104
ANALISIS SEMIOTIK FILM BIOLA TAK BERDAWAI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh : Aminah Tuzahra NIM : 107051102738 KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

Aminah Tuzahra Fdk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Aminah Tuzahra Fdk

Citation preview

Page 1: Aminah Tuzahra Fdk

ANALISIS SEMIOTIK FILM BIOLA TAK BERDAWAI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

Aminah Tuzahra

NIM : 107051102738

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

Page 2: Aminah Tuzahra Fdk
Page 3: Aminah Tuzahra Fdk
Page 4: Aminah Tuzahra Fdk

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini hasil jiplakan dari hasil karya orang

lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Agustus 2011

Aminah Tuzahra

Page 5: Aminah Tuzahra Fdk

ABSTRAK

Aminah Tuzahra

107051102738

Analisis Semiotik Film Biola Tak Berdawai

Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia memerlukan komunikasi

untuk kelangsungan hidupnya. Film merupakan suatu medium ekspresi dan

komunikasi. Media film memiliki keampuhan yang besar untuk mempengaruhi

publik. Publik seakan menyaksikan langsung, bahkan seolah-olah ikut terlibat

pada peristiwa yang terjadi dalam sebuah film.

Film yang menjadi objek penelitian ini adalah film Biola Tak Berdawai

(BTB), garapan sutradara Sekar Ayu Asmara. Film BTB mengisahkan tentang

kasih sayang dan ketulusan seorang wanita terhadap anak-anak asuhnya yang

menderita berbagai macam kelainan sejak lahir, salah satunya seorang anak yang

terlahir dengan jaringan otak yang rusak berat, autisme, tuna wicara dan tuna

daksa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna denotasi, konotasi dan

mitos yang terdapat dalam film BTB.

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk

berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek

yang diharapkan. Karena sebuah film pada dasarnya bisa melibatkan bentuk-

bentuk simbol visual dan linguistik untuk mengkodean pesan yang sedang

disampaikan.

Untuk itu, penulis menggunakan teori semiotik dalam penelitian ini

dengan model Roland Barthes. Barthes mengembangkan semiotik menjadi dua

tingkatan pertandaan, yaitu denotasi dan konotasi yang menghasilkan makna

eksplisit untuk memahami makna yang terkandung dalam film ini. Dalam

kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya

sebagai „mitos‟ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan

pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Film BTB, memiliki makna denotasi sebagai film yang menggambarkan

anak-anak yang mempunyai kelainan sejak lahir, salah satunya seorang anak yang

memiliki jaringan otak yang rusak berat, autisme, dan tuna daksa. Mereka sering

dianggap tidak berguna oleh lingkungannya. Sedangkan makna konotasinya,

anak-anak yang memiliki jaringan otak yang rusak berat, autisme dan juga tuna

daksa. Anak tersebut tidak pernah merespon pembicaraan dan mengeluarkan kata-

kata apapun. Hal ini diibaratkan seperti biola tak berdawai, tidak bisa dimainkan

dan tidak bisa menghasilkan nada-nada yang indah. Film yang tergolong kedalam

film verbal ini menegaskan mitos, bahwa manusia memerlukan komunikasi dalam

kehidupan. Karena manusia adalah makhluk sosial, baik itu komunikasi verbal

maupun nonverbal sangat dibutuhkan.

Page 6: Aminah Tuzahra Fdk

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, pemilik alam semesta.

Alangkah tak berdayanya semua makhluk dihadapan-Mu, Dzat yang Maha Kuasa,

Dzat yang Maha Mengatur, sehingga dengan Rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam kepada Nabi

Muhammad SAW, sebagai nabi akhir zaman yang menjadi suri teladan bagi

seluruh umat manusia.

Tahap demi tahap dengan selalu memohon ridlo kepada Allah SWT,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dengan didukung oleh

berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Ibuku tercinta, Fathiyah Duryad Reso Radin dan almarhum bapakku,

Muslim Salimin, atas segala ridlo dan ketangguhannya mendidikku. Ini

bukan akhir perjalanan hidupku untuk membahagiakan kalian.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi; Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A selaku Pembantu

Dekan I; Bapak Drs. Mahmud Djalal, M.A selaku Pembantu Dekan II;

serta Bapak Drs. Study Rizal LK, M.A selaku Pembantu Dekan III.

3. Bapak Dr. Suhaimi, M.Si, selaku Dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan waktu, motivasi, do‟a dan ilmu kepada penulis.

4. Ibu Rubiyanah, M.A, selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik, beserta Ibu

Ade Rina Farida, M.Si, selaku Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik.

Page 7: Aminah Tuzahra Fdk

5. Seluruh Dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kepada Ibu Sekar Ayu Asmara, selaku sutradara film Biola Tak Berdawai,

yang banyak membantu demi terselesaikannya skripsi ini.

7. Kepada kru Kalyana Shira Film, atas segala bantuan dan partisipasinya.

8. Keluargaku tercinta, Siti Widiyastuti Muslim, Arif Rahman Muslim, MF

Amin Fauzi Muslim, Hasan Alwi Muslim, M. Lutfi Muslim, Sholahuddin

Muslim, Husni Mubarok Muslim, Yuyun Nazili, dan Ayu Irawati

Wulandari, serta kedua keponakanku, Savira Layyina Rizqa dan Vara

Lubhna Aghnia. Terima kasih atas segala dukungan kepada penulis, baik

moril maupun materil.

9. Segenap karyawan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Segenap guru SDN Dukuh 09 Pagi Jak-Tim, MTs NU Banat Kudus Ja-

Teng, dan MAK Futuhiyyah-1 Mranggen Ja-Teng yang turut membantu

demi terselesaikannya skripsi ini.

11. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2007: Ika, Cahya, Mawa, Zahro, Ririn,

Zabrina, Yanti, Dita, Nana, Nunu, Sintia, Lola, Nia, Silvi, Nadia, Andi,

Wahyu, Ajat, Iqbal, Miral, Kiki, Helmi, Taufik, Rezza, Munir, Dodo,

Nujumul, Fajar, Iman, Era dan Zainal. Terima kasih atas kebersamaannya

selama ini. Spesial untuk Ahmad Syafiul Alam, yang telah banyak

membantu, meluangkan waktu, dan memberikan motivasi.

Page 8: Aminah Tuzahra Fdk

Serta rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih

atas segala dukungan dan perhatian kalian.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi

penulis.

Jakarta, Agustus 2011

Penulis

Page 9: Aminah Tuzahra Fdk

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR………………………………………………… ii

DAFTAR ISI………………………………………………………….. v

DAFTAR TABEL…………………………………………………….. vi

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. vii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah………………………………… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………….. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………. 4

D. Metodologi Penelitian…………………………………… 5

E. Tinjauan Kepustakaan…………………………………... 7

F. Sistematika Penulisan…………………………………… 8

BAB II TINJAUAN TEORITIS…………………………………….. 10

A. Tinjauan Teoritis tentang Film…………………………. 10

B. Tinjauan Teoritis Semiotik……………………………… 28

1. Konsep Semiotik…………………………………….. 28

2. Konsep Semiotik Roland Barthes…………………… 34

C. Tinjauan Teoritis Komunikasi Nonverbal……………… 39

BAB III GAMBARAN UMUM FILM BIOLA TAK BERDAWAI... 48

A. Profil Sutradara Film…………………………………… 48

B. Profil Pemain Film……………………………………… 49

C. Sinopsis Film……………………………………………. 51

BAB VI DATA DAN HASIL PENELITIAN………………………... 55

A. Analisis Makna Judul Film Biola Tak Berdawai………… 55

B. Makna Denotasi, Konotasi dan Mitos dalam Film

Biola Tak Berdawai……………………………………… 60

BAB V PENUTUP…………………………………………………… 86

A. Kesimpulan……………………………………………… 86

B. Saran…………………………………………………….. 87

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 88

LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………… 90

Page 10: Aminah Tuzahra Fdk

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Trikotomi Ikon/ Indeks/ Simbol dari Charles Sanders Pierce 32

Tabel 2 : Peta Tanda Roland Barthes………………………... 37

Tabel 3 : Scene 2……………………………………………... 60

Tabel 4 : Scene 5……………………………………………… 63

Tabel 5 : Scene 8……………………………………………… 66

Tabel 6 : Scene 10…………………………………………….. 69

Tabel 7 : Scene 24…………………………………………….. 71

Tabel 8 : Scene 25…………………………………………….. 73

Tabel 9 : Scene 40…………………………………………….. 76

Tabel 10: Scene 41…………………………………………….. 79

Tabel 11: Scene 62……………………………………………. 81

Tabel 12: Scene 73……………………………………………. 83

Page 11: Aminah Tuzahra Fdk

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Mbak Wid Bermain Kartu Tarot……………….. 61

Gambar 2 : Renjani akan Menghadiri Acara Pemakaman…. 63

Gambar 3 : Renjani dan Dewa Berjalan-jalan di Pematang Sawah 66

Gambar 4 : Renjani Berbincang dengan Mbak Wid……….. 69

Gambar 5 : Renjani Menari Ballet untuk Dewa……………. 71

Gambar 6 : Mbak Wid Bermain Kartu Tarot………………. 74

Gambar 7 : Renjani Berbincang dengan Bhisma…………... 77

Gambar 8 : Renjani Menari Ballet Diiringi Alunan Biola Bhisma 79

Gambar 9 : Mbak Wid Bermain Kartu Tarot………………. 81

Gambar 10: Bhisma dan Dewa ke Pusara Makam Renjani… 83

Page 12: Aminah Tuzahra Fdk

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Istilah komunikasi digunakan dalam arti yang sangat luas untuk

menampung semua prosedur yang bisa digunakan oleh satu pikiran untuk

mempengaruhi pikiran lain. Adapun tujuan dari komunikasi adalah sebagai

suatu usaha untuk mempengaruhi tingkah laku sasaran (tujuan) komunikasi

(atau penerima pesan).1

Pada dasarnya, kegiatan komunikasi sehari-hari manusia tidak hanya

menggunakan komunikasi verbal saja, namun komunikasi non verbal juga

diperlukan. Karena dalam mempersepsikan manusia, kita tidak hanya lewat

bahasa verbal, namun juga melalui prilaku non verbalnya. Komunikasi non

verbal merupakan aspek penting di dalam komunikasi manusia.

Jika komunikasi verbal itu menggunakan kata-kata, baik dalam

bentuk percakapan maupun tulisan, komunikasi non verbal lebih banyak

menggunakan lambang-lambang atau isyarat gerak tubuh.

Menurut D. A Peransi dalam bukunya Film/Media/Seni, Film

merupakan suatu medium ekspresi dan komunikasi. Film merupakan suatu

medium yang relatif baru di dalam kebudayaan umat manusia, dibandingkan

dengan medium seperti bahasa dan tulisan2. Karena seringkali penonton

film terbuai dan terbawa oleh suasana dan menganggap apa yang disajikan

1 Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan

Terapan di Dalam Media Massa, ed. 5, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 57. 2 D.A. Peransi, Film/Media/Seni, (Jakarta: FFTV-IKJ Press, 2005), cet. 1, h.146.

Page 13: Aminah Tuzahra Fdk

pada layar sungguh-sungguh kenyataan. Dalam kondisi inilah terjadi proses

identifikasi para penonton.

Film dianggap memiliki pengaruh lebih kuat terhadap khalayaknya

dibandingkan dengan media lain. Meskipun berbagai penelitian tidak

mendapatkan buktinya, dugaan film menguasai khalayaknya juga tidak

hilang. Isi dan teknik pembuatan film memang sedemikian rupa sehingga

mengikat perhatian penontonnya. Bahkan ada pengamat yang menyatakan

bahwa film memiliki kekuatan hipnotis. Dalam Penguin Film Review No 8,

Hugh Mauerhofer menguraikan betapa film mempunyai kekuatan tersendiri

dalam memenuhi pikiran penonton, dan karena kekuatan inilah film perlu

dikontrol. Film dikatakannya dapat menyihir penonton sehingga mereka

selalu pasif dan menerima saja apa yang disajikan film3.

Sebagai film drama, “Biola Tak Berdawai” (BTB) memiliki kisah

yang romantis, dramatik, sekaligus memperlihatkan kasih sayang seorang

wanita terhadap seorang anak yang memiliki kelainan fisik sejak lahir.

Film BTB diproduksi oleh PT Kalyana Shira Film pada tahun 2002,

disutradarai oleh Sekar Ayu Asmara. BTB merupakan salah satu film drama

yang tergolong sukses mendapatkan bermacam penghargaan seperti Naguib

Mahfouz Prize di Cairo International Film Festival 2003, juga meraih aktris

terbaik di Festival Film Asia Pasifik di Shiraz, serta aktor dan musik terbaik

di Bali International Film Festival. Bahkan di Festival Film Bandung (FFB)

yang digelar pada bulan Maret 2004, BTB mendapatkan enam penghargaan

dari tujuh kategori yang diperebutkan. Salah satu dari penghargaan tersebut

3 William L. Rivers, jay W. Jensen, dan Theodore Peterson, Media Massa dan

Masyarakat Modern, (Terj.) oleh Haris Munandar dan Dudy Priatna. (Jakarta:Prenada Media,

2004), ed. 2, cet. 2, h.291.

Page 14: Aminah Tuzahra Fdk

adalah sebagai musik Terpuji yang digarap oleh Addie MS. Selanjutnya

MTV Indonesia menggelar pula ajang bergengsi untuk insan film Indonesia,

yang dikenal dengan MTV Indonesia Movie Awards. Dari 5 nominasi Most

favorite yang direncanakan, BTB yang berdurasi 97 menit masuk 4

nominasi yang berasal dari pemilihan seratus jurnalis yaitu: Most Favorite

Actor (Nicolas Saputra), Most Favorite Actress (Ria Irawan), Most Favorite

Supporting Actor (Dicky Lebrianto), Most Favorite Supporting Actress

(Jajang C. Noer). Dari berbagai macam ajang penghargaan perfilman

tersebut, jelas bahwa film “Biola Tak Berdawai” memiliki kualitas yang

cukup diperhitungkan dan diakui dalam perfilman di dalam maupun di luar

negeri4.

Dalam film ini, ada scene yang menggambarkan tentang seorang

anak yang lahir dalam keadaan yang tidak normal. Seorang anak yang

dilahirkan dengan jaringan otak yang rusak berat. Selain itu, dia juga

mempunyai kecendrungan autisme dan penyandang tuna wicara. Tubuhnya

kerdil, kepalanya selalu tertunduk ke bawah dengan tatapan mata yang

hampa. namun pada suatu hari, anak yang menderita ketidak normalan itu

mendadak mengangkat kepalanya, untuk yang pertama kalinya. hal ini

dikarenakan setelah ia mendengarkan lagu dan tarian. Inilah yang membuat

penulis tertarik untuk sedikit menyajikan unsur komunikasi non verbal

dalam film ini. Bahwa ternyata pentingnya mempelajari komunikasi non

verbal disamping komunikasi verbal yang telah kita miliki sejak lahir.

Semua ini terbingkai apik dalam film besutan sutradara Sekar Ayu Asmara.

4 Ismail Fahmi, “Biola Tak Berdawai”,artikel ini diakses pada 17 Juli 2011 dari

cafe.degromiest.nl/wp/archives/30.

Page 15: Aminah Tuzahra Fdk

Ini adalah drama kemanusiaan yang mengisahkan cinta lebih besar dari

segalanya, bahwa cinta bisa membuat harapan yang tidak mungkin bisa

menjadi kenyataan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik

untuk menyusun skripsi ini dengan judul: “Analisis Semiotik Film Biola

Tak Berdawai”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus, maka penulis membatasi pengambilan

potongan adegan-adegan dan teks dalam film BTB, hanya yang dianggap

memiliki makna dari tanda atau simbol yang mewakili kasih sayang seorang

wanita terhadap anak-anak asuhnya yang menderita berbagai macam

kelainan sejak lahir, salah satunya seorang anak yang terlahir dengan

jaringan otak yang rusak berat, autis, dan tuna daksa. Penelitian ini

menggunakan analisis semiotik model Roland Barthes.

Perumusan masalah dalam penilitian ini adalah:

Bagaimana makna denotasi, konotasi, dan mitos dalam film BTB?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan pertanyaan penelitian di atas, secara khusus

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna denotasi, konotasi, dan

mitos yang terdapat dalam film BTB. Sedangkan manfaat yang diharapkan

dari adanya penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademis yang ingin dicapai adalah untuk menambah kajian

ilmu komunikasi serta sebagai tambahan referensi bahan pustaka,

Page 16: Aminah Tuzahra Fdk

khususnya pemikiran tentang analisis dengan minat pada kajian film

dan semiotika.

2. Manfaat Praktis hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat menarik

penelitian lain, khususnya dikalangan mahasiswa. Untuk

mengembangkan penelitian dalam karya ilmiah lanjutan tentang

masalah yang serupa, memberi masukan kepada kalangan pembuat

film. Dan tulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wacana tentang wawasan, khususnya dalam komunikasi nonverbal.

D. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan

kualitatif ini digunakan dengan pertimbangan bahwa penelitian ini

nantinya akan menganalisis pesan yang disampaikan dalam film BTB,

Sedangkan taraf analisis dalam penelitian ini adalah deskriptif.

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan

penjelasan terkait dengan rumusan masalah.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab semua

pertanyaan yang ada, dan untuk menemukan hasil yang sesuai ialah

metode analisis semiotik. Semiotik merupakan teori yang membahas

tanda-tanda.

Akan tetapi, yang akan dibahas lebih lanjut adalah tanda-tanda

yang dihasilkan oleh manusia. Melihat sebenarnya manusia hidup

Page 17: Aminah Tuzahra Fdk

didalam dunia yang penuh dengan tanda-tanda dan menggunakannya

dalam berkomunikasi, bahkan telah membentuk kehidupan sosial. Maka

mempelajari tentang tanda-tanda merupakan kebutuhan yang cukup

penting dalam kehidupan manusia. Semiotika adalah studi tentang

tanda-tanda itu bekerja.

3. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah film Biola Tak Berdawai besutan

sutradara Sekar Ayu Asmara yang dirilis pada tahun 2003.

4. Teknik Pengumpulan data

Dokumentasi

Yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa

catatan formal dan juga video serta artikel yang didapat dengan

mengunduh dari internet serta catatan lain yang berkaitan dengan

penelitian ini.

Observasi

Mengadakan pengamatan langsung melalui media yang

bersangkutan. Dalam hal ini, akan dilakukan pengamatan langsung

dengan menonton film Biola Tak Berdawai .

5. Unit Analisis

Unit analisis penelitiannya adalah potongan gambar atau teks

yang terdapat dalam film Biola Tak Berdawai yang berkaitan dengan

rumusan masalah dan penelitian.

Page 18: Aminah Tuzahra Fdk

6. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Januari hingga Mei 2011.

7. Teknik analisis data

Setelah data primer dan sekunder terkumpul, kemudian

diklasifikasikan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah

ditentukan. Setelah data terklasifikasi, dilakukan analisis data dengan

menggunakan teknik analisis semiotika Roland Barthes. Barthes

mengembangkan semiotik menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu

denotasi dan konotasi yang menghasilkan makna eksplisit untuk

memahami makna yang terkandung dalam film Biola Tak Berdawai

yang menjadi objek penelitian.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan yang menjadi rujukan penulis, yaitu:

1. “Analisis Semiotika Film Turtle Can Fly” oleh Istianah tahun 2009,

jurusan Jurnalistik, UIN Jakarta.

2. “Makna Foto Berita Perjalanan Ibadah haji (Analisis Semiotika karya

Zarqoni Maksum pada Galeri Foto antara.co.id”) oleh Fatimah tahun

2008, KPI D, UIN Jakarta.

Kedua skripsi diatas memiliki objek penelitian yang berbeda. Ada

yang membedah tentang Film dan Foto. Di sini penulis bermaksud, untuk

mengetahui persamaan dan perbedaan diantara kedua skripsi tersebut.

Masing-masing menggunakan teknik analisis semiotika model Roland

Barthes.

Page 19: Aminah Tuzahra Fdk

Selain itu peneliti juga mencari data-data dan artikel di internet dan

skripsi lain yang mungkin terdapat ketidaksengajaan sama dengan judul ini.

Peneliti menemukan sebuah abstrak di internet yaitu

eprints.umm.ac.id/4620. Disusun oleh Insyaf Luhur Bramasto (2006)

dengan judul “ Autisme dalam Film Biola Tak Berdawai” (Analisis Semiotik

pada Film Biola Tak Berdawai karya Sekar Ayu Asmara), Undergraduate

thesis, Universitas Muhammadiyah Malang, namun peneliti tidak

menemukan persamaan isi dengan abstrak thesis tersebut.

Meskipun dalam penelitian ini penulis mendapatkan rujukan dari

skripsi-skripsi tersebut di atas, penelitian yang dilakukan penulis tetaplah

berbeda. Objek penelitian penulis adalah sebuah film karya anak bangsa

dengan menggunakan pendekatan analisis semiotika model Roland Barthes.

Pengambilan film ini didasarkan karena belum ada mahasiswa yang meneliti

film ini, sehingga penelitian yang penulis lakukan diharapkan dapat

menambah referensi penelitian film.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah proses penelitian ini, penulis menguraikan

beberapa hal pada penulisan yang terdiri dari lima bab dengan beberapa sub-

babnya. Sistematika penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku pedoman

penulisan Karya Ilmiah UIN ( Skripsi, Tesis, dan Disertasi Karya hamid

Nasuhi dkk), yaitu sebagai berikut:

Page 20: Aminah Tuzahra Fdk

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan

dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Kepustakaan dan

Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Bab ini menguraikan Tinjauan umum Film; Pengertian Film, Sejarah dan

Perkembangan Film, Jenis dan Klasifikasi Film, Unsur-unsur Pembentuk

Film, Struktur Film, Film Suatu Medium Ekspresi dan Komunikasi, Teknik

Pengambilan Gambar; Konsep Umum Semiotik, Konsep Semiotik Roland

Barthes serta Tinjauan Umum tentang Komunikasi Non Verbal.

BAB III GAMBARAN UMUM FILM BIOLA TAK BERDAWAI

Bab ini menggambarkan secara umum film Biola Tak Berdawai karya Sekar

Ayu Asmara, terdiri dari biografi Sekar Ayu Asmara dan karya-karyanya,

Sinopsis Cerita serta Profil Tokoh.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memfokuskan pada data dan hasil penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyampaikan uraian singkat berupa kesimpulan dan saran penulis

atas permasalahan yang diteliti.

Page 21: Aminah Tuzahra Fdk

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teoritis Tentang Film

1. Pengertian Film

Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Film,

secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber

dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan

lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di dunia para sineas

sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah

Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) +

graphie = grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah

melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan

cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut

dengan kamera.5

Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan

budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar

yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita

seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil

penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran

melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan

5 David Summerton, “Definisi Film” artikel ini diakses pada 11 Mei 2011 dari

Ayanona. Tumblr.com.

Page 22: Aminah Tuzahra Fdk

atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan

dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya.6

Secara material film terdiri atau dibangun oleh gambar-gambar

dan bukan oleh seluloid. Gambar-gambar ini menimbulkan ilusi yang

kuat sekali pada kita bahwa apa yang diproyeksilkan pada layar

sungguh-sungguh kenyataan. Ini disebabkan karena gambar-gambar itu

berbeda dengan gambar-gambar seni lukis misalnya, tapi merupakan

gambar-gambar mekanis (dibuat oleh dan dengan suatu mekanik:

fototustel, kamera film ).7

Film lahir di kurun waktu seni, terutama seni lukis meninggalkan

naturalisme dan realisme. Impresionalisme di bidang seni rupa telah

memulai perjalanan pasti ke arah pemberian bentuk abstrak pada seni

rakyat.8

Fotografi dan film mengambil jurus yang bertentangan.

Kenyataan malah direproduksi dengan mirip sekali,termasuk gerak

yang oleh seni rupa tidak dapat ditiru.film mengambil tontonan massa,

tempatnya bukan di galeri atau museum, tetapi di lapangan, di sebuah

tenda (sekarang bioskop).9

Media film memiliki keampuhan yang besar untuk mempengaruhi

publik. Medium ini dapat menyajikan gambar-gambar atau peragaan

gerak, termasuk suara. Teknologi baru yang hampir sejenis dengan film

adalah kaset video dengan piringan laser (laser disc). Teknologi baru

6 David Summerton, “Definisi Film” artikel ini diakses pada 11 Mei 2011 dari Ayanona.

Tumblr.com. 7 D.A. Peransi, Film/Media/Seni, (Jakarta: FFTV-IKJ Press, 2005), cet. 1, h.146.

8 Ibid, h.28.

9Ibid, h.29.

Page 23: Aminah Tuzahra Fdk

mempunyai sifat praktis karena dengan menghubungkan melalui

monitor televisi dirumah-rumah, kemudian muncul gambar dan

sekaligus suaranya. Film dapat dikategorikan menjadi beberapa macam

sebagai berikut: 10

a. Film Berita (news reel)

b. Film Dokumenter

c. Film Cerita (story film)

d. Film Kartun

e. Film Iklan (orientasi bisnis)

2. Sejarah dan Perkembangan Film

Pada penghujung abad XIX, teknologi pembuatan film, gambar

yang bisa bergerak, ditemukan di Perancis, Inggris dan Amerika. Pada

waktu itu, negeri Nusantara ini masih merupakan jajahan Belanda

dengan nama Nederlands Indie atau dalam bahasa Pribumi disebut

Hindia Belanda. Sejak 1900, tontonan film mulai bisa disaksikan oleh

masyarakat di kota-kota besar Hindia Belanda.11

Teknologi film atau motion picture bekerja berdasarkan proses

kimiawi seperti fotografi. Medium ini dikembangkan pada 1880-an dan

1890-an. Pada 1930-an bioskop sudah ada di mana-mana menayangkan

talkies.12

Pada dasarnya tontonan bergerak sudah ada sejak lama.

Tanggal 24 April 1894, The New York Times memberitakan dahsyatnya

sambutan publik terhadap film layar lebar pertama yang ditayangkan

10

YS. Gunadi dan Djony Heffan, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: PT Grasindo,

1998), h. 11-12. 11

Misbach Yusran Biran, Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa, (Jakarta:

Komunitas Bambu, 2009), h. 1. 12

John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana, 2008), ed. 8, h.161.

Page 24: Aminah Tuzahra Fdk

yakni tentang dua gadis pirang yang memperagakan tarian payung.

Film pertama ditayangkan di AS pada tanggal 23 April 1896 di kota

New York.13

Sejarah film pertama terjadi di Prancis, tepatnya pada 28

Desember 1895, ketika Lumiere bersaudara telah membuat dunia

„terkejut‟. Mereka telah melakukan pemutaran film pertama kalinya di

depan publik, yakni di Cafe de Paris. Film-film buatan Lumiere yang

diputar pada pertunjukan pertama itu adalah tentang para laki-laki dan

wanita pekerja di Pabrik Lumiere, kedatangan kereta api di Stasiun la

Ciotat, bayi yang sedang makan siang dan kapal-kapal yang

meninggalkan pelabuhan. Salah satu kejadian unik, yaitu saat

dipertunjukan lokomotif yang kelihatannya menuju ke arah penonton,

banyak yang lari ke bawah bangku. Teknologi temuan Lumiere ini

kemudian mendunia dengan cepat karenajuga didukung oleh teknologi

proyektor berfilm 2 ¾ inci yang lebih unggul keluaran The American

Biograph, yang diciptakan Herman Casler pada 1896. Maka sejak

pertunjukan di cafe de Paris itulah, kata Louis Lumiere, lahirlah

ekspresi I have been to a movie !14

Perubahan dalam industri perfilman, jelas nampak pada teknologi

yang digunakan. Jika pada awalnya, film berupa gambar hitam putih,

bisu dan sangat cepat, kemudian berkembang hingga sesuai dengan

sistem pengelihatan mata kita, berwarna dan dengan segala macam

13

William L. Rivers, jay W. Jensen, dan Theodore Peterson, Media Massa dan

Masyarakat Modern, Edisi kedua, (Terj.) oleh Haris Munandar dan Dudy Priatna. (Jakarta:

Prenada Media, 2004), cet. 2, h.198. 14

Misbach Yusran Biran, Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa, (Jakarta:

Komunitas Bambu, 2009), h. xv.

Page 25: Aminah Tuzahra Fdk

efek-efek yang membuat film lebih dramatis dan terlihat lebih

nyata.

Isu yang cukup menarik dibicarakan mengenai industri film

adalah persaingannya dengan televisi. Untuk menyaingi televisi, film

diproduksi dengan layar lebih lebar, waktu putar lebih lama dan biaya

yang lebih besar untuk menghasilkan kualitas yang lebih baik.

Sejarah perfilman di Indonesia secara ringkas sebagai berikut: 15

a. Film pertama dibuat di Kota Bandung, tahun 1926 oleh Davis,

berjudul Lely Van Java.

b. Film Euis Atjih produksi Krueger Corporation tahun 1927/1928.

c. Film cerita Loetoeng Kasarung, Si Lorat dan Pereh. Namun,

sampai tahun 1930 film-film di Indonesia masih bisu, tanpa efek

suara.

d. Film Terang Bulan merupakan film bicara pertama yang

dibintangi oleh Roekiah dan Raden Mochtar, atas cerita naskah

garapan Saerun.

e. Tahun 1941 berlangsung Perang Asia Timur raya. Perfilman di

Indonesia diambil alih oleh Jepang.

f. Tahun 1950-an perkembangan film di Indonesia cukup cerah

sampai sekarang ini.

15

YS. Gunadi dan Djony Heffan, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: PT Grasindo,

1998), h. 11-12.

Page 26: Aminah Tuzahra Fdk

3. Jenis dan klasifikasi Film

a. Jenis-Jenis Film

Jika dilihat dari isinya, film dibedakan menjadi jenis film

fiksi dan non fiksi. Sebagai contoh, untuk film non fiksi adalah

film dokumenter yang menjelaskan tentang dokumentasi sebuah

kejadian alam, flora, fauna maupun manusia. Adapun penjelasan

dari jenis-jenis film itu sebagai berikut:

1) Film Dokumenter adalah film yang menyajikan fakta

berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan

lokasi yang nyata. Film dokumenter dapat digunakan untuk

berbagai macam maksud dan tujuan seperti informasi atau

berita, biografi, pengetahuan, pendidikan, sosial, politik

(propaganda), dan lain sebagainya.

2) Film fiksi adalah film yang menggunakan cerita rekaan di

luar kejadian nyata, terkait oleh plot, dan memiliki konsep

pengadegaan yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita

film juga terikat hokum kausalitas. Cerita fiksi juga

seringkali diangkat dari kejadian nyata dengan menggunakan

beberapa cuplikan rekaman gambar dari peristiwa aslinya

(fiksi-dokumenter).

3) Film Eksperimental merupakan film yang berstruktur namun

tidak berplot. Film ini tidak bercerita tentang apapun (anti-

Page 27: Aminah Tuzahra Fdk

naratif) dan semua adegannya menentang logika sebab-akibat

(anti-rasionalitas).16

b. Klasifikasi Film

Menurut Himawan Pratista dalam buku Memahami Film-nya,

metode yang paling mudah dan sering digunakan untuk

mengklasifikasi film adalah berdasarkan genre, yaitu klasifikasi

dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama

(khas) sebagai berikut17

:

1) Aksi, yaitu film yang berhubungan dengan adegan-adegan

aksi fisik seru, menegangkan, berbahaya, dan nonstop dengan

tempo cerita yang cepat.

2) Drama, yaitu film yang kisahnya seringkali menggugah

emosi, dramatik, dan mampu menguras air mata

penontonnya. Tema umumnya mengangkat isu-isu sosial,

seperti kekerasan, ketidakadilan, masalah kejiwaan, penyakit,

dan sebagainya.

3) Epik sejarah, yaitu film dengan tema periode masa silam

(sejarah) dengan latar sebuah kerajaan, peristiwa, atau tokoh

besar yan menjadi mitos, legenda, atau kisah biblical.

4) Fantasi, yaitu film yang berhubungan dengan tempat,

peristiwa dan karakter yangtidak nyata, dengan menggunakan

unsur magis, mitos, imajinasi, halusional, serta alam mimpi.

16

Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), cet. 1, h.

4-8. 17

Ibid, h. 13-20.

Page 28: Aminah Tuzahra Fdk

5) Fiksi Ilmiah, yaitu film yang berhubungan dengan teknologi

dan kekuatan di luar jangkauan teknlogi masa kini yang

artificial.

6) Horror, yaitu film yang berhubungan dengan dimensi

spiritual atau sisi gelap manusia.

7) Komedi, yaitu jenis film yang tujuannya menghibur dan

memancing tawa penonton.

8) Kriminal dan Gangster, yaitu film yang berhubungan dengan

aksi-aksi kriinal dengan mengambil kisah kehidupan tokoh

kriminal besar yang diinspirasi dari kisah nyata.

9) Musikal, yaitu film yang mengkombinasikan unsur musik,

lagu, tari (dansa), serta gerak (koreografi).

10) Petualangan, yaitu film yang berkisah tentang perjalanan,

eksplorasi, atau ekspedisi ke suatu wilayah asing yang belum

pernah tersentuh.

11) Perang, yaitu film yang mengangkat tema ketakutan serta

teroe yang ditimbulkan oleh aksi perang dengan

memperlihatkan kegigihan, dan perjuangan.

12) Western, yaitu film dengan tema seputar konflik antara pihak

baik dan jahat berisi aksi tembak-menembak, aksi berkuda,

dan aksi duel.

Page 29: Aminah Tuzahra Fdk

4. Unsur-Unsur Pembentuk Film18

Film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni

unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling

berinteraksi dan berkesinambungan satu dengan yang lainnya. Unsur

naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, berhubungan dengan

aspek cerita atau tema film, terdiri dari unsur-unsur seperti: tokoh,

masalah, lokasi, dan waktu. Sedangkan unsur sinematik adalah cara

(gaya) untuk mengolahnya. Sementara unsur sinematik atau gaya

sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film.

Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yakni:

a) Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera.

b) Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta

hubungan kamera dengan obyek yang diambil.

c) Editing, yakni transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot)

lainnya.

d) Suara, yakni segala hal dalam film yang mampu kita tangkap

melalui indera pendengaran.

Film juga mengandung unsur-unsur dramatik. Unsur dramatik

dalam istilah lain disebut dramaturgi, yakni unsur-unsur yang

dibutuhkan untuk melahirkan gerak dramatik pada cerita atau pada

pikiran penontonnya, antara lain: konflik, suspense, curiosity, dan

surprise. Konflik merupakan suatu pertentangan yang terjadi dalam

sebuah film misalnya, pertentangan antar tokoh. Suspense merupakan

18

Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), cet. 1, h.

1-2.

Page 30: Aminah Tuzahra Fdk

ketegangan yang dapat menggiring penonton ikut berdebar menantikan

adegan selanjutnya. Curiosity merupakan rasa ingin tahu atau penasaran

penonto terhadap jalannya cerita sehinga penonton terus mengikuti alur

film sampai selesai. Surprise adalah kejutan. Kejutan ini biasanya

digunakan pada alur film yang sulit ditebak. 19

5. Struktur Film20

Esensi dari struktur film terletak pada pengaturan berbagai unit

cerita atau ide sedemikian rupasehingga mudah dipahami. Struktur

adalah blueprint; kerangka desain yang menyatukan berbagai unsur

film dan merepresentasikan jalan pikiran dari pembuat film. Struktur

terdapat dalam semua bentuk karya seni. Pada film ia mengikat aksi

(action) dan ide menjadi satu kesatuan yang utuh.

Struktur yang baik adalah struktur yang sederhana tapi penuh

relief. Struktur yang sederhana berhubungan dengan kontinyuitas fisik,

yaitu: anak dilahirkan, hidup sebagai orang dewasa, kemudian mati. Ini

mengandaikan adanya permulaan, pengembangan dan akhir. Variasi

dari urutan ini banyak sekali, misalnya suatu akhir dapat dijadikan

permulaan dalam hal kilas balik flashback umpamanya.

19

Elizabeth Lutters, Kunci Sukses menulis Skenario, (Jakarta: Grasindo.2004), cet. 3,

h.100-103. 20

D.A. Peransi, Film/Media/Seni, (Jakarta: FFTV-IKJ Press,2005), cet. 1, h. 8-16.

Page 31: Aminah Tuzahra Fdk

Penyusunan pikiran dan perasaan si seniman film ditentukan oleh

faktor-faktor:

a. Keutuhan: Semua unsur dalam film mesti bertalian dengan

subyek utamanya, harus menjaga bagian dari keseluruhan. Arti

dan maknanya ditentukan pertaliannya dengan keseluruhan karya.

b. Ketergabungan: Unsur atau unit yang satu harus memiliki

hubungan dengan unit atauunsur berikutnya, sedemikian rupa

sehingga hubungan itu bukan saja logis akan tetapi juga hubungan

yang membangun. Ini berarti bahwa urutan unsur ini harus

menunjukkan perkembangan yang menuju suatu kesimpulan.

Faktor ketergabungan ini tergantung lagi pada sebab, akibat dan

kemungkinan.

c. Tekaan: Berhubungan dengan atau menentukan posisi dari unit-

unit pertama dan sampingan, hubungan yang satu terhadap yang

lain. Tekanan menentukan juga proporsi dari unit-unit itu

sehingga menjadi jelas nilai dari berbagai unit tersebut.

d. Interes: Berhubungan dengan “isi” dari setiap unit. Pilihan ini

yang tepat untuk menjadikan unit-unit itu saling berhubungan

dengan jalinan subordinat dan menjadfi suatu kesatuan karya

yang utuh.

Page 32: Aminah Tuzahra Fdk

Struktur film terdiri dari struktur lahiriah dan struktur batiniah.

Dalam struktur lahiriah, terdapat unsur-unsur atau unit-unit yang

membangun yaitu :

a. shot; dapat dirumuskan sebagai peristiwa yang direkam oleh film

tanpa interupsi.

b. scene terbentuk apabila beberapa shot disusun secara berarti dan

menimbulkan suatu pengertian yang lebih luas tapi utuh. Adegan

dapat kita sebut juga premis minor. Banyaknya shot, panjang

pendeknya shot dalam sebuah adegan akan menentukan ritme dari

adegan itu. Selain shot dan scene, adapula

c. sequence atau babak; babak terbentuk apabila beberapa adegan

disusun secara berarti dan logis. Babak memiliki ritme permulaan,

pengembangan dan akhir.

d. totalitas; Dalam hubungan ini sudah jelas merupakan nilai yang

muncul dari seluruh urutan shot, adegan dan sekwens, yaitu tema.

Struktur batiniah ditentukan oleh sejumlah faktor:

1. Eksposisi: keterangan tempat, waktu dan perwatakan.

2. Point of Attack atau serangan awal: menggambarkan tentang

konfrontasi awal dari kekuatan-kekuatan yang saling

bertentangan.

3. Komplikasi: segi-segi yang menarik dari watak-watak tokoh-

tokohnya.

Page 33: Aminah Tuzahra Fdk

4. Discovery atau penemuan: memberikan informasi-informasi baru

tentang tokoh-tokohnya sementara cerita berlangsung terus,

munculnya kejadian-kejadian.

5. Reversal atau pembalikan: terjadi komplikasi-komplikasi baru

6. Konflik: pertentangan-pertentangan batin yang menguasai tokoh-

tokoh.

7. Rising action atau tanjakan aksi: bagian cerita yang

mengungkapkan pengembangan plot utama, mulai dari point of

attack sampai klimaks.

8. Krisis: meramalkan suatu perkembangan baru.

9. Klimaks: puncak paling tinggi dari semua ketegangan dan

intensitas.

10. Falling action atau surutnya aksi: klimaks menurun dan menuju

kesimpulan.

11. Kesimpulan: dalam tahap ini semua pertanyaan dijawab, masalah-

masalah utama dan sampingan dipecahkan dan diatasi.

6. Film Suatu Medium Ekspresi dan Komunikasi21

Film merupakan suatu medium yang relatif baru di dalam

kebudayaan umat manusia, dibandingkan dengan medium seperti

tulisan dan bahasa.

Ernest Cassier (An Essay on Man dan Die Philosophie der

Syimbolischen Formen) merumuskan manusia sebagai “animal

21

D.A. Peransi, Film/Media/Seni, (Jakarta: FFTV-IKJ Press, 2005), cet. 1, h. 146.

Page 34: Aminah Tuzahra Fdk

syimbolicum”, yang berbeda dengan binatang, berkomunikasi dengan

lambang-lambang dan perlambangan. Bahasa adalah salah satu

lambang bunyi yang arbitrer yang diciptakannya. Itu sebabnya orang

Indonesia dan Inggris mempunyai bunyi yang berbeda untuk

melambangkan fakta yang sama.

Komunikasi antara dua orang yang lahir dari masyarakat bahasa

yang berbeda akan sulit dilakukan apabila yang satu tudak mengenal

bahasa yang lainnya.

Sejak fotografi ditemukan abad yang lalu, dan didasarkan atas

fotografi film dikembangkan, maka bertambah lagi medium ekspresi

dan komunikasi antar manusia.

Tetapi berbeda dengan bahasa yang mempergunakan unsurebunyi

untuk mengekspresikan arti dan bersifat lebih abstrak, film

mempergunakan rekaman optik dari kenyataan. Film merekam secara

persis sekali kenyataan yang pernah ada di depan kamera dan kenyataan

itu (melalui film) tampil di depan kita yang melihatnya sebagai

kenyataan optik.

Dengan menganggap bahwa apa yang ada dilayar sungguh-

sungguh kenyataan maka pada penonton sebenarnya terjadi ilusi. Ilusi

bahwa yang ia lihat benar-benar kenyataan.

Di dalam kondisi demikian itu terjadi beberapa proses identifikasi

pada penonton. Pertama, adalah identifikasi optik.Penonton melihat

kenyataan sebagaimana kenyataan itu dilihat oleh lensa (optik) kamera.

Kedua, adalah identifikasi emosional. Disini penonton secara emosional

Page 35: Aminah Tuzahra Fdk

mempertautkan dirinya dengan bayangan-bayangan dari kenyataan

yang ia lihat di layar. Ketiga, adalah identifikasi imajiner. Di sini

penonton mengidentifikasikan dirinya dengan salah satu tokoh atau

beberapa tokoh di dalam film yang ditontonnya.

Film mempunyai daya magis yang kuat sekali, tentu tergantung

pada baik-buruknya film yang dibuat.

Film adalah suatu medium yang memungkinkan manusia terlibat

secara ekstensial dengan kenyataan-kenyataan imajiner. Terlibat secara

eksistensial berarti bahwa terjadi suatu hubungan yang dialektis antara

dirinya dan kenyataan memang imajiner itu.

Film pada dasarnya menceritakan suatu perkembangan psikologis

dari tokoh-tokohnya, bukan seperti film dokumenter yang bertolak dari

konsep dan ide. Perkembangan psikologis itu dituang ke dalam suatu

plot cerita yang mengenal permulaan, pengembangan cerita dan

klimaks. Di dalam garris plot itulah protagonis dan antagonisnya

dipertemukan dan dipertentangkan.

Konflik antara protagonis dan antagonis tentunya merupakan

konflik antara nilai-nilai yang menjadi dasar masing-masing. Nilai itu

bisa bersumber pada pribadi atau pada kelompok dimana pribadi itu

berada. Itu sebabnya konflik-konflik di dalam cerita film bisa juga

merupakan konflik antara berbagai kelompok dan kepentingan, latar

belakang sosial, ekonomi, budaya dan sejarah.

Page 36: Aminah Tuzahra Fdk

Sering pula di dalam film Indonesia, ketidakmampuan dramaturgi

pembuat filmnya menyebabkan film itu menawarkan kenyataan-

kenyataan serta penyelesaiannya yang tidak masuk akal.

7. Teknik Pengambilan Gambar

a. Sinematrogafi

Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-

scene telah tersedia dan sebuah adegan telah siap untuk diambil

gambarnya, maka pada tahap inilah unsur sinematografi mulai

berperan. Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga

aspek, yakni kamera dan film, framing, serta durasi gambar.

Kamera dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan

melalui kamera dan stok filmnya, seperti warna, penggunaan lensa,

kecepatan gerak gambar, dan sebagainya.

Sama seperti teknik dalam pemotretan, pada kamera juga

menggunakan teknik framing dalam pengambilan gambarnya.

Framing adalah meletakkan objek sebagai foreground untuk

membuat bingkai yang bertujuan memberi kesan ruang tiga

dimensi.22

22

Yannes Irwan Mahendra, Dari Hobi jadi Profesional, (Yogyakarta: Andi, 2010), ed. 1,

h. 55.

Page 37: Aminah Tuzahra Fdk

Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat

dalam sinematografi, yakni jarak kamera terhadap obyek (type of

shot), yaitu:23

1) Extreme long shot, merupakan jarak kamera yan paling jauh

dari objeknya. Teknik ini umumnya untuk menggambarkan

sebuah objek yang sangat jauh atau panorama yang luas.

2) Long shot, pada teknik ini memperlihatkan tubuh fisik

manusia yang tampak jelas namun latar belakang masih

dominan.

3) Medium long shot, pada teknik ini manusia terlihat dari

bawah lutut sampai ke atas.

4) Medium shot, pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia

dari pinggang ke atas.

5) Medium close-up, pada jarak ini memperlihatkan manusia

dari dada ke atas. Adegan percakapan normal biasanya

mengunakan jarak ini.

6) Close-up, umumnya memperlihatkan wajah, kaki, atau

sebuah obyek kecil lainnya. Teknik ini mampu

memperlihatkan ekspresi wajah secara jelas serta gestur yang

mendetil.

7) Extreme close-up,teknik ini mampu memperlihatkan lebih

detil bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan

lainnya atau bagian dari sebuah obyek.

23

Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), cet. 1, h.

104-106.

Page 38: Aminah Tuzahra Fdk

b. Sudut Pengambilan gambar

Ada beberapa tehnik pengambilan gambar yang biasa di

gunakan diantaranya:

Bird Eye View

Ini merupakan sudut pengambilan gambar yang dilakukan di

atas,seperti burung terbang yang melihat ke bawah. Efek yang

tampak, subjek terlihat menjadi rendah, pendek dan kecil.

Manfaatnya untuk menyajikan suatu lokasi atau pemandangan24

.

Biasanya untuk mengambil gambar dengan sudut ini dilakukan dari

atas gedung ataupun dengan helikopter.

High Angle

Ini merupakan sudut pengambilan gambar yang tepat diatas objek,

pengambilan gambar seperti ini memiliki arti yang dramatik yaitu

kecil atau kerdil.

Low Angle

Ini merupakan sudut Pengambilan gambar yang diambil dari bawah

si objek, sudut pengambilan gambar ini merupakan kebalikan dari

high angle. Efek yang timbul adalah distorsi perspektif yang secara

teknis dapat menurunkan kualitas gambar. Bagi yang kreatif, hal ini

dimanfaatkan untuk menimbulkan efek khusus. Kesan efek ini

adalah menimbulkan sosok pribadi yang besar, tinggi, kokoh, dan

berwibawa, juga angkuh25

.

24

Yannes Irwan Mahendra, Dari Hobi jadi Profesional,(Yogyakarta: Andi, 2010), ed. 1,

h. 49. 25

Ibid, h. 50.

Page 39: Aminah Tuzahra Fdk

Eye Level

Ini merupakan sudut pengambilan gambar sebatas mata posisi

berdiri. Sudut pengambilan gambar ini merupakan posisi yang

paling umum. Objek sejajar dengan mata, tidak menimbulkan

kesan khusus yang terlihat menonjol26

.

Frog Level

Ini merupakan sudut pengambilan gambar yang diambil sejajar

dengan permukaan tempat objek berdiri, seolah-olah

memperlihatkan objek menjadi sangat besar.27

B. Tinjauan Teoritis Semiotik

1. Konsep Semiotik

Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial

memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar

yang disebut dengan „tanda‟. Dengan demikian, semiotik mempelajari

hakikat tentang keberadaan suatu tanda.28

Secara sederhana semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda.

Semiotika mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi

yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.29

Studi sistematis tentang tanda-tanda dikenal sebagai semiologi.

Arti harfiahnya adalah”kata-kata mengenai tanda-tanda”. Kata semi

26

Yannes Irwan Mahendra, Dari Hobi jadi Profesional,(Yogyakarta: Andi, 2010), ed. 1,

h. 49. 27

Ibid, h.50. 28

Alex Sobur, Analisis teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 6, h.87. 29

Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2006),ed. 1, h. 261-262.

Page 40: Aminah Tuzahra Fdk

dalam semiologi berasal dari semeion (bahasa Latin), yang artinya

„tanda‟. Semiologi telah dikembangkan untuk menganalisis tanda-

tanda.30

Menurut Ferdinand de Saussure didalam bukunya Course in

General Linguistik. Bahasa adalah suatu sistem tanda yang

mengekpresikan ide-ide (gagasan-gagasan) dan karena itu dapat

dibandingkan dengan sistem tulisan, huruf-huruf untuk orang bisu-tuli,

simbol-simbol keagamaan, aturan-aturan sopan santun, tanda-tanda

kemiliteran, dan sebagainya. Semua itu merupakan hal yang sangat

penting dari keseluruhan sistem tersebut. Suatu ilmu yang mempelajari

tanda-tanda kehidupan dalam masyarakat bersifat dapat dipahami. Hal

itu merupakan bagian dari psikologi sosial atau berkaitan dengan

psikologi umum. Saussure menyebutnya sebagai semiologi (dari bahasa

Latin semion: tanda). Semiologi akan menjelaskan unsur yang

menyusun suatu tanda dan bagaimana hukum-hukum itu

mengaturnya.31

Untuk menyederhanakannya kemudian Umberto Eco dalam

bukunya A Theory of Semiotics menjelaskan dan mempertimbangkan,

bahwa semiotika berkaitan dengan segala hal yang dapat dimaknai

tanda-tanda. Suatu tanda adalah segala sesuatu yang dapat dilekati

(dimaknai) sebagai penggantian yang signifikan untuk sesuatu lainnya.

Segala sesuatu ini tidak terlalu mengharuskan perihal adanya atau

mengaktualisasikan perihal dimana dan kapan suatu tanda

30

Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan

Kontemporer,Edisi Baru,(Yogyakarta: tiara wacana, 2010),cet. 1, h. 4. 31

Ibid, h.4.

Page 41: Aminah Tuzahra Fdk

memaknainya. Jadi, semiotika ada dalam semua kerangka (prinsip),

semua disiplon studi, termasuk dapat pula digunakan untuk menipu

bila segala sesuatu tidak dapat dipakai untuk menceritakan

(mengatakan) segala sesuatu (semuanya).32

Umberto Eco menyebut

tanda tersebut sebagai “kebohongan”; dalam tanda ada sesuatu yang

tersembunyi dibaliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri.

Menurut Saussure, persepsi dan pandangan kita tentang realitas,

dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan

dalam konteks sosial.33

Semiotika seperti yang kita kenal dapat dikatakan baru karena

berkembang sejak awal abad-20. Memang pada awal abad-18 dan ke-19

banyak ahli teks (khususnya Jerman) berusaha mengurai pelbagai

masalah yang berkaitan dengan tanda, namun mereka tidak

menggunakan pengertian semiotis.34

Semiotika didefinisikan oleh Ferdinand de Saussure didalam

Course in General Linguistik. Sebagai “ilmu yang mengkaji tentang

tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial.35

Sedangkan semiotika

menurut Roland Barthes adalah ilmu mengenai bentuk (form). Studi ini

mengkaji signifikasi yang terpisah dari sisinya (content). Semiotika

tidak hanya meneliti mengenai signifier dan signified, tetapi juga

32

Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan

Kontemporer, (Yogyakarta: tiara wacana, 2010),cet. 1, h. 4. 33

Alex Sobur, Analisis teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 6, h.87. 34

Tommy Cristomy, Semiotika Budaya,(Depok: Universitas Indonesia, 2004), cet. 1, h.81 35

Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotik; Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna,

(Yogyakarta: Jalasutra, 2003), h. 256 .

Page 42: Aminah Tuzahra Fdk

hubungan yang mengikat mereka. Tanda yang berhubungan secara

keseluruhan.36

Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinan

de Saussure (1857-1913) dan Charles Sanders Pierce (1839-1914).

Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah

dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Pierce di

Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik

sedangkan Pierce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkan

semiologi (semiolology).37

Ada dua pendekatan penting atas tanda-tanda. Pertama

pendekatan yang didasarkan pada pandangan Saussure yang

mengatakan bahwa tanda-tanda disusun oleh dua elemen, yaitu aspek

citra tentang bunyi (semacam kata atau representasi visual) dan suatu

konsep tempat citra-bunyi itu disandarkan. 38

TANDA

Penanda Petanda

Citra-bunyi konsep

Bagi Saussure, hubungan antara penanda dan petanda bersifat

arbitrer (bebas), baik secara kebetulan maupun ditetapkan. Pendekatan

kedua yang penting untuk memahami tanda-tanda, yakni suatu sistem

36

Alex Sobur, Analisis teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 6, h.123. 37

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual; Metode Analisis Tanda dan Makna

pada Karya Desain Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), cet. 2, h. 11. 38

Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan

Kontemporer,Edisi Baru, (Yogyakarta: tiara wacana, 2010), cet. 1, h. 13-14.

Page 43: Aminah Tuzahra Fdk

analisis tanda yang dikembangkan oleh filsuf Charles Sanders Pierce

(1839-1914), pemikir Amerika yang cerdas dan pemikirannya tak dapat

disepelekan. Pierce mengatakan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan

objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan

kausal dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk

kesamaannya, indeks untuk hubungan kausalnya, dan simbol untuk

asosiasi konvensionalnya.39

Table berikut menjelaskan hal tersebut.

Trikotomi Ikon/ Indeks/ Simbol

dari Charles Sanders Pierce

Tanda Ikon Indeks Simbol

Ditandai

dengan

Contoh:

Proses

Persamaaan

(kesamaan)

Gambar-gambar

Patung-patung

tokoh besar

Foto Reagen

Dapat dilihat

Hubungan kausal

Asap/api

Gejala/penyakit

(Bercak

merah/campak)

Dapat

diperkirakan

Konvensi

Kata-kata

Isyarat

Harus

dipelajari

39

Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan

Kontemporer,Edisi Baru, (Yogyakarta: tiara wacana, 2010), cet. 1, h. 16-17.

Page 44: Aminah Tuzahra Fdk

Bila pernyataan Saussure tentang penanda dan petanda adalah

kunci dari model analisis semiologi, maka trikotomi Pierce adalah

kunci menuju analisis semiotika.40

Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda

(sign). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penandaan (signifier)

dengan sebuah idea tau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda

adalah “bunyi yang bermakna” atau coretan yang bermakna”.41

Sementara itu, Charles Sanders Pierce, menandaskan bahwa kita hanya

dapat berpikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat

berkomunikasi lewat sarana tanda.42

Pierce dikenal dengan teori segitiga makna-nya (triangle

meaning). Berdasarkan teori tersebut, semiotika berangkat dari tiga

elemen utama yang terdiri dari: Tanda (sign), Acuan Tanda (Object),

Pengguna Tanda (Interpretant). Menurut Pierce, salah satu bentuk

tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.

Sementara interpretan adalah tanda yang ada di benak seseorang

tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila elemen-elemen

tersebut berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna

tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.43

40

Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan

Kontemporer, (Yogyakarta: tiara wacana, 2010), cet. 1, h. 17. 41

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), cet. 2, h.

46. 42

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual; Metode Analisis Tanda dan Makna

pada Karya Desain Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), cet. 2, h. 16. 43

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 6, h. 115.

Page 45: Aminah Tuzahra Fdk

2. Konsep Semiotik Roland Barthes

Salah satu cara yang digunakan para pakar untuk membahas

lingkup makna yang lebih besar adalah dengan membedakan makna

denotatif dengan makna konotatif.

Menilik sejarahnya, tradisi semiotika berkembang dari dua tokoh

utama, yaitu: Charles Sanders Pierce yang mewakili tradisi Amerika dan

Ferdinand de Saussure yang mewakili tradisi Eropa. Keduanya tidak

pernah bertemu sama sekali, sehingga kendati keduanya sering disebut

mempunyai kemiripan gagasan, penerapan konsep-konsep dari masing-

masing keduanya, namun seringkali mereka mempunyai perbedaan.

Barangkali keduanya berangkat dari disiplin yang berbeda, Pierce adalah

seorang guru besar filsafat dan logika, sementara Saussure adalah

seorang ahli linguistik.44

Ada sesuatu yang disebut dengan istilah semiologi, atau yang

sering disebut dengan istilah semiotika, melalui peminjaman kata Inggris

semiotics. Pada pandangan pertama, sesuatu itu tampaknya telah

mendapatkan beberapa definisi yang saling berdekatan dari beberapa

ilmuwan yang telah memikirkan persoalan tersebut dari beberapa sudut

pandang yang berbeda. Menurut Georges Mounin, Saussure-lah yang

menjadi tokoh karena dalam bukunya, Cours de linguistique générale,

telah membaptis dan mendefinisikan secara garis besar ”ilmu umum

44

Aart Van Zoest, Interpretasi dan Semiotika, (Terj.) oleh Okke K.S Zaimar dan Ida

Sundari Husein dalam Panuti Sujiman dan Aart van Zoest, (Ed) Serba-Serbi Semiotika, (Jakarta:

Gramedia, 1991), h.1.

Page 46: Aminah Tuzahra Fdk

tentang semua sistem tanda (atau tentang semua sistem simbol), sistem-

sistem itu bisa membuat manusia bisa berkomunikasi diantara mereka“.45

Roland Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga menengah Protestan

di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik

di sebelah barat daya Prancis. Dia dikenal sebagai salah seorang pemikir

strukturalis yang rajin mempraktikkan model linguistik semiologi

Saussure.46

Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat

dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang

tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja

menyampaikan makna yang berbeda situasinya. Roland Barthes

meneruskan pemikiran tersebut yang dikenal dengan istilah “order of

signification”.47

Bagi Roland Barthes yang juga mengikuti Saussure, maka “secara

prospektif objek semiologi adalah semua sistem tanda, entah apapun

substansinya, apapun batasannya (limit): gambar, gerak tubuh, bunyi

melodis, benda-benda, dan pelbagai kompleks yang tersusun oleh

substansi yang bias ditemukan dalam ritus, protokol, dan tontonan

sekurangnya merupakan sistem signifikasi (pertandaan), kalau bukan

merupakan „bahasa‟ (langage).”48

Pada mulanya Mounin dan Barthes membatasi medan riset

semiologi dengan menetapkan: medan semiologi berisi “sistem-sistem

45

Jeanne Martinet, Semiologi: Kajian Teori Tanda Saussuran; Antara Semiologi

Komunikasi dan Semiologi Signifikasi, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), cet. 1, h.2. 46

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), cet. 2, h.

63. 47

Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 268. 48

Jeanne Martinet, Semiologi: Kajian Teori Tanda Saussuran; Antara Semiologi

Komunikasi dan Semiologi Signifikasi, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), cet. 1, h.3.

Page 47: Aminah Tuzahra Fdk

tanda”. Tetapi mereka melihat sistem-sistem tersebut dengan cara yang

sangat berbeda. Bagi Mounin, sistem-sistem tanda terdefinisikan oleh

fungsinya: sistem itu digunakan untuk komunikasi manusia. Bagi

Barthes, sistem itu dicirikan oleh fakta bahwa sistem tersebut memiliki

signifikasi atau beberapa signifikasi; tetapi kita bias mempertanyakan

apakah pendapat itu tidak membuat kita juga mengurusi sistem-sistem

yang di dalamnya perkara yang sudah diidentifikasi hanyalah pelbagai

kumpulan yang berisi fakta-fakta signifikatif,49

Two orders of signinification (signifikasi dua tahap atau dua

tatanan pertandaan) Barthes terdiri dari first order of signification yaitu

denotasi, dan second order of signification yaitu konotasi. Tatanan yang

pertama mencakup penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda

inilah yang disebut makna denotasi.50

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan

antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna

yang eksplisit, langsung, dan pasti. Sedangkan konotasi adalah tingkat

pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda,

yang didalamnya beroprasi makna yang bersifat implisit dan

tersembunyi.51

49

Jeanne Martinet, Semiologi: Kajian Teori Tanda Saussuran; Antara Semiologi

Komunikasi dan Semiologi Signifikasi, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), cet. 1, h. 5. 50

M. Antonius birowo, Metode Penelitian Denotasi; Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:

Gitanyali, 2004), h. 56. 51

Tommy Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: Universitas Indonesia,2004), cet. 1, h.

94.

Page 48: Aminah Tuzahra Fdk

Tabel 1. Peta tanda Roland Barthes:

1. Signifer (penanda) 2. Signified

(petanda)

3. Denotative sign (tanda denotatif)

4.Connotative signifier

(penanda konotatif)

5.Connotative

signified

(petanda konotatif)

6.Connotative sign (tanda konotatif)

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri

atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan,

tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal

tersebut merupakan unsur material: hanya jika anda mengenal tanda

“sign”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian

menjadi mungkin.52

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki

makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif

yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan

Barthes yang berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang

berhenti pada penandaan dan tatanan denotatif. Konotasi dan denotasi

sering dijelaskan dalam istilah tingkatan representasi atau tingkatan

52

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), cet. 2,h. 69.

Page 49: Aminah Tuzahra Fdk

mana. Secara ringkas, denotasi dan konotasi dapat dijelaskan sebagai

berikut:53

1. Denotasi adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign,

dan antara sign dengan referent (object) dalam realitas eksternal.

2. Konotasi adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan

perasaan atau emosi pembaca/pengguna dan nilai-nilai budaya

mereka. Makna menjadi subjektif atau intersubjektif. Tanda lebih

terbuka dalam penafsirannya pada konotasi daripada denotasi.

Secara sederhana, denotasi dijelaskan sebagai kata yang tidak

mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan. Maknanya

disebut makna denotatif. Makna denotatif memiliki beberapa istilah lain

seperti makna denotasional, makna referensial, makna konseptual, atau

makna ideasional. Sedangkan konotasi adalah kata yang mengandung arti

tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu disamping makna

dasar yang umum. Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna

konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif.54

Denotasi dan konotasi tidak bisa dilihat secara terpisah atau berdiri

sendiri. Sebuah tanda yang kita lihat pasti suatu denotasi. Makna denotasi

adalah apa yang kelihatan pada gambar, dengan kata lain gambar dengan

sendirinya memunculkan denotasi. Denotasi dengan sendirinya akan

menjadi konotasi dan untuk selanjutnya konotasi justru menjadi denotasi

53

M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi; Teori dan Aplikasi,(Yogyakarta:

Gitanyali, 2004), h. 57. 54

AS. Haris Sumandiria, Bahasa Jurnalistik; Panduan Praktis Penulis dan Jurnalistik,

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), cet. 1, h. 27-28.

Page 50: Aminah Tuzahra Fdk

ketika konotasi tersebut sudah umum digunakan dan dipahami bersama

sebagai makna yang kaku.

Mitos dalam pemahaman Barthes adalah pengkodean makna dan

nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai sesuatu

yang dianggap alamiah.55

Ferdinand Comte membagi mitos menjadi dua macam: mitos

tradisional dan mitos modern. Mitos modern ini dibentuk oleh dan

mengenai gejala-gejala politik, olahraga, sinema, televisi, dan pers. Mitos

(mythes) adalah suatu jenis tuturan (a type of speech), sesuatu yang

hampir mirip dengan „re-presen-tasi kolektif‟ di dalam sosiologi

Durkheim. Mitos adalah sistem komunikasi, sebab ia membawakan

pesan. Maka itu, mitos bukanlah objek. Mitos bukan pula konsep ataupun

gagasan, melainkan suatu cara signifikasi, suatu bentuk.56

C. Tinjauan Teoritis Komunikasi Nonverbal

1. Pengertian Komunikasi Nonverbal

Secara sederhana, komunikasi non verbal didefinisikan sebagai

komunikasi tanpa kata-kata atau selain dari kata-kata yang kita

pergunakan57

. Komunikasi non verbal lebih dulu ada daripada

komunikasi verbal. Karena setiap manusia saat menginjak usia 18 bulan

kita secara total tergantung pada komunikasi non verbal seperti sentuhan,

55

Tommy Christomy, Semiotika Budaya, (Depok: Universitas Indonesia, 2004), cet. 1, h.

94. 56

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), cet. 2, h.

224. 57

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2005), h. 308.

Page 51: Aminah Tuzahra Fdk

senyuman, pandangan mata, dan sebagainya58

. Menurut Adler dan

Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication, batasan

yang sederhana tersebut merupakan langkah awal untuk membedakan

apa yang disebut vocal communication yaitu tindak komunikasi yang

menggunakan mulut, dan verbal communication yaitu tindak komunikasi

yang menggunakan kata-kata59

.

2. Perilaku Non Verbal

Perilaku non verbal dapat diartikan sebagai semua tindakan,

seperti gerakan mimik wajah, gerakan-gerakan tubuh, gerakan otot

tubuh, berkeringat, muka merah, dan sebagainya yang bekerja bersama-

sama dalam mengkomunikasikan makna-makna tertentu.

Semua gerakan yang kita lakukan dalam hubungannya dengan

orang lain selalu dikomunikasikan, diterima dan diinterpretasikan.

Gerakan-gerakan non verbal ini dalam hubungannya dengan orang lain

akan menenetukan bagaimana umpan balik dari orang tersebut. Selain itu

perilaku non verbal adalah sebuah metakomunikasi, yang artinya

perilaku tersebut memperkuat perilaku-perilaku non verbal maupun

bahasa-bahasa verbal lainnya dalam sebuah komunikasi.

3. Fungsi dan Peran Komunikasi Non Verbal

Ada beberapa pendapat mengenai fungsi dari komunikasi non

verbal. Bentuk komunikasi ini sama pentingnya dengan komunikasi

58

Ibid. h. 308. 59

Sasa Djuarsa Sendjaja. Pengantar Komunikasi, (Universitas Terbuka (UT)),. h. 6.3-

6.19.

Page 52: Aminah Tuzahra Fdk

verbal yang umum dipakai. Fungsi komunikasi nonverbal diantaranya

yaitu:60

1. Complementing

2. Accenting

3. Contradicting

4. Repeating

5. Regulating

6. Substituting

Menurut Samovar dalam suatu komunikasi, perilaku non verbal

digunakan secara bersama-sama dengan bahasa verbal.

Perilaku non verbal memberi aksen atau penekanan pada pesan

verbal.

Perilaku non verbal sebagai pengulangan dari bahsa verbal.

Tindak komunikasi non verbal melengkapi pernyataan verbal.

Perilaku non verbal sebagai pengganti dari komunikasi verbal.

Pemikiran yang hampir sama juga diungkapkan oleh Paul Elman

yang menjelaskan bahwa fungsi dari lambang-lambang verbal maupun

non verbal adalah untuk memproduksi makna yang komunikatif. Secara

historis, kode non verbal sebagai suatu multi saluran akan mengubah

pesan verbal melalui enam fungsi,pengulangan (repetition), berlawanan

(contradiction), pengganti (subtitution), pengaturan (regulation),

penekanan (accentuation) dan pelengkap (complementation)61

.

60

Akhmad Farhan, “Komunikasi Nonverbal”, artikel ini diakses pada 17 Juli 2011 dari

akhmadfarhan.wordpress.com/2008/12/.../komunikasi-nonverbal... 61

Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Universitas Terbuka (UT)), h. 6.31-

6.33.

Page 53: Aminah Tuzahra Fdk

Jalaluddin Rahmat mengelompokan pesan-pesan non verbal

sebagai berikut:

1) Pesan Kinesik

Pesan kinesik merupakan bentuk komunikasi non verbal

yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti. Terdiri dari tiga

komponen utama, yaitu:

a. Pesan fasial, menggunakan air muka untuk menyampaikan

makana tertentyu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh

kelompok makna: kebahagiaan, rasaterkejut, ketakutan,

kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat,

ketakjuban dan tekad. Sementara itu Leathers

menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah, sebagai

berikut: a) wajah menkomunikasikan penilaian dengan

ekspresi senang dan tidak senang, yang menunjukkan

apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik

atau buruk; b) wajah mengkomunikasikan berminat atau

tidak pada orang lain atau lingkungan; c) wajah

mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi-

situasi; d) wajah mengkomunikasikantingkat pengendalian

individu terhadap pernyataan endiri dan e) wajah barangkali

mengkomuikasikan adanya atau kurang pengertian.

Page 54: Aminah Tuzahra Fdk

b. Pesan gestural, menunjukkan gerakan sebagian anggota

badan seperti mata dan tangan untuk berkomunikasi

berbagai makna.

c. Pesan postural, berkenaan dengan keseluruhan anggota

badan, makna yang dapat disampaikan adalah: a) Imediacy

yaitu ungkapan kesukaan atau ketidaksukaan individu yang

lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara

menunjukkan kesukaan dan penilain positif; b) power

mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator.

Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di

depan anda, dan postur orang yang merendah; c)

Responsiveness yang mana individu dapat berreaksi secara

emosional pada lingkungan secara positif dan negative. Bila

postur anda tidak berubah, anda megungkapkan sikap yang

tidak responsif.

2) Pesan proksemik

Pesan proksemik merupakan pesan yang disampaikan

melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur

jarak bagaimana kita mengungkapkan keakraban kita dengan

orang lain.

Page 55: Aminah Tuzahra Fdk

4. Klasifikasi Pesan Non vebal

Dari berbagai literatur yang dipelajari, komunikasi non verbal

dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk62

, antara lain :

1) Eye Geze (Gerakan Mata)

Aspek komunikatif yang utama dari perilaku mata adalah siapa

dan apa yang sedang kita lihat dan untuk berapa lama. Mata kita

merupakan saluran komunikasi non verbal yang penting, tidak

hanya selama interaksi tetapi juga sebelum dan sesudah interaksi

berakhir. Bahkan ada yang menilai gerakan mata sebagai

pencerminan isi hati seseorang.

2) Touching (sentuhan)

Ialah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan. Menurut

bentuknya sentuhan badan dibagi atas tiga macam berikut :

Kinestheic ialah isyarat yang ditunjukkan dengan

bergandengan tangan satu sama lain sebagai symbol

keakraban atau kemesraan.

Sociofugal ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat

tangan atau saling merangkul.

Thermal ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan

badan yang terlalu emosional sebagai tanda persahabtan yang

begitu intim. Misalnya menepuk punggung karena sudah

lama tak bertemu.

62

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,(Bandung: Remaja Rosdakarya,

2005), h. 316-380.

Page 56: Aminah Tuzahra Fdk

3) Paralanguage

Ialah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara

sehingga penerima dapat memahami sesuatu di balik apa yang

diucapkan. Misalnya “datanglah” bisa diartikan betul-betul

mengundang kehadiran kita atau sekedar basa-basi tergantung

intonasi suara kita.

4) Diam

Berbeda dengan tekanan suara, sikap diam juga merupakan kode

non verbal yang mempunyai arti. Max Picard menyatakan bahwa

diam tidak semata-mata mengandung arti bersikap negative, tetapi

bisa juga melambangkan sikap positif.

5) Postur Tubuh

Orang lahir ditakdirkan dengan berbagai bentuk tubuh. Well dan

Siegel dua orang ahli psikologi melalui studi yang mereka

lakukan, membagi bentuk tubuh atas tiga tipe, yakni ectomophory

dilambangkan sebagai orang yang mempunyai sikap ambisi,

pintar, kritis dan sedikit cemas. Mesomorphy dilambangkan

sebagai pribadi yang cerdas, bersahabat, aktif dan kompetitif, dan

endomorphy digambarkan sebagai pribadi yang humoris, santai

dan cerdik.

7) Kedekatan dan Ruang

Proximity adalah komunikasi non verbal yang menunjukkan

kedekatan dari dua orang yang mengandung arti. Edward T. Hall

membagi kedekatan menurut territory atas empat macam, yakni :

Page 57: Aminah Tuzahra Fdk

Wilayah Intim (rahasia), yakni kedekatan yang berjarak

antara 3-18 inchi.

Wilayah pribadi, ialah kedekatan yang berjarak antara 18

inchi-4 kaki.

Wilayah social, ialah kedekatan yang berjarak antara 4-12

kaki.

Wilayah Umum (publik), ialah kedekatan yang berjarak

antara 4-12 kaki atau sampai suara kita terdengar dalam

jarak 25 kaki.

Selain kedekatan dari segi territory, ada juga beberapa ahli

melihat dari sudut pandang ruang dan posisi, misalnya posisi meja

dan tempat duduk. Here dan Bales menemukan bahwa orang yang

banyak bicara dalam rapat umumnya duduk pada posisi kursi

yang lebih tinggi.

8) Artifak dan Visualisasi

Artifak adalah hasil kerajinan manusia (seni), baik yang melekat

pada diri manusia maupun yang ditujukan untuk kepentingan

umum. Artifak ini selain dimaksudkan untuk kepentingan

estetika, juga untuk menunjukkan status atau identitas diri

seseorang atau suatu bangsa. Misalnya baju, topi, cincin, gelang,

alat transportasi, monument, patung dan sebagainya.

Page 58: Aminah Tuzahra Fdk

9) Warna

Warna juga memberi arti terhadap suatu objek. Hampir semua

bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini bisa

dilihat pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-

upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-

warni.

10) Waktu

Waktu mempunyai arti tersendiri dalam kehidupan manusia. Bagi

masyarakat tertentu, melakukan suatu pekerjaan sering kali

dikaitkan dengan waktu. Misalnya membangun rumah, menanam

padi, melaksanakan perkawinan, membeli sesuatu dan sebaginya.

11) Bunyi

Apabila paralanguage dimaksudkan sebagi tekanan suara yang

keluar dari mulut untuk mejelaskan ucapan verbal, banyak bunyi-

bunyian yang dilakukan sebagai tanda isyarat yang tidak dapat

digolongkan sebagai paralanguage. Misalnya bersiul, bertepuk

tangan, bunyi terompet, letusan senjata, beduk, sirine dan

sebagainya.

12) Bau

Bau juga digunakan sebagi kode non verbal. Selain digunakan

untuk melambangkan sesuatu seperti kosmetik, bau juga dapat

dijadikansebagi petunjuk arah. Misalnya posisi bangkai, bau karet

terbakar dan sebagainya.

Page 59: Aminah Tuzahra Fdk

BAB III

Gambaran Umum Film Biola Tak Berdawai

A. Profil Sekar Ayu Asmara sebagai Sutradara Film Biola Tak

Berdawai

Sekar Ayu Asmara lahir di Jakarta, Indonesia. Menghabiskan masa

kecil berpindah-pindah di beberapa negara mengikuti karier Diplomat

ayahnya. Pernah menetap di Afghanistan, Turki, dan Negeri Belanda.

Semua bidang seni yang ditekuni, dipelajari Sekar secara otodidak.

Baik itu sebagai sutradara film, pelukis, produser musik, penulis

skenario, maupun penulis novel.

Film pertamanya, Biola Tak Berdawai, mendapatkan anugerah The

Naguib Mahfouz Prize di Cairo International Film Festival 2003.

Penghargaan bergengsi ini diberikan kepada sutradara film pertama. Film

ini juga dianugerahi penghargaan Best Actress untuk Ria Irawan di Asia

Pacific Film Festival, Shiraz, Iran 2003. Sementara Bali International

Film Festival, Indonesia 2003, menganugerahkan penghargaan Best

Actor bagi Nicholas Saputra dan Best Music untuk Addie MS.

Film keduanya, Belahan Jiwa, juga memenangkan penghargaan

The Best International Feature Film di ajang New York International

Independent Video and Film Festival 2007.

Sekar telah menerbitkan tiga novel: Pintu Terlarang, Kembar

Keempat, dan Doa Ibu. Film Biola Tak Berdawai dinovelisasikan oleh

Seno Gumira Ajidarma. Sementara novel Pintu Terlarang telah diangkat

Page 60: Aminah Tuzahra Fdk

menjadi film layar lebar oleh Joko Anwar.

email: [email protected].

B. Profil Pemain Film Biola Tak Berdawai

a. Renjani

Tokoh Renjani yang diperankan Ria Irawan merupakan pemeran

utama dalam film BTB. Tipologi Renjani tergolong sederhana,

berkarakter lembut, dan penyanyang. Seorang wanita yang berprofesi

sebagai penari balet ini mengalami pemerkosaan oleh lelaki yang

dicintainya namun sayangnya tidak bertanggung jawab. Anak yang

dikandungnya sengaja ia aborsikan. Kemudian, karena malu di hina

oleh masyarakat sekitar, ia pun berniat berhijrah ke Yogyakarta.

Renjani tidak memiliki orang tua bahkan saudara kandung dan

kerabat dekat. Dalam perjalanan menuju Yogya, ia bertemu dengan

seorang wanita yang membawa seorang anak dalam dekapannya.

Wanita tersebut kemudian menitipkan anaknya kepada Renjani,

karena ia tak mampu untuk merawatnya. Renjani pun tak bias

mengelak, ia luluh dengan keadaan mereka. Diterimanya anak

tersebut, Renjani tahu bahwa anak tersebut terlahir dalam keadaan

yang tidak normal. Renjanipun berniat untuk membesarkannya.

b. Bhisma

Nicholas Saputra begitu apik memerankan tokoh Bhisma. Lelaki

muda seorang pemain biola yang memiliki karakter baik, ramah dan

mudah bergaul.

Page 61: Aminah Tuzahra Fdk

Bhisma tertarik kepada Renjani saat Renjani membawa Dewa

dalam pertunjukan musiknya. Yang menarik perhatiannya adalah

Renjani selalu membawa Dewa saat melihat pertunjukannya. Suatu

ketika saat pertunjukan musiknya selesai, Dewa tak mau beranjak dari

tempat duduknya, kemudian Bhisma mendekati Renjani yang sedang

mengajak Dewa pulang, ternyata Dewa suka dengan biola yang di

pegang Bhisma, Bhisma pun rela meminjamkannya untuk Dewa.

c. Mbak Wid

Tokoh mbak wid yang diperankan oleh Jajang C.Noer ini adalah

seorang dokter anak yang bertempat tinggal di Kota gede,

Yogyakarta. Wanita yang lahir dari seorang ibu yang bekerja sebagai

Wanita Tuna Susila (WTS) ini, selalu bertekad dan bercita-cita untuk

bisa menyelamatkan anak-anak yang lahir sama seperti dirinya.

Akhirnya cita-citanya pun tercapai hingga ia bisa menjadi seorang

dokter anak.

Mbak Wid bekerjasama dengan Renjani mandirikan rumah

asuh untuk anak-anak yang kurang beruntung. Anak-anak yang

terlahir cacat fisik dan mental. Mereka sudah terbiasa menghadapi

kematian demi kematian yang selalu mengejar hidup anak-anak cacat

yang mereka asuh .

Yang terasa sedikit mengganggu adalah karakter Mbak Wid

yang semakin kebelakang menjadi semakin terasa konyol dengan

selalu mempertanyakan banyak hal menjadi sebuah teka-teki aneh,

Page 62: Aminah Tuzahra Fdk

dan dengan dialog-dialog yang terlalu lambat, lama, dan pada

beberapa bagian terasa terlalu teatrikal.

d. Dewa

Dewa merupakan seorang anak yang dilahirkan dengan jaringan

otak yang rusak berat. Selain itu, dia juga mempunyai kecendrungan

autisme dan penyandang tuna wicara. Tubuhnya kerdil, kepalanya

selalu tertunduk ke bawah dengan tatapan mata yang hampa.

Dicky Lebrianto yang berperan sebagai Dewa, meski hampir

sepanjang film tidak ada dialog yang diucapkannya, namun Dicky

dengan sukses memberikan perhatian kepada penonton seorang Dewa

yang cukup misterius.

C. Sinopsis Film Biola Tak Berdawai63

Category: Movies

Genre : Drama

Written and directed by Sekar Ayu Asmara

Cast :

Renjani : Ria Irawan

Mbak Wid : Jajang C.Noer

Bhisma : Nicholas saputra

Dewa : Dicky Lebrianto

Pak Kliwon: Masroom Sara

Suster 1 : Ragilia

Suster 2 : Maria Andini

63

JB Kristanto, Katalog Film Indonesia 1926-2005, (Jakarta: Nalar, 2005).

Page 63: Aminah Tuzahra Fdk

Crew:

Produksi : PT. Kalyana Shira Film

Producers: Afi Shamara, Nia Dinata, Sekar Ayu Asmara

Executive Producer: Seto Harjojudanto

Music by Addie MS

Sound Designer: Adityawan, Susanto, Satrio Budiono

Art director: Iri Supit

Editor: Dewi S. Alibasah

Dibuat dalam format video digital, lalu ditransfer ke film 35 mm.

Renjani adalah seorang mantan penari balet setelah dirinya

diperkosa, hamil, dan dipaksa untuk mengaborsi kandungannya. Ia

memutuskan membuang masa lalunya dan pindah ke Yogyakarta. Di

perjalanan di kereta, ia duduk bersebelahan dengan seorang wanita yang

disuruh untuk membuang bayi cacat yang kini berada dalam

gendongannya. Sesampai di Yogyakarta, ia menempati rumah Neneknya

yang sangat besar. Kemudian Renjani teringat kisah perjalanannya dan

mendirikan rumah asuh untuk anak-anak yang cacat bernama Ibu Sejati.

Seorang wanita yang filosofis terhadap sifat manusia sekaligus pintar

membaca kartu tarot, Mbak Wid melamar sebagai dokter anak disana.

Mbak Widpun mempunyai masa lalu sendiri, ia adalah anak dari seorang

pelacur yang mudah hamil. Hanya Mbak Wid saja benih yang berhasil

lahir, sementara itu, seluruh benih lain diaborsikan oleh sang ibu. Hal itu

membuat Mbak Wid bertekad menjadi seorang dokter anak. Renjani

kemudian menemukan Dewa seorang anak cacat yang diberikan ke rumah

itu. Dewa diasuh Renjani hingga Renjani merasa bahwa Dewa adalah

anaknya sendiri. Sampai umurnya yang menjelang kedelapan, Dewa

Page 64: Aminah Tuzahra Fdk

belum bisa merespon karena distorsi fungsi otak dan tuna wicara yang

dialaminya.

Suatu hari, Renjani menemukan Dewa membongkar perlengkapan

baletnya. Renjani menggunakannya dan menari sambil menyetel musik

klasik, saat itulah Dewa merespon dengan mengangkat kepalanya. Renjani

berpikir Dewa bisa disembuhkan dengan terapi musik atau tarian,

Renjanipun mencarikan sebuah resital musik atau tari untuk disinggahi.

Mereka menonton resital musik biola. Setelah selesai, Dewa tidak mau

pulang. Saat itulah seorang pemuda yang memainkan biola di resital tadi,

Bhisma memperkenalkan diri sambil membawa biola dan tongkat

geseknya. Dewa menggenggam tongkat itu terus. Bhisma akhirnya

mengantarkan Renjani dan Dewa hingga ke Ibu Sejati, Dewa

diperbolehkan memegang tongkat itu hingga esok. Esoknya, Bhisma dan

Renjani berbicara banyak, dari situlah Renjani tahu bahwa Bhisma juga

turut perhatian dengan anak-anak yang cacat. Bhisma menjadi dekat

dengan Mbak Wid dan Renjani juga. Pada malam hari, Bhisma mengajak

Renjani untuk berkolaborasi dihadapan Dewa, Renjani akan menari

sementara Bhisma memainkan biola. Hal itu terbukti, Dewa mengangkat

kepalanya lagi. Renjani dan Bhisma berpelukan dan nyaris berciuman

sebelum Renjani menghentikannya.

Bhisma mengurung diri di kamarnya membuat sebuah sonata yang

berjudul Biola Tak Berdawai, diciptakan untuk Dewa. Bhisma

memperdengarkan lagu yang belum selesai ia buat kepada Dewa dan

Renjani lewat telepon. Pertemuan Renjani dengan Bhisma keesokan

Page 65: Aminah Tuzahra Fdk

harinya membuat satu janji, Bhisma harus menyelesaikan Biola Tak

Berdawai itu. Lalu, Bhisma mengurung diri lagi dan berkata lewat telepon

bahwa ia akan memperdengarkannya di tempat resital dimana Bisma dan

Renjani bertemu. Resitalpun berlangsung, hingga selesai, Bhisma tidak

melihat Renjani maupun Dewa. Iapun membuang sonata yang telah

terselesaikan. Bhisma menjadi murung, lalu memutuskan untuk ke Ibu

Sejati. Disana ada Mbak Wid yang menceritakan bahwa Renjani ternyata

mengidap kanker rahim yang ia dapati setelah melakukan aborsi yang

sembarangan. Renjani sendiri mengira bahwa itu adalah maag biasa, pada

malam resital Bhisma, Dewa dan Renjani sudah rapih, tetapi Renjani tiba-

tiba ambruk dan dibawa ke rumah sakit. Ia meninggal setelah seminggu

dalam keadaan koma. Bhisma menangisi Renjani sambil memeluk Dewa

yang terduduk disamping tempat tidur. Beberapa hari kemudian, Bhisma

bersama Dewa mengunjungi makam Renjani. Bhisma kemudian

mendudukkan Dewa disamping nisan, lalu Bhisma mengambil biola dan

memainkan Biola Tak Berdawai, menuntaskan janjinya kepada Renjani.

Page 66: Aminah Tuzahra Fdk

BAB IV

DATA DAN HASIL PENELITIAN

Film yang menjadi penelitian penulis berjudul Biola Tak Berdawai (BTB).

Film yang berdurasi 97 menit ini, berkisah tentang ketegaran hidup wanita yang

bernama Renjani yang dihamili oleh seorang lelaki yang tidak bertanggung jawab,

yang memaksanya untuk menggugurkan kandungan tersebut. Kemudian untuk

mengubur kisahnya, ia pergi ke Yogyakarta, disana ia bertemu dengan Mbak Wid.

Mbak Wid adalah anak satu-satunya yang berhasil dilahirkan hasil hubungan

gelap, karena ibunya bekerja sebagai Wanita Tuna Susila (WTS). Tekadnya untuk

menjadi seorang dokter anak pun tercapai, kemudian ia bersama dengan Renjani

mendirikan sebuah rumah asuh khusus anak-anak penyandang cacat. Salah satu

anak yang diasuhnya adalah Dewa, anak yang lahir dengan jaringan otak yang

rusak berat, selain itu ia juga menderita autisme. Renjani selalu memperlakukan

Dewa seperti anak yang normal dan mencurahkan kasih sayangnya, walaupun

Dewa tetap bergeming. Klimaksnya, Dewa yang selama hidupnya selalu

menundukkan kepalanya, dan tidak pernah merespon apa yang terjadi

disekitarnya, tiba-tiba setelah ia mendengarkan alunan biola yang dimainkan oleh

Bhisma, Dewa kemudian bisa mengangkat kepala dan mulai memberikan respon.

A. Analisis Makna Judul Film Biola Tak Berdawai

Judul film yang menjadi objek penelitian ini adalah Biola Tak Berdawai.

Biola Tak Berdawai memiliki makna lesikal, yang terdiri dari makna denotasi

dan makna konotasi, yaitu:

Page 67: Aminah Tuzahra Fdk

1. Makna Denotasi Biola Tak Berdawai

Biola memiliki arti alat musik gesek, kecil, berlekuk di bagian

tengahnya, bertali empat,, bersuara melengking jika digesek, cara

memainkannya dengan menempatkan pangkalnya di antara dagu dan

pundak.64

Dawai memiliki arti kawat (yang halus). Berdawai

mempunyai arti mempunyai dawai, mempunyai kawat yang halus.65

Biola adalah salah satu jenis alat musik. Alat musik ini merupakan

alat musik dawai yang dimainkan dengan cara digesek. Biola memiliki

sebuah busur yang berfungsi untuk menggesek senar atau dawai,

sehingga mengeluarkan nada-nada yang indah.

Biola memiliki empat senar (G-D-A-E) yang disetel berbeda satu

dengan yang lainnya dengan interval sempurna kelima. Nada yang

paling rendah adalah nada G.

2. Makna Konotasi Biola Tak Berdawai

Biola merupakan alat musik dawai yang dimainkan dengan cara

digesek. Sebuah pagelaran seni atau musik terlihat dan terdengar indah

jika disempurnakan dengan suara lembut biola. Namun, jika sebuah

biola tak memiliki dawai, hal ini sangat bertolak belakang dengan

fungsi dan manfaat dari biola tersebut. Tidak bisa dimainkan dan

tentunya tidak dapat menghasilkan nada-nada yang indah.

Judul film ini menggambarkan tentang kisah hidup seorang anak

yang terlahir dengan jaringan otak yang rusak berat, autisme dan tuna

daksa. Setiap harinya ia tidak pernah merespon pembicaraan dan

64

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2008), ed. 4, h. 197. 65

Ibid, h. 299.

Page 68: Aminah Tuzahra Fdk

tidak pernah mengeluarkan kata-kata apapun. Ia hanya

bergeming dan terus menundukkan kepalanya. Sehingga ia

diibaratkan seperti biola tak berdawai, tidak bisa dimainkan dan tidak

bisa menghasilkan atau mengeluarkan nada-nada atau bunyi yang

indah.

3. Mitos

Film ini menegaskan mitos, bahwa manusia memerlukan

komunikasi dalam kehidupan. Karena manusia adalah makhluk sosial,

baik itu komunikasi verbal maupun non verbal sangat dibutuhkan.

Sama halnya dengan Biola Tak Berdawai, jika tidak bisa

dimainkan dan menghasilkan bunyi yang indah, biola tersebut tidak

dapat dikatakan sebagai alat musik. Karena fungsi dari alat musik itu

salah satunya harus dapat menghasilkan nada-nada atau bunyi yang

indah.

Biola merupakan salah satu jenis alat musik berdawai. Dawainya

jika digesek akan menghasilkan nada-nada yang sangat indah. Namun,

bagaimana dengan biola yang tidak memiliki dawai?, tentunya biola

tersebut tidak bisa dimainkan dan tidak bisa menghasilkan nada-nada

yang indah, bahkan bisa menjadi sampah. Biola tak berdawai ini hanya

sebuah gambaran tentang peran yang dimainkan oleh Dewa, seorang

anak yang terlahir dengan kondisi tubuh yang tidak normal, jaringan

otak yang rusak berat dan juga autisme. Jika kita bayangkan seorang

anak yang seperti ini, mungkin dibenak kita akan terpikir, buat apa

anak ini diciptakan oleh Tuhan. Bukankah Tuhan menciptakan

Page 69: Aminah Tuzahra Fdk

Hamba-Nya agar bermanfaat untuk makhluk lainnya. Kalau seperti

Dewa, apa manfaatnya?.

Masyarakat yang tinggal di pedalaman dan masih sangat

tradisional, anak seperti Dewa ini bagi mereka adalah sebuah aib

keluarga karena menurut mereka hal ini merupakan kutukan dari sang

Dewa atau Tuhan. Bahkan tidak jarang mereka yang mempunyai anak

atau keluarga seperti Dewa, kedua tangan dan kakinya di ikat dengan

rantai agar ia tidak keluar rumah.

Semakin maju perkembangan teknologi dan informasi, semakin

banyak orang-orang yang mendalami pengetahuan, khususnya tentang

ilmu kejiwaan. Hal ini untuk memecahkan masalah sebuah mitos yang

sudah terlanjur melekat pada masyarakat. Kini, banyak bermunculan

dokter-dokter ahli jiwa, sekolah khusus anak-anak yang tidak normal

yang disebut Sekolah Luar Biasa (SLB), rumah terapi, dan masih

banyak lagi hal-hal yang menunjang perkembangan bagi anak-anak

seperti Dewa.

Telah dijelaskan dalam Al-qur‟an surah Ali „Imron ayat 191:

الذيه يذكزون اهلل قياما وقعىداوعلى جىىبهم ويتفكزون في خلق السمىت

واالرض ربىاماخلقت هذاباطالسبحاوك فقىاعذاب الىار

Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau

duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang

penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya Tuhan kami, tiadalah

Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka

Page 70: Aminah Tuzahra Fdk

peliharalah kami dari siksa neraka”. Selain itu dijelaskan pula pada

surah Al Anbiya‟ ayat 16:

وماخلقىاالسماءواالرض ومابيىهمالعبيه

Artinya: Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang

ada di antara keduanya dengan bermain-main.

Inilah salah satu kuasa Allah SWT, menciptakan beraneka ragam

makhluk hidup dan benda-benda lainnya. Setiap ciptaan-Nya tidak ada

yang sempurna, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

masing. Kelebihan yang dimiliki seseorang itu dapat menutupi

kekurangan orang lain, begitu pula sebaliknya.

Allah menciptakan makhluk hidup yang beragam dan tidak

mungkin sia-sia. Manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, selalu

memiliki ketergantungan hidup. Kita tidak menutup kemungkinan

untuk belajar mengenai alam. Salah satunya melihat fenomena

metamorfosis kupu-kupu. Melihat fenomena metamorfosis kupu-kupu,

pikiran kita akan menemukan cakrawala baru tentang proses luar-

biasanya. Berproses dari ulat yang menjadi kepompong, dan akhirnya

berubah menjadi kupu-kupu. Ulat adalah binatang yang menjijikan.

Ulat akan mencari jalan keluar menuju hidup yang lebih baik dan

tentunya bisa berinteraksi dengan makhluk lain. Seekor ulat berani

menahan makan dan tidur untuk berubah total wujudnya, demi cita-

citanya yang tidak mungkin terwujud. Tetapi dengan keyakinan,

keteguhan dan rasa optimisnya, ulat akhirnya sukses melakukan

Page 71: Aminah Tuzahra Fdk

revolusi dalam dirinya, dan berhasil menjadi makhluk yang banyak

dikagumi orang, yaitu kupu-kupu.

Jika belajar dari fenomena kupu-kupu tersebut, seorang manusia

yang terlahir tidak sempurna dan sulit berinteraksi dengan sekitarnya,

pasti ia bisa menjadi seekor kupu-kupu, jika ia menganggap

kekurangannya adalah sebuah kelebihan yang diberikan Allah SWT.

Tentunya lingkungannya juga sangat mempengaruhi keadaannya.

Selama jantung mereka masih berdetak dan masih bernapas, mereka

butuh kasih sayang.

Madzhab behavioris beranggapan bahwa perilaku manusia adalah

kombinasi antara kepribadiannya dan lingkungannya, tetapi mereka

menegaskan bahwa lingkungan lebih kuat dari kepribadian.

Lingkungan memiliki peran yang lebih kuat dan besar dalam

membentuk kepribadian seseorang. Lingkungan yang baik akan

membentuk pribadi yang baik, sebaliknya, lingkungan yang kurang

baik akan membentuk pribadi yang kurang adaptif.66

B. Makna Denotasi, Konotasi dan Mitos dalam Film Biola Tak Berdawai

1. Scene 2:

Salah satu aspek utama yang terdapat dalam sebuah film adalah

setting. Setting yang digunakan dalam sebuah film umumnya dibuat

senyata mungkin dengan konteks ceritanya, sehingga hal ini mampu

66

Ikhwan Luthfi, dkk, Psikologi Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah, 2009), h. 11-12.

Page 72: Aminah Tuzahra Fdk

menyakinkan penonton bahwa seluruh peristiwa dalam filmnya benar-

benar terjadi pada lokasi cerita yang sesungguhnya.

Dalam film BTB, setting yang digunakan adalah jenis setting shot

a location, artinya produksi film dengan menggunakan lokasi aktual yang

sesungguhnya, yaitu di Kotagede, Yogyakarta, Indonesia.

Scene kedua memperlihatkan sebuah ruangan yang diterangi oleh

banyaknya cahaya lilin. Ruang ini-lah yang sering digunakan oleh Mbak

Wid saat memainkan kartu tarotnya. Ia sering meramal keadaan anak-anak

penyandang cacat yang mungkin sudah tidak tahan hidup menderita

penyakit yang mereka rasakan.

Visual Dialog/Suara Type of shot

-

-

Medium Shot, yakni

pada jarak ini subjek

hanya terlihat

sebagian saja, jika

diibaratkan manusia,

hanya

memperlihatkan

tubuh dari bagian

pinggang ke atas.

Close-up, jarak ini

memperlihatkan satu

bagian tubuh yang

mendetail saja,

misalkan hanya pada

bagian wajah atau

tangan saja.

Dalam gambar

tersebut (zoom in)

tampak bahwa mbak

Wid sedang

membuka kartu

Death, sebagai kartu

terakhir.

Page 73: Aminah Tuzahra Fdk

-

Close-up

Denotasi “Ruang lilin” ini digunakan Mbak Wid saat

memainkan kartu tarotnya. Sebuah kartu

terakhir yang dibukanya adalah kartu Death.

Nyala lilin meninggalkan bayangan-bayangan

temaram yang menggeliat-geliat didinding,

salah satu dari lilin tersebut cahayanya mulai

surut dan kemudian padam.

Konotasi Tergambar pada kartu tarot seorang ksatria

berkuda yang memegang sebuah panji. Ini

adalah kartu kematian yang melambangkan

sebuah akhir, atau sebuah awal.

Mitos Kartu tarot merupakan kartu yang biasa

digunakan oleh peramal dalam meramalkan

sesuatu. Nasib, karir, dan cinta misalnya.

Tergantung ramalan apa yang dibutuhkan.

Kartu tarot terdiri dari 78 kartu dengan

bermacam-macam gambar. Gambar tersebutlah

yang melambangkan jawaban-jawaban atas

pertanyaan yang ditanyakan kepada pembaca

kartu tarot (peramal).

Page 74: Aminah Tuzahra Fdk

Salah satu lambang dalam kartu tarot

misalnya, seorang ksatria berkuda memegang

sebuah panji. Dalam dunia ramal, ini

melambangkan kematian. Mungkin hal ini

melambangkan bahwa kematian akan datang.

Tidak semua orang percaya dengan

ramalan-ramalan tersebut. Mungkin hanya

sebagian dari banyak orang yang masih percaya

akan hal-hal seperti itu. Kartu tarot bisa disebut

sebuah kepercayaan bagi dunia ramal.

2. Scene 5:

Adegan selanjutnya memperlihatkan kamar tidur Renjani. Ia

berada didepan meja rias dan sedang menyisir rambut hitamnya yang

panjang. Ia lantas mengepang rambutnya. Di sini, tampak ia sedang

mengajak seseorang bicara, namun yang diajak bicara tidak membalas kata

apapun.

Visual Dialog/Suara Type of shot

Renjani: “Kamu tahu,

kemarin malam adik

Larasati meninggal

dunia. Tapi kamu tidak

usah sedih, kematian

itu adalah bagian dari

perjalanan hidup.

Semua yang hidup

pasti mati.”

(pada salah satu

dinding terlihat sebuah

bayangan yang tidak

bergerak)

Medium Close-up,

pada jarak ini

memperlihatkan

manusia dari dada ke

atas.

Page 75: Aminah Tuzahra Fdk

Renjani: “Dan setiap

kematian membuat

kamu lebih kuat.

Yah… kamu memang

masih kecil, tapi kamu

perlu tahu juga.”

(Renjani tidak pernah

menerima tanggapan

atau jawaban dari

Dewa)

Renjani: “Ya sudah,

sekarang kamu mau

ikut ke makam atau

tingal di rumah saja?,

Gimana Dewa?”

(Ia lalu mendekati

Dewa dan

memeluknya)

Renjani: “Ibu

sayaaaaang sekali

sama Dewa.”

Medium Close-up

Long Shot, di mana

tubuh manusia

tampak terlihat jelas

dan latar tempat

subjek berada terlihat

di dalam frame.

Denotasi

Renjani sedang bersiap-siap untuk pergi ke

acara pemakaman pagi ini. Saat Renjani

sedang bersiap-siap, ia mengajak bicara Dewa,

seorang anak penyandang jaringan otak yang

rusak berat dan autisme, namun Dewa hanya

diam dengan pandangan menunduk.

Konotasi Mengajak anak berkomunikasi adalah salah

satu hal yang baik. Khususnya bagi anak-anak

yang mempunyai kelainan seperti Dewa.

Karena dengan cara itulah dapat membantu

meningkatkan perkembangannya.

Dewa, dalam film ini, berperan sebagai

seorang anak yang terlahir dengan jaringan

Page 76: Aminah Tuzahra Fdk

otak yang rusak berat, tuna daksa dan juga

menderita autisme.

Tuna berarti cacat, sedangkan daksa berarti

tubuh. Pengertian tunadaksa adalah sbb:

kelainan yang meliputi cacat tubuh atau

kerusakan tubuh, kelainan atau kerusakan pada

fisik dan kesehatan, kelainan atau kerusakan

yang disebabkan oleh kerusakan otak dan saraf

tulang belakang. 67

Dewa mempunyai tubuh

yang tidak normal. Walaupun usianya

bertambah, namun tubuhnya tetap kerdil.

Mitos Zaman dulu, orang tua yang memiliki anak

seperti ini dianggap sebagai kutukan Dewa

atau Tuhan. Mereka sengaja mengurung anak

mereka yang terlahir cacat. Mereka tidak di

ajak berkomunikasi. Hingga anak tersebut

tidak menunjukkan adanya perkembangan.

Peran yang dimainkan oleh Renjani,

menunjukkan bahwa ternyata anak-anak yang

terlahir seperti Dewa juga butuh kasih sayang

layaknya anak normal pada umumnya. Namun,

cara pendekatannya saja yang harus berbeda,

67

Sekolah Luar Biasa Kartini Batam, “Tuna Daksa”, artikel ini diakses pada 29 Juli 2011

dari www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=73

Page 77: Aminah Tuzahra Fdk

rata-rata anak-anak yang seperti Dewa sangat

sensitif. Maka dari itu, mereka butuh

pendekatan secara halus, dan jangan pernah

berbicara kasar pada mereka. Hal ini salah satu

yang bisa membantu perkembangan mereka

menjadi lebih baik.

3. Scene 8:

Pada scene selanjutnya, memperlihatkan suasana di pagi hari, di

mana Renjani mengajak Dewa berjalan-jalan di suatu persawahan yang

berlimpah dengan padi yang menguning. Renjani terlihat membimbing

langkah Dewa menapaki petak sawah. Renjani terus mengajaknya

berbicara, mengenalkan banyak pengetahuan-pengetahuan alam

disekitarnya, namun tetap saja Dewa menunduk pandangannya dan tidak

menanggapi pembicaraannya.

Visual Dialog/Suara Type of shot

Renjani: “ Kiri dikit,

terus maju, pinter anak

ibu…”

Renjani:

“Sssst…jangan berisik”

Renjani:”Kamu tahu

asalnya kupu-kupu?

Dari telur yang

ditetaskan ibunya, akan

muncul ulat, itu yang

sering kamu lihat di

daun pisang. Lalu ulat

itu akan merajut

kepompong… sebagai

rumah dimana ia akan

tidur.”

Renjani: “Beberapa

Long Shot, di mana

tubuh manusia

tampak terlihat jelas

dan latar tempat

subjek berada terlihat

di dalam frame.

Long shot

Page 78: Aminah Tuzahra Fdk

lama kemudian sang

ulatpun terbangun dan

siap meninggalkan

rumahnya. Tapi

bentuknya sudah

berubah.”

Renjani:” Ia akan

muncul seperti kupu-

kupu yang cantik…

cantik ya”

Renjani: “kupu-kupu

akan terbang melihat

dunia…, kamu juga,

nanti kamu akan

terbang untuk bisa

melihat dunia..suatu

hari, kamu juga bisa

terbang dan melihat

dunia.”

(kemudian Renjani

membuka tangan dan

kupu-kupu pun

terbang).

Long shot

Medium shot, yakni

pada jarak ini

memperlihatkan

tubuh manusia dari

pinggang ke atas.

Gestur serta ekspresi

wajah mulai tampak.

Sosok manusia mulai

dominan dalam

frame.

Close-up, jarak ini

memperlihatkan satu

bagian tubuh yang

mendetail saja,

misalkan hanya pada

bagian wajah atau

tangan saja.

Denotasi

Pagi ini, Renjani mengajak Dewa berjalan-

jalan di suatu persawahan. Renjani

membimbing langkah Dewa menapaki petak

sawah. Di tengah perjalanan, mereka

menemukan seekor kupu-kupu hinggap disalah

satu dedaunan. renjani berusaha menangkap

kupu-kupu tersebut. Kedua tangan Renjani

terlihat terkatup, didalam tangan tersebut

terdapat kupu-kupu. Renjani kemudian

membuka kedua tangannya. Kupu-kupu itu pun

terbang.

Page 79: Aminah Tuzahra Fdk

Konotasi Renjani begitu hati-hati membimbing Dewa

saat berjalan-jalan di pematang sawah. Di sini,

secara tidak langsung, ia mengajarkan Dewa

pengetahuan tentang alam dan berinteraksi

langsung dengan alam.

Melihat fenomena metamorfosis kupu-

kupu, pikiran kita akan menemukan cakrawala

baru tentang proses luar-biasanya. Berproses

dari ulat yang menjadi kepompong, dan

akhirnya berubah menjadi kupu-kupu. Ulat

adalah binatang yang menjijikan. Ulat akan

mencari jalan keluar menuju hidup yang lebih

baik dan tentunya bisa berinteraksi dengan

makhluk lain. Seekor ulat berani untuk

menahan makan dan tidur untuk berubah total

wujudnya, demi cita-citanya yang tidak

mungkin terwujud. Tetapi dengan keyakinan,

keteguhan dan rasa optimisnya, ulat akhirnya

sukses melakukan revolusi dalam dirinya, dan

berhasil menjadi makhluk yang banyak

dikagumi orang, yaitu kupu-kupu.

Page 80: Aminah Tuzahra Fdk

4. Scene 10:

Scene selanjutnya memperlihatkan saat Mbak Wid duduk disalah

satu kursi sambil memainkan kartu tarotnya. Bila sedang tidak bertugas

sebagai dokter kepala, dirumah asuh tersebut, penampilan Mbak Wid

sangat berbeda. Ia selalu mengenakan baju berwarna hitam. Rambutnya

terurai, garis matanya dibingkai celak hitam, bibirnya bergincu merah

anggur. Ia juga mengenakan satu stel perhiasan perak yang bertahtakan

batu-batuan. Terlihat Renjani sedang menyuapi nasi tim kepada Dewa

yang sedang duduk dihadapan Mbak Wid.

Visual Dialog/Suara Type of shot

Renjani: “Anak

pintar…makannya habis.

Anak ibu memang pintar.

Dan hanya nak-anak

pintar serperti kamu

Dewa, yang hanya boleh

tinggal di sini.”

MbakWid: “Anak-anak

yang dibuang orang

tuanya. Anak-anak yang

bikin malu keluarganya.

Anak-anak yang cacatnya

dobel-dobel. Anak-anak

yang umurnya tidak

lama!”

Renjani:” Ssst Mbak

Wid, ada Dewa.”

MbakWid:”duu Renjani,

Renjani saya tahu kamu

sangat sayang terhadap

Dewa. Tapi itu anak

tidak tahu omongan kita.

Dia bukan saja jaringan

otaknya yang rusak, tapi

juga autistik. Kamu

sendirikan sudah tahu

hasil testnya.”

Renjani:”Tapi hasil test

itu kan Cuma

Medium Close-up,

pada jarak ini

memperlihatkan

manusia dari dada ke

atas.

Medium Close-up

Page 81: Aminah Tuzahra Fdk

memberitahu keadaan

fisiknya saja. Kita tidak

pernah tahu bagaimana

perasaan Dewa.”

Denotasi Renjani sedang menyuapi nasi tim kepada

Dewa yang duduk dihadapan Mbak wid. Mbak

Wid sedang berbincang dengan Renjani.

Konotasi Renjani mempunyai sikap yang skeptis

terhadap ilmu kedokteran, apalagi itu

menyangkut keadaan Dewa dan vonis yang

diberikan dokter kepada Dewa. Menurutnya,

banyak yang belum diketahui dan banyak pula

yang masih terus dibuktikan, terutama yang

menyangkut bidang kejiwaan manusia.

Mitos Pada awalnya, sebagian besar kebudayaan

dalam masyarakat kita sering menggunakan

tumbuh-tumbuhan herbal dan hewan untuk

tindakan pengobatan. Hal ini sesuai dengan

kepercayaan magis mereka yakni animisme, sihir

dan menyembah dewa-dewi.

Tidak menutup kemungkinan, di zaman

modern seperti ini pun masih ada masyarakat

yang belun sepenuhnya percaya dan yakin dengan

dokter.

Page 82: Aminah Tuzahra Fdk

5. Scene 24:

Renjani membuka pintu dan melangkah memasuki kamarnya.

Suatu keadaan yang tak lazim menarik perhatian Renjani saat memasuki

kamarnya. Ketika dilihat, pintu lemarinya terbuka lebar. Tumpukan baju

yang biasa tersusun rapi kini berantakan. Tangan Renjani meraba-raba di

dalam lemari seakan sedang mencari sesuatu. Ia sedikit terperangah ketika

melihat Dewa sedang membuka sebuah kotak kenangan milik Renjani. Di

sinilah awal perkembangan Dewa. Dewa mulai memberikan respon ketika

Renjani menari ballet.

Visual Dialog/Suara Type of shot

Renjani:”Kamu suka

sepatu ini. Namanya

sepatu ballet, ini punya

ibu. Dari kecil ibu

bercita-cita menjadi

seorang penari ballet.

Dan akhirnya ibu

berhasil menjadi penari

ballet. Dan sudah menari

dimana-mana. Tapi

akhirnya ibu harus

berhenti menari.”

Renjani:”ah nanti kalau

kamu sudah besar ibu

akan ceritakan.”

-

-

Close-up, jarak ini

memperlihatkan

satu bagian tubuh

yang mendetail

saja, misalkan

hanya pada bagian

wajah atau tangan

saja.

Long Shot, di

mana tubuh

manusia tampak

terlihat jelas dan

latar tempat subjek

berada terlihat di

dalam frame.

Long Shot

Close-up

Page 83: Aminah Tuzahra Fdk

-

Renjani:”

Dewa…Dewa…Dewa

suka ibu menari ya,

ah…ibu sayang sekali

sama kamu Dewa.”

Medium Close-up,

pada jarak ini

memperlihatkan

manusia dari dada

ke atas.

Long Shot

Denotasi

Renjani melihat Dewa yang saat itu berada

dikamarnya. Lemari pakaian yang biasanya

rapi, kini terlihat berantakan. Sebuah kotak

kenangan Renjani terlihat berada disamping

Dewa, dan isi dalam kotak tersebut

berhamburan.

Pandangan mata Renjani terus melihat

Dewa yang saat itu memegang erat sepatu

balletnya. Tiba-tiba ia memperoleh sebuah

gagasan. Ia menari diiringi musik. Ternyata

tarian dan musik tersebut direspon oleh Dewa.

Konotasi

Musik dan tarian dapat membantu

perkembangan seorang anak, khususnya anak

autis.

Tujuan dari terapi tari adalah bukan dilihat

dari segi keindahannya, tapi justru ditekankan

Page 84: Aminah Tuzahra Fdk

penggunaan media ini untuk menstimulasi

anak. Selain itu penggunaan alat-alat dalam

tarian (seperti bola, hola hoop, dsb), sekaligus

juga memberi stimulasi sensori terutama

visual ke anak. Sedangkan terapi musik,

adapun tujuannya bahwa melalui musik kita

bisa “berkomunikasi” antara klien-terapis.

Sekali lagi tidak dilihat dari segi

keindahannya, namun lebih kepada „join

attention‟ dan „collaborative/coordinative

action‟ antara anak-terapis. Hal ini terutama

untuk pengembangan komunikasi non-

verbal68

.

Mitos Tidak semua dokter atau rumah terapi yang

menangani anak-anak semacam Dewa,

menggunakan tehnik terapi musik dan tari.

Terapi semacam ini pun ternyata belum

sangat efektif dapat membantu

perkembanagan anak seperti Dewa.

6. Scene 25:

Seperti biasa, Mbak Wid sedang duduk dengan tumpukan kartu

tarotnya. Di hadapannya duduk Dewa dengan posisi biasanya pula.

68

Nuruz Zaman, “Beberapa Pendapat Tentang Musik Dan Tarian Untuk Terapi Anak,”

artikel ini diakses pada 14 Juli 2011dari nuruz-zaman.blogspot.com/.../beberapa-pendapat-tentang-

musik....

Page 85: Aminah Tuzahra Fdk

Renjani duduk disamping Dewa dan sedang mengocok kartu. Menuruti

permintaan Renjani, Mbak Wid bermaksud membaca nasib Dewa. Setelah

mengocok, Renjani memberikan tumpukan kartu kepada Mbak Wid.

Kemudian Mbak Wid mengisyaratkan Renjani untuk mengambil kartu.

Namun, tanpa disadari sebenarnya Renjani-lah yang sedang diramal Mbak

Wid.

Visual Dialog/Suara Type of shot

Mbak Wid: ”Kamu

yakin tadi Dewa

mengangkat

kepalanya?”

Renjani:”Iya. Senang

loh mbak, ternyata

mendapat respons dari

Dewa. Tarian dan

musik, saya pikir salah

satu pasti terapi yang

tepat untuk Dewa.”

Renjani:”Tadi saya

sempat telpon

beberapa teman saya,

saya mau Tanya

tentang pagelaran tari

atau musik, saya mau

ajak Dewa menonton”

Mbak Wid:”Ini kartu

matahari. Ini kartu

bagus. Sebuah luka

lama akan terobati.

Wah siap-siap kamu,

kamu akan mengalami

perubahan penting

dalam hidupmu.”

Mbak Wid:”Wah, ada

cinta ini. Kartu ini

perlambang kamu akan

mendapatkan cinta.”

Medium Close-up,

pada jarak ini

memperlihatkan

manusia dari dada

ke atas.

Close-up, jarak ini

memperlihatkan satu

bagian tubuh yang

mendetail saja,

misalkan hanya pada

bagian wajah atau

tangan saja.

Dalam gambar

tersebut tampak

Mbak Wid sedang

membuka kartu The

Sun.

Close-up.

Dalam gambar

tersebut tampak

Mbak Wid sedang

membuka kartu The

Lovers.

Denotasi Tampak pada gambar, Mbak Wid sedang

memainkan kartu tarotnya. Renjani

Page 86: Aminah Tuzahra Fdk

memintanya untuk meramalkan nasib Dewa.

Tanpa diketahui Renjani, sebenarnya yang

diramalkan Mbak Wid adalah Renjani.

Mbak Wid menunjukkan kartu The Sun,

kartu matahari ini biasanya melambangkan

energi positif. Kartu terakhir yang dibukanya

adalah The Lovers dan menunjukkannya

kepada Dewa dan Renjani.

Konotasi

Kartu The Sun, kartu matahari ini biasanya

melambangkan energi positif yang diperlukan

bagi penyembuhan atau kesehatan secara

umum. Kartu ini juga bisa diartikan sebagai

datangnya pembaharuan.

The Lovers, kartu ini tidak saja

melambangkan cinta tapi juga berarti akan

adanya suatu pemersatuan, baik yang sifatnya

fisik maupun spiritual.

Mitos Kartu tarot merupakan kartu yang biasa

digunakan oleh peramal dalam meramalkan

sesuatu. Nasib, karir, dan cinta misalnya.

Tergantung ramalan apa yang dibutuhkan.

Kartu tarot terdiri dari 78 kartu dengan

bermacam-macam gambar. Gambar

tersebutlah yang melambangkan jawaban-

Page 87: Aminah Tuzahra Fdk

jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan

kepada pembaca kartu tarot (peramal).

Kartu The Sun yang bergambar matahari,

melambangkan energi positif yang diperlukan

bagi penyembuhan atau kesehatan secara

umum. Kartu ini juga bisa diartikan sebagai

datangnya pembaharuan.

Kartu The Lovers, tidak saja

melambangkan cinta tapi juga berarti adanya

suatu pemersatuan, baik yang sifatnya fisik

ataupun spiritual.

Ini hanyalah sebuah ramalan manusia.

Yang menentukan takdir seseorang atau

makhluk lainnya hanyalah kuasa Allah SWT.

7. Scene 40:

Hubungan antara Renjani dan Bhisma telah terjalin lebih erat.

Keduanya telah sampai disebuah tingkat persahabatan, dimana keduanya

saling menghormati. Bhisma mengagumi keberanian dan dedikasi Renjani

dalam mengurus dan mengasuh bayi-bayinya. Sebaliknya, Renjani

menghargai sikap yang Bhisma tunjukkan kepada Dewa dan bayi-bayi

asuhannya. Mereka sedang menikmati sore di Gajah Wong Café bersama

Dewa. Seperti biasa, Dewa hanya bergeming.

Page 88: Aminah Tuzahra Fdk

Visual Dialog/Suara Type of shot

Bhisma:”Kamu sudah

diambang pintu surga.

Mana ada di jaman

modern ini, ada orang

yang masih mau

memikirkan nasib bayi-

bayi itu.”

Renjani:”Saya tahu

mungkin hidup mereka

tipis. Tapi selama

jantung mereka masih

berdetak, harus ada

yang mengurusi mereka

sampai ajal mereka

tiba.”

Bhisma:”Saya sempat

berpikir, waktu pertama

kali melihat mereka.

Buat apa mereka

dilahirkan. Seperti tidak

berguna. Seperti…

biola, biola yang tidak

ada dawainya. Seperti

biola tak berdawai.”

Renjani:”Tidak bisa

dimainkan, tidak bisa

menghasilkan nada-nada

indah. ”

Long Shot, di mana

tubuh manusia

tampak terlihat

jelas dan latar

tempat subjek

berada terlihat di

dalam frame.

Close-up, jarak ini

memperlihatkan

satu bagian tubuh

yang mendetail

saja, misalkan

hanya pada bagian

wajah atau tangan

saja.

Medium shot,

yakni pada jarak

ini memperlihatkan

tubuh manusia dari

pinggang ke atas.

Gestur serta

ekspresi wajah

mulai tampak.

Sosok manusia

mulai dominan

dalam frame.

Denotasi Tampak Renjani dan Bhisma sedang

menikmati sore dengan bersantai dan

bercengkrama. Namun, seperti biasa, Dewa

hanya bergeming.

Konotasi Penyandang cacat adalah manusia, selama

jantung mereka masih berdetak dan bernafas,

mereka butuh kasih sayang orang-orang

disekelilingnya sampai ajal mereka tiba.

Page 89: Aminah Tuzahra Fdk

Keberadaan mereka, ibarat sebuah biola

yang tidak berdawai. Tidak bisa dimainkan,

dan tidak bisa menghasilkan nada-nada indah.

Renjani percaya adanya keajaiban yang

diberikan Tuhan. Tuhan pasti menciptakan

sesuatu yang memiliki manfaat bagi makhluk

hidup itu sendiri ataupun bagi makhluk hidup

lainnya.

Mitos Biola tak berdawai ini hanya sebuah mitos

yang diberikan oleh anak-anak penyandang

cacat seperti Dewa. Mereka dianggap kutukan

Tuhan. Jika kita bayangkan seorang anak yang

seperti ini, mungkin dibenak kita akan

terpikir, buat apa anak ini diciptakan oleh

Tuhan. Bukankah Tuhan menciptakan hamba-

Nya agar bermanfaat untuk makhluk lainnya.

Jika seperti Dewa, apa manfaatnya?.

Inilah salah satu kuasa Allah SWT. Allah

menciptakan beraneka ragam makhluk hidup

dan benda-benda lainnya. Setiap ciptaan-Nya

tidak ada yang sempurna, pasti memiliki

kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Kelebihan seseorang itu dapat menutupi

kekurangan orang lain, dan sebaliknya.

Page 90: Aminah Tuzahra Fdk

Jadikan kekurangannya itu adalah kelebihan

yang diberikan Allah SWT.

8. Scene 41:

Bhisma memiliki sebuah ide. Sepulang dari pertemuannya dengan

Renjani dan Dewa di Gajah Wong Café, ia ingin memainkan biola

mengiringi tarian ballet Renjani. Hal ini diharapkan Dewa dapat

memberikan tanggapan atau respon lagi. Alunan musik semakin

memuncak, bagitu juga tarian Renjani. Akhirnya, untuk yang kedua

kalinya Dewa mengangkat kepala.

Visual Dialog/Suara Type of shot

-

-

Long Shot, di mana

tubuh manusia

tampak terlihat jelas

dan latar tempat

subjek berada

terlihat di dalam

frame.

Medium Close-up,

pada jarak ini

memperlihatkan

manusia dari dada

ke atas.

Denotasi Renjani perlahan-lahan terbius nada-nada

dan alunan lagu yang dimainkan oleh

Bhisma. Emosinya kian menyatu dengan

gesekan dawai Bhisma. Dewa bereaksi, ia

mengangkat kepalanya untuk yang kedua

Page 91: Aminah Tuzahra Fdk

kalinya.

Konotasi Musik dan tarian dapat membantu

perkembangan seorang anak, khususnya anak

autis.

Tujuan dari terapi tari adalah bukan dilihat

dari segi keindahannya, tapi justru ditekankan

penggunaan media ini untuk menstimulasi

anak. Selain itu penggunaan alat-alat dalam

tarian (seperti bola, hola hoop, dsb), sekaligus

juga memberi stimulasi sensori terutama

visual ke anak. Sedangkan terapi musik,

adapun tujuannya bahwa melalui musik kita

bisa “berkomunikasi” antara klien-terapis.

Sekali lagi tidak dilihat dari segi

keindahannya, namun lebih kepada „join

attention‟ dan „collaborative/coordinative

action‟ antara anak-terapis. Hal ini terutama

untuk pengembangan komunikasi non-

verbal69

.

Mitos Tidak semua dokter atau rumah terapi yang

menangani anak-anak semacam Dewa,

menggunakan tehnik terapi musik dan tari.

69

Nuruz Zaman, “Beberapa Pendapat Tentang Musik Dan Tarian Untuk Terapi Anak,”

artikel ini diakses pada 14 Juli 2011dari nuruz-zaman.blogspot.com/.../beberapa-pendapat-tentang-

musik....

Page 92: Aminah Tuzahra Fdk

Terapi semacam ini pun ternyata belum

sangat efektif dapat membantu perkembangan

anak seperti Dewa.

9. Scene 62:

Scene selanjutnya memperlihatkan Mbak Wid sedang memainkan

kartu tarotnya. Rautmukanya terlihat tegang membaca nasib yang telah

didakwa oleh permainan kartunya. Diakhir permainannya, ia membuka

kartu yang tidak sama sekali ia inginkan. Sebuah lilin pun mendadak surut

sinarnya.

Visual Dialog/Suara Type of shot

-

-

-

Medium shot, yakni

pada jarak ini

memperlihatkan

tubuh manusia dari

pinggang ke atas.

Long Shot, di mana

tubuh manusia

tampak terlihat jelas

dan latar tempat

subjek berada terlihat

di dalam frame.

Close-up, jarak ini

memperlihatkan satu

bagian tubuh yang

mendetail saja,

misalkan hanya pada

bagian wajah atau

tangan saja.

Dalam gambar

tersebut (zoom in)

tampak mbak Wid

sedang membuka

kartu Death, sebagai

Page 93: Aminah Tuzahra Fdk

-

kartu terakhir.

Close-up

Denotasi Airmuka Mbak Wid terlihat tegang

membaca nasib yang telah didakwa oleh

permainan kartunya. Kartu The Tower yang

menggambarkan menara rubuh ini

melambangkan kesengsaraan. Kartu terakhir

yang dibukanya adalah kartu kematian.

Sebuah lilin mendadak surut sinarnya, dan

kemudian padam.

Konotasi Kartu tarot yang ia mainkan ini,

mengisyaratkan banyak kejadian yang akan

terjadi. Kartu The tower yang

menggambarkan menara yang sedang rubuh

adalah kartu yang melambangkan

kesengsaraan dan nestapa. Kartu Death

melambangkan kematian.

Mitos Salah satu lambang dalam kartu tarot

adalah, seorang ksatria berkuda memegang

sebuah panji. Dalam dunia ramal, ini

melambangkan kematian. Mungkin hal ini

Page 94: Aminah Tuzahra Fdk

melambangkan bahwa kematian akan datang.

Tidak semua orang percaya dengan

ramalan-ramalan tersebut. Mungkin hanya

sebagian dari banyak orang yang masih

percaya akan hal-hal seperti itu. Kita

kembalikan semua hal mengenai takdir

kepada kuasa Allah SWT.

10. Scene 73:

Di bawah sebuah pohon yang teduh, Renjani dimakamkan

dikelilingi makam-makam bayi yang pernah diasuhnya. Penyakit yang

diderita Renjani akibat aborsi yang salah, membuatnya tak tahan hidup.

Bhisma dan Dewa bersimpuh di hadapan makam.

Visual Dialog/Suara Type of shot

-

Bhisma:”Renjani… ini

untuk kamu.”

Long Shot, di mana

tubuh manusia

tampak terlihat

jelas dan latar

tempat subjek

berada terlihat di

dalam frame.

Long Shot

Page 95: Aminah Tuzahra Fdk

-

-

Close-up, jarak ini

memperlihatkan

satu bagian tubuh

yang mendetail

saja, misalkan

hanya pada bagian

wajah atau tangan

saja.

Close-up

Denotasi

Bhisma menuntun Dewa untuk meletakkan

bunga mawar diatas pusara Renjani. Bhisma

mengeluarkan biola, dan mempersembahkan

permainan biolanya untuk Renjani. Lagu

Biola Tak Berdawai yang ia ciptakan

mengalun indah. Ditengah permainannya,

Dewa tiba-tiba menengadahkan kepalanya ke

langit. Tidak hanya itu, Dewa juga

mengeluarkan suara yang lirih.

Konotasi Musik dan tarian dapat membantu

perkembangan seorang anak, khususnya anak

autis.

Tujuan dari terapi tari adalah bukan dilihat

dari segi keindahannya, tapi justru ditekankan

penggunaan media ini untuk menstimulasi

Page 96: Aminah Tuzahra Fdk

anak. Selain itu penggunaan alat-alat dalam

tarian (seperti bola, hola hoop, dsb), sekaligus

juga memberi stimulasi sensori terutama

visual ke anak. Sedangkan terapi musik,

adapun tujuannya bahwa melalui musik kita

bisa “berkomunikasi” antara klien-terapis.

Sekali lagi tidak dilihat dari segi

keindahannya, namun lebih kepada „join

attention‟ dan „collaborative/coordinative

action‟ antara anak-terapis. Hal ini terutama

untuk pengembangan komunikasi non-

verbal70

.

Mitos Tidak semua dokter atau rumah terapi yang

menangani anak-anak semacam Dewa,

menggunakan tehnik terapi musik dan tari.

Terapi semacam ini pun ternyata belum

sangat efektif dapat membantu perkembangan

anak seperti Dewa.

70

Nuruz Zaman, “Beberapa Pendapat Tentang Musik Dan Tarian Untuk Terapi Anak,”

artikel ini diakses pada 14 Juli 2011dari nuruz-zaman.blogspot.com/.../beberapa-pendapat-tentang-

musik....

Page 97: Aminah Tuzahra Fdk

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mendeskripsikan dan menganalisis hasil temuan data yang telah

dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini penulis akan menarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Film BTB memiliki makna denotasi sebagai film yang menggambarkan

kondisi anak-anak yang terlahir dengan segala keterbatasan, mereka

dianggap keluarga tidak berguna. Salah satunya dalam film ini banyak

menceritakan seorang anak yang terlahir dengan jaringan otak yang

rusak berat, autisme dan tuna daksa. Setiap harinya ia tidak pernah

merespon pembicaraan dan tidak pernah mengeluarkan kata-kata

apapun. Ia hanya bergeming dan terus menundukkan kepalanya.

2. Makna konotasinya adalah anak_anak yang memiliki keterbatasan

dalam film ini diibaratkan seperti biola tak berdawai, tidak bisa

dimainkan dan tidak bisa menghasilkan atau mengeluarkan nada-nada

atau bunyi yang indah.

3. Film ini menegaskan mitos, bahwa manusia memerlukan komunikasi

dalam kehidupan. Karena manusia adalah makhluk sosial, baik itu

komunikasi verbal maupun nonverbal sangat dibutuhkan. Sama halnya

dengan Biola Tak Berdawai, jika tidak bisa dimainkan dan

menghasilkan bunyi yang indah, biola tersebut tidak dapat dikatakan

sebagai alat musik. Karena fungsi dari alat musik itu salah satunya

Page 98: Aminah Tuzahra Fdk

harus dapat menghasilkan nada-nada atau bunyi yang indah. Selain itu,

ketidakpercayaan Renjani pada kesimpulan dokter tentang fisik Dewa

hal ini mendobrak mitos orang-orang modern. Orang modern percaya

kepada dokter tentang fisik tanpa meninjau psikis seseorang.

B. Saran

Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan mengenai film ini, yaitu:

1. Saat menonton sebuah film, sebaiknya kita tidak pasif menerima apa

saja yang disuguhkan film tersebut. Tetapi yang harus kita lakukan

adalah bersikap lebih kritis dan menilai pesan yang sebenarnya yang

ingin disampaikan sutradara film tersebut. Sehingga kita tidak mudah

terpengaruh terpengaruh dan terprovokasi oleh sebuah film.

2. Pada ending cerita film ini masih terlihat samar, yaitu bagaimana

keadaan rumah asuh tersebut setelah ditinggal oleh Renjani?, dan

khususnya bagaimana pula keadaan Dewa setelah kepergian Renjani?,

karena Renjani selalu menemani Dewa bercengkrama sepanjang hari,

walaupun Dewa hanya bergeming.

Page 99: Aminah Tuzahra Fdk

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ayyubi, Abu Es. Hadist-Hadist Pilihan. Jakarta: Sholahuddin Press, 2009.

Biran, Misbach Yusa. Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa. Jakarta:

Komunitas Bambu, 2009.

Christomy, Tommy. Semiotika Budaya. Depok: Universitas Indonesia, 2004.

D.A. Peransi. Film/Media/seni. Jakarta: FFTV-IKJ Press, 2005.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008.

Gunadi, YS dan Djony Herfan. Himpuan Istilah Komunikasi. Jakarta: PT

Grasindo, 1998.

Kriyantono, Rahmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi ed 1. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2006.

Kristanto, JB. Katalog Film Indonesia 1926-2005. Jakarta: Nalar, 2005.

Luthfi, Ikhwan, dkk. Psikologi Sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Lutters, Elizabeth. Kunci Sukses Menulis Skenario. Jakarta: Grasindo, 2006.

Mahendra, Yannnes Irwan. Dari Hobi jadi Profesional. Yogyakarta: Andi, 2010.

Martinet, Jeanne. Semiologi; Kajian Teori Tanda Saussuran; Antara Semiologi

Komunikasi dan Semiologi Signifikasi. Yogyakarta: Jala Sutra. cet. 1,

2010.

Mulyana, Deddy dan Rahmat, Jalaluddin. Komunikasi AntarBudaya. Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2006.

Page 100: Aminah Tuzahra Fdk

Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2005.

Pratista, Himawan. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008.

Rivers, L William,dkk. Media Massa dan Mayarakat Modern. (Terj.) oleh Haris

Munandar dan Dudy Priatna, Jakarta: Prenada media, 2004. ed-2.

Sendjaja, Sasa Djuarsa. Pengantar Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka

(UT), 2005.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,

Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya,

2006.

______________. Semiotika Komunikasi . Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Vivian, John. Teori Komunikasi Massa Edisi ke-8. Jakarta: Kencana Media

Group, 2008.

Internet:

Fahmi, Ismail. “Biola Tak Berdawai”. Artikel ini diakses pada 17 Juli 2011 dari

cafe.degromiest.nl/wp/archives/30.

Farhan, Akhmad. “Komunikasi Nonverbal”. Artikel ini diakses pada 17 Juli 2011

dari akhmadfarhan.wordpress.com/2008/12/.../komunikasi-nonverbal...

Id.wikipedia.org/wiki/Biola_Tak_Berdawai. Artikel ini diakses pada tanggal 15

Juli 2011.

Id.wikipedia.org/wiki/Kedokteran. Artikel ini diakses pada tanggal 14 Juli 2011.

Kartini Batam, Sekolah Luar Biasa. “Tuna Daksa”. artikel ini diakses pada 29 Juli

2011 dari www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=73

Page 101: Aminah Tuzahra Fdk

Summerton, David. “Definisi Film”. Artikel ini diakses pada 11 Mei 2011 dari

Ayanona. Tumblr.com.

Zaman, Nuruz. “Beberapa Pendapat Tentang Musik dan Tarian untuk Terapi

Anak”. Artikel ini diakses pada tanggal 14 Juli 2011 dari Nuruz-

zaman.blogspot.com/.../beberapa-pendapat-tentang-musik....

Page 102: Aminah Tuzahra Fdk
Page 104: Aminah Tuzahra Fdk