Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB STRES KERJA PADA PERAWAT PELAKSANA RUMAH SAKIT TUGU IBU
CIMANGGIS TAHUN 2013
Putra, Bangun Setia. Fihir, Izhar M.
1. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, FKM UI, Depok, 16424, Indonesia 2. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, FKM UI, Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini membahas faktor-faktor penyebab stres kerja pada perawat pelaksana Rumah Sakit Tugu Ibu Cimanggis tahun 2013. Faktor-faktor yang diteliti meliputi faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja, shift kerja, rutinitas kerja), faktor ekstrinsik pekerjaan (peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan interpersonal perawat dengan rekan kerja, atasan kerja, pasien, dan keluarga) serta faktor karakteristik responden (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status pernikahan, lama masa kerja).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengumpulan data menggunakan metode kuisioner. Jumlah responden yang diperoleh sebanyak 99 responden dari bagian unit rawat inap, ICU, IGD, Perinatologi dan kamar bedah.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 35 responden (35,4%) mengalami tingkat stres sedang dan 64 responden (64,6%) mengalami tingkat stres ringan. Faktor-faktor yang memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja berdasarkan uji statistik yang dilakukan diantaranya beban kerja, shift kerja, rutinitas kerja, pengembangan karir, hubungan interpersonal dengan rekan kerja serta hubungan interpersonal dengan pasien.
ABSTRACT
This research discusses the factors that causes work stress in executive nurses Tugu Ibu Hospital Cimanggis in 2013. Factors examined included intrinsic job factors (workload, shift work, work routines), extrinsic job factors (role in the organiation, career development, interpersonal relationships with co-workers, supervisors, patients, and families) and respondent characteristics factors (gender, age, education level, martial status, length of service).
This research is quantitative study with cross-sectional approach. Technique of data collection used questionnaire. The number of respondents are 99 respondents from inpatient unit, intensive care unit, emergency unit, Perinatology and surgical room.
The results showed that 35 respondents (35,4%) had moderate stress levels and 64 respondents (64,6%) had mild stress levels. The factors that had a significant association with work stress based on statistical tests are workload, shift work, work routines, career development, interpersonal relationships with co-workers and interpersonal relationships with patients.
Key words : Work stress, executive nurses, factors that causes work stress 1. PENDAHULUAN
Occupational stress atau stres kerja telah menjadi salah satu isu yang
mendapat perhatian penting di banyak negara. Sebelumnya, stres kerja dianggap
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
sebagai masalah pribadi yang diselesaikan secara personal, tetapi saat ini telah
berkembang menjadi fenomena global yang berdampak pada kesehatan setiap
pekerja dari berbagai jenis pekerjaan (Cox et all, 1996).
Stres terjadi di semua pekerjaan termasuk dalam bidang pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit, dimana salah satu tenaga kesehatan utama yang
berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan adalah perawat. Dikatakan utama
karena perawat umumnya memiliki jumlah terbesar dari tenaga kesehatan yang ada
di rumah sakit, sekitar 50-60%. Dengan tugas dan peran perawat yang tidak
terpisahkan dalam pelayanan kesehatan berkaitan dengan tenaga kesehatan dan
pasien umumnya, profesi perawat rentan terhadap stres.
Stres pada perawat dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Studi stres pada
perawat di salah satu provinsi di Thailand menyatakan 70% responden menyatakan
beban kerja mereka berlebihan dan berhubungan dengan tingkat stres tinggi (Aoki,
Keiwkamka, Chompikul, 2010). Survei dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI) tahun 2006 menunjukkan sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat
provinsi mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena
beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, serta gaji rendah tanpa insentif
memadai. (www.inna-ppni.or.id, 2006 dalam Pramudya, 2008). Lim J, Bogossian F,
Ahern K (2010) menyatakan terdapat beberapa faktor risiko stres atau stresor seperti
karakteristik pekerjaan, kondisi lingkungan kerja, kurangnya pengawasan, peran
kerja, jam kerja panjang, shift kerja, konflik interpersonal, sumber daya yang kurang
memadai, sistem penghargaan buruk, struktur atau komunikasi yang kurang serta
tindakan kekerasan. Stresor-stresor tersebut dapat berdampak negatif pada perawat
baik secara individu maupun organisasi. (NIOSH: Alleviating Job Stress in Nurses
www.medscape.com).
Indikasi stres pada perawat RS. Tugu Ibu didapatkan dari wawancara
terhadap Kepala Bidang Keperawatan yang menyatakan turnover perawat yang
cukup tinggi. Berdasarkan data kepegawaian RS. Tugu Ibu didapatkan angka
turnover perawat pada tahun 2009-2012 lebih dari 10% dengan angka turnover
perawat tahun 2012 sebesar 22 perawat (15,4%). Menurut Gillies (1994) dalam
Salim (2012), angka turnover pada perawat dikatakan tinggi jika lebih dari 10%. Hal
ini yang menjadi indikasi adanya gejala stres pada perawat RS. Tugu Ibu.
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
Tabel 1 Turnover Perawat RS. Tugu Ibu tahun 2009-2012
Indikator/ Tahun 2009 2010 2011 2012
Perawat yang keluar 24 27 15 22
Jumlah perawat 154 160 157 143
Turnover Rate 15,6% 16,8% 9,5% 15,4% Sumber: Data Kepegawaian RS. Tugu Ibu telah diolah kembali
Dari tingkatan perawat yang ada di RS. Tugu Ibu, perawat pelaksana
merupakan perawat yang bertanggung jawab secara langsung dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien. Dalam pekerjaannya, perawat pelaksana juga
melakukan komunikasi dua arah kepada perawat lain, dokter dan tenaga kesehatan
yang tergabung dalam tim. Perawat pelaksana juga bertugas dalam kegiatan
penyiapan peralatan dan obat-obatan serta kegiatan administrasi berupa pencatatan
dan pelaporan kegiatan keperawatan. Tuntutan pekerjaan yang tinggi membuat
perawat pelaksana lebih rentan mengalami stres kerja yang berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan.
Informasi dari beberapa perawat pelaksana RS. Tugu Ibu mendapatkan
faktor-faktor lain di luar beban kerja yang dapat memicu stres kerja seperti rutinitas
kerja, pengembangan karir serta faktor lain terkait dengan hubungan interpersonal.
Namun, hal ini belum menjadi gambaran umum stres kerja pada perawat sehingga
merasa perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengetahui tingkat stres kerja pada
perawat RS. Tugu Ibu dan faktor-faktor yang menjadi penyebab stres kerja.
2. TINJAUAN TEORITIS
Model stres Cooper dan Marshall (1976) berfokus pada pada sifat detail dari
stres di lingkungan kerja, yang mempengaruhi faktor karakteristik individu, serta
memperlihatkan efek yang timbul akibat stres terhadap individu maupun organisasi.
Dalam model stres kerja Cooper dan Marshall, sumber-sumber stres yang terdapat
pada pekerjaan dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu:
a. Faktor Intrinsik Pekerjaan (Intrinsic to Job)
Terdiri dari tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik berupa
kondisi kerja tertentu yang dapat berpengaruh terhadap keselamatan dan
kesehatan pekerja, meliputi bising, getaran dan higiene. Sedangkan tuntutan
tugas terdiri dari beban kerja berlebih/ terlalu sedikit secara kuantitatif dan
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
kualitatif, shift kerja dan persepsi terhadap bahaya dan risiko. Beban kerja
berlebih/ terlalu sedikit kuantitatif berkaitan dengan tuntutan untuk
menyelesaikan tugas pekerjaan yang diberikan dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan beban kerja berlebihan/ terlalu sedikit kualitatif berkaitan dengan
b. Peran dalam Organisasi (Role in Organization)
Konflik peran berkaitan dengan pertentangan antara tugas yang
dilakukan dengan keterampilan yang dimiliki. Ketaksaan peran atau peran
yang tidak jelas adalah suatu keadaan dimana pekerja tidak mempunyai
informasi yang cukup untuk mengetahui tugas dan perannya dalam pekerjaan
(Cox et all, 2002), serta tanggung jawab terhadap orang lain. French and
Caplan (1970) menyatakan tanggung jawab yang diemban pekerja memiliki
hubungan signifikan dengan perubahan kondisi fisik dan perilaku, seperti
peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar kolesterol tubuh dan
kebiasaan merokok.
c. Pengembangan Karir (Career Development)
Everly dan Girdano dalam Munandar (2008) menyatakan terdapat tiga
unsur penting dalam pengembangan karir seseorang yaitu peluang untuk
menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya, peluang untuk
mengembangkan keterampilan baru, dan penyuluhan karir untuk
memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir. Sedangkan
Marshall (1977) mengklasifikasikan dua faktor yang berperan dalam
pengembangan karir, yaitu status pekerjaan yang tidak aman dan
pembayaran gaji yang buruk, serta posisi atau jabatan yang tidak sesuai.
d. Hubungan Interpersonal dalam Pekerjaan (Relationships at Work)
Hubungan interpersonal antara pekerja dengan anggota di grup kerja
menjadi penting untuk kesehatan individu maupun secara organisasi (Cooper,
1981). Sebuah survei oleh Kementerian Tenaga Kerja Jepang (1987)
menyatakan bahwa 52% pekerja wanita yang diwawancarai mempunyai
pengalaman stres akibat ketidakpuasan hubungan interpersonal di tempat
kerja. Studi serupa oleh Jones et all (1998) mendapatkan pekerja yang
melaporkan stres 6,5 kali lebih banyak untuk melapor kurangnya dukungan
dari orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan.
Terdapat 3 hal penting dalam hubungan interpersonal, yaitu hubungan
dengan supervisor, bawahan dan kolega kerja (Sauter et all, 1992).
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
Kurangnya dukungan di tempat kerja memiliki asosiasi dengan tingginya tensi
kerja, kelelahan, rendahnya kepuasan kerja dan peningkatan risiko penyakit
jantung (Davidson et all, 1981 dalam Cox et all, 2000).
e. Struktur dan Iklim Organisasi (Organizational Structure and Climate)
Faktor ini berhubungan dengan bagaimana para pekerja
mempersepsikan kebudayaan, kebiasaan dan iklim dari organisasi, meliputi
kebijakan perusahaan yang terlalu ketat, serta administrasi dan manajemen
perusahaan terlalu birokratis sehingga pekerja merasa tertekan dengan
peraturan-peraturan perusahaan. Faktor lain dalam kategori ini yang dapat
menimbulkan stres adalah ketidakpuasan terhadap strukur dan iklim
organisasi, serta peran keterlibatan dalam organisasi (Munandar, 2008).
Dewe (1981) dalam studi terhadap perawat di Selandia Baru,
mengidentifikasikan lima faktor utama sebagai stresor pada perawat, yaitu beban
kerja berlebih, hambatan berkomunikasi dengan staf lain, terlibat dalam kondisi kritis
dalam kegiatan keperawatan, perhatian berlebih terhadap perawatan pasien dan
dihadapkan dengan kondisi pasien yang sakit parah.
Gray-Toft dan Anderson (1981) mengemukakan sumber stres pada perawat
terbagi dalam tiga bagian, yaitu lingkungan fisik, lingkungan psikologis dan
lingkungan sosial. Faktor lingkungan fisik meliputi beban kerja yang berlebih,
kurangnya waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Faktor
lingkungan psikologis meliputi kondisi kesakitan dan kematian pasien, kesiapan
perawat untuk berhadapan dengan tuntutan emosional pasien dan keluarga,
dukungan rekan kerja yang kurang, serta ketidakjelasan peran tugas yang harus
dilakukan terhadap pasien. Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan sosial
meliputi konflik dengan tenaga kesehatan, rekan sesama perawat dan atasan kerja.
Menurut Gilles (1994), stres pada perawat dapat disebabkan karena beban
kerja yang berlebihan. Untuk menentukan suatu pekerjaan mempunyai beban kerja
yang berlebih dapat dilihat berdasarkan faktor-faktor seperti jumlah pasien yang
masuk setiap hari/ bulan/ tahun, penyakit yang diderita oleh pasien/ kondisi pasien di
unit tersebut, tingkat keparahan pasien, kompleksitas dari perawatan, kondisi fisik
secara umum, serta status psikologi dan sosial.
Lim J, Bogossian F, Ahern K (2010) menyatakan perawat mengalami pajanan
berlebihan terhadap faktor risiko stres atau stresor yang bersifat psikososial seperti
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
kurangnya pengawasan, peran kerja, jam kerja panjang, shift kerja, konflik
interpersonal, sumber daya yang kurang memadai, sistem penghargaan buruk,
struktur atau komunikasi yang kurang, serta tindakan kekerasan (NIOSH: Alleviating
Job Stress in Nurses www.medscape.com).
Faktor individu berpengaruh terhadap kemampuan dalam menghadapi stres.
Robbins (1998) menyatakan tingkat umur, pengalaman kerja, pendidikan merupakan
faktor utama dalam mengadaptasi tingkat stres yang ada dari kondisi yang tidak
menentu, tetapi dengan semakin banyaknya pengalaman, stres akan menurun
sehingga pekerja yang lebih berpengalaman cenderung lebih mampu beradaptasi
dan sedikit mengalami stres.
3. METODE PENELITIAN
Variabel yang diteliti dalam penelitian didasarkan pada modifikasi model stres
kerja Cooper dan Marshall (1976) dan hasil penelitian-penelitian terhadap stres kerja
pada perawat. Variabel independen yang diteliti meliputi faktor intrinsik pekerjaan
(beban kerja, shift kerja, rutinitas kerja), faktor ekstrinsik pekerjaan (peran dalam
organisasi, pengembangan karir, hubungan interpersonal dengan rekan kerja,
atasan kerja, pasien, dan keluarga), dan karakteristik responden (jenis kelamin,
umur, tingkat pendidikan, status pernikahan, lama masa kerja). Variabel dependen
merupakan stres kerja pada perawat dengan melihat respon gejala berupa gejala
fisik, emosi, kognitif dan perilaku.
1. Indikator fisik, meliputi peningkatan tekanan darah, nyeri otot (sakit di bagian
leher, kepala, pundak), peningkatan produksi asam lambung, peningkatan
hormon, gangguan pernapasan dan penurunan sistem imun tubuh.
2. Indikator emosi, meliputi reaksi ketakutan dan depresi, mudah marah,
perasaan tidak berdaya dan putus asa.
3. Indikator kognitif, ditandai dengan penurunan motivasi, kesulitan untuk
berkonsentrasi, mempelajari hal baru, membuat keputusan.
4. Indikator perilaku, meliputi perubahan pola makan, pola tidur, kebiasaan
merokok, konsumsi obat-obatan dan/ atau alkohol, meningkatnya perilaku anti
sosial, menghindar dari kewajiban, penurunan motivasi dan meningkatnya
absen dari pekerjaan.
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
Hipotesis Terdapat hubungan yang signifikan atau bermakna antara faktor karakteristik
responden (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status pernikahan, lama masa
kerja), faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja, shift kerja, rutinitas kerja) dan faktor
ekstrinsik pekerjaan (peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan
interpersonal dengan rekan kerja, hubungan interpersonal dengan atasan kerja,
hubungan interpersonal dengan pasien, hubungan interpersonal dengan keluarga)
dengan stres kerja pada perawat RS. Tugu Ibu.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana RS. Tugu Ibu yang
berjumlah 120 orang. Sampel penelitian merupakan sebagian dari populasi
penelitian. Penentuan sampel penelitian menggunakan rumus estimasi proporsi
(Lemeshow, 1997 dalam Suyatno, 2010),
n =
Keterangan:
n = Besar sampel
= Nilai Z pada derajat kemaknaan ( jika α= 0,05, maka Z 95% = 1,96)
P = Proporsi kasus tertentu terhadap populasi (Jika proporsi kasus tidak
diketahui, maka nilai P ditetapkan sebesar 50% atau 0,5)
d = Derajat penyimpangan atau margin of error yang diinginkan
N = Besar populasi
Dari hasil perhitungan besar sampel dan penentuan keiteria inklusi dan
eksklusi, didapatkan jumlah akhir sampel untuk penelitian sebesar 99 responden.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan kuisioner yang diberikan kepada
perawat. Untuk pertanyaan dalam kuisioner terkait faktor-faktor penyebab stres kerja
menggunakan koding sebagai berikut.
• Pernyataan negatif dengan jawaban Sangat Tidak Setuju, diberi skor 4
• Pernyataan negatif dengan jawaban Tidak Setuju, diberi skor 3
• Pernyataan negatif dengan jawaban Setuju, diberi skor 2
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
• Pernyataan negatif dengan jawaban Sangat Setuju, diberi skor 1
• Pernyataan positif dengan jawaban Sangat Tidak Setuju, diberi skor 1
• Pernyataan positif dengan jawaban Tidak Setuju, diberi skor 2
• Pernyataan positif dengan jawaban Setuju, diberi skor 3
• Pernyataan positif dengan jawaban Sangat Setuju, diberi skor 4
Untuk pertanyaan terkait gejala stres kerja berdasarkan indikator fisik, emosi,
kognitif dan perilaku menggunakan koding sebagai berikut.
• Pertanyaan dengan jawaban Tidak Pernah, diberi skor 0
• Pertanyaan dengan jawaban Jarang, diberi skor 1
• Pertanyaan dengan jawaban Kadang-Kadang diberi skor 2
• Pertanyaan dengan jawaban Sering, diberi skor 3
Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuisioner yang digunakan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada 20
sampel. Uji validitas menggunakan teknik Correlation Pearson Product Moment
dengan melakukan korelasi skor masing-masing pertanyaan dengan skor total tiap
kategori. Suatu item pertanyaan dinyatakan valid jika nilai r hitung > r tabel (r >
0,444, dengan DF= n-2 = 20-2=18 dengan nilai alpha 0,05). Item pertanyaan dengan
nilai r < 0,444 dinyatakan tidak valid. Untuk uji reliabilitas digunakan uji Cronbach-
Alpha, dengan membandingkan nilai Cronbach Alpha dengan nilai konstansa
sebesar 0,6. Hasil uji reliabilitas terhadap kuisioner didapatkan nilai Cronbach-Alpha
0,891 untuk item pertanyaan tentang faktor-faktor penyebab stres kerja dan 0,848
untuk item pertanyaan tentang gejala stres kerja.
Analisis Data Analisis data terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat. Analisi univariat
dilakukan untuk menjelaskan gambaran distribusi dari tiap variabel independen yang
diteliti meliputi karakteristik responden, faktor intrinsik pekerjaan dan faktor ekstrinsik
pekerjaan. Untuk analisis bivariat digunakan uji chi-square, yaitu uji analisis
hubungan antara data katagorik dengan katagorik. Dengan besar alpha ditentukan
0,05 (5%) dan interval kepercayaan (CI) 95% diperoleh asumsi penilaian sebagai
berikut:
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
• Kriteria hipotesis nol (Ho) ditolak jika nilai p-value ≤ 0,05, maka dapat
diasumsikan terdapat perbedaan atau ada hubungan yang bermakna
antara dua variabel.
• Kriteria hipotesis nol (Ho) gagal ditolak jika nilai p-value > 0,05, maka
dapat diasumsikan tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan yang
bermakna antara dua variabel.
4. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 35 responden (35,4%) mengalami
tingkat stres sedang dan 64 responden (64,6%) mengalami tingkat stres ringan.
Berdasarkan variabel yang diteliti dalam penelitian, faktor karakteristik responden
(jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status pernikahan, lama masa kerja) tidak
memiliki hubungan dengan tingkat stres kerja. Pada faktor intrinsik pekerjaan,
variabel beban kerja (p= 0,047, OR= 2,611), shift kerja (p= 0,032, OR= 2,942), dan
rutinitas kerja (p= 0,001, OR= 4,762) memiliki hubungan dengan tingkat stres kerja.
Sedangkan pada faktor ekstrinsik pekerjaan, variabel pengembangan karir (p=
0,000, OR= 9,474), hubungan interpersonal dengan rekan kerja (p= 0,003, OR=
4,583), dan hubungan interpersonal dengan pasien (p= 0,005, OR= 3,686) memiliki
hubungan dengan tingkat stres kerja. Berdasarkan nilai Odds Ratio, variabel
pengembangan karir memiliki nilai Odds Ratio terbesar, yaitu 9,474.
5. DISKUSI Beban Kerja
Hasil uji tabulasi silang antara beban kerja dan stres kerja didapatkan nilai p-
value didapatkan sebesar 0,047 (< 0,05) sehingga dapat diartikan terdapat hubungan
yang bermakna antara variabel beban kerja dengan tingkat stres kerja yang dialami
perawat pelaksana RS. Tugu Ibu. Nilai OR didapatkan sebesar 2,611, maka dapat
diartikan bahwa responden dengan persepsi beban kerja berat memiliki risiko 2,6 kali
untuk mengalami stres sedang dibandingkan dengan perawat dengan persepsi
beban kerja ringan.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Dwijayanty (2010) yang menemukan
adanya hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan tingkat stres pada
perawat (p= 0,043). Serupa dengan penelitian yang dilakukan Aoki, Keiwkamka dan
Chompikul (2011) terhadap perawat rumah sakit di salah satu provinsi di Thailand
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
yang menyatakan 70% responden menganggap bahwa beban kerja di tempat
mereka berlebihan dan dapat menyebabkan stres tinggi (p= 0,009).
Pekerjaan perawat merupakan pekerjaan yang berhubungan dengan banyak
aspek. Perawat bertugas langsung memberikan pelayanan keperawatan kepada
pasien, seperti pengukuran tanda-tanda vital, observasi pasien dan pemeriksaan
fisik. Perawat juga berkomunikasi dengan perawat lain dan dokter dalam memantau
perkembangan kondisi pasien serta melakukan tindakan penanganan secara cepat
kepada pasien dengan kondisi darurat. Selain itu, perawat juga bertanggung jawab
dalam kegiatan administrasi pasien meliputi pencatatan dan pelaporan asuhan
keperawatan. Tuntutan terhadap pekerjaan yang tinggi ditengah waktu yang terbatas
ini yang kemudian menjadi persepsi perawat terhadap beban kerja yang dilakukan
menjadi berat.
Shift Kerja
Hasil data tabulasi silang dengan menggunakan analisis chi-square
didapatkan nilai p-value didapatkan sebesar 0,032 (< 0,05) yang dapat diartikan
terdapat hubungan yang bermakna antara variabel shift kerja dengan tingkat stres
kerja yang dialami perawat pelaksana RS. Tugu Ibu. Responden dengan persepsi
shift kerja berat memiliki risiko hampir 3 kali untuk mengalami stres sedang
dibandingkan responden dengan persepsi shift kerja ringan.
Shift kerja telah menjadi salah satu hal yang penting dalam kegiatan yang
berlangsung selama 24 jam penuh. Beberapa studi menyatakan shift kerja, termasuk
shift malam didalamnya, menjadi faktor risiko yang serius untuk kesehatan pekerja
(Costa, 2003). Menurut Monk dan Tepas (1985) dalam Munandar (2008), pekerja
yang melakukan kerja shift lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan
pencernaan karena adanya gangguan ritme circadian dan jam kerja yang lebih
panjang. Cooper (1987) dalam Pramudya (2008) menyatakan shift kerja
berpengaruh terhadap motivasi kerja yang dapat menyebabkan penyakit yang
berkaitan dengan stres.
Pengaturan sistem shift kerja dibedakan menjadi beberapa macam,
tergantung dari kebijakan tiap organisasi. Pada RS.Tugu Ibu, terdapat 3 pembagian
shift kerja pada perawat yaitu shift 1 (07.00 – 14.00), shift 2 (14.00 – 21.00) dan shift
3 (21.00 – 07.00). Penyusunan jadwal shift didasarkan pada ketentuan jam kerja
dimana 1 hari kerja adalah 7 jam dan atau 40 jam selama 6 hari kerja, atau 1 hari
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
kerja adalah 8 jam dan atau 40 jam selama 5 hari kerja. Jika perawat bekerja selama
2 kali berturut pada shift malam atau shift 3, atau bekerja melebihi jumlah jam yang
ditentukan, perawat mendapatkan tambahan libur selama 1 hari kerja. Penyusunan
jadwal shift kerja perawat dilakukan secara dinamis dengan melihat proporsi jumlah
perawat dan kebutuhan keperawatan di lapangan yang berarti berat ringannya beban
kerja perawat pada masing-masing jadwal shift bergantung pada kondisi tersebut.
Hasil penelitian menemukan sebagian besar perawat pelaksana menganggap bahwa
shift kerjanya tidak memberatkan. Pengaturan jadwal kerja yang telah ditentukan
secara jelas dan fleksibel serta kecenderungan beban kerja yang lebih sedikit pada
saat jadwal kerja shift malam menjadi alasan perawat pelaksana tidak mengalami
masalah terhadap jadwal shift kerja yang dilakukan.
Rutinitas Kerja Rutinitas pekerjaan yang berulang-ulang dan monoton dapat menimbulkan
rasa kebosanan. Schultz & Schultz (1994) dalam Pramudya (2008) menyatakan
pekerjaan yang dilakukan berulang dan kurang menarik berkaitan dengan penurunan
produktivitas. Berdasarkan hasil kuisioner terhadap pernyataan terkait variabel
rutinitas kerja, didapatkan bahwa responden memiliki persepsi yang berimbang
dalam menilai rutinitas kerja mereka. Sebagian responden berpendapat rutinitas
kerja mereka monoton, berulang-ulang dan merasa jenuh dengan rutinitas pekerjaan
yang dilakukan sedangkan sebagian responden berpendapat sebaliknya.
Hasil analisis chi-square terhadap variabel rutinitas kerja dan stres kerja
didapatkan nilai p-value sebesar 0,001 (< 0,05) sehingga dapat diartikan terdapat
hubungan yang bermakna antara variabel rutinitas kerja dengan tingkat stres kerja
yang dialami perawat pelaksana RS. Tugu Ibu. Nilai OR didapatkan sebesar 4,762,
maka dapat diartikan responden dengan persepsi rutinitas kerja berat memiliki risiko
4,7 kali untuk mengalami stres sedang dibandingkan responden dengan persepsi
rutinitas kerja ringan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Morrhead & Griffin (1992) dalam Herawaty
(2006) yang menyatakan tugas yang menjadi rutinitas sehari-hari dapat memicu
timbulnya kejenuhan karena kondisi tersebut kurang memberi tantangan dan
membuat individu tidak mampu untuk mempertahankan kinerja kerja yang optimal
secara terus-menerus. Serupa dengan pernyataan Schultz & Schultz (2004) dalam
Pramudya (2008) dimana pekerja harus melakukan pekerjaan yang berulang dan
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
kurang menarik menyebabkan kelelahan, perasaan tidak gembira, berkurangnya
minat dan energi hingga penurunan produktivitas. Pengembangan Karir
Analisis chi-square terhadap kedua variabel didapatkan nilai p-value 0,000 (<
0,05) sehingga dapat diartikan hubungan antara variabel pengembangan karir
dengan tingkat stres kerja merupakan hubungan yang bermakna. Nilai Odds Ratio
didapatkan sebesar 9,474 yang berarti perawat dengan persepsi pengembangan
karir buruk memiliki risiko 9,5 kali untuk mengalami tingkat stres sedang
dibandingkan perawat dengan persepsi pengembangan karir baik.
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Salim (2012)
terhadap komponen-komponen quality of work life yang berpengaruh terhadap
turnover intention perawat di RS. Tugu Ibu dimana faktor-faktor seperti kompensasi
yang seimbang dan kepuasan kerja merupakan komponen-komponen quality of work
life yang memiliki hubungan bermakna terhadap turnover intention perawat.
Didukung oleh penelitian Alzeira (2010) yang menyatakan komponen
pengembangan karir memiliki hubungan positif dengan motivasi kerja. Artinya,
semakin meningkat pengembangan karir maka semakin tinggi motivasi kerja dari
pekerja tersebut. Pengembangan karir dapat dilakukan diantaranya dengan
mengadakan pendidikan dan pelatihan, penentuan kriteria promosi dan penghasilan.
Dari item pernyataan kuisioner terhadap variabel pengembangan karir, sebagian
besar responden merasa belum puas dengan pengembangan karir yang terdapat di
RS. Tugu Ibu dari kriteria promosi kenaikan jenjang karir, pelatihan dan
keterampilan, serta penghasilan yang diperoleh. Berdasarkan informasi yang
didapatkan dari Kepala Bidang Keperawatan, pelaksanaan sistem pengembangan
karir pada perawat pelaksana belum dilakukan sesuai dengan sistem
pengembangan karir profesional perawat menurut Depkes RI. Hal ini karena pihak
manajemen perlu melakukan kajian lebih mendalam untuk menyusun perencanaan
sistem pengembangan karir bagi perawat pelaksana. Hal ini yang dapat menjadi
penyebab sebagian perawat pelaksana memiliki persepsi yang buruk terhadap
pengembangan karir.
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
Hubungan Interpersonal dengan Rekan Kerja Hasil analisis chi-square terhadap variabel hubungan interpersonal dengan
rekan kerja dengan tingkat stres kerja didapatkan nilai p-value sebesar 0,003 (<
0,05) sehingga dapat diartikan terdapat hubungan yang bemakna antara variabel
hubungan interpersonal dengan rekan kerja dengan tingkat stres kerja yang dialami
perawat pelaksana RS. Tugu Ibu. Perawat dengan hubungan interpersonal buruk
dengan rekan kerja memiliki risiko 4,5 kali untuk mengalami tingkat stres sedang
dibanding perawat dengan hubungan interpersonal baik.
Menurut Sauter et all (1992), terdapat tiga komponen hubungan yang
teridentifikasi, yaitu hubungan dengan atasan, hubungan dengan bawahan dan
hubungan dengan kolega/ rekan kerja. Hubungan yang harmonis antara sesama
pekerja menjadi sangat penting baik untuk kesehatan individu maupun organisasi
(Cooper, 1981 dalam Cox et all, 2000). Rendahnya dukungan interpersonal di tempat
kerja diasosiasikan dengan ketakutan, kelelahan emosional, tensi kerja, kurangnya
kepuasan kerja serta peningkatan risiko penyakit kardiovaskular (Beehr & Newman,
1978; Davidson & Cooper, 1981; Pearse, 1977; Warr, 1992 dalam Cox et all, 2000).
Almasitoh (2011) menyatakan dukungan sosial dan konflik peran menjadi
faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Semakin tinggi konflik peran dan
semakin rendah dukungan sosial menyebabkan semakin tinggi stres kerja yang
dialami perawat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan perawat
dengan persepsi hubungan interpersonal buruk dengan rekan kerjanya memiliki
risiko 4,5 kali untuk terkena stres sedang.
Hubungan Interpersonal dengan Pasien
Berdasarkan hasil pengolahan data secara tabulasi silang didapatkan nilai p-
value yang didapat dari hasil analisis chi-square terhadap kedua variabel sebesar
0,005 (< 0,05) sehingga dapat diartikan terdapat hubungan yang bemakna antara
variabel hubungan interpersonal dengan pasien dengan tingkat stres kerja yang
dialami perawat pelaksana RS. Tugu Ibu. Perawat dengan hubungan interpersonal
buruk dengan pasien memiliki risiko 3,6 kali untuk mengalami tingkat stres sedang
dibanding perawat dengan hubungan interpersonal baik dengan pasien.
Kondisi perawat ketika berhadapan dengan kematian dan kesakitan pasien,
serta kesiapan dalam berhadapan dengan tuntutan pasien dan keluarganya memiliki
hubungan yang signifikan dengan stres kerja pada perawat (Gray-Toft dan
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
Anderson, 1981). Pendapat serupa dikemukakan Dewe (1987) dalam Cox & Grrifiths
(1996) yang menyatakan stres pada perawat meningkat ketika harus dihadapkan
dengan pasien dengan kondisi kritis atau keadaan putus asa. Profesi perawat yang
berhubungan langsung dengan pasien menyebabkan perawat lebih mudah
mengalami kelelahan, termasuk kelelahan secara emosional (Ross, 1984 dalam
Dwijayanty, 2010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan, dimana
persepsi perawat pelaksana RS. Tugu Ibu terhadap hubungan interpersonal dengan
pasien memiliki hubungan yang signifikan (p= 0,005). Perawat kadang mengeluhkan
tuntutan dari pasien dan keluarga terkait pelayanan yang diberikan dan kurangnya
fasilitas yang terdapat di rumah sakit. Namun, perawat tetap bekerja dengan
profesional dan menyadari hal tersebut wajar terjadi karena sudah merupakan
konsekuensi dari pekerjaan yang mereka lakukan.
6. KESIMPULAN
• Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan sebesar 35 responden (35,4%)
mengalami tingkat stres sedang dan 64 responden (64,6%) mengalami tingkat
stres ringan.
• Faktor karakteristik responden tidak memiliki hubungan yang signifikan
terhadap stres kerja pada perawat pelaksana RS. Tugu Ibu tahun 2013.
• Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, faktor intrinsik pekerjaan yang
memiliki hubungan yang bermakna terhadap stres kerja pada perawat
pelaksana RS. Tugu Ibu tahun 2013 adalah beban kerja (p= 0,047, OR=
2,611), shift kerja (p= 0,032, OR= 2,942) dan rutinitas kerja (p= 0,001, OR=
4,762).
• Faktor ekstrinsik pekerjaan yang berpengaruh terhadap stres kerja pada
perawat pelaksana RS. Tugu Ibu tahun 2013 adalah pengembangan karir (p=
0,000, OR= 9,474), hubungan interpersonal dengan rekan kerja (p= 0,003,
OR= 4,583) dan hubungan interpersonal dengan pasien (p= 0,005, OR=
3,686). Sedangkan variabel peran dalam organisasi, hubungan interpersonal
dengan atasan kerja dan hubungan interpersonal dengan keluarga tidak
memiliki hubungan yang bermakna terhadap stres kerja pada perawat
pelaksana RS. Tugu Ibu tahun 2013.
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
7. SARAN
• Melakukan penilaian beban kerja perawat pelaksana secara objektif sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab perawat pelaksana.
• Penambahan tenaga perawat yang sesuai dengan kompetensi pada unit yang
membutuhkan dukungan tenaga tambahan.
• Melakukan evaluasi terhadap kinerja perawat pelaksana secara berkala.
• Mengadakan kegiatan konseling sebagai sarana bagi perawat dalam
menyampaikan permasalahan yang dihadapi.
• Memberikan pelatihan dan keterampilan kepada perawat pelaksana secara
berkala berdasarkan kebutuhan kompetensi perawat pelaksana untuk
menghadapi tugas dan tuntutan pekerjaan yang dilakukan.
• Menyusun sistem pengembangan karir terhadap perawat pelaksana yang
berfokus pada pengembangan karir secara profesional.
8. KEPUSTAKAAN Aoki, Masaki. Keiwkamka, Boonyong. Chompikul, Jirapom. (2011) Job Stres among
Nurses in Public Hospitals in Ratchaburi Province, Thailand. Journal of Public
Health and Development Vol. 9 No. 1 Januari-April 2011.
www.aihd.mahidol.ac.th
Alzeira, Eka Rineka. 2010. Hubungan Komponen Kualitas Kehidupan Kerja (Quality
of Work Life) dengan Motivasi Kerja Pegawai RS. Tugu Ibu tahun 2010.
Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Cox, Tom. Griffiths, Amanda. Gonzalez, Eusebio Rial. (2000). Research on Work –
Related Strees. Belgium: European Agency for Safety and Health at Work.
Cox, Tom. Griffiths, Amanda. Cox, Sue. (1996). Work-related Stress in Nursing:
Controling the risk to health. Geneva: International Labur Office.
Dwijayanty, Wenny. (2010). Stres Kerja pada Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat
Inap RS. Krakatau Media Tahun 2010. Skripsi. Program Sarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Gilles, Dee Ann. (1994). Nursing Management: A System Approach. Philadelphia:
Third Edition W. B. Saunders Company.
Munandar. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Kode Etik Perawat Indonesia.
http://www.inna-ppni.or.id/innappni/mntop-kode-etik.html [Diakses Senin, 18
Maret 2013]
Pramudya W, Felix. (2008). Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja (Studi
Kasus pada Perawat di RSKO Tahun 2008). Tesis. Program Magister
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Robbins, Stephen P. (2003). Organizational Behavior. New Jersey: Tenth Edition
Prenctice Hall International.
Salim, Hendrik. 2012. Analisis Hubungan Komponen Quality of Work Life dengan
Turnover Intention Perawat dan Bidan Pelaksana Rumah Sakit Tugu Ibu tahun
2012. Tesis. Program Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Stranks, Jeremy. 2005. Stress at Work: Management and Prevention. Great Britain:
Elsevier Butterworth-Heinemann.
Suyatno. 2010. Menghitung Besar Sampel Penelitian Kesehatan Masyarakat.
Semarang. PDF File. suyatno.blog.undip.ac.id
Sveinsdottir, Herdis. Biering, Pall. Ramel, Alfons. 2006. Occupational Stress, Job
Satisfaction, and Working Environment among Icelandic Nurses: A Cross-
sectional Questionaire Survey. International Journal of Nursing Studies 43;
875-889.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Analisis faktor..., Bangun Setia Putra Setia, FKM-UI, 2013