32
1 LAPORAN KASUS AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS) Oleh : dr. I Komang Arimbawa, Sp. S dr. Anak Agung Ayu Agung Pramaswari PROGAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017

AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

1

LAPORAN KASUS

AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS

(ALS)

Oleh :

dr. I Komang Arimbawa, Sp. S

dr. Anak Agung Ayu Agung Pramaswari

PROGAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS – 1 NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2017

Page 2: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya tugas

laporan kasus yang berjudul “AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)” ini

dapat penulis selesaikan. Adapun laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas

yang harus diselesaikan dalam rangka mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis-I Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP

Sanglah Denpasar.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr A.A Bagus Ngurah Nuartha, Sp S (K) selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf

FK UNUD/ RS Sanglah

2. Dr. dr A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp S (K) selaku Ketua Program Studi Ilmu

Penyakit Saraf FK UNUD/RS Sanglah

3. dr. I Komang Arimbawa, Sp.S sebagai pembimbing penyusunan laporan kasus ini.

4. Seluruh residen Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar.

5. Berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa referat yang telah disusun ini masih jauh dari

sempurna sehingga memerlukan bimbingan, kritik dan saran agar dapat menjadi lebih

baik. Atas perhatian dan masukannya, penulis mengucapkan terima kasih.

Denpasar, Oktober 2017

Penulis

Page 3: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………….....………………... I

KATA PENGANTAR …………………………….....……………………….

DAFTAR ISI ………………………………………………………………....

ii

iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………...……...... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................

2.1 Definisi........................................................................................................

2.2 Epidemiologi……………..……………………………………………….

2.3 Etiologi……………………………………………………………………

2.4 Patofisiologi………………………………...…………………………….

2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................

2.6 Penegakan Diagnosis……………………………………………………..

2.7 Diagnosis Banding………………………………………………………..

2.8 Tatalaksana………………………………………………………………..

2.9 Prognosis………………………………………………………………….

BAB III. LAPORAN KASUS………………………………………………..

BAB IV. PEMBAHASAN……………………………………………………

BAB V. KESIMPULAN……………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...

3

3

3

4

5

6

6

9

11

12

13

18

Page 4: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

4

BAB I

PENDAHULUAN

Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) atau yang dikenal sebagai Lou Gehrig

disease adalah penyakit neurodegeneratif yang menyerang neuron motorik.

Amyotrophy menunjukkan adanya atrofi serat otot, yang diinervasi oleh anterior horn

cell yang mengalami degenerasi, menyebabkan kelemahan otot dan fasikulasi. Lateral

sclerosis menunjukkan pengerasan traktus kortikospinalis lateral maupun anterior

dimana neuron motorik di daerah tersebut mengalami degenerasi melalui proses gliosis

(Rowland dan Shenider, 2001). ALS pertama kali dijelaskan pada 1869 oleh Jean-

Martin Charcot, neurologis Perancis, namun ALS menjadi populer setelah pemain

baseball Lou Gehrig mengumumkan dirinya terdiagnosis dengan penyakit ALS pada

tahun 1939 (Hardiman dkk, 2011).

Prevalensi relatif seragam di negara-negara Barat yakni rata-rata 5,2 per

100.000. Usia rata-rata onset untuk ALS adalah sekitar 60 tahun. Laki-laki lebih sering

terkena dibanding perempuan dengan perbandingan 1,5:1 (Wijesekera dan Nigel,

2009).

Penyebab ALS tidak diketahui, walaupun 5-10% dari kasus bersifat familial

dan 90 – 95 % bersifat sporadik. Pada penyakit ALS susunan somatosensorik sama

sekali tidak terganggu. Maka dari itu, manifestasi klinisnya terdiri dari gangguan

motorik yang memperlihatkan tanda-tanda kelumpuhan UMN dan LMN secara

bersamaan (Wijesekera dan Nigel, 2009).

Diagnosis ALS ditegakkan secara klinis. Pengujian Elektrodiagnostik

memberikan kontribusi untuk akurasi diagnostik. Penderita dengan penyakit ALS

memiliki kelangsungan hidup rata-rata 3-5 tahun. Aspirasi pneumonia dan komplikasi

medis dari imobilisasi berkontribusi terhadap morbiditas pada pasien dengan ALS.

Meskipun ALS tidak dapat disembuhkan, ada pengobatan yang dapat memperpanjang

kelangsungan hidup, sehingga penegakan diagnosis secara dini penting untuk pasien

dan keluarga, seperti pada kasus Stephen Hawking. Seorang tokoh penting dan garda

depan di bidang kuantum fisika, Profesor Stephen Hawking, didiagnosis dengan ALS

Page 5: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

5

pada tahun 1963 saat masih berumur 21 tahun, dan pada saat itu diperkirakan hanya

memiliki dua tahun untuk hidup, namun secara mengagumkan Profesor Hawking

bertahan hidup hingga saat ini, di umur 74 tahun. Faktor apa yang mempengaruhi

perbedaan keluaran dari kasus Lou Gehrig dan Stephen Hawking masing merupakan

bahan diskusi hingga saat ini, dan disinyalir merupakan gabungan dari berbagai macam

faktor.

Page 6: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit neurodegeneratif yang

menyerang neuron motorik. Amyotrophy menunjukkan adanya atrofi serat otot, yang

diinervasi oleh anterior horn cell yang mengalami degenerasi, menyebabkan

kelemahan otot dan fasikulasi. Lateral Sclerosis menunjukkan pengerasan traktus

kortikospinalis lateral maupun anterior dimana neuron motorik di daerah tersebut

mengalami degenerasi melalui proses gliosis (Rowland dan Shenider, 2001). Melalui

gabungan istilah ini, bisa tergambarkan bahwa pada penyakit ini terjadi lesi campuran

Upper Motor Neuron dengan Lower Motor Neuron.

ALS merupakan penyakit degeneratif yang paling banyak ditemukan pada

sistem motor neuron. ALS pertama kali dideskripsikan pada tahun 1874 oleh seorang

neurologis Perancis bernama Jean-Martin Charcot dan ALS dikenal juga dengan nama

penyakit Charcot (Rowland dan Shneider, 2001).

2.2 Epidemiologi

Insiden penyakit ALS pada tahun 1990 dilaporkan antara 1,5 - 2,7 per 100.000

penduduk/tahun (rata-rata 1,89 per 100.000/tahun) di Eropa dan Amerika Utara

(Worms, 2001). Insiden ALS lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita,

dengan perbandingan secara keseluruhan 1,5 : 1. Menurut letak geografis, prevalensi

penyakit ALS di pasifik barat termasuk daerah Guam, Pulau Mariana, Pulau Honsu dan

sebelah selatan New Guinea Barat dilaporkan 50–100 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan tempat lain. Onset ALS dapat terjadi dari usia remaja hingga usia 80 tahun,

namun usia insiden puncak terjadi pada usia 55-75 tahun. Onset rata- rata usia sporadis

ALS (SALS) adalah 65 tahun, onset rata-rata usia familial ALS (FALS) adalah 46

tahun (Steele dan Mc. Geer, 2008).

2.3 Etiologi

Page 7: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

7

Penyakit ALS sampai saat ini belum diketahui penyebabnya meskipun pada

beberapa kasus dikatakan terdapat faktor risiko genetik. Tidak ada hubungan yang

konsisten antara faktor lingkungan dengan resiko terjadinya ALS.

Perubahan molekuler yang menyebabkan degenerasi neuron motorik pada ALS

tidak diketahui, tetapi sama dengan penyakit neurodegeneratif lainnya, kemungkinan

terjadi interaksi kompleks berbagai mekanisme patogenik selular seperti:

1. Faktor Genetik

ALS sporadis dan familial secara klinis dan patologis serupa, sehingga ada

kemungkinan memiliki patogenesis yang sama. Dua puluh persen dari kasus

FALS (Familial Amyotrophic Lateral Sclerosis) diturunkan secara autosomal

dominan dan hanya 2% pasien penderita SALS (Sporadic Amyotrophic

Lateral Sclerosis) memiliki mutasi pada superoksida dismutase 1 (SOD1).

Penemuan mutasi ini merupakan hal penting pada penelitian ALS karena

memungkinkan penelitian berbasis molekular dalam pathogenesis ALS.

SOD1 adalah enzim yang mengkatalisasi konversi superoksida radikal yang

bersifat toksik menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Mutasi pada SOD1

yang mengganggu fungsi antioksidan menyebabkan akumulasi superoksida

yang bersifat toksik. Gen lain yang menyebabkan FALS termasuk alsin

(ALS2), senataxin (ALS4), vesikel terkait protein membran (VAPB, ALS8),

angiogenin dan mutasi pada P150 subunit dynactin (DCTN1). Baru-baru ini,

mutasi pada gen TARDBP (pengkodean TAR-DNA pengikat protein TDP-

43) yang terletak pada kromosom 1p36.22 telah dikaitkan dengan FALS

ataupun SALS (Wijesekera dan Nigel, 2009).

Page 8: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

8

Gambar 1. Patofisiologi Faktor Genetik terhadap ALS (Medscape, 2001)

2. Eksitotoksisitas

Cedera neuronal yang disebabkan oleh rangsangan glutamat berlebihan

diinduksi dari reseptor glutamat pasca sinaptik seperti reseptor NMDA dan

reseptor AMPA. Stimulasi berlebih reseptor glutamat ini diduga

mengakibatkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang menyebabkan

peningkatan nitric oxide sehingga terjadi kematian neuron. Jumlah glutamat

dalam CSF meningkat pada beberapa pasien dengan ALS (Rothstein dkk,

1995).

3. Stres Oksidatif

Stres oksidatif telah dikaitkan dengan degenerasi neuro dan diketahui bahwa

akumulasi reactive oxygen species (ROS) menyebabkan kematian sel.

Hipotesis ini didukung dengan ditemukannya perubahan biokimia yang

mencerminkan kerusakan radikal bebas dan metabolisme radikal bebas yang

abnormal dalam CSF dan sampel jaringan post mortem pada pasien ALS.

Page 9: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

9

(Wijesekera dan Nigel, 2009).

4. Disfungsi mitokondria

Kelainan morfologi mitokondria dan biokimia dilaporkan pada pasien SALS

yang mengakibatkan ketidakmampuan metabolisme energi (Siklos dkk,

1996).

5. Gangguan transportasi aksonal

Pada pasien dengan ALS ditemukan mutasi pada gen kinesin yang diketahui

menyebabkan penyakit saraf motorik neurodegeneratif pada manusia seperti

paraplegia spastik yang herediter dan penyakit Charcot-Marie-Tooth. Mutasi

di kompleks dynactin menyebabkan gangguan lower motor neuron (LMN)

(Wijesekera dan Nigel, 2009).

6. Agregasi neurofilamen

Neurofilamen protein bersama-sama dengan peripherin (suatu protein

filamen intermedia) ditemukan di sebagian besar akson neuron motorik

pasien ALS. Sebuah isoform toxic dari peripherin (peripherin 61), telah

ditemukan menjadi toksin bagi neuron motorik bahkan ketika diekspresikan

pada tingkat yang sederhana dan terdeteksi dalam spinal cord pasien ALS

(Wijesekera dan Nigel, 2009).

7. Agregasi protein

Agregasi proten intrasitoplasma adalah ciri dari FALS dan SALS. Namun,

masih belum jelas apakah pembentukan agregat protein secara langsung

menyebabkan toksisitas selular dan memiliki peran kunci dalam patogenesis.

Agregasi protein mungkin tidak berperanan dalam proses neurodegenerasi,

atau jika pembentukan agregat protein mungkin benar-benar menjadi proses

yang menguntungkan dengan menjadi bagian dari mekanisme pertahanan

untuk mengurangi konsentrasi intracellular dari protein toksin (Cozzolino

dkk, 2008).

8. Disfungsi inflamasi dan kontribusi sel non-saraf

Meskipun ALS bukan gangguan autoimunitas primer atau disregulasi imun,

ada bukti yang cukup bahwa proses inflamasi mungkin memainkan peranan

Page 10: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

10

dalam patogenesis ALS. Aktivasi sel mikroglial dan dendritik menghasilkan

sitokin inflamasi seperti interleukin, COX-2, TNFa dan MCP-1 (Almer dkk,

2001).

9. Defisit dalam faktor-faktor neurotropik dan disfungsi jalur sinyal

Penurunan kadar faktor neurotropik (misalnya CTNF, BDNF, GDNF dan

IGF-1) telah diamati dalam pasien ALS pasca-mortem. Tiga mutasi pada

vascular endotel growth factor (VEGF) yang ditemukan terkait dengan

peningkatan risiko terjadinya SALS. Setelah dilakukan metaanalisis, gagal

menunjukkan hubungan antara haplotype VEGF dan peningkatan risiko ALS

(Lambrechts dkk, 2003). Proses akhir dari kematian sel neuron dalam ALS

diduga mirip jalur kematian sel terprogram (apoptosis). Penanda biokimia

apoptosis terdeteksi dalam tahap terminal pasien ALS.

2.4 Patofisiologi

Ciri patologis ALS adalah degenerasi dan hilangnya neuron motorik dengan

gliosis astrositik dan adanya inklusi intraneuronal dalam degenerasi neuron dan glia.

Patologi UMN pada ALS ditandai dengan depopulasi sel Betz di korteks motorik (area

Brodmann 4), gliosis astrositik yang mempengaruhi substansia grisea dan subtansia

alba sub korteks disertai hilangnya akson pada descending pyramidal motor pathway

akibat gliosis dan rusaknya myelin traktus kortikospinalis (Wijesekera dan Nigel,

2009). Jumlah sel dapat berkurang hingga 50% pada otopsi pada pasien ALS.

Page 11: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

11

Gambar 2. Patofisiologi ALS (Medscape, 2001)

2.5 Manifestasi Klinis

Penegakan diagnosis ALS berdasarkan penemuan klinis. Seseorang diduga

menderita ALS jika kehilangan fungsi motorik secara bertahap atau progresif pada satu

atau lebih bagian tubuh, tanpa gangguan sensoris dan tanpa penyebab jelas.

Gejala ALS biasanya belum tampak hingga penderita berusia 50 tahun, namun

bisa muncul perlahan di usia muda. Gejala ALS muncul ketika neuron motorik pada

otak dan medulla spinalis mulai berdegenerasi. Progresifitas ALS mungkin begitu

lambat sehingga gejala awal sering diabaikan dan dianggap sebagai suatu proses

penuaan (McCarthy, 2009). Bagian tubuh yang terpengaruh pada gejala- gejala awal

ALS tergantung otot yang diserang pertama kali. Dalam beberapa kasus, gejala

Page 12: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

12

awalnya mempengaruhi salah satu kaki, dan pasien mengalami kesulitan saat sedang

berjalan atau berlari dan pasien lebih sering tersandung daripada sebelumnya. Beberapa

penderita merasakan gangguan pertama kali pada tangan saat mengalami kesulitan

dalam melakukan pergerakan-pergerakan sederhana yang membutuhkan keterampilan

tangan, seperti mengancingkan kemeja, menulis, atau memasukkan dan memutar kunci

dalam lubang kunci. Sedangkan pasien lainnya, mengalami masalah pada suara terlebih

dahulu. Pada 75-80% pasien, gejala dimulai dengan keterlibatan anggota badan,

sedangkan 20-25% dari pasien datang dengan gejala bulbar. Pada pasien dengan gejala

bulbar, pasien dapat mengalami masalah dalam berbicara (disartria) atau penurunan

volume suara. Gangguan menelan (disfagia), aspirasi atau tersedak saat makan

mungkin terjadi, oleh karena terkenanya nukleus saraf kranialis VII, IX, X, XI dan XII

(Herjanto dkk, 2003).

Pada beberapa pasien, keluhan dapat disertai dengan perubahan kognitif.

Disfungsi kognitif dialami oleh 20–50% penderita ALS, dan 3–15% berkembang

menjadi demensia yang dikategorikan sebagai frontotemporal lobar degeneration

(FTLD). Perubahan kognitif ditandai dengan perubahan personalitas, iritabilitas, dan

defisit pada fungsi eksekutif (Abrahams dkk, 1996).

Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya gangguan kelemahan UMN dan

LMN bersamaan pada anggota gerak kelemahan otot, atrofi otot, fasikulasi otot,

dikombinasi dengan hiperrefleks (Rowland dan Mitsumoto, 2010)

Page 13: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

13

Gambar 3. Neuron motorik selektif pada ALS (Medscape, 2011)

Gejala UMN

• Spastik

• Hiperrefleksia

• Refleks abnormal (+) seperti Babinski, Hoffman-Tromner

Gejala LMN

• Fasikulasi otot

• Kelemahan otot

• Atrofi otot

• Kram otot

2.6 Penegakan Diagnosis

Page 14: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

14

Kriteria El Escorial dikembangkan pada tahun 1994 oleh World Federation of

Neurology untuk tujuan penelitian dan uji klinis. Pedoman tersebut kemudian direvisi

menjadi kriteria Airlie House pada tahun 1998 dengan memasukkan kriteria uji

laboratorium. Pada tahun 2008 Kriteria Awaji-Shima diperkenalkan dengan

memasukkan peran neurofisiologi dalam kategorisasi diagnostik, penggunaannya

meningkatkan sensitivitas diagnostik tanpa meningkatkan false positif (Hardiman dkk,

2011).

Kriteria El Escorial dan Airlie House didasarkan pada tingkat kepastian

diagnosis. Hal ini didasarkan pada penilaian klinis, yang memerlukan identifikasi

UMN dan LMN di wilayah topografi anatomi yang sama di batang otak, atau leher,

toraks atau lumbosakral medula spinalis. Diagnosis pasti ALS memerlukan tanda

berikut: identifikasi degenerasi LMN secara klinis, elektrofisiologi atau

neuropathologi; bukti degenerasi UMN secara klinis; dan progresifitas dari sindrom

motorik pada suatu regio atau regio lainnya. Selain itu, diagnosis harus diperkuat

dengan bukti, baik melalui elektrofisiologi atau neuroimaging, bahwa gejala yang

ditemui bukanlah disebabkan oleh penyakit lain. (Hardiman dkk, 2011).

Tabel 1. Kriteria diagnosis ALS (Hardiman dkk, 2011).

Dapat juga menggunakan kriteria lain dari World Federation of Neurology

(WFN), yakni:

Page 15: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

15

1. Definite ALS: adanya gejala UMN dan LMN pada 3 level

2. Probable ALS: adanya gejala UMN dan LMN pada 2 level

3. Possible ALS: adanya gejala UMN dan LMN pada 1 level atau adanya

gejala UMN pada 2 level

4. Suspect ALS: gejala LMN pada 2 level atau gejala UMN pada 1 level.

Dalam menggunakan kriteria WFN, ada 4 regio yang harus diketahui: Bulbar,

servikal, torakal dan lumbosakral.

ALS sulit untuk didiagnosis sejak awal karena memiliki gejala mirip dengan

beberapa penyakit neurologis lain sehingga diperlukan pemeriksaan tambahan untuk

mengesampingkan kondisi lain. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Elektrofisiologi

Elektrofisiologi digunakan untuk mendeteksi adanya lesi LMN pada daerah yang

terlibat serta untuk menyingkirkan proses penyakit lainnya. (Wijesekera dan Nigel,

2009).

a. Konduksi saraf motorik dan sensorik

Konduksi saraf diperlukan untuk mendiagnosis dan menyingkirkan gangguan

lain dari saraf perifer, neuromuscular junction, dan otot yang dapat mirip atau

mengacaukan diagnosis ALS (Wijesekera dan Nigel, 2009). Pada pemeriksaan

konduksi saraf sensoris didapatkan nilai normal atau mendekati normal.

konduksi yang abnormal dapat dijumpai pada neuropati entrapment maupun

penyakit saraf tepi lainnya yang timbul bersamaan. Respon saraf sensoris pada

ekstremitas bawah bisa sulit didapatkan pada usia lanjut (Herjanto dkk, 2003).

b. Elektromiografi

Konsentris jarum elektromiografi (EMG) memberikan bukti disfungsi LMN

yang diperlukan untuk mendukung diagnosis ALS dan harus ditemukan

setidaknya dua dari empat daerah SSP: otak (bulbar), leher, toraks, atau

lumbosakral medula spinalis (cornu anterior motor neuron). Untuk daerah

batang otak itu sudah cukup untuk menunjukkan perubahan dalam satu EMG

otot (misalnya lidah, otot-otot wajah, otot rahang). Untuk wilayah medula

spinalis daerah thorakal itu sudah cukup untuk menunjukkan perubahan EMG

Page 16: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

16

baik dalam otot paraspinal pada atau di bawah tingkat T6 atau di otot perut.

Untuk daerah leher dan medula spinalis lumbosakral setidaknya dua otot

dipersarafi oleh akar yang berbeda dan saraf perifer harus menunjukkan

perubahan EMG (Wijesekera dan Nigel, 2009).

Kriteria El-Escorial yang telah direvisi mengharuskan bahwa kedua

bukti denervasi aktif atau sedang berlangsung dan denervasi parsial kronis

diperlukan untuk diagnosis ALS, meskipun proporsi relatif bervariasi dari otot

ke otot. Tanda-tanda denervasi aktif terdiri dari: Fibrilasi dan positive sharp

wave. Tanda-tanda denervasi kronis terdiri dari: Large motor unit action

potensial (MUAP) dengan peningkatan durasi, polifasik, amplitudo seringkali

meningkat. Penurunan interference pattern dengan firing rate lebih tinggi dari

10 Hz (kecuali adanya tanda UMN menonjol, dalam firing rate mungkin lebih

rendah dari 10 Hz) dan unstable MUAP (Herjanto dkk, 2003).

Potensial fasikulasi sangat penting sebagai fitur ciri khas dari ALS

terutama bila didapatkan gambaran durasi panjang dan polifasik; tidak adanya

fasikulasi menimbulkan keraguan tetapi tidak menyingkirkan diagnosis, tetapi

gambaran tersebut dalam EMG dianggap membantu dalam diagnosis ALS

(Reinhard, 2010).

c. Transkranial magnetic stimulasi dan Central motor conduction studies

Transkranial magnetic stimulasi (TMS) memungkinkan evaluasi non invasif

jalur motorik kortikospinalis, dan memungkinkan deteksi lesi UMN pada pasien

yang tidak memiliki tanda-tanda UMN. Motor amplitudo, ambang batas

kortikal, waktu konduksi motorik pusat dan periode diam dapat dengan mudah

dievaluasi dengan menggunakan metode ini. Central motor conduction time

(CMCT) sering sedikit lama untuk otot-otot setidaknya satu ekstremitas pada

pasien ALS (Wijesekera dan Nigel, 2009).

d. Elektromiografi Kuantitatif

Motor Unit Number Estimation (MUNE) adalah teknik elektrofisiologi khusus

yang dapat memberikan perkiraan kuantitatif dari jumlah akson yang

mempersarafi otot atau kelompok otot. MUNE terdiri dari sejumlah metode

Page 17: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

17

yang berbeda (incremental, multiple point stimulation, spike triggered

everaging, F-wave dan metode statistik), dengan masing-masing memiliki

keunggulan spesifik dan keterbatasan. Meskipun kurangnya metode tunggal

yang sempurna untuk melakukan MUNE, mungkin memiliki nilai dalam

penilaian hilangnya secara progresif akson motorik dalam ALS (Wijesekera

dan Nigel, 2009).

2. Neuroimaging

Dilakukan MRI kepala/tulang belakang untuk menyingkirkan lesi struktural

dan diagnosis lain pada pasien yang dicurigai ALS seperti tumor, spondilitis,

siringomielia, stroke bilateral, dan multiple sclerosis (Wijesekera dan Nigel, 2009).

3. Biopsi otot dan neuropatologi

Terutama dilakukan pada pasien dengan presentasi klinis yang tidak khas,

terutama dengan lesi LMN yang tidak jelas. Biopsi digunakan untuk

menyingkirkan adanya miopati, seperti inclusion body myositis (Wijesekera dan

Nigel, 2009).

4. Pemeriksaan lab lainnya

Tes laboratorium klinis yang mungkin abnormal dalam kasus dinyatakan khas

ALS meliputi:

• Enzim Otot (serum kreatinin kinase yang tidak biasa di atas sepuluh kali batas

atas normal, ALT, AST, LDH)

• Serum kreatinin (terkait dengan hilangnya massa otot rangka)

• Hipochloremia, bikarbonat meningkat (terkait dengan gangguan pernapasan

lanjutan) (Wijesekera dan Nigel, 2009).

2.7 Diagnosis Banding

1. Penyakit Motor Neuron Lainnya

a. Primary lateral sclerosis

Pada kelainan ini didapatkan defisit UMN murni pada ekstremitas. Pasien

dengan gangguan traktus kortikospinalis yang progresif hadir dengan

paraparesis spastik murni pada ekstremitas bawah dan kemudian akan

Page 18: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

18

berkembang melibatkan otot lengan dan otot orofarings. Onset biasanya pada

usia dewasa. Kriteria diagnosis yang penting pada kelainan ini adalah

perjalanan penyakit yang berlangsung selama tiga tahun tanpa gejala defisit

LMN.

b. Progressive muscular atrophy

Lebih sering pada laki-laki dibandingkan dengan wanita. Gejala utama adalah

defisit LMN pada ektremitas yang disebabkan oleh degenerasi sel kornu

anterior pada medulla spinalis. Terdapat predisposisi genetik. Pasien biasanya

mengeluh terjadinya atrofi pada otot tangan yang secara progresif berkembang

ke otot-otot lengan proksimal. Kelainan ini biasanya berkembang lebih lambat

dari tipe lain dengan harapan hidup 15 tahun atau lebih.

c. Progressive bulbar palsy

Apabila keterlibatan bulbar mendominasi dan disebabkan oleh terutama

kelainan LMN, yaitu karena terkena traktus kortikobulbaris. Pseudobulbar

palsy dapat terjadi pada penyakit yang menyebabkan kelainan pada traktus

kortikobulbaris bilateral.

2. Abnormalitas anatomi/ sindrom kompresi:

1. Lesi Batang Otak

Pasien yang memiliki lesi pada batang otak lesi seperti tumor, stroke, infeksi

atau demielinisasi dapat memberikan tanda-tanda dysarthria dan gejala bilateral

piramidalis sehingga mirip gejala bulbar dan gejala UMN pada ALS. Namun,

pada gambaran MRI akan menampakkan gambaran patologi di batang otak, dan

EMG biasanya tidak akan menunjukkan denervasi.

2. Spondilosis myelopati atau radikulopati.

Spondilosis myelopati adalah penyakit sendi degeneratif setingkat servikal

tulang belakang. Gejala utama adalah adanya gejala kompresi pada

medulaspinalis yang menyebabkan gejala UMN pada ekstremitas bawah,

dengan atau tanpa gejala LMN pada ekstremitas atas disebabkan karena

kompresi pada cervical root. Kombinasi dari gejala UMN dan LMN tersebut

menyebkan kemiripan pada gejala ALS. beberapa kasus pada pasien ditemukan

Page 19: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

19

gejala LMN pada ekstremitas atas dan tanpa gejala UMN pada ektremitas

bawah. Pada gambaran MRI menunjukkan bahwa penyakit ini dapat diobati

(William dan Nayan, 2007).

3. Infeksi :

Myelopati yang berhubungan dengan infeksi HIV biasanya terlihat pada

stadium akhir dari penyakit. Hal ini dikarakteristikkan dengan gangguan

berjalan (gait) dengan gangguan sensorik, gangguan sfingter dan refleks yang

cepat. Pada mielopati HIV juga terdapat tanda UMN dan LMN.

Poliradikulopati aksonal merupakan tanda klinik dari HIV (William dan

Nayan, 2007).

4. Neuromuscular Junction

Myasthenia gravis merupakan suatu penyakit autoimun yang didapat dan

mengganggu transmisi neuromuskular pada neuromuscular junction akibat

kekurangan / kerusakan reseptor Ach. Keluhan yang khas kelemahan otot

setelah/sesaat digunakan dan membaik setelah istirahat. Gejala inisisasi

biasanya pada otot bulbar, otot ekstremitas, otot mata. Miastenia gravis juga

dapat menyebabkan kelemahan pada otot pernapasan. Tidak terdapat fasikulasi

dan tanda kelemahan UMN (Jacqueline C, 2006).

2.8 Tatalaksana

Direkomendasikan riluzole (suatu antagonis glutamat) 50 mg dua kali sehari,

dengan pemantauan teratur. Pemberian 100 mg riluzole oral setiap hari setelah 18

bulan memperpanjang harapan hidup penderita ALS sekitar tiga bulan. Efek samping

riluzole adalah fatigue dan asthenia. Hingga kini, belum ada terapi efektif untuk ALS

(Lacomblez, dkk, 1996).

Berbagai obat sedang memasuki trial fase II/III: arimoclomol, ceftriaxone,

edaravone, IGF-1 polypeptide, minocycline, sodium phenylbutyrate, tamoxifen,

thalidomide. Obat yang sedang dipertimbangkan dan direncanakan memasuki trial fase

III: AEOL 10150, celastrol, coenzyme Q10, copaxone, IGF-1 – viral delivery,

memantine, NAALADase inhibior, nimesulide, ritonavir, hydroxyurea, scriptaid,

Page 20: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

20

talampanel dan trehalose (Andersen dkk, 2005). Terapi Recombinant human insulin-

like growth factor (rhIGF-I) - protein manusia yang dimodifikasi secara genetik –

diharapkan dapat meningkatkan dan memperkuat kelangsungan hidup neuron motorik

pada ALS. Diberikan setiap hari melalui injeksi subkutan. Terapi stem cell

menjanjikan, namun efektivitasnya masih memerlukan riset lanjutan.

Status nutrisi penderita ALS juga perlu dievaluasi, mengingat sering terjadi

disfagia, hipermetabolisme, serta beragam penyakit penyerta. Tatalaksana nutrisi

termasuk diet, strategi menelan, kemungkinan dipasang selang makanan langsung ke

lambung (gastrostomy tube placement), dan suplementasi berupa vitamin dan mineral

(Braun dkk, 2012). Ketika status gizi terganggu oleh disfagia dan penurunan berat

badan (5% -10% dari berat badan yang biasa) atau indeks massa tubuh <20 kg / m (2)

tanpa kehilangan berat badan, percutaneous endoscopic gastrostomy menjadi indikasi

(Greenwood,2013).

Terapi simtomatis untuk mengatasi spastisitas yang mengganggu aktivitas

harian pasien adalah pemberian baclofen atau diazepam. Untuk mengatasi produksi

saliva berlebihan (sialorrhea) dapat diberi trihexyphenidyl atau amitriptyline. Bila

refrakter, dapat diberi injeksi botulinum toxin type B di kelenjar parotid dan

submandibular. Terapi radiasi dengan dosis 7–7,5 Gy bilateral efektif mengurangi

produksi saliva, namun ada efek samping, seperti: erithema dan mual (Jackson dkk,

2008).

Depresi diatasi dengan antidepresan, misalnya: amitriptyline atau golongan

SSRI. Insomnia diatasi dengan amitriptyline atau golongan hipnotik, seperti: zolpidem,

diphenhydramine. Cemas diatasi dengan bupropion atau diazepam 0,5 mg 2-3 kali

sehari, atau lorazepam sublingual.

Afek pseudobulbar, menangis-tertawa berlebihan, atau gangguan ekspresi

emosional involunter dialami 20–50% penderita ALS, terutama pada kasus

pseudobulbar palsy. Kombinasi 30 mg dextromethorphan dan 30 mg quinidine dua kali

sehari efektif mengatasi afek pseudobulbar. Gunakan oksigen hanya pada kasus

hipoksia simtomatis. Untuk mengatasi terminal restlessness dan confusion karena

hiperkapnia, digunakan neuroleptik (chlorpromazine 12,5 mg setiap 4 hingga 12 jam

Page 21: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

21

p.o., i.v.). Untuk dyspnoea dan/atau nyeri refrakter, digunakan opioid dosis tunggal

atau dikombinasi dengan benzodiazepine jika disertai cemas (Sykes and Thorns, 2003).

Komplikasi pernafasan adalah penyebab umum morbiditas dan mortalitas

penderita ALS. Tatalaksana insufisiensi saluran pernapasan dengan ventilasi non

invasif meningkatkan kualitas dan kelangsungan hidup penderita ALS. Penyebab

kematian di ALS biasanya pernapasan. Sekitar 60% dari pasien diprediksi mengalami

penurunan fungsi pernafasan dan sisanya karena komplikasi lainnya. Non Invasif

Ventilation (NIV) adalah terapi untuk pasien dengan penurunan fungsi pernapasan,

NIV mengurangi kerja pernapasan, meningkatkan pertukaran gas, meningkatkan

kualitas tidur, memperpanjang kelangsungan hidup, dan dapat meningkatkan kognisi.

Oksigen biasanya diberikan hanya dalam hubungannya dengan NIV untuk mencegah

terhambatnya pernafasan dalam mengevaluasi kadar karbon dioksida (Gordon, 2013).

Gejala gagal napas dan satu di antara kriteria berikut:

• PaCO2 >45 mmHg dan/atau

• Kapasitas vital <50% dan/atau

• Tekanan inspirasi nasal dan pressure sniff maksimal <60° dan/atau

• Desaturasi nokturnal <90%

Tabel 2. Kriteria inisiasi dari respiratory support pada ALS (Gordon, 2013).

2.9 Prognosis

ALS adalah penyakit yang fatal. Hidup rata-rata adalah 3 – 5 tahun dari onset

klinis kelemahan. Sekitar 4 - 30% dari pasien dengan ALS dapat bertahan hidup sekitar

5 tahun setelah diagnosis, dan sekitar 4% bertahan selama lebih dari 10 tahun.

Kelangsungan hidup jangka panjang dikaitkan dengan usia yang lebih muda

saat onset, laki-laki, dan regio yang terkena. Pada ALS yang terkena ekstremitas

dikatakan dapat bertahan 3-5 tahun dan bulbar 2-3 tahun (Gordon, 2013).

Page 22: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

22

Indikator prognostik baik

• Umur < 50 tahun

• Onset dimulai dari ekstremitas bawah

• Interval yang panjang dari pertama kali gejala muncul sampai terdiagnosis

• Penanganan secara holistic

• Varian (contoh varian motorik esktremitas atas murni, varian motorik

ekstremitas bawah murni)

Indikator prognostik buruk

• Umur >65 tahun

• Onset dimulai dari bulbar

• Onset dimulai dari penyakit pernapasan

• Interval yang pendek dari pertama kali gejala muncul sampai terdiagnosis

• Malnutrisi

• Gangguan fungsi eksekutif

• Perburukan skor Revised ALS Functional Rating Scale Scores

• Forced vital capacity <50%

• Sniff nasal inspiratory pressure <40 cm H2O

Tabel 3. Kriteria Prognosis (Gordon, 2013)

Page 23: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

23

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS

Nama : NMR

Jenis kelamin : Perempuan

Umur (Tanggal lahir) : 36 tahun (25 Agustus 1976)

Status perkawinan : Menikah

Tingkat pendidikan : SMA

Alamat : Br Tohpati Bebandem Karangasem

Agama : Hindu

Bangsa/suku bangsa : Indonesia/Bali

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nomor rekam medik : 01456490

Tanggal datang : 8 September 2017 / Poliklinik Saraf

3.2 LAPORAN KASUS

Kasus adalah mengenai seorang perempuan, 36 tahun, suku Bali, yang datang ke

poliklinik Neurologi RSUP Sanglah pada 8 September 2017, rujukan RS Balimed

Karangasem dengan suspek ALS pro pemeriksaan ENMG dan MRI servikal. Pasien

datang dengan keluhan utama kelemahan pada kedua tangan. Keluhan dirasakan

pertama kali pada tahun 2009, perlahan memberat dan sejak ± 5 bulan yang lalu pasien

merasa keluhan memberat hingga pasien agak kesulitan mengangkat tangan. Awalnya

keluhan dirasakan pada tangan kanan, dimana tangan kanan pasien dirasakan agak sulit

saat memegang benda, kemudian selang 3 tahun dirasakan tangan kiri ikut sulit saat

memegang benda. Keluhan dirasakan memberat secara perlahan dan saat ini pasien

mengeluhkan kesulitan saat mengangkat kedua tangannya. Keluhan lemah pada kedua

tangan tersebut juga disertai dengan mengecilnya tangan pasien, hal ini sudah dirasakan

sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu, dan sejak 5 bulan ini disadari tangan kanan dan

kiri semakin mengecil, dimana tangan kanan dirasakan lebih kecil dibandingkan tangan

Page 24: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

24

kiri. Pasien tidak menyadari adanya kelemahan tungkai dan mengatakan kedua kaki

masih bisa bergerak seperti biasa dan pasien bisa berjalan sendiri. Kesemutan atau rasa

baal disangkal. Tidak ada nyeri kepala, mual atau muntah menyemprot, pandangan

dobel atau kabur, riwayat trauma kepala, atau riwayat demam.

Pasien sempat diperiksa di dokter spesialis saraf pada tahun 2009 saat keluhan

pertama kali muncul, sempat dilakukan pemeriksaan MRI tulang leher dan dikatakan

hasil pemeriksaan MRI berada dalam batas normal. Pasien saat itu dikatakan menderita

ALS, kemudian pasien tidak pernah memeriksakan dirinya kembali hingga saat ini.

Pasien akhirnya memutuskan untuk melalukan pemeriksaan kembali saat ini karena

merasa keluhannya semakin memberat.

Pasien menyangkal adanya riwayat sakit darah tinggi, diabetes, jantung, atau

stroke sebelumnya. Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga dari garis ayah atau

ibu yang atas sepengetahuannya menderita keluhan yang sama. Pasien adalah seorang

ibu rumah tangga, sehari-sehari hanya beraktivitas ringan di rumah. Pasien tidak

memiliki riwayat merokok atau mengonsumsi minuman beralkohol.

Saat diperiksa, pasien dalam keadaan compos mentis, tekanan darah 100/70

mmHg, nadi 78 kali per menit, respirasi 18 kali per menit, suhu 36.7°C, saturasi oksigen

98%. Klinis neurologis ditemukan; tetraparesis flaksid pada ekstremitas superior (grade

4-33ǀ34-4) dan spastik pada ekstremitas inferior (grade 554+ǀ4+55), kelemahan lebih

berat di bagian proksimal daripada distal; atropi pada otot-otot deltoid, ektremitas

superior bilateral; Klonus kaki bilateral, tanpa gangguan otonom, tanpa refleks

patologis.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

laboratorium fungsi ginjal untuk kelayakan penggunaan kontras, MRI servikal dengan

kontras dan pemeriksaan ENMG. Pemeriksaan fungsi ginjal dalam batas normal dan

tidak ada kontraindkasi penggunaan kontras pada pasien ini. Hasil dari EMG tanggal

19 September 2017 menunjukkan adanya lesi pada motor neuron (ALS). Pada

pemeriksaan MRI servikal dengan kontras pada tanggal 25 September 2017 didapatkan

bacaan radiologis syringomelia setinggi C2 sampai area scanning berakhir setinggi

Th6, tidak tampak lesi solid intramedula ataupun ekstramedula pada sepanjang area

Page 25: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

25

yang terscanning, diskus intervertebralis cervicalis tidak tampak kelainan.

Gambar 4. Hasil MRI servikal dengan kontras

Tabel 4. Hasil EMG pasien

CMAP

N. Medianus Kanan Latensi distal memanjang, amplitudo memendek,

KHS Normal,

N. Ulnaris Kanan No respon

N. Radialis Kanan Latensi distal memanjang, amplitudo memendek,

KHS melambat

SNAP

N. Medianus Kanan Latensi distal normal, amplitudo normal, KHS normal

N. Ulnaris Kanan Latensi distal normal, amplitude normal, KHS normal

N. Radialis Kanan Latensi distal normal, amplitude normal, KHS normal

EMG Jarum

Page 26: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

26

M. interosseous

dorsalis I manus kanan

PSW +4, fibrilasi +4, fasikulasi +4, MUAP: no respon,

rekruitmen menurun, IP inkomplit.

M. biseps kanan PSW +4, fibrilasi +4, fasikulasi +4, MUAP:

amplitudo tinggi (giant amplitudo), durasi melebar,

fase polifasik, rekruitmen menurun, IP inkomplit.

M. fleksor carpi

radialis

PSW +4, fibrilasi +4, MUAP: amplitudo tinggi (giant

amplitudo), durasi melebar, fase polifasik, rekruitmen

menurun, IP inkomplit.

M. masseter PSW +4, fibrilasi +4, MUAP: amplitudo tinggi (giant

amplitudo), durasi melebar, fase polifasik, rekruitmen

menurun, IP inkomplit.

M. paraspinal Th 10 Normal

Pasien kemudian didiagnosis dengan ALS disertai siringomelia asimtomatis

dan diberikan terapi suportif dengan pemberian mecobalamin 500 mcg tiap 8 jam

intraoral. Pasien dikonsulkan ke bagian rehabilitasi medik. Pasien diberikan edukasi

untuk perawatan rawat jalan dalam jangka panjang.

Page 27: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

27

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus, pasien adalah perempuan berusia 41 tahun. Keluhan dijumpai

pertama kali pada tahun 2009 yakni ketika pasien masih berumur 33 tahun, lebih awal

dibandingkan dengan usia rata-rata terjadinya onset ALS sporadik (65 tahun). Pada

pasien, kasus ALS yang ditemukan lebih mungkin termasuk ALS sporadik

dibandingkan familial, karena berdasar anamnesis tidak ada anggota keluarga pasien

baik dari keluarga ayah maupun ibu yang memiliki riwayat yang sama. Gejala awal

yang muncul pada pasien berupa kelemahan pada anggota gerak bagian atas. Keluhan

bersifat kronis progresif dimana keluhan kelemahan juga disertai dengan mengecilnya

otot-otot ekstremitas atas dan dari pemeriksaan awal tahun 2009 tidak ditemukan

adanya kelainan struktural pada pencitraan MRI tulang leher.

Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya suatu lesi campuran LMN dan UMN.

Jika merunut kepada kriteria El Escorial, ditemukan keterlibatan dua area pada pasien,

yakni ektremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada kedua lengan ditemukan adanya

atropi dan paresis flaksid yang menunjukkan suatu lesi LMN, sementara pada kedua

ekstremitas inferior terdapat paresis spastik yang menunjukkan suatu lesi UMN.

Adanya gabungan lesi UMN dan LMN pada dua regio serta gejala UMN tampak lebih

rostral dibandingkan gejala LMN sudah bisa digolongkan ke dalam kelompok probable

ALS menurut kriteria El Escorial dan World Federation of Neurology (WFN). Tidak

ditemukan adanya klinis gangguan sensorik pada pasien ini sehingga diagnosis lebih

mengarah pada suatu motor neuron disease.

Pada EMG, ditemukan tanda denervasi aktif berupa fibrilasi dan positive sharp

wave, dan tanda denervasi kronis berupa MUAP dengan amplitudo tinggi (giant

amplitude) pada m. biseps dekstra, m. fleksor carpi radialis, m. masseter. Gambaran ini

merupakan gambaran khas pada ALS. Pada pemeriksaan MRI servikal dengan kontras

ditemukan kelainan berupa syringomelia setinggi C2 sampai area scanning berakhir

setinggi Th6. Hal ini sesuai dengan gambaran diagnosis banding ALS yaitu

siringomieli namun tidak disertai dengan gejala klinis yang harusnya tampak pada

Page 28: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

28

siringomieli (adanya gangguan motorik dan sensorik) sehingga diduga pasien ini

menderita ALS disertai dengan suatu siringomyeli.

Penanganan pada pasien ini bersifat suportif dengan mecobalamin intraoral.

Terapi dengan riluzole sampai saat ini belum tersedia di Indonesia sehingga tidak bisa

diberikan. Pada pasien tidak dijumpai adanya gejala lanjutan dari suatu ALS seperti

disfagia dan penurunan berat badan yang merupakan konsekuensi dari disfagia tersebut

sehingga penanganan suportif lainnya pada pasien ini belum diberikan. Pasien juga

dikonsulkan kepada sejawat rehabilitasi medik dan diajarkan fisioterapi untuk melatih

anggota gerak yang mengalami kelemahan.

Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup

dan dibutuhkan penanganan yang sifatnya holistik. Secara teori dikatakan pasien bisa

bertahan hidup 3-5 tahun sejak dari onset kelemahan dan sekitar 4% bertahan lebih dari

10 tahun. Pada pasien yang bisa menjadi indikator prognostik baik adalah onset<50

tahun, dan interval yang panjang dari pertama kali gejala muncul sampai terdiagnosis

(±3 tahun), sedangkan indikator prognostik buruknya adalah pada pasien juga terdapat

suatu siringomyeli yang menyertai walaupun pada saat ini belum bermanifestasi klinis

jelas atau gejalanya tumpang tindih dengan ALS itu sendiri. Mengingat terapi yang bisa

diberikan juga terbatas, maka prognosis pada pasien ini adalah buruk.

Page 29: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

29

BAB V

KESIMPULAN

Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit neurodegeneratif yang

menyerang neuron motorik. "Amyotrophy" menunjukkan adanya atrofi serat otot, yang

diinervasi oleh anterior horn cell yang mengalami degenerasi, menyebabkan

kelemahan otot dan fasikulasi. "Lateral Sclerosis" menunjukkan pengerasan traktus

kortikospinalis lateral maupun anterior dimana neuron motorik di daerah tersebut

mengalami degenerasi melalui proses gliosis. Penyebab ALS tidak diketahui, walaupun

5-10% dari kasus bersifat familial.

Pada penyakit ini susunan somatosensorik sama sekali tidak terganggu. Maka

dari itu, secara klinis ALS terdiri atas gangguan gerakan motorik, yang memperlihatkan

tanda-tanda kelumpuhan UMN dan LMN. Dalam pada itu, hiperefleksia, klonus dan

reflex patologis dapat ditemukan secara berdampingan dengan atrofi otot dan arefleksia

pada satu penderita yang sama.

Pengelolaan ALS adalah berupa dukungan (support) terhadap pasien, paliatif,

dan multidisiplin. Non-invasif ventilasi dapat memperpanjang kelangsungan hidup dan

meningkatkan kualitas hidup. Riluzole merupakan obat yang diharapkan mampu

memperpanjang kelangsungan hidup dengan dosis pemberian 50 mg dua kali sehari.

Harapan hidup rata-rata adalah 3-5 tahun sejak onset klinis kelemahan. Namun,

kelangsungan hidup yang lebih panjang tidak jarang. Sekitar 4 - 30% dari pasien

dengan ALS hidup 5 tahun setelah diagnosis, dan sekitar 4% bertahan selama lebih dari

10 tahun.

Page 30: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

30

DAFTAR PUSTAKA

Abrahams, S. et al. 1996. Frontal lobe dysfunction in amyotrophic lateral sclerosis: A

PET study. Brain; 119(6):2105-20.

Almer G, et al. 2001. Increased expression of the pro-inflammatory enzyme

cyclooxygenase-2 in amyotrophic lateral sclerosis. Ann Neurol; 49:176-185

Andersen, P.M. et al. 2005. Task force on management of amyotrophic lateral

sclerosis: guidelines for diagnosing and clinical care of patients and relatives.

An evidence-based review with good practice points. Eur J Neurol;

12(12):921–38.

Braun, M.M., Osecheck, M., Joyce, N.C. 2012. Nutrition assessment and

management in amyotrophic lateral sclerosis. Phys Med Rehabil Clin N Am;

23(4):751-71.

Cozzolino, M., Ferri, A., Carri, M.T. 2008. Amyotrophic lateral sclerosis: from

Current Developments in the Laboratory to Clinical Implications. Antioxid

Redox Signal;10:405-443

Gordon, H. 2013. Amyotrophic Lateral Sclerosis: An update for 2013 Clinical

Features, Pathophysiology, Management and Therapeutic Trials, Aging and

Disease. Aging Dis;4(5):295-310.

Greenwood. 2013. Nutrition Management of Amyotrophic Lateral Sclerosis. Nutr

Clin Pract; 392-9.

Hardiman, L.H., Kiernan, M.C. 2011. Clinical diagnosis and management of

amyotrophic lateral sclerosis. Nat Rev Neurol;7(11):639-49.

Herjanto P, Mudjiani B, Djoenaidi. 2003. Petunjuk Praktis Elektrodiagnostik,

Airlangga University Press, Surabaya.

Jackson CE, et al. 2008. Randomized double-blind study of botulinum toxin type B

for sialorrhea in ALS patients. Muscle Nerve;39:137–43.

Jacqueline C. 2006. Misdiagnosis and missed diagnoses in patients with ALS.

Journal of the American Academy of Physician Assistants;19(7):29-35.

Lacomblez L, Bensimon G, Leigh PN, Guillet P, Meininger V. 1996. Dose-ranging

study of riluzole in amyotrophic lateral sclerosis: Amyotrophic Lateral

Sclerosis/Riluzole Study Group II. Lancet;347:1425–31.

Page 31: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

31

Lambrechts D., et al. 2003. VEGF is a modifier of amyotrophic lateral sclerosis in

mice and humans and protects motoneurons against ischemic death. Nat

Genet;34(4):383-94.

Leigh, P.N., et al., King’s MND Care and Research Team. 2003. The management of

motor neuron disease. J Neurol Neurosurg Psychiatry;70(4):32–47.

McCarthy, J. 2009. A Manual For People Living with ALS. 5th edition. ALS Society

of Canada. Canada;11-12.

Murray, B. dan Mitsumoto, H. 2012. Disorders of upper and lower motor neurons.In:

Daroff RB, Fenichel GM, Jankovic J, eds. Bradley’s Neurology in Clinical

Practice. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; chapter 74.

Reinhard Dengler, 2010. Diagnostic Criteria of Amyotrophic Lateral Sclerosis

(ALS).

Romanian Journal of Neurology;9(4):165-71

Rothstein, J.D., et al. 1995. Selective loss of glial glutamate transporter GLT-1 in

amyotrophic lateral sclerosis. Ann Neurol;38(1):73-84.

Rowland LP, Mitsumoto H, Przedborski S. 2010. Amyotrophic Lateral Sclerosis,

Progressive Muscular Atrophy, and Primary Lateral Sclerosis. In: Rowland

LP, Pedley TA (Ed.) Merritt’s Neurology,12th Edition. Lippincott Williams &

Wilkins; Chapter 128, pp.803-8.

Rowland, L.P, dan Shneider, N.A., 2001. Amyotrophic Lateral Sclerosis. N Engl J

Med;344(22):1688-700.

Siklos, L, et al. 1996. Ultrastructural evidence for altered calcium in motor nerve

terminals in amyotrophic lateral sclerosis. Ann Neurol;39(2):203-16.

Steele, J.C, McGeer, P.L.2008. The ALS/PDC syndrome of Guam and the cycad

hypothesis. Neurology;70(21):1984-90.

Sykes, N., Thorns, A. 2003. The use of opioids and sedatives at the end of life.

Lancet Oncology;4:312–8

Wijesekera,L.C, dan Nigel P.L., 2009. Amyotrophic lateral sclerosis. Orphanet J

Rare Dis;3(4):3.

William, S., Nayan P. 2007. ALS: pitfalls in the diagnosis. Pract

Neurol;7(2):74-81.

Page 32: AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS (ALS)...anggota gerak yang mengalami kelemahan. Pasien diberikan edukasi bahwa pengobatan akan berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan penanganan yang

32

Worms, P.M. 2001. The epidemiology of motor neuron diseases: a review of recent

studies. J Neurol Sci;191(1-2):3-9.