Upload
dinhdieu
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN
EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA
PROPINSI JAWA TIMUR
Oleh :
MARIA YUNITASARI
NRP A 14303015
DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN MARIA YUNITASARI. Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur. Di Bawah Bimbingan HERMANTO SIREGAR.
Kebijakan pembangunan ekonomi pada pemerintahan orde baru yang berorientasi pada peranan uang (capital centered development), telah berhasil meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun keberhasilan pada masa tersebut tidak berlangsung lama. Masa pemulihan perekonomian Indonesia akibat krisis lebih lambat dibandingkan dengan Korea, Jepang, dan Thailand. Peringkat Indonesia ke-111 dari 175 negara di dunia, menunjukkan rendahnya kualitas manusia Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, rendahnya kualitas manusia Indonesia disebabkan oleh rendahnya perhatian dan kebijakan pengeluaran pemerintah terhadap pembangunan manusia. Kenyataan tersebut mendorong dilakukannya perubahan paradigma pembangunan, dimana pembangunan dilakukan dengan pendekatan ekonomi yang dihumaniskan (people center development) dengan menjadikan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan, bukan sebagai alat pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama (sustainable). Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan sosial yang pro pembangunan manusia. Selama ini, PDRB dipercaya sebagai ukuran utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Dengan adanya perubahan paradigma pembangunan, UNDP mengajukan IPM sebagai indikator yang dianggap lebih baik guna mengukur keberhasilan pembangunan. UNDP menunjukkan bahwa wilayah yang mempunyai PDRB tinggi, belum tentu memilki IPM yang tinggi pula. Namun, wilayah yang IPMnya rendah, belum tentu PDRBnya juga rendah. Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi dengan PDRB yang tinggi namun IPM yang rendah. Pada tahun 1999, PDRB Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-3, namun pembangunan manusianya menduduki peringkat ke-22. Selain itu, Propinsi Jawa Timur juga tercatat sebagai propinsi dengan angka kemiskinan yang tinggi dan PDRB per kapita yang rendah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur dan melihat seberapa besar faktor tersebut mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa Timur. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari BPS dan situs-situs yang menyediakan data-data yang terkait dengan peneltian ini (Sistem Informasi Keuangan Daerah-Departemen Keuangan, UNDP, dan World Bank).
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan dengan membaca tabel dan grafik untuk melihat kecenderungan dari perkembangan data-data komponen atau variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan teknik estimasi menggunakan data panel atau pooled data (kombinasi data time series dan cross section). Dengan unit cross section adalah 29 kabupaten dan 8 kota di Propinsi Jawa Timur, dan tahun 1996, 1999, dan 2002 sebagai unit time series-nya.
Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel dan Eviews 4.1. Sedangkan estimasi dengan data panel dilakukan melalui uji kesesuaian model (pooled least square, fixed effect, dan random effect) untuk mengetahui model mana yang terbaik dalam mengestimasi model dan uji evaluasi model.
Analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur diestimasi dengan menggunakan 6 (enam) variabel penjelas, yaitu variabel PDRB per kapita, kemiskinan, peran perempuan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, dan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan. Untuk menunjukkan adanya kebijakan desentralisasi politik, administratif, dan fiskal, dimasukkan dummy otonomi daerah ke dalam model.
Uji kesesusuaian model dari teknik estimasi data panel dilakukan dengan Chow Test dan Hausman Test. Dari uji tersebut, dihasilkan bahwa model fixed effect lebih baik digunakan untuk melakukan analisis hubungan antara kinerja ekonomi dan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur. Kemudian, setelah dibandingkan antara model fixed effect PLS (tanpa pembobotan) dengan model fixed effect GLS (cross secton weighted), disimpulkan bahwa hasil estimasi dengan model fixed effect GLS menghasilkan lebih banyak variabel yang signifikan dibandingkan dengan model fixed effect PLS.
Hasil estimasi model dengan fixed effect GLS menghasilkan adjusted-R2 sebesar 0,9999, artinya 99,99 persen model dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya. Pada taraf nyata 5 persen, variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia adalah variabel PDRB per kapita, kemiskinan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan otonomi daerah. Sedangkan variabel yang berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pembangunan manusia adalah peran perempuan.
PDRB per kapita mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,008. Kemiskinan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien sebesar -0,04. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,019. Pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien sebesar -0,006. Kebijakan otonomi daerah mempunyai pengaruh positif dan signfikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,018. Sedangkan peran perempuan, yang dalam hal ini diwakili oleh indeks pemberdayaan jender (IDJ) mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,005.
Pelaksanaan pembangunan seharusnya dilakukan dengan pendekatan secara sektoral dan regional. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap pembangunan manusianya. Oleh karena itu, diperlukan upaya pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan UMKM, Corporate Social Responbility (CSR), proyek usahatani, serta bantuan kredit dan pemberdayaan masyarakat pesisir (nelayan).
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI
DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA
PROPINSI JAWA TIMUR
Oleh :
MARIA YUNITASARI
A 14303015
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul Skripsi : ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN
EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA
PROPINSI JAWA TIMUR
Nama : Maria Yunitasari
NRP : A 14303015
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. NIP. 131 803 656
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP .131 124 019
Tanggal lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN
PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR” BELUM PERNAH
DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN
MANAPUN. UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-
BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN
DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2007
Maria Yunitasari
NRP A 14303015
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur pada
tanggal 1 November 1984. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara
dari pasangan Bapak Mardjuki dan Ibu Siti Wahyuni.
Penulis mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi pada
tahun 1992. Pendidikan Sekolah Dasar Penulis diselesaikan di SD Negeri
Baleharjo II Pacitan pada tahun 1997. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan
di SLTP Negeri 1 Pacitan pada tahun 1997-2000. Pendidikan tingkat atas dapat
Penulis selesaikan di SMU Negeri 1 Pacitan tahun 2000-2003.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI
pada tahun 2003. Di IPB penulis diterima pada program studi Ekonomi Pertanian
dan Sumberdaya (EPS), Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif dalam himpunan profesi
Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilm Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA)
periode 2003/2004 sebagai staf pada Departemen Kewirausahaan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan
Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur” dapat
diselesaikan.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada
kesempatan ini Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Hermanto
Siregar, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyelesaian penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis berusaha mengerjakan dan menyajikan skripsi ini dengan sebaik-
baiknya. Namun demikian, Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan
dan kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2007
Maria Yunitasari NRP A 143030315
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak pihak yang
turut andil dan berkontribusi. Segala bentuk bimbingan, bantuan, dukungan, dan
doa merupakan nikmat yang akan selalu Penulis syukuri. Untuk itu, sebagai salah
satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, Penulis ingin mengucapan terima
kasih kepada :
1. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang
denga penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, dan
motivasi kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Bapak A. Faroby Falatehan, S.P., ME. selaku penguji utama dan Ibu Eva
Anggraini, S.P., M.Si. selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan yang
telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan saran dalam
penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang ikhlas,
doa yang tulus, dorongan moril dan materiil, serta Mas Aan yang
senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi.
4. Pak Budi, Kak Ary, Kak Hendi, Mas Roni, atas segala bantuannya.
5. Mbak Pini yang selalu memberikan semangat dan keceriaan.
6. Evy Fachraini Winniasri dan Roy Syahputra Ginting yang terus bersama-
sama berjuang dalam penelitian ini.
7. Teman-teman EPS ’40 yang ceria dan kompak.
8. Teman-teman Edelweiss yang selalu memberi keceriaan, kebersamaan,
dan semangat.
9. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu
per satu.
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dan
ridho dari Allah SWT. Amin.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xiv
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Manusia .........................................................................11
2.2 Pertumbuhan Ekonomi ..........................................................................13
2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia .............................15
2.4 Hasil Penelitian Terdahulu ....................................................................18
III. KERANGKA BERPIKIR
3.1 Kerangka Konseptual ............................................................................25
3.1.1 Indeks Pembangunan Manusia ...................................................25
3.1.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto ........................................26
3.1.3 Kemiskinan ..................................................................................26
3.1.4 Indeks Pemberdayaan Jender ......................................................27
3.1.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah ...................................................28
3.1.6 Otonomi Daerah ..........................................................................30
3.1.7 Analisis Panel Data .....................................................................31
3.2 Kerangka Operasional ...........................................................................35
3.3 Hipotesis Penelitian ...............................................................................38
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................40
4.2 Jenis dan Sumber Data ..........................................................................40
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data ..................................................41
4.3.1 Spesifikasi Model Analisis Panel Data .......................................42
4.3.2 Uji Kesesuaian Model .................................................................44
4.3.3 Evaluasi Model ............................................................................47
4.4 Definisi Operasional ..............................................................................49
V. GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA TIMUR
5.1 Kondisi Geografis .................................................................................51
5.2 Administrasi Pemerintah .......................................................................52
5.3 Kependudukan dan Sosial .....................................................................52
5.4 Perekonomian dan Sektor Lapangan Usaha ..........................................53
5.5 Tipologi Kabupaten/Kota ......................................................................56
VI. PEMBANGUNAN MANUSIA, PERTUMBUHAN EKONOMI,
TINGKAT KEMISKINAN, INDEKS PEMBERDAYAAN JENDER,
DAN PENGELUARAN SOSIAL PEMERINTAH
6.1 Indeks Pembangunan Manusia ..............................................................60
6.2 Pendaptan Domestik Regional Bruto per Kapita ...................................64
6.3 Tingkat Kemiskinan ..............................................................................66
6.4 Indeks Pemberdayaan Jender ................................................................70
6.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah .............................................................73
VII. ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KINERJA EKONOMI DENGAN
PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR
7.1 Uji Kesesuaian Model ...........................................................................78
7.2 Evaluasi Model ......................................................................................78
7.3 Analisis Hubungan Antara Kinerja Ekonomi dengan
Pembangunan Manusia .........................................................................82
7.3.1 Variabel yang Signifikan Mempengaruhi Pembangunan
Manusia ........................................................................................83
7.3.2 Variabel yang Tidak Signifikan Mempengaruhi
Pembangunan Manusia ................................................................91
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan ..........................................................................................92
8.2 Saran ....................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................95
LAMPIRAN ..........................................................................................................98
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan dan Pendidikan di
Beberapa Negara ASEAN .........................................................................2
2. Peringkat Propins i di Indonesia Berdasarkan PDRB dan PDRB
per Kapita (dalam ribu rupiah), serta IPM Tahun 1999 ............................5
3. Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Persentase Penduduk Miskin
Tahun 1996, 1999, dan 2002 ....................................................................69
4. Realisasi Pengeluaran Pembangunan Kabupaten/Kota
di Propinsi Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 .............................73
5. Hasil Estimasi Panel Data dengan model Fixed Effect GLS ...................80
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan
Pembangunan Manusia .........................................................................16
2. Bagan Kerangka Operasional ................................................................38
3. Perkembangan IPM Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur
Tahun 1996, 1999, dan 2002 .................................................................62
4. Perkembangan PDRB per Kapita ADHK 1993 Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 1996, 1999, dan 2002.......................................65
5. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota
se- Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ........................................68
6. Perkembangan Indeks Pemberdayaan Perempuan Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 1996, 1999, dan 2002.......................................72
7. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Pendidikan
Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 1996, 1999,
dan 2002 ................................................................................................75
8. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Kesehatan
Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 1996, 1999,
dan 2002 ................................................................................................77
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman
1. Komponen Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Jawa
Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ....................................................99
2. Data Mentah Olahan Untuk Estimasi Data Panel .............................101
3. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Pooled Least Square ............104
4. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Fixed Effect ..........................105
5. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Random Effect ......................106
6. Uji Kesesuaian Model .......................................................................108
7. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Fixed Effect GLS .................110
8. Peta Propinsi Jawa Timur ..................................................................112
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan pembangunan ekonomi yang ditempuh pada masa lalu
ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Pada
masa pemerintahan orde baru, pembangunan berorientasi di bidang ekonomi
dengan menitikberatkan pada peranan uang (capital centered development).
Kemajuan dalam kegiatan perekonomian pada masa itu telah berhasil
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Namun keberhasilan tersebut tidak berlangsung lama akibat terjadinya
krisis ekonomi. Pengalaman selama krisis menunjukkan bahwa negara-negara
yang mempunyai kualitas sumber daya manusia yang lebih baik lebih cepat
bangkit dari krisis yang melandanya. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara
seperti Korea, Jepang, Thailand, dan negara-negara lainnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa secara langsung maupun tidak langsung, kualitas sumber
daya manusia mempunyai peran yang paling utama dan sangat menentukan dalam
pembangunan ekonomi.
Pada tahun 2003, Indonesia termasuk dalam kategori menengah dalam
pembangunan manusia dengan peringkat ke-111 dari 175 negara1. Indonesia
berada satu peringkat di atas Vietnam namun jauh di bawah Singapura, Malaysia,
Thailand, dan Filipina. Peringkat Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahun.
Hal ini diduga sebagai akibat dari rendahnya perhatian pemerintah pada aspek
pembangunan manusia.
1 www.tpkri.org Kongres Pembangunan Manusia Indonesia (2006)
2
Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia tercatat sebagai negara dengan
alokasi anggaran untuk kesehatan dan pendidikan yang paling rendah. Jika dilihat
pada Tabel 1 di bawah ini, pengeluaran masyarakat dan pemerintah pada bidang
pendidikan dan kesehatan di Indonesia paling kecil di kawasan ASEAN. Padahal
potensi sumber daya manusia di Indonesia adalah paling besar di Asia Tenggara.
Tabel 1. Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan dan Pendidikan Beberapa Negara
ASEAN Tahun 2000
Negara Persentase dari
Pengeluaran Pemerintah Persentase dari Pengeluaran Masyarakat (% dari PDB)
Pendidikan Kesehatan Pendidikan Kesehatan Indonesia 9 3 1,7 0,7 Malaysia 23 6 5,3 1,4 Singapura 20 3 2,2 1,3 Filipina 19 7 3 1,3 Thailand 22 9 4,2 1,4 Vietnam - - 7 1,1
Sumber : UNICEF dalam Remi (2006)
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa persentase pengeluaran pemerintah
dan masyarakat Indonesia untuk sektor pendidikan dan kesehatan, paling rendah
jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya. Dari data tersebut,
dapat dilihat target pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk sektor
pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD di luar belanja rutin, juga belum
tercapai.
Menurut World Bank (2000), jika dibandingkan dengan rata-rata negara-
negara di Asia Timur dan Pasifik, pembiayaan pemerintah Indonesia untuk sektor
kesehatan 20 persen lebih rendah dan manfaatnya cenderung dirasakan oleh
kelompok orang kaya. Sekitar 20 persen orang miskin hanya menggunakan
delapan persen untuk pelayanan kesehatan dasar dibandingkan 39 persen yang
3
dinikmati oleh 20 persen orang kaya. Oleh karena itu, diperlukan political will
yang kuat dari pemerintah untuk meningkatkan anggaran pembangunan manusia.
Ketimpangan regional, krisis multidimensional, kemiskinan, dan ancaman
disintregasi nasional memaksa terjadinya perubahan paradigma pembangunan.
Pada orde reformasi, pembangunan dilakukan dengan pendekatan ekonomi yang
dihumaniskan (people centered development) dengan memasukkan aspek sosial,
kesejahteraan, dan lingkungan. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang dicapai
akan menjadi “pelayan” bagi pemenuhan berbagai aspek kebutuhan masyarakat
secara berkeadilan (UNDP dalam Ilmalia, 2005).
Perubahan paradigma pembangunan pada dasarnya adalah menjadikan
manusia sebagai tujuan akhir pembangunan, bukan sebagai alat pembangunan.
Pembangunan manusia menekankan terpenuhinya kehidupan yang layak bagi
manusia. Pertumbuhan ekonomi dapat menunjang pemenuhan hak dan kebebasan,
serta mempromosikan simbiosis antara pembangunan ekonomi dan keadilan
sosial; antara ekonomi yang maju dan politik yang sehat; serta antara
kesejahteraan masyarakat dan individu.
Pembangunan yang menjamin keberlanjutan hidup manusia dan
berkeadailan sosial, merupakan kewajiban negara untuk memenuhi kewajibannya
terhadap hak atas pembangunan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, program
pembangunan harus diarahkan untuk pemerataan dan pengurangan pemiskinan
melalui komitmen visi pembangunan nasional, dan diimplementasikan melalui
konsep pembangunan yang berpihak kepada orang miskin (pro-poor development)
serta berbasis pada keadilan gender (being based on justice of gender).
4
Dengan demikian, keberadaan pembangunan manusia sebagai indikator
kesejahteraan dan sosial masyarakat, sangat penting bagi bangsa Indonesia karena
: (1) Pembangunan pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia, (2)
Pembangunan manusia Indonesia masih sangat tertinggal bila dibandingkan
dengan negara-negara lain, dan (3) Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan
kesehatan, yang notabene berpengaruh pada kualitas SDM, masih sangat rendah.
1.2 Perumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi penting bagi pembangunan manusia. Pertumbuhan
ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan
lama. Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan
sosial yang pro pembangunan manusia. Dengan kata lain, economic development
is not and should not be defined as social development. Walaupun pembangunan
ekonomi dan manusia berhubungan, hubungan itu masih memerlukan intervening
variable, yakni kebijakan sosial yang menopang beroperasinya hubungan itu2.
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) selama ini dipercaya
sebagai salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembangunan ekonomi. Kemudian UNDP mengajukan indikator lain yang
dianggap lebih baik guna mengukur keberhasilan pembangunan yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan IPM
dan pembangunan ekonomi khususnya pembangunan ekonomi di daerah maka
dalam Tabel 2 diperlihatkan angka-angka PDRB, PDRB per kapita, dan IPM
menurut propinsi.
2 Edi Suharto, Ph.D. “Modal Sosial dan Kebijakan Sosial”
5
Tabel 2. Peringkat Propinsi Berdasarkan PDRB dan PDRB per Kapita (dalam
ribu rupiah) serta IPM Tahun 1999
Propinsi PDRB Peringkat PDRB/kapita Peringkat IPM Peringkat Aceh 11.463.291 9 2.906 5 70,1 12 Sumatera Utara 23.714.738 5 2.097 8 71,7 5 Sumatera Barat 7.609.545 11 1.733 14 69,6 15 Riau 19.808.076 6 4.882 3 71,6 6 Jambi 3.145.342 21 1.279 19 70,3 11 Sumatera Selatan 13.521.163 8 1.824 10 70,4 10 Bengkulu 1.693.619 25 1.157 21 70,7 9 Lampung 6.914.210 14 1.106 23 69,8 13 Jakarta 66.164.802 2 7.083 2 77,5 1 Jawa Barat 68.243.530 1 1.701 15 69,6 16 Jawa Tengah 41.862.204 4 1.401 16 69,8 14 Yogyakarta 5.111.563 17 1.754 13 74,0 2 Jawa Timur 61.752.469 3 1.810 11 65,8 22 Bali 7.141.773 12 2.442 6 71,0 7 NTT 3.195.295 20 0.862 25 58,9 26 NTB 2.685.357 23 0.738 26 62,1 24 Kalimantan Barat 6.714.068 15 1.799 12 64,7 23 Kalimantan Tengah 4.036.155 18 2.394 7 72,0 4 Kalimantan Selatan 5.956.571 16 2.012 9 68,0 19 Kalimantan Timur 19.792.193 7 8.147 1 71,0 8 Sulawesi Utara 3.574.698 19 1.331 18 73,3 3 Sulawesi Tengah 2.212.649 24 1.108 22 67,7 21 Sulawesi Selatan 9.485.863 10 1.233 20 67,8 20 Sulawesi Tenggara 1.561.002 26 0.950 24 68,9 18 Maluku 2.981.248 22 1.392 17 69,4 17 Papua 6.944.927 13 3.437 4 61,2 25
Sumber : UNDP dalam Remi (2006)
Dari Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa suatu propinsi yang tertinggi
PDRB-nya tidak selalu memperlihatkan IPM yang tertinggi pula, demikian pula
sebaliknya. Deskripsi tersebut menunjukkan terjadinya ketimpangan antara
pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia antar daerah di Indonesia yang
sangat berpengaruh pula terhadap kemiskinan.
Hingga saat ini, Indonesia masih dalam tahap pemulihan akibat krisis
ekonomi. Namun proses pemulihan melalui restrukturisasi di bidang ekonomi,
sosial dan politik, selama ini berlangsung tidak merata. Selain masalah
6
kesenjangan pendapatan masyarakat, kesenjangan ini juga terjadi dalam
pencapaian IPM antardaerah. Berdasarkan penghitungan terakhir yang dilakukan
oleh BPS, pencapaian 20 IPM terbaik tahun 2004 masih didominasi oleh kota-
kota besar, seperti Jakarta, Yogyakarta, Padang, dan Makasar.
Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi yang berhasil
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara nasional. Hal
tersebut dapat dilihat berdasarkan pada informasi Tabel 1. Pada tahun 1999 PDRB
Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-3 setelah Propinsi Jawa Barat dan
Jakarta. Hal ini mengingat Kota Surabaya sebagai Ibukota Propinsi Jawa Timur,
merupakan kota industri dan metropolitan kedua setelah DKI Jakarta.
Namun, tingkat kesejahteraan manusia di Jawa Timur dalam hal
pendapatan, kecukupan pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, atau
perumahan (komponen kebutuhan dasar manusia yang diagregatkan ke dalam
ukuran IPM) masih menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan. Hal
tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa sebagian besar kabupaten/kota di
Jawa Timur tergolong sebagai daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi,
penerimaan fiskal per kapita yang rendah, dan PDRB per kapita yang rendah3.
Pada tahun 1999 IPM Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-22
dari 26 propinsi di Indonesia. Akibat krisis ekonomi, pada tahun 1999 IPM Jawa
Timur menurun dari 65,5 pada 1996 menjadi 61,8 kemudian meningkat menjadi
62,64 pada tahun 2002. Meskipun mengalami peningkatan, IPM Jawa Timur
menurun ke posisi 25. Hal tersebut sangat kontradiktif dibandingkan dengan
perkembangan dari aspek ekonomi.
3 www.worldbank.org
7
Sejak 1 Januari 2001 diberikan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah otonom. Dengan kewenangan otonomi daerah, masing-masing
pemerintah daerah menyusun perencanaan pembangunan dan anggaran
keuangannya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakatnya. Oleh karena itu, selain untuk membiayai pembangunan sektor-
sektor ekonomi, pemerintah daerah perlu merealokasi pembelanjaan publik untuk
sektor pendidikan dan kesehatan. Investasi dalam modal manusia (human capital),
yaitu pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kebijakan populasi, dapat secara
langsung memperbaiki kualitas hidup. Investasi itu juga dapat memperbaiki
insentif investasi melalui efek angkatan kerja yang lebih sehat dan lebih terdidik
terhadap produktivitas modal. Hal itu akan menggeser tekanan lebih ke arah
modal manusia yang dapat mempromosikan pertumbuhan yang lebih pesat dalam
jangka panjang (World Bank, 2001).
Berdasarkan latar belakang dan kondisi di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan, antara lain :
1. Bagaimana gambaran pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi,
kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial pemerintah di Jawa
Timur ?
2. Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jawa
Timur ?
3. Berapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pembangunan
manusia Jawa Timur ?
8
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi,
kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial pemerintah di Jawa
Timur.
2. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia
Jawa Timur.
3. Menganalisis besarnya pengaruh faktor- faktor yang mempengaruhi
pembangunan manusia Jawa Timur.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
arahan dan sebagai dasar pertimbangan, antara lain :
1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
perumusan dan perencanaan kebijakan pembangunan daerah, baik
pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia.
2. Sebagai pedoman dalam penetapan kebijakan yang terkait dengan alokasi
dana pembangunan dari APBD sehingga dapat lebih efektif dan efisien,
sesuai dengan visi dan misi pembangunan wilayah suatu daerah.
3. Sebagai informasi bagi studi pustaka dan penelitian selanjutnya,
khususnya tentang kajian pembangunan wilayah, otonomi daerah, dan
analisis kebijakan fiskal.
9
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Pembahasan dalam penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur.
Pembangunan manusia dalam penelitian ini ditunjukkan oleh IPM, sedangkan
pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh besarnya PDRB per kapita Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) tahun 1993. Hubungan tersebut juga ditunjukkan oleh
pengaruh dari faktor-faktor lain, seperti tingkat kemiskinan, peran perempuan, dan
kebijakan pengeluaran sosial pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan,
serta pengaruh dari adanya kebijakan otonomi daerah.
Kelengkapan data dari setiap kabupaten dan kota sebagai komponen cross
section menjadi salah satu faktor dalam pemilihan lokasi penelitian. Selain itu,
komponen time series yang digunakan hanya tahun 1996, 1999, dan 2002 karena
data-data mengenai capaian pembangunan manusia dari BPS-Bappenas-UNDP
diterbitkan setiap 4 tahun sekali. Selain itu, keterbatasan data juga berlaku pada
variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Setelah
tahun 2002 format APBN/APBD berubah menjadi anggaran berbasis kinerja
(performance budgeting system), sehingga tidak dapat diketahui alokasi
pengeluaran pemerintah per sektor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pembangunan Manusia
Tujuan dasar pembangunan adalah untuk memperbesar spektrum pilihan
manusia. Pada dasarnya pilihan-pilihan tersebut tidak terbatas dan senantiasa terus
berubah. Manusia sering menghargai capaian-capaian yang tidak terlihat dalam
angka pendapatan dan pertumbuhan ekonomi seperti akses yang lebih besar
terhadap pendidikan, kesehatan, kehidupan yang lebih terjamin, jaminan yang
lebih besar bagi keamanan terhadap kriminalitas dan kekerasan, pemanfaatan
waktu senggang, kebebasan politik dan budaya, serta ikut serta dalam kegiatan
sosial masyarakat (Firdausy, 1998).
Konsep pembangunan manusia lebih luas, mencakup hampir seluruh aspek
kehidupan manusia, dari kebebasan mengungkapkan pendapat sampai dengan
kesetaraan jender, lapangan kerja, gizi anak, sampai angka melek huruf orang
dewasa (BPS-Bappenas-UNDP, 2001). Konsep pembangunan manusia lebih luas
dari teori konvensional dan konsep pembangunan ekonomi. Pada model
pertumbuhan ekonomi titik beratnya lebih menekankan pada peningkatan
pembangunan daripada perbaikan kualitas hidup manusia.
Pembangunan manusia mensyaratkan adanya kebebasan sebagai proses
untuk memperbesar pilihan yang dimiliki manusia (a process of enlarging
people’s choices), kebebasan memilih apa yang mereka inginkan dan bagaimana
mereka akan menjalani hidup. Manusia harus bebas untuk melakukan apa yang
menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik (BPS-
Bappenas-UNDP, 2001).
11
Konsep pembangunan manusia yang direkomendasikan oleh UNDP pada
tahun 1991 mencakup 4 (empat) komponen, yaitu : Pertama, kesetaraan (equality)
yang merujuk pada kesamaan dalam memperoleh akses ke sumber daya ekonomi
dan politik yang menjadi hak dasar warga negara. Ini mensyaratkan sejumlah hal
yaitu : (i) Distribusi aset-aset ekonomi produktif secara adil; (ii) Distribusi
pendapatan melalui perbaikan kebijakan fiskal; (iii) Menata sistem kredit
perbankan untuk memberi kesempatan bagi kelompok kecil dan menengah dalam
mengembangkan usaha; (iv) Menata sistem politik demokratis guna menjamin
hak dan kebebasan politik; dan (v) Menata sistem hukum guna menjamin
tegaknya keadilan.
Kedua, produktivitas (productivity) yang merujuk pada usaha-usaha
sistematis yang bertujuan meningkatkan kegiatan ekonomi. Upaya ini
mensyaratkan investasi di bidang sumber daya manusia, infrastruktur, dan
finansial guna mendukung pertumbuhan ekonomi, yang berdampak terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Agar kapasitas produksi maksimal, maka
investasi lebih difokuskan pada upaya peningkatan mutu SDM, yang ditandai oleh
peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta penguasaan teknologi. SDM
berkualitas memainkan peranan sentral dalam proses pembangunan suatu bangsa.
Ketiga, pemberdayaan (empowerment) yang merujuk pada setiap upaya
membangun kapasitas masyarakat dengan cara melakukan transformasi potensi
dan kemampuan, sehingga mereka memiliki kemandirian, otonomi, dan otoritas
dalam melaksanakan pekerjaan dan mengatasi permasalahan sosial. Dalam
konteks ini, pembangunan menempatkan manusia sebagai pusat segala perhatian
yang bertujuan bukan saja meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan, melainkan
12
juga memperluas pilihan-pilihan publik (public choices) sehingga manusia
mempunyai peluang mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.
Keempat, berkelanjutan (sustainability) yang merujuk pada strategi dalam
mengelola dan merawat modal pembangunan: fisik, manusia, finansial, dan
lingkungan agar bisa dimanfaatkan guna mencapai tujuan utama pembangunan,
yaitu kesejahteraan rakyat. Untuk itu, penyegaran, pembaruan, dan pelestarian
modal pembangunan sangat penting dan perlu guna menjaga kesinambungan
proses pembangunan di masa depan.
Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai
disana. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat
luas seperti kebebasan politik, ekonomi, sosial, sampai kepada kesempatan untuk
menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupan yang sesuai dengan
harkat pribadi dan jaminan hak-hak asazi manusia merupakan bagian dari
paradigma tersebut.
Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi.
Sisi pertama berupa formasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan,
pendidikan, dan ketrampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka
untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial, dan politik. Jika
kedua sisi itu tidak seimbang, maka hasilnya adalah frustasi masyarakat (UNDP
dalam Soebeno, 2005).
Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih luas
dari pada teori-teori pembangunan ekonomi, pendekatan SDM, pendekatan
kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan dasar manusia. model pertumbuhan
ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP).
13
Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses
produksi (sebagai suatu sarana, bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat
manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai agen perubahan dalam
pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan
barang dan jasa kebutuhan hidup.
Hal penting dari konsep pembangunan manusia antara lain : (i)
pembangunan bertujuan akhir meningkatkan harkat dan martabat manusia; (ii)
mengemban misi pemberantasan kemiskinan; (iii) mendorong peningkatan
produktivitas secara maksimal dan meningkatkan kontrol atas barang dan jasa;
(iv) memelihara konservasi alam (lingkungan) dan menjaga keseimbangan
ekosistem; (v) memperkuat basis civil society dan institusi politik guna
mengembangkan demokrasi; dan (vi) merawat stabilitas sosial politik yang
kondusif bagi implementasi pembangunan.
Oleh karena itu, paradigma pembangunan manusia kini menjadi tema
sentral dalam wacana perdebatan mengenai isu- isu pembangunan. Orientasi
pembangunan pun bergeser dari sekadar mencapai tujuan makroekonomi seperti
peningkatan pendapatan nasional dan stabilitas fiskal, ke upaya memantapkan
pembangunan sosial (societal development).
2.2 Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro (1998), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai
suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat
sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar.
Sedangkan menurut Salvatore (1997), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses
14
dimana PDB riil per kapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan
produktivitas per kapita. Sasaran berapa kenaikan produksi riil per kapita dan taraf
hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai
melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi.
Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka
panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak
jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh
sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan
ideologis negara yang bersangkutan (Jhingan, 1992).
Teori klasik juga membahas pertumbuhan ekonomi dengan penekanan
pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Asumsinya bahwa
fleksibilitas harga dan upah akan menciptakan kesempatan kerja penuh. Model
pertumbuhan klasik didasari oleh dua faktor utama, yaitu pertumbuhan output
total dan pertumbuhan penduduk. Adam Smith mengatakan bahwa peningkatan
output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu
peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja, dan penggunaan mesin
untuk meningkatkan produkivitas. Apabila ketiga metode tersebut dilakukan,
maka peningkatan akumulasi kapital akan terjadi.
Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk
menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari segala
kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan,
sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar tersebut dapat dinyatakan
bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi
membaiknya kualitas kehidupan.
15
2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia
Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting
dalam pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja
ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa “social
development is economic development” (Mubyarto, 2004)1. Menurut Todaro
(1997), sumber daya manusia dari suatu bangsa, bukan modal fisik atau sumber
daya material, merupakan faktor paling menentukan karakter dan kecepatan
pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa bersangkutan.
Laporan tahunan UNDP secara konsisten menunjukkan bahwa
pembangunan manusia mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan
lama (sustainable). Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh
kebijakan sosial (social policy) pemerintah yang pro pembangunan manusia
(sosial).
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia dapat
dijelaskan melaui 2 (dua) jalur seperti yang tergambarkan pada Gambar 1. Jalur
pertama adalah melalui kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini,
faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial
yang meliputi prioritas dalam pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya
pengeluaran tersebut mengindikasikan besarnya komitmen pemerintah terhadap
pembangunan manusia.
1 www.jurnalekonomirakyat.com “Kualitas Manusia Indonesia”. Mubyarto (2004)
16
Gambar 1. Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi
dengan Pembangunan Manusia
Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal
ini, faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah
tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggota keluarganya,
biaya pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar, serta untuk kegiatan lain yang
serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga, hubungan
antara kedua variabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek
ini sangat penting merupakan “jembatan” yang mengkaitkan antara keduanya
(UNDP dalam Soebeno, 2006).
Kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersihnya
untuk barang-barang yang memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan
manusia, seperti makanan, air, pendidikan, dan kesehatan, tergantung dari
sejumlah faktor seperti tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan antar rumah
tangga dan juga pada siapa yang berperan dalam kehidupan dan mengontrol
alokasi pengeluaran dalam rumah tangga.
Pertumbuhan ekonomi
Kebijakan dan
pengeluaran pemerintah
Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan
Pengeluaran rumah tangga
untuk kebutuhan
dasar
Rasio tingkat pendidikan, pelayanan kesehatan,
pelayanan air bersih, dan
sanitasi
Pembangunan Manusia
Rasio Pengeluaran
Sosial Pemerintah
Sumber : Soebeno, 2005 (dimodifikasi)
17
Secara umum diketahui bahwa sebagian besar porsi pendapatan penduduk
miskin dihabiskan untuk konsumsi dibandingkan dengan penduduk kaya.
Sementara, perempuan cenderung memiliki andil yang tidak kecil dalam mendidik
anak, merawat keluarga, serta mengatur kebutuhan dan pengeluaran rumah
tangga. Semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan, akan semakin positif bagi
pembangunan manusia.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembangunan manusia ditentukan
bukan hanya oleh tingkat dan distribusi pendapatan. Melainkan juga oleh peran
perempuan dalam rumah tangga dan peran pemerintah dalam kebijakan
pengeluarannya. Alokasi sumber daya untuk pembangunan manusia dari sisi
pemerintah tersebut merupakan fungsi dari tiga hal, yaitu total pengeluaran sektor
pemerintah, berapa banyak yang dialokasikan ke sektor-sektor pembangunan
manusia, dan bagaimana anggaran tersebut dialokasikan ke sektor sosial tersebut.
Dengan kata lain, pengaruh pembangunan manusia terhadap pertumbuhan
ekonomi akan lebih meyakinkan jika memang ada kebiasaan untuk mendukung
pendidikan yang baik, yang mana tergantung pada tahapan pembangunan itu
sendiri. Selain itu, pengaruh positif juga jika terdapat tingkat investasi yang tinggi,
distribusi pendapatan yang lebih merata, dukungan untuk modal sosial yang lebih
baik, serta kebijakan ekonomi yang lebih memadai.
Akan tetapi, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
manusia secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Banyak wilayah yang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat tanpa diikuti oleh pembangunan
manusia yang seimbang, begitu pula sebaliknya. Bukti tersebut tidak berarti
bahwa pertumbuhan ekonomi tidak penting bagi pembangunan manusia.
18
Hipotesa trickle down pada teori konvensional berpendapat bahwa
pertumbuhan ekonomi yang cepat akan memberi sumbangan pada pembangunan
manusia. Sedangkan pertumbuhan endogenous memberi suatu kerangka alternatif
yaitu dengan perbaikan dalam tingkat kematian bayi dan pencapaian pendidikan
dasar, akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (BPS-Bappenas-
UNDP, 2001).
Pertumbuhan ekonomi justru merupakan sarana utama bagi pembangunan
manusia, terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan
kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan yang tidak otomatis ini
sesungguhnya merupakan tantangan bagi pelaksanaan pemerintah untuk
merancang kebijakan yang mantap sehingga hubungan keduanya bersifat saling
memperkuat.
2.4 Hasil Penelitian Terdahulu
Aisyah (2004) melakukan penelitian tentang Keterkaitan Antara Indikator
Pembangunan Ekonomi (PDRB) dan Indikator Pembangunan Manusia (IPM)
dalam Perekonomian Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : (1)
Melihat gambaran ketimpangan antarwilayah dari berbagai indikator
pembangunan ekonomi dan IPM, dan (2) Menganalisis keterkaitan antar indikator
pembangunan ekonomi dan IPM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang kaya akan sumber daya
alam dan daerah-daerah kantong-kantong industri, perdagangan, dan jasa
memiliki nilai PDRB per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
lain yang tidak mempunyai kelebihan-kelebihan tersebut. IPM daerah yang
19
pembangunan ekonominya tinggi cenderung sama dengan daerah lain yang
pembangunan ekonominya sedang. Hubungan pembangunan ekonomi dan
indikator IPM pada tahun penelitian mempunyai nilai yang positif dan signifikan.
Hubungan pembangunan ekonomi dan pengeluaran riil per kapita bernilai positif
dan signifikan. Sedangkan hubungan antara pembangunan ekonomi dan rata-rata
lama bersekolah bernilai negatif dan tidak signifikan.
Penelitian ini menyarankan bahwa untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, maka kebijakan pemerataan yang diambil sebaiknya kebijakan yang
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kualitas manusia secara
beriringan. Selain itu, kebijakan tersebut harus dapat memberikan suatu standar
kesejahteraan minimal yang disepakati bersama sebagai komitmen nasional (a
minimum level of national standard of basic needs). Hal ini diperlukan untuk
menjamin adanya kesempatan yang sama (equal opportunity) bagi semua warga
negara Indonesia.
Rahmanta (2006) juga melakukan penelitian tentang Dampak Pengeluaran
Pemerintah terhadap Pertumbuhan dan Distribusi Pendapatan di Sumatera Utara
dengan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis : (1) Dampak pengeluaran pemerintah terhadap
sektor produksi institusi rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi, (2)
Distribusi pendapatan antarrumah tangga, (3) Keterkaitan antarsektor, (4) Jalur
struktural sektor pemerintahan, dan (5) Simulasi kebijakan.
Hasil analisis pengganda menunjukkan bahwa setelah desentralisasi fiskal
pengeluaran pemerintah memberikan dampak yang lebih besar terhadap sektor
produksi, rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi dibandingkan sebelum
20
desentralisasi fiskal. Distribusi pendapatan menunjukkan terjadinya pengurangan
ketimpangan pendapatan di antara golongan rumah tangga. Keterkaitan ke depan
sektor pemerintahan lebih besar dibandingkan keterkaitan ke belakang. Analisis
jaringan struktural pada sektor pemerintahan menunjukkan jalur melalui faktor
produksi tenaga kerja memperoleh dampak yang lebih besar terhadap golongan
rumah tangga dibandingkan melalui jalur modal.
Hasil simulasi menujukkan bahwa pengeluaran rutin, pengeluaran
pembangunan, dan dana dekonsentrasi memberikan dampak positif terhadap
sektor produksi, institusi rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi. Artinya
peningkatan pegeluaran pemerintah diikuti peningkatan kinerja perekonomian
daerah. Simulasi peningkatan pengeluaran pembangunan pemerintah dan investasi
swasta (investasi) untuk sektor tanaman bahan makanan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan ekonomi dan sekaligus pemerataan pendapatan.
Simulasi peningkatan investasi untuk sektor perkebunan memberikan
dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi belum memberikan pemerataan
pendapatan antar rumah tangga. Sedangkan sektor perikanan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan ekonomi yang rendah, dan belum mampu menjadikan
sektor ini sebagai salah satu tulang punggung perekonomian. Simulasi subsidi
langsung tunai ke rumah tangga miskin memberikan dampak peningkatan
pendapatan rumah tangga miskin dan pertumbuhan ekonomi (pro poor growth).
Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak menganalisis
aspek IPM dan kaitannya dengan pengelolaan pengeluaran pemerintah. Hal ini
perlu mendapat perhatian mengingat isu pembangunan manusia sekarang menjadi
krusial akibat krisis ekonomi. Oleh karena itu, perlu penelitian lanjutan dengan
21
memasukkan aspek IPM sehingga dampak pengeluaran pemerintah terhadap
variabel ekonomi dan non ekonomi dapat tergambar lebih jelas.
Ilmalia (2005) melakukan penelitian dengan judul Analisis Peranan Sektor
Pendidikan terhadap Perekonomian Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah :
(1) Melihat peranan sektor pendidikan terutama jasa pendidikan pemerintah
terhadap perekonomian Indonesia dari sisi output, pendapatan, dan penyerapan
tenaga kerja, dan (2) Menganalisis dampak kenaikan pengeluaran pemerintah di
sektor jasa pendidikan pemerintah terhadap pembentukan output, pendapatan, dan
penyerapan tenaga kerja.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2000, alokasi
output sektor pendidikan terutama jasa, pengeluaran pemerintah lebih banyak
digunakan untuk keperluan konsumsi dibandingkan dengan keperluan produksi.
Sektor pendidikan memerlukan lebih banyak input dalam bentuk input primer
(upah dan gaji), daripada input antara dan input yang diimpor. Dilihat dari nilai
multipliernya, sektor jasa pengeluaran pemerintah cukup memiliki kemampuan
untuk meningkatkan output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor ekonomi lain.
Simulasi kenaikan anggaran di sektor jasa pendidikan pemerintah menunjukkan
bahwa sektor jasa pendidikan pemerintah ternyata mampu meningkatkan
pembentukan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dalam
perekonomian Indonesia.
Hasil penelitian ini hanya mengkaji dampak kenaikan pengeluaran
pemerintah di sektor jasa pendidikan pemerintah terhadap perekonomian tahun
2005. Penelitian ini belum menggambarkan dampak kenaikan anggaran terhadap
22
peningkatan kualitas sumber daya manusia serta kontribusinya bagi pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang.
Riyanto (2003) melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak
Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Daerah dan Pemerataan
Pembangunan Wilayah di Indonesia. Aliran dana perimbangan dari pemerintah
pusat secara signifikan meningkatkan APBD, tetapi tidak berdampak secara
signifikan dalam peningkatan perekonomian daerah. Hal ini disebabkan oleh
masih cukup besarnya belanja rutin dalam komponen APBD, kualitas SDM yang
rendah di daerah, dan tidak efisiennya birokrasi pemerintah, kelembagaan
pemerintah yang lemah, serta tidak efektifnya proses perencanaan pembangunan
di daerah karena derajat partisipasi masyarakat masih rendah.
Hasil analisis simulasi menunjukkan bahwa dana perimbangan dapat
memperbaiki pemerataan pembangunan antarwilayah walaupun secara aktual
pemerataan pembangunan wilayah pada tahun 2001 belum membaik. Pemerataan
pembangunan wilayah tersebut akan lebih baik jika Dana Alokasi Umum (DAU)
diterapkan secara konsisten dengan mengurangi peranan faktor penyeimbang
(faktor politik).
Salah satu rekomendasi atau saran dari penelitian ini adalah bahwa
pemerintah daerah seharusnya menciptakan iklim investasi yang kondusif sehinga
dapat menarik investor dan meningkatkan perekonomian yang pada gilirannya
dapat menyerap tenaga lokal sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Diantaranya adalah dengan meningkatkan kualitas SDM lokal dengan
meningkatkan anggaran sektor pendidikan.
23
Penelitian di Propinsi Jawa Timur terkait dengan pembangunan manusia
pernah dilakukan oleh Soebeno (2005) dengan judul Analisis Pembangunan
Manusia dan Penentuan Prioritas Pembangunan Sosial di Jawa Timur. Tujuan dari
penelitian ini adalah (1) Mengkaji tingkat pembangunan manusia di wilayah Jawa
Timur dan menelaah implikasi pembangunan di wilayah Jawa Timur serta
mengidentifikasi ketimpangan relatif antarwilayah terhadap pembangunan sosial;
(2) Mengkaji potensi sumberdaya wilayah (human, natural, man-made, dan social
capital) di wilayah Jawa Timur terhadap pembangunan sosial; dan (3)
Menentukan prioritas pembangunan sosial (manusia) berdasarkan hasil analisis
dengan memperhitungkan perkembangan, hierarki, dan potensi sumberdaya
wilayah.
Periode 1996-1999, terjadi kemunduran pembangunan manusia di Jawa
Timur karena dalam pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi. Namun kemudian
mengalami peningkatan pada tahun 1999-2002. Pembangunan manusia
kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup rendah, karena status pembangunan
manusia kabupaten/kota digo longkan pada tingkat menengah yang rendah.
Sedangkan potensi sumberdaya di sebelah pantai utara Provinsi Jawa Timur,
terutama wilayah Tapal Kuda yang relatif dekat dengan Kota Surabaya,
merupakan wilayah yang mempuyai tingkat pembangunan manusia yang
memprihatinkan dibandingkan dengan wilayah selatan.
Penelitian ini dilakukan dengan berdasarkan permasalahan, keterbatasan,
dan saran dari penelitian-penelitian sebelumnya. Propinsi Jawa Timur merupakan
salah satu propinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun
tingkat pembangunan manusianya masih tergolong rendah. Rendahnya
24
pembangunan manusia tersebut ditunjukkan oleh masih banyaknya penduduk
miskin dan wilayah tertinggal yang tersebar di kabupaten/kota di Jawa Timur.
Oleh karena itu, dalam penelitian yang berjudul Analisis Hubungan Antara
Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur ini,
akan dibahas hubungan dan besarnya pengaruh dari pertumbuhan ekonomi dan
tingkat kemiskinan terhadap pencapaian pembangunan manusianya. Mengingat
peran penting dari perempuan dalam kehidupan rumah tangga, maka akan dilihat
hubungan dan besar pengaruhnya terhadap pembangunan manusia Jawa Timur.
Selain itu, berdasarkan saran dari penelitian terdahulu, akan dilihat pula
hubungan dan besarnya pengaruh dari pengeluaran sosial pemerintah terhadap
pembangunan manusia Jawa Timur. Dalam hal ini adalah pengeluaran
pembangunan untuk sektor pendidikan dan kesehatan dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Serta dengan
adanya kebijakan otonomi daerah mulai 1 Januari 2001, akan dilihat hubungan
dan besar pengaruhnya terhadap pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur.
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Konseptual
3.1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI) mempunyai ruang lingkup yang lebih sempit, hanya mengukur sebagian
dari keadaan pembangunan manusia yang meliputi indeks pendidikan, indeks
kesehatan, dan indeks daya beli. Indikator tersebut dijadikan sebagai indikator
indikator yang paling layak untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan
jangka panjang (BPS-Bappenas-UNDP, 2001).
Pembangunan manusia cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai
input bagi proses produksi yang didekati secara bersama-sama dari produksi dan
distribusi komoditas, serta peningkatan pemberdayaan manusia. Oleh karena itu,
IPM mempunyai korelasi yang lebih tinggi terhadap masing-masing indikator
sosial dan ekonomi secara individual daripada konsep-konsep lain yang telah
digunakan sebelumnya (PDB/PDRB).
Apabila IPM hanya dilihat dari pendapatan per kapita saja, berarti hanya
melihat kemajuan atau status ekonomi negara berdasarkan pendapatan per tahun.
Sedangkan apabila melihat pada sisi sosial (pendidikan dan kesehatan), maka
akan dapat dilihat dimensi yang jauh lebih beragam berkenaan dengan kualitas
hidup masyarakat. Secara tidak langsung, IPM yang tinggi selalu berkorelasi
dengan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat yang lebih baik.
26
3.1.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB sebagai indikator pembangunan ekonomi disebut juga dengan
Pendapatan Regional. Lipsey (1995) menyatakan bahwa pendapatan suatu negara
atau wilayah dapat diukur melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi,
pendapatan, dan pengeluaran. Manfaat PDRB adalah sebagai petunjuk atau
indikator kemampuan sumber daya ekonomi, tingkat pendapatan penduduk, laju
pertumbuhan ekonomi, dan strukur perekonomian yang menggambarkan peranan
sektor ekonomi dalam suatu wilayah.
PDRB dihitung dengan 2 (dua) cara yaitu berdasar harga berlaku dan
berdasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap
tahun. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah dari
masing-masing sektor ekonomi dinilai atas dasar harga tetap pada tahun dasar.
Karena penggunaan harga tetap, maka perkembangan nilai tambah dari
tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil dan bukan karena
kenaikan harga. Oleh karena itu, melalui PDRB per kapita dapat dilihat rata-rata
pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk yang tinggal di suatu daerah
selama periode waktu tertentu. PDRB per kapita atas dasar harga konstan dapat
menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang sebenarnya.
3.1.3 Kemiskinan
Menurut Bappenas dalam Papalaya (2004), kemiskinan mencakup unsur-
unsur: (a) ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, kerentanan,
ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan menyalurkan aspirasinya. Komite
27
Penganggulangan Kemiskinan dalam Papalaya (2004), mendefinisikan cir i-ciri
masyarakat miskin, yaitu tidak mempunyai daya/kemampuan untuk : (a)
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (basic need deprivation); (b) melakukan
kegiatan usaha produktif; (c) menjangkau akses sumber daya sosial dan ekonomi
(inaccessibility); (d) menentukan nasibnya sendiri; dan (e) membebaskan diri dari
mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan
harga diri yang rendah.
Menurut Asian Development Bank dalam Papalaya (2004), kemiskinan
adalah ketiadaan aset-aset dan kesempatan esensial yang menjadi hak setiap
manusia. Kemiskinan lebih baik diukur dengan ukuran seperti pendidikan dasar,
rawatan kesehatan, gizi, air bersih, dan sanitasi; di samping pendapatan,
pekerjaan, dan upah. Ukuran ini digunakan untuk mewakili hal-hal yang tidak
berwujud, seperti rasa ketidakberdayaan dan ketiadaan kebebasan untuk
berpartisipasi. Sedangkan definisi kemiskinan menurut Bank Dunia (2004) adalah
tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan pendapatan $ 1 perhari.
Pengurangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas utama dalam
pembangunan di Indonesia. Pembangunan yang tidak dikaitkan dengan masalah
kemiskinan akan membuka peluang munculnya permasalahan-permasalahan
jangka pendek dan jangka panjang yang akan membahayakan proses dan
keberlanjutan pembangunan itu sendiri.
3.1.4 Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ)
Pencapaian dalam IPM tidak memasukkan tingkat ketidakseimbangan
gender dalam pencapaian-pencapaian pembangunan manusia. Oleh karena itu,
28
diperkenalkan konsep pembangunan dan pemberdayaan jender untuk meihat
ketidaksetaraan pencapaian antara laki- laki dan perempuan (BPS-Bappenas-
UNDP). Konsep tersebut memfokuskan pada peranan, hubungan dan tanggung
jawab sistem sosial ekonomi jender pada tingkat makro (nasional dan
internasional), tingkat intermediate (sektor), dan tingkat mikro (masyarakat atau
keluarga /rumah tangga).
Upaya pengarusutamaan jender akan mempengaruhi IPM, dengan asumsi
bahwa perubahan intervensi pembangunan yang tidak bias jender akan
meningkatkan nilai kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Dengan
pengukuran ini dapat dilihat peran dan tanggung jawab perempuan pada kualitas
hidupnya sendiri karena beban dan perannya sebagai pemelihara kesehatan
keluarga, pengatur keuangan rumah tangga, kebebasan mengembangkan diri
karena dibebani tanggung jawab pengasuhan anak, serta rasa aman dari kekerasan
dalam rumah tangga.
Indeks pemberdayaan jender (IDJ) mengukur partisipasi perempuan di
bidang ekonomi (perempuan dalam angkatan kerja dan rata-rata upah di sektor
non-pertanian), politik (perempuan di parlemen) dan pengambil keputusan
(perempuan pekerja profesional, pejabat tinggi, dan manajer). Adanya
ketimpangan IDJ memperlihatkan masih rendahnya partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan di ranah publik.
3.1.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan fiskal untuk
mencapai keseimbangan dan stabilitas dalam perekonomian negara secara makro
29
yang dinamis dan berkembang. Dalam tinjauan ekonomi publik, belanja publik
(public expenditure) merupakan instrumen untuk penyelenggaraan aktivitas
pemerintahan dan pengadaan barang dan jasa publik. APBD merupakan belanja
publik yang berfungsi untuk mengatasi kegagalan pasar dalam penyediaan barang
dan jasa publik (Stiglitz dalam Riyanto, 2005).
Menurut Jhingan (2003), investasi pembangunan manusia pada overhead
sosial dapat dikategorikan sebagai pengeluaran sosial oleh pemerintah. Oleh
karena inti dari pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan, maka
alokasi pengeluaran pemerintah seharusnya difokuskan pada pembangunan sosial
kedua sektor tersebut.
Berdasarkan UUD 1945 dan UU 20/2003 tentang Sisdiknas, dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan mendapat alokasi
minimal 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah
(APBN dan APBD). Sedangkan berdasar GBHN Tahun 2002, diamanatkan
bahwa alokasi anggaran untuk sektor kesehatan sebesar 15 persen dari APBN.
Bahkan organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan besarnya alokasi
pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan 5 persen dari Produk Domestik
Bruto4. Selain itu, dalam "Inisiatif 20:20" di Kopenhagen tahun 1995, mewajibkan
semua negara kaya dan berkembang menggunakan 20 persen dari bantuan
pembangunan atau anggaran belanja negara bagi kebutuhan pendidikan dan
kesehatan5.
Permasalahan dalam pengalokasian anggaran, selain tidak berimbangnya
alokasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan, juga ketidaktepatan dalam
4 www.kompas.com Pelayanan Kesehatan, Advokasi, dan Governance Reform (6 Mei 2007) 5 www.kompas.com Pajak Sosial Pendidikan, Mengapa Tidak (5 Agustus 2004)
30
alokasi anggaran terhadap sektor-sektor yang seharusnya mendapatkan prioritas
dalam pembangunan. Dari sisi kepentingan publik, pengalokasian tersebut
dirasakan kurang adil dan kurang memihak pada kepentingan masyarakat. Hal
tersebut akan menyebabkan inefisiensi sehingga tujuan pembangunan yang
diharapkan tidak tercapai. Kebijakan pemerintah yang tepat dalam pengalokasian
anggaran adalah lebih menitikberatkan pada belanja pembangunan (investasi)
publik yang dapat menciptakan nilai tambah di dalam perekonomian wilayah.
3.1.6 Otonomi Daerah
Otonomi daerah (kebijakan desentralisasi) mulai berlaku sejak 1 Januari
2001 dengan berdasarkan UU 22/1999 jo UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
dan UU 25/1999 jo UU 33/ 2004 tentang Keuangan Pemerintahan Pusat dan
Daerah. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang sangat luas bagi daerah
dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan bidang agama.
Desentralisasi (politik, administratif dan fiskal) adalah penyerahan
kekuasaan, kewenangan, sumberdaya, keuangan dan tanggung jawab dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai “hak” jika
berhadapan dengan pusat, sebaliknya ia mempunyai “tanggung jawab” mengurus
barang-barang publik untuk dan kepada rakyat. Secara teoretis tujuan antara
desentralisasi adalah menciptakan pemerintahan yang efektif-efisien, membangun
demokrasi lokal dan menghargai keragaman lokal. Tujuan akhirnya adalah
menciptakan kesejahteraan rakyat.
31
Menurut Riyanto (2003), desentralisasi fiskal dapat mendorong
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah sehingga kesejahteraan masyarakat
meningkat dan lebih merata. Dalam konteks pembangunan, kinerja pemerintah
daerah ditentukan oleh kemampuan mendorong laju pertumbuhan ekonomi
daerah. Keberhasilannya akan berdampak pada pencapaian tujuan pembangunan
daerah, seperti peningkatan kualitas kehidupan, penurunan angka kemiskinan,
peningkatkan daya beli masyarakat, tercapainya kemandirian perekonomian
daerah, pengoptimalan pelayanan masyarakat, serta dalam mengurangi
ketergantungan fiskal dan kesenjangan antarwilayah. Dengan berbagai macam
keterbatasan sumber pendapatan untuk melaksanakan pembangunan dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah maka perlu dikembangkan sistem
anggaran yang mengacu pada kepentingan publik.
3.1.7 Analisis Panel Data
Data panel (pooled data) atau yang disebut juga sebagai data longitudinal
merupakan gabungan antara data cross section dan time series. Data cross section
adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu.
Sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke
waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu metode yang
digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika
hanya menggunakan data time series maupun cross section (Gujarati, 2003).
Proses menggabungkan data cross section dan time series disebut dengan pooling.
Kelebihan penggunaan data panel (Baltagi, 2003) antara lain :
1. Dapat mengendalikan keheterogenan individu atau unit cross section.
32
2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di
antara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien.
3. Panel data lebih baik untuk studi dynamics of adjustment.
4. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasikan dan mengukur efek yang tidak
dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series.
5. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral
models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section
atau time series.
Terdapat tiga metode pada teknik estimasi model menggunakan data
panel, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap
(fixed effect), dan metode efek random (random effect).
1. Metode Pooled Least Square
Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data
yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini (Baltagi, 2001) :
Yit = α +β j xjit + ε it untuk i = 1, 2, . . . , N dan t = 1, 2, . . ., T
Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah
periode waktunya. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan
kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk
setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi
cross section sebagai berikut:
Yi1 = α + β j xjit + ε i1 untuk i = 1, 2, . . . , N
yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang
sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan dapat memperoleh persamaan deret
33
waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun,
untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, akan dapat
diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT
observasi.
2. Metode Efek Tetap (Fixed Effect)
Masalah terbesar dalam pendekatan metode pooled least square adalah
asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik
antar individu maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi
secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka
(dummy variable) untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda baik
lintas unit cross section maupun antar waktu (Baltagi, 2001).
Secara umum, pendekatan fixed effect dapat dituliskan dalam persaman
sebagai berikut :
yit = αi +β j xjit + eit
dimana :
yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
αi = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit
xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
β j = parameter untuk variabel ke j
eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i
Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom
sebesar sebesar NT-N-K. Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus
didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat kita pungkiri, dengan
melakukan penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya
34
degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari
parameter yang diestimasi.
Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan dengan tanpa pembobot
(no weighted) atau Least Square Dummy Variable (LSDV) dan dengan pembobot
(cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya
pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section.
3. Metode Efek Random (random effect)
Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak
dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan
variabel boneka akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of
freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang
diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan
ketiga yaitu model efek acak (Baltagi, 2001).
Bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini :
Yit = α1ι +β j xjit + uit
dimana α1ι diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (α1).
Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan:
α1ι = α1+ειt ι=1,2...N
dimana α1 adalah rata-rata dari seluruh intersep, ει adalah random error (yang
tidak bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing
individu.
Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus:
Yit = α1 +β j xjit +ειt + uit
Yit = α1 +β j xjit +ωιt
35
dimana : ωιt=ειt + uit
Bentuk ωιt terdiri dari dua komponen error term yaitu ε i sebagai
komponen cross section error dan uit yang merupakan gabungan dari komponen
time series error dan komponen error kombinasi.
Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan rumus:
Yit = α1 +β j xjit +ωιt dengan
ωit = ε i + v t + w it
Dimana : ε i ∼N(0, δε2) = komponen cross section error
vt ∼N(0, δ v2) = komponen time series error
wit∼ N(0, δ w2) = komponen error kombinasi.
Asumsinya adalah bahwa error secara individua l tidak saling berkorelasi begitu
juga dengan error kombinasinya.
Dengan menggunakan model efek acak, maka dapat menghemat
pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang
dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan
hasil estimasi akan menjadi semakin efisien.
3.2 Kerangka Operasional
Konsep pembangunan selama ini hanya menekankan pada pertumbuhan
ekonomi (economic growth). Padahal, pencapaian kesejahteraan masyarakat tidak
cukup hanya dengan menekankan pada pembangunan ekonomi dan infrastruktur
fisik, melainkan juga dengan pembangunan manusia (human development).
Adanya pergeseran paradigma pembangunan memerlukan interaksi antara
pembangunan ekonomi dengan pembangunan manusia. Oleh karena itu,
36
keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari besarnya PDRB tetapi juga
ditunjukkan oleh capaian IPM.
Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan PDRB yang tinggi. Namun keberhasilan dalam perekonomian di
Jawa Timur tidak diikuti dengan kemajuan dalam pembangunan manusia. Selain
itu, rendahnya PDRB per kapita dan tingginya angka kemiskinan menunjukkan
belum berhasilnya kinerja pemerintah dalam mensinergiskan antara pembangunan
ekonomi dengan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur.
Pelaksanakan pembangunan manusia harus ditangani melalui pendekatan
multidimensi, baik itu ekonomi, politik, sosial-budaya, kesehatan dan pendidikan.
Hak dasar warga merupakan public goods dimana pemerintah wajib
menyelenggarakannya. Dengan demikian, instrumen pembangunan manusia tidak
hanya terdiri atas instrumen keuangan, tetapi juga meliputi instrumen
kelembagaan, SDM, serta instrumen kebijakan dan perundangan.
Keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat bagi
membaiknya kualitas kehidupan. Tanpa adanya kemajuan ekonomi secara
berkesinambungan (sustainable), maka realisasi potensi manusia tidak mungkin
berlangsung. Dengan demikian, kenaikan pendapatan per kapita, pengentasan
kemiskinan absolut, penambahan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan,
merupakan hal-hal yang harus ada (necessary conditions) bagi pembangunan, tapi
tidak akan memadai tanpa adanya faktor-faktor positif yang lainnya (not sufficient
conditions).
Dengan adanya perbaikan IPM, pembangunan ekonomi yang
dihumaniskan dengan pembangunan manusia juga dapat ditunjukkan dengan
37
berkurangnya angka kemiskinan. Menurut Yudhoyono (2004), angka kemiskinan
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, kebijakan fiskal, dan tingkat upah.
Walaupun tidak mempengaruhi secara langsung, IPM yang baik dapat mendukung
usaha dalam mengurangi angka kemiskinan.
Selain itu, pembangunan manusia juga terkait dengan peran perempuan
dalam kehidupan sosial, ekonomi, bahkan politik, dari tingkat makro hingga
rumah tangga. Kualitas hidup perempuan, mempunyai andil dalam perannya
sebagai pendidik anak, perawat keluarga, pengatur kebutuhan dan pengeluaran
rumah tangga.
Keberhasilan pembangunan manusia juga didukung oleh kebijakan
pengeluaran pemerintah (expenditure policy) yang dialokasikan untuk subsektor
sosial yang meliputi pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran
tersebut mengindikasikan besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan
manusia. Peningkatan anggaran dapat meningkatkan rasio tingkat pendidikan dan
kesehatan, pelayanan kesehatan, air bersih, dan sanitasi rumah tangga. Apabila
kesemuanya itu berjalan dengan baik, maka pembangunan manusia yang
ditunjukkan oleh peningkatan kemampuan, pekerjaan, kesehatan, pendidikan,
ataupun kualitas gizi dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan kerangka teori
sebelumnya, kerangka operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2
di bawah ini.
38
Gambar 2. Bagan Kerangka Operasional Penelitian
3.3 Hipotesis
Hipotesis dari variabel-variabel bebas yang diduga mempengaruhi
pembangunan manusia dijelaskan sebagai berikut :
1. Pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, peran
perempuan, dan pengeluaran sosial untuk sektor pendidikan dan kesehatan
mengalami penurunan pada kurun waktu 1996-1999 karena adanya krisis
Analisis Panel Data
Hasil Analisis
Perubahan paradigma pembangunan : Interaksi antara pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur
Pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur masih rendah (secara nasional)
masih rendah rata-rata
Pengeluaran Sosial
Pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat Kemiskinan
Analisis Deskriptif
Random Effect
Fixed Effect
Pooled Least Square
Peran Perempuan
Rekomendasi
39
ekonomi, dan membaik sejalan dengan masa pemulihan ekonomi pada
kurun waktiu 1999-2002.
2. Pertumbuhan ekonomi, peran perempuan, pengeluaran pemerintah untuk
sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan
kebijakan otonomi daerah mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang
positif dengan pembangunan manusia. Semakin tinggi kontribusi dari
faktor- faktor tersebut, akan meningkatkan indeks pembangunan manusia.
3. Kemiskinan mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang negatif
dengan pembangunan manusia. Semakin rendah tingkat kemiskinan, maka
semakin besar peluang suatu individu untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya yang pada akhirnya dapat mendukung pembangunan manusia.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) mengingat Propinsi Jawa Timur merupakan
salah satu propinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
namun capaian pembangunan manusianya (IPM) masih di bawah rata-rata capaian
pembangunan manusia secara nasional. Penelitian ini dilakukan selama kurang
lebih 5 (enam) bulan, mulai bulan Januari hingga Mei 2007.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-
data yang diperlukan dalam penelitian ini, seperti data PDRB, jumlah penduduk,
tingkat kemiskinan, IPM, dan IDJ dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Pusat dan BPS Propinsi Jawa Timur. Sedangkan data pengeluaran pemerintah dari
APBD tiap kabupaten/kota diperoleh dari situs Sistem Informasi Keuangan
Pemerintah-Departemen Keuangan.
Selain itu, fasilitas internet juga banyak digunakan dalam pencarian data.
Beberapa situs yang menjadi sumber utama dalam pencarian data yaitu situs
Badan Pusat Statistik, Sistem Informasi Keuangan Daerah-Departemen Keuangan,
United Nation Development Programme (UNDP), dan World Bank. Serta hasil
penelitian terdahulu, jurnal-jurnal, serta bahan literatur lainnya, untuk melengkapi
data-data yang diperlukan.
41
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang digunakan untuk menghasilkan seluruh analisis
dalam penelitian ini menggunakan program software Microsoft Excel dan E-Views
4.1. Hasil pengolahan data disajikan pada bagian lampiran. Untuk menjelaskan
hasil analisis, dikutip beberapa bagian dan dituliskan dalam bab hasil dan
pembahasan.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu
analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan,
peran perempuan, dan pengeluaran sosial (sektor pendidikan dan kesehatan)
pemerintah Propinsi Jawa Timur. Analisis deskriptif dilakukan dengan membaca
tabel dan grafik untuk melihat kecenderungan dari perkembangan data-data
komponen atau variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Karena data-data yang diperlukan dalam penelitian ini mengalami
keterbatasan, analisis kuantitatif yang digunakan sebagai metode pengolahan data
adalah teknik estimasi model dengan menggunakan data panel atau pooled data
(pooling cross section-time series regression). Dengan unit cross section adalah
29 kabupaten dan 8 kota yang terdapat di Propinsi Jawa Timur dan tahun analisis
pada 1996, 1999, dan 2002 sebagai unit time series-nya.
4.3.1 Spesifikasi Model Panel Data
Perumusan model estimasi hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan
pembangunan manusia didasarkan pada alur hubungan antara kedua hal tersebut,
seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka dan tergambar pada Gambar 1.
42
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dengan pembangunan manusia dapat dijelaskan melalui 2 (dua) jalur
yaitu kebijakan pengeluaran sosial pemerintah dan besarnya pengeluaran rumah
tangga untuk kebutuhan dasar.
Pengeluaran sosial pemerintah ditunjukkan dengan besarnya pengeluaran
pemerintah untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan dari total pengeluaran
pembangunan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sedangkan pengeluaran rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan dasar, meliputi pengeluaran untuk kebutuhan makanan dan kebutuhan
non makanan (pendidikan kesehatan, air bersih, dan sanitasi rumah tangga).
Diketahui bahwa dalam rumah tangga, perempuan mempunyai peran dan
kontribusi besar dalam mengatur, merawat, dan mengelola rumah tangganya.
Sehingga tingkat kemampuan perempuan dapat mempengaruhi kepandaiannya
dalam mengatur keuangan dan pengeluaran rumah tangga, mendidik anak, dan
merawat kesehatan keluarganya.
Untuk mempermudah dalam melakukan analisis, maka besarnya peran
perempuan dalam rumah tangga dalam penelitian ini, digunakan proxy Indeks
Pemberdayaan Jender (IDJ) yang mengukur besarnya peran dan partisipasi
perempuan dalam kehidupan politik, sosial, dan ekonomi, dari tingkat makro
sampai mikro (rumah tangga). Diasumsikan bahwa semakin tinggi IDJ,
perempuan semakin pandai dalam mengatur kebutuhan dan pengeluaran rumah
tangganya.
Berkaitan dengan berlakunya masa otonomi daerah sejak 1 Januari 2001,
maka pengelolaan sektor pendidikan dan sektor kesehatan, baik itu pengelolaan
43
atau administrasi, keuangan, maupun manajemen kebijakannya, diserahkan
sepenuhnya kepada daerah. Sebelum otonomi, anggaran yang ditujukan untuk
sektor pendidikan dialokasikan kepada Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas). Sedangkan anggaran untuk sektor kesehatan dialokasikan kepada
Departemen Kesehatan (Depkes). Dengan otonomi tersebut, daerah dapat
menetapkan kebijakan dan mengelola anggaran belanjanya, khususnya untuk
sektor pendidikan dan kesehatan, secara efektif, efisien, dan tepat sasaran.
Berdasarkan kerangka operasional yang dikemukakan sebelumnya, maka
analisis data dibatasi pada 7 (tujuh) variabel, yaitu variabel pembangunan manusia
(IPM), pertumbuhan ekonomi (PDRB), tingkat kemiskinan (K), peran perempuan
(IDJ), pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan (PPP), dan pengeluaran
pemerintah untuk sektor kesehatan (PPK). Untuk menunjukkan adanya kebijakan
desentralisasi fiskal, politik, dan administrasi, dimasukkan variabel dummy
otonomi daerah (Dotda).
Secara ekonometrika, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan
pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur dapat dianalisis dengan
menggunakan persamaan berikut ini.
ln IPMit = a + ß1 ln PDRBit + ß2 ln Kit + ß3 ln IDJit + ß4 ln PPPit + ß5 ln PPKit
+ ß6 Dotdait + uit
Dimana :
ln = Logaritma Natural
IPM = Indeks Pembangunan Manusia
PDRB = Pendapatan Domestik Regional Bruto per Kapita (rupiah)
K = Tingkat Kemiskinan (persen)
44
IDJ = Indeks Pemberdayaan Jender
PPP = Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Pendidikan (persen)
PPK = Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Kesehatan (persen)
Dotda = Dummy Otonomi Daerah
0 = masa sebelum Otonomi Daerah
1 = masa Otonomi Daerah
u = Variabel pengganggu (error term)
i = Individu ke- i
t = Periode waktu ke-t
4.3.2 Uji Kesesuian Model
Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari ketiga metode pada
teknik estimasi model dengan data panel digunakan Chow Test dan Hausman
Test. Chow Test digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang
diperoleh dari metode pooled least square dengan model yang diperoleh dari
metode fixed effect. Selanjutnya dilakukan Hausman Test terhadap model terbaik
yang diperoleh dari hasil Chow Test dengan model yang diperoleh dari metde
random effect .
1. Chow Test
Chow Test (Uji Chow) atau beberapa buku menyebutnya pengujian F-
statistik adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan pooled
least square atau fixed effect. Pada beberapa ha l, asumsi bahwa setiap unit cross
section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat
45
dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda.
Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut :
H0 : Model pooled least square
H1 : Model fixed effect
Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan
rumus F-statistik biasa, yang dapat dituliskan seperti berikut (Ramanathan, 1998) :
)/()1/()(
2
21,1 KNNTESS
NESSESSF KNNTN −−
−−=−−−
Dimana:
ESS1 = Error Sum Square dari model pooled least square
ESS2 = Error Sum Square dari model fixed effect
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
K = Jumlah variabel bebas
Statitik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika
nilai Chow Statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup
bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang
digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut
sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk
menguji stabilitas dari parameter (stability test).
2. Hausman Test
Hausman Test (Uji Hausman) adalah pengujian statistik sebagai dasar
pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model
random effect. Penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade off
yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun,
46
penggunaan metode random effect pun harus memperhatikan ketiadaan
pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.
Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut :
H0 : Model random effects
H1 : Model fixed effects
Sebagai dasar penolakan hipotesa nol, maka digunakan statistik Hausman
dan membandingkannya dengan tabel chi square derajat bebas K.
Statistik hausman dirumuskan dengan :
( ) ( ) ( )bMMbm −−−= − ββ 110
' ( )2~ X K
Dimana :
β = vektor untuk statistik variabel fixed effect
b = vektor statistik variabel random effect
)( 0M = matriks kovarians untuk dugaan model fixed effect
)( 1M = matriks kovarians untuk dugaan model random effect
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari chi square (?2) tabel, maka
cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model
yang lebih baik digunakan adalah model fixed effect, begitu pula sebaliknya.
4.3.3 Evaluasi Model
Untuk menghasilkan model yang efisien dan konsisten, maka perlu
dieavaluasi berdasarkan kriteria ekonomi apakah hasil estimasi terhadap model
regresi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan
autokorelasi. Selain itu juga perlu dilihat seberapa bagus model dalam
mengestimasi, dengan melihatnya dari nilai koefisien determinasi.
47
1. Koefisien Determinasi (Goodness of Fit)
Koefisien determinasi berfungsi untuk menunjukkan seberapa baik model
yang diperoleh bersesuaian dengan data aktual (goodness of fit), mengukur berapa
persentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah
bebas. Kisaran nilai koefisien determinasi adalah 0 = R2 = 1. Model dikatakan
semakin baik apabila nilai R2 mendekati 1 atau 100 persen.
2. Heteroskedastisitas
Dalam regresi linier berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar
taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah var(ui) = s2 (konstan),
semua error yang mempunyai variasi yang sama. Hateroskedastisitas membuat
varians residual dari variabel tidak konstan (tidak homoskedastisitas). Sehingga
menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten.
Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan dan ada masalah heteroskedastisitas
maka hasil regresi akan terjadi missleading (Gujarati, 1995). Untuk
menghilangkan masalah heteroskedastisitas digunakan uji White
Heteroskedasticity yang terdapat dalam program Eviews 4.1.
2. Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah hubungan linier yang kuat antara variabel-
variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Jika nilai R2 yang diperoleh
tinggi (antara 0,7-1) tetapi tidak terdapat atau hanya sedikit sekali koefisien
dugaan yang berpengaruh nyata pada taraf nyata tertentu dan tanda regresi dugaan
tidak sesuai teori, maka model yang digunakan berhubungan dengan masalah
48
multikolinearitas (Gujarati, 1997). Multikolinearitas dalam pooled data dapat
diatasi dengan memberi perlakuan pembobotan (cross section weights) atau GLS,
sehingga paramater dugaan pada taraf uji tertentu (t-statistik maupun F-hitung)
menjadi signifikan.
3. Autokorelasi
Autokorelasi ditemukan jika error dari periode waktu (time series) yang
berbeda saling berkorelasi. Pada analisis seperti yang dilakukan pada model, jika
ditemukan masalah autokorelasi maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak
bias dan konsisten. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan
dengan membandingkan nilai Durbin Watson dari model (d) dengan DW-tabel.
Jika d < dL, maka tidak terjadi autokorelasi. Jika d > 4-dL, maka tidak ada
autokorelasi. Dan jika dU < d < 4-dU, maka tidak signifikan sehingga tidak ada
autokorelasi.
4.4 Definisi Operasional
1. Indeks Pembangunan Manusia = Indikator capaian pembangunan manusia
yang dihitung dari komponen indeks pendidikan, indeks harapan hidup,
dan indeks daya beli.
2. Pendapatan Domestik Regional Bruto per Kapita = Besarnya pendapatan
yang diterima oleh setiap penduduk yang tinggal di suatu daerah selama
periode waktu tertentu, yang tergantung pada besarya nilai tambah dari
sektor ekonomi yang berkembang pada suatu wilayah (rupiah).
49
3. Tingkat kemiskinan = Jumlah penduduk miskin dimana perhitungannya
menggunakan batas garis kemiskinan dan Pendekatan Kemiskinan
Indikator Baru (PKIB) yang membedakan antara penduduk yang
mendekati miskin (near poor), miskin (poor), dan sangat miskin (poorest)
diantara jumlah penduduk total (persen).
4. Indeks Pemberdayaan Jender = Indikator yang menilai peran, hubungan,
dan tanggung jawab perempuan pada sistem sosial, politik, dan ekonomi
dari tingkat makro hingga rumah tangga.
5. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan = Pengeluaran
pemerintah untuk sektor pendidikan dari total penge luaran pembangunan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (persen).
6. Pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan = Pengeluaran pemerintah
untuk sektor kesehatan dari total pengeluaran pembangunan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (persen).
7. Otonomi daerah = Penyerahan wewenang (desentralisasi administrasi,
fiskal, dan politik) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk
mengatur rumah tangganya sendiri dalam bidang pekerjaan umum,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri
dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan,
koperasi dan tenaga kerja.
BAB V
GAMBARAN UMUM
5.1 Kondisi Geografis
Propinsi Jawa Timur terletak pada 110°54 BT sampai 115°57 BT dan
5°371 LS sampai 8°48 LS. Batas wilayah Propinsi Jawa Timur adalah :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Laut Bali dan Selat Bali
Sebelah Barat : Propinsi Jawa Tengah
Sebelah Selatan : Samudra Hindia
Luas wilayah Propinsi Jawa Timur adalah 157.922 km2 yang terdiri atas
dataran seluas 47.042,17 km2, lautan 110.000,00 km2, dengan jumlah pulau dan
pulau kecil sebanyak 74 pulau. Lahan di Propinsi Jawa Timur sebagian besar telah
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan industri. Selain itu, wilayah ini
memiliki sumber daya kelautan, kehutanan, dan pertambangan yang potensial
untuk dikembangkan, yang dewasa ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Propinsi Jawa Timur merupakan wilayah dengan beragam topografi
berupa pegunungan, perbukitan, dan kepulauan, yang sebagian besar berada pada
ketinggian antara 0-400 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini memiliki
perairan umum berupa danau, sunga i, dan waduk. Iklim daerah Jawa Timur
termasuk tropis lembab dengan curah hujan rata-rata 2.100 milimeter setiap tahun.
Suhu udara beragam antara 18° Celsius-35° Celsius. Wilayah Jawa Timur
mempunyai beberapa kawasan yang rawan terhadap bencana, seperti gempa bumi,
letusan gunung api, dan banjir.
52
5.2 Administrasi Pemerintahan
Secara administratif Propinsi Jawa Timur terdiri atas 29 kabupaten daerah
tingkat II, dan 8 (delapan) kotamadya daerah tingkat II. Dalam wilayah Daerah
Tingkat I Jawa Timur terdapat dua kota administratif (kotif) yaitu Kotif Jember
dan Batu, 615 wilayah kecamatan, serta 660 Kelurahan; dan 7.740 desa.
Selanjutnya Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota
dilengkapi dengan dinas-dinas daerah sebagai unsur pelaksana di bidang otonomi
daerah Sekertaris Wilayah/Daerah sebagai unsur staf/pembantu pimpinan,
sekretaris DPRD sebagai unsur staf/pembantu pimpinan DPRD. Perangkat
pemerintah Propinsi Jawa Timur juga dilengkapi dengan instansi- instansi vertikal
sebagai aparat dekosentrasi ya itu Kantor Wilayah Departemen dan Kantor
Wilayah Direktorat Jendral dan sebagainya.
5.3 Kependudukan dan Sosial
Jumlah penduduk propinsi Jawa Timur pada tahun 1996 adalah
33.128.957 jiwa yang kemudian meningkat menjadi 34.534.014 jiwa pada tahun
1999 dan 35.314.897 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk selama setahun adalah
1,49 persen pada tahun 1996; 1,08 persen pada tahun 1999; dan 0,87 persen pada
tahun 2002. Mengikuti perkembangan jumlah penduduk yang semakin meningkat,
kepadatan penduduk pun semakin meningkat, yaitu 708 jiwa per km2 pada tahun
1996; 725 jiwa per km2 pada tahun 1999 dan 752,7 jiwa per km2 pada tahun 2002.
Dilihat dari jumlah penduduk yang cukup besar, berarti Jawa Timur
potensial akan tersedianya tenaga kerja dan hal ini akan mendukung program-
program pembangunan yang ada. Tingkat Patisipasi Angakatan Kerja (TPAK)
53
Jawa Timur pada tahun 1996 sebesar 67,37 persen. Kemudian meningkat menjadi
67,44 persen pada tahun 1999 dan 65,83 persen pada tahun 2002. Sedangkan
Incremental Labour Output Ratio (ILOR) menunjukkan angka 0,03 pada tahun
1996; 0,04 pada tahun 1999; dan 0,05 pada tahun 2002.
5.4 Perekonomian dan Sektor Lapangan Usaha
Perekonomian Jawa Timur didominasi oleh sektor industri pengolahan
(29,6 persen), sektor perdagangan, hotel & restoran (26,7 persen) serta sektor
pertanian (17,5 persen). Dominasi sektor manufaktur dan perdagangan terutama
terjadi di wilayah perkotaan dan dominasi sektor pertanian terjadi di wilayah
pedesaan. Dalam 10 tahun terakhir peran sektor perdagangan makin dominan,
sementara peran sektor pertanian dan industri pengolahan cenderung menurun.
Beberapa wilayah di Jawa Timur memiliki kemiripan karakter, baik akibat
kedekatan geografis, tatanan ekonomi maupun historis. Oleh karena itu, Jawa
Timur dikelompokkan dalam 4 koridor, yaitu koridor Utara Selatan, Barat Daya,
Timur dan Utara, yaitu :
a. Koridor Utara-Selatan, mencakup dataran tinggi bagian tengah merupakan
wilayah subur dan berkembang, yaitu : Gresik, Surabaya, Sidoarjo,
Mojokerto, Pasuruan, Malang, dan Blitar.
b. Koridor Utara, mencakup dataran rendah bagian utara merupakan wilayah
dengan kesuburan sedang dan tingkat perkembangan sedang, yaitu :
Ngawi, Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan,
dan Sumenep.
54
c. Koridor Barat Daya, mencakup wilayah pegunungan kapur selatan
merupakan wilayah tandus, tidak subur dan belum begitu berkembang,
yaitu : Jombang, Madiun, Magetan, Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, dan
Tulungagung.
d. Koridor Timur merupakan wilayah kepulauan, merupakan wilayah yang
kemudahan hubungannya kurang dan belum berkembang, yaitu :
Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan
Banyuwangi.
Koridor Utara kuat di sektor pertambangan-minyak dan galian dengan
kontribusi terhadap perekonomian Jawa Timur sebesar 41,80 persen. Koridor
Timur kuat di sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 28,05 persen. Koridor
Barat Daya kuat di sektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 30,46
persen. Sementara koridor Utara Selatan kuat di banyak sektor antara lain sektor
industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor transportasi dan komunikasi, sektor
keuangan dan sektor jasa-jasa.
Saat ini, Jawa Timur berperan sebagai penyangga utama stok pangan
nasional, terutama untuk komoditi padi, jagung, kedelai, unggas (telur dan
daging), hewan ternak (daging), ikan dan buah-buahan serta bumbu. Potensi besar
di sektor pertambangan dan galian juga dimiliki Jawa Timur, terutama di koridor
Utara. Sekalipun saat ini kontribusi koridor Utara baru 11 persen, di masa
mendatang akan meningkat ketika eksploitasi minyak Blok Cepu dan
pengoperasian Lamongan Industrial Shorebase direalisasi.
55
Potensi Jawa Timur yang dapat dikembangkan masih banyak dan
beragam. Salah satunya pengembangan Kawasan Jatim Selatan, yang akan makin
meningkatkan potensi ekonomi Jawa Timur. Dukungan dan pengelolaan yang
tepat akan membuat seluruh potensi yang dimiliki Jawa Timur akan terus
berkembang dan memantapkan posisi Jawa Timur sebagai penggerak utama
perekonomian nasional.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur merupakan pangsa
ketiga terbesar setelah daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan rata-rata pangsa
sekitar 15 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Dilihat dari pangsa
sektoralnya, perekonomian Jawa Timur secara umum didominasi oleh empat
sektor dominan utama, yakni sektor industri pengolahan, sektor perdagangan-
hotel-restoran, sektor pertanian, dan sektor jasa-jasa, yang sudah menguasai
pangsa 77 persen dari total PDRB Jawa Timur.
Dilihat dari sisi keterbukaan ekonomi regional, Jawa Timur merupakan
propinsi yang sangat terbuka sehingga dipengaruhi secara signifikan oleh berbagai
kondisi luar negeri maupun oleh kondisi propinsi lainnya, khususnya propinsi di
Indonesia Timur. Rasio ekspor dan impor Jawa Timur dibandingkan dengan
PDRB mencapai 136 persen rata-rata selama 10 tahun terakhir.
Sebelum krisis (1991-1996), ekspor Jawa Timur menjadi sumber utama
pertumbuhan ekonomi dengan sumbangan rata-rata hampir 6 persen setiap
tahunnya, disusul konsumsi (4 persen) dan investasi (2,6 persen). Sesudah krisis
(1999-2000), berdasarkan data BPS, sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Timur
bergeser ke perubahan stok investasi dan konsumsi dengan sumbangan masing-
masing sebesar 6,4 persen dan 3,6 persen. Dampak krisis ekonomi moneter telah
56
menggeser pola kegiatan ekonomi Jawa Timur dilihat dari komposisi PDRB
menurut penggunaan.
Rasio konsumsi terhadap PDRB rata-rata mencapai 66 persen dan dalam
periode (1990-2000) meningkat menjadi rata-rata 71 persen karena menurunnya
kegiatan investasi dan kegiatan ekspor dan impor. Namun, meningkatnya kegiatan
konsumsi ini kurang sustainable dalam jangka panjang, dan dampaknya terhadap
penyerapan tenaga kerja relatif kecil. Besarnya capital outflows (modal swasta
dan foreign direct investment) yang telah terjadi akibat krisis ekonomi moneter
telah menurunkan rasio-rasio investasi menjadi sekitar 20 persen dalam tahun
1999-2000, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio sebelum krisis sebesar
27 persen.
Sifat perekonomian Jawa Timur yang terbuka antara lain telah mendorong
nilai ekspor Jawa Timur tahun 2001 tumbuh jauh lebih baik (3,5 persen)
dibandingkan ekspor nonmigas nasional yang mengalami penurunan sebesar 6,8
persen. Menurut data yang dikelola oleh Bank Indonesia Surabaya, nilai ekspor
nonmigas melalui pelabuhan di Jawa Timur tahun 2001 adalah 4,69 milyar dollar
AS atau mengalami kenaikan sebesar 3,56 persen dibandingkan periode sama
tahun sebelumnya.
5.5 Tipologi Kabupaten/Kota
Tipologi kabupaten/kota menunjukkan karakteristik beberapa
kabupaten/kota yang berada dalam satu kelompok yang sama. Berdasarkan
pengklasifikasian dari beberapa aspek perkembangan kabupaten/kota, seperti
57
aspek demografi, kesehatan, pendidikan, sosial, dan fisik, kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Timur dibedakan menjadi beberapa kelompok tipologi, yaitu :
1. Kelompok kabupaten/kota tipologi resource base
Kelompok kabupaten/kota ini merupakan wilayah resource base industry
dengan tipe wilayah yang mempunyai karakteristik potensi sumberdaya alam
yang cukup baik terutama pada wiayah barat yang dominan pada aspek pertanian
dan selatan yang menonjol pada aspek pertanian. Kabupaten/kota tipe ini
merupakan wilayah dengan perkembangan kemajuan yang sedang dan tersebar di
bagian barat dan selatan wilayah propinsi, antara lain : Kabupaten Gresik,
Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo, Lamongan (Gerbangkertosusilo), Trenggalek,
Tulungagung, Blitar, Kediri, Jombang, Nganjuk, Magetan, dan Bojonegoro, serta
Kota Surabaya, Kediri, dan Blitar.
2. Kelompok kabupaten/kota tipologi human capital yang rendah.
Kelompok kabupaten/kota ini merupakan wilayah dengan tipe wilayah
mempunyai karakteristik seperti tingkat kerawanan kesehatan masih perlu
perhatian, tingkat rata-rata pendidikan yang rendah. Faktor kemiskinan yang
menonjol, pengeluaran rumah tangga masih dominan untuk keperluan makanan,
angka ketergantungan anak yang cukup tinggi. Kabupaten/kota tipe ini merupakan
wilayah dengan perkembangan manusia yang rendah dan tersebar di wilayah
pulau Madura dan wilayah pantai utara sebelah timur propinsi, antara lain :
Kabupaten Sumenep, Bangkalan, Pamekasan, Sampang, Pasuruan, Probolinggo,
Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi.
58
3. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah kota sedang.
Kelompok kabupaten/kota tipe ini mempunyai karakteristik wilayah
perkotaan dengan ciri pembangunan manusia yang sedang dan merupakan kota
yang mempunyai tingkat pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur yang
cenderung semi-kota. Wilayah tipe ini berada di wilayah selatan propinsi Jawa
Timur, antara lain : Madiun, Mojokerto, Ngawi, dan Bojonegoro.
4. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah penyangga.
Kelompok kabupaten/kota tipe ini mempunyai karakteristik wilayah
penyangga industri bagi Propinsi Jawa Timur dengan ciri potensi industri yang
cukup tinggi, terutama industri pakan ternak, produksi telur dan daging. Pekerja
yang bekerja pada industri rumah tangga juga cukup tinggi. Wilayah tipe ini salah
satunya adalah Kabupaten Sidoarjo yang mempunyai karakteristik kota dan
sebagai penyangga kota Surabaya. Sedangkan wilayah yang lainnya adalah Kota
Malang merupakan kota terbesar kedua setelah Kota Surabaya.
5. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah main industry
Kelompok kabupaten/kota ini mempunyai karakteristik wilayah perkotaan
dengan pencirian cukup tinggi. Potensi industri besar/sedang yang tinggi sehingga
terdapat jalan tol untuk menunjang kemajuan industri. Wilayah tipe ini merupakan
pendorong perkembangan ekonomi sektor industri, yaitu Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Gresik, dan Kota Surabaya, yang biasa disebut sebagai “Extended
Surabaya”
6. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah khusus utara
Kabupaten dengan tipe ini memiliki karakteristik dengan tingkat
kerawanan sosial yang cukup menonjol, kualitas rumah yang kurang memadai,
59
pengeluaran rumah tangga masih dominan untuk kebutuhan makanan, angka
ketergantungan anak yang cukup tinggi, dan tingkat kerawanan kesehatan yang
sangat rawan.
Kabupaten tipe ini merupakan daerah yang perkembangan kemajuan
sedikit berkembang. Hal ini dicirikan dengan pertumbuhan dan kemajuan wilayah
yang sedikit berkembang. Namun pada kabupaten ini, tersebar fasilitas sekolah
agama yang baik, fasilitas tempat ibadah yang cukup baik, dan luas wilayah desa
per kabupaten yang cukup baik. Kabupaten Sampang merupakan daerah yang
partisipasi sekolah penduduknya cenderung cukup tinggi pada sekolah agama
(pesantren).
7. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah khusus selatan barat
Kabupaten tipe ini memiliki karakteristik tingkat kerawanan sosial yang
cukup menonjol, kualitas rumah yang kurang, pengeluaran rumah tangga yang
masih dominan untuk kebutuhan makanan, angka ketergantungan anak yang
cukup tinggi, tingkat kerawanan kesehatan sangat rawan. Kabupaten Pacitan
merupakan wilayah yang minus di pantai selatan yang lebih berkiblat pada wiayah
Propinsi Jawa Tengah, karena akses jalan ke Surabaya dibutuhkan waktu yang
lama. Komunikasi masyarakat cenderung ke Kabupaten Wonogiri dan Kota Solo.
8. Kelompok kabupaten/kota tipologi wilayah khusus timur
Kabupaten tipe ini memiliki karakteristik dengan tingkat kesehatan dan
pendidikan yang baik, fasilitas infrastruktur pendidikan dan kesehatan semi kota.
Kabupaten Banyuwangi merupakan wilayah ujung timur Jawa Timur dengan
potensi perikanan yang baik, terdapat kapal feri penyeberangan ke Propinsi Bali,
sehingga komunikasi masyarakat cenderung ke wilayah Bali.
BAB VI
GAMBARAN PEMBANGUNAN MANUSIA, PERTUMBUHAN
EKONOMI, KEMISKINAN, PERAN PEREMPUAN,
DAN PENGELUARAN SOSIAL PROPINSI JAWA TIMUR
Pembangunan adalah proses perubahan terbuka dan terkait dengan
aktivitas rakyat secara terencana untuk mencapai tujuan bersama dalam rangka
meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan bersama. Pembangunan
daerah Jawa Timur mengupayakan peningkatan pendapatan rakyat, mewujudkan
ekonomi kerakyatan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta dapat
mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat Jawa Timur. Hal itu
merupakan syarat bagi rakyat Jawa Timur untuk menyelenggarakan proses
pembangunan yang efektif dan berkelanjutan.
Pelaksanaan pembangunan daerah melibatkan secara proaktif seluruh
rakyat dan pemerintah, yang secara bersama-sama melakukan perubahan dalam
segala bidang. Pelaksanaan tersebut dilakukan untuk merespon dan mengatasi
berbagai permasalahan kehidupan dan pembangunan. Untuk mencapai tujuan
pembangunan manusia tersebut, sangat perlu usaha memberdayakan rakyat
sehingga pembangunan dapat berjalan secara efektif dan optimal.
6.1 Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur
Berdasarkan ketetapan UNDP, IPM digunakan untuk mengidentifikasi
kinerja pembangunan manusia dari sisi pendidikan, kesehatan, dan daya beli
masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan atau penurunan IPM sangat dipengaruhi
oleh perubahan pada ketiga komponen tersebut. Meningkatnya IPM dapat
disebabkan karena meningkatnya ketiga komponen tersebut secara bersama-sama
61
atau dapat juga karena meningkatnya satu atau dua dari komponen-komponen
tersebut, dan begitu pula sebaliknya.
Propinsi Jawa Timur masuk dalam jajaran propinsi-propinsi di Indonesia
mempunyai indeks yang kurang menggembirakan, terutama dalam hal
pembangunan manusia. Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997
ternyata berdampak pada pembangunan manusia di Jawa Timur. Hal ini terlihat
dari besaran IPM Jawa Timur yang mengalami penurunan dari tahun 1996 yang
sebesar 65,5, menjadi 61,8 pada tahun 1999. Kemudian tahun 2002, kinerja
pemerintah sudah menunjukkan adanya perbaikan dalam hal pembangunan
manusia meskipun belum sama dengan kondisi sebelum 1999. Hal ini ditunjukkan
dengan meningkatnya IPM Jawa Timur pada tahun 2002 menjadi 62,64 persen.
Berdasarkan perkembangan IPM seperti yang tergambar pada Grafik 3,
dapat dilihat bahwa rata-rata semua kabupaten/kota mengalami penurunan IPM
pada tahun 1996-1999. Penurunan yang paling rendah adalah Kota Pasuruan dan
yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Tinggi rendahnya penurunan
tersebut disebabkan karena perubahan komponen-komponen IPM yang bervariasi
antar kabupaten/kota.
62
63
Perbandingan komponen IPM antar kabupaten/kota untuk tahun 1996-
1999 disajikan dalam Lampiran 1. Berdasarkan lampiran tersebut, terlihat bahwa
pada periode 1996-1999, dua komponen IPM yaitu Angka Harapan Hidup (AHH)
dan Pendidikan mengalami kenaikan untuk semua kabupaten/kota kecuali
Kabupaten Tulungagung yang mengalami penurunan yang sangat signifikan.
Secara rata-rata untuk Jawa Timur, terjadi perubahan sebesar 25,26 persen.
Hal ini didukung pula oleh kenyataan bahwa seluruh kabupaten/kota
mengalami perubahan pada indeks daya belinya. Perubahan terbesar terjadi di
Kabupaten Bojonegoro, sedangkan yang terendah terjadi di Kota Surabaya.
Dengan demikian, dapat diyakini bahwa penyebab menurunnya IPM dalam kurun
waktu 1996-1999 adalah menurunnya indeks daya beli yang disebabkan
keterpurukan kondisi ekonomi sebagai akibat terjadinya krisis.
Sedangkan pada kurun waktu 1999-2002, hampir semua kabupaten/kota di
Jawa Timur cenderung mengalami peningkatan dalam IPM. Hal tersebut ditandai
dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, indeks pendidikan, dan
indeks daya beli. Kecuali Kabupaten Pacitan, indeks daya belinya menurun dari
51,49 menjadi 47,49. Oleh karena itu, penurunan dalam indeks daya beli
menyebabkan IPM Kabupaten Pacitan juga mengalami penurunan.
Secara keseluruhan, IPM tertinggi adalah Kabupaten Bojonegoro dengan
rata-rata IPM sebesar 72,1. Sedangkan IPM terendah adalah Kabupaten Pasuruan
dengan rata-rata IPM sebesar 48,4. Tinggi rendahnya IPM pada kedua kabupaten
ini dapat dilihat dari tipologi wilayahnya dimana Kabupaten Bojonegoro
merupakan kabupaten dengan ciri pembangunan manusia yang baik dan didukung
oleh infrastruktur pendidikan dan kesehatan semi kota yang memadai. Sedangkan
64
Kota Pasuruan dikenal sebagai salah satu kabupaten di Tapal Kuda dengan tingkat
kerawanan kesehatan masih perlu perhatian, tingkat rata-rata pendidikan yang
rendah. Faktor kemiskinan yang menonjol, pengeluaran rumah tangga masih
dominan untuk keperluan makanan, dan angka ketergantungan anak yang cukup
tinggi, sehingan perkembangan manusianya masih rendah.
6.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
pertumbuhan yang disebabkan karena adanya peningkatan produksi dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Untuk dapat melihat pertumbuhan ekonomi yang
sebenarnya, maka dimasukkan perhitungan tingkat perkembangan jumlah
penduduk. Dengan menggunakan PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK) tahun 1993 sehingga dapat dilihat peningkatan atau penurunan riil dari
pendapatan rata-rata penduduk Jawa Timur. Selama kurun waktu 1996-2002,
pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB per kapita semakin lebih baik karena
pertumbuhan jumlah penduduk yang sedikit.
Berdasarkan Grafik 4 tentang perkembangan PDRB per Kapita ADHK
1993 menurut kabupaten/kota di Jawa Timur, pada kurun waktu 1996-1999,
PDRB per kapita hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan karena semakin melemahnya kegiatan
perekonomian sebagai akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998. Namun
keadaan tersebut puliha kembali pada kurun waktu 1999-2002 yang ditunjukkan
oleh semakin meningkatnya PDRB per kapita tiap kabupaten/kota.
65
66
Jika dilihat secara rata-rata per kabupaten/kota, PDRB per kapita terendah
adalah Kota Blitar dan tertinggi adalah Kota Surabaya. Rendahnya PDRB per
kapita Kota Blitar disebabkan karena adanya pemekaran wilayah. Sedangkan
PDRB per kapita Kota Surabaya yang tinggi disebabkan karena posisi Kota
Suarabaya sebagai ibukota propinsi dan pusat kegiatan perekonomian, terutama
industri dan perdagangan, di Jawa Timur.
Grafik 4 di atas juga menunjukkan adanya distribusi pendapatan antar
kabupaten/kota di Jawa Timur yang tidak merata. hal ini juga dipengaruhi oleh
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tiap kabupaten/kota yang berbeda-
beda. Kabupaten/kota yang menerima PAD paling tinggi adalah Kota Surabaya,
sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Sampang. Hal tersebut
menunjukkan adanya ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Jawa
Timur.
Secara tidak langsung PAD tidak digunakan dalam perhitungan PDRB,
namun peranan PAD dapat dilihat dari perspektif lain dalam membiayai kegiatan
operasional pemerintah. Sehingga dapat dilihat seberapa besar kebijakan
pemerintah dalam meningkatkan perekonomian. Kebijakan yang berdampak
positif terhadap perekonomian tidak terlalu berhubungan kuat dengan besarnya
anggaran. Namun, perekonomian yang meningkat akan memberikan dampak pada
peningkatan PDRB.
6.3 Tingkat Kemiskinan
Upaya yang dilakukan pemerintah Propinsi Jawa Timur dalam kebijakan
pembangunannya adalah dengan melakukan pendataan jumlah penduduk miskin.
Penghitungan jumlah penduduk miskin pada tahun 1996-1999 dilakukan dengan
67
menggunakan pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam memenuhi
kebutuhan makanan dan non makanan. Pendekatan ini bersifat makro karena
menghitung penduduk miskin sampai pada tingkat kabupaten/kota.
Batas kemiskinan yang digunakan pada perhitungan jumlah penduduk
miskin pada tahun 1996 adalah Rp 40.950 per kapita/bulan untuk daerah
perkotaan dan Rp 30.126 per kapita/bulan untuk daerah pedesaan. Sedangkan
pada tahun 1999, batas kemiskinan untuk daerah perkotaan sebesar Rp 90.924 per
kapita/bulan dan Rp 73.432 per kapita/bulan.
Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada tahun 1999 mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin
pada tahun 1996, yaitu dari 22,13 persen menjadi 29,48 persen. Persentase
perubahan jumlah penduduk miskin kurang lebih sebesar 7,34 persen. Sedangkan
pendataan penduduk miskin pada tahun 2002 menggunakan Pendekatan
Kemiskinan dengan Indikator Baru (PKIB). Berdasarkan pendataan tersebut,
jumlah penduduk miskin Propinsi Jawa Timur pada tahun 2002 adalah sebesar 28
persen.
Perhitungan kemiskinan berdasarkan PKIB didasarkan pada 11 indikator,
yaitu (1) Frekuensi beli pakaian setahun; (2) Fasiltas air bersih; (3) Proporsi
pengeluaran untuk makanan; (4) Status kepemilikan rumah; (5) Jenis dinding; (6)
Jenis lantai; (7) Fasilitas jamban; (8) Sumber penerangan; (9) Partisipasi sekolah
anggota rumah tangga 6-15 tahun; (10) Sumber keuangan rumah tangga; dan (11)
Fasilitas pelayanan kesehatan. Perkembangan jumlah penduduk miskin tiap
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur pada tahun 1996-1999 dapat dilihat pada
Grafik 5 berikut ini.
68
69
Berdasarkan Grafik 5 tersebut, tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan
penduduk miskin di Jawa Timur pada kurun waktu 1996-1999, seluruh
kabupaten/kota mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut diduga disebabkan
oleh menurunnya daya beli penduduk akibat krisis ekonomi. Sedangkan pada
tahun 2002, jumlah penduduk miskin pada kabupaten/kota bervariasi, ada yang
mengalami peningkatan dan penurunan.
Tabel 3. Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Persentase Penduduk Miskin
Tahun 1996-2002
Tahun
Rata-rata Persentase
Penduduk Miskin Jawa Timur
Jumlah Kabupaten/Kota dengan Persentase di
Bawah Rata-Rata Jawa Timur
Jumlah Kabupaten/Kota dengan Persentase di
Atas Rata -Rata Jawa Timur
1996 22,13 19 18 1999 29,79 19 18 2002 28,11 17 20
Sumber : BPS Propinsi Jawa Timur, 2002
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa dari sisi jumlah kabupaten/kota,
kondisi penduduk di Jawa Timur dari tahun ke tahun dapat dikatakan relatif sama.
Gambaran ini dapat dilihat dari jumlah kabupaten/kota dengan persentase
penduduk miskin di bawah rata-rata persentase penduduk miskin di Jawa Timur
dari tahun ke tahun jumlahnya relatif tidak berbeda. Meskipun pada tahun 2002
rata-rata persentase jumlah penduduk miskin di Jawa Timur menurun, namun
jumlah penduduk miskin kabupaten/kota yang berada di atas rata-rata penduduk
miskin Jawa Timur meningkat.
Menurunannya jumlah penduduk miskin pada beberapa kabupaten/kota
diduga disebabkan karena di beberapa daerah sudah mulai membaik kondisi
perekonomian meskipun tingkat inflasi masih cukup tinggi. Namun beberapa
daerah lain masih sedang dalam proses perbaikan sehingga yang menyebabkan
70
penurunan daya beli penduduk. Secara rata-rata, jumlah penduduk miskin paling
rendah adalah di Kabupaten Sidoarjo, sedangkan yang paling tinggi adalah
Kabupaten Sampang.
Meskipun demikian, dari tahun ke tahun, 13 kabupaten di Jawa Timur
cenderung masih memiliki penduduk miskin yang persentasenya lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata persentase penduduk miskin Jawa Timur. Ketiga
belas kabupaten tersebut adalah Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek,
Madiun, Magetan, Bojonegoro, Tuban, Lumajang, Jember, Bondowoso,
Probolinggo, Sampang, dan Sumenep.
Rendahnya penduduk miskin di Kabupaten Sidoarjo dikarenakan
banyaknya industri yang berkembang termasuk pula industri rumah tangga.
Dengan berkembangnya industri rumah tangga tersebut, setidaknya dapat
mengangkat ekonomi rumah tangga dan penduduk di Kabupaten Sidoarjo.
Sedangkan tingginya penduduk miskin di Kabupaten Sampang dikarenakan
pertumbuhan dan kemajuan wilayah yang sulit berkembang dan tidak didukung
oleh kualitas sumber daya manusia yang baik.
6.4 Indeks Pemberdayaan Jender
Peran perempuan dalam pembangunan manusia mempunyai posisi yang
cukup penting. Perempuan ikut terlibat dalam tingkatan makro bahkan
internasional, sampai dengan rumah tangga. Dalam lingkup makro, perempuan
terlibat dalam pembuat kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan dalam lingkup
keluarga, salah satu peran perempuan adalah sebagai pengatur keuangan keluarga.
71
Besarnya peran perempuan salah satunya ditunjukkan oleh Indeks
Pemberdayaan Jender (IDJ) dalam bidang sosial kemasyarakatan, ekonomi
(perempuan dalam angkatan kerja dan rata-rata upah di sektor non pertanian), dan
pengambil keputusan (perempuan pekerja profesional, pejabat tinggi, manajer,
dan ketatalaksanaan).
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa banyaknya perempuan yang
bekerja menunjukkan keinginan mereka untuk meningkatkan pendapatan
keluarga. Dalam hal ini, semakin banyak perempuan yang bekerja, khususnya
yang bekerja sebagai pegawai, menunjukkan tingat kemampuan (kepandaian)
perempuan. Semakin pandai perempuan, maka perempuan itu juga pandai dalam
mengatur sega la keperluan dan pengeluaran rumah tangga.
IDJ Propinsi Jawa Timur menunjukkan banyaknya perempuan yang
bekerja, berdasarkan 3 komponen pembentuk IDJ. Perkembangan peran
perempuan menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur, yang dalam
penelitian ini ditunjukkan oleh IDJ, dapat dilihat dalam Grafik 6 berikut ini.
72
73
Dari Grafik 6 di atas dapat dilihat bahwa perkembangan peran perempuan
sebelum dan sesudah krisis bervariasi menurut kabupaten/kota. Bahkan secara
rata-rata, pada masa setelah krisis, peran perempuan banyak yang meningkat, baik
itu di sektor politik, sosial, ataupun ekonomi. Secara rata-rata, IDJ paling tinggi
adalah di Kabupaten Blitar, sedangkan IDJ yang paling rendah di Kabupaten
Bondowoso.
6.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah
Pengeluaran pembangunan pemerintah yang termasuk ke dalam sektor
sosial meliputi pengeluaran untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan.
Berdasarkan format Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sektor
pendidikan terdiri dari subsektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional, Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Pemuda dan Olahraga. Sedangkan sektor
kesehatan juga terdiri dari subsektor Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Peranan
Wanita, Anak, dan Remaja.
Tabel 4. Realisasi Pengeluaran Pembangunan Kabupaten/Kota Propinsi Jawa
Timur Tahun 1996-2002
Pengeluaran
Rata-rata pengeluaran 1996 1999 2002
Milyar Rupiah % Milyar
Rupiah % Milyar Rupiah %
Pembangunan 726.352,34 973.464,44 3.520.160,74
Pendidikan 67.235,08 9,26 82.395,99 8,46 361.997,95 10,28
Kesehatan 30.081,55 4,14 47.242,88 4,85 249.574,33 7,09
Pendidikan dan
Kesehatan 97.316,63 13,4 129.638,87 13,31 611.572,28 17,37
Sumber : www.sikd.djpkd.go.id (data diolah)
74
Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa alokasi pengeluaran
pemerintah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur pada kurun waktu 1996-2002,
masih banyak digunakan untuk sektor-sektor di luar bidang sosial. Pengeluaran
sosial pada tahun 1996 sebesar 13,4 persen dari total pengeluaran pembangunan.
Kemudian mengalami penurunan sebesar 0,09 persen pada tahun 1999 dan
meningkat lagi menjadi 17,37 persen pada tahun 2002.
Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan pada tahun 1996
mencapai 9,26 persen. Akibat krisis, pada tahun 1999 menurun menjadi 8,46
persen dan meningkat kembali menjadi 10,28 persen pada tahun 2002. Meskipun
mengalami peningkatan, persentase pengeluaran tersebut tidak mencapai 20
persen dari total pengeluaran pembangunan dalam APBN dan APBD, sesuai
target yang telah dianggarkan oleh pemerintah.
Perkembangan pengeluaran pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur
yang dialokasikan untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan dapat
digambarkan seperti pada Grafik 7 berikut ini. Berdasarkan grafik tersebut, pada
tahun 1999 pengeluaran pemerintah kabupaten/kota untuk sektor pendidikan
cenderung mengalami penurunan, yang kemudian meningkat pada tahun 2002.
Secara rata-rata, selama kurun waktu 1996-2002, pengeluaran pemerintah untuk
sektor pendidikan yang paling tinggi adalah Kabupaten Bangkalan dan yang
paling rendah adalah Kabupaten Ngawi.
76
Sedangkan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dari tahun
1996-1999 cenderung meningkat. Pada tahun 1996, rata-rata persentase
pengeluaran pemerintah untuk sektor sebesar 4,14 persen. Kemudian meningkat
menjadi 4,85 persen pada tahun 1999 dan 7,09 persen pada tahun 2002. Jika
dibandingkan dengan GBHN 2002 yang mengamanatkan alokasi anggaran untuk
sektor kesehatan sebesar 15 persen dari APBN, angka-angka tersebut masih belum
terpenuhi. Jumlah tersebut makin jauh jika dibandingkan dengan standard yang
dianjurkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) sebesar 5 persen dari PDB.
Sama halnya dengan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan,
berdasarkan Grafik 7 di atas, pada tahun 1999 pengeluaran pemerintah menurut
kabupaten/kota untuk sektor kesehatan cenderung mengalami penurunan, yang
kemudian meningkat kembali pada tahun 2002. Secara rata-rata, selama kurun
waktu 1996-2002, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan yang paling
tinggi adalah Kabupaten Blitar dan yang paling rendah adalah Kabupaten
Bondowoso.
Penurunan pengeluaran pemerintah baik untuk sektor pendidikan maupun
sektor kesehatan pada kurun waktu 1996-1999 dikarenakan terjadinya krisis
ekonomi. Sehingga untuk memulihkan kondisi perekonomiannya, kabupaten/kota
di Jawa Timur cenderung memfokuskan pengeluarannya untuk keperluan
pembangunan di sektor-sektor ekonomi dibandingkan untuk sektor sosial
(pendidikan dan kesehatan).
77
Grafik 3. Perkembangan IPM Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur (1996-2002)
01020304050607080
PACITAN
PONOROGO
TRENGGALEK
TULUNGAGUNGBLITARKEDIRI
MALANG
LUMAJANGJEMBER
BANYUWANGI
BONDOWOSO
SITUBONDO
PROBOLINGGO
PASURUAN
SIDOARJO
MOJOKERTOJOMBANG
NGANJUKMADIUN
MAGETANNGAWI
BOJONEGOROTUBAN
LAMONGANGRESIK
BANGKALANSAMPANG
PAMEKASANSUMENEP
KOTA KEDIRI
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
KOTA PROBOLINGGO
KOTA PASURUAN
KOTA MOJOKERTO
KOTA MADIUN
KOTA SURABAYA
Kabupaten/Kota
Inde
ks P
emba
ngun
an M
anus
ia
1996
1999
2002
77
0
3.500
7.000
10.500
14.000
PACITAN
PONOROGO
TRENGGALEK
TULUNGAGUNGBLITAR
KEDIRI
MALANG
LUMAJANGJEMBER
BANYUWANGI
BONDOWOSO
SITUBONDO
PROBOLINGGO
PASU
RUAN
SIDOARJO
MOJOKERTO
JOMBANG
NGANJUK
MADIUN
MAGETANNGAWI
BOJONEGOROTUBAN
LAMONGANGRESIK
BANGKALAN
SAMPA
NG
PAMEKASA
N
SUMENEP
KOTA KEDIRI
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
KOTA PROBOLINGGO
KOTA PASU
RUAN
KOTA MOJOKERTO
KOTA MADIUN
KOTA SURABAYA
Kabupaten/Kota
PDR
B p
er K
apit
a A
DH
K 1
993
(rup
iah)
1996
1999
2002
Grafik 4. Perkembangan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 1993 Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur
(1996-2002)
77
010
203040506070
PACITAN
PONOROGO
TRENGGALEK
TULUNGAGUNGBLITARKEDIRI
MALANG
LUMAJANGJEMBER
BANYUWANGI
BONDOWOSO
SITUBONDO
PROBOLINGGO
PASURUAN
SIDOARJO
MOJOKERTO
JOMBANG
NGANJUKMADIUN
MAGETANNGAWI
BOJONEGOROTUBAN
LAMONGANGRESIK
BANGKALAN
SAMPANG
PAMEKASANSUMENEP
KOTA KEDIRI
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
KOTA PROBOLINGGO
KOTA PASURUAN
KOTA MOJOKERTO
KOTA MADIUN
KOTA SURABAYA
Kabupaten/Kota
Jum
lah
Pend
uduk
Mis
kin
(per
sen)
1996
1999
2002
Grafik 5. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur (1996-2002)
77
010203040506070
PACITAN
PONOROGO
TRENGGALEK
TULUNGAGUNGBLITARKEDIRI
MALANG
LUMAJANGJEMBER
BANYUWANGI
BONDOWOSO
SITUBONDO
PROBOLINGGO
PASURUAN
SIDOARJO
MOJOKERTOJOMBANG
NGANJUKMADIUN
MAGETANNGAWI
BOJONEGOROTUBAN
LAMONGANGRESIK
BANGKALAN
SAMPANG
PAMEKASANSUMENEP
KOTA KEDIRI
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
KOTA PROBOLINGGO
KOTA PASURUAN
KOTA MOJOKERTO
KOTA MADIUN
KOTA SURABAYA
Kabupaten/Kota
Inde
ks P
embe
rday
aan
Jend
er
1996
1999
2002
Grafik 6. Perkembangan Indeks Pemberdayaan Jender Menurut Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Timur (1996-2002)
77
02468
101214161820
PACITAN
PONOROGO
TRENGGALEK
TULUNGAGUNGBLITARKEDIRI
MALANG
LUMAJANGJEMBER
BANYUWANGI
BONDOWOSO
SITUBONDO
PROBOLINGGO
PASURUAN
SIDOARJO
MOJOKERTO
JOMBANG
NGANJUKMADIUN
MAGETANNGAWI
BOJONEGOROTUBAN
LAMONGANGRESIK
BANGKALANSAMPANG
PAMEKASANSUMENEP
KOTA KEDIRI
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
KOTA PROBOLINGGO
KOTA PASURUAN
KOTA MOJOKERTO
KOTA MADIUN
KOTA SURABAYA
Kabupaten/Kota
Peng
elua
ran
Pem
erin
tah
Untu
k Se
ktor
Pen
didi
kan
(per
sen)
1996
1999
2002
Grafik 7. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur
Tahun 1996-2002
77
02468
10121416
PACITAN
PONOROGO
TRENGGALEK
TULUNGAGUNGBLITARKEDIRI
MALANG
LUMAJANGJEMBER
BANYUWANGI
BONDOWOSO
SITUBONDO
PROBOLINGGOPASURUAN
SIDOARJO
MOJOKERTOJOMBANG
NGANJUKMADIUN
MAGETANNGAWI
BOJONEGOROTUBAN
LAMONGANGRESIK
BANGKALANSAMPANG
PAMEKASANSUMENEP
KOTA KEDIRI
KOTA BLITAR
KOTA MALANG
KOTA PROBOLINGGO
KOTA PASURUAN
KOTA MOJOKERTO
KOTA MADIUN
KOTA SURABAYA
Kabupaten/Kota
Peng
elar
an P
emer
inta
h Un
tuk
Sekt
or
Kese
hata
n (p
erse
n)199619992002
Grafik 8. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur (1996-2002)
BAB VII
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI
DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR
Analisis hubungan antara kinerja ekonomi dengan pembangunan manusia
Propinsi Jawa Timur diestimasi dengan menggunakan data panel dengan 29
kabupaten dan 8 kota sebagai komponen cross section. Sedangkan, sebagai
komponen time series digunakan data 4 tahunan dari Laporan Pembangunan
Manusia Indonesia (LPMI) tahun 2001 dan 2004.
Analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan
manusia Propinsi Jawa Timur dilakukan dengan menggunakan variabel Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) sebagai variabel terikatnya, yang dihubungkan
dengan beberapa variabel bebas (penjelas) yang terdiri dari variabel pertumbuhan
ekonomi (PDRB), kemiskinan (K), peran perempuan (IDJ), pengeluaran
pemerintah untuk sektor pendidikan (PPP), dan pengeluaran pemerintah untuk
sektor kesehatan (PPK). Untuk melihat adanya kebijakan, ditambahkan variabel
dummy otonomi daerah ke dalam model. Analisis dilakukan dengan model pooled
least square, fixed effect, dan random effect
7.1 Uji Kesesuaian Model
Berdasarkan hasil estimasi model menggunakan data panel dengan pooled
least square, fixed effect, dan random effect dilakukan pengujian terhadap
kesesuaian model dengan Chow Test dan Hausman Test. Pengujian kesesuaian
model tersebut dilakukan untuk mengetahui metode terbaik dalam mengestimasi
79
hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia di
Propinsi Jawa Timur.
7.1.1 Hasil Chow Test
Chow Test dilakukan untuk menentukan metode mana yang lebih baik
antara model pooled least square dan fixed effect dalam menganalisis hubungan
antara kinerja ekonomi dengan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur.
Hasil Chow Test dari model pooled least square dan fixed effect menghasilkan
nilai Chow Test hitung dengan derajat bebas (N-1) dan (NT-N-K) sebesar 32,014.
Nilai F tabel yang diperoleh dengan derajat bebas (K-1) dan (N-K) pada taraf
nyata 5 persen adalah 2,49. Berdasarkan hasil perhitungan Chow Test tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa model fixed effect merupakan model yang lebih
sesuai untuk menganalisis hubungan antara kinerja ekonomi dengan
pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur.
7.1.2 Hasil Hausman Test
Untuk menentukan model yang terbaik dalam menganalisis hubungan
antara kinerja ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur,
dilakukan Hausman Test terhadap model fixed effect dan random effect. Statistik
uji Hausman yang diperoleh antara model fixed effect dan random effect pada taraf
nyata 5 persen adalah sebesar 17,42.
Berdasarkan nilai statistik Hausman Test yang lebih kecil dari nilai kritis
sebaran chi square ?2 yang terdistribusi dengan derajat bebas 6 atau sebesar 12,59
maka dapat disimpulkan bahwa model fixed effect lebih sesuai untuk menganalisis
hubungan antara kinerja ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa
Timur daripada dengan model random effect. Dengan demikian, berdasarkan hasil
80
uji kesesuaian model yang meliputi Chow Test dan Hausman Test, diketahui
bahwa dari ketiga model yang telah dilakukan dalam pengolahan data panel,
metode yang terbaik adalah metode fixed effect .
Pengolahan dengan model fixed effect secara umum dilakukan dengan
metode Pooled Least Square (PLS) atau tanpa pembobot (no weighted) atau
dengan pembobot (cross section weighted) atau Generalized Least Square (GLS).
Setelah dibandingkan antara model fixed effect PLS dengan model fixed effect
GLS, disimpulkan bahwa hasil estimasi dengan model fixed effect GLS
menghasilkan lebih banyak variabel yang signifikan dibandingkan dengan model
fixed effect PLS.
Output dari pengolahan dengan menggunakan model fixed effect GLS
menghasilkan estimasi seperti yang tercantum dalam tabel berikut.
Tabel 6. Hasil Estimasi Panel Data dengan Fixed Effect GLS
Variabel Elastisitas Standar Error t-stitistik Probablitas
Log (PDRB) 0,008065 0,002897 2,783585 0,0070*
Log (K) -0,039634 0,002837 -13,96889 0,0000*
Log (IDJ) 0,004980 0,007442 0,669208 0,5056
Log (PPP) 0,018955 0,001515 12,50993 0,0000*
Log (PPK) -0,005997 0,002487 -2,411019 0,0186**
D otda 0,018184 0,002267 8,022196 0,0000*
Adjusted R2 0,999976
ESS 0,043684
DW 3,122502
Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 1 persen ** signifikan pada taraf nyata 5 persen
Koefisien dari setiap cross section menunjukkan besarnya rata-rata
perubahan IPM pada masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur.
81
Kabupaten yang mempunyai rata-rata perubahan tertinggi adalah Kabupaten
Bojonegoro sebesar 4,30 dan yang paling rendah adalah Kota Pasuruan sebesar
3,87. Pembangunan manusia yang baik di Kabupaten Bojonegoro didukung oleh
infrastruktur pendidikan dan kesehatan semi kota yang memadai. Sedangkan Kota
Pasuruan dikenal sebagai salah satu wilayah di Tapal Kuda, tingkat kesehatannya
masih rawan, tingkat rata-rata pendidikan masih rendah, masih banyak desa dan
penduduk yang miskin, pengeluaran rumah tangga masih dominan untuk
keperluan makanan, dan angka ketergantungan anak yang cukup tinggi, sehingga
perkembangan manusianya masih rendah.
7.2 Evaluasi Model
Model fixed effect GLS pada tabel di atas harus memenuhi asumsi klasik
regresi. Untuk masalah multikolinearitas, menunjukkan tidak terdapat masalah
multikolinearitas. Hal ini dapat dilihat dari nilai adjusted-R2 model sebesar 0,9999
yang menunjukkan bahwa 99,99 persen variasi pembangunan manusia dapat
dijelaskan oleh variasi peubah-peubah bebas dalam model.
Selain itu, dari 6 variabel yang diestimasi, terdapat 5 variabel yang
siginifikan pada taraf nyata 5 persen mempengaruhi pembangunan manusia Jawa
Timur. Variabel pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, peran perempuan,
pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, variabel pengeluaran
pemerintah untuk sektor kesehatan, dan otonomi daerah menunjukkan hasil yang
berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia di Jawa Timur
pada taraf nyata 5 persen. Sedangkan variabel yang berpengaruh secara tidak
signifikan pada taraf nyata 5 persen adalah peran perempuan (IDJ).
82
Model fixed effect harus memenuhi beberapa asumsi klasik regresi. Untuk
mengatasi masalah heteroskedastisitas (karena menggunakan data cross section),
maka perlu diestimasi dengan uji white heteroskedasticity. Dari hasil pengolahan
dengan uji white heteriscedasticity pada model fixed effect GLS, diperoleh hasil
bahwa ESS weigthed statistic (fixed effect GLS) lebih kecil daripada ESS
unweigthed statistic (fixed effect PLS).
Hasil estimasi dengan menggunakan metode fixed effect GLS secara teori
ditemukan masalah autokorelasi yang ditunjukkan oleh nilai Durbin Watson
sebesar 3,12 (lebih dari 2). Namun karena estimasi dengan fixed effect tidak
membutuhkan asumsi terbebasnya model dari serial korelasi, maka masalah
autokorelasi dalam model dapat diabaikan (Nachrowi dan Hardius, 2006). Dengan
demikian uji asumsi klasik untuk estimasi model hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dengan pembangunan manusia dapat terpenuhi.
7.3 Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan
Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur
Dari hasil pengolahan data dengan model fixed effect GLS, diketahui
bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi pembangunan manusia
Propinsi Jawa Timur pada taraf 5 persen adalah variabel PDRB per Kapita, tingkat
kemiskinan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pend idikan, pengeluaran
pemerintah untuk sektor kesehatan, dan kebijakan otonomi daerah. Sedangkan
variabel yang secara tidak signifikan mempengaruhi pembangunan manusia pada
taraf nyata 5 persen adalah variabel peran perempuan.
83
7.3.1 Variabel Yang Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia
Propinsi Jawa Timur
7.3.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Variabel pertumbuhan ekonomi, yang dalam hal ini menggunakan
indikator Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, berpengaruh
secara signifikan dengan pembangunan manusia di Jawa Timur pada taraf nyata 5
persen. Nilai koefisien regresi dari variabel PDRB sebesar 0,008 dengan nilai
probabilitas (p-value) sebesar 0,007. Artinya, jika PDRB per kapita meningkat
sebesar 1 persen, maka nilai IPM di Jawa Timur meningkat sebesar 0,008 persen.
Semakin tinggi PDRB per kapita Jawa Timur, maka semakin tinggi IPM Jawa
Timur, cateris paribus.
Hubungan positif dan signifikannya variabel pertumbuhan ekonomi
(PDRB per kapita) dengan pembangunan manusia (IPM) Jawa Timur telah sesuai
dengan teori dan hipotesis yang telah dibuat. Pembangunan ekonomi diyakini
harus sejalan dengan pembangunan sosial sehingga pertumbuhan ekonomi dapat
menyumbang langsung terhadap peningkatan kualitas kesejahteraan sosial; dan
sebaliknya, pembangunan sosial dapat menyumbang langsung terhadap
pembangunan ekonomi.
Salah satu strategi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah adalah
berupaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dengan memacu pertumbuhan
sektor-sektor dominan. Pembangunan pada sektor-sektor tersebut mendorong
tersedianya kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan dan
memeratakan distribusi pendapatan antar anggota masyarakat. Sehingga akan
mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
84
Pertumbuhan ekonomi merupakan prasayarat tercapainya pembangunan
manusia. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi akan terjamin peningkatan
produktivitas dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja.
Hal tersebut sesuai dengan teori atau proses penetasan ke bawah (trickle down
effect). Dalam bidang ekonomi, pembangunan lebih ditekankan pada peningkatan
yang bersamaan antara pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita sehingga
akan mendongkrak daya beli untuk dapat memenuhi segala kebutuhan
masyarakat.
Namun, elastisitas dari variabel PDRB per kapita bernilai kurang dari satu
(inelastis). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari adanya pertumbuhan
ekonomi tidak membawa perubahan pada capaian pembangunan manusia secara
langsung. Pertumbuhan ekonomi diakibatkan karena adanya peningkatan pada
sektor-sektor perekonomian. Namun peningkatan tersebut tidak secara langsung
dapat meningkatkan pemerataan pembangunan, mengurangi angka pengangguran,
menurunkan angka kemiskinan, ataupun masalah sosial ekonomi masyarakat
lainnya.
7.3.1.2 Tingkat Kemiskinan
Variabel kemiskinan, yang dalam hal ini menggunakan persentase jumlah
penduduk miskin, berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia
Jawa Timur pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi hubungan antara
pembangunan manusia dan kemiskinan diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -
0,04 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0,000. Artinya, setiap 1 persen
penurunan persentase jumlah penduduk miskin, maka nilai IPM akan meningkat
85
sebesar 0,04. Semakin rendah tingkat kemiskinan, semakin tinggi IPM Jawa
Timur, cateris paribus.
Hubungan negatif dan signifikannya variabel persentase jumlah penduduk
miskin terhadap variabel pembangunan manusia telah sesuai dengan hipotesis dan
teori. Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mempunyai kapabilitas untuk
melakukan sesuatu, bukan karena tidak memiliki sesuatu. Dengan demikian,
tingkat kemampuan seseorang untuk mengakses sumber daya sangat
mempengaruhi tingkat kesejahteraannya.
Jika individu tidak berada dalam kondisi miskin, maka segala kebutuhan
dasarnya akan terpenuhi. Selain dapat mencukupi kebutuhan makannya,
kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan juga dapat
terpenuhi. Penduduk miskin dapat melanjutkan sekolahnya, berobat ke dokter atau
puskesmas, mendapatkan fasilitas pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan air bersih.
Pemenuhan kebutuhan tersebut akan meningkatkan kualitas penduduk yang pada
akhirnya dapat meningkatkan IPM.
Meskipun tidak mempengaruhi secara langsung, perbaikan IPM melalui
pendidikan dan kesehatan terhadap orang miskin di suatu wilayah akan
berdampak positif terhadap peningkatan kesempatan kerja dan/atau peningkatan
produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat
dan melepaskannya dari lingkaran kemiskinan.
Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh elastisitas variabel kemiskinan yang
secara absolut bernilai 0,03. Besarnya elastisitas variabel kemiskinan
dibandingkan dengan variabel lainnya, menunjukkan bahwa kemiskinan
mempunyai efek atau pengaruh secara langsung terhadap masalah pencapaian
86
pembangunan manusia. Dengan melalui program-program pengentasan
kemiskinan, secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas manusia.
7.3.1.3 Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Pendidikan (PPP)
Variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan menunjukkan
persentase jumlah pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dari jumlah
total penge luaran pembangunan APBD pada tahun anggaran tertentu. Nilai
koefisen regresi yang diperoleh adalah sebesar 0,019 dengan nilai probabilitas (p-
value) sebesar 0,000 sehingga signifkan pada taraf nyata 5 persen. Artinya, jika
pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan meningkat sebesar 1 persen,
maka nilai IPM diduga akan meningkat sebesar 0,019. Semakin tinggi
pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, semakin tinggi IPM Jawa
Timur, cateris paribus.
Hubungan positif dan signifikannya variabel pengeluaran pemerintah
untuk sektor pendidikan dengan pembangunan manusia di Jawa Timur telah
sesuai dengan hipotesis dan teori yang ada. Dengan anggaran tersebut, pemerintah
dapat meningkatkan pelayanan dan fasilitas- fasilitas pendidikan seperti bangunan
sekolah, buku-buku, kebutuhan laboratorium, ataupun beasiswa untuk murid yang
tidak mampu. Dengan demikian, kebijakan pengeluaran pemerintah untuk sektor
pendidikan, merupakan investasi yang secara langsung dapat memperbaiki
kualitas manusia.
Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian
kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan
akan melahirkan berbagai problem krusial seperti masalah pengangguran,
87
kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi
beban sosial politik bagi pemerintah. Selain itu, investasi di bidang pendidikan
secara nyata berhasil mendorong kemajuan ekonomi dan menciptakan
kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pengeluaran pemerintah untuk sektor
pendidikan yang merupakan investasi jangka panjang harus didukung dengan
pembiayaan yang memadai dan merata.
Dalam APBD, sektor pendidikan pada umumnya mendapat alokasi
terbesar sebagai cerminan dari prioritas untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia dan sesuai dengan amanat konstitusi. Dengan pengalokasian
yang baik dan tepat sasaran, investasi untuk sektor pendidikan dapat
meningkatkan kualitas manusia yang pada akhirnya dapat mendukung pencapaian
kemajuan sosial (berkurangnya angka kemiskinan) dan pertumbuhan ekonomi.
7.3.1.4 Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Kesehatan (PPK)
Variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan menunjukkan
persentase jumlah pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan dari jumlah
total pengeluaran pembangunan dari APBD tahun anggaran tertentu. Pengujian
dilakukan pada taraf nyata 5 persen menghasilkan nilai koefisien regresi sebesar -
0,006 dengan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,019. Artinya setiap
pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan turun sebesar 1 persen, maka nilai
IPM Jawa Timur meningkat sebesar 0,006, cateris paribus.
Hubungan negatif dan signifikannya variabel pengeluaran pemerintah
untuk sektor kesehatan dengan pembangunan manusia di Jawa Timur tidak sesuai
dengan teori dan hipotesis yang dibuat dalam pene litian ini. Hal tersebut dapat
dijelaskan dengan beberapa kemungkinan. Pertama, peningkatan dalam
88
pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan banyak dinikmati oleh golongan
orang kaya dibandingkan golongan orang miskin. Anggaran tersebut cenderung
tidak memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatan kualitas pelayanan
kesehatan untuk orang miskin. Banyak orang miskin yang tidak mampu
membiayai pengobatannya di rumah sakit. Sehingga banyak yang memillih
berobat ke klinik swasta yang menggunakan fasilitas pengobatan yang sederhana
dan cenderung kekurangan dalam persediaan obat-obatan.
Kedua, adanya penambahan pengeluaran pemerintah untuk sektor
kesehatan lebih banyak digunakan untuk batas penggunaan tertentu (khusus) yang
tidak bersifat meluas. Anggaran tidak merata digunakan untuk program dan
kegiatan yang bersifat kuratif, prefentif, dan operasional. Dan ketiga, meskipun
ada peningkatan anggaran sektor kesehatan untuk jasa pelayanan, program-
program kesehatan, maupun suplai obat dan alat-alat kesehatan, namun tidak
diikuti oleh fasilitas tambahan seperti infrastruktu jalan, puskesmas, dan lain- lain.
Sehingga hal ini hanya sedikit atau bahkan tidak memberikan pengaruh terhadap
kualitas kesehatan dan pembangunan manusia.
Hal serupa telah dilaporkan dalam Kajian Pengeluaran Publik Indonesia
2007 (World Bank, 2007) yang menyebutkan bahwa hingga saat ini belum pernah
ada publikasi yang melaporkan adanya hubungan positif antara pengeluaran
pemerintah untuk sektor kesehatan terhadap tingkat kematian ibu dan bayi yang
melahirkan. Meskipun ada kenaikan anggaran untuk sektor kesehatan, dalam
penggunaannya tidak sesuai dengan masalah dan keadaan riil di lapang.
89
7.3.1.5 Otonomi Daerah
Variabel otonomi daerah merupakan variabel dummy yang digunakan
untuk membedakan sebelum dan masa berlakunya kebijakan desentralisasi pada
setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Variabel dummy otonomi daerah
mempunyai koefisisen regresi sebesar 0,018 dengan nilai probabilitas (p-value)
sebesar 0,0000 pada taraf nyata 5 persen. Artinya, pada masa otonomi daerah,
nilai IPM Jawa Timur meningkat sebesar 0,018 dibandingkan dengan masa
sebelum otonomi daerah.
Hubungan positif dan signifikannya kebijakan otonomi daerah dengan
pembangunan manusia di Jawa Timur, yang telah sesuai dengan hipotesis,
didasarkan pada tujuan dari kebijakan otonomi daerah itu sendiri. Melalui
desentralisasi politik, fiskal, dan administrasi ini, pemerintah daerah mempunyai
kewenangan untuk mengatur segala hal yang menyangkut kemajuan daerah dan
kesejahteraan masyarakatnya, pemerataan pembangunan, dengan tetap menjaga
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, antar daerah.
Secara ekonomi, desentralisasi fiskal merubah pola alokasi dan distribusi
sumber-sumber perekonomian, khususnya barang-barang publik. Dengan adanya
otonomi daerah, fungsi alokasi dan distribusi banyak beralih kepada daerah
kabupaten/kota. Hal ini berarti, kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh kinerja
pemerintah kabupaten/kota. Daerah otonom memiliki kewenangan dan
kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan
menggunakannya sendiri untuk pembiayaan pembangunan daerah.
Berkaitan dengan pembangunan manusia, maka sektor pendidikan dan
sektor kesehatan yang telah didesentralisasikan ke pemerintah daerah, membawa
90
kemajuan bagi IPM daerah. Daerah lebih memahami kondisi, karakter, dan
permasalahan di daerahnya serta keragaman keadaan masyarakatnya. Oleh karena
itu, setiap kebijakan yang diambil tentu akan lebih menyentuh kepentingan dan
sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Dengan kewenangan yang dimilikinya
daerah akan lebih leluasa dalam menyusun dan menetapkan kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Secara tidak langsung, keberhasilan pembangunan manusia dapat meningkatkan
keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan kebijakan otonominya, sehingga
dapat semakin memajukan dan memakmurkan daerah itu sendiri.
7.3.2 Variabel Tidak Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia
Propinsi Jawa Timur
Variabel peran perempuan, yang dalam penelitian ini menggunakan proxy
Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ), mempengaruhi secara tidak signifikan
terhadap pembangunan manusia pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi
hubungan antara pembangunan manusia dan peran perempuan diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar 0,005 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0,5056.
Penggunaan variabel IDJ bertujuan untuk melihat kontribusi perempuan
sebagai pengatur pengeluaran rumah tangga yang dapat menentukan prioritas
pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Hubungan positif dan tidak
signifikannya IDJ dalam estimasi diduga karena kurang tepatnya pemakaian
variabel IDJ sebagai proxy dari peran perempuan dalam rumah tangga. Meskipun
perempuan mempunyai kemampuan dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan
politik, namun hal tersebut belum tentu menunjukkan kemampuannya dalam
mengatur kebutuhan dan keuangan rumah tangga. Sehingga pengeluaran rumah
91
tangga masih dominan dipegang oleh kaum laki- laki dengan perannya sebagai
kepala rumah tangga.
Di lain hal, diskriminasi jender dalam kehidupan sehari-hari masih tetap
ada. Hal ini membuat kaum perempuan tidak mampu mengakses sumber daya
ekonomi maupun politik, sama halnya dengan kaum laki- laki. Secara sempit,
perempuan hanya diberi tugas reproduksi (melahirkan), mengasuh anak, dan
pekerjaan-pekerjaan domestik yang tidak pernah dihitung nilainya.
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi (PDRB per
kapita), dan tingkat kemiskinan, serta pengeluaran sosial pemerintah untuk
sektor pendidikan dan kesehatan pada kurun waktu 1996-1999 mengalami
menurun akibat terjadinya krisis ekonomi tahun 1998. Kemudian pada
kurun waktu 1999-2002, mulai membaik bersamaan dengan masa
pemulihan ekonomi. Namun peran perempuan dalam mengatur kebutuhan
dan pengeluaran (keuangan) rumah tangga yang ditunjukkan oleh Indeks
Pemberdayaan Jender (IDJ), justru cenderung mengalami peningkatan
pada kurun waktu 1996-1999 dan menurun pada kurun waktu 1999-2002.
Meningkatnya peran perempuan pada kurun waktu 1996-1999
menunjukkan meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja untuk
meningkatkan pendapatan rumah tangganya.
2. Hasil estimasi dengan menggunakan metode fixed effect GLS
menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap
IPM Jawa Timur pada taraf nyata 5 persen adalah PDRB per kapita,
tingkat kemiskinan, pengelua ran pemerintah untuk sektor pendidikan,
pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan kebijakan otonomi
daerah. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap IPM Jawa Timur pada taraf nyata 5 persen adalah peran
perempuan (IDJ).
93
3. Pembangunan manusia Jawa Timur secara signifikan dipengaruhi oleh
peningkatan PDRB per kapita sebesar 0,008 persen, penurunan
kemiskinan mempengaruhi pembangunan Jawa Timur sebesar 0,04 persen;
peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan sebesar
0,019 persen; penurunan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan
sebesar 0,006 persen; dan kebijakan otonomi daerah sebesar 0,018 persen;
cateris paribus. Sedangkan peran perempuan mempengaruhi
pembangunan manusia Jawa Timur secara tidak signifikan sebesar 0,005
persen.
8.2 Saran
1. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, penentu dan
pengambil kebijakan hendaknya menentukan prioritas pembangunan pada
daerah dan sektor yang yang perlu mendapat penanganan dan perhatian
khusus. Sehingga diperlukan koordinasi antara pemerintah propinsi dan
kabupaten/kota untuk menyamakan visi dan misi pembangunannya dalam
rangka untuk mencapai kemajuan pembangunan ekonomi dan
pembangunan manusia yang merata.
2. Dari hasil analisis diketahui bahwa variabel pertumbuhan ekonomi yang
ditunjukkan oleh PDRB per kapita, memberikan pengaruh yang sangat
kecil terhadap pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur. Oleh karena
itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan
distribusi pendapatan di antara anggota masyarakat. Diantaranya dengan
pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan Usaha Mikro Kecil
94
Menengah (UMKM); Corporate Social Responbility (CSR) di mana
perusahaan mempunyai kewajiban membantu menyelesaikan masalah
sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat; kegiatan usaha tani pada
daerah-daerah pertanian; serta bantuan kredit dan pemberdayaan
masyarakat pesisir (nelayan) untuk meningkatkan hasil tangkapnya.
3. Dalam penelitian ini belum dibahas mengenai peranan infrstruktur sosial,
baik itu dari pemerintah maupun swasta, seperti rumah sakit, puskesmas,
sekolah, dan lain- lain terhadap capaian pembangunan manusia. Oleh
karena itu, perlu dilakukan analisis lanjutan mengenai peranan dan
dampak infrastruktur sosial terhadap pembangunan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N. 2004. Keterkaitan antara Indikator Pembangunan Ekonomi dengan Indikator Pembangunan Manusia dalam Perekonomian Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2002. Ana lisis dan Pembahasan Data Makro Sosial dan
Ekonomi Jawa Timur Tahun 1998-2002. Badan Pusat Statistik. Jawa Timur.
------------------------- 2002. Data Makro Sosial dan Ekonomi Jawa Timur 1998-
2002. Badan Pusat Statistik. Jawa Timur. ------------------------- 2004. Evaluasi Kinerja Renstrada Propinsi Jawa Timur
Tahun 2003. Pacitan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Pacitan. ------------------------ 1996. Jawa Timur Dalam Angka Tahun 1996. Jawa Timur. ------------------------ 2000. Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2000. Jawa Timur. ------------------------ 2002. Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2002. Jawa Timur. Baltagi, H.B. 2001. Economics Analysis of Panel Data. Great Britain, Biddles
Ltd. Bappenas. 2005. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Millenium
Indonesia. Bappenas. Jakarta. Firdausy, C.M. 1998. Dimensi Manusia Dalam Pembangunan Berkelanjutan.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Gujarati, D.N. 1999. Basic Econometrics. Third Edition. Mc. Graw Hill. New
York. Ilmalia. 2005. Analisis Peranan Sektor Pendidikan Terhadap Perekonomian
Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jhingan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafindo
Pustaka. Jakarta. Mangkoesoebroto, G. 2001. Ekonomi Publik. BPFE-UGM. Yogyakarta. Nachrowi, D.N. dan Hardius, U. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika : Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
96
Papalaya, E. 2004. Rekonstruksi Upaya Penanggulangan Kemiskinan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pindyck dan Rubinfeld. 1998. Econometric Models and Economic Forecasts
Fourth Edition. Mc Graw-Hill Comp. Singapura. Rahmanta. 2006. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan dan
Distribusi Pendapatan di Sumatera Utara : Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ramanathan, R. 1998. Introductory Econometrics Fourth Edition. The Dryden
Press. Forth Worth. Remi, S.S. 2006. Korelasi Pembangunan Ekonomi, Manusia, dan Kemiskinan di
Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik. Vol. 7 No. 1. Jakarta. Riyanto. 2003. Analisis Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap
Perekonomian Daerah dan Pemerataan Pembangunan Wilayah di Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta. Sukirno, S. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan. Badan Penelitian Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta. Soebeno, A. 2005. Analisis Pembangunan Manusia dan Penentuan Prioritas
Pembangunan Sosial di Jawa Timur. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suparmoko, M. 2003. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan
Daerah. Penerbit Andi. Yogyakarta. Suryawardana, M.I. 2006. Analisis Keterkaitan Sektor Unggulan dan Alokasi
Anggaran untuk Penguatan Kinerja Pembangunan Daerah di Propinsi Jawa Timur. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga.
Jakarta. UNDP. 2001. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2001 : Menuju Dua
Konsensus Baru. BPS, Bappenas, UNDP. Jakarta. -------- 2004. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2004 : Pembiayaan
Pembangunan Manusia. BPS, Bappenas, UNDP. Jakarta. Yudhoyono, S.B. 2004. Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Sebagai Upaya
Mengatasi Kemiskinan, Pengangguran : Analisis Ekonomi – Politik
97
Kebijakan Fiskal. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
World Bank 2000. 2001. The Quality of Growth : Kualitas Pertumbuhan.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. ---------------. 2007. Indonesia Public Expenditure Review. World Bank.
Washington.
L A M P I R A N
Lampiran 1. KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 1996, 1999, dan 2002
Kabupaten/Kota 1996 1999 2002
AHH MYS LIT PPP IPM AHH MYS LIT PPP IPM AHH MYS LIT PPP IPM PACITAN 68,2 5 77,7 586,5 67,1 69,8 5,3 80,8 582,8 63,9 70,0 6 82 594,0 65,7 PONOROGO 66,0 5 73,6 581,7 64,5 66,6 5,3 75,7 575,7 60,4 66,9 6 76,8 593,4 62,6 TRENGGALEK 68,9 5,1 82,5 579,0 68,2 69,4 5,7 87,2 579,7 65,2 69,8 6,3 88 608,0 68,2 TULUNGAGUNG 70,0 5,8 86,6 593,0 71,1 70,1 6,1 85 586,5 65,9 70,3 6,6 87,7 594,4 67,6 BLITAR 66,9 5,2 82,5 591,1 67,9 68,5 5,7 82,4 581,9 63,8 68,9 6,2 85 913,8 67,4 KEDIRI 66,2 5,5 79,3 588,1 72,4 67,8 6,3 85,6 577,2 68,9 68,1 6,6 87,5 591,0 71 MALANG 64,6 5,1 80,9 587,0 66,8 66,3 5,5 84,2 577,4 64,2 66,6 6,4 86,4 595,6 65,2 LUMAJANG 63,2 4,6 72,6 591,8 71,8 64,9 5,2 77,2 575,0 68,6 65,1 5,6 78,7 586,9 70,8 JEMBER 58,8 4,4 68,9 581,9 65,9 59,7 4,4 72,5 570,4 62,4 59,9 5,5 77,9 585,7 65,2 BANYUWANGI 62,6 5,2 81,4 592,9 71,1 64,2 5,6 81,9 583,2 68 64,5 6 82,8 591,3 71,4 BONDOWOSO 57,2 3,7 56,1 589,9 63,2 58,8 4,3 63,8 583,2 59,7 59,0 4,7 65,3 583,3 61,4 SITUBONDO 59,6 4,3 63,2 595,4 59,1 61,3 4,4 64,4 582,3 54,9 61,5 4,5 66,6 590,6 58,1 PROBOLINGGO 56,8 3,9 65,8 586,2 65,4 58,5 4,1 68,3 580,7 61,3 59,3 4,9 73,4 591,7 62,6 PASURUAN 59,6 4,7 76,1 584,4 55,4 61,3 5,3 83 571,6 53,4 61,5 6,1 87,4 585,2 54,1 SIDOARJO 66,3 8,3 93,3 591,4 59,2 67,9 8,8 95,4 587,9 54,8 68,2 9,4 96 612,5 56,2 MOJOKERTO 65,9 5,6 84,7 591,0 57,2 67,5 6,2 87,5 580,1 53,8 68,1 6,6 89,4 606,4 56,8 JOMBANG 65,0 6,2 85,4 591,7 69,5 66,6 7 88,5 582,7 65,1 66,9 7,1 88,4 591,5 67,7 NGANJUK 65,3 5,7 80,6 588,6 61,5 67,0 6,1 85,1 576,9 58,9 67,3 6,5 84,4 590,0 61,5 MADIUN 65,2 5,2 76,3 590,9 67,5 66,8 5,6 79,7 589,8 63,6 67,3 6,4 81,1 592,1 67,7 MAGETAN 69,3 5,5 79,2 585,9 72,3 69,6 6 81,5 585,4 69,1 69,9 7,1 86,6 593,2 71,7 NGAWI 65,3 4,6 74,5 593,1 68,1 67,0 5,3 79,4 580,5 64,6 67,3 5,7 78,3 582,1 67,7 BOJONEGORO 63,9 4,7 74,7 578,0 74,9 65,5 5,4 78,6 560,5 68,6 65,6 5,5 77 579,4 72,8 TUBAN 64,2 4,2 65,8 585,1 68,3 65,8 4,8 73,8 579,3 65,1 65,9 5,2 76,9 585,7 66 LAMONGAN 64,8 4,9 76,2 583,3 66,8 66,4 5,7 80,3 577,4 63,4 66,5 6,3 83,1 589,6 64,7 GRESIK 65,7 6,3 86,1 587,9 65,6 67,3 7,6 91,3 580,1 62,8 68,1 7,4 90,7 615,8 64,2
100
100
BANGKALAN 59,2 3,2 56,1 575,0 73,6 60,9 3,7 63 563,6 68,7 61,4 5 73,6 584,1 70,7 SAMPANG 55,0 2,1 44 562,3 68,3 56,7 2,5 54,9 564,3 64,7 57,5 2,9 56,2 580,0 67,4 PAMEKASAN 59,4 4,2 65 579,6 65 61,1 4,6 72,7 565,4 61,9 61,7 5,3 73,8 588,5 62,3 SUMENEP 60,5 3,5 61,2 598,5 63,1 60,9 3,7 66,8 583,8 59,4 61,2 4,1 69,6 592,5 60,6 KOTA KEDIRI 66,7 8 92,2 588,7 61,5 68,4 8,5 92,9 588,8 59,5 68,6 9,3 95,3 600,6 61,1 KOTA BLITAR 68,7 7,4 89,3 595,6 64,5 69,6 8,2 92,3 588,0 61,8 70,1 9 95,2 596,0 63,9 KOTA MALANG 64,5 8,4 90,8 595,0 68,6 66,2 8,6 94,4 590,0 66,4 66,6 10 94,9 616,0 69,3 KOTA PROBOLINGGO 65,8 6,7 84,1 605,0 55 67,5 7,1 86,2 581,7 52,4 68,0 7,2 88,2 604,8 57,6 KOTA PASURUAN 62,5 6,5 85,8 596,2 48,2 64,1 7,1 87,7 583,0 47,3 64,7 8,1 91,9 608,9 49,7 KOTA MOJOKERTO 69,7 8,2 92,1 605,1 58,2 70,0 8,4 93,5 575,7 55,5 70,3 9,6 96,1 609,3 58,3 KOTA MADIUN 68,4 8,3 91 599,8 58,9 69,1 8,7 91,7 585,3 54,7 69,3 9,9 94 593,0 56,5 KOTA SURABAYA 66,6 8,7 93,2 583,1 72,1 68,3 9 93,8 589,4 69,3 68,6 9,8 95,9 609,5 72
101
101
Lampiran 2. Data Mentah Olahan Untuk Estimasi Data Panel
Kabupaten/Kota Tahun IPM PDRB K IDJ PPP PPK Dotda
PACITAN 1996 67,1 580,26 33,14 48,5 3,1 3,78 0 1999 63,9 378,97 35,76 51,6 7,55 1,88 0 2002 65,7 409,05 38,00 41,7 11,93 6,66 1
PONOROGO 1996 64,5 766,14 35,78 49,2 4,42 3,43 0 1999 60,4 641,03 49,87 52,4 15,72 13,3 0 2002 62,6 726,98 40,08 45,0 7,8 4,71 1
TRENGGALEK 1996 68,2 620,59 35,01 52,9 9,93 3,65 0 1999 65,2 391,73 51,95 53,9 10,67 4,36 0 2002 68,2 436,30 36,57 47,1 2,28 14,6 1
TULUNGAGUNG 1996 71,1 1.407,15 18,02 47,5 5,84 3,33 0 1999 65,9 1.148,39 27,00 49,8 6,73 10,4 0 2002 67,6 1.331,36 23,29 45,6 4,58 3,79 1
BLITAR 1996 67,9 758,30 22,11 46,3 10,94 8,73 0 1999 63,8 755,65 30,92 48,7 15,31 7,5 0 2002 67,4 849,65 27,36 48,2 3,45 10,6 1
KEDIRI 1996 72,4 1.062,56 25,81 44,2 14,41 9,36 0 1999 68,9 1.352,58 35,28 45,0 6,6 0,93 0 2002 71 1.508,12 23,67 40,5 9,45 7,46 1
MALANG 1996 66,8 1.058,65 22,62 49,7 11,96 8,12 0 1999 64,2 2.314,76 37,59 44,8 8,71 5,94 0 2002 65,2 2.400,36 27,78 53,5 11,48 6,03 1
LUMAJANG 1996 71,8 1.077,16 29,64 46,4 11,95 2,25 0 1999 68,6 896,30 34,09 43,6 5,15 6,18 0 2002 70,8 983,85 20,09 47,2 9,72 9,72 1
JEMBER 1996 65,9 839,82 39,43 38,2 8,6 3,26 0 1999 62,4 1.811,05 45,40 41,9 3,64 6,87 0 2002 65,2 2.042,44 29,66 39,4 8,8 8,36 1
BANYUWANGI 1996 71,1 1.273,95 22,94 45,5 11,69 4,93 0 1999 68 1.680,76 23,64 49,5 14,51 8,23 0 2002 71,4 1.854,00 25,73 38,0 9,37 4,44 1
BONDOWOSO 1996 63,2 908,83 31,97 40,1 11,4 2,22 0 1999 59,7 582,68 36,39 35,6 6,79 0,96 0 2002 61,4 645,60 49,69 39,6 12,41 1,12 1
SITUBONDO 1996 59,1 1.252,45 17,23 40,7 7,22 1,83 0 1999 54,9 698,12 22,55 42,3 7,87 0,84 0 2002 58,1 773,44 30,87 32,4 18,42 6,3 1
PROBOLINGGO 1996 65,4 1.327,34 27,90 34,1 9,86 2,97 0 1999 61,3 1.187,12 34,70 32,2 8,13 6,19 0 2002 62,6 1.287,20 36,26 27,7 11,04 9,69 1
PASURUAN 1996 55,4 2.121,17 13,37 48,3 16,8 5,73 0 1999 53,4 2.461,31 26,43 47,7 7,42 5,56 0 2002 54,1 2.756,62 26,12 47,6 9,53 7,36 1
SIDOARJO 1996 59,2 3.933,38 2,60 42,5 6,44 2,44 0 1999 54,8 4.580,67 8,17 44,1 5,12 4,47 0 2002 56,2 5.204,76 10,38 41,6 8,72 4,91 1
MOJOKERTO 1996 57,2 1.427,29 17,77 48,1 9,4 1,77 0 1999 53,8 1.078,83 21,79 43,6 7,24 4,77 0 2002 56,8 1.190,88 20,88 51,6 17,13 11,8 1
102
102
JOMBANG 1996 69,5 959,28 20,14 45,9 9,33 5,8 0 1999 65,1 956,07 28,92 49,0 5,59 2,22 0 2002 67,7 1.060,77 30,38 37,4 9,3 3,35 1
NGANJUK 1996 61,5 863,39 20,82 40,7 14,32 3,23 0 1999 58,9 753,87 21,14 44,3 5,82 0,83 0 2002 61,5 828,62 34,83 45,2 12,32 7,37 1
MADIUN 1996 67,5 857,46 31,27 46,2 7,56 8,12 0 1999 63,6 502,82 34,18 47,5 5,52 7,59 0 2002 67,7 551,31 30,39 43,9 4,95 9,99 1
MAGETAN 1996 72,3 989,45 23,63 44,5 12,6 4,5 0 1999 69,1 568,52 32,83 46,6 8,21 4,59 0 2002 71,7 640,12 24,24 45,0 8,91 3,59 1
NGAWI 1996 68,1 861,45 27,14 46,6 7,51 9,27 0 1999 64,6 649,69 32,30 45,8 1,37 8,9 0 2002 67,7 714,80 27,72 47,0 3,03 8,19 1
BOJONEGORO 1996 74,9 812,24 24,81 38,2 13,06 3,21 0 1999 68,6 861,74 37,90 39,6 8,09 2,61 0 2002 72,8 934,31 43,41 40,9 18,47 8,01 1
TUBAN 1996 68,3 1.743,09 28,05 40,9 15,2 3,99 0 1999 65,1 1.539,10 32,63 43,5 5,53 1,38 0 2002 66 1.742,47 43,41 34,0 8,56 5,24 1
LAMONGAN 1996 66,8 806,09 12,31 39,8 12,38 6,04 0 1999 63,4 905,17 17,57 42,4 14,3 5,38 0 2002 64,7 1.003,36 26,56 41,8 12,78 6,81 1
GRESIK 1996 65,6 3.831,37 9,39 43,5 5,67 2,76 0 1999 62,8 3.117,48 15,11 44,2 9,09 4,36 0 2002 64,2 3.629,24 20,00 46,3 9,24 6,67 1
BANGKALAN 1996 73,6 867,74 33,77 46,7 18,22 4,9 0 1999 68,7 629,62 34,56 48,8 13,39 6,13 0 2002 70,7 666,93 33,61 43,9 17,85 7,85 1
SAMPANG 1996 68,3 881,54 47,73 45,2 18,02 3,84 0 1999 64,7 628,93 57,98 45,4 13,78 3,69 0 2002 67,4 679,76 62,83 30,8 11,1 13,4 1
PAMEKASAN 1996 65 778,84 29,92 39,5 14,19 2,59 0 1999 61,9 482,18 47,77 42,4 17,29 3,04 0 2002 62,3 514,39 32,35 38,5 11,15 8,94 1
SUMENEP 1996 63,1 933,28 29,55 47,2 14,77 2,98 0 1999 59,4 906,99 40,99 48,1 14,12 7,89 0 2002 60,6 885,50 24,97 30,5 10,55 10,6 1
KOTA KEDIRI 1996 61,5 5.574,42 5,90 50,5 7,08 4,85 0 1999 59,5 4.857,80 11,01 52,5 0,81 1,7 0 2002 61,1 4.603,47 22,72 58,2 14,49 5,1 1
KOTA BLITAR 1996 64,5 288,29 16,72 46,4 5,47 3,58 0 1999 61,8 243,02 23,29 47,2 10,83 0,89 0 2002 63,9 276,93 21,51 45,8 10,42 6,33 1
KOTA MALANG 1996 68,6 3.238,02 3,33 53,9 7,12 4,03 0 1999 66,4 2.075,77 12,83 55,7 6,93 1,93 0 2002 69,3 2.243,72 14,27 52,4 13,92 11,3 1
KOTA PROBOLINGGO 1996 55 471,87 3,98 49,7 16,19 9,24 0 1999 52,4 516,38 10,99 47,2 11,99 6,38 0 2002 57,6 564,38 18,26 48,3 17,73 11 1
103
103
KOTA PASURUAN
1996 48,2 223,53 5,81 48,2 5,97 8,86 0 1999 47,3 315,58 16,60 40,3 16,29 4,7 0 2002 49,7 362,98 16,59 50,0 13,56 10,3 1
KOTA MOJOKERTO 1996 58,2 427,29 9,40 43,7 2,16 5,43 0 1999 55,5 287,86 18,78 45,4 0,56 0,42 0 2002 58,3 343,38 24,11 46,5 10,5 3,85 1
KOTA MADIUN 1996 58,9 602,01 8,20 45,1 2,5 2,61 0 1999 54,7 396,61 17,25 42,5 11,8 7,93 0 2002 56,5 454,29 18,13 49,7 6,53 2,62 1
KOTA SURABAYA 1996 72,1 10.306,74 5,25 47,8 3,67 2,26 0 1999 69,3 11.903,85 10,28 49,1 2,68 2,52 0 2002 72 13.458,73 17,81 51,2 6,98 6,17 1
104
104
Lampiran 3. Estimasi dengan menggunakan Model Pooled Least Square
Dependent Variable: LOG(IPM?) Method: Pooled Least Squares Date: 05/11/07 Time: 03:54 Sample: 2000 2002 Included observations: 3 Number of cross-sections used: 37 Total panel (balanced) observations: 111 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 3.764523 0.270172 13.93378 0.0000 LOG(PDRB?) 0.037400 0.014082 2.655884 0.0092
LOG(K?) 0.076764 0.023946 3.205653 0.0018 LOG(IDJ?) -0.029649 0.044270 -0.669732 0.5045 LOG(PPP?) -0.005439 0.011338 -0.479700 0.6324 LOG(PPK?) 0.006728 0.011953 0.562893 0.5747
DOTDA? -0.010160 0.020077 -0.506033 0.6139
R-squared 0.174627 Mean dependent var 4.152241 Adjusted R-squared 0.127009 S.D. dependent var 0.094522 S.E. of regression 0.088315 Sum squared resid 0.811157 F-statistic 3.667270 Durbin-Watson stat 0.547830 Prob(F-statistic) 0.002414
Lampiran 4. Estimasi dengan menggunakan Model Fixed Effect
Dependent Variable: LOG(IPM?) Method: Pooled Least Squares Date: 05/11/07 Time: 03:51 Sample: 2000 2002 Included observations: 3 Number of cross-sections used: 37 Total panel (balanced) observations: 111 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LOG(PDRB?) 0.008935 0.005770 1.548508 0.1261 LOG(K?) -0.038760 0.007353 -5.271393 0.0000
LOG(IDJ?) 0.001205 0.013867 0.086878 0.9310 LOG(PPP?) 0.015658 0.004024 3.890663 0.0002 LOG(PPK?) -0.003862 0.004240 -0.910876 0.3656
DOTDA? 0.019230 0.004805 4.002010 0.0002 Fixed Effects
_PCT--C 4.230879 _PNG--C 4.183519 _TGL--C 4.263224 _TUL--C 4.246817 _BLI--C 4.226267
_KDR--C 4.282947 _MLG--C 4.202888 _LUM--C 4.282812 _JEM--C 4.208237
_BANY--C 4.265447 _BON--C 4.155578 _SIT--C 4.065406
_PRO--C 4.176089 _PAS--C 4.001826 _SID--C 3.997064 _MOJ--C 4.034630 _JOM--C 4.237247 _NGA--C 4.125789 _MDN--C 4.239587 _MAG--C 4.290318
_NGAW--C 4.252432 _BOJ--C 4.309451 _TUB--C 4.226284 _LAM--C 4.180265 _GRE--C 4.154135
_BANG--C 4.292640 _SAM--C 4.253241 _PAM--C 4.179537 _SUM--C 4.139621 _KKDR--C 4.091030 _KBLI--C 4.169146
_KMLG--C 4.194491 _KPRO--C 3.986219 _KPAS--C 3.876712 _KMOJ--C 4.079137 _KMDN--C 4.045854 _KSBY--C 4.242960
R-squared 0.954015 Mean dependent var 4.152241 Adjusted R-squared 0.925612 S.D. dependent var 0.094522 S.E. of regression 0.025780 Sum squared resid 0.045193 F-statistic 33.58908 Durbin-Watson stat 2.827224 Prob(F-statistic) 0.000000
94
Lampiran 5. Estimasi dengan menggunakan Model Random Effect
Dependent Variable: LOG(IPM?) Method: GLS (Variance Components) Date: 05/10/07 Time: 16:00 Sample: 2000 2002 Included observations: 3 Number of cross-sections used: 37 Total panel (balanced) observations: 111
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 4.147519 0.112683 36.80709 0.0000 LOG(PDRB?) 0.010970 0.007775 1.410897 0.1613
LOG(K?) -0.025700 0.010241 -2.509449 0.0136 LOG(IDJ?) -0.006008 0.021470 -0.279856 0.7801 LOG(PPP?) 0.014200 0.006318 2.247391 0.0267 LOG(PPK?) -0.003009 0.006049 -0.497425 0.6199
DOTDA? 0.015376 0.007143 2.152596 0.0337 Random Effects
_PCT--C 0.050273 _PNG--C 0.004726 _TGL--C 0.082247 _TUL--C 0.071165 _BLI--C 0.052342
_KDR--C 0.104900 _MLG--C 0.025553 _LUM--C 0.103532 _JEM--C 0.027816
_BANY--C 0.088609 _BON--C -0.023262 _SIT--C -0.102065
_PRO--C -0.001399 _PAS--C -0.165555 _SID--C -0.156665 _MOJ--C -0.131655 _JOM--C 0.060820 _NGA--C -0.043819 _MDN--C 0.060778 _MAG--C 0.113928
_NGAW--C 0.073155 _BOJ--C 0.126226 _TUB--C 0.045362 _LAM--C 0.012143 _GRE--C -0.013951
_BANG--C 0.112609 _SAM--C 0.066879 _PAM--C 0.000959 _SUM--C -0.035514 _KKDR--C -0.073255 _KBLI--C 0.001560
_KMLG--C 0.032961 _KPRO--C -0.167742 _KPAS--C -0.277448 _KMOJ--C -0.084815 _KMDN--C -0.114897 _KSBY--C 0.073499
GLS Transformed Regression
R-squared 0.918899 Mean dependent var 4.152241 Adjusted R-squared 0.914220 S.D. dependent var 0.094522 S.E. of regression 0.027684 Sum squared resid 0.079704 Durbin-Watson stat 1.752909
95
Unweighted Statistics including Random
Effects
R-squared 0.951652 Mean dependent var 4.152241 Adjusted R-squared 0.948863 S.D. dependent var 0.094522 S.E. of regression 0.021375 Sum squared resid 0.047515 Durbin-Watson stat 2.940423
96
Lampiran 6. Uji Kesesuaian Model
1. Chow Test
Uji Chow dapat dilakukan dengan perhitungan berdasarkan rumus uji F
sebagai berikut :
)/()1/()(
2
21,1 KNNTESS
NESSESSF KNNTN −−
−−=−−−
( ) ( )
( )01426966,32
637111/045193,0137/045193,0811157,0
68,36 =−−
−−=F
Hipotesa pengujian model pada Chow Test adalah :
H0 : Model pooled least square
H1 : Model fixed effect
Dari perhitungan di atas, besarnya F hitung adalah 32,014. Sedangkan
nilai F tabel dengan derajat bebas N-1 dan NT-N-K sebesar 2,49 maka tolak
H0. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model fixed effect lebih
sesuai digunakan daripada metode pooled least square.
2. Hausman Test
Uji Hausman dilakukan dengan menggunakan sofware Eviews 4.1 dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1) Estimasi model fixed effect pada pool01 dan ikuti langkah- langkah berikut
vector beta = pool01.@coefs
matrix covar = pool01.@cov
2) Estimasi model random effect pada pool02 dan ikuti langkah berikut.
vector alpha = pool02.@coefs
matrix covarian = pool02.@cov
vector b_gls = @subextract (alpha,2,1,7,1)
matrix cov_gls = @subextract (covarian,2,2,7,7)
matrix b_diff = beta - b_gls
matrix cov_diff = covar - cov_gls
3) Hitung statistik uji Hausman
matrix qform = @transpose(b_diff)*@inverse(cov_diff)*b_diff
97
Hipotesa pengujian model pada Hausman Test adalah :
H0 : Model random effects
H1 : Model fixed effects
Dari proses perhitungan di atas, diperoleh nilai statistik uji Hausman
sebesar 17,41574. Karena nilai statistik uji Hausman lebih besar dari nilai
kritis sebaran ?2 yang terdistribusi dengan derajat bebas 6 atau sebesar
12,5916 maka tolak H0. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa estimasi
menggunakan metode fixed effect lebih konsisten dan lebih sesuai.
98
Lampiran 7. Estimasi dengan menggunakan Model Fixed Effect GLS
Dependent Variable: LOG(IPM?) Method: GLS (Cross Section Weights) Date: 05/10/07 Time: 20:39 Sample: 2000 2002 Included observations: 3 Number of cross-sections used: 37 Total panel (balanced) observations: 111 One-step weighting matrix White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LOG(PDRB?) 0.008065 0.002897 2.783585 0.0070 LOG(K?) -0.039634 0.002837 -13.96889 0.0000
LOG(IDJ?) 0.004980 0.007442 0.669208 0.5056 LOG(PPP?) 0.018955 0.001515 12.50993 0.0000 LOG(PPK?) -0.005997 0.002487 -2.411019 0.0186
DOTDA? 0.018184 0.002267 8.022196 0.0000 Fixed Effects
_PCT--C 4.223271 _PNG--C 4.175037 _TGL--C 4.255516 _TUL--C 4.239763 _BLI--C 4.217680
_KDR--C 4.273538 _MLG--C 4.194813 _LUM--C 4.275001 _JEM--C 4.201163
_BANY--C 4.256600 _BON--C 4.145009 _SIT--C 4.054023
_PRO--C 4.167812 _PAS--C 3.993485 _SID--C 3.989093 _MOJ--C 4.025071 _JOM--C 4.228476 _NGA--C 4.114479 _MDN--C 4.233165 _MAG--C 4.280330
_NGAW--C 4.248236 _BOJ--C 4.300562 _TUB--C 4.217859 _LAM--C 4.169847 _GRE--C 4.146025
_BANG--C 4.282458 _SAM--C 4.244455 _PAM--C 4.169921 _SUM--C 4.130470 _KKDR--C 4.084203 _KBLI--C 4.157733
_KMLG--C 4.185016 _KPRO--C 3.975607 _KPAS--C 3.867354 _KMOJ--C 4.071452 _KMDN--C 4.036661 _KSBY--C 4.237211
Weighted Statistics
R-squared 0.999985 Mean dependent var 5.959861 Adjusted R-squared 0.999976 S.D. dependent var 5.135279 S.E. of regression 0.025346 Sum squared resid 0.043684 F-statistic 107511.7 Durbin-Watson stat 3.122502
99
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.953579 Mean dependent var 4.152241 Adjusted R-squared 0.924906 S.D. dependent var 0.094522 S.E. of regression 0.025902 Sum squared resid 0.045622 Durbin-Watson stat 2.940650
100
Lampiran 8 : Peta Propinsi Jawa Timur