Upload
duonghanh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Anak Penyandang Disabilitas
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013
RANGKUMAN EKSEKUTIF
ANAK PENYANDANG DISABILITAS
RANGKUMAN EKSEKUTIF
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013
Rekomendasi UtamaKomitmen internasional untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif telah menghasilkan peningkatan situasi anak penyandang disabilitas dan keluarga mereka, tapi banyak dari mereka yang masih terus menghadapi rintangan untuk berpartisipasi dalam masalah-masalah sipil, sosial dan budaya di masyarakat
mereka. Untuk mewujudkan janji kesetaraan melalui inklusi memerlukan aksi untuk:
1 Meratifikasi – dan mengimplementasikan – Konvensi Hak Penyandang Disabilitas dan Konvensi Hak Anak.
2 Memerangi diskriminasi dan meningkatkan kesadaran akan disabilitas di kalangan masyarakat umum, para pembuat keputusan, dan mereka yang memberikan pelayanan penting bagi anak dan remaja dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan.
3 Menghilangkan rintangan-rintangan terhadap inklusi sehingga seluruh lingkungan anak – sekolah, fasilitas kesehatan, transportasi publik, dan lain-lain – bisa memfasilitasi akses dan mendorong partisipasi anak penyandang disabilitas bersama dengan rekan-rekan mereka.
4 Mengakhiri institusionalisasi anak penyandang disabilitas, mulai dari moratorium untuk memasukkan anak-anak ke institusi. Ini harus diikuti dengan promosi dan peningkatan dukungan pengasuhan berbasis keluarga dan rehabilitasi berbasis masyarakat.
5 Mendukung keluarga sehingga mereka bisa memenuhi biaya hidup yang tinggi dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang terkait dengan pengasuhan anak penyandang disabilitas.
6 Bergerak melewati standar minimum dengan melihatkan anak-anak dan remaja penyandang disabilitas dan keluarga mereka dalam mengevaluasi dukungan dan pelayanan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
7 Mengoordinasikan pelayanan di seluruh sektor guna menangani sejumlah tantangan yang dihadapi anak dan remaja penyandang disabilitas dan keluarga mereka.
8 Melibatkan anak dan remaja penyandang disabilitas dalam membuat keputusan-keputusan yang memberikan pengaruh pada mereka – tidak hanya sebagai penerima manfaat tapi sebagai agen perubahan.
9 Mempromosikan agenda riset global bersama dengan disabilitas untuk menghasilkan data yang andal dan bisa diperbandingkan yang diperlukan untuk menuntut perencanaan dan alokasi sumber daya, dan
untuk menempatkan anak-anak penyandang disabilitas secara lebih jelas dalam agenda pembangunan.
Pembuktian akhir dari seluruh usaha nasional dan global akan bersifat lokal, yang bisa dibuktikan dengan apakah setiap anak penyandang disabilitas menikmati hak-hak mereka – termasuk akses pada pelayanan, dukungan dan kesempatan – sama seperti anak-anak lainnya, bahkan anak di tempat yang paling terpencil dan dalam lingkungan yang sangat tidak mendukung.
1
Victor, anak usia 13 tahun yang menderita cerebralpalsy sedang bermain air di Brazil ©AndreCastro/2012
PENDAHULUAN
Laporan semacam ini biasanya diawali dengan sebuah
statistik yang menggambarkan sebuah persoalan. Anak-
anak laki-laki dan perempuan untuk siapa edisi Keadaan
Anak-anak di Dunia ini dipersembahkan bukan merupa-
kan masalah. Masing-masing mereka malah merupakan
saudara atau teman yang memiliki makanan, nyanyian,
atau permainan yang sama; anak-anak yang memiliki
mimpi dan keinginan yang akan dipenuhi; anak penyan-
dang disabilitas yang memiliki hak yang sama dengan
anak-anak lainnya.
Dengan diberikan kesempatan yang sama untuk berkem-
bang sebagaimana anak-anak lainnya, anak-anak penyan-
dang disabilitas berpotensi untuk menjalani kehidupan
secara penuh dan berkontribusi pada vitalitas sosial,
budaya, dan ekonomi dari masyarakat mereka. Namun
untuk tumbuh dan berkembang bisa jadi sulit bagi anak-
anak penyandang disabilitas. Mereka menghadapi risiko
yang lebih besar untuk menjadi miskin dengan diban-
dingkan dengan rekan-rekan mereka yang tanpa disabili-
tas. Bahkan bila anak-anak memiliki ketidakberuntungan
yang sama, anak-anak penyandang disabilitas mengha-
dapi tantangan-tantangan lain akibat ketidakmampuan
mereka dan berbagai rintangan yang dihadirkan oleh
masyarakat mereka sendiri. Anak-anak yang hidup dalam
kemiskinan adalah mereka yang paling kecil kemung-
kinannya untuk memperoleh manfaat dari pendidikan
dan pelayanan kesehatan, misalnya, tapi anak-anak yang
hidup dalam kemiskinan dan memiliki disabilitas lebih
kecil lagi kemungkinannya untuk bisa bersekolah atau
pergi ke klinik.
Di banyak negara, respons terhadap situasi anak penyan-
dang disabilitas umumnya terbatas pada institusionali-
sasi, ditinggalkan atau ditelantarkan. Respons –respons
semacam ini merupakan masalah, dan itu sudah menga-
kar dalam asumsi-asumsi negatif atau paternalistik ten-
tang ketidakmampuan, ketergantungan dan perbedaan
yang muncul karena ketidaktahuan. Yang dibutuhkan
sekarang adalah komitmen terhadap hak-hak anak ini dan
masa depan mereka, dengan memprioritaskan anak yang
paling tidak beruntung – sebagai masalah kesetaraan dan
manfaat bagi semua.
Anak-anak penyandang disabilitas menghadapi berbagai
bentuk pengucilan dan itu mempengaruhi mereka dalam
berbagai tingkatan tergantung dari jenis disabilitas yang
mereka alami, di mana mereka tinggal dan budaya serta
kelas sosial mereka. Gender juga merupakan sebuah
faktor penting. Anak-anak perempuan penyandang disa-
bilitas juga kecil kemungkinan untuk mendapatkan pen-
didikan, mendapatkan pelatihan kerja atau mendapatkan
pekerjaan dibandingkan dengan anak laki-laki dengan
disabilitas atau anak perempuan tanpa disabilitas.
Anak-anak penyandang disabilitas seringkali dianggap
rendah, dan ini menyebabkan mereka menjadi lebih
rentan. Diskriminasi karena disabilitas berujung pada
marginalisasi dari sumber daya dan pembuatan kepu-
tusan, dan bahkan pada kematian anak. Pengucilan
seringkali muncul dari invisibilitas. Tidak banyak negara
yang memiliki informasi yang bisa diandalkan tentang
berapa banyak warganya yang merupakan anak-anak
penyandang disabilitas, disabilitas macam apa yang
mereka alami atau bagaimana disabilitas ini mempe-
ngaruhi kehidupan mereka. Dengan demikian, anak-anak
yang dikucilkan tidak tahu dan oleh sebab itu terputus
RANGKUMAN EKSEKUTIF
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas2
Mengenai angka-angka
Menurut sebuah perkiraan yang banyak digunakan, sekitar 93 juta anak – atau 1 dari 20 anak usia 14 tahun atau kurang
– hidup dalam semacam disabilitas yang sedang atau parah.
Estimasi global semacam itu sangat bersifat spekulatif. Estimasi itu – yang ini telah beredar sejak tahun 204 – berasal
dari data yang kualitasnya sangat bervariasi dan metodenya sangat tidak konsisten dan tidak bisa diandalkan. Guna
memberikan sebuah konteks dan ilustrasi isu-isu yang dibicarakan, buku Keadaan Anak-anak di Dunia 2013 ini
mengetengahkan hasil survei nasional dan kajian-kajian independen, tapi ini masih harus diinterpretasikan dengan
hati-hati dan tidak boleh dibandingkan satu sama lain. Ini karena definisi dari disabilitas itu berbeda menurut tempat
dan waktu, sebagaimana juga halnya rancangan, metodologi dan analisisnya.
dari pelayanan publik yang sebenarnya mereka ber-
hak untuk mendapatkannya. Pembatasan ini bisa
memiliki efek yang panjang – yang membatasi akses
mereka ada pekerjaan atau partisipasi mereka dalam
masalah-masalah kemasyarakatan di kemudian hari,
misalnya. Tapi akses pada pelayanan dan teknologi
bisa memosisikan anak penyandang disabilitas untuk
mengambil tempat di dalam masyarakat dan mem-
berikan kontribusinya.
Masa depan sama sekali tidak suram. Dengan adanya
komitmen untuk menegakkan Konvensi Hak Anak
(KHA) dan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas
(KHPD), pemerintah di seluruh dunia telah mengambil
tanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh
anak, baik itu penyandang disabilitas atau bukan, bisa
menikmati hak-hak mereka tanpa diskriminasi apa
pun. Kedua konvensi itu menjadi saksi atas mening-
katnya pergerakan global yang didedikasikan untuk
inklusi anak penyandang disabilitas dalam kehidupan
masyarakat. Kedua konvensi itu menyatakan bahwa
anak penyandang disabilitas memiliki hak yang sama
seperti anak-anak lainnya.
Inklusi lebih dari sekedar integrasi. Sebagai bisa dicon-
tohkan dari bidang pendidikan, integrasi bisa dicoba
hanya dengan merancang dan melaksanakan bahwa
seluruh anak bisa belajar dan bermain bersama. Ini
berarti memberikan akomodasi yang diperlukan untuk
mengakses Braille, bahasa isyarat dan kurikulum yang
diadaptasi.
Inklusi akan menguntungkan semua orang. Masih
mengambil contoh dari bidang pendidikan, landaian
(ramp) dan pintu masuk yang lebar dapat meningkat-
kan akses dan keselamatan bagi seluruh anak, guru,
orang tua dan pengunjung, bukan hanya mereka yang
menggunakan kursi roda.
Dalam usaha untuk mempromosikan inklusi dan
keadilan, anak penyandang disabilitas harus bisa
mendapatkan dukungan dari keluarga mereka,
organisasi penyandang cacat, asosiasi orang tua
dan kelompok-kelompok masyarakat. Mereka harus
bisa mengandalkan persekutuan lebih jauh lagi.
Pemerintah bisa membantu dengan menyelaraskan
kebijakan-kebijakan dan program-program mereka
dengan KHPD dan KHA. Para mitra internasional bisa
memberikan bantuan yang sesuai dengan Konvensi
tersebut. Korporasi dan entitas sektor swasta bisa
memajukan inklusi – dan menarik bakat terbaik, de-
ngan merangkul keragaman dalam mempekerjakan
orang.
Kebanyakan perampasan yang dialami oleh anak
penyandang disabilitas disebabkan oleh karena meli-
hat tidak terlihat. Masyarakat penelitian sedang beker-
ja untuk membuat anak menjadi lebih terlihat dengan
meningkatkan pengumpulan dan analisis. Pekerjaan
mereka akan membantu mengatasi masalah ketidak-
tahuan dan diskriminasi, untuk menargetkan sumber
daya dan intervensi dan mengukur efeknya. Tapi para
pembuat keputusan perlu menunggu data yang lebih
baik untuk bisa memulai membangun infrastruktur
dan pelayanan yang lebih inklusif. Yang dibutuhkan
sekarang ialah bagaimana agar usaha ini tetap fleksi-
bel sehingga bisa diadaptasi begitu ada data baru
yang muncul.
RANGKUMAN EKSEKUTIF 3
Nemanja (paling kiri) usia 6 tahun duduk bersama teman sekelas di Novi Sad, Sekolah dasar adalah yang pertama mengintegrasikan anak penyandang catat menurut undang-undang yang ditujukan untuk mengurangi institusionalisasi ©UNICEF/HQ2011-1156/Holt
DASAR-DASAR INKLUSI
KHA dan KHPD menantang pendekatan-pendekatan
yang menganggap anak-anak penyandang disabilitas
sebagai penerima pengasuhan dan perlindungan yang
pasif. Alih-alih, kedua konvensi tersebut menuntut
pengakuan atas setiap anak sebagai anggota penuh
dari keluarga dan masyarakatnya. Ini berarti bahwa
fokusnya bukan pada pengertian tradisional “menyela-
matkan” anak, tapi pada investasi dalam menghilang-
kan hambatan-hambatan fisik, budaya, ekonomi,
komunikasi, mobilitas dan sikap yang menghalangi
realisasi dari hak-hak anak – termasuk hak untuk ter-
libat aktif dalam membuat keputusan yang memberi-
kan pengaruh pada kehidupan keseharian anak.
Meremehkan kemampuan penyandang disabilitas
merupakan hambatan utama untuk inklusi mereka
dan untuk memberikan kesempatan yang setara.
Sikap yang meremehkan ada di masyarakat – mulai
dari para profesional, politisi dan pembuat keputusan
lainnya terhadap keluarga dan teman-teman serta
para penyandang disabilitas itu sen-diri, yang karena
tidak adanya bukti bahwa mereka itu berharga dan
didukung seringkali meremehkan kemampuan me-
reka sendiri.
Perubahan SikapTidak akan banyak perubahan dalam kehidupan anak
penyandang disabilitas kalau tidak ada perubahan
sikap. Ketidaktahuan tentang sifat dan penyebab
pelemahan, invisibilitas anak itu sendiri, peremehan
yang serius tentang potensi dan kapasitas mereka,
dan rintangan lainnya terhadap kesempatan dan
perlakukan yang sama semuanya menyatu untuk
membuat anak penyandang disabilitas tetap diam
dan terpinggirkan. Tapi membawa disabilitas ke
dalam wacana politik dan sosial akan memungkin-
kan untuk membuat pembuat keputusan dan penye-
dia pelayanan menjadi sensitif serta bisa menunjuk-
kan pada masyarakat luas bahwa disabilitas meru-
pakan bagian dari kondisi kemanusiaan.
Pentingnya melibatkan anak penyandang disabilitas
tidak perlu dilebih-lebihkan. Prasangka bisa
dikurangi melalui interaksi, sebagaimana ditunjuk-
kan oleh kegiatan-kegiatan yang menggabungkan
anak penyandang disabilitas dengan yang bukan
penyandang disabilitas. Integrasi sosial akan meng-
untungkan semua orang, dan anak-anak yang telah
mengalami inklusi – dalam pendidikan, misalnya
– bisa menjadi guru masyarakat terbaik dalam
mengurangi ketidakseimbangan dan membangun
sebuah masyarakat yang inklusif.
Media inklusif juga memainkan peranan penting.
Dengan memasukkan penggambaran anak dan
orang dewasa penyandang disabilitas, media bisa
mengirimkan pesan-pesan positif bahwa mereka
adalah anggota keluarga dan tetangga dan juga bisa
melawan mis-representasi dan stereotip yang mem-
perkuat prasangka-prasangka sosial.
Di samping itu, partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
sosial dapat membantu mempromosikan pan-
dangan yang positif tentang disabilitas. Olahraga
terutama, telah bisa membantu mengatasi banyak
prasangka-prasangka sosial. Melihat anak bisa
mengatasi rintangan fisik dan psikologis untuk
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas4
berpartisipasi akan bisa memberikan inspirasi dan
bisa meningkatkan penghormatan – meskipun kita
perlu juga berhati-hati agar anak penyandang disa-
bilitas yang tidak melakukan kegiatan fisik yang
demikian tidak merasa rendah diri.
Olahraga juga telah membantu dalam kampanye-
kampanye untuk mengurangi stigma, dan para atlet
penyandang disabilitas seringkali menjadi orang
yang paling dikenal di kalangan penyandang disabili-
tas. Pengalaman di beberapa negara telah menunjuk-
kan bahwa akses pada olahraga dan rekreasi bukan-
lah satu-satunya manfaat langsung yang dirasakan
oleh anak penyandang disabilitas, tapi juga memban-
tu untuk meningkatkan gengsi mereka di masyarakat
karena mereka terlihat berpartisipasi bersama anak-
anak lain dalam kegiatan-kegiatan yang dinilai oleh
masyarakat.
Karena KHPD mengakui keluarga sebagai satuan
masyarakat yang alamiah dan menempatkan Negara
dalam peranan untuk mendukungnya, proses untuk
memenuhi hak-hak anak penyandang disabilitas dimu-
lai dengan mendukung keluarga mereka dan mem-
bangun rumah yang kondusif untuk intervensi awal.
Mendukung anak dan keluargaMenurut KHPD, anak-anak penyandang disabilitas
dan keluarga mereka punya hak untuk mendapatkan
standar kehidupan yang memadai dan juga berhak
untuk mendapatkan pelayanan dukungan yang
disubsidi atau gratis dan akses pada bantuan
kelompok. Perlindungan sosial untuk anak penyan-
dang disabilitas dan keluarga mereka sangatlah
penting karena keluarga ini seringkali menghadapi
biaya hidup yang lebih tinggi dan kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan pemasukan.
Perkiraan biaya tambahan untuk disabilitas yang
ditanggung keluarga berkisar antara 9 persen dari
pemasukan di Vietnam sampai 11-69 persen di
Inggris. Di samping biaya medis, rehabilitasi dan
biaya langsung lainnya, keluarga juga menghadapi
biaya kesempatan, karena orang tua dan anggota
keluarga seringkali harus berhenti bekerja atau
mengurangi jam kerjanya untuk merawat anak
penyandang disabilitas.
Sebuah review tentang 14 negara berkembang me-
nemukan bahwa para penyandang disabilitas lebih
besar kemungkinannya untuk mengalami kemiskinan
dibandingkan mereka yang tidak mengalami disabili-
tas. Penyandang disabilitas cenderung untuk kurang
begitu baik dalam hal pendidikan, pekerjaan, kondisi
hidup, konsumsi, dan kesehatan. Biaya perawatan
kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rumah tangga lain yang tidak memiliki anggota
penyandang disabilitas selanjutnya bisa mengurangi
standar kehidupan.
Negara bisa menangani peningkatan risiko anak
menjadi miskin dengan inisiatif-inisiatif perlindungan
sosial seperti program bantuan tunai, yang telah ter-
bukti bermanfaat bagi anak. Semakin banyak negara
berpenghasilan rendah dan menengah yang memba-
ngun berdasarkan hasil-hasil yang menjanjikan dari
usaha-usaha yang lebih luas dan telah meluncurkan
inisiatif perlindungan sosial yang ditargetkan yang
meliputi bantuan tunai terutama untuk anak-anak
penyandang disabilitas. Monitoring dan evaluasi rutin
tentang efek dari bantuan tunai itu pada kesehatan,
pendidikan dan rekreasi anak penyandang disabilitas
akan penting untuk memastikan program-program ini
bisa mencapai tujuannya.
Perangkat lain yang bisa dipakai oleh Pemerintah
adalah penganggaran khusus disabilitas, dimana
pemerintah menetapkan tujuan-tujuan khusus untuk
anak penyandang disabilitas dalam sebuah inisia-
tif yang lebih luas dan mengalokasikan sejumlah
sumber daya yang ada yang memadai untuk tujuan
tersebut. Akses yang efektif pada pelayanan termasuk
pendidikan, pelayahan kesehatan, rehabilitasi, dan
rekreasi harus diberikan secara cuma-cuma dan de-
ngan cara yang dapat meningkatkan integrasi sosial
secara penuh dan perkembangan individu anak.
Rehabilitasi berbasis masyarakatProgram-program rehabilitasi berbasis masyarakat
(RBM) – yang mencoba memastikan bahwa penyan-
dang disabilitas memiliki akses yang sama pada pela-
yanan dan kesempatan terkait kesehatan, pendidikan,
dan penghidupan – adalah contoh dari sebuah inter-
vensi yang dirancang dan dijalankan oleh masyarakat
RANGKUMAN EKSEKUTIF 5
setempat – dengan partisipasi aktif dari anak dan orang
dewasa penyandang disabilitas.
RBM bisa efektif dalam menangani berbagai
masalah perampasan, seperti yang dihadapi oleh
anak-anak penyandang disabilitas yang tinggal di
pedesaan dan masyarakat suku asli. Dalam sebuah
inisiatif pendampingan untuk anak-anak suku asli di
Oaxaca, di Meksiko, misalnya, tim RBM dari Centre
for Research and Post-Secondary Studies in Social
Anthropology, bekerja sama dengan UNICEF, mem-
promosikan pembentukan jejaring dukungan lokal di
kalangan keluarga anak-anak penyandang disabilitas.
Selama tiga tahun (2007-2010), inisiatif itu melihat
adanya peningkatan penerimaan anak penyandang
disabilitas oleh keluarga mereka, masyarakat, pe-
ningkatan pemberian pelayanan sosial, pembuatan
akses kursi roda di tempat-tempat umum, penga-
turan pelayanan gratis dari negara dan rumah sakit
federal, dan 32 pendaftaran anak penyandang disa-
bilitas di sekolah-sekolah utama.
Pendekatan inklusif dibangun berdasarkan aksesibili-
tas, dengan tujuan untuk membuat arus utama bisa
berlaku untuk semua orang bukannya menciptakan
sistem yang paralel. Sebuah lingkungan yang bisa
diakses adalah penting jika anak-anak penyandang
disabilitas akan menikmati hak-hak mereka untuk
berpartisipasi di masyarakat dan untuk mendapatkan
kesempatan mewujudkan seluruh potensi mereka.
Jadi, misalnya, anak penyandang disabilitas perlu
akses pada seluruh sekolah untuk mendapatkan
manfaat maksimum dari pendidikan. Anak-anak yang
mendapatkan pendidikan bersama dengan rekan-
rekan mereka punya kesempatan lebih banyak untuk
menjadi anggota masyarakat yang produktif dan
menjadi terintegrasi dalam kehidupan masyarakat
mereka.
Tergantung dari jenis disabilitas, seorang anak mung-
kin membutuhkan alat bantu (misalnya, prosthesis)
atau pelayanan (seperti penerjemah bahasa tanda)
untuk bisa berfungsi secara penuh dalam berbagai
aspek kehidupan. Namun menurut WHO, di negara-
negara berpenghasilan rendah hanya 5-15% orang
yang memerlukan teknologi alat bantu yang bisa
mendapatkannya. Biaya dari teknologi yang seperti
itu bisa menjadi penghalang, terutama untuk anak-
anak, yang harus mengganti atau menyesuaikan per-
alatan mereka setelah mereka tumbuh dewasa. Akses
pada teknologi alat bantu itu dan dukungan khusus
lainnya yang diperlukan anak untuk memudahkan
interaksi dan partisipasi mereka haruslah gratis dan
tersedia untuk semuanya.
Rancangan universal adalah sebuah pendekatan
untuk aksesibilitas yang mencoba untuk menciptakan
produk, struktur, dan lingkungan yang bisa dipakai
oleh semua orang – terlepas berapa usianya, kemam-
puan atau situasinya, sampai sejauh mungkin, tanpa
perlu adaptasi atau rancangan khusus. Penerapan
dunia nyata mencakup curb cut, buku audio, velcro
fastening dan bus berlantai rendah.
Biaya untuk mengintegrasikan aksesibilitas ke dalam
bangunan dan infrastruktur baru bisa kelihatan
sepele, yang terhitung kurang dari 1 persen dari
biaya pembangunan utama. Sebaliknya, adaptasi
bangunan yang telah siap bisa mencapai 20 persen
dari biaya awal. Oleh sebab itu, cukup masuk akal
untuk mengintegrasikan pertimbangan aksesibili-
tas ke dalam proyek-proyek pada tahap awal dari
proses perencanaan, Aksesibilitas juga harus men-
jadi pertimbangan ketika mendanai proyek-proyek
pembangunan.
Wenjun, 9, berjalan dengan ibu asuhnya di China. © UNICEF/China/2010/Liu
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas6
Seorang guru tunarungu mengajar anak-anak tunarungu di Gulu, Uganda. . ©UNICEF/UGDA2012-00108/Sibiloni
FONDASI YANG KUAT
Pelayanan kesehatan dan pendidikan inklusif memi-
liki peranan penting dalam membangun fondasi
yang kuat di atas mana anak penyandang disabilitas
bisa membangun kehidupannya
Kesehatan inklusifMenurut KHA dan KHPD, seluruh anak punya hak
untuk mendapatkan standar kesehatan yang tinggi.
Dengan demikian, anak penyandang disabilitas
sama-sama berhak untuk mendapatkan perawatan
secara penuh – mulai dari imunisasi sewaktu bayi
sampai pada gizi yang baik dan pengobatan untuk
penyakit akan, sampai pada informasi dan pelayanan
kesehatan reproduksi dan seksual yang rahasia sela-
ma masa remaja dan saat menginjak dewasa. Sama
pentingnya adalah pelayanan dasar seperti air bersih,
sanitasi dan kebersihan (WASH). Ini hanya masalah
keadilan sosial dan masalah menghargai martabak
seluruh umat manusia, serta investasi untuk masa
depan – karena anak yang sehat akan tumbuh men-
jadi penghasil dan orang tua yang lebih efektif.
Di antara intervensi kesehatan publik yang efektif dan
sukses, imunisasi merupakan komponen utama dari
usaha global untuk mengurangi penyakit dan kema-
tian anak. Semakin banyak anak-anak dibandingkan
sebelumnya yang bisa dijangkau, tapi anak-anak
penyandang disabilitas masih belum memperoleh
manfaat dari peningkatan cakupan. Termasuk anak-
anak dalam usaha imunisasi tidak hanya etis tapi
juga wajib untuk kesehatan publik dan kesetaraan;
cakupan universal tidak bisa dicapai jika mereka
tetap dikucilkan.
Meskipun imunisasi bisa mencegah beberapa penya-
kit yang bisa mengarah kepada disabilitas, tapi ini
tidak kalah pentingnya untuk melakukan imunisasi
kepada anak yang sudah terlanjur mengalami disa-
bilitas. Bila tidak diberikan imunisasi, anak-anak
penyandang disabilitas berisiko mengalami ham-
batan perkembangan, kondisi sekunder yang bisa
dihindari dan kematian yang bisa dicegah.
Memasukkan anak penyandang disabilitas dalam
usaha untuk mempromosikan imunisasi – misalnya,
meningkatkan kesadaran dengan memperlihatkan
mereka bersama yang lainnya poster dan materi pro-
mosi lainnya, dan menjangkau orang tua dan organi-
sasi orang catat – akan membantu meningkatkan
cakupan imunisasi di antara mereka.
Gizi juga merupakan hal penting. Makanan yang
tidak mencukupi atau diet kekurangan vitamin atau
mineral tertentu bisa menyebabkan bayi rentan ter-
hadap kondisi-kondisi tertentu dan infeksi yang bisa
menyebabkan disabilitas fisik, indra dan intelektual.
Misalnya, antara 250.000 sampai 500.000 anak diang-
gap berisiko untuk menjadi buta setiap tahun karena
kekurangan vitamin A. Sindrom ini bisa dengan
mudah dicegah dengan suplementasi oral yang ber-
harga hanya beberapa sen saja per anak. Di samping
itu, langkah-langkah yang berbiaya rendah tersedia
untuk mencegah disabilitas muncul dari kekurangan
nutrisi lainnya.
Gizi buruk dan penyakit diare sewaktu kecil bisa
menyebabkan kekerdilan, yang diindikasikan
oleh kurangnya tinggi badan menurut usia, yang
RANGKUMAN EKSEKUTIF 7
selanjutnya bisa menimbulkan kinerja kognitif dan
pendidikan yang buruk yang akan memiliki kon-
sekuensi selama hidup. Gizi buruk pada ibu bisa
berkontribusi pada sejumlah disabilitas anak yang
bisa dicegah. Salah penyebab yang menonjol dari
disabilitas di dunia adalah anemia, yang mempenga-
ruhi sekitar 42 persen perempuan hamil di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah (lebih
dari separonya menderita anemia kekurangan zat
besi); ini juga mempengaruhi lebih dari separuh anak
usia prasekolah di negara-negara berkembang.
Meskipun gizi buruk bisa menjadi penyebab disabili-
tas, hal ini juga bisa menjadi akibat. Sesungguhnya,
anak-anak penyandang disabilitas lebih berisiko
untuk menderita gizi buruk. Rintangan fisik yang
terkait dengan kondisi-kondisi seperti sumbing atau
lumpuh otak (cerebral palsy 0 dapat mengganggu
mekanisme konsumsi makanan; kondisi-kondisi
tertentu seperti fibrosis sistik (cystic fibrosis), dapat
mengganggu asupan gizi; dan beberapa bayi dan
anak penyandang disabilitas mungkin memerlukan
diet khusus atau asupan kalori untuk mempertahan-
kan berat badan yang sehat.
Namun anak penyandang disabilitas bisa saja disem-
bunyikan dari penapisan masyarakat dan inisiatif
pemberian makan. Anak-anak yang tidak bersekolah
tidak mendapatkan program pemberian makan di
sekolah. Di samping faktor-faktor fisik, sikap juga bisa
sangat berpengaruh pada nutrisi anak. Di beberapa
masyarakat, para ibu mungkin tidak didorong untuk
memberikan ASI pada bayi penyandang disabilitas,
anak penyandang disabilitas mungkin diberi makan
sedikit, atau tidak diberi makan atau diberikan
makanan yang kurang bergizi daripada saudaranya
yang tidak penyandang disabilitas. Ada kemungkin-
an bahwa dalam beberapa hal apa yang dianggap
sebagai penyakit yang terkait dengan disabilitas
mungkin sesungguhnya berkaitan dengan masalah
pemberian makan.
Di hampir semua negara berkembang, para penyan-
dang disabilitas secara rutin menghadapi kesulitan-
kesulitan tertentu dalam mengakses air minum yang
aman dan sanitasi dasar. Fasilitas seringkali tidak
bisa diakses secara fisik, dan di beberapa tempat,
fasilitas yang baru masih dirancang dan dibangun
tanpa perhatian yang memadai untuk anak-anak
penyandang disabilitas. Meskipun intervensi rendah
biaya dan rendah teknologi seperti kakus jongkok
semakin banyak tersedia, informasi tentang hal itu
masih harus disebarluaskan dan dimasukkan dalam
kebijakan dan praktek WASH.
Rintangan-rintangan sosial juga menghambat akses.
Anak-anak dengan disabilitas seringkali menghadapi
stigma dan diskriminasi sewaktu menggunakan
fasilitas rumah dan fasilitas umum, misalnya, karena
adanya ketakutan yang tidak beralasan bahwa mere-
ka yang mencemarinya. Apabila anak-anak penyan-
dang disabilitas, terutama anak perempuan, dipaksa
untuk menggunakan fasilitas terpisah, mereka
berisiko mengalami kecelakaan atau serangan fisik,
termasuk perkosaan.
Anak-anak penyandang disabilitas mungkin tidak
anak bersekolah karena menginginkan toilet yang
bisa mereka akses; mereka seringkali menyatakan
terpaksa mengurangi makan dan minum agar tidak
terlalu sering ke toilet – yang dengan sendirinya akan
membahayakan status gizi mereka.
Anak-anak dan remaja penyandang disabilitas ham-
pir seluruhnya diabaikan dalam program kesehatan
reproduksi dan seksual dan program HIV/AIDS,
karena mereka seringkali dianggap tidak aktif secara
seksual, kecil kemungkinan untuk menggunakan
zat dan kurang berisiko terhadap kekerasan diban-
dingkan dengan teman-teman mereka yang tidak
mengalami disabilitas. Banyak remaja penyandang
disabilitas yang tidak mendapatkan bahkan informasi
dasar tentang bagaimana tubuh mereka berkembang
dan berubah, dan karena mereka sering diajarkan
untuk diam dan patuh, mereka sangat berisiko untuk
disalahgunakan. Akibatnya, mereka berisiko untuk
terinfeksi HIV.
Para penyandang disabilitas dari semua umur yang
positif HIV berkemungkinan kecil akan mendapatkan
pelayanan yang tepat dibandingkan dengan rekan-
rekan mereka yang tidak penyandang disabilitas,
karena fasilitas dan program jarang sekali yang
mempertimbangkan kebutuhan mereka, sementara
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas8
42%withdisability
53%
51%
61%
withdisability
withoutdisability
withoutdisability
Perkiraan angka lulus sekolah dasar
Sumber: World Health Organization, Berdasarkan survei di 51 negara.
petugas pelayanan kesehatan tidak punya pelatihan
khusus disabilitas.
Karena anak berkembang sangat cepat selama tiga
tahun pertama, deteksi awal dan intervensi sangat-
lah penting bagi anak-anak penyandang disabilitas.
Penapisan perkembangan merupakan sebuah sarana
yang efektif untuk mendeteksi disabilitas pada anak
dan merujuk mereka ke penilaian dan intervensi
selanjutnya – misalnya untuk mengobati kekurang-
an zat besi, memberikan obat anti epilepsi atau
memberikan rehabilitasi berbasis masyarakat – serta
memberikan informasi penting bagi anggota keluar-
ga. Intervensi-intervensi yang demikian sudah sema-
kin tersedia di negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah.
Deteksi dan pengobatan kecacatan bukanlah meru-
pakan bidang pengobatan yang terpisah tapi meru-
pakan aspek integral dari kesehatan publik. Ketika
pembuat kebijakan dan peneliti menggolongkan
langkah-langkah ini bersaing untuk mendapat-
kan sumber daya dengan langkah-langkah untuk
mempromosikan kesehatan para penyandang
disabilitas, mereka menimbulkan diskriminasi dan
ketidaksetaraan.
Pelayanan kesehatan yang ada untuk anak penyan-
dang disabilitas mungkin buruk kualitasnya. Petugas
kesehatan dan para profesional lainnya memperoleh
manfaat dari pendidikan tentang perkembangan anak
dan disabilitas dan dilatih untuk memberikan pela-
yanan terpadu, dengan partisipasi keluarga besar
anak bila mungkin. Di samping itu, umpan balik
dari anak penyandang disabilitas harus didapatkan
sehingga fasilitas dan pelayanan bisa memenuhi
kebutuhan mereka dengan lebih baik.
Pendidikan inklusifAnak-anak penyandang disabilitas secara tidak
proporsional sering diabaikan hak mereka untuk
mendapatkan pendidikan, yang mengurangi kemam-
puan mereka untuk menikmati hak-hak kewarganega-
raan mereka, mendapatkan pekerjaan dan mengam-
bil peranan yang bernilai di masyarakat. Data survei
rumah tangga dari 13 negara berpenghasilan rentan
dan menengah menunjukkan bahwa anak-anak
penyandang disabilitas usia antara 6 – 17 tahun
secara signifikan berkemungkinan kecil akan dima-
sukkan ke sekolah dibandingkan rekan-rekan mereka
yang tidak penyandang disabilitas.
Selagi anak-anak penyandang disabilitas tidak diberi-
kan akses yang sama untuk masuk sekolah, peme-
rintah tidak akan bisa mencapai pendidikan dasar
universal (Tujuan Pembangunan Milenium 2), dan
negara-negara anggota KHPD tidak bisa memenuhi
tanggung jawab mereka menurut Pasal 24.
Daripada memisahkan anak-anak penyandang disa-
bilitas di sekolah-sekolah khusus, pendidikan inklu-
sif berarti memberikan kesempatan pembelajaran
yang bermakna kepada semua anak dalam sistem
sekolah reguler. Idealnya, hal ini memungkinkan
anak-anak penyandang disabilitas atau yang bukan
untuk mengikuti kelas yang sama di sekolah setem-
pat, dengan dukungan tambahan yang disesuaikan
dengan kebutuhan. Hal ini me-nuntut akomodasi
fisik serta kurikulum yang berpusat pada anak yang
meliputi representasi dari spektrum penuh dari
orang yang ditemukan di masyarakat dan meng-
gambarkan kebutuhan seluruh anak.
penyandang
disabilitas
penyandang
disabilitas
tanpa
disabilitas
tanpa
disabilitas
RANGKUMAN EKSEKUTIF 9
Berbagai kajian di banyak negara menunjukkan
adanya hubungan yang kuat antara kemiskinan
dan disabilitas, yang selanjutnya terkait dengan
isu-isu gender, kesehatan, dan lapangan kerja.
Anak-anak penyandang disabilitas seringkali terpe-
rangkap dalam siklus kemiskinan dan pengucilan.
Anak perempuan terpaksa menjadi pengasuh adik-
adiknya, bukannya pergi ke sekolah, misalnya, atau
seluruh keluarga mengalami stigmatisasi, sehingga
enggan untuk melaporkan bahwa ada anak yang
penyandang disabilitas atau enggan membawanya
ke publik. Namun pendidikan dari orang-orang yang
dikucilkan atau dipinggirkan itu menimbulkan pe-
ngurangan kemiskinan.
Langkah pertama untuk inklusi dilakukan di rumah
pada tahun-tahun pertama. Tanpa kasih sayang,
stimulasi indrawi, perawatan kesehatan dan inklusi
sosial yang menjadi hak mereka, anak-anak bisa
kehilangan momen perkembangan penting dan
potensi mereka mungkin akan jadi dibatasi, yang
menimbulkan implikasi-implikasi sosial dan eko-
nomi bagi mereka sendiri, keluarga mereka dan
masyarakat.
Seorang anak yang disabilitas atau keterlambatan
perkembangannya teridentifikasi pada tahap awal
akan punya kesempatan yang lebih baik untuk bisa
mencapai kapasitasnya secara penuh. Pendidikan
usia dini adalah penting karena 80% dari kapasitas
otak berkembang sebelum usia 3 tahun; masa
sebelum masa sekolah dasar memberikan
kesempatan untuk menyesuaikan pendidikan
perkembangan dengan kebutuhan individu anak.
Berbagai kajian menyatakan bahwa anak-anak
yang paling tidak beruntung paling berpeluang
untuk mendapatkan manfaat. Dengan dukungan
keluarga dan masyarakat pada tahap-tahap awal
kehidupan mereka, anak-anak penyandang
disabilitas berpeluang untuk memanfaatkan tahun-
tahun mereka di sekolah untuk menyiapkan diri
mereka untuk masa depan.
Di sekolah, menciptakan lingkungan pembelajaran
yang inklusif bagi anak-anak penyandang disabilitas
sangat tergantung dari guru yang memiliki
pemahaman yang jelas tentang pendidikan inklusif
dan komitmen untuk mengajar seluruh anak.
Seringkali, guru tidak punya persiapan dan
dukungan yang cukup untuk mengajar anak
penyandang disabilitas di kelas reguler, dan ini
menimbulkan keengganan mereka di banyak
negara untuk mendukung inklusi anak penyandang
disabilitas di kelas mereka.
Sumber daya untuk anak penyandang disabilitas
cenderung dialokasikan ke sekolah terpisah bukan-
nya ke sistem pendidikan arus utama yang inklusif.
Ini bukan saja tidak tepat, tapi juga bisa menjadi
mahal. Di Bulgaria misalnya, anggaran per anak
yang dididik di sekolah khusus bisa tiga kali lipat
dari anggaran untuk anak yang sama di sekolah
reguler.
Bila guru-guru dan petugas dilatih untuk mem-
pertimbangkan isu-isu terkait disabilitas, mereka
melihat inklusi anak-anak penyandang disabilitas
secara lebih positif. Sikap yang paling positif terlihat
di kalangan guru-guru yang memiliki pengalaman
aktual dengan inklusi. Terlihat bahwa sikap positif di
kalangan guru-guru menjelma menjadi penempat-
an anak penyandang disabilitas yang tidak begitu
mengekang.
Namun pelatihan pra-jabatan jarang sekali yang
mempersiapkan guru untuk mengajar secara inklu-
sif, dan pelatihan yang ada memiliki kualitas yang
bervariasi. Tidak adanya orang penyandang disabili-
tas di antara para guru menghadirkan tantangan
lain untuk pendidikan inklusif; penyandang disabili-
tas seringkali menghadapi rintangan yang cukup
besar untuk bisa menjadi guru. Di Kamboja misal-
nya, guru menurut undang-undang harus “bebas
dari disabilitas”.
Kemitraan dengan masyarakat sipil memberikan
contoh yang menggembirakan tentang cara-cara
untuk meningkatkan pelatihan guru dan keragaman.
Di Mozambique, LSM Nasional bernama Ajuda de
Desenvolvimento de Povopara Povo telah bekerja
sama dengan organisasi penyandang disabilitas
ADEMO untuk melatih guru-guru yang akan bekerja
dengan anak-anak penyandang disabilitas dan untuk
melatih guru-guru penyandang disabilitas.
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas10
Pendidikan inklusif memerlukan pendekatan yang
fleksibel terhadap organisasi sekolah, pengem-
bangan kurikulum, dan penilaian murid. Fleksibilitas
semacam itu memungkinkan untuk mengembang-
kan pedagogi yang lebih inklusif, yang mengge-
ser fokus dari gaya pembelajaran yang terpusat
pada guru ke gaya pembelajaran yang berpusat
pada anak untuk bisa merangkul berbagai gaya
pembelajaran.
Guru seringkali tidak mendapatkan dukungan yang
memadai di kelas, dan mereka harus bisa meminta
pertolongan spesialis – misalnya, untuk Braille atau
instruksi berbasis komputer – apabila kebutuhan
siswa penyandang disabilitas berada di luar keah-
lian mereka. Spesialis yang demikian tidak banyak
tersedia, terutama di wilayah berpenghasilan ren-
dah seperti Sub-Sahara Afrika. Ini membuka kesem-
patan bagi dukungan yang tepat dari penyedia ban-
tuan finansial dan teknis dari tingkat internasional
sampai tingkat lokal.
Pendidikan inklusif juga perlu memanfaatkan sum-
ber daya dari luar kelas. Orang tua punya potensi
untuk memberikan kontribusinya dalam berbagai
cara, mulai dari memberikan transportasi yang bisa
diakses sampai pada peningkatan kesadaran untuk
berhubungan dengan sektor-sektor kesehatan dan
sosial untuk mendapatkan peralatan, dukungan,
dan hibah.
Sumber daya yang paling banyak tidak dimanfaat-
kan di sekolah dan masyarakat di seluruh dunia
adalah anak-anak itu sendiri. Meskipun pentingnya
perwakilan anak dan partisipasi anak sudah
didokumentasikan, namun mereka hanya ada
begitu saja dalam struktur dan sistem pendidikan
yang ada. Melibatkan anak penyandang disabili-
tas dalam membuat keputusan bisa memberikan
tantangan tersendiri, bukan karena pemikiran dan
perilaku yang melihat mereka sebagai korban
yang pasif.
Dalam penelitian partisipatif, anak-anak seringkali
menonjolkan pentingnya lingkungan yang bersih
dan toilet yang higenis; untuk anak-anak penyan-
dang disabilitas privasi dan aksesibilitas adalah
sangat penting. Anak-anak penyandang disabilitas
bisa dan mesti menuntun dan mengevaluasi usaha-
usaha untuk memajukan aksesibilitas dan inklusi.
Bagaimana pun, siapa yang lebih bisa memahami
arti dan dampak dari inklusi?
Aspirasi untuk pendidikan inklusi besar kemung-
kinan akan diwujudkan jika pemerintah dan para
mitranya jelas tentang siapa mengerjakan apa dan
bagaimana, kepada siapa mereka diminta untuk
melaporkannya. Jika kebijakan gagal untuk diimple-
mentasikan, masalahnya mungkin adalah mandat
yang tidak jelas. Di Bangladesh misalnya, umumnya
aspek pendidikan anak penyandang disabilitas dike-
lola oleh Kementerian Kesejahteraan Sosial bukan-
nya Kementerian Pendidikan. Untuk mewujudkan
pendidikan inklusif, Kementerian Pendidikan harus
didorong untuk mengambil tanggung jawab bagi
semua anak usia sekolah. Koordinasi dengan para
mitra dan pemangku kepentingan bisa memainkan
peranan penting dalam proses ini.
Eksklusi tidak memberikan manfaat pendidikan
seumur hidup kepada anak-anak penyandang
disabilitas: pekerjaan yang lebih baik, jaminan
sosial dan ekonomi, dan kesempatan untuk
berpartisipasi secara penuh di masyarakat.
Sebaliknya, investasi di bidang pendidikan anak-
anak penyandang disabilitas bisa berkontribusi
pada efektivitas masa depan mereka sebagai ang-
gota angkatan kerja. Sesungguhnya, penghasilan
seseorang bisa meningkat 10 persen setiap kali
mereka menambah pendidikan selama satu tahun.
Selanjutnya, ketrampilan dasar membaca dan
menulis juga meningkatkan kesehatan. Anak yang
dilahirkan oleh ibu yang bisa membaca 50% lebih
besar kemungkinannya untuk tetap hidup mele-
wati usia 5 tahun, dan pendidikan ibu yang rendah
telah dikaitkan dengan tingginya angka kekerdilan
di kalangan anak di pemukiman kumuh di Kenya,
pemukiman Roma di Serbia, dan di Kamboja.
Pendidikan merupakan instrumen dan hak.
Sebagaimana disebutkan dalam KHA, pendidikan
dapat meningkatkan “perkembangan kepribadian
anak, bakat, dan kemampuan mental dan fisik.”
RANGKUMAN EKSEKUTIF 11
Seorang anak penderita albinisme membaca Braille di sekolah di kota Moshi, Tanzania.© UNICEF/HQ2008-1786/Pirozzi
ESENSI DARI PERLINDUNGAN
Anak-anak penyandang disabilitas adalah anggota
masyarakat yang paling rentang. Mereka berpeluang
untuk memperoleh manfaat dari langkah-langkah
untuk memperhitungkan mereka, melindungi mereka
dari penyalahgunaan dan menjamin mereka akses
pada keadilan.
Dalam masyarakat di mana mereka distigmatisasi dan
keluarga mereka terpapar dalam eksklusif sosial atau
ekonomi, banyak anak penyandang disabilitas bahkan
tidak bisa mendapatkan dokumen identitas mereka. Ini
merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak asasi
anak dan merupakan rintangan mendasar untuk parti-
sipasi mereka di masyarakat. Ini bisa menutup invisi-
bilitas mereka dan meningkatkan kerentanan mereka
terhadap berbagai bentuk eksploitasi sebagai akibat
mereka tidak bisa mendapatkan identitas resmi.
Negara-negara anggota KHPD punya kewajiban yang
jelas untuk menjamin perlindungan hukum yang
efektif untuk anak penyandang disabilitas. Untuk
mengganti norma-norma sosial yang diskriminatif,
Negara perlu memastikan agar undang-undang yang
ada ditegakkan dan bahwa anak penyandang disabili-
tas diberi tahu tentang hak mereka atas perlindung-
an dari diskriminasi, dan bagaimana menjalankan
hak tersebut. Prinsip ‘akomodasi yang masuk akal’
menyatakan bahwa adaptasi yang perlu dan tepat
perlu dibuat sehingga anak penyandang disabilitas
bisa menikmati hak-hak mereka sama seperti anak-
anak yang lain. Memasukkan mereka ke sistem yang
terpisah tidak akan tepat; kesetaraan melalui inklusi
adalah tujuan.
Diskriminasi Eksklusi anak penyandang disabilitas
membuat mereka rentan terhadap kekerasan, pene-
lantaran, dan penyalahgunaan. Beberapa bentuk
kekerasan cukup spesifik untuk anak penyandang
disabilitas. It bisa saja dilakukan demi pengobatan
untuk modifikasi perilaku, misalnya, menggunakan
kejutan elektrik atau narkoba. Anak perempuan
penyandang disabilitas di banyak negara bisa menjadi
subyek sterilisasi paksaan atau aborsi.
Di banyak negara, anak penyandang disabilitas terus
ditempatkan di institusi-institusi. Jarang sekali fasilitas
semacam ini memberikan perhatian individual yang
dibutuhkan anak untuk sepenuhnya mengembangkan
kapasitas mereka. Pengasuhan pendidikan, medis, dan
rehabilitatif yang mereka terima di tempat semacam
itu seringkali tidak memadai, karena monitoring yang
berstandar rendah atau tidak memadai.
Memisahkan anak penyandang disabilitas dari kelu-
arga mereka merupakan sebuah pelanggaran atas
hak mereka untuk diasuh oleh orang tuanya kecuali
hal itu dipandang oleh otoritas yang berkompeten
sebagai hal yang menguntungkan bagi kepentingan
terbaik anak. Jika keluarga dekat tidak bisa mengasuh
anak, KHPD mewajibkan Negara-negara anggota untuk
memberikan pengasuhan alternatif dalam keluarga
luas atau masyarakat, misalnya keluarga asuh.
Bilamana negara telah mencoba untuk mengemba-
likan anak yang ditempatkan di institusi kepada kelu-
arga mereka, anak penyandang disabilitas umumnya
adalah yang terakhir yang dibebaskan. Itu adalah
kasus, misalnya di Serbia, meskipun realisasi bahwa
reformasi telah dilewati oleh anwak penyandang disa-
bilitas dalam dekade sebelumnya telah memperkuat
usaha yang demikian (lihat bagan, hal. 12)
Tanggung jawab Negara untuk melindungi hak-hak
seluruh anak yang berada di wilayah hukumnya
juga berlaku bagi anak penyandang disabilitas yang
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas12
Kekerasan terhadap anak dengan disabilitas
Anak-anak penyandang disabilitas tiga sampai empat kali lebih besar kemungkinannya untuk menjadi korban
kekerasan. Tim peneliti di John Moores University Liverpool dan World Organization Organization telah melakukan
sebuah tinjauan yang sistematis dan meta-analisis dari kajian-kajian yang ada mengenai kekerasan terhadap anak
penyandang disabilitas. Tinjauan itu membicarakan 17 kajian dari negara-negara berpenghasilan rendah, karena tidak
ada kajian berkualitas tinggi dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
Perkiraan risiko menunjukkan bahwa anak penyandang disabilitas secara signifikan berisiko lebih tinggi untuk
mengalami kekerasan dibandingkan dengan rekan-rekan mereka tanpa disabilitas: 3,7 kali lebih besar untuk berbagai
macam bentuk kekerasan, 3,6 kali lebih besar untuk kekerasan fisik, dan 2.9 kali lebih besar untuk kekerasan seksual.
Anak-anak dengan disabilitas mental atau intelektual ditemukan 4,6 kali lebih besar kemungkinannya untuk menjadi
korban kekerasan seksual dibandingkan rekan-rekan mereka tanpa disabilitas
Mengapa anak penyandang disabilitas lebih berisiko terhadap kekerasan? Beberapa penjelasan telah dicoba untuk
dikemukakan: Pertama, mengasuh anak penyandang disabilitas memberikan tekanan tambahan bagi pengasuh,
sehingga meningkatkan risiko penyalahgunaan. Kedua, sejumlah anak penyandang disabilitas masih ditempatkan di
pengasuhan rumah, yang merupakan faktor risiko utama untuk penyalahgunaan seksual dan fisik. Terakhir, kecacatan
yang mempengaruhi komunikasi membuat beberapa anak jadi sangat rentan, karena mereka mungkin tidak akan bisa
mengungkapkan tentang pengalaman yang abusif.
Seluruh anak penyandang disabilitas harus dipandang sebagai kelompok yang berisiko tinggi di mana penting sekali
untuk bisa mengidentifikasi kekerasan. Mereka bisa memperoleh manfaat dari berbagai macam intervensi – seperti
kunjungan ke rumah dan pelatihan dalam pengasuhan – yang telah terbukti efektif dalam mencegah kekerasan atau
mengurangi konsekuensinya di kalangan anak penyandang disabilitas.
Menurut reformasi kesejahteraan Serbia, jumlah anak-anak penyandang disabilitas dikeluarkan dari institusi lebih rendah dari anak tanpa disabilitas.
Anak dan pemuda (0-26 tahun) penyandang disabilitas di institusi
Anak dan pemuda (0-26 tahun) penyandang disabilitas di institusi
100% 100%91%
79%
63%
83%
49%
37%
2000 2005 2008 2011 2000 2005 2008 2011
37% menurun
63% menurun
Sumber: Republican Institute for Social Protection, Serbia. Ukuran sampel: Anak dan kaum muda (0-26 tahun) penyandang disabilitas: 2.020 di tahun 2000, 1.280 di tahun 2011. Anak-anak dan pemuda (0-26 tahun) tanpa disabilitas: 1.534 di tahun 2000, 574 di tahun 2011.
Yang terakhir yang menerima manfaat berhadapan dengan hukum – baik sebagai korban,
saksi, atau terduga pelaku. Beberapa langkah spesifik
bisa membantu: Anak-anak bisa diwawancarai dengan
bahasa tanda atau bahasa lisan; seluruh profesional
yang terlibat dalam pelaksanaan peradilan, dari petu-
gas penegak hukum sampai hakim, bisa dilatih untuk
bekerja dengan anak yang memiliki disabilitas; dan
regulasi dan protokol bisa dibentuk untuk memasti-
kan perlakuan yang sama terhadap anak penyandang
disabilitas.
Selanjutnya, perlu dikembangkan solusi alternatif
untuk proses peradilan formal, dengan mempertim-
bangkan sebaran kapasitas individual anak. Anak
penyandang disabilitas juga tidak boleh ditempatkan
dalam fasilitas tahanan anak reguler; malah mereka
harus diberikan perlakuan yang tepat untuk me-
nangani isu-isu menyebabkan mereka melakukan
sebuah tindak kejahatan. Perlakuan semacam itu harus
dilakukan dalam fasilitas yang tepat dengan staf yang
dilatih secara memadai, di mana hak-hak anak dan
perlindungan hukum sepenuhnya dihormati.
RANGKUMAN EKSEKUTIF 13
Vijay, 12, selamat dari ledakan ranjau darat dan menjadi pendidik risiko ranjau di Sri Lanka. © UNICEF/Sri Lanka/2012/Tuladar
TANGGAP KEMANUSIAAN
Krisis kemanusiaan, seperti krisis yang terjadi karena
perang atau bencana alam, merupakan risiko tersendi-
ri bagi anak penyandang disabilitas. Respons kemanu-
siaan inklusif sangat diperlukan – dan bisa dilakukan.
Konflik bersenjata adalah penyebab utama disabilitas
di kalangan anak-anak, yang terkena pengaruhnya
secara langsung dan tidak langsung. Anak-anak men-
derita cedera fisik dari serangan, serbuan artileri, dan
ledakan ranjau darat – termasuk setelah konflik
berakhir; mereka juga menderita efek-efek psikologis
dari cedera itu atau dari menyaksikan peristiwa-peris-
tiwa yang traumatis. Efek-efek tidak langsung meli-
puti penyakit yang tidak bisa diobati ketiak pelayanan
kesehatan rusak dan malnutrisi berkembang ketika
persediaan makanan menjadi langka. Anak-anak juga
terpisah dari keluarganya, rumahnya, dan sekolah-
nya, kadang-kadang sampai bertahun-tahun.
Kerusakan yang sama bisa juga terjadi karena ben-
cana alam, yang – terutama terkait dengan pening-
katan perubahan iklim yang parah dan sering – di-
perkirakan akan mempengaruhi sejumlah besar anak
dan orang dewasa di masa-masa mendatang.
Anak-anak penyandang disabilitas menghadapi tan-
tangan tertentu dalam masa-masa darurat. Mereka
bisa saja terkucilkan atau tidak bisa mengakses
pelayanan dukungan utama dan program ban-
tuan, seperti pelayanan kesehatan atau pembagian
makanan, karena rintangan fisik yang disebabkan
oleh bangunan yang tidak bisa mereka akses atau
sikap-sikap yang negatif. Mereka bisa saja dilupakan
dalam pendirian pelayanan dan tidak dianggap
dalam sistem peringatan dini, yang seringkali tidak
mempertimbangkan komunikasi dan mobilitas dari
mereka yang menjadi penyandang disabilitas.
Aksi kemanusiaan disabilitas inklusif berakar pada:
• Pendekatan berbasis hak. Pasal 11 KHPD secara
khusus meminta penanggung jawab untuk meng-
ambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
melindungi orang-orang penyandang disabilitas
dalam situasi darurat.
• Sebuah pendekatan inklusif yang mengakui bahwa
di samping kebutuhan mereka yang terkait de-
ngan disabilitas, anak-anak penyandang disabilitas
memiliki kebutuhan yang sama dengan anak-anak
lain, dan juga bahwa menangani rintangan, fisik
atau lainnya, yang menghalangi partisipasi mereka
dalam program-program reguler.
• Memastikan aksesibilitas dan rancangan universal
mengenai infrastruktur dan informasi.
• Mempromosikan kehidupan yang independen dan
partisipasi dalam seluruh aspek kehidupan bagi
anak penyandang disabilitas.
• Mengintegrasikan usia, gender, dan keragaman
kesadaran, dengan perhatian khusus pada diskri-
minasi yang dihadapi oleh anak perempuan dan
perempuan penyandang disabilitas.
Pendekatan ini meminta program yang holistik dan
inklusif, bukannya proyek-proyek yang terpisah dan
kebijakan-kebijakan yang menargetkan disabilitas.
Intervensi utamanya meliputi:
• Meningkatkan data dan penilaian untuk mendapat-
kan dasar pembuktian bagi kebutuhan yang nyata
dan prioritas anak-anak penyandang disabilitas.
• Menjadikan pelayanan kemanusiaan utama bisa
diakses oleh anak penyandang disabilitas dan
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas14
Risiko, Kegigihan, dan aksi kemanusiaan inklusif
Anak-anak penyandang disabilitas dan keluarga mereka menghadapi tantangan-tantangan tertentu dalam situasi darurat.
Mereka mungkin harus bisa menerima hambatan-hambatan lingkungan yang baru seperti rusaknya landaian, rusak atau
hilangnya peralatan pembantu, dan kehilangan layanan seperti penerjemah bahasa tanda atau perawatan yang biasa
datang berkunjung.
Jika ada anggota keluarga yang meninggal, mungkin tidak ada lagi orang yang tahu bagaimana mengasuh anak yang
memiliki disabilitas fisik atau yang bisa berkomunikasi dengan anak yang memiliki halangan indrawi. Keluarga yang
melarikan diri bisa saja meninggalkan anak yang tidak bisa berjalan atau yang kesehatannya rapuh – atau mereka bisa
meninggalkan anak karena takut tidak akan diberikan suaka di luar negeri yang tidak menerima penyandang disabilitas.
Lembaga-lembaga dan sekolah bisa tutup atau ditinggalkan oleh staf, sehingga anak ditinggal saja tanpa ada pengasuhan.
Dalam konflik bersenjata, anak-anak penyandang disabilitas, terutama mereka yang memiliki disabilitas belajar, bisa jadi
dipaksa untuk menjalani tugas sebagai pejuang, tukang masak, atau pengangkut barang, karena mereka dianggap tidak
begitu berguna dan kecil kemungkinan untuk melawan dibandingkan anak-anak tanpa disabilitas. Program-program
yang ditujukan untuk reintegrasi anak mantan pejuang mungkin tidak bisa memenuhi kebutuhan anak-anak penyandang
disabilitas, yang oleh sebab itu tetap saja dipinggirkan dan dikucilkan, yang seringkali terpaksa harus mengemis,
sebagaimana kasus yang terjadi di Liberia dan Sierra Leone.
Anak-anak penyandang disabilitas harus diberikan kesempatan untuk ambil bagian dalam perencanaan dan implementasi
pengurangan risiko bencana dan strategi pembangunan perdamaian serta dalam tanggap bencana dan proses pemulihan.
Ini telah mulai terjadi seperti yang dilakukan di Pakistan dan Haiti.
Disabilitas sedang diarusutamakan dalam panduan keadaan darurat seperti Sphere Project’s Humanitarian Charter and
Minimum Standards in Humanitarian Response. Kemajuan seperti itu harus diteruskan ke bidang-bidang seperti gizi anak
dan perlindungan, dan sejauh mana anak penyandang disabilitas dimasukkan dalam tanggap kemanusiaan harus diaudit
untuk memonitor dan meningkatkan hasil.
melibatkan mereka dalam perencanaan dan
rancangan.
• Merancang pelayanan-pelayanan khusus bagi anak
penyandang disabilitas dan memastikan bahwa
proses pemulihan dan reintegrasi bisa mening-
katkan kesejahteraan, kesehatan, harga diri dan
martabat.
• Mengambil langkah-langkah untuk mencegah
cedera dan penyalahgunaan dan meningkatkan
aksesibilitas.
• Bermitra dengan masyarakat, aktor-aktor regional
dan nasional, termasuk organisasi orang cacat,
untjuk menantang sikap-sikap diskriminatif dan
persepsi dan meningkatkan kesetaraan.
• Meningkatkan partisipasi anak penyandang
disabilitas dengan memberikan konsultasi pada
mereka dan menciptakan kesempatan agar suara
mereka bisa didengar
Pihak yang berkonflik punya kewajiban untuk melin-
dungi anak-anak dari efek kekerasan bersenjata dan
memberikan mereka akses pada perawatan kesehat-
an dan psikologis yang membantu pemulihan dan
reintegrasi mereka. Komite Hak Anak telah mereko-
mendasikan bahwa Negara-negara anggota Konvensi
menambahkan rujukan eksplisit bagi anak penyan-
dang disabilitas sebagai bagian dari komitmen yang
lebih besar untuk tidak merekrut anak dalam ang-
katan bersenjata.
RANGKUMAN EKSEKUTIF 15
Bahan peledak sisa perang (ERW)
Bahan peledak sisa perang dan ranjau anti personil merupakan faktor yang banyak berkontribusi pada
disabilitas anak. Instrumen-instrumen seperti Mine Ban Treaty 1997 telah banyak membantu mengurangi jumlah
orang yang terbunuh atau terluka oleh senjata semacam ini, tapi persentase anak di kalangan korban secara
menyeluruh cenderung meningkat.
Setiap tahun sejak tahun 2005, anak-anak yang menjadi korban berjumlah sekitar 20-30 persen dari jumlah korban,
dan paling kurang ada sekitar 1000 anak menjadi korban setiap tahun sejak monitoring dilakukan di tahun 1999.
Di tahun 2010, anak-anak yang meninggal berjumlah 55 persen dari seluruh penduduk sipil yang meninggal,
menjadikan mereka kelompok sipil bagi siapa ranjau dan sisa eksplosif itu sangat berbahaya. Di beberapa negara
yang paling banyak terkena dampak ranjau, seperti Afghanistan dan Kamboja, persentase korban yang dialami
oleh anak bahkan lebih tinggi lagi. (lihat bagan)
Sejak tahun 2008, anak laki-laki merupakan kelompok korban terbesar, yang merupakan hampir separuh dari
korban sipil; tahun itu, mereka berjumlah 73 persen dari anak-anak yang menjadi korban. Di banyak negara yang
terkontaminasi, anak laki-laki lebih besar kemungkinannya daripada anak perempuan untuk bertemu dengan
ranjau atau sisa eksplosif karena mereka lebih banyak terlibat dalam aktivitas di luar rumah seperti menggembala
ternak, mencari kayu api, mengumpulkan besi bekas. Mereka juga lebih besar kemungkinannya dibandingkan anak
perempuan untuk bermain-main dengan barang-barang yang mereka temukan.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Afghanistan
Kamboja
Kolumbia
90%
70%
50%
30%
10%
Korban anak di negara-negara yang paling terkena dampak *�Persentase anak di kalangan korban sipil (1999–2011)
* Tiga negara pihak dalam Mine Ban Treaty dengan tingkat korban yang paling tinggi setiap tahun Sumber: Landmine and Cluster Munition Monitor.
(bersambung ke halaman16)
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas16
Anak-anak secara umum berkemungkinan besar akan secara sengaja bermain-main dengan barang-barang
eksplosif dibandingkan orang dewasa, seringkali karena tidak tahu, atau rasa ingin tahu, atau karena
menganggap itu mainan. Oleh sebab itu, pendidikan risiko yang baik sangatlah penting bagi anak-anak.
Lebih dari seperti tiga penyintas ledakan harus diamputasi; persentase itu bisa lebih tinggi lagi untuk anak-
anak, karena jumlahnya yang lebih kecil. Rehabilitasi fisik anak lebih kompleks dibandingkan orang dewasa.
Karena tulang mereka tumbuh lebih cepat dari pada selaput lunak mereka, mereka mungkin memerlukan
beberapa re-amputasi. Prostesis harus disesuaikan atau diganti begitu mereka tumbuh.
Konsekuensi psikologis dari sisa eksplosif perang atau ledakan ranjau darat seringkali sangat merusak
perkembangan anak. Konsekuensi tersebut dapat berupa perasaan bersalah, kehilangan harga diri, fobia
dan ketakutan, kesulitan tidur, dan tidak bisa bicara. Jika dibiarkan tidak diobati, anak-anak bisa mengalami
gangguan mental jangka panjang.
Kebutuhan reintegrasi sosial dan ekonomi anak penyintas juga sangat bervariasi dari kebutuhan orang
dewasa. Di banyak negara, penyintas anak terpaksa menghentikan pendidikan mereka karena waktu yang
mereka butuhkan untuk pemulihan atau beban finansial bagi keluarga mereka karena rehabilitasi itu. Mereka
secara fisik mungkin tidak bisa berjalan ke sekolah dan tidak punya transportasi alternatif; kelas mungkin
tidak bisa diakses, dan guru-guru mungkin tidak terlatih untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akses untuk
pendidikan gratis bagi anak penyandang disabilitas sebagai akibat dari kecelakaan ranjau atau sisa eksplosif
adalah penting untuk meningkatkan perasaan normal dalam kehidupan mereka dan untuk mengintegrasikan
mereka dengan kelompok sebaya dan membolehkan mereka berpartisipasi secara penuh di masyarakat.
Tidak banyak program bantuan korban yang menangani masalah yang terkait dengan usia dan gender. Dalam
sebuah survei tahun 2009 mengenai lebih dari 1.600 penyintas dari 25 negara yang terkena dampak yang
dilakukan oleh Handicap Internasional, hampir dua pertiga responden menyatakan bahwa pelayanan untuk
anak-anak ‘tidak pernah’ atau ‘hampir tidak pernah’ disesuaikan dengan kebutuhan khusus atau usia anak.
Karena anak merupakan persentase yang terus meningkat dari total korban sipil dari sisa eksplosif dan ranjau
darat, maka penting sekali untuk menerapkan kebijakan khusus dan rekomendasi programatik yang bisa
memenuhi kebutuhan mereka. Ini bisa meliputi langkah-langkah untuk memilah data tentang korban menurut
usia dan gender; untuk melatih profesional kesehatan dan pendidikan untuk mempertimbangkan kebutuhan
penyintas anak; dan untuk meningkatkan bantuan korban, sebagai pilar utama dari respons terhadap dampak
dari sisa eksplosif, dengan panduan yang secara khusus berlaku untuk anak-anak
(sambungan dari halaman 15)
Bahan peledak sisa perang (ERW)
RANGKUMAN EKSEKUTIF 17
Seorang petugas kesehatan memeriksa seorang anak laki-laki di Atfaluna Society for Deaf Children, Palestina. Organisasi ini memberikan pendidikan dan pelatihan kejuruan, kesehatan gratis, perawatan layanan psikososial dan penempatan kerja. © UNICEF/HQ2008-0159/Davey
MENGUKUR DISABILITAS ANAK
Sebuah masyarakat tidak akan bisa adil apabila
anak-anak tidak dilibatkan, dan anak penyandang
disabilitas tidak bisa diikutkan kalau tidak ada
pengumpulan data dan analisis yang menyebabkan
mereka bisa terlihat.
Mengukur disabilitas anak menghadirkan perang-
kat tantangan yang unik. Karena anak berkembang
dan belajar untuk melakukan tugas-tugas mendasar
dengan kecepatan yang berbeda, maka sulit untuk
menilai fungsi dan membedakan keterbatasan dari
berbagai perkembangan yang normal. Berbagai sifat
dan keparahan dari disabilitas, bersama dengan
kebutuhan untuk menerapkan definisi dan langkah-
langkah yang spesifik usia, selanjutnya membuat
usaha pengumpulan jadi lebih rumit.
Di samping itu, kualitas data yang buruk tentang
disabilitas anak, dalam beberapa hal, berasal dari
terbatasnya pemahaman tentang apa itu disabilitas
anak, dan dalam hal lain, dari stigma atau investasi
yang tidak memadai dalam meningkatkan pengu-
kuran. Kurangnya bukti yang berasal dari kesulitan
semacam itu menghambat pengembangan kebi-
jakan-kebijakan yang baik dan pemberian pelayan-
an-pelayanan penting.
Meskipun ada kesepakatan umum bahwa definisi
tentang disabilitas harus mencakup penentu medis
dan sosial, namun pengukuran disabilitas terutama
masih bersifat medis, dengan fokus pada kecacatan
fisik dan mental.
Salah satu kerangka untuk mempertimbangkan
kesehatan dan disabilitas dalam konteks yang
lebih luas dari rintangan sosial adalah International
Classification of Functioning, Disability and Health
(ICF), yang dikembangkan oleh World Health
Organization. Klasifikasi ini melihat disabilitas dalam
dua cara utama: sebagai sebuah masalah struktur
dan fungsi tubuh, dan dalam hal aktivitas orang dan
partisipasinya. Disabilitas, sebagaimana didefinisi-
kan oleh ICF, merupakan sebuah bagian yang
biasa saja dari keberadaan manusia – setiap orang
bisa mengalami beberapa tingkatan daripadanya.
Definisi ICF juga mengakui bahwa berfungsi dan
disabilitas terjadi dalam konteks, dan oleh sebab itu
ada baiknya untuk menilai tidak saja faktor-faktor
tubuh tapi juga faktor sosial dan lingkungan.
Berangkat dari ICF, International Classification of
Functioning, Disability and Health for Children and
Youth (ICF-CY) mengambil sebuah langkah ke arah
penggabungan dimensi sosial dengan menangkap
tidak saja kecacatan, tapi juga efeknya pada fungsi
dan partisipasi anak dalam lingkungannya. Ini men-
cakup empat bidang utama: struktur tubuh (misal-
nya, organ, tubuh), fungsi tubuh (misalnya men-
dengar, mengingat), pembatasan aktivitas (misalnya
berjalan, berpakaian), dan pembatasan partisipasi
(misalnya, bermain dengan anak lain, melakukan
tugas-tugas sederhana).
Data tentang disabilitas harus diinterpretasikan
dalam konteks. Perkiraan prevalensi adalah fungsi
dari kejadian dan penyintasan. Bila angka kematian
anak tinggi, prevalensi disabilitas yang dilapor-
kan rendah bisa menjadi konsekuensi dari angka
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas18
Pelajaran yang dipetik
Sejak tahun 1995, UNICEF telah mendukung lebih dari 100 negara berpenghasilan rendah dan menengah dalam
melakukan Multiple Indicator Cluster Surveys (MICS) untuk melacak kemajuan dalam kesejahteraan anak dan
perempuan. Sejak tahun 2000-2001, beberapa dari survei ini telah memasukkan sebuah modul yang dirancang untuk
menapis disabilitas anak, dan informasi ini sekarang sedang dibangun untuk merancang perangkat pengukuran yang
lebih baik.
Modul disabilitas standar yang digunakan dalam MICS antara tahun 2000 sampai 2010 adalah Ten Questions Screen
(TQ), yang dikembangkan di tahun 1984 dan menggambarkan bagaimana disabilitas dipahami pada masa itu.
Prosesnya dimulai dengan meminta pengasuh utama anak usia antara 209 tahun untuk melakukan penilaian pribadi
tentang perkembangan fisik dan mental dan fungsi anak dalam perawatan mereka; jawabannya bisa positif atau
negatif.
Validitas dari pendekatan TQ telah banyak diuji, tapi hasilnya harus diinterpretasikan dengan hati-hati. TQ adalah
perangkat penapisan dan memerlukan tindak lanjut penilaian medis dan perkembangan untuk menghasilkan
perkiraan yang bisa diandalkan tentang jumlah anak dalam sebuah populasi yang memiliki disabilitas. Tidak banyak
negara yang memiliki anggaran atau kapasitas untuk melakukan penilaian klinis tahap kedua untuk memvalidasi
hasil, dan mereka selanjutnya terhalang oleh kurangnya metodologi standar untuk melakukan penilaian itu.
Penerapan TQ selama MICS tahun 2005-2006 menghasilkan sejumlah hasil di semua negara peserta. Persentase anak
yang positif untuk disabilitas berkisar antara 3 persen di Uzbekistan sampai 48 persen di Republik Afrika Tengah. Tidak
jelas apakah varian ini menggambarkan perbedaan yang sesungguhnya di kalangan populasi yang menjadi sampel
atau faktor tambahan. Misalnya, rendahnya angka yang dilaporkan di Uzbekistan mungkin menggambarkan populasi
besar anak penyandang disabilitas yang tinggal di institusi, yang tidak menjadi subyek dari survei rumah tangga.
penyintasan yang rendah untuk anak-anak penyan-
dang disabilitas – atau itu mungkin menggambarkan
kegagalan untuk menghitung anak yang hidup di
institusi-institusi, disembunyikan oleh keluarga, atau
tinggal dan bekerja di jalanan.
Budaya juga memainkan peranan yang penting.
Penafsiran tentang apa yang dianggap fungsi ‘nor-
mal’ bervariasi antara konteks dan mempengaruhi
hasil pengukuran. Pencapaian patokan tertentu tidak
saja bervariasi di antara anak, tapi juga berbeda
menurut budaya, karena anak mungkin saja dido-
rong untuk bereksperimen dan aktivitas-aktivitas
baru pada berbagai tahapan perkembangannya.
Oleh sebab itu, nilai-nilai rujukan harus ditetap-
kan dengan mempertimbangkan kondisi lokal dan
pemahaman.
Untuk alasan ini, perangkat penilaian yang dikem-
bangkan di negara-negara berpenghasilan tinggi,
seperti Wchsler Intelligence Scale for Children,
tidak bisa dipakai di negara atau masyarakat lain.
Kerangka rujukan bisa juga bervariasi, dan perangka
survei tidak bisa menangkap adat istiadat lokal,
pemahaman budaya, bahasa dan ungkapan.
Selanjutnya, tujuan-tujuan khusus dari pengumpulan
data berkemungkinan akan mempengaruhi definisi
dari apa yang merupakan ‘disabilitas’, pertanyaan
yang diajukan dan angka yang dihasilkan. Misalnya,
kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan kepa-
tutan untuk manfaat disabilitas berkemungkinan
akan lebih terbatas dibandingkan dengan kriteria
untuk survei yang dilakukan untuk mengidentifikasi
semua orang yang memiliki keterbatasan fungsional,
yang menghasilkan berbagai angka.
Banyak anak yang diidentifikasi memiliki disabilitas
ketika mereka berhadapan dengan sistem pendidik-
an atau perawatan kesehatan. Tapi di negara atau
masyarakat berpenghasilan rendah, staf sekolah
dan klinik mungkin tidak akan bisa secara mengenali
RANGKUMAN EKSEKUTIF 19
Dari penapisan ke penilaian
Para pakar pengukuran disabilitas anak sepakat bahwa usaha-usaha penapisan harus diikuti oleh penilaian
mendalam. Pengalaman di Bhutan, Kamboja, dan Makedonia memberikan pelajaran penting untuk pengukuran
disabilitas anak dan adaptasi metodologi ke dalam konteks lokal. Mereka juga menyatakan menunjukkan kekuatan
transformatif dari pengumpulan data.
Komposisi tim penilai inti dan jenis perangkat yang dipakai disesuaikan dengan kapasitas lokal. Pada saat kajian
itu dilakukan, baik Bhutan maupun Kamboja menghadapi kekurangan penilaian yang berkualitas. Di Kamboja,
tim penilai keliling dipekerjakan dan seorang spesialis mendengar dibawa dari luar negeri, sementara di Bhutan
penekanannya adalah pada pelatihan profesional tingkat menengah.
Penilaian itu menunjukkan bahwa perangkat-perangkat seperti kuesioner dan tes harus divalidasi secara lokal dan
harus sesuai secara budaya. Bahasa harus mendapatkan perhatian yang serius – misalnya, dalam mencari padanan
bahasa yang tepat untuk konsep-konsep seperti ‘kecacatan’ dan ‘disabilitas’.
Dengan adanya penilaian, muncul pula potensi untuk intervensi segera. Di Kamboja, misalnya, beberapa anak yang
dinyatakan positif mengalami kesulitan mendengar ditemukan mengalami infeksi telinga atau kotoran telinga yang
menggumpal. Begitu telah diidentifikasi, kondisi seperti ini dengan mudah bisa diobati dan infeksi sekunder yang
lebih serius dan kerusakan jangka panjang bisa dicegah.
Penilaian juga bisa membantu peningkatan kesadaran dan memicu perubahan bahkan sewaktu proses
pengumpulan dan analisis data tengah berlangsung. Bila penilaian di Bhutan memperlihatkan tingginya kejadian
disabilitas kognitif sedang di kalangan anak-anak dari keluarga miskin dan ibu yang kurang terdidik, pemerintah
memutuskan untuk fokus pada perkembangan dini dan pelayanan pengasuhan di wilayah pedesaan, di mana
tingkat penghasilan dan pendidikan lebih rendah.
Strategi untuk intervensi atas nama anak yang diidentifikasi memiliki disabilitas harus dimasukkan dalam
penilaian sejak tahap awal perencanaan. Strategi yang demikian harus mencakup pemetaan pelayanan yang ada,
pengembangan protokol rujukan dan persiapan materi informasi untuk keluarga tentang bagaimana menyesuaikan
lingkungan anak untuk meningkatkan fungsi dan partisipasi di rumah dan di masyarakat.
atau mencatat kehadiran anak-anak penyandang
disabilitas. Kurangnya informasi tentang anak-anak
penyandang disabilitas di negara-negara berpeng-
hasilan rendah telah menimbulkan miskonsepsi
bahwa disabilitas tidak perlu mendapatkan prioritas
global.
Instrumen pengumpulan data umum – seperti
sensus atau survei rumah tangga – berkemungkin-
an akan meremehkan jumlah anak penyandang
disabilitas, terutama apabila survei tersebut tidak
secara khusus menanyakan soal itu. Survei rumah
tangga yang melakukan itu telah menghasilkan hasil
yang lebih akurat dibandingkan yang menanyakan
tentang disabilitas secara umum, tanpa rujukan
pada anak. Pertanyaan yang lebih beragam dan rinci
tentang subyek tersebut cenderung menghasilkan
angka prevalensi yang lebih tinggi.
Untuk melaporkan disabilitas anak secara lebih
akurat, pilihan pertanyaan harus disesuaikan de-
ngan usia anak guna menggambarkan tahap-tahap
perkembangan dan kapasitas anak yang terus
berkembang. Mengingat kompleksitas proses
perkembangan selama dua tahun pertama kehidup-
an anak, tidaklah mudah untuk membedakan disa-
bilitas dengan variasi dalam perkembangan normal
tanpa perangkat atau penilaian yang khusus.
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas20
Banyak instrumen pengumpulan data didasarkan
hanya pada respons orang tua, yang mungkin saja
tidak memiliki pengetahuan tentang ukuran spesi-
fik yang digunakan untuk mengevaluasi anak pada
setiap tahap perkembangannya. Orang tua bisa
menyatakan kesulitan berdasarkan kondisi tem-
porer seperti infeksi telinga, dan mereka bisa juga
mengabaikan tanda-tanda tertentu, atau ragu untuk
melaporkannya karena itu kurang bisa diterima atau
stigma yang melingkupi disabilitas dalam budaya
mereka.
Usaha-usaha untuk mengukur disabilitas anak
menghadirkan sebuah kesempatan untuk mengait-
kan penilaian dengan strategi intervensi. Meskipun
intervensi awal itu penting sekali, namun kapasitas
dan sumber daya untuk menindaklanjuti penilaian
dan dukungan untuk anak yang ditapis positif untuk
disabilitas seringkali langka.
Data yang memuat jenis dan keparahan disabilitas
anak serta rintangan bagi anak untuk berfungsi dan
berpartisipasi di masyarakat, bila digabungkan de-
ngan indikator sosio-ekonomi yang relevan, dapat
Sebuah langkah ke depan
UNICEF, bekerja sama dengan Washington Group on Disability Statistics dan sejumlah pemangku kepentingan,
mengadakan konsultasi untuk meningkatkan metodologi yang digunakan untuk mengukur disabilitas anak dalam
Multiple Indicator Cluster Surveys dan usaha pengumpulan data lainnya, guna menghasilkan angka-angka yang
bisa diperbandingkan secara nasional dan meningkatkan harmonisasi data tentang fungsi anak dan disabilitas
secara internasional.
Perangkat penapisan yang sedang dikembangkan mencakup anak usia antara 2-17 tahun dan menggunakan
skala pemeringkatan untuk menilai ucapan dan bahasa, pendengaran, penglihatan, pembelajaran (perkembangan
kognisi dan intelektual), mobilitas dan ketrampilan motoris, emosi, dan perilaku; ini juga mencakup aspek-aspek
kemampuan anak untuk berpartisipasi dalam sejumlah aktivitas dan interaksi sosial. Juga sedang dikembangkan
sebuah metodologi menyeluruh yang standar untuk penilaian yang lebih mendalam tentang disabilitas pada
anak, dengan protokol pengumpulan data, perangkat penilaian dan sebuah kerangka analisis.
Mengingat bahwa spesialis mungkin tidak banyak di beberapa daerah, sebuah toolkit sedang dirancang untuk
memungkinkan guru, pekerja masyarakat dan profesional terlatih lainnya untuk melaksanakan metodologi baru.
Ini akan memperkuat kapasitas lokal untuk mengidentifikasi dan menilai anak penyandang disabilitas yang
berisiko terhadap pengucilan sosial dan berkurangnya partisipasi.
membantu memberitahukan keputusan-keputusan
tentang bagaimana mengalokasikan sumber daya,
menghilangkan rintangan, merancang dan memberi-
kan pelayanan, dan mengevaluasi intervensi-inter-
vensi yang demikian. Misalnya, data bisa digunakan
untuk memetakan apakah penghasilan, gender atau
status minoritas mempengaruhi akses pada
pendidikan atau imunisasi untuk anak penyandang
disabilitas. Monitoring reguler memungkinkan untuk
menilai apakah inisiatif yang dirancang untuk ber-
manfaat bagi anak bisa memenuhi tujuan mereka.
Ada kebutuhan yang jelas untuk mengharmoniskan
pengukuran disabilitas anak guna menghasilkan
perkiraan yang bisa diandalkan, valid dan bisa diper-
bandingkan secara internasional. Namun demikian,
kondisi pengumpulan data disabilitas anak yang
terfragmentasi sekarang ini bukanlah alasan untuk
mengalihkan aksi yang bermakna menjadi inklusi;
begitu data dan analisis baru muncul, hal itu akan
memberikan kesempatan untuk mengadaptasi pro-
gram-program yang ada dan terencana untuk anak
penyandang disabilitas dan keluarga mereka.
RANGKUMAN EKSEKUTIF 21
Karena negara-negara di dunia berulang kali mene-
gaskan komitmen mereka untuk membangun
masyarakat yang lebih inklusif, situasi kebanyakan
anak penyandang disabilitas dan keluarga mereka
telah meningkat. Tapi kemajuan itu bervariasi antara
satu negara dengan negara lainnya, dan banyak anak
penyandang disabilitas terus menghadapi rintangan
untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sipil,
sosial dan budaya di masyarakatnya. Mewujudkan
janji kesetaraan melalui inklusi memerlukan aksi di
berbagai wilayah dan oleh banyak pelaku.
Meratifikasi dan melaksanakan Konvensi-konvensiSebagaimana telah dimulai tahun 2003, sebanyak 127
negara dan Uni Eropa telah meratifikasi KHPD dan 193
negara telah meratifikasi KHA, yang memperlihatkan
komitmen kepada seluruh warga negara.
Ratifikasi itu sendiri tidak akan mencukupi; mengingat
komitmen dalam prakteknya akan memerlukan tidak
hanya penegakan yang rajin tapi juga monitoring
yang ketat, akuntabilitas dan adaptasi. Prosesnya
akan memerlukan usaha di pihak pemerintah pusat,
otoritas lokal, pegawai, organisasi orang cacat dan
asosiasi orang tua. Organisasi internasional dan
donor bisa menyelaraskan bantuan mereka dengan
instrumen-instrumen internasional ini.
Memerangi diskriminasiDiskriminasi merupakan akar dari banyak tantangan
yang dihadapi anak penyandang disabilitas dan kelu-
arga mereka. Penegasan kesamaan hak dan Non-
diskriminasi dalam undang-undang dan kebijakan
perlu dilengkapi dengan usaha-usaha untuk mening-
katkan kesadaran tentang disabilitas di kalangan
masyarakat umum, mulai dari mereka yang memberi-
kan pelayanan penting kepada anak di bidang kese-
hatan, pendidikan, dan perlindungan.
Negara-negara anggota KHPD dan PBB dan badan-
badannya telah menyatakan komitmen mereka
untuk melakukan kampanye peningkatan kesadaran,
dan mereka juga diminta untuk memberikan infor-
masi kepada anak dan keluarga mereka tentang
bagaimana mencegah dan melaporkan eksploitasi,
kekerasan, dan penyalahgunaan.
Badan-badan internasional dan pemerintah mereka
dan mitra masyarakat bisa membantu mengatasi
prasangka dengan memberikan pejabat dan pega-
wai pemerintah pemahaman yang lebih mendalam
tentang hak, kapasitas dan tantangan yang dihadapi
oleh anak penyandang disabilitas. Organisasi orang
tua bisa memainkan peranan penting dan harus
diperkuat sehingga anak penyandang disabilitas
dihargai, dipuja, dan didukung oleh keluarga me-
reka dan masyarakat.
Diskriminasi atas dasar disabilitas adalah sebuah
bentuk penindasan. Membangun kekuatan untuk
perlindungan dari diskriminasi merupakan hal pen-
ting dalam mengurangi kerentanan anak penyan-
dang disabilitas. Sementara legislasi yang melarang
diskriminasi tidak ada, organisasi orang cacat dan
masyarakat sipil secara keseluruhan akan terus
memiliki peranan penting dalam menekan dilahir-
kannya undang-undang yang semacam itu.
Nguyen, yang mengalami autisme, mengikuti kelas yang sengaja dirancang sesuai kebutuhannya di Da Nang Inclusive Education Resource Centre di Viet Nam. Pusat-pusat semacam itu dibangun untuk membantu anak mempersiapkan diri untuk masuk dalam sekolah arus utama inklusif. © UNICEF/Viet Nam/2012/Bisin
AGENDA UNTUK AKSI
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas22
Konvensi Hak Penyandang Disabilitas danProtokol Pilihan: Tanda tangan dan ratifikasi
155NEGARA-NEGARA TELAH
MENANDATANGANI KONVENSI *
128NEGARA-NEGARA TELAH
MERATIFIKASI KONVENSI*
91NEGARA-NEGARA TELAH
MENANDATANGANI PROTOKOL
76
NEGARA-NEGARA TELAH
MERATIFIKASI PROTOKOL
27
NEGARA-NEGARA
BELUM MENANDATANGANI
Mengatasi rintangan terhadap inklusi
Seluruh lingkungan anak – sekolah, fasilitas kesehat-
an, transportasi umum dan sebagainya – bisa diba-
ngun untuk memudahkan akses dan mendorong par-
tisipasi anak penyandang disabilitas bersama dengan
rekan-rekannya. Bilamana anak berinteraksi dan sa-
ling memahami di semua tingkat kemampuan, me-
reka semua akan memperoleh manfaat. Rancangan
universal – yang mempromosikan kebergunaan oleh
semua orang sampai sejauh yang mungkin dilakukan
– harus dipakai untuk membangun semua infrastruk-
tur publik dan swasta, serta untuk pengembangan
kurikulum sekolah yang inklusif, program pelatihan
vokasi, dan undang perlindungan anak, kebijakan
dan pelayanan.
Pemerintah memiliki peranan yang menentukan
dalam memperkenalkan dan melaksanakan langkah-
langkah legislatif, administratif, dan pendidikan yang
diperlukan untuk melindungi anak penyandang disa-
bilitas dari segala bentuk eksploitasi, kekerasan, dan
penyalahgunaan. Tidaklah tepat untuk menciptakan
sistem yang terpisah untuk anak penyandang disa-
bilitas – tujuannya adalah mekanisme perlindungan
yang inklusif dan bermutu yang sesuai dan bisa diak-
ses oleh semua anak.
*Termasuk Uni EropaSumber: UN Enable; United Nations Treaty Collection. Untuk catatan tentang penggunaan istilah, periksa hal. 25
AfghanistanAlbaniaAljazairAndorraAngolaAntigua dan BarbudaArgentinaArmeniaAustraliaAustriaAzerbaijanBahamaBahrainBangladeshBarbadosBelarusBelgiaBelizeBeninBhutan
BoliviaBosnia and HerzegovinaBotswanaBrasilBrunei DarussalamBulgariaBurkina FasoBurundiKambojaKamerunKanadaCape VerdeRepublik Afrika tengahChadChiliCinaKolombiaKepulauan KomoroCongoCook Islands
Kosta RicaPantai GadingKroasiaCubaSiprusRepublik CekoRepublik RakyatKoreaRepublik DemokrasiKongoDenmarkJiboutiDominikaRepublik DominikaEkuadorMesirEl SalvadorEquatorial GuineaEritreaEstonia
EtiopiaFijiFinlandiaFranceGabonGambiaGeorgiaJermanGhanaYunaniGrenadaGuatemalaGuineaGuinea-BissauGuyanaHaitiHondurasHungariaIslandiaIndia
Meratifikasi KonvensiMenandatangani Konvensi Menandatangani Protokol Meratifikasi Protokol Tidak menandatangani
Salah satu mekanisme itu adalah pencatatan kela-
hiran, sebuah elemen penting dari perlindungan.
Usaha-usaha untuk mencatatkan anak penyandang
disabilitas – dan oleh sebeb itu membuat mereka jadi
perhatian – patut dijadikan prioritas.
Mengakhiri institusionalisasiInstitusi adalah pengganti yang buruk untuk
mengembangkan kehidupan rumah, meskipun mere-
ka dijalankan dan dimonitor dengan baik. Langkah-
langkah langsung untuk mengurangi ketergantungan
pada institusi bisa meliputi moratorium penerimaan
anak di institusi. Ini harus disertai dengan promosi
dan peningkatan dukungan untuk pengasuhan
berbasis keluarga dan rehabilitasi berbasis masyara-
kat. Membuat pelayanan publik, sekolah dan sistem
kesehatan bisa diakses dan tanggap terhadap kebu-
tuhan anak penyandang disabilitas dan keluarga me-
reka akan mengurangi tekanan untuk mengirim anak
ke institusi.
Mendukung keluargaDisabilitas dalam keluarga seringkali dikaitkan de-
ngan biaya hidup yang semakin tinggi dan kehilang-
an kesempatan untuk mendapatkan penghasilan,
dan dengan demikian dapat meningkat resiko men-
jadi miskin atau tetap miskin. Kemiskinan membuat
anak sulit mendapatkan pelayanan yang mereka
RANGKUMAN EKSEKUTIF 23
IndonesiaIran (Islamic Republic of)IraqIrlandiaIsraelItaliaJamaikaJepangJordanKazakhstanKenyaKiribatiKuwaitKyrgyzstanRepublic DemokrasiLaosLatviaLebanonLesothoLiberiaLibiaLiechtensteinLithuaniaLuxemburgMadagaskarMalawiMalaysiaMaldivesMaliMaltaMarshall IslandsMauritania
MauritiusMexicoFederasi MikronesiaMonakoMongoliaMontenegroMarokoMozambiqueMyanmarNamibiaNauruNepalBelandaSelandia BaruNikaraguaNigerNigeriaNiueNorwegiaOmanPakistanPalauPanamaPapua New GuineaParaguayPeruFilipinaPolandiaPortugalQatarRepublic of KoreaRepublic of Moldova
RumaniaFederasi RusiaRwandaSaint Kitts and NevisSaint LuciaSaint Vincent danGranadaSamoaSan MarinoSao Tome and PrincipeSaudi ArabiaSenegalSerbiaSeychellesSierra LeoneSingapuraSlovakiaSloveniaSolomon IslandsSomaliaSouth AfricaSudan SelatanδSpainSri LankaSudanδSurinameSwazilandSwedenSwitzerlandSyrian Arab RepublicTajikistanThailand
The former Yugoslav Republic of MacedoniaTimor-LesteTogoTongaTrinidad and TobagoTunisiaTurkeyTurkmenistanTuvaluUgandaUkraineUnited Arab EmiratesUnited KingdomUnited Republic of TanzaniaUnited StatesUruguayUzbekistanVanuatuVenezuela (Bolivarian Republic of)Viet NamYemenZambiaZimbabwe
EtiopiaFijiFinlandiaFranceGabonGambiaGeorgiaJermanGhanaYunaniGrenadaGuatemalaGuineaGuinea-BissauGuyanaHaitiHondurasHungariaIslandiaIndia
KEADAAN ANAK DI DUNIA 2013: Anak Penyandang Disabilitas24
butuhkan dan teknologi yang bisa membantu
mereka.
Kebijakan sosial harus mempertimbangkan keuang-
an dan biaya yang terkait dengan disabilitas. Ini
bisa dilakukan dengan hibah sosial, subsidi untuk
transportasi dan pendanaan untuk pembantu priba-
di atau pengasuhan berjangka. Tunjangan tunai
lebih mudah untuk dilakukan, lebih fleksibel dalam
memenuhi kebutuhan tertentu, dan juga menghargai
hak membuat keputusan orang dan anak. Program
bantuan tunai yang ada bisa diadaptasi sehingga
keluarga yang mengasih anak penyandang disabili-
tas tidak dikucilkan atau diberikan dukungan yang
tidak memadai.
Keluar dari standar minimumDukungan dan pelayanan yang ada harus senan-
tiasa dinilai dengan sebuah pandangan untuk men-
capai kualitas yang mungkin dicapai – tidak hanya
memenuhi standar minimum. Perhatian harus
dipusatkan pada pelayanan untuk anak seorang
perorangan dan mengubah seluruh sistem dan
masyarakat.
Dalam proses evaluasi, pentingnya partisipasi oleh
anak penyandang disabilitas dan keluarga mere-
ka tidak bisa dilebih-lebihkan. Anak dan remaja
penyandang disabilitas adalah sumber yang paling
berwenang tentang informasi mengenai apa yang
mereka butuhkan dan apakah kebutuhan mereka itu
dipenuhi.
Mengoordinasikan pelayanan untuk mendukung anakEfek dari disabilitas masuk ke semua sektor, yang
menuntut pelayanan yang terkoordinasi untuk
menangani sejumlah tantangan yang dihadapi anak
penyandang disabilitas dan keluarga mereka. Sebuah
program intervensi dini yang terkoordinasi di selu-
ruh sektor kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan
yang membantu mempromosikan identifikasi awal
dan pengelolaan disabilitas anak. Intervensi dini telah
terbukti membuahkan hasil yang lebih besar dalam
kapasitas fungsional, dan menghapus rintangan
awal dalam hidup kurang dari efek gabungan dari
rintangan ganda yang dihadapi anak penyandang
disabilitas.
Peningkatan dalam kemampuan akan memiliki dam-
pak yang lebih besar bila sistem sekolah mau dan
bisa menerima anak penyandang disabilitas dan
memenuhi kebutuhan mereka, sementara program
sekolah-kerja yang inklusif serta usaha ekonomi
untuk meningkatkan pekerjaan para penyandang
disabilitas akan membuat usaha untuk mendapatkan
pendidikan akan lebih bermakna bagi mereka.
Melibatkan anak penyandang disabilitas dalam membuat keputusanAnak-anak dan remaja penyandang disabilitas berada
di pusat usaha untuk membangun masyarakat yang
inklusif – bukan hanya sebagai penerima manfaat,
tapi sebagai agen perubahan. Mereka dianggap
mampu untuk memberikan informasi tentang apakah
kebutuhan mereka sudah dipenuhi atau tidak.
Negara-negara peserta KHA dan KHPD telah mene-
gaskan hak anak penyandang disabilitas untuk meng-
ungkapkan pandangan mereka tentang hal-hal yang
Anak penyandang disabilitas dan bukan penyandang ikut ambil bagian dalam perayaan sekolah di Bangladesh. ©UNICEF/BANA2007-00655/Siddique
RANGKUMAN EKSEKUTIF 25
menyangkut diri mereka dan ditanyai pandangannya
ketika legislasi dan kebijakan menyangkut diri mereka
dikembangkan dan diimplementasikan. Untuk tujuan
itu, para pembuat keputusan perlu berkomunikasi
dengan cara-cara dan menggunakan sarana yang
mudah diakses dan digunakan oleh anak dan remaja
penyandang disabilitas.
Hak untuk didengar berlaku bagi semua anak.
Seorang anak yang bisa mengungkapkan pikirannya
kecil kemungkinan untuk disalahgunakan atau dieks-
ploitasi. Partisipasi sangat penting bagi kelompok-
kelompok pinggiran seperti anak-anak yang tinggal di
institusi.
Janji global, tes lokalGuna memenuhi janji KHPD dan KHA, badan-badan
internasional dan donor dan para mitra nasional dan
lokal mereka bisa memasukkan anak penyandang
disabilitas dalam tujuan, target dan monitoring dari
seluruh program pembangunan.
Data yang andal dan obyektif adalah penting untuk
membantu dalam perencanaan dan alokasi sumber
daya dan untuk menempatkan anak penyandang
disabilitas secara lebih jelas dalam agenda pemban-
gunan. Untuk memberikan dorongan pada pekerjaan
statistik yang diperlukan, donor internasional bisa
mempromosikan agenda riset global bersama ten-
tang disabilitas. Sementara itu, program dan angga-
ran bisa dirancang untuk memungkinkan modifikasi
sebagai informasi tambahan disediakan.
Bukti akhir dan seluruh usaha global dan nasional
akan bersifat lokal, ujian apakah setiap anak penyan-
dang disabilitas bisa menikmati hak-hak mereka
– termasuk akses pada pelayanan, dukungan dan ke-
sempatan – sebagaimana dengan anak lain, bahkan
di tempat yang paling terpencil dan kondisi yang pa-
ling tidak menguntungkan.
Konvensi, protokol pilihan, tanda tangan dan ratifikasi
Konvensi adalah sebuah perjanjian multilateral formal antara banyak negara anggota
Protokol Pilihan untuk Konvensi adalah instrumen hukum yang dimaksudkan untuk melengkapi perjanjian awal dengan
membuat hak atau kewajiban tambahan. Protokol yang semacam itu bersifat pilihan dalam arti bahwa Negara peserta
Konvensi itu tidak secara otomatis terikat dengan aturan-aturannya, tapi harus meratifikasinya secara independen. Dengan
demikian, Negara bisa menjadi anggota Konvensi tapi tidak untuk Protokol pilihannya.
Dalam banyak hal, sebuah Negara menjadi anggota sebuah Konvensi dengan mengikuti dua langkah berikut: tanda
tangan dan ratifikasi.
Dengan menandatangani sebuah Konvensi, sebuah Negara menunjukkan maksudnya untuk mengambil langkah-langkah
untuk memeriksa Konvensi itu dan kesesuaiannya dengan undang-undang domestik. Tanda tangan tidak membuat
kewajiban hukum untuk terikat dengan aturan Konvensi itu, tapi itu menunjukkan bahwa Negara tidak akan mengambil
tindakan yang akan merendahkan tujuan dari Konvensi itu.
Ratifikasi adalah sebuah tindakan konkret dengan mana sebuah Negara setuju untuk secara hukum terikat dengan aturan-
aturan Konvensi itu. Dalam beberapa hal, sebuah negara akan menyetujui sebuah Konvensi atau Protokol pilihan. Pada
intinya, persetujuan itu seperti meratifikasi tanpa harus menandatangani.
Definisi yang lebih rinci ada pada<http://treaties.un.org/Pages/overview.aspx?path=overview/definition/page1_en.xml>. The Convention on the Rights of Persons with Disabilities is available at<http://treaties.un.org/doc/Publication/CTC/Ch_IV_15.pdf>. The Optional Protocol is available at <http://treaties.un.org/doc/Publication/CTC/Ch-15-a.pdf>.
Di suatu tempat, seorang anak diberi tahu bahwa ia tidak bisa bermain karena ia tidak bisa berjalan, atau bahwa ia tidak bisa belajar karena tidak bisa melihat. Anak itu patut mendapatkan kesempatan untuk bermain. Dan kita semua memperoleh manfaat ketika anak itu, dan semua anak, bisa membaca, belajar, dan memberikan kontribusinya.
Jalannya akan sangat menantang. Tapi anak-anak tidak menerima pembatasan yang tidak perlu. Kita juga tidak.
Anthony LakeDirektur Eksekutif, UNICEF
Foto Sampul:Anak Sekolah berbaris memasuki ruang kelas mereka, Foto diambil tahun 2007 di Suriah. © UNICEF/HQ2007-0745/Noorani
Disain oleh Prographics, Inc.
Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh: Agus Riyanto,M.Ed
United Nations Children’s Fund3 United Nations PlazaNew York, NY 10017 [email protected] www.unicef.org/sowc2013www.unicef.or.id
© United Nations Children’s Fund (UNICEF) May 2013
Untuk membaca laporan secara on-line, silakan pindai code QR ini atau silakan akses melaluiwww.unicef.org/sowc2013
”
“