21
ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI KECAMATAN AMPELGADING, SUMBERMANJING, TIRTOYUDO, DAN DAMPIT, MALANG JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Naufal Hisyam Fathar Putra 175020407111020 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2021

ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI

KECAMATAN AMPELGADING, SUMBERMANJING,

TIRTOYUDO, DAN DAMPIT, MALANG

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Naufal Hisyam Fathar Putra

175020407111020

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021

Page 2: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

Analisis Faktor Produksi Kopi Amstirdam di Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan

Dampit, Malang

Naufal Hisyam Fathar Putra

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Email: [email protected]

ABSTRAK

Perkebunan kopi merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Kabupaten Malang. Khususnya berada di

Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit, Malang yang merupakan salah satu sentral

perkebunan kopi di Kabupaten Malang. Salah satu jenis kopi yang banyak diproduksi di desa ini adalah kopi robusta.

Namun terdapat beberapa masalah pada petani kopi yaitu kurangnya pengetahuan petani kopi dalam proses produksi

dan terbatasnya fasilitas produksi membuat produktivitas tanaman kopi masi sangat rendah. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi arabika pada Kecamatan

Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit, Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode regresi linear berganda. Sampel dari penelitian ini adalah 83 pemilik lahan kopi di Kecamatan Ampelgading,

Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit, Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Luas Lahan, Tenaga Kerja,

dan Hasil Produksi berpengaruh signifikan dan positif terhadap Hasil Produksi.

Kata kunci: Produksi, Faktor produksi, Kopi robusta, Luas lahan, Tenaga kerja, Teknologi produksi.

A. PENDAHULUAN

Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi pusat perhatian dalam rencana pembangunan nasional. Dikarenakan

pertanian merupakan sektor yang luas penyebarannya, maka tujuan yang diinginkan pemerintah yaitu meningkatkan

produksi sehingga menambah pendapatan para petani. Para petani harus dapat mengalokasikan dan memanfaatkan

berbagai faktor produksi sehingga menciptakan hasil produksi yang tinggi.

Menurut Goor (dalam Afgani dan Husain, 2018:25) perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan

perkebunan yang muncul pada masa VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), dan terutama ketika VOC bubar

dan digantikan oleh Kolonialisasi Belanda. Keberadaan perkebunan sangat penting bagi kelangsungan ekonomi

kolonial, terutama perkebunan kopi.

Menurut Rahardjo (dalam Marhaenanto, Soedibyo, dan Farid, 2015:102) Kopi adalah hasil komoditi perkebunan

yang memiliki nilai ekonomis tinggi dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai

sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting untuk devisa negara melainkan juga sebagai sumber

penghasilan satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia.

Luas tanaman menghasilkan kopi dunia berdasarkan data FAO periode 2014-2018 mencapai yang luas rata-rata

10,54 juta hektar. Dari jumlah tersebut 18,29% disuport oleh Brazil dengan rata-rata luas tanaman menghasilkan

mencapai 1,93 juta hektar. Posisi kedua adalah Indonesia dengan luas tanaman menghasilkan rata-rata mencapai 1,24

juta hektar atau share sebesar 11,73%.

Gambar 1: Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kopi Dunia, Tahun 2014-2018

Sumber: Outlook Komoditas Perkebunan Kopi, 2020 (Diolah)

18

.29

%

11

.73

%

7.4

9%

6.2

5%

6.2

2%

6.0

3%

5.7

0%

4.0

5%

3.7

8%

3.7

6%

3.2

5%

2.6

2%

1.8

9%

1.3

7%

1.3

1% 1

6.2

6%

S H A R E

SENTRA LUAS TANAMAN MENGHASILKAN KOPIBrazilia Indonesia Colombia Ethiophia Meksiko Cote d'ivori

Vietnam India Peru Uganda Honduras Guatemala

Rep. Tansania Venezuela El Salvador Lainnya

Page 3: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

Produsen kopi terbesar dunia pada periode 2014 hingga 2018 adalah Brazil, dengan share sebesar 31,69% dengan

rata-rata produksi mencapai 2,94 juta ton. Kedua Vietnam, dengan share sebesar 16,10% atau produksi rata-rata 1,50

juta ton, disusul Columbia dengan share 8,30% atau rata-rata produksi 771,05 ribu ton. Dengan produksi kopi rata-

rata 662,75 ribu ton per-tahun, Indonesia berada di posisi keempat terbesar produsen kopi dunia dengan kontribusi

7,13% terhadap total produksi kopi dunia.

Gambar 2: Sentra Produksi Kopi Dunia, Tahun 2014-2018

Sumber: Outlook Komoditas Perkebunan Kopi, 2020 (Diolah)

Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pemanfaatan kopi sebagai komoditas perdagangan. Tidak hanya

perdagangan dalam negeri, tetapi juga mampu bersaing di pasar internasional. Berdasarkan data International Coffee

Organization, Indonesia tercatat sebagai negara penghasil kopi terbesar keempat dari berbagai negara produsen kopi

negara lain dengan total produksi hingga 10 juta karung biji kopi.

Perkembangan produksi kopi Indonesia periode 2010–2020 juga mengalami peningkatan, dengan laju pertumbuhan

rata-rata 2,24%. Peningkatan produksi kopi tertinggi pada periode tersebut terjadi pada tahun 2012 sebesar 8,22%,

dimana produksi kopi mencapai 691,163 ton atau meningkat 52,517 ton dari tahun sebelumnya sebesar 638,646 ton

kopi berasan. Pada tahun 2017 produksi kopi meningkat 8,15% dibanding tahun sebelumnya. Perkembangan kopi

selama sepuluh tahun terakhir 2011-2020 meningkat lebih kecil, yaitu rata-rata 2,24% per-tahun. Produksi kopi

berdasarkan status pengusahaan didominasi oleh produksi kopi yang diusahakan dilahan perkebunan rakyat (PR) yang

mencapai share 94,77% atau mencapai rata-rata produksi 510,18 ribu ton. Produksi kopi yang berasal dari kebun milik

negara (PBN) dan kebun milik swasta relatif kecil yaitu berkontribusi 3,00% dan 2,24% atau produksi kopi berasan

rata-rata 16,13 ribu ton dan 12,03 ribu ton. Tetapi bila dilihat perkembangan rata-rata satu dekade terakhir

menunjukkan bahwa PBS melampaui PBN, yaitu rata-rata sebeszar 16,11 ribu ton PBS sedang PBN 14,05 ribu ton.

Gambar 3: Perkembangan Produksi Kopi Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun 2011-2020

Sumber: Outlook Komoditas Perkebunan Kopi, 2020 (Diolah)

31

.69

%

16

.10

%

8.3

0%

7.1

3%

4.9

2%

4.1

6%

3.4

8%

3.1

4%

2.5

4%

2.2

9%

1.8

7%

1.4

9%

1.2

4%

1.0

6%

1.0

1%

9.5

8%

S H A R E

SENTRA PRODUKSI KOPIBrazilia Vietnam Columbia Indonesia Ethiophia Honduras

India Peru Guatemala Uganda Mexico Laos

Nikaraguay China Cote d'ivori Lainnya

0

200000

400000

600000

800000

1000000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Ton

Perkembangan Produksi Kopi Indonesia Menurut Status Pengusahaan Tahun 2010-2020

Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Negara Perkebunan Besar Swasta Indonesia

Page 4: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

Berdasarkan jenis kopi yang diusahakan antara tahun 2010 hingga 2020, mayoritas pekebun kopi di Indonesia

menanam kopi jenis robusta, mencapai 80,36% atau mencapai luas rata-rata 873.204 hektar, sementara kopi arabika

tahun 2010-2020 dengan luasan rata-rata 312.525 hektar dan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,44% per-tahun. Jika

dilihat perkembangannya selama sepuluh tahun terakhir (2011-2020), nampak bahwa dominasi kopi robusta mulai

berkurang, menjadi sebesar 74,64%. Kopi arabika makin menarik bagi pekebun karena harga kopi robusta di pasar

internasional lebih tinggi dibanding kopi robusta, tahun 2017 harga rata-rata kopi arabika 3,32 USD$/kg sedang kopi

robusta sebesar 2,23 USD$/kg. USD$/kg dan tahun 2019 harga rata-rata kopi arabika 2,84 USD$/kg sedang kopi

robusta sebesar 1,68 USD$/kg Tahun 2018 harga rata-rata kopi arabika 2,94 USD$/kg sedang kopi robusta sebesar

1,88.

Gambar 4: Perkembangan Luas Areal Kopi Menurut Jenis Kopi di Indonesia,Tahun 2010–2020

Sumber: Outlook Komoditas Perkebunan Kopi, 2020 (Diolah)

Perkembangan harga kopi robusta di tingkat produsen beberapa pasar dalam negeri di Indonesia berdasarkan data

BPS tahun 2008-2019 secara umum menunjukkan trend meningkat rata-rata 4,99% per tahun yaitu harga produsen

kopi robusta pada tahun 2008 mencapai Rp. 13.722,00 per-kilogram dan tahun 2019 sebesar Rp. 22.611,00 per-

kilogram. Peningkatan harga kopi cukup signifikan pada tahun 2017 yaitu sebesar 25,18%.

Gambar 5: Perkembangan Harga Produsen Kopi Robusta Indonesia, Tahun 2008-2019

Sumber: Outlook Komoditas Perkebunan Kopi, 2020 (Diolah)

Sejak lima tahun terakhir (2015) Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang di survei oleh BPS,

membedakan konsumsi kopi rumah tangga berupa kopi bubuk dan kopi instan. Periode tahun 2009-2019, konsumsi

kopi (kopi bubuk di tingkat rumah tangga) per kapita cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2009, konsumsi

kopi per kapita sebesar 1,184 kg/kapita/tahun dan mengalami penurunan hingga 0,521 kg/kapita/tahun pada tahun

2019. Penurunan konsumsi kopi tertinggi terjadi di tahun 2019 sebesar 35,06%, dari 1,347 kg/kapita/tahun di tahun

2014 menjadi 0,521 kg/kapita/tahun ditahun 2019. Namun demikian mulai tahun 2015 data konsumsi kopi instan

mulai tersedia, nampak bahwa konsumsi kopi instan mempunyai trend yang selalu meningkat. Selama lima tahun

terakhir perkembangan konsumsi kopi instan sangat signifikan, yaitu sebesar rata-rata 9,66% per-tahun.

0

200000

400000

600000

800000

1000000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Ha

Luas Areal

Kopi Robusta Kopi Arabika

13722 14007 14217 15672 16406 1588417510

19135 19813

24802 2530522611

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Rp

/kg

Harga Kopi

Page 5: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

Gambar 6: Perkembangan Konsumsi Kopi Per Kapita Per Tahun, Tahun 2009–2019

Sumber: Outlook Komoditas Perkebunan Kopi, 2020 (Diolah)

Penjualan kopi ke luar negeri tercatat cukup tinggi, sehingga memberikan dampak baik pada pertumbuhan devisa.

Dari pernyataan tersebut, mengindikasikan bahwa peran kopi untuk perekonomian Indonesia cukup tinggi. Terlihat

dari berbagai aspek seperti pembiayaan pembangunan, kesempatan kerja, serta peningkatan kesejahteraan petani kopi

sendiri masih terlihat baik.

Dalam penciptaan lapangan kerja, komoditas kopi membuka lapangan kerja kepada 1.88 juta KK dan luas

kepemilikan rata-rata 0.6 hektar. Sampai saat sekarang, tanaman kopi di Indonesia masih sangat didominasi oleh

tanaman Perkebunan Rakyat dengan persentase 96% dan hanya 4% dalam bentuk Perkebunan Besar baik swasta

maupun negara. Tanaman kopi yang diusahakan didominasi oleh kopi robusta sebesar 83% sedangkan kopi arabika

17%. (Ditjenbun, 2012).

Pulau jawa termasuk penghasil komoditas kopi terbesar di antara wilayah-wilayah lain di seluruh Indonesia. Data

Direktorat Jenderal Perkebunan Jawa Timur berkontribusi sebesar 7,95% dari total produksi kopi robusta di Indonesia

dengan rata-rata produksi 35,93 ribu ton per-tahun. Kabupaten Malang merupakan produsen kopi terbesar pertama di

Jawa Timur. Produksi kopi di Kabupaten Malang mencapai urutan ke 3 di seluruh sektor perkebunan. Tanaman kopi

yang memiliki persebaran luas di wilayah Kabupaten Malang adalah Kopi Robusta dan sebagian Kopi Arabika. Tidak

semua Kecamatan Malang memiliki produktivitas utama sebagai petani kopi. Beberapa kecamatan yang sudah

terkenal kopinya antara lain: Sumbermanjing, Dampit, Tirtoyudo dan Ampelgading. Kopi di kawasan tersebut lebih

dikenal dengan istilah Kopi Amstirdam. Nama Amstirdam merupakan singkatan dari empat kecamatan tersebut yakni

Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit. Lahan yang menjadi tumbuhnya tanaman kopi di daerah

Amstirdam mengandung berbagai macam mineral yang memberikan rasa yang enak. Sejak jaman pemerintahan

Belanda, kopi di daerah Amstirdam sudah cukup terkenal kualitasnya hingga menjadi salah satu kopi terbaik di dunia.

Tabel 1: Data luas dan produksi Kopi Robusta di Kabupaten Malang (Sumbermanjing, Dampit, Tirtoyudo

dan Ampelgading) pada tahun 2018

Kecamatan

2018

Luas Tanaman (ha) Produksi

(Ton)

Produktivitas/Thn

(Kg/Ha/Th) Muda Produktif Tua Jumlah

Sumbermanjing 29 2 286 302 2 616 1 840 805

Dampit 36 2 965 372 3 373 2 387 805

Tirtoyudo - 2 524 280 2 804 2 031 805

Ampelgading 47 1 660 233 1 940 1 336 805

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang, 2020 (Diolah)

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

Kg/

Kap

ita/

Thn

Konsumsi Kopi

Konsumsi Kopi Bubuk Konsumsi Kopi Instan

Page 6: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

Kopi Arabika lebih cocok ditanam di tanah gembur (atau tanah vulkanik), curah hujan merata, serta sinar matahari

cukup. Hal tersebut yang membuat Arabika menjadi kopi yang tidak mudah untuk dirawat. Selain itu, ia juga rentan

terhadap hama dan penyakit. Bahkan untuk berbagai kecamatan yang sudah terkenal dengan produktivitas kopi seperti

yang telah dipaparkan di atas juga tidak semua memproduksi Kopi Arabika contohnya di Kecamatan Dampit dan

Sumbermanjing.

Tabel 1: Data luas dan produksi Kopi Arabika di Kecamatan Malang (Sumbermanjing, Dampit, Tirtoyudo

dan Ampelgading) pada tahun 2018

Kecamatan 2018

Luas Tanaman (ha) Produksi

(Ton)

Produktivitas/Thn

(Kg/Ha/Th) Muda Produktif Tua Jumlah

Sumbermanjing - - - - - -

Dampit - - - - - -

Tirtoyudo 38 126 13 176 88 700

Ampelgading 77 104 25 206 73 700

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang, 2020 (Diolah)

Perdagangan kopi ini tentu tidak hanya di pasar lokal saja tetapi hingga ke pasar internasional. Kopi Robusta

Amstirdam memiliki kualitas mutu yang baik dan diakui oleh pasar dunia. Hampir setiap tahunya hasil kopi

Amstirdam di ekspor ke negara di Eropa dan Asia. Akhir-akhir ini, permintaan kopi Amstirdam di berbagai kota besar

di Indonesia juga sangat tinggi, dikarenakan kebiasaan minum kopi di Indonesia mengalami kenaikan.

Kopi amstirdam ditanam oleh petani tradisional tanpa menggunakan pupuk kimia juga tanpa pestisida dan semua

kopi ditanam dibawah pohon naungan sehingga menghasilan kopi dengan kualitas baik dan dengan aroma dan rasa

yang khas dibandingkan dengan kopi yang tumbuh di daerah lain di Indonesia. Budidaya tanaman kopi menjadi salah

satu komoditas andalan untuk meningkatkan pendapatan petani di pedesaan Kecamatan Ampelgading,

Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit. Petani menggunakan pola tanam tumpang sari dengan tanaman musiman

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tanaman musiman yang banyak ditanam bersama dengan kopi adalah

tanaman pisang, cengkeh dan kelapa. Tanaman naungan yang biasa digunakan oleh petani kopi amstirdam adalah

lamtaro, mauni dan sengon. Dalam proses pra panen petani melakukan proses pembibitan, penyambungan,

pemupukan, penyulaman, pemangkasan, pewiwilan dengan bantuan dari tenaga kerja yang kebanyakan berasal dari

keluarga pemilik lahan. Pada kegiatan pasca panen petani biasanya hanya melakukan penjemuran dan pengupasan

kulit kopi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kopi yakni luas lahan, tenaga kerja, teknologi produksi yang

digunakan. Dalam kegiatan pertanian lahan memegang peran yang penting. Lahan merupakan tempat penanaman

tanaman yang akan memproduksi yang diinginkan, lahan juga merupakan sumber media yang terpenting dalam usaha

peningkatan pendapatan petani. Lahan merupakan ruang tempat aktivitas pertanian dilaksanakan mulai dari kegiatan

pengelolaan sampai kegiatan pengumpulan atas seluruhnya di atas lahan. Jika lahan semakin luas maka kopi yang

dihasilkan juga semakin banyak. Menurut Mubyarto (2002:89) bahwa luas lahan yang banyak akan membuat

pendapatan yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Hal tersebut didukung oleh penelitian (Junaidi, 2017:93). Hasil

penelitian di atas menunjukkan bahwa variabel luas lahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil produksi

kopi di Desa Bocek Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang.

Pengelolaan jumlah tenaga kerja perlu diperhatikan dengan maksimal. Hal ini akan berpengaruh terhadap inefisiensi

(pemborosan) dalam bekerja. Hal ini sesuai pemaparan (Mulyadi, 2012:62) mengenai pemerhatian terhadap kualitas

tenaga kerja guna menghasilkan produksi sesuai yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan produktivitas seusai

yang ditetapkan. Tenaga kerja memiliki peran penting dalam produksi kopi rabusta. Untuk memproses kopi yang

berkualitas, diperlukan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas. Apabila tenaga kerja dapat di didik dengan baik

maka tenaga kerja tersebut akan lebih produktif dan inovatif. Hal ini didukung dengan penelitian (Fika, 2016:55)

yang menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja dan luas lahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi

sektor pertanian Provinsi Jawa Timur.

Permasalahan yang terjadi adalah kurangnya pengetahuan petani kopi dalam proses produksi sehingga mutu biji

kopi masih rendah. baik sebagai bahan baku pada industri pengolahan kopi maupun untuk ekspor. Hal tersebut

disebabkan oleh kurangnya pendidikan melalui pelatihan-pelatihan baik non formal maupun formal tentang proses

produksi kopi. Faktor yang lain yaitu mengenai teknologi (sarana) produksi yang digunakan. Pemanfaatan teknologi

Page 7: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

sangat diperlukan untuk menjaga kualitas kopi agar laku di pasar. Inovasi teknologi tersebut dapat merujuk pada

pengolahan perkebunan kopi, antara lain seperti: pengelolaan bibit, penggunaan pupuk dan pestisida, pemanfaatan

mesin dalam mengolah lahan, dan lainya (Hartwich dan Scheidengger, 2010:73). Penggunaan teknologi akan

memberikan dampak yang baik dalam proses produksi, hal itu dijelaskan saat menggunakan teknologi modern maka

pencapaian hasil produksi akan menjadi efektif dan efisien. Hal ini didukung dengan penelitian (Putra dan Wenegama,

2020:2360) yang menunjukkan bahwa variabel teknologi berpengaruh signifikan dan positif dalam meningkatkan

produksi kopi robusta di Desa Munduk Temu.

Produktivitas tanaman kopi di Indonesia masih sangat rendah, yakni sekitar 50% dari potensi produksinya. Hal

tersebut salah satunya disebabkan oleh kesadaran petani untuk menggunakan benih unggul juga masih rendah dan

akibat penerapan kultur teknis yang belum sesuai dengan teknologi anjuran. Permasalahan lainnya adalah terbatasnya

fasilitas produksi dan pengolahan biji kopi (misalnya mesin/peralatan: pengering, pengupas, dan sortasi) utamanya di

tingkat petani kopi rakyat.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Teori Produksi

Produksi adalah kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk menambah nilai guna sebuah benda. Penambahan

nilai guna tersebut bisa dilakukan dengan penciptaan benda baru dengan tujuan memberikan manfaat dalam kebutuhan

hidup manusia. Tak sekedar itu, produksi juga bisa bisa berupa penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengeceran,

pengemasan ulang, dan lainya (Millers dan Meiners, 2000:249). Menurut Rosyidi (2000:54) produksi merupakan

suatu usaha untuk menciptakan dan menambah daya guna suatu barang. Dalam proses suatu produksi, dibutuhkan

beberapa variabel seperti tenaga kerja, bahan baku, modal, serta keterampilan atau keahlian. Keempat variabel tersebut

termasuk unsur yang ada dalam produksi atau biasa disebut dengan faktor-faktor produksi.

Produksi juga dapat diartikan sebuah proses untuk merubah berbagai input menjadi output yang bisa dimanfaatkan

oleh manusia. Istilah produksi tidak hanya untuk barang saja, tetapi berlaku juga untuk jasa. Menurut sudut pandang

ekonomi pun, perbedaan antara barang dan jasa sangatlah tipis. Kedua hal tersebut sama dihasilkan melalui bentuk

modal dan tenaga kerja. Tujuan dari produksi yang dilakukan oleh produsen yaitu untuk memaksimalkan keuntungan

(Pracoyo, 2006:120)

Menurut Iswandono (2004:14) teori produksi adalah teori pilihan dari bermacam alternatif. Pilihan yang dimaksud

adalah pilihan untuk mencoba dan memaksimalkan produksi dengan biaya tertentu untuk mendapatkan keuntungan

yang sebesar-besarnya (maksimum). Hal tersebut yang harus diputuskan oleh seorang produsen dalam memproduksi

suatu barang atau jasa dalam menentukan pilihan alternatif di atas. Selain itu, menurut Sudarman (2000:100) bahwa

produksi adalah sebuah analisa tentang pengoptimalan dari pengusaha atau produsen, dalam memanfaatkan teknologi

dan mengombinasikan berbagai faktor produksi untuk mengefisienkan hasil produksi yang akan dicapai.

Setelah pembahasan yang cukup mengenai proses, maka ada pembahasan mengenai hasil dari produksi tersebut.

Hasil produksi merupakan hal terakhir dalam suatu proses produksi setelah memanfaatkan atau mengorbankan input

untuk mendapatkan suatu output berupa produk (Machfudz, 2007:101). Telah diketahui sebelumnya bahwa

terciptanya suatu hasil produksi memperlukan faktor-faktor produksi. Faktor produksi menurut Machfudz (2007:96)

adalah unsur yang dikorbankan untuk mendapatkan hasil produksi.

Fungsi Produksi Fungsi produksi adalahh hubungan atau keterkaitan antara faktor produksi yang digunakan dengan tingkat hasil

yang dicapai dalam sebuah produksi. Faktor produksi di sini biasa disebut dengan istilah input, sedangkan untuk

tingkatan hasil atau jumlah yang didapatkan adalah output. Oleh karena itu, secara sederhana fungsi produksi adalah

hubungan teknis antara input dan output dari produksi (Sukirno, 2013:193).

Diberbagai teori ekonomi, untuk menganalisis suatu faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal,

dan skill, mengasumsikan unsur-unsur tersebut memiliki jumlah yang tetap. Tetapi, untuk tenaga kerja dapat

dimasumsikan sebagai faktor produksi yang jumlahnya dapat berubah-ubah. Untuk menyederhanakan hubungan

antara input dan output dari produksi dengan pemisalan input yang digunakan adalah tenaga kerja, modal dan

kekayaan alam dapat dilihat dari rumus persamaan berikut (Sukirno, 2013:195):

Q = f (K, L, R, T).

Di mana:

Q = jumlah (Output)

K = modal (Input)

L = tenaga kerja (Input)

Page 8: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

R = kekayaan alam

T = tingkat teknologi yang digunakan

Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa fungsi produksi merupakan hubungan teknis antara variabel

yang dijelaskan (biasanya berupa output), dengan variabel yang menjelaskan (biasanya berupa input). Variabel yang

dijelaskan disimbolkan dengan (Q) dan variabel yang menjelaskan disimbolkan dengan (Y). Dengan kata lain, bila

dituliskan secara matematis akan menjadi seperti berikut (Soekartawi, 2003:14):

Q = f (X₁, X₂, X₃, Xn)

Di mana:

Q = jumlah produksi yang dipengaruhi oleh faktor X

X = unsur input yang digunakan untuk mempengaruhi Q

Dalam konteks produksi jangka panjang, dijelaskan oleh fungsi produksi Cobb Douglass. Fungsi ini menganggap

faktor penentu produksi yang diutamakan yaitu tenaga kerja dan modal. Fungsi produksi Cobb Douglas memiliki

pengertian yang tidak jauh beda dengan pengertian umum, bahwa fungsi produksi adalah suatu fungsi yang melibatkan

atau menghubungkan dua atau lebih variabel antara variabel Y (variabel yang dijelaskan) dan variabel X (variabel

yang menjelaskan) (Soekartawi, 2003:85). Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti berikut:

𝑌 = 𝑎 𝑋₁ 𝑏2 𝑋₂ 𝑏2 𝑋₃ 𝑏3 𝑒𝑢……….. (1)

Bila fungsi Cobb Douglas dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka:

𝑌 = 𝑓(𝑋₁, 𝑋₂, … . , 𝑋𝑖, … . , 𝑋𝑛)

Logaritma dari persamaan di atas, adalah:

log 𝑌 = log 𝑎 + 𝑏₁ log 𝑥₁ + 𝑏₂ log 𝑥₂ + 𝑏₃ log 𝑥₃ + 𝑒 … … … … (2)

Keterangan:

Y = Variabel yang dijelaskan

X = Variabel yang menjelaskan

a, b = Besaran yang akan diduga

e = bilangan natural (e = 2,7182)

u = Kesalahan (disturbance term)

Menurut Soekartawi (2003:87) Persamaan (2) dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda. Pada

persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b₁ dan b₂ adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah dilogaritmakan.

Hal ini dapat dimengerti karena b₁ dan b₂ pada fungsi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y.

Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuknya menjadi linier, maka

persyaratan dalam menggunakan fungsi tersebut antara lain:

1. Tidak ada hasil pengamatan yang bernilai nol. Karena logaritma dari nol adalah suatu bilangan infinite.

2. Dalam fungsi produksi perlu diasumsikan tidak ada perbedaan tingkat teknologi pada setiap pengamatan.

Perbedaan iklim dalam fungsi produksi termasuk pada faktor kesalahan (e). Hasil pendugaan pada fungsi Cobb-

Douglas akan menghasilkan koefisien regresi. Jadi besarnya b₁ dan b₂ pada fungsi produksi Cobb-Douglas yang

dilogaritmakan merupakan angka elastisitas. Jumlah dari elastisitas merupakan ukuran return to scale. Dengan

demikian, kemungkinan ada 3 alternatif, yaitu (Soekartawi, 2003:96):

1. Decreasing return to scale, bila (b₁ + b₂) < 1 adalah tambahan hasil yang semakin menurun atas skala produksi.

Kasus dimana output bertambah dengan proporsi yang lebih kecil dari pada input atau seorang petani yang

menggunakan semua inputnya sebesar dua kali dari semula menghasilkan output yang kurang dari dua kali output

semula.

2. Constant Return to Scale, bila (b₁ + b₂) = 1 adalah tambahan hasil yang konstan atas skala produksi. Bila semua

input naik dalam proporsi yang tertentu dan output yang diproduksi naik dalam proporsi yang tepat sama, jika

faktor produksi di dua kalikan maka output naik sebesar dua kalinya.

3. Increasing return to scale, bila (b₁ + b₂) >1. adalah tambahan hasil yang meningkat atas skala produksi. Kasus

dimana output bertambah dengan proporsi yang lebih besar dari pada input.

Oleh karena itu, fungsi produksi Cobb Douglas yang sering digunakan oleh para peneliti ekonomi. Hal ini

dikarenakan dengan fungsi Cobb Douglass dapat diketahui aspek-aspek secara jelas dan dapat menjelaskanya dalam

bentuk matematus. Aspek-aspek tersebut antara lain aspek produksi seperti produksi marginal (marginal product),

produksi rata-rata (average product), tingkat kemampuan batas substitusi (marginal rate of substitution), intensitas

penggunaan faktor (factor intensity), efisiensi produksi (efficiency of production) (Sudarman, 2004: 114).

Faktor Produksi

Dalam proses produksi, faktor produksi merupakan hal yang harus ada dan mutlak. Hal tersebut dikarenakan

proses produksi membutuhkan sumber daya atau bahan baku utama untuk menunjang terciptanya suatu produksi. Dari

pernyataan tersebut, dapat disimpulkan mengenai pengertian faktor produksi bahwa faktor produksi merupakan

Page 9: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

sumber daya atau input seperti tanah, tenaga kerja, modal dan skill dengan tujuan akhir untuk menghasilkan komoditi

yang memiki nilai ekonomi. Perpaduan dari berbagai faktor produksi yang tersedia harus digunakan secara efisien,

sehingga akan menekan biaya produksi atau pengeluaran (Sukirno, 2013: 200).

Faktor produksi juga dapat diartikan sebagai pengorbanan yang dikeluarkan. Soekartawi (2003:14)

mengibaratkan dalam proses produksi suatu tanaman, maka faktor produksi dari tanaman tersebut adalah semua

pengorbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut dapat tumbuh dan menghasilkan. Saat faktor

produksi tanaman tersebut adalah lahan dan modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja yang

efisien akan menghasilan tanaman yang baik. Dengan begitu, faktor produksi sangat menentukan hasil yang diperoleh

dari proses produksi. Pemaparan tersebut memberikan pandangan baru mengenai pengertian faktor produksi yaitu

suatu input dan korbanan produksi.

Kurva Isoquant

Kurva isoquant merupakan kurva yang menunjukkan berbagai kemungkinan kombinasi faktor-faktor produksi

yang menghasilkan tingkat produksi yang sama. Bentuk serta ciri kurva isoquant adalah analog dengan kurva

indifferens. Jadi kurva isoquant bentuknya cembung ke titik asal (tidak boleh lurus vertikal maupun horizontal), tidak

boleh berpotongan dengan isoquant yang lainnya, semakin jauh kedudukannya dari titik asal menunjukkan semakin

banyak faktor produksi yang digunakan sehingga semakin banyak produksi yang dihasilkan. Jika dalam kurva

indefferens lereng kurva menggambarkan besarnya marginal rate of substitution, maka dalam kurva isoquant

lerengnya mencerminkan laju substitusi teknis marginal (marginal rate of technical substitution). Tambahan kata

“teknis” dimaksutkan untuk menjelaskan bahwa hubungan antar faktor produksi tenaga kerja dan modal bersifat teknis

semata.

Ciri- ciri umum kurva Isoquant:

a) Memiliki kemiringan negatif.

b) Jumlah output atau hasil produk ditunjukkan dengan garis kurva yang semakin ke kanan.

c) Antara garis isoquant satu dan yang lainnya tidak pernah mengalami perpotongan.

d) Arah kurva isoquant cembung menuju titik origin atau titik asal

Gambar 7: Kurva Isoquant

Sumber: Teori Pengantar Ekonomi Mikro (Sukirno, 2013:200)

Pada Titik A terlihat jelas K dan L yang dibutuhkan untuk memproduksi output dalah K1 dan L1, pada titik B

terlihat jelas K dan L yang dibutuhkan untuk memproduksi output adalah K2 dan L2, pada titik C terlihat jelas K dan

L yang dibutuhkan untuk memproduksi output dalah K3 dan L3. Slope dari isoquant diturunkan dari fungsi produksinya

apabila Q = f (K, L) maka slope dari isoquant adalah MPL / MPK. Analisa dari slope isoquant ini sangat penting karena

menunjukkan bagaimana suatu input bisa digantikan dengan input lain sementara output tetap. Slope isoquant ini

dikenal dengan istilah MRTS (Marginal Rate of Technical Substitution) yaitu tingkat dimana tenaga kerja (L) dapat

digantikan dengan modal (K) sementara output konstan disepanjang isoquant yang sama, maka: MRTS = MPL / MPK.

Luas Lahan

Luas lahan merupakan faktor produksi yang dapat mempengaruhi jumlah produksi. Dalam pengimplementasian

dari bidang pertanian, luas lahan akan menentukan hasil atau jumlah yang akan diperoleh petani dalam proses

produksinya. Luas lahan merupakan seluruh bagian atau seluruh wilayah yang digunakan untuk menananam tanaman

Page 10: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

yang akan diproduksi. Menurut Mubyarto (2002:89) bahwa luas lahan yang banyak akan membuat pendapatan yang

tinggi, begitu pula sebaliknya.

Luas penguasaan lahan pertanian adalah sesuatu yang penting dalam proses produksi usaha tani dan usaha

pertanian. Dalam usaha tani contohnya kepemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien

dibanding lahan yang luas. Semakin sempit lahan usaha, maka semakin tidak efisien usaha tani dilakukan.

Pengecualian apabila suatu usaha tani dapat jalan dengan tertib dan administrasi yang baik serta teknologi yang tepat.

Tingkat efisiensi sebenarnya terletak pada penerapan teknologi. Karena pada luas lahan yang lebih sempit, penerapan

teknologi akan menjadi cenderung berlebihan dan menjadikan usaha tidak efisien (Daniel, 2004:56). Seperti yang

diungkapkan oleh Mubyarto (2002:90), pendapatan akan semakin tinggi, dan pekerjaan menjadi lebih efisien bila luas

lahan yang dimiliki besar.

Tenaga Kerja

Menurut Mulyadi (2012:59) tenaga kerja merupakan jumlah penduduk dalam suatu wilayah yang memiliki

kontribusi dalam memperoduksi suatu barang dan jasa. Penduduk di sini merupakan penduduk yang memasuki usia

kerja yang berusia 15-64 tahun. Sedangkan menurut Rosyidi (2000:57) mendefinisikan tenaga kerja sebagai

kemampuan yang dimiliki setiap manusia untuk bisa melakukan produksi suatu barang atau jasa. Jadi berdasarkan

dua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tenagakerja merupakan penduduk yang memasuki usia kerja, yaitu

15-64 tahun, dan mampu untuk melakukan pekerjaan dengan tujuan menghasilkan barang atau jasa unutuk

keperluan masyarakat.

Mulyadi (2012:343) menambahkan bahwa tenaga kerja merupakan pengorbanan seseorang atau karyawan baik

fisik maupun mental dalam mengolah atau memproduksi suatu produk. Berarti dalam hal ini, terdapat proses

perubahan bahan baku menjadi barang jadi. Usry dan Hammer (1996:39) juga memiliki pendapat yang sama mengenai

pernyataan Mulyadi, bahwa tenaga kerja merupakan seorang karyawan yang bertugas untuk mengubah barang baku

menjadi barang jadi. Usaha yang dikeluarkan oleh tenaga kerja tersebut, tentu merupakan biaya bagi sang pemilik

usaha produksi. Biaya dalam hal ini adalah gaji yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk tenaga kerja dengan ketentuan

gaji yang sesuai oleh ketetapan pemerintah.

Kualitas tenaga kerja dalam hal ini juga akan menentukan terciptanya produk yang baik. Hal-hal yang

mempengaruhi kualitas tenaga kerja antara lain: pendidikan, kesehatan, penghasilan (gaji), kesempatan kerja,

manajemen dan kebijaksaan pemerintah (Ravianto, 1995:16). Jika unsur-unsur di atas terdapat dimiliki oleh para

tenaga kerja, maka hasil produktivitas tenga kerja akan positif dan hasil dari produksi juga akan membaik.

Teknologi dan Produksi

Menurut salah satu ahli dari bidang pertanian, Mosher, mengartikan teknologi pertanian sebagai cara atau langkah

untuk bertani. Tujuan adanya teknologi dalam penerapan di bidang pertanian yaitu untuk menekan produktivitas tanah,

modal, dan tenaga kerja (Mubyarto, 2002:234). Begitu pun dengan pertanian kopi, teknologi saat ini juga sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas. Inovasi teknologi tersebut dapat merujuk pada pengolahan perkebunan

kopi, antara lain seperti: pengelolaan bibit, penggunaan pupuk dan pestisida, pemanfaatan mesin dalam mengolah

lahan, dan lainya (Hartwich dan Scheidengger, 2010:73)

Menurut Rosenberg (dalam Faiza dan Kristina, 2021:186-187) kombinasi pertumbuhan teknologi tinggi untuk

produksi dan penerapannya pada struktur permintaan atas ketrampilan tenaga kerja akan terjadi ketika ekonomi

berkembang. Teknologi membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa daripada yang

seharusnya diperlukan. Teknologi baru akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi semua negara, pekerjaan, dan

upah. Sementara itu, penggunaan teknologi dibawa ke dalam proses produksi untuk meningkatkan produktivitas dan

pengendalian kualitas, serta menciptakan kemungkinan untuk menghasilkan barang dan jasa yang baru. Jika dikaitkan

dengan teknologi, maka proses produksi akan membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang relatif

tinggi, manajemen angkatan kerja, dan ketersediaan upah yang berbasis pada ilmu pengetahuan. Dengan demikian,

kualitas tenaga kerja akan mengikuti kemauan teknologi. Agar transfer teknologi benar-benar terjadi, maka tenaga

kerja dituntut untuk belajar dengan menggunakan teknologi.

Adopsi teknologi untuk pengelolaan dan konservasi sumber daya alam, seperti konservasi tanah, pengelolaan hama

terpadu, pengujian hara tanah, dan pengelolaan irigasi, dianggap terpisah dari penggunaan input konvensional seperti

pupuk pertanian dan bahan kimia. Adopsi teknologi baru akan menunjukkan perubahan signifikan dalam strategi

produksi petani. Keputusan untuk mengadopsi teknologi baru dapat dianalogikan untuk keputusan investasi. Biaya

Page 11: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

awal termasuk pembelian peralatan baru dan mempelajari teknik terbaik untuk mengelola teknologi di pertanian

(Caswell, 2001:5)

Teknologi merupakan suatu penemuan baru yang menjadi perubahan dalam proses produksi sehingga hal tersebut

dapat mendorong fungsi produksi (Irawan, 1992:126). Penggunaan teknologi akan memberikan dampak yang baik

dalam proses produksi, hal itu dijelaskan saat menggunakan teknologi modern maka pencapaian hasil produksi akan

menjadi efektif dan efisien. Efektif dan efisien dalam pembuatan barang dan jasa ini memberikan pengertian bahwa

tercapainya hasil produksi yang baik (lebih produktif) dengan menekan biaya produksi lebih rendah. Hal ini

dikarenakan penggunaan teknologi baru memberikan suatu analisis terkait keputusan yang dapat membuat

produktivitas membaik, kualitas tenaga kerja tinggi, serta biaya produksi yang rendah.

Meningkatnya produksi pertanian merupakan akibat pemakaian teknik-teknik atau metode dalam usaha tani.

Banyaknya aspek penggunaan teknologi yang digunakan pada produksi tani mampu menghasilkan produksi yang

lebih tinggi. Memperbaiki satu atau beberapa bagian aspek dapat menyebabkan produksi meningkat. Tanpa adanya

penggunaan teknologi, produksi akan statis tidak ada kemajuan (Hanafie, 2010:145)

C. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013:29), metode deskriptif merupakan suatu

penelitian tentang status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu

peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif yakni untuk membuat deskrisi, gambaran atau lukisan

secara sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,

digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,

analisis data bersifat kuantitatif/statistik. (Sugiyono, 2013:13).

Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit. Objek dari

penelitian ini adalah luas lahan, jumlah tenaga kerja, penggunaan teknologi dan hasil produksi kopi di Kecamatan

Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pemilik lahan kopi di Desa Tirtomoyo Kecamatan Ampelgading, Desa

Harjokuncaran Sumbermanjing, Desa Kepatihan Tirtoyudo, dan Desa Srimulyo Dampit.

Berdasarkan data dari Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan

Dampit. Terdapat 4 kelompok tani di desa Tirtomoyo, 4 kelompok tani di desa Harjokuncaran, 5 kelompok tani di

desa Kepatihan dan 6 Kelompok tani di desa Srimulyo. Dengan masing-masing kelompok terdiri atas 25 pemilik

lahan. Jumlah pemilik lahan kopi di 4 desa tersebut adalah 475 orang.

Untuk menghitung penentuaan jumlah sample maka digunakan rumus Slovin sebagai berikut (Sugiyono, 2013:86)

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁𝑒2

𝑛 = 475

1 + 475(0,1)2= 82,6

N : ukuran populasi

𝑒2 : tingkat kesalahan

n : ukuran sampel

Berdasarkan perhitungan rumus tersebut maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 83 (pembulatan dari 82,6)

pemilik lahan kopi.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu Proportionate Stratified Random Sampling.

Proportionate Stratified Random Sampling dilakukan dengan cara membagi populasi ke dalam sub populasi / strata

secara proporsional dan kemudian dilakukan secara acak (Sekaran, 2006:87). Teknik pengambilan sampel dengan

Proportionate Stratified Random Sampling dilakukan dengan mengumpulkan data jumlah pemilik lahan kopi di 4 desa

yang kemudian ditentukan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk masing-masing desa.

Menurut Natsir (2004:3) rumus untuk jumlah sampel masing-masing bagian dengan teknik Proportionate Stratified

Random Sampling adalah sebagai berikut:

Page 12: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =Jumlah subpopulasi

Jumlah populasi 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢𝑘𝑎𝑛

Tabel 3: Jumlah Pemilik Lahan Kopi di Desa Tirtomoyo, Harjokuncaran, Kepatihan, dan Srimulyo

Kabupaten Malang

Desa/Kecamatan Jumlah Pemilik Lahan Kopi

Tirtomoyo/Ampel Gading

Harjokuncaran/Sumbermanjing

Kepatihan/Tirtoyudo

Srimulyo/Dampit

100

100

125

150

Jumlah 475

Sumber: Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit., 2020

(diolah)

Berdasarkan Tabel tersebut, maka pengambilan sampel menurut bagiannya dapat dibuat gambaran statistik

teknik penarikan sampel sebagai berikut:

Ampelgading = 100

475 𝑥 83 = 17

Sumbermanjing = 100

475 𝑥 83 = 17

Tirtoyudo = 125

475 𝑥 83 = 22

Dampit = 150

475 𝑥 83 = 27

Metode Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis data kuantitatif yaitu analisis regresi linier berganda.

Penulis dalam membantu menganalisis data dibantu dengan aplikasi komputer melalui program Stata 16.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Regresi Linear Berganda

Hasil analisis regresi pada penelitian ini menggunakan bantuan perangkat lunak komputer program Stata 16. Hasil

pengujian terhadap model regresi linear berganda terhadap variabel Luas Lahan (X1), Tenaga Kerja (X2), dan

Penggunaan Teknologi (X3) yang mempengaruhi Hasil Produksi (Y1).

Tabel 4: Hasil Regresi Linear Berganda

Variable

Independent

Coefficient Std. Error P Value

Luas Lahan 0,5158596 0,0660139 0,000

Tenaga

Kerja

0,3125652 0,1112621 0,006

Penggunaan

Teknologi

0,5993688 0,2384606 0,014

R-Squared 0,6068

Prob (F-

Static)

0,0000

Sumber : Hasil Regresi Stata 16, 2021 (Diolah)

Berdasarkan dari hasil regresi linear berganda diatas dapat disimpulkan hasil pengaruh variabel Luas Lahan (X1),

Tenaga kerja (X2), dan Penggunaan Teknologi (X3), terhadap Hasil Produksi (Y1), dalam bentuk persamaan sebagai

berikut:

Hasil Produksi = 0,4302022+ 0,5158596𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛𝑖𝑡 + 0,3125652𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎𝑖𝑡 +

0,5993688𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡

Dari model persamaan tersebut dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Page 13: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

a. Jika seluruh variabel independen dianggap memiliki nilai konstan atau memiliki nilai nol, maka besarnya Hasil

Produksi adalah sebesar 0,4302022.

b. Nilai koefisien dari regresi Luas Lahan adalah sebesar 0,5158596 yang berarti bahwa Luas Lahan dan Hasil

Produksi memiliki hubungan positif, sehingga apabila Luas Lahan mengalami peningkatan sebesar satu persen

dengan menganggap faktor lain konstan atau tetap, maka Hasil Produksi akan mengalami kenaikan sebesar

0,5158596 persen.

c. Nilai koefisien dari regresi Tenaga Kerja adalah sebesar 0,3125652 yang berarti bahwa Tenaga Kerja dan Hasil

Produksi memiliki hubungan positif, sehingga apabila Tenaga Kerja mengalami peningkatan sebesar satu persen

dengan menggap faktor lain konstan atau tetap, maka Hasil Produksi akan mengalami kenaikan sebesar

0,3125652 persen.

d. Nilai koefisien dari regresi Penggunaan Teknologi adalah sebesar 0,5993688 yang berarti bahwa Penggunaan

Teknologi dan Hasil Produksi memiliki hubungan positif, sehingga apabila pertumbuhan ekonomi mengalami

peningkatan sebesar satu persen dengan menggap faktor lain konstan atau tetap, maka Hasil Produksi akan

mengalami kenaikan sebesar 0,5993688 persen

Uji Parsial

Uji parsial atau uji t-statistik digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara parsial atau pengaruh

tiap-tiap variabel independen terhadap variabel dependen dengan melihat nilai probabilitasnya. Dalam peneilitian ini

uji t-statistik digunakan untuk melihat pengaruh variabel Luas Lahan, Tenaga Kerja, dan Penggunaan Teknologi

terhadap Hasil Produksi.

a. Hasil t-statistik Variabel Luas Lahan

Dari hasil pengujian t-statistik menunjukkan bahwa nilai probabilitas pada variabel Luas Lahan sebesar 0,000.

Nilai tersebut lebih kecil dari nilai alpha sebesar 0,05 atau dengan kata lain signifikan pada tingkat 5%. Dengan

demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Luas Lahan berpengaruh signifikan terhadap Hasil Produksi.

b. Hasil t-statistik Variabel Tenaga Kerja

Dari hasil pengujian t-statistik menunjukkan bahwa nilai probabilitas pada variabel Tenaga Kerja sebesar 0,006.

Nilai tersebut lebih kecil dari nilai alpha sebesar 0,05 atau dengan kata lain signifikan pada tingkat 5%. Dengan

demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Tenaga Kerja berpengaruh signifikan terhadap Hasil Produksi.

c. Hasil t-statistik Variabel Penggunaan Teknologi

Dari hasil pengujian t-statistik menunjukkan bahwa nilai probabilitas pada variabel Luas Lahan sebesar 0,014.

Nilai tersebut lebih kecil dari nilai alpha sebesar 0,05 atau dengan kata lain signifikan pada tingkat 5%. Dengan

demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Penggunaan Teknologi berpengaruh signifikan terhadap Hasil

Produksi.

Uji F

Uji simultan atau uji F-statistik digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara simultan atau bersama–

sama pada variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil regresi yang telah dilakukan pada Tabel

4.5 dapat dilihat nilai nilai probabilitas (F-statistik) sebesar 0,0000. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa

nilai probabilitas (F-statistik) lebih kecil dari nilai alpha sebesar 0,05 atau 5%, artinya bahwa model ini signifikan

pada taraf keyakinan sebesar 95%. Dengan hasil tersebut maka menunjukan bahwa variabel Luas Lahan, Tenaga

Kerja, dan Penggunaan Teknologi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Hasil Produksi.

Koefisien Determinasi (R²)

Nilai koefisien determinasi (R-Squared) digunakan untuk memberikan gambaran seberapa besar kemampuan variabel

independen dalam menjelaskan variabel dependen. Berdasarkan hasil regresi yang telah dilakukan sebelumnya pada

Tabel 4.5 dapat dilihat nilai (R-Squared) sebesar 0,6068 atau sebesar 60,68%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

variabel Luas Lahan, Tenaga Kerja, dan Penggunaan Teknologi mampu menjelaskan variabel Hasil Produksi sebesar

60,68% sedangkan sisa dari nilai (R-Squared) sebesar 0,3932 atau 39,32% dijelaskan melalui variabel lain diluar

model penelitian.

Pengaruh Luas Lahan Terhadap Hasil Produksi

Berdasarkan hasil regresi, nilai koefisien dari regresi Luas Lahan adalah sebesar 0,5158596 yang berarti bahwa

Luas Lahan dan Hasil Produksi memiliki hubungan positif, sehingga apabila Luas Lahan mengalami peningkatan

sebesar satu persen, maka Hasil Produksi akan mengalami kenaikan sebesar 0,5158596 persen. Dengan nilai

probabilitas 0,000 yang berarti lebih kecil dari nilai alpha 0,05. Pengaruh positif luas lahan terhadap hasil produksi

Page 14: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

sesuai dengan studi penelitian empiris Junaidi, (2017:93) yang menyatakan luas lahan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap hasil produksi kopi.

Hal tersebut disebabkan oleh luas lahan merupakan salah kunci dari tercapainya produksi kopi yang maksimal.

Dengan semakin bertambahnya luas lahan pertanian kopi maka jumlah pohon yang ditanam juga semakin banyak.

Namun, bertambahnya lahan pertanian tetap harus diimbangi dengan pengelolaan lahan yang baik dan benar agar

produktivitas lahan dapat terjaga.

Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Hasil Produksi

Berdasarkan hasil regresi, nilai koefisien dari regresi Tenaga Kerja adalah sebesar 0,3125652 yang berarti bahwa

Tenaga Kerja dan Hasil Produksi memiliki hubungan positif, sehingga apabila Tenaga Kerja mengalami peningkatan

sebesar satu persen, maka Hasil Produksi akan mengalami kenaikan sebesar 0,3125652 persen. Dengan nilai

probabilitas 0,006 yang berarti lebih kecil dari nilai alpha 0,05. Pengaruh positif luas lahan terhadap hasil produksi

sesuai dengan studi penelitian empiris Isyariansyah, Sumarjono, dan Budiharjo (2017:9) yang menyatakan tenaga

kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil produksi kopi. Hal tersebut disebabkan tenaga kerja yang

banyak akan memberikan bantuan bagi pemilik perkebunan kopi untuk mengolah perkebunan kopi yang dimilikinya.

Selain pentingnya jumlah tenaga kerja dalam mempengaruhi produksi, kualitas dari tenaga kerja juga memiliki

peranan penting. Tenaga kerja memiliki fungsi untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi sehingga

membutuhkan kualitas dari tenaga kerja tersendiri. Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan indikator faktor produksi

agar pergerakan suatu kegiatan produksi tercapai.

Hal ini menunjukkan bahwa usaha tani pertanian rakyat sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani

sendiri yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anaknya. Tenaga kerja dalam perkebunan kopi memiliki keahlian yang

berbeda-beda. Oleh karena itu dibutuhkan beberapa tenaga kerja untuk mengolah kebun kopi. Mereka biasanya

membantu menebar bibit, mengankut pupuk ke kebun, membantu memanen hasil pertanian dan sebagainya. Kadang

kala usaha tani pertanian rakyat membayar tenaga kerja tambahan, misalnya dalam hal membantu memanen hasil

pertanian (memetik buah kopi)

Pengaruh Penggunaan Teknologi Terhadap Hasil Produksi

Berdasarkan hasil regresi, nilai koefisien dari regresi Penggunaan Teknologi adalah sebesar 0,5993688 yang berarti

bahwa Penggunaan Teknologi dan Hasil Produksi memiliki hubungan positif, sehingga apabila pertumbuhan ekonomi

mengalami peningkatan sebesar satu persen, maka Hasil Produksi akan mengalami kenaikan sebesar 0,5993688

persen. Dengan nilai probabilitas 0,000 yang berarti lebih kecil dari nilai alpha 0,05. Pengaruh positif penggunaan

teknologi terhadap hasil produksi sesuai dengan studi penelitian empiris Putra dan Wenegama, (2020:2360) yang

menyatakan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil produksi kopi.

Pemakaian teknik-teknik atau metode dalam usaha tani akan meningkatkan produksi pertanian. Banyaknya aspek

penggunaan teknologi yang digunakan pada produksi tani mampu menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Hal

tersebut disebabkan Penggunaan varietas unggul pada lahan pertanian diperhatikan oleh petani, penggunaan varietas

unggul sangat berpengaruh terhadap hasil panen dikarenakan varietas unggul yang disarankan sudah diteliti untuk bisa

menghasilkan produksi kopi yang baik di daerah amstirdam. Untuk penggunaan tanaman naungan semua petani

menganggap perlu dikarenakan adanya tanaman naungan memeberikan manfaat terhadap kualitas kopi yang

dihasilkan dan juga secara ekonomi. Untuk penggunaan pupuk akan meningkatkan unsur hara dalam tanah sehingga

akan meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Penggunaan pestisida juga akan mengendalikan

serangan hama dan parasite sehingga juga akan meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Penerapan Teori Cobb Douglass

Hasil Produksi = 0,4302022+ 0,5158596𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛𝑖𝑡 + 0,3125652𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎𝑖𝑡 +

0,5993688𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑘𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡

Dari persamaan di atas, b₁, b₂, dan b₃ pada fungsi produksi Cobb-Douglas yang dilogaritmakan merupakan angka

elastisitas. Elastisitas luas lahan sebesar 0,5158596, elastisitas tenaga kerja sebesar 0,3125652, dan elastisitas

penggunaan teknologi sebesar 0,5993688. Hal tersebut menunjukkan bahwa elastisitas pada setiap variabel input lebih

kecil dari pada satu. Sehingga variabel luas lahan, tenaga kerja dan penggunaan teknologi bersifat inelastis.

Untuk mengetahui kondisi return to scale dapat dilihat dari persamaan fungsi Cobb Douglas dengan cara

menjumlahkan besarnya setiap koefisien pangkat pada masing-masing variabel independen β1 = 0,5158596, β2 =

0,3125652, β3 = 0,5993688, sehingga diperoleh hasil sebesar 1,4277936. Dengan melihat hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa hasil produksi kopi arabika amstirdam berada dalam kondisi skala output meningkat (increasing

Page 15: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

return to scale), karena β1+ β2+ β3 > 1. Kesimpulan dari hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan faktor

produksi luas lahan, tenaga kerja, dan penggunaan teknologi akan menghasilkan tambahan output yang lebih besar.

Tabel 5: Koefisien Variabel Independen Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit

Luas Lahan Tenaga Kerja Penggunaan Teknologi

Ampelgading 0.7955219 -0.0034162 1.523754

Sumbermanjing 0.6573618 -0.1642578 0.7466982

Tirtoyudo 0.2271821 0.7574989 1.557925

Dampit 0.2334917 0.4133556 0.306207 Sumber: Hasil Regresi Stata 16, 2021 (diolah)

Untuk mengetahui kondisi return to scale dari Kecamatan Ampelgading dapat dilihat dari Tabel 4.9 dengan cara

menjumlahkan besarnya setiap koefisien pangkat pada masing-masing variabel independen β1 = 0.7955219, β2 = -

0.0034162, β3 = 1.523754, sehingga diperoleh hasil sebesar 2.3158597. Dengan melihat hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa hasil produksi kopi arabika amstirdam di Kecamatan Ampelgading berada dalam kondisi skala

output meningkat (increasing return to scale), karena β1+ β2+ β3 > 1.

Untuk mengetahui kondisi return to scale dari Kecamatan Sumbermanjing dapat dilihat dari Tabel 4.9 dengan cara

menjumlahkan besarnya setiap koefisien pangkat pada masing-masing variabel independen β1 = 0.6573618, β2 = -

0.1642578, β3 = 0.7466982, sehingga diperoleh hasil sebesar 1.2398022. Dengan melihat hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa hasil produksi kopi arabika amstirdam di Kecamatan Sumbermanjing berada dalam kondisi skala

output meningkat (increasing return to scale), karena β1+ β2+ β3 > 1.

Untuk mengetahui kondisi return to scale dari Kecamatan Tirtoyudo dapat dilihat dari Tabel 4.9 dengan cara

menjumlahkan besarnya setiap koefisien pangkat pada masing-masing variabel independen β1 = 0.2271821, β2 =

0.7574989, β3 = 1.557925, sehingga diperoleh hasil sebesar 2.542606. Dengan melihat hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa hasil produksi kopi arabika amstirdam di Kecamatan Tirtoyudo berada dalam kondisi skala output

meningkat (increasing return to scale), karena β1+ β2+ β3 > 1.

Untuk mengetahui kondisi return to scale dari Kecamatan Dampit dapat dilihat dari Tabel 4.9 dengan cara

menjumlahkan besarnya setiap koefisien pangkat pada masing-masing variabel independen β1 = 0.2334917, β2 =

0.4133556, β3 = 0.306207, sehingga diperoleh hasil sebesar 0.9530543. Dengan melihat hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa hasil produksi kopi arabika amstirdam di Kecamatan Dampit berada dalam kondisi skala output

menurun (decreasing return to scale), karena β1+ β2+ β3 < 1.

Rantai Pasokan

Rantai pasokan (supply chain) digunakan untuk menjelaskan sebuah proses dimana produk dihasilkan dan

disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Suatu peta pasar (market map) mendefinisikan rantai nilai antara

pemasok dan pengguna akhir, yang mempertimbangkan berbagai mekanisme pembelian yang dijumpai dalam suatu

pasar, termasuk bagian yang diperankan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi. Sebuah supply chain (rantai pasokan)

merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan yang mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk

mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen (Kalakota, 2000:197).

Page 16: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

Gambar 8: Peta Pasar

Fungsi Inti

Petani kopi Amstirdam pada dasarnya masih menerapkan cara berkebun kopi yang tradisional. Mereka hanya

merawat dan memanen kopi. Banyak petani kopi yang hanya mengetahui pemilahan biji kopi yang baik itu menurut

ukuran green been. Tanaman kopi mulai dapat diambil hasilnya setelah tanaman berumur sekitar 3 tahun. Buah kopi

siap dipanen apabila buah sudah matang yang ditandai dengan berwarna merah yang berarti sudah masak penuh. Buah

kopi yang di produksi kopi amstirdam hanya pada musim tertentu dan biasanya pada bulai Mei/ Juni dan berakhir

pada bulan Agustus/September. Kegiatan pasca panen yang dilakukan petani kopi amstirdam biasanya hanya sebatas

penjemuran kopi dan pengelupasan kulit kopi.

Petani kopi amstirdam mereka biasanya menggantungkan hidup dari kopi, dan budidaya aneka buah seperti pisang

dan salak. Mereka juga merawat kambing dan ayam untuk tambahan penghasilan. Tanaman salak dibudidayakan oleh

petani karena harga kopi pada tahun dahulu rendah serta produksi yang terus menurun setiap tahunnya. Merasa selalu

mengalami kerugian dengan kopi, sehingga lahan kopi dialihkan dan digantikan dengan tanaman salak. Namun,

dengan pelatihan dan penampingan yang dilakukan BPP dan Dinas Perkebunan Kabupaten Malang, membuat petani

sadar bahwa kopi robusta masih sangat potensial. Kegiatan dari petani kopi amstirdam ini sangat beragam baik

pendanaan secara swadaya dari kelompok tani maupun dari bantuan social. Biasanya akan diadakan pertemuan rutin

setiap awal bulan dengan kelompok tani dari desa mereka. Kegiatan yang unik dari petani kopi asmtirdam adalah

sambang kebun sesama anggota kelompok. Kegiatan sambang kebun merupakan kegiatan berkunjung ke kebun salah

satu anggota kelompok yang budidaya atau cara berkebun baik, sehingga hasil produksinya lebih banyak dibandingkan

anggota kelompok yang lain. Kegiatan ini bertujuan untuk belajar bersama yang nantinya akan menjadi contoh untuk

diterapkan untuk meningkatkan hasil produksi.

Kurangnya pengetahuan dan pendidikan petani membuat para petani kopi menjual hasil panennya kepada pengepul

terkadang dengan harga dibawah standar. Karena tidak mengetahui standar harga kopi dan kategori atau grade kopi.

Akibat hal tersebut, banyak pengepul yang memanfaatkan sebagai bisnis yang menguntungkan. Dengan

memanfaatkan ketidaktahuan para petani kopi terkait harga pasar kopi di pasaran. Pengepul kopi punya andil besar

dalam penentuan harga kopi. Karena keterbatasan informasi dan teknologi tentang harga pasar oleh petani sehingga

pengepul bisa menentukan harga sesukanya.

Page 17: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

Petani kopi Amstirdam biasanya menjual hasil produksinya kepada pengepul desa, pengepul district di Dampit,

roaster local dan PT. Asal jaya. Dari hasil wawancara kepada petani didapatkan lembaga pemasaran untuk menjual

kopinya kepada CV. Sumber Agung, UD Anugrah, UD. Adi Wijaya, dan UD Murni. Kapasitas serapan dari setiap

lembaga pemasaran terutama pengepul tidak terbatas. Mereka bisa membeli berapapun jumlah kopi yang dijual oleh

petani. Pengepul desa dan district nantinya akan menjual kembali ke roasting house. Dari roasting house, kopi akan

diroasting dan dikemas menarik untuk selanjutnya dijual ke coffee shop atau ke konsumen perseorangan. Untuk biji

kopi yang dijual kepada eksportir PT. Asal Jaya biasanya petani menjual kualitas biji kopi grade rendah. Sedangkan

untuk grade kopi yang bagus akan dijual kepada pengepul district dan roaster local, dikarenakan harga yang mereka

tawarkan lebih tinggi.

Para petani kopi Amstirdam belum mendapatkan penyuluhan yang maksimal dari pemerintah. Terutama

penyuluhan yang bersifat teknis dan edukasi terkini mengenai tren kopi. Selain itu pemerintah belum memberikan

penyuluhan yang maksimal terkait standart kualitas grade kopi. Kurangnya edukasi dan penyuluhan membuat para

petani kopi tidak bisa bisa meningkatkan produktifitas maupun kualitas kopi Amstirdam. Namun, salah satu eksportir

besar yang ada di Kecamatan Dampit, yakni PT. Asal Jaya mulai pada tahun 2015 mulai memberikan pelatihan kepada

para petani kopi Amstirdam. Terutama mengenai bagaimana membantu petani agar menghasilkan biji kopi yang

berkualitas.

Kedai Kopi Amstirdam merupakan salah satu kedai kopi yang terkenal di Kota Malang yang menjual minuman

dan biji kopi Amstirdam. Kedai Kopi Amstridam merupakan salah satu kedai kopi yang langsung membeli grean been

langsung dari petani. Nantinya mereka akan meroasting sendiri dan menjual langsung ke konsumen yang ada di kota

Malang.

Fungsi Pendukung

Sejauh ini budidaya yang dilakukan oleh para petani kopi Amstirdam belum memanfaatkan secara maksimal

penggunaan teknologi. Kurangnya penyuluhan tentang budidaya kopi kepada Petani Kopi menjadi penyebabnya.

Akibat hal tersebut PT. Asal Jaya mulai melakukan penyuluhan kepada petani kopi amstirdam. Meskipun bukan

berasal dari pemerintahan, perusahaan eksportir swasta ini tetap memberikan edukasi gratis kepada para petani kopi.

Karena hal tersebut bertujuan agar hasil kopi tetap berkualitas, dengan kopi yang berkualitas pula para petani nantinya

akan bisa lebih sejahtera.

Informasi pasar menjadi konsentrasi para penyuluh. Salah satu organisasi non profit Sustainable Coffee Platform

of Indonesia (SCOPI) ikut dalam mengedukasi petani kopi amstirdam. Master Trainer dari SCOPI memberikan

edukasi tentang bagaimana mengolah kopi pasca produksi. Dengan memberikan edukasi tentang roasting dan

bagaimana cara menyajikan kopi yang enak dilidah masyarakat. Para pelaku penjual kopi di Kecamatan Dampit dan

Kota Malang, baik dalam bentuk biji maupun bubuk masih terkendala dengan info pasar yang terbatas. Promosi yang

minim membuat konsumen maupun para pedagang tidak memiliki informasi yang cukup untuk mendongkrak

pemasaran yang semakin besar dan berkelanjutan.

Jasa transportasi yang selama ini mendukung proses bisnis kopi amstirdam yaitu kapal, mobil dan kurir. Kapal

merupakan transportasi utama yang digunakan oleh para eksportir dalam membawa hasil kopi dari Indonesia ke negara

tujuan ekspor. Biasanya pengepul menggunakan mobil untuk mengangkut hasil produksi kopi dari petani. Jasa kurir

biasa juga digunakan oleh pelaku usaha dalam mengirim produk kopi yang dijual ke tempat yang cukup jauh. Selain

itu juga digunakan untuk membeli wadah produk kopi yang dijual ke konsumen.

Regulasi dan Kebijakan

Dinas Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan yang bertanggung jawab membina dan mendampingi

pemberdayaan petani kopi di Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit terlihat masih belum

optimal. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan penyuluh pertanian dan petani kopi. Mayoritas para petani belum

mendapatkan edukasi yang merata tentang pra dan pasca panen. Selama ini petani kopi amstirdam masih berkebun

dengan cara tradisional dan tidak semua petani mampu menjaga kualitas grade biji kopi. Pengontrolan harga kopi juga

masih belum maksimal. Hal ini yang menjadi salah satu faktor penghambat proses penyuluhan dari lembaga

pemerintahan kurang tidak maksimal.

Dinas Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang melakukan Kerjasama Penerapan

Nasional Kurikulum dan Manual Pelatihan Kopi Robusta Berkelanjutan antara SCOPI. Kerjasama ini akan

menghasilkan Master Trainer di kawasan Amstirdam dengan target melatih petani menjadi Master Trainer sebanyak

50 orang di wilayah Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo, dan Dampit. Target petani yang

wajib memahami GAP (Good Agriculture Practice) dan GMP (Good Manufacturing Practice) sebanyak 15.000

petani. Master Trainer inilah yang nantinya bisa menerapkan standarisasi biji kopi agar petani dapat meningkatkan

nilai tambah dalam kopinya sehingga menjadikan komoditas yang menguntungkan. Pemerintah Kabupaten Malang

Page 18: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

bertekad mengintensifkan budidaya kopi robusta untuk memenuhi kebutuhan pasar kopi dunia. Gerakan intensifikasi

penanaman kopi untuk memperluas tanaman kopi dengan cara menyediakan benih unggul, pembinaan dan

pendampingan kepada para petani kopi Amstirdam.

Kopi Amstirdam sudah mendapatkan sertifikat komoditas kopi yang diterbitkan oleh The Common Code for The

Coffee Community Association (4C). Sertifikat 4C itu merupakan hasil kerja sama antara petani kopi di Kabupaten

Malang dengan PT. Asal Jaya yang dapat memenuhi permintaan pasar (ekspor) kopi. Kebijakan khusus yang mengatur

dan membantu para petani kopi dalam mengakses informasi pasar. Selama ini yang menjadi pembawa informasi hanya

dari para sukarelawan penyuluh kopi dari komunitas dan PT. Asal jaya, sehingga para petani kopi yang dalam

menentukan harga sangat bergantung dengan PT. Asal Jaya.

Prospek Kedepan

Saat ini kondisi permintaan kopi, baik di dalam negeri maupun dunia, kian tinggi. Seiring tren gaya hidup

mengkonsumsi kopi baik di kedai kopi maupun di tempat lainnya. Konsumsi kopi orang Indonesia saat ini meningkat

rata-rata 8 persen per tahun. Menurut lembaga International Coffee Organization (ICO), tren minum kopi di tingkat

dunia akan tumbuh 25 persen dalam lima tahun ke depan.

Berdasarkan prospek yang cukup bagus tersebut maka pemerintah bisa melaksanakan kegiatan intensifikasi dan

perluasan kopi. Untuk kegiatan intensifikasi dan perluasan tanaman kopi para petani bisa diberikan pembenah tanah

organik, benih unggulan, pupuk organik, gunting pangkas dan Attractant. Untuk meningkatkan produksi kopi juga

bisa dengan memberikan penanganan organisme penggagu tanaman, dan pemberian bantuan alat pengolahan dan

pascapanen.

Di kota Malang, kafe tumbuh dengan sangat pesat. Ngopi makin ngetren. Profesi terkait juga ikut ngetren, seperti

barista dan roaster. pengembangan sebaiknya dimulai dengan pembenahan kualitas komoditas kopi yang

diperdagangkan, baik itu dalam bentuk biji, bubuk, maupun dalam bentuk sajian minuman kopi di café-café.

Pengembangan dalam bentuk pengemasan, pengolahan produk café maupun festival kopi akan membuat kopi

Amstirdam dikenal. Produksi kopi Amstirdam sendiri sebenarnya sudah berkurang drastis akibat banyak lahan kopi

jadi permukiman dan bangunan usaha. Dengan Kopi Amstirdam sangat populer dalam sejarah perkopian baik di

Indonesia maupun Dunia. Hal ini dibuktikan dengan sertifikat 4C oleh asosiasi industri kopi dunia. Diperlukan

pengintensifkan budidaya kopi robusta untuk memenuhi permintaan pasar kopi dunia dari Malang yang cenderung

meningkat. Standarisasi produk untuk menjaga kualitas dan jaminan mutu bagi konsumen menjadi sangat krusial

untuk dilakukan

Pelatihan bagi para pelaku di komoditas kopi, meliputi pedagang, pengepul maupun petani untuk peningkatan

kualitas menjadi syarat utama untuk eksistensi kopi amstirdam. Diperlukan Promosi secara bersama dan massive

untuk mengenalkan kopi Amstirdam secara luas. Bentuknya bisa festival atau pameran bersama dengan bentuk

kemasan dan olahan yang bervarian.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian analisis faktor produksi kopi amstirdam di Kecamatan Ampelgading,

Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan Dampit, Malang, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan bahwa secara parsial, dari variabel luas lahan, tenaga kerja, dan penggunaan teknologi

1. Variabel luas lahan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil produksi kopi, dimana semakin

besar luas lahan, maka akan meningkatkan hasil produksi. Dengan semakin bertambahnya luas lahan pertanian

kopi maka jumlah pohon yang ditanam juga semakin banyak sehingga akan membuat hasil produksi meningkat

dengan pengelolaan lahan yang baik.

2. Variabel tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil produksi kopi, dimana semakin

banyak jumlah tenaga kerja, maka akan meningkatkan hasil produksi. Tenaga kerja yang banyak akan

memberikan bantuan lebih bagi pemilik perkebunan kopi untuk mengolah perkebunan kopi yang dimilikinya.

3. Variabel penggunaan teknologi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil produksi kopi, dimana

semakin banyak teknologi yang digunakan, maka akan meningkatkan hasil produksi. Penggunaan teknologi akan

memberikan dampak yang baik dalam proses produksi, hal itu dijelaskan saat menggunakan teknologi modern

maka pencapaian hasil produksi akan menjadi efektif dan efisien.

Saran

Berdasarkan dari kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan penulis adalah:

Page 19: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

1. Petani kopi perlu meningkatkan produktivitas dan daya saing. Penyerapan teknologi perkebunan sangat

diperlukan dalam upaya diversifikasi hasil perkebunan. Prospek ekonomi bagi para petani kopi ini sangat besar,

mengingat kopi merupakan komoditias andalan di Kecamatan Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, dan

Dampit, Malang. Oleh karena itu bila para petani dapat meningkatkan hasil produksinya, maka akan dapat

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi keluarga.

2. Pemerintah terutama Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang agar lebih efektif

dalam memberikan penyuluhan kepada para petani kopi dalam rangka meningkatkan produksi kopi. Pemerintah

juga perlu melakukan regulasi harga kopi sehingga dapat mendorong kesesuaian harga komoditas kopi. Sehingga

petani dapat menjual kopi dengan harga terbaik di pasaran.

DAFTAR PUSTAKA

Afgani, R., & Husain, S. B. (2018). Manisnya Kopi di Era Liberal: Perkebunan Kopi Afdeling Malang, 1870-1930.

2(1), 24–35.

Angkat, R. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Kopi Ateng.

Mohar, D. (2004). Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Caswell, Margriet F. 2001. Adoption of Agricultural Production Practices: Lessons Learned from the U.S. Department

of Agriculture Area Studies Project. Agricultural Economic Report No. 792.

Dewi, R. I. (2013). Pengaruh Investasi dan Tingkat Upah terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Timur.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik Perkebunan Kopi. Kementerian Pertanian. Jakarta. 31 p

Fidiyana, F. (2016). Analisis Hasil Produksi Sektor Pertanian di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur 2010-2013. 59.

Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 23. Semarang: Badan Penerbit

Universitas Diponegoro.

Goor, J. (1600-1830). Trading Companies in Asia. Uttrecht: Het Uitgevers.

Hanafie, R. (2010). Pengantar Ekonomi Pertanian. CV Andi offset. 308 hlm.

Hartwich, F. and Scheidegger, U. (2010). Fostering Innovation Networks: The Missing Piece in Rural Development.

Rural Development News.

Irawan, S. (1992). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.

Iswandono. (2004). Ekonomi Mikro Modern.

Junaidi, A. (2017). Analisis Produksi Kopi di Desa Bocek Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang.

Kalakota, R. 2000. E-Business 2.0: Roadmap to Success. Longman: Addison Welley, USA.

Kementerian Pertanian. (2017). Outlook Kopi 2017. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Sekretariat

Jenderal - Kementerian Pertanian.

Machmudz, M. (2007). Ekonomi Mikro. UIN-Maliki Press.

Page 20: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

Mafor. (2015). Faktor Produksi Padi di Sawah Dua Kecamatan Tompasobaru.

Malang, B. (2016-2018). Luas dan Produksi Kopi Robusta Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Malang.

Malang, B. (2018). Luas dan Produksi Kopi Arabika Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Malang. Malang: BPS

Malang.

Marhaenanto, B., Soedibyo, D. W., & Farid, M. (2015). Penentuan Lama Sangrai Kopi Berdasarkan Variasi Derajat

Sangrai Menggunakan Model Warna RGB Pada Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing). Jurnal

Agroteknologi, 102-111.

Matz-Usry. (1990). Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian. Jakarta: Erlangga.

Miller, R. L. (2000). Teori Ekonomi Mikro Intermediate: Teori, Masalah Pokok dan Penerapan. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Mubyarto. (2002). Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.

Mulyadi, S. (2012). Ekonomi Sumber Daya Manusia: Dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta Raja Grafindo

Persada.

Nugroho. (2014). Hubungan Faktor Produksi Terhadap Produksi Susu di Kabupaten Boyolali.

Nuraini, I. (2003). Pengantar Ekonomi Mikro. Malang: Universitas Muhammadiyah.

Ola, F. G. P. R. (2013). Pendapatan dan Fungsi Produksi Jagung Pada Usaha Tani Jagung.

Pracoyo, A. (2006). Aspek Dasar Ekonomi Mikro. Jakarta: PT Grasindo.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. (2020). Outlook Kopi. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian. Jakarta.

Ravianto, J. (1995). Produktivitas dan Manajemen. Jakarta: SIUP.

Riduwan dan Akdon. (2010). Rumus dan Data dalam Analisis Data Statistika. Bandung: Alfabeta.

Rosyidi, S. (2000). Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Saifuddin. (1992). Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Perkebunan Kopi di Kebun Getas/Assinan

Banaran, PT Perkebunan XVII.

Soekartawi. (2003). Teori Ekonomi Produksi. Jakarta: Rajawali Pers.

Sudarman, A. (2004). Teori Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFEY Yogyakarta.

Sudjarmoko, B. (2013). Prospek Pengembangan Industrialisasi Kopi Indonesia. Sirinov. 1 (3), 99-110.

Page 21: ANALISIS FAKTOR PRODUKSI KOPI AMSTIRDAM DI …

Sugiyono, S. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sukirno, S. (2013). Mikroekonomi. Indonesia: PT Raja Gafrindo Persada.

Suprapto. (2010). Analisis Hal-Hal Yang Mempengaruhi Hasil Produksi Pertanian Padi Organik di Kabupaten Sragen.

Yulanda, A. C. (2019). Analisis Faktor-Faktor Produksi Yang Mempengaruhi Proses Produksi Kopi Arabika