Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM DESA SIAGA
DI KECAMATAN BATAHAN
KABUPATEN MANDAILING NATAL
SKRIPSI
Oleh :
RIDHO PERDANA
NIM. 111021113
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM DESA SIAGA
DI KECAMATAN BATAHAN
KABUPATEN MANDAILING NATAL
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
RIDHO PERDANA
NIM. 111 021 113
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dr. Juaniata SE, M.Kes
Nip. 196212231991032002
Siti Khadijah SKM, M.Kes
Nip. 196803201993082001
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM DESA SIAGA DI KECAMATAN
BATAHAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
TAHUN 2014
Yang dipersiapkan dan di seminarkan oleh
RIDHO PERDANA
NIM 111 021 113
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan dihadapan peserta
seminar Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
Dosen Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
Dekan,
Dr. Drs. Surya Utama, MS
NIP. 19610831 198903 1 001
Dr. Juanita SE, M.Kes
NIP. 196212231991032002
Siti Khadijah SKM, M.Kes
NIP. 196803201993082001
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL SKRIPSI : ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM DESA
SIAGA DI KECAMATAN BATAHAN
KABUPATEN MANDAILING NATAL
NAMA MAHASISWA : RIDHO PERDANA
NIM. : 111 021 113
PROGRAM STUDI : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN : ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN
KESEHATAN
TANGGAL LULUS : 29 NOVEMBER 2013
Disahkan Oleh :
Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Medan, 29 Oktober 2014
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
ABSTRAK
Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu
untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan
masyarakat dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong
menuju desa sehat. Kecamatan Batahan sebagian belum menjalakan Program
Desa siaga. Antara lain desa Aek Nabara yang berada di batahan dan Batu
gondit di batahan, hal ini disebabkan karena sumber daya manusia dan aspek
pengetahuan serta kurangnya informasi untuk menjalankan program desa siaga
tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Informan dalam penelitian
ini diambil dengan teknik purposive, yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih
informan yang bersedia dan mampu memberikan informasi yang berkaitan
dengan topik penelitian. Informan dalam penelitian ini berjumlah 13 orang yang
terdiri dari kepala desa, seketaris desa, dan warga desa Aek nabara yang berada
di batahan I dan desa Batu gondit batahan. Data primer diperoleh melalui
wawancara mendalam (indepth interview).
Hasil penelitian ini menunjukkan program desa siaga belum tercapai
dengan baik, dikarenakan rendahnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Kuncinya adalah pada koordinasi antar unsur terkait dalam urusan pelayanan
kesehatan.
Adapun kendalanya adalah lamanya pencairan menjadi salah satu faktor
buruknya penyelenggaraan pelayanan kesehatan, selain itu rendahnya komitmen
SDM Puskesmas pada pekerjaan yang berhubungan pada data, sehingga
menghambat untuk diperolehnya data untuk segera mengambil kebijakan yang
tepat.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal
supaya mendorong semua stakeholders yang terbentuk dengan membangun atau
meningkatkan kapasitas building termasuk di dalamnya kecukupan dana,
mekanisme pengelolaan dana, kemampuan sumber daya manusia, dan
pengawasan untuk program desa siaga yang berkesinambungan.
Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan, Program Desa Siaga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
ABSTRACT
Alert village is a conditionof community who are aware, will and able to
prevent and threats any thereats to the society by using local potency collectively
health rural village. Subdistrict of Batahan has not yet implement the program of
alert rural village program. Such as Desa Aek Nabara in Batahan and Batu
Gondit in Batahan, caused by limitation of human resources and knowladge
aspect and the few of information inplement the alert rural vilage program.
This purposive aplies qualitative methods. The Informants in this
research was took by sampling method, i.e. to chose informant who ready and
ableto provide the information about the research topic, the number of informant
in this research are 13 person that consist of head of village, secretary of village,
and the local people of Aek Nabara and Batu Gondit. The primay data was
collected by an indepth interview.
The results of this study research indicate that the alert village program
has not yet success caused by the lower service quality to the society. The
importan thing is coordination between the related elements in health service. The
obstacles is a long more over time for payment as factor that worsen the health
service. The lower of commitment of human resources on work-related health
center on the data, this inhibiting for obtaining the data to immediately take
appropriate policy.
It is suggested to the health office of regency of Mandailing Natal to
support the stakeholder by devlop the building capacity as well as the fund
sufficiency, fund management system, human resource capability and supervision
of alert village program sustainably.
Keywords: Health Policy, Program Alert Village, Mandailing Natal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Analisis Implementasi Program DesaSiaga di
Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal”. Shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa tercurahkan pada beliau yang
telah menjadi teladan utama bagi umatnya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh
Gelar Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada ayahanda Drs. Abdul Halim MA dan
ibunda Dra. Masrawati Pahutar M.A yang telah memberikan kasih sayang
yang tidak henti-hentinya, dukungan moral maupun materil dan do’a kepada
penulis dan yang menjadi motivasi penulis selama ini. Semoga Allah memberikan
kebahagian kepada keduanya baik di dunia maupun di akhirat. Amin.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan,
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
2. dr. Hedy BZ, MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan dan sebagai dosen penguji I yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan masukan pada skripsi ini.
3. Dr. Juanita SE, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
memberikan bimbingan, arahan, ilmu, motivasi, serta dukungannya kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Siti Khadijah SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah
memberikan bimbingan arahan, ilmu, motivasi, serta dukungannya kepada
penulis dalam penulisan skripsi ini.
5. Dr.Fauzi SKM selaku Dosen Penguji II penulis yang telah memberikan saran
dan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Ir. Indra Cahaya M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang
telah memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan
penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan ilmu selama penulis menjadi mahasiswa di
FKM USU.
8. Pimpinan dan staf di Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal
9. Kepala Kantor Camat Kecamatan Batahan
10. Kepala Puskesmas Batahan dan seluruh staf yang telah membantu penelitian
penulis.
11. Untuk Istriku Ika Rohimah Daulay SKM, tersayang yang selalu mendoakan
dan menyemangati penulis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
12. Sahabat-sahabat seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat yang sering
memberi dukungan, masukan dan diskusi dalam penyelesaian skripsi ini.
Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungannya selama ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Semoga Tugas Sarjana ini
memberi manfaat bagi siapapun yang membacanya serta dapat menjadi referensi
yang bermanfaa tbagi ilmu pengetahuan.
Medan, September 2014
Penulis
Ridho Perdana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ridho Perdana
Tempat/Tanggal Lahir : Padang sidimpuan 08 September 1989
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Anak Ke : 1 dari 4 bersaudara
Alamat Rumah : Jl. Pancing Komp. Perumahan IAIN No.1
Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1996-2001 : SD Negeri 145624 Sipogu
2. Tahun 2002-2004 : MTs N Kase Rao-rao Bt. Natal
4. Tahun 2005-2007 : SMA N 1 Muarasoma Bt. Natal
5. Tahun 2008-2010 : DIII Keperawatan UMJ Jakarta
6. Tahun 2011-2014 : FKM USU Medan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................... ii
ABSTRACT ................................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 11
1.3. Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 11
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................. 11
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Desa Siaga ...................................................................... 13 2.1.1. Tujuan Desa Siaga ................................................................. 14
2.1.2. Sasaran dan Kriteria Pengembangan Desa Siaga .................. 14
2.1.3. Program-program yang Terdapat Dalam Desa Siaga ............ 15
2.2. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Dalam Desa Siaga ....................... 15
2.2.1. Pengertian Poskesdes ............................................................ 15
2.2.2. Kegiatan Poskesdes ............................................................... 16
2.2.3. Sumber Daya Poskesdes ........................................................ 16
2.3. Pelaksanaan Desa Siaga ................................................................... 17
2.3.1. Pendekatan Pengembangan Desa Siaga ................................ 19
2.3.2. Pelaksanaan Kegiatan ............................................................ 23
2.4. Pembinaan dan Peningkatan ............................................................ 25
2.5. Peran Jajaran Kesehatan dan Pemangku Kepentingan Terkait ... 26
2.5.1. Peran Jajaran Kesehatan ........................................................ 26
2.5.2. Peran Pemangku Kepentingan Terkait .................................. 30
2.6. Indikator Keberhasilan Desa Siaga .................................................. 31
2.6.1. Pengetahuan (knowledge) ...................................................... 31
2.6.2. Tingkatan Pengetahuan .......................................................... 32
2.6.3. Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan .............................. 33
2.6.4. Pengukuran Pengetahuan ...................................................... 35
2.6.5. Pengukuran Sikap .................................................................. 37
2.6.6 Perubahan-Perubahan Perilaku ............................................... 38
2.6.7 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku ........................................ 39
2.6.8 Strategi Dalam Perubahan Perilaku ........................................ 40
2.7 Pengenalan Kondisi Desa atau Kelurahan ........................................ 42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
2.8. Musyawarah Desa / Kelurahan ........................................................ 43
2.8.1 Perencanaan Partisipatif .......................................................... 44
2.8.2 Perlaksanaan Kegiatan ............................................................ 45
2.9. Kerangka Pikir Penelitian ................................................................ 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ................................................................................. 47 3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .......................................... 47
3.2.1 Lokasi Penelitian .................................................................... 47
3.2.2 Waktu Penelitian ..................................................................... 47
3.3. Informan Penelitian .......................................................................... 48
3.4. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 48
3.5. Teknik Pengambilan Sampel ............................................................ 48
3.6. Teknik Analisis Data ........................................................................ 49
3.7. Triagulasi .......................................................................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Implementasi Program Desa Siaga di Kecamatan Batahan
Kabupaten Mandailing Natal ........................................................... 50
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Implementasi Program Desa Siaga .................................................. 57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 66 6.2. Saran ................................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Cakupan PWS-KIA di Kabupaten Madina ............................................ 9
Tabel 1.2 Profil Dinkes Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten
Mandailing Natal ................................................................................ 9
Tabel 4.1 Tabel Pendapat Kepala Desa Tentang Desa Siaga Aktif ...................... 51
Tabel 4.2 Tabel Pendapat Kepala Camat dan Sekretaris Desa Tentang
Desa Siaga Aktif .................................................................................. 52
Tabel 4.3 Tabel Pendapat Tokoh Masyarakat Desa Tentang Desa Siaga Aktif.. 54
Tabel 4.4 Tabel Pendapat Petugas Kesehatan Desa Tentang Desa Siaga Aktif.. 55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Terbentuk Perilaku ....................................................................... 36
Gambar 2.2 Siklus Pemecahan Masalah Kesehatan Oleh Masyarakat ....................... 42
Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian ....................................................................... 46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 : Surat Dinas Puskesmas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi bagi setiap manusia dan memiliki kontribusi
yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Kesehatan Manusia. Undang-
undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 menyebutkan kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial dan
ekonomis. Dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, pembangunan kesehatan harus diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat baik setiap orang, sehingga mampu
mewujudkan bangsa yang berdaya saing secara global (Depkes, 2009).
Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia ternyata belum menjadi milik setiap
manusia Indonesia karena berbagai hal seperti kendala geografis, sosiologis dan
budaya. Kesehatan bagi sebagian penduduk yang terbatas kemampuannya serta yang
berpengetahuan dan berpendapatan rendah masih perlu diperjuangkan secara terus
menerus dengan cara mendekatkan akses pelayanan kesehatan dan memberdayakan
kemampuan mereka. Disamping itu, kesadaran masyarakat bahwa kesehatan
merupakan Investasi bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia juga masih
harus terus dipromosikan melalui sosialisasi dan advokasi para pengambil kebijakan
dan pemangku kepentingan (stakeholders) di berbagai jenjang administrasi.
Berdasarkan kenyataan tersebut, diperlukan upaya terobosan yang benar-benar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
memiliki daya ungkit bagi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi
seluruh penduduk Indonesia (Anonim, 2011).
Sejak awal berdirinya WHO, konstitusi tahun 1948 dari organisasi kesehatan
sedunia itu dengan jelas mengakui adanya dampak kondisi sosial dan politik terhadap
kesehatan, dan perlunya kolaborasi antar sektor, seperti pertanian, pendidikan,
perumahan, dan kesejahteraan sosial, untuk mencapai tujuan kesehatan. Isu global
perubahan iklim dan krisis keuangan yang terjadi saat ini menjadi ancaman serius
bagi pembangunan kesehatan. Berbagai ancaman keselamatan ini yang dapat
menimbulkan rasa ketidakpastian masyarakat dan memperlihatkan bahwa kesehatan
global semakin sulit untuk diraih. Secara perlahan pasti terjadi peningkatan beban
kesehatan yang menyebar di dalam antar Negara dunia.
Teori “Demand For Health Capital” (Murti dkk, 2006) mengatakan bahwa
individu menggunakan pelayanan kesehatan, sesungguhnya yang dicari bukan hanya
pelayanan kesehatan, melainkan kesehatan itu sendiri. Masing – masing individu
melakukan produksi, menggunakan aneka input di pasar, untuk melipatgandakan stok
kesehatan dalam tubuh sehingga jumlah hari – hari sehat (healthy days) bertambah,
sekaligus mengisi ulang stok kesehatan yang berkurang (depleted, depreciated) akibat
proses penuaan, iklim, penyakit, polusi, bencana alam dan sebagainya. Makin banyak
jumlah makanan bergizi yang dikonsumsi, semakin sehat individu. Demikian juga
semakin banyak kuantitas pelayanan kesehatan yang diperoleh individu semakin
tinggi suatu kesehatan individu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Era roformasi paradigm sehat digunakan sebagai landasan pembangunan
kesehatan yang berarti pembangunan kesehatan harus mengutamakan upaya promotif
dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Salah satu strategi
Depkes adalah mengutamakan anggaran kesehatan pemerintah untuk upaya
pencegahan dan promosi kesehatan dengan demikian program promosi kesehatan
sebagai salah satu bentuk upaya promotif dan preventif mendapat tempat yang sangat
penting dalam pembangunan kesehatan (Wulansari, 2007).
Pemerintah pernah berhasil menggalang peran aktif dan memberdayakan
masyarakat di bidang kesehatan melalui gerakan Pembangunan kesehatan Masyarakat
Desa (PKMD) pada dasawarsa 1970 – 1980. Masa kejayaan PKMD itu hendak
diulang dan dibangkitkan kembali melalui gerakan pengembangan dan pembinaan
Desa Siaga yang sudah dimulai tahun 2006.
Sejak tahun 2006, upaya promosi kesehatan ditekankan melalui Program Desa
Siaga sesuai dengan seruan Presiden saat pencanangan Pekan Kesehatan Nsional
tanggal 18 Juni 2005 dan disusul oleh keputusan Menteri Kesehatan RI No.
564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa
Siaga. Demi mencapai target desa siaga aktif pada tahun 2015, dilakukan revitalisasi
melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 741/Menkes/Per/VIII/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten dan Kota dan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten dan Kota.
Pemerintah menetapkan bahwa pada tahun 2015 sebanyak 80% desa telah menjadi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
desa/kelurahan siaga aktif. Kemudian program ini direvitalisasi guna mengakselerasi
pencapaian tersebut melalui keputusan Menteri Kesehatan No.
1529/Menkes/SK/X/2010 tentang pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif (Depkes, 2010).
Desa siaga merupakan gambaran masyarakat sadar, mau dan mampu untuk
mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti
kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan dan lain – lain dengan
memanfaatkan potensi setempat secara gotong – royong. Penbangunan desa siaga
mencakup upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada
masyarakat desa, mensiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah – masalah
kesehatan serta memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) (Depkes, 2007).
Promosi kesehatan melalui program desa/kelurahan siaga tidak hanya
merubah perilaku, tetapi determinan kesehatan. Meskipun perilaku berubah, bila tidak
didukung dengan fasilitas juga akan mengalami kesulitan. Hal tersebut terkait dengan
pembiayaan kesehatan dengan kegiatan itu sendiri. Menurut Tjiptoherijanto (1994),
persoalan pembiyaan kesehatan pada dasarnya bukan hanya persoalan sector
kesehatan saja, melainkan juga mencerminkan kesulitan perekonomian secara
menyeluruh, Oleh karena itu diperlukan strategi untuk mengembangkan kegiatan-
kegiatan sektor kesehatan sehingga sumber daya yang ada dapat ditetapkan dan
diberdayakan untuk focus memenuhi kompas kebutuhan kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya
dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah
kesehatan, bencana dan kegawat daruratan kesehatan secara mandiri, dengan tujuan
terwujudnya desa yang sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di
wilayahnya. Kriteria Desa siaga adalah apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-
kurangnya Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Poskesdes merupakan Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka
mendekatkan atau menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.
Pelayanan yang diberikan meliputi upaya-upaya promotif, preventif dan kuratif yang
dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan terutama Bidan. Di desa, Bidan merupakan
Tenaga Kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat dan tinggal bersama dengan
masyarakat. Selain Bidan, kegiatan Desa siaga juga dibantu oleh kader dan
masyarakat. Peran Bidan dalam program Desa siaga adalah pembimbing dan
pelaksana penggerak dan pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan serta sebagai
pelaksana pelayanan kesehatan sesuai kompetensi dan kewenangannya.
Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan
pemilihan pengurus dan kader desa siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para
pemimpin formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat.
Pemilihan dilakukan secara musyawarah dan mufakat, sesuai dengan tata cara dan
kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas. Susunan pengurus Desa
Siaga diatur oleh Pengurus Desa Siaga terdiri dari Penanggung Jawab, Penasehat,
Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Seksi – seksi di antara lain adalah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
Seksi Pendataan, Seksi Dana Sosial Kesehatan, Seksi Transfortasi (ambulan desa),
Seksi Donor Darah, Seksi PHBS/ Kesehatan Lingkungan. Sebelum melaksanakan
tugasnya pengelola dan kader desa yang ditetapkan perlu diberikan orientasi atau
pelatihan. Orientasi/pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sesuai dengan pedoman orientasi/pelatihan yang berlaku (Depkes, 2007).
Keberhasilan upaya pengembangan Program Desa siaga dapat dilihat dari empat
indikator yaitu indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran dan indikator
dampak. Selain itu keberhasilan Program Desa siaga dapat dilihat dari strata Desa
siaga yang terdiri dari Strata Pratama, Strata Madya dan Strata Utama (Kurniawan,
2007).
Tahun 2009 tercatat 42.295 desa dan kelurahan (56,1%) dari 75.410 desa dan
kelurahan di Indonesia telah memulai upaya mewujudkan Desa/Kelurahan Siaga.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menyebutkan bahwa saat ini desa
siaga yang sudah terbentuk sebanyak 1.786 desa. Tahun 2010 ditargetkan 5.744 desa
akan menjadi desa siaga. Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang
Kesejahteraan Rakyat Siti Fadilah Supari juga telah mengukuhkan Desa Siaga se-
Kabupaten. Pengukuhan Desa Siaga tersebut sebagai bentuk komitmen pemerintah
pusat terhdap peningkatan kesejahteraan masyarakat namun banyak diantaranya yang
belum aktif.
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal tahun 2009,
Kecamatan Batahan terdiri dari 45 desa. Kecamatan Batahan belum menjalakan
Program Desa siaga. Antara lain desa Aek Nabara dan Batahan hal ini disebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
karena sumber daya manusia dan aspek pengetahuan serta kurangnya informasi untuk
menjalankan program desa siaga tersebut. Program desa siaga tersebut sangatlah
dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya yang
berada di desa tersebut karena desa Aek Nabara dan Batahan merupakan salah satu
desa yang bisa dikatakan desa tertinggal disebabkan karena akses jalan yang buruk,
perekonomian yang kurang, ditinjau dari pola hidup masyarakatnya, serta tenaga
kesehatan dan fasilitas kesehatan masih sangat dibutuhkan di desa-desa tersebut
karena untuk menjangkau fasilitas kesehatan puskesmas sangat jauh serta kondisi
jalan masih tanah dan apabila cuaca hujan akan sangat sulit untuk di dilewati kecuali
kenderaan khusus seperti mobil gardan dua, maka dari hasil pengamatan peneliti
ingin mengkaji dan mengupayakan agar program desa siaga tersebut dapat
implementasikan di desa-desa tersebut dengan metode pendekatan sosial kesehatan.
Kondisi keterbatasan berbagai fasilitas atau faktor aksesibilitas dan pelayanan
kesehatan, sarana kesehatan yang tidak terjangkau karena penempatan lokasi tidak
strategis. Tenaga medis yang belum berkompeten dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan, ekonomi masyarakat yang kurang stabil sehingga untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan tidak optimal dan kurangnya kesediaan masyarakat untuk
merubah kehidupan tradisional ke norma kehidupan modern dalam bidang kesehatan
(Marhami, 2011).
Bila dilihat Kabupaten/Kota Angka Kematian Bayi terendah di Karo sebesar
11,50 per 1000 kelahiran hidup, diikuti Pematang Siantar sebesar 13,70 per 1000
kelahiran hidup dan di kota Medan sebesar 13,80 per 1000 kelahiran hidup sedangkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Angka Kematian Bayi tertinggi terdapat di kabupaten Mandailing Natal sebesar 41,50
per 1000 kelahiran hidup, diikuti di kabupaten Labuhan Batu sebesar 35,10 per 1000
kelahiran hidup dan di kabupaten Asahan sebesar 34,70 per 1000 kelahiran hidup
(Kemenkes, 2011).
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesda) terakhir yang dilaksanakan
Kementrian Kesehatan di Mandailing Natal menunjukan penyebab kematian
terbanyak pada kelompok bayi 0-6 hari didominasi gangguan pernafasan (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis (12%). Untuk penyebab utama kematian bayi pada
kelompok 7-28 hari yaitu sepsis (20,5%), malformasi kongenital (18,1 %) dan
pneumonia (15,4 %). Penyebab utama kematian bayi pada kelompok 29 hari-11 bulan
yaitu Diare (31,4%), penumonia (23,8%) dan meningitis/ensefalitis (9,3 %). Di lain
pihak faktor utama ibu yang berkontribusi terhadap lahir mati dan kematian bayi 0-6
hari adalah hipertensi maternal (23,6%), komplikasi kehamilan dan kelahiran
(17,5%), ketuban pecah dini dan pendarahan anterpartum masing-masing 12,7%
(Kemenkes, 2011).
Angka Kematian Ibu Maternal dan Angka Kematian Bayi merupakan
indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. Angka Kematian Ibu
mengacu pada jumlah kematian ibu mulai dari masa kehamilan, persalinan dan nifas.
Angka Kematian Ibu Maternal yang dilaporkan di Sumatera Utara tahun 2012 adalah
400 per 100.000 kelahiran hidup belum bisa menggambarkan Angka Kematian Ibu
yang sebenarnya di populasi. Bila kita lihat angka nasional, hasil SDKI menyebutkan
Angka Kematian Ibu dan angka kematian bayi serta pencapain Program Pemantau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Wilayah Setempat (PWS) KIA di Kecamatan Batahan tahun 2011 sampai dengan
2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1.1 Cakupan PWS-KIA di Kabupaten Madina Tahun 2011 s/d 2012
No Cakupan Tahun
2008
Tahun
2009
Tahun
2010
Target
Nasional 1. K1 91,17 % 102,56 % 97,74% 95%
2. K4 79,16 % 92,78 % 90,95% 95%
3. Deteksi Dini ibu hamil
Resiko Tinggi Oleh Masyarakat
7,41 %
5,73 %
3,10%
12%
4. Deteksi Dini ibu hamil
Resiko Tinggi Oleh Tenaga Kesehatan
39,79 %
53,31 %
66,10%
20%
5. Persalinan Nakes 84,13 % 90,02 % 93,74% 90%
6. Kunjungan Neonatal 81,49 % 96,57 % 90,81% 95%
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013
Tabel 1.2 Profil Dinkes Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2011 s/d 2012
No Cakupan Tahun 2008 Tahun 2009
Tahun
2010
Target
Nasional
1.
AKI
24 Kasus
(206,95/100.000
KH)
16 Kasus
(135,11/100
.000 KH)
20 Kasus
(209,21/1
00. 000 KH)
150/ 100.000 KH
2.
AKB 247 Kasus
(21,30/1000 KH)
198 Kasus
(16,72/1000 KH)
161 Kasus
40/1000 KH
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013
Keberhasilan Program Desa siaga dapat dilihat dari keberadaan Bidan Desa di
wilayah tersebut. Indikasi adanya permasalahan dalam pengelolaan Desa siaga adalah
keterbatasan Bidan Desa yang menetap di desa tersebut.
Kader menyatakan jarang mendapatkan bimbingan dan arahan dari Bidan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
dalam kegiatan Desa siaga. Padahal peran serta Kader Kesehatan dan Masyarakat
sangat penting untuk mendukung pelaksanaan kegiatan Desa siaga. Kader
menyatakan pembuatan laporan Kegiatan Desa siaga bulanan jarang dilakukan.
Pencatatan dan pelaporan hanya menggunakan buku tertentu. Tidak ada format
khusus dan tidak dilaksanakan setiap bulan. Berdasarkan survei awal yang telah
dilakukan peneliti masih banyak bidan yang belum menerapkan manajemen
(perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan) Desa siaga, maka
masalah penelitian adalah belum optimalnya manajemen (perencanaan, penggerakan,
pengorganisasian dan pengawasan) atau masih banyak bidan yang belum melakukan
manajemen Program Desa siaga secara tepat.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana Implementasi Program Desa Siaga di Kecamatan Batahan
Kabupaten Mandailing Natal”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Implementas Program desa siaga di Kecamatan Batahan
Kabupaten Mandailing Natal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian Analisis Implementasi Program Desa siaga di Kabupaten Batahan
Kecamatan Kabupaten Mandaling Natal diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak,
antara lain :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang
bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam mengutamakan kesehatan yang
sangat dibutuhkan masyarakat desa Batahan melalui program-program kesehatan
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang
bermanfaat bagi Puskesmas dalam mendukung program Desa siaga di
Kecamatan Batahan Kabupaten mandailing Natal.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang
bermanfaat bagi Dinas Kesehatan dalam mendukung program Desa siaga di
Kabupaten Mandailing Natal
4. Sebagai rekomendasi atau referensi untuk melanjutkan penelitian berikutnya
yang lebih mendalam.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Desa Siaga
Desa siaga adalah bentuk pengembangan dari Desa siaga yang telah dimulai
sejak Tahun 2006. Desa atau kelurahan Siaga adalah desa atau kelurahan yang
disebut dengan nama lain yang penduduknya dapat mengakses dengan mudah
pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan kesehatan setiap hari melalui
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada wilayah tersebut
seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya.
Selain itu penduduknya juga mampu mengembangkan UKBM dan melaksanakan
survelans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan
anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan
bencana, serta penyetahan lingkungan sehingga masyarakat menerapkan PHBS
(Kemenkes, 2011)
Masyarakat di Desa Siaga harus melakukan PHBS, yaitu sekumpulan perilaku
yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang, keluarga atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Indikator keberhasilan pengembangan desa dan kelurahan Siaga adalah penerapan
PHBS di rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum, sarana
kesehatan dan mengupayakan sarana dan kemudahan untuk melakukannya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
(Kemenkes RI, 2010).
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya
dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah
kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri. Desa yang
dimaksud di sini dapat berarti kelurahan atau negeri atau istilah-istilah lain bagi
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-
usul dan adapt-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu
untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat
seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan
KLB, kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi
setempat, secara gotong-royong.
2.1.1 Tujuan Desa Siaga
Tujuan dari dibentuknya Desa siaga adalah:
1) Mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa.
2) Menyiapsiagakan masyarakat untuk menghadapi masalah-masalah yang
berhubungan dengan kesehatan masyarakat.
3) Memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih
dan sehat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
2.1.2 Sasaran dan Kriteria Pengembangan Desa siaga
1) Sasaran
Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan Desa siaga
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a) Semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu
melaksanakan hidup sehat, serta perduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
b) Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu dan
keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan
perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh
perempuan dan pemuda; kader; serta petugas kesehatan.
c) Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan
perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain, seperti Kepala
Desa, Camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur, dan pemangku
kepentingan lainnya.
2) Kriteria
Sebuah desa telah menjadi Desa siaga apabila desa tersebut memiliki
sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan desa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
2.1.3 Program-program yang Terdapat Dalam Desa Siaga
Inti dari kegiata desa siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan
mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu dalam pengembangannya diperlukan
langkah-langkah pendekatan edukatif. Yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi)
masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan
masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya (Aswar, 1994).
Untuk menuju Desa siaga perlu dikaji berbagai kegiatan bersumberdaya
masyarakat yang ada dewasa ini seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dana
Sahat, Siap-Antar-Jaga, dan lain-lain sebagai embrio atau titik awal pengembangan
menuju Desa siaga. Dengan demikian, mengubah desa menjadi Desa siaga akan lebih
cepat bila di desa tersebut telah ada berbagai Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
(UKBM).
2.2 Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Dalam Desa Siaga
2.2.1 Pengertian Poskesdes
Poskesdes adalah upaya UKBM yang dibentuk di desa dalam rangka
mendekatkan / menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.
Poskesdes dapat dikatakan sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan
antara upaya-upaya masyarakat dan dukungan pemerintah. Pelayanannya meliputi
upaya-upaya promotif, preventif, dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya
(Aswar, 1994).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
2.2.2 Kegiatan Poskedes
Poskesdes diharapkan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan
kesehata bagi masyarakat desa, sekurang-kurangnya :
1) Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit
menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, dan faktor-faktor
resikonya (termasuk status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang beresiko.
2) Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB, serta faktor-faktor resikonya (termasuk kurang
gizi).
3) Kesiapsiagaan dan penanggualangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
4) Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensinya.
5) Kegiatan-kegiatan lain, yaitu promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga
sadar gizi, peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penyehatan
lingkungan, dan lain-lain, merupakan kegiatan pengembangan. Poskesdes juga
diharapkan sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM lain
yang dibutuhkan masyarakat desa (misalnya Warung Obat Desa, Kelompok
Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga dan lain-lain). Dengan demikian,
Poskesdes sekaligus berperan sebagai coordinator dan UKBM-UKBM tersebut
(Makkasau, 2006).
2.2.3 Sumber Daya Poskesdes
Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang bidan),
dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya dua orang kader.Untuk menyelenggarakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
Poskesdes harus tersedia sarana fisik bangunan, perlengkapan, dan peralatan
kesehatan. Guna kelancaran komunikasi dengan masyarakat dan dengan sarana
kesehatan (khususnya Puskesmas), Poskesdes seyogyanya memiliki juga sarana
komunikasi (telepon, ponsel, atau kurir).
Pembangunan saranan fisik Poskesdes dapat dilaksanakan melalui berbagai
cara, yaitu dengan urutan alternative sebagai berikut:
1) Mengembangkan Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang telah ada menjadi
Poskesdes.
2) Memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu misalnya Balai RW, Balai Desa,
Bali Pertemuan Desa, dan lain-lain.
3) Membangun baru, yaitu dengan pendanaan dari Pemerintah (Pusat atau Daerah),
donator, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.
2.3 Pelaksanaan Desa Siaga
A. Persiapan
Dalam tahap persiapan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1) Pusat:
a) Penyusunan pedoman.
b) Pembuatan modul-modul pelatihan.
c) Penyelenggaraan Pelatihan bagi Pelatih atau Training of
Trainers (TOT).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
2) Provinsi:
Penyelenggaraan TOT (tenaga kabupaten / Kota).
3) Kabupaten / Kota:
a) Penyelenggaraan pelatihan tenaga kesehatan.
b) Penyelenggaraan pelatihan kader.
B. Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1) Pusat:
Penyediaan dana dan dukungan sumber daya lain.
2) Provinsi:
Penyediaan dana dan dukungan sumber daya lain.
3) Kabupaten / Kota:
a) Penyediaan dana dan dukungan sumber daya lain.
b) Penyiapan Puskesmas dan Rumah Sakit dalam rangka
penanggualangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
4) Kecamatan:
Pengembangan dan Pembinaan Desa siaga.
C. Pemantauan dan Evaluasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Dalam tahap pemantauan dan evaluasi, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1) Pusat:
Memantau kemajuan dan mengevaluasi keberhasilan pengembangan Desa
siaga.
2) Provinsi:
a) Memantau kemajuan pengembangan Desa siaga.
b) Melaporkan hasil pemantauan ke pusat.
3) Kabupaten / Kota:
a) Memantau kemajuan pengembangan Desa siaga.
b) Melaporkan hasil pemantauan ke Provinsi.
4) Kecamatan:
a) Melakukan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).
b) Melaporkan pengembangan ke Kabupaten /Kota.
2.3.1 Pendekatan Pengembangan Desa Siaga
Pengembangan desa siaga dilaksanakan dengan membantu / memfasilitasi
masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral
pemecahan masalah yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat), yaitu dengan
menempuh tahap-tahap:
a. Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumber daya yang dapat
dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.
b. Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
c. Menetapkan alternative pemecahan masalah yang layak, merencanakan dan
melaksanakannya.
d. Memantau, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah
dilakukan. Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaanya, namun secara
garis besar langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
1) Pengembangan Tim Petugas
Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-kegiatan lainnya
dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan para petugas
kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun
petugas administrasi. Persiapan pada petugas ini bisa berbentuk sosialisasi,
pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan
kondisi setempat. Keluaran (output) dan langkah ini adalah para petugas yang
memahami tugas dan fungsinya, serta siap bekerjasama dalam satu tim untuk
melakukan pendekatan kepada pemangku kepentingan masyarakat.
2) Pengembangan Tim di Masyarakat
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh
masyarakat, serta masyarakat, agar mereka tahu dan mau bekerjasama dalam
satu tim untuk mengembangkan Desa siaga. Dalam langkah ini termasuk
kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau
memberikan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta restu,
maupun dana atau sumber dana yang lain, sehingga pembangunan Desa siaga
dapat berjalan dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh-tokoh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya
dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi
pengembangan Desa siaga. Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa
dukungan moral, dukungan financial atau dukungan material, sesuai
kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan Desa
siaga. Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan
masyarakat di bidang kesehatan seperti Konsil Kesehatan Kecamatan atau
Badan Penyantun Puskesmas, Lembaga Pemberdayaan Desa, PKK, serta
organisasi kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga-lembaga ini diikut
sertakan dalam setiap persemuan dan kesepakatan.
3) Survei Mawas Diri
Survey Mawas Diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community
Self Survey (CSS) bertujuan agar pemuka-pemuka masyarakat mampu
melakukan telaah mawas diri untuk desanya. Survey ini harus dilakukan oleh
pemuka-pemuka masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan.
Dengan demiian, mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di
desanya, serta bangkit niat dan tekad untuk mencari solusinya, termasuk
membangun Poskesdes sebagai upaya mendekatkan pelayanan kesehatan
dasar kepada masyarakat desa. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan
pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi mereka.
Keluaran atau output dan SDM ini berupa identifikasi masalah-masalah
kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut, termasuk dalam rangka
membangun Poskesdes.
4) Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
Tujuan penyelenggaraaan musyawarah masyarakat desa (MMD) ini adalah
mencari alternative penyelesaian masalah kesehatan dan upaya membangun
Poskesdes, diakitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Di samping itu, juga
untuk menyusun rencana jangka panjang pengembangan Desa siaga. Inisiatif
penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari tokoh masyarakat yang
telah sepakat mendukung pengembangan Desa siaga. Peserta musyawarah
adalah tokoh-tokoh masyarakat, termasuk tokoh-tokoh perempuan dan
generasi muda setempat. Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan
dunia usaha yang mau mendukung pengembangan Desa siaga dan
kelestariannya (untuk itu diperlukan advokasi).
Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disajikan, utamanya
dalah daftar masalah kesehatan, data potensial, serta harapan masyarakat.
Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas,
dukungan dan kontribusi apa yang dapat disumbangkan oleh masing-masing
individu / institusi yang diwakilinya, serta langkah-langkah solusi untuk
pembangunan Poskesdes dan pengembangan masing-masing Desa siaga
(Kurniawan, 2008).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
2.3.2 Pelaksanaan Kegiatan
Secara operasional pembentukan Desa siaga dilakukan dengan kegiatan
sebagai berikut:
a. Pemilihan Pengurus dan Kader Desa siaga
Pemilihan pengurus dan kader Desa siaga dilakukan melalui pertemuan khusus
para pemimpin formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil
masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah dan mufakat, sesuai dengan
tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas.
b. Orientasi / Pelatihan Kader Desa siaga
Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan kader desa yang telah
ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi / pelatihan
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota sesuai dengan pedoman
orientasi / pelatihan yang berlaku. Materi orientasi / pelatihan yang berlaku.
Materi orientasi / pelatihan mencakup kegiatan yang akan dilaksanakan di desa
dalam rangka pengembangan Desa siaga (sebagaiman telah dirumuskan dalam
Rencana Operasional). Yaitu meliputi pengelolaan Desa siaga secara umum,
pembangunan dan pengelolaan Poskesdes, pengembangan dan pengelolaan
UBKM lain, serta hal-hal penting terkait seperti kehamilan dan persalinan sehat,
Siap-Antar-Jaga, Keluarga Sadar Gizi, Posyandu, kesehatan lingkungan,
pencegahan penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan
pemukiman (PAB-PLP), kegawat daruratan sehari-hari, kesiap-siagaan bencana,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
kejadian luar biasa, warung obat desa (WOD), dversifikasi pertanian tanaman
pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), 2.
c. Pengembangan Poskesdes dan UKBM lain
Dalam hal ini, pembangunan Poskesdes bisa dikembangkan dari Polindes yang
sudah ada. Apabila tidak ada Polindes, maka perlu dibahas dan dicantumkan
dalam rencana kerja tentang alternative lain pembangunan Poskesdes. Dengan
demikian diketahui bagaimana Poskesdes tersebut akan diadakan , membangun
baru dengan fasilitas dari pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari
donator, membangun baru dengan swadaya masyarakat, atau memodifikasi
bangunan lain yang ada. Bilamana Poskesdes sudah berhasil diselenggarakan,
kegiatan dilanjutkan dengan membentuk UKBM-UKBM yang diperlukan dan
belum ada di desa yang bersangkutan, atau merevitalisasi yang sudah ada tetapi
kurang / tidak aktif.
d. Penyelenggaraan Kegiatan Desa siaga
Dengan telah adanya Poskesdes, maka desa yang bersangkutan telah dapat
ditetapkan sebagai Desa siaga. Setelah Desa siaga resmi dibentuk, dilanjutkan
dengan pelaksanaan kegiatan Poskesdes secara rutin, yaitu pengembangan sistem
surveilans berbasis masyarakat, pengembangan kesiapsiagaan dan
penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana, pemberantasan penyakit
menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB., penggalangan dana,
pemberdayaan masyarakat menuju KADARZI dan PHBS, penyehatan
lingkungan, serta pelayanan kesehatan dasar (bila diperlukan).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Selain itu, diselenggarakan pula pelayanan UKBM-UKBM lain seperti
Posyandu dan lain-lain dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku. Secara
berkala kegiatan Desa siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang hasilnya
dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa siaga
selanjutnya secara lintas sektoral (Wijono, 1999).
2.4 Pembinaan dan Peningkatan
Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor
lain, serta adanya keterbatasan sumber daya, maka untuk memajukan Desa siaga
perlu adanya pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Perwujudan
dan pengembangan jejaring Desa siaga dapat dilakukan melalui Temu Jejaring
UKBM secara internal di dalam desa sendiri dan atau Temu Jejaring antar Desa siaga
(minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain untuk memantapkan kerjasama,
juga diharapkan dapat menyediakan wahana tukar-menukar pengalaman dan
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah
pentingnya adalah pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya dengan program-
program pembangunan yang bersasaran Desa.
Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa siaga adalah keaktifan
para kader. Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upay-
upayauntuk memenuhi kebutuhan para kader agar tidak drop out. Kader-kader yang
memiliki motivasi memuaskan kebutuhan sosial psikologinya harus diberi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kreatifitasnya. Sedangkan kader-
kader yang masih dibebani dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu
untuk memperoleh pendapatan tambahan, misalnya dengan pemberian gaji / intensif
atau difasilitasi agar dapat berwirausaha.
Perkembangan Desa siaga, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi.
Berkaitan dengan itu, kegiatan-kegiatan di Desa siaga perlu dicatat oleh kader,
misalnya dalam Buku Register UKBM (contohnya: kegiatan Posyandu dicatat dalam
buku Register Ibu dan Anak Tingkat Desa atau RIAD dalam Sistem Informasi
Posyandu).
2.5 Peran Jajaran Kesehatan dan Pemangku Kepentingan Terkait
2.5.1 Peran Jajaran Kesehatan
1) Peran Puskesmas
Dalam rangka pengembangan Desa siaga, Puskesmas merupakan ujung
tombak dan bertugas ganda yaitu sebagai penyelenggara PONED dan penggerak
masyarakat desa. Namun demikian, dalam menggerakkan masyarakat desa,
Puskesmas akan dibantu oleh Tenaga Fasilitator dari Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota yang telah dilatih Provinsi.
Adapun peran Puskesmas adalah sebagai berikut:
a) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, termasuk Pelayanan Obstetrik dan
Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
b) Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim tingkat kecamatan dan desa dalam
rangka pengembangan Desa siaga.
c) Memfasilitasi pengembangan Desa siaga dan Poskesdes.
d) Melakukan monitoring Evaluasi dan pembinaan desa siaga.
2) Peran Rumah Sakit
Rumah Sakit memegang peranan penting sebagai sarana rujukan dan pembina
teknis pelayanan medik. Oleh karena itu, dalam hal ini peran Rumah Sakit adalah:
a) Menyelenggarakan pelayanan rujukan, termasuk Pelayanan Obstetrik dan
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
b) Melaksanakan bimbingan teknis medis , khususnya dalam rangka pengembangan
kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana di Desa siaga.
c) Menyelenggarakan promosi kesehatan di Rumah Sakit dalam rangka
pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana.
3) Peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
Sebagai penyelia dan pembina Puskesmas dan Rumah Sakit, peran Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota meliputi:
a) Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat Kabupaten / Kota
dalam rangka pengembangan Desa siaga.
b) Merevitalisasi Puskesmas dan jaringannya sehingga mampu
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar dengan baik, termasuk
PONED, dan pemberdayaan masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
c) Merevitalisasi Rumah Sakit sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan
rujukan dengan baik, termasuk PONEK, dan promosi kesehatan di Rumah
Sakit.
d) Merekrut / menyediakan calon-calaon fasilitator untuk dilatih menjadi
Fasilitator Pengembangan Desa siaga.
e) Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader.
f) Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan) tingkat
Kabupaten / Kota dalam rangka pengembangan Desa siaga.
g) Bersama Puskesmas melakukan pemantauan, evaluasi dan bimbingan teknis
terhadap Desa siaga.
h) Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa siaga.
4) Peran Dinas Kesehatan Provinsi
Sebagai penyelia dan pembina Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota, Dinas Kesehatan Provinsi berperan:
a) Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat provinsi dalam rangka
pengembangan Desa siaga.
b) Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan kemampuan
melalui pelatihan-pelatihan teknis, dan cara-cara lain.
c) Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan kemampuan
Puskesmas dan Rumah Sakit di bidang konseling, kunjungan rumah, dan
pengorganisasian masyarakat serta promosi kesehatan, dalam rangka
pengembangan Desa siaga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
d) Menyelenggarakan pelatihan Fasilitator Pengembangan Desa siaga dengan
metode kalakarya (interrupted training).
e) Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan) tingkat provinsi
dalam rangka pengembangan Desa siaga.
f) Bersama Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melakukan pemantauan, evaluasi
dan bimbingan teknis terhadap Desa siaga.
g) Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa siaga.
Peran Departemaen Kesehatan
Sebagai aparatur tingkat Pusat, Departemaen Kesehatan berperan dalam:
a) Menyusun konsep dan pedoman pengembangan Desa siaga, serta
mensosialisasikan dan mengadvokasikannya.
b) Memfasilitasi revitalisasi Dinas Kesehatan, Puskesmas, Rumah Sakit, serta
Posyandu dan UKBM-UKBM lain.
c) Memfasilitasi pembangunan Poskesdes dan pengembangan Desa siaga.
d) Memfasilitasi pengembangan sistem surveilans, sistem informasi / pelaporan,
serta sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana berbasis
masyarakat.
e) Memfasilitasi ketersediaan tenaga kesehatan untuk tingkat desa.
f) Menyelenggarakan pelatihan bagi pelatih (TOT).
g) Menyediakan dana dan dukungan sumber daya lain.
h) Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
2.5.2 Peran Pemangku Kepentingan Terkait
Pemangku kepentingan lain, yaitu para pejabat Pemerintah Daerah, pejabat
lintas sektor, unsur-sunsur organisasi / ikatan profesi, pemuka masyarakat, tokoh-
tokoh agama, PKK, LSM, dunia usaha, swasta dan lain-lain, diharapkan berperan
aktif juga di semua tingkat administrasi.
1) Pejabat-pejabat Pemerintah Daerah
a) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan
Desa siaga.
b) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan Poskesdes / Puskesmas / Pustu dan berbagai UBKM yang ada
(Posyandu, Polindes, dan lain-lain).
c) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Desa siaga secara
teratur dan lestari.
2) Tim Penggerak PKK
a) Berperan aktif dalam pengembangan dan penyelenggaraan UBKM di
Desa siaga (Posyandu dan lain-lain).
b) Menggerakkan masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan dan
memanfaatka UBKM yang ada.
c) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan dalam rangka menciptakan
kadarzi dan PHBS.
3) Tokoh Masyarakat
a) Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan desa siaga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
b) Menaungi dan membina kegiatan desa siaga.
c) Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan desa
siaga.
4) Organisasi Kemasyarakatan / LSM / Dunia Usaha / Swastas
a) Beperan aktif dalam penyelenggaraan Desa siaga.
b) Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pengembangan dan
penyelenggaraan Desa siaga.
2.6 Teori Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang pada
dasarnya menyangkut dua aspek utama, yaitu fisik, seperti misalnya tersedianya
sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, dan non-fisik yang menyangkut perilaku
kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status
kesehatan individu maupun masyarakat (Notoadmodjo S, 2007).
2.6.1 Pengetahuan (Knowledge)
1. Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba
(Notoadmodjo S, 2007).
2. Proses Adopsi Perilaku
Penelitian Rogers (1974), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni :
1) Awareness (kesadaran), dimana seseorang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.
2) Interest (tertarik), disini sikap seseorang sudah mulai timbul karena
ketertarikan terhadap stimulus.
3) Evaluation (menimbang-nimbang), disini sikap seseorang lebih baik lagi
karena menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya.
4) Trial (mencoba), dimana seseorang mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan yang dikehendaki stimulus.
5) Adoption (mengambil), dimana seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.6.2 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan (Notoadmotjo, S 2003 dan 2007)
1. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat materi yang telah di pelajari sebelumnya.
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang
spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
2. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
3. Menerapkan (application) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah di pelajari pada kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau obyek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis) menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.
2.6.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut
Notoadmodjo (2003), yaitu:
1) Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman dapat memperluas pengetahuan seseorang.
2) Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum,
seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang
lebih luas dibandingkan dengan rendah.
3) Keyakinan
Seseorang yang pendidikannya lebih Biasanya keyakinan diperoleh secara turun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
temurun dan tanpa adanya pembuktian. Keyakinan dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu bersifat positif maupun negatif.
4) Sumber Informasi
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Seseorang yang banyak memperoleh informasi cenderung
mempunyai pengetahuan yang lebih luas.
5) Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan Namun bila
seseorang berpenghasilan cukup besar maka akan mampu untuk menyediakan
atau membeli fasilitas sumber informasi.
6) Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
7) Umur
Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini. Umur
merupakan periode terhadap pola-polakehidupan yang baru. Usia mempengaruhi
daya tangkap dan pola piker seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang daya tangkap dan pola pikir, sehingga pengetahuan yang diperoleh
semakin membaik. Dua sikap tradisional menurut Widayatun TS (1999)
mengenai jalannya perkembangan selama hidup, sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
a) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan
semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuan.
b) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua
karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Beberapa teori
berpendapat bahwa IQ seseorang akan menurun sejalan dengan bertambahnya
usia khususnya pada beberapa kemampuan seperti kosa kata dan pengetahuan
umum.
c) Tempat tinggal atau lingkungan pengetahuan seseorang akan lebih baik jika
berada di perkotaan daripada di pedesaan karena di perkotaan kesempatan
makin luas untuk melibatkan diri dalam kegiatan sosial, sehingga wawasan
sosial makin kuat, di perkotaan mudah mendapatkan informasi.
2.6.4 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Cara
pengkategorian tingkat pengetahuan dilakukan dengan menetapkan cut off point dari
skor yang telah dijadikan persen.
a. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku (Notoadmodjo S, 2007). Perilaku tidak
sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan
tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Sikap (Tertutup)
tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tertentu.
Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Newcomb menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan tertentu atau
aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Notoatmodjo S,
2007).
Sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu kepercayaan (konsep) terhadap
suatu obyek, kehidupan atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek, dan
kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara
bersama membentuk sikap yang utuh attitude) (Notoadmodjo S, 2007).
Gambar 1.1 Proses Terbentuk Perilaku
b. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan, sikap terdiri atas berbagai
tingkatan, yaitu:
1) Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subyek) ingin dan memperhatikan
stimulus yang diberikan.
2) Merespons (responding) diartikan memberi jawaban jika ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Reaksi
( Tingkah laku terbuka) Stimulus
(Rangsangann) Proses Stimulus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
3) Menghargai (valuing) dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan
segala risiko merupakan sikap paling tinggi.
2.6.5 Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu obyek, dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian
ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo S, 2007).
a. Perilaku (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan
dukungan (Notoatmodjo S, 2007).
b. Tingkatan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007) tingkatan perilaku, antara lain:
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek dengan tindakan yang akan diambil
merupakan praktik tingkat pertama.
2) Respon terpimpin (guided respons)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah
indikator praktik tingkat dua.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
3) Mekanisme (mechanism)
Melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sudah merupakan
kebiasaan merupakan praktik tingkat tiga.
4) Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktik yang sudah berkembang dengan baik, artinya
tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
5) Pengukuran perilaku
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni observasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo S, 2007).
2.6.6 Perubahan-perubahan perilaku
Perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan
kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lainnya. Banyak teori
tentang perubahan perilaku ini, antara lain : (Notoadmodjo S, 2007)
a. Teori Stimulus -Organisme – Respon (S-O-R)
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung pada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme.Teori ini mengartikan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila
stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula
sehingga dapat menyakinkan organisme.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
b. Teori Festinger (Dissonance Theory)
Teori cognitive ini sebenarnya hamper sama hal dengan konsep ‘Imbalance’
(tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan dissonance‟ merupakan ketidak
seimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha
mencapai keseimbangan kembali
c. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung
kepada keutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan
perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam
konteks keutuhan orang tersebut.
d. Teori Kurt Lewin
Teori ini berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu keadaan yang
seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-
kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku itu berubah apabila terjadi
ketidakseimbangan antara kedua kekuatan-kekuatan tersebut didalam diri
seseorang.
2.6.7 Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang
digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO,
bentuk-bentuk perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi 3 yaitu : (Notoatmodjo
S, 2007).
a. Perubahan Alamiah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
Perilaku manusia selalu berubah, dimana sebagian perubahan itu disebabkan
karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubaha
lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota
masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.
b. Kesediaan Untuk Berubah
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam
masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk
menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya). Tetapi sebagian
orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi tersebut. Hal ini disebabkan
karena disetia orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.
2.6.8 Strategi dalam Perubahan Perilaku
Dalam mencapai terwujudnya perubahan-perubahan perilaku yang sesuai
dengan norma-norma, maka diperlukan usaha konkret dan positif. Beberapa strategi
untuk memp5eroleh perubahan perilaku tersebut oleh WHO dikelompokkan menjadi
3 yaitu: (Notoatmodjo S, 2007).
a. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan Dalam hal ini perubahan
perilaku dipaksakan pada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan
seperti yang diharapkan. Cara yang ditempuh, misalnya dengan adanya peraturan
peraturan / perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Cara ini
akan menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut
belum tentu berlangsung lama, karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau
belum berdasarkan kesadaran sendiri.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
b. Pemberian informasi Dengan memberikan informasi tentang cara mencapai hidup
sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya
akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya
dengan pengetahuan akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya
menyebabkan terjadinya perubahan perilaku. Hasil atau perubahan perilaku
dengan cara ini akan memakan waktu yang lama, tetapi perubahan yang dicapai
akan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran mereka.
c. Diskusi dan partisipasi cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua.
Dimana dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja,
tetapi dua arah. Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima
informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang
informasi yang diterimanya. Cara ini salah satu cara yang baik dalam perubahan
perilaku (Notoatmodjo S, 2007). Menurut Bloom menyimpulkan bahwa
lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan,
kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua,
pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap
status kesehatan. Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu
dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni: faktor-faktor
predisposisi (predisposing factors), dan faktor-faktor yang memperkuat atau
mendorong (reinforcing factors). Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai
factor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok
tersebut (Notoatmodjo S, 2007).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
Gambar 2.2 Siklus Pemecahan Masalah Kesehatan oleh Masyarakat
2.7 Pengenalan Kondisi Desa Atau Kelurahan
Pengenalan kondisi desa atau kelurahan oleh KPM/kader kesehatan, lembaga
kemasyarakatan, dan prangkat desa atau kelurahan dilakukan dengan mengkaji data
profil Desa atau profil Kelurahan dan hasil menggambarkan criteria desa dan
kelurahan siaga aktif yang sudah dapat dan belum dapat dipenuhi oleh desa atau
kelurahan yang bersangkutan.
2.Identifikasi
masalah
kesehatan
1. Pengenalan
Kondisi
Desa/kelurahan
3. Musyawarah
desa / Kelurahan
FASILITATOR/
KPM/KADER
KESEHATAN
6.Pembinaan
Kelestarian
4. Perencanaan
Partisipatif
5. Pelaksanaan
Kegiatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
Identifikasi masalah kesehatan tingginya angka kematian ibu
Dengan mengkaji profil monografi desa atau profil/monografi kelurahan dan
hasil analisis situasi, maka dapat diidentifikasi :
- Masalah-masalah kesehatan yang masih dihadapi masyarakat dan urutan prioritas
penanganannya
- Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan baik dari sisi
tekhnis kesehatan maupun dari sisi perilaku masyarakat
- Potensi yang dimiliki desa/kelurahan untuk mengatasi masalah-masalah
kesehatan tersebut
- UKBM apa saja yang sudah ada (jika ada) dan atau harus diaktifkan
kembali/dibentuk baru dalam rangka mengatasi masalah-masalah kesehatan
tersebut
- Bantuan/dukungan yang diharapkan : apa bentuknya, berapa banyak, darimana
kemungkinan dapat (sumber), dan bila mana dibutuhkan.
2.8 Musyawarah Desa/Kelurahan
Bila dirasakan perlu, Musyawarah Desa ? kelurahan dapat dilakukan secara
berjenjang dengan terlebih dahulu menyelenggarakan Musyawarah dusun atau rukun
warga.
Musyawarah desa bertujuan :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
a. Menyosialisasikan tentang adanya masalah-masalah kesehatan yang masih
dihadapi masyarakat dan program pengembangan desa dan kelurahan desa siaga
aktif
b. Mencapai kesepakatan tentang urutan prioritas masalah-masalah kesehatan yang
hendak ditangani.
c. Mencapai kesepakatan tentang UKBM-UKBM yang hendak dibentuk baru atau
diaktifkan kembali
d. Memantapkan data/informasi potensi desa atau potensi kelurahan serta
bantuan/dukungan yang diperlukan dan alternative sumber bantuan/dukungan
tersebut
e. Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan untuk
mendukung pengembangan Desa dan kelurahan siaga aktif
2.8.1 Perencanaan Partisipatif
Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga desa atau kelurahan KPM dan
lembaga kemasyarakatn yang ada mengadakan pertemuan-pertemuan secara intensif
guna menyusun rencana pengembangan desa dan kelurahan Siaga aktif untuk
dimasukkan ke dalam Rencana pembangunan Desa/kelurahan.
Rencana pengembangan desa dan kelurahan Siaga Aktif mencakup :
a. UKBM-UKBM yang akan dibentuk baru atau diaktifkan kembali, berikut jadwal
pembentukannya/pengaktifannya kembali
b. Sarana-sarana yang akan dibangun baru atau direhabilitasi (misalnya poskesdes,
polindes, sarana air bersih dll
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
c. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan membutuhkan biaya operasional,
berikut jadwal pelaksanaanya
2.8.2 Pelaksanaan Kegiatan
Sementara menunggu musrenbang selesai dan ditetapkannya alokasi dana
pemerintah, KPM/kader kesehatan dan lembaga kemasyrakatan yang ada dapat mulai
kegiatan dengan membentuk UKBM-UKBM yang diperlukan, menetapkan kader-
kader pelaksananya, dan melaksanakan kegiatan-kegiatan swadaya atau yang
diperoleh dannya dari donator, juga pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tidak
memerlukan biaya operasioanl seperti misalnya promosi kesehatan melalui
Dasawisma, pertemuan Rukun tetangga, pertemuan rukun warga/dusun , atau forum-
forum kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan.
Kegiatan-kegiatan tersebut dlaksanakan secara swakelola oleh masyarakat
dengan didampingi perangkat pemerintah serta dibantu oleh para KPM/kader
kesehatan dan fasilitator. Pelaksanaan kegiatan meliputi pemilihan dan penetapan tim
pengelola kegiatan (para kader pelaksana UKBM atau pihak lain ) pengajuan dan
pencairan dana, pengarahan tenaga kerja (khususnya untuk pengembangan sarana),
pengadaan barang jasa, serta pelaksanaan kegiatan yang diusulkan.
Tim pelaksana kegiatan bertanggung jawab mengenai realisaii fisik keuangan,
dan administrasi kegiatan yang dilakukan, sesuai dengan rencana apabila dibutuhkan
barang/jasa berupa bahan, alat dan tenaga tekhnis kesehatan yang tidak dapat
disediakan /dilakukan sendiri oleh masyarakat, maka dinas kesehtan malalui
puskesmas dapat membantu masyarakat untuk menyediakan barang/jasa tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
- Pencapaian Program
Desa Siaga
- Kesadaran dan
kemampuan
masyarakat
- Pengembangan
Program Desa Siaga
- Man (SDM)
- Money (uang)
- Materials
(materi)
- Machines
(mesin)
- Method (metode)
- Market (pasar)
- Pembentukan
Desa Siaga
- Mekanisme
Pemanfaatan
Desa Siaga
- Pelaksanaan Desa
Siaga
- Kemampuan
Sumber Daya
Manusia
- Pengawasan
Program Desa Siaga
Pelatihan tekhnis, termasuk kursus-kursus penyegar, bagi para kader pelaksana
UKBM menjadi tanggung jawab Dinas kesehatan/Kabupaten/Kota dengan dibantu
oleh Dinas Kesehatan Provinsi untuk melaksanakannya, dengan mengacu kepada
petunjuk tekhnis yang dibuat oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian
Kesehatan.
2.9 Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan tinjauan tiori teoritis Analisis Implementasi Program Desa Siaga
di Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal, di gambarkan dalam kerangka
konsep sebagai berikut.
INPUT PROSES OUTPUT
Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode pendekatan
kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang
pelaksanaan program desa siaga, khususnya pada desa Aek Nabara Batahan I dan
desa Batu Gondit Batahan III.
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Aek Nabara dan Desa Batahan Kecamatan
Batahan Kabupaten Mandailing Natal. Adapun alasan pemilihan lokasi ini adalah
berdasarkan hasil laporan Profil Dinas Kesehatan Mandailing Natal Tahun 2013
melihat tingginya Angka Kematian Bayi dan sulitnya untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2014
sampai penelitian selesai. Waktu yang digunakan adalah untuk pengambilan data,
penelitian termasuk persiapan, observasi, wawancara, dan penyusunan hasil
penelitian.
47
47 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
3.3 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini diambil dengan teknik wawancara dan
memberikan angket, yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang
bersedia dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.
Informan dalam penelitian ini berjumlah 12 orang yang terdiri dari Camat, Kepala
Desa, Seketaris Desa, dan warga desa Aek Nabara dan Desa Batahan yang berada di
kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview)
kepada informan dengan berpedoman pada panduan wawancara dan alat bantu yang
telah dipersiapkan. Pengumpulan data juga dilakukan dengan Diskusi Kelompok
Terarah (DKT), Data sekunder diperoleh dari profil Kecamatan Batahan Kepala
kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal, profil puskesmas kecamatan
Batahan dan profil kesehatan warga desa Aek nabara batahan dan dokumen-dokumen
dalam bentuk laporan kegiatan program dan dokumen kebijakan penyelenggaraan
program.
3.5 Teknik Pengambilan Sampel
Penjelasan tentang analisis implementasi program desa siaga di desa Aek
Nabara dan batahan Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal dilakukan
secara kualitatif berdasarkan keterangan serta alasan yang dinyatakan oleh informan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data digunakan untuk mengetahui pelaksanaan program desa
siaga yang diadakan di Desa Batahan Kecamatan Batang Natal Kabupaten
Mandailing Natal, analisis yang digunakan adalah dengan metode wawancara dengan
member angket kepada informan. data yang diperoleh di analisa dengan deskriftif
untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan program desa siaga di Kecamatan
Batahan Kabupaten Mandailing Natal.
3.7 Triangulasi
Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber
yaitu dengan memilih informan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan
pertanyaan yang di ajukan
Triangulasi Metode Triangulasi Sumber
Wawancara Mendalam
(in-depth interview)
Study dokumentasi
Desa Batahan X X
Desa Siaga X
Keterangan : Untuk penelusuran data atau dokumen yang menyangkut desa siaga
dilakukan kepada Desa Batahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50 50
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Implementasi Program Desa Siaga di Kecamatan Batahan Kabupaten
Mandailing Natal
Pengembangan desa siaga aktif ini telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tanggal 2 Agustus 2006 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Desa Siaga. Dalam pengembangan desa siaga aktif
diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi
(memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajarannya yang berupa
proses pemecahan masalah yang dihadapi melalui Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) sebagai embrio atau titik awal pengembangan desa menuju
desa/kelurahan siaga aktif.
Desa atau Kelurahan Siaga Aktif memiliki kriteria dan tingkatan yang perlu
dicapai, pentahapan dari Desa Siaga Aktif terdiri dari Pratama, Madya, Purnama dan
Mandiri. Semakin tinggi tingkatan Desa Siaga aktif di suatu desa maka semakin
tinggi pembangunan kesehatan di wilayah tersebut yang ditunjukkan dengan
peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
aktif dalam pembangunan kesehatan.
Berdasarkan penjelasan Kepala Desa Batahan dan Aek Nabara bahwa jumlah
anggaran untuk kegiatan promosi kesehatan di seluruh wilayah Kecamatan Batahan
tahun 2013 adalah Rp. 2.000.000,- yang bersumber dari Masyarakat, dan sumbangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
dari berbagai instansi dan perusahaan di daerah.
Tabel 4.1 Tabel Pendapat Kepala Desa Tentang Desa Siaga Aktif
No Informan Pertanyaan Pendapat
1 Kepala Desa Apakah tujuan utama
dibentuknya desa siaga
di desa ini ?
“.........pengembangan desa
siaga itu sangat penting,
terutama untuk ibu-ibu yang
mau melahirkan, juga anak
kecil. Sekarang ini banyak kali
ibu-ibu asal melahirkan operasi
besar. Kadang dana keluarga
belum tentu ada. Jadi kalau bisa
desa kita ini menjadi desa siaga,
pasti banyak keuntungannya.
Cuma masalahnya masyarakat
sekarang jiwa tolong menolong
udah kurang, maka rencana ini
tidak dapat berjalan dengan
baik......”
2
Bagaimana system
pendanaan yang
dilakukan oleh pihak
terkait untuk
pemenuhan sarana dan
prasarana desa siaga
ataupun dana
operasional khusus
yang dianggarkan untuk
desa ?
“.......memang masalah
anggaran untuk kegiatan bagian
kesehatan tetap kita perjuangkan
di masukkan ke musrembang
tingkat desa, tetapi saat tingkat
kecamatan sering tidak dapat
dukungan karena ada masalah
lain yang lebih prioritas......
begitu juga tentang transport
kader....tetap tidak bisa
dimasukkan, karena kader ini
secara teorinya bekerja tanpa
pamrih.....karena itu maka kader
kita sering ganti-ganti.....”
3
Seberapa sering
kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk
meningkatkan derajat
kesehatan warga desa ?
“........kita akan terus dukung
kegiatan masyarakat terkait
dengan program pengembangan
desa siaga, tim penyuluh atau
fasilitator dari puskesmas tetap
turun ke desa sesuai dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
No Informan Pertanyaan Pendapat
masalah yang ada, tapi kadang
tergantung anggaran juga,
karena mengumpulkan
masyarakat itu pasti harus ada
anggaran walaupun
terbatas.....”
4
Apakah ada manfaat
yang diperoleh dengan
adanya kebijakan
pemerintah tentang
program desa siaga ?
“… kalau keluaran sih yang
diharapkan itu Poskesdes harus
benar-benar bisa dimanfaatkan
oleh masyarakat
5
Apakah hambatan yang
dirasakan saat ini ?
“… hmmm, kalau hambatan sih
ada apalagi saya sebagai kepala
desa yang beban tugasnya
sangat berat karena harus
melaporkan kegiatan-kegiatan
yang ada di desa ini pada
puskesmas apa sudah tercapai
atau tidak
6
Apakah Bapak/ibu
mempunyai saran
terhadap adanya
kebijakan pemerintah
tentang
penyelenggaraan
program desa siaga ?
“… sarana dari program desa
siaga yang jelas nampak itu
poskesdes/polindes, ini memang
sudah dianggarkan oleh dinas
kesehatan”
Tabel 4.2 Tabel Pendapat Camat dan Sekretaris Desa Tentang Desa Siaga Aktif
No Informan Pertanyaan Pendapat
1 Camat Bagaimana pelayanan
kesehatan yang ada di
desa Aeknabara dan
Batu Gondit ?
“........dari kecamatan sering juga
tim PKK kecamatan turun ke
desa untuk melakukan pembinaan
ke ibu-ibu PKK desa, masalah
desa siaga ini kami sudah
membuat suatu Forum
Komunikasi Perubahan Perilaku
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
No Informan Pertanyaan Pendapat
yang ketuanya adalah Camat
sedangkan anggota dan pengurus
lainnya melibatkan lintas sektoral
tingkat kecamatan yang
bertujuan agar alur komunikasi
terkait dengan masalah-masalah
yang ada di lapangan dapat
ditanggulangi secara terpadu.....”
2 Bagaimana sistem pendanaan yang
dilakukan oleh pihak
terkait untuk
pemenuhan sarana dan
prasarana desa,
ataupun dana
operasional khusus
yang diselenggarakan
untuk program desa
siaga ?
“.........memang masalah dana ini
yang paling berpengaruh. Dana
dari ADD pun terbatas, soalnya
sudah diatur kemana saja dana
ADD itu disalurkan. Kami pernah
juga menjumpai humasnya
perusahaan yang ada di sekitar
kita ini, maksudnya minta
bantuan. Tetapi pihak
perusahaan menyatakan dana
merekapun terbatas, karena
organisasi kepemudaan selalu
minta jatah setiap bulan......”
3 Pernahakah ada
pembahasan tentang
penyelenggaraan
penyuluhan dan
pembinaan program
desa siaga dalam rapat
atau pertemuan ?
“........sebenarnya suatu desa itu
bisa berkembang dengan baik
tidak mutlak karena adanya dana.
Tapi komitmen dari para
pemimipin desa yang di dukung
oleh masyarakat, kalau jumlah
anggaran untuk
kegiatan promosi kesehatan
bersumber dari APBD. Jadi dana
ini hanya bersifat
stimulan.....selanjutnya tergantung desa......”
4 Seberapa sering rapat
koordinasi antara
puskesmas dengan
pengelola program
desa siaga dilakukan ?
“…Rapat-rapat atau pertemuan
sudah sering dilaksanakan,
hampir setiap bulan”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
No Informan Pertanyaan Pendapat
5 Sekretaris
Desa
Seberapa sering
puskesmas melakukan
pembinaan terhadap
desa siaga ?
“..........desa siaga itu sangat
baik untuk desa kita, kan harus
ada kumpul-kumpul antar lintas
sektoral untuk membahas apa-
apa yang bermasalah di desa
kita, tapi kenyataannya udah
disebar kepala desa undangan
untuk hadir musyawarah, jarang
ada yang datang. Katanya sibuk
dengan urusan masing-masing,
jadi gimana mau kita cari solusinya......”
6 Apakah hambatan
yang dirasakan selama
ini ?
“......masalah hidup bersih sehat
ini tergantung orangnya masing-
masing juga, kadang udah tau
kalau merokok ini bisa buat
batuk, tapi suamiku tetap juga merokok........payah bu.....”
7 Apakah Bapak/ibu
mempunyai saran
terhadap adanya
kebijakan pemerintah
tentang
penyelenggaraan
program desa siaga ?
“.....kalau ada kejadian
masyarakat kena demam
berdarah, petugas kesehatan dari
puskesmas akan datang untuk
melakukan pengasapan dan
masyarakat sinipun sering juga
diajak untuk gotong royong
terutama untuk kebersihan lingkungan.....”
Tabel 4.3 Tabel Pendapat Tokoh Masyarakat Desa Tentang Desa Siaga Aktif
No Informan Pertanyaan Pendapat
1 Tokoh
Masyarakat
Menurut Bapak/ibu,
bagaimanakan
pelaksanaan program
desa siaga yang ada di
desa ini
“......memang masalah
pengembangan desa siaga ini
sudah sering kami dengar, kadang
di tv juga ada, katanya menjadi
suami siaga...keluarga siaga dan
desa siaga, posternyapun
ada..mudah-mudahan kamipun
bisa membuat desa kami menjadi
desa siaga...he...he....”
2 Seberapa aktifkah “..........pengembangan desa siaga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
No Informan Pertanyaan Pendapat
bapak dalam
mengikuti program
desa siaga tersebut ?
aktif itu mungkin merupakan desa
yang siap siaga dalam segala hal,
sekarang ini kan banyak penyakit
yang aneh-aneh, jadi sebaiknya kita jaga-jaga.....”
Tabel 4.4 Tabel Pendapat Petugas Kesehatan Desa Tentang Desa Siaga Aktif
No Informan Pertanyaan Pendapat
1 Bidan
penanggung
jawab desa
Apakah Bapak/ibu
tahu tentang adanya
kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk
meningkatkan
kesehatan desa ini ?
“.....memang poster-poster
tentang cara hidup sehat sudah
banyak di desa ini, contohnya
cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir, tanda bahaya pada ibu
hamil, tanda balita yang terkena
gizi kurang atau gizi buruk,
bahaya narkoba, pentingnya
imunisasi dasar pada bayi,
setiap posyandu sudah ada poster....”
2 Seberapa sering
Bapak/ibu
berpartisipasi dalam
kegiatan desa siaga itu
“........kadang masyarakat ada
yang mau ikut kelompok donor
darah, tapi waktu kami usul ke
puskesmas biar turun ke desa
cek golongan darah, petugasnya
tak datang, akhirnya hanya
wacana saja.....”
4 Kader
Posyandu
Keluaran (output) apa
saja yang diharapkan
ada sebagai wujud
keberadaan program
desa siaga.
“.....kalau kami kader sering
juga dibawa ke puskesmas atau
ke kantor camat walaupun hanya
mewakili dari desa, nanti jumpa
sama kader dari desa lain,
kadang saling tukar
pengalaman, bidan yang
memberi penyuluhan pun enak di dengar.....”
5 Dalam pelaksanaan
program desa siaga
apakah ada kerja sama
pihak desa dengan
“.......memang dana sosial untuk
ibu hamil itu baik dilakukan, tapi
kenyataannya hanya kutipan
bulan-bulan pertama aja yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
No Informan Pertanyaan Pendapat
puskesmas ? lancar, kemudian macet. Lama-
lama berhenti total....jadinya
kalau ada ibu yang mau
melahirkan harus ke rumah
sakit....ya, tanggung
sendirilah...trus sekarang kan
sudah ada jampersal, jadi agak ringan.....”
6 Apakah Bapak/ibu
mempunyai saran
terhadap program desa
siaga yang telah
dilakukan ?
“…Pelatihan kader dilaksanakan
tahun ini juga setelah pelatihan
bidan desa dan tenaga
puskesmas selesai. Kami sudah
aktif bekerja di desa tetapi belum
mulai kegiatan karena
masyarakat Batahan kurang
memanfaatkan polindes maupun puskemas”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Implementasi Program Desa Siaga
Implementasi merupakan salah satu tahapan kebijakan yang sangat penting
karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dilaksanakan dengan baik
dan benar, jadi implementasi merupakan suatu tahapan pelaksanaan kebijakan secara
maksimal agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Akib
(2010) bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh
organisasi pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Tujuan akan dapat tercapai dengan
melaksanakan kebijakan tersebut dengan baik dan benar.
Mengimplementasikan desa siaga merupakan proses yang menantang dan
membutuhkan banyak sekali sumber daya dalam hal waktu, uang dan tenaga yang
terlibat. Pemberdayaan masyarakat merupakan alat sekaligus proses untuk merubah
perilaku dan pola fikir masyarakat desa yang dilakukan dengan penyebaran
pegetahuan, pengadaan pelatihan dan tindak lanjut yang intensif. Peran pemerintah
sangat diperlukan dalam memfasilitasi prosesnya agar masyarakat mampu
mengorganisir dirinya sendiri. Terutama dalam menggunakan sumber daya dan
kemampuan yang dimiliki dengan semangat saling menolong dan kebersamaan untuk
mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, mengatasi kegawatdaruratan kesehatan
57 57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
dan bencana. Jadi konsepnya sangat komprehensif.
Kebijakan program desa siaga dalam implementasinya pada awalnya butuh
waktu yang cukup untuk mengenalkan kebijakan ini kepada semua kalangan. Terlebih
sebelumnya tidak pernah terdengar pelaksanaan program desa siaga di Kecamatan
Batahan yang diterapkan oleh pemerintah. Namun sekarang sudah dituntut dapat
melayani masyarakat dengan siaga.
Berdasarkan wawancara pada para informan bahwasanya pelaksanaan
program desa siaga belum memiliki arah, mau kemana dan sistem yang ada belum
diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu, dikarenakan pelaksanaan program ini
kurang menyeluruh di semua kecamatan. Padahal program ini sangat luar biasa, jika
kebijakan ini bisa diarahkan dengan sistem yang lebih jelas apalagi sasaran yang
harus diperbaiki adalah desa atau kelurahan siaga. Program desa siaga ini secara garis
besar mempunyai indikator-indikator yang harus dicapai. Jadi tugas dari pemerintah
itu sendiri adalah melayani masyarakat dengan berpedoman pada kebijakan ini
dengan harapan indikator-indikator dapat tercapai.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, maka dapat dinilai
bahwa puskesmas telah membuat perencanaan yang diawali dengan identifikasi
masalah berdasarkan analisa pencapaian cakupan program yang diusulkan oleh
penanggung jawab program dan disesuaikan dengan Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tanggal 2 Agustus 2006 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Desa Siaga. Namun penentuan masalah tersebut tidak dilanjutkan
dengan proses penentuan prioritas masalah dan alternatif intervensinya. Pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
Program Pelaksanaan Desa Siaga dijelaskan bahwa perencanaan diawali dengan
diidentifikasi permasalahan kesehatan di puskesmas kemudian dilanjutkan dengan
penetapan prioritas permasalahan kesehatan disetiap wilayah puskesmas karena
permasalahan untuk masing-masing puskesmas tidaklah sama. Pemilihan penentuan
prioritas masalah adalah hal yang sangat penting dalam membuat perencanaan karena
dalam suasana keterbatasan sumber daya. Kesalahan dalam penentuan prioritas
masalah dapat menyebabkan tidak efektifnya dana yang dikeluarkan demikian juga
dalam pemilihan intervensi masalah yang diambil akan sangat menentukan dalam
keberhasilan pemecahan masalah kesehatan tersebut. Dengan demikian, semakin jelas
pembagian tugasnya, sehingga target kinerja dapat dengan ringan dicapai jika semua
saling bergandengan tangan dalam melaksanakan program desa siaga baik dari dinas
kesehatan dan puskesmas.
Salah satu keberhasilan proses Program Desa Siaga adalah berfungsinya
sistem surveilans berbasis masyarakat. Sitem surveilans berbasis masyarakat adalah
sistem survei mawasdiri yang dikembangkan di masyarakat oleh pemuka masyarakat
dengan bimbingan tenaga kesehatan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan
(Depkes RI, 2006).
Menurut hasil penelitian Marhami (2011) bahwa di Kabupaten Aceh Besar
terdapat beberapa desa tidak berhasil terhadap mengembangkan desa siaga karena
pada saat awal pembentukan desa siaga, informasi yang disampaikan oleh kader
tentang informasi desa siaga untuk masyarakat kurang lengkap. Kader tidak
menjelaskan secara menyeluruh tentang pengembangan desa siaga dan kegiatan apa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
yang harus disepakati.
Penelitian Kurniawan (2007) tentang analisis keberhasilan proses program
desa siaga di Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga menyatakan bahwa
salah satu hambatan yang dihadapi adalah frekuensi pertemuan musyawarah
kesehatan desa yang kurang karena masyarakat memiliki kesibukan tersendiri,
sehingga sukar diajak pertemuan musyawarah kesehatan desa.
Berdasarkan hasil wawancara juga terlihat bahwa program pengembangan desa
siaga aktif di pengaruhi oleh banyak faktor, terutama dalam penanggulangan
keterbatasan dana, karena selain kemauan, ketersedian dana termasuk salah satu
penunjang keberhasilan pengembangan desa siaga aktif.
Keberhasilan dari program pengembangan desa siaga aktif memerlukan
komitmen/kesepakatan yang kuat dan taat azaz sejak dari pejabat pengambil
keputusan (Propinsi dan Kabupaten/Kota) sampai jajaran pelaksana pelayanan
kesehatan, serta perhatian dari stakeholders untuk melakukan program
pemberdayaan masyarakat khususnya pemahaman tentang pengembangan desa siaga
aktif sangat diperlukan, sehingga dapat memberi kontribusi pada peningkatan sumber
daya manusia Indonesia yang proaktif.
Adapun pihak-pihak yang selama ini mendukung penyelenggaraan program
desa siaga adalah camat, kades, kader dan stakeholder lainnya. Peran serta dalam
implementasi program desa siaga di dinas kesehatan banyak melibatkan para camat
dan kades di Kecamatan Batahan. Peran sertanya lebih banyak pada himbauan dan
menggerakkan masyarakat untuk aktif dan turut serta mensukseskan program desa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
siaga ini. Selain itu, camat dan kades sering menjadi penyalur aspirasi masyarakat
tentang pelayanan kesehatan serta pengawasan penjagaan kesehatan lingkungan.
Contoh yang selama ini adalah kades selalu menjadi tempat masyarakat mengadu
ketika mereka meresahkan akan bahaya malaria.
Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa secara pengetahuan para
informan mayoritas memahami tujuan dan manfaat pengembangan desa siaga aktif,
tetapi dalam proses pengembangan desa menjadi desa siaga yang aktif menemui
banyak kendala terutama yang berkaitan dengan menghadirkan warga untuk ikut serta
membahas persoalan desa serta masalah keterbatasan dana untuk kelestarian kegiatan
yang berkaitan dengan pengembangan desa siaga aktif.
Pencairan dana yang tepat waktu sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan
puskesmas karena berhubungan dengan urgensi pemecahan masalah kesehatan yang
timbul. Menurut para informan dana yang turun tidak pernah sesuai dengan rencana
waktu pelaksanaan kegiatan misalnya pada tahun 2013 dana baru turun pada bulan
Juni 2013 dan ini dialami juga pada tahun-tahun sebelumnya. Dana untuk bulan-
bulan berikutnya juga terlambat tidak sesuai dengan bulan yang berjalan misalnya
dana untuk kegiatan bulan Juni 2013 baru diterima bulan Juli 2013. Keterlambatan ini
menimbulkan masalah seperti yang diungkapkan para informan yang menyatakan
bahwa keterlambatan dana menyebabkan program desa siaga tidak bisa dilaksanakan.
Kegiatan dalam pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif jadi terhambat seperti
pelayanan kesehatan dasar, pemberdayaan masyarakat melalui UKBM dan PHBS.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
Berdasarkan wawancara terungkap bahwa penyebab keterlambatan dana itu
sendiri adalah karena terlambat dana turun dari pusat. Keterlambatan penyerahan
laporan pertanggungjawaban keuangan oleh puskesmas ke dinas kesehatan juga
disebabkan banyaknya pertanggungjawaban yang harus disiapkan.
Kecamatan Batahan adalah salah satu Kabupaten Mandailing Natal yang masih
menghadapi masalah kesehatan berupa kematian ibu, bayi dan balita. Angka Kematian
Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan
masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu
penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak
termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam
masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per
100.000 kelahiran hidup.
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak, cakupan K1 dan K4 cukup berhasil, namun
dalam cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan belum tercapai. Kemungkinan hal
tersebut dikarenakan pertolongan persalinan dilakukan oleh dukun. Masyarakat
Kecamatan Batahan masih belum terjadi peningkatan kesadaran masyarakat dalam
kepedulian terhadap kesehatan. Untuk pemanfaatan rawat inap puskesmas masih
sangat rendah karena tingkat hunian rawat inap puskesmas masih jauh dari target.
Namun, masih ada beberapa Puskesmas yang tidak optimal kinerjanya, bahkan ada
yang mati suri.
Pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan seperti Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan malaria dari tahun ke tahun sudah mengalami
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
penurunan kasus, hal ini menandakan intensifnya penanganan DBD dan malaria, serta
peningkatan kesadaran masyarakat untuk PHBS dan pemberantasan sarang nyamuk.
Faktor lain yang mempengaruhi adalah musim kemarau yang panjang, sehingga
sedikit air tergenang, adanya penyuluhan yang selalu dilakukan petugas kesehatan
pada masyarakat, serta banyaknya kepedulian dari pemerintah untuk mencegah
penyakit DBD dan malaria seperti kelambu gratis. Hal ini menandakan di masyarakat
walau sudah ada peningkatan kesadaran dalam pencegahan DBD dan malaria, namun
belum membudaya untuk menerapkannya. Padahal Kabupaten Mandiling Natal
endemis malaria.
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat merupakan salah satu
penanda keberhasilan proses program pengembangan desa siaga aktif yang berguna
untuk memberdayakan masyarakat dan memberi kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan bayi (Kurniawan, 2007). Menurut para informan bahwa UKBM di
Kecamatan Batahan juga belum maksimal tercapai.
Peran serta masyarakat dalam program desa siaga, cukup meningkat dari
tahun ke tahun. Perhatian stakeholder pada pembangunan kesehatan cukup aktif.
Jejaring kesehatan di masyarakat, seperti; kader kesehatan dan Posyandu,
Poskesdes/Polindes, serta peranserta masyarakat dalam bidang kesehatan perlu
dilestarikan.
Umumnya Poskesdes/Polindes yang dibangun dalam pengembangan Desa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
Siaga di Kecamatan Batahan Kabupaten Mandiling Natal telah siap pakai/beroperasi,
tetapi belum memenuhi target Departemen Kesehatan RI. Dinas Kesehatan
Kabupaten Mandiling Natal agar segera mempercepat pelaksanaan pembangunan
sarana fisik Poskesdes dengan perlengkapannya di Kecamatan Batahan, sehingga
akses masyarakat ke pelayanan kesehatan semakin baik, yang pada akhirnya status
kesehatan masyarakat Batahan dapat ditingkatkan.
Hasil penelitian melalui wawancara langsung dengan bidan desa dan beberapa
pengurus desa siaga (kader dan tokoh masyarakat) menyatakan bahwa peran kepala
desa/lurah sangat penting dalam menggerakkan kegiatan desa siaga aktif ini. Artinya
perangkat desa harus siap mengajak semua masyarakat untuk berpartisipasi dalam
setiap upaya kesehatan yang dilakukan desa. Hal ini terbukti dengan kelengkapan
perangkat desa siaga aktif pada masing – masing desa. Hal tersebut tidak mungkin
terwujud tanpa melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang bertemu dan
berdikusi secara rutin. Pengambil keputusan dan pelaksana dapat memilih pendekatan
yang terbaik sesuai dengan kondisi desa masing – masing dan tentu berimplikasi pada
biaya. Hasil pengamatan terhadap seluruh Surat Keputusan masing-masing Kepala
Desa/Lurah tentang pembentukan pengurus desa siaga, umumnya mereka
berpendidikan menengah keatas dan berpengalaman.
Berdasarkan hasil wawancara pada informan menunjukkan proses komunikasi
yang disampaikan dari bidan pembina sampai dengan ke masyarakat dapat diterima
melalui teknik ceramah pada kegiatan monev dan Posyandu, ketidakjelasan muncul
pada tata cara pengisian buku adminstrasi dan ketidakkonsistensian pada indikator
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
PHBS. Pada umumnya sumber daya di tiap indikator belum mencukupi, namun dapat
diatasi dengan menggunakan kewenangan kader dalam mengelola SDM dan fasilitas
yang tersedia bersama indikator lain. Ditemukan beberapa kader berkomitmen
kurang. Seluruh indikator menggunakan buku pedoman fasilitator Siaga sebagai SOP
dan mekanisme kerja yang dianut kader adalah bekerja sama dalam pelaksanaan
kegiatan lapangan, tetapi melakukan pelaporan secara individu di tiap indikatornya.
Uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa program desa siaga belum tercapai
dengan baik, dikarenakan rendahnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Kuncinya adalah pada koordinasi antar unsur terkait dalam urusan pelayanan
kesehatan. Adapun kendalanya adalah lamanya pencairan menjadi salah satu faktor
buruknya penyelenggaraan pelayanan kesehatan, selain itu rendahnya komitmen
SDM Puskesmas pada pekerjaan yang berhubungan pada data, sehingga menghambat
untuk diperolehnya data untuk segera mengambil kebijakan yang tepat. Harus
disadari bahwa masing-masing level memiliki tugas masing-masing yang telah
ditentukan. Dinas memiliki peranan sebagai fasilitator dan Puskesmas pelaksana
pelayanan kepada masyarakat. Dalam implementasi pelaksanaan program desa siaga,
keduanya saling membutuhkan dan ketergantungan. Dinas memerlukan data
pelayanan yang telah dilakukan oleh Puskesmas, dan Dinas menjadi fasilitator dan
pembuat kebijakan. Dengan saling menyadarinya tugas dan peran masing-masing
diharapkan pencapaian tujuan dapat dengan mudah untuk dilakukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66 66
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan desa siaga di Kecamatan Batahan Kabupaten Mandailing Natal
masih berbasis top down dan hanya mengadopsi pedoman desa siaga yang telah
dikeluarkan oleh Kemenkes RI.
2. Pembentukan desa siaga belum secara sepenuhnya memanfaatkan potensi dari
kegiatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang ada.
3. Pemberdayaan masyarakat belum berjalan optimal, dilihat dari dana operasional
desa siaga hanya semata-mata dari pemerintah psuat saja.
4. Pembedayaan masyarakat masih perlu ditingkatkan agar masyarakat mampu
menggali sendiri potensi sumber daya yang ada dan pemerintah daerah cukup
sebagai fasilitator.
6.2 Saran
1. Perencanaan kegiatan hendaknya diprioritaskan pada pencapaian target
MDGs yang belum tercapai sehingga pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada masyarakat dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan terutama
untuk target MDGs yang pada tahun 2015 diharapkan harus tercapai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
2. Dinas Kesehatan dan Puskesmas diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi
petugas penyuluh kesehatan masyarakat sebagai fasilitator pengembangan desa
siaga aktif pada setiap kecamatan, melakukan pelatihan secara berkala untuk
meningkatkan motivasi kerja dan penyegaran suasana.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011, Millenium Depelovment Goals
http://mdgsdev.bps.go.id/main.php?link=proyek Akses 12 Oktober 2010
Jakarta
Anonim, 2011, Implementasi Kebijakan Sepuluh Program Unggulan Puskesmas
Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat http://lib.unnes.ac.id/8674/ Akses
Tanggal 12 Oktober 2010, Yogyakarta
Anonim, 2011, Model Implementasi Kebijakan Kesehatan
http://rhizaladventure.wordpress.com/2011/02/06/model-implementasi
kebijakan-george-edward-iii/ Akses Tanggal 12 Oktober 2010, Jakarta
Anonim, 2011 Prevalensi AKI dan AKB di Sumatera Utara,
www.litbang.depkes.go.id diakses tanggal 15 Desember 2012
Anonim, 2013 UUD Kesehatan No 36 2009
http://adamsmile73.wordpress.com/2011/09/29/uu-n0-36-tahun-2009-tentang-
kesehatan/ diakses pada tanggal 7 Agustus 2013.
Anonim, Profil Dinkes Kabupaten Mandailing Natal, http://www.madina.go.id/
Diakses 7 Agustus 2013
Depkes RI. 2012. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, Pusat Promosi
Kesehatan. Jakarta, 2012
. Petunjuk Teknis Pengembangan dan Penyelenggaraan
Poskesdes. Jakarta, 2012
Howard K. Koh, 2011. Collection of Sosial Determinant of Health. Bumi
Aksara, Yogyakarta, 2011
Ken Buse, 1994 Making Health Policy Understanding Public Health. Jakarta 2008
Kurniawan Arif, Haris Budi Widodo, Siti Nurhayati, 2007, Analisis Keberhasilan
Program desa Siaga di Desa Penolih Kecamatan Kaligondang Kabupaten
Purbalingga, Jurnal Pembangunan Pedesaan, Vol. 7, No. 3, Des 2007-2008,
hal 183-192
Koesnanto, H, Metode Penelitian Dalam Riset Kesehatan, Yogyakarta Program Studi
IKM Pasca Sarjana UGM, 1998
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
Marhami, 2011, Pengaruh Pembiayaan Kesehatan Terhadap Pengmenbangan Desa
Siaga di Kabupaten Aceh Besar tahun 2010, Tesis, FKM USU, Medan
Miles, MB. Huberman A.M, Analisis Data Kualitatif, Alih Bahasa oleh Tjetjep
Rohendi Rohidi, Jakarta ; UI-Press
Nawawi H, Hadari. M. Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta Gajah Mada
University Press, 1995
Notoatmodjo, S.1993 Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta
. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT Rineka
Cipta. Jakarta 2011
. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta
2011
. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni, PT Rineka Cipta.
Jakarta 2011
Pembangunan Pedesaan, Vol. 7, No. 3, Des 2007-2008, hal 183-192
Rencana Strategis Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2007-2010, Pemerintah
Kabupaten Mandailing Natal 2012
Sugiono, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta 2002
Wijono, D. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan
Aplikasi. Vol 1 & 2 Airlangga University Press Surabaya, 1999
Zelman, Warren, D.G., Warner, D.M., Kaluzny, A.D. 1995 Management Of health
Services, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
A. DAFTAR PERTANYAAN UNTUK MASYARAKAT DESA AEK NABARA
BATAHAN I KEC. BATAHAN KABUPATEN MANDAILING NATAL.
I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4.Pendidikan Terakhir :
5.Tanggal wawancara :
II. Data Khusus
1. Menurut Bapak/ibu, bagaimanakan pelaksanaan program desa siaga yang ada
di desa ini ?
2. Seberapa aktifkah bapak dalam mengikuti program desa siaga tersebut ?
3. Apakah Bapak/ibu merasakan dampak positif dari program desa siaga
tersebut?
4. Apakah Bapak/ibu tahu tentang adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan kesehatan desa ini ?
PEDOMAN WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR DAN OBSERVASI
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM DESA SIAGA DALAM
MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN BAYI
DI DESA AEK NABARA DAN DESA AEK NABARA DAN BATU GONDIT
KECAMATAN BATAHAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
5. Seberapa sering Bapak/ibu berpartisipasi dalam kegiatan desa siaga itu ?
6. Keluaran (output) apa saja yang diharapkan ada sebagai wujud keberadaan
program desa siaga.
7. Dalam pelaksanaan program desa siaga apakah ada kerja sama pihak desa
dengan puskesmas ?
8. Perlukah penambahan fasilitas untuk pelayanan kesehatan warga pesantren?
9. Apakah Bapak/ibu mempunyai saran terhadap program desa siaga yang telah
dilakukan ?
B. DAFTAR PERTANYAAN UNTUK MASYARAKAT DESA BATU GONDIT
BATAHAN III KEC. BATAHAN KABUPATEN MANDAILING NATAL.
I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4.Pendidikan Terakhir :
5.Tanggal wawancara :
II. Data Khusus
1. Menurut Bapak/ibu, bagaimanakan pelaksanaan program desa siaga yang ada
di desa ini ?
2. Seberapa aktifkah bapak dalam mengikuti program desa siaga tersebut ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
3. Apakah Bapak/ibu merasakan dampak positif dari program desa siaga tersebut
?
4. Apakah Bapak/ibu tahu tentang adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan kesehatan desa ini ?
5. Seberapa sering Bapak/ibu berpartisipasi dalam kegiatan desa siaga itu ?
6. Keluaran (output) apa saja yang diharapkan ada sebagai wujud keberadaan
program desa siaga.
7. Dalam pelaksanaan program desa siaga apakah ada kerja sama pihak desa
dengan puskesmas ?
8. Perlukah penambahan fasilitas untuk pelayanan kesehatan warga pesantren?
9. Apakah Bapak/ibu mempunyai saran terhadap program desa siaga yang telah
dilakukan ?
C. DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KEPALA DESA AEK NABARA
BATAHAN I, KEPALA DESA BATU GONDIT BATAHAN III DAN
PETUGAS KESEHATAN PUSKESMAS.
I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4.Pendidikan Terakhir :
5.Tanggal wawancara :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
II. Data Khusus
1. Apakah tujuan utama dibentuknya desa siaga di desa ini ?
2. Bagaimana pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas ?
3. Bagaimana pemenfaatan desa siaga oleh warga dan masyarakat sekitar ?
4. Sarana dan prasarana apa saja yang seharusnya ada di desa siaga ?
5. Sarana dan prasarana apa saja yang telah ada sebagai wujud keberadaan
program desa siaga
6. Darimana sumber pendanaan untuk melaksanakan program desa siaga ?
7. Bagaimana system pendanaan yang dilakukan oleh pihak terkait untuk
pemenuhan sarana dan prasarana desa siaga ataupun dana operasional khusus
yang dianggarkan untuk desa ?
8. Pernahkah ada pembahasan tentang penyelenggaraan dan pembinaan desa
siaga dalam rapat atau pertemuan ?
9. Seberapa sering rapat koordinasi antara puskesmas dengan pengelola desa
siaga ?
10. Apakah Bapak/ibu mengetahui tentang adanya kegiatan pembinaan yang
diakukan oleh puskesmas kepada desa ?
11. Seberapa sering puskesmas memberikan pembinaan terhadap warga desa?
12. Apa-apa saja kegiatan yang ada dan telah dilakukan sebagai wujud
keberadaan desa siaga untuk meningkatkan derajat kesehatan warga dan
menurunkan angka kematian ibu dan bayi pada masyarakat ?
13. Seberapa sering kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
derajat kesehatan warga desa ?
14. Apakah ada manfaat yang diperoleh dengan adanya kebijakan pemerintah
tentang program desa siaga ?
15. Apakah hambatan yang dirasakan saat ini ?
16. Keluaran (output) apa saja yang diharapkan ada sebagai wujud keberadaan
program desa siaga ?
17. Apakah Bapak/ibu mempunyai saran terhadap adanya kebijakan pemerintah
tentang penyelenggaraan program desa siaga ?
D. DAFTAR PERTANYAAN UNTUK INFORMAN PUSKESMAS
KECAMATAN BATAHAN KABUPATEN MANDAILING NATAL.
I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4.Pendidikan Terakhir :
5.Tanggal wawancara :
II. Data Khusus
1. Apakah tujuan utama dibentuknya program desa siaga ?
2. Bagaimana pelayanan kesehatan yang ada di desa Aeknabara dan Batu Gondit
?
3. Sarana dan prasarana apa saja yang seharusnya ada disetiap desa/kecamatan ?
4. Bagaiamana sistem pendanaan yang dilakukan oleh pihak terkait untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
pemenuhan sarana dan prasarana desa, ataupun dana operasional khusus yang
diselenggarakan untuk program desa siaga ?
5. Pernahakah ada pembahasan tentang penyelenggaraan penyuluhan dan
pembinaan program desa siaga dalam rapat atau pertemuan ?
6. Seberapa sering rapat koordinasi antara puskesmas dengan pengelola program
desa siaga dilakukan ?
7. Seberapa sering puskesmas melakukan pembinaan terhadap desa siaga ?
8. Apakah ada manfaat yang diperoleh dengan adanya kebijakan pemerintah
tentang penyelenggaraan program desa siaga ?
9. Apakah hambatan yang dirasakan selama ini ?
10. Keluaran (output) apa saja yang diharapkan ada sebagai wujud keberadaan
program desa siaga ?
11. Apakah Bapak/ibu mempunyai saran terhadap adanya kebijakan pemerintah
tentang penyelenggaraan program desa siaga ?
E. DAFTAR PERTANYAAN UNTUK INFORMAN DIBIDANG PELAYANAN
KESEHATAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN MANDAILING
NATAL.
I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4.Pendidikan Terakhir :
5.Tanggal wawancara :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
II. Data Khusus
1. Apakah tujuan utama dibentuknya program desa siaga ?
2. Bagaimana pelayanan kesehatan yang ada pada program desa siaga tersebut ?
3. Sarana dan prasarana apa yang seharusnya ada di setiap desa/kecamatan ?
4. Bagaiamana sistem pendanaan yang dilakukan oleh pihak terkait untuk
pemenuhan sarana dan prasarana desa, ataupun dana operasional khusus yang
diselenggarakan untuk program desa siaga ?
5. Pernahakah ada pembahasan tentang penyelenggaraan penyuluhan dan
pembinaan program desa siaga dalam rapat atau pertemuan ?
6. Apakah ada manfaat yang diperoleh dengan adanya kebijakan pemerintah
tentang penyelenggaraan program desa siaga ?
7. Apakah hambatan yang dirasakan selama ini ?
8. Keluaran (output) apa saja yang diharapkan ada sebagai wujud keberadaan
program desa siaga ?
9. Apakah Bapak/ibu mempunyai saran terhadap adanya kebijakan pemerintah
tentang penyelenggaraan program desa siaga ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA