46
PROPOSAL SKRIPSI “ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PADA INDUSTRI KECIL” Tugas: Metologi Penelitian. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Nama : JOMPUTRA ARICTOJA Nim : 108084000042 Prodi : IESP Konsentrasi: Pembangunan

ANALISA FAKTOR

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISA FAKTOR

PROPOSAL SKRIPSI

“ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN

PADA INDUSTRI KECIL”

Tugas: Metologi Penelitian.

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Nama : JOMPUTRA ARICTOJA

Nim : 108084000042

Prodi : IESP

Konsentrasi: Pembangunan

JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Page 2: ANALISA FAKTOR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan yang dilakukan secara

terus menerus dan merupakan perbaikan ke arah yang lebih baik. Sedangkan tujuan

pembangunan secara umum adalah menciptakan kemakmuran masyarakat yang adil dan

merata. Dua hal yang tidak bisa dipisahkan adalah mengenai peningkatan taraf hidup dan

pemerataan pendapatan masyarakat. Usaha-usaha pemerintah telah banyak dilakukan untuk

merealisasikan tujuan tersebut yaitu melaksanakan pembangunan disegala bidang kehidupan

dan menitikberatkan pada pembangunan ekonomi yang didukung oleh bidang-bidang lainnya.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam GBHN maka pembangunan ekonomi didalam rangka

pembangunan Nasional Jangka Panjang mempunyai sasaran utama mencapai keseimbangan

antara bidang-bidang pertanian dan bidang industri (Hadi Prayitno, 1987: 51).

Berbicara mengenai industri, tidak hanya ditujukan kepada industri-industri besar dan

menengah saja, tetapi juga diarahkan kepada industri kecil dan industri rumah tangga.

Penggolongan industri kecil selaras dengan arah pemasaran produknya dibagi ke dalam

empat golongan sebagai berikut :

1. Industri kecil yang menghasilkan produk-produk (komponen-komponen bagi industri

besar dan menengah).

2. Industri kecil yang menghasilkan barang-barang jadi untuk pasaran umum.

3. Industri kecil atau lebih tepat lagi kerajinan yang membuat barang-barang yang bercitra

seni, umumnya untuk lingkungan pariwisata.

4. Industri kecil atau lebih tepat lagi industri pedesaan yang memberi jasa dan membuat

barang untuk pasaran terbatas diwilayah pedesaan.

Page 3: ANALISA FAKTOR

Kondisi Industri Kecil 1993-1998Perusahaan-perusahaan yang tergolong industri kecil di Indonesia (dengan menggunakan

definisi tenaga kerja kurang dari 20 orang) merupakan bagian terbesar dari unit usaha kecil

manufaktur yang ada (lebih dari 99%) dan menyerap hampir 60% tenaga kerja. Lebih dari

90% unit usaha yang tergolong ke dalam IK adalah berupa industri kerajinan dan rumah

tangga (didefinisikan sebagai perusahaan dengan tenaga kerja kurang dari 5 orang) yang

menyerap hampir 40% tenaga kerja sektor manufaktur. Kelompok industri dengan tenaga

kerja 5-19 orang (yaitu IK menurut definisi BPS) memiliki distribusi jumlah tenaga kerja

yang condong pada skala lebih kecil : 67,4% adalah memiliki jumlah tenaga kerja 5-7 orang;

16,3% perusahaan dengan 8-10 tenaga kerja; dan 18,3% perusahaan dengan tenaga kerja 11-

19 orang (BPS, 1995).

Mungkin diantara kita tidak pernah mengira bahwa bangsa Indonesia yang sebelumnya

mengalami pertumbuhan yang pesat, secara tiba-tiba mengalami krisis luar biasa. Akibatnya,

terjadilah kemerosotan ekonomi dan krisis luar biasa dan sudah dapat diduga bidang-bidang

kehidupan lainnya juga ikut terganggu. Para ahli berpendapat bahwa permasalahan terjadi

karena kesalahan pemilihan strategi pembangunan yang hanya memacu pertumbuhan

ekonomi dengan mengandalkan sektor industri manufaktur yang berskala menengah dan

besar saja. Padahal jika kita telusuri lebih lanjut, usaha kecil memegang peranan yang penting

dalam perekonomian terutama dalam negara yang sedang berkembang. Bukan hanya karena

sifatnya yang sangat padat karya sehingga dapat mengurangi permasalahan pengangguran,

tetapi juga sebagai suatu struktur sosial yang dapat berproduksi dengan efektif dan dengan

investasi yang kecil. Selain itu juga, sektor ini tidak terkait dengan hutang luar negeri maupun

bahan baku impor, jadi meskipun terjadi krisis, sektor ini masih tetap bisa bertahan.

Seperti pada industri gula merah di Desa Bades, Kecamatan Pasirian, Kabupaten

Lumajang yang akan peneliti bahas selanjutnya. Dari tahun ke tahun jumlah industri yang ada

semakin meningkat. Pada tahun 1997 jumlah unit usaha yang ada sebanyak 122 unit usaha

Page 4: ANALISA FAKTOR

menjadi 350 unit usaha pada tahun 2001 dengan tenaga kerja kurang lebih 700 orang

(Sumber: Data Monografi Desa Bades 2001). Hal ini membuktikan bahwa meskipun terjadi

krisis, industri kecil tetap bisa bertahan. Bahkan merupakan salah satu penopang

perekonomian rakyat karena dapat menyerap tenaga kerja sehingga bisa mengatasi

pengangguran di Kabupaten Lumajang pada umumnya dan di Desa Bades, Kecamatan

Pasirian pada khususnya.

Terdapat beberapa alasan kuat yang mendasari resistensi dari keberadaan industri kecil

dan kerajinan rumah tangga dalam perekonomian Indonesia. Alasannya adalah :

1. Sebagian besar populasi industri kecil dan kerajinan rumah tangga berlokasi didaerah

pedesaan, sehingga jika dikaitkan dengan kenyataan tenaga kerja yang semakin

meningkat serta luas tanah garapan pertanian yang relatif berkurang, industri kecil

merupakan jalan keluar.

2. Beberapa jenis kegiatan industri kecil dan rumah tangga banyak menggunakan bahan

baku dari sumber-sumber di lingkungan terdekat (disamping tingkat upah murah) telah

menyebabkan biaya produksi dapat ditekan rendah.

3. Harga jual yang relatif murah serta tingkat pendapatan kelompok “bawah” yang rendah

sesungguhnya merupakan suatu “kondisi terjawab” tersendiri yang memberi peluang

bagi industri kecil dan kerajinan rumah tangga untuk tetap bertahan.

4. Tetap adanya permintaan terhadap beberapa jenis komoditi yang tidak diproduksi secara

masinal (misalnya batik tulis, anyam-anyaman, barang ukiran, dan sebagainya) juga

merupakan salah satu aspek pendukung (Irsan Azhari Saleh,1986:11).

Di sisi lain tampaknya pemerintah telah berusaha untuk terlibat dalam permasalahan

yang dihadapi oleh industri kecil yaitu dengan jalan meningkatkan pembinaan sektor

informal dalam rangka perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Akan tetapi

timbul permasalahan kembali karena kebijakan pengembangan industri kecil pada PELITA

Page 5: ANALISA FAKTOR

VII mempunyai banyak tujuan yang kurang jelas prioritasnya sehingga kebijakan-kebijakan

tersebut seringkali inkonsisten. Bantuan berupa subsidi, jaminan kredit atau penyertaan

modal merupakan intervensi pemerintah dalam perekonomian dan hanya efektif jika

pemerintah mempunyai kemampuan dalam menjalankannya. Kebanyakan bantuan

pemerintah adalah membantu mengkompensasi kelemahan internal perusahaan industri kecil,

sedangkan masalah yang menyangkut lingkungan usaha, seperti persaingan yang tidak sehat

kurang diperhatikan.

Di Desa Bades banyak sekali terdapat tanaman kelapa dan hanya dijual dalam bentuk

kelapa butiran. Akan tetapi ada pengembangan produk kelapa berupa diversifikasi usaha yang

dapat menghasilkan bentuk produk bernilai ekonomi tinggi bagi petani yaitu dengan usaha

pembuatan gula merah kelapa yang telah dilakukan sejak dari dulu dan bersifat turun

temurun. Gula kelapa atau gula merah adalah salah satu bahan pangan pemanis yang cukup

potensial untuk masa yang akan datang, baik sebagai kebutuhan dalam negeri maupun bahan

ekspor. Mengingat impor gula tebu dalam setiap tahun cukup besar, maka gula kelapa ini

juga tampaknya mempunyai potensi dan prospek yang baik sebagai bahan substitusi dari gula

tebu.

Masalah pokok yang dihadapi pengrajin dalam pengembangan usaha gula kelapa di Desa

Bades yaitu sistem usaha yang masih dalam bentuk usaha keluarga dengan teknologi serba

tradisional sehingga produktivitas yang diperoleh masih rendah dan hal ini mempengaruhi

pendapatan yang mereka peroleh. Perluasan skala usaha juga masih dibatasi oleh keterbatasan

sumber daya, dan yang paling penting adalah kebutuhan akan modal.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan diatas maka penulis tertarik untuk mengamati masalah

pendapatan pengrajin industri kecil dan mengkaji lebih dalam lagi tentang : “Analisa

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Pada Industri Kecil” .

Page 6: ANALISA FAKTOR

Permasalahan

Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dapat ditarik adanya beberapa

permasalahan yang akan dibahas dan diteliti lebih lanjut. Masalah-masalah tersebut antara

lain :

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan industri kecil?

2. Seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap tingkat pendapatan industri

kecil?

3. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi para pelaku industri kecil?

1.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan industri kecil.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap tingkat

pendapatan pada industri kecil.

3. Untuk mengetahui kehidupan sosial pelaku industri kecil.

1.3 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai sumbangan pemikiran dan informasi bagi pembuat kebijaksanaan terutama

pemerintah.

2. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap pihak industri kecil dalam menyikapi fenomena

mengenai pendapatan mereka, agar dapat lebih ditingkatkan lagi

3. Sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya baik dari segi pandangan maupun

pengetahuan yang berhubungan dengan masalah industri kecil.

Page 7: ANALISA FAKTOR

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Industri Kecil

Atribut ‘kecil’ pada industri kecil memiliki arti yang berbeda dalam berbagai konteks dan

lembaga yang menggunakannya, dan hal ini seringkali menimbulkan kekeliruan interpretasi

bagi yang mencoba mengadopsi kebijakan atau pengalaman negara lain dalam

pengembangan industri kecil. BPS di Indonesia menggunakan kriteria perusahaan dengan

jumlah tenaga kerja 1-4 orang sebagai industri kerajinan dan rumah tangga, perusahaan

dengan tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan tenaga kerja 20-99

orang sebagai industri sedang atau menengah, dan perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari

100 orang sebagai industri besar. Deperindag mendefinisikan industri kecil berdasarkan asset

dan kepemilikan, yaitu perusahaan yang memiliki asset sampai Rp. 600 juta di luar tanah dan

bangunan yang ditempatinya dan dimiliki oleh warga negara Indonesia (BAPIK,1994) .

Undang-undang Usaha Kecil no. 9 tahun 1995 yang digunakan oleh Departemen Koperasi,

menetapkan kriteria usaha kecil sebagai usaha yang memiliki kekayaan bersih maksimum Rp.

200 juta di luar tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.

1 miliar dan dimiliki oleh warga negara Indonesia.

2.1.1 Kriteria Kelompok Industri Kecil

Industri kecil merupakan salah satu usaha yang termasuk dalam sektor informal. Dimana

sektor informal itu sendiri belum mempunyai definisi secara pasti. Sedangkan ciri-ciri dari

sektor informal seperti yang dijelaskan oleh Payaman J. Simanjuntak (1985: 98-99) adalah

sebagai berikut: Pertama, kegiatan usaha umumnya sederhana, tidak terlalu tergantung pada

kerjasama banyak orang dan sistem pembagian kerja yang ketat, sehingga dapat dilakukan

Page 8: ANALISA FAKTOR

oleh semua orang yang berminat maupun kerjasama dengan beberapa orang. Kedua, skala

usaha relatif kecil, baik modal usaha maupun omset penjualan, umumnya kecil. Ketiga, usaha

sektor informal umumnya tidak mempunyai ijin usaha seperti pada Firma atau Perusahaan

Terbatas. Keempat, untuk bekerja disektor informal lebih mudah daripada bekerja disektor

formal. Seseorang bisa memulai dan melakukan sendiri usaha informal maupun bergabung

dengan orang lain, misalnya karena persahabatan atau karena adanya hubungan keluarga.

Kelima, tingkat penghasilan disektor informal umumnya rendah walaupun tingkat

keuntungan kadang-kadang cukup tinggi, akan tetapi karena omset penjualan relatif kecil,

keuntungan absolut umumnya menjadi kecil. Keenam, keterkaitan sektor informal dengan

usaha-usaha lain sangat kecil. Hal ini disebabkan karena kebanyakan usaha-usaha sektor

informal berfungsi sebagai produsen yang menyalurkan barang langsung ke konsumen

sehingga sangat mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi pada konsumen. Ketujuh,

usaha sektor informal beraneka ragam seperti pedagang kaki lima, tukang sepatu, serta usaha-

usaha rumah tangga seperti pembuatan tempe, dan termasuk juga usaha pengolahan gula

merah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Berdasarkan eksistensi dinamisnya industri kecil dan kerajinan rumah tangga

Indonesia dapat dibagi kedalam tiga kelompok kategori yaitu : Yang pertama, industri lokal

adalah kelompok industri yang menggantungkan hidupnya pada pasar setempat yang terbatas

serta lokasinya relatif tersebar. Skala usaha umumnya kecil dan mencerminkan pola

pengusahaan yang bersifat subsisten. Selain itu target pemasarannya sangat terbatas sehingga

menyebabkan kelompok ini menggunakan sarana transportasi yang sederhana (misalnya :

sepeda, gerobak, dan pikulan). Peran pedagang perantara kurang menonjol pada kelompok

industri lokal karena pemasaran hasil produksinya ditangani sendiri. Kegiatan industri lokal

pada dasarnya merupakan aktivitas sambilan. Dibeberapa tempat kegiatan industri lokal ini

bahkan kurang memiliki nilai ekonomis dan semata-mata hanya untuk membantu kegiatan

Page 9: ANALISA FAKTOR

utama. Namun sebaliknya, lambat laun industri lokal ini menampakkan prospek tumbuh yang

semakin baik, karena usaha ini semakin mampu menciptakan kekuatan bertahan secara

permanen dalam proses perkembangan selanjutnya. Yang kedua, industri sentra adalah

kelompok industri yang mempunyai skala kecil, tetapi membentuk suatu pengelompokan atau

kawasan produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang sejenis.

Target pemasaran umumnya menjangkau pasar yang lebih luas daripada kategori yang

pertama, sehingga peranan pedagang perantara atau pedagang pengumpul menjadi cukup

menonjol. Pertumbuhan industri ini sangat dipengaruhi oleh terkonsentrasinya bahan mentah

bagi suatu produksi di daerah-daerah tertentu. Sementara keahlian dan keterampilan tertentu

memang telah dipunyai oleh kelompok tertentu bagi terciptanya sentra-sentra industri kecil

itu. Yang ketiga, yaitu industri mandiri yang pada dasarnya merupakan kelompok industri

yang masih mempunyai sifat-sifat industri kecil, namun telah mampu mengadaptasi teknologi

produksi yang cukup canggih. Pemasaran hasil produksi kelompok ini relatif tidak tergantung

kepada peranan pedagang perantara (Irsan Azhari Saleh, 1986: 51-52).

2.2 Teori Produksi

2.2.1 Fungsi Produksi

Dalam membicarakan mengenai teori produksi menurut Ari Sudarman (1992 :124) hal

yang selalu mendapat tekanan adalah jumlah output yang selalu tergantung atau merupakan

fungsi dari faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara

output yang dihasilkan dan faktor-faktor produksi yang digunakan sering dinyatakan dalam

suatu fungsi produksi (production function).

Sedangkan Soekartawi (1994: 15-16) mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan

fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang

dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input.

Page 10: ANALISA FAKTOR

Fungsi produksi ini penting untuk mengetahui hubungan antara faktor produksi (input) dan

produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.

Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Y = f (X1, X2,…….,Xi,……Xn)

Dengan fungsi produksi seperti tersebut, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan

sekaligus hubungan X1…..Xn dan X lainnya dapat diketahui.

Proses produksi pada umumnya membutuhkan berbagai macam jenis faktor produksi.

Faktor –faktor produksi tersebut dapat diklasifikasikan manjadi faktor produksi tenaga kerja,

modal, dan bahan mentah. Dalam setiap proses produksi, ketiga faktor produksi tersebut

dikombinasikan dalam jumlah dan kualitas yang tertentu. Untuk lebih mudah, maka faktor

produksi dibagi menjadi dua macam, yaitu faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel.

Faktor produksi tetap adalah faktor produksi dimana jumlah yang digunakan dalam proses

produksi tidak dapat diubah secara cepat, bila pasar menghendaki perubahan jumlah output.

Misalnya gedung, mesin-mesin, dan tenaga pimpinan perusahaan dapat disebutkan sebagi

contoh faktor produksi yang bersifat tetap. Faktor-faktor produksi ini tidak dapat ditambah

atau dikurangi jumlahnya dalam waktu relatif singkat. Sedangkan faktor produksi variabel

adalah faktor produksi dimana jumlahnya dapat diubah-ubah dalam waktu yang relatif

singkat sesuai dengan jumlah output yang dihasilkan. Misalnya faktor produksi tenaga kerja,

bahan mentah dapat diklasifikasikan sebagai faktor produksi ini.

Sedangkan pembagian faktor produksi berdasarkan kurun waktu produksi dibagi

menjadi dua macam yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Kurun waktu jangka pendek

adalah menunjukkan kurun waktu dimana salah satu faktor produksi atau lebih bersifat tetap.

Jadi, dalam kurun waktu ini output dapat diubah jumlahnya dengan jalan mengubah faktor

produksi variabel yang digunakan dan dengan peralatan mesin yang ada. Yang dimaksud

dengan jangka panjang adalah kurun waktu dimana semua faktor produksi adalah bersifat

Page 11: ANALISA FAKTOR

TPL

Input tenaga kerja per periode

MPL, APL

APL

MPL

Input tenaga kerja per periodeL***L**L*

variabel. Ini berarti dalam jangka panjang, perubahan output dapat dilakukan dengan cara

mengubah faktor produksi dalam tingkat kombinasi yang seoptimal mungkin. Dalam jangka

pendek produsen dapat memperbesar output dengan jalan menambah jam kerja per ahri dan

pada tingkat skala perusahaan yang ada, teetapi dalam jangka panjang, mungkin akan lebih

ekonomis baginya bila ia menambah skala perusahaan dan tidak perlu manambah jam kerja.

2.2.2 Produktivitas Fisik Marginal Yang Semakin Menurun

Produktivitas fisik marginal suatu input tergantung pada berapa banyak input itu

digunakan. Misalnya, tenaga kerja tidak dapat ditambahkan secara tidak terbatas pada

sebidang tanah (sementara jumlah peralatan, pupuk, dan lain-lain dipertahankan tetap) tanpa

akhirnya menunjukkan suatu kerusakan pada produktivitasnya. Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1 Deviasi Kurva-kurva Produk Marjinal dan Produk

Rata-rata Tenaga Kerja dari Kurva Produk Total

a. Kurva Total Tenaga Kerja

b. Kurva Produk Marjinal dan Rata-rata Untuk Tenaga Kerja

Kuantias per periode

Page 12: ANALISA FAKTOR

Untuk sejumlah kecil L, output naik dengan cepat kalau L ditambah. Tetapi, karena

input-input lainnya tetap konstan, akhirnya kemampuan tenaga kerja tambahan untuk

menghasilkan output tambahan mulai merosot. Akhirnya pada L*** output mencapai tingkat

maksimumnya. Setiap tenaga kerja tambahan yang ditambahkan melampaui titik ini akan

mengurangi output. Sesudah L*** para pekerja tambahan justru akan menyebabkan output

total mulai menurun.

Produk fisik marjinal tenaga kerja adalah kemiringan kurva TPL. Kemiringan kurva TPL

hanya memperlihatkan bagaimana output bertambah kalau tenaga kerja tambahan ditambah.

Kurva produk marjinal (MPL) pada gambar menunjukkan bahwa MPL mencapai maksimum di

L* dan menurun karena ditambahkan tenaga kerja tambahan melampaui titik ini. Hal ini

merupakan pencerminan asumsi produk marjinal tenaga kerja yang semakin menurun. MPL

sama dengan O pada titik L*** tambahan input tenaga kerja selanjutnya akan menurunkan

output. Produksi tidak akan berlangsung setelah melampaui titik L*** karena dengan

menggunakan tenaga kerja lebih banyak akan menghasilkan output yang lebih sedikit untuk

perusahaan yang berganti.

Dengan menarik serangkaian garis penghubung melalui titik awal ke berbagai titik pada

kurva produk total (TPL), dapat dibuat kurva produk rata-rata tenaga kerja (APL). Dari gambar

2.1 dapat dilihat bahwa produktivitas marjinal dan rata-rata dari tenaga kerja adalah sama

pada L**. Untuk tingkat input tenaga kerja ini garis penghubung melalui titik awal tepat

menyinggung kurva TPL. Karena itu produk marjinal dan rata-rata tenaga kerja adalah sama.

Demikian pula pada L**, produk rata-rata tenaga kerja berada pada nilai maksimumnya.

Untuk tingkat-tingkat input tenaga kerja lebih kecil dari L**, produk marjinal tenaga kerja

(MPL) melebihi produk rata-ratanya (APL). Akibatnya penambahan satu pekerja lagi akan

menaikkan produktivitas rata-rata seluruh pekerja karena tambahan pada output dengan

Page 13: ANALISA FAKTOR

mempekerjakan pekerja tambahan ini emlebihi output yang diproduksi oleh rata-rata pekerja

sebelumnya.

2.3 Budget Line dan Alokasi Waktu

Barang konsumsi yang dapat dinikmati oleh suatu keluarga sebanding dengan

pendapatan keluarga yang bersangkutan dan ini sebanding dengan jumlah waktu yang

disediakan untuk bekerja. Waktu yang tersedia perhari bagi tiap-tiap keluarga sudah tetap,

yaitu jumlah angkatan kerja dalam keluarga itu dikalikan 24 jam. Dari jumlah waktu tersebut

keluarga yang bersangkutan harus menyediakan waktu untuk keperluan tidur, makan, dan

lain-lain yang bersifat personal. Sisanya dipakai untuk bekerja dan untuk waktu senggang.

Jadi pada dasarnya setiap penambahan barang konsumsi berarti juga mengurangi jumlah

waktu yang dapat dipergunakan untuk waktu senggang. Kenaikan tingkat upah berarti

pertambahan pendapatan. Dengan status ekonomi lebih tinggi, seseorang cenderung untuk

meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu senggang lebih banyak, yang berarti

mengurangi jam kerja (income effect). Dipihak lain kenaikan tingkat upah juga berarti harga

waktu menjadi lebih mahal. Nilai waktu yang lebih tinggi mendorong keluarga

mensubstitusikan waktu senggangnya untuk lebih banyak bekerja menambah konsumsi

barang. Penambahan waktu bekerja tersebut dinamakan substitution effect dari kenaikan

tingkat upah (Payaman Simanjuntak ,1985 :52-54). Dalam gambar 2.2 berikut ini

menjelaskan waktu yang tersedia buat keluarga untuk keperluan bekerja dan waktu

senggang :

Page 14: ANALISA FAKTOR

Gambar 2.2 Budget Line

Misalkan waktu yang tersedia buat keluarga untuk bekerja dan waktu senggang adalah

OH. Sedangkan pendapatannya adalah OA=HB. Bila seluruh waktu yang tersedia OH

digunakan untuk waktu senggang maka pendapatan keluarga tersebut hanya OA=HB, dan

tingkat utility keluarga tersebut hanya mencapai U1.. Tetapi bila keluarga yang bersangkutan

menggunakan seluruh waktu yang tersedia untuk bekerja sehingga waktu senggangnya = 0,

maka jumlah barang konsumsinya adalah OC dengan tingkat utility U2. Tingkat utility

maksimum dapat dicapai bila fungsi utility (U3) dan menyinggung Budget Line. Budget Line

merupakan tempat kedudukan titik-titik yang mencerminkan kombinasi jumlah barang

konsumsi dan waktu senggang sehingga jumlah waktu yang dipergunakan tetap. Dalam

gambar 2.2 OD menunjukkan jumlah waktu yang dipergunakan keluarga untuk waktu

senggang, sedangkan HD merupakan waktu yang dipergunakan untuk bekerja. Waktu

senggang diukur dari titik O ke H dan waktu bekerja diukur dari H ke O. Dengan bekerja

sebanyak HD jam, keluarga yang bersangkutan memperoleh upah senilai barang konsumsi

AF. Jumlah barang konsumsi keluarga adalah jumlah barang senilai hasil kerja ditambah

barang senilai pendapatan diluar hasil kerja.

OF = OA + AF

Waktu senggang

U1

U3U2

D H

BA

F

C

Barang konsumsi, upah

O

E

Page 15: ANALISA FAKTOR

Nilai barang konsumsi yang dapat dibeli dari hasil kerja satu jam dinamakan tingkat upah

yang dicerminkan dengan kecenderungan (slope) budget line. Semakin tinggi tingkat upah

semakin besar slope dari budget line.

2.4 Teori Human Capital

Pendidikan dan Latihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan

sumber daya manusia. Pendidikan dan latihan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi

juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja.

Pendidikan dan latihan dipandang sebagai investasi yang imbalannya dapat diperoleh

beberapa tahun kemudian dalam bentuk pertambahan hasil kerja yang tercermin dalam

tingkat upah. Hal ini sesuai dengan prinsip investasi dibidang usaha yaitu mengorbankan

konsumsi pada saat investasi dilakukan untuk memperoleh tingkat konsumsi yang lebih

tinggi beberapa waktu kemudian. Hal ini juga dilakukan dalam investasi di bidang sumber

daya manusia. Yang dikorbankan adalah sejumlah dana yang dikeluarkan dan kesempatan

memperoleh penghasilan selama proses investasi. Investasi yang demikian dinamakan human

capital. Asumsi dasar dari teori human capital adalah bahwa seseorang dapat meningkatkan

penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti,

disatu pihak, meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang, akan tetapi,

dipihak lain, menunda penerimaan penghasilan selama satu tahun dalam mengikuti sekolah

tersebut. Perbedaan tingkat pendapatan tersebut tidak saja disebabkan oleh perbedaan tingkat

pendidikan, tetapi juga oleh beberapa faktor lain seperti pengalaman kerja, keahlian, sektor

usaha, jenis usaha, lokasi, dan lain-lain. Namun diamati dalam kondisi yang sama, tingkat

pendapatan ternyata berbeda menurut tingkat pendidikan.

Latihan adalah salah satu aspek human capital. Latihan bisa dilakukan didalam dan diluar

pekerjaan. Pada umumnya latihan yang dilakukan diluar pekerjaan bersifat formal dan

dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan pegawai baik secara horisontal maupun

Page 16: ANALISA FAKTOR

vertikal. Peningkatan secara horisontal berarti memperluas aspek-aspek atau jenis pekerjaan

yang diketahui. Peningkatan secara vertikal berarti memperdalam pengetahuan mengenai

suatu bidang tertentu. Melihat hal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat

produktivitas seseorang juga berbanding lurus dengan jumlah dan lamanya latihan formal

yang diperoleh. Sedangkan latihan didalam pekerjaan juga meningkatkan produktivitas kerja

seseorang dan biasanya diukur dalam bentuk pengalaman kerja. Masa kerja seseorang tidak

mudah dicatat melalui survey, oleh sebab itu tingkat umur sering dianggap sebagai indikator

masa kerja dengan asumsi bahwa masa kerja adalah umur pada tahun yang berlaku dikurangi

umur pada saat mulai bekerja.

2.5 Penelitian Terdahulu

Pada umumnya produk utama yang dihasilkan dari tanaman kelapa di Indonesai hingga

sekarang masih tertuju dalam bentuk produk kelapa butiran, kopra, dan minyak kelapa.

Apabila petani hanya mengusahakan kelapa secara monokultur pada tingkat produktivitas

yang rendah, maka pendapatan yang diperoleh dalam bentuk produk ini tidak mampu

menjamin kehidupan petani secara layak. Sasaran pokok kebijakan pengembangan tanaman

kelapa di Indonesia adalah untuk mengimbangi antara laju pertumbuhan produksi dan

konsumsi kelapa secara nasional, sedangkan sasaran lainnya adalah untuk meningkatkan

pendapatan serta membuka lapangan kerja di pedesaan. Untuk mewujudkan sasaran yang

kedua ini telah diupayakan pengembangan produk kelapa berupa diversifikasi usaha yang

dapat menghasilkan bentuk produk bernilai ekonomi tinggi. (Jurnal terlampir)

Page 17: ANALISA FAKTOR

Kerangka Pemikiran

Dari tinjauan teoritis diatas dapat dijelaskan kerangka pemikiran sebagai berikut :

1. Modal

Pada industri kecil gula merah, faktor modal memiliki peranan yang sangat penting dalam

kegiatan produksi, dapat dikatakan bahwa modal merupakan faktor utama yang harus diberi

perhatian lebih. Adapun modal yang dimaksud adalah modal tetap dan modal tidak tetap.

Modal tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang-barang yang tidak

habis dalam satu kali proses produksi dan biasanya digunakan dalam jangka waktu yang

panjang/lebih dari satu tahun, misalnya membeli alat-alat yang digunakan untuk memasak,

alat-alat untuk menderes, dan lain-lain. Sedangkan modal tidak tetap yaitu biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk membeli bahan-bahan yang habis dalam satu kali proses produksi atau

jangka waktunya pendek atau kurang dari satu tahun, misalnya untuk membeli obat

pengawet, bahan bakar/sekam, dan lain-lain.

Kenaikan modal dalam skala yang lebih besar akan mendorong kenaikan produktivitas

dan output. Jadi modal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan.

MODAL

TENAGA KERJA

JAM KERJA

PENGALAMAN KERJA

PENDAPATAN INDUSTRI KECIL

Page 18: ANALISA FAKTOR

2. Tenaga Kerja

Faktor tenaga kerja merupakan faktor yang juga mempengaruhi pendapatan. Penggunaan

tenaga kerja yang efisien, baik jumlah maupun kualitas diharapkan mampu meningkatkan

produktivitas yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan pengrajin. Dalam hal ini

adalah tenaga kerja yang dibayar maupun yang tidak dibayar. Makin banyak jumlah anggota

keluarga yang terlibat dalam usaha gula merah, cenderung makin banyak pula jumlah pohon

yang dapat disadap sehingga gula yang dihasilkan juga semakin banyak.

3. Jam Kerja

Jam kerja erat kaitannya dengan tingkat pendapatan. Pendapatan seseorang dalam sektor

informal ditentukan oleh pencurahan waktu kerja untuk berproduksi dalam setiap harinya.

Karena tingkat upah dalam industri kecil bukan tingkat upah target, melainkan ditentukan

oleh barang dan jasa yang dihasilkan. Oleh karena itu tingkat pendapatan juga dipengaruhi

oleh jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh pengrajin dalam setiap harinya untuk

memproduksi gula merah.

4. Pengalaman Kerja

Yang dimaksud dengan pengalaman kerja adalah lamanya seseorang dalam

bekerja/menjalankan usaha. Ada asumsi yang mengatakan bahwa semakin lama seseorang

menekuni usaha tersebut maka keahlian yang mereka miliki semakin tinggi, sehingga akan

dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatannya.

2.7 Hipotesa

Hipotesa dapat didefinisikan sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian

yang kebenarannya harus terus diuji secara empiris. Berdasarkan permasalahan diatas, teori-

teori yang telah ada serta tujuan penulis maka hipotesa yang dapat dikemukakan adalah :

Page 19: ANALISA FAKTOR

“Diduga bahwa modal, tenaga kerja, jam kerja, , dan pengalaman kerja adalah faktor-

faktor yang mempengaruhi pendapatani industri kecil.”

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Desa Bades, Kec. Pasirian, Kab. Lumajang.

Pemilihan Desa Bades sebagai lokasi penelitian ditetapkan secara sengaja, atas dasar

pertimbangan bahwa Desa Bades merupakan salah satu desa di wilayah Kec Pasirian, Kab.

Lumajang sebagai desa potensial penghasil gula merah (kelapa) karena banyak tersedianya

Page 20: ANALISA FAKTOR

bahan baku berupa pohon kelapa yang merupakan input utama pembuatan produksi gula

merah

Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan yang

diterima oleh pekerja pada industri kecil. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

pendapatan pekerja antara lain: modal, tenaga kerja, jam kerja, banyaknya nira, dan

pengalaman kerja. Hal ini akan diteliti lebih lanjut oleh penyusun.

3.2 Deskripsi Data

3.2.1 Jenis Data

Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan observasi secara langsung

terhadap obyek yang diteliti atau dengan kata lain data ini dikumpulkan langsung dari

responden yang diteliti dan diolah sendiri oleh organisasi atau pihak yang menerbitkannya.

Data ini adalah sumber utama penelitian yang akan dilakukan. Kelayakan penelitian ini

tergantung pada pengolahan data primer yang akan diperoleh setelah pengisian kuisioner oleh

pihak-pihak yang dipilih secara acak.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak yang bukan pengolahnya. Pada

penelitian ini, data sekunder bertujuan untuk melengkapi informasi yang akan disajikan pada

penyusunan skripsi. Data ini diperoleh dari literatur-literatur yang ada serta badan-badan

terkait yang sesuai dengan tema penelitian.

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Metode wawancara yaitu dengan mengadakan wawancara langsung dengan responden

untuk mendapatkan data-data yang dimaksud dengan berpedoman pada daftar pertanyaan

yang telah dipersiapkan dalam bentuk kuisioner.

Page 21: ANALISA FAKTOR

2. Metode Observasi yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung kepada obyek

penelitian, dalam hal ini adalah pengrajin gula merah di Desa Bades, Kec. Pasirian, Kab.

Lumajang.

3. Metode Kepustakaan , yaitu dengan membaca literatur-literatur yang berkaitan dan

menunjang baik secara langsung maupun tidak langsung dengan penelitian ini.

3.2.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari satu-satuan atau individu-individu yang menjadi

subyek penelitian. Dalam penelitian ini populasi terdiri dari semua pengrajin pada industri

kecil pengolahan gula merah yang ada di Desa Bades, Kec Pasirian, Kab Lumajang.

Sampel adalah sebagian anggota (elemen) dari suatu populasi yang akan dijadikan

subyek penelitian. Sedangkan sampling adalah proses pengambilan sampel dari suatu

populasi. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan sampel dengan tehnik non random

probability sampling dimana tidak semua individu dalam populasi mempunyai kesempatan

yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Metode ini dilakukan karena banyak populasi yang

tersebar di enam dusun dan tidak merata. Pada dasarnya dalam menentukan ukuran sampel

tidak ada standar baku. Sampel yang baik adalah sampel yang dapat mencerminkan

karakteristik populasi. Mengenai besarnya sampel yang diambil, pada umumnya orang

berpendapat bahwa tiga puluh subyek penelitian merupakan batas antara sampel kecil dan

sampel besar. Tiga puluh atau kurang bisa dikatakan sebagai sampel kecil sedangkan lebih

besar dari tiga puluh merupakan sampel besar (Suharsimi Arikunto, 1990 : 124). Penentuan

sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive sampling yaitu sampel dipilih

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sedangkan pertimbangan yang diambil itu

berdasarkan tujuan penelitian. Berdasarkan hal diatas, maka peneliti mengambil sebanyak 50

orang pengrajin dari populasi sebanyak 350 pengrajin. Sedangkan cara pengambilan

responden sebagai sampel penelitian adalah Quota Sampling yaitu jumlah subyek yang akan

Page 22: ANALISA FAKTOR

diteliti ditetapkan terlebih dahulu, tidak dipersoalkan bagaimana peneliti memperoleh

responden pada tiap-tiap jenisnya sehingga kuota yang diinginkan terpenuhi. Selain itu juga

dengan mempertimbangkan waktu, biaya, dan tenaga yang ada.

3.3 Definisi Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua variabel

yaitu variabel terikat dan variabel bebas :

a. Variabel Terikat

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah Y, yang menunjukkan tingkat pendapatan

responden per bulan dari usaha gula merah. Pendapatan (Y) merupakan selisih antara total

penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan tiap bulan. Mengingat usaha ini masih

bersifat tradisional, maka komponen biaya hanya dihitung biaya yang dibayarkan , sedangkan

modal keluarga berupa tenaga kerja keluarga dan bahan lainnya yang tidak dibayarkan/dibeli

dianggap sebagai pendapatan petani.

b. Variabel Bebas

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Modal (X1), yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi gula merah yang

terdiri dari modal tetap dan modal tidak tetap yang dinyatakan dalam satuan rupiah.

2. Tenaga Kerja (X2), yaitu semua tenaga kerja yang terlibat langsung dalam kegiatan proses

produksi baik yang diberi upah maupun tidak diberi upah dan dinyatakan dengan satuan

orang.

3. Jam Kerja (X3), yaitu jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh tenaga kerja setiap harinya

dalam satu bulan untuk membuat gula merah dan dinyatakan dengan satuan jam.

Page 23: ANALISA FAKTOR

4. Pengalaman Kerja (X4), yaitu lamanya waktu yang sudah dijalani seseorang dalam

usahanya sebagai pengrajin dan dinyatakan dalam satuan tahun.

3.4 Metode Analisa

Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linear Berganda,

yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang terjadi antara variabel independent

dengan variabel dependent. Model dasar yang dipakai adalah model persamaan regresi linear

berganda, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3, X4)

Dimana :

Y = Pendapatan Pengrajin

X1 = Modal

X2 = Tenaga Kerja

X3 = Jam Kerja

X4 = Pengalaman Kerja

Sehingga dapat dituliskan persamaan regresinya :

Y = 0 + 1 X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + e

Dimana :

0 = penaksir/konstanta

1, 2, 3, 4, 5 = masing-masing penaksir dari X1, X2, X3, dan X4.

e = residual

3.5 Uji Statistik

Page 24: ANALISA FAKTOR

Uji statistik ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan ada tidaknya korelasi antara

variabel bebas dengan variabel terikat. Dari hasil regresi berganda akan diketahui besarnya

koefisien masing-masing variabel. Dari besarnya koefisien akan dilihat adanya hubungan dari

variabel-variabel bebas, baik secara terpisah maupun bersama-sama terhadap variabel terikat.

Untuk melakukan uji atas hipotesa, dilakukan dengan cara :

3.5.1 Uji Statistik Parsial (t-test)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas

secara individual terhadap variabel terikat. Hipotesis nol dan hipotesis alternatif yang akan

diuji pada uji statistik t adalah sebagai berikut ( Imam Ghozali,2001: 40) :

H0 = Variabel bebas secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

H1 = Variabel bebas secara individual berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Sedangkan hipotesis diterima atau ditolak dengan cara membandingkan nilai t hitung

dengan nilai t tabel. Nilai t hitung dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

t hit =

b−BSb

Nilai t tabel dapat dilihat dengan mengetahui tingkat signifikansi () dan derajat bebas

sebesar n-k- (dimana n jumlah observasi, k jumlah variabel bebas). Adapun ketentuan

dari uji ini adalah :

H0 akan ditolak jika nilai t-hitung t-tabel

H0 akan diterima jika nilai t-hitung t-tabel

3.5.2 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol

dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan

Page 25: ANALISA FAKTOR

variasi variabel terikat amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel

bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel terikat. Secara umum koefisien determinasi untuk data silang (crossection) relatif

rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk

data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi

(Imam Ghozali, 2001: 42).

3.5.3 Uji Statistik Simultan (F-Test)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

terikat( Imam Ghozali, 2001: 41). Hipotesis nol dan hipotesis alternatif yang akan diuji pada

uji statistik F adalah sebagai berikut :

H0 = Variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhada variabel

terikat.

H1 = Variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel

terikat.

Sedangkan hipotesis diterima atau ditolak dengan cara membandingkan nilai F hitung

dengan nilai F tabel. Nilai F hitung dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

Fhit =

R2/ ( k−1 )(1−R2 )/ (n−k )

Nilai F tabel dapat dilihat dengan mengetahui tingkat signifikansi () dan derajat bebas

sebesar n-k- (dimana n jumlah observasi, k = jumlah variabel bebas). Adapun ketentuan

untuk menerima atau menolak adalah sebagai berikut :

Page 26: ANALISA FAKTOR

H0 akan ditolak jika nilai F hitung F tabel

H0 akan diterima jika nilai F hitung F tabel

3.6 Asumsi-asumsi Klasik

Dalam model regresi klasik, untuk memperoleh nilai pemerkira yang tidak bias dan

efisien dari persamaan regresi linear berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa

(Ordinary Least Square, OLS), maka dalam menganalisa data haruslah dipenuhi asumsi-

asumsi klasik. Asumsi-asumsi klasik tersebut antara lain :

3.6.1 Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya

korelasi linear yang sempurna antara variabel-variabel bebas (Imam Ghozali, 2001 : 56).

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Untuk

mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas didalam model regresi adalah sebagai

berikut :

1. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi

secara individual variabel-variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi

variabel terikat.

2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar variabel bebas ada

korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi

adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel bebas tidak

berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya

efek kombinasi dua atau lebih variabel bebas.

3. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance

inflation factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih

Page 27: ANALISA FAKTOR

yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah

sama dengan nilai VIF tinggi dan menunjukkan adanya kolonieritas yang tinggi. Nilai

cutoff yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas

10.

Tidakan perbaikan bila terdapat multikolinearitas adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan informasi sebelumnya.

2. Mengkombinasikan data crossection dan data time series.

3. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi

4. Mendapatkan tambahan atau data baru.

3.6.2 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya) (Imam Ghozali, 2001: 60). Autokorelasi muncul karena observasi yang

berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Ada beberapa cara yang digunakan

untuk mendeteksi ada atau tidaknya korelasi, salah satunya yaitu dengan uji Durbin-Watson

(DW-test). Hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 = tidak ada autokorelasi ( = 0)

H1 = ada autokorelasi (0)

Sedangkan pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi :

Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien

autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.

Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien

autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.

Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil

daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.

Page 28: ANALISA FAKTOR

Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak

antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

Secara grafis dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1. Durbin-Watson

3.6.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika

variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut

Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik

adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Kebanyakan data

crossection mengandung situasi Heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang

mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang, dan besar). Berikut ini cara untuk mendeteksi ada

atau tidaknya heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2001: 70) :

a. Melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya

(SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada

tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y

adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya)

yang telah di studentized.

Dasar analisanya adalah :

0 dl du 2 4-du 4-dl 4

Menolak H0,

bukti autokorelasi positif

Daerah keragu-raguan

Menerima H0 atau H0* atau kedua-duanya

Daerah keragu-raguan

Menolak H0*,

bukti autokorelasi negatif

Page 29: ANALISA FAKTOR

Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur

(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi

heteroskedastisitas.

Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan di bawah angka 0 pada

sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.6.4 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan

variabel bebas, keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang

baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah

distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan cara (Imam Ghozali, 2001: 76) :

a. Analisa Grafik, yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan

distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi

normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan

dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang

menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada

sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusannya adalah :

Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal

menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal

tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi

normalitas.