Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Dosen: 1. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT 2. Prima Gandhi, SP; MSi
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN (ESL-FEM), IPB
EKONOMI KELEMBAGAAN
Topik: Kelembagaan Pengelolaan SD Mineral dan Energi
Regulasi
1. Kondisi Keenergian Saat Ini
2. Kebijakan Energi Nasional
3. Membangun Kedaulatan ESDM
4. Kebijakan Pengembangan EBTKE
5. Kebijakan Terobosan
6. Kerangka Kelembagaan
Isi
Kondisi Keenergian Saat Ini
3
Situasi Energi Kita Hari Ini
1. Sejak 2001 cadangan migas kita terus menurun, tingkat pengembalian cadangan tak sampai 60%.
2. Sejak 1997 produksi dan lifting migas terus menurun, 5 tahun terakhir tidak pernah mencapai target.
3. Indonesia merupakan importir BBM nomor dua terbesar di dunia, jika tidak melakukan langkah-langkah serius, akan menjadi importir BBM terbesar.
4. Kilang pengolahan minyak kita mengalami penuaan, dan tidak efisien. Lima tahun terakhir kerugian kilang mencapai 50 triliun (10 triliun/tahun).
5. Indonesia belum punya cadangan strategis (strategic reserve) BBM.
6. Pembangunan infrastruktur gas amat lambat, sehingga ketergantungan pada BBM begitu besar.
7. Kita hanya memiliki 5,7% cadangan dunia batubara*, namun menjadi pengekspor terbesar.
8. Dari 24 sistem kelistrikan kita, hanya 5 sistem dalam keadaan normal sementara 14 sistem defisit bahkan 5 sistem mengalami krisis.
9. Saat ini, energy mix masih didominasi oleh minyak bumi (46%), EBT hanya 5%.
*BP Statistical Review 2014
Paradoks Energi Indonesia – Bukan Lagi Pengekspor Migas
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
'80
'81
'82
'83
'84
'85
'86
'87
'88
'89
'90
'91
'92
'93
'94
'95
'96
'97
'98
'99
'00
'01
'02
'03
'04
'05
'06
'07
'08
'09
'10
'11
'12
'13
Produksi minyak
Konsumsi minyak
Masa kejayaan minyak Indonesia
Thn
Thsd bpd
Sumber: IEA dan EIA/AS
Era Impor
Perubahan Sejarah Energi Indonesia, dari Anggota OPEC menjadi Pengimpor Minyak
“Cadangan terbukti minyak bumi dikhawatirkan akan habis dalam 10-13 tahun.” ~ RPJMN 2015-2019, 7 Januari 2015 ~
Aceh Sumut (SBU) 1.806 MW
2,64%
Bangka 104 MW 6,05%
Sumbar Riau Jambi (SBT) 1.530 MW
1,28%
Sumsel Bengkulu Lampung (SBS)
2.028 MW -0,67%
Kalselteng 533 MW 5,08 %
Jawa Bali 22.410 MW
5,66%
Sulutgo 291 MW -4,32 %
Kaltim 454 MW 3,76 %
Ambon 54 MW 4,67 %
Kupang 48 MW
0 %
STATUS:
: 5 Normal (Cadangan cukup) : 14 Siaga (Cadangan lebih kecil dari pembangkit terbesar) : 5 Defisit (Pemadaman sebagian bergilir)
Belitung 27 MW 7,12%
Tj. Pinang 52 MW 9,78% Batam
293 MW 28,85%
Palu 90 MW 5,36 %
Poso-Tentena 20 MW 145,6 %
Sulsel 846 MW 34,66 %
Kendari 71 MW
-15,04 %
NTT Isolated 87 MW 9,46 %
Sorong + Papua Isolated
136 MW 16,99 %
Jayapura 71 MW -1,25%
Kalbar 358 MW -2,35%
Ternate + Maluku Isolated
83 MW 21,93%
Lombok 189 MW 4,41 % Bima Sumbawa
69 MW 9,32 %
Situasi Kelistrikan Nasional
Kebijakan Energi Nasional
Mendukung Implementasi Nawacita
ke-3: Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI;
ke-5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;
Ke-6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional;
Ke-7: Kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor domestik;
Upaya Percepatan Pembangunan Daerah Perbatasan, Daerah Tertinggal, Daerah Terpencil, Daerah Terluar, dan Daerah Pesisir/Kepulauan
Ruang Lingkup Pembangunan Sektor ESDM
Minyak bumi
Batubara
Gas Bumi
Tenaga Surya
Tenaga Air
Bioenergi
Panas Bumi
Logam
Non Logam
Konversi
Transportasi
Industri & Pupuk
Rumah Tangga
Pemanfaatan
Kerajinan
Pengolahan & Pemurnian
Industri
Komersial
Sumber Daya
Ene
rgi
Min
era
l
Pembangkit Listrik
Kilang
Kebijakan (Prioritas) Pengembangan Energi (1/2)
Prioritas pengembangan Energi dilakukan melalui:
1. Pengembangan Energi dengan mempertimbangkan keseimbangan keekonomian energi, keamanan pasokan energi, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
2. Memprioritaskan penyediaan energi bagi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap energi listrik, gas rumah tangga, dan energi untuk transportasi, industri, dan pertanian;
3. Pengembangan energi dengan mengutamakan sumber daya energi setempat;
4. Pengembangan energi dan sumber daya energi diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri; dan
5. Pengembangan industri dengan kebutuhan energi yang tinggi diprioritaskan di daerah yang kaya sumber daya energi.
Ayat (1) Pasal 11 PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN)
Kebijakan (Prioritas) Pengembangan Energi (2/2)
Prioritas pengembangan energi nasional didasarkan pada prinsip:
1. Memaksimalkan penggunaan energi terbarukan dengan memperhatikan tingkat keekonomian;
2. Mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan energi baru;
3. Menggunakan batubara sebagai andalan pasokan energi nasional.;
4. Meminimalkan penggunaan minyak bumi.
Ayat (2) Pasal 11 PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN)
Membangun Kedaulatan Energi
23%
25% 30%
22% 5%
46% 31%
18%
194 MTOE
~ 400 MTOE
Energi Baru dan Terbarukan
Minyak Bumi Gas Bumi
Batubara Tahun 2025 Kondisi Saat ini
Target Bauran Energi Nasional Tahun 2025 – Amanat KEN
Saat ini Tahun 2025
Pembangkit Listrik 51 GW 115 GW
Konsumsi Energi 0,8 ToOE/kapita 1,4 TOE/kapita
Konsumsi Listrik 776 KWh/kapita 2.500 KWh/kapita
EBT
Minyak
Gas
Batubara
TOE : Tons Oil Equivalen = 41,850,000,000 joule energi = 11.626 kWh = 39.680.000 btu =1.270 meter kubik gas alam
Mandatori Bauran Penggunaan Energi Primer
Pembangkit Tenaga Listrik (KEN)
Minyak Bumi 25% ~ 96 MTOE (juta)
Gas Bumi 22% ~ 76,75 MTOE
Batubara 22% ~ 113,45 MTOE
EBT 23% ~ 84,15 MTOE B
aura
n E
nerg
i Pri
mer
(PP 7
9/2014)
Komposisi Kapasitas Pembangkit
60% Fosil 40% EBT
46,8 GW
2025: 115 GW
68,2 GW
Telah dilakukan
opimalisasi sumber daya
dan percepatan
pengembangan EBT
46,75 Kekurangan kapasitas ± 5GW, masih
dikoordinasikan cara pemenuhannya
20,74 GW
41,89 GW
Optimalisasi Pembangkit EBT
Peran EBT dalam Program Listrik 35.000 MW
Batubara,
50%
Gas, 25%
EBT, 25%
Kontribusi PLT berbasis EBT adalah 25%, atau sebesar 8.750 MW, yaitu dari :
PLT Panas Bumi (1.751 MW, 20%),
PLT Air (2.438 MW, 28%),
PLT Bioenergi (1.156 MW, 13%),
PLT Surya , PLT Angin, PLT Arus laut dan EBT lainnya sebesar (3.405 MW, 39%).
Diperlukan investasi sebesar 29,8 milyar USD atau sekitar Rp. 402 T.
Potensi EBT – Masa Depan (yang terabaikan)
Sumber: Ditjen EBTKE, 2014
Energi Fosil Cadangan terbukti: • Minyak Bumi : 3,6 miliar barel • Gas Bumi : 100,3 TSCF Produksi: • Minyak Bumi : 288 Juta barel • Gas Bumi : 2,97 TSCF Diperkirakan akan habis: • Minyak Bumi : 13 tahun • Gas Bumi : 34 tahun
Panas Bumi 29 GW
PLTA/Hydro 75 GW
Surya 112 GWp
Energi Laut 61 GW
Angin 950 MW
Kapasitas terpasang Pembangkit saat ini
Rencana Pembangunan Pembangkit
53.585 MW
35.000 MW +7.500 MW
New project
Bioenergi 32 GW
On going project
Kebijakan Pengembangan EBTKE
1. Menambah kapasitas pembangkit/produksi energi; Pertumbuhan energi berkisar 8% per tahun, perlu ada penambahan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan energi melalui PLTP dan PLTA
2. Menambah penyediaan akses terhadap energi modern untuk daerah terisolir jaringan PLN, khususnya di daerah – daerah terpencil dan pulau kecil; Program yang berjalan: Listrik/energi pedesaan dengan mikrohidro, surya, biomassa, biogas
3. Mengurangi subsidi BBM/listrik (energi) PLTD PLTS, PLTMH, Biomassa; Biaya produksi listrik dari energi terbarukan sudah bersaing dengan BPP PLTD. Substitusi PLTD dengan pembangkit energi terbarukan dapat mengurangi subsidi.
4. Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK); Peningkatan efisiensi energi dan pemanfaatan energi terbarukan meminimalkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
5. Menghemat energi Menghemat 1 kWh jauh lebih murah dan mudah, dibandingkan dengan memproduksi 1 kWh.
Kebijakan Pengembangan EBTKE
Kebijakan Terobosan
Kebijakan Terobosan
No Kebijakan Keterangan
1. Feed in Tariff Penerapan harga beli listrik dari pembangkit EBT oleh PT PLN (Persero)
2. Peningkatan Porsi Biofuel Penerapan mandatori BBN dan menghimpun dana dari investor melalui Badan Layanan Umum
3. Peningkatan Rasio Elektrifikasi
Peningkatan rasio elektrifikasi di wilayah off grid melalui pembangunan PLT dari energi terbarukan
4. Audit energi Audit energi melalui program kemitraan
5. Negosiasi harga setelah eksplorasi dan FS untuk proyek mangkrak
Mangkrak karena harga listrik hasil lelang rendah atau tidak ekonomis, maka dikeluarkan Permen No. 17/2014 dengan memberikan kepastian bahwa setelah eksplorasi dan FS dapat melakukan negosiasi untuk mencapai keekonomian
6. Penugasan kepada BUMN/BLU
Untuk frontier area atau WKP Panas Bumi yang tidak menarik dapat dioptimalkan/dimanfaatkan dengan menugaskan BUMN atau BLU (UU No. 21/2014)
7. Sentralisasi perijinan Penarikan kewenangan pengelolaan Panas Bumi untuk listrik (perijinan, pengawasan, pembinaan pengawasan ditarik dari Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat)
Kerangka Kelembagaan
EBTKE
GOVERNMENT
BUSSINESS
COMMUNITY
ACADEMY
• Menyusun regulasi dan kebijakan • Fasilitator • Memberikan pembinaan dan pengawasan • Melaksanakan program di bidang EBTKE • Diseminasi informasi program EBTKE
• Mengembangkan sektor litbang • Inovasi teknologi (mengurangi ketergantungan
asing) • Rekomendasi regulasi teknis/standard • Capacity building
• Melakukan pengusahaan EBTKE • Memproduksi EBTKE • Berkontribusi dalam penerimaan
negara dan kegiatan ekonomi
• Berperan aktif dalam mendorong pemanfaatan EBTKE • Sebagai penerima manfaat • Ikut berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan EBTKE • Ikut berkontribusi dalam diseminasi informasi EBTKE
Kerangka Kelembagaan
Dukungan dalam peningkatan TKDN
Kebijakan Energi Indonesia
Peningkatan
Aktifitas
Economi
Ketahanan
Nasioinal
Pe
ran
En
erg
i
Ke
tah
an
an
En
erg
i
Eksplorasi
Produksi
Konservasi (Optimalisasi
Produksi)
Diverfisikasi
Konservasi
(Efisiensi)
Kebijakan Sisi
Penawaran
Kebijakan Sisi
Permintaan
Keterjaminan
Pasokan
Kesadaran
Masyarakat
Harga
Pe
rub
ah
an
Pa
rad
igm
a
Subsidi
Langsung
Berhadapan Dengan
Nilai Harga Ekonomis
Energi Bersih
25
Energi Bersih
26
BALI: KAWASAN
NASIONAL ENERGI
BERSIH
MEMBANGUN 1000 MW (100%) BERBASIS PEMBANGKIT ENERGI BERSIH DALAM 3 TAHUN. UNTUK FASE PERTAMA 18 BULAN, FOKUS MENGGANTI 3 PLTD MENJADI PLTG DAN PADA SAAT YANG SAMA MULAI MENGEMBANGKAN ENERGI SURYA, ANGIN DAN AIR DENGAN SISTEM OFF GRID.
CENTRE OF
EXCELLENCE
ENERGI BERSIH
KEBUN
ENERGI INISIATIF INI SUDAH DIMULAI DIATAS LAHAN TERLANTAR SELUAS 65 RIBU HA DI KALTENG DAN
AKAN DIIKUTI DENGAN KALTIM, PAPUA, PAPUA BARAT, NTT DAN SULSEL.
INVESTASI
SWASTA
PEMERINTAH AKAN MENERBITKAN PERATURAN YANG MEMBERIKAN KEMUDAHAN LAYANAN BAGI INVESTASI DI ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN.
PERATURAN TERSEBUT AKAN MEMFASILITASI LAYANAN PENGADAAN, FASILITASI PERIJINAN, FASILITASI PENDANAAN, FASILITASI PELEPAS SUMBATAN, PENGEMBANGAN KAPASITAS LOKAL MELALUI FASILITATOR ENERGI.
EFISIENSI
ENERGI
AKAN DITETAPKAN RENCANA INDUK KONSERVASI ENERGI NASIONAL. KEGIATAN INI AKAN DIIKUTI KAMPANYE MASIF KONSERVASI ENERGI YANG DIIKUTI DENGAN ENERGI, LABELLING DAN PENYIAPAN MANAJER ENERGI.
DIRENCANAKAN SAYEMBARA DESAIN CoE. FEASIBILITY STUDY, DAN PELAKSANAAN DESAIN AKAN DILAKUKAN PADA TAHUN INI, DENGAN PEMBANGUNAN DILAKSANAKAN AWAL TAHUN 2016.
PERSIAPAN DESAIN AKAN DILAKSANAKAN DENGAN KERJASAMA BERSAMA NREL
NO REGULASI (SEBELUM) REGULASI (SETELAH)
PLTS
1. Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2009 Rp. 656/kWh: tegangan menengah Rp. 1.004/kWh: tegangan rendah
Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2013 25 sen USD/kWh 30 sen USD/kWh (TKDN sekurangnya 40%)
PLT BIOGAS DAN BIOMASSA
2 Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2009 Rp. 656/kWh: tegangan menengah Rp. 1.004/kWh: tegangan rendah
Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2014 Biomassa: Rp. 1.150/kWh: tegangan menengah Rp. 1.500/kWh: tegangan rendah Biogas: Rp. 1.050/kWh: tegangan menengah Rp. 1.400/kWh: tegangan rendah
PLT SAMPAH KOTA
3. Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2009 Rp. 656/kWh: tegangan menengah Rp. 1.004/kWh: tegangan rendah
Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2013 Zero Waste : Rp. 1.450/kWh: tegangan menengah Rp. 1.798/kWh: tegangan rendah Landfill : Rp. 1.250/kWh: tegangan menengah Rp. 1.598/kWh: tegangan rendah
Feed-In Tariff
NO REGULASI (SEBELUM) REGULASI (SETELAH)
PLTA
4. Permen ESDM Nomor 31 Tahun 2009 Rp. 656/kWh: tegangan menengah Rp. 1.004/kWh: tegangan rendah
Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2015 Aliran/Terjunan Air Sungai: Tegangan Menengah: 12 sen USD (tahun ke 1 s.d 8) 7,5 sen USD (tahun ke 9 s.d 20) Tegangan Rendah: 14,4 sen USD (tahun ke 1 s.d 8) 9 sen USD (tahun ke 9 s.d 20)
Waduk existing: Tegangan Menengah: 10,8 sen USD (tahun ke 1 s.d 8) 6,75 sen USD (tahun ke 9 s.d 20) Tegangan Rendah: 13 sen USD (tahun ke 1 s.d 8) 8,1 sen USD (tahun ke 9 s.d 20)
PLTA ( s.d 10 MW): penyesuaian harga dari Permen ESDM No. 22 Tahun 2014 Tegangan Menengah: 9,3 sen USD Tegangan Rendah: 11 sen USD
Feed-In Tariff
NO REGULASI (SEBELUM) REGULASI (SETELAH)
PLTP
5. Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2009 9,7 sen USD/kWh
Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2014
Feed-In Tariff
PEMBAGIAN WILAYAH: Wilayah I: Wilayah Sumatera, Jawa dan Bali Wilayah II: Wilayah Sulawesi, NTB, NTT,
Halmahera, Maluku, Papua dan Kalimantan; Wilayah III: Wilayah yang berada pada
Wilayah I atau Wilayah II tetapi sistem transmisinya terisolasi, pemenuhan kebutuhan listriknya sebagian besar diperoleh dari pembangkit listrik dengan bahan bakar minyak.
NO MANFAAT NILAI MANFAAT B10 NILAI MANFAAT B15
1 Penghematan devisa & pengurangan
ketergantungan terhadap BBM (fosil) 1,63 miliar USD = Rp. 20.4 Triliun 2,54 miliar USD = Rp. 31,71 Triliun
2 Peningkatan nilai tambah industri hilir kelapa
sawit (CPO menjadi biodiesel) Rp 7,0 triliun Rp 10,9 Triliun
3 Peningkatan harga CPO dunia 146,62 USD/ton 309 USD/ton
4 Peningkatan penerimaan negara (pajak, bea
keluar) Bea keluar: Rp 15,19 Triliun; PPN: 23% Bea keluar: Rp 30 Triliun
5 Berkembangnya industri BBN di dalam negeri Penyerapan tenaga kerja: 3.000 orang
Peningkatan pajak penghasilan badan
Penyerapan tenaga kerja: dan
Peningkatan pajak penghasilan
badan
6 Penyerapan tenaga kerja On farm: 375.000 orang
Off farm: 2.840 orang
On farm: 671.250 orang
Off farm: 5.065 orang
7 Peningkatan pendapatan petani kelapa sawit 15,3% 32,2%
8 Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) &
peningkatan kualitas lingkungan 5.1 juta ton CO2e 7,9 juta ton CO2e
9 Meningkatkan ketahanan energi nasional Penyediaan energi domestik Penyediaan energi domestik
30 Catatan: Perhitungan dengan menggunakan asumsi harga CPO untuk biodiesel tetap
MANFAAT BBN TERHADAP PEREKONOMIAN
Perkiraan Penghematan Devisa 2015
Jenis Biodiesel Penghematan
Devisa (Milyar USD)
Penghematan Devisa
(Triliun Rupiah)
Dicampur pada JBT 0,3206 4,327
Dicampur Non JBT 0,3913 5,282
Total 0,7118 9,609
31
1. Nilai MOPS solar dihitung berdasarkan nilai ICP=50 USD/barrel dan kurs sebesar Rp 13.500,-/USD) 2. Penghematan devisa merupakan nilai devisa yang tidak jadi dibayarkan untuk membayar impor solar. Merupakan fungsi
dari biaya perolehan solar (yang sangat dipengaruhi oleh MOPS). 3. Peningkatan ekspor sebesar 1 juta ton Biodiesel akan meningkatkan harga harga CPO sebesar USD 96/ton (GAPKI, 2015). 4. Asumsi ongkos angkut 400 Rp/liter
Penghematan Devisa B-15
Penghematan Devisa
(Milyar USD)
Penghematan Devisa
(Triliun Rupiah)
0,2359 3,185
0,2359 3,185
Penghematan Devisa Jan s.d Juli
TOTAL Perkiraan Penghematan Th 2015 = $ 0,95 Miliar / Rp. 12,8 Triliun
Perkiraan Kebutuhan Insentif Harga 2015
Perkiraan Kebutuhan Biodiesel PSO
Ags s.d Des 2015 (kL)
Perkiraan HIP Biodiesel
(Rupiah/liter)
Perkiraan HIP Solar (Rupiah/liter)
Selisih HIP Solar dengan HIP Biodiesel Rp. per liter
765.166 8.080 7.377 703
Jumlah Kebutuhan Insentif oleh BPDPKS Th. 2015 : Rp. 538 Miliar
32