertinggal. Umumnya generasi muda nagari berbaur dengan tokoh

masyarakat nagari untuk menambah pengalaman yang bisa dijadikan bekal

menghadapi tantangan kehidupan. Menginggat situasi nagari yang sedang

menghadapi perang saudara masa pergolakan PRRI. Semuanya ikut aktif

membantu kegiatan-kegiatan tersebut.

Sebelum menjabat Wali Nagari, beliau dipercaya untuk memimpin Kampung

Koto Nan Tigo (Koto Panjang, Koto Merapak, Kayu Gadang) yang saat itu

tergabung dalam satu kampung masa pemerintahan Wali Nagari Muhammad Basir.

Pengalaman pemerintahan beliau terus bertambah bersama Wali Nagari. Hubungan

antar masyarakat terus dijalin dengan baik, itu terbukti dengan suksesnya hubungan

antara masyarakat dengan pemerintah nagari yang ditandai terbangunnya jalan

baru Sianok tembus hingga ke Nagari Amping Parak. Saat itu Wali Nagari adalah

Muhammad Basir dan Camat adalah Rasilin Idris sebagai perwakilan kecamatan

berbentuk Sutera. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut di atas beliau

dipercaya masyarakat untuk memimpin nagari untuk jadi Wali Nagari Surantih

melalui pemilihan oleh masyarakat secara langsung.

Kepemimpinan Wali Nagari Zainuddin Kesah dengan masa jabatan selama

dua periode (13 tahun). Dalam waktu yang cukup lama memimpin nagari, dilalui

beliau dengan sangat baik. Nagari Surantih berhasil dibawa sebagai nagari

pertanian penghasil beras terbesar di Kabupaten Pesisir Selatan ini. Berbagai

pengalaman telah dapat, baik dalam teknis pemerintahan dan kemasyarakatan,

sehingga dalam kepemimpinan beliau terukir prestasi yang sangat menonjol dan

tercatat sebagai Wali Nagari berprestasi.

Persoalan politik nagari beliau ikuti dalam naungan Partai Golongan Karya.

Setelah berhenti menjadi Wali Nagari beliau terpilih menjadi anggota DPRD

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 145

Kabupaten Pesisir Selatan sebagai utusan masyarakat Nagari Surantih.

Pengabdian beliau terhadap nagari dilanjutkan dengan ikut berperan serta dalam

membangun Kabupaten Pesisir Selatan melalui Lembaga Legislatif tersebut.

Dengan keberanian yang beliau miliki dan kharisma sebagai seorang

pemimpin. Maka dapat dilihat karya-karya beliau yang sangat bermanfaat bagi

masyarakat sampai sekarang ini, seperti :

1. Juara I Nagari Berprestasi Tingkat Kabupaten Pesisir Selatan dan Juara

II Nagari Berperstasi Tingkat Propinsi Sumatera Barat tahun 1974.

2. Pembangunan Irigasi Batang Surantih dan jalan bendungan untuk

menghubungkan Kayu Gadang - Ampalu sepanjang 2000 M.

a. Pembangunan jaringan PLN tenaga diesel sebanyak 2 unit,

pembangunan PLTD ini merupakan yang pertama di Kabupaten

Pesisir Selatan sebagai hadiah Nagari berprestasi tingkat Propinsi

pada tahun 1974.

b. Pembangunan Kantor Wali Nagari Surantih dengan bentuk bangunan

bagonjong pada tahun 1976-1977

c. Pembangunan Puskesmas Surantih

d. Pembangunan SMP Standar Nagari Surantih (SLTP I) Sutera tahun

1983

e. Pembangunan SD Inpres Cimpu, Koto Baru, Timbulun, Rawang dan

Koto Merapak

f. Pembangunan jalan desa dan pengerasan juga pengaspalan

pertama di Nagari Surantih.

3. Pembangunan Los Pasar Nagari Surantih untuk tukang cukur, los ikan

dan kelontong (sudah dipugar). Toko pasar nagari sebanyak 17 petak

tahun 1972/74.

6.2.3. Menuju Pemerintahan Desa.

Pada tahun 1982 pemerintahan pusat mencoba mewujudkan suatu

pembaharuan sistem administrasi pemerintahan. Beragam pendapat dan pikiran

lahir dari para negarawan, sehingga timbul suatu tekanan dari pemerintah pusat

pada daerah Minangkabau dan lainnya.

Keberadaan nagari sebenarnya sudah ada jauh sebelum Republik ini

memproklamasikan kemerdekaanya, bahkan di masa yang lalu Ranah Minang telah

berbentuk daerah yang memiliki sistem pemerintahan yang terorganisasi dibawah

kepemimpinan Penghulu. Dalam perkembangannya semasa pemerintahan Kolonial

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 146

Belanda, sistem yang diterapkan tidak merubah nagari-nagari yang telah memiliki

budaya dan adat yang telah diperkuat dengan hukum-hukum agama Islam.

Sehingga budaya tersebut menjadi landasan pedoman hidup masyarakat

Minangkabau.

Bila disimak perjalanan sistem banagari memang sering terusik

keberadaanya. Dari sistem yang ada berubah menjadi sistem yang baru dalam

tatanan pemerintahan yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial. Tanpa disadari

perubahan demi perubahan yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda

membawa dampak yang sangat buruk. Masyarakat nagari tidak dapat lagi

merasakan perlindungan dari pimpinan nagari.

Setelah Indonesia merdeka, Soekarno dan Muhammad Hatta sebagai

Presiden dan Wakil Presiden pertama mencoba menerapkan sistem pemerintahan

nagari meskipun teknis pelaksanaannya beberapa kali mengalami perubahan

namun nama pemerintahan tetap bernama nagari dengan sistem penerapan

budaya lokal.

Setelah orde baru berkuasa melalui pemerintahan Presiden Soeharto,

kembali sistem pemerintahan nagari diutak atik melalui kebijakan pemerintah pusat

pada akhir perode tahun 1970an. Yaitu keluarnya peraturan pemerintah tentang

struktur pemerintahan terendah. Dampaknya pemerintah daerah tingkat I Propinsi

Sumatera Barat harus menerima dan menjalankan peraturan tersebut. Pemerintah

daerah mencari cara agar masyarakat, tokoh masyarakat dan para Penghulu-

penghulu, agar dapat mewujudkan sistem pemerintahan terendah nagari diganti

dengan sistem Pemerintahan Desa.

Dengan lahirnya Undang-undang No 5 tahun 1979 tentang susunan

pemerintahan terendah, di mana jorong/kampung dijadikan desa dalam wilayah

Negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Undang-

undang tersebut diperkuat oleh keputusan Gubernur Sumatera Barat yang saat itu

dijabat Ir. Harun Zein. Pemerintah daerah tingkat I Sumatera Barat melaksanakan

musyawarah besar dengan mengundang para Penghulu-penghulu. Berdasarkan

musyawarah tersebut, dengan mengingat dan menimbang perjalanan ke depan,

dalam diskusi tersebut akhirnya menerima sistem pemerintahan desa.

Berdasarkan hasil musyawarah tersebut, sistem pemerintahan di wilayah

Propinsi Sumatera Barat berubah menjadi pemerintahan desa. Hal ini ditandai

dengan terjadinya pemekaran nagari, kampung-kampung dijadikan satu desa yang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 147

dipimpin oleh seorang kepala desa. Sehingga Nagari Surantih yang dahulunya

diperintah oleh seorang Wali Nagari diganti 13 orang Kepala Desa.

Tahun 1982, dijadikan sebagai tahun pencanangan pemerintah daerah

untuk membentuk pemerintah desa. Wilayah Nagari Surantih dipecah menjadi 13

desa yang diusulkan lengkap dengan nama-nama desanya berdasarkan nama

kampung yang ada. Nagari Surantih yang masih dipimpin oleh Zainuddin Kesah

membentuk pejabat sementara kepala desa. Maka melalui surat keputusan Wali

Nagari, ditetapkan kepala kampung menjadi pejabat sementara kepala desa. Untuk

membentuk kepanitian dan calon kepala desa bersama Wali Nagari, calon tersebut

dipilih masyarakat desa melalui kotak suara didesa masing-masing.

Tanggal 1 Agustus 1983 di Nagari Surantih dilakukan pemilihan kepala desa

defenitif. Langkah awal dilaksanakan oleh Kampung Pasar Surantih setelah itu

disusul oleh kampung lainnya di Nagari Surantih. Hingga akhir tahun 1983,

pelaksanaan pemilihan kepala desa telah selesai. Sehingga kampung-kampung di

Nagari Surantih telah berubah menjadi desa. Hal ini sekaligus sebagai tanda

berakhirnya pemerintahan Nagari Surantih yang dipimpin Zainuddin Kesah.

Perjalanan pemerintahan desa semenjak tahun 1984 hingga tahun 1990

berjalan dengan baik, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah

daerah dengan memberi wewenang Niniak Mamak dalam pengelolaan Pasar

Nagari dan ulayat nagari.

Sementara pemerintah desa menjalankan pemerintahan desa bersama

lembaga desa yang berbentuk Lembaga Masyarkat Desa (LMD) sebagai Lembaga

Legislatif yang diketuai oleh kepala desa. Begitu juga dengan lembaga yang disebut

dengan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), membantu kepala desa

dalam membangun desa, membuat perencanaan kemasyarakatan. Lembaga ini

masih dikendalikan oleh kepala desa sebagai ketua umum.

Dari analisa sistem tersebut memiliki kekuatan tersendiri bagi kepala desa

untuk berbuat, membangun dan merencanakan sistem yang diinginkan. Pemerintah

desa sebagai pemerintahan terendah sangat bertalian erat dengan pemerintahan

kecamatan yang dikendalikan oleh camat, sehingga nilai-nilai dan konsep bernagari

tidak berwujud lagi. Hal ini disebabkan oleh munculnya lembaga-lembaga seperti

LKMD dan LMD yang dikendalikan oleh kepala desa. Apalagi lembaga desa

tersebut tidak memiliki neraca anggaran sendiri, hanya menunggu kebijakan kepala

desa. Dengan berjalannya sistem tersebut, pengabdian seorang kepala desa

terhadap nagarinya sangat sulit untuk mewujudkan konsep kehidupan bernagari.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 148

Budaya bergotong-royong berangsur-angsur menghilang di tengah kehidupan

masyarakat. Dampaknya bisa dirasakan terhadap program pembangunan yang

berjalan sangat lamban karena sangat bergantung pada pemerintah daerah dan

pusat.

Ketokohan seorang kepala desa merupakan kebanggaan masyarakat desa

yang dapat diandalkan sebagai putra desa yang punya kelebihan yang luar biasa

sehingga ia dipilih dan dipercaya untuk memimpin desanya. Namun gerak langkah

yang tertahan dengan sistem yang ada sehingga tidak dapat berbuat banyak dalam

pengabdian sebagai anak desa

Dalam pemerintahan desa, masyarakat nagari mulai kehilangan jati diri

sebagai anak nagari yang berbudaya. Dahulu mereka bangga dipanggil sebagai

anak Nagari Surantih, sekarang orang memanggilnya sebagai anak desa. Rasa

terkotak-kotak mulai muncul dalam perilaku dan tindakan dari masyarakat dalam

kehidupan mereka sehari-hari. Generasi muda mulai bangga dengan masing-

masing desanya, dia tidak ingat lagi bahwa desa-desa mereka dahulunya satu

nagari, yaitu Surantih.

Dalam sistem pemerintahan desa masyarakat dimanjakan oleh pemerintah,

budaya gotong-royong tidak diutamakan lagi. Dampaknya pemerintah desa berjalan

sendiri tanpa banyak mendapatkan bantuan dari masyarakat. Tidak terasa sistem

yang diterapkan oleh Pemerintah Orde Baru yang pada dasarnya ingin mewujudkan

sistem pemerintahan dengan satu komando (terpusat). Sehingga diharapkan

munculnya satu pemerintahan yang seragam dalam budaya nasional. Secara tidak

langsung sistem ini ingin mewujudkan budaya nasional yang dapat mendikte dan

mengurangi budaya lokal.

Itu pula sebabnya secara perlahan-lahan terjadi perubahan struktur sosial

budaya masyarakat di Minangkabau yang diambil oleh Pemerintah Pusat, seperti :

1. Hilangnya budaya tanah ulayat

2. Timbulnya program sertifikasi, dahulunya tanah ulyat nagari sekarang

dipecah menjadi tanah perseorangan

3. Sehingga dari hal di atas nilai suatu kaum (pegangan Penghulu) semakin

berkurang dimata pemilik hak.

Untuk mewujudkan hal tersebut pengelolaan kekayaan nagari sebagian

diserahkan kepada Niniak Mamak yang disebut di nagari dengan KAN (Kerapatan

Adat Nagari), seperti : Pasar Nagari dan tanah ulayat nagari. Sehingga Niniak

Mamak dikala itu puas dan merasa dihargai sebagai pemilik nagari. Tak tik politik

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 149

dari Pemerintah Orde Baru sebagai upaya mensukseskan sistem sertifikasi dalam

Undang-undang Agraria. Secara perlahan-lahan program Pemerintah Orde Baru

dapat terwujud dengan tujuan menciptakan budaya nasional dalam kerangka

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berikut ini merupakan pejabat kepala desa di Nagari Surantih periode 1983

– 1990 dan periode 1990 – 1994 yang dipilih langsung oleh masyarakat

Tabel 4

PEJABAT KEPALA DESA DI NAGARI SURANTIH PERIODE 1983 – 1990 DAN 1990 - 1994

No Desa Periode 1983 - 1990 Periode 1990 - 1994

Nama Kepala Desa Periode 1990-1994

Nama Kades Kaum Desa

Nama Kades Kaum Desa

1 Pasar Surantih Marjati Razak Kampai Marjati Razak Kampai

2 Sungai Sirah Bustanudin Sikumbang Bahsri Hasan Caniago

3 Pasir Nan Panjang Marlis Rajo

Intan

Sikumbang Marlis Rj.

Intan

Sikumbang

4 Timbulun Busril Sikumbang Busril Sikumbang

5 Rawang Abu Syair/Kht. Syamsi

Caniago /Jambak

Rustam Caniago

6 Gunung Malelo Sharial Kampai Jamalus Kampai

7 Koto Panjang Zulbaidi Sikumbang Zulbaidi Sikumbang

8 Koto Merapak Azwil Caniago Azwil Caniago

9 Kayu Gadang Abu Samar Melayu Kharanis Melayu

10 Ampalu Kht. Kamaris Kampai Yusdi Sikumbang

11 Kayu Aro Rusli Sikumbang

Rusli

Sikumbang

12 Batu Bala Kht. Rasid Kampai Kht. Rasid Kampai

13 Langgai Mak Durus Sikumbang Mak Durus Sikumbang

Pemerintahan desa tahun 1990 kembali melaksanakan pemilihan kepala desa

yang baru. Masa jabatan kepala desa selama 7 tahun telah berakhir, maka

masyarakat kembali mencalonkan orang-orang desa yang terbaik dan punya

kemampuan. Wajah-wajah baru bermunculan pada pemilihan pimpinan desa-desa

di Nagari Surantih. Walaupun masih banyak wajah-wajah lama yang masih

dipercaya oleh masyarakat desa.

Pemerintahan desa yang telah berjalan selama dua periode, dalam kurun

waktu tersebut kembali terjadi perubahan sistem administrasi desa berdasarkan

peraturan daerah Kabupaten Pesisir Selatan yang dilandasi pada Keputusan

Gubernur Daerah Tingkat I Sumatera Barat untuk mengurangi jumlah desa di

Sumatera Barat. Tujuan dari keputusan ini adalah untuk meratakan pembangunan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 150

di desa agar lebih terarah dan punya daya guna tinggi untuk kepentingan

masyarakat desa.

Desa-desa di Sumatera Barat dan di Nagari Surantih khususnya digabung

berdasarkan jumlah penduduk dan status kultur desa masing-masing, sehingga di

Nagari Surantih di jadikan 7 desa. Tahun 1994 pengurangan beberapa desa

dilaksanakan di Nagari Surantih. Dalam pemilihan kepala desa di desa masing-

masing, pada pemilihan tersebut juga dilaksanakan pemilihan nama desa yang

digabung berdasarkan kesepakatan masyarakat. Nama-nama desa di Nagari

Surantih setelah dilakukannya pengabungan desa antara lain adalah :

1. Desa Gunung Rajo, desa ini merupakan gabungan dari Desa Pasar

Surantih dengan Desa Sungai Sirah. Kepala desa yang terpilih adalah

Marjati Razak.

2. Desa Aur Duri, desa ini merupakan gabungan dari Desa Pasir Nan

Panjang dengan Desa Timbulun. Kepala desa yang terpilih adalah Marlis

Rajo Intan

3. Desa Koto Nan Tigo, desa ini merupakan gabungan dari tiga desa, yaitu :

Desa Koto Panjang, Koto Merapak dan Kayu Gadang. Kepala desa yang

dipilih oleh masyarakat adalah Azwil Sura.

4. Desa Rawang Gunung Malelo, desa ini adalah gabungan dari dua desa

yaitu : Desa Rawang dengan Desa Gunung Malelo. Kepala desa yang

dipercayai masyarakat sebagai kepala desa adalah Rustam.

5. Desa Ampalu merupakan salah satu desa yang tidak mengalami

pengabungan desa-desa di Nagari Surantih. Hal ini disebabkan faktor

alam yang tidak memungkinkan desa ini dilebur dengan desa lain yang

berdekatan. Kepala desa yang dipilih masyarakat adalah Kht. Kamaris.

6. Desa Kayu Aro Batu Bala, merupakan desa gabungan dari desa Kayu Aro

dan Batu Bala. Kepala desa yang dipilih adalah Kht. Rasid

7. Desa Langgai merupakan desa kedua yang tidak mengalami

pengabungan, sama halnya dengan Ampalu, faktor kondisi geografis

menjadikan desa ini berdiri sendiri. Kepala desa yang dipilih adalah Ali

Umar

Setelah proses pemilihan selesai, pemerintah daerah menetapkan kepala

desa yang dipilih langsung oleh masyarakat untuk memimpin desa-desanya. Secara

tidak langsung di Nagari Surantih telah resmi menjadi 7 desa. Meskipun demikian,

sistem pemerintahan yang diterapkan masih mengunakan sistem pemerintahan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 151

desa sebelumnya. Selama sejarah perjalanan pemerintahan desa di Nagari

Surantih, pembangunan dan perubahan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa

yang ada dapat dilihat dari hasil kegiatan pembangunan yang dilakukan, antara lain:

1. Daerah Ganting Mudik, Desa Ampalu, Kayu aro, Batu Bala dan Langgai.

Sebelum dibangunnya dua buah jembatan gantung yang selesai pada

tahun 1993, daerah tersebut masih dikategorikan sebagai daerah terisolir.

Hal ini dikarenakan belum dapatnya sarana jalan yang dapat dilalui oleh

kendaraan. Masyarakat pada saat itu masih memanfaatkan sungai

sebagai sarana transportasi dengan mengunakan sampan dan rakit. Ada

juga yang berjalan kaki untuk mendatangi Pasar Nagari. Pada tahun 1996,

Gambar 19

Bupati Darizal Basir

masa pemerintahan Bupati Darizal Basir,

dilakukanlah pelebaran dan pengerasan jalan

ke daerah-daerah tersebut, kemudian

dilanjutkan dengan perbaikan-perbaikan

hingga bisa dilalui oleh kendaraan roda empat.

Pada tahun 1993, masyarakat Gantiang

Mudiak melakukan gotong royong bersama

untuk membuat jalan baru mulai dari Kampung

Ampalu menuju pangkal jembatan gantung,

sepanjang 800 meter, dengan swadaya

masyarakat beserta Muspika Sutera.

Gambar 20

Jembatan Gantung Ampalu – Kayu Aro (Jembatan Penghubung Kampung Ampalu dengan Kayu Aro. Pada Tahun 2000

Jembatan Ini Putus Akibat Diterjang Banjir Bandang Batang Surantih, Kemudian Dibangun Lagi)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 152

2. Pembangunan jalan dilakukan di Desa Koto Nan Tigo, pembangunan

jalan baru di Lambung Bukik menuju Singkulan dan Ampalu (sepanjang

2500 M). Jalan ini bisa dimanfaatkan masyarakat hingga akhirnya

dihantam oleh banjir luapan dari air Batang Surantih. Pada kepemimpinan

Kepala Desa Azwir Sura, masyarakat juga telah dapat memanfaatkan jalan

pematang banda menuju Nagari Amping Parak (1999).

3. Desa Koto Panjang pada masa kepemimpinan Kepala Desa Zulbaidi,

dilaksanakan pembangunan jalan baru Gunung Giriak Sianok (sepanjang

2000 M) menuju jalan pematang Banda. Kegiatan terlaksana didukung

dengan memanfaatkan Dana P3DT

4. Di Desa Aur Duri dilakukan pembangunan jalan baru pada masa

kepemimpinan Kepala Desa Marlis Rajo Intan, yaitu pembangunan jalan

lingkar Koto Baru menuju Padang Limau Manih dan membangun jalan

baru Rawang Pasir Nan Panjang sehingga menjadi daerah pusat

peternakan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 1999/2000 (sepanjang 2500

M) yang menghubungkan jalan pematang Banda dan Amping Parak.

5. Desa Gunung Rajo pada masa kepemimpinan Kepala Desa Marjati Razak

dilakukan pembangunan jalan pantai Padang Api-api dan jalan Pantai

Pasir Jambak menuju Sungai Sirah (sepanjang 4000 M).

6. Desa Rawang Gunung Malelo masa pemerintahan Kepala Desa Rustam

dilakukan pembangunan jalan baru Tabek ke Sialang dan Gunung Malelo

(sepanjang 3000 M). Perbaikan jalan menuju Simpuding dengan

jembatannya ditambah lagi membuat jalan lingkar menuju Teratak berkerja

sama dengan Kepala Desa Teratak.

7. Kepala Desa Basri Hasan di Sungai Sira[h] melakukan pembangunan jalan

lingkar sepanjang 1200 M dan jalan lingkar menuju jalan pantai Sungai

Sirah sepanjang 800 M.

Selama pemerintahan desa berjalan di Nagari Surantih yang berakhir tahun

2001, banyak karya dari kepala desa yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

hingga saat ini. Tentunya tidak semua dapat digambarkan dalam kesempatan ini,

seperti Tanah desa di tiap-tiap desa, pembangunan sekolah dan sarana kesehatan.

Walaupun Nagari Surantih telah terpisah secara pemerintahan, namun adat

dan budaya tetap mengalir secara bersamaan dalam satu Nagari Surantih. Adat dan

budaya tetap dipertahankan dan dimiliki dalam dekap perlindungan Lembaga Adat.

Para Niniak Mamak yang ada dalam Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN),

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 153

merupakan elemen yang kuat memperjuangkan hal ini. Lembaga ini terus berjalan

di sela-sela pemerintahan desa yang tetap mempertahankan nama Nagari Surantih.

Usaha untuk merangkul dan mengikat ke tujuh desa, walaupun hanya memiliki

kekuatan tentang tanah nagari dan tanah ulayat nagari. Wewenang yang terbatas

dalam sistem pemerintahan desa, namun hak untuk melihatkan fungsi

kepenghuluan tetap saja berjalan baik.

Proses panjang perjalanan pemerintahan desa di Ranah Minang berjalan

mencemaskan dan mengkhawatir akan warisan budaya dan adat yang telah

berlangsung akan menghilang secara berangsur-angsur dari pengetahuan para

generasi yang akan datang.

6.2.4. Menuju Kecamatan Sutera

Nagari Surantih semenjak zaman dahulunya merupakan bagian dari

Kecamatan Batang Kapas yang ibu kecatamannya berada di Pasar Kuok. Pada

masa daerah ini menjadi daerah darurat militer, saat pemerintahan Sumatera Barat

dan Pesisir Selatan mengalami pergolakan atau kesalahpahaman politik hingga

pemerintahan di propinsi mengalami kekosongan kekuasaan. Hal ini disebabkan

oleh munculnya gerakan PRRI. Dalam pemulihan keadaan saat itu, Nagari Surantih,

Amping Parak dan Teratak membentuk satu kecamatan yang diberi nama Sutera.

Nama ini diambil dari singkatan nama-nama ketiga daerah tersebut yaitu : Surantih,

Teratak dan Amping Parak. Pada saat itu diangkatlah Rasilin Idris sebagai camat

dari Kecamatan Sutera yang juga merupakan tokoh pencetus bersama tiga Wali

Nagari yang ada saat itu. Wali Nagari Surantih Muhammad Basir, Wali Nagari

Teratak Rusli Dt. Rajo Malenggang dan Wali Nagari Amping Parak Djarum Dt. Rajo

Bagampo. Unsur lain adalah Komandan Militer Letnan Bahar dari Yonif 142

Gumarang. Musyawarah yang dilaksanakan pada saat itu dikenal dengan

musyawarah Sutera I. Peristiwa inilah yang dijadikan dasar cikal bakal nama

kecamatan di nagari ini.

Berangkat dari hal di atas, didorong dengan mulai bertambahnya jumlah

penduduk ditiap-tiap nagari. Sedangkan jarak nagari dengan ibu kecamatan sangat

jauh, lebih kurang 17 KM. Urusan masyarakat semakin tinggi intensitasnya ke ibu

kecamatan Batang Kapas di Pasar Kuok yang dijadikan pusat perkantoran Muspika

seperti Kantor Urusan Agama, POLSEK, DANRAMIL, Pos dan Giro, dan Dinas

Pendidikan. Sementara itu persoalan anak nagari semakin banyak dan beragam,

semua harus diselesaikan ke Pasar Kuok. Dalam urusan ini masyarakat harus

mengeluarkan biaya yang banyak.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 154

Didasari oleh persoalan yang di atas serta keinginan dari masyarakat dan

tokoh masyarakat yang ada untuk diusulkan pada Pemerintah Daerah. Pemerintah

daerah bersama DPRD Pesisir Selatan membahas masalah ini dan menetapkan

kebijakan untuk membentuk dua perwakilan kecamatan baru di Kabupaten Pesisir

Selatan. Berdasarkan surat keputusan Presiden Republik Indonesia tentang

pemerintahan kecamatan yang diusulkan di Sumatera Barat dan daerah lainnya

dilakukanlah pemekaran kecamatan tersebut. Dua perwakilan kecamatan hasil

pemekaran yang dilakukan di Kabupaten Pesisir Selatan adalah :

1. Kecamatan Batang Kapas membentuk perwakilan Kecamatan Sutera,

wilayahnya terdiri atas tiga nagari yaitu Surantih, Teratak dan Amping

Parak yang didalamnya terdapat 14 desa.

2. Kecamatan Linggo Sari Baganti ibu kecamatannya adalah Air Haji,

awalnya adalah wilayah dari kecamatan perwakilan Ranah Pesisir.

Tanggal 13 Januari 1986 Bupati Pesisir Selatan Ismael Lengah. SH. Melantik

camat perwakilan Batang Kapas yang baru (kec. Sutera) atas nama Arlis Sahur.

Maka semenjak itu kecamatan perwakilan di Sutera mulai melaksanakan aktivitas

pemerintahan untuk memberikan pelayanan pada masyarakat di nagari ini.

Dalam sejarah perjalanan pemerintahan Kecamatan Perwakilan Sutera yang

pernah menjabat sebagai Camat Perwakilan Sutera adalah sebagai berikut.

1. Arlis Sahur, masa tugas tahun 1986 – 1991

2. Miswar BA, masa tugas tahun 1991 – 1993

3. Zaitul Mahruf. Bsc, masa tugas tahun 1993 – 1994

4. Drs. Muslim Tan, masa tugas tahun 1994 – 1996

Terselengaranya tata pemerintahan kecamatan yang berkedudukan di

Surantih, berarti semakin lancar hubungan masyarakat dengan pemerintah

kecamatan sedangkan konsep pembangunan di Kecamatan Sutera semakin jelas

dan lebih terarah dengan baik. Camat dapat berkoodinasi secara langsung dengan

masyarakat. Dilihat kondisi nagari sebelumnya masih kurang, dengan kehidupan

masyarakat yang miskin dan kehidupan yang terbelakang. Sekarang sudah mulai

berangsur mengalami perbaikan dan dapat melihatkan jati diri nagari yang

sebenarnya. Dengan sumber daya nagari yang memiliki tanah yang subur dan kaya

akan sumber daya alamnya mulai mencuat dan siap bersaing dengan kecamatan

lainnya di Kabupaten Pesisir Selatan.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 155

Melalui beberapa Repelita di masa pemerintahan Orde Baru yang dimulai

dengan digantinya pemerintahan terendah nagari dengan pemerintahan desa.

Mendorong arah pembangunan yang membawa dampak positif dalam kehidupan

masyarakat, meskipun teknis pemerintahan tidak cocok dengan budaya yang ada.

Setelah 10 tahun kecamatan perwakilan berjalan, pemerintah Propinsi

Sumatera Barat mengeluarkan surat keputusan untuk menindak lanjuti surat

Keputusan Presiden terdahulu tentang pembentukan Kecamatan Perwakilan. Status

kecamatan perwakilan kemudian diubah menjadi kecamatan defenitif. Pada tanggal

30 Januari 1996, diresmikanlah Kecamatan Perwakilan menjadi kecamatan defenitif

di Sumatera Barat oleh Gubernur Hasan Basri Durin. Sebanyak 11 kecamatan

diresmikan menjadi kecamatan yang defenitif, di mana upacara peresmian dan

penanda tanganan prasastinya di pusatkan di Nagari Surantih yang dilaksanakan di

Lapangan Bola Gadih Basanai desa Gunung Rajo Surantih, oleh Gubernur

Sumatera Barat, Bapak Hasan Basri Durin. Acara ini dihadiri oleh Camat-camat

yang akan dilantik beserta dengan para Bupati.

Gambar 21

Penandatanganan Prasasti Peresmian Kecamatan Baru Propinsi Sumatera Barat Oleh Gubernur Sumatera Barat Hasan Basri Durin

(Pada Gambar Terlihat Gubernur Didampingi Oleh Bupati Darizal Basir (Kab. Pesisir Selatan), Gamawan Fauzi (Kab. Solok) dan Masdar Saisa (Kab. Tanah Datar)

Terhitung semenjak tanggal 30 Januari 1996 resmilah Sutera menjadi satu

kecamatan yang defenitif. Camat Kecamatan Sutera yang pertama dijabat oleh Drs.

Rubais yang dilantik oleh Bupati Pesisir Selatan Darizal Basir. Dalam sejarah

perjalanan pemerintahan Kecamatan Sutera yang pernah menjadi Camat

Kecamatan Sutera antara lain :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 156

1. Drs. Rubais, masa jabatan 30 Januari 1996 – 13 Maret 1999

2. Drs. Muslim Tan, masa jabatan 13 Maret 1999 – 21 Maret 2001

3. Drs. Suardi S, masa jabatan 21 Maret 2001 – 20 Maret 2006

4. Drs, Feri, masa jabatan 20 Maret 2006 –

6.3. Kembali Ke Pemerintahan Nagari

6.3.1. Kebanggaan Pemerintahan Nagari

Adat dan budaya merupakan landasan kuat dalam sistem pemerintahan

nagari di Minangkabau. Musyawarah dan mufakat merupakan landasan yang kokoh

dalam memperkuat azas kebersamaan yang menjadi rasa pemersatu bahwa nagari

ini adalah milik bersama akan tercermin. Dalam setiap tindakan untuk berbuat,

membangun dan menjaga secara bersama. Maka timbullah tradisi membangun

dengan landasan gotong-royong melekat dan menjadi tradisi dan budaya dalam

nagari.

Sistem pemerintahan nagari sangat didambakan di Ranah Minang ini

kembali dapat berjalan dalam memimpin sanak (kaum) dan kamanakan di nagari.

Fenomena dan dialektika dalam sistem hukum adat melahirkan suatu kiat yang unik

dalam menjalankan roda pemerintahan terendah di Alam Minangkabau. Dengan

memanfaatkan sumber daya manusia yang ada dalam nagari tersebut, merupakan

salah satu faktor penunjang dalam memecahkan bermacam persoalan dan

pembangunan yang dibutuhkan nagari.

“Kamanakan barajo ka Mamak, Mamak barajo ka Panghulu, Panghulu

barajo ka mufakat (bana), nan ketek dimuliakan nan gadang dilawan baiyo nan tuo

dihormati” konsep inilah yang menjadi dasar pijakan atau mengajak dan

menumbuhkan rasa hidup banagari. Untuk mau sama-sama membangun demi

kepentingan nagari, adat dan tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun

sejak dahulu. Teknis pemerintahan yang dasar tidak tertulis, untuk pelaksanaannya

diperoleh dengan membaur di tengah-tengah budaya nagari.

Tali Tigo Sapilin, Tungku Tigo Sajarangan”. Unsur-unsur tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut :

Unsur Cadiak pandai disebut juga unsur pemerintah

Unsur Alim Ulama disebut juga raja ibadat

Unsur Niniak Mamak disebut juga unsur raja adat.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 157

Unsur-unsur tersebut memiliki tugas masing-masing dan memiliki keahlian

sebagai motor pengerak pemerintahan nagari, berperan serta dalam pembangunan

dan memelihara kerukunan hidup berbudaya dalam menjunjung tinggi nilai-nilai

agama. Tiga unsur ini harus berjalan seiring secara harmonis karena sama-sama

punya tanggung jawab yang berbeda dengan satu tujuan mempertahankan budaya

dan adat.

6.3.2. Tiga Unsur Nagari

Dalam menyemarakkan sistem pemerintahan nagari berarti kembali pula

membentuk sistem kerja sama antara lembaga masyarakat dengan pemerintah

yang disebut “tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan. Adat nan Kawi, Sarak nan

lazim undang nan baukie”. Keterlibatan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat,

tertuang dalam peraturan daerah sehingga konsep pembangunan nagari dalam

menerapkan adat dan budaya lebih jelas dan terarah sebagai nagari berbudaya

tinggi.

Untuk mewujudkan masyarakat Minang yang madani, berakhlak dan

bermoral, terbuka, ramah, dinamis dan sejahtera. Antara agama dan adat haruslah

dipelajari secara dalam dengan sistem kata adat “kiajo bauntuak pagang

bamasiang. Adat basandi Sarak, Sarak basandi Kitabullah. Adat mangato, adat

mamakai, sanda manyanda kaduonyo”.

1. Kepemimpinan Niniak Mamak, dikenal sebagai Urang Nan Bajiniah.

Mereka itu merupakan fungsional adat yang harus diberdayakan dengan

baik menurut kerja yang ditetapkan sebagai Raja Adat pemegang adat jo

limbago

2. Sedangkan dalam tugas Alim Ulama sebagai Raja Ibadah di

Minangkabau menegakan hukum titah Allah, agar masyarakat nagari

menjadi orang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Unsur ketiga merupakan unsur pemerintahan atau disebut dengan Raja

Alam. Sebagai koordinator adat dan ibadat sering orang menyebut

sebagai golongan cadik pandai.

Ketiga unsur tersebut merupakan pedoman dan penuntun bagi masyarakat

dalam bertindak dan mematuhi titah yang ada sebagai pedoman dan landasan

hidup masyarakat nagari. Sebagai pusako yang diwarisi dalam menjalankan

pemerintahan yang terendah lebih terarah dengan baik, idealnya Sarak mangato di

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 158

NAGARI

Ulama, Penghulu hutang nan mamakaikan, undang dipegang dan dijalankan

pemerintah, bak kata adat :

Ka mudiak sarantak galah, ka ilia sarantak dayung Sakato lahia jo batin, sasuai muluik jo hati Saukeh mako manjadi, sasuai mako takana Kato surang dibulati, kato basamo paiyokan Kata adat sudah menampakan suatu kebersamaan dalam cara hidup dalam

pemerintahan nagari untuk dikembangkan di tengah masyarakat. Di bawah ini dapat

dilihat sistem pemerintahan nagari dengan tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan

Skema 5

SISTEM PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN TALI TIGO SAPILIN TIGO TUNGKU SAJARANGAN

Tiga unsur yang telah diwariskan sebelum Indonesia merdeka terus berjalan

sesuai dengan situasi dan kondisi serta bermacam peristiwa yang telah dilalui

hingga kembali lagi pada wujudnya sebagai anak nagari.

Dari perjalanan waktu yang panjang, bahwa unsur-unsur tersebut lahir

sendiri-sendiri dan terus berevolusi. Sekarang masih dirasakan nilai-nilai budaya

yang tinggi dengan penuh keunikan dan nilai historis. Fakta dan kekuatan yang

tidak dapat disangsikan dalam proses penyesuaian sehingga tiga unsur tersebut

Unsur ninik mamak

pemegang adat jo limbago

(raja adat)

Unsur Alim Ulama Menegakan hukum

titah. Allah (raja Ibadat)

Unsur cadik pandai Pemegang UU

Negara Koordinator

adat dan sarak

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 159

menyatu dengan tugas berbeda sehingga sangat cocok dan serasi untuk disatukan

dan sejalan membentuk budaya banagari di alam Minangkabau.

Sekarang telah diwariskan karya besar berupa adat dan tradisi, sebagai

anak nagari berkewajiban untuk melestarikan, menjaga dari pengaruh budaya lain

secara bersama-sama mengembalikan pada wujud semula. Maka haruslah terlebih

dahulu memahami arti adat dan budaya itu sendiri.

6.3.3. Langkah Kembali Banagari

“Cameh adat nan ka abih

Rusuah limbago nan ka lungga

Ikeknyo nan lungga”

A.A. Navis seorang budayawan, risau tentang masyarakat Minangkabau.

Beliau sengaja menulis sebuah buku sebagai pelimpahan rasa cemas perasaannya.

Buku tersebut beliau beri judul “Robohnya Surau Kami”. Dalam buku ini

digambarkan bahwa masyarakat Minang mulai kehilangan identitas yang amat

dibanggakan selama ini. Lantaran sistem pemerintahan nagari diganti dengan

sistem pemerintahan desa. Sehingga kebutuhan masyarakat adat di nagari mulai

pecah dan terkoyak-koyak.

Rasa tidak senang dan tidak puas muncul dari kalangan tokoh-tokoh dan

pakar adat. Namun hal ini tidak menjadi halangan bagi pemerintah untuk menuju

perubahan pemerintahan desa tersebut. Perjalanan panjang pemerintahan desa,

berjalan menurut peraturan yang ada dengan menciptakan sistem pemerintahan

yang seragam secara nasional sehingga sistem tersebut menjadi lambang

kesuksesan Pemerintahan Orde Baru.

Dalam kurun waktu hampir 20 tahun, tanpa disadari telah berbagai macam

hikmah dan makna yang dilihat berlangsungnya perubahan. Berkembang pesatnya

teknologi informasi memberikan dampak yang sangat kuat terhadap budaya

Minang. Apalagi dampak negatif dari pengaruh tersebut semakin memperparah

kondisi dan keadaan, seperti di Ranah Minang ini. Realita sudah terlihat, tanpa

disadari generasi muda semakin menjauh dari budaya asli. Akibatnya, adat yang

selama ini dibanggakan dianggap kuno oleh anak kamanakan sendiri. Mereka lebih

cenderung menjadikan budaya barat sebagai pedoman dan gaya hidup mereka,

sehingga timbul beberapa kebiasaan baru, seperti makan prasmanan. Kebiasaan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 160

lama ada yang hilang, seperti memakai pakaian kebaya, yang dilihat lebih indah dan

keibuan.

Penerapan sistem nagari yang dulu pernah ada memang sulit untuk

diterapkan cepat secara bersama dengan sikap regenerasi berani untuk merenovasi

total terhadap sikap perilaku sosial masyarakat. Begitu juga pemerintah daerah

harus serius dan bekerja keras. Sama-sama punya niat untuk mengembalikan nilai

adat dan agama dalam kehidupan masyarakat nagari. Dengan menghidupkan

struktur tali tigo sapilin, dengan memberi kewenangan. Seperti kata pepatah “Kiajo

bauntuk pagang bamasiang” tidak mengintervensi apa yang telah ditetapkan. Sebab

dalam budaya Minang terkandung nilai musyawarah dan beda pendapat itu

dicerminkan dalam ungkapan gurindam yang berbunyi “ Pincalang anak rang Tiku,

sadang balaia lah di tangah lauik. Basilang kayu di dalam tungku, disinan api

makonyo kok iduik”.

Ungkapan ini merupakan keputusan mendasar untuk mengajak musyawarah

dan mufakat dalam tata cara pemecahan persoalan. Namun sekarang banyak

dilihat perilaku yang tak sesuai dengan apa yang diharapkan, hal ini disebabkan :

Penghulu tidak lagi seandiko

Sarak tidak lagi sakitab

Undang jalan sendirian

Selama masyarakat hidup dalam pengaruh penjajah dan disambung dengan

sistem pemerintahan desa. Masyarakat Minang sudah banyak dipengaruhi oleh pola

pikiran materialisme dan sikap individualis yang ada dalam jiwa. Masyarakat Minang

merasa tidak peduli lagi akan arti budaya, inillah yang harus diperbaiki.

Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, dari keinginan dan harapan

masyarakat untuk kembali bernagari. Didorong oleh kebutuhan masyarakat

Minangkabau perubahan sistem pemerintahan dan rasa bangga menjadi anak

nagari dari pada menjadi anak desa.

Melalui kebijakan pemerintah pusat pada masa kepemimpinan presiden

Abdul Rahman Wahid (Gus Dur) dikeluarkan Peraturan Negara dalam Undang –

undang No 22 tahun 1999 tentang pemberian hak pada pemerintah untuk menganut

azas otonomi daerah. Dibawah kepemimpinan Gubernur Zainal Bakar, bersama

dengan tokoh masyarakat, adat dan agama, menyambut gembira peluang ini untuk

kembali ke sistem pemerintahan nagari. Ingin meraih kembali pusako yang hilang.

Diawali oleh musyawarah besar tanggal 3 – 5 desember 1999 di Padang, dengan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 161

menghadirkan 543 orang ketua KAN dan Ketua LKAAM Sesumatera Barat. Dalam

rangka menyambut kembali sistem pemerintahan nagari dan pembuatan serta

pembahasan peraturan nagari yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.

Berdasarkan hasil musyawarah tersebut, pemerintah Propinsi Sumatera

Barat mengeluarkan Peraturan Daerah No 9 tahun 2000 tentang pokok-pokok

perubahan pemerintahan desa di Sumatera Barat untuk diganti kembali ke

pemerintahan nagari. Peraturan tersebut menjadi landasan bagi kabupaten di

Sumatera Barat termasuk Pesisir Selatan, dengan menetapkan pula delapan buah

peraturan daerah Tingkat II Pesisir Selatan. Mulai dari PERDA No 17 tahun 2001

hingga No 24 tahun 2001. Keluarnya aturan tersebut secara hukum nagari

merupakan kesatuan masyarakat adat yang mempunyai wilayah tertentu, batas-

batasnya mempunyai harta benda dan kekayaan sendiri, berhak pula mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri. Begitu juga dalam memilih pemerintahan

secara demokrasi. Nagari terbentuk berdasarkan kesepakatan masyarakat untuk

pengaturan dan mengelola hidup bernagari, tentunya sesuai denga nilai-nilai

budaya yang ada.

Dengan keluarnya peraturan daerah tersebut mendorong kembalinya

peraturan sistem pemerintahan desa menjadi pemerintahan nagari langkah awal

dimulainya sosialisasi dan rapat-rapat di nagari yang disponsori oleh Lembaga

Kerapatan Adat Nagari dan tim kembali banagari. Inilah yang berkerja keras dan

membentuk panitia persiapan pemilihan pejabat sementara Wali Nagari Surantih

guna untuk menjalankan roda pemerintahan yang berbasis nagari dan sekaligus

pelaksanaan pembentukan Lembaga Nagari seperti DPN (Dewan Perwakilan

Nagari) dan BMAS (Badan Musyawarah Adat Sarak). DPN melaksanakan

penjaringan calon Wali Nagari yang diikut sertakan dalam pemilihan Wali Nagari

yang defenitif.

Susunan panitia pemilihan pejabat sementara Wali Nagari Surantih yang

diketuai oleh lembaga Kerapatan Adat Nagari, susunan pengurus tersebut antara

lain sebagai berikut.

Ketua : Kasib Datuk Rajo Malenggang

Wakil ketua : Rusli Datuk Rajo Batua

Skeretaris : Syaripudin Datuk Rajo Bintang

Susunan struktur ini ditambah beberapa orang anggota dan bendahara.

Tugas panitia berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan hadirnya 148 orang di

aula kantor Camat Sutera pada bulan Oktober tahun 2001 untuk memilih pejabat

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 162

sementara Wali Nagari Surantih. Utusan yang hadir datang dari unsur-unsur yang

ada mewakili tiap-tiap desa yang ada di Nagari Surantih. Teknis pemilihan dilakukan

secara voting, dari proses pemilihan yang dilakukan terpilihlah dari utusan generasi

muda yaitu : Almasri Syamsi dari Kaum Sikumbang Kampung Pasar Surantih dan

saat itu resmi menjabat sebagai pejabat sementara Wali Nagari Surantih yang

ditetapkan melalui surat keputusan Bupati Pesisir Selatan Drs. Darizal Basir MBA

No 141/149/BPT – PS/2001 – 13 November 2001 hingga terpilih kembali sebagai

Wali Nagari defenitif yang baru.

Gambar 22

Kantor Wali Nagari Surantih (1978/1979) (Saksi Sejarah Perjalanan Nagari Surantih dan Kembalinya Pemerintahan Nagari Di Surantih,

Sebelumnya adalah Kantor Camat Sutera Pada Tahun 2003 Kembali Digunakan Sebagai Kantor Wali Nagari Surantih)

Dalam menjalankan roda pemerintahan Nagari Surantih oleh pejabat

sementara Wali Nagari Surantih mengangkat seorang sekretaris yaitu Syarifudin Dt,

Rajo Bintang dari Kaum Kampai Padang Limau Manih Kampung Timbulun

basumando ke Kaum Sikumbang Dt. Rajo Indo Kampung Pasar Surantih. Setelah

struktur pemerintahan tersusun dengan baik, pemerintahan nagari yang dipimpin

oleh Almasri Syamsi bersama Syarifudin Dt. Rajo Bintang. Pada bulan Februari

2002 melaksanakan pemilihan anggota DPN ke kampung-kampung bersama tim

nagari untuk memilih anggota utusan kampung, masing-masing 1 orang menurut

jumlah penduduk kampung ditambah utusan Bundo Kandung dan PKK Nagari.

Jumlah anggota DPN di Nagari Surantih sebanyak 15 orang. Dari jumlah anggota

tersebut tersebut terpilih sebagai ketua DPN Nagari Surantih adalah Hendri Amd.

Masa jabatan 2002 – 2007, pada tahun 2004 diganti oleh Arfen Joni karena ketua

yang lama mengundurkan diri.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 163

SUSUNAN ANGGOTA DPN SURANTIH MASA JABATAN 2002 – 2007

1

Ketua DPN

Gambar 23 Arfen Joni.

Jabatan Ketua DPN dijabat oleh Arfen Joni

yang sebelumnya dijabat oleh Hendri Amd.

yang mengundurkan diri. Menamatkan

pendidikan pada jenjang pendidikan SLTA,

pemuda Kaum Kampai ini menjadi utusan

Kampung Ampalu yang berasal generasi

muda. Pengalaman sebelum menjadi Ketua

DPN adalah sebagai Sekretaris Desa dan organisasi pemuda, serta pembina

Remaja Mesjid Desa Ampalu.

2 Wakil Ketua DPN

Gambar 24 Dalisman

Jabatan Wakil Ketua DPN dijabat oleh

Dalisman, dilahirkan dalam Kaum

Sikumbang. Jenjang pendidikan yang dijalani

adalah Thawalib Candung di Bukittinggi.

Dalam kepengurasan DPN 2002 – 2007

merupakan utusan masyarakat dari Kampung

Langgai yang mewakili unsur Alim Ulama.

Pengalaman lainnya adalah sebagai Wakil Ke tua Partai Golkar Kecamatan

Sutera dan pendiri Pesantren Sabilul Jannah. Dan saat ini menjadi Ketua

Partai PKS Kecamatan Sutera. Disamping itu beliau juga dikenal sebagai

mubaligh kondang Nagari Surantih.,

3 Wakil Ketua DPN

Gambar 25

Rajabul Ikhsan

Jabatan Wakil Ketua DPN berikutnya adalah

Rajabul Ikhsan yang berasal dari Kaum

Kampai. Pendidikan terakhir yang dijalani

adalah setingkat SLTA. Dalam kepengurusan

DPN 2002 – 2007 merupakan utusan pilihan

masyarakat Pasie Nan Panjang yang berasal

dari generasi muda. Pengalamannya adalah

sebagai Ketua Partai PPP zaman Orde Baru, sekarang berkiprah sebagai

Ketua Partai Bulan Bintang Kecamatan Sutera. Beliau juga aktif dalam Karang

Taruna di Pasir Nan Panjang,

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 164

4

4

Anggota DPN

Gambar 26 Hendri Amd.

Hendri Amd. Berasal dari Kaum Jambak.

Jenjang pendidikan terakhir yang pernah

diikuti adalah Diploma 1 AMIK Padang.

Anggota DPN kepengurusan 2002 – 2007 ini

merupakan utusan dari masyarakat Pasar

Surantih yang mewakili generasi muda.

Pengalaman terakhir pernah menjabat Wakil

Ketua Partai PAN Kecamatan Sutera dan Kaur Keuangan masa Pjs. Wali

Nagari. Aktif dalam organisasi pemuda Samudera Pasar Surantih dan pernah

menjabat sebagai Ketua PSPS Pasar Surantih.

5 Anggota DPN

Gambar 27

Japril Mais. K

Jafril Mais Kasari. Spd. Berasal dari Kaum

Sikumbang Pasar Surantih. Jenjang

pendidikan terakhir yang diikuti adalah S1

Pendidikan IKIP Padang. Dalam

kepengurusan DPN Surantih tahun 2002 –

2007 menjadi perwakilan dari masyarakat

Kampung Pasar Surantih wilayah Cimpu yang

merupakan perwakilan dari generasi muda. Tugas sehari-hari adalah sebagai

guru di SMAN 1 Sutera dan aktif dalam organisasi pemuda serta pembina

Remaja Islam Mesjid Surau Mangga

6 Anggota DPN

Gambar 28

Masnah Spd.

Masnah Spd. Merupakan guru SMP 1 Sutera

ini berasal dari Kaum Sikumbang Kampung

Pasar Surantih. Jenjang pendidikan terakhir

yang diikuti adalah S1 IKIP Padang. Pada

kepengurusan DPN Surantih masa kerja 2002

–2007 ini menjadi perwakilan dari masyarakat

Kampung Pasar Surantih dari unsur Bundo

Kanduang. Sehari-hari bertugas sebagai guru SMPN 1 Sutera, dan aktif

dalam organisasi ibu-ibu Nagari Surantih.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 165

7 Anggota DPN

Gambar 29 Basri Hasan

Basri Hasan, berasal dari kaum Caniago

Sungai Sirah. Pendidikan terakhir yang

pernah diikuti adalah Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama. Dalam kepengurusan DPN

Surantih masa kerja 2002 – 2007 ini menjadi

perwakilan masyarakat Kampung Sungai

Sirah yang mewakili unsur Cadiak Pandai.

Pengalaman terakhir sebagai Kepala Desa Sungai Sirah, dan sebagai Ketua

Koperasi Batu Mandamai di Nagari Surantih.

8

Anggota DPN

Gambar 30 Abu Nawas

Abu Nawas, berasal dari Kaum Sikumbang

Kampung Rawang. Jenjang pendidikan

terakhir yang pernah diikuti adalah Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama. Pada

kepengurusan DPN Surantih masa kerja 2002

– 2007 ini menjadi perwakilan masyarakat

Kampung Rawang mewakili unsur Cadiak

Pandai. Pengalamannya adalah sebagai penguruis mesjid dan tokoh

masyarakat Rawang.

9

Anggota DPN

Gambar 31 Kht Rafilis

Kht. Rafilis, berasal dari Kaum Melayu

Gunung Malelo. Pendidikan terakhir yang

pernah diikuti adalah Sekolah Pandidikan

Guru. Dalam kepengurusan DPN Surantih

masa kerja 2002 – 2007 ini menjadi

perwakilan masyarakat Kampung Gunung

Malelo yang mewakili unsur Alim Ulama.

Sehari-hari bertugas sebagai mubaligh dan aktif dalam organisasi

Muhammadiyah.

10

Anggota DPN

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 166

Arsil, berasal dari Kaum Caniago Timbulun.

Pendidikan terakhir yang pernah diikuti

adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.

Dalam kepengurusan DPN Surantih masa

kerja 2002 – 2007 ini menjadi perwakilan

masyarakat Kampung Timbulun mewakili

unsur Cadiak Pandai.

Gambar 32 Arsil

11

Anggota DPN

Gambar 33

Zulbaidi

Zulbaidi, berasal dari Kaum Sikumbang Koto

Panjang. Pendidikan terakhir yang pernah

diikuti adalah Islamiah. Dalam kepengurusan

DPN Surantih masa kerja 2002 – 2007 ini

menjadi perwakilan masyarakat Kampung

Koto Panjang yang mewakili unsur Cadiak

Pandai. Pengalaman terakhir adalah sebagai

kepala Desa Koto Panjang.

12

Anggota DPN

Gambar 34

Sopial

Sopial, berasal dari Kaum Caniago Koto

Merapak. Pendidikan terakhir yang pernah

diikuti adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

Dalam kepengurusan DPN Surantih masa

kerja 2002 – 2007 ini menjadi perwakilan

masyarakat Kampung Koto Merapak yang

mewakili unsur generasi muda. Pengalaman

terakhir adalah sebagai Kaur Pembangunan Desa Koto Nan Tigo.

13

Anggota DPN

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 167

Lidur, berasal dari Kaum Kampai Kayu Aro.

Pendidikan terakhir yang pernah diikuti

adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

Dalam kepengurusan DPN Surantih masa

kerja 2002 – 2007 ini menjadi perwakilan

masyarakat Kampung Kayu Aro yang

mewakili unsur generasi muda. Aktif dalam

Gambar 35 Lidur

organisasi pemuda dan pernah menjadi Ketua Pemuda Batu Bala-Kayu Aro.

14

Anggota DPN

Gambar 36 Hj. Zainar

Hj. Zainar, berasal dari Kaum Panai

Timbulun. Pendidikan terakhir adalah

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Dalam

kepengurusan DPN Surantih masa kerja

2002 – 2007 ini menjadi perwakilan kaum

perempuan / Bundo Kanduang. Disamping

anggota DPN, beliau juga menjabat Ketua

Badan Koordinasi Organisasi perempuan (BKOP) Nagari Surantih yang selalu

aktif mengelola kegiatan ibu-ibu Nagari Surantih, dan ikut mempelopori

berdirinya Pesantren Sabilul Jannah di Timbulun, Surantih

15 Anggota DPN

Gambar 37

Rusli Dt. Rajo Batuah

Rusli Dt. Rajo Batuah, berasal dari Kaum

Panai Kayu Gadang. Pendidikan terakhir

yang pernah diikuti adalah Sekolah Tehnik.

Dalam kepengurusan DPN Surantih masa

kerja 2002 – 2007 ini menjadi perwakilan

masyarakat Kampung Kayu Gadang yang

mewakili unsur Niniak Mamak. Pengalaman

terakhir adalah aktif dalam organisasi pemuda dan masyarakat Koto Nan

Tigo, juga sebagai pendiri Pesantren Sabilul Jannah. Sehari-hari berprofesi

sebagai pengusaha kontraktor yang sukses.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 168

Susunan tersebut disahkan dalam surat

pengesahan Bupati No. 138/107/BPT-PS/2002 tanggal 18

April 2002. setelah terbentuknya DPN sebagai Badan

Legislatif Nagari, maka pejabat pemerintahan nagari juga

membentuk Badan Musyawarah Adat Sarak atau disebut

juga dengan nama BMAS. Lembaga ini dipergunakan untuk

badan pertimbangan dalam pemerintahan nagari.

Gambar 38

Erman L. Sag.

Melalui pengesahan Bupati No 138/299/BPT-PS/2002 – 17 Desember 2002.

Tahun itu juga BMAS telah terpilih dan ketuanya adalah Erman L. Sag, Kaum

Kampai Kampung Kayu Gadang hidup basumando ke Kaum Caniago Kampung

Pasir Nan Panjang. Jumlah anggota BMAS sebanyaj 9 orang diambil dari unsur-

unsur adat dan sarak juga Bundo Kanduang

Tabel 5

SUSUNAN ANGGOTA BMAS NAGARI SURANTIH

No Nama Anggota Jabatan Pendidikan Suku Utusan

1 Erman L. Sag Ketua S1 Kampai Badan Sarak

2 Rustam M. Bumi Wakil Ketua SLTP Caniago Badan Adat

3 Ujang Dt. R. B. Hitam Anggota SLTP Kampai Badan Adat

4 Kasib Dt. R. Malenggang Anggota SR Sikumbang Badan Adat

5 Dalinas Rusli Anggota SLTP Sikumbang Bundo Kandung

6 Syafrizal Anggota SLTA Kampai Generasi Muda

7 Alamsah P. Dt. R. Basa Anggota SR Sikumbang Badan Adat

8 Syamsuar Anggota SR Jambak Badan Sarak

9 Hasan Basri Anggota SLTA Kampai Cadiak Pandai

Dengan terbentuknya lembaga Nagari Surantih, maka lembaga DPN

memulai tugas untuk pemilihan Wali Nagari Surantih. Langkah awal yang

dilaksanakan adalah dengan membuka kotak aspirasi dari masyarakat dan

menyeleksi calon yang akan diikut sertakan dalam pemilihan Wali Nagari defenitif

oleh masyarakat. Berdasarkan hasil seleksi tersebut, maka DPN menetapkan 4

orang calon Wali Nagari Surantih untuk periode 2002 – 2007, calon tersebut :

1. Almasri Syamsi, Kaum Sikumbang Kampung Pasar Surantih

2. Gusmal Can BA, Kaum Melayu Kampung Koto Merapak

3. Marjati Razak, Kaum Kampai Kampung Pasar Surantih

4. Hj. Zainar Samsir, Kaum Panai Kampung Timbulun.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 169

Pada tanggal 16 Desember 2002 dilaksanakan pemeilihan Wali Nagari

Surantih yang terlaksana dengan baik dan aman. Pada hari tersebut dapat diketahui

siapa yang menang dalam pemilihan yang dilakukan masyarakat secara langsung.

Almasri Syamsi dari Kaum Sikumbang Kampung Pasar Surantih yang hidup

basumando ke Kaum Kampai Dusun Mansiang Kampung Koto Panjang dari

penghulu suku Dt. Rajo Bandaro terpilih sebagai Wali Nagari Surantih.

Dengan terpilihnya Wali Nagari Surantih defenitif, pada keesokan harinya

tanggal 17 Desember 2002 dilakukan pelantikan yang berlokasi di Los Pasar

Surantih oleh Bapak Wakil Bupati Pesisir Selatan Drs. Nasrul Abid MBA. Sejak saat

itu resmilah Nagari Surantih memiliki Wali Nagari defenitif untuk masa jabatan 2002

– 2007.

Gambar 39

Pelantikan Wali Nagari Surantih Oleh Wakil Bupati Pesisir Selatan Bapak Nasrul Abit

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 170

6.3.4. Wali Nagari Almasri Syamsi.

Setelah pelatikan Wali Nagari Surantih defenitif berdasarkan surat

keputusan Bupati No. 141/314/BPT- PS/2002 yang dilaksanakan pada tanggal 17

Desemer 2002. Maka Nagari Surantih resmi dijabat oleh Wali Nagari pertama

setelah pejabat sementara Wali Nagari dan pemerintahan desa berakhir masa

jabatannya di Propinsi Sumatera Barat.

Gambar 40

Wali Nagari Surantih Masa jabatan 2002-2007

Wali Nagari Surantih, Almasri Syamsi.

Dilahirkan di Pasar Surantih, 10 Mei 1965.

Pendidikan terakhir di SMA Adabiyah

Padang. Mencoba merancang suatu

pemerintahan yang partisipatif dengan

moto “ Nagari Milik Bersama, Kita Bangun

dan Jaga Bersama”. Berupaya untuk

mengaktifkan generasi muda dalam

pemerintahan dengan dukungan para

“Tungku Tigo Sajarangan / Orang Tua

Nagari”, serta memanfaatkan semua

potensi dan sumber daya demi kemajuan

nagari. Sebagai Wali Nagari telah berhasil

membawa Surantih menjadi Nagari

berprestasi Tingkat Kabupaten dan

Propinsi. Dalam menjalan roda pemerintahan Wali Nagari mengangkat seorang

Sekretaris Nagari yang akan membatu tugas harian wali nagari. Secara bersamaan

struktur pemerintahan tersusun setelah mengangkat Sekretaris Nagari.

Gambar 41

Sekretaris Wali Nagari Surantih Periode 2002-2007

Jabatan Sekretaris dipercayakan

pada Bisnal dari Kaum Melayu Dt. Sati.

Lahir di Koto Merapak, tanggal 2 Mei

1964. Pendidikan terakhir di AKOP

Padang. Disamping sebagai Sekretaris,

aktif sebagai pengurus mesjid dan Ketua

Tim pembangunan jalan BBM Gunung

Malelo-Kayu Gadang.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 171

Selain itu Wali Nagari juga menunjuk tiga orang kepala urusan, yaitu :

1. Kepala Urusan Pemerintahan Kemasyarakatan

Dijabat oleh Kamil Rajo Johan, Kaum Caniago

Berok Koto Panjang. Dilahirkn di Koto Panjang

pada tanggal 25 Agustus 1948. Beliau telah

mengabdi kepada Nagari Tempo Doeloe,

Pemeraintahan Desa dan Pemerintahan Nagari

saat ini. Beliau juga ditunjuk sebagai penasehat

pemerintahan nagari

Gambar 42

Kamil Rajo Johan

2. Kepala Urusan Perencanaan Administrasi dan Keuangan

Dijabat oleh Oknedi Suhatman Bsc. Kaum Kampai

Pasar Surantih dilahirkan pada tanggal 5 Oktober

1964, pendidikan terakhir di AKBP Padang.

Pernah bekerja di BCA Banda Aceh.

Gambar 43

Oknedi Suhatman Bsc.

3. Kepala Urusan Perencanaan Pembangunan

Dijabat oleh Iwal Spt, Kaum Jambak Lubuk Batu,

Timbulun. Lahir pada tanggal 2 Februari 1977, dan

menamatkan pendidikan sarjana S-1 pada Unand

Padang. Berprestasi sebagai SPMN Teladan

Sumbar tahun 2005. Aktif sebagai Tenaga

Pendamping PPK Sutera dan juga sebagai Pendiri

Koperasi Harapan Baru Nagari Surantih. Berhasil

Gambar 44

Iwal Spt.

mengantarkan Kelompok Ternak Sakato juara Nasional dan Karang taruna

Pospa Juara 2 Propinsi Sumatera Barat. Aktif sebagai ketua Kelompok Tani

Hamparan Saiyo.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 172

Tiga kepala urusan tersebut dibantu oleh staf-staf administrasi, antara lain :

1. Staf Sekretaris Nagari

Dijabat oleh Wetma Siswati, panggilan Wet,

Kaum Caniago Koto Panjang. Dilahirkan pada

tanggal 18 Januari 1984, pendidikan terakhir di

SMA Negeri 1 Sutera. Disamping sebagai staf

Nagari Surantih, Wet juga aktif menghidupkan

dan menggerakkan Koperasi Harapan Baru

Nagari Surantih.

Gambar 45

Wetma Siswati

2. Staf Pemerintahan dan Kemasyarakatan

Dijabat oleh Sefni Indra Juita, SE. Kaum Kampai

Timbulun. Sepni dilahirkan pada tanggal 1

September 1976. Pendidikan terakhir S - 1

UNES Padang. Pengalaman kerjanya adalah

sebagai SP-3 di Nagari Surantih dan salah

seorang pelopor pendiri Koperasi Harapan Baru

Nagari Surantih.

Gambar 46

Sefni Indra Juita, SE.

3. Staf Administrasi dan Keuangan (bendaharawan nagari)

Dijabat oleh Rena Despita Sari Kaum Caniago

Kampung Timbulun. Lahir tanggal 31 Desember

1982. Pendidikan terakhir di Madrasah Aliyah

Negeri Sago, dan aktif sebagai pengurus

Koperasi Hrapan Baru Nagari Surantih dan PKK

Nagari Surantih.

Gambar 47 Rena Puspita Sari

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 173

4. Staf Perencanaan Pembangunan

Dijabat oleh Aimal Efendi Kaum Sikumbang

Pasar Surantih. Dilahirkan pada tanggal 7

Februari 1961, dan menamatkan pendidikan di

SMA Negeri Salido. Aktif dalam pengelolaan

kelompok nelayan Air Mata Ibu dan sebagai

penghubung pemerintah nagari dengan

masyarakat.

Gambar 48 Aimal Efendi

5. Sekretaris Dewan Perwakilan Nagari

Dijabat oleh Tasgir, Kaum Kampai Pasir Nan

Panjang. Dilahirkan pada tanggal 31 Desember

1946. Beliau telah mengabdi semenjak

Pemerintahan Desa Gunung Rajo (Sekretaris

Desa) dan sampai pada pemerintahan nagari

saat ini. Beliau juga ditunjuk sebagai penasehat

pemerintahan nagari.

Gambar 49

Tasgir

4. Sekretaris Badan Musyawarah Adat dan Syarak Nagari

Dijabat oleh Sriwahyuni, Kaum Melayu Pasar

Surantih. Dilahirkan di Cimpu, tanggal 10 Juni

1987, dan pendidikan terakhir pada SMA Negeri

1 Sutera.

Gambar 50 Sriwahyuni

Untuk pelaksanaan tugas lapangan dipercayakan kepada Kepala Kampung

masing-masing yang berjumlah 13 kampung. Kepala kampung inilah yang

mengerakkan roda pembangunan dan menciptakan kedamaian, ketenangan.

Menghidupkan nilai-nilai banagari walaupun masih ada juga beberapa lembaga

sosial masyarakat yang dibentuk oleh pemerintahan nagari seperti:

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 174

1 Lembaga PKK Nagari dan PKK Kampung

Diketuai oleh Ibu Wali Nagari Surantih Lina Kartina,

Kaum Kampai Koto Panjang, dilahirkan di Koto

Panjang, pada tanggal 4 Desember 1968, dan

menamatkan pendidikan di SMA Negeri 7 Padang.

Selain mengurus PKK Nagari Surantih, Ibu Wali

Nagari juga mengkoordinir kegiatan PKK Kampung

yang berjumlah sebanyak 13 Kampung.

Gambar 51 Lina Kartina

2 Lembaga Bundo Kandung

Diketuai oleh Zulhaini, SE, Kaum Kampai Pasar

Surantih. Dilahirkan di Pasar Surantih pada tahun

1971, dan menamatkan pendidikan pada Fakultas

Ekonomi di salah satu Perguruan Tinggi di Jakarta.

Aktif menggerakkan organisasi wanita di Nagari

Surantih, seperti PKK dan Ketua Majlis Taklim

Kecamatan Sutera

Gambar 52 Zulhaini. SE

3 Lembaga Majelis Taklim Nagari

Diketuai oleh Amarnis Ahmad, BA. Kaum

Sikumbang Koto Panjang. Dilahirkan di Ampalu

pada tahun 1958, dan menamatkan pendidikan

IAIN Imam Bonjol Padang. Aktif sebagai pembina

kegiatan ibu-ibu di Nagari Surantih.

Gambar 53

Amarnis Ahmad, BA.

4. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari (LPMN)

Diketuai oleh Syahrul, SHi, kaum Melayu

Simpuding Gunung Malelo. Dilahirkan pada tanggal

1 Januari 1974. menamatkan pendidikan Sarjana

S-1 pada IAIN Imam Bonjol Padang. Berprestasi

sebagai SP-3 Teladan Sumbar tahun 2005. Aktif

dalam pendirian Panti Asuhan Air Mata Ibu, dan

pembangunan lainnya di nagari.

Gambar 54

Syahrul, SHi

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 175

Ketiga lembaga wanita dan LPMN Nagari Surantih, ikut menunjang tugas

pemerintahan nagari yang secara bersama-bersama membuat program masing-

masing lembaga guna meningkatkan taraf hidup kaum wanita nagari, dan

pemmbangunan nagari pada umumnya.

Sementara Kerapatan Adat Nagari, membantu dan menyelesaikan

persoalan sako dan pusako Nagari Surantih.

5 Kerapatan Adat Nagari (KAN Surantih)

Diketuai oleh Ujang Dt. Bandaro Hitam Kaum

Kampai Batu Bala dan basumando ke Kaum

Caniago kampung Pasar Surantih.

Sedangkan dua Lembaga Nagari terus

mengontrol dan mengendalikan pemerintahan

seperti lembaga DPN dan BMAS Nagari

Surantih.

Gambar 55 Ujang Dt. Bandaro Hitam

Kerjasama Lembaga Nagari dengan lembaga-lembaga yang ada telah dapat

menghasilkan suatu keberhasilan kerja dalam menerapkan tujuan banagari. Kerja

keras bersama dalam melaksanakan konsep dasar, sehingga secara perlahan dan

pasti telah dapat merasakan perubahan awal. Untuk membuktikan kesepakatan

sehingga kinerja aparat pemerintahan nagari berjalan lancar bersama kepala

Kampung Nagari Surantih :

KEPALA KAMPUNG NAGARI SURANTIH PERIODE 2002 – 2007

1. Kepala Kampung Sungai Sirah

Gambar 56

Zulkifli

Zulkifli, kaum Sikumbang. Dilahirkan di Sungai

Sirah, pada tanggal 18 Mei 1951. Semasa menjadi

Wali Kampung, beliau telah berhasil membuat jalan

tembus Padang Kabau – Pasir Nan Panjang dan

meningkatkan Jalan Rawang – Sungai Sirah ke

Nagari Amping Parak

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 176

2. Kepala Kampung Pasar Surantih

Gambar 57 Syahril M.

Syahril M. Kaum Melayu. Dilahirkan pada tanggal 3

Maret 1952 di Pasar Surantih. Semasa menjadi

Wali Kampung, beliau telah berhasil membangun

gedung pemuda Samudera dan memperlebar jalan

propinsi, serta membebaskan tanah untuk PPI

Nagari Surantih.

3 Kepala Kampung Rawang

Gambar 58

Asral

Asral, Kaum Jambak. Dilahirkan di Rawang pada

tanggal 6 Juni 1967. Karyanya semasa Wali

Kampung adalah pembangunan jalan baru PJS

Wali Nagari Surantih dan jalan tembus Tabek –

Lansano, serta pembuatan jalan perkebunan Bukit

Tampat.

4 Kepala Kampung Gunung Malelo

Gambar 59

Erfendi

Erfendi, kaum Kampai. Dilahirkan di Gunung

Malelo, tanggal 19 Januari 1972. Karya semasa

Wali Kampung adalah membuat jalan lingkar Salo

Gunung dan pembangunan jalan BBM ke Lambung

Bukit dan pembangunan jalan lingkar Simpudiang

serta pembangunan Embung (sebagai kelanjutan

dari tugas Kepala Kampung sebelumnya, yaitu

Imam Ardinal, Kaum Melayu).

5 Kepala Kampung Pasir N. Panjang

Gambar 60

Rajunas

Rajunas, kaum Jambak. Dilahirkan pada tanggal

15 Juli 1972 di Pasir Nan Panjang. Semasa

menjabat sebagai Wali Kampung telah berhasil

menata lokasi sentra peternakan Pasir Nan

Panjang, irigasi, jalan Rawang, dan mengantarkan

Karang taruna Pospa menjadi juara II tingkat

Sumbar. Prestasi tertinggi adalah menjadi Wali

Kampung Teladan Kec. Sutera.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 177

6 Kepala Kampung Timbulun

Gambar 61

Abu Dalis

Abu Dalis, kaum Caniago. Lahir di Timbulun,

tanggal 10 Oktober 1963. Semasa menjabat

sebagai Wali Kampung, telah berhasil membangun

jalan baru Padang Limau Manih-Pasir Nan

Panjang, dan mendukung pendirian Pesantren

Sabilul Jannah.

7 Kepala Kampung Koto Panjang

Gambar 62

Basril

Basril, Kaum Caniago. Lahir pada tanggal 20

Nopember 1961 di Koto Panjang. Semasa

menjabat sebagai Wali Kampung, telah berhasil

mensukseskan program pertanian di Sawah

Rawang Koto Panjang dengan menggerakkan

masyarakat bergotong royong saluran irigasi

Batang Surantih. Juga berhasil membimbing klub

bola kaki Porsib.

8 Kepala Kampung Koto Merapak

Gambar 63

Arwil

Arwil, kaum kampai. Dilahirkan di Koto Merapak,

tanggal 15 Juli 1959. Sebagai Wali Kampung, telah

berhasil mengajak pemuda membangun jalan

lingkar Palak Pisang dan irigasi.

9 Kepala Kampung Kayu Gadang

Gambar 64

Darwis P. Dt. R. Batuah

Darwis P. Dt. R. Batuah, kaum Panai. Dilahirkan di

Kayu Gadang tanggal 25 Nopember 1959. Sebagai

Wali Kampung, telah berhasil membangun jalan

Koto Tinggi bersama tokoh masyarakat dan

pembangunan jalan perkebunan.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 178

10 Kepala Kampung Ampalu

Gambar 65

Akmal Dt. Rajo Bagindo

Akmal Dt. R. Bagindo, Kaum Kampai. Dilahirkan di

Ampalu, tanggal 7 September 1966. Sebagai Wali

Kampung telah berhasil mendukung program PPK

dalam membangun Jembatan Gantung.

11 Kepala Kampung Kayu Aro

Gambar 66 Ramalis

Ramalis, kaum Jambak. Dilahirkan di Kayu Aro,

pada tanggal 11 Nopember 1968. Sebagai Wali

Kampung telah berhasil mendukung program PPK

membangun Jembatan Gantung, dan pembukaan

jalan baru perkebunan ke Ampalu, serta

memperbaiki saluran Irigasi Kayu Aro.

12 Kepala Kampung Batu Bala

Gambar 67

Jalar

Jalar, kaum Jambak. Dilahirkan di Batu Bala, pada

tanggal 9 Desember 1949. Sebagai Wali Kampung

telah berhasil membawa masyarakat memperbaiki

jalan dan pelurusan Batang Air serta saluran

irigasi.

13 Kepala Kampung Langgai

Gambar 68

Zuhaldi

Zuhaldi, kaum Sikumbang. Lahir di Langgai, pada

tanggal 17 Juni 1968. Sebagai Wali Kampung telah

berhasil mensukseskan program TNI Masuk

Kampung dengan memperbaiki Jalan Langgai dan

pembangunan PLTA Mini di Langgai.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 179

Perjalanan pemerintahan nagari melahirkan beberapa prestasi dan juga

pembangunan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat Nagari Surantih. Berkat

dukungan dan kehendak bersama anak nagari, maka pemerintahan melalui instansi

terkait membangun nagari ini dengan melakukan bermacam kegiatan untuk

kepentingan masyarakat nagari. Membentuk beberapa basis sumber daya bertaraf

nasional untuk dibina sebagai nagari berprestasi tingkat kabupaten maka lahir

beberapa prestasi yang menonjol seperti :

1. Pusat Peternakan

Kabupaten Pesisir

Selatan di Kampung

Pasir Nan Panjang.

Kelompok Peternakan

Sakato Pasir Nan

Panjang meraih Juara

Nasional dan diundang

ke Istana Negara pada

tahun 2004.

Gambar 69

Peternakan Sapi Di Pasir Nan Panjang

2. Kelompok Karang Taruna Puspa Kampung Pasir Nan Panjang Juara II

tingkat Propinsi Sumatera Barat tahun 2005

3. Nagari Surantih meraih Juara I Lomba Nagari Berprestasi Tingkat

Kabupaten Pesisir Selatan dan Juara Ke IV tingkat Propinsi Sumatera

Barat tahun 2005.

Gambar 70

Lomba Nagari Berprestasi (Upacara Penyambutan Tim Penilai Lomba Nagari Berprestasi (gambar kiri) dan

Pembacaan Ekspose Nagari Surantih Oleh Wali Nagari Surantih Dalam Lomba Nagari Berprestasi Tingkat Propinsi Sumatera Barat Tahun 2006 (Gambar kanan))

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 180

4. Nagari Surantih meraih juara II lomba Gotong-royong tingkat Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2005

Gambar 71

Salah Satu Kegiatan Gotong Royong Yang Dilaksanakan Masyarakat Nagari Surantih

5. Mengantarkan SP3 (Sarjana Pengerak Pembangunan Pedesaan)

sebagai juara I Propinsi Sumatera Barat oleh Syahrul Shi.

6. Mengantarkan SPMN (Sarjana Pemberdayaan Masyarakat Nagari)

sebagai juara I Propinsi Sumatera Barat oleh Iwal Spt.

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang diraih Nagari Surantih

periode 2002 – 2007 bersama masyarakat nagari dengan mengunakan dana besar,

mulai :

1. Tahun 2004, pembangunan muara Surantih dan pembangunan TPI

(tempat pelelangan ikan) dengan anggaran dana 2,4 Miliar.

2. Tahun 2005, pembangunan tiga buah jembatan babuai dan 1,4 KM jalan

baru. Kegiatan ini dilaksanakan dengan anggaran dana Pembangunan

Pengembangan Kecamatan (PPK) sebesar 780 juta. Kemudian

pembangunan jalan baru Simpuding Gunung Malelo menuju Ganting

Ampalu sepanjang 200 M dengan anggaran dana IKPS-BBM sebesar

250 juta

Gambar 72

Pembangunan Jalan Simpuding Gunung Malelo

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 181

3. Tahun 2004, pembangunan jaringan telefon dengan dana anggaran 2,5

Miliar dilanjutkan dengan menara pemancar seluler (telfon gengam)

sebanyak tiga menara dan kantor Telkom.

4. Tahun 2006,

o pengaspalan Hotmix jalan Pasar Surantih – Kayu Gadang dengan

besar anggaran 1,3 Miliar.

o Pembangunan embung di Kampung Malelo dengan dana 2, 4 Miliar

o Pembangunan PLTA di Langgai anggaran dana 900 juta

o Pembangunan jalan Koto Tinggi 1,2 KM dengan dana 450 Juta

Gambar 73

Jalan Koto Tinggi Yang Baru Dibuka

o Pembangunan penangkaran Penyu dan objek wisata di Pulau Kiabak

dengan dana tahap pertama 1,3 Miliar

Gambar 74

Pelepasan Penyu Hasil Penangkaran Di Pulau Kiabak Kecil

o Pembangunan Pos Kesehatan Hewan di Pasir Nan Panjang dengan

dana 340 juta.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 182

5. Sampai tahun 2006 bantuan dari Dinas Sosial Propinsi Sumatera Barat

Perbaikan rumah tidak layak huni sebanyak 30 rumah

Gambar 75

Rumah Penduduk Yang Mendapat Program Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Dinas Sosial Kab. Pesisir Selatan.

Bantuan Kelompok ternak sebanyak 20 kelompok dengan jumlah

sapi 120 ekor

Bantuan terhadap kelompok ibu-ibu di nagari yaitu BMT, UKM, KUBE

6. Sampai 2006 ini, pengaspalan jalan lingkar kampung sepanjang 11 KM,

memperbaiki saluran irigasi Batang Surantih. Pembangunan irigasi

pertanian dilaksanakan dengan baik dan pelurusan Batang air Surantih

telah dikerjakan beberapa titik oleh instansi terkait.

Sehinga pembangunan di Nagari Surantih telah banyak membuahkan hasil

dengan baik. Begitu juga dengan sekolah-sekolah telah tumbuh dan terus

bertambah dengan murid begitu banyak. Apalagi TP dan TPSA di tiap Mesjid terus

melaksanakan kegiatan keagamaan.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 183

BAB VII KEADAAN LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA

7.1. Religi dan Sistem Kepercayaan.

7.1.1. Animisme, Aceh dan Islam.

Leluhur masyarakat Nagari Surantih yang berasal dari Alam Surambi Sungai

Pagu telah menganut Agama Islam yang disebarkan dari Aceh yang telah lama

menjalin hubungan baik antara masyarakat dan Kerajaan Aceh. Masyarakat Aceh

dengan masyarakat Minangkabau memiliki hubungan yang tidak pernah terpisah

hingga sekarang. Hubungan kekeluargaan dan memiliki keyakinan yang sama-

sama satu aliran agama. Masyarakat Minangkabau banyak menuntut ilmu tentang

keagamaan ke Aceh dan kemudian dikembangkan di Ranah Minang.

Ajaran dan siar Agama Islam yang dikembangkan dapat dengan mudah

diterima oleh masyarakat bawah hingga kalangan pejabat kerajaan. Salah satu

ajaran yang berkembang adalah ajaran tariqat, yaitu jalan cepat mendekatkan diri

pada Tuhan. Golongan tariqat ini dibagi lagi atas empat golongan, setiap golongan

diambil dari nama orang yang menyusun amalan-amalan sesuai dari petunjuk

Agama Islam, seperti :

1. Tariqat Syatariah

2. Tariqat Kestari

3. Tariqat Naksyawandiyah

4. Tariqat Syaman

Setelah perjalanan panjang para ulama golongan tariqat dari ilmu agamalah

yang menetap dan menyakinkan masyarakat Minang. Golongan ini telah menyatu

dikalangan masyarakat Minang sampai ke pelosok dusun di nagari. Lantaran ilmu

agama itu sangat meresap di sanubari masyarakat, walaupun proses pelaksanaan

golongan tariqat sangat sulit untuk menerapkan ajaran yang sesungguhnya dalam

mencari kesucian.

Sebelum Agama Islam masuk di daerah asal masyarakat Minangkabau,

yaitu daerah dipedalaman yang merupakan tempat awal masyarakat membentuk

suatu perkumpulan kaum berkembang menjadi suatu wilayah hunian Minangkabau.

Daerah pedalaman tersebut disebut dengan daerah darek.

Sebelum menganut Agama Islam masyarakat masih menganut Agama

Animisme mengangap benda-benda ataupun binatang, pohon. sebagai penyebab.

Kedua Agama Hindu, disebarkan pemilik keyakinan ini dibawa oleh masyarakat dari

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 184

pulau Jawa. Dua aliran kepercayaan ini dapat diterima dan berkembang serta

berasimilasi dengan sifat atau kebiasaan masyarakat Minang.

Hubungan baik antara Kerajaan Aceh dengan Minangkabau terjalin erat

melalui pedagang-pedagang. Hubungan tersebut dilandasi rasa saling

membutuhkan dan saling menguntungkan hingga mendorong terjadinya hubungan

pernikahan sumando manyumandoi antara masyarakat Minang dan Aceh.

Wilayah Kesatuan Banda Sepuluh memiliki banyak bandar untuk berlabuh

bagi pencalang Aceh sehingga arus pelayaran ke Aceh sangat lancar. Itu pula

sebabnya pemuda Nagari Surantih bisa mempersunting wanita Aceh, seperti

Tuanku Marah Bara’i, sekarang menetap dan berkembang di Kampung Timbulun.

Begitu juga masyarakat lainnya di Banda Sepuluh ada yang menetap di Aceh

sampai sekarang

Setelah Agama Islam berkembang di Ranah Minang, terjadi asimilasi Agama

Islam dengan budaya-budaya yang ada. Hal ini dapat dilihat dari sikap dan tindakan

masyarakat yang masih tetap mempertahankan prinsip-prinsip keyakinan yang

berbau budaya Animisme dan Hindu. Dari tradisi tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa adanya upaya untuk mempertahankan budaya lama dengan perilaku

tersebut. Kenyataan itu terlihat dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh

masyarakat Surantih yang sekilas dilihat memang aneh, seperti :

a). seseorang mengalami sakit, untuk mengetahui penyebab sakitnya.

Dukun dapat membantu melihat penyakitnya dengan manyarayo limau kapeh

(asam). Mencari kebenaran apa orang tersebut tasapo atau tidak. Asam tersebut

akan memberi tanda dan lokasi kejadian dalam irisan mantra sebagai berikut

“ Limau aku si limau kapeh - engkau aku suruh sarayo

Tumbonyo di tanah barase – untuk maliek

Ureknyo tare tarujam – jangan engkau baduto-duto pado aku

Batangnyo rajo berdiri – kala engkau baduto-duto pado aku

Pucuaknyo rajo maninjau – engkau dimakan Alqur’an 30 jus

Itulah sebagian bait mantra dalam proses penglihatan Dukun dapat

memerintahkan asam dalam penjelasan keadaan. Walaupun hakekat dari proses

tersebut sulit diketahui.

Setelah jelas Si Anu tasapo di pohon atau di air, maka Angku Dukun

memulai langkah berikutnya untuk maulak (menolak bala) pada tempat yang

dianggap sebagai penyebab Si anu sakit. Dengan mencari syarat-syarat seperti :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 185

Daun Cikarau, Cikumpai, Sitawa, Sidingin, Paladang Batin, Junjung Balik dan

Beras Bate. Daun diiris dituang kedalam air wadahnya.

Si dukun membaca mantera pa ureh :

Kum satikum kalu bela

Tadu la urang dangki kasakitan

Biso tawa tajam tumpu

Meminta kepada penghuni pohon agar Si Anu di maafkan.

b). Contoh kedua, pada suatu ketika, kepala Kampung Timbulun Abu Dalis

berburu rusa ke hutan agar buruannya tepat sasaran dan berhasil. Maka dia

mencoba dan bermohon kepada pemelihara Rusa agar mau melepas rusa tersebut

dalam bidikan senjata. Ia membaca mantra :

Oh nyik pitalo guu

Oh nyik ajo sulaiman

Jalan aku pintak, jalan aku balaku

Pintak aku beri, kandak aku balaku

Kalau tidak diberi pintak aku, dimakan sumpah satie

sak sadu hawa nakawa

sabap sanjato, aja di Allah....

c). Sedangkan untuk penghormatan (puja) terhadap binatang masih juga

terdengar dari ucapan-ucapan sebagian masyarakat kita seperti :

1. Pimpinan Tikus atau Tikus (Mancik) disebut dengan Puti

2. Pimpinan Babi (Ciliang) disebut dengan Bigau. Bigau sebangsa

orang pendek dibawah 1M, konon cerit kakinya terbalik (jari

kebelakang).

3. Untuk seekor Harimau dipanggil dengan sebutan Inyiek

d). Begitu pula dalam pembacaan doa, biasanya dalam pembacaan doa

baik doa selamatan di rumah mau pun di tempat-tempat yang dianggap keramat,

seperti : Tampat (kuburan orang keramat). Sebelum pelaksanaannya terlebih

dahulu dilaksanakan pembakaran kemenyan atau juga memakai sesaji. Setelah doa

selesai dibacakan ada yang dilanjutkan dengan pemotongan hewan seperti, Ayam,

Kambing dan lain-lain.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 186

e). Selain itu, keyakinan masyarakat Nagari Surantih yang menganggap

memiliki kajian mendalam tentang keberadaan alam Supra Natural yang terus

menerus diwriskan dari generasi ke generasi. Di Nagari Surantih masih memiliki

banyak cara pengobatan secara turun temurun yang terkenal, seperti ; kemampuan

seseorang untuk penyambungan patah tulang yang disebut dengan dukun urut yang

terkenal di kabupaten Pesisir Selatan hingga ke luar propinsi. Pengobatan

tradisional ini tidak memelukan biaya pengobatan yang mahal. Keahlian tersebut

diwarisi secara turun temurun dimiliki oleh beberapa kaum yang ada di Nagari

Surantih, seperti Melayu, Sikumbang dan Jambak. Proses pengobatan untuk

menyembuhkan diyakini melalui proses alam gaib yang disebut juga dengan

bantuan Ankuan. Begitu juga kemampuan lainnya, seperti pengobatan khusus

anak-anak dan juga kemampuan sunatan dan lain sebagainya. Semua proses

pengobatan tersebut dilaksanakan dengan pembacaan mantera tertentu,

berdasarkan keahlian yang diwarisi.

Pembakaran kemenyan diperuntukkan, pemberi tahu, pemanggilan bagi

arwah sebagai penghormatan, selanjutnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari

contoh yang disajikan di atas dapat dilihat bahwa isi alam ciptaan Tuhan dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat nagari. Secara garis besar bisa dianggap lain, dalam

arti penterjemahan keadaan yang sebenarnya. masih bersifat abstrak dan berbau

Animisme

Di Nagari Surantih, tidak dapat dipungkiri, memang masih ada yang

menyakini hal tersebut. Adanya pikiran dan anggapan bahwa kebenaran dalam

suatu keyakinan yang masih diwarisi. Sementara kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa tidak diragukan lagi dalam tata penghidupan sehari-hari.

Sekarang tinggalkan penilaian terhadap keadaan dan situasi lantaran

keyakinan tersebut, tidak tergantung pada keadaan orangnya maju atau masih

terbelakang. Dari fakta yang dilihat, pelaksanaan hal tersebut bagi mereka

mempunyai alasan-alasan tertentu bahkan mereka merasakan keuntungannya.

Pikiran dan angapan yang digambarkan telah menyalahi aturan yang dipahami.

Sementara hakekat dan tujuan tak pernah diketahui dengan jelas. Hal ini

disebabkan karena manusia terkekang pada alam Supra Natural. Saat ini manusia

masih tetap menunggu perubahan keadaan yang sebenarnya. Walaupun

kepercayaan seperti ini merupakan warisan yang dibawa dari daerah asal nenek

moyang, Alam Surambi Sungai Pagu.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 187

Umumnya masyarakat Nagari Surantih menganut Agama Islam. Keyakinan

ini dianut, diterima dan diwarisi dari Niniak/orang tua yang memeluknya di nagari ini.

Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan landasan hidup masyarakat

nagari. Meskipun dalam kehidupan masyarakat Nagari Surantih masih terdapat

golongan masyarakat yang menyakini cara yang berbeda, namun itu sesuai dengan

masa dan situasi pemahamannya.

Meskipun demikian tidak satu pun terjadi penyalahgunaan. Perdamaian

sesama umat beragama sangat bagus dan lancar sama-sama diterima oleh

masyarakat nagari. Berikut ini diuraikan organisasi agama yang dijalankan oleh

masyarakat Nagari Surantih dari masa ke masa :

7.1.2. Organisasi Tariqat

A. Tariqat Syatariyah.

Syekh Burhanuddin menerapkan Tariqat Syatariyah di bumi Minangkabau.

Sebelumnya beliau belajar ke Aceh, nama kecil beliau adalah Pono dari kaum /suku

Guci. Dilahirkan di Nagari Pariangan Padang Panjang tahun 1646. guru beliau di

tanah Aceh bernama Abdul Rauf.

Sepuluh tahun lamanya beliau menuntut ilmu di Aceh, sehingga beliau

sudah mampu menguasai bermacam ilmu Agama Islam dan bahasa Arab. Berbekal

ilmu agama yang beliau kuasai, akhirnya beliau kembali ke Ranah Minang dengan

membawa beberapa orang putra Aceh satu perguruan. Dalam menyiarkan ajaran

Agama Islam dan meningkatkan ilmu agama bagi masyarakat Minangkabau. Pada

saat melakukan siar Agama Islam di Minangkabau, masyarakat masih banyak

menganut kepercayaan Hinduisme dan Animisme.

Daerah Ulakan Pariaman, dipilih sebagai tempat menetap bersama pengikut

beliau dalam menyebarkan ajaran dan dakwah-dakwah agama pada masyarakat.

Perjalanan dakwah beliau jalani dengan niat suci ikhlas penuh kesabaran demi

mengajak masyarakat dalam menuju sauatu keyakinan beragama melalui

pembinaan beliau yang mengembangkan aliran Tariqat Syattariyah. Perkembangan

siar Agama Islam yang dilakukan telah memasuki wilayah luhak-luhak dan sampai

ke daerah rantau sehingga orang-orang banyak tahu dan ingin langsung berguru

padanya.

Di Nagari Surantih juga berkembang dan disambut baik oleh masyarakat,

sehingga golongan Syattariyah sudah ada semenjak dahulunya yang dibawa oleh

anak nagari. Berdasarkan cerita orang tua-tua banyak anak Nagari Surantih yang

langsung berguru pada beliau antara lain :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 188

1. Angku Kali Adad Kaum Caniago

2. Angku St. Pamuncak Kaum Melayu.

Orang tua-tua nagari inilah yang berusaha menjalankan dakwah,

memperluas siar ajaran Agama Islam disamping ajaran ini telah dibawa dari daerah

asal Muaro Labuah. Hampir tiga tahun beliau-beliau belajar dengan syekh

Burhanuddin di Ulakan. Berbekal ilmu agama yang beliau dapat, hingga menjadi

terkenal di Nagari Surantih. Selain itu beliau ke Mekah untuk menambah ilmu dan

menunaikan ibadah haji.

Perjalanan dakwah di Nagari Surantih dilakukan dengan cara membagi

wilayah tugas guna menyempurnakan Ajaran Islam untuk lebih mendekatkan diri

pada Allah SWT. Bermacam cara dakwah dilaksanakan dengan ditambah bekal

ilmu kesaktian yang dimiliki digunakan untuk menarik minat masyarakat agar ikut

dalam kegiatan siar yang dilakukannya.

Angku Kali Adad.

Angku Kali Adad menjadikan daerah Ganting Hilir bagian pantai barat Nagari

Surantih sebagai daerah siarnya dan tinggal di Gunung Malelo. Di daerah inilah

beliau menyebarkan Agama Islam Tariqat Syattariyah. Masyarakat Nagari Surantih

dengan cepat menerima ajaran tersebut. Pada saat itu hampir seluruh masyarakat

menerima ajaran tersebut. Jika dilihat pada saat sekarang masih banyak Mesjid-

mesjid dan surau di Surantih mengamalkan ajaran beliau. Pelaksanaan dua puluh

rakaat di tambah witir di Bulan Ramadhan menjadi ciri dan kekhasan golongan

tersebut. Dalam hal-hal lain untuk meningkatkan keimanan kepada Allah SWT.

Tariqat lainnya adalah Kestari, Naksabandi dan Kasaman.

Waktu itu kegiatan beliau dilaksanakan di surau-surau, setelah berkembang

di Nagari Surantih berdirilah Mesjid permanen pertama di Ganting Hilir (Timbulun).

Mesjid tersebut sekarang dikenal dengan Mesjid Nurul Huda atau disebut juga

Mesjid Uncing. Di Dusun Samudera Pasar Surantih, imfak lokasi dari Kaum

Sikumbang, didirikan sebuah Mesjid yang sekarang dikenal dengan Mesjid Nurul

Iman. Mesjid-mesjid inilah yang masih mempertahankan aliran Tariqat Syattariyah

kuno. Aliran tariqat berikutnya lebih dikenal dengan Tariqat Kestari yang diwarisi

dari generasi ke generasi, dikembangkan oleh Imam Kharabi dan Imam Kahruan.

Pada masa sekarang diteruskan oleh Kht. Kilar Kaum Melayu.

Perkembangannya setelah terjadinya reformasi, oleh kaum atau golongan

yang berpikiran maju dalam Agama Islam di Nagari Surantih. Secara perlahan tetap

dijalankan walaupun sebagian telah mengikut ajaran baru tersebut. Mulai beralihnya

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 189

para pengikut untuk mengikuti ajaran tariqat yang baru berkembang mengakibatkan

sulitnya untuk membedakann golongan tariqat kuno atau pun yang baru.

Perkembangan tariqat yang baru mulai meluas ke Dusun Cimpu, awal

kegiatan dilaksanakan dari rumah ke rumah. Setelah itu didirikan sebuah Surau

yang bernama Surau Taqwa yang dipimpin oleh guru Kht. Saridin dari kaum

Caniago yang dilanjutkan oleh Imam Ali Kaum Caniago

Perkembangan jemaah tersebut meluas ke Kampung Pasir Nan Panjang.

Pendirian sebuah surau menjadi tanda perkembangan ajaran ini, Surau Mangga

yang sekarang menjadi Mesjid Zahara menjadi pusat kegiatan dakwah di daerah ini.

Kemudian pindah ke Dusun Tuo mendirikan Surau Kemuning dan berkembang

menjadi Mesjid Hurul Hidayah yang dipimpin oleh Kht. Aggur Kaum Caniago dan

diteruskan oleh Buya Siap Kaum Kampai dan Buya Rasulis Kaum Sikumbang. Di

Kampung Rawang juga berdiri Surau Al ikhlas tahun 2004 yang dibawakan oleh

Bilal Niruh.

B. Tariqat Kestari.

Di Nagari Surantih golongan Tariqat Syattariyah dan Kestari sangat sulit

untuk membedakan lantaran kedua Tariqat ini hampir sama, namun tentunya ada

perbedaan dalam pengamalan ajaran yang melekat pada kedua aliran tariqat

tersebut. Dalam konteks ini perbedaan yang bisa digambarkan adalah dalam aspek

perjalanan dan perkembangan pengamalan ajaran masing-masing tariqat.

Berdasarkan asumsi ini bisa digolongkan sebagai aliran tariqat kuno dan tariqat

modern.

Pengamalan-pengamalan mulai berkembang dengan cara yang berbeda di

Nagari Surantih. Tariqat modern terus berkembang pesat dengan menerapkan

sistem berpuasa sama-sama dan membaca khotbah dalam bahasa latin. Begitu

juga dalam mengujungi makam guru di Ulakan Pariaman secara langsung.

Sistem dakwah yang diterapkan dengan sistem wirid-wirid di Mesjid dan

surau yang ada di Nagari Surantih yang menjadi basis ajaran yang sealiran. Di

Nagari Surantih dibawakan oleh putra daerah yaitu, Labai Musa K, sekarang

dilanjutkan oleh Imam Amirudin yang lebih dikenal dengan nama Imam Paoh Kaum

Sikumbang. Mesjid dan surau yang beliau masuki Surau Lurah di Koto Baru, Surau

Nurul Iman Dusun Tangah Kampung Rawang, Mesjid An-Nur tepi Banda Kayu

Gadang, Ampalu dan lain-lainnya.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 190

Angku St. Pamuncak

Angku St. Pamuncak yang menetap di Langgai berasal dari Kaum Melayu,

menyebarkan ajaran Agama Islam dari gurunya daerah asal. Aliran Tariqat beliau

siarkan di Wilayah Ganting Mudik. Tata cara perkembangan Agama Islam di daerah

ini beliau lalui dengan memberi masyarakat dakwah-dakwah. Dengan penuh

kesabaran beliau mengumpulkan masyarakat untuk sholat bersama dan wirid

secara berkelompok. Untuk menambah ilmu beliau berguru kepada Syekh

Burhanuddin di Ulakan.

Masyarakat dengan mudah dan cepat memahami, menerima cara

penyampaian ajaran tersebut lantaran lebih jelas dan lebih terarah. Hakikat

beragama untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penguasa

alam semesta. Walaupun dalam proses yang panjang, pengamalan golongan ini

dengan menempuh tingkat kesulitan jiwa dan raga menjadi sempurna untuk

mendapatkan kesucian diri yang sebenarnya lantaran tidak mudah untuk

mendapatkan kerendahannya.

Kepatuhan dan ketaatan kepada guru meruapakan kunci keberhasilan tata

cara penghidupan masyarakat beragama di Daerah Mudik Surantih sangat tinggi

dapat dibuktikan waktu itu. Awal abad 18 sudah ada berdiri surau-surau (Mesjid)

dari kayu. Ditempat inilah proses belajar dan dakwah dengan baik dilaksanakan

sembari melaksanakan amalan-amalan. Sehingga di daerah Mudik lahirlah pemuka

Agama Islam nagari hasil didikan beliau yang memiliki kharismatik dan tingkat ilmu

yang sangat tinggi, sehingga Nagari Surantih disegani oleh nagari-nagari lain

dengan pusatnya Langgai.

C. Tariqat Naksyabandiyah

Tariqat ini berasal dari nama penyebar pertama ajaran ini yaitu, Al - Din

Naqsyabandi yang meninggal pada tahun 1989 M. Siar ajaran ini kemudian

dilanjutkan oleh Syekh Abdur Rauf di Aceh. Ajaran ini disebarkan oleh Syekh Abu

Rahman dari Batu Hampar (1830). Dari hasil belajar beliau di Tapak Tuan Aceh dan

berlanjut ke Mekah selama 7 tahun menuntut ilmu agama. Pada saat beliau pulang

kembali ke kampung membangun sebuah Mesjid untuk melaksanakan siar tariqat

ini.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 191

D. Tariqat Syaman

Tariqat ini merupakan gabungan tariqat Khalwatiyah dengan Qadariyah,

Naksyabandiyah dan Syadziliyah yang disusun secara baik oleh Muhammad Ibn

Abu Al- Karim Al-Samman. Kata syaman diambil dari nama pendiri ajaran ini. Dalam

ajaran ini mengajarkan tentang pencarian kehakikian hidup di dunia dan

mempersingkat pengajian dalam pengamalan praktis dan terarah. Ajaran ini

memiliki pengikut yang banyak dalam Nagari Surantih sehingga tariqat ini

berkembang luas. Banyaknya Mesjid dan Surau mengamalkan ajaran ini, tanpa

terasa tariqat lain jadi terabaikan dan kurang diminati seperti di wilayah hilir (ganting

Mudik). Kebanyakan pengikut ajaran ini ada disetiap kampung di Nagari Surantih,

hal ini ditandai dengan mesjid dan surau yang berasal dari golongan tariqat ini.

Berdasarkan pengamatan secara umum terhadap ketiga aliran Agama

Islam yang ada di Nagari Surantih merupakan suatu perserikatan yang sama pada

awalnya, namun demikian terjadi suatu perubahan kecil dalam pengamalan.

Adanya rasa takut masyarakat, tidak mampu mengamalkan amalan-amalannya.

Oleh karena itu pada saat ini terjadi perubahan dalam pelaksanaan. Sehingga

intensitas pengamalan nilai-nilai ajaran ini menurun dalam mencapai tujuan tingkat

kesucian dan pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Perubahan tersebut dapat kita gambarkan dalam teknis pelaksanaan antara

ajaran taiqat kuno dan yang modern (baru), seperti :

D.1. Tariqat kuno

Dalam menjalankan amalan dalam kelompok ini memiliki tingkatan dalam

memperdalam ilmu suluk. Murid-murid sebelum melanjutkan amalan pada tingkat

yang lebih tinggi harus di Bi’ad. Ilmu agama dalam golongan tersebut bagaikan

mutiara yang terpendam, harus ditelaah dengan memperdalam amalan-amalannya.

Itu sebabnya ilmu-ilmu yang dipelajari terkukung dalam lingkaran golongan-

golongan tersebut saja. Kelebihan yang diberikan Tuhan kepadanya dianggap di

luar logika dan tidak rasional bagi orang luar golongan ini. Pelaksanaan secara

umum dapat dilihat, dimulai dari pelaksanaan puasa yang memakai hitungan rukiah,

melihat bulan yang dikenal dengan istilah tampak bulan. Dalam melaksanakan

ibadah Sholat Tarawih berjumlah 20 rakaat, ceramah tidak dilakukan tapi diganti

dengan melaksanakan shalawat nabi. Begitu juga dengan pelaksanaan khotbah

juma’at memakai bahasa arab dan melakukan zairah kubur ke makam guru.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 192

D. 2. Tariqat Modern.

Dalam menjalankan amalan-amalan ilmu suluk sama dengan biasanya.

Dalam menuju kesucian jiwa, perbedaanya terletak pada keterbukaannya. Tidak

terkukung pada golongan tertentu, sedangkan teknis pelaksanaan mulai dari puasa

dengan hitungan Istimal (mencukupkan sampai 30 hari). Sholat tarwih dilaksanakan

20 rakaat, diiiringi dengan ceramah agama (khotbah).

D.3. Tariqat Syaman

Dalam ajaran ini mengajarkan tentang mempersingkat cara mempelajari

ilmu-ilmu suluk. Pelaksanaan sholat tarawih juga dua puluh rakaat sama dengan

tariqat lainnya. Teknis pelaksanaaan mendasar secara umum paham ini tergolong

lebih modern lagi

Bila dilihat perjalanan tariqat kuno di Nagari Surantih memang terus berjalan

secara alami. Seakan meninggalkan kepentigan yang berbau duniawi. Sedangkan

tariqat modern mencoba menrobos perkembangan zaman. Terlibat secara langsung

dalam perkembangan dunia sehingga mereka terlibat dalam perpolitikan di nagari,

itu pula sebabnya mereka disukai masyarakat.

E. Cerita (Kaba) Aliran Tariqat

Berdasarkan cerita orang yang menguasai ilmu tariqat tingkat tinggi dengan

menguasai amalan-amalan yang sangat mendasar. Orang tersebut memiliki tingkat

kesucian yang tinggi. kedekatannya pada Tuhan Yang Maha Esa dapat beliau

buktikan di dunia dengan menguasai ilmu-ilmu dunia yang beragam dan memiliki

kekuatan yang sangat tinggi

Amalan-amalan tariqat lainnya dapat dilihat juga pada ilmu ketahanan tubuh

seperti : debus. Di Surantih ilmu ini dikenal dengan ketahanan tubuh, besi runcing

yang ditusukan ke perut dan tangan diringi dengan musik berupa gendang tapi tidak

bisa menusuk tubuh atau melukai tubuh sama sekali.

Nagari Surantih semenjak dahulu punya kharisma yang menonjol, yaitu

kekuatan yang seharusnya terwarisi secara turun temurun yang dikenal dengan

sebutan Tinju Langgai. Tinju Langgai bukan saja dikenal di Nagari Surantih tetapi

juga disebut di nagari lain di Kabupaten Pesisir Selatan dan bahkan di daerah luar.

Tinju Langgai merupakan kesempurnaan ilmu bela diri yang dipadukan dengan

keputusan silek langkah tigo. Proses panjang untuk menguasai ilmu ini menjadi

kendala untuk bisa bertahan dan disukai oleh masyarakat terutama para generasi

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 193

muda. Walaupun manteranya pendek dapat dikuasai, namun belum tentu dapat

dimanfaatkan, seperti :

Hak biso tumpuan biso

Bak biso tumpuan tawa

Bisukan jari aku nan ampek

...............

Mantera pendek dan gampang untuk dihafal, tetapi tidak begitu saja

mendapatkan hasil yang maksimal. Tanpa ada keputusan yang jelas dengan

mewujudkan suatu hakekat bathin. “habih langkah indak malangkah”, sehingga ilmu

ini jarang terwariskan lagi pada generasi berikutnya. Diambang hilangnya ilmu

tersebut, sudah dapat dilihat jarang adanya sasaran latihan silat di tiap kampung.

Ilmu tersebut terus terkungkung dalam ruang lingkup aliran tertentu. Hakekat dari

ilmu silat pada dasarnya bukanlah untuk dipertontonkan, apalagi untuk

dibanggakan.

Gambar 76

Seorang Pemuda Sedang Latihan Silat Dengan Gurunya

7.1.3. Organisasi Muhammadiyah.

Didorong oleh kondisi negara saat itu dikuasai oleh bangsa penjajah. Seiring

dengan perkembangan zaman dan umat manusia, Timbul bermacam pembaharuan

guna untuk memperbaiki kondisi negara dan masyarakat agar lebih terarah.

Pembaharuan dalam tingkat keimanan dari berbagai golongan / aliran dalam satu

keyakinan yang sama yakni Agama Islam, terjadi di Indonesia dengan alasan

penyempurnaan. Tujuannya adalah untuk menambah keyakinan kepada Tuhan

Yang maha Esa, selagi tidak menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan diterima

masyarakat.

Dalam menerapkan Alquran dan Hadis, sebagai suatu landasan dan

pedoman hidup untuk menuju jalan keredha’an-Nya. Agar masyarakat mau

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 194

mengikuti dan tidak keberatan dalam memenuhi tuntutan ajaran agama dalam

menjalan sholat lima waktu. Kaum modernis yang belajar ke Mekah, mencoba

menerapkan hukum Alqur’an dan Hadist Nabi untuk suatu landasan dan pedoman

hidup umat manusia. Mereka mencoba menyusun keyakinan baru umat Islam agar

suci dari pengaruh Animisme, Dinamisme dan pengaruh aliran lain. Bahkan adat

tidak lagi punya landasan yang jelas, sudah goyah dalam suatu perserikatan

kerapatan. Adat tidak lagi basandi sarak, sarak basandi adat yang dijalankan oleh

para Ninik Mamak. Nagari yang tercoreng akibat tindakan melanggar aturan Agama

Islam.

Ahmad Khatib orang Koto Tuo IV Angkek Candung Bukittinggi, lahir pada

tahun 1849 M. Berangkat ke Mekah bersama bapaknya di usia 11 tahun. Beliau

berguru di sana sehingga akhirnya menjadi warga arab dan menjadi guru di Mesjid

Harram. Keberadaan beliau di Mekah, menjadikan suatu tumpuan bagi masyarakat

di tanah air, untuk menyampaikan perkembangan agama. Mendengar hal tersebut

beliau merencanakan dan mengumpulkan orang Indonesia yang sedang berhaji

untuk dididik dalam pengamalan ilmu agama yang banyak berlandasan kepada

hadis dan sunah rasul. Sehingga banyak yang berguru menuntut ilmu kepada beliau

salah satunya dari Jawa, yaitu : K. H. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta.

Beliau adalah orang yang merintis langkah pembaharuan dalam menuju suatu

perubahan sistem umat Islam dalam pengamalan ajaran dan nilai-nilainya. Beliau

memberanikan diri untuk mengumpulkan kaum modernis yang bermodal untuk

bersatu dan membentuk suatu Organisasi Islam yang disebut dengan

Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta.

Perjuangan Organisasi Muhammadiyah mulai merambah seluruh pelosok

Nusantara. Adanya pikiran Agam Islam tidak murni lagi dan terpangaruh oleh kaum

adat yang bertindak tidak sesuai dengan aturan Islam yang menguasai golongan

tariqat. Organisasi Muhammadiyah menolak aliran yang sedang ada selama ini.

Aliran yang dianggap ortodok yang memakai metode filsafat, yang dianggap mistis

bahkan diragukan ke murniannya.

Perjuangan organisasi Muhammadiyah menjalar hingga ke pelosok negeri

dengan penyampaian dakwah-dakwah yang keras dan mendirikan sekolah-sekolah

umum bernafaskan Islam dengan pengamalan secara praktis dan singkat.

Pengamalan yang praktis dan pendek tersebut disukai oleh kaum muda. Itu pula

sebabnya organisasi Muhammadiyah maju dengan pesat sehingga aliran tariqat

sudah tergeser di tengah masyarakat. Dengan berkembangnya organisasi

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 195

Muhammadiyah perseteruan antar golongan mulai memanas dan saling

menyalahkan. Sehingga masyarakat mengenal dua golongan dalam Agama Islam :

1. Golongan Muhammadiyah yang disebut dengan kubu muda

2. Golongan tariqat yang disebut kubu tua.

Di Minangkabau saling bantah dan adu argumentasi mulai membara dari

pengikut bawah sampai tingkat atas. Golongan tariqat mendirikan organisasi yang

diberi nama Serikat Islam. Kaum tua dibela oleh kaum adat, hal seperti ini memang

tidak terjadi perang fisik namun hanya dengan argumentasi. Tanggal 15 juli 1919

hampir 6 tahun sudah perbedaan antar organisasi Muhammadiyah dengan

organisasi tariqat berseberangan dalam hal pemahaman Aqidah yang sama yaitu

Islam. Pemerintah Hindia Belanda yang berada di Minangkabau, mengadakan

pertemuan dengan kedua belah pihak untuk membahas persoalan agama yang

terjadi. Argumentasi dan pembelaan terjadi sehingga diambil kesepakatan untuk

berdamai. Masing-masing menjalankan amalanya menurut keyakinan yang dimiliki.

Masyarakat semakin bertambah banyak, zaman semakin maju menuju era

modernisasi, sampai pada masa reformasi. Itu pula sebabnya masyarakat secara

bersama harus merasa bertanggung jawab, mewaspadai keadaan dan dalam hal

regenerasi, lantaran manusia semakin banyak berselimut pada kepentingan

masing-masing.

Keterbatasan manusia dalam mencari dan berfikir, menjadikan manusia

untuk bersikap hati-hati kepada orang sekelilingnya. Bermacam ilmu dan pendapat

akan tumbuh mendatangi, guna merubah apa yang telah dimiliki selama ini. Orang

akan menumpang dari kekurangan, untuk mengajak menjerumuskan pada arah

yang tidak dipahami.

Kesalahpahaman masa lampau jangan dijadikan suatu perdebatan dan

pembahasan. Itu baru merupakan perbedaan teknis dalam suatu niat yang sama.

Kita lebih takut apabila Aqidah yang melenceng jauh dari yang sebenarnya. Orang-

orang tidak mau lagi melaksankan rukun Islam, sholat lima waktu. Sedangkan kita

berjuang untuk tetap bertahan sebagai pemeluk Agama Islam. Aliran tidaklah

dipersoalkan, asal masih menyakini Tuhan Yang Maha Esa, pencipta alam semesta

tempat memohon ampun dan pertolongan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 196

7.1.4. Kepercayaan Dalam Masyarakat.

Pada umumnya masyarakat Minangkabau memeluk Agama Islam, demikian

juga halnya dengan masyarakat Nagari Surantih. Sekilas hal ini dapat dilihat dari

banyak Mesjid dan Surau-surau yang digunakan sebagai sarana ibadah dan

aktivitas keagamaan lainnya. Kegiatan pemuda dan pemudi yang bernafaskan Islam

seperti Simarantang, orkes melayu dan perkumpulan pengajian dapat ditemui di

setiap kampung.

Di Nagari Surantih semenjak zaman perjuangan kemerdekaan, pemuda-

pemudi nagari banyak yang pergi merantau ke luar nagari untuk menutut ilmu adat

dan pendidikan tentang Agama Islam ke Canduang Parabek Padang Panjang,

Tarbiyah Islamiyah, Thawalib School, Kulliyatul Muballigin, Normal Islam di Padang,

Kuekschool Islamiyah Bukittinggi.

Pemuda-pemuda inilah yang akhirnya menjadi pimpinan nagari, tokoh

agama dan adat, sehingga dapat mendirikan sekolah agama sekaligus menjadi

guru. Dampaknya anak nagari menjadi generasi yang terampil, Islami. Karya dan

usaha mereka telah dapat diwarisi sebuah sekolah Muhammadiyah MTSN Nagari

Surantih. MTSN ini didirikan pada tahun 24 Jumadil Akhir 1398 H atau 1Juni 1978

M.

Pada masa sekarang dalam pemerintahan nagari berusaha meningkatkan

nilai-nilai ajaran Agama Islam pada anak-anak semenjak usia 4-8 tahun. Mereka

diwajibkan mempelajari bacaan ayat suci Alquran atau yang biasa disebut

masyarakat dengan mangaji pada guru-guru agama baik di Mesjid TPA- TPSA,

maupun di surau, kemudian dilanjutkan belajar pada pondok Alqur’an yang didirikan

pada tahun 2004. Kegiatan lain yang dilaksanakan adalah menghafal bacaan

Alqur’an untuk sholat dan belajar pelaksanaan sholat berserta hafalan doa-doa yang

berkaitan dengan akitivitas dalam kehidupan sehari-hari.

Pada sekarang ini pendidikan Agama Islam tidak hanya diajarkan secara

informal saja. Bagi anak nagari yang ingin mendalami Ajaran Islam, pada tahun

2003 telah didirikan pula sebuah pesantren Bahlilul Janah di Kampung Timbulun.

Pendirian pesantren ini diprakarsai oleh sebuah yayasan dan H. Rajalis Kaum

Kampai Timbulun, berkat kerja keras dan usaha yang teguh pesantren tersebut

dapat berdiri dengan baik. Hal ini tentunya juga berkat bantuan dan partisipasi

anggota lainnya.

Bila dilihat kehidupan religi masyarakat Minangkabau pada umumnya,

terutama di Nagari Surantih. Meski telah menganut dan menyakini ajaran Agama

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 197

Islam. Namun sebelum masuknya Agama Islam, telah diketahui bahwa masyarakat

Minangkabau menganut kepercayaan Animisme dan Hindu. Pengaruh dari nilai-nilai

dari ajaran tersebut masih dapat terlihat (berasimilasi) dalam kehidupan masyarakat

Minangkabau umumnya, Nagari Surantih khususnya. Sekarang masih banyak yang

menyakini, keganjilan, keanehan yang tertanam di bumi Surantih walaupun

masyarakatnya sekarang umumnya beragalam Islam.

Di Nagari Surantih bila dilihat dari sebagian keyakinan masyarakat dalam

menarik garis ajok sepadan Nagari Surantih. Tanap disadari masyarakat Nagari

Surantih secara alami pengambaran berdasarkan alam takambang, menjadi latar

belakang sejarah “Alam Sati Nagari Surantih”. Fenomena yang ada di Nagari

Surantih menyimpan unsur kekuatan magis yang banyak menyimpan misteri yang

belum dapat diketahui dalam menguak Alam Sati Nagari Surantih. Masyarakat

nagari masih banyak menyakini dan menerima pengaruh dari kekuatan dan

kesaktian pada alam dan Tampat-tampat tertentu.

Tampat-tampat tersebut merupakan suatu misteri yang tidak pernah

terjawab, karena apa yang ada di Nagari Surantih merupakan harta nagari yang

harus diketahui dan dikembangkan sebagai aset yang tidak ternilai yang terkenal

selama ini seperti :

1. Silek Lintau di Batusangkar

2. Acuang Piaman di Padang Pariaman

3. Tinju Langgai di Surantih Painan.

Begitu juga dalam syair-syair sebuah lagu daerah pasisie yang berbunyi :

Surantih taluaknyo dalam

Batang Kapeh lubuk timpurung

Dari uraian di atas tidak satu pun yang bisa memahami dan diwarisi generasi

sekarang dan generasi berikutnya. Apalagi dalamnya isi Nagari Surantih selama ini.

Bila dilihat budaya dan perilaku masyarakat nagari dahulunya memiliki kharisma

tinggi yang tidak sama dengan nagari-nagari lain di kabupaten Pesisir Selatan.

Sikap pemberani yang terus terwaris tak pernah luntur dari generasi ke generasi. Itu

sebabnya dituangkan apa yang ada dan diyakini oleh setiap masyarakat nagari

guna untuk di pedomani bersama, seperti dalam peta berikut ini.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 198

Peta 5

Peta Posisi Ajok Sepadan dan Tampat Di Nagari Surantih

A. Tampat dan Urang Bunian.

Untuk memperjelas keberadaan nagari ini tentu ditandai dan diperjelas oleh

ajok sepadan nagari yang ditentukan secara adat. Tanda batas tersebut

digambarkan dengan kata ibarat yang merupakan fakta alam, seperti bakau nan

babejai, pinang nan baririk. Sedangkan daerah tampat yang memiliki kekuatan

magis terdapat pada lokasi-lokasi seperti Bukit, Gunung dan hutan. Ajok sepadan

tersebut jika dihubungkan dengan garis dari satu titik ajok sepadan ke titik lainnya.

Secara garis horizontal akan membentuk garis imajiner berupa lingkaran yang

mengelilingi Nagari Surantih. Nagari Surantih secara tidak langsung berada dalam

lingkaran tampat-tampat yang berada di keempat arah titik ajok sepadan yang

menyimpan kekuatan Supra Natural sehingga memberikan tuah kepada Alam

Nagari Surantih.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 199

A.1. Ajok Sebelah Barat

Batas tanda yang menjadi batas nagari di arah barat secara adat dibaratkan

dengan kata riak nan badabua. Daerah yang diyakini memiliki kekuatan magis

terdapat dan tersimpan di Gunung Rajo. Masyarakat mempercayai di daerah ini

tedapat kuburan keramat yang disebut dengan tampat. Menurut cerita yang

berkembang dalam kehidupan masyarakat, tampat tersebut merupakan milik Kaum

Melayu Langgai yang bernama Sutan Muncak. Lokasi tampat tersebut berada di

sebelah selatan Gunung Rajo yang memiliki kekuatan gaib yang tidak diketahui.

Namun banyak dikunjugi oleh masyarakat dalam melepaskan kaul dan berniat.

Selain tampat tersebut Gunung Rajo juga memiliki kekayaan alam berbentuk batu

permata yang bernama Kali Maya.

Gambar 77

Gunung Rajo

Kekuatan magis gunung ini dirasakan para nelayan ketika mereka

mengalami hujan badai di lautan. Dari arah Gunung Rajo pada saat badai tersebut

menimbulkan cahaya di tengah badai yang hitam pekat tersebut. Cahaya

tersebutlah yang menuntun arah mereka menuju daratan dan keluar dari badai.

Sedangkan di dalam riak nan badabua memiliki tiga buah pulau, di sana terletaknya

lautan sati Nagari Suratih yang harus dipecahkan maknanya.

A.2. Ajok Sebelah Utara.

Batas nagari pada arah ini dalam kata adat diibaratkan dengan bakau nan

babejai. Di arah daerah ini masyarakat memiliki keyakinan bahwa terdapat

kekuatan gaib dan magis yang terletak pada daerah seperti Gunung dan bukit. Bukit

dan gunung yang memiliki kekuatan magis antara lain Bukit Tabek Rawang disebut

dengan Tampat Singguliang. Sementara di daerah Gunung Malelo memiliki dua

buah tampat yang dijadikan masyarakat dalam melepaskan kaul yaitu di Bukit Batu

Balai, merupakan daerah yang diwarisi oleh Kaum Caniago Lubuk Batu. Di tampat

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 200

ini merupakan lokasi kuburan Tuanku Kali Adat yang bergelar Maha Rajo Lelo.

Tampat yang kedua terletak di Bukit Gadang Gunung Malelo, merupakan daerah

yang diwarisi oleh Kaum Kampai. Di daerah tampat ini disemayamkan Ayek Uniang

dari keturunan Kampai Langgai.

Pengaruh dari keberadaan tampat ini pernah dirasakan oleh kaumnya,

media yang menjadi pertemuan dari hubungan tersebut adalah melalui peristiwa

mimpi. Dalam mimpi yang dialami, diberikan sebuah petunjuk yang memerintahkan

untuk melaksanakan sesuatu dan harus melaksanakannya dengan baik dan

menyakininya. Biasanya petunjuk-petunjuk yang diperoleh dari peristiwa mimpi

tersebut adalah tentang pengobatan, seperti mengobati orang yang sedang sakit

bahkan orang kemasukan roh halus (didatangi penghuni tampat).

Fenomena alam gaib nagari ini terlihat juga di Bukit Batu Balai dengan

lahirnya cerita rakyat yang dikenal masyarakat sebagai kaba Bujang Jibun.

Sementara di Gunung Mansek Kampung Koto Marapak diyakini masyarakat

sebagai Gunung yang banyak dihuni sekelompok masyarakat gaib yang sering

disebut juga oleh masyarakat sebagai Urang Bunian. Bahkan beberapa masyarakat

pada hari tertentu pernah merasakan melalui panca inderanya saat berada di

daerah tersebut adanya bau-bauan, pendengaran dan penglihatan yang sulit

diterima akal sehat. Pengalaman yang pernah dirasakan masyarakat yang

mengalami kejadian tersebut seperti melihat perkebunan yang belum pernah dilihat

sebelumnya bahkan mendengar pembicaraan orang, bunyi ganto, ada juga yang

membauni masakan. Bagi mereka yang mengalami peristiwa tersebut merasakan

kejadian tersebut persis seperti dengan kehidupan sesungguhnya.

A.3. Ajok Sebelah Selatan

Diibaratkan dengan parik nan tarantang dahulunyo pinang baririk, keduanya

daerah yang diyakini memiliki kekuatan magis adalah Gunung Giriak. Bagi

masyarakat gunung ini menyimpan misteri tertentu ada kepercayaan dalam

kehidupan masarakat bahwa ada kehidupan alam gaib merupakan sekelompok

mahluk Tuhan yang disebut Urang Bunian. Di Gunung Girik sering orang

menemukan keganjilan apabila tersasar orang melihat adanya kebun nenas, limau

manis, jangkar kapal, piring dan lobang berupa terowongan. Ada juga orang di

bawah ke perkampungan Si Bunian melalui giriaknya yang berada sebelah selatan

gunung tersebut. Penghidupan masarakat Si Bunian persis seperti penghidupan

masyarakat masa lampau rumah-rumah berbentuk bundar bulat berperkarangan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 201

tanah yang bersih. Beratapkan daun kayu dan memiliki pimpinan di Gunung Girik

yang bergelar Penghulu.

Bagi masyarakat sampai saat ini giriak yang ada di gunung tersebut masih

berupah misteri yang belum perna terjawab kebenarannya, walaupun sebagian kecil

masarakat di Gunung Giriak menyimpan harta karun atau yang lainnya seperti Goa

Burung Layang-layang, namun semua itu hanya baru merupakan suatu cerita di

Nagari Surantih ini.

Gambar 78

Gunung Giriak Diyakini Masyarakat Sebagai Salah Satu Tampat Yang Manjadi Daerah Perkampungan Urang Bunian.

A.4. Ajok Sepadan Timur

Tanda batas Nagari Surantih di arah timur ini berada pada daerah Lubuk

Badangkung arah Bukit Bujang Juaro hingga ke Pematang Bukit Kulambu di Batang

Air Tajungkang di tapian mandi Malintang Suai sehingga baganting mudik. Di

daerah ajok sepadan ini merupakan daerah yang paling banyak menyimpan

fenomena gaib. Mulai dari magis daerah Koto Tinggi hingga ke Langgai. Di setiap

kampung memiliki beberapa tampat yang diyakini masyarakat memiliki berbagai

macam kekuatan magis yang menyimpan misteri yang tak terpecahkan oleh akal

sehat, hingga masyarakat masih tetap menyakini dan merasakan hal tersebut.

Di Kampung Kayu Aro menyimpan keunikan lantaran banyak memiliki

fenomena magis yang hampir mirip dengan keadaan Nagari Surantih. Kayu Aro

memiliki tiga buah tampat berada di sekitar kampung ini, salah satu dari tampat

tersebut ada yang berpasangan dengan tampat yang di Koto Tinggi. sama halnya

dengan tampat yang ada di Nagari Surantih, tampat yang ada di daerah ini juga

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 202

dijadikan sebagai tampat untuk melepaskan kaul dan niat oleh masyarakat yang

percaya akan kekuatan yang dimiliki tampat tersebut50

.

Di sebelah Utara, daerah Pematang Bukit Punjuang terdapat Batu

Batingkek, menurut cerita masyarakat meyakini bahwa itu merupakan rumah Bujang

Jibun. Tampat tersebut dimanfaatkan sebagai tempat bertapa menuntut ilmu-ilmu

dunia. Sebelum sampai di Bukit Punjuang tempat rumah Bujang Jibun akan

melewati terlebih dahulu Tanah Nyariang (Nya[g]iang). Di lokasi ini menyimpan

misteri alam yang aneh dan gaib, ketika seseorang melewati daerah tanah tersebut

akan mendengar suara nyaring/mendesing dari setiap langkah yang diinjakan di

tanah tersebut. Jika dilhat dari tanah tersebut persis sama dengan tanah-tanah

lainnya. Daerah ini memiliki panjang 100 M, di daerah ini di lakukan sebagai tempat

untuk menuntut ilmu keduniawian melalui penarakan.

Di Kampung Batu Bala[h] fenomena gaib yang ada di kampung ini cukup

banyak. Kampung Batu Bala[h] memiliki beberapa tampat yang harus diketahui

keberadaannya antara lain seperti : tampat dan lokasi Urang Bunian. Tampat yang

ada di Kampung Batu Bala[h] terletak didekat perkampungan masyarakat. Tampat

tersebut sering digunakan oleh masyarakat sebagai tempat bertapa dan melepas

niat. Di dalam perkampungan ini, tepat berada di halaman rumah penduduk,

terdapat sebuah batu berbentuk menyerupai kursi bersandar. Menurut Dt. Rajo

Endah batu tersebut merupakan batu kursi sandaran Raja. Batu tersebut dibawa

dari mudik kambang ke daerah ini.

Sebelah utara Kampung Batu Bala[h] di pematang Bukit Aweh Kuniang

terdapat beberapa tempat yang dianggap masyarakat merupakan lokasi hidupnya

masyarakat alam gaib yang disebut Urang Bunian. Diperkirakan lokasi hunian

tersebut berada berada di Bukit Tabuah (Beduk). Kegaiban alam yang pernah

dirasakan oleh Malis dan masyarakat Batu Bala[h] lainnya ketika mencari Damar

dan hasil hutan lainnya di daerah tersebut. Pada saat senja (magrib) hari kamis,

sering terdengar suara beduk beberapa kali dari arah tempat tersebut. Karena

fenomena itulah masyarakat menamai daerah tersebut Bukit Tabuah (Beduk)

Arah mudik dari pematang bukit tersebut, tepatnya di Gunung Talau. Di

Gunung Talau diyakini terdapat pemukiman masyarakat Bunian sedang di kaki

Gunung Talau terdapat Tampat Rajo Alam. Fenomena gaib dan bersifat magis

50

Ketiga tampat tersebut dipercaya sebagai tampat tigo tungku sajarangan milik Kaum Sikumbang

yang tidak sealiran. Tampat ini dipercaya masyarakat sebagai tempat penangkal kiriman orang.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 203

yang pernah dialami masyarakat adalah tentang kehidupan masyarakat gaib.

Menurut Lidis Kaum Caniago Kayu Aro, pada tahun 2003 ketika melewati daerah

tersebut, ia melihat lemang yang sedang dimasak (dibakar) dalam lahan

perkebunan sehinga ia memakan lemang tersebut dan kemudian pergi.

Menurut kaba yang berkembang dari cerita masyarakat. Penguasa Gunung

Talau bernama Puti Gadang Sanggu. Dia mewariskan kekuasaannya kepada Puti

Kalang Kabuik yang bersuami pada Sultan Alang Janjang Hulu dari Gunung Kunik.

Diyakini keturunan dari keluarga ini sampai sekarang masih berkembang.

Di Kampung Langgai yang merupakan kampung yang paling ujung dari

Nagari Surantih memiliki cerita-cerita tentang peristiwa magis dan gaib. Seorang

masyarakat yang bernama Sarbit, pernah merasakan dan mengalaminya di Bukit

Limau Puruik arah selatan Kampung Langgai. Pada saat ia bermalam di ladang, ia

mengalami peristiwa mimpi (dejavu) di mana dalam mimpi tersebut ia diberi dua

buah jagung oleh dua orang gadis. Pada siang harinya ketika sedang bekerja di

ladang, ia didatangi oleh dua orang gadis persis sama dengan yang ia alami dalam

mimpinya. Pada saat itu perasaan Sarbit merasakan peristiwa tersebut memang

nyata terjadi. Mereka berbicara seperti layaknya orang berbicara biasa, kemudian

sarbit diajak berjalan-jalan melihat perkampungan tempat kedua gadis tersebut. Di

kampung tersebut dilihat ada rumah tempat tinggal penduduk, mesjid yang tertata

rapi dan indah dipandang mata. Ia diperlakukan oleh masyarakat di sana dengan

santun dan sopan. Ia disuruh membaca doa dalam acara makan bersama sebagai

jamuan atas kunjungannya dan diajak untuk tinggal menetap bersama mereka,

namun tawaran itu ditolak. Kemudian ia dilepas oleh Datuk (pimpinan) kampung

tersebut untuk pulang kembali ke ladangnya.

Di Kampung Langgai juga terdapat lokasi tampat yang sangat terkenal di

Nagari Surantih yang berada di Dusun Janang dusun tertua di Langgai. Keberadaan

tampat Langgai bagi masyarakat Langgai sangat berarti dan jadi kebanggaan

sebagai penjaga Kampung Langgai. Tampat ini selalu memberikan tanda berupa

getaran hingga ke tonggak tuo mesijd. Peristiwa merupakan tanda bahwa akan

datang bala/musibah menimpa. Tampat ini dijadikan masyarakat sebagai tempat

ziarah yang sering dikunjungi masyarakat yang memiliki niat dan maksud tertentu.

Keberadaan mahluk gaib, tampat-tampat yang menyimpan kekuatan magis

dan Supra Natural serta fenomena gaib lainnya yang terjadi di alam ini merupakan

kehendak dan kekuasaan Tuhan. Kita sebagai manusia memang tidak bisa

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 204

memahami fenomena tersebut dan sulit diterima oleh akal sehat. Namun peristiwa

gaib dan keberadaan daerah-daerah yang menyimpan kekuatan gaib dan Supra

Natural pada daerah tertentu masih diyakini keberadaannya di Nagari Surantih. Hal

ini memberi pengaruh yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat baik dalam

berperilaku dan pola pikir.

Bila dilihat selama ini lebih dalam lagi cerita tentang Urang Bunian, baik

yang terjadi pada masyarakat dahulu hingga masyarakat sekarang. Bahwa mahluk

alam gaib pada hakikatnya berbaur kehidupannya dengan manusia pada umumnya.

Sebelum tahun delapan puluhan, di pasar Nagari Surantih sering terjadi Urang

bunian tersebut pergi berbelanja seperti manusia biasa. Tanda kehadiran mereka di

pasar, menjadikan suasana pasar menjadi ramai riuh rendah oleh suara manusia

(malanguh)

Ciri-ciri dari Urang Bunian tersebut diketahui oleh sebagian orang yang

memahaminya. Jika dilihat dari segi pakaian mereka, umumnya pakaian mereka

pada bagian baju di bawah ketiak disulam dengan kain perca kuning atau merah

(ditumbok). Kain perca kuning dan merah diyakini masyarakat berasal dari kain

yang dipersembahkan oleh manusia sebagai payung panji di tampat-tampat

keramat, seperti Mesjid atau pun tampat keramat yang dijadikan sebagai wujud

sumpah sati menuju alam kehidupan manusia.

Berdasarkan pengalaman orang yang telah mengetahui lebih dalam tentang

kehidupan mahluk gaib (Bunian). Kehidupan mereka di alamnya sama dengan

kehidupan manusia di alam nyata. Mereka juga memiliki fasilitas seperti lahan

pertanian, jalan, mesjid dan rumah. Perbedaannya terletak pada cara dan keadaan

pengaturan pola perkampungan yang diatur secara rapi dengan halaman yang

bersih. Rumah-rumah berbentuk bulat terbuat dari kayu atap rumah dari daun yang

merupakan milik dari golongan biasa (rendah). Sementara rumah yang memiliki

jenjang dua hingga lima seseuai dengan kedudukan atau kepenghuluannya dan

kekuasaanya. Umumnya kehidupan Urang Bunian adalah sebagai petani dengan

kepemilikan lahan yang sama luasnya.

Sikap dan perilaku Urang Bunian dalam kehidupannya sangat taat dalam

beragama. Umumya mereka selalu bersikap jujur, patuh dan ikhlas dalam

mengerjakan sesuatu sehingga tidak banyak tingkah laku. Dilihat secara

keseluruhan dalam kehidupannya mereka tidak memiliki beban dan sangat penurut.

Dalam dunia mereka terdapat pantangan (tabu) seperti dilarang berdusta sesama

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 205

mereka ataupun manusia yang sudah berbaur dengan kehidupannya. Bagi yang

telah melanggar pantangan tersebut, sanksinya adalah mereka dibuang dari

dunianya, diusir ke dunia fana dan dilarang kembali masuk dalam kehidupan Urang

Bunian. Bagi masyarakat yang menghianati perjanjiannya dengan Urang Bunian

biasanya mereka akan sakit. Umumnya sakit yang mereka derita seperti orang yang

telah lupa akan kesadarannya dan bahkan ada yang menjadi gila.

Pengaturan kaum bunian dipimpin oleh seorang Penghulu yang dibantu oleh

Datuk-datuk. Mereka diberi kekuasaan yang tinggi dalam menjalankan aturan yang

telah ditetapkan. Sehingga tercipta suasana damai dan tenteram. Itu pula sebabnya

orang yang telah terjerat dan memasuki kehidupan alam gaib, sangat betah dan

kerasan hingga tidak mau kembali.

Berdasarkan keterangan beberapa orang yang mengalami peristiwa yang

berhubungan dengan alam gaib (Supra Natural). Dalam menjalin hubungan baik

antara manusia dengan masyarakat alam gaib memiliki cara yang beragam. Dari

fenomena yang terjadi Nagari Surantih, ada yang tersesat di hutan lalu memasuki

daerah orang Bunian. Ada juga yang mengalami peristiwa mimpi didatangi langsung

oleh mahluk gaib tersebut. Hubungan terjalin baik dengan saling membantu dan

saling memberi. Ada pula orang yang memiliki hubungan atau sering didatangi

mahluk gaib memiliki kemampuan Supra Natural sehingga bisa melakukan

pengobatan terhadap orang yang sakit.

Keterangan-keterangan di atas didapat dari cerita masyarakat Nagari

Surantih yang pernah dibawa/dimasuki mahluk gaib seperti Urang Bunian, roh halus

atau yang sejenis. Dengan keyakinan bahwa alam gaib itu memang ada

mempengaruhi masyarakat Nagari Surantih hingga sangat memegang falsafah

dalam kehidupan ini berupa “lawik sati [r]antau batuah”.

Keadaan yang demikian memberi pengaruh yang sangat kuat dalam

kehidupan, hingga masyarakat pada masa lalu bisa hidup damai dan teratur,

menghormati nilai-nilai tradisi yang telah diwarisi dari masyarakat sebelumnya.

Walaupun dalam kenyataan hanya sebagian kecil yang melaksanakan aturan

tersebut. Misalnya dalam memasuki atau tinggal dalam hutan melaksanakan

beberapa larangan dan pantangan yang dianggap terlarang. Maksud dan tujuannya

adalah untuk saling menghormati sesama mahluk hutan yang ada di bumi.

Walaupun aturan tersebut berupa pesan lisan secara turun temurun yang sering kali

megalami perubahan bunyi (kata) tapi makna atau isinya tetap sama, seperti :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 206

Memasak (batanak) disebut manaka

Makan disebut mancaku

Minum disebut mancawan

Aie (air) disebut api

Batang api disebut Batang aye

Rendam disebut unggak

Kabuik disebut kondo

Babalik pulang disebut kapasie

Hujan disebut intik

Ingo iko disebut inggam

Lihat (caliak) disebut longok

Begitu juga dengan larang pantang dalam cara dan bertingkah laku dalam

melakukan pekerjaan dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari di hutan. Dapat

dilihat seperti larangan :

Dilarang berjalan di hutan menengok kiri kanan

Dilarang menimba air dengan periuk atau kuali (pewuak)

Dilarang membuang air bekas pencuci piring dari atas pondok ke

bawah

Dilarang tidur menegakkan lutut

Dilarang membuat pondok di atas tunggu bekas penebangan

Dilarang duduk di tunggu penebangan kayu

Dan lain-lain.

Semua itu dianggap ada balanya (resiko) terhadap orang yang melanggar. Itu

pula sebabnya orang dahulu sangat penurut lantaran mereka sangat menyakininya

B. Anak Naiak

Demikian juga dengan kehidupan masyarakat Nagari Surantih, pengaruh

dan warisan kepercayaan-kepercayaan berupa berbau Animisme dan Hindu masih

bisa terlihat bahkan di Nagari Surantih memiliki keunikan tersendiri. Dalam

kehidupan masyarakat Surantih semenjak zaman dahulu hingga saat ini terdapat

suatu kepercayaan dan keyakinan terhadap suatu kejadian yang disebut

masyarakat sebagai peristiwa Anak Naiak.

Anak Naiak merupakan peristiwa pengakuan seorang anak yang

menyatakan bahwa ia adalah anak dari orang tua yang anaknya telah meninggal

dunia dan menitis dalam diri anak yang mengakui orang tua itu sebagai orang tua

kandungnya sendiri selain orang tua kandungnya yang asli. Muncul dan

diketahuinya peristiwa Anak Naiak ini ketika seorang anak telah bisa bicara. Meski

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 207

Si Anak Naiak tersebut belum dewasa/baligh, ketika dia bertemu dengan orang

tua/rumah dari anak yang telah meninggal dunia itu, Si Anak Naiak akan bercerita

pada orang tuanya yang asli atau langsung mengatakan pada orang tua tersebut

bahwa ia adalah anak kandungnya yang telah meninggal dunia.

Biasanya pada saat Anak Naiak menceritakan pengakuannya sebagai anak

dari orang tua yang anaknya telah meninggal itu disertai dengan bukti-bukti berupa

ciri-ciri fisik, sifat, kebiasaan, alat permainan, kesukaan dan kenangan-kenangan

yang pernah dialami anak yang telah meninggal bersama keluarga orang tuanya

tersebut. Pembuktian akan semua perkataan Anak Naiak ini hanya dapat diketahui

kebenarannya oleh orang tua yang anaknya telah meninggal setelah menerima

pengakuan dari Si Anak Naiak.

Masyarakat Nagari Surantih sangat mempercayai akan peristiwa Anak Naiak

ini. Hal ini dikarenakan, memang peristiwa ini masih terjadi dalam kehidupan

masyarakat Surantih dan orang-orang yang mengalami peristiwa Anak Naiak dapat

ditemui. Selain itu dalam peristiwa ini adalah fakta yang memang merupakan

kenyataan dan dibuktikan oleh Si Anak Naiak.

Dari fenomena ini bagi masyarakat yang mengalami peristiwa ini langsung,

khususnya bagi orang tua yang anaknya menjadi Anak Naiak. Menimbulkan rasa

kekhawatiran pada orang tua kandung si Anak Naiak, karena akan meninggalkan

keluarganya. Biasanya untuk mengatasi masalah ini orang tua si Anak Naiak akan

berusaha menghilangkan ingatan si Anak Naiak pada orang tua yang ia naiki

rumahnya. Cara yang digunakan adalah dengan melimau si Anak Naiak agar ia bisa

melupakan orang tua barunya.

Berdasarkan cerita dan pengalaman yang diceritakan Anak Naiak, termasuk

pada saat ia meninggal dunia. Ketika sudah meninggal ia tidak tahan melihat orang

tuanya terus menangisi dirinya dan ia merasakan sakit dan perih yang sangat kuat

akibat ratapan dan tangisan orang tuanya. Meskipun ia telah berusaha

membujuknya untuk berhenti menangis. Si Anak Naiak juga tidak tahan melihat

orang tuanya sering kali mendatangi kuburannya. Ketika berada di alam kubur

mereka merasa tidak tahan akan azab yang diterima sehingga ingin kembali hidup

ke dunia fana.

Penitisan Anak Naiak kembali ke dunia fana ini melalui proses yang sangat

panjang. Proses ini diawali penitisan pada rahim seorang wanita yang sedang

hamil. Wanita hamil yang akan di jadikan sebagai tempat menitis adalah seorang

wanita pilihan yang memiliki kepribadian baik dan memiliki kehidupan beragama

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 208

yang kuat. Untuk bisa masuk kedalam rahim wanita yang sedang hamil tersebut

adalah melalui sayur-sayuran. Salah satunya pucuk batik dipilih sebagai sayur yang

akan mengantar roh tersebut masuk dalam rahim dan menyatu dengan janin yang

sedang dikandung wanita tersebut.

Melalui proses panjang tersebut, mulai dari lahir hingga ke dunia dan bisa

berbicara. Diwaktu ia menginjak masa remaja/dewasa Anak Naiak membuktikan

pada ke dua keluarganya bahwa ia lahir kembali ke dunia dengan menunjukan

bukti-bukti yang menunjukan fakta dan realita yang tidak bisa diterima oleh akal

sehat manusia. Cerita dan keterangan ini diperoleh dari beberapa orang Anak

Naiak yang berada di Nagari Surantih. Untuk lebih jauh mengetahui keberadaanya

marilah sama-sama dipelajari lebih lanjut tentang jawaban Anak Naiak tersebut.

C. Manusia Harimau dan Cindaku

Dahulunya pada era tahun 70-an di Nagari Surantih dalam kehidupan

masyarakat sangat menyakini bahwa ada orang yang mampu menjadi seekor

Harimau. Ada juga yang menyebutnya dengan Harimau jadi-jadian yang disebut

dengan Cindaku. Antara keduanya memiliki perbedaan tersendiri. Cindaku

merupakan bangsa manusia yang bisa langsung jadi Harimau. Pada masa lalu

Cindaku sering memasuki kampung-kampung dalam perjalanannya. Ciri-ciri yang

dimiliki Cindaku berparas tua, tidak memiliki bandar di atas bibir. Jika dilihat dalam

kehidupan masyarakat nagari sekarang, fenomena tersebut hanyalah berupa

kenangan yang telah menjadi legenda.

Sementara manusia yang bisa merubah diri jadi Harimau. Kemampuan ini

biasanya didapat dari hasil Batarak/pertapaan di tempat tertentu. Sehingga ketika

menginginkan merubah wujudnya menjadi Harimau haruslah dengan ilmu. Menurut

Tasqir kaum Kampai Pasir Nan Panjang, dalam pemerintahan nagari Wali Nagari

Almasri Syamsi masa kerja 2002-2007 menjabat sebagai Sekretaris DPN. Mawin

Kaum Melayu yang juga merupakan mertuanya. Memiliki ilmu dan kemampuan

untuk merubah diri menjadi seekor Harimau. Ilmu ini beliau dapatkan di

perkampungan Pasama, daerah Jambi. Sebelum mendapatkan ilmu tersebut beliau

dimandikan di pincuran tujuh untuk bisa mewarisi ilmu tersebut.

Cerita ini diketahui ketika beliau sekeluarga merantau ke daerah Bengkulu.

Di sanalah mulai terungkap rahasia diri Mawan mempunyai kelebihan itu. Sewaktu

istri beliau (Syamsidar) menyuci di sungai sedangkan Tasqir juga di sana bersama

mertuanya Mawin yang akan mandi. Tanpa disadari pada siang itu tiba-tiba turun

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 209

hujan yang disebut dengan hujan paneh (hujan panas). Bersamaan dengan

turunnya hujan tersebut Mawin langsung melompat (mangkacatiang) ke seberang

sungai. Sampai di seberang beliau sudah mulai merangkak, melangkah seperti

Harimau walaupun belum berubah wujud menjadi seekor Harimau. Tiba-tiba istri

beliau berteriak memanggil nama suaminya Mawin. Tak lama kemudian suaminya

kembali berdiri dan berenang ke seberang menuju tepian mandi. Lalu beliau

tersandar letih sambil mengucapkan terima kasih pada istrinya lantaran telah

memanggil namanya hingga tidak jadi berubah wujud jadi seekor Harimau.

Keyakinan tersebut diperkuat dengan loncatan beliau menyeberangi sungai

yang berjarak 12 M dengan bagus. Semenjak peristiwa tersebut beliau

menceritakan pada semua keluarga. Sehingga keluarganya yang telah mengetahui

hal tersebut menganggap biasa-biasa saja. Setelah kembali ke Sungai Sirah di

Nagari Surantih. Pada suatu malam, kejadian kedua yang sama terulang kembali.

Saat Mawin tidur di kamar, beliau mengucapkan jawaban salam “Mualikum salam”.

Lalu keluar kamar duduk dan langsung membuka jemdela. Tasqir menegur,

“apakah bapak bermimpi ?” beliau jawab, “tidak”. Beliau berkata, “ada yang datang

membawa kabar dari keluarga di kampung Pasama, ada anggota keluarga beliau

yang sakit”. Beliau mengajak saya pergi, tak lama kemudian melompat di jendela,

dengan cepat Tasqir memanggil nama beliau Mawin. Tak lama kemudian beliau

mengetuk pintu, masuk rumah dan tak jadi pergi.

Dari keterangan Tasqir ini bahwa ilmu tersebut didapat dari Kampung

Pasama yang terletak antara Kerinci dan Jambi yang diperoleh dari hasil bertapa

selama 7 hari. Ilmu tersebut bisa bangkit dan muncul tiba-tiba apabila hari hujan

panas dan dijemput oleh oleh masyarakat kampungnya. Selain dari ini untuk

merubah wujud menjadi Harimau haruslah dengan mengunakan ilmu. Oleh sebab

itu sering juga keluarga membantu memanggil nama Mawin bila hal tersebut datang

tiba-tiba.

Menurut beliau manfaat ilmu tersebut berguna sekali pada masa-masa

dahulunya karena kehidupan yang serba sulit. Dengan ekonomi yang penuh

tantangan, masyarakat sering berpegian meninggalkan kampung halaman untuk

mencari uang. Sedangkan Mawin di saat itu harus berulang ke Jambi bekerja

disebuah perkebunan karet. Transportasi yang belum selancar seperti sekarang ini,

makanya banyak pekerja kebun yang bertapa menuntut ilmu tersebut di Kampung

Pasama. Hakekat dari kesaktian yang dimiliki orang yang memiliki ilmu ini, baginya

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 210

dunia sangat kecil, sekejap sampai ditujuan, walau sejauh apapun hanya berjarak

salangkah sepijak tapak. Sebelum beliau meninggal (tahun 1991) ilmu tersebut

telah dihilangkan (manghanyuikan ilmu) dari diri beliau sehingga bebas dari ilmu-

ilmu dunia. Semenjak itu Tasqir percaya bahwa manusia hidup bisa berubah jadi

Harimau.

Di Nagari Surantih bukan saja Mawin yang punya kemampuan luar biasa,

tapi ada juga anak Kampung Kayu Aro bernama Lias Kaum Sikumbang memiliki

kemampuan yang sama, beliau meninggal pada tahun 1998 di Kayu Aro. Pada

masa beliau hidup masyarakat nagari banyak yang tahu bahwa beliau memiliki

kemampuan yang tinggi sebagai pawang Harimau. Peristiwa di luar pikiran manusia

yang terjadi tentang ilmu yang beliau miliki walaupun hanya dari cerita orang ke

orang maupun yang dilihat.

Ilmu yang beliau miliki diperoleh, hampir sama dari cerita yang didapat

dengan ilmu yang dimiliki Mawin. Masa hidup beliau dihabiskan dengan membantu

masyarakat, seperti mengambil pusa-pusa Harimau pada manusia di Nagari

Surantih dan sekitarnya. Peristiwa di atas pada saat sekarang ini masih diyakini

masyarakat Nagari Surantih, bahwa manusia bisa merubah diri jadi Harimau dari

ilmu-ilmu yang didapat.

D. Pemelihara Harimau

Di Nagari Surantih banyak berkembang cerita-cerita yang harus ditelusuri,

apalagi tentang Harimau. Sebagai manusia biasa, mendengar nama si raja hutan ini

sudah bisa membayangkan keganasannya. Di Nagari Surantih ini banyak diketahui

tentang orang yang memiliki Harimau secara keturunan. Seperti di Kampung Pasir

Nan Panjang, Sudin Kaum Sikumbang sampai sekarang masih mengembalakan 7

ekor Harimau yang dapat dipanggil kapan beliau butuhkan dan masih banyak lagi

yang lainnya.

Menurut cerita bapak Sudin tempat tinggal Harimau tersebut di Gunung

Giriak dan Gunung Rajo Surantih. Dahulunya beliau merawat 8 ekor Harimau dan

sekarang hanya tinggal 5 ekor, baru-baru ini bertambah 2 ekor lagi. Tiga ekor

Harimau mati disebabkan karena memakan lembu atau telah sampai ajalnya. Setiap

kali Harimau mengambil nyawa, maka dia tidak berapa lama setelah itu. Kira-kira

dalam waktu satu bulan Harimau tersebut akan mati juga. Umumnya kelompok

Harimau yang seketurunan, jantan dan betina tidak dapat kawin. Sehingga hal ini

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 211

menyebabkan perkembangan Harimau kelompok tidak memiliki perkembangan

keturunan yang banyak. Usia Harimau ini hanya berkisar 30 sampai 40 tahun.

Menurutnya apabila ada yang membutuhkan bantuan, seperti menjaga padi

di sawah dan kebun (ladang). Maka pengasuhnya akan memanggil dengan kayu

khusus. Kayu tersebut dipukulkan ke tanah. Maka tidak berapa lama kemudian

Harimau tersebut akan datang kepadanya. Dengan cara yang demikian, pemiliki

sawah atau ladang akan membayar ala kadarnya. Paling banyak hanya boleh Rp.

10.000. sebagai syarat pengobatan atau batuan. Kalau syaratnya berlebih akan

berakibat fatal terhadap pengasuh atau terhadap Harimau tersebut. Hal tabo lainnya

yan menjadi pantang bagi harimau, tidak boleh diperintahkan menjaga kebun di

lokasi yang dikuasai oleh Harimau Kumbang.

Hubungan Harimau dengan pengasuhnya sangat erat. Ketika pengasuhnya

sakit, tanpa dipanggil Harimau-harimau tersebut akan datang ke rumah. Hubungan

Harimau dengan pengasuhnya ibaratnya manusia dengan kucing. Seekor Harimau

makan hanya dengan sebutir telur ayam.

7.2. Adat Istiadat dan Budaya Nagari

7.2.1. Sistem Adat Nagari Surantih

Dalam perjalanan sejarah Nagari Surantih, diketahui bahwa Nagari Surantih

merupakan wilayah rantau yang tergabung dalam kesatuan daerah Banda Sepuluh

yang berada dibawah kekuasaan raja kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu. Tambo

yang dimiliki masyarakat Minangkabau, keberadaannya dari zaman ke zaman

bersifat tak lapuak dek hujan, tak lakang dek paneh. Pusaka yang diwarisi hingga

sekarang ini dari generasi-generasi terdahulu.

Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa memberi keramat pada Ninik Sri

Maha rajo Dirajo dan Cateri Bilang Pandai membentuk dasar dan awal

perkembangan dari keturunannya (orang Minang) yang telah mewarisi adat

Minangkabau yang diambil dari aturan Tauhid dan alam takambang jadi guru yang

merupakan falsafah hidup dan pedoman dalam penataan adat dan pemerintahan

nagari. Susunan tersebut sangat cocok dengan jiwa masyarakat, sehingga adat

tersebut jadi sempurna tak kala Agama Islam masuk memperkuatnya. Pegangan

dan pedoman dalam menjaga tata cara keselamatan hidup masyarakat Minang,

beliau menjadi payung panji dan suluh bendang di Ranah Minang. Beliau tersebut

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 212

bersaudara lain ayah satu ibu, bapaknya bernama Niniak Sri Maharajo bergelar

Sultan Paduka Besar dengan Gelar Dt. Katumangungan sedangkan dari keturunan

Ninik Cateri Bilang Pandai memiliki anak dua orang Sutan Balun dengan Gelar Dt.

Parpatih Nan Sebatang dan satu lagi bernama Si Kalab Dunie dengan gelar Dt. Suri

Dirajo.

Ketiga Datuk tersebut ditunjuk untuk memerintah dan membangun

perkembangan Luhak yang ditetapkan Cati Bilang Pandai :

1. Dt. Perpatih Nan Sabatang bertanggung jawab di Luhak Tanah Data

2. Dt. Katumangungan bertanggung jawab atas Luhak Agam

3. Dt. Suri Dirajo bertanggung jawab atas Luhak Lima Puluh Kota.

Seiring dengan perkembangan zaman, ketiga Datuk tersebut membuat

kesepakatan tentang ketiga Luhak yang ada tersebut dikembangkan dengan

mengunakan dua sistem kelarasan, yaitu :

1. Kelarasan Bodi Caniago

Kelarasan ini memiliki sistem adat yang digagaskan oleh Dt. Perpatih

Nan Sabatang yang bercorakan demokrasi

Putui rundiang dengan sakato, rancak rundiang dek sapakat

Latakan suatu di tampeknyo, dimakan alua dengan patuik

Di dalam cupak dengan gantang, dikampung adat jo limbago

Tuah tanyato dek sapakat, cilako dek iyo basilang

2. Kelarasan Koto Piliang

kelarasan ini memiliki sistem adat yang digagas oleh Dt.

Katumanggungan yang lebih bercorak Aristokrasi.

Nan babari nan bapaek, nan baukeh nan ba kalubung

Curing barih buliah diliek, cupak panuah gantang mambubung

Cupak tak buliah dilabihi, gantang tak dapek dikurangi

Barih tak buliah dilampaui

Dalam tata adat Minangkabau yang sebenarnya, pelaksanaan kedua sistem

kelarasan disebut “bajanjang naiak batanggo turun ibarat bacarai-carai tidak,

bapisah samo mamagang kato pusako”, sudah jelas menurut aturan yang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 213

disepakati. Dalam perjalanan sejarah perkembangan kedua kelarasan ini hingga

sampai ke Nagari Surantih adalah sebagai berikut :

1. Kelarasan Bodi Caniago yang dibawakan oleh Dt. Perpatih Nan

Sabatang, di nagari ini diwarisi secara turun temurun oleh kaum :

a. Tigo Lareh : Jambak, Sikumbang Caniago

b. Kampai : Nan IV Lambuang

2. Kelarasan Koto Piliang yang dibawakan oleh Dt Katumanggungan, di

nagari ini sistem tersebut diwarisi oleh kaum :

a. Melayu : Nan IV Ninik

b. Panai : Nan III Ibu

Meski paham kelarasan pada intinya sama satu wujud, berlain jalan tetapi

sama berlandaskan dengan hukum tauhid Agama Islam. Dalam perjalanan waktu

terjadi suatu perubahan sistem, semula hanya berbentuk teknis pelaksanaan.

Paham kelarasan dalam menuju daerah rantau megalami beberapa perubahan.

Kaum-kaum yang mewarisi kedua sistem tersebut jarang melaksanakan paham

kelarasan masing-masing. Munculnya adat salingka nagari merupakan perubahan

sistem yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat sebagai aturan dan tata cara

yang harus sama-sama dipatuhi dan ditaati.

Dalam penempatan daerah hunian di Banda Sepuluh, masyarakat terus

membentuk kelompok dengan mamatok daerah hunian dengan kaum masing-

masing. Pembentukan jurai paruik kecil hingga menjadi jurai paruik besar dengan

mengangkat seorang Penghulu kaum. Kemudian dilanjutkan dengan usaha

penunjukan seorang pimpinan berbentuk raja adat setelah terbentuknya nagari.

Kondisi yang berkembang di daerah rantau dipertegas dalam kata pepatah

adat “luhak bapanghulu, rantau barajo”. Perkembangan masyarakat Minang di

daerah Luhak dipimpin oleh seorang Penghulu sedangkan di daerah rantau

dipimpin oleh seorang Raja, Sultan atau Pamuncak. Dalam pemerintahan nagari-

nagari di Banda Sepuluh dahulunya pemegang kekuasaan pemerintahan nagari

memiliki beragam gelar. Di Nagari Surantih pada masa dahulunya, gelar pertama

yang dipakai adalah gelar Muncak setelah itu beralih ke Sultan. Tahun 1802 hingga

masa kemerdekaan pimpinan nagari bergelar dengan Tuanku

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 214

Dalam falsafah adat “luhak bapanghulu, rantau barajo”, daerah

perkembangan pertama yang disebut dengan darek (luhak), sedangkan daerah

perkembangannya disebut rantau (pasisie). Tata kehidupan dan pelaksanaan adat

dan budaya yang dijalankan oleh masyarakat kedua daerah memiliki perbedaan.

Seiring dengan perjalanan zaman, masyarakat terus bertambah hingga

Minangkabau membentuk suatu kerajaan besar di Pagaruyung. Dari perkembangan

kerajaan ini muncul beberapa kerajaan kecil yang dikuasai oleh Pagaruyung.

Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu merupakan salah satu anak kerajaan dari

Kerajaan Pagaruyung. Raja Alam Serambi Sungai Pagu diangkat atas persetujuan

yang Dipertuan Pagaruyung, Raja ini membawahi empat orang Raja yang ada

dalam wilayah Sungai Pagu

Niniak Samsudin merupakan Raja Adat pemegang tampuk tangkai Alam

Surambi Sungai Pagu Tuanku Disambah Melayu Kampung Dalam dengan

gelar Niniak Nan Batuah Gunung Ameh Basurai Basumpahan Nan

Baragung Pamujaan Nan Manampo Makan Tulang Tak Babanak Nan

Bajanguik Merah Nan Bagombak Putiah.

Tuanku Rajo Malenggang, Rajo Adat dalam Kampung Tiga Laras dalam

Suku Sikumbang

Tuanku Rajo Bagindo Rajo Dalam Kaum Kampai

Tuanku Rajo Batuah Rajo Dalam Kaum Panai.

Kekuatan budaya yang dimiliki nagari ini merupakan warisan dari raja-raja

adat kaum masing-masing. Perjalanan panjang budaya seiring dengan perubahan

waktu dengan aneka ragam peristiwa sehingga di nagari ini sangat sulit

menerapkan hukum adat asli dari daerah asal. Di Nagari Surantih sistem adat yang

terpakai adalah kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago. Kedua kelarasan ini

berkembang dan bersatu membentuk sebuah Nagari. Sehingga timbul kata pusaka

berupa pesan tentang kedua kelarasan tersebut yaitu “Adat bagantiang hilie adat

nan bagantiang mudik”. Adat tersebut memiliki suatu pengertian yang sangat

mendasar dari hal yang sebenarnya.

Bila dipelajari timbulnya pesan dan falsafah adat tersebut maka dapat

diartikan bahwa adat Nagari Surantih timbul dari suatu dialektika. Bermula dari

masuknya budaya campuran dari tata cara perkembangan penduduk, mulai dari

menghuni daerah jajaran pantai barat Nagari Surantih sehingga masyarakat dua

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 215

bagian pantai telah membentuk sistem kehidupan berkaum dan membentuk jurai-

jurai baru dengan budaya berbeda.

Tokoh adat Nagari Surantih mencoba menyatukan dua perbedaan tersebut

sehingga Nagari Sirantih mengenal dua kelarasan Bodi Caniago dan Koto Piliang.

Terwujudnya tata cara yang harmonis dan serasi dalam kehidupan masyarakat

menciptakan adat salingka Nagari Surantih. Budaya inilah yang berkembang

sampai sekarang dalam mengatur kaum, suku-suku di Nagari Surantih. Ibarat

pepatah adat :

Pisang sikalek-kalek hutan

Pisang timbatu nan bagatah

Bodi caniagonyo bukan

Koto Piliang inyo antah51

Bila dilihat dari sejarah yang diterima mengenai struktur suku yang ada di

Nagari Surantih, masih dalam pedoman tambo Alam Surambi Sungai Pagu, seperti :

1. Sikumbang, Caniago, Jambak, ketiga suku tersebut digabung ke dalam

Lareh Nan III

2. Kampai disebut juga dengan Kampai Nan IV Lambuang

3. Melayu disebut juga dengan Melayu Nan IV niniak

4. Panai disebut juga dengan Panai Nan III ibu.

Dari uraian ranji adat mengenai suku kaum yang diterima dari daerah asal

Sungai Pagu. Ranji tersebut menjadi pedoman dalam perkembangan kehidupan

51

Susunan adat dan pemerintahan ini dikenal sebagai sistim kelarasan (Lareh), secara umum pada sekarang ini

orang Minang mengetahui bahwa kelarasan yang ada dalam adat yang berlaku di nagari-nagari di Minangkabau terdiri sistim kelarasan (adat) Bodi Chaniago yang dikembangkan Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Koto Piliang yang dikembangkan oleh Datuk Ketumanggungan. Pandangan ini malah memberikan penafsiran dan pengesahan bahwa pembagian dan pembentukkan suku/kaum di Minangkabau berawal dari kedua kelarasan ini. Namun ada fakta yang seakan terlupakan atau “sengaja dilupakan” bahwa selain dua kelarasan tersebut sebelumnya telah berdiri sebuah kelarasan yang yang disebut Lareh Nan Panjang. Kelarasan ini didirikan dan dipimpin oleh Datuk Bandaro Kayo yang merupakan anak pertama dari Suri Maharajo Dirajo. Sistim kelarasan Lareh Nan Panjang bersifat “tidak menitik dari atas dan tidak timbul dari bumi”, dalam artian sistim ini merupakan penggabungan dari dua kelarasan yang muncul setelahnya yaitu Bodi Chaniago dan Koto Piliang. Keberadaan Lareh Nan Panjang ini bisa menjadi titik terang dalam menelusuri tentang awal pembentukan suku di Minangkabau. Berkaitan dengan sistim adat dan pemerintahan yang digunakan dalam susunan adat masyarakat Alam Surambi Sungai Pagu, yaitu adat menurut Koto Piliang dan susunan pemerintahan berdasarkan Bodi Chaniago. Penerapan sistim ini merupakan penjelmaan dari Lareh Nan Panjang dan hal ini diperkuat bahwa sistim ini berasal dari Pariangan karena sebelum dua rombongan tersebut datang ke daerah ini mereka berasal dari Pariangan. Jadi bisa disimpulkan bahwa sistim adat dan pemerintahan yang ada di Sungai Pagu merupakan sistim yang dibawa dari Pariangan dan diterapkan dalam kehidupan di Sungai Pagu. Menurut tokoh pemuka adat di Pariangan sistim ini hanya ada dan dilaksanakan di Pariangan. Namun jiwa dari sistim kelarasan ini juga diterapkan di Sungai Pagu meski mereka sebut dengan istilah, “susunan masyarakat Alam Surambi Sungai Pagu menurut adat Koto Piliang

dan mereka susun tata cara pemerintahan menurut adat Pagaruyung”.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 216

masyarakat di daerah ini, sehingga membentuk dasar kehidupan beradat yang

dilambangkan dalam Ikek Ampek Payung Sakaki. Ikek Ampek Payung Sakaki inilah

yang membentuk jurai baru baparuik gadang yang berjumlah 14 kelompok kaum.

Dari 14 kelompok ini terus berkembang membentuk jurai-jurai baru, mulai dari

baparuik kecil hingga menjadi baparuik besar yang ditandai dengan mendirikan

Andiko kaumnya.

Dengan pengaruh tata perkembangan dari daerah asal Alam Surambi

Sungai Pagu. pengembangan kaum telah jelas terurai menurut garis keturunan

kaum yang juga diterima turun temurun, seperti :

1. Lareh Nan III

o Sikumbang berkembang menjadi Nan IV ibu

o Caniago berkembang menjadi Nan ba VI

o Jambak berkembang menjadi Nan ba VII

2. Kampai Nan IV Lambuang

o Kampai Bendang

o Kampai Sawah Laweh

o Kampai Tangah

o Kampai Nyiua Gading

3. Melayu Nan IV Ninik

o Melayu Koto Kaciak

o Melayu Durian

o Melayu Tangah

o Melayu Bariang

4. Panai Nan III Ibu

o Panai Lundang

o Panai Tangah

o Panai Tanjung

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 217

Skema 6

SUSUNAN JURAI KAUM

MENURUT ALAM SUARAMBI SUNGAI PAGU

Dari ranji adat mengenai pusako kaum yang terwaris dari daerah asal yang

diterima sudah jelas berkembang membentuk jurai-jurai baru. Sehingga dari Lareh

Nan Tigo telah berjumlah 17 jurai kaum, jadi apabila dipedomani dari awal sejarah

ranji kaum yang diterima dari daerah asal Alam Surambi Sungai Pagu telah

berkembang menjadi 14 ditambah 17 menjadi 31 jurai besar dan kecil sedangkan

jurai tersebut akan terus bertambah membentuk jurai kecil setelah membentuk jurai

besar yang akan mendirikan gelar pusako adat.

Berdasarkan dari perkembangan yang terjadi di Nagari Surantih sekarang.

Dapat dilihat dan diketahui bahwa kedatangan kaum-kaum dari daerah asal hingga

sampai di nagari ini. Tentu tidak sama dengan uraian ranji adat mengenai sako

IKEK NAN AMPEK

Lareh Nan Tigo

Gadang Balega

Kampai

Dt. Rajo Bandaro

Melayu

Dt. Sati

Panai

Dt. Rajo Batuah

Sikumbang

VI Ibu

Jambak

Nan Ba VI

Caniago

Nan Ba VII

Kampai

IV Lambung

Melayu

IV Ninik

Panai

III Ibu

Bendang Koto Kaciek Lundang

Tangah Tangah Tangah

Sawah Laweh

KAN

Tanjung Durian

Bariang Niu Gading

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 218

kaum yang sampai menghuni daerah Surantih. Pada saat sekarang diketahui masih

ada kaum /suku yang belum memiliki jurai baru. Bila mempedomani ranji yang

turun dari daerah asal tentu harus jelas dan terarah siapa pemiliknya disetiap jurai

kaum.

Permasalahan yang terjadi di daerah rantau saat ini, banyak yang tidak

memahami latar belakang ranjinya bila dibandingkan dengan masyarakat di darek

yang jauh berbeda susunan budaya yang masuk dan yang berkembang dalam

proses hidup masyarakat sehari-hari. Apalagi di daerah rantau saat ini banyak

nagari yang tidak memiliki ranji yang jelas atau pun kaum-kaum yang ada di nagari.

Itu pula sebabnya sejarah nagari di daerah rantau kurang terarah dengan baik.

Ranji-ranji yang ada merupakan produk baru yang berusaha mempertahankan

posisi kaum masing-masing. Hanya satu dan dua yang dapat dipedomani.

Hal semacam ini memang tidak mungkin dipersoalkan lagi, semua

disepakati lantaran tidak satupun yang mau meluruskan kekeliruan yang telah ada.

Apalagi untuk merubah kenyataan yang telah ada. Saat ini yang bisa dilakukan

adalah menyusun dan mempertahankan budaya dan adat yang telah terpakai (adat

salingka nagari). Adat ini merupakan bagian dari adat Minangkabau yang telah

diwarisi secara turun temurun semenjak dahulunya dalam naungan Ikek Ampek

Payung Sakaki

Setiap suku yang berkembang membentuk paruik gadang dengan asal usul

yang jelas berserta penghulu kepalanya. Kemudian lahirlah jurai –jurai baru yang

berparuik kecil yang disebut dengan andiko kaum. Keberadaan Penghulu kepala

ditunjuk dari musyawarah kaum dan kesepakatan dari anggota suku yang ada untuk

didahulukan selangkah dalam memimpin kaum dan nagari.

Berikut merupakan nama gelar Penghulu dan sako kaum dan jurai Andiko

yang telah berkembang di Nagari Surantih. Banyak yang telah dikukuhkan secara

resmi dan diakui oleh Penghulu nan barampek yang ditandai dengan adat diisi

limbago dituang. Dalam sejarah Nagari Surantih, semenjak dahulunya Penghulu

yang mengisi adat sangat sedikit. Apalagi sebelum terbentuknya LKAM di

Kabupaten Pesisir Selatan. Setelah terbentuknya LKAM tahun 1970, Lembaga KAN

(Kerapatan Adat Nagari) mulai berangsur terbentuk di setiap nagari sehingga

lahirlah lembaga tunggal Niniak Mamak. Di Nagari Surantih yang pernah menjabat

sebagai Ketua KAN antara lain :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 219

1. Abbas Dt. Rajo Basa. Kaum Sikumbang, masa jabatan 1970 - 1975

2. Abdul Halim Dt. Rajo Bandaro. Kaum Kampai, masa jabatan 1975 - 1979

3. Ros Kando Marajo. Kaum Caniago, masa jabatan 1979 - 1984

4. Hasan Basri Dt. Rajo Indo. Kaum Sikumbang, masa jabatan 1984 - 1998

5. Khasib Dt. Rajo Malenggang. Kaum Sikumbang, masa jabatan 1998 -

2005

6. Ujang Dt. Bandaro Hitam. Kaum Kampai, masa jabatan 2005 –

Lahirnya kebijakan LKAM bersama pemerintahan daerah Kabupaten Pesisir

Selatan. Bupati Darizal Basir melaksanakan pelewaan Penghulu di nagari-nagari

Pesisir Selatan secara global dalam satu upacara pelewaan. Penghulu yang

dilewakan saat itu antara lain :

1. Khasib Dt. Rajo Malenggang. Kaum Sikumbang

2. Ros Dt. Kando Marajo. Kaum Caniago

3. Jilis Dt. Rajo Bintang. Kaum Kampai

4. Atut Dt Rajo Bagindo. Kaum Kampai

5. Halim Dt Rajo Bandaro

6. Kasran Tan Ameh

7. Cetak Dt. Rajo Bandaro Hitam.

Acara pelewaan ini dilaksanakan di Los Pasar Surantih

Setelah adanya KAN di Nagari Surantih, namun masih banyak juga yang

belum mengisi adat, walaupun secara adat keberadaanya telah diakui dalam

kehidupan banagari. Di Nagari Surantih perkembangan kaum semakin banyak

membentuk Andiko-andiko kecil. Sementara keberadaannya belum diakui secara

resmi oleh Lembaga Kerapatan Adat Nagari

Dari hasil pendataan yang dilakukan pemerintahan nagari terhadap kaum-

kaum yang memiliki gelar sako adat sendiri dalam Nagari Surantih adalah sebagai

berikut:

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 220

a. Lareh Nan Tigo (Caniago, Jambak,Sikumbang )

Penghulu pucuknya adalah gadang balega

1. Caniago.

Penghulu sukunya : Datuk Kando Marajo.

Rajo Johan

Malintang Bumi

Andikho Gadang : Malin Sutan

Jo Mudo

Jo Johan

Maharajo Lelo

Jo Lelo

2. Jambak

Penghulu : Datuk Rajo Bagampo

Datuk Rajo Gampo

Datuk Rajo Kayo

Andiko Gadang : Maharajo Panjang

3. Sikumbang.

Penghulu : Datuk Rajo Malenggang

Samad Dirajo

Datuk Rajo Basa

Datuk Rajo Indo

Andikho Gadang : Rajo Yaman,

Rajo Malenggang,

Jo Lenggang

Dt Bandaro Basa

Andiko Ketek : Jo Intan

Jo Pulun

Penghulu Kumbang

b. Melayu (Nan Ampek Niniek).

Penghulu Pucuk : Datuk Sati.

Andikho Gadang : Rajo Alam

Rajo Nan Sati.

c. Kampai (Nan Ampek lambuang).

Penghulu Pucuk : Datuk Rajo Bandaro

Andikho Gadang : Datuk Rajo Bandaro Hitam.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 221

Datuk Rajo Bagindo

Datuk Rajo Bintang

Datuk Rajo Endah (Dt. Rajo Putiah)

Andikho Ketek : Rajo Bandaro,

Bagindo

Bandaro Hitam

Rajo Bujang

Rajo Di Aceh

Tan Ameh

d. Panai (Nan Ampek Ibu)

Penghulu pucuk : Datuk Rajo Batuah

Andikho Gadang : Rajo Batuah

Mangkudun

PENGHULU-PENHULU YANG TELAH DILEWAKAN DI NAGARI SURANTIH

1. Datuk Rajo Malenggang

Gambar 79

Kasib Dt Rajo Malenggang

Penghulu Kaum Sikumbang, nama kecil

Khasib. Dilewakan pada tahun 1996 di

Rumah Gadang kaum Sikumbang Kayu

Gadang

2. Datuk Kando Marajo

Gambar 80

Ros Dt. Kando Marajo

Penghulu Suku Kaum Caniago, nama

kecil Ros. Dilewakan pada tahun 1996 di

Rumah Gadang Kaum Caniago, Koto

Panjang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 222

3 Datuk Rajo Batuah,

Gambar 81

Rusli Dt. Rajo Batuah

Penghulu kaum Panai, nama kecil Rusli.

Dilewakan pada tahun 2001 di Rumah

Gadang kaum Panai Kayu Gadang.

4 Datuk Rajo Basa

Gambar 82

Dt. Rajo Basa

Penghulu kaum Sikumbang, nama kecil

Nazarwin. Dilewakan pada tahun 2003 di

Rumah Gadang Kaum Sikumbang Ateh

Balai, Koto Merapak.

5 Datuk Rajo Bandaro Hitam

Gambar 83

Ujang Dt. Rajo Bandaro Hitam

Penghulu kaum Kampai, nama kecil

Ujang. Dilewakan pada tahun 2004 di

Rumah Gadang Kaum Kampai, Gunung

Malelo

6 Datuk Rajo Malenggang

Gambar 84

Syafril Dt Rajo Malenggang

Penghulu Kaum Sikumbang, nama kecil

Syafril. Dilewakan pada tahun 2005 di

Rumah Gadang Kaum Sikumbang,

Rawang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 223

7 Datuk Rajo Indo

Penghulu Kaum Sikumbang, nama kecil Zulkardianto. Dilewakan pada tahun

2004 di Rumah Gadang Kaum Sikumbang Banda Dalam, Koto Panjang

8 Datuk Rajo Kayo

Penghulu kaum Jambak, nama kecil Hasan Basri. Dilewakan pada tahun

2004 di Rumah Gadang Kaum Jambak, Gunung Malelo

9 Datuk Rajo Putiah52

Penghulu kaum Kampai, nama kecil Zul Arzil. Dilewakan pada tahun 2004 di

Rumah Gadang Kaum Kampai, Pasar Surantih

10 Datuk Rajo Bandaro Basa

Penghulu Kaum Sikumbang, nama kecil Zulkifli Muchtar. Dilewakan pada

tahun 1994 di Rumah Gadang Kaum Sikumbang, Pasar Surantih

11 Datuk Rajo Bintang

Penghulu Kaum Kampai, nama kecil Jilis. Dilewakan pada tahun 1996 di

rumah gadang Kampung Kampai Padang Limau Manih Timbulun

12 Datuk Rajo Bagindo

Penghulu Kaum Kampai, nama kecil Atut. Dilewakan pada tahun 1996 di

rumah gadang kaum Kampai Ampalu

13 Datuk Rajo Bandaro

Penghulu Kaum Kampai, nama kecil Halim. Dilewakan pada tahun 1996 di

rumah gadang kaum Kampai Kayu Gadang

14 Tan Ameh

Penghulu Kaum Kampai, nama kecil Kasran. Dilewakan pada tahun 1996 di

rumah gadang Pasir Nan Panjang.

Terhimpunnya tiga suku Sikumbang, Caniago dan Jambak. Merupakan hasil

dari suatu kesepakatan dalam wadah Lareh Nan Tigo. Hampir sama artinya dengan

lariak atau badakok-an. Dari Pengertian tersebut Ninik kaum terdahulu tentunya

punya alasan yang kuat untuk menyatukan tiga suku ke dalam Lareh Nan Tigo

52

Basalin baju dari Datuk Rajo Endah

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 224

sudah tercermin hubungan kebersamaan kekompokan dan kekeluargaan yang kuat.

Ibarat pepatah adat

Sadantiang bak basi

Saciok bak ayam

Ka bukik sama mandaki

Ka lurah samo manurun

Sakik jo sanang samo si raso.

Pepatah tersebut merupakan kata kesepakatan sebelum kaum Lareh Nan

Tigo disatukan, meskipun kaum dari Lareh Nan Tigo masih ada yang tidak

mengetahui makna yang ada dibalik kesepakatan tersebut. Surantih sebagai daerah

rantau yang telah berkembang dengan munculnya jurai-jurai, baik dari kaum yang

terdahulu maupun yang kemudian datang. Dalam tata perkembangan adat dan

budaya kehidupan banagari telah diakui keberadaanya sebagai bagian dari anak

Nagari Surantih. Sehingga dalam membentuk Andiko kaum baru diibaratkan dengan

cara ingok mancakam tabang manumpu ke dalam suatu kaum yang telah diakui

keberadaanya oleh ikek nan ampek.

Dengan perkembangan anggota kaum yang akan terus menerus bertambah.

Untuk memperjelas silsilah /ranji keturunannya dikemudian hari. Hal ini akan

membantu perkembangan nagari di masa yang akan datang, karena dengan

jelasnya tali hubungan darah ini akan menanamkan rasa tanggung jawab banagari

sehingga ikut serta dalam membangun dan menjaga kekayaan nagari.

Ka imbo babungo kayu

Ka lawiek babungo karang

Ka sungai babungo pasie

Ka ateh ta tambun jantan

Ka bawah ta kasik bulan.

Semakin berkembangnya jurai-jurai kaum dan membentuk jurai besar,

berbanding terbalik dengan tingkat rasa kebersamaan dalam hidup bakaum. Seperti

rasa memiliki yang mulai berkurang, setiap kemenakan yang telah diberi gelar sako

dan diberi berdasarkan jalur-jalur yang ia miliki, bak kato adat

Ketek anak ayah gadang anak mamak

Ketek diberi namo gadang diberi gala pusako.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 225

Seorang kemenakan di Minangkabau sudah memiliki jati diri yang diperoleh

dari gelar pusako adat. Kebanggaan akan gelar yang disandang, apalagi diucapkan

sangat indah. Dari realita yang berkembang di nagari sekarang ini, banyak anak

kemenakan yang merasa enggan dan menyamarkan gelar sako yang disandangkan

padanya. Salah satu penyebab munculnya hal ini dikarenakan kedudukan dan

keberadaan suku/kaumnya yang belum kokoh atau diakui dalam kehidupan

banagari, apalagi belum diakui oleh Ikek Nan Ampek, Payung Sakaki. Tidak ada

kebanggaan lagi dengan gelar sako yang dimiliki mengambarkan bahwa

masyarakat Minang di Nagari Surantih tidak bangga sebagai orang Minang.

Budaya yang terpakai di Minangkabau berdasarkan pada kata nan ampek,

yaitu :

1. Adat Nan Sabana Adat

Landasan adat ini memiliki sifat tak lekang dek paneh tak lapuak dek hujan,

merupakan hukum alam atau fakta nyata berdasarkan firman Tuhan, alam

takambang jadi guru. Adat ini berkaitan dengan perilaku manusia yang sifatnya

alami.

Nan kuriak adalah kundi nan merah ialah sago

Nan baik adalah budi nan indah ialah baso.

2. Adat Nan Diadatkan

Landasan adat ini merupakan ajaran adat yang terwaris. Dalam hidup,

perkembangan kaum/suku diatur menurut garis keturunan ibu atau keturunan nenek

perempuan. Suku/kaum yang dimiliki tidak dapat dialih atau diganti.

Sarak mangato adat mamakai

Warih dijawek pusako ditolong

Cupak nan duo kato nan ampek

Undang-undang nan ampek nagari nan ampek

3. Adat Nan Teradat

Landasan adat ini berifat adat nan salingka nagari, merupakan hukum

cupak sepanjang batang, adat sepanjang jalan. Keputusan yang dilahirkan dari

keputusan bersama, mufakat adat (KAN) dan disesuaikan dengan kehidupan

masyarakat.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 226

Lain lubuk lain ikan, lain padang lain ilalang

Dimano bumi dipijak disinan langik dijunjung

Dimano nagari dihuni disinan adat dipakai

4. Adat Istiadat

Landasan adat dari kebiasaan hidup setiap nagari, merupakan cara dan

kebiasaan masyarakat nagari dalam melaksanakan adat istiadat seperti upacara

perkawinan yang telah berlaku secara turun temurun

Sakali aie gadang, Sakali tapian baranjak

Sakali musim batuka, Sekali cara baganti

Hukum bisa dibanding, undang bisa dikarasi

Limbago bisa dituanggi dan cupak berkeadaan.

Dari uraian di atas sudah dapat dipedomani bahwa adat yang dipakai

tersebut masih ada kelongaran bukan harus babuhua mati, guna untuk

menyesuaikan dengan kondisi nagari. Berlakunya adat salingka nagari merupakan

suatu pegangan yang erat bagi Ikek Nan Ampek dalam melahirkan aturan yang

berkaitan dengan nilai adat budaya yang ada di nagari. Keinginan bersama dalam

hidup banagari adalah menghidupkan fungsi dan wibawa Ninik Mamak dalam

menjalankan konsep kembali banagari.

Hubungan timbal balik dalam pemerintahan nagari yang disebut dengan tali

tigo sapilin tigo tungku sajarangan. Sudah memadukan ikatan “kiajo bauntuk

bapagang bamasiang. Sehingga apa yang dipegang untuk menjadikan nagari ini

seperti tempo dulu akan bisa terwujud di Surantih ini. Lantaran nagari dengan

adatnya tidak dapat dipisahkan dalam tantangan kehidupan masyarakat.

Nagari bapaga undang, kampung bapaga jo pusako

Nagari nan ampek suku tiok suku babuah paruik

Kampung batuonyo, rumah batungganai nagari bapaga adat.

Dalam tata hukum adat Minangkabau di Nagari Surantih kekuasaan atas

ulayat nagari, hak atas tanah sudah jelas berada pada Penghulu Ikek Nan Ampek

Payuang Sakaki yang menjadi Penghulu Pucuak di kaumnya. Begitu juga hak kuasa

atas kaum dan anak kemenakan dalam kehidupan banagari. Fungsi dan wibawa

inilah yang harus diperbaiki untuk mengisi kekurangan dan menutup ketidak tahuan

dengan keterbukaan diri, guna berjalannya hukum adat di nagari ini secara

maksimal dan bernilai.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 227

Tantangan kehidupan banagari dengan pelaksanaan adat yang semakin

berat seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Adat istiadat yang

berkembang di nagari semenjak zaman dahulu hingga sekarang tak pernah

terkukung kuat dengan aturan yang pasti. Terjadinya beberapa perubahan bahkan

hilang dan timbulnya budaya yang ada. Bahkan terjadinya asimilasi dengan budaya

populer dan modern yang masuk. Corak budaya berangsur berubah bahkan

sengaja menimbulkan budaya baru. Banyak persoalan budaya tidak susuai lagi

pada tujuan atau budaya yang sebenarnya masih tetap diabaikan.

7.2.2. Budaya Nagari

Budaya dan adat yang berkembang dalam kehidupan masyarakat suatu

nagari merupakan adat istiadat menjadi identitas masyarakatnya yang diwarisi

secara turun temurun. Meskipun dalam perkembangan zaman budaya dan adat

yang dimiliki nagari mulai kehilangan nilai-nilai keasliannya. Berbagai macam tradisi

yang ada pada masa dahulu, pada saat ini hanya beberapa diantara yang masih

bisa bertahan dan dipakai masyarakat. Di Nagari Surantih adat istiadat dan budaya

yang berlaku dalam kehidupan masyarakat antara lain :

A. Batagak Penghulu

B. Perkawinan

C. Turun Mandi

D. Anak Sumbang/Parang Pisang

E. Maubek Pase/tolak bala

F. Kematian

G. Gunting Gombak

H. Sunat Rasul

Pelaksanaan upacara-upacara adat dan budaya yang berlaku di Nagari

Surantih telah banyak mengalami perubahan dalam kehidupan masyarakat.

Perubahan mulai terjadi semenjak tahun 1950an. Adat istiadat yang ada di Nagari

Surantih tidak lagi bersifat mengikat dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat

melaksanakan budaya yang ada jika dianggap perlu dan penting. Munculnya hal ini

dilatarbelakangi oleh tingkat pemahaman akan budaya yang dimiliki masih kurang,

sehingga rasa memiliki dari budaya dan adat yang ada semakin berkurang.

Dampaknya tanggung jawab dalam melestarikan adat dan budaya yang ada jadi

terabaikan. Faktor lain yang jadi penyebab adalah pengaruh dari tingkat ekonomi

masyarakat yang masih rendah, sehingga dapat dimaklumi jika masyarakat jarang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 228

melakukan tradisi yang ada, karena dalam setiap melaksanakan upacara yang ada

membutuhkan biaya yang besar.

Meskipun demikian, pada saat ini adat yang masih dipakai saat ini di

nagari masih berjalan dan digunakan dengan baik. Perubahan memang terjadi

dalam pelaksanaan tradisi dan adat tersebut

A. Batagak Gadang/Batagak Penghulu

Batagak Gadang/Batagak Penghulu merupakan acara adat dalam

mengangkat Penghulu untuk mengidupkan kembali gelar pusako yang telah hilang,

basalin baju pada penggantinya. Sebagaimana adat Penghulu dalam nagari-nagari

di Minangkabau, jika meninggal atau berhenti seorang Penghulu dalam suatu kaum

/suku. Maka sako adat yang ditinggalkan diwariskan pada saudara kemenakan atau

cucu yang masih satu keturunan ibu dari Penghulu tersebut. Secara umum syarat

mengangkat penghulu memiliki beberapa kriteria antara lain :

1. Memiliki pengetahuan yang luas atau cerdik pandai

2. Orang yang arif bijaksana

3. Paham akan landasan pikir dan hukum adat Minang

4. Hanya kaum pria yang akil balig dan berakal sehat.

5. Hiduik bakarilahan53

6. Mati basalin baju54

7. Mambangkik batang tarandam55

Dalam mengangkat Penghulu, disamping seketurunan haruslah mempunyai

jalur sako yang sama dan juga melalui proses yang panjang. Musyawarah kaum

merupakan tonggak dasar pelaksanaan upacara ini untuk mencari kesepakatan

anggota kaum yang dilaksanakan di rumah gadang kaum.

Maangkek penghulu sarato kaum

Maangkek rajo sarato alam

Kato rajo puutih bafungsi

Sebagai pemegang kekuasaan

Ditengah anak kemenakan.

53

Hidup bakarilahan maksudnya ikhlas/rela. Hal ini merupakan salah satu penyebab pengangkatan penghulu baru,

karena penghulu lama mundur atau telah meninggal dunia. 54 Mati basalin baju maksudnya jika seorang penghulu telah meninggal atau gelar tersebut tidak yang memangku.

Maka diangkatlah pengantinya yang akan memangku gelar pusaka tersebut. 55

Membangkit Batang tarandam maksudnya menghidupkan kembali gelar sako yang telah hilang.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 229

Setelah didapat kesepakatan kaum maka kaum tersebut mengajukan

kesepakatan yang telah diambil ke Kerapatan Adat Nagari guna untuk dibahas dan

dipelajari sehingga lahir keputusan berupa rekomendasi dari kesepakatan para

Penghulu di Kerapatan Adat Nagari. Dalam tata adat Penghulu yang akan

dilewakan dalam acara pengangkatan Penghulu. Haruslah memenuhi aturan adat

seperti “adat diisi limbago dituang”. Sehingga Penghulu menjadi :

Menurut bari nan bapaek, sarato pusako nan batolong

Kapai tampek batanyo, kapulang tampek barito

Kusuik ka manyalasaian, karuah nan ka manjaniahan

Kato adat kato bana, sayak landai aienyo janiah.

Elok nagari dek panghulu

Rancak kampung dek nan tuo

Elok musajik jo tuanku

Rancak tapian dek nan mudo

Elok rumah dek bundo kanduang

Sapakat lahia jo batin, sasuai muluk jo hati

Manyatukan raso jo pareso, sapakek iduik badakekkan

Dalam bakaturunan sebagai mamak/penghulu

Hak kuaso dikorong kampung, jadi pemimpin di nagari

Penentu ulayat nagari, satitik indak hilang

Sabarih nan tak namuah lupo

Jawek nan bulek ditunjukan, dakek nan buliah diliek

Makonyo kamanakan barajo ka mamak

Mamak barajo ka panghulu

Penghulu barajo ka mufakat

Mufakat barajo ka nan bana

Bana nan badiri sendiri

Manuruti alua di nan patuik.

Setelah kedudukan Penghulu resmi dan berkuasa dalam kaumnya. Maka

tatanan budaya masyarakat dilihatkan pula dalam kesepakatan para Penghulu di

dalam Kerapatan Adat Nagari. Tugas dan fungsi seorang Penghulu terlihat :

Dalam tugas kebaktian terhadap masyarakat banyak di nagari. Lebih

memahami sako jo pusako

Duduk jo cupak gantang tagak batungkek barih. Bakato sopan manjalin

kepemimpinan Penghulu mengenal urang nan bajinih merupakan orang

fungsional adat dalam menegakan kewibawaan para Penghulu. Itu pula

sebabnya Penghulu harus memberdayakan fungsionalnya, seperti :

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 230

1. Manti, merupakan mutiara kaum di nagari, bertugas dalam

membantu menyelesaikan persoalan kaum dan nagari

Kato mananti kato sapakaik

2. Malin, merupakan orang Alim dalam Agama Islam, bertugas dalam

memberi sanksi /hukuman kepada kamanakan /anak nagari dalam

pelanggaran sapanjang sarak.

Kato malin kato hakikat

Tau jo halal jo haram

Sah batal , suluh bendang dalam nagari

3. Bundo Kanduang, merupakan ibu sejati. Wanita yang mampu

menjalankan kehidupan beradat dan mampu pula sebagai pendidik,

pendamai silang sengketa, tidak pengunjingkan orang lain dan

menyalahkan orang lain. Menjadi suri tauladan dan keibuan dalam

kaum/nagari sehingga berfungsi :

Limpapeh rumah gadang umbun parak pegangan kunci

Pusek jalo kumpulan tali, sumarak dalam nagari

Hiasan dalam kampung, nan gadang baso batua

Kaunduang-unduang ka madina, ka payuang panji ka sarugo

4. Dubalang, merupakan pesuruah. Menjaga dan menghukum,

mengamankan keributan dan hura hara dalam korong kampung jo

nagari. “lontaran kato dubalang kato mandare”. Kare di takiek, lunak

disudu, berdiri dan bertindak atas kebenaran juga berani muanjak jo

muangsue batindak jo kebenaran.

Gambar 85

Upacara Batagak Gadang Dt. Rajo Malenggang (2005)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 231

B. Perkawinan

Adat perkawinan yang ada di Nagari Surantih tidak jauh berbeda dengan

adat perkawinan yang berlaku pada umumnya di Minangkabau. Berlangsungnya

suatu perkawinan berawal dari perkenalan antara laki-laki dan perempuan. berbeda

pada masa dahulu, pada masa sekarang tidak ditemui lagi budaya perjodohan

ditentukan oleh orang tua (keluraga). Pada sekarang anak kamanakanlah yang

memilih dan menentukan jodoh yang dinginkan. Keluarga (orang tua) pada masa

sekarang hanya berperan dalam muapik (menyetujui) hubungan dan

meresmikannya.

Namun berlanjutnya hubungan tersebut ke jenjang perkawinan, tidak semua

yang dapat melaluinya dengan lancar, masih banyak peristiwa-peristiwa di nagari ini

yang melanggar aturan adat. Hal ini terjadi dikarenakan masih ada keluarga yang

mencoba budaya pemaksaan dan penolakan jodoh yang dipilh oleh anak

kemenakannya. Akibatnya, timbulnya aib yang dapat mencoreng keluarga. Karena

keinginan untuk hidup bersama begitu besar, hukum adat yang berlaku tidak lagi

dipandang sebagai halangan untuk memenuhi keinginan mereka dengan

melaksanakan kawin lari. Umumnya mereka yang melakukan hal ini melaksanakan

perkawinan di daerah lain. Cara perkawinan seperti ini diragukan keabsahannya

lantaran tidak jelas. Karena mereka kawin tanpa izin dari orang tua.

Pelanggaran lain yang terjadi adalah terjadinya perkawinan di luar nikah,

sehingga munculnya kasus kelahiran sebelum masanya tersebut jelas melanggar

aturan adat dan agama. Bila dilihat realita yang berkembang ditengah kehidupan

masyarakat. Dari perilaku dan perbuatan sebagian kecil masyarakat , tentunya

sangat mencemaskan terhadap budaya yang sedang berlangsung. Masih lemahnya

penerapan hukum nagari yang dibawakan oleh Niniak Mamak. Penerapan hukum

pada zaman dahulu sangat berbeda dengan kondisi dan keadaan masyarakat

sekarang yang semakin maju. Pada masa sekarang sudah menipisnya budaya malu

salah satu jadi penyebab munculnya aib pada keluarga /kaum. Hal ini diperparah

dengan banyak dilihat anggota keluarga yang tidak mau peduli dengan masalah

yang dihadapi. Lantaran ketidakmampuan seorang Penghulu menerapkan hukum

adat dilatarbelakangi dan dipengaruhi oleh keadaan nagari yang berada di wilayah

rantau. Ketentuan adat “mambuang sapanjang jalan, mahukum sapanjang adat”

tidak berlaku lagi di tengah kehidupan masyarakat nagari

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 232

Dalam proses perkawinan dan kesepakatan kedua belah pihak antara

keluarga laki-laki dan perempuan telah terjadi kata sepakat. Maka proses penyatuan

dua keluarga tersebut dalam perkawinan anak mereka melalui beberapa tahapan

adat yang telah menjadi warisan tradisi dan budaya yang berlangsung di nagari ini.

B.1. Maesek – manapiek bandu

Proses ini merupakan tahapan awal dalam melakukan pinangan yang

dilakukan pihak keluarga perempuan ke rumah laki-laki. Rombongan maesek ini

dipimpin oleh Mamak beserta Sumandan dan Pasumandan, maksud

kedatangannya adalah untuk menanyakan kelanjutan hubungan anak kamanakan

yang telah disetujui. Di rumah keluarga tersebut dicari kata mufakat untuk

selanjutnya menerima pembawaan dari pihak keluarga wanita berupa buah tangan

seperti : kue dan buah-buahan. Biasanya keluarga perempuan meminta agar

kedatangan mereka dapat ditimbali (kunjugan balasan) dengan hari yang telah

disepakati.

B.2. Manimbali (Batunangan).

Proses adat manimbali memiliki cara dan adat yang sama dengan proses

maesek. Keluarga laki-laki yang datang ke rumah perempuan datang dengan

membawa pembawaan. Kedatangan keluarga laki-laki juga dilengkapi dengan

pembawaan sebagai syarat adat yang disebut dengan batimbang tando. Biasanya

barang yang dijadikan sebagai syarat adalah berbentuk emas. Penerimaan tando

yang dibawa oleh keluarga laki-laki berarti kedua keluraga sudah sepakat dengan

pertunangan anak mereka yang akan berjanji sehidup semati membina rumah

tangga sebagai suami istri.

Dengan sudah tercapainya kata kesepakatan antara kedua keluarga

dalam langkah awal proses perkawinan ini. Selanjutnya kedua keluarga mencari

kesepakatan hari pelaksanaan, biasanya perjanjian dilaksanakan dalam hitungan

musim dalam jangka waktu yang tidak begitu lama. Sebelum dilangsungkan

upacara pernikahan di masing-masing keluarga. Masih terdapat musyawarah –

musyawarah yang dilaksanakan antara lain

B.3. Baiyo-iyo

Proses ini merupakan proses adat dalam bermusyawarah untuk mencari

kata mufakat sebelum acara perkawinan di Nagari Surantih untuk berkumpul, baik

mande bapak bersama dengan mamak korong , mamak dalam rumah. Tujuan dari

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 233

musyawarah ini adalah untuk memberi tahukan tentang permulaan acara dan besar

alek yang dilaksanakan.

Dalam musyawarah ini dtentukan orang-orang yang akan diucok

(dibertahukan). mamak memberitahu pada sumando siapa-siapa orang yang akan

diucok. Dalam acara ini biasanya urang rumah menyediakan makanan berupa kopi,

teh , kue-kue berupa masakan sendiri seperti onde-onde, lapek/limping dan lain-

lain.

B.4. Pakat.

Acara adat untuk melanjutkan musyawarah guna untuk memberi tahu dan

mohon izin pada kepada seluruh pihak yang terkait dalam melaksanakan alek yang

akan dilaksanakan. Meminta izin pada mamak berserta orang sarat dan adat

tentang pelaksanaan besar lecilnya alek yang akan dilaksanakan atau acara

keramaian. Setelah izin didapat dari yang hadir tentang pelaksanaan alek tersebut,

maka semua yang hadir memberi sumbangan sebagai ungkapan kesepakatan

dalam membantu cara tersebut. Di Nagari Surantih, acara pakat jauh berbeda

dengan nagari lainnya, “lain lubuk lain ikan, lain padang lain belalang”. Di nagari lain

acara pakat dilaksanakan untuk membantu sanak kamanakan dalam pelaksanan

pesta atas kekurangannya, sehingga tanggung jawab Mamak bisa terlihat.

Baiyo-iyo dan pakat merupakan langkah permulaan dalam perencanaan

acara perkawinan untuk menetapkan hari dan besar alek yang dilaksanakan. Di

Nagari Surantih memiliki 3 macam tingkatan pesta alek perkawinan berdasarkan

latar belakang ekonomi masyarakat. Seperti :

1. Alek gadang

Alek gadang biasanya dilaksanakan selama 7 hari 7 malam. Selama proses

ini dilaksanakan acara Bacecek agung, baambuang langik-langik dan Pakai

patungguan. Bacecek agung merupakan kesenian anak nagari, baambuang

langik-langik berarti memakai pelaminan dan payung panji. Patungguan,

berarti penjaga rumah/tungganai rumah.

2. Alek Manangah

Alek ini biasanya dilaksanakan selama 3 hari 3 malam. Pada acara ini akan

muncul istilah-istilah : cubadak nan ka badabua, paki nan kadi patah, kapare

nan ka dipiciak dan daging nan kadi lapah.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 234

3. Alek Ketek

Alek dilaksanakan biasanya 1 hari 1 malam. Cubadak nan kabadabua, paki

nan kadi patah. Semakin majunya kehidupan masyarakat mempengaruhi

pemakaian adat yang semakin lama semakin tersingkir oleh budaya luar,

seperti pengunaan pakaian di rumah, sehingga tidak jelas perbedaan

tingkatan acara perkawinan.

B.5. Pesta Perkawinan

Pelaksanaan pesta dimulai dengan pemotongan sapi sehari sebelum

pelaksanaan upacara. Pelaksanaan pemotongan ini dilksanakan oleh mamak

bersama mande bapak. Sedangkan kaum ibu-ibu memasang pakaian rumah dan

pelaminan selanjutnya dilaksanakan dengan memasak hingga malam hari.

Sebelum tahun 80an kita mendengar alek masak duduk, tapi sekarang tak

satupun generasi sekarang mengetahui dan melihat teknis pelaksanaannya.

Kegiatan ini dilaksanakan di rumah perempuan pada waktu malam awal

pelaksanaan kaum ibu memasak. Pada malam harinya dlaksanakan penjemputan

marapulai laki-laki yang dilaksanakan pada jam 8 malam.

Penjemputan marapulai laki-laki oleh mande bapak dengan membawa

syarat adat seperti siriah langguai lengkap dengan pakaian, sepatu, payung dan

nasi kuning. Marapulai dibawa berserta dengan inang pengasuhnya serta yang

mudo-mudo. Berdasarkan izin mande bapak pada mamak, dapat dibawa ke rumah

pengantin perempuan.

Di rumah penganten perempuan, mempelai laki-laki didudukkan di kasur

penantian duduk. Basa basi adat penginang memasang pakaian adat lengkap

mempelai setelah itu mempelai dipersilahkan duduk di kursi yang telah disediakan.

kursi ini berada di dekat pintu naik rumah. Tujuannya adalah untuk

memperkenalkan calon mempelai pada orang yang berada di luar rumah.

Kemudian mempelai dipersilahkan pindah ke kursi yang kedua didekat pintu

sarak (pengantin) untuk mengenalkan calon mempelai dengan keluarga dalam

rumah beserta mande bapak. Pembicaraan dilakukan hanya sekedarnya agar

mempelai laki-laki mengetahui seluk beluk dalam rumah dan tak gamang kemudian

hari. Selanjutnya marapulai dipindahkan lagi ke kursi ketiga di pintu ke belakang

menuju dapur. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan mempelai laki-laki dengan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 235

ibu-ibu keluarga perempuan. Dipintu terjadi perkenalan dalam suasana canda tawa.

Agar mempelai laki-laki mengetahui letak dapur dan sumur.

Setelah pelaksanaan acara adat bernama asak duduak telah selesai maka

mempelai laki-laki duduk kembali di kasur penantian dan painang kembali membuka

baju pengantin laki-laki diganti dengan pakaian biasa. Acara kemudian dilanjutkan

dengan pembacaan doa dan makan bersama dengan rombongan mempelai dan

kemudian pulang bersama painang dan anggota rombongan lainnya.

B.6. Turun Bako

Pelaksanaan acara babako merupakan suatu kewajiban dalam pelaksanaan

acara alek perkawinan karena memberi pertanda bahwa pengantin laki-laki dan

perempuan orang tuanya adalah orang Minang, punya kampung yang berkaum dan

berketurunan, hal ini sebagai tanda tanggung jawab kaum kepada mamak.

Acara ini dilaksanakan di hari pertama pesta perkawinan. Sang pengantin

dijemput oleh keluarga bapaknya (bako) dengan alat penjemput berupa pakaian

pengantin dan lain-lain. Bako menyebutnya sebagai muanta anak pisang. Dengan

dandanan pengantin lengkap dengan hiasan yang akan diarak dengan iringan

bunyian musik nagari berupa sunai dan gandang beserta urang banyak lengkap

dengan pembawaan adat seperti :

Limau, nasi kuniek (sampek), pakaian panjapuik marapulai lengkap,

sambal, bage (beras) kondai dan lain-lainnya. Bagi marapulai perempuan antaran

orang ramai berupa limau, handuk, alat penghias lengkap, baju, pecah belah sa

pasumandoan dan lain lain. Dengan iringan musik tradisional dan orang ramai

membawa pembawaan beragam dam hiasan asat seperti kain talipik, umbul-umbul

burung, udang dan lain-lain. Semua pembawaan tersebut dibawa hingga ke rumah

pengantin dengan penutup acara makan bersama.

Gambar 86

Upacara Turun Bako atau Muanta Anak Pisang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 236

B.7. Japuik Marapulai

Tata cara pelaksanaan acara japuik kawin merupakan bagian dan tata

pelaksanaan akad nikah akan ditandai perempuan terlebih dahulu harus

mempersiapkan acara penjemputan. Penjemputan dilaksanakan oleh mamak,

sumando, ipa bisan beserta nan mudo-mudo dengan pembawaan ; sirih panjapuik

marapulai dan sirieh mande bapak serta mamak (dalam carano); Langguai

mengunakan silimput di dalamnya terdapat cincin perak; Nasi lamak kuning/nasi

kuniek; jamba berisi makanan sambal dan kue gadang; sang soko atau baju

lengkap dengan kopiah dan sarung, dan lain-lainnya.

Sesampai dirumah marapulai meraka diterima oleh mamak, sumando, tuo

marapulai (painang/pengasuh). Dengan berbekal tanda Sirih penjemput marapulai

dan pembawaan lainnya yang dibawa dalam dulang tujuh tingkat ditutupi peci

penutup, Dengan bekal tanda penjemput tersebut, dimintalah izin pada keluarga

marapulai untuk membawa marapulai ke rumah anak daro untuk dinikahkan.

Adapun contoh baso basi yang disampaikan adalah sebagai berikut :

Lah bulek sagiling kami Buleklah buliah digolongkan Pipihlah buliah dilayangkan. Disuruh kami dek mamak kami Turun dari kampuang..................... Rumah si ........................ Pai manjapuik marapulai Lah kami lakukan pajalanan Manuju kampuang...................... Rumah si ....................... Setelah tibo kami dihalaman Dek urang si................ baik budi indah baso Lahnyo imbau kami naik karumahnyo Lah duduak kami Dek santano kami lahnyo agiah aie nan saraguak Rokok nan sabatang Lah kami sabuik tujuan jokukasuik Manjapuik marapulai sarati inang pangasuahnyo Sarato jo nan mudo-mudo Manjapuik mandeh bapaknyo Sarato jo mamaknyo Japuik kawin malam kini Yang mangawinkan anak daro jo marapulai Iko tandonyo kami manjapuik (menyerahkan barang/tanda penjemput yang dibawa) Tarimolah pambaoan kami ko Maletang mambuah tangan Malangkah babuah batiah.

Lalu dijawab

Sapanjang kato-kato dunsanak Nan datang dari....................... Basaba hati dahulu malakiek kato kami paiyoan (pihak rumah berunding apakah pembawaan dapat diterima)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 237

Setelah seluruhnya sepakat untuk melepas dan menerima pembawaanya.

Setelah itu mamak memberi gelar sako adat kaumnya pada marapulai laki-laki.

Setelah acara selesai dilaksanakan ditutup dengan baca doa selamat dan makan

bersama.

B.8. Muanta Marapulai.

Pada saat marapulai turun rumah untuk dibawa menuju ke rumah anak daro,

kerabat dan karib yang mengantar mengiringinya dengan badampiang, dampiang

merupakan dendang yang dilatunkan beramai-ramai dengan cara sahut menyahut

berisikan pantun nasehat yang melambangkan kesedihan keluarga (orang tua) yang

melepas anak laki-lakinya untuk memasuki kehidupan berumah tangga.

Disepanjang perjalanan menuju rumah anak daro56

“dampiang” terus dilantunkan

hingga sampai di halaman rumah anak daro. Syair dampiang yang dilantunkan

antara lain, seperti berikut :

Heeeeiii................. Limau kape[h] di balakang rumah Pabilo maso-maso ka diambiak (bersama-sama) Heeeeiii................ Kok nyampang lapeh dari rumah Pabilo maso ka babaliak Yooooo ka babaliak (bersama-sama) Heeeeiii............. Rang darek tolong dampiang Ayooo[h] dampiang (bersama-sama) Heeeeiii............ Pulau Pandan Pulau Tarika Katigo Pulau bantuk taji Aduh dandam bantuk taji (bersama-sama) Heeeeiii............... Jawek salam mande ka tingga Doakan salamaik pulang pai Yoooo pulang pai (bersama-sama) Rang darek tolong dampiang Ayoooo dampiang Heeeeiii................ Limau antu jatuah ka lubuak magalombang Aduh dandam magalombang (bersama-sama) Heeeeiii.............. Kok tantu sisiak kanan buwek Sakarang kini kadi buang

Sebelum naik ke rumah

Heeeeiii................. Enda-enda bungo macang Dapek di juluk ampu kaki(bersama-sama) Heeeeiii................. Enda-enda minantu datang Ambikan cibuak pambasuah kaki Yoooooo pambasuah kaki (bersama-sama)

56

Anak daro adalah mempelai wanita/pengantin wanita.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 238

Di halaman rumah sebelum naik, orang sumando dan pasumandan dari

anak daro melakukan adat baso-basi dengan rombongan yang datang. Setelah

diperbolehkan naik marupulai bersama naik dan duduk ditampek tapak tigo tempat

duduk marapulai yang di alas kasur sebagai tempat dilangsungkannya akad nikah.

Selesai dilaksanakan akad nikah ditandai dengan doa selamat kemudian marapulai

kembali ke rumahnya bersama rombongan yang ikut serta menghadiri acara

tersebut.

Dalam proses pernikahan di Nagari Surantih, tata cara yang demikian telah

diwarisi semenjak dahulu. Tradisi perkawinan yang dilaksanakan menjelang shubuh

dan dampiang pengiring marapulai ke rumah Anak Daro. Bagi masyarakat Surantih,

tradisi tersebut dipandang sebagai keindahan adat salingka nagari yang tidak

dimiliki oleh nagari lain. Indahnya suaran dendang dampiang dilantunkan pada

malam hari menjelang shubuh. Adanya aturan dari Kantor Urusan Agama (KUA)

yang menerapkan jadwal akad pernikahan di siang hari. Secara tidak langsung

peraturan tersebut akan menghilangkan adat dan tradisi secara perlahan-lahan.

Tentunya tradisi badampiang akan sulit ditemui lagi dalam proses upacara

perkawinan, bahkan akan hilang dari kehidupan masyarakat Surantih.

B.9. Manjalang Mintuwo

Manjalang mintuwo adalah salah satu tahapan adat perkawinan Nagari

Surantih yang dilaksanakan dari rumah anak daro. Sebelum penjemputan marapulai

ke rumah orang tuanya oleh keluarga anak daro pada sore harinya. Kedua

pengantin disanding menuju ke rumah mintuwo diiringi oleh kerabat dan karib yang

telah diucok. Dalam tradisi ini anak daro yang datang ke rumah mintuwonya

membawa sirih yang dibungkus dengan sapu tangan, kue dan nasi pandoa.

Gambar 87

Acara Manjalang Mintuo

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 239

Di rumah mintuwonya anak daro disandingkan dengan marapulai

dipelaminan yang telah disediakan guna memperkenalkan anak daro pada keluarga

marapulai. setelah magrib anak daro bersama marapulai melaksanakan doa

selamatan atas pernikahan mereka. Setelah pembacaan doa selesai anak daro

bersama marapulai meninggalkan rumah kembali ke rumah anak daro. Sejak hari

itu marapulai menginap di rumah anak daro, pada malam pertama dan ke dua

biasanya marapulai membawa inang pengasuh dan teman sejawat untuk

menemaninya.

B.10. Ma-antaan Gulo (Mengantar Gula)

Pada hari ketiga setelah pernikahan, mintuwo57

menjemput anak daro ke

rumahnya. Anak daro dibawa ke rumah mintuwonya dan menginap satu malam di

sana, sedangkan marapulai tinggal sendiri di rumah anak daro. Besok sorenya anak

daro diantar lagi oleh mintuwonya bersama kerabat dan karib yang telah diucok

pergi mengantar anak daro pulang ke rumahnya. Dengan berpakaian selayar putih

anak daro, keluarga mintuwonya mengantar bersama rombongan. Dalam tradisi ini,

mintuwo dan rombongan pengantar membawa gulo (manisan) sebagai tanda

pembawaan mengatar anak daro. adakalanya pembawaan yang dibawa dilengkapi

dengan pakaian/emas atau barang lainnya sebagai pemberian dari keluarga

mintuwo.

B.11. Manganta Lamang Golek

Tradisi manganta lamang golek merupakan bagian adat perkawinan Nagari

Surantih yang ditandai dengan anak daro mengantarkan lamang kepada kaum

kerabat baik pada pihak keluarganya sendiri dan keluarga suaminya serta karib

yang memiliki hubungan dekat dengan kedua pengantin. Tujuan dari manganta

lamang golek ini adalah untuk mengenal lebih dekat karib kerabat dari kedua

pengantin agar lebih saling mengenal.

Di Nagari Surantih, berkaitan dengan adat proses perkawinan di atas. Pada

pihak keluarga laki-laki masih ada proses adat yang harus dilakukan. Adat ini

dikenal dengan muanta gulo, adat ini dilaksanakan pada saat menjelang puasa.

Adat lainnya yang masih harus dipenuhi adalah adat mancaliak anak minantu. Adat

ini dikenal dengan istilah mancigok/mancaliak anak

Dari perkembangan yang terjadi seiring dengan perubahan zaman, maka

acara pesta perkawinan yang dilaksanakan di Nagari Surantih berjalan panjang dan

57

Mintuwo adalah panggilan terhadap ibu dari orang tua suami atau istri.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 240

beragam cara. Secara perlahan-lahan mengalami perubahan, bahkan banyak

budaya baru tumbuh. Meskipun belum sampai pada penghilangan budaya asli.

Tetapi etika budaya sudah mulai berkurang seperti dalam pesta menanti tamu.

Tamu yang diundang dijamu dengan mengunakan hidangan ala prasmanan. Cara

ini mengakibatkan mamak tidak terlayani dengan baik. Selain itu pada acara muanta

secara bersama sering dilakukan menjelang magrib dan magrib baru selesai.

Sehingga waktu sholat jadi tertinggal.

C. Turun Ka[r]aie (Turun Mandi)

Upacara turun mandi dilakukan bertujuan untuk memperkenalkan anak

pertama kalinya dibawa turun ke air. Biasanya tradisi ini dilakukan oleh sepasang

suami istri pada anak mereka pada hari ketiga setelah anak tersebut lahir. Pada

saat ini biasanya pusar bayi dipotong oleh balian58

yang menolong kelahiran si bayi.

Pada saat sekarang tradisi ini sudah sangat jarang dilaksanakan oleh masyarakat.

Tradisi ini dilakukan oleh anggota masyarakat yang masih mengangap tradisi masih

penting dalam siklus kehidupan.

D. Parang Pisang

Tradisi ini merupakan khas masyarakat Surantih, Parang Pisang adalah

upacara melepaskan bathin anak sumbang59

. Upacara ini dilaksanakan oleh

keluarga yang memiliki anak sumbang, maka keluarga dari Bapak (bako60

) dan

Juga dari pihak keluarga ibu si anak sumbang. berperang dengan mengunakan

pisang sebagai senjata. Upacara ini dilaksanakan setelah kesepakatan antara pihak

bako dengan kaum dari ibu si anak sumbang. Pada hari yang telah ditentukan

kedua belah pihak menyediakan pisang yang telah direbus untuk dijadikan amunisi

perang.

Pihak bako bersama-sama karib kerabat yang telah diucok akan datang ke

rumah kaum dari ibu si anak dengan membawa antaran yang beragam. Demikian

juga dari kaum dari ibu si anak sumbang menunggu kedatangan bako si anak.

Kedatangan rombongan bako diiringi dengan kesenian sarunai61

dan talempong62

beserta tarian Simuntu. Ke dua belah pihak memiliki satu/dua Simuntu yang

58

Balian adalah dukun beranak. 59 Anak sumbang adalah anak kembar dua sejoli, satu laki, satu perempuan. 60 Bako adalah seluruh famili dari pihak keluarga ayah. 61 Sarunai merupakan alat musik tiup tradisional Minangkabau yang terbuat dari bambu/buluh 62 Talempong merupakan alat musik pukul yang terbuat dari tembaga/kuningan.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 241

merupakan orang bertopeng dengan pakaian daun pisang yang berfungsi sebagai

panglima perang.

Gambar 88

Adat Parang Pisang

Ketika rombongan sampai di halaman kediaman keluarga ibu si anak, maka

kedua belah pihak melantunkan kata bersambut dan adat basa-basi untuk

menentukan pilihan anak yang akan diambil oleh pihak bakonya. Dalam tawar

menawar itu terjadilah perselihan karena masing-masing pihak tetap dengan

pilihannya. Karena tidak terjadinya kata sepakat, maka di bawah komando simuntu

terjadilah parang pisang antara kedua kubu. Perang ini dilakukan oleh kaum

perempuan sedangkan kaum laki-laki hanya boleh menyaksikan saja.

Setelah dilakukan parang pisang beberapa saat, kemudian kedua belah

pihak berunding lagi untuk menentukan anak yang mana yang akan dibawa oleh

“induak bakonya”. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk memisahkan bathin secara

lahir si kembar agar kemudian hari tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan jiwa

kedua anak tersebut dalam hukum adat dan syarak. Hal ini didasarkan pada

pandangan masyarakat bahwa anak yang lahir kembar sepasang (Sumbang) satu

laki-laki dan satu perempuan dianggap telah kawin secara bathin meskipun berasal

dari satu darah keturunan. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran adat dan

syarak di kemudian hari oleh anak sumbang tersebut maka diadakanlah parang

pisang untuk memeranginya supaya bathin keduanya lepas dan lupa akan

perkawinan bathin itu.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 242

E. Maubek Pasiek/Tolak Bala

Tolak bala (Maubek Pasiek), merupakan suatu tradisi dalam kehidupan

masyarakat Surantih berupa upacara yang menandakan niat pengharapan kepada

Tuhan agar diberikan perlindungan dari mana bahaya dan dilimpahkan rezki pada

anak nagari. Teknis pelaksanaannya biasanya dilaksanakan pada bulan maulud tak

kala musim akan datang dengan bersama-sama unsur masyarakat selama 3 hari

berturut-turut.

Hari pertama dan kedua, berjalan sepanjang pantai di sore hari

membacakan atik63

. Upacara ini dilakukan dengan cara berjalan dari batas

kampung ke arah muara sungai secara bergiliran oleh penduduk kampung

setempat. Biasanya setiap penduduk membawa parasan64

yang dibawa secara

berombongan ke muara yang dipimpin oleh pemuka agama.

Gambar 89

Berjalan Di Pasie Salah Satu Proses Upacara Maubek Pasie (Tolak Bala)

Hari ketiga, pada pagi hari dilaksanakan acara pemotongan, biasanya

memotong kerbau atau yang lainnya. Ini pertanda bahwa anak nagari memohon

pada Yang Maha Kuasa secara ikhlas. Dengan menuruti aturan-aturan /pantangan

yang telah ditentukan, seperti; dilarang melaut/ke sawah dan ke ladang selama 3

63 Atik adalah salawat dan doa selamatan secara bersama-sama. 64 Parasan adalah sesajian makanan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 243

hari, gotong royong membersihkan pantai. Biasanya daging kerbau yang telah

disembelih dibagi-bagikan pada masyarakat dan pemuka masyarakat.

Gambar 90

Pembacaan Do’a Tolak Bala dilanjutkan Makan Bajamba

Disore harinya barulah dilaksanakan hajatan besar dengan membaca doa-

doa bersama, seluruh masyarakat membawa makanan bajamba. Upacara ini

dihadiri oleh seluruh masyarakat, perantau dan undangan. Biasanya dalam upacara

ini terdapat perbedaan antara tolak bala dengan maubek pasiek. Tolak bala

biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal ke arah mudik yang umumnya

merupakan petani dan peladang. Sedangkan maubek pasiek dilaksanakan oleh

masyarakat yang berada di daerah pasie atau pesisiran pantai. Namun demikian,

pada dasarnya hakekat dan proses upacara ini adalah sama.

F. Kematian

Sebagaimana umumnya adat dan tradisi kematian masyarakat Minangkabau

umumnya. Di Nagari Surantih juga berlaku sama dengan nagari-nagari lainnya di

Minang. Adat kematian yang masih dilaksanakan masyarakat dalam menghadapi

peristiwa kematian adalah adat datang mendatangi, janguak manjaguak’i untuk

menghibur keluarga yang ditinggalkan. Selain adat ini, masyarakat masih

menyelengarakan upacara-upacara tertentu guna memperingati keluarganya yang

meninggal antara lain, seperti

Manigo hari dan Batagak Batu

Manujuah hari

Empat belas hari

Empat puluh hari

Seratus hari untuk proses malapeh-lapeh

Malape-lape merupakan acara perpisahan terakhir bagi si mayat yang telah

meninggal dunia. Sebagian masyarakat nagari pada acara malape-lape ini ada yang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 244

memperhelatkan dengan ma ucok orang banyak guna menjenguk ke rumah

keluarga yang meninggal dunia. Biasanya orang yang menjengguk, datang dengan

membawa kain atau uang. Sedangkan bakonya membawa kue-kue untuk mengaji

malamnya.

Tuan rumah juga membuat lemang, onde-onde dan lapek untuk dibungkus

dibawa pulang oleh ibu-ibu. Pada malam harinya, persis seperti acara dahulunya

untuk memberikan pengajian dan atik (tahlilan- salawat nabi). Setelah atik, biasanya

tamu yang akan datang akan disuguhkan makanan kue-kue juga minuman.

Sedangkan dalam acara manigo hari ibu-ibu hanya membawa beras. Tamu

yang datang pada malamnya memberi pengajian dan disuguhkan minuman. Tradisi

ini dalam masyarakat Surantih terdapat perbedaan bagi masyarakat yang menganut

ajaran tariqat. Tamu yang datang pada acara pengajian malam harinya disuguhi

makanan ringan dan air minum. Sedangkan yang menganut ajaran Muhammadiyah

tidak dibenarkan sama sekali untuk minum dan makan.

G. Guntiang Gombak

Adat “guntiang gombak” merupakan upacara mengunting rambut balita yang

kelahirannya ditandai dengan memiliki rambut bagombak tiga/dua, apabila

rambutnya diasok65

dan setelah itu anaknya demam (sakit), anak tersebut dianggap

memiliki rambut “asli”. Jika seorang anak/balita mengalami gejala demikian, maka

orang tuanya akan melakukan upacara untuk mencukur rambut anaknya agar tidak

mengalami demam (sakit) lagi.

Berdasarkan kesepakatan kedua orang tuanya maka dilakukanlah upacara

gunting gombak dengan memangil orang “pandai” untuk menawai pu[r]asan66

.

Bahan-bahan tersebut nantinya digunakan pada saat pemotongan rambut sang

balita. Pada upacara guntiang gombak ini dihadiri oleh karib kerabat yang telah

diucok. Setelah gombak anak tersebut dipotong oleh orang “pandai” setelah itu akan

diikuti oleh tamu yang datang. Bagi tamu yang memotong gombak anak tersebut

haruslah memberikan syarat (berupa uang) sebagai tanda ia telah memotong

gombak anak itu.

65

Diasok maksudnya jika diingat-ingat (dipikirkan) dan disebut-sebut 66 Pu[r]asan adalah ramuan yang dibuat dari berbagai tumbuhan dicampur dalam air yang terdiri dari:

sitawa, sidingin, akaran, sikumpai, bareh randang, bareh putiah.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 245

Gambar 91

Acara Mamotong Gombak

H. Sunat Rasul

Dalam kehidupan masyarakat Nagari Surantih, bagi anak laki-laki yang

dianggap orang tuanya sudah waktunya untuk dikhitan atau sunat rasul dengan

melaksanakan tradisi yang ada, yaitu pada saat sebelum anak dikhitan dia akan

dijemput oleh induk bakonya. Kemudian dia akan diantar lagi oleh induk bakonya

dengan memakai pakaian pengantin ke rumah mandenya.

Gambar 92

Anak Laki-laki Yang Akan Dikhitan, Dijemput Dan Diantar Oleh Induk Bakonya Sebelum Dikhitan Dengan Berpakaian Adat.

Gambar 93

Suasana Acara Khitanan Masal Yang Pernah Diselenggarakan Di Nagari Surantih

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 246

7.2.3. Kesenian Anak Nagari

Kesenian anak Nagari Surantih sebagian dibawa dari daerah asal Alam

Surambi Sungai Pagu. ada juga yang lahir dari kebiasaan yang dilakukan anak

nagari di Nagari Surantih. Kesenian nagari merupakan budaya yang diwariskan dari

orang – orang terdahulu yang digunakan sebagai alat hiburan bagi diri sendiri

maupun orang banyak. Munculnya kesenian tersebut dapat dilihat hasilnya melalui

gerakan maupun suara baik dari suara manusia maupun alat musik yang

merupakan cerminan tingkah laku keseharian masyarakat.

Semenjak dahulu kesenian anak Nagari Surantih memiliki daya tarik dan

kelebihan tersendiri sehingga orang yang melihat benar-benar merasa terhibur.

Biasanya dalam pertunjukan yang dilaksanakan, seorang pemain akan dihiasi dan

diberi sesajian yang dilaksanakan oleh seorang pawang. Kesenian nagari yang

memiliki unsur magis antara lain dapat dilihat pada tari-tarian seperti :

A. Tari-tarian

1. Tari Gelombang Dua Belas

Tari ini dipakai untuk menyambut tamu-tamu sebagai ungkapan hormat

da terima kasih

Gambar 94

Tari Galombang Duo Baleh Pada Acara Penyambutan Tamu

2. Tari Si Kambang (anak-anak)

Tari ini mengambarkan perasaan orang tua yang memiliki anak yang

dimulai dengan perasaan gambira, perasaan sedih ketika anaknya sakit

dan duka yang sangat mendalam ketika anaknya telah meninggal.

3. Tari Siamang Tagabai.

Tari ini menggambarkan kepiluan seorang ibu atau ayah atas kehilangan

putranya.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 247

Gambar 95

Tari Siamang Tagabai

4. Tari Rantak Kudo

Keempat tarian tersebut saat ini masih lestari dalam kehidupan masyarakat.

Selain tari-tari tersebut masih terdapat tarian lain yang saat ini telah punah karena

tidak lagi dimainkan oleh masyarakat. Tari-tari tersebut antara lain tari padang, tari

sewa (keris), tari gendang, tari alang batan, tari adau-adau, tari salendang dan tari

kain.

Gambar 96

Tari Rantak Kudo dan Tari Selendang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 248

B. Rabab Dan Kaba (Cerita Rakyat)

Rabab merupakan suatu kesenian berbentuk dendang yang diiringi dengan

suara alat musik yang disebut dengan biola. Keunikan dari kesenian ini adalah

dalam dendang dilantukan tukang rabab/biola, biasanya menceritakan sebuah cerita

rakyat, masyarakat mengenalnya dengan bakaba. Di Nagari Surantih jenis kesenian

ini sangat terkenal karena banyak anak nagari yang mampu memainkan kesenian

ini. Salah seorang pemain rabab yang sangat terkenal di zamannya adalah Pirin

Asmara yang juga merupakan guru rabab.

Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir menjadikannya sebagai duta karena

permainannya tidaknya hanya di Sumatera Barat dan rantau tapi juga sudah sampai

ke luar negeri. Permainan rabab ini sering dimainkan dalam upacara perkawinan

dan acara-acara lainnya. Kesenian biola dapat dimainkan dengan beragam teknis

acara sesuai yang dikehendaki penonton. Biasanya pelaksanaan kesenian

dilaksanakan malam hari hingga menjelang shubuh. Acaranya antara lain berupa :

peruntungan, raun sabalik dan anak balam. Teknis pelaksanaan tersebut punya

perbedaan dalam penyajiannya, sedangkan anggota pelaksanaan beragam dengan

sebutan tiga sejinjiang dan empat sejinjiang.

Gambar 97

Rabab Pasisie

Dalam kehidupan masyarakat Nagari Surantih, memiliki cerita (tradisi lisan)

yang hingga saat ini masih diwarisi dan diceritakan oleh masyarakat dalam

kehidupan mereka. Cerita yang ada tersebut diceritakan pada kesempatan-

kesempatan tertentu, umumnya cerita-cerita tersebut dapat didengarkan ketika

adanya suatu pesta/upacara perkawinan atau selamatan yang diadakan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 249

masyarakat. Pada saat pesta ini kebiasaan yang ada dalam masyarakat Nagari

Surantih adalah mengundang seorang Tukang Rabab atau Pemain Biola

Tradisi lisan yang sering diceritakan pada kesempatan tersebut dikenal

masyarakat sebagai kaba. Di Nagari Surantih terdapat dua kaba yang hingga saat

ini masih diwarisi dan diceritakan masyarakat dalam kehidupan mereka. Kedua

kaba itu adalah cerita Bujang Jibun dan Gadih Basanai. Menurut masyarakat

Surantih kedua cerita tersebut merupakan cerita asli masyarakat Surantih yang

mengambarkan kehidupan masyarakat Nagari Surantih pada awal mula

berkembang pada masa dahulu. Cerita lengkap dari kaba Bujang Jibun67

dan Gadih

Basanai68

dapat dibaca pada bab berikutnya.

C. Randai dan Randai Simarantang

Randai merupakan permainan anak nagari yang sangat digemari oleh

masyarakat Minangkabau pada umumnya. Di Nagari Surantih kesenian ini masih

dilestarikan oleh masyarakat yang ditandai dengan masih adanya kelompok-

kelompok randai. Randai “Simarantang” adalah jenis kesenian asli Surantih, pada

dasarnya randai “Simarantang” hampir sama dengan randai pada umumnya.

Perbedaannya hanyalah, pada randai “simarantang” pada awal pembukaan

permainan didahului oleh tarian “Simarantang”. “Simarantang” merupakan gerakan

tari yang dilakukan oleh sepasang penari dengan gerakan dasar silat.

D. Asik Luka[h]

Asik luka[h] merupakan permainan yang syarat unsur magis yang diiringi

dendang yang dilantunkan oleh ‘tukang asik”. Dua orang yang memegang luka[h]

memakai pakaian perempuan. Dalam permainan ini semakin lama pemegang

luka[h] akan larut dengan dendang yang dilantunkan “tukang asik” sehingga mereka

67

Cerita kaba Bujang Jibun ini merupakan cerita yang disarikan dari beberapa nara sumber, antara lain pertama

diperoleh dari versi A. Kosasih. Cerita ini diperoleh dalam bentuk tulisan yang telah diterbitkan dalam buku yang berjudul “Bunga Rampai Cerita Rakyat Sumatera Barat” oleh Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Direktoral Jenderal Kebudayaan – Departemen Pendidikan kebudayaan Jakarta 1976. Naskah cerita ini didapat di perpustakaan wilayah provinsi Sumatera Barat bagian koleksi cadangan. Naskah teks ini berupa kopian sebanyak 1 eksemplar. Cerita Bujang Jibun kedua bersumber dari penuturan Bapak Alamsyah, Jalur dan Ipen 68

Cerita kaba Gadih Basanai ini merupakan cerita yang juga disarikan dari beberapa nara sumber, antara lain

Bapak Pirin Asmara, A. A. Navis dan Biscan. Cerita Gadih Basanai versi Pirin Asmara diperoleh dari wawancara dan ditranslet dari kaset/VCD kaba Gadih Basanai yang telah dikomersilkan. cerita Gadih Basanai versi A.A. Navis ditulis dalam buku “Cerita Rakyat Sumatera Barat” terbitan Grasindo. Terakhir cerita versi Biscan diperoleh bersamaan dengan cerita Bujang Jibun versi A. Kosasih dalam bentuk buku yang berjudul “Bunga Rampai Cerita Rakyat Sumatera Barat” oleh Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Direktoral Jenderal Kebudayaan – Departemen Pendidikan kebudayaan Jakarta 1976, dan dalam bentuk saduran dari bahasa asli ke bahasa Indonesia yang didapat dari perpustakaan wilayah provinsi Sumatera Barat bagian koleksi cadangan berupa kopian sebanyak 1 eksemplar (dan juga disimpan di Perpustakaan UNP Padang).

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 250

hilang kesadaran dan tidak mengetahui gerakan yang mereka lakukan yang sangat

dipengaruhi oleh lantunan dendang tukang asik.

E. Lela Ampalu

Di Kampung Ampalu pada masa dahulu dalam kehidupan masyarakat

terdapat kebiasaan ketika membuaikan anak untuk tidur. Ibu-ibu di sana sering

melatunkan syair-syair yang indah. Sekarang syair tersebut telah dijadikan suatu

kesenian yang disebut dengan Lela Ampalu. Sampai sekarang syair tersebut

dijadikan sebagai salah satu seni budaya nagari yang dimainkan pada acara-acara

tertentu.

7.2.3. Permainan Anak Nagari

A. Lakon Semba.

Permainan ini semarak dan sangat digemari oleh anak nagari sebelum tahun

80-an. Setelah itu permainan ini sudah jarang dimainkan oleh masyarakat. Salah

satu penyebabnya adalah karena jenis permainan ini tergolong keras dan kasar.

Bila dilihat timbulnya permainan ini berkaitan erat dengan kondisi kehidupan

masyarakat. Permainan lakon semba merupakan permainan remaja yang baru

tumbuh (10 – 15 tahun). Permainan sangat sederhana karena tidak membutuhkan

peralatan yang mengeluarkan biaya, cukup dengan membuat garis di tanah. Dalam

permainan terdapat dua kelompok yang akan bermain. Masing-masing kelompok

punya seorang pemimpin atau ketua yang disebut juga algojo penjaga pintu/pos

utama. Dalam permainan ini jumlah anggota kelompok ditentukan, biasanya jumlah

berkisar 4 sampai 8 orang.

Sebelum permainan dimulai dilakukan suitan (balasit) guna menentukan

yang kalah dan menang. Bagi kelompok yang kalah, kelompok tersebut yang lari,

sedangkan kelompok yang menang yang akan mengejar atau menangkap yang

kalah. Teknis permainan ini, bagi kelompok yang mengejar atau menangkap,

berusaha untuk menangkap seluruh anggota lawannya. Ibaratnya polisi yang

sedang mengejar penjahat. Setiap anggota lawan yang ditangkap akan diserahkan

ke pos penjaga dari kelompok yang mengejar tersebut.

Anggota kelompok yang belum tertangkap disuruh untuk menyerah dalam

usahanya membebaskan teman-temannya yang telah tertangkap. Menjelang

terjadinya penyerahan tersebut terjadi adu kekuatan untuk lepas dan bertahan.

Terjadinya gulatan, kekangan, bantingan tak bisa dihindari. Jadi dibutuhkan tenaga

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 251

yang kuat dalam permainan ini. Banyaknya keluar keringat bahkan luka gores

bekas cengkraman sudah dianggap hal biasa. Namun kata menyerah yang harus

didapat dari lawan yang belum menyerah sangatlah sulit. Setelah menyerah baru

dikurung dan dijaga oleh algojo.

Sebagian masih tetap lari dan terus berusaha melepaskan temannya

dengan cara menerobos penjagaan. Cara atau tanda untuk melepaskan temannya

yang telah tertangkap adalah cukup dengan memegang tangannya dan temannya

sudah lepas untuk lari lagi dari kejaran kelompok penjaga. Beginilah teknis

permainan lakon semba hingga semua akhirnya kelompok yang lari dapat

ditangkap. Setelah semuanya tertangkap, biasanya dilakukan pertukaran posisi,

kelompok yang sudah tertangkap akan bertugas untuk mengejar kelompok pengejar

sebelumnya karena kelompoknya dianggap kalah.

B. Main Gala[h]

Permainan gala[h] memiliki teknis permainan tidak jauh berbeda dengan

lakon semba. Permainan ini dimainkan oleh anak-anak remaja yang tergabung

dalam dua kelompok yang masing-masing beranggotakan 4 sampai 5 orang.

Sebelum permainan dimulai dibuat garis persegi panjang yang dibagi dua dan garis

melintang hingga membentuk kotak-kotak. Permainan dimulai dengan balasik untuk

menentukan kelompok yang menang dan yang kalah.

Kelompok yang kalah akan bertugas muambek, menjaga satu per satu garis

yang ada. Penjaga garis utama dalam permainan ini disebut dengan tukang gala[h].

Dalam permainan ini dia bisa menjaga garis hingga sampai garis paling belakang.

Kelompok yang menang akan melewati satu persatu garis penghalang dengan

cerdik dan lincah hingga sampai garis belakang dan menuju kembali ke garis

depan. Jika mereka berhasil kembali ke garis depan mereka dianggap menang.

Dalam permainan ini untuk melewati penjagaan garis tersebut tidak mudah,

lantaran penjagaan garis siap dengan pukulan bulatan tinju di manapun sasarannya

pemukul tidak peduli. Dalam permainan ini, kuat atau pelan pukulan yang dilakukan

terserah pada penjaga garis. Bagi penjaga garis yang mampu mengenai salah

seorang kelompok lawan maka timnya dianggap menang dan kemudian dilakukan

pergantian posisi untuk menjaga garis dengan kelompok yang sudah kalah.

Begitulah seterusnya bentuk pelaksanaan permainan ini.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 252

Permainan anak Nagari Surantih memang beragam seperti halnya di nagari-

nagari lain di Pesisir Selatan, yaitu : bola kaki, bola kaki pantai, kasti, kelereng, dan

lainnya. Permainan ini didominasi oleh kaum laki-laki. Sedangkan permainan kaum

wanita nagari cukup beragam pula seperti : main tikuek, sikoci, kasti, congkak dan

dukuang anak. Pada saat menjelang tidur, anak nagari juga memiliki beberapa

permainan seperti : main sapu-sapu angik dan cok-cok imin. Itulah sebagian

permainan anak-anak Nagari Surantih dalam mengisi waktu-waktu senggang.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 253

BAB VIII CERITA RAKYAT NAGARI SURANTIH

8.1. Kaba (Cerita) Bujang Jibun.

Pada zaman dahulu, pada masa awal perkembangan terbentuknya

kehidupan bernagari di daerah Surantih. Hiduplah sebuah keluarga di tengah-

tengah perkembangan kehidupan masyarakat yang baru bermula. Keluarga itu

adalah keluarga Tuanku Garak Alam. Tuanku memiliki seorang istri yang bernama

Mayang Taurai. Dalam perjalanan kehidupan keluarga mereka dikarunia Tuhan tiga

orang anak. Anak mereka yang paling sulung bernama Bujang Juaro, Bujang Juaro

memiliki seorang adik laki-laki bernama Bujang Jibun dan adik perempuan yang

paling kecil bernama Puti Bungsu (1).

Bujang Juaro anak paling tua di keluarga Tuanku Garak Alam adalah

seorang anak muda yang dalam kehidupan sehari-harinya gemar minum tuak,

bermain dadu, dan menyabung Ayam. Bujang Juaro sendiri memiliki sebuah

gelanggang permainan sabung Ayam yang merupakan tempat dia mengadu

Ayamnya setiap hari. Gelanggang sabung Ayam milik Bujang Juaro ini berada di

daerah Bukik Laban yang terletak antara daerah Kayu Aro dengan Koto Tinggi, Koto

Katenggian (2).

Daerah Koto Tinggi terdiri dari tiga perkampungan, yaitu; Koto Katenggian,

Sungai Kumayang, dan Koto Rana[h]. Koto Tinggi tampek paninjauan, daerah ini

merupakan sebuah daerah yang berada di dataran tinggi yang landai sehingga dari

tempat ini dapat melihat Sungai Kumayang dan Koto Rana[h]. Sungai Kumayang

dianggap sebagai biliak dalam, anggapan ini muncul karena daerah Sungai

Kumayang berada di sebuah lembah yang tersembunyi dengan dikelilingi

perbukitan sehingga menyerupai sebuah biliak (ruangan) yang tersembunyi.

Sedangkan Koto Rana[h] dianggap sebagai janjang ka naiak, hal ini dikarenakan

Koto Rana[h] adalah daerah yang harus dilewati ketika harus mendaki menuju

daerah Koto Katenggian (3).

Beralih kepada adik Bujang Juaro, anak kedua dari Tuanku Garak Alam yang

bernama Bujang Jibun. Berbicara tentang diri Bujang Jibun, tak jauh berbeda

dengan kakak kandungnya Bujang Juaro. Dalam kehidupan keseharian Bujang

Jibun, perkerjaannya hanyalah minum tuak, suka main dadu dan menyabung Ayam.

Persis sama dengan kelakuan kakaknya, Bujang Jibun juga memiliki gelanggang

sendiri tempat dia bermain sabung Ayam. Setiap harinya Bujang Jibun berjalan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 254

menuju gelanggang sabung Ayamnya, dari rumahnya yang berada di Koto Tinggi,

berjalanlah ia turun menuju ke Kayu Aro, kemudian berjalan menyusuri jalan yang

berada disepanjang kaki bukit menuju daerah Sualang (sekarang Sialang). Didekat

daerah Sualang ini terdapat sebuah bukit yang bernama Bukit Batu Balai. Di bukit

inilah Bujang Jibun mendirikan gelanggang sabung Ayamnya (4).

Pada suatu ketika tersiarlah kabar berita di Kampung Kayu Aro bahwa ada

seorang pemuda yang bernama Sutan Pamenan datang dari daerah Pariaman.

Maksud dan tujuan kedatangannya adalah untuk pergi ke gelanggang sabung Ayam

milik Bujang Juaro guna bermain sabung Ayam, mengadu Ayam jagoannya yang

bernama Ayam Sago Nani. Setelah bertanya-tanya pada penduduk yang

ditemuinya, akhirnya Sutan Pamenan sampai di gelanggang sabung Ayam Bujang

Juaro. Saat dia sampai, ia melihat suasana gelanggang yang sedang disesaki oleh

orang-orang yang menyaksikan sabung Ayam. Sebagian dari orang-orang tersebut,

meski tidak memiliki Ayam aduan untuk diadu, ada yang ikut menumpin taruhannya

pada Ayam yang bertarung. Ditengah hiruk pikuk suara orang ramai yang berteriak

menyemangati Ayam jagoannya. Bujang Juaro melihat ke arah seorang pemuda

yang belum pernah ia lihat sebelumnya datang bermain di gelanggangnya (5).

Bujang Juaro kemudian menghampiri pemuda tersebut dan berkata, “siapa

tuan yang baru datang ini, angin mana dan hujan mana yang membawa tuan hingga

sampai di gelanggang ini. Dilihat dari tampang dan cara berpakaian tuan, tuan

bukanlah orang yang berasal dari daerah sini”. Lalu Sutan Pamenan menimpali

perkataan Bujang Juaro, “saya bernama Sutan Pamenan, datang dari Pariaman,

maksud kedatangan saya ke gelanggang ini tak lain adalah untuk mengadu Ayam

saya ini dengan Ayam jagoan tuan yang sering menang di gelanggang ini. Kalaulah

demikian, Sutan tidaklah salah alamat datang kemari”, kata Bujang juaro. “Sutan

datang ke tempat yang benar, jika Sutan berkenan, dari pada kita terus berbasa-

basi tak tentu arah. Karena hari semakin lama semakin beranjak petang, lebih baik

kita langsung turun ke gelanggang membulang taji Ayam kita masing-masing. Sutan

Pamenan dengan wajah gembira menerima ajakan Bujang Juaro untuk turun

bermain disasaran sabung Ayam. Setelah menetapkan dan menyepakati taruhan

yang akan ditumpin dalam pertandingan tersebut. Mereka menyuruh juaro

gelanggang yang menjadi pengadil dalam pertandingan sabung Ayam tersebut

untuk memulai permainan. Orang-orang yang berada di gelanggang sabung Ayam

Bujang Juaro larut bersorak riang menyemangati kibasan-kibasan taji Ayam aduan

yang sedang bertarung. Dalam pertandingan itu, akhirnya Ayam milik Bujang Juaro

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 255

kalah dari Ayam Sago Nani milik Sutan Pamenan, taruhan yang telah ditumpin

diambil dan dibawa oleh Sutan Pamenan (6).

Selesai menyabung Ayam dengan Bujang Juaro, Sutan Pamenan berjalan menuju

daerah Sungai Kumayang dan tinggal beberapa hari di kampung tersebut. Pada

saat Sutan Pamenan tinggal di daerah itu, dia bertemu dan berkenalan dengan Puti

Reno Kapeh. Puti Reno Kapeh merupakan anak dari Rajo Nan Sati, ibunya

bernama Mayang Sani. Pada masa mereka berkenalan tersebut Reno Kapeh sudah

menjadi tunangan dari Bujang Jibun. Pada suatu hari Sutan Pamenan datang

menemui Reno Kapeh ke rumahnya. Dalam pertemuan itu Puti Reno Kapeh

berpesan pada Sutan Pamenan, “kalau seandainya tuan sampai ke gelanggang

sabung Ayam Bujang Jibun yang berada di Bukit Batu Balai, janganlah tuan pergi

juga ke sana untuk menyabung Ayam”. Dicampuri rasa penasaran Sutan Pamenan

memotong perkataan Puti Reno Kapeh dan berkata, “kenapa Puti melarang saya

datang ke gelanggang Bujang Jibun untuk menyabung Ayam, apakah gerangan

yang membuat Puti khawatir dan melarang saya kesana untuk bermain” (7).

Lalu dengan perasaan cemas Puti Reno Kapeh mengutarakan alasan ke

khawatirannya dan melarang Sutan Pamenan ke gelanggang Bujang Jibun, “bagi

Bujang Jibun dalam menyabung Ayam, jika kalah dalam penyabungan dia tidak

akan membayar taruhan yang telah ditumpin tapi jika dia berada dipihak yang

menang, dia akan mengambil seluruh taruhan yang ada. Dari pada tuan pergi

menyabung Ayam dengan Bujang Jibun, alangkah baiknya tuan mengurungkan niat

tuan tersebut. Lebih baik tuan kembali pulang ke kampung asal tuan”. Mendengar

perkataan Reno Kapeh, “Dik kandung Puti Reno Kapeh, adapun niat dalam hati,

kalaulah tidak bertemu dengan yang dicari pantang untuk kembali pulang, jika

kembali pulang ibaratnya “dadak mananti ditampuruang” jawab Sutan Pamenan.

Dengan nada perkataan berat hati Puti Reno Kapeh berkata,

“Saya patah tak akan terpatah

Ibarat mematah batang Surantih

Dipatah sedang panas hari

Saya cegah tidak akan tercegah

Ibarat mencegah air dari hilir

Saya lepas tuan dengan iba hati”.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 256

Lalu Sutan Pamenan Menjawab,

“Pulau talam pulau terika,

ketiga bungkuak taji,

sambut salam puti ku tinggal,

saya berangkat sekarang ini”.

Dengan linangan air mata Puti Reno Kapeh berkata,

“Ke kanan jalan ke Sungai Pinang,

ke kiri jalan ke Malaka.

Dengan tangan kanan saya sambut kasih sayang

dengan tangan kiri menghapus air mata.

Setelah mereka berjabat tangan, turunlah Sutan Pamenan dari rumah

gadang Puti Reno Kapeh. Ketika sudah berada di halaman Sutan Pamenan melihat

ke arah Reno Kapeh yang berdiri di pintu rumah gadang melepas kepergian Sutan

Pamenan (8).

Beberapa saat kemudian Sutan Pamenan berpaling dan melangkahkan

kakinya dari halaman rumah berjalan menuju ke arah hilir. Sekian lama jauh

berjalan sampailah Sutan Pamenan di Koto Rana[h] dan singgah berhenti untuk

beristirahat. Di bawah pohon kayu yang rindang, di Puncak Bukit Aua, sembari

melapaskan litaknya, pikiran Sutan Pamenan menerawang jauh. Dilepaskannya

pandangan ke arah lautan, terlihatlah daerah Bukit Batu Balai tempat gelanggang

Bujang Jibun. Seketika teringatlah kembali olehnya perkataan Reno Kapeh. Tiba-

tiba dia terkejut, dadanya berdetak kencang, seluruh sendi tubuhnya dirasakan

bergemetar. Dalam kondisi yang demikian, hati kecilnya berkata, “niat dalam hati

terbayang-bayang dimata teringat-ingat dihati, biar ada aral melintang namun

maksud dan tujuan haruslah tetap disampaikan. Biarlah hilang yang akan berkata,

meski hilang nyawa dari badan namun kehendak hati harus dilaksanakan” (9).

Setelah litak yang mengerubuti tubuhnya dirasakan telah hilang, sutan

pamenan mengayunkan langkah kakinya menuruni Bukit Aua hingga sampailah dia

di Kayu Gadang. Lalu menyeberang sungai di lambung bukit, berjalan di pematang

panjang ke arah hilirnya, akhirnya sampailah Sutan Pamenan di Sualang. Dari

kejauhan telinganya mendengar sayub-sayub orang bersorak-sorai dari arah Bukit

Batu Balai. Semakin lama suara itu semakin jelas terdengar, diarahkanlah langkah

kakinya menuju ke gelanggang sabung Ayam Bujang Jibun yang sedang ramai

saat itu. Berjalanlah dia berlambat-lambat mendaki Bukit Batu Balai sambil

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 257

mengapit Ayamnya untuk memenuhi niat hatinya menyabung Ayam dengan Bujang

Jibun. Setelah menempuh jalan setapak Bukit Batu Balai, sampailah Sutan

Pamenan di tempat gelanggang sabung Ayam Bujang jibun. Di tengah ramainya

gelanggang terlihatlah dirinya oleh Bujang Jibun. Seketika dirinya merasa, darahnya

berdesir, detak jantungnya berdegub kencang dan gemetar segala sendi tubuhnya.

Teringat kembali olehnya perkataan Reno Kapeh, di dalam hati Sutan Pamenan

berkata, “benar adanya kata Reno Kapeh, tidak salah Puti berkata demikian, sesuai

perkataan dengan kenyataan”. Firasat hati Sutan Pamenan saat itu merasa akan

berpisah nyawa dengan badan. Setelah ini ia merasa tidak akan pernah bertemu

lagi dengan Puti Reno Kapeh, muncullah penyesalan di dalam dirinya karena

amanat Reno Kapeh telah ia mungkiri (10).

Gambar 98 Lokasi Gelanggang Sabung Ayam Bujang Jibun di Puncak Bukit Batu Balai

Dikala jiwanya sedang bergolak, berkatalah Bujang Jibun sambil memanggil

ke arah Sutan Pamenan. “siapa tuan yang baru datang, dipanggil gelar tidak tahu

dipanggil nama tidak jelas. Siapakah nama tuan sesungguhnya”, Tanya Bujang

jibun. “saya bernama Sutan Pamenan datang dari Pariaman, sudahkah senang hati

tuan” jawab Sutan Pamenan. Lalu Bujang Jibun berkata, “dikala makan rendang

lekat di daun dijilati, dikala tuan datang apa maksud dalam hati”. Sutan Pamenan

kemudian menjawab pertanyaan Bujang Jibun, “kalaulah itu yang tuan tanyakan,

karena tuan yang punya gelanggang, ada rasa niat dalam hati hendak menyabung

saya di gelanggang ini. Tanda saya akan menyabung dengan tuan, inilah taruhan

yang akan saya tumpin untuk menyabung Ayam dengan tuan”. Lalu Sutan

Pamenan meletakkan taruhannya berupa emas tiga batang dihadapan Bujang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 258

Jibun. Bujang Jibun melihat Sutan Pamenan meletakkan taruhan terkesima dengan

apa yang ingin dipertaruhkannya (11).

Saat itu termenunglah Bujang Jibun dan berfikir sambil melihat ke arah

taruhan orang yang datang, dengan apa taruhan itu akan ditumpin kata Bujang

Jibun dalam hati kecilnya. Tak lama kemudian berkatalah Bujang Jibun, “kalau

begitu bersabarlah tuan menunggu, saya permisi mengambil taruh yang akan

ditumpin”, lalu berjalanlah Bujang Jibun. Tidak berapa lama kemudian Bujang Jibun

datang kembali ke gelanggang dengan membawa taruhannya. Dihadapan Sutan

Pamenan, Bujang Jibun berkata, “kalaulah tak sampai taruh saya untuk menumpin

taruhan sutan, dengan janji kita buat kesepakatan. Kalau seandainya dalam

pertandingan nanti yang menang adalah Ayam saya, taruhan yang ada saya yang

akan mengambil. Kalau sebaliknya ternyata saya kalah, kalau tak cukup taruhan

saya ini, tambahannya ialah tunangan saya yang bernama Puti Reno Kapeh,

apakah senang hati sutan mendengarnya”. Mendengar perkataan Bujang Jibun lalu

Sutan Pamenan berucap, “kalau demikian kata tuan, sudah senang rasanya dalam

hati sejuk rasanya dalam pikiran. Apakah nanti tidak ada penyesalan dalam diri tuan

dikemudiannya ?”. Dengan melihatkan mimik wajah percaya diri Bujang Jibun

menyakinkan Sutan Pamenan dan mengajaknya untuk memulai pertandingan.

Dalam pertandingan itu, Sutan Pamenan telah mempersiapkan Ayamnya yang

bernama Sago Nani. Sementara itu Bujang Jibun juga bersiap-siap untuk mengadu

Ayamnya yang bernama Kinantan (12).

Setelah juaro lapangan mempersiapkan segala sesuatunya. Maka kedua

orang itu melepas Ayam aduannya masing-masing. Dalam pertarungan itu kedua

Ayam saling mengincar lawannya masing-masing, adakalanya kedua Ayam itu

sesekali melambung ke atas, dua kali melambung turun. Tapi malang bagi Ayam

Kinantan milik Bujang Jibun berpisah nyawa dari badannya, mengelapar-lepar di

gelanggang, matilah Ayam Kinantan suci. Seketika mengalirlah keringat dingin

sebesar biji jagung di kening Bujang Jibun. Sementara itu orang ramai hiruk pikuk,

bersorak sorai melihat kemenangan Ayam Sago Nani milik Sutan Pamenan, apalagi

mereka yang ikut menumpin taruhan pada Ayam Sago Nani yang menang dalam

pertandingan itu. Pada diri Bujang Jibun, malu tercoreng pada kening, karena kalah

oleh Ayam Sutan Pamenan dan taruhan diambil Sutan Pamenan sambil berkata

pada Bujang Jibun. “Hei…. tuan, si Bujang Jibun, manakah dia Puti Reno Kapeh?

Bawalah dia sekarang juga sebagai ganti taruhan badan tuan. Lalu termenunglah

Bujang Jibun, kemudian berkata, “tentang Puti Reno Kapeh, dia sekarang berada di

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 259

Sungai Kumayang Biliak Dalam. Jemputlah dia oleh sutan ke sana, ke kampung

halamannya. Sudahkah senang hati sutan”, Bujang Jibun berkata (13).

Gambar 99 Salah Satu Peninggalan Bujang Jibun Berupa Sumur Kecil

Masyarakat Menyakini Air Sumur Ini Digunakan Untuk Minum dan Memandikan Ayam

Setelah mendengar kata Bujang Jibun, Sutan Pamenan mohon diri pergi dari

gelanggang tersebut lalu berjalan menuruni Bukit Batu Balai melalui jalan setapak

yang sempit menuju Sualang. Dalam perjalanan menuju sualang tersebut, tanpa

diduga dan disangka-sangka sebelumnya oleh Sutan Pamenan perjalanannya

dicegat oleh Bujang Jibun. Melihat Bujang Jibun yang berdiri bercakap pinggang di

tengah jalan, hati kecil Sutan Pamenan berkata pada dirinya bahwa dirinya akan

binasa. Dalam hatinya terlintas kata-kata, “Kuda melompati batu balah di belakang

lurah berpandakian, tidak ku dua kehendak Allah kalaulah memang suratan dengan

janjian”. Ketika Sutan Pamenan sampai dihadapan Bujang Jibun, berkatalah Bujang

Jibun pada Sutan Pamenan. “kalau tadi Ayam kita yang menyabung, saya telah

kalah, sekarang kita pula yang menyabung nyawa”. Kemudian terjadilah perkelahian

antara Bujang Jibun dengan Sutan Pamenan. Pada diri Bujang Jibun, sebagai

seorang parewa memiliki berbagai kesaktian, tahan gurindam garagaji, tidak

termakan malelo, tidak termakan bisa kawi dia orang kuat kaba semenjak dari

niniaknya. Sementara itu pada diri Sutan Pamenan, melihat Ayamnya kuyua, saat

itu berdesirlah darah didadanya, lupalah Sutan Pamenan akan akal pikirannya,

hilang ilmu yang ada pada dirinya tidak sadar akan dirinya (14).

Maka bertarunglah Bujang Jibun dengan Sutan Pamenan, pada awalnya

perkelahian itu berjalan seimbang. Lama kelamaan terdesaklah Bujang Jibun oleh

Sutan Pamenan hingga pada suatu ketika Bujang Jibun terjatuh akbat pukulan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 260

Sutan Pamenan. Pada saat itu manyarulah Bujang Jibun, “berkat pada tampat-

tampat yang keramat, berkat Langgai, berkat Malelo dan berkat tempat keramat

lainnya. Meminta Bujang Jibun kali ini, kalau sempat kalah Bujang Jibun sekarang

bak balam rabah , bak orang datang Nagari Surantih”. Seketika itu, Bujang Jibun

seakan mendapat kekuatan baru dan berdiri kembali melanjutkan pertarungannya

dengan Sutan Pamenan. Dalam perkelahian itu, pedang Bujang Jibun telah berhasil

melukai tubuh Sutan Pamenan. Pada satu kesempatan Bujang Jibun berhasil

menyabetkan pedangnya ke arah leher Sutan Pamenan hingga bercerailah kepala

dengan badan Sutan Pamenan. Ajalullah sudah bilangan sampai, meninggallah

Sutan Pamenan di jalan yang menuju Sualang. Setelah melihat lawannya telah

binasa, Bujang Jibun mengambil kepala Sutan Pamenan meletakkannya di tepi

jalan, sementara badannya dilemparkan ke dalam lurah. Ayam dan harta yang

dimiliki Sutan Pamenan diambil dan dibawa Bujang Jibun semuanya. Bujang Jibun

kemudian berjalan menuju Bukit Batu Balai. Sampai di gelanggang Bukit Batu Balai

diperlihatkan pada orang ramai apa yang telah dibawanya sebagai bukti bahwa

Sutan Pamenan telah mati ditangannya. Kemudian Bujang Jibun melihatkan pada

orang ramai yang telah tahu perihal itu, dilihatnya orang tua beriba hati, orang muda

menangis berurai air mata terbayang akan tampan dan gagahnya Sutan Pamenan

yang telah jadi permainan mata orang kampung, orang memandang sangat sayang

padanya (15).

Lalu berangkatlah Bujang Jibun menuju kampung Kayu Aro, dituruni jalan

setapak yang sempit, teruslah dia menuju Sualang. Setelah itu ditempuhnya

pematang panjang menuju Kayu Aro. Sekian lama berjalan akhirnya sampailah

Bujang Jibun di kampung Koto Tinggi terus menuju rumah mande kandungnya.

Lalu Bujang Jibun dipanggil oleh ayah kandungnya, dihadapan ayahnya Bujang

Jibun berkata, “Ayah. Ini adalah bukti bahwa saya telah menang menyabung Ayam

dengan Sutan Pamenan anak orang Pariaman. Bukan karena menang emas

dengan perak, menang karena telah menyampaikan ajal Sutan Pamenan.

Badannya telah dibuang ke dalam lurah sedangkan kepalanya diletakkan di tepi

jalan, inilah taruhan dari Sutan Pamenan. Bujang Jibun melihatkan pada ayahnya

Ayam Sutan Pamenan berserta emas dan perak yang jadi taruhan. Mendengarkan

kata anaknya, terkejutlah ayah Bujang Jibun saat itu, ayahnya sangat geram dan

marah pada Bujang Jibun dengan apa yang telah dilakukannya (16).

Melihat ayah yang sedang marah pada Bujang Jibun, Puti Bungsu adik

kandung Bujang Jibun berkata, “kakanda Bujang Jibun, karena kakanda telah

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 261

menang menyabung. Alangkah baiknya dibayarkan pada utang yang ada pada

orang kampung. Agar kakanda selamat dunia dan akhirat”. Demikianlah kata Puti

Bungsu pada kakaknya Bujang Jibun. Mendengar perkataan Puti Bungsu, marahlah

Bujang Jibun dan saat itu berkata, “ kalaulah utang yang akan dibayar, percuma

saja aku jadi parewa”. Merentaklah Bujang Jibun melangkahkan kakinya saat itu

karena begitu marahnya pada puti Bungsu. Berangkatlah Bujang Jibun dari rumah

gadang menuju Gubalo Kabau. Dalam hatinya Bujang Jibun berniat akan

menguburkan emas tujuh urai serta uang yang ada. Sesampai di Padang Gubalo

Kabau Bujang Jibun melaksanakan niatnya tersebut, menguburkan barang-barang

yang dimilikinya. Selesai menguburkan barang-barang itu, Bujang Jibun kembali

menuju rumah gadang mandenya (17).

Setelah masuk ke kamar tempat penyimpanan pakaiannya, Bujang Jibun

menganti pakaian yang digunakannya dengan pakaian yang lusuh dan sangat jelek,

dengan berpakaian yang demikian Bujang Jibun pergi menuju Sungai Kumayang

rumah Reno Kapeh. Ketika sampai di halaman rumah Reno Kapeh, memangillah

Bujang Jibun saat itu. “O adik kandung si Reno Kapeh, apakah gerangan adik ada

dirumah? Kemudian terdengarlah suara jawaban dari atas rumah, suara itu adalah

suara dari Reno Kapeh yang menyahuti pangilan Bujang Jibun.

“Cimpedak tumbuh di halaman

Dijuluk dengan empu kaki

Usahlah tuan lama berdiri di halaman

Itu cibuak cucilah kaki

Naiklah tuan ke atas rumah”

Itulah kata Reno Kapeh yang mempersilahkan Bujang Jibun naik ke atas

rumah. Maka naiklah Bujang Jibun ke rumah menuju ruang tamu, sesaat setelah

Bujang Jibun duduk, air minum telah disuguhkan Reno Kapeh sambil berkata, “apa

maksud dalam hati, apa yang teringat dalam dada hingga tuan seperti ini datang

dengan berbaju lusuh segala buruk, tuan menguji Reno Kapeh? Belumlah ada yang

berubah di dalam hati, entah kalau malah tuan sendiri. Lalu Reno Kapeh berkata

lagi pada Bujang Jibun.

“Kiabak jauh ditengah

Dekatku pandang dari tepi

Jejak tampak tubuh teringat

Hilang tuan ke mana akan dicari”

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 262

Lalu menjawablah Bujang Jibun.

“Manalah dik kandung Reno kapeh

Saya telah menang menyabung

Menyabung dengan Sutan Pamenan

Ini sebagai tanda Ayamnya saya bawa

Sutan Pamenan sudah saya bunuh

Sudahkah senang hati adinda”(18).

Mendengar kata yang demikian, terkejutlah Reno Kapeh, berdesir darah di

dada. Amanat yang tidak dipegang oleh Sutan Pamenan, penyesalan muncul di

dalam diri Reno Kapeh. Termenunglah dia saat itu memikirkan nasib Sutan

Pamenan. Pada saat itu Bujang Jibun mohon diri kembali pulang ke rumahnya.

Ketika sampai di rumah mande kandungnya, Bujang Jibun minta izin pada

mandenya pergi kembali ke Bukit Batu Balai. Sementara itu sepeningggal Bujang

Jibun, Puti Reno Kapeh meratap sejadi-jadinya pada saat itu. “Oh tuan kandung

Sutan Pamenan tidak kusangka rigo-rigo pipit sinandung makan padi, tidak

kusangka seperti ini, amanatku tuan pungkiri.

Kiabak di Hulu Lumpo

Penudung orang ke seberang

Cerai hidup tidaklah mengapa

Celakanya mati salah seorang.

Si bubur tidak bertulang

Entahlah pandan yang meluruti

Tuan terbujur di rimba gadang

Dengan apa badan menuruti”

Begitulah bunyi ratapan Reno Kapeh (19).

Setelah pertemuan dengan Reno Kapeh, perkerjaan Bujang Jibun hanyalah

gila bermenung dan bermenung dikarenakan orang-orang yang menagih piutang

padanya, utang yang ada dengan apa akan dibayar. Setiap kali orang yang datang

menagih piutang, yang bisa dilakukan Bujang Jibun hanyalah memainkan saluang

Sago Geni, dihembus salung di depan orang yang menagih utang sebelum utang

akan dibayar Bujang Jibun. Mendengarkan bunyi saluang Bujang Jibun, orang yang

akan menagih piutang padanya merasa iba dan sedih hati yang tidak tertahankan.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 263

Hingga utang Bujang Jibun yang ada tidak akan tertagih lagi, karena mendengar

saluang Bujang Jibun serasa mau putus jantung dengan hati (20).

Seiring dengan berjalannya waktu, hari berganti hari, habis hari berganti

minggu, habis minggu berbilang bulan. Pada suatu hari datanglah seseorang yang

meminta piutang, bernama Gadih Raema datang dari Padang. Bujang Jibun ketika

melihat Raema datang dari kejauhan, telah siap dengan saluangnya. Seperti halnya

dengan peminta utang pada Bujang Jibun sebelumnya, mereka disuruh menungggu

oleh Bujang Jibun beberapa saat dengan alasan sebelum utang akan dibayar lebih

baik duduk minum terlebih dahulu dan mendengarkan bunyi saluangnya,

demikianlah cara Bujang Jibun menghadapi orang-orang yang menagih utang

padanya. Setelah salung selesai dimainkan, yang namanya utang tidak akan pernah

teringat lagi. Begitulah nasib para penagih utang pada Bujang Jibun sebelumnya.

Cara yang sama kembali digunakan Bujang Jibun pada Raema yang ingin menagih

utang pada Bujang Jibun. Pada saat itu Bujang Jibun telah memainkan saluangnya

dan melatunkan dendang bagi yang mendengarkan larut dibuatnya. Tapi telah

beragam bunyi salung namun Raema tidak dapat tunduk oleh alunan bunyi saluang

Bujang Jibun (21).

Setelah merasa litak bermain salung, berkatalah Bujang Jibun pada Raema,

wahai rang Kayo si Raema, namanya utang tetap akan saya bayar. Bersabarlah

Raema menungggu barang sebentar, agar saya dapat membayar utang.

Mendengarkan kata Bujang Jibun Raema sangat marah, marah yang tidak dapat

ditahan-tahan lagi dan lalu berkata, “Kalaulah tidak terbawa apa yang dijemput,

kalaulah tidak dapat apa yang diminta, saya pantang berbalik pulang, biarlah hanya

nama yang berbalik pulang. Mendengar kata Raema yang demikian, Bujang Jibun

menghentakkan kakinya, muncullah rasa geramnya, tersingunglah hati yang

“balado” talajang ka rantiang miang naiak ampadu ka talinggonyo. Kemudian

Bujang Jibun berteriak sekeras-kerasnya, setelah bunyi suara dari mulutnya

menghilang. Dihantamkanlah kakinya di lereng Bukit Batu Balai. Kiamat datang bagi

diri Bujang Jibun hingga miringlah Bukit Batu Balai kala itu (22).

Sementara Raema yang sedang menunggu tidak menyadari apa yang telah

terjadi pada diri Bujang Jibun. Ditempat yang lain Bujang Jibun semakin kehilangan

kendali dirinya, dia berlari menuruni jalan Bukit Batu Balai menuju daerah tepi air

yaitu lubuk Timbulun. Ketika sampai di tepi air lubuk, Bujang Jibun bersumpah pada

saat itu. “hei tempat-tempat keramat”, dengan suara yang lantang. “Berkat Allah dan

Nabi, berkat tempat yang keramat beserta Niniak dengan Aulia. Kalau ada harta

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 264

dari Bujang Jibun, kalau saya menerjuni lubuk ini, jadikanlah saya menjadi batu

berikut segala harta yang saya miliki”. Setelah selesai mengucapkan sumpahnya,

tanpa pikir panjang lagi Bujang Jibun menerjuni air lubuk tersebut hingga Bujang

Jibun tertancap berdiri dalam lubuk dan menjadi batu kala itu (23).

Gambar 101 Lubuk Timbulun Tempat Bujang Jibun Terjun dan Jadi Batu

Kembali pada Gadih Raema yang menunggu-menunggu kedatangan Bujang

Jibun untuk membayar utangnya. Setelah begitu lama dirasakannya, Bujang Jibun

yang ditunggu-tunggu belum juga datang menampakkan batang hidungnya. Karena

telah habis kesabarannya, orang yang dinanti belum juga datang. Akhirnya Gadih

Raema berjalan menuruni jalan setapak Bukit Batu Balai mengikuti jejak Bujang

Jibun. Ketika Raema sampai di daerah tepi air lubuk, diperhatikannya baik-baik

disekitar daerah itu. Kemudian dipalingkannya penglihatannya ke arah air lubuk

yang mengalir menuruti riamnya. Tanpa diduga sebelumnya, di dalam air lubuk

Raema melihat sosok badan Bujang Jibun yang pada saat itu telah berubah menjadi

batu. Melihat peristiwa yang terjadi itu, datanglah penyesalan dalam diri Raema

(24).

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 265

8.2. Kaba (Cerita) Gadih Basanai.

Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan Gadih Basanai anak orang

Kampung Koto Katenggian. Dalam kehidupan keluarga Gadih Basanai, bapaknya

telah lama meninggal dunia semenjak ia masih anak-anak. Gadih Basanai hidup

dan dibesarkan oleh Mande dan Ayeknya (Mak Gaek) hingga tumbuh menjadi dara

manis yang cantik jelita (1).

Diusia Gadihnya Gadih Basanai harus dihadapkan kepada kenyataan

pahitnya hidup. Dalam usia yang mulai menginjak dewasa, diusia yang sedang

membutuhkan perhatian Mande sebagai seorang Gadih. Gadih Basanai harus rela

hidup dengan Mak Gaeknya karena Mandenya telah dipanggil yang Maha Kuasa.

Belum lagi duka kehilangan Mande terobati, Gadih Basanai kembali menerima

kenyataan kehilangan orang yang dicintainya. Mak Gaek yang berperan

mengantikan Mandenya yang telah meninggal dunia juga harus pergi memenuhi

panggilan yang Maha Kuasa (2).

Tinggalah Gadih Basanai seorang diri di atas rumah gadang, dalam

kesebatangkaraan Gadih Basanai merasa tiada lagi tempat mengadu, tiada orang

yang dapat dijadikan teman untuk mencurahkan isi hatinya. Semua sekarang

tertumpu pada dirinya sendiri. Meski Gadih Basanai masih memiliki seorang Mamak

namun telah lama pergi marantau ke negeri orang tiada tahu kabar beritanya.

Sebelum Gadih Basanai lahir, Mamaknya telah pergi marantau ke daerah lain yang

baru berkembang sebagai perkampungan, yaitu Koto Katenggian. Ketika Gadih

Basanai menginjak dewasa ia tidak mengenal siapa Mamaknya (3).

Kehidupan Gadih Basanai sepeninggal Mande dan Mak Gaeknya, hanya

menangis adan meratapi nasibnya yang malang setiap siang dan malam yang

terdengar hanyalah tangis kepiluan. Adakalanya suara ratapan menjadi-jadi, kadang

kala ia makan, kadang tidak, karena terus meratapi hidupnya yang sebatang kara

(4).

Pada suatu hari, dikala siang hari disaat terik panas matahari. Gadih

Basanai duduk bermenung diri dalam rumah. Dalam hati kecilnya berkata

“Rama-rama terbang melayang

Hinggap di ranting patah tiga

Dimanakah letaknya suratan malang

Hingga nasibku seperti ini”

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 266

Lebih jauh lagi dalam pikirannya saat itu terbersit “Kalau dikuburkan biarlah

di atas rumah ini”. Dalam pikiran Gadih Basanai saat itu yang terlintas hanyalah

tentang kematian, terniat dihatinya untuk bunuh diri tapi takut melakukannya karena

dosa (5).

Hari demi hari terus berlalu, kehidupan Gadih Basanai selalu dihiasi oleh

ratapan dan tangis setiap harinya. Karena terus menerus menangis tanpa disadari

matanya telah bengkak akibat terus menerus menangis dan tidak ada pula orang

yang menolong. Suara tangisan Gadih Basanai yang menangis di atas rumah selalu

terdengar ke luar rumah. Sehingga setiap orang yang lewat di depan rumahnya

selalu mendengar suara tangisannya. Rumah Gadih Basanai berada di jalan utama

kampung, jalan ini selalu dilalui oleh pedagang babelok yang berdagang dari satu

kampung ke kampung lainnya (6).

Pada suatu hari lewatlah dua orang pedagang kain, mereka telah jauh

menempuh perjalanan berjalan melewati bukit masuk hutan keluar hutan dari satu

kampung ke kampung lain. Kedua pedagang itu telah tiga kali pulang pergi dari

Kampung Koto Katenggian ke Kampung Langgang Sunyi yang berada di daerah

ketinggian. Pada suatu hari, ketika mereka melewati jalan rumah Gadih Basanai,

nampaklah oleh kedua pedagang kain itu seorang perempuan yang sedang

menumbuk padi dengan lesung di halaman rumahnya. Hati mereka yang telah

berniat sejak lama, pada kali ini bisa terpenuhi dengan bertanya pada perempuan

itu yang rumahnya berdekatan dengan Gadih Basanai (7).

Berhentilah kedua pedagang itu sambil menyapa perempuan itu. “ O Etek

yang sedang menumbuk, kami hendak numpang tanya, adakah waktu Etek untuk

berbicara dengan kami”. Melihat perempuan itu keherenan dan mengangukan

kepalanya, si pedagang melanjutkan pembicaraannya. “kami ingin bertanya pada

Etek, sudah dua, tiga kali, setiap kami melalui jalan ini selalu mendengar suara

tangisan dan ratapan. Itulah yang ingin kami tanyakan pada Etek, anak siapakah

yang menangis itu. Oh anak kandung berdua, anak muda yang baik hati. Duduklah

dahulu di palanta lepaskan litak, nanti Etek akan bercerita”. Kedua pedagang itu

duduk di atas palanta, tak lama kemudian datanglah perempuan itu dengan

membawa air minum. Setelah mereka meminum air yang disuguhkan, barulah

perempuan itu menjawab pertanyaan kedua pedagang tersebut. “orang yang anak

muda dengar menangis itu adalah Gadih Basanai, dia menangis siang dan malam

karena hidup sebatang kara. Bapaknya meninggal dunia ketika Gadih Basanai

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 267

masih anak-anak, beberapa waktu yang lalu Mande yang telah membesarkannya

pun telah meninggal dunia. Belum lagi hilang duka kehilangan Mande, belumlah

kering tanah perkuburan Mandenya, Mak Gaeknya pun dipanggil menghadap yang

Maha Kuasa. Sekarang ia hidup seorang diri dalam rumah gadang. Sebenarnya ia

masih memiliki seorang Mamak tapi ada dirantau orang” (8).

Bertanyalah pedagang kain, “siapa nama Mande dan Mamaknya?” Lalu

dijawab oleh perempuan itu. “dengarlah oleh Buyuang yang sesungguhnya,

Mandenya dahulu dua bersaudara, yang tua bernama Sutan Sabirulah, itulah nama

Mamaknya. Adik Sutan Sabirulah bernama Puti Ambun Sani, itulah Mande Gadih

Basanai”. Mendengar kata yang demikian, teringatlah oleh pedagang itu perihal

Sutan Sabirulah (9).

Lalu berkatalah dia pada saat itu, “O Etek, kalau demikian kata Etek, seingat

kami orang yang bernama Sutan Sabirulah mempunyai gelar Sutan Rajo Angek jadi

Rajo di kampung kami”. Mendengar hal itu perempuan penumbuk padi berkata,

“kalau benar yang Buyuang sampaikan, minta tolong Etek kepada Buyuang.

Sebelumnya Etek berterima kasih pada Buyuang berdua. Etek minta tolong,

sampaikanlah pesan pada Mamak Gadih Basanai yang bernama Sutan Sabirulah

yang bergelar Sutan Rajo Angek. Kalau memang dia jadi Rajo di kampung

Buyuang, tolong kabarkan padanya kamanankannya sekarang hidup seorang diri di

kampung”. Mendengar ucapan tersebut, senanglah hati kedua pedagang kain.

“Etek, terima kasih air yang telah kami minum, akan kami sampaikan pesan Etek”

ucap pedagang itu. “Terima kasih banyak-banyak, tolong maafkan kalau ada kata

Etek yang jangal dihati Buyuang” sanggah perempuan tersebut (10).

Berangkatlah kedua pedagang kain itu meniggalkan halaman rumah

perempuan itu berjalan menuju kampung halamannya Kampung Koto Katenggian.

Karena begitu jauhnya jarak antara Kampung Koto Katenggian dengan Kampung

Langgang Sunyi, membuat kedua pedagang itu harus bermalam di tengah

perjalanan. Pada malam itu, sebelum kedua pedagang itu istirahat karena litak telah

melakukan perjalanan seharian. Malam itu, mereka sepakat jika telah sampai di

Kampung Koto Katenggian, terlebih dahulu pesan itu disampaikan pada Mamak

Gadih Basanai. Karena kasihan melihat nasib Gadih Basanai yang selalu dirundung

malang (11).

Disaat fajar telah menyinsing disela-sela lebatnya dedaunan pohon hutan.

Ditengah tetesan embun pagi menetes dari ujung daun dan dinginnya udara pagi

hari itu. Kedua pedagang itu bangun dari tidurnya dan kembali melanjutkan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 268

perjalanannya menuju Kampung Koto Katenggian. Setelah sekian lama jauh

berjalan, akhirnya sampailah mereka di Kampung Koto Katenggian. Diarahkanlah

langkah kaki mereka ke rumah Rajo, setelah sampai di depan gerbang rumah Rajo,

bertemulah mereka dengan Dubalang Rajo. Ketika berada didekat Dubalang

mereka berkata, “ampun di bawah telapak kaki, di atas selo kebesaran. Kedatangan

kami hendak menyampaikan pesan pada Rajo, itulah maksud yang sesungguhnya.

Apakah sekarang Rajo yang bernama Sutan Sabirulah yang bergelar Sutan Rajo

Angek ada di rumah sekarang”. Lalu berkatalah Dubalang Rajo saat itu, “kalau itu

yang orang muda tanyakan, Rajo sekarang ada di rumah. Kalau memang Rajo ada

di rumah, kami memohon pada Dubalang. Sebelumnya kami minta maaf pada

Dubalang, pertemukanlah kami dengan Rajo ada pesan yang kami sampaikan” (12).

Lalu berangkatlah Dubalang menemui Rajo yang saat itu berada di ruang

istana. Sebelum menyampaikan pesan pada Rajo, Dubalang menyampaikan salam

penghormatan pada Rajo lalu menyampaikan pesan bahwa di luar ada tamu yang

ingin menemui Rajo. Setelah menyampaikan salam hormat pada Rajo, Dubalang

kembali menemui kedua pedagang itu dan menyampaikan berita gembira bahwa

mereka bisa menemui Rajo sekarang juga (13).

Maka berjalanlah kedua pedagang itu naik menuju ke atas rumah Rajo.

Seperti halnya Dubalang, mereka juga memberikan salam hormat pada Rajo. Ketika

sampai dihadapan Rajo, Rajo mempersilahkan mereka duduk. Berkatalah salah

seorang pedagang itu, “ampunilah kami Rajo, kami hendak menyampaikan niat

kami. Sebenarnya kami adalah pedagang babelok berdagang hingga ke Kampung

Langgang Sunyi. Kami berdagang ke kampung itu paling tidak dua kali dalam

sebulan. Setiap kali melewati jalan di kampung itu, kami selalu mendengar suara

tangisan dari atas sebuah rumah. Suara tangisan itu berasal dari suara tangis

perempuan, dia menangis siang dan malam bahkan ratapannya menjadi-jadi.

Kemaren ketika kami akan pulang, karena tidak tahan hati kami mendengar suara

tangisan itu hingga akhirnya kami bertanya pada seorang perempuan yang kami

jumpai tak jauh dari rumah itu”. Ketika pedagang itu akan melanjutkan

perkataannya, Rajo langsung berkata, “Tunggu Sebentar” sanggah Rajo. “sebelum

Buyuang melanjutkan cerita Buyuang, saya sudah bisa menerka suara siapa yang

menangis itu” kata Rajo. “kalaulah itu bukan adik kandungku, pasti itu adalah

anaknya. Benar perkataan Rajo”, jawab pedagang. Setelah kami tanya pada

perempuan yang berdekatan dengan rumah itu mengatakan bahwa yang menangis

itu adalah kemenakan Rajo yang bernama Gadih Basanai anak dari Puti Ambun

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 269

Sani. Pada saat kami bercerita di halaman perempuan itu terdengar juga tangisan

anak Gadih yang dirundung malang itu. Dari suara ratapannya ia mengatakan

bapak tidak ada lagi Mande sudah mati, Mak Gaek sudah mati juga, Mamak ada

tapi di rantau orang”. Lalu berkatalah Rajo saat itu, “kapan Buyuang kembali lagi ke

sana?” mendengar perkataan Rajo, “ampun kami Rajo, kalaulah kami berangkat ke

sana satu kali dalam sebulan” begitu kata pedagang pada Rajo. Lalu dia

melanjutkan pembicaraanya, “mendengar cerita orang yang kami temui itu, sejak

Mak Gaeknya meninggal dunia kadang anak Gadih itu makan kadang tidak,

begitulah penderitaanya. Kalaulah Rajo terlambat menemuinya alamat badan tak

akan bertemu” (14).

Karena merasa amanat telah disampaikan, mereka mohon diri pada Rajo

untuk pamit. Sutan Sabirulah yang merasa telah berhutang budi baik pada kedua

pedagang itu bekata, “O anak kandung, makan dan minumlah sebelum pergi, saya

telah berhutang budi pada Buyuang”. Karena Rajo yang meminta, terpaksalah

kedua pedagang itu menerima tawaran Rajo. Setelah nasi dihidangkan, makanlah

mereka bersama saat itu. Selesai makan kedua pedagang itu berpamitan pada

Rajo. Namun sebelum berpisah, pedagang mengingatkan Rajo kembali agar

sesegera mungkin menemui Gadih Basanai kalau tidak ingin mendapati kuburannya

(15).

Setelah kedua pedagang itu meninggalkan rumah Rajo. Sekarang

tertegunlah Sutan Sabirulah berpikir mengingat kata-kata dari pesan yang telah

disampaikan kedua pedagang itu. Tanpa berpikir panjang lagi Sutan Sabirulah

masuk ke dalam kamarnya, menganti pakaiannya dengan pakaian kebesarannya.

Sutan Sabirulah lalu menghampiri istrinya, melihat suaminya berpakaian baju

gunting kaliang, celana panjang, saluak koto gadang lekat dikepala dan keris

terselip dipinggangnya. Sambil memegang tongkatnya timbul pertanyaan dalam

pikiranya. Saat istrinya keheranan itu berkatalah Sutan Sabirulah, “Adik kandung

Puti Ambun Suri, sekarang tinggalah adik di rumah, saya akan pergi ke kampung

menjemput keponakanku. Jika pulang Sutan Aliamat katakan saya ke Langgang

Sunyi. Katakan padanya, tunggu ayah dahulu pulang” begitu kata Sutan Sabirulah

pada istrinya (16).

Sultan Sabirulah mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sutan

Aliamat hasil perkawinannya dengan Puti Ambun Suri. Sutan Aliamat setelah

beranjak dewasa jarang sekali berada di rumah. Di mana gelanggang ramai Aliamat

akan terlihat di sana, setiap kali orang akan berjudi Ali pastilah datang untuk

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 270

bermain. Seperti itulah kehidupan anak laki-laki Mamak Gadih Basanai setiap

harinya (17).

Kepergian Sultan Sabirulah kali ini tidak dikuti oleh Dubalangnya

sebagaimana biasanya. Sultan Sabirulah sendiri menginginkan hal itu terjadi, hal ini

dikarenakan kepergiannya kali ini ke Kampung Langgang Sunyi diiringgi dengan

perasaan sedih. Berbagai macam hal berkecamuk dalam pikirannya. Mulai dari

bayangan kisah hidup yang telah lalu, kesalahan badan diri baru dirasakannya

sekarang. Saat itu Sutan Sabirulah menyadari, sebaik-baik hidup di rantau orang

rupanya lebih baik tinggal dan hidup di kampung sendiri. Dalam penyesalannya saat

itu, kalaulah dia masih tinggal di kampung tentunya tidak akan terjadi seperti

sekarang. Andaikan masih di kampung mungkin belum meninggal adiknya, entah

masih hidup juga Mandenya. Itulah yang terjadi pada diri Sutan Sabirulah selama

dalam perjalannanya menuju Kampung Langgang Sunyi. Dalam kesedihan hatinya

kaki tetap dilangkahkan berjalan melewati bukit dan lurah yang dia lalui. Karena

malam telah datang menjelang, tempat yang dituju belum juga tampak, terpaksalah

Sutan Sabirulah bermalam di jalan pada malam itu (18).

Setelah pagi datang dan hari telah terang benderang, Sultan Sabirulah

melanjutkan perjalanannya ke Kampung Langgang Sunyi. Bilamana langkah kaki

Sutan Sabirulah menginjak perbatasan kampung, perlahan-lahan, setapak demi

setapak Sutan Sabirulah melangkah memasuki Kampung Langgang Sunyi.

Kepiluan hati Sutan Sabirulah kembali muncul takkala melihat keadaan kampung

halamannya. Dahulu ketika berangkat pergi marantau, kampung yang ditinggalkan

tidaklah selenggang dan sesepi sekarang. Dalam diri Sutan Sabirulah, terasa jatuh

ke dalam air mata. Meski jadi Rajo di rantau orang tapi kampung halamannya tidak

terurus seperti yang dilihatnya.

Betung tidak bisa dipertali

Dipotong dibelah dua

Kemana akan menyesali

Yang salah jelas kita juga

Seperti itulah perkataan Sutan Sabirulah pada dirinya. Debar hati Sutan Sabirulah

semakin kencang ketika perjalanannya hampir mendekati rumah Mande

kandungnya (19).

Dengan rasa litak badan yang tidak tertahankan setelah berjalan jauh sampailah

Sutan Sabirulah di rumahnya. Tampaklah rumah Mande kandung, di sana hati

Sutan Sabirulah semakin sedih, takala dahulu pergi berangkat marantau rumah

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 271

ditinggal masih rancak, tidak ada rumah lain yang serancak rumahnya. Tapi

sekarang jika dipandangi halaman rumah dipenuhi rumput dan semak seperti rimba

jika dipandang-pandangi lagi. Dinding dan atap rumah malahan sudah dipanjati

tumbuhan akar dan bulu. Itulah gambaran kondisi rumahnya sekarang, setelah lama

dipandangi badarai jatuh air mata Sutan Sabirulah terbayang-bayng wajah

Mandenya. Sutan Sabirulah merasa sangat berdosa, hatinya berkata, rasa berdosa

saya pada Mande kandung, kalau melawan dahulu pada Mande durhakalah saya.

Seperti inilah sekarang yang terjadi, Mande ampuni saya. Karena sudah terjadi,

maka inilah yang harus saya terima. Untunglah ada orang yang menyampaikan,

kalau tidak sudah mati pula kemenakan satu-satunya. Jika tua nanti saya sakit-

sakitan, kemana badan akan maimbau (20).

Tidak seorang pun yang terlihat, Sutan Sabirulah langsung menuju jenjang rumah.

Dari jenjang sudah terdengar suara tangis. Didengarkan suara itu baik-baik, sayup-

sayup terdengar suara tangisnya terisak-isak. Memangilah Sutan Sabirulah, “O nak

kandung Gadih Basanai, ini Mamak yang pulang, bukakanlah pintu”. Rupanya

Gadih Basanai mendengar suara yang memangil-mangil dari luar rumah, semakin

menjadi-jadi ratapannya yang selalu memangil Mamaknya. “Ooo… di manakah

kampung yang Mamak huni. Apa tidak ingin Mamak pulang, sebaik-baik Mamak

dirantau namun kampung diingat juga, entah kalau tidak ingin Mamak Gadih hidup

lagi, tapi kalau masih bisa pulang kampunglah mak”.

Disana neon menjala ikan

Menyambar bangau di muara

Dimana saya akan berpesan

Badan seperti ini merana

Tiada awan tiada bulan

Betung tak tertebang lagi

Kalau tertawan Mamak di rantau orang

Tentu jelas tidaknya Mamak pulang

Rumah gadang dengan limpapeh

Diambil orang senja hari

Mamak pulanglah

Kemenakan Mamak seperti ini

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 272

Di kampung Mamak.

Mendengar tangisan kamanankannya yang demikian. Sutan Sabirulah tidak senang

hati, muncullah amarah dalam dirinya karena pintu belum juga dibukakan. Maka

didobraklah pintu rumah hingga terhempas pintu besar rumah tersebut. Terbukalah

pintu rumah, ditujulah asal suara tangis Gadih Basanai yang datang dari arah dalam

biliak. Melihat Gadih Basanai sedang menangis saat itu, “O anak kandung Gadih

Basanai, sangat bersalah Mamak, kalau sekarang maunya Gadih apa? Mamak

tidak akan marah. Yang salah bukanlah Gadih, tapi bukan sekarang saatnya

Mamak bercerita. Semuanya harus kita terima sekarang, inilah bagian untuk kita”.

Berkatalah saat itu Gadih Basanai, “kalau senang hati Mamak di kampung orang,

lihat-lihat kami di kampung, seperti ini perlakuan Mamak tidak peduli dengan nasib

kami. Semenjak Mak Gaek meninggal kadang makan kadang tidak. Kalau makan

tidak ada yang berselera, itulah bagian nasib badan Gadih jika diingat-ingat, ke

mana badan tempat berbagi. Dahulu berdua dengan Mak Gaek. Nyatanya mak

gaek sudah dipangil pula, tiada lagi tempat badan ini untuk mengadu (21).

Anak kandung Gadih Basanai, sekarang kita tinggalkan rumah gadang ini. Gadih

ikutlah dengan Mamak, hidup bersama Mamak di kampung orang, boleh sama-

sama kita hidup di rantau biarlah Gadih sekarang Gadih tinggal dengan Mintuwo

hidup di Kampung Koto Katenggian. Mendengar perkataan Mamaknya yang

demikian, semakin merataplah GB sekarang, terbayanglah olehnya saat itu wajah

Mande kandung dengan Mak Gaek sedang duduk.

Batang mengkudu di tengah ladang

Ditebas disiangi

Kalau semenjak dahulu Mamak pulang

Entah masih ada juga saat ini…………

Dipandang laut, laut juga

Dipandang gunung belalayan

Jangan diingatkan juga

Hati Mamak bertambah iba mendengarkan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 273

Mamak, ke kampung orang Mamak bawa Gadih. Tentu alamat tinggallah rumah

gadang, akan habis rumah jika ditinggalkan, akan habis harta kata orang.

Sedangkan masih ada Gadih di rumah, masih tumbuh juga rumput dan semak di

halaman. Itu masih Gadih yang menghuni rumah, apalagi akan pergi jauh alamat

tandeh harta pusaka”, demikian kata Gadih Basanai. Berkatalah Sutan Sabirulah,

“dengarkan baik-baik oleh Gadih, perkara pusako jangalah disebut. Kalau dilihat

badan kita, biarlah tinggal pusaka itu. Biarkanlah tanah tersebut kembali kepada

yang memilikinya kembali pada asalnya. Karena kita tak akan ada lagi disini

janganlah kita perhitungkan lagi masalah itu, sekarang juga berangkat dari kampung

ini. Mendengarkan kata Mamaknya yang seperti itu terpaksalah Gadih Basanai

menuruti perintah Mamaknya. Karena tidak ada lagi alasan untuk menolaknya.

Apalagi jika Mamak telah memberi perintah, kemenakan haruslah seperintah

Mamaknya. Bagi Gadih Basanai saat ini Mamak satu-satunya harapan dalam

hidupnya, Mamak baginya sekarang adalah penganti ayah dan Mandenya.

Mendengar persetujuan dari Gadih Basanai senanglah hati Mamaknya, di saat itu

berkatalah Gadih Basanai, “kalau memang kita akan berangkat hari ini, Gadih

panggil dahulu segala permainan Gadih”, seraya Gadih pada Mamaknya. Pada

badan diri Gadih Basanai mempunyai permainan yang banyak berupa jawi dan

kerbau yang akan ditinggalkan. Janganlah disebut perihal masa lalu hati Mamak

tambah tidak menentu, sebaiknya sekarang juga kita berangkat karena hari

bertambah tinggi juga. Setelah perkataan Mamaknya itu, terpaksalah Gadih Basanai

berangkat saat itu juga dengan membawa bungkusan pakaiannya (22).

Berjalanlah Mamak dengan kamanankannya menuju Kampung Koto Katenggian.

Dalam perjalanan itu Gadih Basanai tetap menangis karena teringat kapan lagi

kampung akan dilihatnya lagi, apalagi nasibnya sekarang harus ikut dengan

Mamaknya ke Kampung Koto Katenggian yang berada di bawah kaki Gunung

Ledang. Perjalanan yang menempuh jarak yang cukup jauh tersebut harus dilalui

kedua orang itu dengan bermalam di tengah perjalanan. Pada malam itu Gadih

Basanai beristirahat dengan menyandarkan badannya ke pohon kayu, demikian

juga halnya dengan Mamaknya. Namun pada badan diri Gadih Basanai matanya

tidak bisa ditidurkan. Nampaknya berpisah dengan kampung halaman sangat

memberatkan hatinya. Jangankan berpisah dengan kampung halaman berpisah

dengan rumah gadang belum pernah dilakukannya. Kokok ayam hutan terdengar

memecah keheningan pagi tanda hari akan berganti dengan siang. Disaat hari telah

terang melangkahlah Mamak dengan kamanankannya melanjutkan kembali

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 274

perjalanan mereka. Setelah berjalan jauh melewati perbukitan, masuk hutan keluar

hutan akhirnya sampailah mereka di Kampung Koto Katenggian (23).

Maka ditujulah rumah Mamak, ketika hampir sampai dekat rumah Mamaknya

telihatlah Dubalang berdiri menjaga rumah Rajo. Karena yang datang adalah Rajo,

Dubalang pun memberi hormat. Melihat orang hormat pada Mamaknya barulah

percaya Gadih Basanai bahwa Mamaknya adalah seorang Rajo. Naiklah Mamak

dan kamanankannya ke atas rumah. Sementara itu istri Mamaknya yang bernama

Puti Ambun Suri, melihat kedatangan Gadih Basanai merasa sangat senang sekali

karena melihat kecantikan Gadih Basanai. Dalam hatinya ia berkata, “kalaulah

diperhatikan baik-baik, dipandangi anak Gadih ini tidaklah kalah cantiknya, hanya

puti-puti yang bisa menandinggi kecantikannya. Hanyalah Sutan yang cocok jadi

jodohnya entahlah kalau dengan anakku Sutan Aliamat (24).

Setelah Gadih Basanai duduk, berkatalah istri Mamaknya pada Gadih Basanai.

“upik Gadih Basanai dengarlah baik-baik, rumah ini adalah rumah Gadih juga.

Rumah ini jadi milik Gadih sekarang walaupun kami yang membuat tapi sekarang

Gadihlah yang punya. Air yang ada dan nasi yang terhidang tolong diminum dan

dimakan”. Mendengarkan baiknya basa-basi istri Mamaknya membuat Gadih

Basanai lupa ingatan, Gadih Basanai merasa tenang hatinya mendapat perlakuan

dari istri Mamaknya. Dalam hati Gadih Basanai berbisik, ” seperti inilah istri

Mamakku, pantaslah Mamak terlena, orangnya cantik budinya pun baik. Pantaslah

Mamak tidak ingat pulang sampai lupa dengan kampung halaman”, itulah isi bisikan

dalam hatinya (25).

Selesai makan Gadih Basanai diantarkan ke kamarnya untuk beristirahat,

sepeninggal Gadih Basanai Mamaknya berkata pada istrinya, “sekarang seperti

inilah adik kandung, apa akal kita saat ini. Kalau begitu tuan kandung, menurut ati

saya sebaiknya tuan menjemput anak kita Aliamat. Semenjak dia pergi ke

gelanggang hingga sekarang belum pulang. Tidak tahu hati kita resah, tidak tahu

badan kita tidak sehat. Dia tahunya hanya bersenang-senang hati. Pergilah tuan

menjemputnya ke gelanggang. Kalau tuan menjemputnya, katakan padanya saya

sedang sakit parah”, begitulah ucapan istrinya. Sejak Aliamat pergi, gila bermain

kerjaanya, kerjaannya hanyalah berjudi saja setiap singgah di gelanggang. Sutan

Sabirulah setuju dengan istrinya untuk menjemput anaknya Sutan Aliamat (26).

Berangkatlah Sutan Sabirulah menjemput anaknya Aliamat dikawal oleh para

Dubalangnya. Rajo melangkahkan kakinya dengan senang hati karena

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 275

kamanankannya telah di rumahnya dan anak kandungnya pun akan dijemput pula.

Telah jauh jalan yang ditempuh, sudah berapa kali persimpangan jalan yang telah ia

lewati dengan pengawalnya untuk menuju gelanggang tempat bermain anaknya

(27).

Untuk mencari Aliamat tidaklah sulit, di mana galanggang sedang ramainya ia pasti

di sana ikut bermain judi. Sifat Aliamat dalam bermain hanyalah sekedar untuk

meramaikan gelanggang. Dalam bermain Aliamat selalu memperlihatkan sifat

congkaknya menampakkan kehebatannya dihadapan orang ramai, di gelanggang

tanda dia hebat menumpang taruhan pada pihak yang lemah begitu gelagat Aliamat

memperlihatkan tuah kepada yang kalah (28).

Di tengah khalayak ramai terlihat bertanya-tanyalah orang-orang, yang menjadi

pertanyaan mereka kenapa ayah kandung Aliamat datang ke gelanggang. Karena

yang datang adalah Sutan Rajo Angek pada takut dan cemaslah orang ramai

tersebut. Mereka takut karena kebesaran Sutan Rajo Angek, matanya merah seperti

naga. Dia kelihatan seperti orang yang sedang marah, pada takutlah orang ramai

yang memandanginya. Kemudian datanglah Dubalang menemui Aliamat yang

sedang bermain di gelanggang. Saat Dubalang telah menghampiri Aliamat,

berkatalah dia pada si Dubalang. “dengarkan oleh Dubalang, karena Dubalang

adalah Dubalang ayah tentu diperintah oleh ayah tapi tunggulah dahulu saya main.

Nantikan dahulu sabung menang”, begitulah katanya pada Dubalang. Terpaksalah

Dubalang menunggu, apapun katanya tidak ungkin tidak dipatuhi. Akhirnya

ditunggulah Aliamat hingga selesai bermain oleh Dubalang. Di tengah

menunggunya berhenti bermain, sabung saat itu telah dapat diketahui siapa

pemenangnya. Bagi yang ikut bermain sudah tentu pula yang akan mamutuih dan

yang akan maelo. Barulah Sutan Aliamat dan Dubalang menemui Sutan Rajo Angek

(29).

Saat sampai di hadapan ayahnya Aliamat memberikan salam hormat pada

ayahnya. “kata riang kata terlompat, kata takut kata tak sampai kata yang benar

yang akan saya sebut apa sebabnya ayah menjemput Ali? Selama ini belumlah

pernah ayah menjemput Ali apalagi sedang dalam bermain. Baru kali ini Ali

mendapati. Berkatalah Sutan Rajo Angek, ”O anak kandung Sutan Aliamat,

memang Ali besar di yang ramai tapi cobalah pikirkan. Sesenang dalam gelanggang

yang akan menyabung, sabung judi kalah dan menang yang akan dihadang.

Kalaulah sekarang Ali kalah dalam permainan biarlah kalah, uang janganlah

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 276

dipikirkan. Saat ini yang penting Ali pulang dahulu. Mande kandung sedang sakit

parah di rumah, itulah yang harus ayah katakan pada Ali. Mendengar kata tersebut

Ali berkata pada ayahnya. “pantaslah tidak menentu hati Ali dalam seminggu ini.

Hati kecil berkata apa yang akan terjadi. Namun tidak disangka-sangka Mande

sekarang yang sakit dan tidak disangka pula ayah pula yang menjemput. Ali kira

lawan yang akan datang bermain itu saja yang ada dalam pikiran (30).

Karena cemas akan kondisi Mandenya akhirnya Aliamat pulang bersama ayahnya.

Ia tidak peduli lagi kalah dalam bermain yang penting dalam pikirannya saat ini

adalah melihat Mandenya di rumah. Begitu cemasnya Aliamat akan sakit

Mandenya, jalannya pun terlihat sangat tergesa-gesa berjalan. Sesampai di

halaman rumah, Aliamat langsung menuju naik ke atas rumah sementara ayahnya

saat itu tersenyum simpul sambil membuang muka melihat istrinya menyonsong

kedatangan anaknya yang kecemasan yang mengira Mandenya sakit parah (31).

Melihat anaknya pulang dengan suaminya tertawa juga Mandenya. Aliamat yang

diperlakukan seperti itu merasa sakit hati dan hampir tidak dipercayainya kenapa

bisa yakin pada ayahnya. “ayah tadi di gelanggang menyebut Mande sedang sakit

parah makanya tergesa-gesa pulang tidak peduli sedang kalah menang tidak

penting uang bagi Ali”. Berkatalah Mande Aliamat, “Oh Buyuang Sutan Aliamat,

jangalah ayah Buyuang salahkan nak. Yang terjadi sesungguhnya. Sebelum

Buyuang sampai Mande memang sakit, tapi ketika melihat Ali bersama ayah sudah

sehat Mande sekarang” (32).

Sebelum Aliamat datang rupanya Mande Aliamat baru saja berbicara dengan

Gadih Basanai. Dalam percakapan itu Mande Aliamat menyuruh Gadih Basanai

memasak. Gadih Basanai menolaknya dengan alasan dia telah lama tidak

memasak semenjak mak gaeknya meninggal kadang dia makan kadang tidak. Dia

makan hanya ketika diberi orang nasi atau ketika ingat makan. Namun apaun

alasan yang diungkapkan Gadih Basanai dia tetap dipaksa oleh Mande Aliamat.

Terpaksalah Gadih Basanai memasak juga, tapi setelah ia selesai memasak dan

dihidangkan. Masakan yang digoreng tidak bisa lagi dikatakan goreng, gulai tidak

bisa lagi dikatak gulai, kata Gadih Basanai pada mintuonya itu “samba badagang

sajo”. Setelah menghidangkan masakan Gadih Basanai langsung masuk kamar

(33).

Kembali pada percakapan Aliamat dengan Mandenya. “selama Buyuang di

gelanggang, tidakkah pernah ingat dengan Mande. Tidak Buyuang tenggang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 277

bagaimana hati kami. Kata orang kami hidup sudah tua, Buyuang hidup

sekehendak hati, tidak ada mendengarkan kata-kata kami”. Mendengar kata

demikian Aliamat berujar, “tanda patuh ali kepada Mande kalah menang ali pulang

kini. Sudah berapa bulan Buyuang tidak di rumah, makan tidak ada pula di rumah.

Lebih baik Buyuang makanlah dahulu, sesudah makan kita bicara lagi ada masalah

yang akan dirundingkan”. Tanpa menjawab lagi perkataan Mandenya Aliamat

langsung menuju ke tempat makan yang telah dihidangkan. Diambillah piring dan

dibukalah tudung. Ketika tudung dibuka terbelanggaklah mata Aliamat melihat apa

yang ada dihadapannya. Selama hayatnya belum pernah melihat makanan yang

ada dihadapannya. Bertanyalah Ali pada Mandenya, “siapakah yang memasak

makanan ini, kalaulah Mande tidak mau menyebutkan orangnya, biarlah Ali tidak

jadi makan”. Baru saja Ali selesai bicara terdengalah suara iak tangis dari arah

dalam kamar. Mande Aliamat pergi ke dalam kamar kemudian ke luar dengan Gadih

Basanai yang menangis. Berkatalah Mandenya, “Ali yang memasak sambal itu

adalah Mande sendiri. Mande tahu dipikiran Ali tidak percaya itu masakan Mande,

tapi memang itulah yang bisa Mande masak. Selama hidup belum pernah Ali

melihat masakan Mande seperti ini. Kalau dulu dihirup bau nasi Mande bau bunga

tapi sekarang sekarang bau hati hangus, Kalaulah diinapkan bisa-bisa gila”. Mande

Aliamat melirik pada Gadih Basanai yang berbicara padanya, “mintuo ampuni

Gadih, sudah Gadih katakan sebelumnya pada mintuwo, tapi mintuwo tidak

percaya. Mintuwo paksa juga Gadih yang memasak. Kini marah anak mintuwo

karena masakan Gadih, tidak jadi uda Ali makan (34).

Dengarlah baik-baik anak kandung, masalah itu janganlah Gadih risaukan. Searng

kita berempat hidup bersama, kalau makan sama makan, duduk sama duduk”,

itulah ucapan Mande Aliamat pada Gadih Basanai. Pada dan diri Aliamat melihat

Gadih Basanai hatinya tidaklah tenang lagi. Melihat kecantikan dan keelokan fisik

Gadih Basanai yang tidak kalah dengan seorang Puti meski ia sering dirundung

penderitaan. Namun apa yang terjadi sebaliknya, perasaan yang dirasakan Ali juga

dialami dan dirasakan Gadih Basanai.

Ditebang dedak dalam rimba

Kayunya jatuh keatas batu

Sama berdesir darah keduanya

Tandanya untung akan bertemu

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 278

Menjelang mereka makan berkatalah Mande Aliamat kepada Gadih Basanai, “anak

kandung Gadih Basanai, inilah kakak kandung Gadih anak Mamak Gadih yang

bernama Sutan Aliamat”. Kemudian kedua orang itu saling mengayunkan

tangannya dalam perkenalan itu. Barulah mereka makan bersama saat itu (35).

Setelah selesai makan Gadih Basanai langsung masuk kamar, namun dari dalam

kamar dia berusaha menguping pembicaraan Mamak dengan mintuwonya kepada

anak laki-laki mereka Aliamat. “kira-kira apa yang akan mereka bicarakan” dalam

pikirannya. Pada saat itu Mande Aliamat memulai pembicaraan antara tiga orang

anak beranak itu. “ali kini Mande bertanya pada Ali. Kalau dilihat usia Ali sudah

cukup dewasa dan berumur. Kiranya sudah sepantasnyalah ali pulang kerumah.

Menurut hemat Mande.

Ditilik tepi kain

Dijahit tentang kepalanya

Dari pada mencari pada yang lain

Rancaklah Ali pulang ka bakonya

Begitu ucapan Mandenya pada Aliamat yang kemudian menjawabnya. ”Mendengar

ucapan Mande, perkataan Mande dapat Ali maklumi. Meskipun begitu tidaklah

runding Ali perpanjang. Mande haraplah memakluminya. Meskipun Mande dengan

ayah sudah mengatakan kata yang sagolong, telah pipih selayang berdua. Kalaulah

kehendak Mande dan ayah sudah semacam itu apakah sudah setuju Gadih Basanai

(36).

Kalau diperkenankan beri waktu Ali terlebih dahulu dalam jangka dua atau tiga

minggu ini. Kalau memang permintaan dikabulkan tidak akan lama kita akan

berjanji. Beri waktu Ali dahulu akan batarak, manarakkan minyak cinduang

paramayan. Kalau selesai ali batarak di Gunung Ledang, Ali akan segera pulang.

Barulah disitu alek kita mulai”. Begitulah kata Ali pada kedua orang tuanya (37).

“Oh nak kandung Aliamat, sepanjang itukah jawaban Ali. Apakah marah Ali pada

kami. Mande, dengarkan dulu yang sebenarnya. Sebab Ali menjawab seperti itu,

mungkin ayah dengan Mande belum tahu. Kematian Mande Gadih Basanai dan

mak gaeknya disebabkan oleh tanda tujuh. Karena Mande dan Mak Gaeknya terlalu

memilih orang banyak, setiap yang datang membawa tanda mereka terima dan

setujui. Hingga sudah tujuh tunangan Gadih Basanai, tidak ada salah satunya yang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 279

menjadi, akibatnya membawa mati. Itulah sebabnya Ali manarakkan minyak

cindung paramayan untuk melawan sutan yang bertujuh. Kalaulah sutan yang

bertujuh orang yang ternama di kampungnya dikenal orang ramai di mana-mana.

Meskipun Ali anak Rajo, tapi kalau tidak ingat sebelum kena kalau tidak hati-hati

sebelum habis, akhirnya ayah juga yang akan menanggung malu”. Mendengarkan

perkataan anaknya yang demikian, Sutan Rajo Angek menuruti kehendak anaknya.

“kalau begitu biarlah kami menunggu dalam dua, tiga minggu ini bersabar

menunggu Ali (38).

Aliamat kemudian pamit pada orang tuanya untuk mempersiapkan peralatan yang

akan dibawanya. Esok harinya, petang kamis berangkatlah Sutan Aliamat mendaki

bukit yang tinggi hingga sampai ke Gunung Ledang tempat dia akan batarak. Dalam

perjalanan Aliamat ke Puncak Gunung Ledang banyaklah cobaan yang ditemuinya

di dalam perjalanan. Berbagai macam rintagan yang dihadapi, banyaklah orang

yang menghadang dan menghalangi niatnya. Entah itu adalah orang

sesungguhnya, banyaklah pendekar yang menguji kesaktiannya. Setiap kali tampak

lawan yang datang, entah itu manusia, entah binatang Ali telah siap-siap dengan

langkah tiga. Semakin dekat ke Puncak Gunung Ledang semakin berat rintangan

yang harus dihadapinya. Bukan anak Rajo Angek namanya harus surut karena ujian

dan rintangan, keramat Sutan Rajo Angek tentu ada, apalagi Aliamat orang yang

besar di gelanggang, orang yang pantang kalah di gelanggang dari lawan-

lawannya. Akhirnya sampailah Ali di Puncak Gunung Ledang (39).

Di Puncak Gunung Ledang Ali langsung melaksanakan niatnya, manarakkan

minyak cindung paramayan. Pertama-tama dibakarlah kemenyan, membubunglah

asap putih keudara. Kemudian Ali menghujamkan lututnya menegakkan kepalanya

meminta kepada tampat yang keramat. Permintaanya manarakkan minyak cindung

paramayan guna melawan sutan yang bertujuh. Itulah Aliamat agar kehendak dapat

berlaku permintaannya dapat terpenuhi berkaulah dia di atas batu sada yang

merupakan batu mejan. Pada hari ke tiga malam ke tiga, akhirnya terkabulah niat

dan permintaan Aliamat (40)

Selesai manarak Aliamat langsung kembali pulang ke rumahnya. Di rumah ayah

dan Mande kandungnya menyambut kepulangan anaknya dengan perasaan

senang hati karena kepulangan anaknya yang lebih cepat dari yang direncanakan

semula. Sesampai di atas rumah duduklah mereka bersama-sama. Aliamat

kemudian mengabari orang tuanya dan Gadih Basanai apa yang telah didapatnya

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 280

dari hasil batarak yang telah dilakukannya. “Oh adik kandung Gadih Basanai dan

serta ayah dan Mande. Kalau boleh Ali meminta, penuhilah keinginan Ali yang satu

ini. Kalau oleh Ali meminta, Ali tinggalkan aie cindung paramayan beserta

minyaknya di dalam botol. Ali gantungkan di bubuangan rumah bersama sisir,

cermin, lengkap dengan bedaknya. Ali berpesan pada mereka, “janganlah sekali-

kali pernah mengunakan benda-benda itu , minyak janganlah dipergunakan, sisir

janganlah disisirkan. Begitu juga dengan cermin dan bedak jangan pernah dipakai.

Sebelum Ali kembali pulang jangan dilanggar dengan cara mengunakan salah satu

benda-benda itu. Kalaulah dilanggar maka dalam waktu tujuh hari bisa tidak akan

bisa ditawari, Ajalullah datang menjemput. Sekarang Ali mohon pamit kepada

Mande dengan ayah serta Gadih. Ali tidak akan lama pergi berjalan, niat dihati

hendak berlayar dengan pelang yang telah menunggu di labuhan (41).

Setelah kepergian Ali berlayar, telah lama rasanya waktu berlalu sejak

kepergiannya. Dalam diri Gadih Basanai tidaklah tahan lagi hatinya menangungkan

rasa sedih hati. Kemana tempat berbagi cerita, menceritakan rasa rindu yang tak

tertahan lagi. Karena tidak tahan lagi dengan rasa rindu yang mendera diriya. Maka

oleh Gadih Basanai dipanjatlah bubuangan rumah mengambil aie cindung

paramayan yang telah ditarakkan oleh Aliamat. Gadih Basanai seakan tidak

percaya lagi dengan janji Aliamat, tidak yakin lagi dengan janjinya karena hingga

saat ini belum juga pulang-pulang, kabar berita pun tidak ada. Sementara dirinya

disuruh menunggu menanggung beban yang telah meracuni hatinya. Dalam

pikirannya biarlah mati sebagai obat, Gadih Basanai tidak peduli lagi dengan

amanat Aliamat. Maka dipakai Gadih Basanai segala benda-benda yang dilarang

dan diamanatkan Aliamat. Setelah memakai barang-barang itu, hati tidaklah senang

lagi, dalam pikirannya dengan memakai barang-barang itu rasa rindu akan terobati

rupanya menyakiti badannya sendiri. Memekik dan berteriak-teriaklah Gadih

Basanai di dalam kamar minta tolong pada mintuwonya karena tidak tertahan lagi

menahan rasa sakit yang menyerang tubuhnya. “Mintuwo serta Mamak kandung,

lihatlah badan Gadih baik-baik pandangilah dengan seksama. Inilah yang akan

membuat uda Ali senang hatinya, inilah yng sebenarnya yang diinginkannya. Dia

pergi berjalan jauh berlama-lama agar Gadih seperti ini, entah apa yang dicarinya di

Pagai. Kalaulah Gadih meninggal saat ini pastilah senang hati uda Ali tinggal,

mungkin dia sudah ada rencana lain (42).

Melihat Gadih Basanai demikian berkatalah mintuwonya, “Anak kandung Gadih

Basanai, tidak percaya mintuwo kalau Aliamat punya niat yang demikian. Sebelum

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 281

berangkat ke Pagai Ali bicara sungguh-sungguh pada mintuwo. Kini tidak tahan lagi

mintuwo, tidak ada lagi rasanya nyawa dibadan Gadih. Relakanlah nasi yang telah

dimakan relakan air yang telah terminum relakan jerih payah Mamak selama ini

pada Gadih. Gadih tidak akan lama lagi hidup. Kalau boleh Gadih berpesan pada

mintuwo, agar senang hati yang ditinggalkan. Kalau seandainya Gadih mati,

kuburkalah Gadih di Pucak Gunung Ledang. Kuburan tidak boleh ditimbuni, di atas

kuburan berilah payung panji-panji agar dikipas angin, untuk mengipas uda Ali di

Pagai. Itulah pesan Gadih Basanai pada mintuwo dan Mamaknya (43).

Pada hari ketujuh, Gadih Basanai memang berpulang pada penciptanya, melihat

nyawanya berpisah dari badan terpekiklah mintuwo serta dengan Mamak. “sampai

hati Gadih kini meninggalkan kami, tidak kasihan Gadih dengan mintuwo, kalau

memang tidak sayang dengan Ali. Begitu cepat Gadih meninggalkan mintuwo.

Sudah senangkah hati kau nak kandung he………… senang betul Buyuang di

Pagai, Ali he……………. Tidak ingat Ali dengan Mande, tidak ingat ali dengan ayah

tidak rindukah Ali dengan Gadih. Mintuwo sedang sayang-sayangnya dengan Gadih

tapi begitu cepat Gadih pergi. Tidak ada kasihan sedikitpun anak kandung, dunia

akhirat semangat bergantung pada Gadih” (44).

Pada hari tersebut, Mamak dan mintuwonya lebih banyak bermenung. Diperintahlah

empat orang Dubalangnya oleh Sutan Rajo Angek mendaki Gunung Ledang untuk

mengali kuburan Gadih Basanai. Sementara itu di rumah Mamak dan mintuwonya

mengurus persiapan upacara pemakaman Gadih Basanai. Ketika akan

melaksanakan penguburan Gadih Basanai terasa iba hati mintuwonya akan

berpisah, tapi apa hendak dikata, mintuwo terpaksa bersabar hati. Itulah yang

terjadi dengan Mamak dan mintuwonya sekarang. Maka dibawalah mayat Gadih

Basanai oleh Mamak dan mintuwonya berserta keempat orang Dubalangnya tanpa

diketahui oleh orang kampung. Sebagaimana amanat Gadih Basanai, kuburannya

tidaklah ditimbuni dan diberi payung panji-panji. Jika ditiup angin payung itu akan

terlihat dari laut, itulah maksud yang ditinggalkan Gadih Basanai. Selesai

penguburan Gadih Basanai, dengan berat hati terpaksa mereka meninggalkan

mayat Gadih Basanai di tempat itu (45).

Sementara itu Aliamat sedang duduk menyendiri duduk di tepi pantai Pagai.

Padangannya mengawasi biduk yang berada dihamparannya. Dipandanginya kiri

kanan tempat dia menyendiri kemudian melayangkan pandangan jauh ke tengah

lautan. Dalam belaian hembusan angin yang berhembus dari arah laut, tiba-tiba ia

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 282

merasa gelisah, firasatnya mengatakan akan terjadi suatu musibah yang akan

menimpa dirinya. Lama kelamaan perasan itu semakin menghantuinya. Teringatlah

ia pada ayah, Mande dan Gadih Basanai. Saat itu juga dia merasa ingin pulang

karena telah lama meninggalkan kampung halaman. Kemudian berangkatlah

Aliamat dari Pagai dengan pencalang menuju kampungnya. Dalam perjalanannya

mengarungi lautan, ketika hampir mendekati daratan. Dari kejauhan Ali

mengarahkan pandangannya ke Gunung Ledang. Dari kejauhan tampaklah olehnya

tanah kuning. Dalam pikirannya, sebelum berangkat Gunung Ledang tidaklah

seperti itu. Seketika Aliamat merasakan ada firasat buruk. Teringatlah dia pada

Gadih Basanai, dalam hati dia bertanya. “apakah Gadih Basanai sudah mati? Apa

Gadih telah melanggar amanat yang Ali tinggalkan? Karena tidak tahan begitu lama

ditinggalkan. Kalau tidak, siapa pula yang berkubur di Gunung Ledang” (46).

Setelah berlabuh, Aliamat langsung menuju rumah Mande kandungnya. Mandenya

yang melihat kepulangan Aliamat langsung meratap saat itu. “Ini yang dapat

membuat senang hati Ali, senang betul hati Ali berlalai-lalai di Pagai sekarang telah

mati Gadih Basanai”. Mendengar kata Mandenya seperti itu, “di mana Gadih

sekarang Mande, di mana? Di mana Ali bisa menemui Gadih. Kalau itu yang Ali

tanyakan, dia sekarang berkubur di Puncak Gunung Ledang. Kuburannya tidak

ditimbuni dan diberi payung panji-panji itulah amanatnya sebelumnya meninggal”.

Berkatalah Ali pada Mandenya, “kenapa Mande tinggalkan Gadih seorang diri di

rumah, kenapa dia tidak dijaga. Janganlah Buyuang berkata seperti itu pada Mande

dan ayah. Jika dikatakan kami tidak melihat, kalau dibilang tidak memperhatikan, Ali

Tanya jugalah ayah. Gadih Basanai setiap harinya gila menangis setiap siang dan

malam karena ingat dan rindu pada Ali. Karena tidak tahan menanggung rasa rindu

hatinya hingga terjadilah seperti sekarang. Kami ingat dahulu dimana Ali

menyimpan minyak cindung paramayan. Kepada kami Ali hanya berpesan, kenapa

tidak kepada kami anak kandung simpan. Sekarang inilah yang terjadi, apa lagi

hendak dikata kepada siapa lagi hendak mengadu. Aliamat dengan mata berkaca-

kaca berkata pada Mandenya, “kalau demikian sekarang Ali akan ke Puncak

Gunung Ledang menjemput Gadih Basanai, Ali tidak senang seperti ini (47).

Turunlah Ali dari rumah menuju Puncak Gunung Ledang. Sampai di kuburan Gadih

Basanai, ketika melihat kuburan itu. Dia melihat wajah Gadih Basanai tersenyum

padanya. Turunlah Ali ke dalam kuburan dan menangislah Aliamat dalam kuburan

menyesali apa yang telah terjadi pada Gadih Basanai. Dalam meratap dengan

memeluk tubuh Gadih Basanai, ketika air mata Aliamat hendak jatuh ke wajah

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 283

Gadih Basanai. Terdengarlah suara halus disaat hari sedang senja raya di Puncak

Gunung Ledang. Suara itu berkata pada Aliamat, “hei Buyuang Sutan Aliamat, dia

janganlah ditangisi lagi. Gadih Basanai adalah orang yang bersih dan tidak pantas

dicaci. Tidak boleh Buyuang kotori, janganlah menangis lagi disisinya tidak baik air

mata Sutan Aliamat mengenai tubuhnya. Kalau sayang dengan dia, berangkatlah

sekarang arah hilir. Tujulah mudik aie gilo nanti akan Sutan temui Lubuk Mata

Kucing. Carilah disekitar itu rumah Puti Taruih Mato. Temuilah dia dan mintalah

pada Puti Taruih Mato aie hubungan nyawa (48).

Mendengar kata-kata suara tersebut, karena ingin agar Gadih Basanai hidup lagi

begitu besar. Maka berjalanlah Sutan Aliamat ke arah yang telah ditunjukkan

dengan meninggalkan Gadih Basanai seorang diri di tempat itu. Tekadnya saat itu

apapun yang akan terjadi akan dihadapinya asalkan maksud dan tujuannya bisa

tercapai. Berkat kebulatan tekadnya sampailah Aliamat di Lubuk Mata Kucing.

Diperhatikannyalah daerah disekitar lubuk itu mencari di mana rumah Puti Taruih

Mato. Tampaklah olehnya sebuah rumah gadang olehnya di daerah yang sunyi itu.

Ketiak sampai di halaman rumah, memangil-mangilah Aliamat ke dalam rumah.

Kemudian keluarlah Puti Taruih mato dan menyuruh Aliamat naik. Bertanyalah Puti

Taruih Mato pada Aliamat,

Takala beras direndang

Lengket di dandang dijilati

Salah betul orang muda datang

Apa maksud datang kemari

Bukannya saya datang saja

Kinari anak orang padang

Saya datang tentu ada yang hendak dijelang

Dengarlah baik-baik anak muda, beri lurus saya bertanya, apa maksud sebenarnya

datang kemari”. Dijawablah oleh Aliamat, “dengarlah baik-baik, saya meminta pada

yang ada meminta pada yang punya di tempat yang keramat. Kalau boleh saya

bercerita, kami dua orang bersaudara satu laki-laki dan satu perempuan. Yang laki-

laki adalah saya sendiri Sutan Aliamat, sedangkan adik saya yang perempuan

bernama Gadih Basanai. Saat ini dia telah meninggal an dikuburkan di Gunung

Ledang. Saya baru saja pulang dari Pagai, ketika saya lihat ke Puncak Gunung

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 284

Ledang tubuhnya masih ada dan menangisinya dan datanglah suara. Suara itu

menyuruh saya mencari Puti Taruih Mato untuk meminta aie hubungan nyawa agar

bisa menghidupkan Gadih Basanai kembali. Sekarang saya memohon dan meminta

tolong pada Puti agar dapat membantu saya. Kalau dijual berapun harganya akan

saya bayar (49).

Kalau begiu kata Buyuang, sesungguhnya yang bernama aie hubungan nyawa

tidaklah dapat saya jual pada siapapun, meskipun dimina tidak akan diberikan. Aie

hubungan nyawa itu hanya saya yang memilikinya”. Termenunglah Aliamat

mendengar perkataan Puti Taruih Mato. Apa akal yang harus dicari, apa daya yang

harus dilakukan agar maksud tetap tercapai. Berkatalah Puti Taruih Mato pada

Aliamat, “kenapa saya berkata demikian, kalau saya beri aie hubungan nyawa

apakah sutan mau terlebih dahulu berjanji. Berjanjilah kalau hidup lagi adik kandung

sutan kita tidak akan memperkarakan untung ruginya dan lepas dari semua utang

piutang. Saya tidak minta dan menerima apapun dari sutan, itulah yang harus sutan

pegang. Kalau demikian kata Puti saya tidak akan melanggar janji dan mendua hati

asalkan permintaan dapat terpenuhi. Mendengar janji aliamat yang demikian, Puti

Taruih Mato mengambil aie hubungan nyawa berserta dengan lidi dan diberikan

pada Aliamat. Setelah mendapatkan apa yang telah dicarinya, Aliamat pamit pada

Puti Taruih Mato dan berangkat dari Lubuk Mata Kucing menuju Puncak Gunung

Ledang di tempat ia meninggalkan Gadih Basanai (50).

Setelah jauh lama berjalan sampailah Aliamat di Puncak Gunung Ledang. Saat

tiba dilihatnya Gadih Basanai masih terbaring di tampat di Puncak Gunung Ledang.

Tanpa membuang-buang waktu lagi diambilnya lidi tiga helai lalu melecutkannya

tiga kali pada tubuh Gadih Basanai lalu meminumkan aie hubungan nyawa pada

Gadih Basanai. Beberapa saat kemudian bergeraklah tubuh Gadih Basanai. Saat

terbangun tampaklah oleh Gadih Basanai dihadapannya Aliamat. Seketika itu juga

ia menangis dan dipegangnya tangan Aliamat sambil berkata, “sejak kapan uda

pulang, di manakah kita berada sekarang ini. Wahai adik kandung Gadih Basanai,

uda baru kembali dari Pagai kemudian terus ke Puncak Gunung Ledang dan

menuju mudik aie gilo mencari aie hubungan nyawa untuk menghidupkan Gadih

kembali (51).

Karena hari saat itu telah menjelang malam, jika langsung pulang ke rumah sudah

tidak mungkin lagi karena hari sudah gelap. Apalagi mereka sangat litak

menghadapi peristiwa yang telah mereka alami. Di dekat tampat Gunung Ledang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 285

mereka berlutut dan menekurkan kepala meminta pada tampat yang keramat. Saat

itu berserulah Aliamat, “kalau memang barasa Mande dengan bapak dahulu,

turunkanlah hujan malam ini”. Setelah mereka menyeru maka turunlah hujan lebat.

Karena begitu lebatnya hujan maka timbullah air bah yang mengakibatkan pohon-

pohon tumbang dan diseret air menuju muara. Pada saat terjadi air bah tersebut,

Aliamat dan Gadih Basanai diselamatkan oleh Kayu Binuang Sati. Mereka menaiki

kayu tersebut hingga terdampar di Pulau Kasiak. Setelah terombang-ambing di

lautan semalaman setelah dihanyutkan air bah. Setelah turun dari kayu tersebut

akhirnya Kayu Binuang Sati terbenam secara perlahan-lahan ditelan pasir laut (52).

Pada siang hari itu, Gadih Basanai asyik bermain beriang hati di pasir putih

berkejar-kejaran dengan ambai-ambai sementara Aliamat tertidur pulas di bawah

lindungan pohon kelapa. Setelah bangun dari tidurnya Aliamat menemui Gadih

Basanai yang sedang asyik bermain, mereka membicarakan apa akal dan usaha

yang dapat membawa mereka pulang kembali ke Kampung Koto Katenggian.

Dalam keputusaan dan kebingungan, di tengah laut lewatlah pelang yang akhirnya

tampak oleh Aliamat. Kemudian dengan mengunakan kain Aliamat memberi tanda

pada pelang tersebut atas keberadaan mereka di pulau tersebut. Kemudian

menumpanglah Aliamat dan Gadih Basanai naik pelang tersebut yang baru saja

pulang dari Pagai. Berangkatlah mereka dengan pelang tersebut menuju daratan.

Setelah sekian lama berlayar akhirnya samapailah mereka di Pantai Carocok dan

berlabuh di sana. Kemudian berjalanlah mereka menuju rumah Mande Aliamat yang

berada di Koto Katenggian. Sesampai di halaman rumah, Mande Aliamat

menyambut kedatangan mereka dengan perasaan sangat gembira (53).

Berkatalah Mande Aliamat, “tidak disangka ondeh Buyuang, tidak disangka

ondeh Gadih akan bertemu malah ke gunung kami antarkan.

Kain pulakat beragi tiga

Tasasak karaie sanjo-sanjo

Karena berkat doa Mamak dan mintuwo

sekarang Gadih masih hidup juga.

Mintuwo yang telah berlalu biarkan saja berlalu janganlah dingat-ingat juga

karena hati kita juga yang akan luka. Sekarang duduklah mereka di atas rumah

bersenda gurau. Berkatalah Mande Aliamat, “Ondeh tuan kandung dengarkanlah,

tuan berkerja untuk kampung bergelar Sutan Rajo Angek bernama Sutan Sabirulah.

Kini anak telah pulang, entah dari mana ia pulang. Sekarang mari kita adakan doa

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 286

selamat, sekali mendayung sampan dua tiga pulau terlampaui, doa selamat kita

baca kita nikahkan anak juga (54).

Maka disebarkanlah berita tersebut pada masyarakat ramai dan tersiarlah ke

mana-mana, apalagi Aliamat orang yang besar di gelanggang tentu banyak memiliki

teman yang akan datang. Pada hari pesta perkawinan mereka ramailah orang yang

datang. Berbagai acara keramaian dilaksanakan, acara kesenian, judi dan sabung

dilaksanakan untuk meramaikan pesta perkawinan tersebut. Dikala orang bersuka

ria, di atas pelaminan Gadih Basanai duduk termenung, teringat akan Mak Gaek

yang telah meninggal . dalam pikirannya tidak akan menyangka hidup dengan

Mamaknya sendiri. Gadih Basanai merasa sangat bahagia meski menderita setelah

ditinggal Mande dan Mak Gaeknya yang telah meninggal dunia. Sekarang dalam

hidupnya sangat disayangi dan diperhatikan oleh mintuwonya. Setelah upacara

pernikahan terlaksana kemudian doa selamat agar kehidupan rumah tangga

Aliamat dan Gadih Basanai bahagia dan rukun hingga maut memisahkan salah

satunya(55).

Ketika Gadih Basanai meninggal dunia lagi, sesuai dengan perjanjian

dengan Puti Taruih Mato bahwa Gadih Basanai tidak akan lama hidup di dunia.

Aliamat yang harus menerima kenyataan bahwa Gadih Basanai telah dipanggil

Yang Maha Kuasa, tidak bisa menerimanya. Setelah beberapa hari usai upacara

penguburan Gadih Basanai yang kembali di kuburkan di Gunung Ledang. Pikiran

Aliamat telah kosong, dalam pikirannya hanya ingin Gadih Basanai hidup kembali

mendampinginya. Akibat perilakunya tersebut, dalam pikirannya muncul kembali

keinginan menghidupkan Gadih Basanai seperti dahulu. Aliamat pergi ke kuburan

Gadih Basanai di Gunung Ledang. Ketika berada di kuburan Gadih Basanai, tanpa

berpikir panjang Aliamat menangis di atas kuburan istrinya. Tanpa disadarinya,

Aliamat yang menangis meratapi kuburan Gadih Basanai, berubah menjadi gila

hingga ia akhirnya meninggal di atas kuburan istrinya (56).

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 287

BAB IX POTENSI DAN SUMBER DAYA NAGARI

NAGARI SURANTIH

9.1. Pemerintahan Nagari

9.1.1. Struktur Pemerintahan Nagari

Berdasarkan peraturan daerah (PERDA) Kabupaten Pesisir Selatan No 21

tahun 2001 yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten

Pesisir Selatan. Menetapkan peraturan daerah tentang struktur organisasi dan tata

kerja pemerintahan nagari. Dalam Bab I mengatur tentang ketentuan umum, pasal 1

dijelaskan bahwa nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam kabupaten

yang mempunyai harta benda kekayaan sendiri berhak mengatur dan mengurus

rumah tangganya dan memilih pimpinan pemerintahan.

Pemerintahan nagari adalah satuan pemerintahan otonom berdasarkan asal

usul di nagari dalam Kabupaten Pesisir Selatan yang berada dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya dijelaskan

pemerintah nagari adalah wali nagari dan perangkat pemerintahan nagari, dan

kampung adalah daerah/bahagian dari pemerintahan nagari yang merupakan

wilayah administratif dari pemerintahan nagari.

Dengan berpedoman pada peraturan daerah Kabupaten Pesisir Selatan No

21 tahun 2001 tersebut. Nagari Surantih sebagai suatu nagari yang secara

administratif berada dalam wilayah Kabupaten Pesisir Selatan mempunyai struktur

pemerintahan sebagai berikut :

Skema 7

Struktur Pemerintahan Nagari

9.1.2. Sistem Pemerintahan Nagari

Dalam pelaksanaan dan penyelengaraan pemerintahan di Nagari Surantih,

perangkat yang ada dalam struktur pemerintahan mempunyai kedudukan, tugas

WALI NAGARI

Sekretaris Nagari

D P N

Kaur Pem &

Kemasy

Kaur

Keuangan

Kaur

Pembangunan

Kepala Kampung

BMAS

LPMN

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 288

dan fungsi masing-masing dan saling terkait satu dengan yang lain (satu kesatuan).

Pengaturan, pembagian ini bertujuan untuk menciptakan sistem pemerintahan yang

efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dalam menjalankan roda

pemerintahan.

Merujuk peraturan daerah Kabupaten Pesisir Selatan No 21 tahun 2001

tentang struktur organisasi dan tata kerja Pemerintahan Nagari, berikut ini adalah

penjelasan tentang kedudukan, tugas dan fungsi perangkat dalam sistem

pemerintahan Nagari Surantih.

A. Wali Nagari

1. Wali Nagari adalah pemimpin pemerintahan nagari yang merupakan alat

pemerintah dan pelayan masyarakat dalam nagarinya.

2. Wali Nagari sebagai pemimpin pemerintahan mempunyai tugas sebagai

berikut :

Memimpin penyelengaraan Pemerintahan Nagari

Membina kehidupan perekonomian masyarakat nagari

Membina penyelengaraan kegiatan pembangunan dan menumbuh

kembangkan semangat kegotong royongan masyarakat

Pemerintahan Nagari

Memelihara ketentraman dan ketertiban serta mendamaikan

perselisihan masyarakat nagari

Mewakili masyarakat pemerintahan nagarinya di dalam dan di luar

pengadilan dan dapat menunjukkan kuasa hukumnya.

Mendorong anak nagari untuk dapat melaksanakan Syarak, adat dan

undang-undang

3. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya Wali Nagari mempunyai fungsi

sebagai berikut :

Bertanggung jawab pada rakyat melalui Dewan Perwakilan Nagari

Menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya Bupati melalui Camat.

B. Sekretaris Pemerintahan Nagari

1. Sekrestaris Nagari adalah perangkat nagari yang berada di bawah Wali

Nagari dan bertanggung jawab pada Wali Nagari.

2. Sekretaris Nagari mempunyai tugas membantu Wali Nagari dalam

melaksanakan tugas-tugas pokoknya serta mengkoordinasikan tugas-tugas

kepala urusan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 289

3. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya itu, Sekretaris Nagari mempunyai

fungsi sebagai berikut :

Melaksanakan tugas surat menyurat, kearsipan dan laporan

Melaksanakan administratif pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan

Melaksanakan tugas dan fungsi Wali Nagari apabila Wali Nagari

berhalangan dalam melaksanakan tugasnya.

4. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris Nagari dibantu oleh kepala

urusan antara lain :

Bidang pemerintahan dan kemasyarakatan.

Bidang pembangunan.

Bidang keuangan

C. Kepala Urusan

Kepala Urusan bertugas melaksanakan administratif dan memberikan

pelayanan pada masyarakat sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing dan

bertangung jawab pada Wali Nagari melalui Sekretaris Nagari.

D. Kepala Kampung

Kepala kampung membantu Wali Nagari di wilayahnya dalam melaksanakan

tugasnya, kepala kampung berkoordinasi dengan kepala-kepala urusan dan atau

Sekretaris Nagari dan bertanggung jawab langsung pada Wali Nagari.

9.2. Lembaga Sosial Kemasyarakatan.

9.2.1. Kerapatan Adat Nagari

Kerapatan Adat Nagari terdiri dari unsur – unsur Penghulu adat yang berlaku

sepanjang adat dalam nagari sesuai dengan penerapannya antara lain adalah

Pucuk Adat (Ketua), Datuk-datuk dari suku yang ada, Penghulu-penghulu andiko,

urang ampek jinih dan Manti nagari.

Kerapatan Adat Nagari Surantih adalah lembaga perwakilan

permusyawaratan dan permufakatan adat dalam Nagari Surantih, yang merupakan

wadah kesatuan masyarakat hukum adat nagari tempat berhimpun urang nan

ampek jinieh. Seiring dengan sejarah pemerintahan nagari, keberadaan KAN

(Kerapatan Adat Nagari) sebagai lembaga yang mengurus permasalahan adat yang

ada dalam nagari tidak bisa dipisahkan dari jalannya pemerintahan nagari. Meski

sakali aie gadang sakali tapian baralieh (sekali air besar sekali tepian berubah),

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 290

namun lembaga ini secara otonomi dalam suasana apapun tetap memberikan arah

dan pedoman serta tuntunan bagi anak kemenakan dalam nagari.

KAN sebagai lembaga sosial kemasyarakatan yang merupakan kesatuan

masyarakat hukum adat mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Mengurus dan mengolah hal-hal yang berkaitan dengan adat sehubungan

dengan sako dan pusako.

2. Menyelesaikan perkara-perkara adat dan istiadat.

3. Membantu pemerintah dalam mengusahakan kelancaran pelaksanaan

pembangunan dibidang kemasyarakatan dan budaya.

4. Mengurus urusan hukum adat istiadat dalam nagari.

5. Memberi kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang

menyangkut harta kekayaan masyarakat nagari, guna kepentingan

hubungan keperdataan adat, juga dalam hal adanya persengketaan atau

perkara adat.

6. Menyelengarakan pembinaan dan pengembangan nilai-nilai Minangkabau

dalam rangka memperkaya Kebudayaan Nasional pada umumnya dan

kebudayaan Minangkabau pada khususnya.

7. Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan nagari untuk

kesejahteraan mayarakat nagari.

9.2.2. Majelis Taklim.

Majelis taklim merupakan lembaga sosial masyarakat yang digerakan oleh

kaum ibu-ibu di bidang keagamaan. Lembaga ini memiliki jadwal kegiatan rutin yang

telah terorganisasi secara baik, yaitu pada hari jumat pada setiap minggunya

dengan mengadakan acara pengajian dan ceramah agama.

Setiap kampung memiliki satu lembaga Majelis Taklim. Pemerintah nagari

melalui Lembaga PKK Nagari mewadahi kegiatan ini dengan mengadakan

kunjungan ke majelis-majelis taklim yang ada satu kali dalam sebulan, yaitu pada

hari jumat minggu ke dua. Selain itu, juga dilaksanakan lomba antar majelis taklim

yang dilaksanakan setiap tahunnya dalam rangka memeriahkan hari kemerdekaan

17 Agustus.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 291

Gambar 101

Lomba Kasidah Rabana Antar Majelis Taklim Kampung di Nagari Surantih

9.2.3. Koperasi

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nagari, pemerintah nagari

bersama Lembaga Pemberdayaan Nagari mendirikan Koperasi Nagari yang

bernama Koperasi Harapan Baru. Koperasi ini bertujuan untuk membantu usaha

para anggota yang merupakan pedagang kecil. Pada saat ini anggota koperasi

berjumlah 53 orang aktif. Koperasi ini didirikan berdasarkan izin Dinas Koperindag

Nomor 8 / BH – 3 / VIII – 2003. bertujuan untuk membantu usaha para anggota

yang merupakan pedagang kecil. koperasi ini bergerak di bidang simpan pinjam,

dengan meminjamkaan modal khusus kepada pedagang kecil seperti usaha

pembuatan kerupuk ubi, warung kopi, jualan lontong, jualan sayur, pembuatan tahu

isi dan rakik kacang.

9.2.4. Lembaga Kegotong-royongan

Di tengah moderenisasi dan pesatnya kemajuan zaman yang ditandai

dengan berubahnya pola prilaku masyarakat yang cenderung mengikuti pola hidup

konsumtif dan bersifat individual, mempunyai pengaruh yang sangat negatif

terhadap nilai-nilai gotong-royong yang telah mengakar dan mendarah daging

dalam kehidupan masyarakat. Pada masa sekarang tentunya kita bertanya-tanya

dan meragukan masih adakah tersisa semangat gotong-royong dalam diri

masyarakat, apalagi sekarang kita telah kembali dalam lingkungan kehidupan

bernagari yang sangat identik dengan rasa gotong-royong dan semangat tolong

menolong serta rasa kebersamaan yang sangat tinggi

Di Nagari Surantih, semenjak kembali ke bentuk pemerintahan nagari.

Semangat gotong-royong masyarakat nagari coba digali dan dilihat pemerintah

nagari guna melaksanakan program pembangunan yang nota bene untuk

kepentingan masyarakat itu sendiri. Pertanyaan dan keraguan akan masih adakah

nilai-nilai gotong-royong tertanam dalam kehidupan masyarakat yang hidup dalam

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 292

bernagari tidak seperti apa yang dibayangkan semula. Dari pelaksanaannya

dilapangan, masyarakat sangat antusias mengikuti ajakan pemerintah untuk

bergotong-royong, bahkan dari kondisi yang ada masyarakat meminta langsung

pada pemerintahan nagari untuk melakasanakan kegiatan gotong-royong di daerah

mereka. Fakta ini menjadi landasan dalam pembangunan di Nagari Surantih.

Pembangunan tidak hanya dimotori oleh pemerintahan nagari, tetapi juga

bersumber dari swadaya masyarakat dengan menjalin kerjasama bersama

pemerintahan nagari.

Dari besarnya semangat gotong-royong dan kebersamaan masyarakat

nagari, pemerintah nagari berani merancang dan merencanakan pembangunan

yang didasarkan dari swadaya masyarakat nagari. Hasil dari program yang telah

dilaksanakan pemerintah nagari dapat dilihat dari pembangunan yang telah

dilakukan dengan nilai yang sangat baik. Pembangunan yang dilaksanakan atas

swadaya masyarakat, telah menghasilkan nilai sebesar 2,5 Milyar. Perhitungan nilai

tersebut muncul berdasarkan perhitungan Tim Penilai Lomba Nagari tahun 2005.

Semua itu tidak lepas dari peran kepala kampung dan beberapa tokoh masyarakat

sehingga masyarakat bersatu teguh membangun nagari. seperti :

1. Kampung Sungai Sirah

Pada tahun 2003 dilakukan pembuatan jalan baru dari Rawang tembus ke

Amping parak sepanjang 1600 M. Gotong-royong masyarakat ini digerakan

oleh anggota DPN Basri Hasan.

Pada tahun 2004 dilakukan pembanguan jalan baru kubangan kabau ke

Kampung Pasir Nan Panjang sepanjang 1700 M. Gotong – royong ini

dilakukan oleh kaum ibu-ibu dan DAU Nagari yang digerakan oleh kelompok

tani.

2. Kampung Pasar Surantih

Pada tahun 2006 dilaksanakan pembangunan rumah bagonjong pemuda

samudera

Pada tahun 2007 dilaksanakan pelebaran jalan propinsi (2000 M) dan

pemasangan batu saluran buang air, digerakan oleh Julai dan Pemuda.

3. Kampng Rawang

Pada tahun 2002 dilaksanakan pembangunan jalan baru tani ke Gunung

Malelo sepanjang 1200 M

Pada tahun 2004 dilakukan pembangunan jalan perkebunan Tabek ke Bukit

Tampat sejauh 3000 M. Gotong-royong ini dilaksanakan masyarakat petani

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 293

Pada tahun 2005 dilakukan pembangunan jalan alternatif Tabek ke Lansano

sejauh 1,2 Km. Kegiatan ini dilakukan atas kerjasama dua wali nagari

Surantih dan Teratak, berkerja sama dengan PT. Lima Kunci Ameh.

3. Kampung Pasir Nan Panjang

Pada tahun 2003 sampai dengan 2006 dilakukan perencanaan jalan-jalan

peternakan dengan gotong-royong masyarakat, kelompok tani dan karang

taruna sepanjang 10.000 M. Kegiatan ini digerakan oleh Farial.

Pembangunan Musholla Bukik Panjang oleh Karang Taruna Pospa dan

kegiatan gotong royong tahunan irigasi Batang Surantih.

4. Kampung Gunung Malelo

Pada tahun 2004 dilakukan pembangunan jalan baru pertanian Salo Gunung

sepanjang 1400 M dan jalan kantor desa sepanjang 800 M, kegiatan ini

mendapat bantuan dari PT. Limo Kunci Ameh, goro masyarakat ini

digerakan oleh Imam Ardinal/Nuraman.

Tahun 2007 dilakukan pembangunan jalan lingkar Simpudiang Kantor Desa

sepanjang 1600 M oleh pemuda yang berkerja sama dengan PT. Defindo

Karya Nusa

5. Kampung Timbulun

Pada tahun 2003 pendirian sekolah pesantren di Timbulun secara bertahap

digerakan oleh Bapak Rajalis.

Pada tahun 2005 dilakukan pembangunan jalan baru tembus Padang Limau

Mani, Rawang – Pasir Nan Panjang, sepanjang 1050 M yang digerakan oleh

Pirin dan Farial.

6. Kampaung Koto Merapak

Pada tahun 2005 pembangunan jalan lingkar Parak Pisang oleh pemuda

sepanjang 750 M digerakan oleh Martius.

7. Kampung Kayu Gadang

Pada 2003 dilaksanakan pembangunan jalan perkebunan Koto Tinggi

sepanjang 4500 M. Pembuatan jalan ini dilakukan dengan cara gotong

royong mingguan yang digerakan oleh Khairul Beo

Pada tahun 2004 dilaksanakan pembangunan jalan baru perkebunan

menuju Bukit Batu Kandang, gotong royong ini dilaksanakan mingguan

yang digerakan oleh Ketua BMAS Erman.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 294

8. Kampung Kayu Aro

Pada tahun 2005 dilaksanakan pembangunan jalan perkebunan Subarang

Air ke Ampalu sepanjang 2000 M. Kegiatan merupakan gotong-royong

masyarakat bersama dengan Muspika.

9. Kampung Langgai

Gotong royong rutin masyarakat setiap minggu memperbaiki jalan

penghubung ke daerah yang masih belum bisa dilewati sepanjang 4000 M.

10. Kampung Batu Bala[h]

Gotong royong rutin pembangunan jalan utama dan saluran irigasi oleh

masyarakat.

Gambar 102

Kegiatan Gotong Royong Yang Digerakan Secara Swadaya Oleh Masyarakat di Kampung-kampung Nagari Surantih

Di kampung-kampung yang lain di Nagari Surantih juga dilaksanakan sesuai

dengan kebutuhan masyarakatnya. Tingginya semangat dan rasa antusias

masyarakat untuk dapat berbuat pada nagari dengan melakukan kegiatan gotong-

royong, seperti memperbaiki banda, jalan dan fasilitas umum lainnya. Perbaikan

saluran Irigasi pengairan sepanjang 5 Km merupakan kegiatan gotong-royong

dilaksanakan setiap tahunnya. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat 6 kampung.

Bahkan di Kampung Koto Panjang, kelompok tani Subarang Banda mampu

membuat saluran tersier (banda caciang) sehingga lahan tidur yang ada dapat

dimanfaatkan yang memiliki luas 35 Ha, saat ini telah membuahkan hasil yang

sangat bagus.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 295

Gambar 103

Hasil Kegiatan Gotong Royong Yang Digerakan Secara Swadaya Oleh Masyarakat

Pada awal tahun 2005, dilandasi rasa semangat kebersamaan dan gotong

royong yang dimiliki masyarakat. Pemerintahan nagari memberanikan diri

membentuk Yayasan Panti Asuhan yang nantinya bisa menampung anak-anak

terlantar dan yatim piatu. Pembangunan panti asuhan yang bernama Air Mata Ibu

ini akan direalisasikan secepat mungkin pembangunannya. Hal ini didorong oleh

faktor di daerah Kecamatan Sutera belum memiliki panti asuhan jika dibandingkan

dengan kecamatan lain. Proses awal dari pendirian dilakukan dengan pembelian

tanah sebagai lokasi pembangunan gedung panti.

9.2.5. Organisasi Pemuda

Pemuda sebagai unsur tunggal yang memiliki peran dan fungsi yang

banyak dan sangat penting sekali keberadaannya dalam nagari. Peran mereka tidak

dapat diabaikan begitu saja. Pemuda suatu nagari tidak sama dengan nagari lain,

demikian dengan pemuda yang ada di kampung-kampung Nagari Surantih memiliki

kelebihan yang berbeda satu sama lain. Itulah gambaran kehidupan pemuda Nagari

Surantih, kekompakkan dan kebersamaan merupakan suatu barang langka dalam

mewujudkannya pada pelaksanaan pembangunan nagari.

Dilihat dari struktur organisasi cukup terorganisir, itu pula sebabnya

pemuda-pemuda nagari jadi unggul dan dapat memperlihatkan prestasi di tingkat

kabupaten atau pun propinsi, seperti :

1. Tim/klub sepak bola terdapat di empat kampung antara lain

Klub PSPS Pasar Surantih di Kampung Pasar Surantih

Klub PORSIK di Kampung Koto Panjang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 296

Klub POSBA di Kampung Ampalu

Klub POKKA di Kampung Kayu Aro.

Semua Klub ini sering melaksankan dan mengikuti turnamen sepak

bola tingkat kabupaten.

Gambar 104

Pertandingan Persahabatan Salah Satu Klub Sepak Bola Nagari Surantih

2. Tim/klub bola volly yang kuat dan tanguh terdapat di beberapa kampung

antara lain : Rawang, Langgai dan Sungai Sirah.

3. Ada juga kelompok pemuda unggul dalam pelestarian budaya randai dan

simarantang, seperti

Klub Randai Cindai Aluih Kampung Koto Merapak, Juara Tingkat

Kabupaten Pesisir Slatan

Klub Randai Alang Babega Kampung Timbulun

Klub Randai Rambun Sari Kampung Kayu Gadang

Klub Randai Bujang Juaro Kampung Pasar Surantih

4. Kelompok Karang Taruna terdapat di Kampung Pasir Nan Panjang

bergerak di bidang Pertanian, perkebunan, olah raga dan kegiatan

kemasyarakatan lainnya. Meraih Juara II Tingkat Propinsi Sumatera

Barat tahun 2005

5. Kelompok persatuan pemuda, sukses mendirikan Gedung Balai Pemuda

yang dilakukan oleh pemuda :

Pemuda rumah gadang Kampung Timbulun

Pemuda samudera Kampung Pasar Surantih

Gambar 105

Bangunan Kantor Pemuda Samudera Pasar Surantih

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 297

9.3. Populasi dan Penyebaran Penduduk

9.3.1 Populasi Penduduk

Penduduk Nagari Surantih digolongkan sangat banyak jika dibandingkan

dengan nagari-nagari lain. Dilihat dari luas wilayah yang didalamnya terdapat 13

kampung tempat bermukimnya para penduduk, wilayah Nagari Surantih pantasnya

dijadikan sebagai sebuah kecamatan atau dipecah menjadi 2 atau 3 nagari baru.

Dengan kondisi yang demikian tentunya akan memberikan gambaran jumlah

penduduk nagari secara keseluruhan. Selain dari faktor luas wilayah, ada beberapa

faktor lain yang mempengaruhi jumlah penduduk.

Pertama hal ini dipengaruhi oleh keberadaan pasar Nagari Surantih yang

merupakan pusat alokasi barang-barang kebutuhan penduduk nagari maupun

nagari lainnya dalam kecamatan Sutera dan yang lebih penting adalah ibu kota

kecamatan terletak di nagari ini yang merupakan pusat pemerintahan dari nagari

yang berada dalam kecamatan Sutera.

Jumlah penduduk Nagari Surantih yang tercatat dalam data kepedudukan

yang di data di kantor wali nagari periode semester pertama tahun 2005 secara

keseluruhan berjumlah 25.147 jiwa yang terdiri dari 12554 jiwa laki-laki dan 12.593

jiwa perempuan. Data lebih lanjut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 6

Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

NO Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

KET

LK PR

1 0 – 11 Bulan 167 174 341 Jumlah usia (0 – 15 tahun) : 10662 2 1 – 5 Tahun 1.266 1.273 2.539

3 5 – 6 Tahun 1.278 1.289 2.567

4 7 – 12 Tahun 1.309 1.325 2.634

5 13 – 15 Tahun 1.290 1.291 2.581

6 16 – 18 Tahun 1.231 1.247 2.478 Jumlah usia (15 – 49 tahun) : 10931 7 19 – 25 Tahun 1.138 1.143 2.281

8 26 – 34 Tahun 1.008 1011 2.019

9 35 – 49 Tahun 2.076 2.077 4.153

10 50 – 54 Tahun 570 577 1.147 Jumlah usia (50 – lebih dari 70 tahun) : 3622

11 55 – 59 Tahun 409 414 823

12 60 – 64 Tahun 371 372 743

13 65 – 69 Tahun 260 269 529

14 Lebih dari 70 Tahun 197 183 380

JUMLAH 12588 1.2627 2.5215

Sumber : Monografi Nagari Surantih tahun 2005

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 298

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat pengolongan tingkat umur69 yang

dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : 1). Usia anak-anak 0 – 15 tahun, 2). Usia

produktif 16 – 50 tahun, 3). Lanjut usia 51 tahun ke atas. Dari data tersebut

menunjukkan bahwa kelompok usia anak-anak dan kelompok usia produktif

dengan kelompok lanjut usia sangat menyolok sekali perbandingannya. Hal ini

memberi dampak positif terhadap sumber daya manusia yang dapat membantu

pembangunan dan peningkatan ekonomi. Tetapi juga bisa memberikan dampak

negatif jika kurang tersedianya lapangan perkerjaan. Jika dilihat perbandingan

penduduk berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk perempuan lebih banyak

dari pada jumlah penduduk laki-laki, walaupun demikian perbedaannya tidaklah

begitu menyolok.

9.3.2 Penyebaran Penduduk.

Nagari Surantih dengan luas wilayah 29,6 Km2 dihuni oleh penduduknya

yang berjumlah lebih kurang 25215 jiwa yang tersebar di 13 kampung yang ada.

Untuk dapat melihat bagaimana penyebaran penduduk di Nagari Surantih dapat kita

lihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7

Penduduk Nagari Surantih Berdasarkan Kampung, Jenis Kelamin dan KK

No Kampung Jumlah penduduk berdasarkan Jenis kelamin dan KK

Laki-laki Perempuan Jumlah K.K

1. Langgai 779

696

1475 348

2. Batu Balah 278 276 554 138

3. Kayu Aro 450 427 877 266

4. Ampalu 764 772 1536 300

5. Kayu Gadang 1068 1063 2131 504

6. Koto Merapak 662 701 1363 326

7. Koto Panjang 828 929 1757 330

8. Timbulun 1352 1294 2646 495

9. Pasie n Panjang 697 716 1413 321

10.

Rawang 1643 1636 3279 679

11.

Gunung Malelo 726 752 1478 394

12.

Pasar surantih 2338 2314 4652 1086

13.

Sei. Sirah 1010 1044 2054 370

Jumlah 12595 12620 25215 5557

Sumber : Monografi Nagari Surantih tahun 2005

69

Pengolongan usia di atas berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja No: 01/MEN/1987 tentang

perlindungan anak yang terpaksa berkerja.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 299

Berdasarkan dari data pada tabel di atas, dapat dilihat jumlah penduduk

yang ada pada setiap kampung-kampung dalam Nagari Surantih. Dari data

tersebut dapat diketahui bahwa kampung yang memiliki jumlah penduduk yang

paling banyak adalah Kampung Pasar Surantih dengan jumlah penduduk 4652 jiwa

atau 18,45% dari jumlah penduduk Nagari Surantih, dengan jumlah kepala keluarga

sebanyak 1086 KK. Sementara itu kampung yang mempunyai jumlah penduduk

yang paling sedikit adalah Kampung Batu Bala dengan jumlah penduduk sebanyak

554 jiwa, jumlah ini hanya 2,2% dari total penduduk Nagari Surantih yang berjumlah

25215 jiwa. Sedangkan jumlah kepala keluarga yang ada di Kampung Batu Bala

adalah sebanyak 138 KK.

Dilihat dari perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan

perempuan, memiliki jumlah yang hampir sebanding baik dilihat dari sisi jumlah

penduduk nagari secara keseluruhan maupun dilihat dari jumlah penduduk laki-laki

dan perempuan yang ada di setiap kampung. Penyebaran penduduk lebih padat

pemukimannya di daerah ganting hilir yang lebih dekat ke arah ibu nagari jika

dibandingkan dengan daerah Ganting Mudik. Hal ini disebabkan karena sarana

perhubungan jalan ke daerah ganting mudik belumlah memadai sehingga

pembangunan di daerah ini tidaklah secepat daerah Ganting Hilir.

9.4. Pola Pemukiman.

Pola pemukiman masyarakat Nagari Surantih lebih banyak berada disekitar

aliran Batang Surantih yang mengalir ditengah-tengah wilayah nagari. Umumnya

kampung-kampung yang dilalui Batang Surantih, pola pemukiman dari rumah-

rumah penduduk yang ada di kampung tersebut adalah linear, yaitu berjejer lurus di

sepanjang jalan yang berada disisi kiri dan kanan jalan dengan diselingi halaman

yang luas. Pada halaman tersebut banyak terdapat pohon-pohon keras yang

ditanam, seperti mangga, rambutan dan lain-lain. rumah-rumah penduduk yang ada

disetiap kampung Nagari Surantih, umumnya mengelompok berdasarkan

suku/kaum masing-masing. Sehingga rumah-rumah yang telah mengelompok

tersebut menjadi wilayah dari suku tertentu. Di ketiga belas kampung yang ada di

Nagari Surantih terdapat 4149 rumah penduduk. Rumah penduduk yang memiliki

WC sendiri sebanyak 1148 rumah. Sementara rumah yang memiliki sistem

pembuangan air limbah sebanyak 365.

Untuk mendapatkan sarana air bersih, penduduk memperolehnya melalui

PAM, sumur gali, dan Mata air. Dari 5293 KK, kepala keluarga yang memanfaatkan

PAM untuk memperoleh air bersih sebanyak 181 KK. Sementara kepala keluarga

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 300

yang memiliki sumur gali sebanyak 1703. dan kepala keluarga yang memperoleh

air bersih dengan cara menampung air hujan adalah sebanyak 203 kepala keluarga.

9.5. Pendidikan

Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting diperhatikan. Karena

masalah pendidikan ini sangat erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan hidup

masyarakat. Tingkat kesejahteraan dan majunya suatu masyarakat dapat dinilai dari

tingkat pandidikan yang dimiliki masyarakat tersebut. Di Nagari Surantih masalah

pendidikan ini sangat mendapat perhatian masyarakatnya. Ini terlihat dari semakin

tingginya kesadaran para orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka yang

telah memasuki usia sekolah untuk memperoleh pendidikan formal.

Untuk menunjang terlaksananya proses pendidikan sarana dan prasarana

pendidikan yang terdapat di Nagari Surantih cukup lengkap. Mulai dari Taman

Kanak-kanak hingga SLTA. Ketersediaan prasarana pendidikan di Nagari Surantih

dapat dilihat dari tabel berikut

Tabel 8

Ketersedian Prasarana Pendidikan Di Nagari Surantih

NO Prasarana Ada/Tidak Jumlah (Buah)

Kondis baik/buruk

1 2 3 4 5

Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar SLTP SMA Univ./Akademi/Per.Tinggi

Ada Ada Ada Ada

Tidak

6 21 4 1 -

Baik Baik Baik Baik

-

Sumber : Monografi Nagari Surantih Tahun 2005

Taman Kanak-kanak yang ada di Nagari Surantih terdapat di lima kampung

yaitu Pasar Surantih, Koto Panjang, Koto Marapak, Sungai Sira[h] dan Timbulun.

Pada tingkat pendidikan ini tidak semua anak di sekolahkan orang tuanya. Hal ini

terjadi disebabkan adanya anggapan orang tua yang berpandangan bahwa pada

tingkat ini tidak begitu penting diperoleh anak-anak mereka. Alasan ekonomi juga

ikut mempengaruhi pertimbangan tersebut. Pada tingkat sekolah dasar, hampir

setiap kampung terdapat sekolah dasar. Tenaga Guru pengajar SD yang ada

sebanyak 203 orang Guru sedangkan jumlah siswa sekolah dasar yang 3990 orang.

Dilihat dari rasio ketersediaan Guru cukup dibandingkan dengan jumlah murid yang

ada yaitu 1:19 orang,

Prasarana SLTP yang ada di Nagari Surantih terdiri dari 2 SMP yang

terdapat di Kampung Sungai Sira[h] dan Ampalu. SMP yang berada di Ampalu

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 301

sangat membantu masyarakat yang berada di wilayah Ganting Mudik terutama dari

Kampung Batu Bala dan Langgai. Mereka tidak perlu jauh-jauh lagi berulang untuk

dapat sekolah, apalagi di sekitar SMP ini disediakan rumah pemondokan bagi siswa

yang berasal dari kedua kampung tersebut. 1 Tsanawiyah dan 1 Pondok Pesantren

terdapat di Timbulun. Tenaga guru SLTP yang ada sebanyak 123 orang sementara

jumlah siswa yang ada sebanyak 1262 orang. Prasarana SMA yang berada di

Pasar Surantih merupakan satu-satunya SMA yang terdapat di Kecamatan Sutera.

Jumlah tenaga pengajar SMA sebanyak 22 orang sementara jumlah siswa yang ada

sebanyak 928. dilihat perbandingan tenaga Guru SLTP dan SMA dengan jumlah

siswa yang ada belumlah cukup memadai. Hal ini dinilai berdasarkan Guru mata

pelajaran yang ada.

Faktor yang sangat mempengaruhi penduduk hanya menempuh pendidikan

setingkat SD adalah adanya tradisi merantau. Umumnya penduduk Surantih banyak

merantau ke Negara Malaysia, sedangkan dalam wilayah Negara Indonesia daerah

tujuan mereka adalah Medan, Batam, Pekanbaru dan Lampung. Tradisi merantau

ini tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki tapi juga kaum perempuan bahkan

penduduk yang telah lama berada di rantau memiliki keluarga disana dan enggan

kembali ke kampung halaman.

Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi setelah tamat

SLTP. Umumnya penduduk lebih memilih melanjutkan pendidikannya ke luar

daerah seperti kota Painan, Padang dan kota-kota yang memiliki mutu pendidikan

yang lebih baik. Hal ini memperlihatkan tingginya motivasi penduduk Nagari

Surantih dalam meningkatkan kesejahteraan hidup dengan meningkatkan mutu

pendidikan.

9.6. Sistem Perekonomian

Bila dilihat dari kultur perilaku masyarakat Nagari Surantih pada umumnya.

Sistem perekonomian Nagari Surantih sangat dipengaruhi oleh lingkungan alamnya.

Rata-rata perekonomian masyarakat nagari masih tergolong miskin, banyaknya

waktu yang kosong dan terbuang menjadi salah satu faktor penyebab. Hal ini dapat

dilihat dari mata pencaharian penduduk yang memanfaatkan sumber daya yang ada

seperti sawah, ladang, laut, hutan, bahan tambang dan lain-lainnya. Secara umum

mata pencaharian penduduk dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : 1). pertanian

dan perkebunan adalah mata pencaharian penduduk yang paling banyak dijalani

penduduk (63 % ) 2. Nelayan (12 %) 3. Wira sawasta, pemerintahan dan sektor

lainnya (25 %).

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 302

Umumnya para petani yang ada di Nagari Surantih hanya menanam padi di

lahan sawah mereka yang dilakukan satu / dua kali tanam dalam setahun. Hal ini

terjadi terutama di wilayah Ganting Hilir, umumnya tanah persawahan di daerah ini

berupa tanah rawa yang selalu di genangi air, sehingga untuk bercocok tanam

tanaman palawija, seperti; jagung, tomat, cabe tidak bisa dilakukan. Sementara

untuk wilayah Ganting Mudik lahan persawahan agak berbeda dengan yang di hilir.

Sehingga petani yang berada di daerah tersebut bisa bercocok tanam di sawah

mereka menanam tanaman selain padi. Itu pun hasil yang mereka dapatkan hanya

bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sempitnya lahan pertanian di Ganting

Mudik, mendorong masyarakat untuk mencari mata pencaharian yang lain dengan

berladang di hutan. Tingkat perekonomian masyarakat di daerah masih tertinggal

dengan masyarakat yang berada di Ganting Hilir.

Untuk pengairan sawah-sawah petani, Batang Surantih mempunyai peran

yang sangat penting. Batang Surantih yang mengalir ditengah-tengah nagari

merupakan berkah yang tak ada hentinya bagi para petani. Air Batang Surantih

yang mengalir tiada hentinya setiap tahun. Demi lancarnya sistem pengairan sawah

para petani, pada tahun 1979 pemerintah membangun bendungan irigasi yang

berada di Kampung Ampalu. Hingga saat ini bendungan masih berfungsi dengan

baik mengendalikan pengairan sawah-sawah yang ada.

Gambar 106

Irigasi Sawah di Nagari Surantih

Dalam bercocok tanam para petani masih memakai alat-alat tradisional

Bajak/garu, perontok padi meskipun demikian pemakaian teknologi pun telah

digunakan para petani seperti mesin bajak. Setelah panen padi, padi yang telah

siap untuk digiling akan di bawa ke pengilingan padi (Rice Miling). Di Nagari

Surantih pengilingan padi ini terdapat 9 unit yang tersebar di beberapa kampung.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 303

Persoalan yang sering dihadapi petani di Nagari Surantih adalah seringnya

mengalami gagal panen akibat hama tikus yang sering terjadi, hingga hasil panen

yang didapatkan tidak maksimal. Pemerintahan nagari telah berupaya untuk

menangulanggi masalah ini, namun mendapatkan hasil yang diinginkan. Bila dilihat

dari kehidupan masyarakat nagari. Berdasarkan tingkat kemajuan masyarakat,

tentunya dapat memecahkan masalah dari kegagalan tersebut, antara lain :

1. Tidak seragamnya musim tanam para petani

2. kurangnya kesadaran masyarakat untuk mensyukuri nikmat yang

diberikan sehingga Tuhan tidak memberkahi rezeki yang diberikan.

Sektor perkebunan/ladang adalah salah satu mata pencaharian utama

penduduk Surantih. Umumnya area perkebunan ini berada di wilayah Ganting

Mudik, penduduk mengolah lahan-lahan yang berada di dataran tinggi (perbukitan).

Jenis tanaman yang ditanam antara lain adalah berupa : Casia Vera (Kulit Manis),

Gambir, Kelapa, Kakau/Coklat, Nilam, Pala, Karet, Cengkeh, Kopi, Sawit. Tanaman

Gambir dan Nilam merupakan jenis tanaman yang sangat diminati penduduk

sehingga tercipta basis penanaman tersebut. Lahan perkebunan gambir sangat

banyak terdapat di Kampung Ampalu dan Koto Tinggi sedangkan nilam sangat

diminati penduduk Kampung Langgai.

Selain menanam jenis tanaman komoditi di atas, penduduk juga menanam

kebun dan ladang mereka dengan janis tanaman buah-buahan seperti : Pisang,

Durian, Rambutan, Semangka, Manggis, Jeruk, Mangga. Tanaman buah ini juga

banyak ditanam penduduk di perkarangan rumah mereka yang umumnya memiliki

perkarangan yang luas.

Meski wilayah pantai Nagari Surantih tidaklah begitu luas, namun mata

pencaharian penduduk Surantih sebagai nelayan cukup dominan. Umumnya para

nelayan kecil yang hanya memiliki perahu dayung untuk menangkap ikan pada jarak

yang tidak jauh dari pantai. Ada juga nelayan-nelayan yang memiliki perahu-perahu

penangkap ikan yang lebih besar seperti Bagan70 dan Payang71 yang mengunakan

mesin tempel, dapat menangkap ikan lebih banyak dan berlayar ke tengah lautan

hingga bisa sampai ke daerah Kepulauan Mentawai yang lebih sering disebut

masyarakat Pagai.

70

Bagan adalah kapal yang digunakan nelayan untuk melaut, biasanya dalam kapal ini terdiri 9 – 13 anak bagan

yang melaut menangkap ikan pada malam hari dengan mengunakan sorotan lampu neon yang dipasang di sekeliling kapal. 71

Payang adalah kapal yang digunakan nelayan untuk melaut. Bedanya dengan bagan, kapal ini beroperasi pada siang hari. Bentuk kapalnya lebih kecil dari bagan dan hampir menyerupai sampan tapi mempunyai ukuran yang lebih besar.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 304

Gambar 107

Payang (kiri atas), Kapal (kanan atas) dan Bagan (bawah)

Hasil tangkapan ikan biasanya di tampung oleh juragan-juragan pemilik

kapal untuk dijual pada agen-agen yang telah menjadi langanan rutinnya, datang

langsung ke Muara Surantih yang terdapat Tempat Pelelangan Ikan. Selain

menangkap ikan langsung ke tegah laut, ada juga nelayan yang mengunakan pukek

tapi72 yang menjala ikan di sepanjang pantai Surantih. Ikan-ikan hasil tangkapan

nelayan, selain dibawa ke luar daerah juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ikan-ikan tersebut dijual di pasar Nagari Surantih setiap harinya, ada juga pedagang

yang menjualnya dengan cara berkeliling mengunakan sepeda menjajakan ikan

tersebut dan ada juga masyarakat yang langsung mendatangi nelayan di tepi muara

untuk membeli ikan dengan harga yang lebih murah dengan ikan yang lebih segar.

Gambar 108

Nelayan Sedang Menangkap Ikan Dengan Pukek Tapi

72

Pukek tapi adalah alat penangkap ikan berupa jala berukuran besar, jala ini diangkut dengan sampan ke tengah

laut untuk ditebar kemudian ditarik ke pantai oleh beberapa orang. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan ini 7 – 13 orang nelayan.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 305

Di luar mata pencaharian penduduk yang tersebut di atas, ada juga

penduduk yang memiliki mata pencaharian di bidang peternakan. Umumnya ternak

yang dipelihara adalah Sapi, Kambing, Ayam, Itik dan Kerbau. Jika dilihat secara

keseluruhan hanya sedikit penduduk yang menekuni sektor ini sebagai sumber

mata pencaharian hidup. Kebanyakan penduduk memelihara ternak sebagai mata

pencaharian sampingan. Di Nagari Surantih terdapat pusat peternakan Sapi yang

berada di Kampung Pasie Nan Panjang yang dikelola oleh dua kelompok ternak

dengan jumlah ternak sebanyak 3000 ekor di atas lahan seluas 300 Ha.

Gambar 109

Pertenakan Sapi Di Pasir Nan Panjang

Penduduk yang memiliki ternak sapi dan kambing yang dipelihara secara

tradisional, umumnya ternak-ternak yang mereka miliki dilepas begitu saja sehingga

ternak tersebut bebas berkeliaran di mana saja. Selain sapi, ternak ayam adalah

ternak yang paling diminati penduduk untuk dipelihara. Hal ini di karenakan

kebiasaan penduduk yang lebih suka mengkonsumsi daging ayam buras selain ikan

sebagai kebutuhan hidup jika dibandingkan daging sapi, daging sapi dikonsumsi

penduduk hanya pada saat hari raya Id Adha (Kurban).

9.7. Sarana dan Prasarana

Untuk menunjang aktivitas-aktivitas kehidupan masyarakat setiap harinya di

Nagari Surantih terdapat berbagari sarana penunjang. Dalam kegiatan

perekonomian masyarakat Nagari Surantih terdapat satu pasar yaitu Pasar Nagari

Surantih yang berada di jalan lintas kabupaten yang juga merupakan pusat

pemerintahan nagari. Pasar Surantih yang ramai pada hari minggu didatangi selain

terdapat los-los tempat para pedagang berjualan juga terdapat kios-kios perorangan

yang berjumlah 260 kios.

Sebelum masa kemerdekaan sebenarnya di Nagari Surantih terdapat satu

pasar lagi yaitu Pakan Salasa yang terdapat di Kampung Koto Marapak. Namun

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 306

seiring perjalanan waktu pasar tersebut mulai sepi dan atas kebijakan pemerintahan

nagari pada saat itu pasar tersebut dipusatkan di Pasar Surantih sekarang.

Dengan begitu luasnya wilayah nagari, sarana transportasi mempunyai

peran yang sangat penting dalam menunjang aktivitas masyarakat setiap harinya.

Sejak dahulu untuk memudahkan beraktivitas setiap harinya masyarakat

mengunakan sepeda sebagai sarana transportasi. Pada saat sekarang dengan

kemajuan teknologi yang ada. Penduduk telah banyak memiliki sepeda motor

sebagai sarana transportasi untuk menunjang segala aktivitas mereka.

9.8. Sistem Sosial Politik

Dengan bergulirnya otonomi daerah yang berorientasi kepada

pemberdayaan masyarakat daerah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat di daerah. Otonomi daerah mendorong dan memberi peluang pada

pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan pembangunan di daerahnya

sampai ke wilayah-wilayah terpencil dan tertinggal sehingga pembangunan menjadi

merata. Kebijakan politik dan peraturan yang dilahirkan pemerintah selama ini,

tentunya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dalam situasi krisis

yang dihadapi. Meski pun dalan perjalanan selama ini belum memperllihatkan

tanda-tanda pemerataan yang dapat menyentuh kehidupan masyarakat paling

bawah. Perubahan demi perubahan terus dilakukan demi mewujudkan sebuah

sistem kehidupan yang baik bagi anak bangsa.

Hakekat dasar dalam hidup ini, perubahan akan terus bergulir dan berganti

dengan hal yang baru. Tidak ada yang abadi dalam hidup ini, kecuali mungkin

perubahan itu sendiri yang mengikuti sifat alamiahnya. Sebagai generasi bangsa,

kita hidup secara bergilir dan berganti dari satu orang ke orang lainnya, dari satu

generasi ke generasi berikutnya. Dalam menjalani hidup, menerima dan mewarisi

dari orang banyak tentang kondisi alam yang terus menerus berubah dan

berkembang. Apa yang diinginkan, dibutuhkan dan didapatkan bekum tentu dapat

memuaskan, memenuhi keinginan orang banyak. Tetapi terus berbuat menuju suatu

perubahan diri dan orang banyak. Hasil karya para pendahulu yang telah sangat

berjasa dapat dinikmati dan dirasakan generasi sekarang. Meski ada celah-celah

kekurangan yang berbuah kepahitan dalam sejarah perjalanan bangsa. Namun

itulah cara dan keputusan terbaik yang ditempuh dalam menghadapi situasi yang

berlangsung saat itu. Itulah wujud dari percaturan politik bangsa yang ingin

menjalankan demokrasi yang baik.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 307

Perjalanan sejarah bangsa, mulai dari era Soekarno – Hatta

memproklamasikan kemerdekaan bangsa tahun 1945. banyak persoalan bangsa

yang dihadapi, terutama usaha bangsa penjajah yang ingin kembali menancapkan

kukunya di bumi pertiwi. Peran penting tokoh-tokoh politik bangsa dalam

mewujudkan negara yang merdeka dan berdaulat penuh, sangat bergantung pada

pemikiran-pemikiran mereka dalam berpolitik.

Pengantian Undang - Undang Dasar 1945 dengan Undang-undang Dasar

Sementara tahun 1950 oleh Soekarno, membawa bangsa ke dalam bentuk

Demokrasi Liberal. Badan Konstituante yang dipersiapkan dalam membuat Undang-

undang Dasar dan memilih anggota parlemen sebagai wakil rakyat di Badan

Legislatif hingga menyusun kabinet baru. Indonesia dalam kurun waktu 1950 – 1955

sering mengalami kebuntuan politik akibat perbedaan pandangan dan kepentingan

dari elite politik yang di Lembaga Eksekutif dan Legislatif. Pembentukan Kabinet

sebagai lembaga pemerintahan negara tidak pernah sempurna, sehingga terjadi

pergantian kabinet. Pada Kabinet Burhanudin Harahap, mampu merubah kondisi

perpolitikan dengan pelaksanaan Pemilu pertama di Indonesia pada tanggal 29

September 1955. Pesta demokrasi ini diikuti sebanyak 36 partai politik yang

mengantarkan Partai PNI memperoleh suara terbanyak.

Pasca pemilu pertama, suhu politik negara terus memanas. Perbedaan

pandangan antara Presiden Soekarno dengan Wakil Presiden Muhammad Hatta

dalam kebijakan politik negara. Imbas dari perkembangan politik yang berlangsung

mengakibatkan Wakil Presiden Muhammad Hatta memilih mundur dari jabatannya.

Suasana politik yang demikian mengakibatkan munculnya reaksi yang melahirkan

Dewan-dewan di daerah dan pembubaran beberapa partai politik. Di Jakarta ada

beberapa dari ketua partai yang ditangkap dan dipenjarakan hingga akhirnya

muncul pergolakan di daerah (1958-1960).

Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden

atas desakan mahasiswa yang isinya antara lain : Pembubaran dewan Konstituante

dan kembali ke Undang-undang 1945. Dekrit tersebut mengakhiri Demokrasi Liberal

di Indonesia dan lahirnya Demokrasi Terpimpin. Lahirnya Penpres No. 7 tahun 1957

menetapkan syarat-syarat bagi partai politik dan diciutkan menjadi 10 partai politik.

Selama pemerintahan Soekarno, belum ada lagi pelaksanaan pemilu. Pada

tahun 1964 MPR mengangkat Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup.

Persoalan negara terus bertambah hingga akhirnya muncul peristiwa G 30 S/PKI.

Beberapa perwira tinggi angkatan darat menjadi tumbal dari peristiwa tersebut demi

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 308

mempertahankan Dasar Negara Pancasila. Pada tahun 1966 lahir Surat Perintah

Sebelas Maret (Supersemar) yang menandakan berakhirnya Rezim Soekarno

diganti rezim Soeharto sebagai pengemban tugas Supersemar. Pada tahun 1967,

Soeharto dipilih oleh MPRS sebagai Presiden RI, pada tahun 1968 diambil

sumpahnya sebagai Presiden RI kedua.

Perjalanan politik di Nagari Surantih yang merupakan bagian kecil dari

kancah perpolitikan negara. Masyarakat Nagari Surantih tidak pernah lepas dari

pengaruh perpolitikan negara semenjak Indonesia merdeka. Mulai dari tahun 1955,

ketika dilaksanakannya pemilu yang pertama, di Nagari Surantih melahirkan tokoh

politik yang memimpin beberapa partai politik yang memiliki basis di Nagari

Surantih, antara lain ;

1. Partai PERMI, diketuai Buya Zainuddin Yahya Kaum Melayu Pasar Surantih

2. Partai Masyumi, diketuai H. Mahyudin Lilah Kaum Caniago Pasar Surantih

3. Partai PNI, diketuai Halil Rajo Intan Kaum Sikumbang Koto Panjang

4. Partai PSI, diketuai M. Yunus Kaum Kampai Pasir Nan Panjang.

5. Partai PKI,

Dari sekian tokoh politik Nagari Surantih, tokoh yang paling menonjol hingga

sukses. Salah satu diantaranya adalah Rasilin Idris Kaum Caniago Koto Marapak.

Beliau menjadi anggota DPRD pada masa Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci di

bawah panji partai Masyumi.

Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto dengan mengunakan mesin

politik Golongan Karya (GOLKAR) mencoba melakukan langkah perubahan demi

mencapai satu negara yang berdaulat. Perkembangan kehidupan telah jauh

membaik dengan terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. Memakai konsep

Repelita, disusun teknis perencanaan pembangunan jangka panjang. Dengan

mengunakan paradigma tersebut, rezim Soeharto berhasil memperkuat peta

perpolitikan dengan membangun sistem rantai yang kokoh dari atas hingga bawah.

Masyarakat merasakan sistem tersebut dapat menciptakan rasa aman dan

perlindungan walaupun tingkat kesejahteraan tidak pernah terwujud.

Pemilu pertama yang dilaksanakan rezim orde baru dilaksanakan pada

tahun 1971 yang diikuti oleh 10 partai politik. Pemilu ini mengantarkan Golongan

Karya sebagai pemenang pemilu dengan meraih suara terbanyak. Di Nagari

Surantih partai yang menonjol tetap didominasi partai yang berbasis agama. Partai

Masyumi memenangi perolehan secara mayoritas dari anak nagari. Golongan Karya

meraih suara terbanyak kedua diikuti Perti di posisi ketiga. Perolehan suara yang

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 309

didapatkan mengantarkan beberapa orang putra Nagari Surantih menjadi anggota

Legislatif di DPRD Kabupaten Pesisir Selatan masa periode 1971 – 1977, mereka

antara lain :

1. Dahlan dari Partai Masyumi

2. Abbas Dt. Rajo Basa dari Golongan Karya.

Bila dilihat perjalanan politik di Nagari Surantih, semenjak masa orde baru

hingga tahun 1999. Persaingan politik antara Golongan Karya dengan Masyumi

yang kemudian dileburkan dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), terus

berlangsung pada setiap pelaksanaan pemilu. Keberadaan partai berlambang

ka’bah di Nagari Surantih tidak pernah terlepas dari gerakan kaum Masyumi di

nagari yang telah lama memiliki tokoh-tokoh dengan pengaruh yang sangat kuat.

Sehingga memiliki basis pengikut dan simpatisan yang banyak. Begitu kuatnya

pengaruh tokoh-tokoh yang ada melahirkan kader-kader baru yang memiliki idealis

politik dan keberanian dalam menentang kebijakan politik penguasa.

Persaingan kedua kubu partai politik tersebut terus berlangsung, meski

pergerakan mereka mendapat sorotan dari pihak yang berwajib, namun persaingan

tersebut tetap dijalankan dengan koridor politik yang mereka anut. Proses

pembaharuan politik terus bergulir menuju perubahan. Tahun 1973, sistem

kepartaian mulai dirombak dengan memperbaharui sistem, yaitu membentuk 2

partai politik dan 1 Golongan Karya. Pemilu sehingga pada pemilu 1977, tiga

kontestan peserta pemilu tersebut adalah :

1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

2. Golongan Karya (GOLKAR)

3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

Pada masa pemerintahan orde baru berlangsung, pemilihan anggota

Legislatif melalui partai terus berjalan sehingga masyarakat Nagari Surantih yang

pernah duduk menjadi anggota Legislatif DPRD Kabupaten Pesisir Selatan adalah :

1. Zainuddin Kesah, masa jabatan 1982 – 1987, merupakan wakil dari

Golongan Karya

2. Ahmad Kosasih, masa jabatan 1987 – 1992, merupakan wakil dari

Golongan Karya

3. Zaidal Masfiudin, SH. Masa jabatan 1992 – 1997, merupakan wakil dari

Golongan Karya.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 310

4. Zulfikar Arsad, masa jabatan 1999 – 2004, mewakili Partai Golongan

Karya

5. Hasan Basri, masa jabatan 1999 – 2004, mewakili Partai Persatuan

Pembangunan

6. Azari Sura, SH. masa jabatan 2004 – 2009, mewakili Partai Golongan

Karya

7. Abdul Muis, Bsc. masa jabatan 2004 – 2009, mewakili Partai Demokrasi

Indonesia.

Sedangkan yang terpilih menjadi anggota DPRD Tingkat I Propinsi

Sumatera Barat adalah Zaidal Maspiudin. SH. masa jabatan 1999-2004 dan 2004 –

2009, merupakan wakil Partai Golongan Karya. Dra. Salmiati. masa jabatan 2004 –

2009 mewakili Partai Bulan Bintang.

Perjalanan pemerintahan orde baru dengan Undang-undang N0. 5 tahun

1974, melahirkan ketidak berdayaan anggota Legislatif masa itu. Sebagai alat

kontrol dan tidak memiliki fungsi sosial dari masyarakat yang diwakilinya.

Keberadaan Legislatif mudah didikte oleh Eksekutif. Kebijakan-kebijakan yang

diharapkan dapat mendorong pembangunan dan kemajuan tidak terwujud. Seiring

dengan berjalannya waktu kepercayaan masyarakat terhadap wakil-wakilnya di

Dewan Perwakilan Rakyat, masyarakat tidak butuh lagi retorika melainkan fakta dan

realita untuk segera merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan

kesejahteraan hidup. Semenjak berlakunya UU No. 5 tahun 1974 tidak terdengar

lagi pujaan atau canda yang menilai positif kinerja orang-orang parpol di DPR

maupun di pemerintahan. Mereka yang duduk pada jabatan tertentu maupun

sebagai anggota Legislatif sudah jelas. Pemilihan yang dilakukan masyarakat

merupakan jenjang sebagai pijakan bagi anggota partai untuk bisa melangkah

menuju kedudukan yang diinginkan.

Di Kabupaten Pesisir Selatan telah lama penantian masyarakat untuk

mendapatkan kesempatan dipimpin oleh oleh putera daerah sendiri. Pada tahun

1996, untuk pertama kalinya seorang putra Pasar Baru Bayang mendapatkan restu

dari pemerintah pusat untuk memimpin masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan

sebagai Bupati. Di pundak Drs. Darizal Basir diamanatkan harapan masyarakat

untuk dapat berbuat dan mengabdi di kampung halamannya Pesisir Selatan.

Lahirnya Undang – undang No. 22 tahun 1999, menelurkan paradigma

Disentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan menjadi tanda dimulainya era

reformasi yang diharapkan bisa mewujudkan harapan yang belum bisa diwujudkan

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 311

oleh rezim orde baru. Pemerintah daerah diberi wewenang penuh dalam mengatur

dan menjalankan rumah tangganya sendiri, yang lebih dikenal dengan otonomi

daerah. Lahirnya undang-undang tersebut mendorong Propinsi Sumatera Barat

melakukan sebuah perubahan sistem pemerintahan terendah yang selama ini

disebut desa dengan sistem pemerintahan nagari yang dipimpin oleh seorang Wali

Nagari.

Sebelumnya lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999, pada tahun 1998

terjadi perubahan perpolitikan di Indonesia. Penguasa rezim orde baru yang telah

memimpin 7 periode bangsa Indonesia dilengserkan pemerintahannya oleh gerakan

mahasiswa yang menginginkan reformasi dalam pemerintahan negara Indonesia

yang dilanda krisis multidimensional. Munculnya berbagai aksi demo dari

mahasiswa yang menuntut Soeharto turun dari kekuasaannya menimbulkan

pertumpahan darah yang tidak bisa dihindari. Mahasiswa yang meninginkan

Soeharto turun menjadi tumbal dalam meruntuhkan kediktatoran pemerintahan

rezim orde baru. Bentrokan antara mahasiswa dengan pihak keamanan

mengakibatkan jatuh korban dipihak mahasiswa. Tragedi semanggi dan trisakti

merupakan bukti gigihnya perjuangan mahasiswa dalam mengulingkan sistem

pemerintahan yang selama 32 tahun mengerogoti kesejahteraan dan keadilan anak

bangsa.

Semakin tidak terkendalinya situasi politik dan keamanan di ibu kota dan di

kota-kota lainnya. Pada tanggal 21 mei 1998 Soeharto lengser dari Kursi

Kepresidenan digantikan oleh wakilnya Baharudin Yusuf Habibie sebagai Presiden

RI yang ke III. Dibawah kepemimpinan Baharudin Yusuf Habibie dilakukan

persiapan pesta demokrasi untuk memilih Legislatif. Pemilu tersebut dilaksanakan

pada tanggal 7 Juni 1999, merupakan pemilu yang sangat berbeda dibandingkan

masa rezim orde baru. Pesta demokrasi masa kepemimpinan Baharudin Yusuf

Habibie diikuti 48 Partai Politik.

Hasil pemilu yang dinilai cukup demokratis oleh negara-negara di dunia

mengantarkan Abdul Rahman Wahid sebagai Presiden RI ke IV. Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan yang dimotori Megawati Soekarno Putri sebagai partai peraih

suara terbanyak, hanya mampu mengantarkan Megawati sebagai Wakil Presiden

mendampingi Presiden Abdul Rahman Wahid. Kepemimpinan Abdul Rahman

Wahid tidak sampai pada masa akhir jabatannya. Hal ini dikarenakan banyaknya

muncul kelemahan dan kontroversi dalam pemerintahannya. Majelis

Permusyawaratan Rakyat mengelar sidang istimewa dan memberhentikan Presiden

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 312

Abdul Rahman Wahid dengan Wakilnya Megawati Soekarno Putri. Pada tanggal 23

Juli 2001 Megawati diangkat sebagai Presiden Ri ke V.

Setelah berjalan Undang-undang No. 22 tahun 1999. indonesia melakukan

perubahan dan perbaikan terhadap roda pemerintahan. Dalam pemilihan pemimpin

mulai dari pusat hingga daerah dilaksanakan melalui pemilu yang melibatkan rakyat

secara langsung. Pada tanggal 20 September 2004 dilaksanakan pemilihan umum

secara langsung oleh rakyat Indonesia untuk memilih Presiden RI. Dari

pelaksanaan pemilihan Presiden secara langsung, terpilihlah putra terbaik bangsa

sebagai Presiden RI ke VI, yaitu DR. H. Susilo Bambang Yudoyono yang

berpasangan dengan Yusuf Kala sebagai Wakil Presiden.

Propinsi Sumatera Barat melaksanakan pemilihan kepala daerah (Gubernur)

secara langsung oleh rakyat setahun kemudian. Pemilihan Gubernur secara

langsung masyarakat Sumatera Barat mengantarkan pasangan Gumawan Fauzi

dan Prof. DR. Marlis Rahman sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera

Barat masa jabatan 2005 – 2010. Pada Pemerintahan Tingkat II Kabupaten Pesisir

Selatan, pemilhan kepala daerah (Bupati) secara langsung oleh rakyat dilaksanakan

dua bulan setelah pemilihan langsung Gubernur Sumatera Barat. Dalam pesta

demokrasi rakyat Kabupaten Pesisir Selatan, mengantarkan pasangan Drs. Nasul

Abit dan Drs. Syafrizal sebagai Bupati dan Wakil Bupati masa jabatan 2005 -2010.

Pada tanggal 17 September 2005,

pasangan Bupati Drs. Nasrul Abit dan Wakil

Bupati Syafrizal dilantik dan diambil

sumpahnya di Painan oleh Gubernur Sumatera

Barat atas nama Menteri Dalam Negeri. Drs.

Nasrul Abit merupakan putera Nagari Air Haji

Kecamatan Linggo Sari Baganti, dari Kaum

Panai. Sebelum bertugas di Kabupaten Pesisir

Selatan, beliau berdinas di Propinsi Lampung.

Sebelum dipercaya rakyat Pesisir Menjadi

Bupati, beliau merupakan Wakil Bupati Drs.

Darizal Basir masa jabatan 2000 – 2005.

Gambar 110

Bupati Nasrul Abit

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 313

Wakil Bupati Drs. Syafrizal merupakan

anak Nagari Painan dari Kaum Panai. Sebelum

diangkat sebagai Wakil Bupati, beliau berkerja

di Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir

Selatan sebagai Kepala Kantor Pendapatan

Daerah.

Gambar 111

Wakil Bupati Syafrizal

“Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalangnya”. Perpolitikan yang

berlangsung di Nagari Surantih memang tidak akan persis sama dengan

perpolitikan di tingkat yang lebih tinggi, kabupaten atau pun negara. Masyarakat

Nagari Surantih yang masih religius dan masih homogen, hidup dalam tradisi dan

budaya. Kehidupan masyarakat masih terkotak-kotak akibat tingkat perekonomian

yang rata-rata masih tergolong rendah.

Dengan menanamkan rasa sama-sama memiliki yang dicanangkan dan

terus diterapkan pemerintahan nagari. Diharapkan dapat mewujudkan

pembangunan yang berbasis pengembangan wilayah demi meningkatkan

pendapatan masyarakat sehingga tercapailah kedamaian dan ketentraman dalam

hidup banagari. Dampaknya, pelaksanaan pembangunan di Nagari Surantih

berlangsung lancar dan maju pesat dengan dukungan swadaya masyarakat yang

tinggi

Politik bersama dalam melahirkan suatu kesepakatan dilakukan dalam

musyawarah bersama. Keterkaitan, kebersamaan yang tercipta antara pemuka

masyarakat dan lembaga-lembaga nagari mendorong lahirnya Peraturan Nagari

(PERNA) yang diwujudkan dalam :

Larangan

Kewajiban

Seperti ;

1. Peraturan Nagari Surantih No. 3 Tahun 2003, Tentang Pelestarian

hutan dan Sumber Air. PERNA ini disahkan dengan persetujuan DPN

No. 03 /KEP/DPN – SRT/2003

2. Peraturan Nagari Surantih No. 01 Tahun 2004. Tentang Kebersihan,

Keindahan, Keamanan dan Wajib Gotong royong. PERNA ini

disahkan dengan persetujuan DPN No. 01/KEP/DPN – SRT/2004

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 314

3. Peraturan Nagari Surantih No. 03 tahun 2004. tentang Kewajiban

Masyarakat dalam penanaman Pisang di Perkarangan Rumah.

PERNA ini disahkan dengan persetujuan DPN No. 03 /KEP/DPN –

SRT/2004. PERNA ini bertujuan untuk meningkatkan ekonomi rumah

tangga.

Politik kepartaian di Nagari Surantih masih berjalan secara alami. Persoalan

partai tidak terlalu mempengaruhi hubungan sosial yang ada dalam masyarakat. Hal

ini dilatar belakangi masyarakat tidak ingin mengetahui wacana-wacana yang

berusaha dikembangkan partai. Figur ketokohan yang memiliki rasa kekeluargaan,

seseorang yang bisa menanamkan kebersamaan bernagari, dalam hidup berbaur

dengan masyarakat. Figur tokoh yang memiliki ciri yang demikianlah yang cepat

memiliki pengaruh dan mendapat sanjugan dari masyarakat simpatisannya.

Budaya politik yang demikian di Nagari Surantih saat ini bisa melahirkan

mutiara-mutiara yang terbenam. Ketika mutiara tersebut muncul kepermukaan akan

lahirlah figur tokoh politik baru yang lahir secara alami. Pandangan dan

kepercayaan masyarakat akan kemampuan mengemban aspirasi yang ada bisa

mengantarkan figur tersebut ke kancah percaturan politik. Hal ini sering kali

mengabaikan kemampuan tokoh tersebut.

Mempertahankan figur sebagai seorang tokoh nagari sangat sulit. Tugas dan

kewajiban dari kepercayaan yang telah diamanatkan merupakan sisi lain dalam

mewadahi, mewujudkan permintaan masyarakat maupun dari cara beradaptasi

dengan setumpuk perkerjaan yang harus diselesaikan. Munculnya pandangan-

pandangan negatif yang tersebar dikalangan masyarakat akan menjadi bumerang

yang akan menengelam figur tokoh tersebut. Umumnya masyarakat menilai

seorang tokoh tidak melalui kinerja yang dihasilkan, tetapi melalui perhatian dan

kunjungan yang bersifat kekeluargaan.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 315

BAB X POTENSI SUMBER DAYA DAN HASIL PEMBAGUNAN

DI NAGARI SURANTIH

Nagari Surantih yang memiliki luas wilayah 36000 Ha menyimpan potensi

sumber daya yang dapat diandalkan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan

dan kemajuan masyarakat Nagari Surantih. Berdasarkan gambaran umum yang

telah diuraikan dalam kondisi lingkungan sosial budaya Nagari Surantih, dapat

digambarkan potensi Nagari Surantih melalui beberapa faktor yang dimiliki

10.1. Kepadatan Penduduk

Pada periode semester pertama tahun 2005, berdasarkan data

kependudukan, penduduk Nagari Surantih berjumlah 25147 jiwa terdiri dari

penduduk laki-laki 12554 jiwa dan perempuan sebanyak 12593 jiwa, jumlah Kepala

Keluarga yang ada sebanyak 5550 Kepala Keluarga. Dari jumlah tersebut,

tanah/lahan nagari yang telah dimanfaatkan guna menunjang kehidupan penduduk

mulai dari perumahan, perkebunan, persawahan, ladang/tegal, dan prasarana

lainnya seluas 10277 Ha.

Dari jumlah penduduk nagari yang berjumlah 25147 jiwa dan luas

lahan/tanah yang telah diolah seluas 10277 dari luas lahan nagari secara

keseluruhan seluas 36000 Ha. Dapat diketahui tingkat kepadatan penduduk Nagari

Surantih 244,69 Jiwa/Km2.

10.2. Sumber Daya Alam.

Nagari Surantih memiliki luas wilayah lebih kurang 36000 Ha, membentang

berupa bujur telur yang tediri dari dataran lebih kurang 20000 Ha.

Perbukitan/Pegunungan seluas 10000 Ha. dan lain-lainnya seluas 6000 Ha. curah

hujan rata-rata pertahun 1000 – 3000 mm/th dengan keadaan suhu rata-rata 25 –

37 oC. Tingkat kesuburan tanah yang terdapat di Nagari Surantih dapat dibagi dari 4

kategori, yaitu :

1. Tanah sangat subur seluas 5000 Ha

2. Tanah subur seluas 15000 Ha

3. Tanah tingkat kesuburannya sedang 10000 Ha

4. Tanah tidak subur/kritis seluas 6000 Ha

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 316

Gambar 112

Lahan Pertanian di Rawang

Tingkat-tingkat kesuburan tanah tersebut dimanfaatkan penduduk dalam

berbagai aktivitas kehidupan. Tanah kategori tidak subur/kritis tidak begitu

dimanfaatkan penduduk secara maksimal, tanah ini hanya digunakan sebagai lahan

pengembalaan ternak, sehingga lahan kritis dan terlantar yang belum digunakan

sekitar 190 Ha.

Keempat kategori tanah ini dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan bercocok

tanam sebagai sumber mata pencaharian hidup seperti bertani, berladang, beternak

dan aktivitas lainnya. selanjutnya akan digambarkan beberapa potensi unggulan

yang dimiliki Nagari Surantih.

10.2.1. Sektor Pertanian

Pada dasarnya Nagari Surantih memiliki lahan pertanian yang sangat luas,

ditanami berupa tanaman pangan seperti ;

A. Padi sawah : Jagung, Ubi Kayu Kacang Tanah, Kacang Hijau, Kacang

Kedelai.

B. Sektor perkebunan; Casia Vera (Kulit Manis), Gambir, Kelapa, Kakau/Coklat,

Nilam, Pala, Karet, Cengkeh, Kopi, Sawit.

C. Buah-buahan ; Pisang, Durian, Rambutan, Semangka, Manggis, Jeruk,

Mangga.

D. Ada juga perternakan berupa ; Sapi, Kerbau, Ayam dan Kolam Ikan

E. Sayur-sayuran ; Cabe, Terung, Jengkol, Pakis.

A. Sawah dan Kebun.

A.1. Sawah

Padi sawah di Nagari Surantih, dapat dibanggakan berdasarkan produksi

pertanian menghasilkan 4000 Ton /Tahun. Hasil ini menjadikan Surantih sebagai

gudang Padi kabupaten Pesisir Selatan lantaran hampir 65 % lahan pertanian diairi

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 317

oleh pengairan Batang Surantih. Masyarakat Surantih dapat melakukan 2 kali /

tahun panen padi, itu dapat dibuktikan dengan tingginya semangat gotong royong

masyarakat petani Nagari Surantih. untuk pelaksanaan, perawatan, memperbaiki

saluran pengairan yang putus. Bahkan acara gotong-royong tersebut dijadikan

acara gotong royong tahunan.

Hampir 5 Km pengairan Batang Surantih yang melewati 6 Kampung di

Nagari Surantih bersih setiap tahunnya. Bahkan di Kampung Koto Panjang,

kelompok tani Subarang Banda mampu membuat saluran. Tersier (Banda Caciang)

sehingga lahan tidur dapat dimanfaatkan lebih kurang 35 ha telah membuahi hasil

yang sangat bagus.

Gambar 113

Saluran Irigasi Sawah

Dari hasil survei dan penelitian BPTP Provinsi Sumatera Barat tentang hal

pertanian padi sawah di Nagari Surantih, menjadikan kelompok tani di Pasir Nan

Panjang sebagai pusat lokasi program Prima Tani. Program ini merupakan program

nasional dengan tujuan untuk membina, meningkatkan hasil pertanian padi sawah

dengan jangka waktu lima tahun yang akan dibimbing oleh beberapa ahli sehingga

Nagari Surantih akan dijadikan nagari percontohan tingkat nasional di bidang

pertanian. Apalagi setiap kali turun ke sawah dibiasakan di setiap kampung untuk

berburu Tikus secara massal dibawah pengawasan instansi yang terkait.

A.2. Kebun

Budaya dan kebiasaan masyarakat setiap kampung di Nagari Surantih

memang berbeda-beda. Semua itu terjadi dikarenakan kebiasaan yang ada, tingkat

kesuburan tanah dan kondisi alam. Sehingga setiap kampung di Nagari Surantih

memiliki keungulan tersendiri, seperti kampung Timbulun Jorong Lubuk Batu. Di

kampung ini 65 Ha lahan perbukitan ditanami Ubi Kayu yang panennya bisa dua kali

pertahun sehingga hasil yang didapat lebih kurang 325 Ton/tahun.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 318

Merosotnya harga Ubi Kayu beberapa waktu yang lalu hingga saat ini,

mendorong masyarakat Kampung Timbulun jorong Lubuk Batu berupaya untuk

membenahi diri dengan membentuk kelompok dan melalui pembinaan ibu-ibu PKK,

pemerintahan nagari dan Dinas Sosial kabupaten. Kelompok tersebut maju pesat

dengan adanya bantuan mesin pengolahan Ubi Kayu dari Dinas Sosial. Sehingga

Ubi Kayu tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik dan cepat untuk pengolahan

menjadi makanan yang banyak diminati masyarakat seperti:

Kerupuk Ubi, Kipik Ubi

Tapai Ubi, limping ubi

Kue Talam dan Onde-onde Ubi

Dalam pemasarannya, seperti Kerupuk Ubi, sudah sampai ke Malaysia,

selain untuk oleh-oleh anak nagari juga dijual ke ibu kota provinsi. Tapai Ubi untuk

pemasarannya, dijual sebagian di ibu kota kabupaten. Sehingga kegiatan produksi

rumah tangga dengan pengolahan bahan makanan dari Ubi Kayu telah dapat

menyelamatkan lebih kurang 121 Kepala Keluarga di Kampung Timbulun.

B. Perkebunan Rakyat.

B.1. Gambir

Tahun 2002, Gambir merupakan jenis tanaman perkebunan baru yang coba

diterapkan di Nagari Surantih. Langkah terobosan pemerintah nagari untuk

memberdayakan tanaman Gambir di Nagari Surantih memperlihatkan hasil yang

cukup baik dan mempunyai prospek yang cerah untuk meningkatkan perekonomian

rakyat karena didukung oleh kesuburan tanah yang sangat cocok dengan jenis

tanaman gambir. Dengan bimbingan Pemerintah Daerah dan usaha masyarakat

untuk ingin membenahi diri dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Begitu

bagus dan cerahnya hasil yang diperoleh masyarakat dari berkebun gambir,

semakin memacu motivasi masyarakat untuk meningkatkan intensitas penanaman

gambir di lahan-lahan yang ada. Sehingga pada tahun 2004, lahan yang telah

dimanfaatkan untuk perkebunan gambir ini seluas 1.797 Ha siap panen. Itu belum

termasuk lahan yang akan ditanam gambir lebih kurang seluas 315 Ha. Usaha yang

dilaksanakan untuk memberdayakan para petani Gambir :

1. Mengenalkan bahwa lahan / tanah Nagari Surantih lebih bagus untuk

ditanami Gambir dan Gambir memiliki harga jual yang bagus.

2. Mengenalkan lahan-lahan Gambir yang ada di Nagari Surantih melalui

media cetak dan elektronik ( di RCTI, TVRI tahun 2003)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 319

3. Melakukan pembinaan dengan membentuk kelompok dan koperasi hidup

bersama di Kampung Ampalu.

4. Bantuan pembinaan dari Dinas yang terkait dalam bentuk KIMBUN

5. Hasil produksi gambir di Nagari Surantih mencapai 44 Ton /minggunya.

Untuk meningkatkan laju perkembangan ekonomi masyarakat petani gambir,

maka pemerintahan nagari bersama petani gambir berusaha untuk meningkatkan

penghasilan yang lebih baik dengan cara :

1. Pembuatan jalan tani/perkebunan sepanjang 4,5 Km dari Kampung Kayu

Gadang sampai Koto Tinggi, dikerjakan dengan kegiatan gotong royong

masyarakat.

2. Pembuatan jalan tani/perkebunan sepanjang 3 Km dari Kampung Kayu

Gadang ke Bukik Batu Kandang juga dilaksanakan dengan kegiatan gotong

royong masyarakat.

3. Pembuatan jalan perkebunan sepanjang 2 Km di Kampung Koto Merapak ke

Bukik sasaran Ayam.

4. Pembuatan jalan baru perkebunan sepanjang 1 Km di Kampung Rawang ke

Bukik tabek Tinggi.

B.2. Nilam

Sesuai dengan sikap hidup masyarakat, untuk memupuk kebersamaan dan

saling membagi pengalaman untuk menuju kesejahteraan hidup. Di Kampung

Langgai yang berpenduduk 1473 jiwa dari 348 Kepala Keluarga. Kampung ini

terletak jauh diujung Nagari Surantih yang berbatasan langsung dengan Kabupaten

Solok berjarak 28 Km dari Pasar Nagari. Masyarakat Kampung Langgai telah

mampu membuktikan diri, bahwa hasil utama masyarakat dengan membudidayakan

tanaman Nilam di samping tanaman Kulit Manis (Casia Vera), Kopi, dan Karet.

Secara berkelompok, masyarakat telah berhasil menanam Nilam seluas 115

Ha yang telah memberikan hasil yang sangat bagus setiap bulannya lantaran harga

Nilam berkisar antara Rp 80.000 sampai Rp. 150.000 /Kg. Hasil produksi Nilam

setiap bulan sudah sangat cukup untuk meningkatkan tingkat perekonomian

masyarakat Kampung Langgai.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 320

B.3. Karet

Berbagai upaya dilakukan pemerintahan nagari bersama lembaga LPMN

(Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari) dan masyarakat mencoba

memanfaatkan potensi yang ada. Beberapa waktu yang lalu, Nagari Surantih

dipercaya oleh Dinas Pendidikan Provinsi berkerjasama dengan DIKNAS

Kabupaten menempatkan 3 orang sarjana untuk membantu pemerintahan Nagari

yang dikenal dengan Program SP 3 (Sarjana Pengerak Pembangunan Pedesaan).

Kesempatan ini dimanfaatkan untuk membuat terebosan baru menuju suatu

perubahan. Di Kampung Gunung Malelo yang berpenduduk 1477 jiwa dengan

jumlah Kepala Keluarga 394 KK. Digerakkan usaha pembibitan dan penanaman

karet untuk pertama kali kegiatan pembibitan dilaksanakan sebanyak 3000 batang.

Syukur Alhamdulillah, karet tersebut sudah banyak diminati oleh masyarakat

dan tertanam dengan subur masyarakat Kampung Gunung Malelo di Jorong

Simpuding, menyambut positif dari hasil program tersebut. Maka dari itu dicoba

menerapkan dan mensosialisasikan. Agar karet dijadikan sebagai komediti utama di

Kampung Gunung Malelo.

C. Buah-buahan.

C.1. Pisang,

Dengan upaya meningkatkan sumber daya ekonomi masyarakat Nagari

Surantih secara merata. Pemerintahan Nagari Surantih harus meningkatkan

penghasilan rumah tangga masyarakat guna menutup kebutuhan hidup sehari-hari.

Tanaman Pisang dijadikan sebagai tanaman rumah tangga, hampir setiap

rumah penduduk menanam Pisang di Nagari Surantih. Hal ini dapat dilihat dengan

hasil Pisang Nagari Surantih sudah mencapai 186 Ton / tahun. Dan dapat

memenuhi kebutuhan pasar Nagari Surantih dan ibu kota propinsi. Pemerintahan

nagari tetap mengupayakan kepada masyarakat agar tetap mempertahankan

budaya menanam Pisang di setiap rumah, termasuk tanaman lainnya seperti,

Mangga, Rambutan dan lain-lainnya.

C.2. Durian

Nagari Surantih merupakan bahagian dari nagari lain di Pesisir Selatan

penghasil Durian terbesar sepanjang musim. Durian merupakan tanaman tambahan

disamping tanaman lainnya, di setiap lahan masyarakat yang tersebar di pelosok

Nagari Surantih. Sehingga Nagari Surantih memiliki 671 batang Durian dengan hasil

mencapai 59 Ton / tahun.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 321

10.2.2. Bidang Perternakkan

Nagari Surantih menjadikan beberapa kampung sebagai basis ekonomi

masyarakat di Kampung Pasir Nan Panjang Nagari Surantih, rasanya tidak

berlebihan bila Kampung Pasir Nan Panjang disebut Australia mini Nagari Surantih.

Hal ini dimuat dalam berita daerah pada harian Singgalang edisi bulan November

2004 dengan judul berita “Sapi Bali Primadona Australia Mini”. Perihal ini dapat kita

lihat buktinya dengan keberadaan 2 kelompok Ternak di Kampung Pasie Nan

Panjang. Yaitu :

1. Kelompok Ternak Sakato

2. Kelompok Ternak Hamparan Saiyo.

Kedua kelompok ternak tersebut berada dalam hamparan 300 Ha lahan

pertenakkan dan hampir 3000 ekor sapi lokal dan Sapi Bali mengisi lokasi tersebut.

Binaan-binaan instansi terkait telah mendorong perkembangan yang sangat pesat

pada kedua kelompok. Kelompok Sakato telah membuktikan dengan baik dalam

lomba Agrobisnis sapi potong tingkat Nasional pada tahun 2004, mereka telah

mencapai prestasi dengan tampil sebagai Juara I Tingkat Nasional tahun 2004.

Sebagai penghargaan bagi kelompok tersebut diundang ke Istana Negara untuk

menerima penghargaan dari Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono

tanggal 10 Desember 2004.

Masih di Kampung Pasir Nan Panjang tanggal 23 november 2003

Kabupaten Pesisir Selatan mempercayai Nagari Surantih sebagai tuan rumah

memperingati Hari Kesehatan Hewan Nasional yang dilanjutkan dengan bermacam

acara seperti:

Lomba Kontes Ternak Tingkat Provinsi Sumatera Barat.

Buru Babi Tingkat Provinsi Sumatera Barat dan yang lain-lainnya.

Sehingga dapat menghadirkan jajaran instansi terkait, tokoh perantau

masyarakat Pesisir selatan yang dibuka oleh Gubernur Sumatera Barat bersama

Dirjen Pertenakkan Pusat.

10.2.3. Potensi Kelautan.

Nagari Surantih memiliki potensi yang beragam, dengan jajaran pantai yang

dimiliki sepanjang 5 Km merupakan penunjang perekonomian masyarakat nelayan.

Untuk menunjang perekonomian dalam penangkapan ikan masyarakat Nagari

Surantih memiliki beberapa alat penangkap ikan berupa : Sampan Boleng, Kapal

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 322

Tunda, Pukat Tepi, Payang dan Bagan. Semua itu sudah dapat menunjang ekonomi

dua kampung di Nagari Surantih yaitu :

1. Kampung Sungai Sirah

2. Kampung Pasar Surantih

Dengan dibukanya Muara Surantih dan pembangunan PPI Surantih (Pusat

Pelelangan Ikan). Berarti Surantih merupakan penghasil ikan terbesar di Kabupaten

Pesisir Selatan. Untuk memenuhi kebutuhan pasar Sumatera Barat dan luar

Sumatera Barat.

Nagari Surantih juga memiliki beberapa pulau kecil seperti :

1. Pulau Kiabak Besar

2. Pulau Kiabak Kecil

3. Pulau Kasiak

Pulau-pulau tersebut merupakan kekayaan alam yang menjanjikan untuk

masa depan Nagari Surantih. Itu terbukti Pulau Kiabak Kecil dijadikan oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Selatan sebagai tempat budi daya

penyu/penangkar penyu yang diresmikan pelepasannya oleh Bapak Bupati Darizal

Basir tanggal 14 januari 2005 sedangkan pulau lainnya penghasil telur penyu

terbesar di Kecamatan Sutera, untuk dikirim ke Pulau Batam.

Sedangkan jarak tempuh yang diperlukan untuk sampai di pulau-pulau

tersebut adalah kurang lebih selama 30 menit, sehingga banyak turis lokal

bermalam di sana. Sambil menikmati lampu mercu suar. Berbagai upaya terus

diupayakan, bersama bapak Azwar Anas dan bapak Bupati Darizal Basir, berupaya

mengenalkan Nagari Surantih kepada beberapa investor. Untuk keberhasilan

pertama pada akhir tahun 2003 telah tertanam beberapa rumpon di laut lepas

Nagari Surantih untuk penangkapan ikan Tuna.

Keberhasilan kedua, Pemerintah Pesisir Selatan bersama tokoh masyarakat

dan Wali Nagari berhasil mengajak Bapak Rustam Narus pengusaha sukses dari

kota Yogyakarta untuk menanamkan modalnya di Nagari Surantih. Awal tahun

2004 dimulailah perencanaan pembukaan lahan lebih kurang 2,5 Ha untuk lokasi

tambak udang yang menelan biaya cukup tinggi. Sehingga dengan adanya investasi

yang telah beliau tanamkan di Nagari Surantih semakin memancing minat

masyarakat untuk pengelolaan budi daya udang

Saat ini sudah dapat dilihat dan merasakan hasil yang sangat bagus

sebentar lagi akan membuahkan hasil. Sehingga Nagari Surantih akan menjadi

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 323

nagari penghasil udang terbesar di Kabupten Pesisir Selatan dan bahkan di

Sumatera Barat.

Gambar 114

Tambak Udang dan Panen Udang

Panen perdana tambak udang windu menghasilkan udang sebanyak 3,5

ton. Panen perdana udang windu ini dilakukan pada bulan juni 2005 di Padang Api-

api Kampung Pasar Surantih. Panen perdana ini dihadiri oleh Gubernur Sumatera

Barat yang baru terpilih dalam pemilihan langsung kepala daerah Sumatera Barat

Bapak Gamawan Fauzi, dan juga dihadiri Bapak Azwar Anas.

Gambar 115

Foto Bersama Bapak Azwar Anas, Gubernur Gamawan Fauzi, Wali Nagari Surantih Almasri Syamsi dengan Pemilik Tambak Bapak Rustam Narus.

Perikanan Darat.

Walaupun Nagari Surantih lebih dikenal sebagai penghasil ikan laut terbesar

di kabupaten ini, namun perikanan darat juga cukup menjanjikan. Di Kampung

Rawang dan kampung lainnya telah lama berdiri beberapa kelompok perikanan

darat dengan jumlah 37 buah kolam. Dengan banyaknya kolam yang ada, tentunya

dapat dijadikan sebagai mata pencaharian masyarakat nagari seperti budi daya Ikan

gurami, ikan Patin dan Lele jumbo.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 324

10.2.4. Sektor Kerajinan dan Rumah Tangga

Di sektor kerajinan dan rumah tangga, Nagari Surantih memiliki beberapa

macam kegiatan yang dapat dibanggakan seperti: pembuatan Biola, Sapu, Tikar,

Pandai Mas, Kambuik dan Kue-kue. Yang teristimewa, kegiatan kerajinan seperti

pembuatan perabot dan konsen. Kegiatan ini berpusat di Koto Nan Tigo.

Pemasaran dari hasil kerajinan ini telah menguasai pangsa pasar ibu kabupaten

dan sampai ke propinsi.

Kegiatan kerajinan lain adalah pembuatan bunga pengantin yang mana

pemasarannya sudah sampai ke Malaysia di samping pengisi pasar Bukit Tinggi. Di

bidang makanan, makanan khas Nagari Surantih disamping sate ayam dan lokan

ada rujak kelapa merupakan ciri khas yang istimewa di Nagari Surantih.

10.2.5. Sektor Pariwisata

Nagari Surantih terkenal dengan laut dan pulau-pulaunya. Umumnya

pantainya memiliki pasir putih yang sejuk dipandang mata merupakan objek utama

potensial nagari di sektor pariwisata demikian juga dengan wisata baharinya.

Wilayah Nagari Surantih dibelah dua oleh batang air Surantih, memiliki air yang

jernih. Semakin ke hulu semakin sejuk dan menawan, sehingga Batang Surantih

dijadikan sebagai tempat pemandian terpanjang, sepanjang tahun dikunjungi oleh

masyarakat apalagi waktu berlimau. Pada tahun 2006 dikembang wisata bahari

dengan memberdayakan objek wisata di Pulau Kiabak. Sekarang telah terdapat

sebuah dermaga yang dapat digunakan bagi wisatawan untuk berlabuh di pulau

tersebut. Bagi wisatawan yang ingin menginap di pulau ini, disediakan 5 buah

bungalau sebagai sarana penginapan.

Gambar 116

Objek Wisata Pulau Kiabak

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 325

10.2.6. Sektor Ekonomi (Pasar Nagari)

Dengan memanfaatkan tenaga sarjana pengerak pembangunan pedesaan

(SP 3) pemerintah nagari mencoba meningkatkan perekonomian masyarakat,

dengan mendirikan Koperasi Simpan Pinjam yang diberi nama Harapan Baru.

Koperasi ini melayani pedagang kecil, seperti penjual sayur pembuat kue dan

warung kopi, yang sampai saat ini mempunyai anggota aktif sebanyak 52 orang

dengan pinjaman rata-rata Rp 500.000/orang. Jumlah modal adalah Rp 16 Juta

yang kami dapat dari iuran anggota dan donatur lainnya.

A. Sarana dan Prasarana Perekonomian

Pengelolaan pasar nagari saat ini telah diserahkan oleh KAN Surantih

kepada pemerintahan nagari. Maka dari itu pembangunan pasar telah berangsur

membaik mulai dari hal :

1. Pengaspalan Pasar Nagari

2. Pembebasan bangunan yang tidak bermanfaat di Pasar Surantih

Dengan kerja sama yang baik dengan pihak kepolisian, maka pos polisi

diserahkan ke pemerintahan nagari pada tanggal 12 Maret 2005 dan juga kantor

KUD Batu Mandamai telah sepakat untuk diserahkan ke pemerintahan nagari pada

tanggal 11 Mei 2005.

Kedua bangunan tersebut akan direncanakan untuk dibongkar akan

dibangun satu buah terminal mini. Mengingat begitu ramainya pedagang dan

pengunjung di Pasar Surantih agar transportasi lalu lintas dapat berjalan lancar

pada saat hari minggu.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 326

KESIMPULAN

“Alam Sati Nagari Surantih” itulah judul buku ini. Bagi pembaca, khususnya

bagi masyarakat Nagari Surantih, tentunya bertanya-tanya kenapa judul buku ini

harus diberi dengan judul tersebut. Kenapa judulnya tidak “Sejarah Asal Usul dan

Adat Istiadat Masyarakat Nagari Surantih” saja. Bagi penulis, judul ini dipilih

berdasarkan alasan yang kuat. Judul ini muncul dari suatu proses penelitian dalam

melihat kepribadian masyarakat Nagari Surantih yang dikaji melalui analisis dari

cerita rakyat (kaba) yang dimiliki dan diceritakan dalam kehidupan masyarakat

Surantih, yaitu Kaba Bujang Jibun dan Gadih Basanai.

Berdasarkan hasil analisis cerita kedua kaba tersebut dengan mengunakan

analisis Strukturalisme Levi-Strauss dalam mengungkap makna yang tersembunyi di

balik cerita mitos. Lahirnya judul tersebut yang didasari dari makna keterkaitan

tokoh dalam kedua cerita dengan kekuatan gaib/magis dalam menghadapi persoalan

yang mereka hadapi. Makna ini kemudian ditafsirkan lagi dengan fenomena

kosmologi lingkungan yang ada di Nagari Surantih.

Dalam kehidupan masyarakat Surantih menyakini beberapa daerah yang

dipercaya memiliki kekuatan tersendiri. Tempat – tempat tersebut dikenal

masyarakat sebagai tampat. Di Nagari Surantih tampat yang sangat dikenal

masyarakat antara lain, Tampat Langgai, Tampat Gunung Rajo, Tampat Gunung

Giriak, Tampat Singguliang, Gunung Malelo dan masih banyak lagi. Jika dilihat

berdasarkan arah mata angin, maka tampat – tampat tersebut tanpa disadari

masyarakat berada di keempat arah mata angin.

Demikian juga dengan ajok sepadan (batas) nagari secara adat

mengibaratkan batas dan letaknya dengan pepatah adat. Di arah barat memiliki batas

dengan laut, di daerah ini berada Tampat Gunung Rajo, dalam adat batas di wilayah

ini dikenal dengan riak nan badabua. Di arah timur batas nagari yang berbatas

dengan wilayah Muaro Labuah, di arah ini berada Tampat Langgai, dalam adat batas

di wilayah ini disebut berbatas dengan Bukit Bujang Juaro. Di arah utara batas

nagari dalam adat dikenal dengan batas Bakau nan babejai, di wilayah ini terdapat

tampat Gunung Malelo dan Batu Singguliang. Sementara di arah selatan batas nagari

dalam adat disebut dengan Pinang nan baririk, di wilayah ini terdapat tampat

Gunung Giriak. Jika dipetakan daerah-daerah tersebut akan membentuk sebuah

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 327

struktur bangun yang akan membentengi dan mengelilingi wilayah Nagari Surantih,

seperti pada gambar berikut ini :

Gunung Malelo

(U)

Gunung Rajo Surantih Langgai

(B) (T)

(S)

Gunung Giriek

Gambar

Struktur Bangun Kosmologi Nagari Surantih

Jika dilihat berdasarkan ekologis Nagari Surantih, Langgai dan Gunung Rajo

yang berada di arah timur dan barat melambangkan unsur air. Hal ini dikarenakan

Langgai sebagai daerah yang paling timur merupakan Hulu dari Sungai Batang

Surantih yang mengalir membelah wilayah Surantih hingga ke muara dan menjadi

sumber mata air dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan Gunung Rajo menjadi

simbol batas wilayah Surantih dengan laut. Sementara itu Gunung Giriek dan Malelo

yang berada di arah selatan dan utara lebih melambangkan unsur batu dan tanah.

Gambaran yang kita lihat memberikan gambaran bahwa sesungguhnya kekuatan

gaib yang ada pada tampat-tampat yang mengelilingi wilayah ini memberi pengaruh

terhadap kehidupan yang ada dalam wilayah Surantih.

Berkaitan dengan pengaruh yang diberikan oleh tampat-tampat tersebut

dalam kehidupan masyarakat Surantih telah diuraikan dan dapat dibaca pada Bab VII

keadaan lingkungan sosial budaya Nagari Surantih. Berdasarkan alasan-alasan inilah

lahirlah judul bukul ini. Judul “Alam Sati Nagari Surantih” ini merupakan gambaran

dari lingkungan dan kehidupan yang ada di Nagari Surantih. Masih banyak

fenomena-fenomena dan realita yang mengambarkan satinya alam Surantih dapat

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 328

diangkat dalam tulisan ini. Untuk mengungkap dan dapat memberikan gambaran

tersebut, masih diperlukan penelitian dan penelusuran yang lebih mendalam lagi.

Dilihat dari kacamata ilmu yang penulis tekuni, masih banyak fenomena dan

realita, baik alam maupun sosial budaya yang dapat dikaji dijadikan sebagai bahan

penelitian. Namun sayang, sejauh ini penulis belum dapat melihat ketertarikan dan

keinginan ke arah sana, baik dari penduduk asli maupun dari luar.

Melalui tulisan ini penulis berharap dokumentasi realitas dan fenomena

kehidupan masyarakat Surantih yang terekam dalam tulisan ini, dapat bermanfaat

bagi generasi yang hidup di masa depan. Meskipun yang terangkum dalam tulisan ini

telah membahas beberapa aspek dari kehidupan masyarakat Surantih. Namun masih

terdapat kekurangan-kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan. Tulisan

ini dapat dijadikan pemerintah sebagai data base dalam melahirkan kebijakan-

kebijakan pembangunan yang dapat membawa angin perubahan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat nagari.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 329

Daftar Pustaka

Ahimsa Putra, Heddy Shri. 2001. Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan

Karya Sastra. Yogyakarta. Galang Press A.A. Nafis.2001. Cerita Rakyat Dari Sumatera Barat. Jakarta. Grasindo.

Anas Nafis. 2004. Animisme di Minangkabau. Padang. Pusat

Pengkajian dan Minangkabau (PPIM) Sumatera Barat.

Arifin, Zainal. 1999. Konsep Kebudayaan, Jurnal Antropologi Th II. No 3. Padang. Laboratorium Antropologi “Mentawai” FISIP-UNAND.

Azra, Azyumardi. 2003. Surau- Pendidikan Islam Tradisional dan

Moderenisasi. Jakarta. Logos Barthes, Roland. 2003. Mitologi. Jakarta. Dian Aksara Press. Basri, Japri. 1988. Pola Perilaku Golongan Sub Etnik Gayo dan Mitos

Asal Mula Mereka. Dalam Mitos, Kewibawaan Dan Perilaku Budaya. Jakarta. Pustaka Grafika.

Benedict, Ruth. 1966. Pola-Pola Kebudayaan. Jakarta. Dian Rakyat. Bican., Kosasih, A. DKK. 1976. Bunga Rampai Cerita Rakyat Sumatera

Barat. Jakarta. Proyek Pengembangan Media Kebudayaan – Direktoral Jenderal Kebudayaan. Dep. Pendidikan Kebudayaan.

Bleicher, Josef. 2003. Hermeneutika Kontemporer – Hermeneutika

Sebagai Metode, Filsafat, dan Kritik. Diterjemahkan oleh Ahmad Norma Permata. Pustaka Baru.

Bohannan, Paul and Glazer, Mark. 1998. High Point In Antropology. New

York. Alfred A. Knopf. Damis, Mahyudin. 1999. Makna Mitos Toar-Lumimuut Pada Orang

Minahasa. Jurnal Antropologi Th I. No 2. Padang. Laboratorium Antropologi “Mentawai” FISIP-UNAND.

_______________. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta. Pt. Grafiti Pers.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 330

Datoek Batoeah. Tambo Minangkabau. Payakumbuh. Pertjetakan Limbago. Datoek Sanggoeno Dirajo. 1953. Curaian Adat Alam Minangkabau.

Bukittinggi. Pustaka Indonesia.

Djakfar, Idris Depati Agung dan Idris, Indra. 1993. “Hukum Waris Adat Kerinci”. Sungai Penuh. Pustaka Anda

Fahlen, Riri. 2004. Lareh Nan Panjang. Dalam Buletin Antropologi Antroactive edisi III/Tahun IV / April 2004. Padang. Ikatan Kekerabatan Antropologi Universitas Andalas. (hlm 6-7)

Freud, Sigmund. 2001. Psikoanalisis. Diterjemahkan oleh Ira Puspitorini.

Yogyakarta. Ikon. _____________. 2001. Totem dan Tabu. Yogyakarta. Grafika. _____________. 2002. Musa dan Monoteisme. Diterjemahkan oleh Burhan

Ali. Yogyakarta. Jendela. _____________. 2002. Peradaban dan Kekecewaan. Diterjemahkan oleh .

Yogyakarta. Jendela. Efendi, Firdaus. 2003. “Spirit Golkar Baru”. Jakarta. Nuansa Madani. Efendi, Firdaus dan Seefuddin. 2003. “Mendambakan Indonesia Bebas

Konflik”. Jakarta. CV Mus Gie, The Liang. 1995. “Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara

Republik Indonesia”. Yogyakarta. Liberty. Handayani. 1999. “Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Kota

Painan”. Padang. Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial IKIP Padang

Hamka. 2002. Di Bawah Lindungan Ka’bah. Jakarta. Bulan Bintang. ______. 2004. Tengelamnya Kapal Van Der Wijck. Jakarta. Bulan Bintang Hagul, Peter. 1992. “Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya

Masyarakat”. Jakarta. Rajawali Press. Hasan Hasmurdi. 2004. Sungai Pagu Muaro Labuh. Dalam Majalah Forum

Lintas Rantau No: 12 Tahun IV/2004

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 331

Howard, Roy J. 2000. Hermeneutika: Wacana Analitis, Psikososial dan

Ontologis. Editor Ninuk Kleden-Probonegoro. Jakarta. Nuansa. Idrus Hakimy DT. Rajo Penghulu. 2004. Rangkaian Mustika Adat Basandi

Syarak Di Minangkabau. Bandung. Remaja Rosda Karya ___________________________. 1976. Peganggan Penghulu di

Minangkabau. Padang. LKAAM Sumatera Barat. Ismail Gade, Muhammad. 1994. “Tantangan dan RongronganTerhadap

Keutuhan dan Kesatuan Bangsa” (Kasus Darul Islam di Aceh). Jakarta. Dwi Jaya Karya

Ismail, Taufik. 1993. “Tirani dan Benteng”. Jakarta. Yayasan Ananda. Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau- Suatu

Problema Sosiologi Sastra. Jakarta. Balai Pustaka. ___________. 1999. “Kebudayaan Minangkabau”. Dalam Koentjaraningrat

(edisi) Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta. Djambatan.

Kaplan, David dan Manners, Albert A. 2000. Teori Budaya. Yogyakarta.

Pustaka Pelajar. Kemal, Iskandar 1971, “Beberapa Studi Tentang Minangkabau” Padang

Fakultas Hukum Universitas Andalas. Rusydi, 1983. “Pribadi dan Martabat Buya Prof. DR. Hamka”. Jakarta.

Pustaka Panjang Kiram, Abdul. 2003. Raja-Raja Minangkabau- Dalam Lintasan Sejarah.

Padang. Meseum Aditiyawarman Padang berkerja sama dengan Masyarakat Sejarahwan Indonesia (MSI) Cabang Sumatera Barat.

K. Raharjo, Iman Toto dan WK, Herianto. 2001. “Bung Karno dan Partai

Politik”. Jakarta. Wana Priting. Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi, Jilid II. Jakarta. UI-Press. ______________. 2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.

Jakarta. Gramedia. Lahajir. 2001. Etnoekologi Perladangan Orang Dayak-Tunjung Linggang

(Etnografi Lingkungan di Daratan Tinggi Tunjung) Yogyakarta. Galang Press.

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 332

Leackey, Richard. 2003. Asal Usul Manusia. Jakarta. KPG. Levi-Strauss, Claude. 1963. Struktural Antropology. New York. Basic

Book. _________________. 1997. Mitos, Dukun dan Sihir. Pengantar Oleh Agus

Cremers dan John de Santo. Yogayakarta. Kanisius. LKAAM Sumatera Barat. 2000. “Bungai Rampai Pengetahuan Adat

Minangkabau” Padang. Yayasan Sako Batuah. Marsalis DT. ST. Mamat Puti Lenggogeni. 1980. Susunan Adatnya Alam

Surambi Sungai pagu Iku Lareh Kapak Radai Luhak Nan Tigo. Pasir Talang. Tidak Dipublikasikan.

Minsarwati, Wisnu. 2002. Mitos Merapi dan Kearifan Ekologi-Menguak

Bahasa Mitos dalam Kehidupan Masyarakat Jawa Pengunungan. Yogyakarta. AK Group.

Moleong, Lexy J. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja

Rosda Karya. MS. Amir. 2001. Adat Minangkabau. Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang.

PT. Mutiara Sumber Widya. Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV.

Yogyakarta. Rake Sarasin. Musnamar, Tohari. 2003. “Jalan Lurus Menuju Ma’rifatullah”. Yogyakarta.

Mitra Pustaka. MZ. Labib. dan Maftuhahnan. “Kuliah Ma’rifat”. Jakarta. Bintang Pelajar. Nasution, S. 1990. Metode Penelitian Naturalistik. Bandung Tarsito.

Osborn, Reuben. 2005. Marxisme dan Psikonalisis. Yogyakarta. Alenia.

Paz, Octavio. 1995. Levi – Strauss “Empu Antropologi Struktural”.

Yogyakarta. LKIS.

Pelly, Usman. 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau. Jakarta. LP3ES.

Pemangku Adat. 1991. “Titian Hidup”. Sungai Penuh. (Tidak

Dipublikasikan)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 333

Pemerintah Tk. II Kab. Pesisir Selatan. 2006. “Sistem Jaringan dokumentasi dan Informasi Hukum” Painan. Bagian Hukum Sekretaris daerah.

Pemerintah Nagari Surantih, 1979. “Monografi Nagari Surantih”. Diterbitkan

Pemerintah Nagari Surantih Qadri Depati Intan. 1995. ”Hukum Adat Sakti Alam Kerinci”. Sungai

Penuh. (Tidak Dipublikasikan). Rusli, Amran. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta. Sinar

Harapan Sakai, Gus tf. 2000. Tambo (Sebuah Pertemuan). Jakarta. Grasindo. Salim, A. 1962. “Tauhid Taqdir dan Tawakkal”. Djakarta. Gita Karya Salim, Ampera dan Zulkifli. 2004. Minangkabau Dalam Catatan Sejarah

Yang Tercecer. Padang. Citra Budaya. Suryadi. 2004. Syair Sunur-Teks dan Konteks ‘Otobiografi’ Seorang Ulama

Minangkabau Abad-19. Padang. Citra Budaya berkerja sama dengan PDIKM Padang Panjang.

Spradley, James. P. Metode Etnografi. Yogyakarta. Tiara Wacana Yogya. St. Rajo Endah. 1962. Kaba Klasik Minangkabau Hang Tuah.. Bukittnggi.

Pustaka Indonesia. Sungeng. 1999. “Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap”.Semarang.

Aneka Ilmu. Syahdan, Gouzali. 2005. Kamus Bahasa Minangkabau. Padang. PPIKM. Van Baal, J. 1988. Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya

(Hingga Dekade 1970) Jilid 2. Jakarta. Gramedia.

Van Wouden, F.A.E. 1985. Klen, Mitos Dan Kekuasaan Struktur Sosial Indonesia Bagian Timur. Jakarta. Grafiti.

Yakin, Rasyid Depati Kerinci. 1986. “Menggali Adat Lama Pusaka Usang

di Sakti Alam Kerinci”. Sungai penuh. (Tidak Publikasikan). Yunus, Yulizal. 2004. “Pesisir Selatan dalam Dasawarsa” 1995 – 2005.

Padang – Painan. Pemkab. Pesisir Selatan – IAIN-IB Press. Yusuf, Agus. 2002. “Sejarah Nagari Teratak” Taratak. Yayasan sakato (Tidak Dipublikasikan)

Alam Sati Nagari Surantih (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat Dan Monografi Nagari Surantih) 334

Riwayat Hidup

Almasri Syamsi. Lahir 10 MEI 1965 di Pasar Surantih, Kaum Sikumbang. Nagari Surantih Pesisir Selatan. Meniti jenjang pendidikan pertama di SD No. 3 Pasar Surantih dan dilanjutkan ke SMP Nagari Surantih. Setelah menamatkan pendidikan SD dan SMP di kampung halaman, merantau ke Padang melanjutkan pendidikan di SMA Adabiah Padang. Anak pertama dari pasangan Syamsi Poto dan Asma dari lima bersaudara

Selepas menamatkan pendidikan SMAnya mengambil keputusan untuk langsung terjun menghadapi kerasnya biduk kehidupan, bermacam tantangan dan cobaan dilalui dengan iklas sehingga bermacam pengalaman hidup dialami. Berbagai keahlian dan usaha ditekuni demi mencari pengalaman dan mengasah kemampuan yang dimiliki. Menulis adalah kebiasaan yang tidak pernah hilang semenjak tamat SMA hingga sekarang. Di tengah kesibukan yang dijalani kebiasaan ini tetap dijalankan. Berbekal kemampuan dan pengalaman yang dimiliki, usaha wiraswasta yang ditekuni berhasil dijalankan dengan sukses. Di tengah kesibukan sebagai wiraswasta, kegiatan sosial dan organisasi tidak luput dari aktivitas kehidupannya. Berbagai organisasi kepemudaan serius dijalani hingga menjadi pengurus Partai Golongan karya (1999) dan dipercaya sebagai wakil ketua Golongan Karya Kecamatan Sutera.

Pada masa terjadinya reformasi yang juga diikuti oleh perubahan sistem pemerintahan yang ditandai dengan dimulainya masa otonomi daerah. Di Sumatera Barat disambut dengan merubah sistem pemerintahan terkecil dari desa kembali ke sistem hidup banagari. Kecintaan pada nagari dan panggilan hati nuraninya ikut mendorongnya untuk terlibat langsung membantu terlaksananya proses kembali hidup banagari di Nagari Surantih. Bersama tokoh-tokoh masyarakat di Nagari Surantih dijalin kerja sama untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Pada Oktober 2001 dipercaya dan diberi tanggung jawab sebagai Pejabat Sementara Wali Nagari Surantih. Tugas ini diemban dengan penuh rasa tanggung jawab yang tinggi dan tulus iklas. Dengan dedikasi tinggi yang dijalankan dalam masa jabatan sebagai Pejabat Sementara Wali Nagari Surantih. Pada tanggal 16 Desember 2002, dalam pemilhan umum Wali Nagari Surantih yang defenitif secara langsung masyarakat Surantih. Jabatan Wali Nagari Surantih masa jabatan 2002 – 2007 kembali dipercayakan pada suami Lina Kartina Nasir (kaum Kampai Dusun Mansiang) yang telah dikarunia tiga orang putera-puteri : Fajar Adil Oka Masri, Wangsa Guna Teguh Deiman dan Afrivo Melati Alina.

Riri Fahlen Lahir 24 Mei 1980 di Salimpaung, Kecamatan Salimpaung Kabupaten Tanah Datar. Meski putera pertama dari pasangan Darussalam (almarhum) dan Zulfah lahir dan dibesarkan di Salimpaung, namun ia tidak lupa akan nagari asalnya Jaho Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar. Jenjang pendidikan pertama yang ditempuh adalah pendidikan dasar yang dijalani di SD No. 4 Nagari Salimpaung (1987-1993). Untuk mencapai cita-cita yang diimpikannya, pada jenjang pendidikan menengah pertama dilanjutkannya di ibu kabupaten kota Batusangkar, di SMP 1 Batusangkar (1993-1996). Pendidikan Sekolah Menengah Atas dijalani di SMA I Batusangkar (1996-1999). Setelah menamatkan pendidikan SMA, jenjang pendidikan S1 dilanjutkan dengan memilih

Jurusan Antropologi di Fakultas Sosial Ilmu Politik Universitas Andalas Padang (1999-2006). Pada tahun pertama kuliah aktif dalam kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Andalas. Pada tahun kedua, karena alasan tertentu menarik diri dari kegiatan tersebut dan memilih lebih memfokuskan diri pada bangku perkuliahan. Pada tahun kedua ini juga mulai aktif terjun ke lapangan melakukan penelitian lapangan antropologi. Semasa aktif dibangku perkuliahan, sering dilibatkan dalam kegiatan penelitian-penelitian ilmiah, antara lain : sebagai Asisten peneliti dalam penelitian silat dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Minangkabau (kajian Antropologi Visual), sebagai peneliti dalam penelitian tentang “Persepsi Setempat dan Pihak Luar tentang perubahan ekosistem danau” (kasus menurunnya populasi ikan dan dampak terhadap ekonomi masyarakat di sekitar Danau Singkarak Sumatera Barat), peneliti lapangan dalam penelitian tentang “Ethnopreneuership” Kajian jaringan bisnis etnis, karakteristik dan pemilikan usaha dari para migran di Perkotaan Indonesia, lokasi penelitian Kota Padang dan Jambi. Pernah juga terlibat dalam kegiatan Lembaga Survei Indonesia sebagai surveyor lapangan di Pulau Bintan Kepulauan Riau dan Sarolagun (Jambi). Sebagai peneliti dalam penelitian “Kaba Bujang Jibun dan Gadih Basanai (dalam analisis Strukturalisme Levi-Strauss) di Nagari Surantih Kabupaten Pesisir Selatan. Semenjak tahun 2003 melakukan penelitian tentang sejarah asal usul, adat istiadat dan kehidupan masyarakat Nagari Surantih. Pada tahun 2005 kegiatan ini berhasil dikerjakan dengan melahirkan sebuah Laporan yang berjudul “Alam Sati Nagari Surantih” (Sejarah Asal Usul, Adat Istiadat dan Monografi masyarakat Nagari Surantih). Pada tahun 2006 berkerja sama dengan Wali Nagari Surantih, merevisi kembali laporan penelitian tersebut untuk diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul yang sama. Dalam waktu luangnya sering melakukan kegiatan traveling dan meneliti tentang sejarah Minangkabau dan rantaunya serta naskah-naskah kuno.