Upload
hendra-al-bimawi
View
195
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Istilah efikasi diri pertama kali diperkenalkan oleh bandura dalam psychological review
nomor 84 tahun 1977. Bandura (1986) mengemukakan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan
sejauhmana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau
melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. Keyakinan ini meliputi
kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas
bertindak pada situasi yang penuh tekanan.
Bandura (1986) mengembangkan penelitiannya tentang efikasi diri dan menemukan bahwa
seseorang yang mempunyai efikasi diri yang tinggi akan menetapkan target yang tinggi pula untuk
menghasilkan sesuatu dan akan berupaya mencapai tujuan atau target tersebut, apabila individu
tersebut sukses dalam mencapai target yang telah ditetapkan, maka ia akan menetapkan target yang
lebih tinggi lagi dari target sebelumnya. Apabila individu tersebut gagal mencapai target maka
justeru akan lebih giat lagi untuk meraihnya, karena kesuksesan dan kegagalan dalam pencapaian
target yang telah ditentukan kurang mempengaruhi secara langsung perilaku individu dimasa yang
akan datang tapi ikut berperan dalam mempengaruhi perasaan atau kepercayaan akan efikasinya.
Sedangkan menurut robbins (1996) efikasi diri adalah keyakinan atau kemampuan yang
dimiliki seseorang untuk meraih sukses dalam tugas. Semakin kita percaya dengan kemampuan yang
dimiliki maka kita akan dapat meraih sukses dalam suatu tugas dan dalam situasi yang berbeda, kita
menemukan bahwa orang yang mempunyai efikasi diri rendah dalam menghadapi tantangan akan
berkurang atau bahkan menyerah sama sekali, sementara orang yang mempunyai efikasi diri yang
tinggi akan berusaha lebih keras untuk meraih kesempatan.
Pada intinya efikasi diri adalah keyakinan seseorang bahwa ia mampu melakukan tugas
tertentu dengan baik. Efikasi diri memiliki keefektifan, yaitu individu mampu menilai dirinya memiliki
kekuatan untuk menghasilkan pengaruh yang diinginkan. Tingginya efikasi diri yang dipersepsikan
akan memotivasi individu secara kognitif untuk bertindak lebih tepat dan terarah, terutama apabila
tujuan yang hendak dicapai merupakan tujuan yang jelas.
Efikasi diri merupakan keyakinan bahwa seseorang dapat berhasil melaksanakan perilaku
yang diperlukan untuk menghasilkan hasilnya. Efikasi diri merupakan hanya satu bagian kecil dari
seluruh gambaran kompleks tentang kehidupan manusia, tetapi dapat memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang kehidupan itu dari segi kemampuan manusia. Keragaman kemampuan
manusia ini diakui oleh teori efikasi diri. Teori efikasi diri merupakan upaya untuk memahami
keberfungsian kehidupan manusia dalam pengendalian diri, pengaturan proses berpikir, motivasi,
kondisi afektif, dan psikologis (Damastuti, dkk. 2007). Melalui perspektif ini, efikasi diri diyakini dapat
membuat individu mampu menafsirkan dan menerjemahkan faktor-faktor internal dan eksternal
kedalam tindakan nyata. Namun perlu ditegaskan bahwa individu-individu yang berbeda memiliki
kemampuan yang berbeda dalam membaca pikiran mereka dan memandang lingkungan mereka.
Pada dasarnya efikasi diri tidak spesifik bagi individu-individu tertentu karena ini
merupakan konsep umum. Sawitri (2008) berpendapat bahwa efikasi diri adalah kemampuan umum
yang terdiri atas aspek-aspek kognitif, sosial, emosional dan perilaku, serta individu harus mampu
mengolah aspek-aspek itu untuk mencapai tujuan tertentu.
Dengan kata lain bahwa efikasi diri berlaku sebagai mesin pembangkit kemampuan
manusia. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika seseorang yang memiliki efikasi diri yang kuat,
maka dia bermotivasi diri yang tinggi dan bahkan menunjukkan pandangan yang ekstrim dalam
menghadapi suatu situasi. Menurut Coral (2005) efikasi diri adalah keyakinan dalam kemampuan
pribadi seseorang dan merupakan pusat untuk bagaimana seseorang menanggapi tugas.
Menurut bandura (1986) individu yang memiliki efikasi diri tinggi memiliki sikap optimis,
suasana hati yang positif yang dapat memperbaiki kemampuan untuk memproses informasi secara
lebih efisien, memiliki pemikiran bahwa kegagalan bukanlah sesuatu yang merugikan namun justeru
memotivasi diri untuk melakukan yang lebih baik. Sedangkan individu yang memiliki efikasi diri yang
rendah yaitu memiliki sikap pesimis, suasana hati negatif yang meningkatkan kemungkinan
seseorang menjadi marah, merasa bersalah, dan memperbesar kesalahan mereka.
Menurut Mappiare (1982) mengatakan bahwa orang dengan efikasi diri tinggi akan selalu
memiliki pandangan yang positif terhadap setiap kegagalan dan menerima kekurangan yang
dimilikinya dengan apa adanya. Sebaliknya seseorang yang memiliki efikasi diri rendah, akan
memandang negatif tentang dirinya maupun masyarakat, merasa tidak punya teman dan seolah-
olah dirinya ditolak oleh lingkungan serta merasa kurang mampu untuk bersosialisasi dengan orang
lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa individu dengan efikasi diri tinggi
adalah individu yang memiliki pandangan positif terhadap setiap kegagalan dan menerima
kekurangan yang dimilikinya apa adanya, lebih aktif, dapat mengambil pelajaran dari masa lalu,
mampu merencanakan tujuan dan membuat rencana kerja, lebih kreatif menyelesaikan masalah,
sehingga tidak membuat stres serta selalu berusaha lebih keras untuk mendapat hasil kerja yang
maksimal. Sedangkan individu dengan efikasi diri yang rendah adalah individu yang memandang
negatif terhadap dirinya maupun masyarakat, merasa tidak punya teman dan seolah-olah dirinya
ditolak oleh lingkungan serta merasa kurang mampu untuk bersosialisasi dengan orang lain, pasif
dan sulit menyelesaikan tugas, tidak berusaha mengatasi masalah, tidak mampu belajar dari masa
lalu, selalu merasa cemas, sering stress dan terkadang depresi.
Hubungan efikasi diri dengan variabel lain.
Freud melihat kecemasan sebagai bagian penting dari system kepribadian, hal yang
merupakan suatu landasan dan pusat dari perkembangan perilaku neurosis psikosis. Kecemasan
berfungsi sebagai tanda adanya bahaya yang akan terjadi, suatu ancaman terhadap ego yang harus
dihindari atau dilawan. Dalam hal ini ego harus dikurangi, antara kemauan id dan superego. Konflik
ini akan selalu ada dalam kehidupan manusia karena menurut freud, insting akan selalu mencari
pemuasaan sedangkan lingkungan sosial dan moral akan membatasi pemuasaan tersebut. Sehingga
menurut freud suatu pertahanan akan selalu beroperasi secara luas dalam segi kehidupan manusia.
Layaknya semua perilaku yang dimotivasi oleh insting, begitu juga semua perilaku mempunyai
pertahanan secara alami, dalam hal untuk melawan kecemasan (Schultz, 1986).
Penelitian pertama yang menyeluruh tentang mekanisme pertahanan ditulis oleh anna
freud dalam bukunya the ego and the mechanisms of defense, ia menyatakan bahwa setiap orang,
normal atau neurotic, menggunakan mekanisme pertahanan yang karakteristik dan berulang.
Ditekankan juga bahwa ego harus merupakan pusat terapi psikoanalisis, disamping mengungkapkan
derivate dorongan yang direpsesi (maramis, 1990).
Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan id dan superego.
Namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri. Secara tidak
sadar, seseorang akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan atau dengan
menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima konsepsi dan
tidak terlalu mengancam. Cara ini disebut mekanisme pertahanan diri atau mekanisme pertahanan
ego (ego defense mechanism) (maramis, 1990).
Individu dengan sekf efikasi yang tinggi adalah individu yang memiliki pandangan positif
terhadap setiap kegagalan dan menerima kekurangan yang dimilikinya dengan apa adanya, lebih
aktif, dapat mengambil pelajaran dari masa lalu, mampu merencanakan tujuan dan membuat
rencana kerja, lebih kreatif menyelesaikan masalah sehinngga tidak merasa stress serta selalu
berusaha lebih keras untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal. Sedangkan individu dengan sekf
efikasi rendah adalah individu yang memandang negatif terhadap dirinya maupun masyarakat,
merasa tidak punya teman dan seolah dirinya ditolak oleh lingkungan serta merasa kurang mampu
untuk bersosialisasi dengan orang lain, pasif dan sulit menyelesaikan tugas, tidak berusaha
mengatasi masalah, tidak mampu belajar dari masa lalu, selalu merasa cemas, sering stress dan
terkadang depresi.
Individu dengan self efikasi rendah, akan berusaha melakukan mekanisme pertahanan
yang negatif yaitu dengan melakukan proyeksi. Proyeksi yaitu dengan menimpakan impluls-impuls
yang tidak dapat diterima oleh diri sendiri kepada orang lain sehingga menganggap orang lain yang
memilikinya (maramis, 1990), atau definisi lain: a) mengalihkan kesalahan dan kegagalan diri dengan
mencari kesalahan dan kegagalan orang lain, serta b) berupaya melampiaskan hasrat diri dan pikiran
yang tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku dengan menuduh orang lainlah yang memiliki
hasrat dan pikiran buruk tersebut.
Seseorang dengan efikasi diri yang rendah akan melakukan kompensasi dalam setiap
tindakannya. Ia akan menutupi kelemahan dengan menonjolkan kemampuan yang lain, (Maramis,
1990).
Hubungan efikasi diri, variabel ian dengan variabel lain.
Salah satu hambatan yang menyebabkan seseorang tidak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial adalah masalah neorotisnya. Neorotis merupakan suatu bentuk gangguan mental
ringan yang menyimpang dimana seseorang merespon sumber stress yang dialami dengan
kecamasan yang terus-menerus dan menetap. Seseorang yang mengalami neurotis akan
menunjukkan perilaku yang tidak wajar sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri untuk
menghindari kecemasan. Bentuk mekanisme pertahanan diri yang digunakan biasanya bersifat
negatif seperti perilaku agresi, cinta diri yang berlebihan (narsistik) atau autis.
Perawat sebagai seorang yang bekerja pada pelayanan kemanusiaan, akan lebih rentan
mengalami kecenderungan neurosis karena perawat harus memberikan perhatian pada
permasalahan yang dihadapi pasien secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama.
Perhatian yang terus-menerus itulah yang akan mengembangkan yang positif atau yang negatif
terhadap pasiennya. Perawat yang mempunyai self efikasi yang positif akan dapat memahami dan
menerima pekerjaannya dengan rendah hati. Sedangkan perawat yang memiliki self efikasi yang
negatif akan bersifat kaku karena merasa dirinya tidak mampu menangani pasien tersebut.
Terus dipaparkan lagi variabel bebas kedua (salah satu masalah…)
Hubungan efikasi diri dengan variabel lain.
Kinerja merupakan kemauan atau hasil kerja yang dapat dicapai seseorang dalam
melaksanakan pekerjaan tertentu dan dalam jangka tertentu berdasarkan kriteria atau patokan yang
berlaku untuk jenis pekerjaan terntentu.
Kinerja mahasiswa dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: efikasi diri, dukungan sosial,
kompensasi, motivasi, kepuasaan kerja, budaya organisasi dan lain sebagainya, tetapi faktor yang
paling dominan adalah efikasi diri dan dukungan sosial (Idawati, 2006)
Keyakinan diri adalah keyakinan/kemampuan atas kapasitas yang dimiliki oleh seseorang
untuk melaksanakan tugas yang berhubungan pada keyakinan individu mengenai kompetensi dan
kemampuan lebih lanjut. Apabila seseorang semakin percaya dengan kemampuan yang dimiliki,
maka akan dapat meraih sukses dalam suatu tugas. Lebih lanjut Robbins mengatakan pula bahwa
dalam situasi yang berbeda, ditemukan bahwa orang yang mempunyai keyakinan diri rendah dalam
menghadapi tantangan akan berkurang dan bahkan menyerah sama sekali sementara orang yang
memiliki keyakinan diri tinggi akan berusaha lebih keras guna meraih kesempatan.
Kinerja tidak sekedar menuntut pengetahuan khusus dan kecakapan teknis dari seseirang,
dalam hal ini tinggi perasaan keyakinan diri dibutuhkan untuk mengerahkan keteguhan berusaha
yang diperlukan untuk satu kesuksesan kerja.
Orang yang memiliki efikasi diri tinggi akan berperilaku aktif (memilih kesempatan yang
paling baik), mengelola situasi (menghindari/menetralkan kesulitan), menetapkan tujuan,
membangun standar, merencanakan, mempersiapkan, dan mempraktekkan, mencoba dengan
sungguh-sungguh (gigh, memecahkan masalah secara kreatif, belajar dari kegagalan,
memperlihatkan keberhasilan, dan membatasi stress). Orang yang dapat melakukan hal tersebut
diatas, maka orang tersebut akan mencapai prestasi kerja yang baik.
Keyakinan diri dengan prestasi kerja berhubungan karena pada pekerjaan-pekerjaan
tertentu, sifat-sifat kepribadian seseorang sangat mempengaruhi prestasi kerja yang dihasilkannya.
Seperti yang dikatakan oleh Gibson dkk (1996), bahwa kepribadian merupakan faktor yang
kompleks, tetapi tidak dapat diabaikan begitu saja. Perilaku seseorang tidak akan dapat di mengerti
tanpa mempertimbangkan konsep kepribadian, menurut goleman (1999), untuk memiliki prestasi
kinerja yang menonjol hanya disyaratkan kecakapan emosi tertentu.
Berdasarkan uraian diatas didapat hubungan antara