28
MAKALAH ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI Alat Ukur Radiasi di Bidang Kedokteran Nuklir DISUSUN OLEH: AGUNG KURNIAWAN NIM 030800152 JURUSAN TEKNOFISIKA NUKLIR PRODI ELEKTROMEKANIK SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah tentang Alat Ukur Radiasi di Bidang Kedokteran Nuklir.

Citation preview

Page 1: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

MAKALAH

ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

Alat Ukur Radiasi di Bidang Kedokteran Nuklir

DISUSUN OLEH:

AGUNG KURNIAWAN

NIM 030800152

JURUSAN TEKNOFISIKA NUKLIR PRODI ELEKTROMEKANIK

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

2010

Jalan Babarsari PO BOX 6101/YKBB, Catur Tunggal, Depok, Sleman,

Yogyakarta 55281 Telp (0274) 484085 Fax (0274) 489715

Page 2: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

PENDAHULUAN

Semakin bertambah baiknya kondisi sosial ekonomi masyarakat di Indonesia sebagai hasil

dari pembangunan nasional yang berkesinambungan maka terjadi peningkatan pemenuhan

kebutuhan kesehatan oleh setiap individu. Selain itu pola epidemiologi penyakit di Indonesia juga

mengalami pergeseran terutama di kota-kota besar sehingga saat ini penyakit kardiovaskuler,

serebrovaskuler, degeneratif, dan onkologi telah termasuk dalam 10 jenis penyakit pembunuh

terbanyak.

Oleh karena itu perlu suatu terobosan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang

terjadi tersebut. Peranan dari ilmu kedokteran nuklir dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi

penanggulangan berbagai masalah kesehatan itu.

Aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran merupakan suatu terobosan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang sangat penting di abad 20. Penggunaan isotop radioaktif dalam

kedokteran telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri Danlos yang menggunakan radium untuk

pengobatan penyakit tubercolusis pada kulit. Namun yang dianggap Bapak Ilmu Kedokteran Nuklir

adalah George C. de HEVESSY, dialah yang meletakkan dasar prinsip perunut dengan

menggunakan radioisotop alam Pb-212. Dengan ditemukannya radioisotop buatan maka radioisotop

alam tidak lagi digunakan.

Bidang iptek ini, yang sekarang berkembang pesat dan dikenal sebagai ilmu kedokteran

nuklir. Kedokteran Nuklir adalah cabang dari ilmu kedokteran yang memanfaatkan radiofarmaka

(senyawa kompleks dari radioisotop sumber terbuka berumur paro relatif pendek dengan suatu

sediaan farmasi yang spesifik untuk organ tertentu) dan peralatan deteksi nuklir (deteksi sinar

gamma atau beta) yang dilengkapi perangkat lunak khusus untuk mengetahui fungsi dan atau

anatomi organ tertentu dalam rangka diagnostik suatu kelainan / penyakit dan atau terapi penyakit.

Keunggulan kedokteran nuklir adalah kemampuannya mendeteksi bahan-bahan yang ditandai

dengan perunut radioaktif. Di samping itu teknik nuklir berperan pula dalam kajian-kajian dan

penelitian-penelitian untuk lebih memahami proses fisiologi dan patofisiologi dari kelainan yang

terjadi di berbagai organ tubuh manusia sampai tingkat seluler bahkan molekuler. Berbagai disiplin

ilmu kedokteran seperti endokrinologi, nefrologi, kardiologi, neurologi, onkologi dan sebagainya

telah lama memanfaatkan teknik ini.

Perkembangan ilmu kedokteran nuklir yang sangat pesat tersebut dimungkinkan berkat

dukungan dari perkembangan teknologi instrumentasi untuk pembuatan citra terutama dengan

digunakannya komputer untuk pengolahan data sehingga sistem instrumentasi yang dahulu hanya

menggunakan detektor radiasi biasa dengan sistem elektronik yang sederhana, kini telah berkembang

menjadi peralatan canggih kamera gamma dan berbagai peralatan lain yang dapat menampilkan citra

alat tubuh, baik dua dimensi maupun tiga dimensi serta statik maupun dinamik.

Dewasa ini, aplikasi tenaga nuklir dalam bidang kesehatan telah memberikan sumbangan

yang sangat berharga dalam menegakkan diagnosis maupun terapi berbagai jenis penyakit. Berbagai

disiplin ilmu kedokteran seperti ilmu penyakit dalam, ilmu penyakit syaraf, ilmu penyakit jantung,

dan sebagainya telah mengambil manfaat dari teknik nuklir ini.

2

Page 3: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL......................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN............................................................................................................................. 2

DAFTAR ISI..................................................................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................... 4

i. DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................. 4

ii. DAFTAR BLOK DIAGRAM..................................................................................................... 5

iii. DAFTAR TABEL....................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN............................................................................................................................... 7

A. Kedokteran Nuklir dan Jenis-jenis Teknik yang Digunakan...................................................... 7

B. Peralatan...................................................................................................................................... 9

I. Teknik in-Vitro...................................................................................................................... 9

Pencacah Gamma dengan Detektor Sintilasi NaITl

II. Teknik in-Vivo....................................................................................................................... 10

II.1 Teknik in-Vivo imaging................................................................................................ 10

Kamera Gamma

II.2 Teknik in-Vivo non-Imaging........................................................................................ 14

Renograf

PENUTUP......................................................................................................................................... 18

Kesimpulan........................................................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 19

3

Page 4: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

TINJAUAN PUSTAKA

i. DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kamera Gamma......................................................................................................... 10

Gambar 2 Tampilan Menu Utama.............................................................................................. 11

Gambar 3 Tampilan Menu Pasien.............................................................................................. 12

Gambar 4 Tampilan Menu Akusisi............................................................................................ 12

Gambar 5 Tampilan Laporan Hasil Analisis.............................................................................. 13

Gambar 6 Slide Materi Pembelajaran........................................................................................ 13

Gambar 7 Perangkat Keras Renograf Dual Probes.................................................................... 15

Gambar 8 Tampilan Perangkat Lunak Reno XP........................................................................ 16

Gambar 9 Kurva Renogram....................................................................................................... 16

Gambar 10 Tipikal Pola-pola Renogram..................................................................................... 17

4

Page 5: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

ii. DAFTAR BLOK DIAGRAM

Halaman

Blok Diagram 1 Sistem Pengukuran Radiasi dengan Detektor Sintilasi................................. 9

Blok Diagram 2 Kamera Gamma............................................................................................. 10

Blok Diagram 3 Renograf BI-756............................................................................................ 15

5

Page 6: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

iii. DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbedaan Pencitraan Kedokteran Nuklir dan Radiologi......................................... 8

6

Page 7: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

PEMBAHASAN

Kedokteran Nuklir dan Jenis-jenis Teknik yang Digunakan

Kedokteran Nuklir adalah cabang dari ilmu kedokteran yang memanfaatkan radiofarmaka

(senyawa kompleks dari radioisotop sumber terbuka berumur paro relatif pendek dengan suatu

sediaan farmasi yang spesifik untuk organ tertentu) dan peralatan deteksi nuklir (deteksi sinar

gamma atau beta) yang dilengkapi perangkat lunak khusus untuk mengetahui fungsi dan atau

anatomi organ tertentu dalam rangka diagnostik suatu kelainan/penyakit dan atau terapi penyakit.

Pada kedokteran nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi in-vivo)

maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine dan

sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas

percobaan).

Teknik in-vitro adalah teknik dimana cuplikan biologik dari subyek penelitian direaksikan

dengan suatu radioisotop didalam tabung dalam rangka penetapan kadar zat tertentu didalam

cuplikan tersebut untuk keperluan diagnostik fungsi organ atau sistem. Salah satu teknik invitro yang

banyak dipakai adalah teknik Radio Immuno Assay (RIA) dan Immuno Radio Metric Assay (IRMA).

Alat utamanya adalah Pencacah Gamma (Gamma Counter). Zat-zat yang dapat ditetapkan kadarnya

adalah hormon, protein endogen, obat, penanda tumor, penanda infeksi dan lain-lain.

Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui

mulut atau suntikan atau dihirup lewat hidung dan sebagainya maka informasi yang dapat diperoleh

dari pasien dapat berupa:

1. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapt diperoleh dengan bantuan

peralatan yang disebut kamera gamma ataupun kamera positron (teknik in-vivo imaging).

2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan angka-angka yang

menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu disamping citra

atau gambar yang diperoleh dengan kamera positron.

3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine dan sebagainya) yang

diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor radiasi

(teknik in-vivo non-imaging).

Data yang diperoleh baik dengan teknik imaging maupun non-imaging memberikan informasi

mengenai fungsi organ yang diperiksa.

Teknik in-vivo imaging adalah teknik dimana radiofarmaka (yang spesifik untuk organ

tertentu) diberikan kepada subyek penelitian (secara oral, parenteral, inhalasi dan lain-lain)

kemudian dilakukan pendeteksian sinar gamma dari radioisotop yang terakumulasi didalam organ

target dengan alat pendeteksi. Pendeteksian dapat dilakukan secara planar dinamik (cacahan per-

image per satuan waktu secara serial sejak sesegera setelah radiofarmaka disuntikkan sampai dengan

waktu tertentu) atau planar statik (cacahan per-image per satuan waktu, setelah jeda waktu tertentu

paska penyuntikkan radiofarmaka) atau SPECT (suatu teknik tomografi) atau pencacahan seluruh

tubuh (whole body). Data yang dihasilkan berupa gambar serial, kurva cacahan VS waktu, hasil

analisis kuantitatif oleh perangkat lunak, gambar statik biasa, gambar statik tomografik atau gambar

seluruh tubuh. Alat utamanya adalah Kamera Gamma (Gamma Camera) Planar atau SPECT.

7

Page 8: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

Pemeriksaan fungsi organ (disebut juga scanning) yang dapat dilakukan adalah otak, kelenjar air

mata, kelenjar ludah, tiroid, paru, jantung, kelenjar mamae, lambung, usus, ginjal, hati, limpa,

empedu, tulang (spot atau seluruh tubuh), kelenjar getah bening, infeksi dan lain-lain.

Teknik in-vivo non-imaging adalah teknik dimana radiofarmaka (yang spesifik untuk organ

tertentu) diberikan kepada subyek penelitian (secara oral atau parenteral) kemudian dilakukan

pendeteksian sinar gamma atau betha dari radioisotop yang terakumulasi didalam organ target

dengan alat pendeteksi dan data yang dihasilkan berupa cacahan atau kurva cacahan VS waktu. Alat

yang digunakan misalnya adalah Renograf, Thyroid Uptake, Heliprobe dan lain-lain. Pemeriksaan

fungsi organ yang dapat dilakukan adalah ginjal, tiroid, infeksi Helicobacter pylori, dan lain-lain.

Pencitraan (imaging) pada kedokteran nuklir dalam beberapa hasil-berbeda dengan pencitraan dalam

radiologi, ditampilkan dalam tabel di bawah.

Parameter Kedokteran Nuklir Radiologi

Sumber Radiasi Zat radioaktif yang terbuka Pesawat pembangkit radiasi

Pembentukan Citra

Emisi radiasi, perbedaan akumulasi radioisotop dalam berbagai bagian tubuh

Transmisi radiasi; perbedaan daya tembus radiasi terhadap berbagai bagian tubuh

Informasi yang diberikan

Terutama fungsional Terutama anatomis-morfologis

Tabel 1. Perbedaan Pencitraan Kedokteran Nuklir dan Radiologi

8

Page 9: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

Bahan SintilatorRadiasi

cahaya

Photo MultiplierTube

Anoda

dapat memancarkan cahaya Katoda Meter

Peralatan

I. Teknik in-Vitro

Pencacah Gamma dengan Detektor Sintilasi NaITl

Pembahasan Detektor Sintilasi NaITl

Detektor sintilasi berfungsi sebagai alat konversi dari radiasi gamma menjadi sinar tampak

dengan waktu yang sangat cepat (kerlipan cahaya). Detektor sintilasi dengan bahan sintilator

yang berasal dari kristal sodium iodine (NaI) dan aktivator thalium (Tl) dikenal dengan nama

detektor sintilasi NaI(Tl). Aktivator thalium yang muncul sebagai impuritas dalam struktur

kristal, mempermudah terjadinya perubahan energi yang terserap ke dalam kristal menjadi

cahaya. Simbol kimia dari kristal sodium iodine dan thalium adalah NaI(Tl).

Tabung pengganda elektron (PMT)

Proses sintilasi yang dihasilkan oleh kristal mempunyai intensitas cahaya yang belum cukup

kuat untuk dapat dilihat. Untuk itu perlu dikonversikan dalam bentuk pulsa elektronik, proses

konversi dari cahaya menjadi arus listrik dilakukan oleh tabung pengganda elektron (PMT).

Kolimator

Pancaran radiasi yang mengenai objek akan memancarkan radiasi hambur, dan

mempengaruhi ketajaman gambar yang dihasilkan. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan

suatu alat yang disebut kolimator. Kolimator hanya meneruskan radiasi yang searah dengan

detektor, sedangkan yang tidak searah akan diserap oleh kolimator.

Blok Diagram 1. Diagram Sistem Pengukuran Radiasi dengan Detektor Sintilasi

9

Page 10: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

II. Teknik in-Vivo

Teknik ini terbagi menjadi dua, antara lain teknik in-vivo imaging dan teknik in-vivo non-imaging.

II.1 Teknik in-Vivo imaging

Kamera Gamma

Pembahasan Kamera Gamma

Peralatan Kamera Gamma merupakan alat diagnostik medik yang dapat

menghasilkan citra anatomi dan fungsi organ dengan cara mendeteksi berkas radiasi dari

radioisotop.

Gambar 1. Kamera Gamma

Secara garis besar peralatan Kamera Gamma terdiri dari 3 bagian yaitu bagian

deteksi, bagian pencitraan dan bagian mekanik. Bagian deteksi terdiri dari detektor kristal

sintilator NaI(Tl), penguat awal dan bagian pengolah sinyal, dari bagian ini dihasilkan

sinyal berbobot posisi X, Y dan Z. Bagian pencitraan terdiri dari modul antar muka dan

perangkat lunak akuisisi dalam komputer, bagian ini mengolah sinyal masukan menjadi

suatu citra obyek. Sedang bagian mekanik terdiri dari beberapa sistem mekanik beserta

kontrol penggerak mekanik. Blok diagram Kamera Gamma diperlihatkan dalam blok

diagram 2.

Blok Diagram 2. Kamera Gamma

Pemakaian alat untuk pemeriksaan pasien secara ringkas dapat diterangkan sebagai

berikut. Mula-mula pasien dilakukan penanganan klinis sesuai dengan kasus yang 10

Page 11: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

dideritanya, kemudian pasien ditempatkan pada meja pasien, detektor diarahkan kebagian

organ yang diperiksa. Detektor akan mendeteksi zarah radiasi yang dipancarkan oleh isotop

yang terakumulasi dalam organ pasien. Pulsa-pulsa listrik yang dihasilkan oleh detektor

akan dikuatkan oleh rangkaian penguat awal, oleh bagian pengolah sinyal pulsa tersebut

dibobotkan kedalam bentuk sinyal posisi berdimensi X dan Y. Selain itu, pulsa keluaran

detektor juga dicek kebenarannya sebagai bobot energi oleh penganalisis tinggi pulsa

(Single Chanel Analyzer), sehingga pulsa yang sesuai dengan bobot energi isotop saja yang

dilewatkan, oleh teknik logika pulsa ini dibentuk menjadi sinyal Z.

Sinyal X, Y dan Z yang dihasilkan, diumpankan ke bagian masukan modul antarmuka

pencitraan untuk diubah menjadi sinyal digital agar dapat dipahami oleh perangkat lunak

akuisisi pada komputer. Hasil perekaman data akan dicitrakan oleh perangkat lunak

akuisisi Medicview menjadi citra organ pasien, selanjutnya citra organ ini dilakukan

analisis menggunakan studi pasien, pengolahan data citra, penyimpanan file, pelaporan dan

pengiriman file kepada dokter maupun bagian lain untuk penanganan lebih lanjut.

Perangkat Lunak Medicview

Pengoperasian perangkat lunak pelatihan ini sama seperti pengoperasian perangkat

lunak Medicview saat digunakan untuk akuisisi data pasien. Setelah program diaktifkan,

akan tertampil Menu Utama yang berisi beberapa short cut fungsi operasi seperti

diperlihatkan pada Gambar 2. Fungsi dari setiap short cut diterangkan dalam manual

Medicview Akuisisi.

Gambar 2. Tampilan Menu Utama

Dari short cut Patient akan ditampilkan menu pasien, yang berisi daftar semua nama

pasien yang tercantum pada kotak daftar pasien dan nama studi pasien yang tercantum pada

kotak studi pasien. Data pasien beserta studinya merupakan data yang sudah tetap dan

nantinya akan diproses kembali pada saat akuisisi data. Tampilan menu pasien

diperlihatkan dalam Gambar 3.

Pilih nama pasien yang akan dilakukan pemeriksaan, maka akan tertampil form isian

data pasien yang telah terisi, kemudian pilih akuisisi sehingga tertampil menu akuisisi

seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 4.

Dalam menu akuisisi tertampil beberapa parameter pengaturan seperti arah posisi

pasien, pembesaran citra, pengaturan warna citra, posisi pasien, citra organ yang diperiksa

dan daftar materi teori pembelajaran.

Jika pengaturan dirasakan telah cukup, selanjutnya dimulai pengambilan data dengan

menekan Start Recording, lamanya akuisisi data sesuai dengan batas waktu atau jumlah

cacah yang telah ditentukan, setelah selesai akuisisi data kemudian tampilan akan kembali

ke menu pasien.

11

Page 12: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

Gambar 3. Tampilan Menu Pasien

Gambar 4. Tampilan Menu Akusisi

Hasil akuisisi data yang tersimpan dalam daftar studi pasien selanjutnya dilakukan

analisis citra atau pengolahan hasil citra. Hasil analisis disimpan atau dapat dilaporkan

kepada yang berkepentingan melalui pencetakan atau jaringan. Salah satu hasil analisis

(contoh: analisis ginjal) diperlihatkan dalam gambar 5.

12

Page 13: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

Gambar 5. Tampilan Laporan Hasil Analisis

Salah satu slide materi pembelajaran dalam bidang instrumentasi nuklir diperlihatkan

pada Gambar 6. Dari menu yang tersedia, pengguna dapat leluasa mencoba semua shortcut,

melakukan pengaturan citra dan melakukan analisis hasil citra tanpa khawatir melakukan

kesalahan maupun akibat lainnya. Dengan sering mencoba media pembelajaran ini dan

dengan didasari pengetahuan penanganan klinis, diharapkan dapat membantu

meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pengguna, sehingga tidak gamang lagi

nantinya dalam mengoperasikan peralatan Kamera Gamma.

Gambar 6. Slide Materi Pembelajaran

13

Page 14: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

II.2 Teknik in-Vivo non-Imaging

Renograf

Pembahasan Renograf

Renograf adalah salah satu alat yang dipergunakan dalam kedokteran nuklir untuk

membuat grafik fungsi ginjal (renal) dalam pemeriksaan dari luar tubuh (in-Vivo). Dasar

renograf adalah Spektrometri gamma yang di desain untuk kepentingan dalam bidang

kedokteran yang menyangkut prinsip keserdehanaan dan kemudahan dalam pengoperasian

artinya alat tersebut mudah dioperasikan, tidak perlu persyaratan awal maupun pengaturan

lebih lanjut. Alat ini mampu berperan sebagai pemantau dan pencacah aktivitas dari

perunut radiofarmaka yang datang, ditangkap dan dikeluarkan oleh ginjal.

Renograf dengan detektor dual probe merupakan peralatan yang relatif sederhana

yang memanfaatkan teknik nuklir. I-131 disuntikan pada pasien untuk menguji fungsi

ginjal. Keluarannya berupa kurva hubungan antara waktu dengan aktivitas. Kurva tersebut

dikenal dengan renogram.

Unit Renograf Dual Probe terdiri dari dua buah Spektrometer yang dipadukan

bersama yang terdiri dari sistem Penyedia daya tegangan DC, Detektor NaI(Tl), Penguat

awal, Penguat utama, TSCA, Counter/Timer, Interface dan personal komputer sebagai

akuisisi data. Prinsip kerjanya adalah sinar radiasi gamma yang datang akan diterima oleh

detektor NaI(Tl) dan oleh detektor akan diubah menjadi pulsa listrik, selanjutnya pulsa

keluaran detektor akan dibentuk menjadi pulsa semi gaussian dan dikuatkan oleh penguat

awal, kemudian dikuatkan lagi pada penguat utama sehingga pulsa keluaran berupa pulsa

gaussian dengan tinggi pulsa yang sudah memenuhi syarat untuk dianalisa dan diubah

menjadi bentuk digital pada TSCA yang selanjutnya pulsa digital akan dicacah pada

counter. Pulsa keluaran TSCA disamping masuk ke counter juga sebagai masukan

Interface untuk ditampilkan dalam bentuk grafik pada layar monitor. Pengujian sistem

elektronik perlu dilakukan guna mengetahui kualitas Renograf serta untuk memenuhi

standar intrumentasi nuklir yang telah ditentukan. Uji fungsi dan rekalibrasi ini dilakukan

setelah dilakukan perbaikan karakteristik sistem dan pemakaian pada kurun waktu satu

tahun. Karakteristik utama yang diuji adalah Penyedia Daya Tegangan DC yaitu LV dan

HV, stabilitas HV dan tegangan ripelnya, pulsa keluaran Penguat utama, pulsa keluaran

TSCA, Counter/Timer dan Interface.

Deskripsi Peralatan

Sistem deteksi radiasi γ pada Renograf terdiri dari detektor sintilasi NaI(Tl) serta

peralatan elektronika disusun seperti pada gambar blok diagram 3 dan diset-up pada

kondisi kerja optimumnya agar diperoleh pencacahan yang benar dengan mengacu sistem

deteksi radiasi γ.

14

Page 15: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

Blok Diagram 3. Renograf BI-756

1. Perangkat Keras

Bagian utama dari perangkat keras peralatan renograf adalah :

Detektor Probes

Detektor yang digunakan sebagai probes adalah jenis Scintilasi (Nal(TI)).

Detektor dilengkapi dengan kolimator dari bahan timbal untuk mengarahkan ke

masing-masing ginjal dan menghindari cross talk antar ginjal, serta menekan

gangguan latar (back ground). Probes ini dapat terpasang secara khusus pada kursi

pasien, maupun pada statif tegak. Dengan statif tegak nenubgkinkan penggunaan

sistem ini untuk keperluan lain, misalnya dengan perangkat unak khusus sebagai

pengukur Thyroid Uptake, atau untuk keperluan prosedur lain yang dikembangkan

lebih lanjut.

Gambar 7. Perangkat Keras Renograf Dual Probes

Catu daya detektor dan unit pemroses sinyal

Catu daya detektor memberikan tegangan tinggi (sekitar 1000 VDC)

yangdiperlukan untuk operasi detektor. Pemroses sinyal memperkuat sinyal dari

detektor, membentuk sinyal menjadi pulsa gaussian, memisahkan pulsa sesuai

pilihan energi isotop dengan teknik Single Channel Analyzer (SCA), serta mencacah

pulsa per 4 detik. Saat ini unit detektor terdiri dari Modul Tegangan Tinggi dan

Add-On Card untuk ISA bus. Untuk mengikuti trend perkembangan komputer

sedang dikembangkan modul akuisis data dengan memanfaatkan teknologi

Universal Serial Bus (USB).

15

Page 16: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

Gambar 8. Tampilan Perangkat Lunak Reno XP

2. Perangkat Lunak (software)

Tersedia beberapa versi software yang digunakan dengan sistem operasi DOS, Window

98, dan Window XP. Versi DOS memungkinkan pemanfaatan komputer lama jenis 486,

sedangkan versi Windows yang memerlukan PC Pentium (dengan memori minimum 16

MB untuk Window 98 dan 32 MB untuk Window XP) lebih menawarkan kemudahan

bagi operator (user friendly). Operasi perangkat lunak renograf mengharuskan operator

setiap hari melakukan uji kualitas alat (spectum check, ULD-LLD setting, Chi-Square

Test) sebelum digunakan untuk pemeriksaan pasien. Secara umum aplikasi renograf

terdiri dari: akuisisi data pasien baru, menyimpan data pasien, membuka

kembali/memeriksa/menganalisa file data pasien, dan mencetak data hasil pemeriksaan.

Parameter yang ditampilkan meliputi cacah (count) maksimum masing-masing ginjal

beserta waktu pencapaiannya, waktu pencapaian 2/3 dan T1/2, reno indeks, up-take

relatif, serta cacah pada menit ke sepuluh.

Kurva Renogram

Berdasarkan renogram akan memberikan informasi tentang keadaan fungsi ginjal

meliputi respon vasculer, kapasitas uptake dan kemampuan mengeluarkan perunut. Ada

beberapa pola bentuk renogram yang berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal yang

dipergunakan sebagai acuan dalam dianogse.

Gambar 9. Kurva Renogram

16

Page 17: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

Kurva renogram seperti dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Fase pertama disebut fase pembuluh darah (respon vasculer).

2. Fase kedua disebut uptake atau konsentrasi.

3. Fase ketiga disebut fase ekskresi atau eliminasi.

Fase I, berlangsung sangat cepat sekali yaitu hanya berlangsung sekitar 12 detik,

terjadinya setelah perunut radioisotop disuntikkan kedalam pembuluh darah.

Fase II, menggambarkan kapasitas pengambilan bahan perunut oleh ginjal (sistem

nefron) akan terjadi proses sekresi tubuler dan filtrasi glomerular. Perunut akan bertambah

sampai terjadi puncak kesetimbangan (T max.) yang sebelumnya akan menurun (awal

sekresi). Pada keadaan normal fase kedua ini berlangsung antara 2-5 menit setelah injeksi.

Kemiringan (inclination) dari fase II dapat memberikan informasi kondisi proses ginjal.

Fase III, menggambarkan proses ekskresi atau pembuangan (eliminasi) perunut

radioisotop dari ginjal. Laju dan bentuk kurva dari fase III ini mencerminkan keadaan

fungsional segmen ekskresi dari ginjal mulai dari pelvis renalis sampai dengan ureter.

Dalam analisis kurva renogram, dilakukan dengan melihat beberapa ciri atau parameter

meliputi: Kemiringan (Slope) dari setiap fase, Waktu paruh dari kurva naik maupun turun,

Perbandingan (Ratio) dari level laju pencacahan.

Tipikal Pola-pola Renogram

Gambar 10. Tipikal Pola-pola Renogram

17

Page 18: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

PENUTUP

Kesimpulan

1. Ilmu kedokteran nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi

terbuka berasal dari desintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajiri perubahan

fisiologis, anatomi, dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan

penelitian kedokteran.

2. Pada kedokteran nuklir, radioisotop dimasukkan ke dalam tubuh pasien (in-vivo) maupun hanya

direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine dan sebagainya,

yang diambl dari tubuh pasien yang dikenal dengan studi in-vitro.

3. Alat utama teknik in-vitro adalah Pencacah Gamma (Gamma Counter). Zat-zat yang dapat

ditetapkan kadarnya adalah hormon, protein endogen, obat, penanda tumor, penanda infeksi dan

lain-lain.

4. Teknik in-vivo terbagi menjadi dua, antara lain teknik in-vivo imaging dan teknik in-vivo non-

imaging.

5. Alat utama teknik in-vivo imaging adalah Kamera Gamma (Gamma Camera) Planar atau

SPECT. Pemeriksaan fungsi organ (disebut juga scanning) yang dapat dilakukan adalah otak,

kelenjar air mata, kelenjar ludah, tiroid, paru, jantung, kelenjar mamae, lambung, usus, ginjal,

hati, limpa, empedu, tulang (spot atau seluruh tubuh), kelenjar getah bening, infeksi dan lain-

lain.

6. Alat utama yang digunakan pada teknik in-vivo non-imaging misalnya adalah Renograf, Thyroid

Uptake, Heliprobe dan lain-lain. Pemeriksaan fungsi organ yang dapat dilakukan adalah ginjal,

tiroid, infeksi Helicobacter pylori dan lain-lain.

18

Page 19: Alat Ukur Radiasi Di Bidang Kedokteran Nuklir

7. DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=8&ved=0CBwQFjAH&url=http

%3A%2F%2Fwww.batan.go.id%2Fptkmr%2FAlara%2FBulAlara%2520Vol

%25201_1%2520Ags%252097%2FBAlara1997_01108_021.pdf&ei=FCRIS-

P1Kors7AOnlMDXCw&usg=AFQjCNGwx7_iIHcsit73Fc2EbHOusbHgAw, diakses pada tanggal

9 Januari 2010.

http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:pi1e-MSkpPwJ:www.aagos.ristek.go.id/nuklir/

renograf_dual_robes.pdf+renograf&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEEShtSMJthu3ioq1b9V

meFGCyqGTIqM4n4P5E8KoRcZuvx9pVo3MB36-

eJKIqUtMelKqqDGtUIE16W94QIOBoo_1LmWVAxCAuTMpbFECokQJninmjjC7ExbBuhURLkn

zw7MZFirl5&sig=AHIEtbSuQwAnaBwHUaYB-0cpU9x2vXZ_tQ, diakses pada tanggal 9 Januari

2010.

http://www.infonuklir.com/modules/news/makepdf.php?storyid=60, diakses pada tanggal 10

Januari 2010.

http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2008/06/22-djuningran-229-239.pdf, diakses

pada tanggal 10 Januari 2010.

http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2008/06/39-sigit-bachtiar-hal-391-397.pdf,

diakses pada tanggal 10 Januari 2010.

http://adigayani.blogspot.com/2009/08/detektor-sintilasi.html, diakses pada tanggal 31 Januari

2010.

19