Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ALIH KODE DALAM HOMILI PERAYAAN
MISA MINGGUAN DI PAROKI SANTO YOHANES
RASUL PRINGWULUNG YOGYAKARTA
PERIODE AGUSTUS - OKTOBER 2019
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Priska Astri
161224038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberkati dan melancarkan segala
proses dalam menyelesaikan karya ini.
2. Kedua orang tua saya, Bapak Anisetus Jehoman dan Ibu Fransiska
Mainafia yang selalu mendoakan saya, memberi semangat dengan
dukungan yang luar biasa terhadap pilihan hidup saya.
3. Keluarga besar suku Leda dan suku Melaju yang ikut terlibat dalam proses
perkuliahan saya hingga menyelesaikan tugas akhir ini
4. Sahabat-sahabat yang selalu memberi motivasi dan selalu mengingatkan
saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Para dosen yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan dalam
menyelesaikan karya ini.
6. Teman-teman PBSI 2016 kelas A dan B yang sama-sama
memperjuangkan tugas akhir, kalian sungguh luar biasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru:
mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka
berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah
(Yesaya 40:31)
Selalu bersyukur karena masih banyak hal yang akan mengubahmu menjadi lebih
baik
(Penulis)
Ambil waktu untuk berpikir, hingga kamu tidak mampu untuk menyalahkan diri
sendiri atas kesalahanmu
(Penulis)
Jika keajaiban itu nyata maka itu adalah nama lain dari kerja keras
(TTBY)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Astri, Priska. 2020. Alih Kode dalam Homili Perayaan Misa Mingguan di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta Periode Agustus-Oktober 2019. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji tentang alih kode yang terdapat dalam homili
perayaan misa mingguan di Paroki Santo Yohanes Pringwulung. Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan wujud alih kode, maksud alih kode dan faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode dalam tuturan homili perayaan misa mingguan di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.
Jenis penelitian yang telah dilakukan adalah penelitian deskripsi kualitatif menggunakan metode simak dengan mendeskripsikan frasa, klausa dan kalimat yang telah direkam. Subjek pada penelitian ini adalah para pemuka agama Katolik (Romo/Pastur) yang menyampaikan homili di Gereja Santo Yohanes Pringwulung dan Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yaitu berupa frasa, klausa dan kalimat yang diungkapkan oleh pemuka agama Katolik selama homili berlangsung, sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik observasi dengan cara merekam, mengamati, mencatat dan wawancara. Setelah data diperoleh, peneliti melakukan transkrip data, tabulasi, triangulasi dan analisis data secara mendalam.
Simpulan dari analisis data dalam penelitian ini adalah terdapat 92 data yang sudah ditabulasikan dan dianggap absah oleh ahli bahasa. Data tersebut dikategorikan ke dalam wujud alih kode yaitu terdapat 10 data tuturan yang berwujud bahasa, 70 data yang berwujud ragam, dan 12 data yang berwujud gaya bahasa. Data tuturan berwujud bahasa yaitu dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia atau dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah dan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing atau dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Data yang berwujud ragam terdiri dari data yang berwujud ragam formal ke dalam ragam nonformal dan atau ragam nonformal ke dalam ragam formal. Selain itu, terdapat beberapa maksud alih kode yang terjadi dalam tuturan homili pemuka agama Katolik di Paroki Santo Yohanes Pringwulung yaitu untuk menegaskan sesuatu, mengetahui latar belakang mitratutur, membangkitkan rasa humor, kedekatan antara penutur dan mitratutur, kebiasaan penutur serta menunjukkan keterpelajaran penutur. Peneliti juga menemukan data sebagai faktor penyebab terjadinya alih kode, yaitu faktor penutur, faktor mitratutur, berubahnya topik pembicaraan, kedekatan antara penutur dan mitratutur dan faktor suasana.
Kata kunci: Alih kode, Faktor, maksud dan tuturan homili
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Astri. Priska. 2020. Code switching in homily weekly eucharist celebration in the parish of Saint John the Apostle Pringwulung Yogyakarta. Period August-October 2019. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language and Literature Education Study, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University. This research examines about code-switching contained in the homily of
the weekly eucharist celebration at the Parish of St. Yohanes Pringwulung. The research aims are to describe the form of code-switching, the purpose of code-switching, and the factors that cause code-switching in homily speech of the weekly eucharist celebration at the Parish of Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.
The type of research that has been conducted is qualitative description research using a reference method by describing the phrases, clauses, and sentences which have been recorded. The subjects in this research are catholic religious leaders (priest/pastor) who delivered the homily at the Church of St. Yohanes Pringwulung and Chapel of St. Robertus Bellarminus Yogyakarta. In this research, the data used are primary and secondary data in the form of phrases, clauses, and sentences expressed by Catholic religious leaders during the homily, while the technique used is the observation by recording, observing, taking notes, and interview. After the data is obtained, the researcher conducts the data transcript, tabulation, triangulation, and in-depth data analysis
The conclusion of the data analysis indicates that there are 92 data which have been tabulated and considered valid by the linguist. Then the data are categorized into the form of code-switching, those are 10 utterance data in the form of language, 70 data in various forms, and 12 data in the form of language style. The utterance data in the form of language are from the regional languages into Indonesian or otherwise and from Indonesian into foreign languages or otherwise. Data in various forms consist of data in the form of normal variation into non-formal variation and or non-formal variation into formal variation. In addition, there are some intentions of code-switching that happened in homily speech by Catholic religious leaders in the Parish of St. Yohanes Pringwulung those are to emphasize something, to know the background of the listener, to raise a sense of humor, the closeness between the speaker and the listener, the habit of the speakers and to show the speaker's knowledge. The researcher also found data as the causative factor of code-switching those are the factor of the speaker, the factor of the listener, changing the topic of conversation, the closeness between speaker and listener, and the factor of the atmosphere.
Keywords: code switching, factors, purpose and homily speech
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...........................................................................iv
MOTTO..................................................................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA......................................vii
ABSTRAK...........................................................................................................viii
ABSTRACT............................................................................................................ix
KATA PENGANTAR............................................................................................x
DAFTAR ISI........................................................................................................xiii
BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... ...... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................... ...... 6
1.3 Rumusan Masalah ...................................................................................... ...... 7
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................ ...... 7
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... ...... 7
1.6 Batasan Istilah ............................................................................................ ...... 8
1.7 Sistematika Penyajian ................................................................................ .... 11
BAB II: KAJIAN TEORI.................................................................................... 13
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan.................................................................13
2.2 Kajian Teori.....................................................................................................16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2.2.1 Bahasa.....................................................................................................16
2.2.2 Sosiolinguistik.........................................................................................19
2.2.3 Bilingualisme..........................................................................................21
2.2.4 Ragam Bahasa........................................................................................24
2.2.4.1 Variasi Bahasa dari Segi Pengguna dan Penggunaanya................28
2.2.4.2 Variasi Bahasa dari Segi Keformalan............................................35
2.2.5 Kode........................................................................................................38
2.2.6 Wujud Kode............................................................................................40
2.2.6.1 Kode yang Berwujud Bahasa........................................................40
2.2.6.2 Kode yang Berwujud Ragam........................................................42
2.2.7 Alih Kode................................................................................................44
2.2.8 Wujud Alih Kode....................................................................................51
2.2.8.1 Wujud Alih Kode Berbentuk Bahasa..............................................51
2.2.8.2 Wujud Alih Kode Berbentuk Ragam..............................................55
2.2.8.3 Wujud Alih Kode Berbentuk Gaya Bahasa ...................................55
2.2.9 Maksud Alih kode...................................................................................57
2.2.10 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Alih Kode....................59
2.2.11 Homili...................................................................................................62
2.3 Kerangka Berpikir...........................................................................................63
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN........................................................66
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................................66
3.2 Data dan Sumber Data.....................................................................................67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
3.3 Teknik Pengumpulan Data...............................................................................68
3.4 Instrumen Pengumpulan Data..........................................................................70
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data....................................................................70
3.6 Triangulasi........................................................................................................73
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................74
4.1 Deskripsi Data..................................................................................................74
4.2 Hasil Analisis Data...........................................................................................75
4.2.1 Wujud Alih Kode....................................................................................76
4.2.1.1 Alih Kode Antarbahasa.................................................................76
4.2.1.2 Alih Kode Antarragam Bahasa......................................................86
4.2.1.3 Alih Kode Antargaya Bahasa.........................................................96
4.2.2 Maksud yang Terdapat dalam Alih Kode...................................................104
4.2.2.1 Menjelaskan atau Menegaskan Sesuatu.......................................105
4.2.2.2 Menyampaikan Informasi............................................................106
4.2.2.3 Mengajak Mitratutur....................................................................108
4.2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode.....................................................109
4.2.3.1 Faktor Penutur..............................................................................109
4.2.3.2 Faktor Mitratutur..........................................................................111
4.2.3.3 Berubahnya Topik Pembicaraan..................................................113
4.2.3.4 Membangkitkan Rasa Humor......................................................115
4.2.35 Faktor Kedekatan Penutur dan Mitratutur.....................................118
4.2.3.6 Faktor Suasana.............................................................................121
4.3 Pembahasan....................................................................................................124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
BAB V: PENUTUP............................................................................................129
5.1 Kesimpulan....................................................................................................129
5.2 Saran...............................................................................................................131
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................133
LAMPIRAN........................................................................................................135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab I ini dibahas tentang latar belakang, identifikasi masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan istilah dan
sistematika penyajian.
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang dwibahasa, artinya
dalam setiap tuturan, masyarakat Indonesia selalu menggunakan bahasa yang
beragam atau berbeda-beda. Bahasa yang dikuasai oleh masyarakat lebih dari
satu bahasa. Berbicara tentang bahasa yang berbeda-beda, manusia
menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi yaitu untuk
menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain. Menurut
Kridaklasana dalam (Aslinda, 2010:1) bahasa adalah sistem bunyi yang
arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi,
dan mengidentifikasi diri. Hal tersebut benar adanya, karena bahasa yang
digunakan dalam masyarakat berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dan
menyampaikan pesan dan perasaan kepada orang lain. Setiap perasaan yang
ingin diungkapkan, disampaikan dalam wujud bahasa, baik itu bahasa lisan
maupun bahasa tertulis. Selaras dengan Kridaklaksana, Bloomfield dalam
(Sumarsono, 200:18) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang
berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang dipakai oleh
anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa
merupakan sistem bunyi yang digunakan oleh manusia untuk dapat
berkomunikasi dan atau bertukar informasi dengan manusia lain. Bahasa-
bahasa tersebut digunakan untuk saling bertukar pikir, menyampaikan ide
atau menyalurkan informasi kepada orang lain. Meskipun bahasa yang
dimiliki oleh setiap masyarakat berbeda, akan tetapi komunikasi yang terjadi
tetap berjalan dengan baik, karena setiap masyarakat memahami bahasa yang
mereka gunakan atau mereka sepakati bersama dalam berkomunikasi atau
bertindak tutur. Tidak ada masyarakat tanpa bahasa begitu pula sebaliknya
tidak ada bahasa tanpa masyarakat (Soeparno, 2013:15) Soeparno ingin
menjelaskan bahwa bahasa dan masyarakat adalah sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan atau dengan kata lain sesuatu yang memiliki hubungan dan saling
berkaitan.
Bahasa yang digunakan dalam bermasyarakat bukan hanya berfungsi
sebagai penyampaian pesan, berkomunikasi, dan lain sebagainya, tetapi juga
berfungsi sebagai alat kontrol sosial. Sebagai alat kontrol sosial bahasa
berfungsi untuk menyadarkan masyarakat atau mitratutur untuk berprilaku
dan bertindak dengan baik serta belajar untuk mendengarkan pandangan
orang lain terhadap suatu hal atau peristiwa tertentu.
Homili di gereja merupakan salah satu fungsi bahasa sebagai alat
kontrol sosial, yaitu untuk menyampaikan pesan kepada umat tentang suatu
pandangan dan perubahan sikap atau prilaku untuk menjadi lebih baik.
Homili sering diartikan sebagai sebuah nasehat atau pesan yang berisi ajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
moral yang memberikan inspirasi dan kesadaran tentang kehidupan untuk
menjadi lebih baik bagi banyak orang. Homili biasanya disampaikan oleh
pemuka-pemuka agama, dalam penelitian ini yaitu pemuka agama Katolik.
Kebanyakan para pemuka agama Katolik menyampaikan homili dengan
menggunakan ciri khusus. Ciri khusus yang dimaksud yaitu para pemuka
agama Katolik menyampaikan pesan dengan berbagai ragam bahasa. Hal
tersebut disebabkan karena para pemuka agama Katolik merupakan orang
yang dwibahasa atau dengan kata lain menguasai lebih dari satu bahasa.
Orang yang dwibahasa sangat erat kaitannya dengan salah satu fenomena
bahasa yaitu penggunaan alih kode. Artinya ketika seseorang yang dwibahasa
menggunakan ragam bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan, hal
tersebut dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Alih kode yang dimaksud
yaitu peralihan bahasa ataupun ragam dari satu bahasa ke dalam bahasa yang
lain.
Fenomena alih kode sering terjadi di berbagai lingkungan masyarakat.
Hal tersebut disebabkan karena adanya keberagaman bahasa yang digunakan
oleh masyarakat. Melihat hal itu, sangat jelas bahwa dalam sebuah homili
yang diwartakan oleh pemuka agama Katolik memiliki potensi fenomena
bahasa yang digunakan yaitu alih kode. Berdasarkan kenyataannya, para
pemuka agama Katolik seringkali menggunakan alih kode dalam setiap
tuturan homili yang disampaikan. Mereka menyampaikan homili dengan
ragam atau variasi bahasa yang berbeda. Variasi bahasa terjadi karena adanya
keragaman sosial dan fungsi kata dalam masyarakat. Keragaman sosial itulah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
yang melatarbelakangi para pemuka agama Katolik, sehingga dalam
menyampaikan homili seringkali terjadinya alih kode. Hal itu juga
disebabkan karena para pemuka agama Katolik mampu berdwibahasa atau
menguasai lebih dari satu bahasa. Alih kode yang dilakukan baik secara
sengaja maupun tidak sengaja berdasarkan alasan atau tujuan tertentu.
Sebelum dijelaskan secara mendalam terkait dengan alih kode,
fenomena bahasa yang satu ini juga masih berkaitan dengan alih kode yaitu
penggunaan kode. Kode merupakan suatu sistem tutur yang penerapan unsur
bahasanya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi
penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada (Rahardi, 2001: 21-
22). Kode yang digunakan dapat berupa dialek atau gaya bahasa yang
digunakan oleh penutur. Kode mempunyai ciri khas berdasarkan latar
belakang penuturnya masing-masing. Ciri khas yang dimaksud di sini yaitu
kekhasan dari kode itu sendiri dapat berupa kata, frasa, fonem ataupun
morfem. Kode bahasa yang digunakan dapat beralih dari satu kode ke kode
yang lain dengan tujuan atau arah yang jelas. Penggunaan kode seringkali
terjadi dalam homili perayaan Ekaristi dalam Gereja Katolik. Kode tersebut
digunakan agar pesan yang ingin disampaikan dalam Kitab Suci dapat
diterima dengan baik oleh umat Katolik atau mitratutur. Dari pemakaian kode
tersebut, munculah alih kode yang sering disebut sebagai peralihan dari setiap
kode yang ada.
Kode adalah dialek, maka alih kode merupakan gejala peralihan
pemakaian bahasa karena berubahnya situasi (Appel dalam Aslinda dan Leni,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2007:85). Artinya bahasa yang dikuasai oleh masyarakat dalam setiap tuturan
dapat dialihkan ke dalam bahasa yang lain dalam suatu percakapan untuk
menyampaikan sebuah informasi tanpa menghilangkan topik pembicaraan.
Menurut Appel alih kode merupakan gejala penutur menyelipkan serpihan-
serpihan bahasa daerah atau bahasa asing. Penggunaan serpihan-serpihan
bahasa asing dan bahasa daerah tersebut biasanya disadari oleh penutur.
Jika melihat batasan alih kode yang dipaparkan oleh Appel, seseorang
melakukan alih kode jika menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerah dan
bahasa asing. Akan tetapi, seseorang dapat juga dikatakan melakukan
peralihan kode jika, dalam proses penyampaian bahasa lisan dilakukan dari
ragam formal ke dalam ragam nonformal. Hal tersebut jelas, bahwa seseorang
telah melakukan peralihan kode. Karena kode bukan hanya sebatas dialek dan
bahasa melainkan berupa ragam atau gaya bahasa yang disampaikan oleh
penutur. Penggunaan alih kode jelas dilakukan secara sengaja oleh penutur
dengan tujuan untuk mempermudah hal yang ingin disampaikan. Dalam
sebuah homili, pemuka agama Katolik seringkali menggunakan alih kode.
Alih kode tersebut digunakan untuk memperjelas hal yang ingin disampaikan
atau dengan maksud tertentu, misalnya untuk membangkitkan rasa humor
atau untuk mengakrabkan diri dengan mitratutur.
Penggunaan alih kode dalam homili perayaan misa mingguan
bertujuan agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh mitratutur.
Selain itu, penguasaan dan penggunaan bahasa lebih dari satu dapat memicu
terjadinya alih kode. Alih kode memiliki berbagai macam wujud. Wujud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
tersebut dapat berupa bahasa (frasa, kata, klausa ataupun kalimat), berupa
ragam (gaya bahasa), tutur ringkas dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk
tersebut terselip dalam setiap tuturan yang diungkapkan oleh para pemuka
agama Katolik dengan tujuan dan maksud tertentu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti akan mendeskripsikan
kajian sosiolinguistik yaitu masalah perkodean yang berfokus pada alih kode
yang terjadi dalam masyarakat bilingual. Lebih khususnya dalam homili
pemuka agama Katolik. Penelitian ini diangkat berdasarkan berbagai kejadian
di lapangan, karena peneliti menemukan banyak sekali fenomena yang terjadi
yaitu para pemuka agama Katolik khususnya di Paroki Pringwulung
Yogyakarta selalu menggunakan berbagai ragam bahasa khususnya
penggunaan alih kode. Hal tersebut sangat menarik untuk diteliti, karena
permasalahannya seringkali terjadi tetapi tidak ditanggapi serius. Oleh karena
itu, peneliti mengambil judul “Alih Kode dalam Homili Perayaan Misa
Mingguan di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta periode
Agustus sampai Oktober 2019” untuk membahas permasalahan dan
mendalami serta mengetahui setiap masalah perkodean. Peneliti memilih
judul tersebut karena fenomena alih kode dalam penelitian terdahulu,
pemilihan lokasi penelitian di Gereja sangat jarang ditemukan.
1.2 Identifikasi Masalah
Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari kajian sosiolinguistik
yang mengkaji tentang bagaimana penutur dalam menyampaikan informasi
dalam konteks yang bersifat khusus, yaitu dalam perayaan misa mingguan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
yang terjadi dalam lingkup masyarakat tertentu. Masalah yang ingin dibahas
dalam penelitian ini mencakup masalah perkodean, yaitu alih kode dalam
homili perayaan misa mingguan di Paroki St Yohanes Rasul Pringwulung.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.
a. Apa saja wujud alih kode dalam homili perayaan misa mingguan di
Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung?
b. Apa saja maksud alih kode dalam homili perayaan misa mingguan di
Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta?
c. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya alih kode dalam homili
perayaan misa mingguan di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
a. Wujud alih kode yang digunakan dalam homili perayaan misa minguan di
Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung!
b. Maksud alih kode dalam homili perayaan misa minguan di Paroki Santo
Yohanes Rasul Pringwulung!
c. Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode dalam homili perayaan
misa mingguan di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta!
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoretis maupun praktis, khususnya dalam perkembangan sosiolinguistik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
a. Manfaat teoretis
Penelitian ini dilakukan tentunya untuk memberikan manfaat bagi
para pembaca. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan
setiap pembaca dalam bidang sosiolinguistik, khususnya yang berkaitan
dengan alih kode dalam homili perayaan misa mingguan di gereja. Penelitian
ini juga memberi manfaat bagi penelitian yang lain untuk menjadi acuan
dalam meneliti masalah perkodean selanjutnya.
b. Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian yang dilakukan yaitu:
1. penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam kajian
sosiolinguistik tentang masalah perkodean bagi penelitian selanjutnya.
2. Bagi mahasiswa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dapat
menambah wawasan untuk memahami masalah perkodean dalam tataran
sosiolinguistik serta dapat mengetahui kebahasaan yang digunakan
masyarakat tutur dalam lingkup sosial.
1.6 Batasan Istilah
Penelitian ini mengacu pada beberapa batasan istilah untuk
menghindari terjadinya kesalahpahaman dan penafsiran. Oleh karena itu,
perlu adanya batasan istilah, sehingga arah dan tujuan dalam penelitian akan
terlihat jelas. Batasan-batasan istilah tersebut adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
a. Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri
(Kridalaksana, 1993:21). Fenomena bahasa sangat penting dalam kehidupan
bemasyarakat, karena dengan adanya bahasa seseorang dapat berinteraksi,
saling berkomunikasi, dan dapat menyampaikan perasaan atau keinginan
dalam diri. Bahasa dapat membantu seseorang untuk berhubungan dengan
orang lain.
b. Sosiolinguistik
Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur yaitu sosio- dan linguistik. Arti
linguistik yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa,
khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat) dan hubungan
antara unsur-unsur itu (struktur), termasuk hakikat dan pembentukan unsur-
unsur itu. Sosio- adalah seakar dengan sosial yaitu yang berhubungan dengan
masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat dan fungsi kemasyarakatan.
jadi, sosiolinguistik merupakan kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan
kondisi kemasyarakatan (Sumarsono, 2002:1).
c. Bilingualisme
Bloomfield dalam Luh dan Putu (2014:24) mendefinisikan bilingualisme
sebagai “Kemampuan menggunakan dan mengontrol kedua bahasa dengan
kemampuan yang mendekati ‘penutur asli’ dari kedua bahasa tersebut. Robert
Lado dalam Luh dan Putu (2014:25) menyatakan bilingualisme adalah
kemampuann untuk berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
baiknya. Dengan demikian, bilingualisme merupakan seseorang yang
menguasai dua atau lebih bahasa yang sama baiknya dengan penutur asli dari
bahasa tersebut, namun beberapa persoalan terjadi yaitu tidak semua orang
dapat menguasai bahasa dengan sama baiknya.
d. Variasi bahasa
Variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang
masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya
(Poedjosoedarmo dalam Aslinda dan Leni, 2007: 17). Berbagai macam
variasi bahasa yang terjadi dalam lingkungan bermasyarakat. Variasi bahasa
terjadi karena adanya masyarakat yang multilingual.
e. Kode
Kode merupakan suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya
mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur
dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada (Rahardi, 2001: 21-22). Kode
dapat berupa dialek. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam sebuah
kode, terdapat beberapa unsur bahasa seperti, kata, frasa, fonem dan morfem
yang pemakaiannya dikendalikan oleh komponen tutur.
f. Alih kode
Alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian atau peralihan
pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa atau
bahkan beberapa gaya dari suatu ragam (Dell Hymes, 1975:103 dalam
Rahardi, 2001: 20). Peralihan kode dapat dilakukan dengan berbagai tujuan.
Alih kode dapat dikata sebagai peralihan dari kode yang satu ke dalam kode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
yang lain. Peralihan kode dapat berupa peralihan bahasa, ragam maupun
variasi bahasa.
g. Homili
Homili merupakan komunikasi iman yang disampaikan dalam rangka Ibadat
Sabda dan Perayaan Ekaristi untuk meneguhkan iman umat (Purnomo,
2010:15). Homili dapat diartikan sebagai penyaluran atau pesan yang ingin
disampaikan dalam kitab suci untuk direnungkan dan diaplikasi lewat
kehidupan sehari-hari. Homili dilakukan untuk menyadarkan dan
memberikan pesan positif kepada umat Katolik.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian ini tediri dari lima bab untuk mempermudah
para pembaca memahami penelitian ini. Berikut uraian sistematis penelitian.
Bab I Pendahuluan, Bab II Landasan Teori, Bab III Metodologi Penelitian,
Bab IV Hasil Penelitian dan Bab V Penutup.
Bab I adalah Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah dan
sistematika penulisan. Bab II berisi tentang Kajian Pustaka. Bab ini berisi
tentang penelitian terdahulu yang relevan, kajian teori, dan bagian akhir dari
bab II yaitu berisi tentang kerangka berpikir dalam penelitian yang akan
dilakukan.
Bab III Metodologi Penelitian. Bab ini berisi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan metodologi penelitian yaitu jenis penelitian, data dan
sumber penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
dan teknik analisis data dan triangulasi data. Bab IV Hasil Penelitian. Pada
bab ini berisi deskripsi data, hasil analisis data dan pembahasan. Bab V
adalah penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh peneliti. Pada bab ini juga disajikan daftar pustaka yang
digunakan dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab ini, peneliti mengemukakan landasan teori yang terdiri dari
1) penelitian yang relevan; 2) kajian teori; dan 3) kerangka berpikir.
Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan mengenai penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh penelitian lain yang relevan dengan penelitian yang
sedang dilakukan. Kajian teori berisi tentang teori-teori yang dipaparkan
sebagai landasan untuk menguatkan kajian dalam penelitian ini. Kerangka
berpikir berisi gambaran secara umum mengenai penelitian yang akan
dilakukan. Ketiga hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian ini tentu saja berangkat dari penelitian-penelitian
sebelumnya yang relevan tentang alih kode dalam lingkup yang berbeda.
Peneliti menemukan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang
akan dilakukan.
Penelitian pertama dilakukan oleh Andronikus Kresna Dewantara yang
berjudul “Campur Kode dan Alih Kode pada Interaksi Informal Mahasiswa di
Yogyakarta: Studi Kasus pada Mahasiswa Asrama Lantai Merah, jalan
Cendrawasi No. 1B, Demangan Baru Yogyakarta” (2015). Kajian penelitian
tersebut berbentuk skripsi. Pada penelitian ini, peneliti lebih fokus ke dalam
campur kode dan alih kode serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
alih kode pada tataran di asrama mahasiswa. Penelitian ini mendeskripsikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dan mengkaji secara mendalam tentang penggunaan campur kode dan alih
kode pada tuturan mahasiswa dari berbagai daerah.
Pada penelitian tersebut Andronikus Kresna Dewantara fokus
kajiannya yaitu pada tuturan mahasiswa asrama di Yogyakarta yang berasal
dari berbagai daerah di Indonesia. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu
mendeskripsikan jenis campur kode dan alih kode serta faktor penyebab
terjadinya campur kode dan alih kode pada interaksi mahasiswa di
Yogyakarta. Alih kode dan campur kode yang diteliti oleh Andronikus
bertujuan untuk mengetahui fenomena bahasa yang terjadi dalam tuturan
mahasiswa asrama di Yogyakarta.
Penelitian yang kedua dilakukan oleh F.X Dwi Pamungkas dengan
judul “Analisis Alih kode dan Campur Kode dalam Pembelajaran BIPA di
Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta” (2018). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui fenomena campur kode dan alih kode pada
mahasiswa asing yang belajar di lembaga bahasa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Peneliti memilih pembelajar BIPA di lembaga bahasa karena
bagi peneliti lokasi tersebut memiliki potensi yang lebih besar dalam
mendukung judul penelitian tersebut. Penelitian ini berfokus pada wujud alih
kode dan campur kode serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih
kode dan campur kode pada tataran pembelajar asing di lembaga bahasa
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Maria Kiki Adhy S dengan judul
“Alih Kode dan Campur Kode serta Tujuannya dalam Dialok Interaktif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Republik Sentilan Sentilun Metro Tv Periode Januari-Februari 2017”.
Penelitian tersebut mengkaji tentang alih kode dan campur kode yang terjadi
dalam dialok atau tuturan antara pembawa acara dengan bintang tamu dalam
acara dialog interaktif Republik Sentilan Sentilun. Peneliti di sini lebih
memfokuskan tuturan alih kode dan campur kode. Peneliti melihat bahwa
tuturan dari pembawa acara dan bintang tamu dalam acara Republik Sentilan
Sentilun memiliki fenomena bahasa alih kode dan campur kode akibat dari
perbedaan penguasaan bahasa. Ia memilih acara tersebut karena acara
tersebut sangat menarik dan merupakan sarana untuk menyampaikan aspirasi
rakyat terhadap pemerintah.
Penelitian keempat dilakukan oleh Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum
dengan judul “Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode” (2001). Penelitian ini
lebih berfokus pada kode, alih kode serta wujud kode dan alih kode dalam
wacana jual-beli sandang di pasar Bringharjo Yogyakarta. Penelitian yang
dilakukan berpusat pada setiap ujaran atau komunikasi yang dilakukan oleh
penjual dan pembeli.
Dari penelitian yang relevan di atas ditemukan persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada keempat penelitian di atas
memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu fenomena
bahasa yang terdapat dalam salah satu kajian sosiolinguistik tentang masalah
perkodean khususnya alih kode.
Perbedaan dari keempat penelitian di atas yaitu pemilihan lokasi yang
berbeda serta objek penelitian yang berbeda. Peneliti mencoba untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
melakukan penelitian dengan memilih lokasi yang berbeda dari penelitian
terdahulu yaitu di Gereja Santo Yohanes Rasul Pringwulung dan di Kapel
Santo Robertus Bellarminus. Lokasi tersebut merupakan tempat umat Katolik
melakukan perayaan Ekaristi kudus. Peneliti menganggap bahwa pemilihan
lokasi tersebut sangat menarik dalam melakukan penelitian yang berkaitan
dengan masalah perkodean. Alasan dari peneliti memilih dua tempat untuk
melakukan penelitian yaitu karena kedua tempat tersebut merupakan bagian
dari Paroki Pringwulung dan memiliki fenomen alih kode yang cukup banyak
terjadi. Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah
penelitian yang berkaitan dengan kode dan alih kode.
2.2 Kajian Teori
Pada penelitian ini, peneliti memaparkan beberapa teori yang
berkaitan dengan judul penelitian. Teori tersebut akan dijadikan pedoman
dalam melakukan penelitian. Teori-teori tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
2.2.1 Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dikatakan sebagai alat komunikasi,
karena bahasa memiliki peran dalam menyampaikan ide atau informasi
kepada orang lain. Bahasa sering disebut sebagai suatu alat penyampaian
informasi yang sifatnya berubah-ubah atau tidak tetap. Dengan adanya
bahasa, pesan yang ingin disampaikan dapat terwujud atau dapat diterima
dengan baik oleh orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Bahasa pada hakikatnya berupa bunyi, hal tersebut telah menjadi
pengetahuan umum bagi pengkaji bahasa, yang diandaikan setidaknya-
tidaknya ada dua: a) bahasa itu diucapkan dengan sarana organ mulut dan b)
pembicara-pendengar cenderung bersemuka dalam batas jarak lihat dan jarak
dengar (Sudaryanto, 1994: 7). Selaras dengan Sudaryanto, Kridalaksana
dalam (Aslinda dan Syafyahya, 2007:1), mengatakan bahwa bahasa
merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi. Artinya
suatu bahasa dapat bersifat mana suka atau dapat berubah-ubah seiring
berjalannya waktu. Bahasa juga dapat diartikan sebagai kemampuan yang
dimiliki oleh manusia untuk berkomunikasi atau menyampaikan pesan
kepada manusia lain. Bahasa merupakan sebuah sistem yang di dalamnya
terdapat unsur yang berhubungan secara konvensional. Artinya dalam
penggunaan bahasa, masyarakat menjadikan bahasa sebagai alat untuk
berkomunikasi atau menyampaikan pesan kepada mitratutur dan berdasarkan
kesepakatan bersama atau disepakati secraa umum dalam masyarakat
penganut bahasa tersebut..
Batasan bahasa yang disampaikan oleh (Kridalaksana dalam Aslinda
dan Syafyahya, 2007:1), hanya membatasi bahasa sebagai alat untuk
bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi, akan tetapi kegunaan bahasa
sangat dominan dan sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat yaitu
sebagai alat kontrol sosial. Bahasa digunakan sebagai alat untuk membantu
menyalurkan pesan atau informasi kepada orang lain. Bahasa dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
menyebabkan masyarakat menjadi lebih baik atau bahkan sebaliknya. Dapat
dikatakan bahwa dengan kehadiran bahasa, seseorang dapat mengubah dunia
berdasarkan kemampuan bahasa yang dimilikinya (positif ataupun negatif).
Penggunaan bahasa yang dapat menimbulkan hal negatif yaitu ketika
seseorang salah menggunakan bahasa misalnya untuk mencaci atau
mengumpat orang lain, bahkan dengan bahasa yang dikuasai seseorang dapat
menjatuhkan orang lain. Selain itu, kehadiran bahasa juga dapat memberikan
pesan atau informasi kepada orang lain dan menyadarkan masyarakat untuk
menjadi lebih baik lagi. Hal tersebut merupakan fungsi bahasa sebagai alat
kontrol sosial.
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa kerap kali digunakan dalam setiap
khotbah atau homili yang disampaikan oleh para pemuka agama. Pemuka
agama yang dimaksud di sini yaitu pemuka agama Katolik misalnya paus,
uskup, romo, pastor dan lain sebagainya. Mereka diutus untuk mewartakan
dan menyampaikan berbagai pesan kepada umat Katolik melalui bahasa yang
digunakan dalam masyarakat. Bahasa sangat berperan penting dalam
menyampaikan pesan kepada orang banyak. Sebuah informasi atau pesan
dapat disampaikan melalui bahasa, sehingga peran bahasa tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat penggunanya. Peran bahasa sudah melekat dalam
diri manusia, karena antara bahasa dan masyarakat merupakan sesuatu yang
saling berkaitan atau saling membutuhkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
2.2.2 Sosiolinguistik
Sebelum memasuki fenomena tentang alih kode, perlu diketahui
bahwa hal tersebut merupakan salah satu bagian dari kajian sosiolinguistik
secara umum. Sosiolinguistik merupakan cabang ilmu linguistik yang
mempelajari hubungan dan saling berpengaruh antar perilaku bahasa dan
perilaku sosial. Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai tingkah laku
sosial (sosial behavior) yang dipakai dalam komunikasi (Sumarsono,
2002:19). Artinya bahwa kajian utama dari sosiolinguistik adalah keragaman
bahasa yang terjadi di masyarakat. Sosiolinguistik mengkaji tentang bahasa
manusia yang berbeda-beda dalam masyarakat. Bahasa yang berbeda-beda itu
ditelaah dalam kajian ilmu sosiolinguistik karena bahasa sangat berperan
penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sosiolinguistik sering disebut
sebagai bidang interdisipliner dalam ilmu bahasa. Interdisipliner yang
dimaksud yaitu adanya keterkaitan antara masyarakat dengan bahasa. Karena
pada kenyataanya manusia tidak dapat dipisahkan dari bahasa. Hubungan
antara masyarakat sosial dengan bahasa merupakan suatu hubungan
interdipliner yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa ada karena adanya
masyarakat sosial, masyarakat sosial dapat berinteraksi dan berkomunikasi
dengan baik karena adanya bahasa. Maka, kedua hal tersebut merupakan
sesuatu yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan.
Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur yaitu sosio dan linguistik.
Linguistik berarti ilmu yang mempelajari bahasa seperti fonem, morfem, kata
dan kalimat serta mengkaji hubungan antara unsur-unsur bahasa tersebut,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
sedangkan sosio-merupakan ilmu sosial yaitu yang berhubungan dengan
masyarakat, kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan. Jadi,
sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi
kemasyarakatan (Sumarsono, 2002:1). Anggota-anggota masyarakat tersebut
berelasi dan berkomunikasi untuk menyampaikan pikiran serta perasaan
kepada orang lain. Sejalan dengan Sumarsono, Fishman (1972:4) mengatakan
bahwa ilmu sosiolinguistik merupakan kajian tentang ciri khas, variasi
bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi,
berubah dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.
Pengertian di atas menjelaskan bahwa dalam bidang sosiolinguistik
mengkaji tentang keragaman bahasa yang terjadi dalam masyarakat yang
selalu berubah. Perbandingan kedua pengertian tentang sosiolinguistik yang
disampaikan oleh Sumarsono dan Fisman sangat erat hubungan dengan
perilaku bahasa yang terjadi dalam masyarakat. Kedua ahli bahasa di atas
menegaskan bahwa sosiolinguistik merupakan kajian keragaman bahasa
dalam tataran sosial. Hal tersebut benar adanya, akan tetapi untuk
memperjelas bahwa kajian sosiolinguistik menekankan bahasa sehari-hari
dalam kehidupan sosial masyarakat itu sendiri.
Appel (dalam Aslinda dan Syafyahya 2007:6) mengatakan,
sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem
komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu,
sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa yaitu bentuk interaksi
sosial yang terjadi dalam situasi konkret. Artinya, bahasa dijadikan sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
sarana paling penting dalam berkomunikasi untuk menyampaikan pikiran dan
perasaan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dari istilah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sosiolinguistik
mengkaji tentang keragaman bahasa yang terjadi dalam masyarakat sosial.
Bahasa tidak dipandang dari segi individu melainkan dilihat dari sekelompok
masyarakat sosial. Masyarakat yang berbeda-beda dapat menimbulkan ragam
bahasa yang bukan hanya mengkaji hubungan bahasa dengan tingkat sosial,
melainkan sebagai sarana untuk menyampaikan maksud, aturan-aturan dan
pengunaan bahasa lainnya. Hal tersebut jelas karena adanya keterkaitan
antara ilmu sosio dan linguistik. Linguistik erat kaitannya dengan segi
kebahasaan, sedangkan sosio lebih mengkaji pada kehidupan dalam
bermasyarakat.
2.2.3 Bilingualisme
Bilingualisme merupakan salah satu bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari sosiolinguistik. Dalam pandangan sosiolinguistik secara
umum, bilingualisme dapat diartikan sebagai penggunaan dua bahasa atau
lebih dalam masyarakat. Konsep ‘bilingualisme’ muncul dari kata bahasa
Inggris bilingualism. Konsep kebahasaan ini menunjuk pada kebiasaan orang
menggunakan dua bahasa atau bilingual atau dwibahasa dalam praktik
berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya (Rahardi, 2017: 91).
Dalam konsep bilingualisme yang disampaikan oleh Rahardi yaitu lebih
menekankan pada kebiasaan seseorang dalam menggunakan kedua bahasa
tesebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Bloomfield dalam Luh dan Putu (2014:24) mendefinisikan
bilingualisme sebagai “Kemampuan menggunakan dan mengontrol kedua
bahasa dengan kemampuan yang mendekati ‘penutur asli’ dari kedua bahasa
tersebut. Artinya bilingual terjadi pada setiap individu yang menguasai dua
atau lebih bahasa. Bilingualitas telah menjadi suatu kenyataan yang harus
diperhatikan dalam masyarakat tutur, karena masalah bilingualitas tidak dapat
dihindari dari setiap masyarakat. Masyarakat yang bilingual yaitu masyarakat
yang kreatif karena menguasai lebih dari satu bahasa. Bahasa yang mereka
kuasai yaitu bahasa ibu dan bahasa kedua. Bahkan ada beberapa masyarakat
yang bukan hanya menguasai kedua bahasa tersebut, melainkan juga
menguasai bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Keadaan inilah yang
membuat seseorang akan sering menggantikan bahasa yang digunakan
tergantung pada kondisi atau keperluan bahasa itu sendiri. Masyarakat yang
bilingual akan menggunakan bahasa yang dikuasai untuk bertukar pikir atau
berkomunikasi dengan masyarakat lain. Dengan demikian, setiap informasi
yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh masyarakat pemilik bahasa itu
sendiri.
Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan
dwibahasa. Artinya seseorang yang menguasai dua atau lebih bahasa.
Bloomfield mengemukakan bahwa bilingualisme menunjuk pada gejala
penguasaan bahasa kedua dengan derajat penguasaan yang sama seperti
penutur asli bahasa itu. Kemudian Mackey memberikan gambaran tentang
bilingualisme sebagai gejala pertuturan. Bilingualisme menurutnya tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dianggap sebagai sistem. Machanamara (1967) mengusulkan batasan
bilingualisme sebagai pemilik penguasaan (masteri) atas paling sedikit bahasa
pertama dan bahasa kedua, kendatipun tingkat penguasaan bahasa kedua
hanyalah pada batas yang paling rendah (Rahardi, 2001: 13-14).
Dari pengertian para ahli di atas, dapat ditegaskan bahwa yang
dimaksud dengan bilingualisme tidak jauh berbeda yaitu penguasaan atau
kemampuan untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Seorang
individu menguasai dua atau lebih bahasa tergantung pada lingkungan yang ia
tempati. Seseorang dapat menguasai dua bahasa yaitu menguasai bahasa ibu
dan bahasa kedua. Adapula yang menguasai bahasa kedua dan bahasa asing,
tergantung pada lingkungan yang ditempati oleh penutur itu sendiri.
Penguasaan lebih dari satu bahasa itulah yang disebut dengan masyarakat
dwibahasa atau bilingual. Masyarakat akan sepakat untuk menggunakan
bahasa yang akan mereka gunakan sebagai alat untuk berkomunikasi atau
bertukar pikiran. Akan tetapi, tidak semua orang dapat menggunakan bahasa
pertama ataupun kedua dengan sama baiknya. Beberapa masyarakat
khususnya masyarakat yang tertutup hanya dapat menguasai bahasa yang
sudah disepakati bersama kelompok masyarakat tersebut, artinya masyarakat
yang tertutup akan menjadi masyarakat yang monolingual atau hanya dapat
menguasai satu bahasa.
Seorang anak sejak kecil diajarkan bahasa ibu oleh kedua
orangtuanya, sehingga anak tersebut dengan baik menguasai bahasa ibu yang
telah diajarkan. Akan tetapi, di samping menguasai bahasa ibu, anak tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
juga menguasai bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia. Dia menguasai bahasa
kedua bisa saja karena belajar dari orangtua atau lingkungan tempat
tinggalnya atau dalam proses pendidikan di sekolah. Seseorang akan belajar
bahasa kedua agar dapat berinteraksi dengan orang yang berbeda daerah,
pulau, suku dan lain sebagainya. Ada beberapa masyarakat yang mengajarkan
anaknya langsung pada bahasa kedua atau bahasa Indonesia. Sehingga anak
tersebut tidak menguasai bahasa ibu (bahasa daerah). Ada beberapa kasus
yaitu orangtua hanya mengajarkan bahasa kedua atau bahasa nasional dengan
bahasa asing misalnya bahasa Inggris, sehingga sejak kecil anak tersebut
hanya menguasai bahasa yang telah diajarkan dengan sama baiknya dengan
penutur asli. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa bilingualitas
merupakan penguasaan bahasa lebih dari satu bahasa yang sama baiknya
untuk dapat berinteraksi dengan orang lain. Pola bilingualitas dapat saja
berubah tergantung pada faktor sosial dan tempat tinggal penutur.
2.2.4 Ragam Bahasa
Dalam masyarakat yang sangat beragam, bahasa dijadikan sebagai
sarana menyampaikan perasaan dan pikiran setiap manusia. Bahasa yang
sangat beragam itu dijadikan sebagai sarana untuk berkomunikasi dalam
lingkungan sosial. Ragam bahasa yang terjadi dalam masyarakat disesuaikan
dengan tuturan masyarakat itu sendiri. Michel dalam Chaer (2003:33)
mengungkapkan, bahasa mempunyai lima dasar fungsi yaitu fungsi ekspresi,
fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasif dan fungsi entertaiment.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Kelima fungsi tersebut mendasari bahwa keberadaan bahasa sangatlah
penting dalam lingkup masyarakat.
Ragam bahasa yang terjadi dalam masyarakat berdasarkan latar
belakang dari masyarakat itu sendiri serta adanya interaksi sosial yang
dilakukan oleh masyarakat maupun kelompok masyarakat tertentu. Sugono
mengatakan bahwa ragam bahasa dibedakan menjadi: 1) ragam daerah
(dialek); 2) ragam bahasa terpelajar; 3) ragam bahasa resmi; 4) ragam bahasa
takresmi. Dari keempat ragam bahasa tersebut dijelaskan bahwa ragam
bahasa daerah disebabkan karena latar belakang sosial maupun daerah dari
setiap masyarakat penutur berbeda, sehingga bahasa Indonesia yang
digunakan oleh daerah lain akan berbeda dengan daerah lainnya. Hal tersebut
dapart dikatakan sebagai dialek. Dialek merupakan penggunaan variasi
bahasa dari sekelompok penutur yang berada dalam satu tempat, daerah, atau
wilayah tertentu. Misalnya dalam bahasa Manggarai terdapat dialek yang
berbeda-beda. Dialek orang Manggarai Timur akan berbeda dengan orang
yang berada di Manggarai Tengah dan Manggarai Barat, begitu juga
sebaliknya. Dalam bahasa Jawa terdapat beberapa dialek misalnya dialek
Surabaya akan berbeda dengan dialek Jawa Yogyakarta. Berdasarkan hal
tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
kaya akan bahasa dengan ciri khas atau dialek yang berbeda antar daerah.
Perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan wilayah dan adat istiadat
dari masyarakat penutur itu sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Selain itu terdapat ragam bahasa terpelajar yang digunakan dalam
masyarakat bahasa. Penggunaan bahasa terpelajar berkaitan dengan tingkat
pendidikan penutur. Artinya bahasa yang digunakan oleh orang yang
berpendidikan akan berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh orang yang
tidak berpendidikan. Misalnya dalam pelafalan kosa kata bahasa asing.
Pelafalan kosa kata bahasa asing oleh orang yang berpendidikan akan berbeda
dengan orang yang tidak berpendidikan. Ragam bahasa terpelajar juga dapat
kita temukan dalam penggunaan bahasa tukang becak atau para penjual di
pasar dengan dosen atau mahasiswa. Terdapat perbedaan ragam bahasa yang
digunakan.
Selain ragam terpelajar terdapat juga ragam resmi dan tidak resmi.
Kedua ragam tersebut dipengaruhi oleh sikap penutur terhadap mitratutur atau
lawan bicara. Kedudukan mitratutur dapat mempengaruhi bahasa yang
digunakan oleh penutur. Ragam resmi digunakan dalam situasi resmi dengan
pemilihan kosa kata baku, sedangkan ragam tidak resmi yaitu penggunaan
ragam bahasa dalam situasi tidak resmi. Kedua ragam bahasa tersebut
ditentukan oleh tingkat keformalan bahasa yang digunakan. Misalnya
pecakapan yang dilakukan oleh seorang pejabat kepada bawahannya saat
rapat di sebuah kantor. Percakapan tersebut menggunakan bahasa formal
karena terjadi saat rapat di kantor. Hal tersebut akan berbeda jika penutur dan
mitratutur berada di luar kantor dan membicarakan topik yang berbeda,
misalnya seorang bawahan akan membicarakan anaknya yang sedang sakit,
lalu atasannya akan merespon dengan menggunakan bahasa informal terkait
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
dengan hal yang dikatakan oleh mitratutur. Maka dalam hal ini, situasi yang
terjadi antara penutur dan mitratutur adalah situasi informal atau tidak resmi.
Ragam bahasa yang berada dalam masyarakat bermacam-macam,
sehingga sering kali dalam ragam lisan, masyarakat kebingungan untuk
menangkap informasi yang disampaikan oleh penutur. Hal tersebut
disebabkan karena perbedaan dialek atau ragam bahasa lainnya. Akan tetapi
pada umumnya, mitratutur dapat memahami karena ragam bahasa yang
digunakan masih memiliki kesamaan.
Ngalimun dan Yundi (2014:18) mengatakan bahwa ragam bahasa dapat
dibedakan atas ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Jika dilihat dari
segi penuturnya, ragam bahasa dibedakan menjadi: 1) ragam daerah (dialek);
2) ragam bahasa terpelajar, 3) ragam bahasa resmi; 4) ragam bahasa takresmi.
Ragam bahasa yang disampaikan oleh Ngalimun dan Yundi dengan
Sugono memiliki kesamaan. Artinya dalam ragam bahasa tutur terjadi karena
beberapa hal. Akan tetapi hal tersebut masih dapat dipahami oleh mitratutur
atau lawan bicara, karena ragam bahasa tersebut masih memiliki kesamaan.
Ragam bahasa resmi dan tidak resmi dipengaruhi oleh sikap penutur terhadap
lawan bicara. Misalnya dalam perayaan misa mingguan di Paroki Santo
Yohanes Rasul Pringwulung dapat disebut sebagai peristiwa penggunaan
bahasa dalam bentuk formal. Akan tetapi seringkali para pemuka agama
menyampaikan firman Tuhan atau homili dengan menggunakan dua atau tiga
bahasa yaitu: bahasa Indonesia, bahasa daerah (Jawa) dan bahasa asing
(Inggris dan latin) atau dilakukan dengan menggunakan bahasa formal dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
nonformal. Ragam bahasa yang digunakan oleh para pemuka tersebut
disampaikan agar umat dapat memahami lebih dalam maksud dan tujuan dari
homili yang disampaikan. Hal tersebut juga dilakukan agar tidak ada jarak
antara penutur dan lawan bicara atau mitratutur.
Poedjosoedarmo dalam Aslinda dan Syafyahya, (2007:17)
menyampaikan konsep bahwa ragam bahasa dapat juga dikatakan sebagai
variasi-variasi bahasa yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Variasi
bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-
masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya.
Pengertian yang dimaksudkan oleh Poedjosoedarmo yaitu variasi bahasa yang
hampir memiliki pola bahasa dengan bahasa induknya. Artinya penggunaan
variasi bahasa tersebut masih dapat dipahami oleh mitratutur karena masih
dalam lingkup menyerupai bahasa aslinya.
Chaer dan Agustina dalam Aslinda dan Syafyahya, (2007: 17)
membedakan variasi bahasa antara lain:
2.2.4.1 Variasi bahasa dari segi pengguna dan penggunaanya
Variasi bahasa dari segi pengguna didasarkan pada bahasa yang
digunakan oleh penutur, sedangkan varisi bahasa dari segi penggunaannya
didasarkan pada tingkat bahasa yang digunakan dalam masyarakat. Misalnya,
berdasarkan tingkat sosial, jenis kelamin, usia dan lain sebagainya. Variasi
bahasa dari segi penutur adalah variasi bahasa yang bersifat individu dan
variasi bahasa dari sekelompok individu yang jumlahnya relatif berada pada
satu tempat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Variasi bahasa yang bersifat individu disebut idiolek, sedangkan
variasi bahasa dari sekelompok individu disebut dialek. Idiolek menunjuk
pada sesuatu yang sifatnya dialek individu. Seorang yang telah lama tinggal
di pedesaan, secara otomatis bahasanya akan terpengaruh oleh bahasa yang
lazim digunakan di wilayah pedesaan tersebut. Demikian sebaliknya, orang
desa yang sudah lama tinggal di kota, ketika pulang ke desa dia akan banyak
menggunakan bahasa yang telah terpengaruh bahasa dari tempat dia tinggal di
kota itu (Rahardi, 2017: 39). Idiolek lebih kepada perseorangan atau individu
yang memiliki variasi bahasa yang berbeda. Misalnya terkait dengan
penggunaan gaya bahasa atau nada yang digunakan oleh penutur tersebut.
Dialek berdasarkan wilayah disebut dengan dialek geografis sedangkan dialek
berdasarkan kelas sosial disebut dialek sosial (sosiolek). Labov (dalam Chaer
dan Agustina, 1995: 86) membedakan variasi bahasa berkenaan dengan
tingkat golongan, status dan kelas sosial penuturnya atas kronolek, basilek,
vulgar, slang, kolokial, jargon, arot dan ken. Penggunaan variasi bahasa
tersebut dimaksudkan agar masyarakat akan lebih mudah memahami
penggunaan bahasa.
Kronolek merupakan bentuk variasi bahasa yang digunakan oleh
kelompok sosial tertentu. Hal tersebut terlihat dari penggunaan bahasa yang
berbeda pada masa tertentu. Misalnya variasi bahasa Indonesia pada zaman
dahulu akan berbeda dengan penggunaan bahasa masa kini. Pada zaman
dahulu, saat Indonesia dijajah oleh bangsa asing sekitar tahun lima puluhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
penggunaan bahasa cenderung menggunakan huruf ‘d’ dan ‘j’. Misalnya
Djakarta, djiwa, jang,Jogjakarta dan lain sebagainya.
Variasi bahasa kronolek cenderung perubahanya ke dalam bentuk
ejaan, pelafalan serta penulisanya. Dapat dikatakan bahwa kronolek hanya
dapat digunakan pada masa tertentu atau variasi bahasa yang berhubungan
dengan perubahan bahasa seiring berjalannya waktu. Jika dilihat dari contoh
di atas, pada zaman sekarang penggunaan kata tersebut sudah tidak digunakan
lagi misalnya Djakarta telah diubah menjadi Jakarta, djiwa diubah menjadi
jiwa, jang diubah menjadi yang, Jogjakarta diubah menjadi Yogyakarta.
Basilek adalah variasi bahasa yang dianggap kurang bergensi atau
bahkan dianggap lebih rendah. Basilek merupakan kebalikan dari akrolek,
yaitu penggunaan bahasa yang paling rendah tingkatannya. Di samping
variasi bahasa basilek ada juga bahasa vulgar. Bahasa vulgar merupakan
variasi bahasa sosial yang ciri-cirinya terdapat pada tingkat intelektual
penuturnya. Artinya bahasa tersebut sering digunakan oleh orang tidak
berpendidikan dan tidak terpelajar.
Slang merupakan variasi bahasa yang bercirikan kosa kata yang baru
ditemukan dan cepat berubah. Dalam kehidupan sosial, banyak sekali
ditemukan bahasa slang. Bahasa slang tersebut sering digunakan oleh orang
muda untuk berkomunikasi secara rahasia. Artinya bahasa slang digunakan
hanya untuk dipahami oleh kelompok atau golongan tertentu tanpa diketahui
oleh golongan yang berada di luar kelompok tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Misalnya sekelompok anak muda yang menggunakan suatu bahasa
untuk menggambarkan sesuatu dan bahasa tersebut tidak diketahui oleh orang
lain. Artinya bahasa yang mereka gunakan hanya dapat dipahami oleh
lingkup kelompok anak muda tersebut. Contoh kata baper yang artinya ‘bawa
perasaan’. Kata tersebut hanya dapat dipahami oleh kalangan anak muda
karena penggunaa kata tersebut hanya berlaku pada kaum muda.
Kolokial merupakan variasi sosial yang digunakan oleh penutur dalam
percakapan sehari-hari. kolokial merupakan variasi bahasa yang berbentuk
bahasa atau varian yang dipakai dalam hidup keseharian oleh kelompok
masyarakat tertentu di dalam wilaya tertentu (Rahardi, 2017: 70). Variasi
bahasa kolokial merupakan bahasa yang digunakan secara lisan atau bahasa
percakapan.
Ciri bahasa kolokial yaitu adanya kedekatan antara penutur dan mitra
tutur. Penggunaan bahasa kolokial cenderung bersifat pasan dan tidak formal.
Orang akan mengabaikan penggunaan ketentuan-ketentuan gramatika,
pengucapan, kosa kata, dan lain sebagainya. Misalnya terdapat kata dok
(dokter). Secara lebih lanjut, Rahardi menegaskan bahwa pemakaian bentuk
kolokial tidak perlu dianggap sebagai sifatnya tidak standar. Sebab,
sesunggguhnya siapapun cenderung akan menggunakan bahasa dalam varian
kolokial ini ketika berbicara dalam situasi informal.
Jargon merupakan variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok
sosial atau kelompok pekerja tertentu dan tidak dimengerti oleh kelompok
lain. Artinya penggunaan jargon tidak dipahami oleh masyarakat umum atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
orang yang berada di luar bidangnya. Jargon dapat diartikan sebagai
penggunaan kosa kata khusus yang hanya digunakan dalam bidang tertentu.
Bahasa yang digunakan dalam bidang kehidupan tertentu oleh seseorang
tidak selalu mudah dipahami oleh orang lain (Rahardi, 2017: 70).
Sebagai contoh, penggunaan istilah atau kosa kata yang digunakan
oleh mahasiswa bidang studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia akan
berbeda atau tidak dipahami oleh mahasiswa yang berada di fakultas
kedokteran begitu pula sebaliknya. Penggunaan bahasa atau istilah yang
digunakan oleh orang yang bekerja di bidang pertanian akan berbeda dengan
orang yang bekerja di bidang olahraga dan lain sebagainya.
Jadi, penggunaan jargon hanya dipahami oleh beberapa kelompok sosial
tertentu atau secara terbatas.
Argot merupakan penggunaan kosa kata atau variasi sosial secara
terbatas yang digunakan dalam bidang tertentu. Zeigher (dalam Aslinda dan
Leni 2007:19) mengatakan bahwa argot adalah variasi bahasa khas para
pencuri, tetapi variasi bahasa ini dipakai untuk kosa kata teknis atau khusus
dalam perdagangan, profesi, dan kegiatan lain. Penggunaan argot dilakukan
secara terbatas dan bersifat rahasia dan hanya dipahami oleh profesi tertentu.
Rahardi (2017) di dalam bukunya yang berjudul pragmatik
menambahkan variasi bahasa dari segi penggunaanya terdiri dari pijin, kreol,
reputasi bahasa, dan kan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
1. Pijin sebagai variasi bahasa
Variasi bahasa pijin menunjuk pada variasi yang dihasilkan karena di
antara bahasa-bahasa telah terjadi kontak (language contact) dalam waktu
yang relatif lama. Di dalam kontak itu, bahasa yang satu menyerap kata-kata
dan struktur tertentu dari bahasa yang lainnya (Rahardi, 2017: 61). Dalam hal
ini, bahasa pijin merupakan suatu variasi bahasa yang muncul akibat
ketidakpahaman dari bahasa yang digunakan penutur.
Untuk lebih jelas, maka diilustrasikan sebagai berikut, seorang yang
berasal dari Manggarai terdampar di sebuah pulau yang tidak berpenghuni,
kemudian seorang yang berasal dari pulau Jawa juga terdampar di sebuah
pulau tersebut. Keduanya sama-sama tidak menguasai bahasa kedua atau
bahasa nasional. Tetapi mereka ingin berkomunikasi agar dapat membantu
satu dengan yang lainnya. Hal tersebut mengharuskan mereka menciptakan
suatu bahasa baru yang sama-sama mereka pahami. Sehingga, komunikasi
yang terjadi di antara mereka berjalan dengan baik. Bahasa yang mereka
gunakan tidak memiliki aturan bahasa atau kaidah kebahasaan. Bahasa
tersebut hanya digunakan untuk berkomunikasi saat itu. Bahasa baru itulah
yang disebut sebagai bahasa pijin.
2. Kreol sebagai variasi bahasa
Variasi bahasa setelah pijin yaitu kreol. Bahasa kreol lebih mapan dari
bahasa pijin. Bahasa kreol merupakan bahasa yang terjadi akibat kontak
antarbahasa, tetapi kontak antarbahasa itu terjadi dalam waktu yang lama,
bahkan sangat lama (Rahardi, 2017: 63). Dari pengertian di atas, menjelaskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
bahwa bahasa kreol merupakan sebuah variasi bahasa yang lebih baik atau
lebih tinggi tingkatannya dari bahasa pijin. Bahasa kreol sudah disepakati
oleh masyarakat penuturnya untuk menetapkan bahasa tersebut, sehingga
kreol telah memiliki aturan dalam berbahasa. Adanya bahasa kreol
disebabkan karena adanya kesepakatan bersama dalam suatu kehidupan
bermasyarakat.
3. Reputasi bahasa sebagai variasi bahasa
Reputasi dalam berbahasa sangat menentukan variasi bahasa. Bahasa
yang bereputasi baik, tidak dapat dihindarkan lagi, akan banyak digunakan di
dalam bertutur-sapa. Orang sering mencampuradukkan bahasa yang
digunakannya dalam komunikasi dengan bahasa yang memiliki reputasi baik
karena menganggap bahwa dirinya akan lebih bermartabat dengan
menggunakan kata-kata atau istilah-istilah tertentu dari bahasa yang
bermartabat itu (Rahardi, 2017:67).
Variasi bahasa reputasi dapat diartikan sebagai penggunaan bahasa
berdasarkan kelas sosial. Ketika berkomunikasi dengan orang yang memiliki
jabatan yang sangat besar, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa yang
memiliki reputasi yang besar pula. Begitu juga sebaliknya. Artinya reputasi
bahasa ditentukan dari tingkat sosial atau jabatan yang dimiliki oleh
seseorang.
4. Kan sebagai variasi bahasa
Variasi bahasa dapat disebut sebagai kan (cant) apabila di dalam
bahasa itu terkandung maksud untuk menyembunyikan makna kebahasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
tertentu yang digunakan dalam variasi itu. Kan hanya digunakan oleh
kelompok tertentu dan hanya dapat dipahami oleh kelompok tersebut. Kan
dapat dikatakan sebagai bahasa slang karena digunakan untuk menunjukkan
ciri khas dari kelompok masyarakat tertentu.
Selain beberapa variasi bahasa di atas, terdapat juga variasi bahasa
berdasarkan segi penuturnya yaitu penggunaan bahasa dari segi jenis kelamin.
Variasi bahasa tersebut dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari misalnya
variasi bahasa yang digunakan oleh perempuan akan berbeda dengan variasi
bahasa yang digunakan oleh laki-laki. Beberapa variasi bahasa yang
digunakan oleh kaum perempuan tidak dapat dipahami oleh kaum lelaki
begitu pula sebaliknya. Contohnya penggunaan kata gumawo. Kata tersebut
merupakan sebuah kata bahasa asing yang sering digunakan oleh perempuan
muda yang menyukai drama Korea. Ketika mengucapkan kata tersebut
kepada kaum lelaki, maka lelaki akan kebingungan dalam memahami maksud
kata tersebut.
2.2.4.2 Variasi bahasa dari segi keformalan
Martin Joos dalam Chaer dan Agustina, (2004: 70) membedakan
variasi bahasa berdasarkan keformalan atas lima bagian yaitu:
1) Gaya atau ragam beku/ frozen
Ragam beku/frozen digunakan dalam suasana yang resmi dan
khidmat, disebut sebagai ragam baku karena pola dan kaidahnya sudah
ditetapkan secara tepat dan tidak dapat diubah lagi. Ragam beku tidak didapat
diubah secara manasuka, karena ragam tersebut merupakan ragam bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
yang sakral. Penggunaan ragam beku dilakukan pada saat acara atau kegiatan
tertentu.
Penggunaan ragam beku secara tertulis dapat kita temukan dalam
dokumen negara, akta kelahiran, kartu nikah dan sebagainya, sedangkan
ragam beku lisan dapat kita temukan dalam perayaan misa atau sumpah janji
pernikahan serta penggunaan mantra. Karena hal tersebut sudah ditetapkan
dan tidak dapat diubah secara manasuka dan hal tersebut merupakan sesuatu
yang sakral.
2) Gaya atau ragam resmi/formal
Ragam bahasa resmi/formal merupakan ragam bahasa yang digunakan
secara resmi. Ragam bahasa ini sama dengan ragam bahasa standar atau
bahasa baku yang digunakan dalam situasi resmi. Ragam bahasa resmi
biasanya menggunakan bahasa yang baku sesuai dengan ejaan yang berlaku
serta kalimat yang digunakan juga sangat lengkap.
Ragam bahasa resmi ini juga merupakan ragam bahasa yang sangat
tinggi tingkatannya. Dikatakan sangat tinggi karena ragam bahasa resmi telah
memiliki aturan atau tata ejaan yang harus diikuti. Ragam bahasa tersebut
juga sering digunakan dalam situasi resmi atau formal. Contoh ragam bahasa
resmi yaitu penggunaan bahasa saat rapat dinas, saat pidato kenegaraan,
surat-surat dinas, bahasa yang digunakan dalam buku pembelajaran dan lain
sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
3) Gaya atau ragam usaha/ konsultatif
Ragam bahasa usaha adalah ragam bahasa yang digunakan dalam
pembicaraan biasa di sekolah dan saat rapat. Ragam bahasa ini berada di
antara ragam bahasa formal dan santai. Ragam bahasa ini juga sering
digunakan dalam suatu pebicaraan yang berorientasi pada hasil dari sebuah
usaha.
4) Gaya atau ragam santai
Ragam bahasa santai adalah ragam bahasa yang digunakan dalam
situasi santai. Kosa kata dalam ragam santai banyak dipenuhi dengan unsur
leksikal dialek. Artinya ragam bahasa santai ini digunakan untuk menjadi
lebih akrab atau digunakan saat berbicara dengan orang terdekat, misalnya
keluarga, teman atau sahabat. Ragam bahasa santai tidak memperhatikan
ejaan, karena dominan bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari.
Ragam bahasa santai ini juga seringkali menggunakan bahasa yang
dipendekkan atau disingkat sesuai dengan situasi yang terjadi yaitu situasi
santai.
5) Gaya atau ragam akrab
Ragam bahasa akrab adalah ragam bahasa yang digunakan antara
teman yang sudah akrab, sahabat dan keluarga. Cirinya yaitu banyak
menggunakan kode bahasa yang bersifat pribadi, tersendiri, relatif tetap
dalam kelompoknya. Penggunaan kode ragam akrab hanya dikhusukan pada
orang yang memiliki hubungan yang sangat dekat. Penggunaan ragam bahasa
akrab tersebut hanya dapat dipahami oleh orang yang bersangkutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Contohnya yaitu menyapa seorang sahabat dengan sapaan khusus
yang tidak diketahui oleh orang lain. Ragam akrab digunakan karena antara
penutur dan mitratutur mempunyai hubungan yang akrab.
6) Variasi bahasa dari segi sarana
Berdasarkan sarana yang digunakan, ragam bahasa terdiri dari dua
bagian yaitu ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Ragam bahasa lisan
disampaikan secara lisan, yaitu disampaikan oleh alat ucap manusia dengan
fonem sebagai unsur dasar. Ragam bahasa lisan memerlukan mitratutur atau
orang lain sebagai pendengar dari bahasa yang diucapkan. Sedangkan ragam
bahasa tulis disampaikan secara tertulis dengan huruf sebagai unsur dasar.
Ragam tulis harus selalu memperhatikan ejaan, tata letak kalimat,
kelengkapan tata bahasa, dan atau kebenaran pemilihan kata dan kalimat.
2.2.5 Kode
Kode mengacu pada suatu sistem tutur yang dalam penerapannya
mempunyai ciri khas yang sesuai dengan latar belakang penutur, serta relasi
antara penutur dengan mitra tutur. Ciri khas yang dimaksud dapat berupa
dialek, ragam bahasa, tutur ringkas dan lain sebagainya. Kode biasanya
berbentuk variasi bahasa yang secara nyata dipakai untuk berkomunikasi
antar anggota suatu masyarakat bahasa Poedjosoedarmo, 1978 (dalam Suandi.
2014: 132).
Suwito juga mengemukakan batasan yang tidak terlalu jauh dengan
yang disampaikan di atas, yakni bahwa kode adalah salah satu varian di
dalam hierarki kebahasaan yang dipakai dalam komunikasi. Wardhaugh juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mengemukakan bahwa kode itu memiliki sifat yang netral. Dikatakan netral
karena kode itu tidak memiliki kecendrungan interpretasi yang menimbulkan
emosi (Rahardi, 2001:22).
Berdasarkan pengertian di atas, jelas bahwa kode merupakan ciri
tuturan dari masyarakat untuk menyampaikan pikiran dan perasaan kepada
penutur lain, sehingga penutur dapat memahami dengan mudah informasi
yang disampaikan. Dalam penggunaannya tidak terjadinya kesalahpahaman
karena pada dasarnya penggunaan kode masih dapat dipahami oleh
masyarakat lain atau mitratutur. Kode digunakan untuk menggambarkan
makna yang disampaikan penutur dalam berkomunikasi. Kode dalam
penerapanannya digunakan sesuai dengan latar belakang penutur. Kode
mengacu pada variasi bahasa yang digunakan oleh penutur.
Poedjosoedarmo memberikan pengertian tentang kode yaitu kode
biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi
anggota suatu masyarakat bahasa (Rahardi, 2001:22). Poedjosodarmo juga
memberi batasan kode sebagai suatu sistem tutur yang penerapan unsur
bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang si penutur,
relasi penutur dengan mitratutur, dan situasi tutur yang ada. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa dalam sebuah kode terdapat beberapa unsur bahasa
seperti, kalimat, kata, frasa, fonem dan morfem yang pemakaiannya
dikendalikan oleh sebuah faktor yaitu komponen tutur. Seseorang yang
menggantikan kode dapat disebabkan karena seseorang tersebut ingin
menunjukan identitasnya atau latar belakang yang dimiliki. Misalnya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
sebuah homili di Gereja, seorang romo atau pastor menggunakan beberapa
kode bahasa Jawa, karena ingin menunjukan identitasnya bahwa romo atau
pastor tersebut merupakan seorang yang berasal dari daerah Jawa.
Dalam tuturan homili di Gereja Santo Yohanes Rasul Pringwulung
dan kapel Santo Robertus Bellarminus, wujud kode yang digunakan yaitu
adanya wujud kode dalam bahasa Indonesia, bahasa Jawa dan bahasa Inggris
serta adanya wujud kode ragam resmi dan ragam non resmi. Akan tetapi
penggunaan bahasa Indonesia baku sangat dominan dalam homili agama
Katolik.
2.2.6 Wujud Kode
Penggunaan wujud kode dalam homili perayaan misa mingguan di
Paroki Pringwulung mencakup beberapa hal yaitu, kode berwujud bahasa dan
kode yang berwujud ragam.
2.2.6.1 Kode yang Berwujud Bahasa
a) Wujud kode dalam bahasa Indonesia
Kode yang berwujud bahasa Indonesia merupakan wujud kode yang
dalam penerapan unsurnya yaitu penggunaan kata dan frasa menggunakan
bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia ditentukan dari latar
belakang penutur itu sendiri. Artinya penggunaan kode dalam wujud bahasa
Indonesia ini seringkali menggunakan dialek dari si penutur. Penggunaan
wujud kode dalam bahasa Indonesia ini juga seringkali menggunakan ragam
tak resmi dalam bertutur atau berkomunikasi tergantung pada konteks atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
topik pembicaraan, misalnya penggunaan kode bahasa Indonesia yaitu kata
‘banget’.
b) Wujud kode dalam bahasa daerah
Penggunaan kode dalam wujud bahasa daerah sangat dominan
digunakan dalam berkomunikasi. Penutur sering kali menggunakan wujud
kode dalam bahasa daerah. Misalnya dalam bahasa Manggarai terdapat kata
hia, ba’ang, naring dll, dalam bahasa Jawa terdapat kata tak, pinten, nggeh
dll. Dalam homili perayaan misa mingguan di paroki Santo Yohanes Rasul
Pringwulung, wujud kode dalam bahasa daerah yang dominan digunakan
adalah kode yang berwujud bahasa Jawa. Hal tersebut berdasarkan latar
belakang dari pemuka agama Katolik yang dominan berasal dari pulau Jawa.
Berbagai tingkat tutur bahasa Jawa yang digunakan oleh pemuka agama
Katolik tersebut.
c) Wujud kode dalam bahasa asing
Penggunaan wujud kode bahasa asing juga sering digunakan oleh
masyarakat atau penutur. Pengunaan tersebut berupa kata ataupun frasa yang
disampaikan dalam bahasa asing. Bahasa asing yang dominan digunakan
dalam penutur yaitu bahasa Inggris. Seringkali bahasa Inggris digunakan
dalam penyampaian homili saat perayaan Ekaristi mingguan di Gereja.
Penggunaan bahasa asing tersebut dikarenakan penutur ingin menunjukan
bahwa penutur dapat menggunakan bahasa asing dan berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
2.2.6.2 Kode yang Berwujud Ragam
Kode yang berwujud ragam yang dimaksud adalah penggunaan kode
dalam berkomunikasi. Terdapat beberapa ragam yang digunakan dalam
homili pemuka agama Katolik yaitu.
a. Ragam bahasa yang digunakan dari segi penutur
Ragam bahasa yang digunakan dari segi penutur yaitu terdapat
akrolek, slang, kolokial dan jargon. Para pemuka agama Katolik seringkali
menggunakan kode yang berwujud ragam bahasa tersebut. Akrolek
merupakan ragam bahasa yang dianggap lebih tinggi atau bergensi. Dalam
perayaan misa mingguan, pemuka agama Katolik sering menggunakan
akrolek yang dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Akan tetapi dalam proses
penyampaian homili, pemuka agama Katolik juga tidak kalah dengan pemuda
dan pemudi yang menggunakan bahasa slang atau kode slang yang digunakan
pada zaman tertentu. Penggunaan wujud kode yang ditemukan dalam
penyampaian homili saat perayaan Ekaristi mingguan yaitu kode yang
berwujud dialek. Dialek yang dominan digunakan adalah dialek dalam bahasa
Jawa. Karena latarbelakang dari pemuka agama Katolik merupakan dominan
orang Jawa. Akan tetapi ada beberapa penutur yang menggunakan dialek
bahasa lain misalnya bahasa Flores, Batak, kalimantan dll. Penggunaan dialek
dalam penyampaian homili ditentukan berdasarkan latar belakang dari setiap
penutur itu sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
b. Ragam bahasa dari segi pengguna
Dalam penggunaan ragam bahasa ini, kode yang sering digunakan
dalam homili yaitu kode dalam lingkup bidang agama. Artinya penggunaan
wujud kode bahasa berdasarkan bidang pemakaiannya yaitu dalam lingkup
agama. bahasa yang digunakan oleh penutur tergantung dari bidang yang
digeluti.
c. Ragam bahasa dari segi keformalan
Joos (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2007:19) membedakan variasi
bahasa berdasarkan keformalan atas lima bagian yaitu:
1. Gaya atau ragam baku/ frozen
2. Gaya atau ragam resmi/formal
3. Gaya atau ragam usaha/ konsultatif
4. Gaya atau ragam santai
5. Gaya atau ragam akrab
Dari kelima ragam bahasa tersebut yang sering digunakan oleh
pemuka agama Katolik yaitu ragam bahasa resmi, ragam bahasa santai dan
ragam bahasa akrab. Penggunaan kode dari ragam bahasa santai dan akrab
dapat membantu pemuka agama Katolik untuk menyampaikan informasi
kepada umat dengan baik dan mudah diterima oleh umat Katolik atau
mitratutur. Kode yang berwujud resmi atau formal sangat dominan digunakan
dalam penyampaian homili. Adanya kode yang berwujud ragam santai dan
akrab dapat membantu menegaskan hal-hal yang dianggap penting serta dapat
mengakrabkan diri dengan mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
d. Ragam bahasa dari segi sarana yang digunakan
Berdasarkan sarana yang digunakan, ragam bahasa terdiri dari dua
bagian yaitu ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Ragam bahasa lisan
disampaikan secara lisan. Sehingga penyampaian homili dalam perayaan misa
mingguan menggunakan kode dalam bentuk ragam bahasa lisan atau wujud
kode yang digunakan disampaikan secara lisan.
2.2.7 Alih Kode
Alih kode merupakan peralihan dari satu bahasa ke dalam bahasa yang
lain dalam suatu peristiwa tindak tutur dalam masyarakat. Alih kode adalah
istilah umum untuk menyebut pergantian atau peralihan pemakaian dua
bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa atau bahkan beberapa
gaya dari suatu ragam (Dell Hymes, 1975:103 dalam Rahardi, 2001: 20).
Hal tersebut jelas karena alih kode sering digunakan dalam
lingkungan sosial. Terdapat berbagai wujud alih kode yaitu wujud
antarbahasa, wujud antarragam dan wujud gaya bahasa. Wujud alih kode
bahasa misalnya seseorang yang berasal dari Jawa sedang berbicara dengan
seseorang yang berasal dari Manggarai. Agar komunikasi dapat berjalan
dengan baik, maka keduanya harus menggunakan bahasa kedua atau bahasa
Indonesia, misalnya pada contoh percakapan berikut:
A: Apakah kamu sudah mengerjakan tugas sosiolinguistik?
B: Sudah dong. Saya sudah mengerjakannya kemarin sore.
A: Bolehkah saya meminjam catatanmu untuk mengerjakan tugas
tersebut?
B: Tentu saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Dari percakapan di atas jelas bahwa maksud yang disampaikan oleh si
A kepada si B, sehingga informasi tersebut dapat diterima. Kontak
komunikasi berjalan dengan baik, karena keduanya saling memahami maksud
yang disampaikan. Keduanya juga menggunakan bahasa dari ragam formal ke
dalam ragam santai. Akan tetapi beda halnya jika percakapan tersebut dihadiri
oleh orang berikutnya, misalnya:
Percakapan (1)
C: Memang e ono tugas sosiolinguistik?
(memangnya ada tugas sosiolinguistik?)
A: Iya e ono tugas (iya, ada)
Hal tersebut jelas berbeda karena si A telah beralih kode yaitu dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Si B akan kebingungan karena si A
menggunakan bahasa yang tidak dipahami oleh si B. Berbeda halnya dengan
si A dan si C, mereka memahami keduanya, karena bahasa tersebut
merupakan bahasa ibu yang mereka miliki.
Berdasarkan ilustrasi di atas, alih kode dapat diartikan sebagai peralihan
bahasa ke dalam bahasa lain dalam lingkup masyarakat dwibahasa. Alih kode
dapat juga diartikan sebagai peralihan bahasa dari bahasa formal ke dalam
nonformal. Peralihan tersebut terjadi di dalam masyarakat yang dwibahasa
atau masyarakat yang menguasai lebih dari satu bahasa. Hal tersebut terjadi
karena penutur dan mitratutur tidak hanya menggunakan satu bahasa dalam
berkomunikasi atau menyampaikan informasi melainkan lebih dari satu
bahasa.
Alih kode tidak hanya terjadi dalam sebuah percakapan, tetapi dapat
juga terjadi dalam tuturan lisan. Seperti halnya dalam homili perayaan misa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
mingguan di Gereja Katolik. Beberapa para pemuka agama Katolik (romo
atau pastor) menyampaikan homili dengan menggunakan alih kode yaitu dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa atau bahasa Inggris dan dari ragam
bahasa formal ke dalam nonformal. Seorang pastor atau romo menyampaikan
alih kode secara sengaja dengan tujuan tertentu. Untuk memperjelas
pengertian tersebut dapat dilihat pada contoh berikut:
Penutur: “Kula Nuwun, Monggo. Niki Sinten? Kulo... Matur nuwun.
Hal tersebut merupakan relasi antara tamu dan tuan rumah”.
Kalimat di atas merupakan salah satu contoh tuturan alih kode yang
terjadi dalam homili perayaan Ekaristi mingguan di Gereja. Seorang romo
atau pastor yang melakukan peralihan kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa
Indonesia, ingin menunjukan bahwa pastor atau romo tersebut berasal dari
Jawa atau ingin menunjukan identitas bahwa ia adalah orang Jawa.
Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa alih kode merupakan
peralihan bahasa dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Hal
tersebut sangat sulit bagi masyarakat yang lahir di dalam lingkup masyarakat
bilingual mutlak menggunakan satu bahasa dalam konteks komunikasi sehari-
hari atau tuturan yang disampaikan. Artinya masyarakat yang lahir dalam
masyarakat yang dwibahasa, dalam tuturannya selalu menggunakan alih
kode, karena pada dasarnya penutur telah menguasai lebih dari satu bahasa.
Alih kode dilakukan dengan sadar atau sengaja tetapi masih cenderung
kaitannya dengan konteks pembicaraan.
Appel dalam Chaer dan Agustina,( 2004: 107) mendefinisikan alih
kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Berdasarkan ilustrasi peralihan kode dalam konteks percakapan (1) di atas,
jelas bahwa alih kode itu terjadi karena berubahnya situasi yaitu dengan
kehadiran orang ketiga. Batasan-batasan pengertian tentang alih kode oleh
Appel hanya terpaut pada alih kode yang terjadi antarbahasa. Akan tetapi,
peralihan kode bukan semata-mata hanya terjadi antarbahasa melainkan antar
ragam atau varian dalam suatu bahasa yang digunakan dan adanya
penggunaan ragam santai atau nonformal dan berbagai ragam bahasa lainnya.
Berdasarkan ilustrasi di atas ragam santai juga disampaikan karena antara si
A dan si B merupakan teman seangkatan, sehingga dalam konteks
pembicaraannya menggunakan ragam bahasa nonformal.
Alih kode terdiri dari beberapa macam yaitu alih kode dari bahasa
daerah ke dalam bahasa kedua atau bahasa Indonesia, dari bahasa Indonesia
ke dalam bahasa asing dan dari bahasa formal ke dalam bahasa nonformal
ataupun sebaliknya.
Kode dapat beralih dari varian yang satu ke dalam varian yang lain. Varian
yang dimaksud dilihat dari variasi berdasarkan penutur, pengguna dan segi
keformalan. Artinya seorang penutur atau pemakai bahasa dapat menggunkan
kode dan mengalihkan kode dengan tujuan tertentu. Peralihan kode dapat
mengarah dari yang paling formal ke kode yang paling nonformal, dari yang
paling hormat ke kode yang tidak hormat, dari kode yang lengkap ke kode
yang tidak lengkap, dari kode yang kurang dikuasai ke kode yang sudah
dikuasai atau sebaliknya (bdk. Poedjosoedarmono, 1978: 55 dalam Rahardi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
2001: 24). Peralihan varian-varian tersebut merupakan peralihan bahasa tutur
yang digunakan dalam masyarat dan dapat berupa kalimat tutur.
Secara garis besar alih kode dibagi menjadi dua macam (Jendra dalam
Nyoman dan Putu, 2014: 64-65) yaitu.
a) Alih kode ke dalam
Alih kode ke dalam (Internal code switching) merupakan alih kode
yang terjadi jika penutur dalam pergantian bahasanya menggunakan bahasa-
bahasa yang masih dalam ruang lingkup bahasa nasional atau antardialek-
dialek dalam satu bahasa daerah. Artinya seorang penutur masih
menggunakan bahasa nasional atau bahasa daerah yang dimiliki atau
dikuasai. Misalnya peralihan kode yang dilakukan hanyalah peralihan dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa atau dari bahasa Jawa ke dalam
bahasa Indonesia, dari dialek Jawa ke dalam dialek Manggarai atau
sebaliknya. Peralihan antarragam misalnya dari ragam formal ke dalam ragam
nonformal. Dalam berkomunikasi, seorang penutur melakukan peralihan kode
berdasarkan latar belakang kebudayaan yang dimiliki, misalnya seseorang
pada awalnya berbicara dalam bahasa Indonesia baku, karena situasi tertentu
menuntut seseorang tersebut untuk mengubah bahasa ke dalam dialek Jawa
atau ragam nonformal. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai peralihan kode
ke dalam.
b) Alih kode keluar
Alih kode keluar (External code switching) adalah alih kode yang di
dalam pergantian bahasanya, pembicara mengubah bahasa dari bahasa satu ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dalam bahasa lain yang tidak sekerabat. Arti bahasa yang tidak sekerabat
yaitu sebuah bahasa asing. Jadi, penutur melakukan peralihan kode dari
bahasa ibu atau bahasa kedua ke dalam bahasa asing. Misalnya, seorang
penutur sedang berbicara dengan mitratutur dalam bahasa Jawa atau bahasa
Indonesia, akan tetapi karena situasi tertentu penutur tersebut beralih kode ke
dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Hal tersebut merupakan
peralihan kode keluar yaitu peralihan dari bahasa nasional dan daerah ke
dalam bahasa internasional atau bahasa asing.
Selain kedua jenis alih kode di atas, terdapat beberapa jenis alih kode
yang disebutkan dalam (Ni Nyoman dan Putu, 2014: 64) yaitu:
1. Metaphorical Code Switcing
Suatu fenomena alih kode yang menggunakan satu variasi bahasa
dalam satu macam situasi tetapi variasi bahasa tersebut juga digunakan dalam
situasi lain. Dengan kata lain perubahan topik terjadi dan diikuti dengan
perubahan bahasa (Wardhaugh, 2002; Holmes, 1990). Alih kode bisa terjadi
dari situasi formal ke dalam nonformal, dari situasi resmi ke pribadi, dari
serius ke harmonis. Hal yang ingin disampaikan di sini yaitu perubahan topik
dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Misalnya seorang penutur sedang
berbicara dalam bahasa formal, akan tetapi karena berubahnya sebuah topik
pembicaraan yang mengharuskan penutur tersebut untuk menggunakan
bahasa informal, maka perubahan tersebut dapat dikatakan sebagai peralihan
kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Sebagai contoh, dalam sebuah kelas di sebuah universitas sedang
mengadakan seminar ilmiah yang dihadiri oleh beberapa mahasiswa sebut
saja beberapa di antaranya yaitu A dan B. Dalam seminar tersebut salah satu
sesinya yaitu adanya diskusi antar individu. Saat berdiskusi, A dan B
menggunakan ragam bahasa baku. Akan tetapi dalam diskusi tersebut tiba-
tiba si B menanyakan terkait dengan sewa kost perbulannya kepada si A.
Karena si B berencana untuk pindah ke tempat tinggal si A. Pergantian topik
tersebut mempengaruhi pergantian bahasa yang mereka bicarakan. Sehingga
antara si A dan si B kemudian menggunakan bahasa nonformal atau bahasa
yang digunakan sehari-hari. Dari ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa alih
kode metaforis terjadi jika adanya peralihan atau pergantian topik
pembicaraan. Artinya, pergantian topik pembicaraan dapat mengakibatkan
peralihan kode.
2. Situasional Code Switching
Suatu fenomena pergantian alih kode yaitu satu variasi bahasa yang
dipakai akan diubah sesuai dengan situasi yang ada, tetapi tidak adanya
perubahan topik (Wardhaugh, 2002). Alih kode terjadi saat berubahnya
situasi misalnya dari situasi formal ke dalam situasi nonformal tanpa adanya
perubahan topik pembicaraan. Alih kode tersebut merupakan jenis alih kode
yang dilakukan oleh penutur secara sengaja berdasarkan situasi dan topik
pembicaraan. Dalam alih kode ini, penutur menyadari bahwa penutur dan
mitratutur sedang berbicara menggunakan ragam bahasa tertentu dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
sebuah situasi dan berbicara ke dalam bahasa lainnya dengan situasi yang
berbeda tanpa menghilangkan topik pembicaraan.
2.2.8 Wujud Alih Kode
Wujud alih kode dapat berupa perpindahan antarkode bahasa,
antartingkat tutur, antardialek dan antarragam bahasa. Perpindahan antar
bahasa misalnya terjadi antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa,
antarbahasa Indonesia dengan bahasa asing, antarbahasa Jawa dengan bahasa
asing (Rahardi, 2001:106). Penggunaan wujud alih kode dilakukan baik
secara sengaja ataupun tidak sengaja untuk menegaskan suatu hal.
2.2.8.1 Wujud Alih Kode Bahasa
Wujud alih kode bahasa yang digunakan terdiri dari:
1. Wujud alih kode dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia
Wujud alih kode yang disampaikan oleh penutur yaitu alih kode dalam
bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia. Wujud alih kode tersebut
disebabkan agar mitratutur dapat memahami apa yang ingin disampaikan oleh
penutur. Adanya wujud alih kode karena kedua bahasa dikuasai oleh penutur
maupun mitratutur. Akantetapi terkadang mitratutur tidak menguasai bahasa
daerah yang dimiliki oleh penutur. Misalnya dalam masyarakat Jawa, penutur
dan mitratutur saling berkomunikasi dalam bahasa daerah yaitu bahasa Jawa.
Ketika mereka sedang berbincang suatu hal, tiba-tiba seorang yang berasal
dari Manggarai menghampiri mereka dan ingin bergabung dalam percakapan
tersebut. Orang yang berasal dari Manggarai sama sekali tidak bisa
menggunakan bahasa Jawa, karena bahasa sehari-harinya adalah bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Manggarai. Agar komunikasi yang mereka lakukan dapat berjalan dengan
lancar, maka mereka beralih ke dalam bahasa Indonesia. Di sini telah terjadi
peralihan dari wujud alih kode dalam bahasa Jawa ke dalam bahasa
Indonesia.
2. Penggunaan wujud alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
daerah
Penggunaan wujud kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
daerah yaitu penggunaan dengan maksud tertentu atau untuk menegaskan
sesuatu. Artinya seorang penutur melakukan peralihan kode dari bahasa
Indonesia ke dalam bahasa daerah dengan tujuan tertentu. Misalnya dalam
suatu percakapa yaitu antara orang Jawa dan orang Manggarai. Awalnya
mereka berkomunikasi dalam bahasa Indonesia karena latarbelakang
kebudayaan yang mereka miliki berbeda. Akan tetapi ketika seseorang yang
berasal dari Jawa datang menghampiri mereka, otomatis seseorang yang
berasal dari Jawa akan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa dalam
berkomunikasi dengan temannya. Komunikasi tersebut pun terhambat bagi
orang Manggarai karena dia tidak memahami bahasa yang mereka gunakan.
Hal yang sama terjadi dalam penyampaian homili dalam perayaan
misa mingguan yaitu, penutur atau pemuka agama Katolik seringkali
menggunakan peralihan bahasa. Peralihan bahasa yang sering digunakan
adalah peralihan bahasa dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, karena
latar belakang yang dimiliki oleh penutur dan mitratutur dominan berasal dari
Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
3. Wujud alih kode dari bahasa daerah ke dalam bahasa asing
Wujud alih kode dari bahasa daerah ke dalam bahasa asing atau
sebaliknya sering digunakan dalam peristiwa tutur dalam kehidupan sosial.
Bahasa asing seringkali muncul saat berkomunikasi dalam bahasa daerah.
Penggunaan alih kode dari bahasa daerah ke dalam bahasa asing yaitu karena
penutur dan mitratutur menguasai kedua bahasa tersebut. Penutur melakukan
peralihan kode dari bahasa daerah ke dalam bahasa asing ingin menunjukkan
keterpelajarannya kepada mitratutur. Secara tidak sengaja, penutur ingin
menyampaikan bahwa penutur dapat menggunakan bahasa asing dengan baik.
Akan tetapi di sisi lain penutur menggunakan alih kode ke dalam
bahasa asing karena kehadiran orang ketiga. Hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya alih kode. Misalnya dalam sebuah peristiwa tutur antara penutur
(A) dan mitratutur (B) merupakan seseorang yang memiliki latar belakang
kebudayaan yang sama. Saat berbincang mereka menggunakan bahasa daerah
yang sudah mereka kuasai. Akan tetapi dalam situasi tersebut muncullah
seseorang yang berasal dari luar negeri (C). Orang tersebut tidak terlalu
menguasai bahasa Indonesia, sehingga yang terjadi adalah orang tersebut
menggunakan bahasa Inggris untuk bertanya dan mitratutur yang mendengar
pertanyaan tersebut otomatis menggunakan bahasa yang sama dengan orang
asing tersebut. Hal itulah yang dinamakan peralihan kode dari bahasa daerah
ke dalam bahasa Inggris.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
4. Wujud alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing
Wujud alih kode bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing disebabkan
karena pengetahuan lebih yang dimiliki oleh masyarakat. Penggunaan wujud
alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing khususnya bahasa
Inggris, sering kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut
terjadi karena penutur menguasai lebih dari satu bahasa (dwibahasa). Selain
itu, penutur juga ingin menunjukkan kepada mitratutur bahwa penutur
merupakan orang terpelajar karena menguasai bahasa asing tersebut.
Penggunaan alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing sering
digunakan oleh pemuka agama Katolik dengan tujuan yang berbeda-beda.
Terkadang dalam sebuah homili, pemuka agama Katolik melakukan peralihan
tersebut untuk membangkitkan humor mitratutur.
5. Wujud alih kode dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia
Pemberian wujud alih kode dari bahasa asing ke dalam bahasa
Indonesia juga sering kali terjadi karena seorang penutur berbicara dengan
mitratutur yang sangat fasih dalam menggunakan bahasa asing atau sedang
berkomunikasi dengan orang asing itu sendiri. Penggunaan alih kode tersebut
juga disebabkan karena penutur dan mitratutur memahami atau mengetahui
bahasa yang digunakan. Dalam homili perayaan misa mingguan, pemberian
wujud alih kode dari bahasa asing lebih khususnya bahasa Inggris ke dalam
bahasa Indonesia seringkali terjadi yaitu misalnya seorang romo atau pastor
yang berasal dari luar negeri. Dalam menyampaikan sebuah homili penutur
sering kali menggunakan alih kode dari bahasa asing ke dalam bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Indonesia, karena latar belakang yang dimiliki yaitu orang asing dan belum
sepenuhnya menguasai bahasa Indonesia.
2.2.8.2 Wujud Alih Kode Berbentuk Ragam
Wujud alih kode yang berbentuk ragam yaitu dari ragam formal ke
dalam ragam nonformal ataupun sebaliknya. Wujud alih kode berbentuk
ragam sangat banyak kita temukan dalam percakapan sehari-hari. Antara
penutur dan mitratutur seringkali beralih kode dari ragam formal ke dalam
ragam nonformal ataupun sebaliknya. Penggunaan wujud alih kode tersebut
disebabkan karena faktor kedekatan antara penutur dan mitratutur dan
berubahnya topik pembicaraan antara penutur dan mitratutur. Peralihan kode
dari ragam formal ke dalam ragam nonformal atau sebaliknya, secara sengaja
dilakukan oleh penutur untuk memberi penegasan terhadap sebuah topik atau
karena beralihnya topik yang sedang dibicarakan. Hal tersebut juga dapat
disebabkan karena kehadiran orang ketiga. Sehingga dapat mempengaruhi
penutur untuk beralih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal atau
sebaliknya.
2.2.8.3 Wujud Alih Kode Berbentuk Gaya Bahasa (Style)
Martin Joos mengatakan bahwa gaya bahasa merupakan ragam bahasa
yang disebabkan adanya perbedaan situasi berbahasa atau perbedaan dalam
hubungan antara pembicara (penulis) dengan pendengar (pembaca).
Berdasarkan tingkat keformalannya Martin Joos (dalam Chaer dan Agustina,
2004:70) membedakan variasi bahasa ke dalam 5 bentuk yaitu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
a. Gaya atau ragam bahasa resmi
Wujud alih kode dapat terjadi dalam ragam bahasa resmi. Dalam
homili perayaan misa mingguan bahasa yang dominan digunakan oleh para
pemuka agama yaitu bahasa resmi atau bahasa baku. Akan tetapi untuk
memperjelas maksud yang ingin disampaikan, pemuka agama seringkali
melakukan peralihan kode dari gaya resmi ke dalam nonresmi.
b. Gaya atau ragam santai
Wujud alih kode yang digunakan oleh para pemuka agama Katolik
bukan hanya sebatas ragam resmi melainkan terdapat juga peralihan kode dari
ragam resmi ke dalam ragam santai. Hal tersebut seringkali dilakukan oleh
para pemuka agama Katolik dengan tujuan mendekatkan diri dengan umat.
Wujud ragam santai dilakukan agar umat tidak mudah bosan atau jenuh
dengan homili yang disampaikan. Penutur dengan sengaja melakukan gaya
bahasa santai ke dalam gaya atau ragam resmi.
c. Gaya bahasa sindiran
Dalam homili perayaan misa mingguan di Gereja, para pemuka agama
Katolik seringkali menggunakan gaya bahasa sindiran. Sindirian tersebut
bermaksud agar mitratutur dapat mengintropeksi diri dan menyadari
kesalahan yang dilakukan. Misalnya sindiran terhadap umat yang seringkali
terlambat saat ke Gereja, jarang berdoa, pulang lebih awal saat perayaan
Ekaristi belum selesai dan lain sebagainya. Para pemuka agama Katolik juga
seringkali menggunakan majas sebagai bentuk sindiran kepada mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
d. Gaya atau ragam akrab
Selain gaya bahasa di atas, terdapat juga gaya atau ragam bahasa
akrab. Alih kode dapat juga terjadi dari gaya bahasa akrab ke dalam gaya
bahasa resmi. Hal tersebut dapat terjadi karena berubahnya topik pembicaraan
antara penutur dan mitratutur. Alih kode ke dalam gaya bahasa akrab
dilakukan secara sengaja oleh penutur dengan maksud mendekatkan diri
dengan mitratutur. Gaya bahasa ini ditandai dengan adanya penggunaan
kode-kode akrab oleh penutur kepada mitratutur.
2.2.9 Maksud Alih Kode
Maksud dapat diartikan sebagai makna yang terkandung dalam sebuah
tuturan yang disampaikan baik oleh penutur maupun mitratutur. Dalam setiap
tuturan yang disampaikan tentunya mempunyai maksud tertentu. Maksud
yang ingin disampaikan oleh penutur dan mitratutur akan berbeda-beda,
tergantung dengan konteks pembicaraan. Maksud dapat juga diartikan sebagai
makna yang diungkapkan dengan unsur-unsur kebahasaan (morfem, fonem,
kata, frasa dan kalimat) yang dapat dimodifikasi (diubah sedikit banyak)
dengan struktur dan fonologi (Nababan, 1991:66-67). Sebuah pengertian
makna yang disampaikan oleh Nababan merupakan tujuan dalam suatu
pembicaraan dari penutur untuk disampaikan.
Suatu keadaan dapat mempengaruhi maksud yang disampaikan oleh
penutur kepada mitratutur. Keadaan yang dimaksud adalah adanya sebuah
konteks dalam sebuah tuturan. Konteks dalam sebuah tuturan sangatlah
penting. Dikatakan penting karena sebuah konteks dapat menunjukan maksud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
atau makna dari kata, frasa, klausa ataupun kalimat yang diungkapkan oleh
penutur. Maksud ditentukkan dari setiap konteks pembicaraan dari penutur
maupun mitratutur. Misalnya dalam sebuah konteks situasi, seseorang
menyampaikan maksud dalam tuturannya berdasarkan situasi yang terjadi
saat itu. Dengan adanya maksud yang terdapat dalam sebuah tuturan, maka
sebuah tuturan tersebut memiliki tujuan.
Berbicara tentang maksud berarti mengarah pada tujuan atau inti dari
tuturan yang disampaikan. Dalam sebuah tuturan homili bukan tidak mungkin
penutur menyampaikan tuturannya tidak dengan maksud tertentu yang
artinya, penutur selalu menyampaikan setiap tuturannya dengan maksud
tertentu untuk dipahami oleh mitratutur. Tuturan yang memiliki wujud alih
kode tentunya memiliki maksud yang ingin disampaikan oleh penutur kepada
mitratutur. Seperti yang dijelaskan dalam komponen tutur SPEAKING, pada
poin E yaitu ends yang mengacu pada maksud dan tujuan dalam sebuah
tuturan (lihat Nababan, 1991:7).
Dalam sebuah tuturan selalu memiliki maksud baik yang tersirat
maupun yang tersurat atau secara langsung dan tidak langsung yang
disampaikan kepada orang lain. Maksud yang disampaikan secara langsung
artinya, lawan bicara atau mitratutur menyimpulkan maksud tersebut
berdasarkan frasa atau klausa yang diucapkan. Contoh “Silahkan berdiri!”
Maksud yang disampaikan oleh penutur di sini yaitu menyuruh orang lain
atau lawan bicara untuk berdiri. Dalam hal ini maksud dari tuturan tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
sangat jelas atau dapat dikatakan sebagai maksud yang sebenarnya yang
disampaikan oleh penutur.
Dalam homili perayaan misa mingguan, terdapat berbagai maksud
yang disampaikan oleh penutur. Maksud tersebut disampaikan dengan tujuan
tertentu. Misalnya untuk menegaskan sesuatu, untuk membangkitkan rasa
humor dari mitratutur, untuk mempermudahkan mitratutur dalam memahami
hal yang disampaikan, untuk mengajak mitratutur dan menyampaikan
informasi.
2.2.10 Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Alih Kode
Secara umum, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode
yaitu:
1. Faktor penutur
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa alih kode terjadi karena
penutur mengalihkan suatu bahasa yang digunakan ke dalam bahasa lain. Hal
tersebut jelas merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode
karena penutur dengan sengaja merubah bahasa yang digunakan misalnya
dari ragam bahasa formal beralih ke dalam nonformal ataupun sebaliknya
atau dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah. Hal tersebut bisa saja
karena adanya unsur kesengajaan dari dalam diri penutur itu sendiri.
2. Mitratutur
Pada konteks mitratutur, alih kode dilakukan karena mitratutur
memiliki latar belakang yang sama sehingga alih kode yang digunakan dapat
berupa varian bahasa, sedangkan mitratutur yang memiliki latar belakang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
yang berbeda, alih kode yang digunakan adalah peralihan bahasa. Artinya
mitratutur akan beralih kode ke dalam bahasa atau varian bahasa, tergantung
pada latar belakang yang mereka miliki.
Penggunaan alih kode oleh mitratutur disebabkan karena mitratutur ingin
menyamakan dirinya dengan penutur.
3. Adanya Orang Ketiga
Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode yaitu kehadiran orang
ketiga. Hadirnya orang ketiga dapat menyebabkan penutur dan mitratutur
beralih kode. Hal tersebut memiliki beberapa kemungkinan yaitu karena latar
belakang mitratutur dengan orang ketiga sama atau latar belakang penutur
dengan orang ketiga sama atau latar belakang penutur dan mitratutur yang
sama. Hal tersebut jelas bahwa kehadiran orang ketiga dapat menyebabkan
terjadinya alih kode.
4. Pokok Pembicaraan
Pokok pembicaraan merupakan salah satu penyebab terjadinya alih
kode. Pokok pembicaraan tergantung pada status sosial dalam masyarakat
dwibahasa. Alih kode terjadi jika topik yang dibicarakan dari bentuk formal
ke dalam nonformal ataupun sebaliknya, tergantung pada topik yang
dibicarakan oleh penutur dan mitratutur. Pokok pembicaraan yang bersifat
formal akan disampaikan dalam bentuk bahasa baku, sedangkan pokok
pembicaraan dalam bentuk nonformal akan disampaikan dalam bentuk bahasa
tidak baku atau menggunakan ragam bahasa santai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
5. Membangkitkan Rasa Humor
Terkadang alih kode digunakan untuk membangkitkan rasa humor
sehingga tidak ada jarak antara penutur atau pun mitratutur. Informasi yang
disampaikan lebih mudah dipahami oleh mitratutur.
6. Faktor kedekatan antara penutur dan mitratutur
Kedekatan antara penutur dan mitratutur dapat menyebabkan
terjadinya alih kode, karena penutur dengan sengaja mengalihkan kode
bahasa ke dalam bahasa lain, dengan tujuan untuk mempererat hubungan
antara penutur dan mitratutur.
7. Menegaskan sesuatu
Penutur ingin menegaskan sesuatu kepada mitratutur. Penutur
menganggap bahwa dengan adanya peralihan kode dapat membantu
mitratutur untuk memahami dengan mudah maksud yang ingin disampaikan
oleh penutur.
8. Suasana
Suasana yang terjadi saat penutur menyampaikan tuturannya dapat
menyebabkan seorang melakukan peralihan kode. Hal tersebut dilakukan
secara sengaja oleh penutur. Misalnya dalam sebuah homili perayaan Ekaristi,
saat umat atau mitratutur sudah mulai bosan dengan homili yang disampaikan,
maka penutur (romo atau pastor) akan melakukan peralihan kode, sehingga
yang terjadi yaitu mitratutur akan memperhatikan hal yang disampaikan oleh
penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
9. Bahasa yang dikuasai
Bahasa yang dikuasai dapat menyebabkan seorang melakukan
peralihan kode. Hal tersebut terjadi dalam homili perayaan misa mingguan di
paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta. Ketika seseorang
menguasai lebih dari satu bahasa, bukan tidak mungkin orang tersebut akan
menggunakan bahasa yang dikuasai dalam sebuah tuturan. Hal tersebut
seringkali terjadi pada orang yang dwibahasa yaitu melakukan peralihan kode
ke dalam bahasa yang dikuasai. Sehingga dapat menyebabkan terjadinya alih
kode.
2.2.11 Homili
Homili merupakan sebuah pesan atau amanat yang disampaikan oleh
pemuka agama Katolik. Pesan tersebut merupakan terjemahan dari kitab suci.
Dalam sebuah homili terdapat ajakan untuk melakukan suatu hal yang lebih
baik. Homili dapat juga dikatakan sebagai sebuah khotbah singkat yang
disampaikan oleh para pemuka agama Katolik. Menurut Purnomo, (2010:15)
homili merupakan komunikasi iman yang disampaikan dalam rangka Ibadat
Sabda dan Perayaan Ekaristi untuk meneguhkan iman umat.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, homili merupakan
salah satu unsur penting dalam sebuah Perayaan Ekaristi. Homili diadakan
untuk meneguhkan iman umat Katolik. Pada saat homili sang pemimpin
(pemuka agama Katolik) secara kontruktif menjelaskan, membagi-bagikan
pengetahuan, serta menghayati imannya yang berlandaskan Kitab Suci dan
mengupayakan agar sabda Tuhan dapat diterima dan dicerna sebagai sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
warta gembira (Lidi, 2010:1-2). Para pemuka agama Katolik berperan sebagai
pewarta dalam menyampaikan sabda Tuhan. Dalam hal ini tanggung jawab
sebagai pewarta sangat besar, karena seorang pemuka dapat mengacaukan
pikiran umat jika arahan atau penjelasannya keliru. Homili pada umumnya
berisi nasehat atau pesan yang berisikan ajaran moral atau hal-hal yang
menginspirasi umat. Dengan adanya homili, umat Katolik mampu memahami
pesan, maksud atau ajaran yang terdapat dalam Kitab Suci.
Dalam penyampaian homili tersebut, Romo atau Pastor selalu
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh umat. Oleh karena itu, para
pemuka agama Katolik seringkali menggunakan kode dan alih kode untuk
mempertegas warta yang ingin disampaikan. Karena dengan adanya alih kode
umat atau mitratutur akan lebih memahami dan mendalami maksud yang
telah disampaikan. Penggunaan alih kode tersebut seringkali terjadi dengan
tujuan atau alasan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak menutup
kemungkinan bagi penutur untuk tidak melakukan peralihan kode, sehingga
dalam sebuah tuturan homili, penutur seringkali menggunakan alih kode.
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan gambaran berupa konsep yang
digunakan peneliti tentang hubungan variabel yang satu dengan variabel yang
lain. Kerangka berpikir disusun berdasarkan kajian teori yang ada. Pada
penelitian ini, kerangka berpikir yang digunakan berfokus pada penelitian
terkait alih kode yang terdapat dalam homili pemuka agama Katolik serta
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah alih kode tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Homili dalam perayaan misa mingguan di Gereja Santo Yohanes
Rasul Pringwulung Yogyakarta dan Kapel Santo Robertus Bellarminus
merupakan objek yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian.
Peneliti memilih dua objek sebagai tempat penelitian karena permasalahan
tentang perkodean sangat banyak ditemukan di kedua tempat tersebut.
Penelitian ini dibagi dalam beberapa kajian teori yaitu sosiolinguistik,
bilingualisme, ragam bahasa, kode, alih kode dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya alih kode.
Sosiolinguistik merupakan kajian tentang ciri khas, variasi bahasa, dan
pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah dan
saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur. Bilingualisme,
ragam bahasa, kode dan alih kode merupakan kajian utama dari
sosiolinguistik itu sendiri. Alih kode terjadi disebabkan oleh berbagai faktor.
Oleh karena itu, kerangka berpikir ini dapat digambarkan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Alih Kode dalam Homili Perayaan Misa
Mingguan di Paroki Santo Yohanes Rasul
Pringwulung Yogyakarta
Sosiolinguistik
Bilingualisme/ Dwibahasa
Wujud Alih Kode dalam
Homili Perayaan Misa
Mingguan di Paroki Santo
Yohanes Rasul
Pringwulung Yogyakarta
Faktor yang Menyebabkan
Terjadinya Alih Kode
dalam Homili Perayaan
Misa Mingguan di Paroki
Santo Yohanes Rasul
Pringwulung Yogyakarta
Maksud Alih Kode dalam
Homili Perayaan Misa
Mingguan di Paroki Santo
Yohanes Rasul
Pringwulung Yogyakarta
Alih Kode
Kode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bagian ini peneliti membahas metode penelitian. Metode
penelitian mencakup prosedur dan teknik penelitian. Metode penelitian
merupakan langkah penting untuk memecahkan masalah-masalah penelitian.
Dalam metode penelitian ini terdiri dari beberapa kajian yang akan dibahas
yaitu jenis penelitian, data dan sumber data, teknik penelitian data, instrumen
penelitian, teknik analisis data dan triangulasi data.
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian bahasa merupakan penelitian yang sistematis, terkontrol,
empiris, dan kritis terhadap objek sasaran yang berupa bunyi tutur (Mahsun,
2005: 2). Dari pengertian penelitian tersebut jelas bahwa penelitian ini
merupakan sebuah penelitian yang berkaitan dengan bahasa yang ada dalam
tuturan masyarakat, khususnya dalam homili perayaan misa mingguan.
Penelitian tentang alih kode yang terjadi dalam homili perayaan misa
mingguan di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta,
menggunakan penelitian deskripstif kualitatif. Karena data yang dikumpulkan
bukan berupa angka melainkan pendeskripsian kata-kata. Penelitian kualitatif
menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam
konteks tertentu) dan lebih banyak meneliti hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari (Sarwono, 2018: 249) , sedangkan penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
dalam masyarakat yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu
keadaan.
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang mendeskripsikan suatu keadaan tanpa ada
perlakuan terhadap objek yang diteliti. Artinya penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,
sikap, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok dengan
cara mengamati dan mendeskripsikan. Pada umumnya penelitian deskriptif
merupakan penelitian nonhipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya
tidak perlu menggunakan hipotesis (Ismawati, 2011:112). Hal tersebut jelas
karena dalam penelitian deskriptif hanya menggambarkan sebuah peristiwa,
aktivitas sosial serta fenomena kebahasaan yang terjadi dalam tuturan
masyarakat sosial.
3.2 Data dan Sumber Data
Data dan sumber data merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
sebuah penelitian. Sudaryanto dalam Mahsun, (2005:19) memberi batasan
data sebagai bahan penelitian, yaitu bahan jadi, karena pemilihan aneka
macam tuturan. Rahardi, (2001:8) mengatakan bahwa data dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu data skunder dan data primer. Data primer
dimaksudkan sebagai data yang didapat dari berbagai peristiwa atau adegan
tutur, sedangkan data skunder merupakan data yang didapatkan dari hasil
wawancara berupa pernyataan informan tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan masalah perkodean.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer dan
skunder yaitu berupa kata dan kalimat yang diungkapkan oleh pemuka agama
Katolik dalam homili perayaan misa mingguan di paroki Santo Yohanes
Rasul Pringwulung Yogyakarta. Kata dan kalimat tersebut diperoleh dari
tuturan lisan yang sudah direkam dan ditranskrip untuk dijadikan data dalam
penelitian. Kata dan kalimat yang didapatkan yaitu dalam misa mingguan
periode Agustus sampai Oktober 2019. Untuk lebih mendalami penelitian ini,
maka peneliti juga menggunakan data skunder berupa hasil wawancara yang
dilakukan dengan pemuka agama Katolik.
Sumber data merupakan sumber atau asal data tersebut. Jika data
merupakan kata dan kalimat yang diperoleh, maka sumber datanya adalah
penutur itu sendiri yaitu para pemuka agama Katolik yang menyampaikan
homili di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung. Objek yang dipilih untuk
mendapatkan data yaitu Gereja St Yohanes Rasul Pringwulung dan Kapel St
Robertus Bellarminus Yogyakarta. Peneliti memilih dua tempat sebagai
sumber data karena kedua tempat tersebut merupakan bagian dari Paroki
Pringwulung.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
observasi. Observasi yang dilakukan dengan cara merekam dan mengamati.
Observasi merupakan salah satu upaya peneliti berupa mengamati prilaku
atau aktivitas yang terjadi untuk mendapatkan informasi yang diperlukan
dalam penelitian melalui pemilihan (selection), pengubahana (propocation),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
pencatatan (recording), pengodean (enconding), rangkaian prilaku dan
suasana dalam rangka tujuan penelitian (Hikmawati, 2017:85). Teknik yang
dilakukan juga yaitu teknik rekam. Dalam perkembangan teknologi informasi
yang semakin canggih, alat perekam yang dimaksud dapat lebih beraneka
dengan hasil yang lebih seksama, baik tindakan omong yang mampu
didengarkan maupun tingkah laku dan perbuatan lain yang mampu dilihat,
baik verbal maupun nonverbal (Sudaryanto, 2015: 205).
Dalam penelitian ini, peneliti menentukan alat rekam yang digunakan
dalam penelitian tersebut, misalnya recorder atau handphone. Adanya alat
rekam tersebut dapat membantu peneliti untuk mengamati dengan baik dan
memahami kata atau kalimat yang disampaikan oleh pemuka agama Katolik,
sehingga peneliti akan memahami penggunaan alih kode dalam homili
tersebut. Selain menggunakan teknik rekaman, peneliti juga menggunakan
teknik catat yang berfungsi untuk mencatat atau mentranskrip hasil rekaman
yang sudah didapatkan. Teknik ini yaitu dengan cara mencatat semua hal
berupa kata, frasa dan kalimat yang mengandung penggunaan wujud alih
kode. Teknik ini dapat membantu peneliti untuk memahami dan mengetahui
penggunaan alih kode dalam homili perayaan misa mingguan di Gereja
Pringwulung dan Kapel St Robertus Bellarminus Yogyakarta. Teknik yang
berikutnya adalah teknik wawancara. Wawancara merupakan salah satu
metode yang digunakan dalam tahap penyediaan data yang dilakukan dengan
cara peneliti melakukan percakapan atau kontak dengan penutur selaku
narasumber (Mahsun, 2005: 250). Teknik ini dilakukan agar peneliti dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
mengetahui secara jelas faktor dan tujuan yang menyebabkan terjadinya alih
kode.
3.4 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen merupakan penilaian yang digunakan untuk mendapatkan
data penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peneliti
itu sendiri (human instrument). Artinya dalam mengumpulkan data dilakukan
oleh pe neliti itu sendiri dan dibantu dengan adanya catatan yang didapatkan
dari lapangan berupa rekaman kemudian dianalisis setiap frasa, klausa dan
kalimat yang mengandung alih kode serta membuat kesimpulan atas hasil
temuan tersebut. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peneliti
itu sendiri dengan memahami permasalahan yang terdapat dalam penelitian.
Memahami persoalan yang dihadapi akan memudahkan peneliti dalam
menilai, menganalisis dan mengambil data yang berada di lapangan.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan; teknik
adalah cara melaksanakan atau menerapkan metode (Sudaryanto: 2015: 9),
sedangkan metode penelitian bahasa adalah cara kerja yang digunakan untuk
memahami dan menjelaskan fenomena objek ilmu bahasa atau cara
mendekati, mengamati, menjelaskan, masalah di dalam objek ilmu bahasa itu
(Kridalaksana, 2001:106; Hartman dan Stork, 1972: 141; dalam Kesuma
2007:2). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
menyimak. Metode menyimak merupakan metode yang digunakan untuk
memperoleh data dengan melakukan penyimakan terhadap penggunaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
bahasa (Muhammad, 2014: 194). Peneliti akan menggunakan metode
menyimak, karena dalam penelitian ini terdapat rekaman untuk mendapatkan
data dengan mendeskripsikan kata, frasa atau kalimat bukan berkaitan dengan
angka atau kuantitatif.
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk
mengklasifikasikan, mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya
mengelompokkan, menyamakan data yang sama dan membedakan data yang
berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain data yan serupa tetapi tidak
sama (Mahsun, 2007:253). Teknik analisis data dilakukan untuk menemukan
hal yang penting yaitu dengan cara memilah atau menilai data untuk dijadikan
bahan pertimbangan dalam penelitian tersebut. Analisis data bertujuan untuk
menjawab rumusan masalah yang ada. Analisis data dilaksanakan sesudah
data yang terjaring diklasifikasikan. Klasifikasi data itu dilakukan sesuai
dengan pokok persoalan yang diteliti yang harus memberikan manfaat dan
kemudahan dalam analisis pelaksanaan analisis data (Mastoyo Tri, 2007: 47).
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menganalisis data yaitu:
1. Mencatat hasil dari rekaman yang sudah didapatkan.
Langkah awal yang dilakukan dalam menganalisis data yaitu mencatat
hasil rekaman yang diperoleh dari homili yang telah disampaikan dalam
perayaan misa mingguan di Gereja Pringwulung dan Kapel Bellarminus
Yogyakarta. Mencatat atau mentranskrip digunakan untuk mempermudah
dalam menganalisis atau memilah frasa, klausa atau kalimat yang
mendapatkan proses alih kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
2. Peneliti mengidentifikasi tuturan atau homili pemuka agama Katolik
berdasarkan asal bahasanya.
Tuturan yang telah diidentifikasi akan dikelompokkan berdasarkan wujud
alih kode, maksud dan faktor penyebab terjadinya alih kode.
3. Data yang sudah diidentifikasi akan diklasifikasikan berdasarkan jenis alih
kode.
Setelah mengidentifkasi, data yang didapatkan akan diklasifikasikan
bedasarkan wujud alih kode dalam tuturan tersebut.
4. Mendeskripsikan data yang sudah diidentifikasi.
Data yang telah diidentifikasi akan dideskripsikan berdasarkan rumusan
masalah yang telah dibuat yaitu mengidentifikasi wujud, maksud dan
faktor penyebab alih kode.
5. Mendeskripsikan faktor-faktor terjadinya alih kode berdasarkan hasil
wawancara yang telah didapatkan. Selain dari data yang telah
diidentifikasi, peneliti juga menggunakan metode wawancara untuk
menyempurnakan data yang telah ada. Wawancara dilakukan dengan romo
atau pastor yang telah menyampaikan homili dan melakukan peralihan
kode.
6. Menyajikan data dalam bentuk laporan.
Hal terakhir yang dilakukan yaitu menyajikan data-data tersebut dalam
bentuk laporan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
3.6 Triangulasi Data
Triangulasi dalam penelitian ini bertujuan untuk memeriksa
keakuratan dan keabsahan data yang diperoleh dalam penelitian ini.
Triangulasi penyidik dapat digunakan untuk mengecek keakuratan data yang
diperoleh dengan memanfaatkan peneliti, pengamat atau ahli yang lain untuk
mengecek data atau penelitian ini. Ahli yang dimaksud adalah dosen yang
dianggap sebagai triangulator untuk memeriksa keakuratan penelitian yang
dilakukan.
Triangulasi data dilakukan oleh Prof. Dr. Pranowo, M.Pd untuk
membaca dan mencermati serta mengomentari data yang telah dikumpulkan
oleh peneliti. Triangulator akan mengomentari data tersebut dengan memberi
tanda centang pada kolom “Ya” jika data yang dideskripsikan benar dan
“Tidak” jika data yang dideskripsikan kurang tepat. Dosen treiangulator akan
memberikan masukan untuk dijadikan catatan bagi peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi uraian tentang 1) deskripsi data, 2) analisis data, 3)
pembahasan. Pada deskripsi data, peneliti akan mendeskripsikan data yang
telah diperoleh dalam homili perayaan misa mingguan di Paroki Santo
Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta. Kemudian peneliti akan
menyajikan hasil dan pembahasan dari data yang telah peneliti dapatkan
dalam homili tersebut. Peneliti akan memaparkan wujud, tujuan dan faktor
alih kode yang telah peneliti peroleh.
5.1 Deskripsi Data
Data pada penelitian ini berupa tuturan yang disampaikan oleh para
pemuka agama Katolik dalam perayaan misa mingguan di Paroki Santo
Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta periode Agustus-Oktober 2019.
Data dalam penelitian ini merupakan data berdasarkan jawaban atas rumusan
masalah yang ada. Data setiap tuturan dibagi dalam beberapa bagian yaitu
berdasarkan rumusan masalah yang ada yaitu wujud alih kode, tujuan dan
faktor yang menyebabkan peralihan kode tersebut. Terdapat 95 data alih kode
yang telah didapatkan oleh peneliti. Namun, setelah ditriangulasi terdapat 92
data yang dianggap absah oleh ahli bahasa.
Data tersebut kemudian akan dianalisis dan dikategorikan ke dalam
wujud alih kode, tujuan dan faktor penyebab terjadinya alih kode. Dari 92
data sudah dilampirkan dengan tujuan dan faktor penyebab terjadinya alih
kode. Berdasarkan hasil identifikasi data tersebut, terdapat 40 data yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
mampu menjawab rumusan masalah yang ada. Peneliti menemukan 23 data
dengan wujud alih kode, yaitu 8 yang berwujud bahasa, 8 yang berwujud
ragam dan 7 data yang berwujud gaya bahasa, kemudian peneliti menemukan
4 data maksud alih kode dan 13 data sebagai faktor penyebab terjadinya alih
kode.
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis alih kode yaitu alih kode ke
dalam (internal code swiching) dan alih kode keluar (external code
switching). Kedua jenis alih kode tersebut dibagi lagi ke dalam wujud alih
kode yang digunakan. Wujud alih kode tersebut berupa wujud bahasa, ragam,
dan gaya bahasa. Dalam penelitian ini wujud kode yang berbentuk gaya
bahasa sangat sedikit ditemukan jika dibandingkan dengan wujud kode yang
berbentuk ragam. Peneliti juga melampirkan tujuan dan faktor penyebab yang
terdapat dalam alih kode. Faktor yang ditulis oleh peneliti didapatkan dari
hasil wawancara dengan penutur. Karena berbagai macam faktor yang
melatarbelakangi terjadinya alih kode dalam setiap homili di Gereja. Faktor
yang sering muncul adalah faktor yang terdapat diri penutur.
5.2 Hasil Analisis Data
Dalam analisis data, peneliti akan memaparkan wujud alih kode,
tujuan atau maksud serta faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode
dalam tuturan homili perayaan misa mingguan di Paroki Pringwulung
Yogyakarta. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti telah
menemukan fenomena alih kode yang disampaikan oleh pemuka agama
Katolik di Paroki Pringwulung Yogyakarta. Terdapat berbagai wujud alih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
kode yang disampaikan oleh para pemuka agama. Hal tersebut dilakukan
dengan tujuan-tujuan tertentu. Dalam proses penelitian, peneliti juga
menemukan faktor yang menyebabkan terjadinya proses alih kode baik yang
dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja.
Data yang didapatkan dalam penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut.
5.2.1 Wujud Alih Kode
Wujud alih kode merupakan wujud dari peralihan kode itu sendiri.
Artinya perpindahan antarkode dalam suatu bahasa. Wujud alih kode dapat
berupa wujud kode bahasa, wujud alih kode yang berbentuk ragam serta
wujud alih kode yang berbentuk gaya bahasa. Sehingga analisis dalam
penelitian ini akan dilakukan berdasarkan wujud alih kode yang telah
didapatkan dalam homili perayaan misa mingguan di Gereja. Data yang telah
didapatkan akan dianalisis sebagai berikut.
5.2.1.1 Alih Kode Antarbahasa
Wujud alih kode bahasa yang dimaksud yaitu peralihan antar kode
dari suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain. Peralihan tersebut dilakukan
baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dengan tujuan atau maksud
tertentu. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Rahardi (2001:106) yang
mengatakan bahwa terdapat beberapa wujud alih kode yang berwujud bahasa
yaitu dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah, dari bahasa daerah ke
dalam bahasa Indonesia, bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing atau
sebaliknya serta dari bahasa asing ke dalam bahasa daerah atau sebaliknya.
Dalam homili perayaan misa mingguan di Paroki Santo Yohanes Rasul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Pringwulung Yogyakarta, penutur seringkali menggunakan wujud alih kode
yang berbentuk bahasa. Sehingga, peneliti menemukan data terkait dengan
peralihan kode dalam wujud bahasa yaitu berupa bahasa Indonesia ke dalam
bahasa daerah atau sebaliknya, wujud alih kode dari bahasa asing ke dalam
bahasa Indonesia ataupun sebaliknya. Peneliti tidak menemukan peralihan
kode dari bahasa daerah ke dalam bahasa asing. Hal tersebut disebabkan
karena penutur jarang menggunakan kode yang berwujud bahasa asing.
1. Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Daerah
Dalam tuturan yang disampaikan oleh para pemuka agama Katolik di
Paroki Pringwulung Yogyakarta peneliti menemukan beberapa wujud alih
kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah. Penggunaan tuturan
tersebut muncul dalam sebuah tuturan yang bermaksud untuk menegaskan
beberapa hal yang ingin disampaikan oleh penutur. Hal tersebut disebabkan
karena penutur mengetahui latar belakang dari mitratutur yang
mengakibatkan penutur dengan sengaja menggunakan peralihan kode dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah yaitu bahasa Jawa. Berikut adalah
contoh penggunaan wujud alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
daerah yang terdapat dalam tuturan homili di Gereja.
Data Tuturan 1
Penutur: “Semisalnya anda sekalian tidak pernah membaca kitab suci tetapi selalu ke Gereja. Itulah kebaikan yang dilakukan Gereja. Menyediakan tahun liturgi bagi yang malas membaca kitab suci sendiri. Yo mulai ngangguk-ngangguk iki” Konteks: Tuturan di atas disampaikan saat homili perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta. Tuturan tersebut disampaikan pada pagi hari dan disampaikan saat homili perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta. Penutur menyampaikannya dengan suasana hening dan dihadiri oleh umat yang cukup banyak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Pada D71/AKI/15/Ag dalam homili yang disampaikan terdapat
fenomena bahasa yang terjadi yaitu adanya peralihan kode dari bahasa
Indonesia ke dalam bahasa daerah yaitu bahasa Jawa. Fenomena tersebut
dapat dibuktikan dari kalimat “Yo mulai ngangguk-ngangguk iki”. Penutur
dengan sengaja menyampaikan peralihan kode tersebut dengan tujuan bahwa
mitratutur memahami hal yang dimaksudkan oleh penutur sebelumnya. Selain
itu penutur secara tidak langsung menunjukan identitas atau latar belakang
yang dimiliki yaitu seorang yang berasal dari Jawa. Karena bahasa daerah
yang digunakan adalah bahasa Jawa. Dengan demikian, mitratutur
mengetahui bahwa penutur adalah seseorang yang menguasai bahasa Jawa.
Dalam penggunaan bahasa Jawa tersebut, penutur mengubah situasi dari
situasi resmi ke dalam situasi tidak resmi dengan melakukan alih kode ke
dalam bahasa Jawa. Hal itu dilakukan oleh penutur dengan maksud atau
tujuan tertentu.
Data Tuturan 2
Data D72/AKI/25/Ag merupakan salah satu contoh wujud alih kode dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah. Data tersebut disampaikan pada
pagi hari dalam tuturan homili misa mingguan di Gereja Santo Robertus
Bellarminus Yogyakarta. Berikut ini adalah contoh tuturan yang
membuktikan terjadinya wujud alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam
bahasa daerah (Ambon)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Penutur: “Tuhan tidak menjawab secara langsung, tetapi memberi perumpamaan-perumpamaan. Bemacam-macam kan gambaran jika orang mengetuk pintu, kalau orang Ambon gimana? Buka pintu, buka pintu, beta mau masuk e” Konteks: Data tuturan tersebut disampaikan dalam homili perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta. Tuturan tersebut disampaikan pada pagi hari dengan suasana yang sedikit ramai, karena mitratutur memikirkan hal yang telah disampaikan oleh penutur dengan berbisik kepada orang yang berada di samping kiri kanannya.
Dalam tuturan di atas ditemukan fenomena bahasa yang terjadi yaitu
wujud alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah yaitu dialek
Ambon. Penutur dengan sengaja melakukan alih kode dengan tujuan untuk
menegaskan hal yang telah disampaikan. Penutur berharap dengan
menggunakan peralihan kode tersebut, pesan yang disampaikan oleh penutur
dapat tersampaikan dengan baik kepada mitratutur. Penutur menggunakan
bahasa daerah Ambon yaitu “Buka pintu, buka pintu, beta mau masuk e”.
Kalimat tersebut menegaskan contoh yang disampaikan oleh tamu saat
mengunjungi rumah orang lain di daerah Ambon. Penutur menegaskan bahwa
sebelum masuk ke dalam rumah orang lain, alangkah lebih baiknya kita
mengetuk dan memastikan bahwa tuan rumah tersebut berada di dalam
rumah. Penutur mengambil contoh dengan menggunakan bahasa Ambon,
secara tidak langsung dalam hal ini penutur telah melakukan peralihan kode
ke dalam bahasa daerah. Hal yang ingin ditegaskan oleh penutur yaitu, ingin
mengaitkan hal tersebut dengan Tuhan Yesus, ketika kita ingin berbicara
dengan-Nya maka kita harus mengetuk pintu hati kita dan membiarkan Dia
hadir di dalam hati kita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Data tuturan 3
Selanjutnya data D73/AKI/21/S merupakan contoh kasus yang sama seperti
contoh di atas yaitu adanya peralihan kode dari bahasa Indonesia ke dalam
bahasa daerah yaitu bahasa Jawa. Berikut ini merupakan contoh tuturan.
Penutur: “Sehingga yang terjadi adalah perasaan kita tidak tenang dan berharap homili cepat selesai. Misa itu yah seperti orang Jawa itu mengatakan ala ora, ala ora gimana itu bahasa Indonesianya. Niat-niat yang gak gitu. Nyanyi aja buka mulut ngiritlah” Konteks: Pada homili perayaan misa tanggal 21 September, romo Sapto menyampaikan homili dengan menggunakan bahasa Jawa dengan tujuan mitratutur berpikir dan memahami maksud yang disampaikan.
Pada data tuturan D73/AKI/21/S merupakan contoh peralihan kode
dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah yaitu bahasa Jawa. Penutur
melakukan peralihan kode karena ingin menegaskan terkait dengan tema
homili yang disampaikan. Penutur melakukan peralihan kode dengan tujuan
bahwa mitratutur akan memahami maksud yang ingin disampaikan oleh
penutur. Dalam hal ini penutur ingin memberikan perumpamaan bahwa
dalam bahasa Jawa terdapat sebuah istilah yang menggambarkan penjelasan
selanjutnya dari penutur.
2. Alih Kode dari Bahasa Daerah ke dalam Bahasa Indonesia
Wujud alih kode yang disampaikan oleh pemuka agama Katolik di
paroki Pringwulung Yogyakarta salah satunya adalah peralihan kode dari
wujud bahasa daerah ke dalam kode yang berwujud bahasa Indonesia.
Peralihan kode ini merupakan lawan dari peralihan kode dari kasus pada
contoh di atas. Berikut ini merupakan contoh peralihan kode dari bahasa
daerah ke dalam bahasa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Tuturan 4
Data D76/AKI/25/Ag
Contoh tuturan penggunaan alih kode dari bahasa daerah ke dalam bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut.
Tuturan: “Orang Jawa Kula nuwun, Monggo. Niki sinten? Kulo.. Matur nuwun. Itu merupakan relasi antara tuan rumah”. Konteks: Data tuturan di atas disampaikan pada pagi hari saat homili perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta. Tuturan tersebut disampaikan dengan suasana hening, karena mitratutur menyimak dengan baik terkait dengan hal yang disampaikan oleh penutur.
Data D76/AKI/25/Ag di atas menjelaskan bahwa penutur sedang
melakukan peralihan kode yaitu dari bahasa daerah (bahasa Jawa) ke dalam
bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena penutur ingin menunjukkan
latar belakang yang dimiliki. Penutur secara tidak langsung menunjukkan
identitasnya bahwa penutur adalah seorang yang berasal dari pulau Jawa.
Dapat dibuktikan dari dialek yang dilontarkan oleh penutur. Maksud yang
ingin disampaikan oleh penutur yaitu ingin menegaskan hal yang telah
disampaikan dengan memberikan sebuah contoh atau ilustrasi kepada
mitratutur untuk lebih memahami maksud yang terdapat dalam homili
tersebut. Dalam hal ini secara tidak langsung, penutur menunjukan jati
dirinya sebagai orang Jawa yang dibuktikan dengan kalimat “Kula nuwun,
Monggo. Niki sinten? Kulo.. Matur nuwun”. Kalimat tersebut dapat diartikan
sebagai percakapan singkat antara tuan rumah dan tamu yang akan
berkunjung. Dari kalimat di atas dapat dilihat bahwa adanya tata kerama
antara tamu dan tuan rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Tuturan 5
Selanjutnya data D77/AKI/13/Ok merupakan contoh data penggunaan alih
kode dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia.
Tuturan: “Lah, wong kitanya ingin sembuh kok disuruh menuju imam-imam. Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan apa yang mereka minta”. Konteks: data tuturan di atas disampaikan pada pagi hari tanggal 13 Oktober 2019 di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta. Situasi yang terjadi yaitu sedikit ramai karena mitratutur menanggapi hal yang disampaikan oleh penutur dengan tertawa.
Dalam tuturan tersebut penutur menyampaikan peralihan kode dari
bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Pada menit ke-4.19 dalam
penyampaian homili, penutur melakukan peralihan kode dalam wujud kode
bahasa Jawa. Penutur menggunakan bahasa Jawa karena penutur mengetahui
latar belakang mitratutur bahwa sebagian besar berasal dari daerah Jawa,
sehingga dengan menggunakan kode bahasa Jawa, mitratutur akan memahami
hal yang disampaikan. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kalimat “Lah, wong
kitanya ingin sembuh kok disuruh menuju imam-imam”. Penggunaan kode
bahasa Jawa tersebut dilakukan karena keinginan yang terjadi dalam diri
penutur. Penutur menggunakan kode bahasa Jawa karena dalam
kesehariannya, penutur kerapkali menggunakan kode-kode bahasa tersebut.
Akan tetapi kemudian penutur menggunakan bahasa Indonesia dengan tujuan
mitratutur yang tidak mengerti bahasa Jawa dapat memahami kembali hal
yang disampaikan oleh penutur. Hal tersebut dilakukan karena penutur
menganggap bahwa yang mengikuti perayaan Ekaristi bukan hanya orang
yang berasal dari Jawa melainkan berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Peralihan itulah yang dinamakan sebagai alih kode dari bahasa daerah (Jawa)
ke dalam bahasa Indonesia.
3. Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Asing
Penggunaan wujud alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa
asing dapat ditemukan dalam data yang telah didapatkan oleh peneliti.
Data D78/AKE/7/S merupakan tuturan yang disampaikan oleh pemuka
agama Katolik dalam perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus
Bellarminus Yogyakarta. Data tersebut dituturkan pada pagi hari dalam
homili perayaan misa mingguan. Tuturan di bawah ini disampaikan karena
penutur sudah terbiasa menggunakan wujud kode bahasa asing tersebut.
Berikut adalah data berupa tuturan yang telah disampaikan.
Tuturan 6
Tuturan:“ Kalian mengalami rasa bahwa hidup kalian sungguh-sungguh penuh sebagai seorang anak yang menjalani masa belajar di sini. Ketika kalian mencurahkan seluruh tenaga dan waktu kalian untuk menyelesaikan your study yah secepat mungkin” Konteks: Berdasarkan injil Lukas (14:25-33), penutur menyampaikan homili dengan variasi bahasa yang berbeda-beda. Romo Sapto menyampaikan homili dengan menggunakan peralihan kode dari wujud formal ke dalam nonformal. Homili tersebut disampaikan pada sore hari di Gereja Santo Yohanes Pringwulung.
Pada data D78/AKE/7/S terdapat fenomena peralihan kode yang
dilakukan oleh penutur. Penutur secara sengaja menggunakan kode bahasa
asing pada tuturan data di atas. Kode bahasa asing yang digunakan
disebabkan karena penutur sudah terbiasa menggunakan kode tersebut.
Sehingga dengan secara sengaja penutur melakukan peralihan kode dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing yaitu bahasa Inggris. Hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
ditandai dengan frasa “your study”. Frasa tersebut digunakan oleh penutur
karena dalam bahasa Indonesia frasa tersebut kerapkali digunakan baik dalam
percakapan maupun dalam sebuah tuturan khususnya kode “study”. Hal
tersebut mengakibatkan penutur menggunakan kode bahasa asing karena
sudah terbiasa dengan bahasa sehari-hari yang digunakan.
Tuturan 7
Selanjutnya, data D79/AKE/21/S merupakan contoh alih kode dari bahasa
Indonesia ke dalam bahasa asing.
Tuturan:“ Kalau misa sabtu sore harus cepat selesai. Supaya bisa segera traveling, ke mall supaya bisa segera a jalan-jalan ke warung kopi dan sebagainya”
Konteks: Penutur menyampaikan kalimat tersebut dengan nada yang cukup keras dan penyampaian secara perlahan agar umat dapat memahami dan mendengar dengan baik. Suasana yang terjadi adalah suasana hening, karena mitratutur menyimak hal yang disampaikan oleh penutur.
Pada data D79/AKE/21/S di atas merupakan contoh peralihan kode
keluar yaitu dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing. Peralihan kode
tersebut ditandai dengan adanya kata traveling dan mall. Penutur dengan
sengaja menggunakan kode bahasa asing karena penutur menguasai kode-
kode tersebut. Dalam hal ini, penutur sebenarnya menyindir mitratutur
dengan mengatakan “Supaya bisa segera traveling, ke mall..” hal ini
menunjukan bahwa penutur melihat ada beberapa mitratutur yang
menganggap bahwa perayaan Ekaristi merupakan sesuatu yang tidak terlalu
penting, sehingga melalui homili tersebut penutur ingin menyampaikan pesan
bahwa tidak seharusnya mitratutur melakukan hal seperti itu dan mitratutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
mengikuti perayaan ekaristi bukan karena terpaksa, melainkan karena
kemauan dari diri sendiri untuk bertemu Tuhan.
4. Alih Kode dari Bahasa Asing ke dalam Bahasa Indonesia
Selain alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing, terdapat
juga peralihan kode dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Peralihan
kode tersebut dapat dikatakan sebagai peralihan kode keluar, karena dalam
pergantian bahasanya, penutur mengubah bahasa dari bahasa yang satu ke
dalam bahasa yang lain yang tidak sekerabat (Jendral dalam Nyoman dan
Putu, 2014:64-65). Artinya bahasa yang tidak sekerabat yaitu bahasa asing.
Maka dari itu, peralihan kode dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia
disebut sebagai alih kode keluar karena kedua bahasa tersebut bukanlah
bahasa sekerabat. Berikut merupakan contoh peralihan kode dari bahasa asing
ke dalam bahasa Indonesia.
Tuturan 8
Data tuturan D44/AK/22/S di bawah ini merupakan salah satu contoh data
peralihan kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing.
Tuturan: “Oikos and nomos. Oikos itu rumah dan nomos itu apa? Nomos adalah sebuah aturan Jadi, aturan rumah tangga”.
Konteks: Dalam perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta pada hari minggu tanggal 22 September. Romo Hartana menyampaikan homili dengan menggunakan bahasa Latin.
Data di atas menjelaskan bahwa penutur telah melakukan peralihan
kode dari bahasa bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut
dilakukan oleh penutur untuk menegaskan maksud dari ekologi itu sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Penutur ingin menegaskan kepada mitratutur bahwa ekologi berasal dari
bahasa Latin yaitu Oikos and nomos. Tuturan Oikos and nomos merupakan
contoh penggunaan bahasa asing, dalam hal ini adalah bahasa Latin. Oikos
and nomos dapat diartikan sebagai ’aturan rumah tangga’. Peralihan kode dari
bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dimaksudkan agar mitratutur dapat
memahami hal yang ingin dijelaskan oleh penutur. Dalam hal ini penutur
bertanggung jawab atas klausa yang dituturkan. Penutur menganggap bahwa
jika tidak melakukan peralihan kode ke dalam bahasa Indonesia maka
mitratutur tidak akan memahami klausa yang diucapkan oleh penutur.
Sehingga, penutur melakukan peralihan kode untuk menjelaskan klausa
bahasa asing tersebut. Hal tersebut disampaikan agar mitratutur lebih paham
dan mengetahui maksud yang disampaikan oleh penutur. Penutur
mengalihkan kode ke dalam bahasa Indonesia untuk menjelaskan lebih lanjut
arti secara harafia dari oikos and nomos yang diartikan sebagai ‘aturan rumah
tangga’.
5.2.1.2 Alih Kode Antarragam
Wujud alih kode berbentuk ragam bahasa yaitu peralihan kode dari
ragam bahasa formal ke dalam nonformal atau dari ragam nonformal ke
dalam ragam formal. Wujud alih kode berbentuk ragam dilakukan secara
sengaja dengan tujuan tertentu. Berdasarkan data yang sudah dikumpulkan,
data alih kode yang berwujud ragam baik dari ragam formal ke dalam
nonformal maupun dari ragam nonformal ke dalam ragam formal merupakan
data yang paling dominan ditemukan oleh peneliti. Peneliti menemukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
cukup banyak data terkait dengan alih kode antarragam. Berikut ini
uraiannya.
1. Alih Kode dari Ragam Formal ke dalam Ragam Nonformal
Dalam homili perayaan misa mingguan di Paroki Santo Yohanes
Rasul Pringwulung Yogyakarta penutur seringkali menggunakan alih kode
dari ragam formal ke dalam nonformal. Hal tersebut dapat dibuktikan pada
data berikut.
Tuturan 9
D1/AKI/24/Ag
Tuturan: “Tetapi kita melihat dan menemukan berbagai peristiwa yang meresahkan, ucapan yang memecah bela satu dengan yang lain, kok bisa terjadi hal seperti itu sih?” Konteks: data tuturan di atas didapatkan dalam homili perayaan misa mingguan di Gereja Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta. Homili tersebut disampaikan oleh room Sapto Nugroho dengan suasana yang hening, karena mitratutur menyimak pesan yang disampaikan oleh penutur dengan saksama.
Dalam homili perayaan misa mingguan, ternyata wujud alih kode dari
ragam formal ke dalam ragam nonformal cukup banyak ditemukan. Salah
satu contohnya yaitu terdapat dalam data tuturan di atas. Dalam data tuturan
di atas terdapat ragam formal yang ditandai dengan kalimat “Tetapi kita
melihat dan menemukan berbagai peristiwa yang meresahkan, ucapan yang
memecah bela satu dengan yang lain”. Kalimat tersebut merupakan salah
satu contoh ragam formal yang digunakan dalam homili perayaan misa di
Gereja Santo Yohanes Pringwulung. Kemudian penutur dengan sengaja
menggunakan peralihan kode ke dalam ragam nonformal ditandai dengan
kalimat “kok bisa terjadi hal seperti itu sih?”. Kalimat tersebut menunjukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
bahwa penutur telah menggunakan kode bahasa Indonesia nonformal
dengan maksud tertentu.
Peristiwa tutur tersebut terjadi dalam homili perayaan misa mingguan
tanggal 24 Agustus 2019 yang disampaikan oleh Romo Sapto di Gereja
Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta. Penutur menggunakan
peralihan kode dengan alasan ingin menjalin relasi dengan umat atau
mitratutur. Suasana yang terjadi adalah sore hari, dengan situasi yang
hening karena umat mendengarkan homili yang disampaikan. Dalam tuturan
di atas sangat jelas bahwa penutur melakukan peralihan kode dari ragam
formal ke dalam nonformal. Ragam nonformal dapat dibuktikan dalam
kalimat “kok bisa terjadi hal seperti itu sih?”. Dalam tuturan tersebut
penutur sengaja menggunakan peralihan kode dengan tujuan agar mitratutur
menyimak dengan baik hal yang disampaikan oleh penutur. Penutur sengaja
menegaskan agar mitratutur dapat menyadari kesalahan yang dilakukan.
Data selanjutnya yaitu data D3/AKI/25/Ag merupakan peralihan kode
dari ragam formal ke dalam nonformal. Peralihan kode tersebut dituturkan
saat perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Belarminus
Yogyakarta. Dalam tuturan di bawah ini, penutur ingin menegaskan sesuatu
kepada mitratutur.
Tuturan 10
Data tuturan D3/AKI/25/Ag merupakan contoh data tuturan alih kode dari
ragam formal ke dalam ragam nonformal.
Tuturan: Berpisah dari keluarga adalah satu pengalaman, berpisah dari teman-teman lama SMA, berpisah dari masyarakatnya, apalagi ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
yang sudah punya doi atau pacar. Konteks: Dalam tuturan homili misa mingguan di kapel penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode untuk membangkitkan semangat umat. Suasana yang terjadi yaitu sedikit ramai, karena beberapa umat tertawa dan tersenyum setelah mendengar hal tersebut.
Pada data tuturan di atas, penutur sengaja melakukan peralihan kode
dengan tujuan bahwa mitratutur tidak merasa jenuh atau bosan dengan
homili yang disampaikan. Penutur melakukan peralihan kode dari ragam
formal yang ditandai dengan kalimat “Berpisah dari keluarga adalah satu
pengalaman, berpisah dari teman-teman lama SMA, berpisah dari
masyarakatnya...” kemudian secara sengaja penutur melakukan peralihan
kode ke dalam ragam nonformalyang ditandai dengan penggunaan kode
“doi”. Dalam hal ini penutur melakukan peralihan kode dengan tujuan untuk
membangkitkan rasa humor dari mitratutur. Penutur menganggap bahwa
mitratutur akan menyimak hal yang disampaikan oleh penutur saat penutur
melakukan peralihan kode ke dalam bahasa nonformal.
Tuturan 11
D11/AKI/25/Ag
Tuturan: Selain minggu biasa, terdapat minggu istimewa. Ya yang namanya martabak aja ada yang istimewa, iya kan, kan ada martabak istimewa. Konteks: Peralihan kode yang dilakukan oleh romo dalam tuturan tersebut yaitu untuk membankitkan suasana yang berbeda. Karena terlalu hening, maka dengan sengaja romo melakukan peralihan kode, sehingga suasana yang terjadi juga berbeda. Karena umat mulai tertawa dan berbincang kemudian kembali ke dalam suasana hening untuk mendengarkan sabda Tuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Pada data D11/AKI/25/Ag merupakan contoh data tuturan alih kode
dari ragam formal ke dalam ragam nonformal. Hal tersebut dapat dibuktikan
dari kalimat “Ya yang namanya martabak aja ada yang istimewa, iya kan,
kan ada martabak istimewa”. Kalimat tersebut merupakan contoh kalimat
nonformal. Dalam hal ini, penutur sengaja melakukan peralihan kode ke
dalam ragam nonformal dengan maksud membangkitkan semangat
mitratutur dalam mendengarkan homili pada hari minggu tersebut. Penutur
menganggap bahwa dengan melakukan peralihan kode tersebut, mitratutur
yang tidak konsentrasi dapat kembali menyimak pesan yang ingin
disampaikan oleh penutur.
Tuturan 12
D8/AKI/25/Ag merupakan contoh tuturan alih kode dari ragam formal ke
dalam ragam nonformal.
Tuturan: Jadi kemampuan akademiknya sudah mahasiswa tetapi kemampuan dalam keagamaannya masih SD atau TK. Yah kalau kemampuan akademik kita mahasiswa, ya perlu dong cara pandang, cara berkomunikasi dengan Allah itu juga mengalami pendewasaan. Konteks: data di atas didapatkan dalam homili perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta. Suasana yang terjadi yaitu pada pagi hari dengan situasi hening. hal tersebut dikarenakan mitratutur menyimak hal yang disampaikan oleh penutur.
Dalam tuturan di atas, terdapat dua ragam bahasa yang digunakan oleh
seorang penutur, dalam hal ini adalah romo. Penutur menyampaikan pesan
atau informasi kepada mitratutur dengan melakukan peralihan kode yaitu
dari ragam formal ke dalam ragam nonformal. Ragam formal ditandai
dengan kalimat “Jadi kemampuan akademiknya sudah mahasiswa tetapi
kemampuan dalam keagamaannya masih SD atau TK”. Kemudian untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
melanjutkan kalimat tersebut, penutur melakukan peralihan kode ke dalam
ragam nonformal. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kalimat “Yah kalau
kemampuan akademik kita mahasiswa, ya perlu dong cara pandang, cara
berkomunikasi dengan Allah itu juga mengalami pendewasaan”
Data di atas jelas menunjukan adanya peralihan kode dari ragam
formal ke dalam ragam nonformal. Tuturan tersebut disampaikan dalam
homili misa mingguan di Kapel Robertus Bellarminus Yogyakarta.
Peralihan kode tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menegaskan hal
yang disampaikan sebelumnya. Tuturan di atas disampaikan pada pagi hari
dengan suasana yang hening. Penutur dengan sengaja melakukan peralihan
kode ke dalam ragam nonformal dengan maksud mitratutur dapat
memahami hal yang disampaikan.
Tuturan 13
Selain data tuturan di atas, peneliti juga menemukan fakta terkait dengan
alih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal.
Tuturan: Ketika kita berjuang adalah tentang gambaran kita atau dimulai dari kok guru agama menceritakan waktu kecil, kok bapak, ibu menceritakan waktu kecil seperti dalam sebuah lagu “waktu ku kecil amatlah senang”. Konteks: data tuturan di atas didapatkan dalam perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Bellarminus pada tanggal 25 Agustus 2019. Suasana yang terjadi yaitu sedikit ramai karena beberapa mitratutur melanjutkan nyanyian yang disampaikan oleh penutur dengan bergumam.
Pada data D41/AKI/25/Ag di atas, terdapat dua ragam yang
disampaikan oleh penutur dengan melakukan peralihan kode yaitu:
Ragam formal yang ditandai dengan kalimat “Ketika kita berjuang adalah
tentang gambaran kita atau dimulai dari..” kalimat tersebut merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
kalimat baku atau ragam formal yang telah disampaikan oleh penutur dalam
homili perayaan Ekaristi. Kemudian penutur melanjutkan kalimat dengan
menggunakan bahasa nonformal yang ditandai dengan “kok guru agama
menceritakan waktu kecil, kok bapak, ibu menceritakan waktu kecil seperti
dalam sebuah lagu “waktu ku kecil amatlah senang”.
Hal tersebut terlihat jelas bahwa penutur telah melakukan peralihan
kode yaitu yang berwujud ragam bahasa dari ragam formal ke dalam ragam
nonformal. Penutur dengan sengaja menggunakan ragam bahasa nonformal
untuk menegaskan maksud yang ingin disampaikan. Penutur juga ingin agar
suasana tidak terlalu hening yang mengakibatkan mitratutur mengantuk atau
bosan, sehingga penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode dari
ragam formal ke dalam ragam nonformal. Penutur melakukan peralihan
kode dengan bernyanyi tanpa menghilangkan pesan yang ingin
disampaikan. Artinya penutur melakukan peralihan kode terkait dengan
konteks bahasa yang disampaikan oleh penutur kepada mitratutur. Sehingga
yang dirasakan oleh mitratutur bukanlah sebuah rasa bosan, karena penutur
menyelipkan alih kode dengan bernyanyi tanpa menghilangkan pesan yang
ingin disampaikan.
2. Alih Kode dari Ragam Nonformal ke dalam Ragam Formal
Dalam penggunaan wujud alih kode bukan hanya terjadi antara ragam
formal ke dalam ragam nonformal tetapi peneliti juga menemukan peralihan
kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Seperti pada contoh
data berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Tuturan 14
D44/AKI/25/Ag merupakan contoh data peralihan kode dari ragam
nonformal ke dalam ragam formal.
Tuturan: Apa sih? Nah dari sini kita tahu bahwa tahun liturgi atau tahun Gerejawi itu terdapat tahun 1A, 1B, dan 1C. Konteks: dalam tuturan homili tersebut romo dengan sengaja memberikan pertanyaan untuk membangkitkan semangat umat dalam homili yang sedang berlangsung.
Dari cuplikan tuturan di atas, data tersebut menjelaskan bahwa
penutur telah melakukan peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam
ragam formal.
Ragam nonformal dapat ditandai dengan kalimat “Apa sih? Nah dari sini
kita tahu..”, sedangkan ragam formal ditandai dengan kalimat “...bahwa
tahun liturgi atau tahun Gerejawi itu terdapat tahun 1A, 1B, dan 1C”.
Dalam tuturan tersebut, penutur dengan sengaja menggunakan
pertanyaan dalam bentuk ragam nonformal dengan maksud bahwa
mitratutur akan merenungi dan mengetahui hal yang disampaikan.
Pertanyaan tersebut disampaikan untuk membangkitkan kembali semangat
mitratutur dalam mendalami homili yang telah disampaikan. Kemudian
penutur melakukan alih kode ke dalam ragam formal dengan tujuan bahwa
mitratutur memahami maksud yang disampaikan oleh penutur.
Tuturan 15
Selain data di atas, juga ditemukan data D46/AKI/21/S sebagai wujud alih
kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Tuturan Nyanyi aja malas yah, menjawab doa-doa dengan lantang aja males. Kapan hari sabat berlalu, kapan misa itu selesai. Itu kecerdikan manusia untuk memperoleh apa yang diinginkan. Konteks: homili tersebut disampaikan di Gereja Santo Yohanes Rasul Pringwulung saat perayaan Ekaristi sore hari. Suasana yang terjadi yaitu suasana hening karena mitratutur menyimak hal yang disampaikan oleh penutur.
Dalam tuturan di atas terdapat peralihan kode dari ragam nonformal
ke dalam ragam formal. Ragam nonformal ditandai dengan kalimat Nyanyi
aja malas yah, menjawab doa-doa dengan lantang aja males. Kemudian
penutur kembali melakukan peralihan kode ke dalam ragam nonformal yang
ditandai dengan kalimat “Kapan hari sabat berlalu, kapan misa itu selesai.
Itu kecerdikan manusia untuk memperoleh apa yang diinginkan”.
Tuturan tersebut disampaikan oleh romo Sapto di gereja Santo
Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta. Suasana yang terjadi yaitu hening
karena mitratutur menyimak homili yang disampaikan oleh penutur. Data di
atas menjelaskan bahwa penutur dengan sengaja memberikan contoh
dengan menggunakan ragam nonformal kemudian penutur kembali
menggunakan kode bahasa formal dengan maksud bahwa mitratutur dapat
memahami hal yang disampaikan oleh penutur. Tuturan tersebut berisi
pesan tersirat agar mitratutur menyadari kesalahan yang telah dilakukan.
Dalam hal ini, penutur melakukan peralihan kode dalam ragam nonformal
dengan maksud bahwa hal yang ingin disampaikan oleh penutur dapat
tersampaikan dengan baik kepada mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Tuturan 16
Selanjutnya data D46/AKI/21/S merupakan contoh data alih kode dari
ragam nonformal ke dalam ragam formal.
Tuturan: Ya pergi dari sabtu siang sampai sabtu sore, balik lagi ketika petugas koor sudah pada berangkat. Ada begitu banyak alasan untuk menghindari Tuhan. Konteks: Suara yang disampaikan oleh penutur cukup keras untuk menegaskan hal yang disampaikan. Suasana yang terjadi adalah suasana hening.
Tuturan yang disampaikan dalam homili tersebut merupakan salah
satu contoh tuturan alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal.
Ragam nonformal ditandai dengan kalimat “Ya pergi dari sabtu siang
sampai sabtu sore, balik lagi ketika petugas koor sudah pada berangkat”.
Dalam hal ini, penutur ingin menegaskan bahwa tidak seharusnya mitratutur
(umat) melakukan hal tersebut. Kemudian penutur kembali menggunakan
ragam formal ditandai dengan adanya kalimat “Ada begitu banyak alasan
untuk menghindari Tuhan”.
Dari peralihan kode yang dilakukan oleh penutur terlihat jelas bahwa,
penutur ingin menegaskan bahwa terlalu banyak alasan dari mitratutur untuk
tidak terlibat dalam kegiatan yang merujuk pada keagamaan khususnya
agama Katolik. Penutur ingin menegaskan bahwa hal tersebut tidak
seharusnya terjadi. Sebagai anak muda seharusnya senantiasa menjadi murid
yang mengutamakan keinginan Roh jika dibandingkan dengan keinginan
daging. Hal tersebut disampaikan oleh penutur yaitu Romo Sapto dalam
homili perayaan misa mingguan di Gereja Santo Yohanes Rasul
Pringwulung Yogyakarta dengan tujuan bahwa anak muda akan semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
banyak terlibat dalam kegiatan kerohanian sehingga, yang mengikuti koor
atau kegiatan di paroki lebih banyak diikuti oleh muda-mudi jika
dibandingkan dengan orangtua. Karena pada kenyataannya petugas koor
yang sering terlibat di Gereja kebanyakan adalah orangtua. Dalam hal ini,
penutur ingin menyampaikan pesan kepada orang muda Katolik agar
senantiasa melibatkan diri dalam kegiatan kerohanian tersebut.
5.2.1.3 Alih Kode Berbentuk Gaya Bahasa
Wujud alih kode tidak hanya berfokus pada bahasa dan ragam tetapi
gaya bahasa merupakan salah satu bagaian dari wujud alih kode. Artinya
penutur melakukan peralihan kode dari satu bahasa ke dalam bahasa yang
lain dalam bentuk gaya bahasa.
1. Alih Kode dari Gaya Akrab ke dalam Bahasa Baku
Dalam tuturan yang disampaikan oleh para pemuka agama Katolik
terdapat beberapa tuturan yang menandakan wujud alih kode dari gaya
bahasa akrab ke dalam bahasa baku. Hal tersebut dilakukan untuk
mendekatkan diri dengan mitratutur. Penutur melakukan peralihan kode
tersebut agar tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur. Contoh data dari
gaya akrab ke dalam bahasa baku.
Tuturan 17
Data D87/AKI/13/Ok di bawah ini merupakan contoh data alih kode dari
gaya akrab ke dalam bahasa baku.
Tuturan: Siapa yang memilih kata yang sama? Siapa yang setuju, satu, dua. Mas yang di belakang tadi memilih orang yang? Mitratutur: Menyebalkan. Penutur: Orang yang menyebalkan adalah orang yang menyebalkan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Saya bingung untuk menjelaskannya. Konteks: Penutur dengan sengaja meminta umat untuk menjawab pertanyaan dengan tujuan tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur. Suasana yang terjadi dalam Gereja yaitu suasana ramai, karena semua umat tertawa dengan jaw aban yang diberikan oleh seorang pria muda.
Pada data D87/AKI/13/Ok di atas menjelaskan bahwa penutur dengan
sengaja memberikan pertanyaan kepada mitratutur dengan maksud tidak ada
jarak antara penutur dan mitratutur. Walaupun dalam sebuah homili di
Gereja, jarang sekali penutur melakukan kontak dengan mitratutur dalam
artian penutur berjalan menuju tempat mitratutur untuk dimintai jawaban
atas pertanyaan yang telah diberikan. Akan tetapi, penutur dengan sengaja
melakukan hal tersebut dengan maksud bahwa antara penutur dan mitratutur
memiliki keakraban. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kalimat Siapa yang
memilih kata yang sama? Siapa yang setuju, satu, dua. Mas yang di
belakang tadi memilih orang yang? Kalimat tersebut dijawab oleh seorang
mitratutur dengan singkat yaitu kata “menyebalkan”. Mitratutur lainnya pun
merasa lucu dengan jawaban tersebut. Sehingga suasana yang terjadi setelah
jawaban yang diberikan adalah suasana ramai, karena mitratutur yang lain
tertawa dan merasa lucu dengan jawaban dari mitratutur tersebut.
Kemudian, penutur kembali melakukan peralihan kode ke dalam bahasa
baku dengan mengatakan “Saya bingung untuk menjelaskannya”. Dalam hal
ini secara tidak sengaja penutur juga membangkitkan humor karena
mitratutur merasa lucu dengan jawaban yang telah diberikan oleh penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Tuturan 18
Selanjutnya data D89/AKI/13/Ok merupakan contoh data alih kode
dari gaya bahasa akrab ke dalam gaya bahasa baku.
Penutur: Nah, ini pengantar untuk injil hari ini. Injil hari berbicara tentang orang kusta. Orang kustanya ada berapa dek? Mitratutur: Ada 10. Penutur: Ada 10 orang Kusta, mereka berada di sebuah desa dan minta tolong “Tuhan Yesus kasihanilah kami”. Konteks: Dalam injil Lukas 17:11-19 tentang orang kusta yang tidak mengucap syukur. Sebagai pengantar untuk memasuki pesan yang disampaikan dalam kitab suci, penutur memberikan pertanyaan kepada seorang misdinar. Hal tersebut dilakukan agar semua mitratutur mengingat kembali bacaan kitab suci yang baru saja disampaikan.
Data di atas menunjukkan bahwa penutur ingin menjalin relasi dengan
mitratutur yaitu dengan memberi pertanyaan kepada mitratutur. Mitratutur
yang dimaksud di sini adalah seorang putra altar yang membantu dalam
terlaksananya perayaan Ekaristi tersebut. Dalam hal ini penutur
menggunakan sapaan akrab kepada mitratutur yang ditandai dengan kode
“dek”. Penutur ingin mengakrabkan diri dengan mitratutur hal ini dapat
ditandai dengan kalimat “Orang kustanya ada berapa dek?”. Kemudian
penutur melakukan peralihan kode ke dalam bahasa baku dengan maksud
bahwa mitratutur akan kembali menyimak dengan baik hal yang
disampaikan oleh penutur.
2. Gaya Bahasa Baku ke dalam Gaya Akrab
Dalam homili yang disampaikan oleh para pemuka agama Katolik
tidak hanya menggunakan alih kode dari ragam akrab ke dalam bahasa
baku, melainkan terdapat juga peralihan kode dari bahasa baku ke dalam
gaya bahasa akrab. Seperti contoh berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Tuturan 19
Penutur: Saya akan bertanya dan mencari jawaban. Nah disitu ada mbak yang bisik-bisik tadi. Gimana mba? Konteks: Perayaan Ekaristi minggu biasa ke XXVIII yang dipimpin oleh Romo Angga dengan sengaja melakukan peralihan kode dengan maksud penutur mengenal mitratutur dan tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur.
Pada data tuturan D91/AKI/13/Ok terdapat fenomena bahasa yaitu
peralihan kode dari bahasa baku ke dalam gaya bahasa akrab. Peralihan
kode tersebut dilakukan secara sengaja, karena penutur ingin mengakrabkan
diri dengan mitratutur. Penutur melakukan peralihan kode dengan gaya
bahasa akrab yang ditandai dengan kalimat “Nah disitu ada mbak yang
bisik-bisik tadi. Gimana mba?”. Dalam tuturan tersebut, penutur menuju
tempat duduk dari mitratutur untuk dimintai jawaban atas pertanyaan yang
diberikan oleh penutur sebelumnya. Penutur bermaksud agar antara penutur
dan mitratutur tidak adanya jarak sehingga, penutur meminta awaban
dengan berdiri tepat di sebelah tempat duduk mitratutur tersebut. Dalam hal
ini adanya kedekatan yang terjadi antara penutur dengan mitratutur,
sehingga kemudian mitratutur merasa percaya diri dan menjawab
pertanyaan yang diberikan oleh penutur.
3. Gaya Bahasa Resmi ke dalam Gaya Bahasa Santai
Selain menggunakan gaya bahas akrab, data yang telah didapatkan
oleh peneliti juga dapat berupa data ragam bahasa santai. Hal tersebut
dilakukan oleh penutur untuk mencairkan suasana yang terlalu hening.
Beberapa pemuka agama Katolik menyampaikan homili dengan santai dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
tidak terlalu monoton. Berikut merupakan contoh gaya bahasa santai yang
disampaikan oleh penutur.
Tuturan 20
Penutur: Ketika saya masih kecil, orangtua saya juga seperti orangtua bapak, ibu saudara/i semuanya. Ketika ada orang yang memberi pasti selalu mengungkapkan? Mitratutur: Terima kasih Penutur: Ketika ada orang memberi akan selalu jawab dengan kata? Mitratutur: Terima kasih Penutur: Ketika ada orang yang memberi akan selalu jawab dengan kata? Mitratutur: Terima kasih Penutur: Saya kira ke-9 orang itu ada di antara kita, karena jawabanya tidak begitu semangat. Konteks: Dalam perayaan misa pada hari minggu tanggal 13 Oktober di Kapel Bellarminus, dengan tema “ Barang Siapa Percaya Akan Allah, Ia Akan Disembuhkan”. Penutur dengan sengaja mengulang kalimat yang sama untuk menekankan dan menegaskan maksud yang ingin disampaikan dalam homili tersebut. Akan tetapi penutur juga menyelipkan humor dalam alih kode tersebut, karena suasana yang terjadi ketika penutur menyampaikan kalimat “Saya kira ke-9 orang itu ada di antara kita” semua umat tertawa dan beberapa di antaranya hanya tersenyum.
Pada data D86/AKI/13/Ok merupakan contoh data alih kode dari gaya
bahasa resmi ke dalam gaya bahasa santai. Dalam sebuah homili perayaan
ekaristi, beberapa penutur memberikan pertanyaan kepada mitratutur
dengan maksud tertentu. Pada contoh data di atas, penutur dengan sengaja
memberikan pertanyaan dengan menggunakan bahasa yang santai dengan
mengulang pertanyaan yang sama yang diberikan kepada mitratutur.
Kemudian penutur melanjutkan kalimat tersebut dengan menyelipkan
humor yang ditandai dengan kalimat Saya kira ke-9 orang itu ada di antara
kita, karena jawabanya tidak begitu semangat. Kalimat tersebut merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
salah satu kalimat yang menunjukkan bahwa adanya gaya bahasa santai
yang dituturkan oleh penutur kepada mitratutur.
4. Alih Kode dari Gaya Bahasa Santai ke dalam Bahasa Resmi
Data di bawa ini menunjukkan contoh gaya bahasa santai ke dalam
bahasa resmi.
Tuturan 21
Tuturan: Minggu khususnya apa? Minggu adven, prapaskah, paskah. Nah ini. Jadi kalau bilang ohh di sini. Jumlahnya ada berapa? Satu tahun berapa? Pasti ini belum punya pacar ini. Kalau satu tahun itu kan, berapa minggu pak? Nah, hayo berapa minggu? 52. Nah 52 minggu itu yang biasa. Di dalam tahun itu kemudian dilingkar-lingkari. Minggu pertama di masa adven, maka di altar terdapat lilin adven. Konteks: Penutur menyampaikan homili perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Belarminus pada hari minggu pagi. Penutur dengan sengaja melakukan alih kode karena dalam tuturannya, penutur ingin menggunakan bahasa santai kepada mitratutur. Penutur juga sengaja memberikan beberapa pertanyaan, agar mitratutur tidak merasa bosan dan jenuh.
Data D81/AKi/25/Ag yang terdapat dalam tuturan di atas merupakan
salah satu contoh data alih kode dari gaya bahasa santai ke dalam gaya
bahasa resmi. Penutur dengan sengaja menggunakan bahasa santai kepada
mitratutur karena penutur merasa adanya kedekatan antara penutur dan
mitratutur. Penggunaan gaya bahasa santai yang digunakan oleh penutur
bermaksud agar tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur, serta penutur
ingin mengetahui jawaban yang diberikan oleh mitratutur. Penutur sengaja
menggunakan bahasa santai yang ditandai dengan kalimat “Minggu
khususnya apa? Minggu adven, prapaskah, paskah. Nah ini. Jadi kalau
bilang ohh di sini. Jumlahnya ada berapa? Satu tahun berapa? Pasti ini
belum punya pacar ini. Kalau satu tahun itu kan, berapa minggu pak? Nah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
hayo berapa minggu” Kalimat tersebut sengaja disampaikan oleh penutur
dengan alasan agar mitratutur dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan
lantang dan jelas. Kalimat tersebut disampaikan oleh penutur karena penutur
melihat bahwa lawan bicara atau mitratutur sebagian besarnya adalah anak
muda yaitu mahasiswa Sanata Dharma, sehingga, dalam hal ini, penutur
dapat menyesuaikan apa yang diaktakan berdasarkan sebuah konteks atau
situasi yang terjadi pada mitratutur.
5. Gaya Bahasa Sindiran
Selain gaya bahasa yang sudah dipaparkan oleh peneliti, penutur
juga seringkali menggunakan gaya bahasa sindiran dengan tujuan tertentu.
Hal tersebut bertujuan agar mitratutur menyadari dan lebih memahami
maksud yang disampaikan oleh penutur. Berikut merupakan contoh dari
gaya bahasa sindiran yang terdapat dalam homili perayaan misa mingguan
di paroki Pringwulung.
Tuturan 22
D15/AKI/21/S
Tuturan: Semuanya harus cepat berlalu hanya untuk mencari apa yang kita inginkan untuk diri kita sendiri. Maka ikut misa ya, biar cepat beralu, sehingga apa?
Konteks: berdasarkan injil Lukas, penutur menyampaikan homili untuk menegaskan dan memberi pertanyaan untuk direfleksikan dalam diri mitratutur.
Dalam cuplikan tuturan di atas, penutur dengan sengaja menyindir
mitratutur karena merasa bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak
seharusnya dilakukan. Penutur melihat bahwa telah banyak kejadian yaitu
mitratutur mengikuti perayaan Ekaristi tidak dari hati, sehingga yang terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
pada mitratutur yaitu merasa tidak nyaman saat perayaan Ekaristi, atau
bermain handphone dan lain sebagainya. Penutur berharap bahwa dengan
adanya sindiran tersebut, mitratutur akan menyadari yang telah terjadi.
Diakhir kalimat penutur sengaja memberikan pertanyaan untuk
direfleksikan oleh mitratutur, bahwa untuk ke depannya harus memiliki niat
dari dalam hati untuk lebih lama berkomunikas dengan Tuhan.
Tuturan tersebut merupakan salah satu contoh tuturan yang digunakan
oleh penutur dengan wujud gaya bahasa. Penutur sengaja mengatakan hal
tersebut untuk direfleksikan dalam diri mitratutur. Dalam hal ini, penutur
secara tidak langsung memberikan pesan kepada mitratutur untuk tidak
mengulangi hal-hal yang telah terjadi seperti mengharapkan agar homili
atau perayaan Ekaristi cepat selesai serta mengikuti perayaan Ekaristi secara
terpaksa.
Tuturan 23
Tuturan pada data D9/AKI/25/Ag di bawah ini juga merupakan
tuturan contoh tuturan gaya bahasa menyindir yang disampaikan oleh
penutur kepada mitratutur.
Tuturan: Perayaan ekaristi minggu ke-21 tahun ke C yaitu 25 Agustus 2019 (hari ini). Minggu biasa 21apa itu? Kemudian tahun C, apa itu? Tadi kan sudah lihat di teks. Konteks: Romo dengan sengaja melakukan alih kode untuk menegaskan maksud yang ingin disampaikan. Yaitu dengan memberikan pertanyaan kepada umat. Karena dengan memberi pertanyaan seperti dalam tuturan di atas, umat akan memahami maksud bahwa yang akan dijelaskan dalam homili adalah jawaban dari pertanyaan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Data di atas menunjukkan bahwa penutur menyindir mitratutur karena
tidak membaca teks yang telah dibagikan. Hal tersebut ditandai dengan
kalimat “Tadi kan sudah lihat di teks”. Pernyataan tersebut merupakan
bagian dari kalimat sindiran yang disampaikan oleh penutur kepada
mitratutur, karena penutur tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan yang
telah diberikan.
Hal yang ingin disampaikan oleh penutur adalah pengetahuan terkait
dengan tahun-tahun liturgi yang terdapat dalam Gereja Katolik. Dalam hal
ini, penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode ke dalam ragam
nonformal dengan bahasa sindiran. Penutur memberikan pertanyaan terkait
dengan tahun liturgi. Akan tetapi ketika mitratutur tidak menjawab
pertanyaan tersebut, maka penutur menggunakan bahasa sindiran yang
ditandai dengan kalimat “Minggu biasa 21apa itu? Kemudian tahun C, apa
itu? Tadi kan sudah lihat di teks”. Dalam hal ini, penutur ingin mencoba
mencari tahu terkait dengan pengetahuan mitratutur terhadap tahun-tahun
liturgi dalam Gereja Katolik.
4.2.2 Maksud yang Terdapat dalam Alih Kode
Dalam sebuah tuturan tentunya memiliki maksud tertentu yang ingin
disampaikan oleh penutur, baik secara langsung ataupun secara tidak
langsung. Maksud yang tredapat dalam sebuah tuturan merupakan suatu hal
yang sangat penting. Karena dengan adanya maksud maka hal yang
dibicarakan akan dipahami oleh mitratutur. Terdapat beberapa maksud yang
disampaikan dalam homili perayaan misa mingguan di Paroki Santo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Yohanes Rasul Pringwulung. Penutur melakukan peralihan kode dengan
maksud tertentu. Hal tersebut dapat dibuktikan pada data berikut.
4.2.2.1 Menjelaskan atau Menegaskan Sesuatu
Dalam melakukan peralihan kode, pemuka agama Katolik seringkali
menyampaikan tuturan dengan maksud tertentu, salah satunya yaitu untuk
menegaskan sesuatu. Penutur seringkali melakukan peralihan kode karena
ingin menjelaskan hal yang telah disampaikan kepada mitratutur, agar
mitratutur dapat memahaminya dengan baik. Berikut merupakan contoh
data alih kode dengan maksud menegaskan sesuatu.
Tuturan 24
Tuturan: Mengapa kita tidak dapat melakukannya untuk hal-hal yang memiliki nilai bagi kehidupan kita yang abadi. Kalau janji dengan teman-teman untuk reuni atau ngopi atau apalagi yang lain aja, disempat-sempatkan. Konteks: Dalam perayaan Ekaristi, Romo Sapto Nugroho sebagai penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode untuk memberi penegasan terhadap hal yang ingin disampaikan.
Pada data tuturan D16/AKI/21/S merupakan salah satu contoh data
alih kode dengan maksud menegaskan sesuatu. Peralihan kode yang
dilakukan oleh penutur yaitu alih kode dari ragam formal ke dalam ragam
nonformal dengan maksud untuk menegaskan sesuatu. Pada data tuturan di
atas, penutur ingin menegaskan bahwa kebanyakan orang seringkali
melakukan sesuatu yang tidak terlalu penting dalam hidupnya, orang
seringkali menuruti keinginan daging jika dibandingkan dengan keinginan
Roh, sehingga dalam homili tersebut penutur ingin menegaskan bahwa
alangkah lebih baiknya, mitratutur melakukan kegiatan yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
bermanfaat khususnya yang berkaitan dengan kegiatan kerohanian, jika
dibandingkan dengan menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak
berguna.
4.2.2.2 Menyampaikan informasi
Selain memiliki maksud untuk menjelaskan sesuatu, penutur juga
melakukan peralihan kode untuk menyampaikan informasi kepada
mitratutur. Penutur seringkali melakukan peralihan kode dengan maksud
untuk menyampaikan informasi. Karena anggapan dari penutur bahwa
sebuah informasi akan tersampaikan dengan baik saat penutur melakukan
peralihan kode atau menggunakan dialek atau kode bahasa yang dapat
dipahami dengan mudah oleh mitratutur. Maksud tersebut dapat dilihat pada
contoh berikut.
Tuturan 25
Tuturan: Kalau orang meminjam minyak, maka ia harus mengembalikan dengan minyak untuk mengurangi kecurangan. Yah curangnya seperti dicampur air, di atasnya air apa minyaknya? Minyaknya yah, untuk mengurangani kecurangan. Konteks: Situasi yang terjadi yaitu pada pagi hari di Kapel ST Robertus Bellarminus dengan suasana yang ramai, karena umat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh romo/penutur.
Data D20/AKI/22/S merupakan salah satu contoh data dengan maksud
menyampaikan informasi kepada mitratutur. Data tersebut dapat dikatakan
sebagai salah satu contoh data untuk menyampaikan informasi ditandai
dengan kalimat “maka ia harus mengembalikan dengan minyak untuk
mengurangi kecurangan dengan kalimat Minyaknya yah, untuk
mengurangani kecurangan”. Kedua kalimat tersebut menandakan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
penutur ingin menyampaikan informasi bahwa ketika seseorang meminjam
sesuatu maka ia harus mengembalikannya lagi.
Selanjutnya data D51/AKI/28/S merupakan contoh data yang
menyampaikan informasi kepada mitratutur.
Tuturan 26
Tuturan: “O, aku cinta pada-Nya, Tuhanku, aku cinta pada-Mu!”. Dalam autobiografinya, Santa Theresia juga menuliskan cintanya yang besar kepada Yesus. Konteks: Mgr Robertus sebagai penutur melakukan peralihan kode dengan tujuan mitratutur akan memahami maksud yang disampaikan. Suasana yang terjadi yaitu hening, karena umat memperhatikan pesan atau surat gembala yan disampaikan oleh keuskupan Agung Semarang.
Tuturan pada data di atas merupakan salah satu contoh wujud alih
kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Data tersebut
menunjukkan bahwa penutur ingin menyampaikan informasi kepada
mitratutur. Informasi yang disampaikan oleh penutur yaitu berkaitan dengan
autobiografi dari Santa Theresa. Saat menyampaikan kode dalam wujud
ragam nonformal, penutur menganggap bahwa beberapa mitratutur tidak
mengetahui hal yang disampaikan. Kemudian penutur melanjutkan dengan
mengunakan kode ragam formal yaitu dengan maksud menyampaikan
informasi kepada mitartutur bahwa dalam kalimat “O, aku cinta pada-Nya,
Tuhanku, aku cinta pada-Mu!” tercantum dalam biografi yang dimiliki oleh
Santa Theresa dari Kalkuta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
4.2.2.3 Mengajak Mitratutur
Tuturan 27
Tuturan D10/AKI/25/Ag di bawah ini merupakan salah satu contoh data
tuturan yang menandakan maksud peralihan kode yaitu untuk mengajak
mitratutur.
Tuturan: Lalu ada tahun 2A, 2B gunanya apa? Lalu sesudah itu juga ada minggu biasa 21. Jumlahnya berapa minggu biasa itu jumlahnya berapa? Coba anggota koor? Ha? Coba tadi, kalau udah ngomong jangan nunduk dong. Konteks: Penutur dalam tuturannya menyampaikan beberapa pertanyaan dengan tujuan umat selalu fokus dalam mendengarkan sabda Tuhan. Hal tersebut juga dilakukan karena ingin mengakrabkan diri dengan umat.
Dari cuplikan tuturan data D10/AKI/25/Ag di atas jelas terlihat bahwa
terdapat peralihan kode yang dilakukan oleh penutur. Peralihan kode
tersebut merupakan peralihan kode dari ragam formal ke dalam ragam
nonformal. Penutur dengan sengaja menggunakan ragam nonformal karena
penutur memahami bahwa target yang dimintai jawaban atas pertanyaan
yang diberikan adalah anak muda atau mahasiswa Sanata Dharma. Sehingga
penutur dengan sengaja menggunakan bahasa santai kepada mitratutur.
Dalam hal ini, penutur bermaksud untuk mengajak mitratutur agar
memahami lebih mendalam terkait dengan hal yang disampaikan oleh
penutur. Sehingga, penutur mengajak mitratutur untuk menyampaikan
pendapat terkait dengan pertanyaan yang telah diberikan. Hal tersebut dapat
dibuktikan dalam kalimat “Ha? Coba tadi, kalau udah ngomong jangan
nunduk dong”. Penutur berharap mitratutur dapat memberikan pendapatnya
terkait dengan pertanyaan yang telah diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
4.2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peralihan
kode. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
4.2.3.1 Faktor Penutur
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode salah satunya
adalah faktor penutur. Penutur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
para pemuka agama Katolik yang menyampaikan homili dalam perayaan
misa mingguan di pParoki Santo Yohanes Rasul Pringwulung. Penutur
dengan sengaja melakukan peralihan kode dari bahasa yang satu ke dalam
bahasa yang lain, dari ragam yang satu ke dalam ragam yang lain dan
sebagainya. Berikut merupakan data yang diperoleh peneliti.
Tuturan 28
Tuturan: Nah hal demikian terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. ketika kita sudah mendapatkan apa yang kita inginkan, ya, aku sudah mendapatkan nilai A. Ujinku nilainya bagus-bagus. Akan tetapi kita lupa mengucap syukur dan berterima kasih, bahwa semua adalah berkat campur tangan-Nya. Konteks: Penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode karena penutur mengetahui yang terjadi dalam kehidupan mitratutur, sehingga penutur memberikan contoh sesuai dengan apa yang dialami oleh sebagian besar umat (mitratutur)
Dalam cuplikan tuturan di atas, penutur dengan sengaja melakukan
peralihan kode. Hal tersebut dengan maksud mengajak mitratutur untuk
selalu mengucap syukur dalam keadaan apapun. Pada data D57/AKI/13/Ok
tuturan di atas, dijelaskan bahwa penutur mengangkat persoalan yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Penutur mengetahui bahwa kebanyakan
mahasiswa melakukan hal seperti itu, sehingga dalam hal ini, penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
bermaksud untuk mengajak mitratutur untuk senantiasa bersyukur. Tuturan
tersebut dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya alih
kode karena penutur mengetahui latarbelakang dari mitratutur dan
mengetahui keseharian dari mitratutur. Sehingga penutur dengan sengaja
melakukan peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal.
Setelah menggunakan ragam nonformal yang ditandai dengan kalimat Nah
hal demikian terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. ketika kita sudah
mendapatkan apa yang kita inginkan, ya, aku sudah mendapatkan nilai A.
Ujinku nilainya bagus-bagus. Penutur kemudian melakukan peralihan kode
ke dalam ragam formal untuk diketahui oleh mitratutur bahwa seharusnya
dalam keadaan apapun kita harus selalu bersyukur kepada Tuhan, bahwa
apapun yang kita dapatkan semuanya berkat campur tangan-Nya.
Tuturan 29
Selanjutnya dapat dilihat pada contoh data D75/AKI/21/S
Tuturan: Itulah yang dilakukan orang untuk memperoleh keuntungan. Timbangannya, apa eh.. diperkecil ya supaya keuntungannya lebih besar kan? Konteks: Pada tanggal 21 September, Romo Sapto sebagai pastor Paroki Pringwulung menyampaikan homili dengan menggunakan dialek Jawa. Penutur menyampaikan homili tersebut dengan suasana hening, karena mitratutur menyimak hal yang disampaikan oleh penutur.
Faktor penyebab terjadinya peralihan kode salah satunya adalah faktor
kesengajaan yang dilakukan oleh penutur. Penutur dengan sengaja melakuan
peralihan kode dengan maksud mitratutur dapat memahami dan
memperhatikan homili yang disampaikan. Seperti pada cuplikan tuturan di
atas, penutur dengan sengaja menggunakan kode bahasa Jawa yaitu “apa eh,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
yo”. Penutur menggunakan peralihan kode karena memahami latarbelakang
mitratutur. Dalam hal ini, peralihan kode yang dilakukan oleh penutur
disebabkan karena faktor kesengajaan yang terdapat dalam diri penutur.
Penutur menyampaikan hal tersebut dengan sengaja karena penutur
menganggap bahwa mitratutur dapat memahami kode yang disampaikan
oleh penutur. peralihan kode yang dilakukan oleh penutur yaitu peralihan
kode ke dalam kode bahasa Jawa. hal tersebut bermaksud untuk
menjelaskan hal yang disampaikan oleh penutur pada kalimat sebelumnya.
4.2.3.2 Faktor Mitratutur
Kehadiran mitratutur merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya peralihan kode. Dalam penelitian ini, penutur mengetahui
keadaan atau latar belakang mitratutur sehingga hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya peralihan kode. Peralihan kode yang disebabkan
oleh mitratutur dapat dilihat pada data berikut.
Tuturan 30
Data tuturan D62/AKI/13/Ok merupakan salah satu contoh data peralihan
kode yang disebabkan karena faktor mitratutur.
Penutur: Pak, nah pak prodiakon ini pasti memberikan jawaban yang bijaksana. Pasti ini. Mitratutur: Orang yang sombong adalah orang yang tidak rendah hati Penutur: Orang yang tidak rendah hati. Konteks: Penutur dengan sengaja menyodorkan mikrofon kepada seorang prodiakon untuk meminta jawaban atas pertanyaan yang telah diberikan. Prodiakon tersebut menjawab pertanyaan dengan suara yang tidak terlalu keras. Suasana yang terjadi yaitu suasana hening, karena mitratutur mendengar dengan saksama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Dalam sebuah tuturan homili, terdapat kemungkinan terjadinya
interaksi antara penutur dan mitratutur. Interaksi tersebut dapat berupa
percakapan singkat yang dilakukan saat homili berlangsung. Percakapan
singkat yang dilakukan dalam homili perayaan misa mingguan tersebut
bertujuan agar mitratutur dapat memperhatikan homili yang disampaikan oleh
penutur. Penutur dengan sengaja memberikan pertanyaan kepada mitratutur
agar dapat memahami maksud yang ingin disampaikan oleh penutur
berdasarkan injil yang telah dibacakan. Penutur dengan sengaja menyodorkan
mikrofon kepada seorang prodiakon untuk meminta jawaban atas pertanyaan
yang telah diberikan. Prodiakon tersebut menjawab pertanyaan dengan suara
yang tidak terlalu keras. Suasana yang terjadi yaitu suasana hening, karena
mitratutur mendengar dengan saksama.
Dalam hal ini antara penutur dan mitratutur telah melakukan peralihan
kode yang berwujud ragam nonformal dan formal. Alih kode tersebut
disebabkan karena faktor mitratutur. Artinya kehadiran mitratutur dapat
mempengaruhi terjadinya peralihan kode. Pada data D62/AKI/13/Ok dijelaskan
bahwa penutur menggunakan ragam bahasa nonformal atau bahasa tidak baku
untuk bertanya kepada mitratutur. Selanjutnya, mitratutur menjawab
pertanyaan tersebut dengan menggunakan ragam formal atau kode bahasa
baku. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa terdapat peralihan kode yang terjadi
akibat adanya mitartutur. Penutur dengan sengaja menggunakan kode
nonformal agar mitratutur dapat memahami dengan mudah hal yang akan
ditanyakan oleh penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
4.2.3.3 Berubahnya Topik Pembicaraan
Beralihnya topik pembicaraan merupakan salah satu penyebab
terjadinya peralihan kode. Peralihan kode terjadi jika penutur merubah atau
mengganti topik pembicaraan baik dari ragam formal ke dalam nonformal
atau sebaliknya. Berikut merupakan contoh peralihan kode yang disebabkan
karena berubahnya topik pembicaraan.
Tuturan 31
Data D52/AKI/28/S merupakan contoh data dengan faktor bertubahnya topik
pembicaraan.
Tuturan: Di suatu hari Minggu kupandang Yesus di salib. Hatiku tersentuh oleh darah yang menetes dari tangan-Nya yang kudus. Kurasa sungguh sayang, sebab darah itu menetes ke tanah tanpa ada yang menampungnya. Akupun memutuskan untuk dalam Roh tinggal di kaki salib supaya dapat menampung darah Ilahi yang tercurah dari salib itu, dan aku mengerti bahwa setelah itu aku harus menuangkannya atas jiwa-jiwa”. Saudari-Saudara terkasih dalam Kristus, Bapa Suci Fransiskus mengajak kita semua untuk menjadikan Bulan Misi Luar Biasa ini sebagai kesempatan penuh rahmat dan subur untuk mengembangkan semangat misioner Konteks: Situasi yang terjadi pada sore hari yaitu umat tenang dan hening dalam mendengarkan pesan yang disampaikan oleh Uskup Agung Semarang. Umat meresapi dan memahami pesan yang disampaikan oleh Keuskupan Agung Semarang tersebut.
Cuplikan tuturan di atas merupakan salah satu peralihan kode karena
beralihnya topik pembicaraan. Penutur dengan sengaja melakukan peralihan
kode dengan tujuan bahwa mitratutur akan mendapatkan informasi yang
disampaikan oleh penutur. Awalnya penutur menggunakan ragam nonformal
sebagai bentuk penegasan pada kalimat sebelumnya. Kemudian penutur
melakukan peralihan kode ke dalam ragam formal dengan maksud
menyampaikan informasi kepada mitratutur bahwa mitratutur harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
mengetahui tema secara umum dari bulan Misi luar biasa yaitu pada bulan
Oktober. Dalam hal ini, penutur menyampaikan kepada mitratutur untuk
mengembangkan semangat misioner.
Penutur melakukan peralihan kode karena berubahnya topik
pembicaraan. Dalam hal ini yang ingin ditegaskan oleh penutur yaitu untuk
menyampaikan informasi dari homili yang telah disampaikan. Dari tuturan di
atas, terlihat jelas bahwa berubahnya topik pembicaraan dapat menyebabkan
penutur melakukan peralihan kode.
Tuturan 32
Selaras dengan data di atas, data D42/AKI/13/Ok di bawah ini juga merupakan
peralihan kode yang disebabkan karena beralihnya topik pembicaraan.
Tuturan: “Itulah yang kita dengar dalam bacaan hari ini. Mazmurnya mengatakan apa tadi? Apa? Oh ya pinjam teksnya”. Konteks: Penutur sengaja memberikan pertanyaan untuk lebih akrab dengan mitratutur. Karena jawaban yang diberikan oleh mitratutur tidak terdengar jelas, maka penutur meminjam teks misa yang dipegang oleh mitratutur. Hal tersebut bermaksud untuk memperjelas inti dari homili yang disampaikan.
Dalam cuplikan data tuturan di atas terlihat jelas bahwa penutur
tengah melakukan peralihan kode yang disebabkan karena beralihnya topik
pembicaraan. Ketika penutur ingin menegaskan sesuatu tetapi lupa dengan
mazmur tanggapan. Sehingga hal tersebut mengharuskan penutur untuk
bertanya kepada umat atau mitratutur. Karena kalimat sebelumnya penutur
sama sekali tidak membahas tentang mazmur. Maka, dikatakan bahwa hal
tersebut merupakan salah satu contoh peralihan kode yang disebabkan karena
beralihnya topik pembicaraan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Untuk menjelaskan lebih dalam terkait dengan homili yang
disampaikan, maka penutur secara tidak sengaja meminjam teks doa dari
salah satu mitratutur. Hal tersebut dilakukan untuk mempertegas maksud
yang ingin disampaikan oleh penutur. dalam hal ini penutur telah melakukan
peralihan kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal dapat
dibuktikan dalam kalimat “Mazmurnya mengatakan apa tadi? Apa? Oh ya
pinjam teksnya”. Ketika jawaban yang diberikan oleh mitratutur tidak
terdengar jelas, maka penutur meminjamkan teks kepada salah satu mitratutur
untuk menjelaskan hal yang akan disampaikan oleh mitrtautur. Pada klausa
“Oh ya pinjam teksnya” merupakan tuturan dari penutur yang berbeda
dengan tuturan sebelumnya. Artinya penutur menggunakan topik yang
berbeda dari tuturan yang disampaikan sebelumnya. Dalam hal ini terlihat
jelas bahwa penutur melakukan peralihan kode karena beralihnya topik
pembicaraan.
4.2.3.4 Membangkitkan Rasa Humor
Faktor penyebab terjadinya alih kode salah satunya adalah untuk
memebangkitkan rasa humor. Penutur seringkali menggunakan alih kode agar
mitratutur tidak terlalu serius dalam menanggapi situasi yang ada. Penutur
dengan sengaja menggunakan alih kode untuk mencairkan sebuah situasi
yang serius. Hal tersebut dapat membangkitkan lelucon. Berikut merupakan
contoh faktor alih kode untuk membangkitkan humor.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Tuturan 33
Pada data tuturan D11/AKI/25/Ag di bawah ini merupakan contoh data faktor
penyebab terjadinya alih kode karena ingin membangkitkan humor
mitratutur.
Tuturan: “Selain minggu biasa, terdapat minggu istimewa. Ya yang namanya martabak aja ada yang istimewa, iya kan, kan ada martabak itimewah”. Konteks: Peralihan kode yang dilakukan oleh romo dalam tuturan tersebut yaitu untuk membankitkan suasana yang berbeda. Karena terlalu hening, maka dengan sengaja romo melakukan peralihan kode, sehingga suasana yang terjadi juga berbeda. Karena umat mulai tertawa dan berbincang kemudian kembali ke dalam suasana hening untuk mendengarkan sabda Tuhan.
Cuplikan data di atas disampaikan pada hari minggu tanggal 25
Agustus 2019. Peralihan kode yang dilakukan oleh penutur yaitu untuk
membangkitkan rasa humor. Karena suasana yang terlalu hening, maka
penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode untuk membangkitkan
kembali semangat dan humor mitratutur.
Dikatakan dapat membangkitkan rasa humor karena mitratutur merasa lucu
dan tertawa setelah mendengar tuturan tersebut. Penutur menyelipkan humor
tanpa menghilangkan topik pembicaraan terhadap mitratutur.
Selain data di atas, di bawah ini juga terdapat tuturan alih kode yang yang
disebabkan karena ingin membangkitkan humor mitratutur.
Tuturan 34
Adapun data dengan faktor yang sama yaitu terdapat dalam data
D58/AKI/13/Ok di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Tuturan: Romo dan suster itu gak papa kalau jomblo seumur hidup. Karena jomblo seumur hidup itu adalah pilihan itu untuk para suster dan para romo. Tetapi untuk yang lainnya, jomblo itu adalah sebuah... yah teman-teman yang jomblo bisa isi sendiri aja. Kita harus selalu mengucap syukur di mana pun kita berada dan bagaimana pun keadaan yang kita alami. Konteks: Romo Trisna sebagai penutur menyampaikan homili pada hari minggu pagi tanggal 13 Oktober melakukan peralihan kode dengan tujuan hal tersebut dapat dipahami oleh umat (mitratutur). Beralihnya topik pembicaraan yaitu karena penutur mengetahui latarbelakang mitratutur yang hadir dalam perayaan Ekaristi.
Tuturan yang disampaikan oleh penutur di atas merupakan salah satu
peralihan kode yang dapat membangkitkan lelucon bagi mitratutur. Dalam
cuplikan tuturan tersebut, penutur dengan sengaja membuat perumpamaan
dengan menggunakan contoh suster dan para romo. Hal tersebut dapat
membangkitkan tawa dari mitratutur. Sehingga suasana yang terjadi akan
berbeda dengan yang sebelumnya.
Penutur dengan sengaja menyampaikan tuturan tersebut agar mitratutur tidak
bosan dalam mendengarkan homili. Dalam hal ini penutur telah melakukan
peralihan kode yaitu dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penutur
menggunakan tuturan tersebut dengan maksud atau tujuan tertentu yaitu
untuk meningkatkan konsentrasi dari mitratutur serta membangkitkan rasa
humor yang terdapat dalam diri mitratutur.
Tuturan 35
Selain kedua contoh di atas, tuturan pada data D60/AKI/13/Ok di bawah ini
juga merupakan salah satu tuturan yang dapat membangkitkan humor dari
pendengar atau mitratutur.
Tuturan: “Kok tidak banyak yang mengangkat tangan yah? Tanda-tanda golput ini. Orang yang paling menyebalkan adalah orang yang kita semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
pasti memiliki kriteria masing-masing. Konteks: Romo Angga memberikan pertanyaan dengan tujuan umat akan merespon pertanyaan tersebut. Tetapi ketika ditanya, tidak ada umat yang mengangkat tangan. Kemudian suasana yang terjadi selanjutnya adalah ramai karena umat menanggapi pertanyaan tersebut dengan tertawa.
Dalam cuplikan tuturan D60/AKI/13/Ok di atas, Romo Angga sebagai
pemberi homili pada perayaan Ekaristi hari Minggu 13 Oktober 2019 dengan
sengaja melakukan peralihan kode untuk membangkitkan humor mitratutur.
Romo Angga memberikan pertanyaan dengan tujuan umat akan merespon
pertanyaan tersebut. Akan tetapi ketika ditanya, tidak ada umat yang
mengacungkan jari. Sehingga hal tersebut membuat penutur untuk
menyelipkan humor ke dalam homili yang disampaikan. Kemudian suasana
yang terjadi selanjutnya adalah ramai karena umat menanggapi pertanyaan
tersebut dengan tertawa.
4.2.3.5 Faktor Kedekatan antara Penutur dan Mitratutur
Kedekatan antara penutur dan mitratutur merupakan salah satu
penyebab terjadinya alih kode, karena penutur ingin mendekatkan diri
dengan mitratutur. Dalam homili perayaan misa mingguan di Gereja, bukan
tidak mungkin penutur berinteraksi dengan mitratutur. Hal tersebut
membuat salah satu diantaranya entah itu penutur ataupun mitrautur akan
melakukan peralihan kode, baik dari ragam formal ke dalam nonformal,
antargaya bahasa, antardialek dan lain sebagainya. Berikut merupakan
contoh peralihan kode yang disebakan karena kedekatan antara penutur dan
mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Tuturan 36
Data D88/AKI/13/Ok di bawah ini merupakan contoh data alih kode yang
disebabkan karena faktor kedekatan antara penutur dan mitratutur
Penutur: Bu, menurut ibu gimana, orang yang paling menyebalkan adalah orang yang? Mitratutur: Suka berbohong Penutur: Siapa yang setuju juga dengan ibu ini? Konteks: Penutur dengan sengaja memberikan pertanyaan kepada seorang ibu prodiakon. Karena setiap orang memiliki jawaban yang berbeda-beda. Di sini penutur mendatangi umat untuk meminta jawaban atas pertanyaan yang telah diberikan. Hal tersebut dengan tujuan umat akan memahami maksud yang disampaikan oleh penutur.
Dari percakapan singkat di atas, penutur dengan sengaja memberikan
pertanyaan kepada mitratutur yaitu seorang ibu prodiakon. Pertanyaan
tersebut dijawab oleh mitratutur dengan singkat dan jelas. Dalam dialog
singkat tersebut, penutur mendatangi mitratutur untuk meminta jawaban atas
pertanyaan yang telah diberikan. Hal tersebut dengan tujuan umat akan
memahami maksud yang disampaikan oleh penutur. dengan adanya
pertanyaan dan penutur mendatangi mitratutur, maka hal itu merupakan
tanda bahwa adanya relasi antara penutur dan mitratutur. Penutur merasa
dekat dengan mitratutur, sehingga untuk memperjelas maksud yang ingin
disampaikan, penutur melakukan dialog singkat dengan mitratutur.
Kedekatan tersebut dapat menimbulkan peralihan kode yaitu dari ragam
nonformal ke dalam ragam formal.
Tuturan 37
Pada data tuturan D89/AKI/13/Ok di bawah ini merupakan contoh data alih
kode karena faktor kedekatan antara penutur dan mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Penutur: Nah, ini pengantar untuk injil hari ini. Injil hari berbicara tentang orang kusta. Orang kustanya ada berapa dek? Mitratutur: Ada 10. Penutur: Ada 10 orang Kusta, mereka berada di sebuah desa dan minta tolong “Tuhan Yesus kasihanilah kami”. Konteks: Dalam injil Lukas 17:11-19 tentang orang kusta yang tidak mengucap syukur. Sebagai pengantar untuk memasuki pesan yang disampaikan dalam kitab suci, penutur memberikan pertanyaan kepada seorang misdinar. Hal tersebut dilakukan agar semua mitratutur mengingat kembali bacaan kitab suci yang baru saja disampaikan.
Dalam homili bukan tidak mungkin terdapat sebuah percakapan
singkat yang dilakukan oleh penutur. Percakapan singkat tersebut dilakukan
untuk menegaskan serta mendekatkan diri dengan umat. Dalam percakapan
singkat di atas, penutur berencana untuk mengingatkan kembali kepada
mitratutur terkait dengan injil yang telah dibaca. Karena penutur merasa
dekat dengan mitratutur, maka penutur dengan sengaja mendatangi
mitratutur untuk bertanya jumlah dari orang kusta dalam injil tersebut. Hal
tersebut dilakukan dengan maksud bahwa penutur akan menegaskan hal
yang berkaitan dengan orang kusta yang terdapat dalam injil tersebut. Dari
tuturan data di atas terlihat jelas bahwa penutur telah melakukan peralihan
kode dari ragam akrab ke dalam ragam formal. Peralihan kode tersebut
terjadi karena adanya kedekatan antara penutur dan mitratutur. Penutur
merasa dekat dengan mitratutur karena mitratutur merupakan salah seorang
putra altar yang membantu penutur atau romo dalam melaksanakan
perayaan Ekaristi tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Tuturan 38
Selain kedua contoh data di atas, terdapat juga data D28/AKI/13/Ok yang
terjadi karena faktopr kedekatan antara penutur dan mitratutru.
Tuturan: Suster, bapak, ibu, saudara/i yang terkasih dalam Kristus. Selamat pagi. Gimana kabarnya hari ini? Konteks: Setelah menyampaikan pantun singkat, penutur menyapa mitratutur agar tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur. Suasana yang terjadi yaitu agak ramai karena mitratutur menjawab pertanyaan yang diberikan oleh penutur.
Data di atas menjelaskan bahwa adanya peralihan kode dari ragam
formal ke dalam ragam ragam akrab. Rama formal ditandai dengan kalimat
“Suster, bapak, ibu, saudara/i yang terkasih dalam Kristus”. Kemudian
penutur melakukan peralihan kode ke dalam nonformal dengan tujuan untuk
mengakrabkan diri dengan mitratutur. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
adanya pertanyaan mengenai kabar dari mitratutur. Pertanyaan tersebut
menjelaskan bahwa penutur merasa dekat dengan mitratutur, sehingga
kalimat “Selamat pagi. Gimana kabarnya hari ini?” menandakan bahwa
seolah-olah penutur telah lama mengenal mitratutur. Tuturan tersebut
disampaikan dengan suasana yang cukup ramai karena mitratutur menjawab
pertanyaan yang telah diberikan oleh salah satu pemuka agama Katolik
yaitu romo Trisna di Kapel Robertus Bellarminus Sanata Dharma
Yogyakarta.
4.2.3.6 Faktor Suasana
Faktor suasana dapat menyebabkan terjadinya peralihan kode baik dari satu
bahasa ke dalam bahasa yang lain atau pun dari suatu ragam ke dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
bahasa atau ragam lainnya. Berikut merupakan contoh dari peralihan kode
yang disebabkan karena faktor suasana.
Tuturan 39
Tuturan: “Menurut kamus kata sombong adalah.... Jangan-jangan miknya mengira kalau aku orang yang sombong.” Konteks: Penutur melakukan alih kode ke dalam ragam nonformal karena situasi yang dialami penutur yaitu mikrofon tidak berfungsi, sehingga mitratutur tidak mendengarkan hal yang disampaikan oleh penutur. Suasana yang terjadi yaitu ramai, karena mitratutur tertawa dan tersenyum setelah mendengarkan apa yang dikatakan oleh penutur.
Dalam cuplikan tuturan data D35/AKI/13/Ok di atas, penutur
melakukan peralihan kode ke dalam ragam nonformal karena situasi yang
dialami oleh penutur yaitu mikrofon yang tidak berfungsi, sehingga
mitratutur tidak mendengarkan hal yang disampaikan oleh penutur. Suasana
yang terjadi yaitu ramai, karena mitratutur tertawa dan tersenyum setelah
mendengarkan apa yang dikatakan oleh penutur. Penutur menggunakan
kode bahasa Indonesia yang ditandai dengan kata “aku”. Penutur dengan
sengaja menyampaikan kalimat tersebut dengan tujuan bahwa miknya
segera diganti. Akan tetapi sesaat kemudian, mikrofon yang dipegang oleh
penutur dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini secara tidak sengaja
penutur telah melakukan peralihan kode ke dalam ragam nonformal dengan
menyelipkan humor. Faktor yang melatarbelakangi penutur melakukan
peralihan kode pada contoh data di atas yaitu disebabkan karena faktor
suasana. Suasana ramai karena mitratutur tidak mendengarkan hal yang
disampaikan oleh penutur kemudian setelah menyampaikan tuturan
selanjutnya, mik tersebut dapat berfungsi dengan baik. Hal itulah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
membuat penutur melakukan peralihan kode ke dalam ragam nonformal
dengan menyelipkan humor.
selain data tuturan di atas, di bawah ini juga merupakan salah satu
contoh data alih kode yang disebabkan karena faktor suasana.
Tuturan 40
Tuturan: Ke supermarket beli anggur Anak muda di Jogja Jangan lupa bersyukur Karena hidup bahagia enteng rasanya Suster, bapak, ibu, saudara/i yang terkasih dalam Kristus. Konteks: Perayaan misa hari minggu pada tanggal 13 Oktober, dipimpin oleh dua romo yaitu Romo Ignasius Trisna dan Romo Handoko (Keuskupan Palembang). Romo yang menyampaikan homili adalah Romo Trisna. Romo sengaja mengawali homili dengan menggunakan pantun agar umat tertarik dengan homili yang akan disampaikan.
Seperti yang terdapat dalam contoh data D82/AKi/13/Ok peralihan
kode dilakukan karena suasana yang terjadi yaitu suasana ramai. Penutur
mengawali homili pada hari minggu tersebut dengan menyampaikan sebuah
pantun untuk menghibur mitratutur. Mitratutur menanggapi pantun yang
disampaikan oleh penutur dengan seruan “cakep”. Dalam hal ini suasana
yang terjadi yaitu suasana ramai, sehingga untuk mengembalikan suasana ke
dalam suana tenang, penutur melakukan peralihan kode ke dalam bahasa
baku. Secara tidak langsung penutur menyampaikan maksudnya agar
mitartutur kembali konsentrasi dalam mendengarkan homili yang
disampaikan oleh penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
4.3 Pembahasan
Dalam sebuah homili mingguan yang disampaikan oleh pemuka
agama Katolik di Paroki Pringwulung Yogyakarta, peneliti telah
menemukan peralihan kode. Dalam homili tersebut, peneliti telah
menemukan berbagai wujud alih kode yang digunakan oleh penutur dalam
hal ini adalah para pemuka agama Katolik. Berdasarkan data yang telah
didapatkan, peneliti menemukan data yang berkaitan dengan wujud alih
kode yaitu berupa wujud alih kode bahasa, antarragam maupun gaya bahasa.
Dalam analisis data yang telah didapatkan, peneliti telah memaparkan hasil
analisis data yang berkaitan dengan wujud alih kode, maksud alih kode dan
faktor penyebab terjadinya alih kode. Pada pembahasan ini, peneliti akan
mengulas kembali terkait dengan wujud alih kode, maksud alih kode serta
faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode. Hal tersebut disesuaikan
dengan data yang telah didapatkan dan akan dikaitkan dengan teori yang
digunakan dalam penelitiaan ini.
Sebelum masuk ke dalam fenomena alih kode, peneliti akan
membahas terkait dengan objek penelitian yaitu tuturan homili di Paroki
Pringwulung Yogyakarta. Homili dalam perayaan Ekaristi merupakan salah
satu tuturan yang memiliki fenomena bahasa khususnya alih kode. Dalam
sebuah homili bukan tidak mungkin penutur akan melakukan peralihan kode
baik itu yang berbentuk bahasa, gaya bahasa mapun yang berbentuk ragam.
Homili merupakan komunikasi iman yang disampaikandalam rangka Ibadat
Sabda dan Perayaan Ekaristi untuk meneguhkan iman umat (Purnomo,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
2010:15). Homili yang disampaikan tiap minggunya akan menyuguhkan
pesan-pesan yang menarik. Para pemuka agama Katolik akan
menyampaikan amanat atau pesan kepada umat berdasarkan tema atau
kejadian yang sedang terjadi. Dalam pemberian homili tersebut, penutur
atau para pemuka agama seringkali menggunakan alih kode baik yang
berbentuk bahasa, gaya bahasa mapun yang berbentuk ragam. Penelitian ini,
didasarkan pada beberapa teori tentang alih kode dan wujud alih kode.
Peneliti mengambil beberapa kajian teori yaitu yang dikemukakan
oleh Rahardi (2001:21) yang menyebutkan bahwa alih kode adalah
pemakaian secara bergantian dua bahasa atau mungkin lebih, variasi-variasi
bahasa dalam bahasa yang sama atau mungkin gaya-gaya bahasanya dalam
suatu masyarakat tutur bilingual. Dalam hal ini Rahardi menegaskan bahwa
peralihan kode dapat berupa pemakaian dua bahasa atau lebih, variasi
bahasa ataupun gaya bahasa. Yang dimaksud di sini yaitu alih kode dapat
berupa perpindahan kode dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain,
peralihan dari suatu variasi bahasa ke dalam variasi bahasa lain serta
peralihan dari gaya bahasa yang satu ke dalam gaya bahasa lainnya. Konsep
yang dikemukakan oleh Rahardi berbeda dengan yang dikemukan oleh
Appel. Appel dalam Chaer dan Agustina (2004:107) mendefinisikan alih
kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi.
Dalam hal ini, Appel memberikan definisi bahwa alih kode itu terjadi karena
berubahnya situasi baik yang terjadi pada mitratutur maupun yang terjadi
pada penutur. Seseorang melakukan peralihan bahasa karena berubahnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
sebuah situasi. Batasan alih kode yang disampaikan oleh Appel semata-mata
hanya terjadi saat berubahnya situasi. Jika dilihat kembali, peralihan kode
tidak hanya terjadi saat berubahnya sebuah situasi, melainkan ada banyak
faktor yang menyebakan seorang penutur melakukan peralihan bahasa.
Konsep lain tentang alih kode dikemukakan oleh Nababan yaitu
mencakup kejadian di mana kita beralih dari satu ragam fungsiolek
(umpamanya ragam santai) ke ragam lain (umpamanya ragam formal) atau
dari suatu dialek ke dalam dialek yang lain, dan sebagainya (1991:31).
Kemudian konsep alih kode menurut Jendral dalam Nyoman dan Putu
(2014: 64-65) mengemukakan bahwa terdapat dua macam alih kode yaitu
alih kode ke dalam (Internal Code Switching) dan alih kode keluar (External
Code Switching). Alih kode ke dalam diartikan sebagai peralihan kode yang
terjadi jika penutur dalam pergantian bahasanya menggunakan bahasa-
bahasa yang masih dalam lingkup bahasa nasional atau antar dialek-dialek
dalam suatu bahasa. Sedangkan, alih kode keluar diartikan sebagai peralihan
yang di dalam pergantian bahasanya, pembicara mengubah bahasa yang satu
ke dalam bahasa yang lain yang tidak sekerabat.
Dari konsep alih kode yang telah dipaparkan oleh para ahli di atas,
peneliti akan menyimpulkan bahwa alih kode dapat diartikan sebagai
peralihan kode bahasa dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain baik
peralihan ke dalam maupun keluar dalam lingkup masyarakat dwibahasa.
Peralihan kode kerapkali terjadi dalam masyarakat tutur baik yang dilakukan
secara sengaja maupun tidak sengaja. Peralihan kode juga ditentukan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
situasi atau konteks yang terjadi pada penutur maupun mitratutur. Dalam
teori alih kode, Rahardi (2001:21) yang menyebutkan bahwa alih kode
adalah pemakaian secara bergantian dua bahasa atau mungkin lebih, variasi-
variasi bahasa dalam bahasa yang sama atau mungkin gaya-gaya bahasanya
dalam suatu masyarakat tutur bilingual. Dalam hal ini, terdapat beberapa
wujud alih kode yang terjadi dalam masyarakat bilingual, khususnya tuturan
yang disampaikan oleh para pemuka agama Katolik di paroki Pringwulung
Yogyakarta.
Wujud alih kode tersebut terdiri dari wujud alih kode bahasa, wujud
alih kode antarragam dan wujud alih kode antargaya bahasa. Dalam hal ini,
peneliti juga akan mengkritik terkait dengan batasan alih kode yang
disampaikan oleh Appel yang memaparkan alih kode sebagai gejala
peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Konsep tersebut
hanya terpaut pada alih kode antarbahasa. Jika dilihat kembali, peralihan
kode tidak hanya semata-mata terfokus pada pemakaian bahasa yang terjadi
karena berubahnya situasi. Alih kode terjadi baik dalam wujud ragam
maupun gaya bahasa. Dalam wujud ragam berupa peralihan kode dari ragam
formal ke dalam ragam nonformal atau sebaliknya. Berdasarkan hasil
penelitian dalam homili perayaan misa mingguan di paroki Santo Yohanes
rasul Pringwulung, bahwa penggunaan alih kode tidak semata-mata hanya
berfokus pada pemakaian bahasa. Karena peralihan kode ini, memiliki
wujud yang cukup banyak yang digunakan oleh para penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Lalu berkaitan dengan maksud dalam penggunaan alih kode yang
disampaikan oleh penutur dalam hal ini yaitu para pemuka agama Katolik,
peneliti telah menemukan berbagai macam maksud yang terdapat dalam
homili tersebut. Maksud yang disampaikan oleh penutur sangatlah penting.
Berbicara tentang maksud berarti mengarah pada tujuan atau inti dari
tuturan yang disampaikan dalam setiap homili. Tuturan yang memiliki
wujud alih kode tentunya memiliki maksud tertentu yang ingin disampaikan
oleh penutur kepada mitratutur.
Selain maksud yang sudah dianalisis, peneliti juga menemukan
berbagai macam faktor penyebab terjadinya alih kode. Faktor penyebab
terjadinya alih kode yaitu disebabkan karena faktor penutur, mitratutur,
adanya orang ketiga, beralihnya topik pembicaraan, membangkitkan rasa
humor, kedekatan antara penutur dan mitratutur, menegaskan sesuatu serta
faktor suasana. Faktor-faktor itulah yang mengharuskan penutur untuk
melakukan peralihan kode baik dalam wujud bahasa, ragam maupun wujud
alih kode gaya bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
BAB V
PENUTUP
Pada bab V berisi tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang
telah dilakukan. Pada kesimpulan, peneliti akan mencantumkan isi secara
keseluruhan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian bagian
saran akan berisi saran yang membangun penelitian selanjutnya. Adapun
uraian secara rinci dapat dipaparkan sebagai berikut.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab
sebelumnya, terkait dengan peralihan kode yang dilakukan oleh para
pemuka agama Katolik di Paroki Pringwulung. Berikut ini merupakan
simpulan terkait dengan temuan-temuan tersebut.
1. Peralihan kode yang dilakukan oleh para pemuka agama Katolik di
Paroki Pringwulung dapat dikategorikan ke dalam beberapa wujud.
Wujud tersebut dapat berupa peralihan kode dalam wujud bahasa,
ragam dan gaya bahasa. Dalam peralihan kode yang berwujud bahasa,
peneliti menemukan wujud alih kode bahasa yaitu dari bahasa
Indonesia ke dalam bahasa daerah, dari bahasa daerah ke dalam bahasa
Indonesia, dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing.
2. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menemukan data peralihan kode
dari bahasa daerah ke dalam bahasa asing atau sebaliknya. Hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
terjadi karena penutur jarang menggunakan bahasa daerah dan bahasa
asing.
3. Peneliti menemukan data peralihan kode dari ragam formal ke dalam
nonformal atau sebaliknya, dari ragam akrab ke dalam ragam formal
atau sebaliknya. Selain melakukan peralihan kode dalam bentuk ragam,
penutur juga melakukan peralihan kode dalam bentuk gaya bahasa.
Peralihan-peralihan kode yang dilakukan oleh penutur sangat dipahami
oleh mitratutur. Hal tersebut terjadi karena penutur melakukan
peralihan kode dengan mengetahui latarbelakang mitratutur serta
mampu menggunakan kode yang diketahui oleh mitratutur.
4. Dari segi maksud, peneliti menemukan berbagai maksud yang
disampaikan oleh penutur. Maksud tersebut disampaikan dengan tujuan
tertentu seperti mendekatkan diri dengan mitratutur (umat),
menyampaikan informasi, membangkitkan rasa humor, mengajak
mitratutur, menyindir dan lain sebagainya. Selain maksud yang
disampaikan oleh penutur, terdapat beberapa faktor penyebab yang
terjadi saat melakukan peralihan kode dalam sebuah homili yaitu faktor
penutur, faktor mitratutur, berubahnya topik pembicaraan,
membangkitkan humor, kedekatan antara penutur dan mitartutur dan
faktor suasana. Faktor-faktor tersebut dapat membuat penutur
melakukan peralihan kode dalam menyampaikan homili.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
5.2 Saran
Berdasarkan hasil yang telah ditemukan, peneliti memberikan
beberapa saran bagi peneliti lanjutan mengenai penelitian yang serupa
dengan penelitian ini.
Adapun saran yang ingin disampaikan adalah sebagai berikut.
1. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menemukan wujud alih kode dari
bahasa Inggris ke dalam bahasa daerah atau sebaliknya dalam tuturan
yang telah disampaikan oleh pemuka agama Katolik di Paroki
Pringwulung. Peneliti mengharapkan, bagi peneliti selanjutnya akan
menemukan wujud alih kode bahasa tersebut.
2. Dalam penelitian ini, peneliti mengulas tentang wujud alih kode,
maksud alih kode serta faktor yang menyebabkan terjadinya peralihan
kode dalam homili perayaan Ekaristi di Paroki Pringwulung. Maka,
peneliti lanjutan dapat meneliti wujud alih kode dalam ranah lain yang
menunjang bagi penelitian sosiolinguistik.
3. Penelitian ini menemukan enam faktor penyebab terjadinya alih kode.
Pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk menemukan faktor alih
kode lainnya.
4. Penelitian ini diharapkan menjadi pedoman bagi penelitian selanjutnya
yang mengkaji tentang alih kode dengan objek yang berbeda dan
metode yang berbeda.
5. Kajian data dalam penelitian ini merupakan kajian sosiolinguistik, maka
peneliti mengharapkan kepada penelitian selanjutnya untuk mengkaji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
bukan hanya dari bidang sosiolinguistik melainkan dari ilmu atau
bidang lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer dan Leony Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Aslinda dan Syafyaya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama.
Andronikus Kresna D. 2015. Campur Kode dan Alih Kode pada Interaksi Informal Mahasiswa di Yogyakarta: Studi Kasus pada Mahasiswa Asrama Lantai Merah, jalan Cendrawasi No. 1B, Demangan Baru Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma:Yogyakarta.
F. X. D. Pamungkas. 2018. Analisis Alih kode dan Campur Kode dalam Pembelajaran BIPA di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.
Hikmawati, Fenti. 2017. Metodologi Penelitian. Depok: PT Raja Grafindo. Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Kesuma, Tri. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Carasvatibooks.
Kountur, Ronny. 2003. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: CV Teruna Grafica.
Kridalaksana, H. 1993. Linguistik. Jakarta: Gramedia Luh dan Putu. 2014. Bilingualisme dan Pendidikan Bilingual. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Lidi, Hubertus Agung. 2010. Bercerita Tentang Tuhan: Gagasan Homili. Yogyakarta: Lamalera.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Maria K. Adhy S. Alih Kode dan Campur Kode serta Tujuannya dalam Dialok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Interaktif Republik Sentilan Sentilun MetroTv Periode Januari-Februari 2017. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.
Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Nababan. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia. Nababan. 1991. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Ngalimun dan Yundi. 2014. Belajar Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Aswara Pressindo.
Ni Nyoman dkk. 2004. Sosiolinguistik.Yogyakarta: Graha Ilmu. Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset. Rahardi, Kunjana. 2017. Pragmatik. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, Jonatan. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Suluh Media. Soeparno. 2013. Metode Pengajaran Bahasa. Klaten: PT Intan Pariwara Suandi, I Nengah. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Ruko Jambusari. Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa.Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma Anggota AAPTI.
Sudaryanto. 1994. Pemanfaatan Potensi Bahasa. Yogyakarta: Gadja Mada University Press.
Sumarsono.2002. sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda. Purnomo, Aloys Budi. 2010. Sabda yang Menyapa dan Menyentuh jiwa.
Semarang: Majalah Bulanan Kristiani. Wardhaugh, R. 2002. An Introduction to Sociolinguisticts. Oxford: Blackwell.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Daftar pertanyaan wawancara
1. Apakah dalam sebuah homili, romo sering melakukan peralihan bahasa misalnya dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah atau sebaliknya dan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing atau sebaliknya?
2. Selain melakukan peralihan bahasa tersebut, apakah romo juga melakukan peralihan antarragam bahasa misalnya dari ragam formal ke dalam ragam nonformal atau sebaliknya?
3. Apa saja maksud yang disampaikan dalam peralihan kode atau bahasa dalam homili perayaan Ekaristi?
4. Apa saja faktor penyebab terjadinya peralihan kode tersebut?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Narasumber 1 1. Apakah dalam sebuah homili, romo sering melakukan peralihan bahasa
misalnya dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah atau sebaliknya dan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing atau sebaliknya? Yah tentu saja. Saya melakukan peralihan bahasa itu harus menyesuaikan dengan konteks masyarakat, di mana kita berada, apalagi didaerah-daerah itu kan. Kita tentu harus menggunakan bahasa-bahasa yang sesuai dengan konteks atau latar belakang masyarakat. Misalnya saat homili saya mengatakan ini adalah misteri Kerajaan Allah yang menyelamatkan, kalau saya menyampaikannya kepada orang-orang di desa pasti mereka tidak paham. Jadi kita menyesuaikan dengan kehadiran umat. Misalnya di kapel, saya menggunakan beberapa kosa kata yang marak di kalangan anak muda karena kebanyakan umat yang datang itu kan dari kalangan mahasiswa tetapi saya akan menerjemahkan kembali bahasa tersebut agar bukan hanya mahasiswa yang mengerti melainkan orangtua juga akan paham hal yang saya katakan.
Di satu sisi, para romo ingin menyampaikan apa yang dipelajari berdasarkan teologi-teologi kemudian mencoba mengatakannya kepada umat, tetapi umat tidak bisa mengerti ketika para romo menggunakan bahasa teologi. Maka caranya yah menerjemahkan kalimat-kalimat tersebut dalam bahasa sehari-hari atau bahasa yang dipahami bersama dalam masyarakat, bisa menjelaaskan dalam bahasa daerah. Sehingga, makna atau pesan yang ingin kami sampaikan tidak sepenuhnya lagi akan terungkap. Di situ juga kita menyesuaikan konteks yang ada. Salah satu contohnya saja, saat saya bertugas di Papua selama kurang lebih 10 tahun. Tidak mungkin saya menyampaikan homili kepada masyarakat di sana dengan menggunakan bahasa Jawa, yah karena kita menyesuaikan konteksnya. Jadi kita melihat kehadiran umat sehingga dari situ kita akan menyesuaikan homili tersebut. Saya akan menerjemahkan ke dalam bahasa yang mereka pahami.
Saya teringat dengan cerita-cerita dari pastor dan romo yang ada di sana, mereka sedikit kesulitan apalagi kalau pastor yang berasal dari luar negeri. Mereka belum tentu menguasai semua bahasa Indonesia kemudian mencoba menerjemahkan atau menyampaikan pesan dalam kitab suci sesuai dengan konteks umat dalam artian mereka menggunakan bahasa daerah. Menjelaskan kepada orang-orang bahwa Allah itu seperti ini, sakramen itu seperti ini, oh Allah itu seperti ini. Ketika melihat bahwa orang-orang di sana tidak terlalu memiliki konsep yang luas tentang Tuhan, sehingga yang terjadi ketika bahasa yang kami gunakan tidak sesuai dengan konteks budaya maka pesan yang akan kami sampaikan itu tidak akan sejalan dengan yang mereka pikirkan. Caranya adalah dengan menganalogikan dengan budaya-budaya yang terjadi di sana. Kalau kita menyampaikan pesan menggunakan bahasa teologi yah maka umat gak akan ngerti, maka kita sederhanakan bahasanya tetapi maknanya akan menjadi berkurang. Bagaimanapun dan di manapun pasti selalu ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
peralihan atau perpindahan bahasa, entah di Jawa, ataupun di luar Jawa. Intinya adalah makna yang ingin kami sampaikan dapat tersampaikan kepada umat.
2. Selain melakukan peralihan bahasa tersebut, apakah romo juga
melakukan peralihan antarragam bahasa misalnya dari ragam formal ke dalam ragam nonformal atau sebaliknya?
Ya itu tadi bagaimanapun, peralihan bahasa itu dilakukan perubahan tujuan utamanya adalah agar pesan itu tersampaikan dan dimengerti dan akhirnya para romo yang menyampaikan homili, bagaimanapun selalu menyesuaikan dengan umat. Saat homili misalnya seperti hari ini, kebanyakan yang hadir itu mahasiswa sehingga, saya menggunakan bahasa formal sampai akhir tetapi saya menyelipkan bahasa nonformal agar umat tidak mudah merasa jenuh dan bosan. Dan dengan adanya bahasa nonformal ya saya rasa pesan atau informasi itu dapat tersampaikan kepada umat. 3. Apa saja maksud yang disampaikan dalam peralihan kode/ bahasa
dalam homili perayaan Ekaristi?
Maksud yah? Maksudnya itu bermacam-macam terkadang peralihan bahasa tersebut dilakukan untuk menyampaikan informasi. Ya seperti yang saya katakan tadi agar informasi itu dapat tersampaikan atau sejalan dengan yang kita harapkan maka romo atau pastor perlu melihat latar belakang umat yang hadir atau inkulturasi yang terjadi dalam masyarakat atau umat. Selain itu maksud lainnya agar umat tidak merasa jenuh sehingga perlu adanya peralihan bahasa tersebut. Di satu sisi, ketika umat tidak memahami bahasa atau istilah yang disampaikan maka, romo atau pastor akan menyampaikan informasi atau menerjemahkan bahasa tersebut ke dalam bahasa yang dapat dipahami, agar umat benar-benar menerima infomasi tersebut dengan baik. harus dipertegas kembali. 4. Faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya peralihan kode?
Ya saya kira faktor inkultuasi juga sangat mempengaruhi seorang romo dalam melakukan peralihan bahasa. Misalnya mau mengatakan Allah kemudian bagaimana dijelaskan Allah itu seperti apa maka yah disesuaikan dengan budaya setempat. Agar orang setempat mampu memahami pesan yang disampaikan. Jadi ada inkulturasi atau bisa juga dikatakan kesamaan latarbelakang dengan umat. Artinya romo harus menyesuaikan bahasa yang digunakan dengan umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi. Misalnya di Papua, pesan yang ada dalam injil itu dibuat sedemikain rupa agar sesuai, sehingga orang pun bisa mengerti oh ternyata ini maksudnya. Walaupun yah, beberapa hal tidak tersampaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
sesuai dengan yang diharapkan. Jangan-jangan hal yang disampaikan oleh romo atau pastor saat homili itu berbeda dan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dalam hal ini, romo perlu melihat mitratutur yang hadir dalam perayaan ekaristi tersebut. Karena yah beberapa misalnya, makna yang dijelaskan atau konsep yang mau dijelaskan tidak sepenuhnya tersampaikan, saya yakin itu. Maka itulah dicoba dijelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti misalnya seperti tadi menggunakan bahasa informal atau jika menguasai bahasa setempat bisa dijelaskan dengan bahasa tersebut agar orang bisa mengetahui maksud yang disampaikan. Selain itu yah faktor suasana. Agar suasana menjadi lebih segar ya maka kita menggunakan bahasa nonformal atau bahasa yang dapat membangkitkan semangat umat.
Narasumber 2
Romo Tomo yang saat ini sedang bertugas di Paroki Santo Yohanes Rasul pringwulung Yogyakarta dan di Karina keuskupan Agung Semarang.
1. Apakah dalam sebuah homili, romo sering melakukan peralihan kode
bahasa misalnya dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah atau sebaliknya dan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing atau sebaliknya?
Kalau udah bisa bahasa Jawa yah menggunakan bahasa Jawa, kan di Paroki pringwulung itu ada misa bahasa Jawa Minggu ke-2 dan Minggu ke-4 itu praktis digunakan dalam ekaristi itu adalah misa bahasa Jawa tetapi seringkali ketika saya melakukan homili itu kan kadang saya sendiri merasa kesulitan untuk menyampaikannya dalam bahasa Jawa atau kadang juga ada kata Jawa yang sulit ditangkap oleh umat. Maka kadang-kadang saya menggunakan bahasa Indonesia. Itu merupakan peralihan-peralihan dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Jadi bahasanya itu tercampur antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Saya menjelaskan dengan menggunakan bahasa Jawa tetapi kemudian saya mempertegas maksud tersebut ke dalam bahasa Indonesia, ya tujuannya agar umat semakin jelas mengetahui maksud kata atau kalimat yang saya saya ucapkan. Lalu kalau dalam misa bahasa Indonesia itu berapa kali misa saya mengutip bahasa bukan bahasa daerah melainkan bahasa Yunani atau bahasa Latin atau bahasa Inggris. ya memang pertama-tama tujuannya adalah menarik perhatian umat dan menyampaikan informasi supaya orang kemudian lebih berfokus atau terbuka. Oh apa itu kok pengucapannya dalam bahasa Latin kira-kira apa artinya jadi memang salah satu tujuannya untuk menarik perhatian umat supaya mereka mendengarkan homili dengan baik. Lalu yang kedua memang ada bahasa-bahasa tertentu yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia itu kurang bisa mewakili sehingga karena kurang mewakili maka kemudian saya harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
menyampaikan bahasa aslinya. Karena apa ya seringkali yang namanya bahasa itu kan ada yang di dalam bahasa Latin yang dimaksud ini sebetulnya tetapi di dalam bahasa Indonesia jadi berubah.
Ya mungkin hampir sama tetapi artinya agak berbeda sehingga seringkali satu kata itu perlu diterjemahkan dengan menggunakan kalimat yang sederhana atau bahasa sehari-hari agar dapat dimengerti oleh umat. Ya tujuannya yang pertama untuk menarik perhatian umat dan memperjelas maksud suatu kalimat atau kata tersebut. Karena seringkali bahasa Italia atau bahasa Latin atau Yunani satu kata bisa memiliki makna yang berbeda kalau diterjemahkan dalam bentuk kalimat. Nah hal itu saya rasa dapat dikatakan sebagai peralihan bahasa, karena awalnya saya menggunakan bahasa Jawa kemudian beralih ke dalam bahasa Indonesia, atau saya menggunakan bahasa Indonesia kemudian melakuka perpindahan ke dalam bahasa asing atau sebaliknya dengan maksud mempertegas hal yang saya sampaikan.
2. Selain melakukan peralihan bahasa tersebut, apakah romo juga melakukan peralihan antarragam bahasa misalnya dari ragam formal ke dalam ragam nonformal atau sebaliknya?
Ee saya kira misi atau tujuan dari homili adalah maknanya atau maksudnya itu tersampaikan sehingga supaya makna atau maksudnya itu tersampaikan itu tidak harus menggunakan bahasa resmi tetapi bisa menggunakan bahasa nonformal supaya maknanya itu dapat tersampaikan dengan baik. Karena seringkali bahasa resmi itu kalau kelemahannya adalah seringkali membuat orang merasa mudah bosan karena pemilihan katanya terlalu formal. Terlalu formal itu kan cepat membuat orang merasa bosan ya atau jenuh ngantuklah biasanya, maka supaya tidak bosan dan tidak ngantuk maknanya tersampaikan maka bisa menggunakan bahasa non formal. Dalam homili saya seringkali menggunakan ragam nonformal agar maksud yang saya sampaikan dapat dimengerti oleh umat. Bahasa nonformal yang saya pakai biasanya bahasa sehari-hari yang digunakan oleh umat Katolik.
3. Apa saja maksud yang disampaikan dalam peralihan kode/ bahasa dalam homili perayaan Ekaristi?
Yang pertama adalah agar suasana menjadi cair sehingga saya menggunakan ragam nonformal. Karena kalau saya menggunakan ragam formal maka suasana akan menjadi kaku. Kalau dengan bahasa nonformal itu kan lebih lebih enak ya suasana lebih cair kemudian yang selanjutnya penyampaiannya juga itu santai, kemudian yang selanjutnya tergantung audiens misalnya kebanyakan umat itu kan orang Jawa asli kalau yang bisa bahasa Jawa sehingga karena orang Jawa asli maka mereka pun bahasa Jawanya mudeng atau mengerti. Jadi mereka memahami bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Jawa dan bahasa Indonesia sehingga tidak menjadi masalah kecuali yang ikut misa itu orang yang berasal dari luar Jawa. Maka saya akan lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia untuk mempertegas maksud atau pesan yang saya sampaikan dalam homili.
4. Apa saja faktor penyebab terjadinya peralihan kode tersebut?
Faktor penyebabnya juga yah karena saya pribadi ingin menggunakan bahasa Indonesia untuk menjelaskan kepada orang atau umat yang tidak memahami bahasa Jawa, kemudian saya menghadirkan lelucon agar umat tidak merasa bosan dengan homili yang saya sampaikan, sehingga dalam homili saya seringkali menggunakan peralihan atau perpindahan bahasa tadi. Di sisi lain juga saya melihat latar belakang dari umat itu sendiri. Misalnya saat saya mengadakan perayaan Ekaristi di Lombok, maka homili yang saya sampaikan atau bahasa yang saya sampaikan akan disesuai dengan bahasa yang digunakan oleh umat di sana. Begitu pula saat saya menyampaikan homili di Gereja Pringwulung. beberapa kalimat akan saya gunakan dengan menyesuaikan bahasa yang digunakan oleh umat.
Narasumber 3
Romo Sapto Nugroho pastor Paroki Pringwulung
1. Apakah dalam sebuah homili, romo sering melakukan peralihan bahasa misalnya dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah atau sebaliknya dan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing atau sebaliknya?
Kalau ke dalam bahasa Jawa agak sering karena ada beberapa istilah, pilihan kata atau diksi yang jauh lebih kaya atau nuansanya itu jauh lebih kaya daripada kalau saya menerjemahkan dengan bahasa Indonesia, meskipun nanti juga tetap diterjemahkan, misalnya dalam Kitab Suci disebut sebagai kata a, bahasa Indonesia dengan sebuah kata atau kalimat a. Kata tersebut dalam bahasa Jawa disebut dengan bahasa tertentu, misalnya kata a aksen, sebenarnya kata a aksen itu nuansanya lebih kaya daripada yang ada dalam bahasa Indonesia tetapi kata tersebut tidak salah dan tidak bertentangan tetapi nuansa yang ada di dalam bahasa Jawa itu atau dapat dikatakan lebih dipahami oleh umat.
Lalu untuk menjelaskan arti kata atau kalimat itu ya menggunakan nuansa yang ada di dalam bahasa Jawa meskipun penjelasannya tetap bahasa Indonesia tetapi untuk menunjukkan kepada umat bahwa kata yang disebut di dalam Kitab Suci itu memiliki kata lain yang nuansanya lebih banyak. artinya begini, ketika saya menggunakan bahasa Indonesia dalam menyampaikan homili, tetapi beberapa konsep akan saya jelaskan dalam bahasa Jawa atau saya melakukan perpindahan bahasa dari yang awalnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
menggunakan bahasa atau Indonesia kemudian berpindah ke dalam kata atau kalimat dalam bahasa Jawa yah untuk mempertegas maksud yang saya sampaikan. Kata atau kalimat tersebut masih berkaitan hanya saja penyampaian bahasanya yang sedikit berbeda.
Kalau dengan bahasa asing saya jarang karena saya menghindari kata-kata yang tidak mudah dikenal kalau bahasa Jawa itu lebih banyak kenal oleh masyarakat apalagi saat ini saya merupakan Pastor Paroki dari umat yang memiliki latar belakang yang sama dengan saya yaitu orang Jawa. Meskipun disini juga sangat plural, tetapi mayoritas umat di sini mengenal bahasa Jawa dengan bahasa asing itu ya orang-orang yang memang bisa mengerti Bahasa asing itu. Jadi belum tentu pilihan bahasa asing itu jauh lebih baik tergantung ya apakah seorang romo atau pastor memilih atau menggunakan kata atau kalimat bahasa Jawa atau kalimat dalam bahasa asing. Kalau saya sendiri itu tergantung nuansanya atau suasana yang sedang terjadi, mana yang lebih kaya lalu itu yang saya gunakan sebagai kata atau kalimat padanan untuk menjelaskan maksud yang ada dalam kitab suci.
2. Selain melakukan peralihan bahasa tersebut, apakah romo juga
melakukan peralihan antarragam bahasa misalnya dari ragam formal ke dalam ragam nonformal atau sebaliknya?
Kalau saya ya dalam homili lebih memilih bahasa sehari-hari artinya bukan bahasa yang formal. Saya menangkapnya begini bahasa formal itu bahasa yang saya gunakan untuk menulis skripsi, membuat artikel itu adalah bahasa formal. Tetapi jika digunakan dalam homili misalnya dari awal sampai akhir homili yah pasti umat akan merasa bosan. Persiapannya oke dibuat dalam bahasa formal tetapi nanti penyampaiannya sedapat mungkin menggunakan bahasa sehari-hari seperti orang bercerita, seperti orang yang sedang sharing dengan temannya supaya bisa lebih mudah ditangkap dan dipahami. Karena kalau menggunakan bahasa formal nanti umat akan merasa bosan dan terlalu baku lalu homili itu tidak bisa dinikmati. Orang menikmati homili kok seperti mendengarkan seminar gitu kan rasanya nggak nyaman. Jadi homili itukan sama seperti bercerita, atau menyampaikan kembali firman dalam Kitab Suci.
3. Apa saja maksud yang disampaikan dalam peralihan kode bahasa
dalam homili perayaan Ekaristi?
Maksud yang disampaikan dalam peralihan bahasa itu bermacam-macam, ya itu tadi salah satunya untuk mempertegas makna yang saya sampaikan. Makna-makna tersebut dijelaskan dalam bahasa Jawa atau bahasa nonformal agar dipahami oleh umat. Selain itu yah kan kalau orang dari luar Jawa kurang memahami bahasa Jawa maka saya melakukan peralihan kembali ke dalam bahasa Indonesia berarti di sini orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
berasal dari luar Jawa mendapat informasi baru dalam bahasa Jawa. Jadi penting juga dalam melakukan peralihan bahasa itu yaitu untuk menambah wawasan dari umat yang menghadiri perayaan Ekaristi.
4. Apa saja faktor penyebab terjadinya peralihan kode tersebut?
Untuk faktornya itu cukup banyak yang pertama masalah makna dan nuansa. Makna itu untuk saya menyampaikan homili dengan baik atau bisa jadi saya menyampaikan ke dalam bahasa Jawa jadi artinya untuk mempertegas makna atau maksud tersebut. Lalu yang kedua lebih kepada suasana kadang-kadang menggunakan peralihan bahasa dapat mencairkan suasana. Jadi sangat mendukung untuk membangkitkan suasana yang lebih rileks. Antara umat dan saya juga lebih nyaman dan akrab ketika saya menggunakan peralihan ke dalam bahasa Jawa, umat juga merasa santai sehingga mereka lebih nyaman atau kadang-kadang juga untuk membuat jokes supaya suasana menjadi lebih segar dan tidak terlalu serius.
Jadi pertimbangan- pertimbangannya itu yang pertama-tama kalau saya lebih kepada pemaknaannya sehingga agar maknanya itu tersampaikan dengan baik maka perlu adanya peralihan peralihan bahasa tersebut.
Narasumber 4
(Romo Deni)
1. Apakah dalam sebuah homili, romo sering melakukan peralihan bahasa misalnya dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah atau sebaliknya dan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing atau sebaliknya?
Oke, kalau secara formal dalam misa saya menggunakan bahasa Indonesia formal. Hanya kalau di sini di Jogja saya hanya menggunakan salam dalam bahasa Jawa, misalnya sebelum homily dimulai, hanya itu. Karena saya kurang menguasai bahasa Jawa. Tetapi sepenuhnya saya menggunakan bahasa Indonesia yang baku atau formal. Tetapi terkadang saya menggunakan beberapa kosa kata bahasa Jawa yang saya pahami tidak sepenuhnya. Untuk bahasa asingnya saya jarang menggunakan contoh bahasa asing dalam sebuah khotbah walaupun saya menguasai bahasa asing tersebut. Hal itu karena saya melihat umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi itu kebanyakan bapak-bapak dan Ibu-ibu.
Dulu saat saya di Pekan Baru di Riau hanya untuk salam juga, misalnya saya menggunakan bahasa Batak atau kalau saya pergi ke Flores menggunakan bahasa Flores ya supaya apa? Supaya umat bisa tertawa dan tidak merasa bosan dengan homily yang saya sampaikan. Tetapi saya hanya menggunakan misalnya hanya 3 atau 4 kata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
2. Selain melakukan peralihan bahasa tersebut, apakah romo juga melakukan peralihan antarragam bahasa misalnya dari ragam formal ke dalam ragam nonformal atau sebaliknya?
Kalau secara informal, saya pasti menggunakan bahasa informal, tetapi saya akan melihat umat yang hadir, apakah mereka lebih banyak anak muda atau orang tua. Sehingga bahasa yang saya gunakan akan disesuaikan dengan mereka. Contohnya saat misa di kapel itu kan kebanyakan anak muda atau mahasiswa, nah di sini saya juga sering menggunakan bahasa informal karena umatnya sebagian besar mahasiswa tetapi bahasa informal itu tidak banyak saya gunakan. Kalau bertemu dengan orang muda saya akan bercanda dua atau tiga kata bahasa gaul yang saya pahami. Tetapi ini hanya dalam khotbah saja, kalau selebihnya tidak yah? Karena saya menggunakan bahasa formal.
3. Apa saja maksud yang disampaikan dalam peralihan kode/ bahasa dalam homili perayaan Ekaristi?
Oh iya alasan saya menggunakan bahasa-bahasa tersebut ya karena, misalnya dalam bahasa Jawa yah dan umat yang hadir juga kebanyakan orang Jawa, maka yah hal tersebut saya lakukan agar saya merasa dekat dengan umat. Saya hanya merasa ketika saya menyampaikan sebuah kata dalam bahasa Jawa mereka terlihat bahagia karena saya menggunakan bahasa mereka dan mereka melihat ternyata romo bisa tahu yah bahasa Jawa. Seperti saya ketika menggunakan bahasa Batak Karo, pasti umat juga merasa senang dan lebih bersemangat dalam mendengarkan firman Tuhan. Saya merasa lebih akrab dengan umat atau agar saya terlihat menguasai sedikit budaya dari umat yang menghadiri perayaan ekaristi.
4. Apa saja faktor penyebab terjadinya peralihan kode tersebut? Yah saya kira ya, untuk mefasilitasi agar mereka dapat memahami
serta bagi umat yang diluar Jawa dapat menambah kosakata baru walaupun saya sendiri bukan orang Jawa. Di sisi lain juga karena latar belakang dari umat itu sendiri. Misalnya saat saya menggunakan bahasa informal, yah itu agar saya dapat menerjemahkan kitab suci sehingga pesan yang ada dalam kitab suci tersebut dapat tersampaikan, walaupun terkadang beberapa umat salah menafsirkan. Selain itu yah supaya mereka lebih akrab dan senang karena dapat menerima perayaan Ekaristi dan bertemu dengan saudara-saudara yang berasal dari daerah yang berbeda. Faktor lainnya juga agar membangkitkan semangat umat dalam mendengarkan homili atau menjadikan suasana berubah, misalnya dari suasana hening menjadi ramai. Misalnya dalam peralihan bahasa Jawa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
contohnya ketika saya melihat khotbah yang disampaikan oleh uskup, saat uskup menggunakan salam atau beberapa kosa kata bahasa jawa, yah saya melihat umat merasa senang. Itu juga bertujuan agar lebih akrab dan membantu umat dalam menerima firman Tuhan. Romo atau pastor itu melakukan peralihan bahsa dalam homili didasarkan karena faktor-faktor itu tadi, misalnya untuk terlihat lebih akrab dengan umat atau terkadang untuk membangkitkan semangat umat dengan melucu dan lain sebagainya.
Narasumber 5
1. Apakah dalam sebuah homili, romo sering melakukan peralihan bahasa misalnya dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah atau sebaliknya dan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing atau sebaliknya?
Homili itu apa yah, a pesan yang disampaikan kepada umat atau informasi yang disampaikan kepada umat untuk dipahami. Jadi bagi saya ya wajar dalam menggunakan peralihan bahasa tersebut. Dalam homili saya seringkali menggunakan bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah tujuannya untuk menjelaskan atau menegaskan maksud yang kurang dipahami oleh umat ketika menggunakan bahasa baku. Tetapi di sini saya akan melihat seberapa banyak umat yang hadir, apakah didominasi oleh kalangan muda atau orangtua. Seperti di kapel ini, saya tidak terlalu menggunakan bahasa Jawa karena saya paham bahwa mahasiswa yang hadir saat perayaan ekaristi tiu kebanyakan dari luar Jawa, seperti dari Flores itu kan cukup banyak yang misa di sini. Jadi saya akan menyesuaikan dengan umat yang hadir. Untuk peralihandari bahasa Indonesia ke dalam bahasa asing saya juga sering melakukan. Misalnya ada beberapa kata yang harus dijelaskan secara eksplisit maka yah diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan tidak menghilangkan makna dari kata itu sendiri. Tetapi saya menggunakan bahasa asing tersebut tentu saja disesuaikan dengan injil hari itu, yang lebih banyak digunakan itu bahasa Latin dan Yunani.
2. Selain melakukan peralihan bahasa tersebut, apakah romo juga
melakukan peralihan antarragam bahasa misalnya dari ragam formal ke dalam ragam nonformal atau sebaliknya?
Ya. Dalam homili bahasa yang sering saya gunakan yah bahasa
informal, karena bagi saya dengan menyampaikan pesan tersebut ke dalam bahasa informal maka maksud atau maknanya akan tersampaikan dengan baik kepada umat. Umat akan benar-benar memahami walaupun tidak sepenuhnya yah tetapi saya rasa pesannya itu tersampaikan karena bahasa informal itu adalah bahasa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
digunakan sehari-hari oleh umat. Apalagi di sini kan banyak mahasiswanya yah belum tentu mahasiswa itu selalu menggunakan bahasa formal. Jadi yah saya sering melakukan peralihan dari ragam formal ke dalam informal. Tujuaannya adalah untuk mempertegas injil hari itu.
3. Apa saja maksud yang disampaikan dalam peralihan kode/ bahasa dalam homili perayaan Ekaristi?
Maksud yang disampaikan itu bermacam-macam. Terkadang untuk mengguggah semangat dari umat agara tidak merasa bosan, seperti yang sudah saya jelaskan tadi yah untuk mempertegas atau mungkin untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada umat. Pengalaman saya selama ini, ketika saya homili menggunakan bahasa formal maka umat itu akan serius mendengarkan tetapi ada beberapa yang merasa bosan dan bahkan mengantuk di gereja. Jadinya tidak konsetrasi kan. Ya umat tidak akan paham maksud dari injil atau pesan yang saya sampaikan. Tetapi ketika saya melakukan peralihan bahasa atau ragam tadi yah itu juga dapat mengguggah semangat umat dalam mendengarkan. Bahkan ketika saya melakukan peralihan bahasa ke dalam bahasa yang mungkin dianggap lucu, mereka akan tertawa dan kembali menyimak kira-kira pesan yang saya sampaikan itu apa.
4. Apa saja faktor penyebab terjadinya peralihan kode tersebut? Untuk faktornya juga tergantung suasana saya rasa. Misalnya
seperti contoh saya tadi, ketika suasananya mulai serius dan beberapa umat tidak memperhatikan dengan baik. Maka saya akan melakukan peralihan bahasa ya itu tadi dengan menyampaikan bahasa yang dapat membangkitkan semangat umat untuk mendengarkan informasi atau pesan yang disampaikan. Bahasa informal itu sangat perlu dalam menyampaikan homili agar umat akan merasa dekat dengan saya karena saya menguasai bahasa seharihari mereka. Jadi saya menganggap bahwa umat itu adalah satu keluarga yang menghadiri perjamuan Kudus bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
TUTURAN HOMILI DI GEREJA SANTO YOHANES RASUL PRINGWULUNG DAN KAPEL SANTO ROBERTUS BELLARMINUS
YOGYAKATA
1. Homili pada hari sabtu, 24 Agustus 2019 oleh Romo Sapto Nugroho di Gereja Katolik Santo Yohanes Rasul Pringwulung
Bapak Ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Kalau saya
merenungkan sabda Tuhan hari ini, kita harus membandingkan dengan keadaan yan tejadi saat ini. Persoalan yang berada di tengah-tengah kita. Bahwa saya merasa menemukan sesuatu perbedaan yang bertolak belakang satu dengan yang lain. Tetapi di sisi lain berbagai macam gerakan-gerakan yang sengaja dan merujuk pada korban sesamanya.
Dalam bacaan-bacaan hari ini, Tuhan menampakan dan menunjukan kerukunannya untuk memfokuskan segala bangsa di dalam satu tempat yang sama sebagai putra dan anak Allah. Semuanya dikumpulkan tanpa membedakan satu sama yang lain dari timur dan barat, segala suku bangsa dan bahasa, semua dikumpulkan dan dipanggil dalam kerajaannya. Tetapi kita melihat dan menemukan berbagai peristiwa yang meresahkan, ucapan yang memecah bela satu dengan yang lain. Kok bisa terjadi hal seperti itu sih? Hal tersebut diakibatkan oleh media sosial yang kita hadapi. Sehingga ada yang menjadi amat panas dan resah. Di mana ada facebook, instagam dan media sosial lainnya. kita mengambil bagian di dalam hal yang sama.
Satu orang, satu gerakan, yang sungguh-sungguh menumbuhkan bukan hanya persatuan di antara kita, tetapi sungguh-sungguh melakukan hal yang berkemanusiaan. Karena dengan alasan yang mendasar orang sengaja untuk menuduh sesamanya. Nah, hal ini sebenarnya kita sedang diuji dengan keadaan-keadaan yang seperti itu. Kalau kita melihat bacaan pertama dalam kitab nabi Yesaya, ternyata Allah mengumpulkan umatnya untuk dipanggil bukan sekedar ditugaskan tetapi menyerahkan seluruh rohnya, jiwanya.
Tetapi jelas, dalam bacaan pertama tadi, menunjukan bahwa semua masyarakat menyerahkan diri untuk dikuduskan oleh-Nya. Demikian juga pada sore hari ini, kita hadir di tempat ini untuk berkumpul dan mengalami kebangkitan hidup bagi kita tetapi tidak berhenti di sini saja, karena setiap kali perayaan ekaristi selesai selalu mendapatkan tugas perutusan. Kita juga diutus untuk menebarkan kasih Allah. Kita juga diutus untuk menjadi pewarta kesatuan dan pembenaran persaudaraan.
Kita sudah tidak bisa mengingkari bahwa hidup kita sudah akan atau mesti sudah terjadi bahwa kehidupan sosial manusia akan dikelompokan menjadi suku, ras atau agama. Tetapi Tuhan memanggil kita supaya kita dapat meretas berbagai macam kelompok-kelompok yang mengganggu persaudaraan yang ada. Kalau kita melihat hal ini, tugas perutusan itu, maka ekaristi yang kita ikuti mampu bertahan 50%. Kita harus menyeimbangkan kehidupan kita dengan apa yan kita terima dalam ekaristi.
Maka kita diajak untuk memenuhi panggilan hidup kita sebagai orang-orang yang dikumpulkan menjadi anak-anak Allah, yang telah diangkat oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
Allah sendiri. Gereja kita telah berusaha menawarkan pada kita berbagai macam cara untuk meningkatkan diri kita supaya aku dapat melakukan tugas perutusan-perutusan itu di dalam berbagai macam lingkungan masyarakat. Tambahan sebagian, beberapa waktu yang lalu, untuk menjadi katekis tahun ini dan menyadarkan kita tentang iman ketika kita dihina. Supaya kita menemukan saudara-saudara yang lain. Ada sebagian macam pelatihan yang mampu menemukan jati diri kita sebagai iman dalam Kristus. Adanya evanglisasi pribadi, adanya kitab suci yang sudah diumumkan beberapa kali dalam perayaan ekaristi untuk meningkatkan kesadaran kita terhadap iman kita dengan adanya pertemuan dengan pengurus-pengurus lintas iman kevikepan Yogyakarta atau mengikuti kegiatan kerohanian di Gereja St Yohanes Rasul ini.
Hal tersebut untuk membimbing iman kita menjadi lebih luas, membimbing kita ke arah yang lebih baik tentang persaudaraan lintas iman yang telah terjadi di tengah-tengah masyarakat yang unik. Kita sebagai umat Allah pernah mengalami berbagai pengalaman-pengalaman yang ada dalam kehidupan kita. Kita mudah saja percaya dengan hal-hal yang dapat menjadikan perpecahan. Hal tersebut bukan cuman menjadi hambatan bagi kita, melainkan menjadi penguat bagi diriku dan umat sekalian untuk lebih memahami kasih Tuhan. Kita harus selalu hidup rukun dalam kemajemukan supaya kita mampu menjadi putra-putri Allah. Serta menjadi orang yang dikuduskan oleh Allah. Marilah kita bersama-sama memulai. Supaya kita semakin mengikuti ajaran baik tentang berbagai macam rasa persaudaraan yang terjadi di tenah masyarakat kita. Kita berdoa secara khusus bagi saudara-saudara kita yang merasa kesulitan. Kemuliaan kepada Bapa, Putra dan Roh Kudus.
2. Homili Ekaristi pada hari minggu, 25 Agustus 2019 di Kapel St Robertus Belarminus
Tema: Berjuang menjadi putra-putri Allah
Ya, tolong yang semester pertama angkat tangan. Satu, dua, tiga dan di atas. Baik terima kasih. Inilah salah satu bagian dari dinamika kita bersama di Kapel St Robertus Belarminus ini, setiap awal seme ster akan selalu ada wajah-wajah baru. Kemudian di antara kita, beberapa umat yaitu mahasiswa yang tinggal di kost, ada kost heru, Helio dan rumah-rumah itu menjadi tempat untuk tumbuh putra-putrinya sendiri yang telah menikah dan mempunyai keluarga. Hati yang terbuka menerima orang-orang yang bukan anak kandung mereka sebagai keluarga. Mereka akan menerima menjadi keluarga. Kita rasakan niat baru tentu pada mahasiswa-mahasiswi yang sudah semester 3, 5, 7 bahkan 9 pernah mengalami atau merasakan bagaimana menjadi mahasiswa baru di Universitas Sanata Dharma ini.
Berpisah dari keluarga, adalah satu pengalaman, berpisah dari teman-teman lama SMA, berpisah dari masyarakatnya, apalagi ada yang sudah punya doi. Perasaan yang campur aduk itu, merupakan sebuah pengalaman perpisahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Masuk kampus baru, bertemu dengan teman baru yang merasa asing, masuk di ruang kuliah ketemu dosen yang memberi tugas bermacam-macam. Itulah pengalaman baru, maka kita di sini mencoba memperkenalkan dengan INSHDA (Inisiasi Sanata Dharma) atau fakultas, atau kemudian setiap prodi. Beberapa tahun yang lalu, kadang-kadang para panitia kasar dengan mahasiswa baru. Masa kalian menerima mahasiswa baru, wajah baru dengan gertakan. Padahal itu sesuatu yang membantu mereka. Maka dua tiga hari pertama, buatlah mereka merasa aman. Karena sungguh pengalaman yang tak terpisahkan untuk mencari orientasi baru.
Kalau kita lihat tema misa kita minggu ini, “Berjuang menjadi putra-putri Allah”. Kata-kata itu, kalimat itu, ungkapan itu mungkin terlewat begitu saja. Tetapi menurut saya ini mengajak, melihat diri kita. Pada satu sisi berjuang, kata berjuang bisa didengarkan pada banyak pihak. Kalau 17 Agustus tahun lalu itu, berjuang dikenakan untuk kita semua, tetapi dalam situasi yang lain, kalau sedang ada pertandingan sepak bola, bulu tangkis, yang berjuang adalah atlietnya. Situasi kita yang berjuang, berjuang untuk bisa melewati masa-masa krisis awal semester, awal tahun ajaran baru. Tetapi ketika kemudian, berjuangnya apa? Berjuang menjadi putra-putri Allah. Nah itu, perlu adanya pertanyaan. Masalahnya apa? Masalahnya adalah gambaran atau pandangan atau imajinasi tentang Allah. Pandangan imajinasi, pengalaman, perasaan terhadap Allah. Kita menjadi putra-putri Allah itu terlalu abstrak. Kok Allah, kok putra-putri? Itu artinya anak. Apakah Allah berputra, apakah Allah ada, bukannya kita menciptakan. Kalau begitu berjuang dan menciptakan itu bermasalah. Ya, tentu itu dipermasalahkan. Dipermasalahkan oleh pihak-pihak lain tetapi ketika kemudian kita sendiri mau mengalami, merasakan, mengimajinasi, hal itu seperti apa? Putra-putri Allah pandangan terhadap Allah.
Pengalaman, relasi, hubungan, komunikasi itu sangat ditentukan oleh hati. Ketika kita berjuang adalah tentang gambaran kita atau dimulai dari kok guru agama mencerikan waktu kecil, kok bapak, ibu menceritakan waktu kecil seperti dalam sebuah lagu “waktu ku kecil amatlah senang”. Tetapi sekarang, gimana? Ketika susah sangat merasa sedih. Pengalaman masa kecil menjadi hal yang mengaggumkan dan menjadi dasar. Tetapi apakah terus berhenti pada masa kecil. Tidak! Nah kadang-kadang di sini terjadi apa? Sudah mahasiswa-mahasiswi, sudah bekerja, sudah berkeluarga. Tetapi ketika bertanya pengalaman-pengalaman yang diacu pada masa kecil. Jadi kemampuan akademiknya sudah mahasiswa tetapi kemampuan dalam keagamaannya masih SD atau TK. Yah kalau kemampuan akademik kita mahasiswa, ya perlu dong cara pandang, cara berkomunikasi dengan Allah itu juga mengalami pendewasaan. Maka saya mengajak kita semua untuk melihat di bagian bawah. Perayaan ekaristi minggu ke-21 tahun ke C yaitu 25 Agustus 2019 (hari ini). Minggu biasa 21 apa itu? Kemudian tahun C, apa itu? Tadi kan sudah lihat di teks. Apa sih? Nah dari sini kita tahu bahwa tahun liturgi atau tahun Gerejawi itu ada tahun 1A, 1B, dan 1C. Lalu ada tahun 2A, 2B gunanya apa? Lalu sesudah itu juga ada minggu biasa 21. Jumlahnya berapa minggu biasa itu jumlahnya berapa? Coba anggota koor? Ha? Coba tadi, kalau udah ngomong jangan nunduk dong. Jumlahny 34. Minggu biasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
Selain minggu biasa, minggu istimewah. Ya yang namanya martabak aja ada yang istimewa, iya kan, kan ada martabak itimewah.
Minggu khususnya apa? Minggu adven, prapaskah, paskah. Nah ini. Jadi kalau bilang ohh di sini. Jumlahnya ada berapa? Satu tahun berapa? Pasti ini belum punya pacar ini. Kalau satu tahun itu kan, berapa minggu pak? Nah, hayo berapa minggu? 52. Nah 52 minggu itu yang biasa. Di dalam tahun itu kemudian dilingkar-lingkari. Awal tahun itu kapan? Minggu pertama di masa adven, maka di altar ada lilin adven, berapa? Ada 4. Itulah lingkaran persiapan natal, lalu lewat, minggu pertama, kedua lalu pada lingkaran prapaskah. Ada paskah, sesudah paskah lalu minggu biasa. Dengan demikian di dalam pengalaman yang manusiawi ini lalu ditempatkan liturgi. Sehingga dalam pengalaman manusia yaitu pengalaman bersama Allah. Itu selalu berulang setiap tahun yah? Lalu selama 6 tahun ditempatkan seperti itu, kemudian Gereja memberikan bacaan dari kitab Kejadian sampai kitab Wahyu. Semisalnya anda sekalian tidak pernah membaca kitab suci tetapi selalu ke Gereja. Itulah kebaikan yang dilakukan Gereja. Menyediakan tahun liturgi bagi yang malas membaca kitab suci sendiri. Mulai ngangguk-ngangguk iki. Dulu pelajaran di SD, SMP dan SMA gak ada kan yang seperti ini? Baru mendapatkan saat ini. Hal yang kedua yang membedakan minggu biasa dan minggu adven adalah bacaan kitab sucinya. Oleh karena itu dibuat resep dari kitab kejadian sampai kitab wahyu. Dalam teks yang hadir adalah gambaran tentang Allah. Bagaimana mau mengambarkan Allah? Tuhan apakah sedikit orang yang dielamatkan. Tuhan tidak menjawab secara langsung, tetapi memberi perumpamaan-perumpamaan.
Bemacam-macam kan gambaran jika orang mengetuk pintu, kalau orang Ambon gimana? Buka pintu, buka pintu, beta mau masuk. Mau menggambarkan orang yang mau masuk tok tok tok.. Orang Jawa “Kulo nuwun, Monggo. Niki sinten, kulo sinten. Matur nuwun. Itu merupakan relasi antara tuan rumah dan tamu. Tetapi itu menggambarkan relasi manusia dengan Allah. Pengalaman seperti apa. Di dalam kita suci ada begitu banyak pengalaman-pengalaman dengan Allah. Belum lagi kalau kita ngomong, Allah itu kan pencipta, nah pencipta itu seperti apa? Orangtua kita pencipta bukan? Kita ini lahir dari rahim ibu. Ya yang membetulkan jam itu juga pencipta. Kemarin minggu yang lalu, ada pertunjukan wayang kulit, nah itu juga pencipta. Pencipta itu bermacam-macam. Aku percaya akan Allah pencipta langit dan bumi. Perasaan pencipta seperti apa? Tergantung situasinya. Kalau sedang merasa nasibnya sudah jelek Allah kok menjadi sutradara yang jelek. Nah ini pengetahuan kita tentang Allah berbeda. Begitu selanjutnya kalau saya jelaskan semua gak selesai-selesai. Tetapi lihat, inilah kehidupan iman kita. Maka marilah kita bersyukur atas kekayaan, pengalaman dan warisan Gereja yang menjadi bagian kekayaan kita. Iman yang menyertai kehidupan manusia. Kita ucapkan syukur kita kepada Tuhan sang pencipta. Aku percaya...........
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
3. Homili pada hari Minggu 1 September 2019 di Kapel St Robertus Bellarminus Yogyakarta
Bapak Ibu, saudara-saudari yang terkasih. Di depan tadi, sebagai
pengantar saya sudah menyampaikan tentang cara menyikapi kejadian yang sering terjadi disekitar kita. Bukan hanya kejadian yang terjadi di Surabaya, barangkali hal tersebut dapat terjadi di sekitar kita. Maka ketika saya menemukan bacaan injil, bacaan-bacaan yang sering kita dengar hari ini. Kita diajak untuk melihat satu pengalaman ketika saya itu di Papua. Waktu saya frater, 10 tahun yang lalu, 2009-2011 sebagai frater saya bekerja di Papua. Saya bekerja di sebuah sekolah Yesuit yang mempunyai asrama. Lalu saya tinggal di asrama lalu mengajar dan menjadi subpamong biasa. Di asrama dan sekolah selalu mengedepankan kedisiplinan. Coba bayangkan di asrama itu, yang paling sulit adalah bangun pagi. Bangun pagi sebagai pembina asrama jam 5 harus sudah keliling membangunkan anak-anak asrama. Bangun.. bangun.. bangun. Lalu jam 7 kurang saya sudah harus sudah siap berada di gerbang SMA. Tugas saya adalah membunyikan bel dengan keras, lalu setelah jam masuk kelas saya menuju pintu gerbang untuk menutup gerbang. Bagi yang terlambat tidak boleh masuk kelas kemudian saya harus memberi nasihat tentang kedisiplinan waktu dan lain sebagainya. Tetapi kadang-kadang saya merasa kasihan, ada beberapa yang lari-lari dari angkot. Nah, saya senang menikmati proses kehidupan muda tersebut dan menjadi teman mereka dalam proses pendidikan. Ada yang berusaha sekuat tenaga untuk belajar.
Nah suatu hari kami mengadakan rekoleksi satu poin yang saya minta untuk direfleksikan lalu mereka menuliskan pengalaman yang paling mengesankan di sekolah kami dan setiap minggu. beberapa hari sebelumnya saya mempunyai bayangan bahwa mereka akan menulis hal-hal yang sangat berkesan tentang guru, pamonya, kepala sekolah atau jesuit dan saya akan menjadi salah satu di sana. Tetapi yang mereka tuliskan adalah seorang yang berusia 70 tahun yang sudah sangat lama tinggal dan berkarya di Papua. Tugasnya adalah menata taman, membersikan taman. Dan mereka tulis tentang bruder ini, saya telah menjadi saksi bagaimana beliau memberikan hidupnya untuk membersihkan taman dari pagi dengan membawa alat kebersihan sampai siang. Setelah makan siang kembali lagi untuk membersihkan taman tersebut. Ternyata anak-anak SMA ini sangat suka dengan bruder karena tidak banyak ngomong seperti saya, dia adalah orang yang lembur, baik, ramah. Jadi kalau ada orang yang datang padanya dia sambut dengan senyum dan mengajak berbicara. Kalau sore saya membiarkan anak asrama berbicara dengannya. Anak-anak melihat bahwa hidup dari bruder tersebut telah menjadi pelajaran bagi mereka. karena dia tidak peduli apakah dia diterima atau tidak, dia hanya melakukan hal yang membuat dirinya senang dengan cara melayani. Bruder ini sangat mencintai anak-anak kami.
Bapak ibu saudara, saudari terkasih, dalam bacaan hari ini saya teringat pengalaman dalam iman “Barang siapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barang siapa merendahkan diri aakan ditinggikan di kerajaan surga”. Saya ingin mengajak kita semua untuk keluar dari keterpusatan terhadap diri sendiri dan mau memberikan diri kita untuk sesama kita. Orang seperti itu akan senantiasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
diterima oleh orang lain. Maka dalam hal ini, kita diminta untuk keluar dari diri sendiri dan menghormati orang-orang yang berada di sekitar kita. Kalau kita menghormati orang lain berbeda artinya kalau ketika kita menunjukkan diri sendiri supaya dihormati oleh orang lain.
Tetapi Yesus mengajarkan untuk selalu bersikap rendah hati dan saling berbagi kasih dan menghormati orang lain. Tetapi kalau saya melihat zaman kita yang sekarang ini kesempatan kita terkadang ditentukan oleh sesuatu yang berada di luar diri kita. Maka marilah kita senantiasa berbagi dan saling membantu, penuh rahmat dan rendaah hati terhdapat sesama adalah perbuatan yang mulia.
4. Homili pada hari Sabtu, 7 September 2019 di Gereja Pringwulung oleh Romo Rosarius Sapto Nugroho, Pr
Bapak Ibu, saudara-saudari yang terkasih. Jarang-jarang sekali kita
diperkenalkan oleh Tuhan kepada kita, yaitu .. yang diberikan Tuhan kepada orang-orang yang mau menikuti Dia. Dan ketika banyak orang mau mengikuti Dia, maka Tuhan mengatakan “Barang siapa tidak memanggul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku”. Maka jalan Tuhan atau cara Allah merasa, cara Allah berfikir, dan cara Allah berpindah, itu namanya Salib. Jika dalam salib kita benar-benar melihat, bagaimana Allah berpindah kepada kita manusia. Ia memberikan diri sepenuhnya kepada manusia. Pemberian diri salib itu bukan hanya terjadi ketika kita diadili sampai di puncak Golgota. Tapi pemberian diri salib itu sudah mulai terjadi, ketika Ia berkarya di tengah-tengah manusia. Ketika Ia menyembuhkan orang-orang sakit, ketika Ia me.. menyembuhkan orang-orang yang kerasukan setan, ketika Ia a.. mengampuni orang-orang yang berdosa, ketika Ia menjadi bahan perbantahan di tengah-tengah bangsa Israel.
Sampai akhirnya perbantahan itu memuncak dan mengalami kepenuhan ketika Ia harus dihukum mati. Yang terjadi semuanya, perjalanan salib itu terpenuhi sampai Ia wafat. Tetapi Allah membangkitkan Ia dengan penuh kemuliaannya kepada kita. Itulah jalan salib, jalan cinta kasih, jalan penyerahan diri cara Allah berpikir dan merasa, cara Allah berpindah untuk kita manusia. Bagaimana cara itu terwujud atau nyata dalam kehidupan kita sehari-hari atau akan kita wujudkan dalam kehidupan kita. Tidak perlu dengan penjelasan teori yang panjang kali lebar. Kita cukup bisa melihat pengalaman diri kita sendiri bagaimana jalan salib Allah itu membuat kita mengalami kepenuhan hidup. Saya bertanya kepada kaum muda.
Kalian yang datang dari berbagai macam tempat di kota ini, di Jogja akhirnya di Pringwulung ini. Kalian mengalami rasa bahwa hidup kalian sungguh-sungguh penuh sebagai seorang anak yang menjalani masa belajar di sini. Ketika kalian mencurahkan seluruh tenaga dan waktu kalian untuk menyelsaikan study yah secepat mungkin. Dan itu berarti perjuangan kalian, dan itu berarti totalitas. Atau justru ketika kalian bersantai-santai di sini dan selesai dengan beberapa tahun. Maka, yang membuat kalian merasa bisa menanggungnya. Itulah salib. Bapak-bapak, Ibu-ibu, mana yang merasa, yang membuat bapa ibu merasa sungguh-sungguh sebagai bapak, suami dan sebagai Ibu dan istri, ketika telah mengalami berbagai macam perjuangan yang berat untuk setia dan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
menghidupi keluarga. Pada saat perjuangan, pada saat pengorbanan terlaksana atau justru ketika bapak dan Ibu mencari keinginan diri sendiri. Anak-anak yang menjadi anak sama aja.
Itulah cara Allah berpikir dan cara Allah bertindak yang sungguh-sungguh nyata dapat kita rasakan di dalam kehidupan kita sehari-hari. di situlah kita mengalami salib dan jalan cinta kasih dan akhirnya, sebagai umat beriman, sebagai warga Gereja paroki Pringwulung, apakah bapak Ibu sungguh-sungguh merasa aku ini umat paroki Pringwulung, ketika hanya mengikuti misa hari minggu atau dengan penuh perjuangan, menyisihkan waktu untuk mengikuti berbagai macam pelayanan dan kegiatan yang diadakan oleh Gereja, baik di tingkat paroki maupun lingkungan. Bapak ibu merasa aku ketika semakin rajin mengikuti pertemuan-pertemuan dalam bulan kitab suci nasional atau justru ketika semakin menghindari pertemuan-pertemuan itu. Mana yang membuat hidup kita menjadi penuh sebagai warga Gereja. Umat paroki Pringwulung. umat Katolik. itulah jalan Allah, itulah kebijaksanaan Allah kepada kita, supaya dalam kebijaksanaan salib itu hidup menjadi penuh.
Maka marilah kita memohon supaya jalan Allah yang dibawa oleh putra-Nya nampak di dalam salib-Nya yang penuh cinta kasih. Juga menjadi jalan hidup kita yang nyata di dalam perjuangan hidup kita yang konkrit, di setiap jalan kehidupan kita yang nyata. Sehingga dari waktu ke waktu kita menjadi murid yang semakin setia kepada Allah, kita dapat menjadi murid yang semakin menerti atau dikehendaki oleh Allah Tuhan kita.
5. Homili pada tanggal, 21 September 2019 oleh Romo Rosarius Sapto Nugroho di Gereja Santo Yohanes Pringwulung
Bapa ibu, saudara-saudari yang terkasih. Bacaan yang kita dengar hari ini,
berbicara tentang kecerdikan manusia untuk mencari jaminan hidup dan dalam memperoleh keuntungan. Dalam bacaan yang pertama, diceritakan orang-orang israel yang ingin memperoleh keuntungan dengan berbuat curang kepada orang-orang miskin. Mereka berpikir saat pesta bulan berlalu, supaya kita boleh berdagang terigu; dan bila hari sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan takaran dan berbuat curang dengan neraca palsu. Itulah yang dilakukan orang untuk memperoleh keuntungan. Timbangannya, apa eh.. diperkecil supaya keuntungannya lebih besar kan?. bahkan mereka berpikir kapan hari sabat segera berlalu. Bisa juga kita melakukan hal yang sama, agar misa cepat selesai. Homili itu kalau lama membosankan, iya kan? bacaan itu kalau lama pengen cepat-cepat selesai. Doa-doa lingkungan kalau lama buang-buang waktu. Hal tersebut tidak menarik dan semuanya ingin cepat selesai. Kalau misa sabtu sore itu cepat selesai, supaya bisa segera traveling, ke mall supaya bisa segera a jalan-jalan ke warung kopi dan sebagainya. Itu semuanya biar cepat berlalu hanya untuk mencari apa yang kita inginkan untuk diri kita sendiri. Maka ikut misa ya, biar cepat beralu, sehingga apa? Sehingga yang terjadi adalah perasaan kita tidak tenang dan berharap homili cepat selesai. Misa itu yah seperti orang Jawa itu mengatakan ala ora, ala ora gimana itu bahasa Indonesianya. Niat-niat yang gak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
gitu. Nyanyi aja buka mulut ngiritlah.....Nyanyi aja malas yah, menjawab doa-doa dengan lantang aja males. Kapan hari sabat berlalu, kapan misa itu selesai. Itu kecerdikan manusia untuk memperoleh apa yang diinginkan.
Padahal Tuhan mengkehendaki kita, supaya kita terus menggunakan naluri untuk memberi keselamatan pribadi. Kalau untuk memperoleh jalan kebenaran, usahanya seperti itu, mengapa kita tidak dapat melakukannya untuk hal-hal yang memiliki nilai bagi kehidupan kita yang abadi. Kalau janji dengan teman-teman untuk reuni atau ngopi atau apalagi yang lain, disempat-sempatkan. Mengapa kita berani menyempat-nyempatkan diri untuk ikut pendalaman iman dalam lingkup paroki yang hampir selesai, dalam pertemuan doa-doa lingkungan. Anak-anak kost kalau diajak doa lingkungan yah alasannya ada tugaslah, di kampuslah, sibuk dan lain sebagainya. Ya pergi, dari sabtu siang sampai sabtu sore, balik lagi ketika petugas koor sudah pada berangkat. Ada begitu banyak alasan untuk menghindari Tuhan. Ada begitu banyak alasan untuk melarikan diri dari Tuhan. Bapa Ibu saudara-saudari yang terkasih, marilah kita bersama-sama mohon supaya setiap kehidupan yang kita terima dalam perayaan ekaristi memberi kekuatan kepada kita semua untuk mengejar keselamatan dan kehidupan sejati yang harus kita miliki tiap hari dalam perjuangan kita untuk hidup mengereja dan menghayati iman kita bersama dengan seluruh umat.
6. Tuturan homili yang disampaikan oleh Romo Hartana di Kapel Santo Robertus Bellarminus pada hari Minggu, 22 September 2019
Jika bapak ibu, suster, romo, bruder membaca teks hari ini. Tadi ada dibagikan? Ada? Gak ada? Oke. Kok bisa bendahara yang tidak jujur dipuji Tuhan. Tapi yang benar adalah seratus tempayan minyak.Tadi yang utang gandum, berapa pikul? Seratus, suruh bayar berapa? Kok bisa. Aku juga bingung. Mari kita lihat bersama. Mengapa bendahara ini dipuji Tuhan? Karena cerdik. Saudara-saudara terkasih di depan pengantar, saya memberikan istilah ekologi. Oikos and nomos. Oikos itu rumah dan nomos itu apa? Nomos adalah sebuah aturan. Jadi, aturan rumah tangga. Tadi yang saya istilahkan itu nanti kesimpulannya ekonomi rohani. Bagaimana saya mengatur kehidupan rohani saya dan saya mengatur kehidupan pribadi saya sebagai seorang pengikut Kristus. Saudara-saudara, dalam ekonomi, tidak ada orang yang membantu itu, yah tidak diperkenankan bunga.
Kenapa dalam bacaan injil, bendahara yang cerdik itu dipuji Tuhan? Kenapa tidak meminjam uang? Uang bukan menjadi tradisi orang-orang yang pada saat itu. Biasanya orang hanya meminjam barang. Kalau saya meminjam barang 50 tempayan minyak, maka saya harus mengembalikan 50 tempayan minyak. Maka si tuan tanah, eh kok si tuan tanah. Si tuan tadi memberi dengan 100% kepada peminjam minyak. Kenapa 100% untuk minyak dan gandum itu sekitar 20 – 25 %. Kalau orang meminjam minyak, maka ia harus mengembalikan minyak untuk apa? Untuk mengurangi kecurangan. Yah dicampur air, di atasnya air apa minyaknya? Minyaknya yah, untuk mengurangani kecurangan. Kalau gandum mungkin juga bisa dicampur tetapi minyak itu lebih mahal. Sekali lagi, minyak itu diberi bunga 20%. Ketika bendahara tadi dipanggil tuannya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
terjadi adalah utangnya 100, oke, buatlah surat hutangmu 50! Artinya tidak merugikan 50 tempayan minyak yang menjadi milik tuannya. Karena yang dihapuskan adalah 50 tempayan minyak. Kalau dia dikeluarkan oleh tuannya, maka dikatakan bahwa peluru tidak boleh ada bendahara. 50 tempayan minyak diberi bunga 100 %, gandum diberi bunga 20-25%. Pas, aku juga pertama membaca injil itu bingung. Tetapi, ohh ini yang dimaksudkan bendahara itu memang selama mengelola keuangan tuannya, menghambur-hamburkan uangnya, memboroskan. Dalam keadaan genting, dalam keadaan diminta tanggungjawab, dia bahkan bisa membuat percaya yaitu apa supaya dia menuruti hukumnya.
Saudara terkasih, kalau Yesus memberikan perumpamaan dalam kehidupan sehari-hari, pertama kita itu sudah dibeli oleh Tuhan. Gak percaya, saya baca Korintus. “Sebab kamu telah dibelikan harga 16 juta yen. Yesus membayar bukan dengan minyak, bukan dengan gandum tetapi dengan darah. Artinya apa kita semua sudah dibeli oleh Yesus. Berapa harganya? Tergantung apa perbuatan anda. Tergantung anda mengembangkan talenta yang ada dalam diri anda masing-masing. Karena apa? Karena Yesus akan meminta pertanggungjawaban anda dan kita semua. Maka karena kita sudah dibeli oleh Yesus Kristus yang telah menebus kita dengan darah-darah-Nya. Yang berarti apa? Berarti kita sudah menjadi hidup dalam Kristus. Apakah saya sebagaipribadi sudah bisa mengelola milik kita? Mengelola milik kita artinya mengelola hidup kita. Ekonomi berarti pengelolaan atau hukum rumah tangga. Kita sudah diberi kebebasan apapun itu masalahnya adalah apakah saya sudah menerima kebebsan itu dengan tanggungjawab. Seperti dikatakan dalam bacaan pertama. Bacaan pertama mengatakan bahwa banyak orang-orang menggunakan uang orang miskin untuk kepentingan pribadi. Saudara terkasih , sebelum terlambat, bisa jadi Tuhan meminta pertanggunjawaban kita setelah pulang gereja. Bisa jadi yaTuhan meminta pertanggunjawaban kita semua kan agar sesuai dengan kehendak Tuhan.
Mari, kita berdoa dan bertobat seperti bendahara yang cerdik tadi. Dalam hati kita, apakah dalam hidup kita, kita sungguh-sungguh mengelola hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan. Itu yang pertama. Kalau belum makan masih ada kesempatan untuk mengelola hidup kita menjadi lebih baik lagi. Marilah kita memohon rahmat dari Tuhan. Hari ini kita belajar dari bendahara yang cerdik. Kita diberi kesempatan untuk mengelola hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan dan kita harus mempertanggungjawabkan apa yang diberikan Tuhan kepada kita semua. Contoh konkrit jika bapak ibu diberikan anak. Maka sudahkah saya sungguh-sungguh merawat anak yang dikirimkan Tuhan kepada kita. Kita memohon rahmat kepada Tuhan untuk dapat mengelola kehidupan ekonomi rohani kita. Kemuliaan kepada bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
7. Tuturan homili pada tanggal, 28 September 2019 di Gereja Pringwulung
Surat gembala dari Keuskupan Agung Semarang yang disampaikan oleh Mgr Robertus Robiatmoko
Para romo, bruder, suster, bapak, ibu, saudara-saudariku anak muda yang terkasih dalam Tuhan, berkah dalem. Bagaimana kabarnya? Semua baik-baik aja kan? Syukur kepada Tuhan. Syukur kepada Tuhan. Seperti saudara-saudari ketahui, Bapa Suci, Paus Fransiskus, telah menetapkan bulan Oktober tahun ini sebagai “Bulan Misi Luar Biasa”. Penetapan ini dibuat dalam rangka menyambut genap 100 tahun Surat Apostolik tentang pewartaan Injil yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus XV pada tanggal 30 November 1919. Melalui Surat Apostolik ini, Paus Benediktus XV mendorong kita semua untuk terus memberi perhatian pada tugas misi Gereja, yakni mewartakan Injil kepada dunia. Tugas mewartakan Injil ini berawal dari perintah Yesus sebelum naik ke surga, sebagaimana dapat kita simak dalam Injil Markus 16,15 “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk”.
Surat Apostolik tentang pewartaan kabar sukacita Injil ke seluruh dunia ini ditulis dengan tiga (3) tujuan utama:
1. Memberi dorongan semangat baru terhadap tanggungjawab misioner guna mewartakan Injil, karena hal ini merupakan kodrat Gereja. Artinya, keberadaan Gereja tidak dapat dipisahkan dari perutusan untuk mewartakan Injil. Secara khusus Bapa Paus memberikan sapaan dan dorongan kepada 1) mereka yang bertanggungjawab atas tugas misi, 2) para misionaris, dan 3) seluruh umat Katolik.
2. Memaknai karya misi secara injili, bahwa karya misi atau pewartaan Injil harus dibebaskan dari segala macam bentuk penjajahan dan tujuan-tujuan penguasaan yang pasti justru menyebabkan kehancuran. Pewartaan Injil dilaksanakan dalam semangat cinta kasih kebapaan untuk mengantar semua manusia kepada rengkuhan Allah (bdk. MI 41).
3. Menolak segala bentuk kepentingan dan agenda-agenda terselubung di balik karya misi. Gereja bersifat universal dan terbuka bagi semua orang. Karena itu karya misi dilakukan hanya demi pewartaan dan penyebaran cinta kasih Tuhan Yesus melalui kesucian hidup dan karya-karya baik, agar semakin banyak orang mengalami keselamatan.
Saudari-Saudara yang terkasih dalam Kristus. Kita memulai Bulan Misi Luar Biasa ini dengan merayakan pesta Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus pada tanggal 1 Oktober. Santa Theresia digelari Perawan dan Pujangga Gereja serta dijadikan pelindung karya misi Gereja oleh Paus Pius XI, kendati dia tidak pernah menjalani tugas keluar dari negerinya sebagai misionaris. Dia bermisi melalui doa-doa dan keteladanan hidup sederhana serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
kesungguhannya dalam mencintai Yesus. Karena cintanya kepada Yesus, Santa Theresia membaktikan diri sepenuhnya kepada-Nya. Dalam buku “Kisah Satu Jiwa” yang ditulisnya, dia membagikan buah-buah permenungan dan penghayatan akan cintanya pada Yesus. Antara lain dia menulis: “Tuhan tidak menginginkan kita untuk melakukan ini ataupun itu. Ia ingin kita mencintai-Nya”. Sebelum meninggal pada tanggal 30 September 1897, Santa Theresia memandang salib Yesus dan berbisik lembut: “O, aku cinta pada-Nya, Tuhanku, aku cinta pada-Mu!” Dalam autobiografinya, Santa Theresia juga menuliskan cintanya yang besar kepada Yesus demikian: “Di suatu hari Minggu kupandang Yesus di salib. Hatiku tersentuh oleh darah yang menetes dari tangan-Nya yang kudus. Kurasa sungguh sayang, sebab darah itu menetes ke tanah tanpa ada yang menampungnya. Akupun memutuskan untuk dalam Roh tinggal di kaki salib supaya dapat menampung darah Ilahi yang tercurah dari salib itu, dan aku mengerti bahwa setelah itu aku harus menuangkannya atas jiwa-jiwa”.
Saudari-Saudara terkasih dalam Kristus, Bapa Suci Fransiskus mengajak kita semua untuk menjadikan Bulan Misi Luar Biasa ini sebagai kesempatan penuh rahmat dan subur untuk mengembangkan semangat misioner ini, melalui berbagai upaya, antara lain: mengintensifkan doa pewartaan Injil, merefleksikan Kitab Suci dan teologi tentang misi, serta menjalankan karya-karya amal-karitatif dan karya-karya konkret dalam kerjasama dan solidaritas antar-gereja. Dengan demikian semangat misioner dibangkitkan dan tak pernah hilang dalam kehidupan Gereja. Bermisi di zaman ini bukan pertama-tama pergi ke daerah terpencil untuk berkarya di sana, namun berbuat sesuatu agar warta sukacita keselamatan sampai kepada semua orang. Mengenai hal ini, Bapa Suci Fransiskus menegaskan bahwa bermisi berarti mengembangkan relasi kemanusiaan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama. Karena itu tugas misi kita laksanakan pertama-tama dengan membangun relasi dan komunikasi yang memungkinkan bertumbuh dan berkembangnya kasih satu sama lain. Kalau suasana dan kondisi ini tercipta, maka kehidupan bersama pun akan terwarnai oleh kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan. Ini semua dapat kita mulai dari lingkup terdekat kita, misalnya keluarga dan komunitas kita masing-masing. Pertanyaannya, bagaimana itu semua dapat kita lakukan?
Saudari-Saudara yang terkasih dalam Kristus. Sabda Tuhan yang kita dengarkan pada Minggu Biasa XXVI hari ini memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Dapat dikatakan secara sederhana bahwa bermisi berarti keluar dari diri dan keluar dari kepentingan diri sendiri. Bacaan I (Amos 6,1a.4-7) menjelaskannya bahwa tugas misioner dapat dilaksanakan dengan “menjadi peduli kepada sesama, khususnya mereka yang ada dalam kekurangan”. Sedangkan Bacaan II (1Timotius 6,11-16) menegaskan bahwa tugas ini akan menjadi nyata ketika kita “menjadi manusia Allah yang menjauhi semua kejahatan, dan yang mengejar keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan”. Dan Yesus dalam injil Lukas (16,19-31) memberikan gambaran nasib orang kaya yang selama hidupnya hanya memikirkan diri sendiri, serta tidak peduli pada kepentingan orang lain, seperti Lazarus yang menderita. Di balik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
gambaran ini Yesus mengajak kita semua untuk hidup dalam kepedulian dan perhatian pada orang lain.
Pada kesempatan yang indah ini, saya mengajak Saudari-Saudara terkasih untuk menanggapi ajakan sabda Tuhan untuk mewartakan dan mewujdukan kembali kasih Yesus dalam kepedulian dan perhatian kita pada kepentingan orang lain di sekitar kita, khususnya mereka yang “kecingkrangan” (serba kekurangan), antara lain karena kesusahan, derita, kemiskinan, ketidakadilan, dan penindasan. Semoga Bulan Misi Luar Biasa selama Oktober ini, yang masih diharapkan oleh Bapa Suci terus dihayati hingga Oktober tahun 2020, benar-benar menjadi kesempatan penuh rahmat untuk membarui kesungguhan kita menjadi saksi Injil Kristus. Semoga Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus dan Santo Fransiskus Xaverius, para pelindung karya misi, terus mendoakan kita agar dapat menjadi saksi iman yang tangguh.
Selamat mewujudkan panggilan misioner. Semoga kita pun memiliki semangat Santo Paulus untuk senantiasa memberitakan Injil dengan berkata: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1Korintus 9,16).
Para romo, suster, bruder, bapa ibu serta kaum muda yang terkasih. Mengakhiri sapaan ini, marilah kita berdoa agar kita semua semakin dikuatkan untuk menjadi pewartakan injil terutama dengan kepedulian kita dan semoga berkat Allah yang mahakusa senantiasa memberkati kita Bapa Putra dan Roh Kudus. Amin
Berkah Dalem
Sumber:https://paroki-sragen.or.id/2019/10/11/surat-gembala-uskup-agung-semarang-menyambut-bulan-misi-luar-biasa-oktober-2019/ diunduh pada tanggal 30 September 2019
8. Homili pada hari Minggu, 29 September 2019 di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta
Injil hari ini, bukan hanya sekedar memahami tetapi mari kita lihat. Di sini terdapat dua sisi yaitu orang kaya dan Lazarus. Sayangnya Lazarus diceritakan sebagai orang yang miskin. Seseorang menjadi kaya karena dia tidak bermalas-malasan, mungkin dengan kerja kerasnya dia menjadi orang yang kaya. Mengapa Lazarus menjadi seorang pengemis, tentu karena dia tidak bekerja atau malas, tidak berusaha dan menjadi tukang minta-minta. Bisa jadi kan hal seperti itu terjadi. Jadi, kita perlu melihat dari beberapa sisi tentang injil hari ini.
Coba kita lihat dalam perspektif orang kaya. Mungkin selama hidupnya dia selalu bekerja, beruasaha, mengumpulkan kekayaannya, sehingga semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
banyak harta yang dia kumpulkan. Sedangkan yang miskin yah mereka yang tidak mempunyai niat untuk berusaha dan bekerja keras, hanya mengemis, bermalas-malasan dan hanya mengharapkan upah dari orang lain. Sehingga yang terjadi adalah mereka tidak memiliki harta sepeserpun. Ada orang yang miskin sekali tetapi kaya di hadapan Tuhan. Akan tetapi orang yang kaya juga bisa mengalami kebangkitan di hadapan Allah. Mungkin saja ya injil hari ini ingin menegaskan kepada kita bahwa Lazarus yang malas dan tidak memiliki apaun. Akan tetapi perlu kita lihat juga bahwa kita tidak boleh hidup sebagai peminta-minta atau seperti Lazarus dalam injil hari ini. Jika ingin menjadi kaya, kita harus bekerja keras dan selalu berusaha.
Si Lazarus menjadi miskin karena tidak bekerja dan tidak berusaha sekeras mungkin. Sementara orang kaya ini, mungkin kekayaannya itu dia dapatkan dari hasil kerja kerasnya sendiri. Anak dari orang kaya selalu menghamburkan harta kekayaannya yah karena yang mereka dapatkan dari hasil kerja keras mereka. Dalam injil hari ini kita tidak hanya melihat perspektif seseorang tetapi kita melihat kedua-duanya. Bukan berarti saya membela orang yang kaya yah? Ketika kita melihat dari sudut pandang orang kaya tersebut, dia akan menderita di akirat. Hal itu terjadi karena ketika masa hidupnya orang kaya ini sangat sombong dan tidak mau berbagi harta kekayaannya kepada orang yang membutuhkan. Dalam ajaran iman kita, kita diajarkan untuk saling berbagi kepada orang yang membutuhkan tanpa meminta imbalan, kita diajarkan untuk saling menolong sesama di kehidupan kita ini. Maka dari injil hari ini kita belajar bahwa kedua-duanya harus kita lakukan untuk memperoleh hidup yang kekal.
Maka marilah kita bersama-sama untuk saling mewujudkan dengan cara berbagai, menebarkan kebaikan, cinta kasih dan tidak bersikap sombong terhadap sesama dan yang paling penting adalah selalu berusaha dan belajar untuk menjadi lebih baik. Kemuliaan kepada Bapa Putra dan Roh Kudus. Amin
9. Homili pada hari Minggu, 6 Oktober 2019 di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta
Bapa, Ibu dan saudara/i yang terkasih dalam Kristus. Dalam injil yang kita denarkan hari ini, bahwa hal yang ingin disampaikan cukup jelas. tetapi sebenarnya akan berbeda ketika kita melihat konteks dalam bacaan pagi hari ini. Konteks yang kita temukan dalam bacaan injil Lukas 17: 1-4. Waktu it Yesus mengatakan kepada para rasul, yaitu pertama, supaya tidak menimbulkan kesesatan kepada orang lain dan yang kedua supaya mudah mengampuni, bahkan kalau banyak orang yang melakukan keslahan, maka kita harus berusaha untuk mengampuni. Ya ketika kita mengampuni dlam diri kita seharusnya tidak boleh ada apa? Ada dendam. Kita harus mengasihi sesama kita.
Saat itu para rasul meminta kepada Tuhan “ Tuhan tolong tambahkanlah iman kami” tetapi Tuhan menjawab di luar dugaan para rasul. Iman itu perlu, sangat perlu, tetapi bahkan ketika iman kita ingin nambah dan sungguh-sungguh percaya, maka ya yang kita lakukan adalah menyebarkan kebaikan. Artinya membagi kebaikan terhadap sesama atau orang lain. Dalam ayat yang ke-6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
mengatakan “Sekiranya kamu memiliki iman sebanyak biji sesawi, kamu dpat berkata kepada pohon ara ini, terbantulah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan pohon itu akan menurutimu”. Apakah ada yang tau maksud dari ayat ini? Ada yang tau gak? Pohon ara akan tumbuh di laut. Lah akarnya gimana? Tumbuhan tersebut ketika tanam di laut itu tidak akan terjadi. Di sini Yesus mengajarkan bukan hanya tokoh tetapi pendalaman iman dan cinta kasih.
Yesus mengajarkan kepada kita, kalau kita melayani Tuhan dan melayani sesama. Hendaknya kita melakukan semuanya itu bukan karena kita ingin mendapatkan imbalan, bukan karena ingin mendapatkan reward ya, atau bukan karena kita ingin mendapatkan pujian dari orang lain, tetapi melakukan hal tersebut dengan setulus hati tanpa ingin mendapatkan apa-apa. Hal tersebut merupakan iman kita. Itu yang dikatakan Yesus kepada para murid. kita telah diberikan banyak hal oleh Tuhan. Maka dari itu, kita harus melakukan kebaikan sebanyak mungkin terhadap sesama saudara kita.
Oleh karena itu, bapa ibu, saudara/i terkasih marilah kita sama-sama menyebarkan kebaikan supaya iman kita semakin kuat dan kokoh, serta harapan kita semakin dikuatkan. Kemuliaan kepada Bapa dan Putraa dan Roh Kudus. Amin
10. Homili pada hari Minggu, 13 Oktober 2019 di Kapel ST Robertus Bellarminus Yogyakarta
Tema: Barang Siapa Percaya Akan Allah, Ia Akan Disembuhkan. Injil Lukas 17:11-19 (Romo Ignasius Trisna dan romo Handoko (Keuskupan Palembang) Ke supermarket beli anggur Anak muda di Jogja Jangan lupa bersyukur Hidup bahagia enteng rasanya
Suster, bapak, ibu, saudara/i yang terkasih, selamat pagi. Pada pagi hari ini, saya sangat bersyukur khususnya dalam perayaan ekaristi hari ini. Ketika saya masih kecil, orangtua saya juga seperti orangtua bapak ibu saudara/i semuanya.
Ketika ada orang yang memberi pasti selalu mengungkapkan? (terima kasih) Ketika ada orang memberi akan selalu jawab dengan kata? Terima kasih Ketika ada orang memberi akan selalu jawab dengan kata? Terima kasih Saya kira ke-9 orang itu ada di antara kita.
Hanya ada satu orang yang mengucapkan terima kasih kepada Tuhan. Kalau kita melihat injil hari ini, 10 orang kusta itu mendatangi Yesus untuk disembuhkan. Karena berdasarkan hukum taurat, orang yang menderita penyakit kusta tidak boleh dekat dengan orang yang sehat. Saya juga gak tau penyakit kusta itu seperti apa. Mereka harus menjauh dari orang-orang yang sehat. Antara orang yang kusta dengan Yesus, jadi harus ada jarak seperti saya dan bapa ibu. Tetapi bukan bapa ibu yang menderita penyakit kusta yah? Jadi, sudah tau yah orang kusta itu seperti apa. Dan ketika orang kusta ini melihat Yesus, mereka berterik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
“Yesus,yesus kasihanilah kami”, dan yang dilakukan Yesus adalah bukannya mendatangi mereka dan menyembuhkan. Tetapi di sini Yesus mengatakan “Pergilah kepada imam-imam tunjukanlah dirimu”.
Lah, wong kitanya ingin sembuh kok disuruh menuju imam-imam. Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan apa yang mereka minta. Kita juga seringkali mengalami hal seperti itu. Ketika membutuhkan Tuhan, baru mau berdoa, mau ke gereja dan bersujud, ketika mau ujian selalu meminta kepada Yesus “Yesus, Yesus, kasihanilah aku, semoga aku lulus, selalu mendapatkan nilaiA dan memiliki IPK yang tinggi”. Tetapi Yesus mengatakan, pergilah kepada bapamu dan belajarlah.
Akan tetapi tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Ketika ingin mendapatkan nilai bagus semuanya A. Tanpa adanya perjuangan, belajar dan tidak rajin ke perpustakaan untuk membaca buku. Yang dikatakan Yesus dalam injil tersebut “Pergilah kepada imam-imam dan perlihatkan dirimu” ketika mereka menerima perkataan Yesus itu mereka kembali dan berjalan menuju imam-imam. Yang terjadi adalah satu persatu penyakit kusta itu hilang, satu persatu mereka disembuhkan. Sampai akhirnya mereka semua sembuh. Akan tetapi dari10 orang yang sakit itu, hanya ada berapa? Hanya ada 9 orang yang tidak mengucapkan terima kasih, benar kan? Dan hanya satu orang yang kembali kepada Yesus untuk mengucapkan terima kasih.
Satu orang yang kembali itu diketahui bahwa dia adalah seorang? Orang apa? Dia adalah orang Samaria. Ketika dia menetahui bahwa dirinya telah sembuh, maka dia kembali dan mengucapkan terima kasih. Dalam bacaan injil tadi, bersyukur dan menyembah kepada Tuhan dan menyanyikan agu pujian walaupun suaranya fals yah.
Yesus mengatakan ke mana temann-temanmu, apakah mereka tidak mengikuti engkau? Aku tidak tau Tuhan. Yang ku lakukan ketika aku sembuh yaitu berlari menuju Engkau. Ke-9 orang lainnya yaitu tidak kembali untuk mengucapkan syukur dan terima kasih. Mereka mengatakan kita sudah sembuh, untuk apa kita kembali lagi?
Nah hal demikian terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. ketika kita sudah mendapatkan apa yang kita inginkan, ya, aku sudah mendapatkan nilai A. Ujinku nilainya bagus-bagus. Akan tetapi kita lupa mengucap syukur dan berterima kasih, bahwa semua adalah berkat campur tangan-Nya. Kita harus senantiasa datang kepada Yesus dan mengucapkan apa? (Terima kasih) Ya sama-sama.
Kita harus datang kepada Yesus dan selalu mengucapkan terima kasih. Mulai dari bangun pagi hingga tidur malam. Ini adalah ajaran bagi setiap orang untuk selalu bersyukur. Saya itu merasa, kok Tuhan tidak pernah memberikan apa yang saya minta. Sekian tahun saya jomblo, Tuhan tidak pernah memberikan saya pacar. Apa karena saya jelek yah? Romo dan suster itu gak papa kalau jomblo seumur hidup. Karena jomblo seumur hidup itu adalah pilihan itu untuk para suster dan para romo. Tetapi untuk yang lainnya, jomblo itu adalah sebuah... yah teman-teman yang jomblo bisa isi sendiri aja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Intinya bahwa setiap orang harus selalu bersyukur. Kita harus selalu mengucap syukur di mana pun kita berada dan apapun keadaan yang kita alami. Kita harus selalu bersyukur dan berterima kasih. Memuji dan menyembah Allah memang seharusnya menjadi respon kita bagi orang-orang yang sudah menerima kasih karunia Allah. Bapa, Ibu, Saudara-saudari yang terksih dalam Kristus, semoga kita senantiasa tidak melupakan Tuhan dan selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini.
Ke kota mencari pasir Lewat Jogja tidak ketemu Jangan bimbang, jangan khawatir Setiap saat Tuhan akan bertamu Kemuliaan kepada Bapa Putra dan Roh Kudus. Amin
11. Homili pada hari Minggu, 13 Oktober (Gereja Santo Yohanes Rasul Pringwulung)
Romo Hendrik Angga S.Y (injil Lukas 17:11-19) Tema: Beriman Belum Lengkap Tanpa Rasa Syukur
Bapa, ibu, para suster, saudara/i, teman-teman terkasih. Saya punya satu kalimat. Tolong kalimat itu disesuaikan dalam hati anda. Saya mau meminta anda mengisi kata terakhir dalam kalimat yang akan saya ucapkan ini. Kalimatnya seperti ini “Orang yang paling menyebalkan adalah orang yang....”
Silakan dalam hati masing-masing untuk memilih satu kata sifat. Saya yakin semua sudah mempunyai jawaban masing-masing. Pasti udah punya jawabannya. Saya akan bertanya dan mencari jawaban. Nah di itu ada mbak yang bisik-bisik tadi. Gimana mba? Orang yang paling menyebalkan adalah orang yang.. “Sombong” Orang yang sombong. Siapa yang memilih kata yang sama? Siapa yang setuju, satu, dua. Mas yang di belakang tadi memilih orang yang? “Menyebalkan” Orang yang menyebalkan adalah orang yang menyebalkan? (hahhaha) Saya bingung bagaimana menjelaskannya. Bu, menurut ibu bagaimna, orang yang paling menyebalkan adalah orang yang “Suka berbohong”Siapa yang setuju juga dengan ibu ini. Kok tidak banyak yang mengangkat tangan yah? Tanda-tanda golput ini.
Orang yang paling menyebalkan adalah orang yang kita semua memiliki kriteria masing-masing. Pasti. Saya mau kembali kepada jawaban dari mba yang berbaju ungu tadi. Orang yang paling menyebalkan adalah orang yang sombong. Setuju? Atau saya ganti kalimatnya. Orang sombong adalah orang yang paling menyebalkan.setuju gak? Nah kalau ini, hampir semuanya setuju.Orang yang sombong adalah orang yang menyebalkan. Kenapa yah kita sebel dengan orang yang sombong. Kenapa kita gak suka dengan orang yang sombong. Tentu kita mengetahui jawabannya.
Pak, nah pak prodiakon ini pasti memberikan jawaban yang bijaksana. “Orang yang sombong itu tidak rendah hati” Orang yang tidak rendah hati. Kalau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
saya merasa bahwa sebelum menyiapkan khotbah tadi, saya membuka kamus. Kamus bahasa Indonesia. mencari kata sombong itu artinya apa?
Menurut kamus, (Tidak ada suara) Jangan-jangan miknya mengira kalau aku orang yang sombong. Menurut kamus orang yang sombong adalah orang yang menghargai dirinya secara berlebihan. Biasanya beberapa ciri-ciri orang sombong. Yang pertama itu suka bercceita tentang dirinya sendiri. Pasti ceritanya bolak-balik tentang aku, aku dan aku. Ciri yang kedua, orang yang sombong itu, suka menjatuhkan orang lain. Orang sombong itu biasanya, saya ini begini-begini, dia itu gak ada apa-apanya dibandingkan dengan saya. Iya kan? Itu ciri orang sombong. Maka orang sombong itu adalah orang yang cepat capek. Dekat dengan orang sombong itu rata-rata kamu gak usah lama-lama di sini. Dengar dia cerita aja rasanya capek. Rasanya pengen menjauh. Karena dia menyedot banyak energi kita.itu orang yang sombong. Mengepa yah kita cepat capek kalau dekat dengan orang yang sombong? Kenapa yah? Karena dia menyedot energi kita yang bikin kita lemes. Bahwa sebenarnya manusia itu gak hebat-hebat banget. Orang yang mempunyai prestasi apapun sebenarnya gak hebat-hebat banget. Pasti ada kelemahannya. Itu ada suster mengangguk-angguk. Manusia itu yah, gak hebat-hebat banget. Kita bisa yakin soal itu. Kita tahu bahwa orang yang berprestasi itu mungkin bukan karena dia hebat. cara pandang lain akan mengatakan, dia mempunyai prestasi karena menerima banyak kebaikan dari orang lain. Gak ada orang yang naik ke atas itu langsung prestasi. Semua orang pasti menerima kebaikan dari orang lain. Hanya itu kalau diakui atau tidak diakui. Nah, ini pengantar untuk injil hari ini. Injil hari berbicara tentang orang kust. Orang kustanya ada berapa dek? Ada 10
Ada 10 orang Kusta, mereka berada di sebuah desa meneriaki dan minta tolong. “Tuhan Yesus kasihanilah kami”. Mereka mau sembuh niat baik dari Yesus. Yesus tidaklangsung menyembuhkan mereka. Biasanya dalam penembuhan lain, Yesus langsung membuat mujizat. Kali ini Yesus mengatakan, silakan kau pergi dan tunjukan dirimu kepada imam-imam. Itu yang dikatakan Yesus. Nah Yesus menyembuhkan mereka dengan mengatakan”Pergilah”dan dalam perjalanan mereka sembuh dan menjadi tahir, bersih dari dosanya. Akan tetapi hanya satu orang yang kembali kepada Yesus. Ini kita banget yah. Kita banget. Ketika sedang susah doanya kenceng. Nah, itu ada anak SaDhar yang ketawa-ketawa itu. Karena biasanya Kapel Sanata Dharma itu dipenuhi mahasiswa hanya saat ujian..
Pastoran kan sebelah kapel, jadi saya bisa mencermati. Ini kita banget.kita sering memohon kepada Tuhan sering minta tolong kepada Tuhan dan ini kita meninginkan jawaban Tuhan seketika. Begitu permohonananya dikabulkan, kita sering kali melupakan Tuhan, sering kali kita mengatakan yah sudah berlalu. Aku bisa ini kan karena aku hebat. Dan saya kira ini sikap bawaan. Sikap bawaan kita itu, kita sering menginginkan dan membuat diri kita menjadi besar. mengatakan hal yang tidak sebenarnya. Karena kita takut bahwa kita sebenarnya kecil dihadapan Tuhan. Maka, bapak-Ibu, saudara/i kitab injil hari ini sebenarnya sangat bagus. Ini yang saya katakan di awal, beriman belum lengkap tanpa bersyukur” itu yang dikatakan Yesus dalam injil mengatakan imanmu telah menyelamatkanmu. Maka Yesus ingin mennjukan kamu harus bersyukur dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
memuliahkan Allah, itu adalah iman. Kita selalu menerima kebaikan dari Tuhan, tetapi iman kita membuat kita sadar bahwa kita menerima kebaikan itu kita perlu mengucapkan syukur.
Orang yang jarang mengucap syukur seperti orang pergi ke mohon maaf “pegadaian” yaitu menukar doa-doa kita dengan keinginan-keinginan kita. Mungkin saudara-saudara memperlakukan Tuhan seperti datang kepada Tuhan saat kita butuh, lalu kita memohon apa yang kita inginkan tanpa mengucap syukur. Relasinya dengan Tuhan menjadi relasi seperti transaksi. Yesus mengingatkan kepada kita agar kita sadar. Relasi kita dengan Tuhan bukan relasi yang transaksional seperti saat kita pergi ke peadaian relasi yang berdasarkan kebutuhan. Kalau ada relasi yang mendasarkan kasih yaitu mengucap syukur. Itulah yang kita dengan dalam bacaan hari ini. Mazmurnya mengatakan apa tadi? Apa? Oh ya pinjam teksnya. Bait pertama mazmur bagus banget “nyanyikanlah lagu bagi Tuhan” ini contoh orang yang bersyukur kepada Tuhan. Dia benar-benar merasakan cinta Tuhan. Mari kita hening sejenak mengingat lagi kebaikan yang kita terima sepanjang minggu ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
DATA ALIH KODE DALAM HOMILI PERAYAAN MISA MINGGUAN DI PAROKI SANTO YOHANES RASUL PRINGWULUNG YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS-NOVEMBER 2019
Keterangan: D: Data (D1: data 1, D2: data 2, dst) AK: Alih Kode I : Internal (Alih kode ke dalam) E : External (Alih kode keluar) 24 : Tanggal data tersebut didapatkan Ag : Sebagai nama bulan dalam mendapatkan data tersebut Klasifikasi data di bawah ini berdasarkan jenis dan wujud alih kode.
Petunjuk pengisian: 1. Triangulator dimohon untuk memberikan tanda centang () pada kolom ya atau tidak berdasarkan jenis, wujud, tujuan dan
faktor penyebab terjadinya alih kode dalam homili perayaan misa mingguan di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwuung Yogyakarta.
2. Triangulator dimohon untuk memberikan kritik dan masukan pada kolom komentar.
No.
Kode Data
Data
Wujud Alih Kode
Tujuan Alih Kode
Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode
Triangulasi data Komentar Ya Tidak
1. D1/AKI/24/Ag
Tetapi kita melihat dan menemukan berbagai peristiwa yang meresahkan, ucapan yang memecah bela satu dengan yang lain, kok bisa terjadi hal seperti itu sih? Konteks Peristiwa tutur terjadi dalam
Wujud alih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal Penanda “Kok bisa terjadi hal seperti itu sih”
Mempertegas kalimat yang ingin disampaikan serta memberi penekanan terhadap hal yang akan disampaikan oleh penutur.
Penutur telah mengetahui latarbelakang dari pendengar atau mitrtatur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
homili perayaan misa mingguan tanggal 24 Agustus yang disampaikan oleh Romo Sapto. Alasan melakukan alih kode yaitu karena ingin menjalin relasi dengan umat. Suasana yang terjadi adalah sore hari, dengan situasi yang hening karena umat mendengarkan homili yang disampaikan.
Kalimat tersebut merupakan sebuah kalimat nonformal yang disampaikan oleh seorang romo.
2. D2/AKI/24/Ag
Gereja telah berusaha menawarkan pada kita berbagai macam cara untuk meningkatkan diri kita supaya aku dapat melakukan tugas perutusan-perutusan ku itu di berbagai macam lingkungan masyarakat. Konteks Dalam perayaan misa mingguan dengan dihadiri oleh puluhan umat, romo dengan sengaja menyampaikan peralihan kode ke dalam nonformal dengan tujuan mengikuti dialek bahasa Indonesia.
Wujud alih kode dari ragam formal ke dalam nonformal Penanda .. supaya aku dapat melakukan tugas perutusan-perutusan ku itu di berbagai macam lingkungan masyarakat.
Penutur ingin mendekatkan diri dengan mitratutur yaitu dengan menggunakan alih kode nonformal.
Penutur menguasai dialek bahasa Indonesia
3. D3/AKI/25/Ag
Berpisah dari keluarga adalah satu pengalaman, berpisah
Wujud alih kode dari ragam formal ke
Maksud peralihan kode yang dilakukan
Beralihnya topik pembicaraan-989
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
dari teman-teman lama SMA, berpisah dari masyarakatnya, apalagi ada yang sudah punya doi atau pacar. Konteks Dalam tuturan homili misa mingguan di kapel penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode untuk membangkitkan semangat umat. Suasana yang terjadi yaitu sedikit ramai, karena beberapa umat tertawa dan tersenyum setelah mendengar hal tersebut.
dalam nonformal Penanda apalagi ada yang sudah punya doi atau pacar.
yaitu untuk membangkitkan rasa humor, karena beberapa umat merasa terhibur dan tertawa.
4. D4/AKI/25/Ag
Berjuang menjadi putra-putri Allah. Nah itu, perlu adanya pertanyaan Konteks Tuturan yang disampaikan dalam homili perayaan misa mingguan di Kapel Belarminus tersebut, disampaikan dengan adanya penekanan sehingga umat akan memahami maksud yang ingin disampaikan.
wujud alih kode dari ragam formal ke dalam informal Penanda Nah itu, perlu adanya pertanyaan
Untuk menegaskan sebuah kalimat yang akan disampaikan.
Kehendak yang dilakukan penutur secara sengaja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
5. D5/AKI/25/Ag
Beberapa tahun yang lalu, kadang-kadang para panitia kasar dengan mahasiswa baru. Masa kalian menerima mahasiswa baru, wajah baru dengan gertakan. Konteks Romo dengan sengaja memberi pesan kepada mahasiswa yang menerima mahasiswa baru dengan gertakan. Dalam hal ini, romo ingin menyampaikan bahwa tidak seharusnya hal seperti itu dilakukan.
Wujud alih kode formal ke dalam nonformal Penanda Masa kalian menerima mahasiswa baru, wajah baru dengan gertakan.
Maksud yang ingin disampaikan yaitu untuk memberi penegasan terhadap kalimat yang diungkapkan
Dorongan batin yaitu untuk memberi tanggapan terhadap sesuatu. Faktor lain juga yaitu karena penutur mengetahui latar belakang mitratutur.
6. D6/AKI/25/Ag
Tetapi ketika kemudian, berjuangnya apa? Berjuang menjadi putra-putri Allah. Nah itu, perlu adanya pertanyaan. Konteks Dalam hal ini, romo ingin menegaskan maksud yang akan disampaikan selanjutnya yaitu dengan adanya penekanan dalam kata untuk lebih dipahami oleh umat. Situasi yan terjadi yaitu tenang karena umat
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal Penanda Nah itu, perlu adanya pertanyaan.
Mempertegas maksud yang akan disampaikan
Kehendak yang diakukan penutur secara sengaja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
mendengar dengan saksama hal yang disampaikan oleh romo.
7. D7/AKI/25/Ag
Pandangan imajinasi, pengalaman, perasaan terhadap Allah. Kita menjadi putra-putri Allah itu terlalu abstrak. Kok Allah, kok putra-putri? Itu artinya anak. Konteks Dalam tuturan tersebut, seorang penutur dengan sengaja menyampaikan kode yang berwujud bahasa Indonesia dengan alasan mempertegas maksud yang ingin disampaikan. Homili tersebut disampaikan pada pagi hari yaitu misa mingguan di kapel.
Alih kode dari ragam formal ke dalam raam nonformal yaitu kode yang berwujud bahasa Indonesia Penanda Kok Allah, kok putra-putri? Itu artinya anak.
Maksud yang disampaikan oleh romo yaitu ingin mendekatkan diri dengan umat, dengan menggunakan bahasa nonformal.
Penutur mengetahui latar belakang mitratutur serta penutur mengetahui berbagai ragam bahasa Indonesia yang digunakan.
8. D8/AKI/25/Ag
Jadi kemampuan akademiknya sudah mahasiswa tetapi kemampuan dalam keagamaannya masih SD atau TK. Yah kalau kemampuan akademik kita mahasiswa, ya perlu dong cara pandang, cara berkomunikasi dengan Allah itu juga mengalami
Wujud alih kode dari ragam formal ke dalam nonformal Penanda Yah kalau kemampuan akademik kita mahasiswa, ya perlu dong cara pandang, cara
Memperjelas maksud yang ingin disampaikan
Karena menguasai berbagai ragam bahasa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
pendewasaan. Konteks Tuturan yang disampaikan romo dalam misa perayaan di Kapel Bellarminus disebabkan karena romo mengetahui berbagai kode bahasa Indonesia yang digunakan, sehingga dengan sengaja romo, melakukan peralihan kode ke dalam wujud kode nonformal.
berkomunikasi dengan Allah itu juga mengalami pendewasaan.
9. D9/AKI/25/Ag
Perayaan ekaristi minggu ke-21 tahun ke C yaitu 25 Agustus 2019 (hari ini). Minggu biasa 21 apa itu? Kemudian tahun C, apa itu? Tadi kan sudah lihat di teks. Konteks Penutur dengan sengaja melakukan alih kode untuk menegaskan maksud yang ingin disampaikan. Yaitu dengan memberikan pertanyaan kepada umat. Karena dengan memberi pertanyaan seperti dalam tuturan di atas, umat akan memahami maksud bahwa
Wujud alih kode dari ragam formal ke dalam nonformal Penanda Minggu biasa 21 apa itu? Kemudian tahun C, apa itu? Tadi kan sudah lihat di teks.
Beralihnya kode yang dilakukan karena memiliki maksud tertentu yaitu adanya perubahan situasi pembicaraan.
Penutur yang mengetahui latar belakang mitratutur sebagai umat Katolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
yang akan dijelaskan dalam homili adalah jawaban dari pertanyaan tersebut.
10. D10/AKI/25/Ag
Lalu ada tahun 2A, 2B gunanya apa? Lalu sesudah itu juga ada minggu biasa 21. Jumlahnya berapa minggu biasa itu jumlahnya berapa? Coba anggota koor? Ha? Coba tadi, kalau udah ngomong jangan nunduk dong. Konteks Romo dalam tuturannya menyampaikan beberapa pertanyaan, dengan tujuan umat selalu fokus dalam mendengarkans sabda Tuhan. Hal tersebut juga dilakukan karena ingin mengakrabkan diri dengan umat.
Wujud alih kode dari ragam formal ke dalam nonformal Penanda Jumlahnya berapa minggu biasa itu jumlahnya berapa? Coba anggota koor? Ha? Coba tadi, kalau udah ngomong jangan nunduk dong.
Agar umat dapat memahami maksud yang ingin disampaikan serta membangkitkan semangat umat dalam mendengar sabda Tuhan.
Keterdekatan dengan mitratutur
11. D11/AKI/25/Ag
Selain minggu biasa, terdapat minggu istimewa. Ya yang namanya martabak aja ada yang istimewa, iya kan, kan ada martabak istimewa. Konteks Peralihan kode yang dilakukan oleh romo dalam
Wujud alih kode dari ragam formal ke dalam nonformal Penanda Ya yang namanya martabak aja ada yang istimewa, iya kan, kan ada
Membangkitkan rasa humor
Ingin membangkitkan semangat dan humor mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
tuturan tersebut yaitu untuk membankitkan suasana yang berbeda. Karena terlalu hening, maka dengan sengaja romo melakukan peralihan kode, sehingga suasana yang terjadi juga berbeda. Karena umat mulai tertawa dan berbincang kemudian kembali ke dalam suasana hening untuk mendengarkan sabda Tuhan.
martabak itimewa.
12. D12/AKI/7/S
Itulah cara Allah berpikir dan cara Allah bertindak yang sungguh-sungguh nyata dapat kita rasakan di dalam kehidupan kita sehari-hari. di situlah kita mengalami salib dan jalan cinta kasih dan akhirnya, sebagai umat beriman, sebagai warga Gereja paroki Pringwulung, apakah bapak Ibu sungguh-sungguh merasa aku ini umat Paroki Pringwulung, ketika hanya mengikuti misa hari minggu atau dengan penuh perjuangan, menyisihkan waktu untuk ya mengikuti berbagai macam pelayanan dan kegiatan yang diadakan
Wujud alih kode dari ragam formal ke dalam nonformal Penanda apakah bapak Ibu sungguh-sungguh merasa aku ini umat Paroki Pringwulung, ketika hanya mengikuti misa hari minggu atau dengan penuh perjuangan, menyisihkan waktu untuk ya mengikuti berbagai macam pelayanan dan kegiatan yang diadakan oleh Gereja
Maksud yang ingin disampaikan yaitu penutur ingin menegaskan hal yang disampaikan.
Beralihnya topik pembicaraan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
oleh Gereja Konteks Homili yang disampaikan oleh Romo Sapto dengan tujuan menegaskan hal yang disampaikan kepada umat, dengan memberi pertanyaan untuk direfleksikan dalam diri masing-masing umat. Suasana yang terjadi yaitu hening, karena umat mendengarkan homili dengan saksama.
13. D13/AKI/7/S
Pada saat perjuangan, pada saat pengorbanan terlaksana atau justru ketika bapak dan Ibu mencari keinginan diri sendiri. Anak-anak yang menjadi anak Allah itu kan sama aja. Konteks Pada tanggal 7 September, Romo Sapto menyampaikan homili dengan suasana yang hening, karena umat memperhatikan dengan saksama.
Wujud alih kode yang digunakan yaitu alih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal Penanda Anak-anak yang menjadi anak Allah itu kan sama aja.
Maksud penggunaan alih kode tersebut yaitu penutur ingin menyampaikan kalimat tersebut dengan menggunakan bahasa nonformal.
Karena penutur mengetahui latar belakang mitratutur, sehingga penutur mampu menggunakan bahasa informal.
14. D14/AKI/21/S
Bahkan mereka berpikir kapan hari sabat segera
Wujud alih kode dari ragam formal ke
Maksud yang ingin disampaikan yaitu
Keadaan mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
berlalu. Bisa juga kita melakukan hal yang sama agar misa cepat selesai. Homili itu kalau lama membosankan, iya kan? bacaan itu kalau lama pengen cepat-cepat selesai. Doa-doa lingkungan kalau lama buang-buang waktu. Konteks Homili tanggal 21 September dengan injil Lukas (16:1-13) penutur menyampaikan dengan nada yang cukup keras sehingga mitratutur akan mendengarkan dengan perhatian penuh.
dalam ragam nonformal Penanda Bisa juga kita melakukan hal yang sama agar misa cepat selesai. Homili itu kalau lama membosankan, iya kan? bacaan itu kalau lama pengen cepat-cepat selesai. Doa-doa lingkungan kalau lama buang-buang waktu.
penutur ingin menegaskan hal yang disampaikan dengan tujuan mitratutur memahami maksud yang disampaikan.
15. D15/AKI/21/S
Semuanya harus cepat berlalu hanya untuk mencari apa yang kita inginkan untuk diri kita sendiri. Maka ikut misa ya, biar cepat beralu, sehingga apa? Konteks Berdasarkan injil Lukas, penutur menyampaikan homili untuk menegaskan dan memberi pertanyaan untuk direfleksikan dalam diri
Wujud alih kode dari ragam formal ke dalam nonformal Penanda Maka ikut misa ya, biar cepat beralu, sehingga apa?
Menegaskan maksud yang ingin disampaikan dan memberi pertanyaan untuk direfeksikan.
Penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode (niat yang terdapt dalam diri penutur)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
mitratutur.
16. D16/AKI/21/S
Mengapa kita tidak dapat melakukannya untuk hal-hal yang memiliki nilai bagi kehidupan kita yang abadi. Kalau janji dengan teman-teman untuk reuni atau ngopi atau apalagi yang lain aja, disempat-sempatkan. Konteks Dalam perayaan ekaristi, Romo Sapto Nugroho sebagai penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode untuk memberi penegasan terhadap hal yang ingin disampaikan.
Wujud alih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal. Penanda Kalau janji dengan teman-teman untuk reuni atau ngopi atau apalagi yang lain aja, disempat-sempatkan.
Penutur igin menegaskan hal yang ingin disampaikan
Penutur mengetahui latarbelakang mitratutur serta adanya faktor kesengajaan yang dilakukan oleh mitratutur.
17. D17/AKI/21/S
Mengapa kita berani menyempat-nyempatkan diri untuk ikut pendalaman iman dalam lingkup paroki yang hampir selesai, dalam pertemuan doa-doa lingkungan . Anak-anak kost kalau diajak doa lingkungan yah alasannya ada tugaslah, di kampuslah, sibuk dan lain sebagainya.
Wujud alih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal Penanda Anak-anak kost kalau diajak doa lingkungan yah alasannya ada tugaslah, di kampuslah, sibuk dan
Variasi bahasa yang digunakan agar tidak hanya menggunakan bahasa formal.
Faktor kesengajaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
Konteks Suasana yang terjadi dalam Gereja yaitu suasana hening, karena mitratutur mendengarkan homili yang disampaikan.
lain sebagainya.
18. D18/AKI/22/S
Jika Bapak, Ibu, Suster, Romo, Bruder, saudara/i membaca teks hari ini. Tadi ada dibagikan? Ada? Gak ada? Oke. Konteks Dalam perayaan misa mingguan di Kapel ST Robertus Bellarminus, Romo Hartana menggunakan peralihan kode ke dalam kode nonformal yaitu dengan tujuan homili yang akan disampaikan akan dipahami oleh mitratutur yaitu dengan pertanyaan.
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam nonformal (kode bahasa Indonesia) Penanda Tadi ada dibagikan? Ada? Gak ada? Oke.
Agar hal yang ingin disampaikan lebih mudah dan dapat dipahami dengan baik oleh mitratutur
Faktor kesengajaan
19. D19/AKI/22/S
Kalau saya meminjam barang 50 tempayan minyak, maka saya harus mengembalikan 50 tempayan minyak. Maka si tuan tanah, eh kok si tuan tanah Konteks
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam nonformal Penanda Maka si tuan tanah, eh kok si tuan tanah
Maksud yang ingin disampaikan yaitu untuk memperbaiki kesalahan yang dikatakan sehingga secara sengaja penutur melakukan peralihan kode.
Faktor kesengajaan dalam diri penutur yang mengharuskan penutur melakukan peralihan kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
Pada menit ke-3.14 romo Hartana sebagai penutur melakukan peralihan kode disebabkan karena adanya keseleo lidah. Sehingga penutur merasa perlu memperbaiki kesalahan dengan melakukan peralihan kode.
20. D20/AKI/22/S
Kalau orang meminjam minyak, maka ia harus mengembalikan dengan minyak untuk mengurangi kecurangan. Yah curangnya seperti dicampur air, di atasnya air apa minyaknya? Minyaknya yah, untuk mengurangani kecurangan. Konteks Situasi yang terjadi yaitu pada pagi hari di Kapel ST Robertus Bellarminus dengan suasana yang ramai, karena umat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh romo/penutur.
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam nonformal. Penanda Yah curangnya seperti dicampur air, di atasnya air apa minyaknya? Minyaknya yah, untuk mengurangani kecurangan.
Maksud yang ingin disampaikan yaitu penutur ingin mitratutur memahami contoh yang diberikan dengan memberikan pertanyaan, sehingga mitratutur kembali berkonsentrasi dengan mendengarkan homili tersebut. Sehingga informasi yang disampaikand dapat tersampaikan dengan baik.
Faktor kesengajaan dalam diri penutur untuk membangkitkan semangat mitratutur yaitu dengan memberi pertanyaan.
21. D21/AKI/22/S
50 tempayan minyak diberi bunga 100 %, gandum diberi bunga 20-25%. Pas, aku juga pertama membaca injil itu
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam nonformal.
Maksud yang ingin disampaikan yaitu penutur ingin menyampaikan
Keinginan dalam diri mitratutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
bingung. Tetapi, ohh ternyata ini yang dimaksudkan, bendahara itu memang selama ia mengelola keuangan tuannya, selalu menghambur-hamburkan uang dan memboroskan Konteks Romo melakukan peralihan kode dengan suara yang keras karena telah memahami maksud yang disampaikan dalam injil tersebut.
Penanda Pas, aku juga pertama membaca injil itu bingung. Tetapi, ohh ternyata ini yang dimaksudkan, bendahara itu memang selama ia mengelola keuangan tuannya, selalu menghambur-hamburkan uang dan memboroskan
maksud yang terdapat dalam kitab suci dengan tujuan mitratutur memahami maksud yang disampaikan.
22. D22/AKI/28/S
Para Romo, Bruder, Suster, Bapak, Ibu, Saudara-saudariku, anak muda yang terkasih dalam Tuhan. Berkah dalem. Bagaimana kabarnya? Semua baik-baik aja kan? Syukur kepada Tuhan. Konteks Dalam perayaan misa mingguan di Gereja ST Yohanes Rasul Pringwulung, sebagai ganti homili, keuskupan Agung Semarang yaitu Romo Mgr Rubiatmoko menyampaikan surat gembala kepada semua umat Katolik
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam nonformal. Penanda Bagaimana kabarnya? Semua baik-baik aja kan? Syukur kepada Tuhan.
Untuk menfekatkan diri dengan mitratutur.
Kehendak yang terdapat dalam diri penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
Keuskupan Agung Semarang. 23. D23/AKI
/28/S Selamat mewujudkan panggilan misioner. Semoga kita pun memiliki semangat Santo Paulus untuk senantiasa memberitakan Injil dengan berkata: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1Korintus 9,16).
Konteks Dalam perayaan misa mingguan di Gereja ST Yohanes Pringwulung pada hari sabtu tanggal 28 September 2019, dengan tema “Semangat Misionaris” Romo Mgr Robiatmoko menyampaikan pesan kepada semua gereja Katolik di keuskupan Agung Semarang melalui sebuah video untuk diketahui oleh semua umat keuskupan Agung Semarang.
Peralihan kode dari wujud formal ke dalam nonformal Penanda “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1Korintus 9,16).
Maksud yang ingin disampaikan oleh penutur yaitu untuk menegaskan hal yang disampaikan. Dengan demikian, mitratutur akan mudah memahami maksud yang ingin disampaikan, serta penutur ingin mitratutur bacaan yang terdapat dalam Kitab Suci.
Kehendak dalam diri penutur, sehingga dengan sengaja penutur melakukan peralihan kode.
24. D24/AKI/29/S
Mengapa Lazarus menjadi seorang pengemis, tentu
Peralihan kode dari ragam formal ke
Menegaskan maksud yang ingin
Kehendak yang terdapat dalam diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
karena dia tidak bekerja atau malas, tidak berusaha dan menjadi tukang minta-minta. Bisa jadi kan hal seperti itu terjadi.
Konteks
Perayaan misa mingguan pada tanggal 29 September 2019 di Kapel Bellarminus dengan suasana yang hening karena umat ingin mendengarkan homili yang disampaikan.
dalam ragam nonformal Penanda Bisa jadi kan hal seperti itu terjadi.
disampaikan penutur, yaitu penutur melakukan peralihan kode dengan sengaja karena ingin menyampaikan dengan variasi bahasa.
25. D25/AKI/29/S
Coba kita lihat dalam perspektif orang kaya. Mungkin selama hidupnya dia selalu bekerja, beruasaha, mengumpulkan kekayaannya, sehingga semakin banyak harta yang dia kumpulkan. Sedangkan yang miskin yah mereka yang tidak mempunyai niat untuk berusaha dan bekerja keras, hanya mengemis dan bermalas-malasan.
Konteks
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal. Penanda Sedangkan yang miskin yah mereka yang tidak mempunyai niat untuk berusaha dan bekerja keras, hanya mengemis dan bermalas-malasan.
Menyampaikan informasi
Keinginan yang terdapat dalam diri penutur untuk menggunakan kode bahasa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
Suasana yang terjadi saat Romo Subroto menyampaikan homili adalah suasana hening. Umat berusaha mendengarkan dengan saksama karena dalam penyampaian homili tersebut, adanya kesalahan soundsistem, sehingga suara yang disampaikan tidak terdengar secara jelas oleh umat.
26. D26/AKI/6/Ok
Dalam ayat yang ke-6 mengatakan “Sekiranya kamu memiliki iman sebanyak biji sesawi, kamu dpat berkata kepada pohon ara ini, terbantulah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan pohon itu akan menurutimu”. Apakah ada yang tau maksud dari ayat ini? Ada yang tau gak? Konteks Penutur dengan sengaja memberikan pertanyaan kepada mitratutur agar mitratutur kembali menyimak dan mendengarkan homili yang disampaikan, serta tidak
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam nonformal Penanda Apakah ada yang tau maksud dari ayat ini? Ada yang tau gak?
Penutur ingin mitratutur tidak merasa bosan, sehingga penutur memberikan pertanyaan untuk dijawab oleh mitratutur. Hal tersebut juga terjadi agar antara penutur dan mitratutur tidak adanya jarak.
Faktor kesengajaan yang dilakukan penutur untuk mendekatkan diri dengan mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
merasa jenuh atau bosan. Penutur memberikan pertanyaan agar terjadinya relasi (keakraban) antara penutur dan mitratutur.
27. D27/AKI/6/Ok
Yesus mengajarkan kepada kita, ketika kita melayani Tuhan dan melayani sesama. Hendaknya kita melakukan semuanya itu ya bukan karena kita ingin mendapatkan imbalan, bukan karena ingin mendapatkan reward ya, atau bukan karena kita ingin mendapatkan pujian dari orang lain. Konteks Dalam homili perayaan misa mingguan pada tanggal 6 Oktober dengan tema “Orang yang Tekun Bertahan dalam Iman akan Selamat” penutur meggunakan kode bahasa Inggris yaitu kata “Reward”.
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam nonformal (kode bahasa Inggris). Penanda Hendaknya kita melakukan semuanya itu ya bukan karena kita ingin mendapatkan imbalan, bukan karena ingin mendapatkan reward ya, atau bukan karena kita ingin mendapatkan pujian dari orang lain.
Penutur ingin menggunakan variasi bahasa, agar tidak hanya menggunakan satu bahasa.
Keinginan dalam diri penutur untuk menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Penutur sudah terbiasa menggunakan kata tersebut.
28. D28/AKI/13/Ok
Suster, bapak, ibu, saudara/i yang terkasih dalam Kristus. Selamat pagi. Gimana kabarnya hari ini? Konteks
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal (kode bahasa Indonesia)
Maksud yang ingin disampaikan yaitu penutur melakukan peralihan kode ke dalam ragam akrab agar tidak adanya
Kehendak yang terdapat dalam diri penutur. Penutur ingin menyapa mitratutur karena penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
Setelah menyampaikan pantun, romo kembali menyapa umat/mitratutur agar terjadinya kedekatan antara penutur dan mitratutur.
Penanda Selamat pagi. Gimana kabarnya hari ini?
jarak antara penutur dan mitratutur.
menganggap adanya hubungan dengan mitratutur.
29. D29/AKI/13/Ok
Karena berdasarkan hukum taurat, orang yang menderita penyakit kusta tidak boleh dekat dengan orang yang sehat. Saya juga gak tau penyakit kusta itu seperti apa. Konteks Perayaan misa mingguan di Kapel Bellarminus, denan tema “ Barang Siapa Percaya Akan Allah, Ia Akan Disembuhkan”. Suasana yang terjadi di pagi hari adalah suasana hening, karena mitratutur menyimak pesan yang disampaikan oleh penutur.
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam nonformal (kode bahasa Indonesia) Penanda Saya juga gak tau penyakit kusta itu seperti apa.
Ingin menegaskan bahwa penutur tidak mengetahui maksud dari penyakit kusta.
Penutur mengetahui latarbelakang mitratutur, sehingga penutur melakukan pealihan kode dalam wujud kode bahasa Indonesia, karena penutur berpikir bahwa kode tersebut dikuasaioleh mitratutur.
30. D30/AKI/13/Ok
Antara orang yang kusta dengan Yesus, jadi harus ada jarak seperti saya dan bapak, ibu. Tetapi bukan bapa ibu yang menderita penyakit kusta yah? Jadi, sudah tau yah orang kusta itu seperti apa.
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam nonformal Penanda Tetapi bukan bapa ibu yang menderita penyakit kusta yah?
Karena suasana yang begitu hening, penutur melakukan peralihan kode dengan maksud mitratutur akan tertawa dan tidak terlalu serius dalam mendengarkan homili.
Kehendak dalam diri penutur untuk membangkitkan rasa humor yanga ada dalam diri mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
Konteks Penutur ingin membangkitkan rasa humor mitratutur, karena suasana yang terjadi adalah mitratutur tertawa setelah mendengar kalimat tersebut. Artinya penutur telah berhasil menyampaikan humor kepada mitratutur.
Jadi, sudah tau yah orang kusta itu seperti apa.
31. D31/AKI/13/Ok
Kita juga seringkali mengalami hal seperti itu. Ketika membutuhkan Tuhan, baru mau berdoa, mau ke gereja dan bersujud. Ketika mau ujian selalu meminta kepada Yesus “Yesus, Yesus, kasihanilah aku, semoga aku lulus, selalu mendapatkan nilaiA dan memiliki IPK yang tinggi”. Tetapi Yesus mengatakan, pergilah kepada bapamu dan belajarlah. Konteks Berdasarkan injil Lukas 17:11-19, penutur memberikan perumpamaan karena telah mengetahui latarbelakang mitratutur,
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal
Maksud yang ingin disampaikan oleh penutur adalah melakukan sebah perumpamaan dengan tujuan agar mitratutur paham dan menintropeksi diri. Apakah hal tersebut terjadi dalam kehidupan saya.
Penutur mengetahui latarbelakang mitratatutur, sehingga penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode dengan sebuah perumpamaan tetapi penutur jua menyelipkan humor agar suasana yang terjadi akan berubah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
bahwa sebagian besarnya adalah mahasiswa, sehingga penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode dengan tujuan mitratutur dapat mengintropeksi diri. Akan tetapi di satu sisi, mitratutur merasa lucu karena kalimat terakhir yang disampaikan oleh penutur yaitu “Tetapi Yesus mengatakan, pergilah kepada bapamu dan belajarlah”. Kalimat tersebut merupakan humor yang disampaikan oleh penutur.
32. D32/AKI/13/Ok
Ini adalah ajaran bagi setiap orang untuk selalu bersyukur. Saya itu merasa, kok Tuhan tidak pernah memberikan apa yang saya minta. Sekian tahun saya jomblo, Tuhan tidak pernah memberikan saya pacar. Apa karena saya jelek yah? Konteks Penutur sengaja melakukan peralihan kode, karena ingin menegaskan maksud yang terdapat dalam kitab suci,
Peralihan kode dari wujud formal ke dalam nonformal
Menegaskan maksud yang terdapat dalam kitab suci.
Beralihnya topik pembicaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
bahwa kita harus senantiasa bersyukur, apapun yang kita miliki. Suasana yang terjadi yaitu sedikit ramai, karena mitratutur berbisik dan tertawa dengan apa yang disampaikan oleh mitratutur.
33. D33/AKI/13/ Ok
Saya yakin semua sudah mempunyai jawaban masing-masing. Pasti udah punya jawabannya yah? Konteks Perayaan Ekarisiti mingguan pada tanggal 13 Oktober 2019, yang dipimpin oleh Romo Angga. Romo Angga adalah seorang romo yang bertugas di Kapel St Robertus Bellarminus, akan tetapi pada hari minggu tanggal 13 Oktober, beliau diminta untuk memimpin misa di Gereja Pringwulung. Dalam homilinya, beliau menggunakan peralihan kode karena keinginan dalam diri untuk menggunakan variasi bahasa.
Peralihan kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal. Penanda Pasti udah punya jawabannya yah?
Penutur memberikan pertanyaan dengan tujuan mitratutur akan berpikir dan memahami secara keseluruhan homili yang akan disampaikan.
Kehendak yang terdapat dalam diri penutur.
34. D34/AKI/13/Ok
Orang yang sombong adalah orang yang menyebalkan.
Peralihan kode dari ragam formal ke
Penutur bermaksud untuk memberi
Penutur telah mengetahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
Kenapa yah kita sebel dengan orang yang sombong. Kenapa kita gak suka dengan orang yang sombong. Konteks Perayaan Ekaristi pada hari minggu tanggal 13 Oktober dengan tema “Beriman Belum Lengkap Tanpa Rasa Syukur”. Penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode ke dalam kode bahasa Indonesia karena telah mengetahui latarbelakang mitratutur yang hadir dalam perayaan ekaristi tersebut.
dalam ragam nonformal. Penanda Kenapa yah kita sebel dengan orang yang sombong. Kenapa kita gak suka dengan orang yang sombong.
penegasan terhadap kalimat selanjutnya. Sehingga dengan sengaja, penutur melakukan peralihan kode.
latarbelakang mitratutur sehingga dengan sengaja penutur menggunakan variasi bahasa yang tentunya sudah diketahui oleh mitratutur.
35. D35/AKI/13/Ok
Menurut kamus kata sombong adalah Jangan-jangan miknya mengira kalau aku orang yang sombong. Konteks Penutur melakukan alih kode ke dalam ragam nonformal karena situasi yang dialami penutur yaitu mikrofon tidak berfungsi, sehingga mitratutur tidak mendengarkan hal yang disampaikan oleh penutur.
Alih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal. Penanda Jangan-jangan miknya mengira kalau aku orang yang sombong.
Maksud yang ingin disampaikan oleh penutur yaitu karena mikrofonya tidak berfungsi yaitu dengan memberi contoh terhadap dirinya sendiri, dengan maksud bahwa mitratutur akan memahami homili yang disampaikan. Maksud lain yang dikatakan oleh
Faktor suasana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
Suasana yang terjadi yaitu ramai, karena mitratutur tertawa dan tersenyum setelah mendengarkan apa yang dikatakan oleh penutur.
penutur yaitu untuk membangkitkan rasa humor
36. D36/AKI/13/Ok
Biasanya beberapa ciri-ciri orang sombong. Yang pertama selalu bercerita tentang dirinya sendiri. Pasti ceritanya bolak-balik tentang aku, aku dan aku. Konteks Penutur memberikan contoh dengan melakukan peralihan kode dengan tujuan mitratutur akan memahami maksud yang disampaikan. Suasana yang terjadi pada sore hari tersebut adalah suasana hening, karena penutur mendengarkan dengan saksama.
Alih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal. Penanda Pasti ceritanya bolak-balik tentang aku, aku dan aku.
Penutur ingin menegaskan maksud yang disampaikan, dengan tujuan mitratutur akan memahami hal tersebut
Kehendak penutur untuk menggunakan variasi bahasa dengan memberikan contoh.
37. D37/AKI/13/Ok
Ciri yang kedua yaitu orang sombong suka menjatuhkan orang lain. Orang sombong itu biasanya, saya ini begini-begini, dia itu gak ada apa-apanya dibandingkan dengan aku. Iya kan?
Alih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal. Penanda Orang sombong itu biasanya, saya ini
Maksud yang ingin disampaikan yaitu untuk menegaskan suatu hal bahwa apa yang disampaikan itu benar.
Penutur mengetahui latarabelakang mitratutur sehinga melakukan peralihan kode dalam wujud kode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
Konteks Pada menit ke 7.23, penutur melakukan peralihan kode dengan tujuan mitratutur akan memahami maksud yang disampaikan. Penutur ingin meminta persetujuan dari mitratutur bahwa hal yang disampaikan oleh penutur adalah benar-benar terjadi.
begini-begini, dia itu gak ada apa-apanya dibandingkan dengan aku. Iya kan?
bahasa Indonesia.
38. D38/AKI/13/Ok
Itu adalah ciri-ciri orang sombong. Maka orang sombong itu adalah orang yang cepat capek. Konteks Penutur ingin menegaskan bahwa ketika seseorang dekat dengan orang yang sombong maka seseorang tersebut akan merasa tidak nyaman. Suasana yang terjadi yaitu suasana hening karena mitratutur mendengarkan homili dengan saksama.
Alih kode dari ragam formal ke dalam nonformal. Penanda Maka orang sombong itu adalah orang yang cepat capek.
Penutur ingin menggunakan variasi bahasa dengan tujuan mitratutur memahami maksud yang disampaikan.
Kehendak yang terdapat dalam diri penutur. Penutur melakukan peralihan kode dengan sengaja karena telah mengetahui bahasa sehari-hari yang digunakan oleh mitratutur.
39. D39/AKI/13/Ok
Akan tetapi hanya satu orang yang kembali kepada Yesus. Ini kita banget yah. Kita banget.
Alih kode dari ragam formal ke dalam nonformal (akrolek Jakarata)
Penutur ingin menegaskan maksud yang terdapat dalam kitab suci, bahwa semua yang hadir
Penutur mengetahui latarbelakang mitratutur sehingga dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
Konteks Pentur ingin menegaskan bahwa orang kusta yang terdapat dalam injil hari itu adalah tidak jauh berbeda dengan kehidupan umat sehari-hari. Penutur melakukan peralihan kode dengan tujuan mitratutur akan mudah memahami maksud yang disampaikan. Karena penutur juga telah mengetahui latarbelakang mitratutur, sehingga penutur dengan sengaja melakukan alih kode. Suasana yang terjadi yaitu tidak terlalu hening, karena beberapa umat berbisik-bisik dan menganggung setelah mendengarkan kalimat tersebut.
Penanda Ini kita banget yah. Kita banget.
dalam peryaan ekaristi tersebut tidak jauh berbeda dengan ke-9 orang kusta yang tidak mengucap syukur setelah disembuhkan.
sengaja melakukan peralihan kode. Karena penutur menganggap bahwa mitratutur akan mudah memahami dengan menggunakan kode tersebut. Tetapi di sisi lain penutur ingin terlihat gaul dengan menggunakan kode bahasa tersebut.
40. D40/AKI/13/Ok
Begitu permohonananya dikabulkan, kita sering kali melupakan Tuhan. Sering kali kita mengatakan yah sudah berlalu. Aku bisa ini kan karena aku hebat. Dan aku kira ini sikap bawaan. Konteks
Alih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal. Penanda Sering kali kita mengatakan yah sudah berlalu. Aku bisa ini kan karena
Penutur ingin menegaskan maksud yang akan disampaikan, dengan memberikan contoh agar mitratutur akan mudah memahami.
Variasi bahasa yang dikuasai oleh penutur sehingga, dengan sengaja penutur melakukan peralihan kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
Dalam homili perayaan ekaristi hari minggu tanggal 13 Oktober dengan injil Lukas 17:11-19. Pada menit ke 8.09 penutur melakukan peralihan kode dengan tujuan mitratutur akan paham dengan hal yang disampaikan. Alasan penutur menggunakan alih kode dalam sebuah homili yaitu karena penutur ingin menggunakan variasi bahasa yang berbeda.
aku hebat. Dan aku kira ini sikap bawaan.
41. D41/AKI/25/Ag
Ketika kita berjuang adalah tentang gambaran kita atau dimulai dari kok guru agama menceritakan waktu kecil, kok bapak, ibu menceritakan waktu kecil seperti dalam sebuah lagu “waktu ku kecil amatlah senang”. Konteks Tuturan yang di atas untuk memberi penegasan terhadap maksud atau makna yang ingin disampaikan. Melalui peralihan kode dalam wujud bahasa Indonesia, penutur berharap bahwa hal yang
Wujud alih kode dari ragam formal ragam nonformal Penanda kok guru agama menceritakan waktu kecil, kok bapak, ibu menceritakan waktu kecil seperti dalam sebuah lagu “waktu ku kecil amatlah senang”.
Maksud yang ingin disampaikan yaitu memberi penekanan terhadap hal yang ingin disampaikan.
Penutur menguasai ragam bahasa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
disampaikan akan jelas dipahami oleh umat. Situasi yang terjadi yaitu sedikit ramai karena romo sedikit menyanyikan lagu “Waktu ku kecil, amatlah senang”
42. D42/AKI/13/Ok
Itulah yang kita dengar dalam bacaan hari ini. Mazmurnya mengatakan apa tadi? Apa? Oh ya pinjam teksnya. Konteks Penutur sengaja memberikan pertanyaan untuk lebih akrab dengan mitratutur. Karena jawaban yang diberikan oleh mitratutur tidak terdengar jelas, maka penutur meminjam teks misa yang dipegang oleh mitratutur. Hal tersebut bermaksud untuk memperjelas inti dari homili yang disampaikan.
Alih kode dari ragam formal ke dalam ragam nonformal Penanda Mazmurnya mengatakan apa tadi? Apa? Oh ya pinjam teksnya.
Penutur bermaksud agar mitratutur mengingat kembali mazmur hari itu, serta untuk memperjelas maksud yang disampaikan.
Berubahnya topik pembicaraan
43. D43/AKI/25/Ag
Tetapi sekarang, gimana? Ketika susah sangat merasa sedih. Pengalaman masa kecil menjadi hal yang mengaggumkan dan menjadi dasar bagi kehidupan kita. Konteks
Wujud alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal Penanda Tetapi sekarang, gimana?
Penutur sengaja memberikan pertanyaan singkat untuk direfleksikan oleh mitratutur
Beralihnya topik pembicaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
Situasi yang terjadi yaitu pagi hari dengan suasana yang hening. Dalam tuturan tersebut, disampaikan pertanyaan menggunakan ragam nonformal agar mudah dipahami oleh umat.
44. D44/AKI/25/Ag
Apa sih? Nah dari sini kita tahu bahwa tahun liturgi atau tahun Gerejawi itu terdapat tahun 1A, 1B, dan 1C. Konteks Dalam tuturan homili tersebut, romo dengan sengaja memberi pertanyaan untuk membangkitkan rasa semangat umat dalam mendalami homili yang dilakukan.
Wujud alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal Penanda Apa sih? Nah dari sini kita tahu
Maksud yang disampaikan yaitu adanya penggunaan variasi bahasa agar tidak hanya menggunakan ragam nonformal
Faktor penutur. Penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode.
45. D45/AKI/7/S
Ketika Ia menyembuhkan orang-orang sakit, ketika Ia me.. menyembuhkan orang-orang yang kerasukan setan, ketika Ia a.. mengampuni orang-orang yang berdosa. Ketika Ia menjadi bahan perbantahan di tengah-tengah bangsa Israel. Sampai akhirnya perbantahan itu memuncak dan mengalami
Wujud alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal Penanda Ketika Ia menyembuhkan orang-orang sakit, ketika Ia me.. menyembuhkan orang-orang yang
Maksud dari peralihan kode yang dilakukan yaitu karena penutur ingin lebih menegaskan kata atau kalimat yan ingin disampaikan.
Karena rasa lelah, sehingga peutur melakukan peralihan kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
kepenuhan ketika Ia harus dihukum mati. Konteks Dalam homili perayaan misa mingguan pada tanggal 7 September 2019, disampaikan oleh romo Sapto Nugroho, sebagai pastor Paroki Pringwulung.
kerasukan setan, ketika Ia a.. mengampuni orang-orang yang berdosa.
46. D46/AKI/21/S
Nyanyi aja malas yah, menjawab doa-doa dengan lantang aja males. Kapan hari sabat berlalu, kapan misa itu selesai. Itu kecerdikan manusia untuk memperoleh apa yang diinginkan. Konteks Homili tersebut disampaikan di Gereja Pringwulung saat perayaan Ekaristi sore hari. suasana yang terjadi yaitu hening, karena mitratutur mendengarkan hal yang disampaikan oleh penutur.
Wujud alih kode dari ragam nonformal (dialek bahasa Indonesia) ke dalam bahasa formal. Penanda Nyanyi aja malas yah, menjawab doa-doa dengan lantang aja males.
Maksud yang ingin disampaikan yaitu penutur ingin mitratutur lebih pahamha yang ingin disampaikan dengan menggunakan wujud alih kode ragam nonformal.
Kehendak yang ada dalam diri penutur.
47. D47/AKI/21/S
Ya pergi dari sabtu siang sampai sabtu sore, balik lagi ketika petugas koor sudah pada berangkat. Ada begitu
Wujud alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal.
Penutur ingin menegaskan kalimat sebelumnya dengan menyampaikan
Penguasaan terhadap berbagai ragam bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
banyak alasan untuk menghindari Tuhan Konteks Suara yang disampaikan oleh penutur cukup keras untuk menegaskan maksud yang ingin disampaikan.
Penanda Ya pergi dari sabtu siang sampai sabtu sore, balik lagi ketika petugas koor sudah pada berangkat.
kalimat nonformal agar mitratutur dapat memahami dengan baik.
48. D48/AKI/22/S
Kok bisa bendahara yang tidak jujur dipuji Tuhan. Tetapi yang benar adalah seratus tempayan minyak. Konteks Berdasarkan injil pada hari minggu (Injil Lukas, 16:1-13), Romo Hartana ingin menegaskan maksud dari kitab suci tersebut.
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanada Kok bisa bendahara yang tidak jujur dipuji Tuhan.
Maksud yang ingin disampaikan yaitu penutur ingin menjelaskan hal yang terdapat dalam injil tersebut.
Faktor kesengajaan dalam diri penutur.
49. D49/AKI/22/S
Tadi yang utang gandum, berapa pikul yah? Seratus, suruh bayar berapa? Kok bisa. Aku juga bingung. Mari kita lihat bersama. Mengapa bendahara ini dipuji Tuhan? Karena cerdik. Konteks Dalam homili tersebut, romo memberikan pertanyaan agar umat mendengarkan dan
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal Penanda Tadi yang utang gandum, berapa pikul yah? Seratus, suruh bayar berapa? Kok bisa. Aku juga bingung.
Maksud yang ingin disampaikan yaitu agar tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur, sehingga penutur dengan sengaja memberikan pertanyaan untuk dijawab oleh mitratutur.
Faktor keinginan dalam diri mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
mengingat bacaan injil Lukas. Suasana yang terjadi yaitu ribut, karena beberapa umat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh romo.
50. D50/AKI/22/S
Bisa jadi yaTuhan meminta pertanggunjawaban kita semua kan agar sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka marilah kita berdoa dan bertobat seperti bendahara yang cerdik Konteks Sebagai penutup dalam homili yang disampaikan, penutur ingin menyampaikan dan menegaskan maksud yang terdapat dalam homili.
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Bisa jadi yaTuhan meminta pertanggunjawaban kita semua agar sesuai dengan kehendak Tuhan.
Meperjelas maksud yang ingin disampaikan
Kehendak yang ada dalam diri penutur.
51. D51/AKI/28/S
“O, aku cinta pada-Nya, Tuhanku, aku cinta pada-Mu!”. Dalam autobiografinya, Santa Theresia juga menuliskan cintanya yang besar kepada Yesus
Konteks Mgr Robertus sebagai penutur melakukan peralihan kode dengan tujuan mitratutur
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda “O, aku cinta pada-Nya, Tuhanku, aku cinta pada-Mu!”.
Memperjelas maksud yang ingin disampaikan.
Beralihnya topik pembicaraan yaitu untuk mempertegas maksud yang ingin disampaikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
akan memahami maksud yang disampaikan. Suasana yang terjadi yaitu hening, karena umat memperhatikan pesan atau surat gembala yan disampaikan oleh keuskupan Agung Semarang.
52. D52/AKI
/28/S Di suatu hari Minggu kupandang Yesus di salib. Hatiku tersentuh oleh darah yang menetes dari tangan-Nya yang kudus. Kurasa sungguh sayang, sebab darah itu menetes ke tanah tanpa ada yang menampungnya. Akupun memutuskan untuk dalam Roh tinggal di kaki salib supaya dapat menampung darah Ilahi yang tercurah dari salib itu, dan aku mengerti bahwa setelah itu aku harus menuangkannya atas jiwa-jiwa”. Saudari-Saudara terkasih dalam Kristus, Bapa Suci Fransiskus mengajak kita semua untuk menjadikan Bulan Misi Luar Biasa ini sebagai kesempatan
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Di suatu hari Minggu kupandang Yesus di salib. Hatiku tersentuh oleh darah yang menetes dari tangan-Nya yang kudus. Kurasa sungguh sayang, sebab darah itu menetes ke tanah tanpa ada yang menampungnya. Akupun memutuskan untuk dalam Roh tinggal di kaki salib supaya dapat menampung darah
Menegaskan maksud yang ingin disampaikan atau memberi contoh dengan menggunakan peralihan kode, sehingga mitratutur akan memahami maksud dan tujuan yang disampaikan.
Berubahnya topik pembicaraan, sehingga penutur melakukan peralihan kode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
penuh rahmat dan subur untuk mengembangkan semangat misioner.
Konteks Situasi yang terjadi pada sore hari yaitu umat tenang dan hening dalam mendengarkan pesan yang disampaikan oleh Uskup Agung Semarang. Umat meresapi dan memahami pesan yang disampaikan oleh Keuskupan Agung Semarang tersebut.
Ilahi yang tercurah dari salib itu, dan aku mengerti bahwa setelah itu aku harus menuangkannya atas jiwa-jiwa”.
53. D53/AKI/6/Ok
Ya ketika kita mengampuni ya dalam diri kita seharusnya tidak boleh ada apa? Ada dendam. Kita harus mengasihi sesama kita.
Konteks Suasana yang terjadi dalam perayaan misa mingguan pada tanggal 6 Oktober di Kapel Bellarminus yaitu suasana hening. Umat menyimak dan ingin menjawab pertanyaan yang diberikan oleh penutur (romo), akan tetapi penutur telah menjawab sendiri
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal Penanda Ya ketika kita mengampuni ya dalam diri kita seharusnya tidak boleh ada apa? Ada dendam.
Menegaskan maksud yang terdapat dalam injil.
Faktor kesengajaan dalam diri penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
pertanyaan tersebut. 54. D54/AKI
/6/Ok Iman itu perlu, sangat perlu, tetapi ya bahkan ketika iman kita ingin nambah dan sungguh-sungguh percaya, maka ya yang kita lakukan adalah menyebarkan kebaikan. Artinya membagi kebaikan terhadap sesama atau orang lain di sekitar kita. Konteks Dengan adanya pengulangan frasa, penutur ingin menegaskan maksud yang disampaikan. Penutur melakukan peralihan kode dengan tujuan mitratutur memahami pesan yang terkandung dalam homili tersebut.
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal Penanda Iman itu perlu, sangat perlu, tetapi ya bahkan ketika iman kita ingin nambah dan sungguh-sungguh percaya, maka ya yang kita lakukan adalah menyebarkan kebaikan.
Penutur ingin memberi penekanan terhadap pesan yang disampaikan.
Kehendak penutur karena penutur mengetahui bahwa mitratutur memiliki latarbelakang yang sama. Sehingga penutur menganggap bahwa mitratutur akan memahami hal yang dikatakannya.
55. D55/AKI/13/Ok
Akan tetapi dari10 orang yang sakit itu, hanya ada berapa? Hanya ada 9 orang yang tidak mengucapkan terima kasih, benar kan? Yang kembali kepada Yesus hanya satu orang untuk mengucapkan terima kasih.
Peralihan kode dari ragam nonforma ke dalam ragam formal. Penanda Akan tetapi dari10 orang yang sakit itu, hanya ada berapa? Hanya ada 9 orang yang tidak
Membangkitkan konsentrasi dari mitratutur serta menyelipkan humor agar tidak terlalu hening.
Kehendak dalam diri penutur untuk mengecoh mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
Konteks Penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode untuk membangkitkan knsentrasi mitratutur. Karena suasana yang terjadi adalah mitratutur baru menyadari ketika penutur melakukan peralihan kode. Mitratutur menganggap bahwa yang dimaksud oleh penutur yaitu yang kembali kepada Yesus, akan tetapi maksud dari penutur adalah kebalikannya. Sehingga suasana yang terjadi adalah ramai karena mitatutur berbisik dengan orang yang berada di sebelahnya.
mengucapkan terima kasih, benar kan?
56. D56/AKI/13/Ok
Satu orang yang kembali itu diketahui bahwa dia adalah seorang? Orang apa? Dia adalah orang Samaria. Ketika dia mengetahui bahwa dirinya telah sembuh, maka dia kembali dan mengucapkan terima kasih. Konteks Penutur dengan sengaja memberikan pertanyaan untuk dijawab oleh
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Satu orang yang kembali itu diketahui bahwa dia adalah seorang? Orang apa?
Penutur ingin mitratutur menjawab pertanyaan tersebut agar mitratutur tidak merasa bosan dengan homili yan disampaikan.
Kehendak penutur untuk menegaskan hal yang dimaksud dalam Kitab Suci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
mitratutur, akan tetapi mitratutur tidak menjawab pertanyaan tersebut, sehingga penutur menjawab pertanyaannya sendiri. Suasan yang terjadi adalah suasana hening, karena mitratutur dengan saksama mendengarkan homili tersebut.
57. D57/AKI/13/Ok
Nah hal demikian terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. ketika kita sudah mendapatkan apa yang kita inginkan, ya, aku sudah mendapatkan nilai A. Ujinku nilainya bagus-bagus. Akan tetapi kita lupa mengucap syukur dan berterima kasih, bahwa semua adalah berkat campur tangan-Nya. Konteks Penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode karena penutur mengetahui yang terjadi dalam kehidupan mitratutur, sehingga penutur memberikan contoh sesuai dengan apa yang dialami oleh sebagian besar umat
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal Penanda Nah hal demikian terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. ketika kita sudah mendapatkan apa yang kita inginkan, ya, aku sudah mendapatkan nilai A. Ujinku nilainya bagus-bagus.
Menegaskan maksud yang terdapat dalam kitab suci, agar mitratutur menyadari dan mengintropeksi diri dengan hal yang telah dilakukan.
Faktor penutur yaitu penutur mengetahui latarbelakang mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
(mitratutur) 58. D58/AKI
/13/Ok Romo dan suster itu gak papa kalau jomblo seumur hidup. Karena jomblo seumur hidup itu adalah pilihan itu untuk para suster dan para romo. Tetapi untuk yang lainnya, jomblo itu adalah sebuah... yah teman-teman yang jomblo bisa isi sendiri aja. Kita harus selalu mengucap syukur di mana pun kita berada dan bagaimana pun keadaan yang kita alami. Konteks Romo Trisna sebagai penutur yang menyampaikan homili pada hari minggu pagi tanggal 13 Oktober melakukan peralihan kode dengan tujuan hal tersebut dapat dipahami oleh umat (mitratutur). Beralihnya topik pembicaraan yaitu karena penutur mengetahui latarbelakang mitratutur yang hadir dalam perayaan Ekaristi.
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal Penanda Romo dan suster itu gak papa kalau jomblo seumur hidup. Karena jomblo seumur hidup itu adalah pilihan itu untuk para suster dan para romo. Tetapi untuk yang lainnya, jomblo itu adalah sebuah... yah teman-teman yang jomblo bisa isi sendiri aja.
Penutur dengan sengaja memberikan contoh agar itratutur paham dengan pesan yan telah disampaikan
Kehendak yang terdapat dalam diri penutur serta ingin membangkitkan rasa humor.
59. D59/AKI/13/OK
Orang yang paling menyebalkan adalah orang
Peralihan kode dari ragam nonformal ke
Agar terjadinya realasi antara penutur
Kedekatan antara penutur dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
yang.. “Sombong” . Orang yang sombong. Konteks Penutur dengan sengaja memberikan pertanyaan agar terjadinya relasi antara penutur dan mitratutur. Penutur tidak hanya berada di mimbar dalam menyampaikan homili, tetapi berada di antara umat.
dalam ragam formal. Penanda Orang yang paling menyebalkan adalah orang yang.. “Sombong” .
dan mitratutur. mitratutur, karena penutur dengan sengaja meminta jawaban dari seorang umat atau mitratutur.
60. D60/AKI/13/Ok
Kok tidak banyak yang mengangkat tangan yah? Tanda-tanda golput ini. Orang yang paling menyebalkan adalah orang yang kita semua pasti memiliki kriteria masing-masing. Konteks Romo Angga memberikan pertanyaan lagi dengan tujuan umat akan merespon pertanyaan tersebut. Tetapi ketika ditanya, tidak ada umat yang mengangkat tangan. Kemudian suasana yang terjadi selanjutnya adalah ramai karena umat
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal Penanda Kok tidak banyak yang mengangkat tangan yah? Tanda-tanda golput ini.
Penutur dengan sengaja melakukan variasi bahasa, agar mitratutur tidak bosan dan jenuh dalam mendengarkan homili, sehingga penutur sedikit menyelipkan humor yang membuat mitartutur tertawa dan tersenyum.
Karena tidak ada yang mengangkat tangan, maka penutur menyelipkan humor agar mitratutur sedikit terhibur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
menanggapi pertanyaan tersebut dengan tertawa.
61. D61/AKI/13/Ok
Setuju? Atau saya ganti kalimatnya. Orang sombong adalah orang yang paling menyebalkan, setuju gak? Nah kalau ini, hampir semuanya setuju. Orang yang sombong adalah orang yang menyebalkan Konteks Penutur ingin menekankan maksud yang ingin disampaikan dalam homili tersebut. Penutur sengaja memberikan pertanyaan untuk meminta pendapat dari mitartutur. Situasi yang terjadi di Gereja yaitu sore hari dengan suasana yang ramai, karena mitratutur menjawab pertanyaan yang diberikan.
Peralihan kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Setuju? Atau saya ganti kalimatnya. Orang sombong adalah orang yang paling menyebalkan, setuju gak? Nah kalau ini, hampir semuanya setuju.
Penutur ingin menegaskan inti dari homili yang akan disampaikan. Penutur dengan sengaja memberikan pertanyaan agar mitratutur dapat memahami maksud yang akan disampaikan.
Kehendak yang terdapat dalam diri mitratutur.
62. D62/AKI/13/Ok
Pak, nah pak prodiakon ini pasti memberikan jawaban yang bijaksana. Pasti ini. “Orang yang sombong adalah orang yang tidak rendah hati” Orang yang tidak rendah hati.
Alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Pak, nah pak
Maksud yang ingin disampaikan oleh penutur yaitu agar semua mitratutur memperhatikan homili yang akan
Faktor mitratutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
Konteks Penutur dengan sengaja menyodorkan mikrofon kepada seorang prodiakon untuk meminta jawaban atas pertanyaan yang telah diberikan. Prodiakon tersebut menjawab pertanyaan dengan suara yang tidak terlalu keras. Suasana yang terjadi yaitu suasana hening, karena mitratutur mendengar dengan saksama.
prodiakon ini pasti memberikan jawaban yang bijaksana. Pasti ini.
disampaikan yaitu dengan memberikan pertanyaan kepada orang yang berada didekatnya. Dengan demikian mitratutur akan konsentrasi dan tidak jenuh dengan homili tersebut.
63. D63/AK/13/Ok
Dekat dengan orang sombong itu rata-rata kamu gak usah lama-lama di sini. Dengar dia cerita aja rasanya capek. Rasanya pengen menjauh. Karena orang sombong tersebut menyedot banyak energi yang terdapat dalam diri kita.
Alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Dekat dengan orang sombong itu rata-rata kamu gak usah lama-lama di sini. Dengar dia cerita aja rasanya capek.
Penutur ingin menjelakan maksud dari inti yang terdapat dalam homili yang akan disampaikan. Penutur berharap dengan adanya contoh tersebut, mitratutur akan memahami maksud yang disampaikan.
Kehendak dalam diri penutur untuk menggunakan variasi bahasa yang berbeda, karena penutur menrupakan seorang yang dwibahasa.
64. D64/AKI/13/Ok
Mengapa yah kita cepat capek kalau dekat dengan orang yang sombong? Kenapa yah? Karena dia menyedot energi kita.
Alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Mengapa yah kita
Maksud yang ingin disampaikan yaitu, penutur ingin menegaskan bahwa berdekatan dengan orang sombong dapat
Penutur mengetahui latarbelakang mitartutur, sehingga penutur melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
Konteks Penutur memberikan pertanyaan kepada mitratutur untuk direnungkan, karena penutur telah menjawab sendiri pertanyaan tersebut. Suasana yang terjadi di sore hari itu adalah suasana hening, karena umat mendengarkan dengan saksama homili yang disampaikan.
cepat capek kalau dekat dengan orang yang sombong? Kenapa yah?
membuat seseorang tidak bersemangat.
peralihan kode dengan menggunakan kode bahasa Indonesia.
65. D65/AKI/13/Ok
Bahwa sebenarnya manusia itu gak hebat-hebat banget. Orang yang mempunyai prestasi apapun sebenarnya gak hebat-hebat banget. Pasti ada kelemahannya. Konteks Romo Angga dalam memberikan homili banyak sekali kode-kode bahasa Indonesia yang digunakan. Ketika ditanya, hal tersebut disebabkan karena Romo ingin tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur serta mitratutur akan lebih mudah memahami, karena kode bahasa tersebut merupakan
Alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Bahwa sebenarnya manusia itu gak hebat-hebat banget. Orang yang mempunyai prestasi apapun sebenarnya gak hebat-hebat banget.
Penutur ingin menegaskan maksud yang disampaikan. Alih kode dilakukan dengan tujuan mitratutur akan mudah memahami maksdu yang terdapat dalam homili tersebut.
Penutur menguasai latarbelakang mitratutur, sehingga dengan sengaja penutur menggunakan bahasa nonformal dengan kode bahasa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
bahasa sehari-hari yang digunakan oleh mitratutur.
66. D66/AKI/13/Ok
Itu ada suster ngangguk-angguk. Manusia itu yah, gak hebat-hebat banget. Kita bisa yakin soal itu. Kita tahu bahwa orang yang berprestasi itu mungkin bukan karena dia hebat. Cara pandang lain akan mengatakan, dia mempunyai prestasi karena menerima banyak kebaikan dari orang lain. Konteks Suasana yang terjadi yaitu sedikit ramai karena beberapa umat tertawa dan tersenyum serta mencari arah yang ditunjuk oleh penutur. Penutur dengan sengaja menggunakan alih kode ke dalam ragam bahasa nonformal dengan menggunakan dialek bahasa Indonesia.
Alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Itu ada suster ngangguk-angguk. Manusia itu yah, gak hebat-hebat banget.
Menegaskan maksud yang disampaikan.
Beralihnya topik pembicaraan. hal tersebut mengaharuskan penutur untuk melakukan alih kode.
67. D67/AKI/13/Ok
Gak ada orang yang naik ke atas itu langsung prestasi. Semua orang pasti menerima kebaikan dari orang lain.
Alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda
Maksud yang disampaikan yaitu penutur ingin menegaskan hal tersebut.
Kehendak yang terdapat dalam diri penutur untuk menggunakan variasi bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
Konteks Suasana yang terjadi yaitu hening, karena umat menyimak hal yang disampaikan oleh romo. Akan tetapi romo berjalan ke kanan dan kiri di sekitar tempat beliau berdiri untuk menegaskan hal yang disampaikan.
Gak ada orang yang naik ke atas itu langsung prestasi.
68. D68/AKI/13/Ok
Nah Yesus menyembuhkan mereka dengan mengatakan”Pergilah”. Kemudian dalam perjalanan mereka sembuh dan menjadi tahir atau bersi dari dosa-dosanya. Konteks Penutur memberikan penekanan yaitu dengan suara yang sedikit keras agar mitratutur memahami maksud yang akan disampaikan oleh penutur.
Alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Nah Yesus menyembuhkan mereka dengan mengatakan”Pergilah”.
Penutur ingin menegaskan kalimat selanjutnya yaitu dengan memberi penekanan terhadap sebuah kata.
Kehendak yang terdapat dalam diri penutur.
69. D69/AKI/13/Ok
Pastoran kan sebelah kapel, jadi saya bisa mencermati. Ini kita banget. Kita sering memohon kepada Tuhan sering minta tolong kepada Tuhan agar Tuhan menjawab
Alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal. Penanda Pastoran kan sebelah
Memberikan perumpaan agar dengan mudah dipahami oleh umat. Karena hampir semua mitratutur jarang
Penutur mengetahui latarbelakang mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
doa kita. Konteks Penutur dengan sengaja memberi tahu bahwa hal tersebut seringkali terjadi di Kapel Sanata Dharma. Suasana yang terjadi yaitu tidak terlalu hening.
kapel, jadi saya bisa mencermati. Ini kita banget.
sekali mengucap syukur dan berterima kasih dengan apa yang dimiliki.
70. D70/AKI/13/Ok
Nah, bait pertama mazmur bagus banget “Nyanyikanlah lagu bagi Tuhan”, ini contoh orang yang bersyukur kepada Tuhan. Dia benar-benar merasakan cinta Tuhan. Mari kita hening sejenak mengingat lagi kebaikan yang kita terima sepanjang minggu ini. Konteks Pada menit ke-11.07 penutur ingin memberi kesimpulan dengan menegaskan kembali hal maksud yang disampaikan dalam homili tersebut. Suasana yang terjadi yaitu suasana hening, karena mitratutur memperhatikan hal yang disampaikan oleh penutur dengan saksama.
Alih kode dari ragam nonformal ke dalam ragam formal Penanda Nah, bait pertama mazmur bagus banget “Nyanyikanlah lagu bagi Tuhan”, ini contoh orang yang bersyukur kepada Tuhan.
Penutur ingin menegaskan maksud yang terdapat dalam bacaan injil dengan mengaitkannya dengan mazmur yang sudah didengarkan oleh mitratutur. Tujuannya adalah agar mitratutur akan memahami maksud yang disampaikan dalam homili tersebut.
Kehendak dalam diri penutur untuk menegaskan maksud yang telah dijelaskan dalam homili tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
71. D71/AKI/15/Ag
Semisalnya anda sekalian tidak pernah membaca kitab suci tetapi selalu ke Gereja. Itulah kebaikan yang dilakukan Gereja. Menyediakan tahun liturgi bagi yang malas membaca kitab suci sendiri. Yo mulai ngangguk-ngangguk iki
Konteks: Tuturan di atas disampaikan saat homili perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta. Tuturan tersebut disampaikan pada pagi hari dan disampaikan saat homili perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Bellarminus Yogyakarta. Tuturan tersebut disampaikan dengan suasana yang hening dan dihadiri oleh umat yang cukup banyak.
Wujud alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah (bahasa Jawa) Penanda Yo mulai ngangguk-ngangguk iki
Maksud yang digunakan yaitu penggunaan variasi bahasa agar tidak selalu menggunakan ragam nonformal
Terbiasa dengan bahasa yang digunakan sehari-hari.
72. D72/AKI/25/Ag
Tuhan tidak menjawab secara langsung, tetapi memberi perumpamaan-perumpamaan. Bemacam-macam kan gambaran jika orang mengetuk pintu, kalau orang
Wujud alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah (dialek Ambon) Penanda
mempertegas maksud yang ingin disampaikan.
Beralihnya topik pembicaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
Ambon gimana? Buka pintu, buka pintu, beta mau masuk. Konteks Homili tersebut disampaikan pada pagi hari dengan suasana yang sedikit ramai, karena mitratutur atau umat memikirkan hal yang ditanyakan oleh penutur dengan berdiskusi dan berbisik dengan orang yang berada di samping kiri dan kanan.
Bemacam-macam kan gambaran jika orang mengetuk pintu, kalau orang Ambon gimana? Buka pintu, buka pintu, beta mau masuk.
73. D73/AKI /21/S
Sehingga yang terjadi adalah perasaan kita tidak tenang dan berharap homili cepat selesai. Misa itu yah seperti orang Jawa itu mengatakan ala ora, ala ora gimana itu bahasa Indonesianya. Niat-niat yang gak gitu. Nyanyi aja buka mulut ngiritlah Konteks Pada homili perayaan misa tanggal 21 September, romo Sapto menyampaikan homili dengan menggunakan bahasa Jawa dengan tujuan mitratutur berpikir dan
Alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam nahasa daerah (Bahasa Jawa) Penanda Misa itu yah seperti orang Jawa itu mengatakan ala ora, ala ora gimana itu bahasa Indonesianya. Niat-niat yang gak gitu. Nyanyi aja buka mulut ngiritlah
Maksud yang ingin disampaikan yaitu penutur memberikan penekanan dan contoh dalam bahasa Jawa dengan tujuan umat akan memahami maksud tersebut (mempertegas maksud yang ingin disampaikan)
Penutur mengetahui latarbelakang mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
memahami maksud yang disampaikan.
74. D74/AKI/6/Ok
Pohon ara akan tumbuh di laut. Lah yo akarnya gimana? Konteks Dalam homili perayaan misa mingguan pada tanggal 6 Oktober dengan tema “Orang yang Tekun Bertahan dalam Iman akan Selamat” yaitu penutur ingin menegaskan maksud yang disampaikan.
Peralihan kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah (bahasa Jawa) Penanda Lah yo akarnya gimana?
Ingin menegaskan maksud pesan yang disampaikan dalam kitab suci
Penutur mengetahui latarbelakang mitratutur.
75. D75/AKI/21/S
Itulah yang dilakukan orang untuk memperoleh keuntungan. Timbangannya, apa eh.. diperkecil yo supaya keuntungannya lebih besar kan? Konteks Pada tanggal 21 September, Romo Sapto Nugroho sebagai pastor Paroki Pringwulung, menyampaikan homili dengan menggunakan frasa dialek Jawa, karena penutur merupakan orang yan berlatarbelakang Jawa.
Wujud alih kode bahasa Indonesia ke dalam dialek Jawa. Penanda Timbangannya, apa eh.. diperkecil yo supaya keuntungannya lebih besar kan?
Penutur ingin menyampaikan sesuatu dengan menggunakan dialek bahasa Jawa dengan tujuan mitratutur akan memperhatikan homili dengan yang disampaikan.
Faktor kesengajaan karena penutur merupakan orang yang berasal dari Jawa. (Fakator penutur)
76. D76/AKI/25/Ag
Orang Jawa “Kula nuwun, Monggo. Niki sinten? Kulo...
Wujud alih kode dari bahasa daerah (Jawa)
Memberi penegasan berkaitan dengan
Latar belakang yang dimiliki oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
213
Matur nuwuun”. Itu merupakan relasi antara tuan rumah dan tamu Konteks Penutur ingin menunjukan identitas bahwa ia adalah seorang yang berasal dari Jawa. Penutur menggunakan bahasa Jawa dengan menepuk tangan sehingga suasana yang terjadi yaitu sedikit ramai.
ke dalam bahasa Indonesia Penanda Orang Jawa “Kula nuwun, Monggo. Niki sinten? Kulo... Matur nuwuun”.
maksud yang akan dijelaskan.
penutur. Menunjukan identitas
77. D77/AKI/13/Ok
Lah, wong kitanya ingin sembuh kok disuruh menuju imam-imam. Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan apa yang mereka minta. Konteks Pada menit ke-4.19 penutur melakukan peralihan kode dalam wujud kode bahasa Jawa. Penutur dengan sengaja melakukan peralihan kode tersebut karena penutur mengetahui latarbelakang mitratutur.
Wujud alih kode bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia Penanda Lah, wong kitanya ingin sembuh kok disuruh menuju imam-imam.
Ingin menegaskan maksud yang ingin disampaikan.
Penutur mengetahui latarbelakang mitratutur, bahwa sebagian besarnya berasal dan tinggal di Jawa. sehingga ketika menggunakan kode bahasa Jawa, penutur menyadari bahwa mitatutur akan paham dengan apa yang dikatakan.
78. D78/AKE/7/S
Kalian mengalami rasa bahwa hidup kalian sungguh-sungguh penuh sebagai
Wujud alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam kode bahasa
Maksud yang ingin disampaikan yaitu mempertegas kembali
Penutur telah mengetahui latar belakang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
214
seorang anak yang menjalani masa belajar di sini. Ketika kalian mencurahkan seluruh tenaga dan waktu kalian untuk menyelesaikan your study yah secepat mungkin Konteks Berdasarkan injil Lukas (14:25-33), romo menyampaikan homili dengan variasi bahasa yang berbeda-beda. Romo Sapto menyampaikan homili dengan menggunakan peralihan kode dari wujud formal ke dalam nonformal. Homili tersebut disampaikan pada sore hari di Gereja Santo Yohanes Pringwulung.
asing (bahasa Inggris Penanda Ketika kalian mencurahkan seluruh tenaga dan waktu kalian untuk menyelesaikan your study yah secepat mungkin
hal yang akan disampaikan.
mitratutur. Faktor lain juga yaitu karena penutur menguasai banyak kosa kata.
79. D79/AKE/21/S
Kalau misa sabtu sore harus cepat selesai. Supaya bisa segera traveling, ke mall supaya bisa segera a jalan-jalan ke warung kopi dan sebagainya. Konteks Penutur menyampaikan kalimat tersebut dengan nada yang cukup keras dan
Wujud alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam kode bahasa asing (Inggris) Penanda Supaya bisa segera traveling, ke mall supaya bisa segera a jalan-jalan ke warung kopi dan sebagainya.
Maksud yang ingin disampaikan oleh penutur yaitu ingin menyadarkan mitratutur berkaitan dengan hal yang mereka lakukan
Mengetahui keadaan mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
215
penyampaian secara perlahan agar umat dapat memahami dan mendengar dengan baik. Suasana yang terjadi adalah suasana hening, karena mitratutur menyimak hal yang disampaikan oleh penutur.
80. D80/AKE/22/S
Oikos and nomos. Oikos itu rumah dan nomos itu apa? Nomos adalah sebuah aturan Jadi, aturan rumah tangga
Konteks Dalam perayaan misa mingguna di Kapel St Robertus Bellarminus, pada hari minggu tanggal 22 September. Romo Hartana menyampaikan homili dengan menggunakan bahasa asing yaitu bahasa Latin.
Peralihan kode keluar yaitu dari bahasa asing (Latin) ke dalam bahasa Indonesia. Penanda Oikos and nomos.
Maksud yang ingin disampaikan yaitu untuk menegaskan dan menambah pengetahuan mitratutur.
Faktor penutur yang menguasai istilah-istilah asing.
81. D81/AKi/25/Ag
Minggu khususnya apa? Minggu adven, prapaskah, paskah. Nah ini. Jadi kalau bilang ohh di sini. Jumlahnya ada berapa? Satu tahun berapa? Pasti ini belum punya pacar ini. Kalau satu tahun itu kan, berapa minggu pak? Nah, hayo berapa
Peralihan kode dari ragam santai ke dalam bahasa resmi Penanda Minggu khususnya apa? Minggu adven, prapaskah, paskah. Nah ini. Jadi kalau
Maksud peralihan kode tersebut yaitu agar mudah dipahami oleh umat.
Mengetahui latar belakang mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
216
minggu? 52. Nah 52 minggu itu yang biasa. Di dalam tahun itu kemudian dilingkar-lingkari. Minggu pertama di masa adven, maka di altar terdapat lilin adven. Konteks Penutur menyampaikan homili perayaan misa mingguan di Kapel Santo Robertus Belarminus pada hari minggu pagi. Penutur dengan sengaja melakukan alih kode karena dalam tuturannya, penutur ingin menggunakan bahasa santai kepada mitratutur. Penutur juga sengaja memberikan beberapa pertanyaan, agar mitratutur tidak merasa bosan dan jenuh.
bilang ohh di sini. Jumlahnya ada berapa? Satu tahun berapa? Pasti ini belum punya pacar ini. Kalau satu tahun itu kan, berapa minggu pak? Nah, hayo berapa minggu? 52. Nah 52 minggu itu yang biasa.
82. D82/AKi/13/Ok
Ke supermarket beli anggur Anak muda di Jogja Jangan lupa bersyukur Karena hidup bahagia enteng rasanya Suster, bapak, ibu, saudara/i yang terkasih dalam Kristus.
Peralihan kode dari gaya santai ke dalam gaya bahasa resmi Penanda Ke supermarket beli anggur Anak muda di Jogja
Maksud yang disampaikan yaitu agar adanya kedekatan antara penutur dan mitratutur.
Faktor suasana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
217
Konteks Perayaan misa hari minggu pada tanggal 13 Oktober, dipimpin oleh dua romo yaitu Romo Ignasius Trisna dan Romo Handoko (Keuskupan Palembang). Romo yang menyampaikan homili adalah Romo Trisna. Romo sengaja mengawali homili dengan menggunakan pantun agar umat tertarik dengan homili yang akan disampaikan.
Jangan lupa bersyukur Karena hidup bahagia enteng rasanya
83. D83/AKi/13/Ok
Kita harus senantiasa datang kepada Yesus dan mengucapkan apa? (Terima kasih) Ya sama-sama. Kita harus datang kepada Yesus dan selalu mengucapkan terima kasih. Mulai dari bangun pagi hingga tidur malam. Konteks Penutur dengan sengaja memberi pertanyaan kepada mitratutur kemudian dijawab kembali oleh penutur dengan tujuan mitratutur senang dan tertawa dengan apa yang
Peralihan kode dari ragam santai ke dalam ragam baku Penanda Kita harus senantiasa datang kepada Yesus dan mengucapkan apa? (Terima kasih) Ya sama-sama.
Penutur sengaja melakukan peralihan kode dengan tujuan mitratutur tertawa dan memahami maksud yang disampaikan.
Kedekatan antara penutur dan mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
218
disampaikan oleh penutur. Suasana yang terjadi adalah ramai, karena mitratutur tertawa seusai kata yang disampaikan oleh penutur.
84. D84/AKI/13/Ok
Ke kota mencari pasir Lewat Jogja tidak ketemu Jangan bimbang, jangan kwatir Setiap saat Tuhan akan bertamu. Bapa, Ibu, Saudara-saudari yang terksih dalam Kristus, semoga kita senantiasa tidak melupakan Tuhan dan selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini. Konteks Penutur dengan sengaja menutup homili dengan sebuah pantun agar mitratutur dapat terhibur dan memahami homili yang telah disampaikan. Penutur mengangap pantun tersebut disampaikan agar adanya keakraban antara penutur dan mitratutur.
Peralihan kode dari ragam santai ke dalam ragam baku Penanda Ke kota mencari pasir Lewat Jogja tidak ketemu Jangan bimbang, jangan kwatir Setiap saat Tuhan akan bertamu.
Penutur dengan sengaja menyampaikan pantu agar mitratutur terhibur dan tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur.
Kehendak yang terdapat dalam diri penutur yaitu dengan menggunakan variasi bahasa.
85. D85/AKI/13/Ok
Saya mau kembali kepada jawaban dari mba yang
Peralihan kode dari ragam santai ke dalam
Maksud yang ingin disampaikan oleh
Berubahnya topik pembicaraan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
219
berbaju ungu tadi yah. Orang yang paling menyebalkan adalah orang yang sombong. Konteks penutur ingin menegaskan inti dari homili yaitu dengan mengingatkan kepada umat berkaitan dengan jawaban yang telah diberikan oleh seorang umat.
ragam baku Penanda Saya mau kembali kepada jawaban dari mba yang berbaju ungu tadi yah
penutur yaitu agar mitratutur memahami tujuan atau inti dalam homili yang disampaikan.
Untuk memulai topik yang baru yaitu mengawali renungan yang terdapat dalam kitab suci, penutur mengingatkan kembali berkaitan dengan jawaban dari seorang umat.
86. D86/AKI/13/Ok
Ketika saya masih kecil, orangtua saya juga seperti orantua bapa ibu saudara/i semuanya. Ketika ada orang yang memberi pasti selalu mengungkapkan? (terima kasih) Ketika ada orang memberi akan selalu jawab dengan kata? Terima kasih Ketika ada orang yang memberi akan selalu jawab dengan kata? Terima kasih Saya kira ke-9 orang itu ada di antara kita, karena jawabanya tidak begitu semangat. Konteks
Peralihan kode dari gaya bahasa resmi ke dalam gaya bahasa santai Penanda Ketika ada orang yang memberi pasti selalu mengungkapkan? (terima kasih) Ketika ada orang memberi akan selalu jawab dengan kata? Terima kasih Ketika ada orang yang memberi akan selalu jawab dengan kata? Terima kasih Saya kira ke-9 orang
Maksud yang disampaikan oleh penutur yaitu, penutur ingin menegaskan inti dari homili tersebut dengan mengulang kalimat yang sama dan meminta umat untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.
Faktor suasana, karena ketika ditanya, yang menjawab pertanyaan tersebut sangat sedikit, sehinggapenutur mengatakan bahwa “Saya kira ke-9 orang itu ada di antara kita”. Hal tersebut membuat suasana menjadi ramai karena mitratutur tertawa dan beberapa di antaranya hanya tersenyum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
220
Dalam perayaan misa pada hari minggu tanggal 13 Oktober di Kapel Bellarminus, dengan tema “ Barang Siapa Percaya Akan Allah, Ia Akan Disembuhkan”. Penutur dengan sengaja mengulang kalimat yang sama untuk menekankan dan menegaskan maksud yang ingin disampaikan dalam homili tersebut. Akan tetapi penutur juga menyelipkan humor dalam alih kode tersebut, karena suasana yang terjadi ketika penutur menyampaikan kalimat “Saya kira ke-9 orang itu ada di antara kita” semua umat tertawa dan beberapa di antaranya hanya tersenyum.
itu ada di antara kita, karena jawabanya tidak begitu semangat.
87. D87/AKI/13/Ok
Siapa yang memilih kata yang sama? Siapa yang setuju, satu, dua. Mas yang di belakang tadi memilih orang yang? “Menyebalkan” Orang yang menyebalkan adalah orang yang
Peralihan kode dari ragam akrab ke dalam ragam baku Penanda Siapa yang memilih kata yang sama? Siapa yang setuju,
Penutur memberikan pertanyaan dengan maksud tidak ada jarak antara penutur dn mitratutur serta penutur berharap dengan memberikan pertanyaan seperti itu,
Penutur megetahui latarbelakang mitratutur, sehingga dengan senaja memberikan pertanyaan untuk dijawab oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
221
menyebalkan? Saya bingung untuk menjelaskannya. Konteks Penutur dengan sengaja meminta umat untuk menjawab pertanyaan dengan tujuan tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur. Suasana yang terjadi dalam Gereja yaitu suasana ramai, karena semua umat tertawa dengan jawaban yang diberikan oleh seorang pria muda.
satu, dua. Mas yang di belakang tadi memilih orang yang? “Menyebalkan”
maksud yang akan disampaikan dalam homili tersebut akan tersampaikan dengan baik kepada umat.
mitratutur (kedekatan antara penutur dan mitratutur)
88. D88/AKI/13/Ok
Bu, menurut ibu gimana, orang yang paling menyebalkan adalah orang yang? “Suka berbohong” Siapa yang setuju juga dengan ibu ini? Konteks Penutur dengan sengaja memberikan pertanyaan kepada seorang ibu prodiakon. Karena setiap orang memiliki jawaban yang berbeda-beda. di sini penutur mendatangi umat untuk
Peralihan kode dari ragam akrab ke dalam ragam baku. Penanda Bu, menurut ibu gimana, orang yang paling menyebalkan adalah orang yang?
Penutur meminta umat untuk menjawab pertanyaan tersebut karena umat memiliki jawaban yang berbeda. Dengan demikian, tujuan yang diinginkan penutur yaitu umat akan memahami maksud yang terdapat dalam kitab suci melalui jawaban-jawaban atas pertanyaan yang telah diberikan oleh penutur.
Penutur ingin mendekatkan diri dengan mitratutur yaitu dengan mendatangi umat untuk menjawab pertanyaan yang telah diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
222
meminta jawaban atas pertanyaan yang telah diberikan. Hal tersebut dengan tujuan umat akan memahami maksud yang disampaikan oleh penutur.
89. D89/AKI/13/Ok
Nah, ini pengantar untuk injil hari ini. Injil hari berbicara tentang orang kusta. Orang kustanya ada berapa dek? Ada 10. Ada 10 orang Kusta, mereka berada di sebuah desa dan minta tolong “Tuhan Yesus kasihanilah kami”. Konteks Dalam injil Lukas 17:11-19 tentang orang kusta yang tidak menucap syukur. Sebagai pengantar untuk memasuki pesan yang disampaikan dalam kitab suci, penutur memberikan pertanyaan kepada seorang misdinar. Hal tersebut dilakukan agar semua mitratutur mengingat kembali bacaan kitab suci yang baru saja disampaikan.
Alih kode dari ragam akrab ke dalam ragam baku. Penanda Nah, ini pengantar untuk injil hari ini. Injil hari berbicara tentang orang kusta. Orang kustanya ada berapa dek? Ada 10.
Penutur bermaksud agar tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur. Sehingga penutur memberikan sebuah pertanyaan kepada seorang misdinar agar mitratutur yang lainnya juga mengingat kembali berkaitan dengan bacaan injil hari itu.
Kedekatan antara penutur dan mitratutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
223
90. D90/AKI/13/Ok
Ketika sedang susah doanya kenceng. Nah, itu ada anak SaDhar yang ketawa-ketawa itu. Karena biasanya Kapel Sanata Dharma itu dipenuhi mahasiswa hanya saat ujian. Konteks Suasana yang terjadi yaitu ribut, karena beberapa umat mulai tertawa setelah mendengar kalimat yang disampaikan oleh romo. Beberapa di antaranya berbisik karena menganggap bahwa hal yang disampaikan itu benar.
Alih kode dari ragam akrab ke dalam ragam baku. Penanda Ketika sedang susah doanya kenceng. Nah, itu ada anak SaDhar yang ketawa-ketawa itu
Untuk mendekatkan diri dengan mitratutur yaitu dengan menyelipkan humor agar suasana yang terjadi tidak terlalu serius.
Kehendak yang terdapat dalamdiri penutur aar tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur serta berubahnya suasana yang terlalu hening.
91. D91/AKI/13/Ok
Saya akan bertanya dan mencari jawaban. Nah disitu ada mbak yang bisik-bisik tadi. Gimana mba? Konteks Perayaan Ekaristi minggu biasa ke XXVIII yang dipimpin oleh Romo Angga dengan sengaja melakukan peralihan kode dengan maksud penutur mengenal mitratutur dan tidak ada jarak antara penutur dan mitratutur.
Peralihan kode dari bahasa baku ke dalam ragam akrab (Kode bahasa Indonesia) Penanda Nah di situ ada mbak yang bisik-bisik tadi. Gimana mba?
Penutur bermaksud untuk mendekatkan diri dengan mitratutur.
Relasi antara penutur dan mitratutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
224
92. D92/AKI/25/Ag
Lalu setelah itu ada minggu biasa 21. Jumlahnya berapa minggu? jumlahnya berapa? Coba anggota koor? Ha? Coba tadi, kalau udah ngomong jangan nunduk dong. Jumlahnya 34. Konteks Romo ingin memberikan tuturan kepada umat untuk mengakrabkan diri, sehingga terciptanya suasana yang sedikit ramai. Karena umat merespon pertanyaan yang diberikan oleh romo
Peralihan kode dari bahasa baku ke dalam gaya bahasa akrab Penanda Coba anggota koor? Ha? Coba tadi, kalau udah ngomong jangan nunduk dong. Jumlahnya 34.
Maksud yang ingin disampaikan yaitu untuk membangkitkan situasi yang lebih baik.
Ingin beralihnya topik pembicaraan
Yogyakarta, 4 Desember 2019
Prof. Dr. Pranowo, M.Pd
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
225
BIOGRAFI PENULIS
Priska Astri lahir di Heret pada tanggal 13
Agustus 1997. Anak pertama dari pasangan Anisetus
Jehoman dan Fransiska Mainafia. Pendidikan Dasar
ditempuh di SD Inpres Bawe pada tahun 2004-2010.
Pendidikan Menengah Pertama ditempuh di SMP
Katolik Immaculata Ruteng, pada tahun 2010-2013.
Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah
Atas di SMAK Fransiskus Xaverius Ruteng, pada tahun 2013-2016.
Pada tahun 2016 tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Masa pendidikan di Universitas Sanata
Dharma diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Alih
Kode dalam Homili Perayaan Misa Mingguan di Paroki Santo Yohanes Rasul
Pringwulung Yogyakarta periode Agustus-Oktober 2019. Skripsi ini dibuat untuk
memperoleh gelar sarjana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI