22
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA OLEH FAHMI HARISTIAN FAUZI

Analisis Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif Di Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kebiijakan Pendidikan Inklusif

Citation preview

  • ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIAOLEH FAHMI HARISTIAN FAUZI

  • PendahuluanPendidikan merupakan hak asasi setiap manusiaDi Indonesia, pendidikan merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai oleh negaraPendidikan yang tidak diskriminatif menjadi agenda penting untuk diwujudkan.Pendidikan yang tidak diskriminatif dalam pelaksananannya memang belumlah seperti apa yang diharapkan.

  • lanjutanMasih terdapat kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang harus termarjinalkan dari pendidikan.

    Satu dari sekian banyak kelompok tersebut adalah kelompok anak dengan kebutuhan khusus (ABK)

    Diskriminasi terhadap kelompok anak berkebutuhan khusus dalam sistem pendidikan Indonesia secara nyata dapat terlihat dari upaya pemisahan (segregasi) satuan pendidikan dan ketidakmerataan perbandingan jumlah antara satuan pendidikan umum dengan sekolah luar biasa di suatu wilayah yang cenderung tidak seimbang

  • LanjutanPendidikan inklusif merupakan suatu kebijakan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah untuk memperluas akses pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus.

    Akan tetapi, seperti beberapa kebijakan pendidikan lainnya, pada pelaksanaanya kebijakan pendidikan inklusif nyatanya memang tidak terlepas dari berbagai permasalahan sehingga sampai dengan saat ini belum bisa mencapai tujuan yang diharapkan.

  • Pendidikan InklusifPendidikan Inklusif merupakan pengembangan dari konsep Inklusi (inclusion) yang secara harfiah berarti ketercakupan atau disebut juga ketersertaan

  • Stubbs dalam bukunya Inclusive Education Where There Are Few Resources (2002: 38) Inklusi atau Pendidikan Inklusif bukan nama lain untuk pendidikan kebutuhan khusus. Pendidikan inklusif menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mengidentifikasi dan mencoba memecahkan kesulitan yang muncul di sekolah....pendidikan kebutuhan khusus dapat menjadi hambatan bagi perkembangan praktek inklusi di sekolah.

    Menurut Heijmen (Wasliman, 2009) inklusi pada hakekatnya sebuah filosofi pendidikan dan sosial yang menitik beratkan pada sikap menghargai keberagaman, menghormati bahwa semua orang adalah bagian dari sesuatu yang berharga dalam kebersamaan di masyarakat, apapun perbedaannya.Sehingga terdapat perbedaan antara Pendidikan Khusus, Pendidikan Integrasi dan Pendidikan InklusifKONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF

  • Pemisahan (segregasi)Memandang anak sebagai MasalahIngin menjadikan anak normal

    IntegrasiFokusnya masih terhadap anakAnak harusmenyesuaikan dengan sistem yang ada di sekolah

    IntegrasiSekolah menyesuaikan dengan kebutuhan anakPembelajaran ditujukan untuk mengembangkan bakat dan potensi istimewa dari anak berkebutuhan khususKONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF

  • Tujuan Pendidikan Inklusif (Pasal 2)antara lain :memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya;mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik .

    PENDIDIKAN INKLUSIF SEBAGAI KEBIJAKAN PUBLIKPendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Pasal 1)

  • Implementasi Pendidikan InklusifPada Tahun 2002 pemerintah secara resmi mulai melakukan proyek ujicoba di di 9 propinsi yang memiliki pusat sumber. Sejak saat itu lebih dari 1500 siswa berkelainan telah bersekolah di sekolah reguler, dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 6.000 siswa atau 5,11% dari seluruh jumlah anak berkebutuhan khusus. Sedangkan pada tahun 2007 meningkat 7,5% menjadi 15.181 siswa yang tersebar pada 796 sekolah inklusif yang terdiri dari 17 TK, 648 SD, 75 SLTP, dan 56 SLTA

  • Faktanya....Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa mayoritas sekolah inklusif di Indonesia atau sekitar 81, 40% masih didominasi oleh Sekolah Dasar. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan jumlah seluruh SD yang ada di Indonesia yaitu 144.567, maka jumlah seluruh SD inklusif di Indonesia sebenarnya baru mencapai 0,44%. Selanjutnya, dengan mengambil angka kasar jumlah penyandang cacat usia sekolah di Indonesia adalah 1,5 juta, maka jumlah anak berkelainan yang terlayani pendidikannya melalui sekolah inklusif sebenarnya baru mencapai 1% dari seluruh populasi yang ada.

  • Di BandungHasil penelitian Juang Sunanto (2009) pada beberapa sekolah inklusif di Bandung menunjukan bahwa implementasi pendidikan inklusif di Indonesia, khususnya di Bandung masih dihadapkan kepada berbagai isu dan permasalahan yang cukup kompleks dan sifatnya masih mendasar, terutama terkait dengan pemahaman inklusif itu sendiri dan implementasinya di lapangan, kebijakan pemerintah dan kepala sekolah, pembinaan professional guru, proses pembelajaran, sistem dukungan, maupun penyiapan siswa.

  • Di YogyakartaDI Yogyakarta, sejak tahun 2001 pemerintah telah melakukan uji coba penyelenggaraan pendidikan inklusif di 12 sekolah, jumlah ini bertambah menjadi sebanyak 120 sekolah pada tahun 2008 dan pada tahun 2010 telah mencapai 168 sekolah inklusif. Namun secara umum pendidikan inklusif di Daerah Istimewa Yogyakarta nyatanya belum mampu memberikan akses pendidikan setara. Saat ini, sekitar 1.400 anak berkebutuhan khusus di Daerah Istimewa Yogyakarta belum tersentuh pendidikan (Kompas Edisi 13 Januari 2010).

  • Kota YogyakartaKota Yogyakarta bisa dikatakan sebagai wilayah yang progresif dalam penyelenggaran pendidikan inklusif di DI Yogyakarta. Pada tahun 2005 di Kota Yogyakarta terdapat 10 sekolah inklusif yang terdiri atas 6 sekolah inklusif jenjang pendidikan dasar dan 4 sekolah inklusif jenjang pendidikan menengah. Jumlah ini kemudian meningkat menjadi 20 sekolah pada tahun 2011, yang terdiri atas 13 sekolah inklusif jenjang pendidikan dasar dan 7 sekolah menengah

  • Kota YogyakartaKota Yogyakarta merupakan satu-satunya wilayah di DI Yogyakarta yang telah memiliki peraturan daerah dalam mengatur penyelenggaraan pendidikan inklusif yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Walikota No 47 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kota Yogyakarta.

  • Beberapa PermasalahanKurangnya sarana dan sumber belajar asesibilitas untuk mengakomodasi kebutuhan mobilitas dan belajar ABK; Belum semua guru regular memiliki kompetensi memberikan layanan ABK dan masih minimnya guru khusus di sekolah inklusif, meskipun bukan suatu keharusan (identik) antara guru khusus dan sekolah inklusif; Belum seluruh warga sekolah memiliki kesepahaman tentang pendidikan inklusif dan layanan ABK;

  • Beberapa PermasalahanMasih ada kesulitan menyelaraskan antara standar layanan persekolahan reguler yang selama ini berjalan dan variasi kebutuhan belajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK); Sekolah inklusif belum menerima siswa ABK; Sekolah belum mampu menyediakan program yang tepat, bagi ABK dengan kondisi kecerdasan di bawah rata-rata (tunagrahita); Belum ada sistem evaluasi hasil belajar (baik formatif dan sumatif) yang tepat sesuai kebutuhan ABK;

  • Beberapa PermasalahanMasih adanya anggapan keberadaan ABK akan mempengaruhi ketuntasan hasil belajar akhir tahun, akibatnya ABK dipindahkan di SLB menjelang ujian; Layanan inklusif masih belum menyatu dalam sistem dan iklim sekolah, sehingga ada dua label siswa, ABK dan reguler; Belum semua pengambil kebijakan termasuk bidang pendidikan memahami tentang sistem inklusif;Secara pengelolaan pelaksanaan pendidikan inklusif kurang dipersiapkan dengan komprehensif; dan Belum optimalnya penyediaan bahan ajar sesuai kebutuhan ABK. (Ishartiwi, 2010:2)

  • Fakta di LapanganImplementasi kebijakan pendidikan inklusif justru cenderung meleset dari konsep.

    Pendidikan inklusif cenderung dipersepsi sama dengan pendidikan integrasi, sehingga masih ditemukan keadaan dimana anak berkebutuhan khusus yang harus menyesuiakan dengan sistem sekolah. Padahal seharusnya penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana parasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.

  • Faktor-Faktor yang mempengaruhiKejelasan Standar dan Sasaran Kebijakan;Sumberdaya ;Komunikasi; danDisposisi

    (Fahmi Haristian Fauzi ,2011)

  • RekomendasiPemerintah harus lebih aktif dalam mensosialisasikan kebijakan pendidikan inklusif kepada semua pihak, terutama pihak sekolah, sehingga pemahaman sekolah terhadap kebijakan pendidikan inklusif menjadi lebih baikPemerintah sebaiknya lebih optimal dalam upaya menyediakan sumber daya penunjang implementasi kebijakan pendidikan inklusif di sekolah baik sarana dan prasarana, biaya, serta ketersediaan guru pembimbing khusus yang sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.

  • Rekomendasi3. Sekolah dan stakeholders yang ada di dalamnya diharapkan dapat meningkatkan komitmen terhadap implementasi kebijakan pendidikan inklusif di sekolah, antara lain dengan tidak mempersulit anak-anak berkebutuhan khusus untuk dapat memperoleh pendidikan, memberikan program pembelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat istimewa yang dimiliki oleh setiap siswa serta meningkatkan kemandirian dan kreatifitas dalam menghadapi kendala-kendala dalam penyelenggaran pendidikan inklusif di sekolah.

  • ***************