Upload
edy-rohmad
View
67
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ALINEMEN HORIZONTAL
Alinemen horizontal atau trase suatu jalan adalah proyeksi sumbu
jalan tegak lurus bidang kertas (peta) terdiri dari garis lurus dan garis
lengkung.
Garis lengkung horizontal adalah bagian yang lengkung dari jalan yang
ditempatkan antara dua garis lurus untuk mendapatkan perubahan
jurusan yang bertahap.
Dalam merencanakan garis lengkung perlu diketahui hubungan antara
design speed dengan lengkung, dan hubungan keduanya dengan
superelevasi. Hubungan ini diturunkan dari rumus-rumus mekanika,
dan harga yang dipakai untuk perencanaan tergantung dari batas-
batas praktis dan faktor-faktor yang ditentukan secara empiris.
Bila kendaraan melintasi suatu lengkung dengan bentuk lingkaran,
maka kendaraan ini akan didorong secara radial keluar oleh gaya
sentrifugal yang akan diimbangi oleh komponen berat kendaraan yang
diakibatkan superelevasi dari jalan dan oleh gesekan samping (side
friction) antara ban kendaraan dengan permukaan jalan.
Kesetimbangan Gaya di Tikungan Jalan
Gaya-gaya dalam keadaan setimbang, maka:
= G. Sin + Fs
= G. Sin + f( G Cos + )
- f. = G. Sin + f.G Cos
(Cos - f. Sin ) = G. Sin + f.G Cos
Persamaan di atas dibagi dengan Cos , didapat:
(1 - f. Tan ) = G. Tan + f.G
Jika miring permukaan jalan disebut dengan superelevasi dan diberi
simbol e, maka akan didapat e = Tan
Persamaan akan berubah menjadi:
(1 - f. e) = G. e + f.G
Dengan membagi G di ruas kiri dan kanan, maka didapat:
=
karena nilai perkalian antara e.f kecil, maka dapat diabaikan, sehingga
rumus lengkung horizontal menjadi sbb:
e + f =
jika v dalam km/j; g =9,81 m/d2; dan R dalam satuan meter, diperoleh:
e + f =
Derajat Lengkung
Untuk menyatakan suatu lengkung horizontal, di samping dapat
dinyatakan dalam Radius (R), dapat pula dinyatakan dalam Derajat
Lengkung (D). Derajat Lengkung adalah sudut pusat yang terjadi
dengan busur lingkaran 100 feet (25 m).
=
D = (R dalam satuan feet)
D = (R dalam satuan meter)
Derajat Lengkung
Semakin besar R, maka D semakin kecil dan semakin tumpul lengkung
horizontal rencana. Sebaliknya semakin kecil R maka semakin besar D
dan semakin tajam lengkung horizontalnya.
Koefisien Gesekan Melintang
Gaya gesekan melintang (FS) adalah besarnya gesekan yang timbul
antara ban kendaraan dan permukaan jalan dalam arah melintang
jalan yang berfungsi untuk mengimbangi gaya sentrifugal.
Perbandingan antara gaya gesekan melintang dan gaya normal yang
bekerja disebut koefisien gesekan melintang. Besarnya koefisien
gesekan melintang dipengaruhi oleh:
a. jenis dan kondisi ban
b. tekanan ban
c. kekasaran permukaan perkerasan
d. kecepatan kendaraan
e. keadaan cuaca
Nilai koefisien gesekan melintang yang digunakan untuk perencanaan
haruslah suatu nilai yang telah mempertimbangkan faktor keamanan
pengemudi, sehingga bukanlah merupakan nilai maksimum yang
terjadi. Dari penelitian didapat untuk kecepatan rendah nilai koefisien
gesekan melintang yang tinggi, sedangkan pada kecepatan tinggi sutu
nilai koefisien gesekan melintang yang rendah.
v < 80 km/j f = - 0,00065 v + 0,19280 < v < 112 km/j f = - 0,00125 v +0,24
Kemiringan Melintang Permukaan pada Lengkung Horizontal
(Superelevasi-e)
Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya sentrifugal
diperoleh dengan membuat kemiringan melintang jalan, ini disebut
dengan Superelevasi dengan simbol e. Semakin besar superelevasi
semakin besar juga komponen berat kendaraan yang diperoleh.
Superlevasi maksimum pada suatu jalan dipengaruhi oleh:
a. kondisi cuaca: hujan, berkabut, kering
b. keadaan medan: datar, perbukitan, pegunungan
c. tipe daerah: pedalaman , kota
d. sering terdapatnya kendaraan yang berjalan lambat
Superelevasi maksimum:
1. jalan licin, sering hujan, kabut emaks 8 %
2. jalan di perkotaan, sering macet emaks 4 – 6 %
3. AASHTO emaks 0,04; 0,06; 0,08; 0,10; 0,12
4. Bina Marga: jalan luar kota emaks 10 %; jalan dalam kota emaks 6 %
Radius Minimum atau Derajat Lengkung Maksimum
Dari persamaan: e + f =
terlihat bahwa besarnya radius lengkung horizontal (R) dipengaruhi
oleh e dan f, serta v. Ini berarti terdapat nilai radius minimum atau
derajat lengkung maksimum untuk suatu nilai superelevasi maksimum
(emaks) dan koefisien gesek maksimum (fmaks).
Lengkung tersebut dinamakan sebagai lengkung tertajam yang dapat
direncanakan untuk suatu nilai kecepatan rencanan yang dipilih pada
suatu nilai superelevasi maksimum.
Dengan adanya kemungkinan peningkatan jalan di masa mendatang
sebaiknya dihindari perencanaan alinemen horizontal jalan dengan
menggunakan radius minimum. Di samping sukar menyesuaikan diri
dengan peningkatan jala, juga akan menimbulkan rasa tidak nyaman
pada pengemudi yang bergerak dengan kecepatan yang lebih tinggi
dari kecepatan rencana.
Harga radius minimum sebaiknya hanya merupakan harga batas
sebagi petunjuk dalam memilih radius untuk perencanaan saja.
Radius minimum (Rmin) dapat dihitung dari rumus :
Rmin = atau Dmaks =
Dengan memasukkan harga maksimum e dan f pada rumus di atas,
maka Rmin atau Dmaks dapat dihitung untuk design speed tertentu.
DISTRIBUSI NILAI SUPERELEVASI dan KOEFISIEN GESEKAN MELINTANG
Gaya sentrifugal yang timbul ketika kendaraan melewati tikungan akan
diimbangi bersama-sama oleh komponen berat kendaraan akibat
adanya superelevasi dan gaya gesekan melintang antara permukaan
jalan dan ban kendaraan.
Nilai ekstrim diperoleh untuk kondisi jalan lurus, dimana radius
lengkungnya adalah tak terhingga. Nilai ekstrim lainnya adalah saat
kondisi lengkung tertajam untuk satu nilai kecepatan rencana, yaitu
lengkung dengan radius minimum, berarti:
e + f = 0 jalan lurus R = ∞e + f = (e + f)maks jalan dengan R = Rmin
di antara kedua harga ekstrim tersebut nilai superelelvasi (e) dan
koefisien gesekan (f) akan terdistribusi menurut beberapa metode.
AASHTO memberikan 5 metode distribusi e dan f.
1. Superelevasi berbanding lurus dengan derajat lengkung, sehingga
hubungan antara superlevasi dan derajat lengkung berbentuk garis
lurus.
2. Pada mulanya gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya
gesekan sampai mencapai fmax, selanjutnya baru diimbangi oleh
gaya gesekan dan superelevasi. Hal ini menyebabkan dibutuhkan
superelevasi yang mendadak besar jika fmax telah tercapai, tetapi
pada lengkung-lengkungtumbpul tidak dibutuhkan superelevasi.
fmax
e 0 sampai maks
3. Pada mulanya gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh
komponen berat kendaraan akibat superelevasi sampai
superelevasi mencapai nilai maksimum. Setelah nilai maksimum
tercapai, gaya sentrifugal tersebut baru diimbangi bersama-sama
dengan gaya gesekan. Hal ini menuntut f yang besar secara
mendadak setelah emaks tercapai dan sebaliknya tidak
membutuhkan f pada tikungan-tikungan yang kurang tajam. Pada
kecepatan jalan rata-rata timbul adanya koefisien gesek negatif.
emaks
f 0 sampai maks
4. Mirip dengan metode ke-3 dengan mengurangi kelemahan-
kelemahannya. Prinsip sama, tetapi berdasarkan kecepatan jalan
rata-rata sehingga tidak menimbulkan koefisien gesek negatif.
5. Merupakan metode antara satu dan empat yang diperlihatkan
sebagai garis lengkung parabola tidak simetris. Bentuk parabola ini
berlaku bilaakan digunakan pada kecepatan rencana maupun
kecepatan jalan rata-rata.
Contoh:Kecepatan rencana 60 km/j, emaks = 10 %, diperoleh fmaks= 0,153
Metoda 1
emaks + fmaks =
0,10 + 0,153 =
Rmin = 115 mDmaks = 12,78
A1: emaks = 0,10Dmaks = 12,78
A2: fmaks = 0,153Dmaks = 12,78
A3: digunakan v jalan rata-rata = 0,9 x 60 km/j = 54 km/j
0,10 + f =
f = 0,10D = 12,78
Metoda 2
e = 0 ; fmaks = 0,153
emaks + fmaks =
0 + 0,153 =
R = 185,27 mD = 7,73
B1: e = 0D = 7,73
B2: f = 0,153D = 7,73
B3: digunakan v jalan rata-rata = 0,9 x 60 km/j = 54 km/j
0 + f =
f = 0,124D = 7,73
Metoda 3
e = 0,10 ; f = 0
emaks + fmaks =
0,10 + 0 =
R = 283,46 mD = 5,05
C1: e = 0,10D = 5,05
C2: f = 0D = 5,053
C3: digunakan v jalan rata-rata = 0,9 x 60 km/j = 54 km/j
0,1 + f =
f = - 0,019D = 5,05
Metoda 4Prinsipnya sama dengan metoda 3, hanya digunakan vj = 54 km/j
e = 0,10 ; f = 0
emaks + fmaks =
0,10 + 0 =
R = 229,61 mD = 6,24
D1: e = 0,10D = 6,24
D2: v = 60 km/j
0,10 + f =
f = 0,024D = 6,24
D3:f = 0D = 6,24
Metoda 5
D =
D = k = konstanta = 181913,53
Pada D2 : Dp = k (emaks +h)/v2
D3 : Dp = k (emaks)/v2
=
h = emaks (v2/vj2) – emaks
tan 1 =
tan 2 =
Mo = a = Dp
b = Dmax – Dpa + b = Dmax
Mo =
Untuk lengkung sebelah kiri :D ≤ Dpf1 = Mo (D/Dp)2 + D tan α1
Untuk lengkung sebelah kanan :D > Dp
f2 = Mo + h + (D – Dp) tan α2
Dari metoda 4:Dp = 6,24h = 0,024fmax = 0,153Dmax = 12,78 tan α1 = (0,024/6,24) = 0,00385
tan α2 = = 0,01972
Mo =
= 0,02535
Persamaan lengkung di kiri Dpf1 = 0,02534 (D/6,24)2 + 0,00385 D
Persamaan lengkung di kanan Dp
f2 = 0,02534 + 0,024 + 0,01972(D – 6,24)
Contoh penentuan titik-titik pada lengkung parabolaD = 5,99 f1= 0,02534 (5,99/6,24)2 + 0,00385. 5,99
= 0,046e = 0,072
D = 10 f2 = 0,02534 + 0,024 + 0,01972(10 – 6,24)
= 0,103e = 0,095
dengan cara yang sama didapat untuk v = 60 km/j dan emax=10%
D (..) R (m) f e
1 1432,39 0,004 0,015
2 716,19 0,01 0,029
4 358,1 0,026 0,054
6 238,73 0,0465 0,073
8 179,05 0,0722 0,086
10 143,24 0,103 0,095
LENGKUNG PERALIHAN
Secara teoritis perubahan arah dari jalan lurus ke tikungan yang
berbentuk busur lingkaran harus dilakukan secara mendadak (R = ∞
ke R = R). Kenyataannya hal itu tidak perlu karena:
a. pada saat membelok yang dibelokkan adalah roda depan
sehingga jejak roda akan melintasi lintasan yang berbentuk
busur lingkaran
b. akibatnya, gaya sentrifugal yang timbulpun berangsur-angsur
dari R = ∞ ke R = R pada tikungan berbentuk busur lingkaran
Pada lengkung tumpul, R besar, kendaraan dapat tetap pada lajurnya.
Pada tikungan tajam, R kecil, kendaraan sering menyimpang dan
mengambil lajur di sampingnya. Untuk menghindari hal tersebut,
sebaiknya dibuat lengkung dimana lengkung tersebut merupakan
peralihan dari R = ∞ ke R = R. lengkung ini disebut dengan lengkung
peralihan.
Bentuk lengkung peralihan yang memberikan bentuk sama dengan
jejak kendaraan ketika beralih dari jalan lurus ke tikungan berbentuk
busur lingkaran dan sebaliknya, dipengaruhi oleh:
a. sifat pengemudib. kecepatan kendaraanc. radius lengkungd. kemiringan melintang jalan
bentuk lengkung peralihan yang banyak dipergunakan adalah lengkung spiral.
Perhatikan gambar lengkung peralihan,
R akan bervariasi di sepanjang lengkung spiral
R = Rc di titik C atau SC
L adalah panjang spiral di suatu titik
L = ls di titik SC
adalah sudut di suatu titik
= s di titik SC
x, y adalah titik koordinat P di suatu titik
x Xc dan y Yc di titik SC
di sembarang titik di lengkung spiral berlaku
R = dengan K = Konstanta
di titik SC
Rc =
Sehingga R =
Rumus-rumus yang dipakai
s = .
x = l - di titik SC menjadi Xc = Ls -
y = di titik SC menjadi Yc =
penggeseran lengkung untuk memberi ruang bagi lengkung spiral :
p = Yc – Rc (1 – Cos s)
k = Xc – Rc sin s
Letak awal tikungan/lengkung spiral dari pusat perpotongan :
Tt = (Rc + p) tan + k
Et = (Rc + p) sec - Rc
Panjang lengkung peralihan (Ls) berdasarkan rumus Shortt
Gaya sentrifugal =
Waktu kendaraan bergerak sepanjang Ls;t =
Perubahan gaya rata-rata sepanjang waktu tempuh = gaya/waktu
= =
Perubahan percepatan ke arah radial per satuan waktu: c =
c =
Gaya = m.a
= =
c = Ls =
Jika satuan besaran tersebut adalah
Ls = panjang lengkung spiral dalam meter
R = jari-jari busur lingkaran dalam meter
v = kcepatan rencana dalam km/j
c = perubahan percepatan dalam m/d3
maka rumus tersebut menjadi:
Ls = 0,022
Untuk mengimbangi gaya sentrifugal sebenarnya telah dibuat
superelevasi, gaya yang bekerja adalah gaya sentrifugal dan ada
kemiringan sebesar superelevasi, maka untuk jalan raya dipakai rumus
MODIFIKASI SHORTT menjadi:
Ls = 0,022 - 2,727
Dalam menentukan panjang lengkung peralihan untuk perencanaan
diambil nilai terbesar antara:
Ls dari rumus modifikasi SHORTT
Ls dari landai relatif
Ls dari tabel
LANDAI RELATIF