74
1 ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA MALANG Oleh : NUR FITRIANA EDI PUTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2017

ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

1

ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA MALANG

Oleh : NUR FITRIANA EDI PUTRI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

MALANG

2017

Page 2: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

2

ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA HIJAU

KOTA MALANG

Oleh:

NUR FITRIANA EDI PUTRI

(135040201111327)

MINAT BUDIDAYA PERTANIAN

PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

MALANG

2017

Page 3: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG

TERBUKA HIJAU KOTA MALANG

Nama Mahasiswa : NUR FITRIANA EDI PUTRI

NIM : 135040201111327

Jurusan : Budidaya Pertanian

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Utama

Karuniawan Puji W. SP., MP., Ph.D. Medha Baskara. SP., MT.

NIP. 197308231997021001 NIP. 197403211999031003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

Dr. Ir. Nurul Aini, MS.

NIP. 19601012 198601 2 001

Tanggal Persetujuan :

Page 4: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan,

MAJELIS PENGUJI

Penguji I Penguji II

Dr. Ir. Roedy Sulistyono., MS Medha Baskara. SP.MT.

NIP. 19540911 198002 1 002 NIP. 197403211999031003

Penguji III Penguji IV

Karuniawan Puji W., SP., MP.,Ph.D. Dr.agr. Nunun Barunawati, SP., MP.

NIP. 19730823199702 1 001 NIP. 19740724 200501 2 001

Tanggal Lulus :

Page 5: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

xv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan

hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini

tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan

rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, Agustus 2017

(Nur Fitriana Edi Putri)

Page 6: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

i

RINGKASAN

Nur Fitriana Edi Putri. 135040201111327. Analisis Jasa Lingkungan di

Ruang Terbuka Hijau Kota Malang. Dibawah Bimbingan Karuniawan Puji

W, SP., MP., Ph.D. Sebagai Pembimbing Utama dan Medha Baskara, SP.,

MT. Sebagai Pembimbing Pendamping.

Negara kepulauan Indonesia secara geografis memiliki keanekaragaman

hayati yang sangat beragam baik flora maupun fauna. Keanekaragaman hayati

merupakan keanekaragaman sumber daya hayati yang berupa jenis maupun

kekayaan plasma nutfah, keanekaragaman antar jenis serta keanekaragaman

ekosistem. Hutan kota merupakan salah satu dari jenis (RTH) yang memiliki

banyak potensi alam yang berfungsi sebagai daerah penyangga, penyimpanan air

tanah serta sebagai wadah ekosistem flora dan fauna yang dilindungi (Departemen

Kehutanan, 2010). Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang

harus dijaga kelestarian dari kepunahannya. Penggunaan serangga sebagai

bioindikator dirasa semakin penting dengan tujuan utama untuk menggambarkan

keterkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999).

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2017 di Hutan Kota Bentuk

Bergerombol (Malabar) dan Hutan Kota Menjalur (Jalan Jakarta) Kota Malang.

Lokasi pengambilan sampel terletak pada 112,06o – 112,07

o Bujur Timur dan

7,06o – 8,02

o Lintang Selatan. Selanjutnya kegiatan identifikasi serangga

dilakukan di Laboratorium Entomologi, Fakultas Pertanian, Universitas

Brawijaya. Hipotesis yang diambil dari penelitian ini adalah Hutan Kota

berbentuk bergerombol memiliki tingkat keanekaragaman biodiversitas yang lebih

tinggi dibanding Hutan Kota berbentuk menjalur sebagai indikator jasa

lingkungan. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan survey

pada lokasi pengambilan sampel. Pada masing-masing lokasi dijadikan 4

kuwadran lokasi pengamatan, hal ini dimana titik diambil secara lurus sejajar

dengan arah hutan. Dalam masing – masing kuwadran dipasang pitfall sebanyak 4

buah, malaise trap dan light trap sebanyak 1 buah. Pemasangan perangkap untuk

serangga diurnal dipasanag pada pukul 06.00 WIB dan diambil sorenya pukul

18.00 WIB, sedangkan untuk serangga nocturnal pemasangan perangkap dipasang

pada pukul 18.00 dan diambil besoknya pada pukul 06.00 WIB. Terdapat 7 kali

pengamatan dengan interval pemantauan 3 hari sekali. Parameter yang digunakan

meliputi suhu, kelembaban, dominasi tumbuhan, parameter serangga (jenis,

jumlah, sebaran dan dominasi).

Dari hasil penelitian didapat 60 jenis vegetasi di hutan kota Malabar yang

didominasi oleh Flamboyan. Hutan kota Jalan Jakarta terdapat 40 jenis vegetasi

yang didominasi oleh Mahoni. Serangga paling banyak ditemukan di Hutan Kota

Malabar terutama pada ordo Lepidoptera. Indeks keragaman Shannon-Wiener

(H’) pada lokasi tergolong sedang yaitu 2,43 dan2,41 (Pengamatan siang) dan

1,01 dan 0,75 (Pengamatan malam). Indeks Dominasi Simpson (C) yaitu 0,110

dan 0,109 (Pengamatan siang) dan 0,408 dan 0,464 (Pengamatan malam). Dengan

hasil tersebut diketahui bahwa Hutan Kota Bergerombol (Malabar) mampu

menyediakan keanekaragaman vegetasi dan serangga yang melimpah

dibandingkan dengan Hutan Kota Menjalur (Jalan Jakarta) sebagai indikator

kesehatan hutan.

Page 7: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

ii

SUMMARY

Nur Fitriana Edi Putri. 135040201111327. Analysis Environmental

Services Green Open Space Malang. Under the Supervision of Karuniawan

Puji Wicaksono, SP., MP., Ph.D. as The Head Supervision and Medha

Baskara, SP., MT. as Supervisor Assistant.

The Indonesian archipelago geographically have diversity is very diverse

flora and fauna. Biodiversity is the diversity of biological resources and wealth in

the form of the type of germ plasm (genetic diversity within species), diversity

among species and ecosystem diversity. Urban forest is one of the types of green

open spaces (RTH), which has a lot of natural potential which serves as a buffer

zone, soil water storage containers as well as ecosystem flora and fauna are

protected (Departemen Kehutanan, 2010). Insects are part of biodiversity must be

preserved sustainability of extinction. The use of insects as bioindicators become

even more important with the main purpose to illustrate the interconnectedness of

biotic and abiotic factors condition the environment (Speight et al., 1999).

The research was conducted in May 2017 in the forest city Malabar and

Jalan Jakarta Malang. Sampling sites located at 112.06o East longitude – 112.07

o

and 7.06o – 8.02

o South latitude. Furthermore, the identification of the activities

carried out in the laboratory of entomology insect, Faculty of Agriculture,

University of Brawijaya. The hypothesis taken from this research is the huddled

City Forest having a higher level of biodiversity diversity than the City Forest is

shaped as an indicator of environmental services. The research method is to

conduct a survey on the location of the sampling. Each location is made into 4

quadrants of the observation location, this is where the point is taken straightly

parallel to the direction of the forest. In each - each quadrant mounted pitfall of 4

pieces, malaise trap and light trap as much as 1 piece. Installation of traps for

diurnal insects dipasanag at 06.00 pm and taken the afternoon at 18.00 pm, while

for trapping nocturnal insects installed at 18.00 and taken the next day at 06.00

pm. There are 7 observations with 3-day monitoring intervals. Parameters used

include temperature, humidity, plant dominance, insect parameters (type, amount,

distribution and dominance).

From the research results obtained 60 types of vegetation in urban forest

Malabar is dominated by Flamboyan. There are 40 types of vegetation that are

dominated by Mahoni. Insects are most commonly found in the Malabar City

Forest especially in the order of Lepidoptera. The Shannon-Wiener (H ') diversity

index at moderate sites is 2.43 and 2.41 (Day Observation) and 1.01 and 0.75

(Night Observations). Simpson Domination Index (C) is 0.110 and 0.109 (Day

Observation) and 0.408 and 0.464 (Night Observations). From the results of the

research, it is known that RTH Malabar is able to provide the diversity of

abundant vegetation types and able to provide environmental services as RTH

which is used as a suitable habitat for various vegetation compared to RTH Jalan

Jakarta as an indicator of forest health.

Page 8: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang

telah melimpahkan rahmat, serta kesehatan dan hidayah-Nya kepada kita sehingga

penyusunan skripsi penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penyusun.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kehadirat Rasulullah Muhammad SAW

sebagai suri tauladan kepada seluruh manusia. Skripsi saya yang berjudul

“Analisis Jasa Lingkungan di Ruang Terbuka Hijau Kota Malang” ini disusun

sebagai sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di program

strata satu Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

Penyusun menyadari dalam penyusunan proposal skripsi tidak akan selesai

tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan

kali ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta ayah

dan ibu serta adik tersayang yang telah memberikan semangat, doa dan dorongan

baik secara moril maupun materil. Terimakasih kepada Karuniawan Puji W. SP.,

MP., Ph.D selaku dosen pembimbing utama skripsi. Medha Baskara S.P., M.T.,

selaku dosen pembimbing kedua skripsi serta Dr. Ir. Nurul Aini, MS selaku ketua

jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya yang turut

membantu serta membimbing dan mengarahkan selama proses penyelesaian

skripsi ini.

Terimakasih kepada Riki, teman-temanku Nayla, Dessy, Eni, Poet, Atikah,

Antika, teman-teman kost Kertopamuji 25 dan teman-temanku semua

Agroekoteknologi 2013 serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Penulis

mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga

akhirnya proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan

dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Akhir kata

semoga kita semua mendapat ridho dari Allah SWT Amin.

Malang, 29 Agustus 2017

Penulis

Page 9: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 19 Juni 1995 sebagai putri

pertama dari dua bersaudara dari Ayah Drs. Edy Susanto dan Ibu Masnah.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Setia Marga

pada tahun 1999 sampai tahun 2001, kemudian masuk ke sekolah dasar di SDN

Carangrejo 2 pada tahun 2001 sampai tahun 2007, kemudian penulis melanjutkan

ke sekolah menengah pertama di SMPN 1 Sumobito pada tahun 2007 sampai

tahun 2010. Penulis melanjutkan sekolah menengah atas pada tahun 2010 sampai

tahun 2013 di SMAN 1 Kesamben. Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Strata-1 (S1) di Progam Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,

Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur melalui jalur Undangan (SNMPTN),

dan pada tahun 2015 penulis masuk di Jurusan Budidaya Pertanian, Laboratorium

Sumber Daya Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang,

Jawa Timur.

Penulis menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Magang di Dinas Kebersihan

dan Pertamanan Kota Malang (sekarang Dinas Perumahan dan Kawasan

Pemukiman Kota Malang) pada tahun 2016.

Page 10: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

v

DAFTAR ISI

RINGKASAN .................................................................................................... i

SUMMARY ....................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v

DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii

1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................. 2

1.3 Hipotesis ............................................................................................. 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3

2.1 Keanekaragaman Biodiversitas .......................................................... 3

2.2 Konsep Biodiversitas .......................................................................... 3

2.3 Biodiversitas Ekosistem ...................................................................... 4

2.4 Faktor Lingkungan .............................................................................. 5

2.5 Bentuk/Tipe RTH ............................................................................... 6

2.6 Jasa Lingkungan ................................................................................. 8

2.7 RTH Hutan Kota Malabar dan Jalan Jakarta ....................................... 10

3. METODE PENELITIAN ........................................................................... 12

3.1 Tempat dan Waktu .............................................................................. 12

3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 12

3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 12

3.4 Metode Pelaksanaan ........................................................................... 12

3.5 Parameter Pengamatan ........................................................................ 16

3.6 Analisis Data ....................................................................................... 17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 20

4.1 Hasil ..................................................................................................... 20

4.2 Pembahasan ........................................................................................

Page 11: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

vi

5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 56

5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 56

5.2 Saran ................................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 57

LAMPIRAN ....................................................................................................... 59

Page 12: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Metode Pitfall .................................................................................... 14

2. Metode Malaise Trap ........................................................................ 15

3. Metode Light Trap ............................................................................ 16

4. Lokasi Hutan Kota Malabar dan Jakarta ........................................... 21

5. Pembagian Kuadran Hutan Kota Malabar dan Jakarta ..................... 21

6. Total Proporsi Serangga di Malabar ................................................. 31

7. Total Proporsi Serangga Di Jalan Jakarta ......................................... 34

8. Desain Malaise Trap Dan Pitfall ....................................................... 37

9. Serangga Diurnal di Malabar ............................................................ 38

10. Serangga Diurnal di Jalan Jakarta ..................................................... 39

11. Desain Light Trap ............................................................................. 40

12. Serangga Nocturnal di Malabar ........................................................ 40

13. Serangga Nocturnal di Jalan Jakarta ................................................. 41

14. Hubungan Vegetasi dengan Serangga di Malabar ............................ 44

15. Hubungan Vegetasi dengan Serangga di Jakarta .............................. 44

16. Hubungan Suhu dengan Serangga di Jakarta .................................... 54

17. Hubungan Suhu dengan Serangga di Malabar .................................. 54

18. RTH Bentuk Jalur Google Earth ....................................................... 60

19. RTH Bentuk Bergerombol Google Earth .......................................... 61

20. Sketsa Bentuk Bergerombol dengan Kuadran .................................. 62

21. Sketsa Bentuk Jalur dengan Kuadran ................................................ 63

22. RTH Hutan Kota Malabar ................................................................. 79

23. RTH Hutan Kota Jalan Jakarta .......................................................... 79

Page 13: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Vegetasi Malabar Kuadran 1 .............................................................. 23

2. Vegetasi Malabar Kuadran 2 .............................................................. 24

3. Vegetasi Malabar Kuadran 3 .............................................................. 25

4. Vegetasi Malabar Kuadran 4 ............................................................. 26

5. Vegetasi Jakarta Kuadran 1 ............................................................... 27

6. Vegetasi Jakarta Kuadran 2 ............................................................... 28

7. Vegetasi Jakarta Kuadran 3 ............................................................... 29

8. Vegetasi Jakarta Kuadran 4 ............................................................... 29

9. Jumlah Serangga Malabar K 1 .......................................................... 31

10. Jumlah Serangga Malabar K 2 .......................................................... 31

11. Jumlah Serangga Malabar K 3 .......................................................... 32

12. Jumlah Serangga Malabar K 4 .......................................................... 32

13. Jumlah Serangga Jalan Jakarta K 1 ................................................... 35

14. Jumlah Serangga Jalan Jakarta K 2 ................................................... 35

15. Jumlah Serangga Jalan Jakarta K 3 ................................................... 35

16. Jumlah Serangga Jalan Jakarta K 4 ................................................... 36

17. Serangga Diurnal di Malabar ............................................................ 37

18. Serangga Diurnal di Jalan Jakarta ..................................................... 39

19. Serangga Nocturnal di Malabar ......................................................... 40

20. Serangga Diurnal di Jalan Jakarta ..................................................... 41

21. Nilai Indeks Shannon Wiener dan Dominasi Simpson ..................... 42

22. Data Suhu dan Kelembaban .............................................................. 43

Page 14: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. RTH Bentuk Jalur ............................................................................. 60

2. RTH Bentuk Bergerombol ................................................................ 61

3. Sketsa RTH Bentuk Bergerombol ..................................................... 62

4. Sketsa RTH Bentuk Menjalur ........................................................... 63

5. Denah Perangkap Bergerombol ........................................................ 64

6. Denah Perangkap Menjalur ............................................................... 65

7. Vegetasi pada RTH Malabar ............................................................. 66

8. Vegetasi pada RTH Jalan Jakarta ...................................................... 67

9. Perhitungan Pengamatan 1 ................................................................ 69

10. Perhitungan Pengamatan 2 ................................................................ 70

11. Perhitungan Pengamatan 3 ................................................................ 71

12. Perhitungan Pengamatan 4 ............................................................... 72

13. Perhitungan Pengamatan 5 ................................................................. 73

14. Perhitungan Pengamatan 6 ................................................................. 74

15. Perhitungan Pengamatan 7 ................................................................ 75

16. Data Suhu dan Kelembaban .............................................................. 76

17. Dokumentasi Serangga ...................................................................... 77

18. Dokumentasi Lokasi Penelitian ......................................................... 79

Page 15: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)
Page 16: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara kepulauan Indonesia secara geografis memiliki keanekaragaman

hayati yang sangat beragam baik flora maupun fauna. Keanekaragaman hayati

merupakan semua kehidupan yang ada di atas bumi baik tumbuhan, hewan, dan

mikroorganisme serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan

keanekaragaman sistem ekologi dimana mereka hidup. Keanekaragaman hayati

ini meliputi keanekaragaman ekosistem, spesies serta genetik relatif dari

organisme – organisme yang berasal dari semua habitat baik yang ada di darat,

laut, maupun sistem perairan lainnya.

Hutan kota yang berada di Kota Malang merupakan salah satu jenis Ruang

Terbuka Hijau (RTH) yang memiliki bentuk menjalur dan bergerombol. Yang

didalamnya merupakan komunitas tanaman berupa pohon yang tumbuh di lahan

kota. Pada hutan kota bentuk jalur terdapat berbagai fasilitas publik yang ada

didalamnya diantaranya terdapatlima selasar (plaza), dua toilet umum, 96 lampu

LED beraneka bentuk, 18 lampu tiang persegi panjang serta terdapat dua gazebo

dengan kursi permanen dari beton.

Keanekaragaman spesies serangga juga merupakan bagian dari

keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun

keanekaragaman jenisnya. Serangga memiliki nilai penting diantaranya nilai

ekologi, konservasi, pendidikan, budaya serta estetika (Little, 2006). Dari segi

jumlah keberadaan serangga vital untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam

sebanyak 56,49 persen dari semua makhluk hidup yang ada di dunia adalah

serangga. Penyebaran serangga dipengaruhi oleh faktor ekologi dan geologi yang

cocok, sehingga terjadi keragaman jenis serangga. Perbedaan ini disebabkan oleh

adanya perbedaan iklim, musim, ketinggian tempat serta jenis makanannya

(Borror and Long, 2008).

Penggunaan serangga sebagai bioindikator dirasa semakin penting dengan

tujuan utama untuk menggambarkan adanya keterkaitan kondisi faktor biotik dan

abiotik lingkungan (Speight et al., 1999). Peranan serangga dalam ekosistem

diantaranya adalah sebagai polinator, dekomposer, predator (pengendali hayati),

parasitoid (pengendali hayati). Sejumlah serangga seperti kumbang, kupu-kupu,

Page 17: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

2

dan rayap memberikan respon yang khas terhadap tingkat kerusakan hutan

sehingga memiliki potensi sebagai indikator kesehatan hutan (Jones and Eggleton,

2000). Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur

komunitas, karena keanekaragaman dapat menghasilkan kestabilan dan

berhubungan sekali dengan ekologi. Melihat hal tersebut, diperlukan penelitian

mengenai Analisis Jasa Lingkungan di Ruang Terbuka Hijau Kota Malang.

1.1 Tujuan

Mempelajari dan mengetahui tingkat keanekaragaman biodiversitas sebagai

jasa lingkungan di Ruang Terbuka Hijau dengan pengelolaan lanskap bentuk

Koridor dan bentuk Clustered.

1.2 Hipotesis

Hutan Kota berbentuk Clustered memiliki tingkat kelimpahan dan

keanekaragaman biodiversitas yang lebih tinggi dibanding Hutan Kota berbentuk

Koridor sebagai indikator jasa lingkungan.

Page 18: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)
Page 19: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keanekaragaman Biodiversitas

Keanekaragaman biodiversitas merupakan suatu interaksi antara komunitas

dan lingkungan abiotik pada suatu tempat dan waktu tertentu. Semua makhluk

hidup akan berinteraksi dengan lingkungannya yang berupa faktor biotik dan

abiotik. Faktor biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup, sedangkan untuk

faktor abiotik meliputi iklim, cuaca, suhu, air, tanah, udara, kelembapan, dan

salinitas. Faktor biotik dan abiotik sangat bervariasi, oleh karena itu ekosistem

yang merupakan kesatuan dari faktor biotik dan faktor abiotik pun bervariasi.

Sehingga dikatakan bahwa keanekaragaman hayati pada tempat yang berlainan

akan menyusun ekosistem yang berbeda – beda (Tofani, 2008).

Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan atau interaksi timbal balik

anatara makhluk hidup yang satu dengan lainnya dan juga antara makluk hidup

dengan lingkungannya. Suatu lingkungan tidak hanya dihuni oleh satu jenis

makhluk hidup saja, tetapi juga akan dihuni oleh jenis makhluk hidup lain yang

sesuai. Akibatnya, pada lingkungan tersebut akan dihuni berbagai makhluk hidup

berlainan jenis yang hidup berdampingan.

Komponen biotik dan abiotik di berbagai daerah juga akan bervariasi baik

mengenai kuantitas maupun kualitasnya. Perbedaan komponen abiotik (tidak

hidup) pada suatu daerah menyebabkan jenis makhluk hidup (biotik) yang dapat

beradaptasi dengan lingkungan tersebut berbeda – beda. Variasi kondisi

komponen abiotik yang tinggi akan menghasilkan keanekaragaman ekosistem.

Keanekaragaman ekosistem ini terjadi karena adanya keanekaragaman gen dan

keanekaragaman jenis (spesies). Jadi kenakeragaman gen ini yang akan

menyebabkan munculnya keanekargaman spesies yang akhirnya menyebabkan

munculnya keanekaragaman ekosistem.

2.2 Konsep Biodiversitas

Biodiversitas meliputi seluruh jenis variasi alam seperti tingkat molekular

dan genetis hingga ke tingkat spesies bahkan sampai subspesies. Biodiversitas ini

mencakup keseluruhan ekosistem. Dalam konsep tersebut mencoba untuk

Page 20: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

4

menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area (Tofani, 2008). Myers

(1996 dalam Tofani, 2008) menyatakan bahwa komponen spesies meliputi seluruh

jenis tanaman, binatang dan mikroorganisme. Keanekaragaman merupakan suatu

perbedaan dalam bentuk atau sifat diantara anggota – anggota atau kelompok.

Keanekaragaman dalam level ekosistem terbagi menjadi tiga, yaitu

keanekaragaman alpha, keanekaragaman gamma dan keanekargaman beta.

Magguran (1998 dalam Tofani, 2008) menjelaskan bahwa terdapat pengertian dari

semua levell keragaman tersebut, adalah:

a. Keanekaragaman titik (point diversity), ialah nilai keanekaragaman pada

suatu unit contoh yang diukur.

b. Keanekaragaman alpha (alpha diversity), ialah nilai keanekaragaman pada

suatu habitat yang homogen (gabungan keanekaragaman titik).

c. Keanekaragaman gamma (gamma diversity), ialah nilai keanekargaman

pada suatu pulau atau lanskap (gabungan keanekargaman alpha).

d. Keanekaragaman epsilon (epsilon diversity), ialah nilai keanekaragaman

suatu wilayah biogeografi (gabungan keanekaragaman gamma).

Dalam ekologi keanekaragaman itu mengarah kepada keanekaragaman

spesies yang pengukurannya melalui jumlah spesies dalam komunitas dan

kelimpahan relatifnya. Keragaman spesies menggambarkan keberadaan spesies

yang terdapat pada suatu wilayah atau biotipe tertentu. Keragaman spesies juga

dapat dievaluasi dengan cara menghitung indeks keragaman. Indeks keragaman

menunjukkan ukuran jumlah ragam jenisnya. Keanekargaman jenis terdiri atas

dua komponen, yaitu jumlah spesies dan jumlah individu.

2.3 Biodiversitas Ekosistem

Biodiversitas atau keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman

antar makhluk hidup yang ada didaratan maupun perairan serta kompleks ekologi

dari bagian keanekaragaman yang mencakup spesies, antar spesies, dan

ekosistem. Keanekaragaman hayati pada sumberdaya hutan dan daerah perairan di

Indonesia sangat tinggi, oleh karena tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi

tersebut, Indonesia disebut negara megabiodiversitas. Hasil-hasil penelitian

Page 21: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

5

menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati di Indonesia terdiri atas mamalia 515

spesies, reptilia 511 jenis, burung 1.531 jenis, amphibi 270 jenis, binatang tak

bertulang belakang 2.827 jenis dan tumbuhan sebanyak ± 38.000 jenis.

Negara yang berada pada daerah tropis seperti Indonesia memiliki

keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik

maupun kutub. Pada daerah tropis seperti Indonesia terdapat berbagai macam

ekosistem yang ada di Indonesia, seperti ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem

pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem air tawar,

ekosistem air laut, ekosistem savana dan lainnya. Semakin banyak tipe ekosistem

yang ada mengakibatkan tingginya tingkat keanekaragaman hayati yang ada

didalamnya sebab masing-masing ekosistem ini memiliki keanekaragaman hayati

tersendiri. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka

margasatwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi untuk kepentingan

budidaya plasma nutfah yang dialokasikan menjadi kawasan yang dapat memberi

perlindungan bagi keanekaragam hayati.

Jasa jasa ekologis yang diemban oleh keanekaragaman hayati pertanian,

diantaranya jasa penyerbukan, jasa penguraian, dan jasa pengendalian hayati

(predator, parasitoid, dan patogen) untuk mengendalikan hama sangatlah penting

bagi pertanian berkelanjutan. Agroekosistem yang tidak stabil mengakibatkan

kerusakan-kerusakan yang menimbulkan munculnya hama secara berulang dalam

sistem pertanian, salinisasi, erosi tanah, pencemaran air, timbulnya penyakit.

2.4 Faktor Lingkungan

Tarumingkeng (2002) menyatakan bahwa faktor lingkungan terdiri dari

lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Faktor lingkungan fisik atau abiotik

mencakup unsur – unsur litosfer atau lapisan kerak bumi termasuk tanah yang

mencakup tipe tanah, bahan induk serta parameter lain seperti struktur, tekstur,

sifat – sifat fisik, kimia dan kesuburan, hidrosfer, yang meliputi lautan dan

perairan lainnya dengan parameter – parameter: arus, kedalaman, salinitas,

keasaman (pH), kandungan bahan – bahan, suhu) dan atmosfer (udara: iklim,

cuaca, angin, suhu).

Page 22: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

6

Tarumingkeng (2002) menyatakan bahwa keadaan lingkungan hidup

mempengaruhi keanekargaman bentuk – bentuk hayati dan banyaknya jenis

makhluk hidup (biodiversitas) dan sebaliknya keanekargaman dan banyaknya

makhluk hidup juga menentukan keadaan lingkungan. Oleh karena itu kehidupan

serangga sangat bergantung pada habitat dan faktor lingkungan, karena hal

tersebut sangat mempengaruhi dan menentukan perkembangan serangga tersebut.

Graham (1952) dalam Tofani (2008) menyatakan bahwa faktor lingkungan

abiotik sangat menentukan struktur komunitas fauna yang terdapat pada suatu

habitat, yaitu laju pengembangan serangga, kelangsungan hidup, kesehatan dan

aktivitas individu, distribusi dan ukuran populasi. Sedangkan faktor lingkungan

hayati atau biotik merupakan bagian dari keseluruhan lingkungan yang terbentuk

dari semua fungsi hayati makhluk hidup yang satu dan yang lainnya saling

berinteraksi. Faktor biotik berpengaruh pada perkembangan populasi serangga

hama adalah daya reproduksi dan kemampuan hidup serangga hama, kualitas dan

kuantitas bahan makanan yang tersedia, parasit, pemangsa, dan penyakit serangga.

Pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan dalam studi

ekologi fauna, karena dapat mengetahui besarnya pengaruh dari faktor abiotik

tersebut terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok fauna. Slah satu

faktor abiotik yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan dari populasi

serangga adalah dari faktor suhu dan kelembaban (Tofani, 2008).

Serangga termasuk hewan berdarah dingin sehingga pertumbuhannya

banyak dipengaruhi suhu lingkungannya. Di daerah – daerah beriklim dingin

pertumbuhannya lambat, sedangkan di daerah tropik seperti indonesia

pertumbuhan serangga relatif cepat. Dengan demikian banyaknya generasi yang

terjadi di daerah beriklim panas lebih banyak daripada di daerah dingin. Ruslan

dan Noor (2007) menyatakan bahwa pada musim kemarau, famili Formicidae dan

Nitidulidae akan banyak ditemukan pada permukaan tanah, sedangkan pada

musim hujan, famili Formicidae dan Tenebrionidae yang akan lebih banyak

ditemukan pada permukaan tanah.

2.5 Macam-macam Bentuk/Tipe Ruang Terbuka Hijau

Page 23: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

7

Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan bagian dari ruang – ruang

terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,

tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung

atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu

keamanan, kenyamanan, kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

Ruang terbuka hijau diwilayah perkotaan dititikberatkan pada hijau pada unsur

kota, baik produktif maupun non produktif, dapat berupa kawasan jalur hijau

pertamanan kota, kawasan hijau pertanian, kawasan jalur hijau pesisir pantai,

kawasan jalur hijau sungai dan bentuk ruang terbuka hijau lainnya.

Ruang Terbuka Hijau memiliki berbagai bentuk diantaranya:

a) Bentuk Clustered adalah RTH yang secara fisik berbentuk non-linear,

kompak, zonal atau areal, yang dibagi dengan: Kawasan yaitu bentuk yang

relatif luas (> 1 ha), seperti lapangan bola, alun-alun kota, kebun raya

sedangkan untuk Simpul yaitu bentuk mengelompok yang relatif sempit (<

1 ha), seperti taman-taman kota, traffic islands, dan pocket park. Terdiri dari

komunitas vegetasi yang tumbuh terkonsentrasi pada suatu tempat dengan

jumlah minimal pohon 100 dengan jarak kurang dari 8 meter atau rapat

tidak beraturan. Berdasarkan ukuran-fungsionalnya, yaitu kawasan yang

berbentuk mengelompok, relatif luas ukurannya, serta dapat digunakan

untuk berbagai aktivitas sosial dan rekreatif masyarakat serta memiliki

manfaat ekologis yang tinggi, dan simpul untuk bentuk mengelompok yang

relatif kecil ukurannya dan lebih mendukung aspek estetik ruang kota tetapi

kurang dapat digunakan untuk beraktivitas masyarakat kota dan juga kurang

bermanfaat secara ekologis.

b) Bentuk Koridor adalah Ruang Terbuka Hijau yang berbentuk linear dan

memanjang. Bentuk RTH jalur ini dibagi menjadi empat berdasarkan

peruntukan dan fungsi dari tiap peruntukkannya dalam kota, yaitu (a) Jalur

hijau jalan raya, (b) Jalur hijau lintas kereta, (c) Jalur hijau tepi sungai, (d)

jalur hijau tepi kotayang lebarnya tidak dibatasi, bentukan jalur mengikuti

bentuk tertentu misalnya jalan, sungai dan memiliki satu atau lebih jalur.

Bentuk RTH ini tidak dapat digunakan untuk sarana bermain karena tidak

Page 24: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

8

memiliki space yang cukup serta tidak dilengkapi dengan sarana bermain

atau wisata. Sedangkan RTH bentuk menyebar merupakan suatu areal yang

ditumbuhi lebih dari 100 pohon besar dan kecil tetapi terpisah-pisah

membentuk kelompok dalam suatu areal tertentu. berdasarkan peruntukan

fungsionalnya, yaitu bentuk jalur hijau jalan raya, jalur hijau lintas kereta,

jalur hijau tepi sungai, dan jalur hijau tepi kota (Hussein, 2010).

2.6 Jasa Lingkungan

Jasa lingkungan adalah penyediaan, pengaturan, penyokong proses alami,

dan pelestarian nilai budaya oleh suksesi alamiah dan manusia yang bermanfaat

bagi keberlangsungan kehidupan. Peran jasa lingkungan menurut Tofani (2008)

dijelaskan seperti berikut:

1. Peran dalam pengendalian daur air

Hutan dengan penyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya

yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang amat

besar bagi kehidupan manusia diantaranya terhadap banjir, erosi, sedimentasi

serta jasa pengendalian daur air. Ketersediaan air dengan kwalitas dan kuantitas

yang sesuai agar dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup dan lingkungan

sekitarnya, sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi, sebagai

penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi. Pengendalian

limpasan permukaan yang dapat menyebabkan banjir dalam satuan lahan. Dari

gambaran diatas, nampak jelas bahwa peran hutan sebagai penyedia jasa

lingkungan melalui kemampuannya sebagai regulator air memilii nilai arti yang

sangat penting dalam mendukunghajat hidup masyarakat disekitar hutan.

2. Peran dalam penyedia sumberdaya air

Air adalah sumberdaya yang sangat diperlukan bagi kehidupan manusia,

baik untuk keperluan air minum, penyedia pangan, maupun untuk mengelola

usaha pertanian. Kebutuhan sumberdaya air meningkat, sementara

ketersediaannya semakin terbatas. Terkait fungsi hutan sebagai pengatur tata air,

maka kebutuhan air akan terganggu apabila keadaan hutan mengalami kerusakan.

Gangguan kebutuhan air tersebut saat ini sudah mulai terasa, yaitu dengan

Page 25: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

9

terjadinya kerusakan fungsi hidrologis hutan oleh berbagai sebab, yang membuat

cadangan air tanah untuk mendukung sistem irigasi semakin berkurang.

3. Peran dalam penyedia habitat bagi biodiversitas fauna

Serangga merupakan indikator dari kesuburan hutan. Hutan yang sehat

merupakan hutan yang didalamnya terdapat keseimbangan ekosistem baik dari

segi tanaman maupun hewan. Keanekargaman hayati merupakan istilah yang

digunakan untuk menggambarkan keanekaragaman jenis tanaman, binatang dan

mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem.

Serangga dapat digunakan sebagai indikator perubahan lingkungan. Siklus

hidup serangga yang terbilang cepat dapat digunakan sebagai indikator dari

kesehatan suatu lingkungan. Contohnya kupu – kupu, serangga yang satu ini

sangat peka terhadap perubahan lingkungan yang ada disekitarnya. Secara garis

besar dapat dikatakan bahwa preferensi habitat atau karakteristik ekologi setiap

kupu – kupu dapat mencerminkan keadaan habitatnya. Serangga juga memiliki

peranan penting dalam kegiatan penyerbukan hingga proses pembungaan, hal ini

secara ekologi turut memberi andil dalam mempertahankan keseimbangan

ekosistem dan memperkaya keanekargaman hayati yang ada di hutan kota.

4. Peran sebagai penyerap karbon

Fungsi hutan sebagai penghasil oksigen tidak dapat dipisahkan dengan

fungsi hutan sebagai penyerap karbon. Dalam menjalankan kedua fungsi tersebut,

proses interaksi antara hutan dan lingkungan yang terjadi sangat berkaitan. Hutan,

yang merupakan kumpulan dari banyak pohon, menjalankan proses fotosintesis

yang menyerap karbondioksida di atmosfer dan kemudian disimpan dalam bentuk

biomasa berupa daun, batang, akar, maupun buah, serta menghasilkan oksigen ke

udara yang akan digunakan oleh makhluk hidup dalam melakukan respirasi.

Penyerapan karbondioksida oleh ruang terbuka hijau dengan jumlah 10.000 pohon

berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbondioksida sebanyak 800 ton per

tahun (Simpson dan Mcpherson, 1999). Menurut Tinambunan (2006) hutan yang

memiliki berbagai macam tipe penutupan vegetasi memiliki kemampuan atau

daya serap terhadap karbondioksida yang berbeda. Tipe penutupan vegetasi

tersebut berupa pohon, semak belukar, padang rumput, sawah.

Page 26: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

10

5. Peran sebagai penghasil oksigen

Fungsi hutan yang paling penting adalah produksi oksigen. Tanpa adanya

oksigen maka tidak akan ada kehidupan karena seluruh makhluk hidup didunia ini

membutuhkan oksigen dalam melangsungkan hidupnya. Hutan berperan sebagai

penghasil oksigen sekaligus mengurangi karbondioksida dan populasi udara di

bumi. Hutan terdiri sekumpulan pepohonan yang menyerap karbondioksida untuk

pembuatan makanan. Oleh karena itu pelestarian hutan sama pentingnya dengan

memelihara paru-paru. Tumbuhan atau pohon dapat dikaitkan dengan penghasil

oksigen. Hal ini dapat dilihat dari hasil estimasi ilmiah menunjukkan bahwa

dalam sejam satu lembar daun dapat memproduksi oksigen sebanyak 5 ml.

2.7 Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota Malabar dan Jalan Jakarta

Ruang terbuka hijau (RTH) kota Malang terbagi dalam tiga kategori

berdasarkan fungsi dan bentuk ruang terbuka hijau. Ketiga jenis itu antara lain

ruang terbuka hijau ekologis, sosial ekonomi dan arsitektural. Ruang terbuka hijau

ekologis bermanfaat sebagai area konservasi air dan tanah, jejaring habitat

kehidupan liar, menurunkan tingkat pencemaran udara dan mencegah banjir.

Bentuk RTH ekologis adalah hutan kota, taman kota, kawasan dan jalur hijau.

RTH di kota Malang juga terdapat di hutan kota Malabar dan Jalan Jakarta

kota Malang. Hutan kota Malabar memiliki bentuk bergerombol yang dibangun

oleh pemerintahan kota Malang sebagai salah satu daerah resapan air dan juga

berfungsi sebagai paru – paru kota. Hutan kota ini terletak di jalan Malabar

dengan luas kurang lebih 16.718 m2. Didalam RTH Malabar terdapat sumber air

yang cukup luas, sumber air ini konon dulunya merupakan sumber air yang

diperuntukkan untuk mengairi taman diseluruh kota malang. Memasuki kawasan

hutan pengunjung akan disambut dengan hawa dingin yang sejuk, sepi dan

tenang. Setelah mengalami penataan yang baik hutan kota Malabar dengan

penataan jalan setapak di dalam hutan, banyaknya tempat duduk yang tersebar dan

ditata di dalam hutan ini menjadikan hutan kota Malabar tidak hanya bermanfaat

sebagai daerah resapan air namun juga bisa digunakan sebagai sarana

peristirahatan dan edukasi.

Page 27: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

11

Hutan kota bentuk menjalur yang lokasinya lokasinya ada di Jalan Jakarta,

arah timur dari jalan Ijen. Hutan kota ini memiliki luas 11.896 m2 dengan model

memanjang sepanjang jalan Jakarta. Wajah berbeda dari hutan kota jalan Jakarta

pada saat ini lebih dikenal sebagai taman kunang-kunang. Karena terdapat lima

selasar (plaza) serta dua toilet umum. Wajah berbeda hutan kota ini akan nampak

ketika menjelang malam. Total terdapat 96 lampu LED beraneka bentuk yang

ditata sedemikian rupa yang bisa berkedip-kedip pada malam hari seolah seperti

kunang-kunang. Plaza pertama yang berada diujung hutan kota yang dilengkapi

dengan 18 lampu tiang berbentuk persegi panjang. Plaza kedua dilengkapi lampu

putih dengan tiang berbentuk L terbalik. Plaza ketiga memiliki dua gazebo yang

dikelilingi lampu berbentuk bulat dan merupakan salah satunya plaza yang

memiliki atap serta pada plaza keempat terdapat kursi permanen dari beton yang

menyatu dengan pepohonan.

Page 28: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

12

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2017 di Ruang Terbuka Hijau

Malabar dan Jalan Jakarta di Kota Malang. Lokasi pengambilan sampel terletak di

kota Malang yang secara geografis terletak pada 112,060 – 112,07

0 Bujur Timur

dan 7,060 – 8,02

0 Lintang Selatan dengan ketinggian antara 440 – 667 meter di

atas permukaan air laut. Untuk kegiatan identifikasi serangga dilakukan di

Laboratorium Entomologi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pitfall dengan

menggunakan aqua bekas, malaise trap, light trap, lampu, corong plastik, plastik,

meteran, selotip, pinset, gunting, tali rafia, fial film, penggaris, kertas label, buku

data, alat tulis, buku acuan identifikasi jenis dan acuan serangga, kamera. Alat

yang digunakan dalam penelitian indikator lingkungan adalah termohigrometer

dan lux meter. Sedangkan untuk bahan yang digunakan adalah: alkohol 70%, air

bersih dan detergen.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode

survey pada lokasi pengambilan sampel yang merupakan salah satu kawasan

ruang terbuka hijau di Kota Malang, yaitu hutan kota dengan bentuk koridor serta

clustered. Pada hutan kota berbentuk koridor dan clustered ini dijadikan menjadi

4 kuadran lokasi pengamatan, dimana titik diambil secara lurus sejajar dengan

arah hutan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari lima tahapan.

Kelima tahapan tersebut yakni studi pendahuluan, penentuan petak contoh,

pemasangan perangkap, identifikasi serangga dan analisis data.

3.4 Metode Pelaksanaan

3.4.1 Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui keadaan di lapangan dan

mengetahui lokasi pengamatan tersebut. Kegiatan survey pendahuluan penting

Page 29: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

13

dilakukan untuk menentukan metode pengamatan dan penempatan sampel pada

lokasi pengamatan. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengukuran panjang, lebar

dan luas hutan kota bentuk koridor serta clustered. Dari hasil pengukuran luas,

maka akan didapatkan metode yang cocok, pembagian petak dan dapat

menentukan titik penempatan perangkap serangga.

3.4.2 Penentuan Petak Sampel

Luas hutan kota yang memiliki bentuk clustered yang ada di hutan kota

Malabar adalah 16.718 m2. Luas hutan kota berbentuk koridor yang ada di jalan

Jakarta adalah 11.896 m2. Pembagian petak menggunakan teknik kuadran

sebanyak empat kuadran (Jamlea, 2011). Dalam satu kuadran terdapat empat

pitfall, satu malaise trap dan satu light trap. Penentuan pemasangan perangkap

dilakukan dengan metode diagonal dengan malaise trap dan light trap berpusat di

tengah pada masing – masing kuadran.

3.4.3 Perangkap Serangga

Keanekaragaman jenis serangga yang terdapat pada ekosistem dapat

diketahui dengan cara melakukan pengumpulan beberapa seranga yang dapat

mewakili jenis – jenis serangga pada lokasi yang diamati. Hal ini merupakan

indikator penting dalam kegiatan penelitian.

a. Serangga Diurnal (Serangga yang aktif siang hari)

Untuk serangga yang aktif pada siang hari dilakukan dengan dua metode,

yakni:

1. Pitfall (Perangkap jatuh)

Serangga yang berada diatas tanah dapat ditangkap dengan cara memasang

pitfall. Rizali (2002) mengemukakan bahwa pitfall umumnya banyak

memerangkap serangga tanah diantarnya ordo Hymenoptera dan Coleoptera.

Pemasangan perangkap ini adalah dengan menanamkan kedalam tanah. Wadah

dibuat datar dengan tanah untuk supaya air hujan tidan masuk ke dalam

perangkap, maka dibagian atas perangkap diberi atap. Pemasangan perangkap

dilakukan pada titik sampel yang telah ditentukan. Terdapat 7 kali pengamatan

dengan interval pemantauan tiga hari sekali (Pelawi, 2009).

Page 30: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

14

Wadah yang digunakan adalah wadah bekas air mineral dan diberi larutan

campuran antara air dan detergen. Perangkap ini dipasang jam 06.00 WIB pagi

dan diambil sore jam 18.00 WIB. Hal ini sesuai dengan waktu aktif serangga

siang. Serangga yang telah tertangkap dimasukkan ke dalam plastik dan

diekstraksi dengan air mengalir kemudian dimasukkan kedalam botol fial film

yang telah berisi campuran formalin 4% dan alkohol 70%, hal ini agar serangga

yang tertangkap bisa awet.

Gambar 1. Metode Pitfall

2. Malaise Trap

Malaise Trap merupakan identifikasi dari jenis Interception Nets yang lebih

kompleks, didesain oleh seorang entomologis asal Swedia bernama Rene Malaise.

Perangkap jebekan ini terdiri dari empat buah jaring vertikal yang dibentangkan

pada sumbu yang sama masing-masing membentuk sudut 90 derajat satu sama

lainnya. Bagian atasnya ditutup oleh kain yang berbentuk segi empat yang

disesuaikan sedemikian rupa sehingga menuju pada satu otlet tabung pengumpul

yang diletakkan pada ujung bagian atas tiang pada sumbu utama. Tabung

pengumpul dapat diberikan cairan pembunuh ataupun atraktan, bergantung

kebutuhan kolektor.

Perangkap jebakan ini bekerja dengan mekanisme menjebak serangga-

serangga yang cenderung bergerak ke atas pada satu outlet tabung pengumpul,

dimana desain dari tabung pengumpul dibuat sedemikian rupa sehingga serangga

dapat masuk namun tidak bisa keluar dari tabung tersebut, perangkap ini jauh

lebih praktis jika dibandingkan perangkap lain seperti swepnet atau yellow trap

(Haneda, 2004).

Sterofom

Lidi penyangga

Gelas aqua

Larutan detergen

Page 31: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

15

Penangkapan dilakukan pada masing-masing kuadran interval yang

dilakukan selama 3 hari sekali selama 7 kali pengamatan sampel serangga.

Penangkapan dilakukan pada saat serangga aktif pada siang hari yakni pukul

06.00-14.00 WIB. Serangga yang tertangkap kemudian dikumpulkan dan

disimpan untuk diidentifikasi.

Gambar 2. Metode Malaise Trap

b. Serangga Nocturnal (Serangga aktif malam hari)

Firmansyah (2008) dalam Pelawi (2009) menyatakan bahwa, untuk

serangga yang aktif pada malam hari, digunakan metode light trap (perangkap

cahaya lampu). Serangga malam biasanya akan tertarik dengan cahaya. Dengan

perangkap ini akan menarik serangga yang bertebaran menuju sumber cahaya.

Serangga yang tertarik kemudian akan berputar – putar mengitari cahaya dan akan

terperangkap masuk kedalam air atau menempel karena perekat tergantung

penggunaan cahaya dan bentuk perangkapnya.

Bentuk perangkap yang akan digunakan pada serangga malam ini adalah

dengan membuat light trap sederhana dengan lampu rakitan yang dialirkan listrik

dengan tenaga aki. Pada bagian bawah lampu diberikan corong dan pada bagian

bawah corong diberi wadah dengan larutan detergen dan formalin didalamnya

untuk menampung serangga yang terjebak. Serangga yang terbang ke bola lampu

akan jatuh dari saluran dan terjebak dalm wadah tersebut. Perangkap ini dipasang

jam 18.00 WIB sore dan diambil jam 06.00 WIB esok paginya. Hal ini sesuai

dengan waktu aktif serangga malam. Serangga yang telah tertangkap dimasukkan

ke dalam plastik dan diekstraksi dengan air mengalir kemudian dimasukkan

kedalam botol fial film yang telah berisi campuran formalin 4% dan alkohol 70%.

Tabung Penampung (botol aqua)

+ larutan detergen

Kayu penyangga

Tali rafia

Kain tipis (furing)

Page 32: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

16

Terdapat 7 kali pengamatan dengan interval pemantauan tiga hari sekali (Pelawi,

2009).

Gambar 3. Metode Light Trap

3.4.4 Identifikasi Serangga

Serangga yang telah ditemukan dari beberapa metode tersebut kemudian

diidentifikasi sampai pada taraf famili dengan melihat morfologi dari masing –

masing individu serangga, kemudian dibandingkan dengan gambar – gambar dan

uraian dari buku referensi. Buku referensi yang digunakan adalah buku Kunci

Determinasi Serangga, tahun 1991, karya Christina Lilies dan buku Pengenalan

Pelajaran Serangga, tahun 1996, karya Donald J.Borror, Charles A. Triplehorndan

Norman F. Johnson yang diterjemahkan oleh S. Partosoedjono.

3.4.5 Penelitian Pendahuluan

Sebelum penelitian dilakukan pada lokasi yang telah ditentukan, dilakukan

penelitian pendahuluan selama enam hari dengan dua kali pengamatan. Penelitian

pendahuluan ini bertujuan untuk menguji metode penelitian yang akan dilkukan

pada saat penelitian. Pengujian selama enam hari ini dilakukan dengan penentuan

petak sampel dan pemasangan perangkap. Setelah percobaan penelitian

pendahuluan dilakukan, barulah penelitian untuk pengambilan sampel sebenarnya

dilakukan.

3.5 Parameter Pengamatan

Parameter yang digunakan untuk penelitian kali ini adalah pada

pengamatan serangga yakni jenis serangga, kelimpahan serangga, sebaran

serangga, kerapatan serangga, serta parameter lingkungan yakni kelembaban suhu

Lampu penerangan

Corong penampung

Gelas aqua

Larutan detergen

Page 33: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

17

yang ada di lokasi pengamatan, jenis vegetasi, jumlah vegetasi, sebaran vegetasi

serta penilaian fasilitas publik yang ada didalamnya.

3.6 Analisis Data

Untuk mengetahui nilai keanekaragaman jenis dengan menggunakan

perhitungan (FM), (FR), (KM), (KR), Indeks keanekaragaman jenis Shannon

wiener (H’) dan Indeks Dominasi Simpson (C). Analisis terhadap nilai

keanekaragaman jenis, perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan antar

serangga dan faktor lingkungan.

3.6.1 Frekuensi Mutlak (FM)

Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah individu terentu yang ditemukan

pada habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997 dalam Pelawi, 2009).

3.6.2 Frekuensi Relatif (FR)

Frekuensi relatif menunjukkan kehadiran suatu jenis serangga pada habitat

dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut (Suin, 1997 dalam

Pelawi, 2009).

Keterangan: FM = Nilai FM suatu jenis serangga setiap penangkapan

∑FM = Total jumlah seluruh serangga setiap penangkapan

3.6.3 Kerapatan Mutlak (KM)

Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan yang

dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997 dalam Pelawi, 2009).

3.6.4 Kerapatan Relatif (KR)

Page 34: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

18

Keterangan: FM = Jumlah individu suatu jenis tiap penangkapan

∑FM = Total individu dalam setiap penangkapan

3.6.5 Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’)

Indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik

untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis

individu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area

(Tambunan, 2013). Nilai keragaman yang umum digunakan adalah Indeks

Keanekaragaman Shannon – wiener yaitu untuk menghitung keragaman

berdasarkan hitungan gabungan antara jumlah dan kelimpahan spesies (Ludwig

dan Reynold, 1988 dalam Tofani, 2008).

Indeks Keanekaragaman Shannon – wiener merupakan salah satu indeks

yang digunakan untuk mengukur keanekaragaman dalam data kategori. Indeks ini

hanyalah informasi entropi dalam suatu distribusi, memperlakukan spesies

sebagai simbol dan ukuran populasi relatifnya sebagai kemungkinan. Keuntungan

dari indeks ini adalah dapat memperhitungkan jumlah spesies dan kemerataan

spesies. Indeks tersebut meningkat seiring dengan penambahan spesies unik atau

dengan adanya kemerataan spesies yang lebih besar (Wicaksono et al.,

2011).Indeks keragaman spesies Shannon – wiener dirumuskan dengan:

H’ = - ∑ Pi ln Pi Dimana Pi =

Keterangan: H’ = Indeks keragaman Jenis Shannon – wiener

ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah individu seluruh jenis

ln = Logaritme natural (bilangan alami)

Menurut Indrawan et al., (2013), kriteria yang dipakai untuk menentukan

nilai keanekaragaman (H’) yaitu:

H’< 1 = Keanekaragaman rendah (kondisi lingkungan tidak stabil)

Page 35: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

19

1 < H’ < 3 = Keanekaragaman sedang (kondisi lingkungan sedang)

H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi (kondisi lingkungan stabil)

3.6.6 Indeks Dominasi Simpson (C)

Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui kekayaan spesies serta

keseimbangan jumlah individu setiap spesies dalam ekosistem. Jika dominasi

lebih terkonsentrasi pada 1 jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan

sebaliknya. Untuk menentukan nilai indeks dominasi digunakan rumus simpson

sebagai berikut:

Indeks Dominasi Simpson (C) =

2

Ket: C =Indeks Dominasi

Ni = Nilai penting masing-masing spesies ke-n

N = Total nilai penting dari seluruh spesies

Indeks dominasi berkisar antara 0-1. D = 0 berarti tidat terdapat spesies

yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.

D = 1 berarti terdapat spesies lainnya, atau struktur komunitas labil karena terjadi

tekanan ekologis (Fachrul et al., 2005).

Page 36: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

20

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Profil Hutan Kota Malabar dan Hutan Kota Jalan Jakarta

Hutan kota Malabar merupakan salah satu hutan kota yang berada di Kota

Malang. Hutan kota Malabar ini memiliki bentuk bergerombol dengan luas

wilayah hutan sebesar 16.718 m2. Sebagai lahan penghijauan yang berlokasi

ditengah kota, selain sebagai paru-paru kota Malang, hutan kota Malabar juga

dijadikan sebagai alternatif tempat rekreasi yang murah. Setelah mengalami

penataan yang baik dengan penataan jalan setapak di dalam hutan, tempat duduk

dan lampu penyinaran yang tersebar dan ditata di dalam hutan ini menjadikan

hutan kota Malabar tidak hanya bermanfaat sebagai daerah resapan air namun

juga bisa digunakan sebagai sarana peristirahatan dan edukasi. Selain itu

keberadaan hutan kota Malabar penting bagi penduduk di sekitar kota Malang

karena mampu menjadi penyedia jasa lingkungan. Jasa lingkungan yang

dihasilkan hutan kota Malabar yaitu sebagai penyerap karbon yang dihasilkan dari

polusi kendaraan, penyerap air serta sebagai penyedia oksigen. Selain itu

kesehatan hutan kota Malabar juga dapat dilihat dari keanekaragaman flora dan

fauna yang terdapat di area hutan kota Malabar.

Hutan kota jalan Jakarta merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang

berada di jalan Jakarta. Hutan kota bentuk menjalur yang lokasinya ada di Jalan

Jakarta. Hutan kota ini memiliki luas 11.896 m2 dengan model memanjang

sepanjang jalan Jakarta. Wajah berbeda dari hutan kota jalan Jakarta pada saat ini

lebih dikenal sebagai taman kunang-kunang. Karena terdapat lima selasar (plaza)

serta dua toilet umum. Wajah berbeda hutan kota ini akan nampak ketika

menjelang malam. Total terdapat 96 lampu LED beraneka bentuk yang ditata

sedemikian rupa yang bisa berkedip-kedip pada malam hari seolah seperti

kunang-kunang. Plaza pertama yang berada diujung hutan kota yang dilengkapi

dengan 18 lampu tiang berbentuk persegi panjang. Plaza kedua dilengkapi lampu

putih dengan tiang berbentuk L terbalik. Plaza ketiga memiliki dua gazebo yang

dikelilingi lampu berbentuk bulat dan merupakan salah satunya plaza yang

memiliki atap serta pada plaza keempat terdapat kursi permanen dari beton yang

Page 37: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

21

menyatu dengan pepohonan. Lokasi ini awalnya hanya digunakan sebagai

pembatas jalan namun sekarang mulai difungsikan sebagai salah satu ruang

terbuka hijau yang ada di kota Malang.

(a) (b)

Gambar 4. Lokasi Hutan Kota Malabar (a), Lokasi Hutan Kota Jalan Jakarta (b).

Pada kedua lokasi dibagi menjadi empat kuadran dengan lokasi luas

masing-masing sama. Hutan kota Malabar memiliki bentuk bergerombol persegi

sehingga pembagian kuadran dibagi menjadi empat luasan yang memiliki luasan

yang sama dan berbentuk diagonal. Pada hutan kota jalan Jakarta lokasi taman

berbentuk memanjang sehingga pembagian kuadran yang digunakan adalah

dengan cara membagi lokasi menjadi empat luasan dengan cara memanjang.

Luasan tiap-tiap kuadran baik pada tipe hutan kota bergerombol maupun menjalur

ini disamakan.

(a) (b)

Gambar 5. Pembagian kuadran hutan kota bentuk gerombol (a), pembagian

kuadran hutan kota bentuk menjalur (b).

Page 38: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

22

4.1.2 Struktur Vegetasi pada Masing-masing Lokasi

4.1.2.1 Hutan Kota Clustered (Malabar)

Struktur vegetasi yang terdapat pada lokasi hutan kota bentuk clustered

didominasi oleh tanaman dengan bentuk batang yang besar dengan kondisi umur

tanaman termasuk umur tanaman tahunan. Hutan kota Malabar ditata secara

dinamis dan lebih mengutamakan pada konservasi lingkungan karena hutan kota

Malabar merupakan hutan kota terbesar di kota Malang, hutan kota ini memiliki

fungsi utama yaitu sebagai hutan kota yang mampu menyerap polusi udara dan

sebagai penyedia oksigen yang melimpah. Lokasi hutan kota Malabar terbilang

cukup luas untuk daerah konservasi dan berada di tengah kota Malang sangat

sesuai jika dijadikan sebagai paru-paru kota Malang.

Dari penelitian yang dilakukan jenis vegetasi yang paling banyak di

temukan di hutan kota Malabar adalah Flamboyan atau Delonix regia (Lampiran

7). Flamboyan memiliki perakaran yang cukup dalam sehingga mampu

dimanfaatkan sebagai area serapan air. Sinar matahari juga masih tercukupi di

hutan kota Malabar. Hal ini dikarenakan tinggi vegetasi yang tumbuh

beranekaragam sehingga sinar matahari masih mampu menembus lebatnya

dedaunan dari pepohonan.

Page 39: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

23

Tabel 1. Vegetasi di Hutan Kota Malabar pada Kuadran I

No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Jenis

1 Asam Jawa Tamarindus indica 21 Lokal

2 Cemara Pentris Araucaria heterophylla 21 Introduksi

3 Ceri / Kersen Muntingia calabura L. 14 Introduksi

4 Cerme Phyllanthus acidus 11 Lokal

5 Dadap Hutan

(dadap serep)

Erythrina lithosperma/

E. suhumbrans

8 Introduksi

6 Dadap Merah Erytrina crista galli 17 Introduksi

7 Elo Ficus alomeratus 15 Lokal

8 Flamboyan Delonix regia 14 Introduksi

9 Juwet Syzygium cumini 11 Lokal

10 Kayu Manis Cinnamomun burmannii 4 Lokal

11 Keben Baringtonia asiatica 1 Lokal

12 Kelapa Sawit Elaeis quineensis 12 Introduksi

13 Kemiri Aleurites moluccana L. 4 Lokal

14 Palem Kuning Chrysalidocarpus lutescens 10 Lokal

15 Pinus Pinus mercusii 17 Introduksi

16 Pucuk Merah Syzygium oleana 1 Introduksi

17 Sengon Enterolobium cyclocarpum 5 Lokal

18 Trembesi Samaneae saman 2 Introduksi

19 Waru Hibiscus tiliaceus 1 Lokal

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Pada kuadran I lokasi hutan kota Malabar terdapat 19 spesies dengan

jumlah keseluruhan vegetasi 189 pohon. Adanya tanaman rerumputan pada bawah

permukaan tanah juga sangat membantu dalam keseimbangan ekosistem pada

lokasi ini. Tanaman yang mendominasi pada kuadran I ini adalah Asam Jawa atau

dalam bahasa latin disebut Tamarindus indicadan Cemara Pentris atau dalam

bahasa latin disebut Araucaria heterophyllasebanyak 21 pohon.

Page 40: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

24

Tabel 2. Vegetasi di Hutan Kota Malabar pada Kuadran 2

No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Jenis

1 Asam Jawa Tamarindus indica 3 Lokal

2 Bungur Logerstroemia speciosa 11 Lokal

3 Cemara Pentris Araucaria heterophylla 14 Introduksi

4 Flamboyan Delonix regia 30 Introduksi

5 Genitu Chrysophyllum cainito 23 Introduksi

6 Klengkeng Nephellium longana 1 Introduksi

7 Kluwek Pangium edule 4 Lokal

8 Lamtoro Leuceana leucocephala 6 Introduksi

9 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq 8 Introduksi

10 Rambutan Nephelium lappaceum 1 Lokal

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Vegetasi di hutan kota Malabar pada kuadran 2 terdapat 10 jenis vegetasi

yang tumbuh. Dengan keseluruhan jumlah tanaman sebanyak 101 pohon dari 10

jenis pohon tersebut yang ada di kuadran 2. Vegetasi yang paling banyak di

kuadran ini adalah flamboyan atau yang mempunyai nama latin Delonix

regiasebanyak 30 pohon. Pada kuadran 2 ini vegetasinya lebih sedikit

dibandingkan dengan ke 3 kuadran yang lainnya dan kurang ditumbuhi bunga dan

sinar matahari yang cukup sehingga serangga juga kurang banyak ditemukan pada

kuadran ini.

Pada kuadran 3 di hutan kota Malabar terdapat 26 jenis vegetasi dengan

jumlah tanaman sebanyak 363 pohon. Jenis pohon yang paling banyak ditemukan

pada kuadran ini adalah Glodokan Tiang atau yang mempunyai nama latin

Polyanthia longifoliayaitu sebanyak 100 pohon. Pada kuadran 3 ini memiliki

kelimpahan jenis dan jumlah vegetasi yang paling banyak dibandingkan dengan

kuadran yang lainnya. Pada kuadran 4 di hutan kota Malabar terdapat 16 jenis

vegetasi dengan jumlah tanaman sebanyak 138. Vegetasi yang paling banyak

ditemukan pada kuadran ini adalah Jati atau yang mempunyai nama latin Tectona

gandissebanyak 36 pohon. Sinar matahari juga cukup terhalang oleh tajuk

vegetasi yang saling menutupi sehingga sinar matahari kurang begitu tercukupi

pada kuadran ini. Kelembaban yang terdapat pada kuadran ini juga tergolong

cukup tinggi karena lokasi ini dekat dengan sumber air.

Page 41: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

25

Tabel 3. Vegetasi di Hutan Kota Malabar pada Kuadran 3

No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan

1 Asam Jawa Tamarindus indica 34 Lokal

2 Agave Agave attenuate/

Fureraea enbensis

8 Introduksi

3 Belimbing Averhoa carambola 7 Lokal

4 Beringin Ficus benjamina 5 Lokal

6 Dewandaru Eugenia uniflora 14 Lokal

7 Duku Lansium domesticum 1 Lokal

8 Flamboyan Delonix regia 45 Introduksi

9 Gayam Inocarpus adulis forst 2 Lokal

10 Gembilina Gmelina arborea 50 Introduksi

11 Glodokan Lokal Polyanthia sp. 14 Introduksi

12 Glodokan Tiang Polyanthia longifolia 100 Introduksi

13 Jambu Air Eugenia aquea Burm. F 2 Lokal

14 Jambu Biji Psidium guajava 1 Lokal

15 Jarak Pagar Jatropha curcas 2 Introduksi

16 Kayu Putih Mealenica viridifolia 3 Lokal

17 Kelapa Cocos nucifera 3 Lokal

18 Mangga Mangifera indica 16 Lokal

19 Mathoa Pometia pinata 13 Introduksi

20 Mengkudu Morinda citrifolia 2 Lokal

21 Melinjo Gnetum gnemon 3 Lokal

22 Salam Syzygium polyanthum 2 Lokal

23 Sawo Kecik Manilkara kauki L. 8 Lokal

24 Sengon laut Paraserianthes falcataria 12 Lokal

25 Trembesi Samaneae saman 6 Lokal

26 Waru gunung Hibiscus macrophylus 2 Lokal

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Page 42: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

26

Tabel 4. Vegetasi di Hutan Kota Malabar pada Kuadran 4

No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Jenis

1 Akasia Acacia mangium Wild. 10 Lokal

2 Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi 12 Lokal

3 Bintaro Cerbera manghas 11 Lokal

4 Bisbul Diospyros blancoi 2 Introduksi

5 Bunga Kupu-kupu Bauhinia purpurea 13 Lokal

6 Flamboyan Delonix regia 25 Introduksi

7 Jati Tectona grandis 36 Introduksi

8 Johar Cassia siamea Lamk 1 Introduksi

9 Kenari Canarium commune 4 Lokal

10 Ketapang Terminalia catappa 3 Lokal

11 Kiara Payung Fillicium desipiens 4 Introduksi

12 Nangka Artocarpus heterophilus 4 Lokal

13 Rambutan Nephelium lappaceum 1 Lokal

14 Sengon laut Paraserianthes falcataria 8 Lokal

15 Trembesi Samaneae saman 3 Lokal

16 Waru gunung Hibiscus macrophylus 1 Lokal

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

4.1.2.2 Hutan Kota Bentuk Koridor (Jalan Jakarta)

Hutan kota jalan Jakarta juga merupakan salah satu ruang terbuka hijau

yang ada di tengah kota Malang. Keberadaannya juga difungsikan sebagai daerah

penyerap air. Berbeda dengan hutan kota Malabar, hutan kota jalan Jakarta ini di

desain dengan bentuk menjalur memanjang sepanjang jalan Jakarta untuk

memisahkan dua jalan raya dan memang lebih ditujukan untuk estetika. Hutan

kota ini juga lebih dikenal dengan nama taman kunang-kunang karena jika malam

hari terdapat banyak lampu-lampu taman yang didesain khusus seperti kunang-

kunang yaitu bisa berkedip-kedip secara otomatis.

Dari hasil penelitian diketahui vegetasi yang paling dominan yang terdapat

di hutan kota jalan Jakarta adalah Mahoni atau yang mempunyai nama latin

Swietenia mahagoni Jacqyaitu ada sebanyak 268 pohon. Tinggi tanaman yang

ditanam juga seragam sehingga sinar matahari kurang bisa menembus sampai

kebawah permukaan tanah. Ditambah dengan terdapat lumayan banyak semak

Page 43: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

27

yang tumbuh dibagian atas permukaan tanah yang kurang terurus menyebabkan

serangga semacam lalat dan nyamuk tumbuh dan berkembang biak dengan baik

disini.

Tabel 5. Vegetasi di Hutan Kota Jalan Jakarta pada Kuadran 1

No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Jenis

1 Alpukat Persea americana 5 Lokal

2 Anacardiaceae Anacardiaceae 1 Introduksi

3 Andong Hijau Cordyline fruticosa 7 Lokal

4 Belimbing Averhoa carambola 2 Lokal

5 Beringin Ficus benjamina 3 Lokal

6 Dadap Merah Erytrina crista galli 7 Introduksi

7 Flamboyan Delonix regia 12 Introduksi

8 Jati putih Gmelina arborea 25 Introduksi

9 Glodokan Tiang Polyanthia longifolia 8 Introduksi

10 Kersen Muntingia calabura 16 Introduksi

11 Kiara Payung Fillicium desipiens 12 Introduksi

12 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq 54 Introduksi

13 Mengkudu Morinda citrifolia 5 Lokal

14 Mindi Melia azedarach 13 Introduksi

15 Palem raja Roystenia regia 20 Lokal

16 Tanjung Mimosops elengi 18 Lokal

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Pada kuadran 1 di hutan kota jalan Jakarta terdapat 16 jenis vegetasi dengan

jumlah tanaman sebanyak 208 pohon. Vegetasi yang paling banyak ditemukan

pada kuadran ini adalah Mahoni atau yang mempunyai nama latin Swietenia

mahagoni Jacq dengan jumlah tanaman sebanyak 54 pohon. Pada kuadran 1 ini

terdapat beberapa semak yang tumbuh liar diatas permukaan tanah yang membuat

banyak serangga jenis nyamuk yang bersembunyi pada kuadran ini.

Page 44: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

28

Tabel 6. Vegetasi di Hutan Kota Jalan Jakarta pada Kuadran 2

No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Asal-usul

1 Akasia Acacia mangium 7 Lokal

2 Andong Hijau Cordyline fruticosa 8 Lokal

3 Belimbing Averhoa carambola 2 Lokal

4 Cempaka Michelia champaca Linn 8 Lokal

5 Flamboyan Delonix regia 15 Introduksi

6 Gembilina Telik Gmelina arborea 27 Introduksi

7 Keben Baringtonia asiatica 16 Lokal

8 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq 58 Introduksi

9 Mangga Mangifera indica 16 Lokal

10 Nangka Artocarpus heterophilus 17 Lokal

11 Palem Ekor Kuda Wodyetia bifurcate 8 Lokal

12 Palem Raja Roystone regia 1 Lokal

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Pada kuadran 2 di hutan kota jalan Jakarta terdapat 12 jenis vegetasi dengan

jumlah tanaman sebanyak 183 pohon. Vegetasi yang paling banyak ditemukan

adalah adalah jenis Mahoni atau yang mempunyai nama latin Swietenia mahagoni

Jacqyaitu sebanyak 58 pohon. Pada kuadran 2 diatas permukaan tanah hanya ada

beberapa bagian saja yang ditumbuhi tanaman semak. Sehingga apabila terjadi

hujan banyak terjadi erosi percikan. Semak pada kuadran 2 bergerumbul pada

bagian tertentu.

Pada kuadran 3 di hutan kota jalan Jakarta terdapat 16 jenis vegetasi dengan

jumlah tanaman sebanyak 283 pohon. Jenis vegetasi yang paling banyak

ditemukan adalah Mahoni atau yang mempunyai nama latin Switenia mahagoni

Jacqsebanyak 113 pohon. Pada kuadran 3 ini rerumputan banyak tumbuh diatas

permukaan tanah.

Page 45: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

29

Tabel 7. Vegetasi di Hutan Kota Jalan Jakarta pada Kuadran 3

No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Asal-usul

1 Alpukat Persea americana 7 Lokal

2 Andong Hijau Cordyline fruticosa 5 Lokal

3 Bintaro Cerbera manghas 11 Lokal

4 Cemara laut Casuarina equsetifolia 6 Introduksi

5 Dadap Merah Erytrina crista galli 5 Introduksi

6 Flamboyan Delonix regia 11 Introduksi

7 Gembilina Telik Gmelina arborea 23 Introduksi

8 Glodokan Lokal Polyanthia sp. 18 Introduksi

9 Jambu Air Syzigium javanicum 7 Lokal

10 Jambu Biji Psidium guajava 5 Lokal

11 Mahkota Dewa Phaleria macrocorpa 6 Lokal

12 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq 113 Introduksi

13 Mangga Mangifera indica 34 Lokal

14 Melinjo Gnetum gnemon L. 8 Lokal

15 Sengon Enterolobium cyclocarpum 21 Lokal

16 Sirsak Annona muricata 3 Lokal

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Tabel 8. Vegetasi di Hutan Kota Jalan Jakarta pada Kuadran 4

No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Asal-usul

1 Andong Hijau Cordyline fruticosa 8 Lokal

2 Asam Jawa Tamarindus indica 2 Lokal

3 Beringin Ficus benjamina 8 Lokal

4 Bintaro Cerbera manghas 6 Lokal

5 Dadap Merah Erytrina crista galli 12 Introduksi

6 Flamboyan Delonix regia 14 Introduksi

7 Gembilina Telik Gmelina arborea 30 Introduksi

8 Kelapa Cocos nucifera 8 Lokal

9 Mahoni Switenia mahagoni Jacq 31 Introduksi

10 Pandan Suji Dracaena angustifolia 3 Lokal

11 Sono Kembang Pterocarpus indicus 8 Lokal

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Page 46: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

30

Pada kuadran 4 di hutan kota jalan Jakarta ini adalah kuadran yang paling

sedikit terdapat jenis vegetasi. Vegetasi pada kuadran 4 berjumlah 11 jenis dengan

jumlah tanaman sebanyak 130 pohon. Jenis vegetasi yang mendominasi pada

kuadran ini adalah Mahoni atau yang mempunyai nama latin Switenia mahagoni

Jacq sebanyak 31 pohon.

4.1.3 Serangga Sebagai Indikator dari Ekosistem Servis

4.1.3.1 Hutan Kota Clustered (Malabar)

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan interval waktu 3 hari

sekali sebanyak 7 kali pengamatan pada masing-masing lokasi. Lokasi hutan kota

Malabar dibagi menjadi 4 kuadran yakni kuadran 1,2,3 dan 4. Seluruh ordo yang

didapatkan merupakan pengamatan yang dilakukan baik menggunakan perangkap

Malaise trap sebanyak 1 buah, Light trap 1 buah serta Pitfall trap 4 buah pada

masing-masing kuadran. Pengamatan juga dilakukan dengan dua waktu yaitu

pengamatan siang dan malam hari.

Dari hasil pengamatan pada lokasi hutan kota Malabar didapatkan data

bahwa terdapat 6 ordo yang tertangkap yaitu ordo Orthoptera, ordo Hemiptera,

ordo Lepidoptera, ordo Diptera, ordo Hymenoptera dan ordo Odonata. Ordo yang

paling banyak ditemukan adalah ordo Lepidotera yaitu berupa jenis kupu dan

ngengat sebanyak 137 ekor, dan dari jumlah tersebut jenis kupu Nymphalidae

yang paling banyak ditemukan. Ordo Diptera menjadi ordo kedua yang paling

banyak ditemukan pada lokasi ini yaitu berupa jenis lalat dan nyamuk Aedes

albopictus sebanyak 125 ekor. Selanjutnya ordo Orthoptera menjadi ordo ketiga

yang ditemukan paling banyak. Ordo Orthoptera yang ditemukan adalah belalang

atau Acrididae sebanyak 10 ekor. Belalang ini aktif pada siang hari sehingga lebih

banyak ditemukan pada pengamatan siang hari. Ordo lain yang ditemukan yaitu

ordo Hymenoptera dan ordo Odonata sebanyak 9 ekor pada masing-masing ordo.

Ordo Hymenoptera yang paling banyak ditemukan adalah jenis semut hitam.

Sementara untuk ordo Odonata yang paling banyak ditemukan adalah jenis

capung sembah. Sedangkan untuk ordo terakhir adalah ordo Hemiptera dengan

jenis kepik yaitu sebanyak 8 ekor.

Page 47: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

31

Gambar 6. Total Proporsi Serangga Ditemukan Berdasarkan Ordo di

Hutan Kota Malabar

Tabel 9. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Malabar

Kuadran 1

No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -

Total 1 2 3 4 5 6 7

1 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 1 5 5 3 2 1 3 20

2 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 0 0 1 0 0 0 0 1

3 Aedes albopictus Nyamuk Hama 13 8 0 5 3 0 5 34

4 Hermetia manasias Lalat Hama 3 0 0 0 0 0 0 3

5 Diplacodes trivialis Capung Predator 0 0 3 0 0 2 0 5

6 Formicidae Semut hitam Predator 0 2 0 0 0 0 0 2

7 Isoptera Rayap Dekomposer 0 4 0 0 1 0 0 5

8 Zizeria sp. Kupu-kupu Polinator 3 0 0 0 0 0 0 3

9 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 3 0 6 0 0 9

10 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 1 5 5 3 2 1 3 20

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Tabel 10. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Malabar

Kuadran 2

No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -

Total 1 2 3 4 5 6 7

1 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 0 2 0 0 0 2 0 4

2 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 1 0 3 0 0 0 0 4

3 Aedes albopictus Nyamuk Hama 13 3 0 2 0 0 0 18

4 Hermetia manasias Lalat Hama 4 0 0 0 0 0 0 4

5 Delias sp Kupu-kupu Polinator 0 0 0 0 0 1 0 1

6 Isoptera Rayap Dekomposer 0 0 0 0 1 0 1 2

7 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 2 0 0 0 0 2

8 Zizeria sp Kupu-kupu Polinator 1 0 0 0 0 0 0 1

9 Oecophylla Semut rang rang Predator 0 1 0 0 1 0 0 2

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Lepidotera 46%

Diptera 42%

Orthoptera 3%

Hymenoptera 3%

Odonata 3%

Hemiptera 3%

Jumlah Serangga Pada RTH Malabar

Page 48: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

32

Tabel 11. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Malabar

Kuadran 3

No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -

Total 1 2 3 4 5 6 7

1 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 2 2 2 5 3 0 0 14

2 Araneae Laba-laba Predator 0 0 0 0 2 0 0 2

3 Noctuidae Ngengat Polinator 0 0 1 3 1 0 5 10

4 Aedes albopictus Nyamuk Hama 10 5 0 1 7 0 7 30

5 Hermetia illucens Lalat Hama 1 0 0 0 0 0 0 1

6 Delias sp Kupu-kupu Polinator 3 0 3 0 0 1 0 7

7 Tipulidae Lalat bangau Hama 2 0 0 0 0 0 0 2

8 Oecophylla Semut rangrang Predator 0 2 0 0 0 0 0 2

9 Isoptera Rayap Dekomposer 0 0 1 0 0 0 3 4

10 Zizeria sp. Kupu-kupu Polinator 4 0 0 0 0 0 0 4

11 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 0 0 3 0 0 0 0 3

12 Coreidae Kumbang Predator 0 0 0 0 1 0 0 1

13 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 3 1 0 0 0 0 4

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Tabel 12. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Malabar

Kuadran 4

No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -

Total 1 2 3 4 5 6 7

1 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 0 5 0 0 0 0 0 5

2 Noctuidae Ngengat Polinator 5 0 0 5 1 0 2 13

3 Isoptera Rayap Dekomposer 1 0 0 0 0 0 0 1

4 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 1 0 0 0 0 0 0 1

5 Aedes albopictus Nyamuk Hama 22 6 0 2 2 0 2 34

6 Hermetia illucens Lalat Hama 3 0 0 0 0 0 0 3

7 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 5 0 2 0 0 7

8 Tipulidae Lalat bangau Hama 2 0 0 0 0 0 0 2

9 Formicidae Semut hitam Predator 0 3 0 0 0 0 0 3

10 Delias sp Kupu-kupu Polinator 5 0 5 0 0 1 0 11

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada masing-masing kuadran

memiliki hasil dan jenis serangga yang cukup beragam. Keanekargaman yang

terdapat pada masing-masing kuadran juga berhubungan pada faktor abiotik yang

berada pada masing-masing kuadran. Kuadran pertama terdapat 6 ordo yaitu ordo

Lepidoptera, Orthoptera, Diptera, Odonata, Hymenoptera dan Hemiptera dan ordo

yang paling banyak ditemukan pada kuadran 1 ini adalah Lepidoptera. Pada

kuadran 2 terdapat 5 ordo yang ditemukan yaitu ordo Lepidoptera, Orthoptera,

Diptera, Hymenoptera dan Hemiptera. Pada kuadran 2 ini ordo Diptera jenis

Aedes albopictusmendapatkan jumlah paling banyak yaitu 18 ekor. Pada kuadran

3 terdapat 6 ordo yaitu ordo Lepidoptera, Diptera, Hymenoptera, Odonata,

Ortoptera dan Hemiptera. Kuadran 1 dan 3 berada pada satu garis lurus sehingga

Page 49: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

33

jenis serangga yang didapatkan hampir sama, dan masih didominasi oleh ordo

Lepidoptera. Pada kuadran yang terakhir yaitu kuadran 4 terdapat empat ordo

yang ditemukan yaitu ordo Lepidoptera, Orthoptera, Diptera, Hymenoptera. Pada

kuadran 4 ini ordo Diptera jenis Aedes albopictus mendapatkan jumlah paling

banyak yaitu 34 ekor.

4.1.3.2 Hutan Kota Bentuk Koridor (Jalan Jakarta)

Lokasi kedua yang dijadikan sebagai pembanding adalah hutan kota bentuk

menjalur yang ada di sepanjang jalan Jakarta. Pengamatan yang dilakukan dengan

cara membagi lokasi menjadi empat lokasi yaitu kuadran 1, kuadran 2, kuadran 3

serta kuadran 4. Seluruh ordo yang didapat merupakan pengamatan yang

dilakukan baik menggunakan perangkap Malaise trap sebanyak 1 buah, Light trap

sebanyak 1 buah dan juga Pitfall trap sebanyak 4 buah pada setiap kuadran

sehingga didapatkan 4 Malaise trap, 4 Light trap, 16 Pitfall trap pada lokasi hutan

kota jalan Jakarta. pengamatan dilakukan pada dua waktu yaitu pengamatan siang

untuk mendapatkan serangga Diurnal dan malam hari untuk mendapatkan

serangga Nocturnal.

Dari keempat kuadran yang ada di hutan kota jalan Jakarta didapatkan data

bahwa terdapat 6 ordo yang ditemukan yaitu ordo Ortoptera, Coleoptera,

Lepidoptera, Diptera, Hymenoptera dan ordo Odonata. Ordo yang paling banyak

ditemukan adalah ordo Diptera yaitu bangsa lalat dan nyamuk sebanyak 124 ekor.

Ordo kedua yang paling banyak ditemukan adalah ordo Lepidoptera yaitu

sebanyak 54 ekor. Ordo ketiga yang paling banyak ditemukan adalah ordo

Hymenoptera yaitu bangsa lebah atau tawon sebanyak 17 ekor. Selanjutnya ordo

Odonata dengan jumlah 13 ekor. Ordo Ortoptera dan ordo Coleoptera berada pada

urutan ke 5 dan 6 yaitu sebanyak 8 dan 3 ekor.

Page 50: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

34

Gambar 7. Total Proporsi Serangga Ditemukan Berdasarkan Ordo di Hutan

Kota Jalan Jakarta

Dari penelitian yang dilakukan diketahui pada setiap kuadran yang diamati

mendapatkan hasil yang berbeda. Terdapat empat kuadran pada hutan kota jalan

Jakarta. pada kuadran 1 terdapat 6 ordo yaitu ordo Orthoptera, Diptera,

Lepidoptera, Odonata, Hymenoptera dan Coleoptera. Terdapat 66 jenis serangga

yang ditemukan dari keenam ordo yang ada di kuadran 1. Pada kuadran 2 terdapat

5 ordo yang ditemukan yaitu ordo Lepidoptera, Orthoptera, Diptera, Hymenoptera

serta Ordonata dengan jumlah serangga yang paling banyak ditemukan 31 ekor

yaitu Aedes albopictus. Selanjutnya pada kuadran 3 terdapat 5 ordo yang

ditemukan yaitu ordo Orthoptera, Diptera, Ordonata, Hymenoptera serta

Lepidoptera. Pada kuadran terakhir yaitu kuadran 4 ordo yang ditemukan yaitu

ordo Lepidoptera, Diptera, Odonata serta Hymenoptera. Data tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut.

Dari keempat tabel dibawah dapat diketahui pada kuadran 1 memiliki jenis

yang lebih beragam dibandingkan dengan kuadran 2. Pada kuadran 1 dan 2

serangga yang paling banyak ditemukan adalah Aedes albopictus dari ordo

diptera. Jika dibandingkan lagi dengan kuadran 3 dan kuadran 4, pada kuadran 4

memiliki jumlah serangga yang paling sedikit. Pada kuadran ini hanya ditemukan

4 ordo dengan delapan jenis spesies serangga dan untuk yang paling dominan

ditemukan adalah serangga Aedes albopictus sebanyak 34 ekor.

Diptera 56%

Lepidoptera 25%

Hymenoptera 8%

Odonata 6%

Ortoptera 4%

Coleoptera 1%

Jumlah Serangga pada RTH Jalan Jakarta

Page 51: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

35

Tabel 13. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Jalan Jakarta

Kuadran 1

No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -

Total 1 2 3 4 5 6 7

1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 12 11 0 2 3 0 1 29

2 Hermetia illucens Lalat Hama 1 0 0 0 0 0 0 1

3 Tipulidae Lalat bangau Hama 6 0 0 0 0 0 0 6

4 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 0 0 5 0 0 0 0 5

5 Noctuidae Ngengat Polinator 3 2 1 0 0 2 1 9

6 Isoptera Rayap Dekomposer 0 0 0 0 1 0 0 1

7 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 3 0 0 0 0 0 0 3

8 Araneae Laba-laba Predator 0 2 1 0 0 2 0 5

9 Formicidae Semut hitam Predator 0 4 0 0 0 0 0 4

10 Coreidae Kumbang Predator 0 0 0 0 0 3 0 3

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Tabel 14. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Jalan Jakarta

Kuadran 2

No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -

Total 1 2 3 4 5 6 7

1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 12 12 0 2 2 0 2 31

2 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 0 0 1 0 0 0 0 1

3 Hermetia illucens Lalat Hama 2 0 0 0 0 0 0 2

4 Tipulidae Lalat bangau Hama 2 0 0 0 0 0 0 2

5 Delias sp Kupu-kupu Polinator 0 0 0 0 0 1 0 1

6 Noctuidae Ngengat Polinator 2 3 0 0 0 1 1 7

7 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 1 0 0 0 0 0 0 1

8 Zizeria sp Kupu-kupu Polinator 1 0 0 0 0 0 0 1

9 Isoptera Rayap Dekomposer 0 0 1 0 0 0 0 1

10 Formicidae Semut hitam Predator 0 5 0 0 0 0 0 5

11 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 0 1 1 0 0 2

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Tabel 15. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Jalan Jakarta

Kuadran 3

No Nama ilmiah Nama latin Peran serangga Pengamatan ke -

Total 1 2 3 4 5 6 7

1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 5 1 0 1 2 0 0 9

2 Oecophylla Semut rangrang Predator 1 0 1 0 0 0 0 2

3 Isoptera Rayap Dekomposer 0 0 1 0 0 0 0 1

4 Tipulidae Lalat bangau Hama 0 1 1 0 2 0 0 4

5 Noctuidae Ngengat Polinator 0 1 1 0 1 1 2 6

6 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 3 0 0 0 0 3

7 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 0 0 2 0 0 0 0 2

8 Araneae Laba-laba Predator 0 0 0 0 2 0 0 2

9 Formicidae Semut hitam Predator 0 5 0 0 0 0 0 5

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Page 52: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

36

Tabel 16. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Jalan Jakarta

Kuadran 4

No Nama ilmiah Nama latin Peran Pengamatan ke -

Total 1 2 3 4 5 6 7

1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 12 7 0 7 5 0 3 34

2 Tipulidae Lalat bangau Hama 5 0 0 0 0 0 0 5

3 Delias sp Kupu-kupu Polinator 3 0 3 0 0 0 0 6

4 Noctuidae Ngengat Polinator 0 0 0 2 0 0 3 5

5 Isoptera Rayap Dekomposer 0 2 0 0 0 0 0 2

6 Nymphalidae Kupu-kupu Polinator 0 3 0 0 0 0 0 3

7 Araneae Laba-laba Predator 0 3 0 0 0 0 0 3

8 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 0 0 3 0 0 3

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

4.1.4 Jenis Serangga yang Ditemukan pada Maing-masing Lokasi

4.1.4.1 Serangga Diurnal (siang hari)

Indikator kesehatan hutan kota meliputi keanekaragaman serangga

maupun biodiversitas tanaman yang tumbuh dan berkembang pada suatu wilayah

hutan kota tersebut. Dengan adanya serangga yang beranekaragam dalam jumlah

yang melimpah maka akan membuat ekosistem disuatu hutan kota menjadi terjaga

dan stabil. Cara mengetahui serangga yang hidup disuatu hutan kota adalah

dengan perlu adanya identifikasi terkait macam dan jenis serangga yang hidup

pada lokasi tersebut. Identifikasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dapat

dilakukan dengan melihat secara langsung jenis serangga yang hidup

menggunakan mata telanjang dan dengan cara melakukan penangkapan serangga

menggunakan perangkap kemudian dilakukan analisa terkait jenisnya. Pada

penelitian yang dilakukan terdapat dua jenis perangkap yang digunakan untuk

mendapatkan serangga siang. Perangkap yang digunakan yaitu malaise trap dan

pitfall trap.

(a) (b)

Page 53: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

37

(c) (d)

Gambar 8. Desain malaise trap pada Lokasi Pengamatan Hutan Kota Malabar (a),

Desain pitfall trap pada Lokasi Pengamatan Hutan Kota Malabar (b),

Desain malaise trap pada Lokasi Pengamatan Hutan Kota Jalan Jakarta

(c), Desain pitfall trap pada Lokasi Pengamatan Hutan Kota Jalan Jakarta

(d).

Tabel 17. Serangga Diurnal pada Hutan Kota Malabar

No Nama ilmiah Nama latin Peran serangga Kelimpahan

1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 48

2 Delias sp Kupu-kupu Polinator 37

3 Noctuidae Ngengat Polinator 22

4 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 20

5 Hermetia illucens Lalat Hama 8

6 Araneae Laba-laba Predator 8

7 Zizeria sp Kupu-kupu Polinator 8

8 Tipulidae Lalat bangau Hama 7

9 Isoptera Rayap Dekomposer 6

10 Geometridae Kupu-kupu Polinator 4

11 Valanga phlaeoba Belalang kayu Predator 4

12 Oecophylla Semut rangrang Predator 4

13 Vespula vulgaris Tawon Predator 3

14 Formicidae Semut hitam Predator 2

15 Coreidae Kumbang Predator 2

16 Coccinelida Kepik Predator 2

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Dari tabel diatas diketahui bahwa terdapat 16 jenis serangga diurnal dengan

jumlah seluruh spesies sebanyak 185 ekor. Serangga yang paling banyak

ditemukan di hutan kota Malabar ini adalah Aedes albopictus yaitu sebanyak 48

ekor. Hasil dari penelitian menunjukkan jumlah serangga diurnal yang terdapat

pada lokasi hutan kota Malabar lebih beragam dibandingkan dengan pada lokasi

hutan kota Jalan Jakarta. terdapat kesamaan jenis serangga pada kedua lokasi

pengamatan. Aedes albopictus merupakan jenis serangga yang paling banyak

ditemukan baik pada lokasi hutan kota Malabar maupun hutan kota Jalan Jakarta.

Page 54: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

38

pada hutan kota Malabar serangga yang paling banyak ditemukan berada pada

kuadran 1 dan 3.

Gambar 9. Serangga Diurnal di Hutan Kota Malabar

Pada hutan kota Jalan Jakarta terdapat 15 jenis serangga diurnal yang

ditemukan dengan total seluruh spesies sebanyak 99 ekor. Serangga-serangga

tersebut didapat dari perangkap yang telah dipasang yaitu malaise trap dan pitfall

trap. Serangga yang paling dominan ditemukan adalah Aedes albopictus dengan

jumlah 40 ekor.

Tabel 18. Serangga Diurnal pada Hutan Kota Jalan Jakarta

No Nama ilmiah Nama latin Peran serangga Kelimpahan

1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 40

2 Tipulidae Lalat bangau Hama 11

3 Noctuidae Ngengat Polinator 9

4 Delias sp Kupu-kupu Polinator 7

5 Araneae Laba-laba Predator 7

6 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 4

7 Geometridae Kupu-kupu Polinator 3

8 Hermetia illucens Lalat Hama 3

9 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 3

10 Isoptera Rayap Dekomposer 3

11 Coccinelida Kepik Predator 3

12 Coreidae Kumbang Predator 2

13 Oecophylla Semut rangrang Predator 2

14 Formicidae Semut hitam Predator 1

15 Zizeria sp Kupu-kupu Polinator 1

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Jenis Serangga

0

10

20

30

40

50

60

Inte

nsi

tas

Sera

ngg

a

Jumlah Serangga Diurnal di RTH Malabar

Page 55: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

39

Gambar 10. Serangga Diurnal di Hutan Kota Jalan Jakarta

4.1.4.2 Serangga Nocturnal (malam hari)

Serangga nocturnal merupakan serangga yang melakukan aktifitasnya

pada malam hari. Serangga nocturnal ini sensitif terhadap cahaya. Cahaya yang

menuntunnya untuk mencari makan dan melakukan aktifitas lainnya. Karena

serangga nocturnal sangat sensitif terhadap cahaya sehingga perangkap yang

digunakan menggunakan cahaya sebagai penarik serangga. Perangkap yang

digunakan adalah light trap.

(a) (b)

Gambar 11. Desain light trap pada lokasi pengamatan Hutan Kota Malabar (a),

Desain light trap pada lokasi pengamatan Hutan Kota Jalan Jakarta (b)

Jenis Serangga

05

1015202530354045

inte

nsi

tas

Sera

ngg

a

Jumlah Serangga Diurnal di RTH Jalan Jakarta

Page 56: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

40

Tabel 19. Serangga Nocturnal pada Hutan Kota Malabar

No Nama ilmiah Nama latin Peran serangga Kelimpahan

1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 64

2 Noctuidae Ngengat Polinator 24

3 Formicidiae Semut hitam Predator 9

4 Oecophylla Semut rangrang Predator 1

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Gambar 12. Grafik Serangga Nocturnal di Hutan Kota Malabar

Tabel 20. Serangga Nocturnal pada Hutan Kota Jalan Jakarta

No Nama ilmiah Nama latin Peran serangga Kelimpahan

1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 70

2 Noctuidae Ngengat Polinator 18

3 Formicidiae Semut hitam Predator 17

4 Hermetia illucens Lalat Hama 1

Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017

Gambar 13. Serangga Nocturnal di Hutan Kota Jalan Jakarta

010203040506070

Aedesalbopictus

Noctuidae Formicidiae Oecophylla

inte

nsi

tas

sera

ngg

a

jenis Serangga

Jumlah Serangga Nocturnal di RTH Malabar

0

20

40

60

80

Aedes albopictus Noctuidae Formicidiae Hermetia illucens

inte

nsi

tas

sera

ngg

a

jenis serangga

Jumlah Serangga Nocturnal di RTH Jalan Jakarta

Page 57: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

41

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua lokasi yaitu hutan kota Malabar

dan hutan kota Jalan Jakarta memiliki nilai keragaman yang sama. Terdapat 4

jenis serangga yang ditemukan pada kedua lokasi dengan jenis serangga yang

berbeda. Aedes albopictus merupakan serangga yang paling banyak ditemukan di

kedua lokasi pengamatan tersebut. Noctuidae menjadi serangga kedua yang paling

banyak ditemukan dengan jumlah 24 ekor untuk lokasi hutan kota Malabar serta

18 ekor untuk lokasi hutan kota Jalan Jakarta.

4.1.6 Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’) dan Indeks Dominasi

Simpson (C)

Keanekaragaman dan dominasi suatu spesies serangga sangat penting untuk

diamati, hal ini untuk mengetahui tingkat variasi dari spesies yang ada dalam

suatu ekosistem dan juga untuk mengetahui spesies yang mendominasi pada suatu

ekosistem. Adanya variasi dan dominasi pada suatu ekosistem dapat mengetahui

sejauh mana tingkat kestabilan ekosistem. Semakin beragam dan melimpahnya

suatu jenis serangga maka tingkat kestabilan suatu ekosistem semakin baik.

Berikut adalah hasil perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’)

dan Indeks Dominasi Simpson (C).

Tabel 21. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener (H’) dan Indeks

Dominasi Simpson (C) pada Lokasi Penelitian

Lokasi

Penelitian

Siang Hari Malam Hari

H’ C H’ C

RTH Bentuk

Clustered 2,43209 0,110 1,01 0,408

RTH Bentuk

Koridor 2,41538 0,109 0,79 0,464

Hasil penelitan menunjukkan Indeks Keanekaragaman (H’) yang tertinggi

ialah pada lokasi pengamatan siang hari di lokasi Hutan Kota Malabar dimana

nilai H’ yang didapatkan pada serangga siang adalah sebesar 2,43 dan untuk yang

terendah pada malam hari yaitu pada lokasi RTH bentuk menjalur yaitu sebesar

0,75. Nilai H’ yang tergolong rendah (< 1,22 ) yaitu pada malam hari di lokasi

RTH bentuk menjalur. Penelitian menunjukkan pada malam hari memiliki indeks

keanekaragaman yang lebih rendah dibandingkan pada siang hari.

Page 58: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

42

Indeks Dominasi Simpson (C), pada penelitian berkisar antara 0,11 sampai

dengan 0,40. Berdasarkan hasil tersebut kondisi ekologis dalam keadaan stabil

dan tidak terdapat spesies yang dominan. Pada kedua lokasi penelitian berada

pada posisi seimbang jika dilihat dari nilai ini. Pengamatan yang dilakukan pada

malam hari memiliki nilai indeks dominasi simpson yang lebih rendah

dibandingkan pada siang hari. Nilai indeks dominasi simpson berkisar antara 0-1.

Perhitungan ini didapatkan dari nilai angka penting pada analisa serangga masing-

masing pengamatan.

4.1.6 Hubungan Faktor Abiotik terhadap Kelimpahan Serangga

Kemampuan organisme untuk hidup dan berkembang biak tergantung pada

faktor abiotik yang salah satunya merupakan faktor pembatas yang mutlak

dibutuhkan oleh organisme tersebut. Suhu dan kelembaban merupakan faktor

abiotik yang sangat erat hubungannya dengan kelangsungan hidup suatu jenis

hewan khusunya serangga. Faktor abiotik tersebut saling berhubungan satu sama

lain.

Tabel 22. Data Suhu dan Kelembaban

No Parameter Lokasi Kisaran Selisih Total Rata-rata

1 Suhu

(0C)

Malabar 25,54 – 26,81 2,27 25,48

Jl. Jakarta 26,12 – 27,88 2,76 26,48

2 Kelembaban

(%)

Malabar 80,00 – 83,43 3,43 81,38

Jl. Jakarta 78,27 – 81,33 3,06 80,34

Sumber: Hasil Penelitian Suhu dan Kelembaban Survey Lapang, 2017

Dari tabel diatas diketahui bahwa faktor abiotik yang meliputi suhu serta

kelembaban pada lokasi penelitian yaitu hutan kota Malabar dan hutan kota Jalan

Jakarta tidak terlalu jauh beda. Suhu yang ada pada lokasi hutan kota Malabar

memiliki rata-rata suhu sebesar 25,48 0C sedangkan pada hutan kota Jalan Jakarta

memiliki suhu rata-rata 26,48 0C. Kelembaban pada kedua lokasi penelitian juga

memiliki nilai yang hampir sama yaitu 81,38 % untuk lokasi hutan kota Malabar

dan 80,34 % untuk lokasi hutan kota Jalan Jakarta.

Penentuan lokasi untuk pengukuran suhu dan kelembaban adalah dengan

mencari lokasi yang paling dominan pada masing-masing kuadran. Dimana lokasi

yang dipilih diasumsikan akan mewakili dari suhu dan kelembaban yang ada pada

Page 59: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

43

masing-masing kuadran baik pada lokasi hutan kota Malabar maupun pada hutan

kota Jalan Jakarta. suhu rata-rata yang didapatkan berdasarkan hasil perhitungan

dari suhu maksimal yang diamati pada jam 13.00 WIB ditambah dengan suhu

minimal yang diamati pada pukul 06.00 WIB kemudian dibagi menjadi 2 (

Lampiran 16).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hubungan Antara Vegetasi dengan Kelimpahan Serangga

Vegetasi adalah kumpulan beberapa tumbuhan, biasanya terdiri dari

beberapa jenis dan hidup bersama pada suatu tempat. Vegetasi memiliki peranan

penting dalam sebuah ekosistem khususnya pada ruang terbuka hijau. Vegetasi

memiliki peran sebagai penyimpan karbon, penyerap air, sebagai penyangga

keseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam udara, serta perbaikan fisik

tanah dan lain-lain (Atmojo, 2007). Hasil penelitian yang telah didapatkan untuk

analisis vegetasi pada kedua lokasi yaitu hutan kota Malabar dan hutan kota jalan

Jakarta menunjukkan bahwa terdapat berbagai macam jenis vegetasi pada kedua

lokasi pengamatan. Untuk hutan kota Malabar ini dirancang dengan nilai estetika

yang tinggi sehingga tanaman yang terdapat pada hutan kota Malabar ini memiliki

tugas ganda yaitu sebagai tanaman yang memiliki peran untuk lingkungan dan

peran sebagai tanaman hias juga.

Gambar 14. Hubungan Vegetasi dengan Serangga di RTH Malabar

y = 3,4493x - 63,536 R² = 0,622

0

100

200

300

400

0 20 40 60 80 100 120

Jum

lah

Ve

geta

si

Jumlah Serangga

Hubungan Spesies Tanamani dengan Jumlah Serangga di RTH Malabar

Page 60: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

44

Gambar 15. Hubungan Vegetasi dengan Serangga di RTH Jalan Jakarta

Hubungan spesies tanaman dengan jumlah serangga pada gambar diatas

dapat diketahui bahwa nilai R2 pada kedua lokasi adalah 0,623 untuk RTH

Malabar dan 0,585 untuk RTH Jalan Jakarta. Nilai R2 yang dihasilkan dari ke dua

tempat penelitian tersebut adalah mendekati 1. Ini menandakan bahwa terdapat

hubungan antara jumlah spesies tanaman dengan peningkatan kelimpahan jumlah

serangga. Menurut Tarumingkeng (2002), serangga memiliki habitat yang berbeda

untuk hidupnya. Beberapa serangga lebih senang hidup pada tanaman yang

memiliki tajuk yang rapat, sehingga semakin banyak jenis pepohonan sehingga

serangga akan memilih habitat tersebut.

Pada hutan kota Malabar kerapatan vegetasi yang paling tinggi berada pada

kuadran 3. Hal ini dilihat dari jumlah populasi vegetasi paling banyak berada pada

kuadran 3 dengan jumlah tanaman sebanyak 363 pohon. Kerapatan suatu vegetasi

sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi tanaman, semakin banyak jumlah

populasi maka jarak tanam semakin diperkecil, semakin sempit jarak tanam maka

kerapatan suatu populasi juga akan semakin tinggi (Syarifah, 2010). Kerapatan

yang tinggi selanjutnya berada pada kuadran 1 dengan jumlah populasi sebanyak

189 pohon. Selanjutnya pada kuadran 4 dengan jumlah 138 spesies dan kudran 2

sebanyak 101 spesies. Dengan total terdapat 791 jumlah tanaman dengan 60 jenis

spesies tanaman. Tanaman yang paling mendominasi pada lokasi ini adalah

Flamboyan atau yang mempunyai nama ilmiah Delonix regia dengan jumlah

tanaman 114 pohon (Lampiran 7). Menurut Syarifah (2010) Flamboyan atau yang

mempunyai nama ilmiah Delonix regia merupakan tanaman hias yang berbentuk

pohon dengan perilaku unik dan penuh warna. Tingginya bervariasi dengan paling

y = -3,4635x + 387,16 R² = 0,585

0

100

200

300

0 10 20 30 40 50 60 70

Jum

lah

Ve

geta

si

Jumlah Serangga

Hubungan Spesies Tanaman dengan Jumlah Serangga di RTH Jalan Jakarta

Page 61: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

45

tinggi mencapai 12 meter. Tanaman ini menyukai tempat yang terbuka dan cukup

sinar matahari. Tanaman ini tahan terhadap cekaman air dan juga serangga,

berakar kuat sehingga mampu menjadi buffer untuk vegetasi lain. Flamboyan atau

yang mempunyai nama ilmiah Delonix regia juga memiliki kemampuan untuk

menyerap residu yang dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor. Melihat hal ini

hutan kota Malabar sangat cocok apabila dijadikan sebagai hutan kota yang

memiliki fungsi sebagai area konservasi.

Pada lokasi hutan kota jalan Jakarta sebagian besar tergolong tanaman

pohon dan perdu. Analisis vegetasi menunjukkan bahwa terdapat 804 jumlah

pohon dari 40 jenis vegetasi (Lampiran 8). Tanaman yang paling banyak

mendominasi adalah Mahoni atau yang mempunyai nama ilmiah Swietenia

mahagoni Jacq sebanyak 286 pohon. Tajuk pepohonan yang ada pada lokasi ini

terbilang rapat sehingga hanya di beberapa area kecil saja yang mendapatkan sinar

matahari sampai kepermukaan tanah sepanjang siang. Hal ini karena jenis vegetasi

yang sama dengan umur yang sama sehingga tinggi pohon yang ada kebanyakan

menjadi seragam.

Kerapatan vegetasi yang paling tinggi berada pada kuadran 3 dengan jumlah

tanaman sebanyak 283 pohon. Kerapatan paling tinggi selanjutnya berada pada

kuadran 1 sebanyak 208 pohon, kuadran 2 dengan jumlah pohon sebanyak 183

pohon dan kerapatan vegetasi yang paling rendah berada pada kuadran 4 dengan

jumlah tanaman sebanyak 130 pohon. Jenis kerapatan vegetasi sangat

berpengaruh pada kondisi suhu dan kelembaban pada suatu lokasi. Menurut

Tuahid (2008) semakin banyak jumlah populasi tanaman sejenis menyebabkan

tajuk dari populasi akan semakin berhimpitan, akibat bertumpuknya tajuk

populasi menyebabkan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh permukaan

tanah menjadi semakin sedikit, hal ini menyebabkan suhu pada hutan kota Jalan

Jakarta lebih rendah dibandingkan dengan hutan kota Malabar.

Berdasarkan pembahasan tersebut menunjukkan bahwa jumlah populasi

tanaman dapat mempengaruhi atau memiliki hubungan dengan jumlah serangga

yang ada pada suatu tempat tersebut. Kelimpahan tanaman yang paling banyak

adalah berada pada hutan kota jalan Jakarta, namun untuk keanekaragaman yang

lebih melimpah adalah berada pada hutan kota Malabar. Hal ini menunjukkan

Page 62: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

46

bahwa sebagai indikator kesehatan hutan kota, hutan kota Malabar lebih baik jika

dibandingkan dengan hutan kota jalan Jakarta. hal ini sesuai dengan pernyataan

Atmojo (2007), yang menyatakan bahwa salah satu indikator kesehatan hutan

dapat dilihat berdasarkan keanekaragaman pada jenis vegetasi maupun fauna yang

berda dan mendiami suatu habitat hutan.

4.2.2 Potensi Jasa Lingkungan Sebagai Habitat Serangga pada Masing-

masing Lokasi

Pemanfaatan potensi jasa lingkungan sebagai habitat serangga merupakan

salah satu bentuk usaha yang baik dengan tidak merusak lingkungan dan

mengurangi fungsi utamanya. Serangga merupakan golongan binatang terbesar,

sekitar 75 % dari jumlah binatang yang hidup telah diketahui manusia adalah

serangga (Ridwanti, 2008). Beberapa serangga memiliki kemampuan untuk

menguntungkan manusia misalnya lebah, tetapi juga banyak serangga yang dapat

merugikan manusia misalkan bisa menyebarkan penyakit seperti nyamuk. Dari

hasil penelitian menunjukkan bahwa total proporsi serangga pada hutan kota

Malabar dan hutan kota Jalan Jakarta memiliki tingkat keragaman yang sama.

Pada masing-masing lokasi ditemukan 6 ordo, akan tetapi pada hutan kota

Malabar memiliki jumlah serangga yang lebih banyak dibandingkan hutan kota

jalan Jakarta. menurut Tarumingkeng (2002). Penyebaran serangga disebabkan

oleh adanya kesesuaian lingkungan dengan syarat hidup serangga. Apabila

serangga merasa nyaman pada suatu habitat maka serangga tersebut akan cepat

melakukan perkembangbiakan.

Pada hutan kota Malabar serangga yang paling banyak ditemukan berada

pada kuadran 1 dan 3. Pada kuadran 1 terdapat 13 jenis spesies dengan jumlah

serangga sebanyak 100 ekor sedangkan pada kuadran 3 terdapat 13 jenis spesies

dengan jumlah serangga sebanyak 84 ekor. Hal ini karena pada kuadran 1 dan 3

memiliki intensitas cahaya yang lebih baik dibandingkan dengan kuadran 2 dan 4.

Untuk ordo lepidoptera dengan jenis kupu-kupu juga banyak ditemukan pada

kuadran 1 dan 3. Pada kuadran 1 dan 3 juga terdapat beberapa tanaman jenis

bunga. Kupu-kupu memiliki kemampuan untuk menghisap nektar, dan dengan

menghisap nektar tersebut membantu dalam proses penyerbuakan (Chapman,

2002) sehingga jika terdapat banyak nektar maka kupu-kupu juga akan banyak

Page 63: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

47

yang datang untuk mencari makan. Sedangkan pada kuadran 2 dan 4 dekat dengan

area pemukiman dan pasar sehingga banyak gangguan dari asap kendaraan

bermotor, sampah-sampah. Banyaknya gangguan ini yang menyebabkan pada

kuadran 2 dan 4 lebih sedikit serangga yang ditemukan akan tetapi paling banyak

ditemukan untuk serangga nyamuk. Nyamuk merupakan serangga sebagai

indikator lokasi yang kurang bersih atau bisa dibilang kotor dan memiliki

kelembaban yang cukup tinggi.

Pada hutan kota Jalan Jakarta kuadran yang paling banyak ditemukan

serangga adalah pada kuadran 1 dengan total serangga sebanyak 66 ekor dari 13

jenis serangga. Selanjutnya adalah kuadran 2 dengan total serangga sebanyak 54

ekor dari 11 spesies. Berbeda dengan hutan kota Malabar yang memiliki tipe atau

bentuk lokasi yang persegi bergerombol, sedangkan untuk hutan kota Jalan

Jakarta memiliki tipe bentuk menjalur yang memanjang sepanjang Jalan Jakarta.

pada kuadran 1 dan 2 jenis pohon yang ditanam lebih beragam keanekaragaman

serangga pada kuadran tersebut masih bagus. Menurut Tarumingkeng (2002),

serangga memiliki habitat yang berbeda untuk hidupnya. Beberapa serangga lebih

senang hidup pada tanaman yang memiliki tajuk yang rapat, sehingga semakin

banyak jenis pepohonan sehingga serangga akan memilih habitat tersebut.

Sedangkan pada kuadran 3 dan 4 banyak ditemukan kumpulan sampah karena

pada lokasi kuadran ini dekat dengan fasilitas publik yang ada dilokasi tersebut

yaitu terdapat gazebo yang biasa digunakan pengunjung untuk duduk- duduk dan

makan dilokasi tersebut sehingga sampahnya terkumpul disekitar gazebo.

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada kedua lokasi memiliki hasil untuk

serangga jenis Aedes albopictus adalah yang paling banyak ditemukan. Serangga

jenis nyamuk ini sangat peka terhadap cahaya. Pada kedua lokasi tersebut kurang

mendapatkan cahaya sehingga ketika dilakukan perangakap dengan menggunakan

cahaya serangga jenis ini langsung mendekat. Secara keseluruhan pada kedua

lokasi pengamatan hutan kota Malabar lebih bagus terkait keanekaragaman jenis

serangga lepidoptera, yang dijadikan sebagai serangga dari indikator kesehatan

hutan dibandingkan hutan kota jalan Jakarta. tipe ruang terbuka hijau dengan

model bergerombol atau persegi juga lebih baik dalam menjaga keragaman

Page 64: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

48

ekosistem didalamnya dibandingkan dengan ruang terbuka hijau dengan model

menjalur atau memanjang.

4.2.3 Peran Serangga dalam Suatu Ekosistem

Serangga pada umumnya mempunyai peran yang sangat penting bagi

ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa kehadiran

serangga, maka kehidupan suatu ekosistem akan tergangu dan tidak akan

mencapai suatu keseimbangan. Peran serangga dalam ekosistem diantaranya

adalah sebagai:

1. Pollinator

Serangga secara tidak langsung berperan dalam proses polinasi, karena

serangga hanya bertujuan untuk mendapatkan nektar yang merupakan sumber

makanannya. Terjadinya polinasi, karena secara tidak sengaja serbuk sari

menempel dan terbawa pada tubuh serangga. Pada hutan kota Malabar serangga

polinator yang paling banyak ditemukan berada pada kuadran 1 dan 3. Pada

kuadran 1 terdapat serangga polinator sebanyak 52 ekor dan pada kuadran 3

sebanyak 39 ekor. Sedangkan pada hutan kota Jalan Jakarta serangga polinator

yang paling banyak ditemukan yaitu pada kuadran 1 dan 4. Pada kuadran 1

terdapat serangga polinator sebanyak 14 ekor dan 17 ekor pada kuadran 4.

Serangga polinator yang ditemukan pada kedua lokasi adalah jenis ordo

Lepidoptera yaitu kupu-kupu. Hal ini karena pada kuadran tersebut terdapat

beberapa tanaman jenis bunga sehingga kupu-kupu menyukai lokasi tersebut.

Kupu-kupu memiliki kemampuan untuk menghisap nektar, dan dengan

menghisap nektar tersebut membantu dalam proses penyerbuakan (Chapman,

2002) sehingga jika terdapat banyak nektar maka kupu-kupu juga akan banyak

yang datang untuk mencari makan.

2. Dekomposer

Serangga memeliki peranan yang sangat penting dalam proses dekomposisi

terutama di tanah. Serangga-serangga tersebut akan memakan tanaman-tanaman

yang sudah tua sehingga mengembalikan unsur hara dalam tanah dan membuat

tanah menjadi subur. Ruslan (2009) menyatakan bahwa serangga permukaan

tanah, sebenarnya tidak hanya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup,tetapi juga

memakan tumbuhan yang sudah mati. Serangga permukaan tanah berperan dalam

Page 65: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

49

proses dekomposisi. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan berjalan cepat

jika tidak ditunjang oleh kegiatan serangga permukaan tanah. Ketersediaan

seresah inilah yang mempengaruhi habitat serangga. Pada hutan kota Malabar

serangga dekomposer yang paling banyak ditemukan berada pada kuadran 1 dan

3. Pada kuadran 1 terdapat serangga dekomposer sebanyak 5 ekor dan pada

kuadran 3 sebanyak 4 ekor. Sedangkan pada hutan kota Jalan Jakarta serangga

dekomposer yang paling banyak ditemukan yaitu pada kuadran 1 dan 4. Pada

kuadran 1 terdapat serangga dekomposer sebanyak 6 ekor dan pada kuadran 4

sebanyak 2 ekor. Serangga dekomposer yang ditemukan pada kedua lokasi adalah

rayap. Dijelaskan, pada dasarnya rayap merupakan bagian dari komponen

lingkungan biotik yang memerankan peranan penting, seperti dapat membantu

manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara menghancurkan kayu untuk

mengembalikannya sebagian unsur hara dalam tanah.

3. Predator

Kelompok serangga ini hidup dengan cara memakan serangga lain baik

sebagian maupun seluruhnya. Predator umumnya aktif dan mempunyai tubuh

yang lebih besar dan lebih kuat dari serangga mangsanya, walaupun ada predator

yang bersikap menunggu seperti belalang sembah. Predator berperan penting

sebagai agen pengendali alami di dalam ekosistem. Pada hutan kota Malabar

serangga predator yang paling banyak ditemukan berada pada kuadran 1 dan 3.

Pada kuadran 1 terdapat serangga predator sebanyak 8 ekor dan pada kuadran 3

juga sebanyak 8 ekor. Sedangkan pada hutan kota Jalan Jakarta serangga predator

yang paling banyak ditemukan yaitu pada kuadran 1 dan 3 juga. Pada kuadran 1

terdapat serangga predator sebanyak 13 ekor dan pada kuadran 4 sebanyak 3 ekor.

Serangga predator yang ditemukan pada kedua lokasi adalah laba-laba, belalang

sembah, kumbang, kepik, capung, semut hitam dan semut rangrang. Diketahui

Laba-laba adalah predator yang dikenal secara umum. Ruslan (2009) menyatakan

bahwa terdapat beberapa jenis laba-laba akan membuat jaring dan laba-laba

tersebut menunggu di jaringnya sampaiserangga yang terbang terperangkap.

Laba-laba mendekati serangga itu dengan cepat, menggigit dan langsung

memakannya. Kadang-kadang menyimpannya untuk dimakan kemudian.

Page 66: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

50

Beberapa jenis laba-laba lainnya tidak membuat jaring, tetapi berpindah-pindah

dalam kebun untuk memburu mangsa.

4. Serangga sebagai sumber penyakit bagi manusia

Serangga mampu menyebarkan penyakit dan kematian. Sekarang ini,

terdapat 1 dari setiap 6 orang terinfeksi penyakit yang diperoleh melalui serangga.

Apabila serangga menyimpan virus, bakteri, atau parasit dalam tubuh mereka,

mereka dapat menyebarkan penyakit dengan cara meneruskannya melalui gigitan

atau cara lain. Hanya sebagian kecil serangga yang menularkan penyakit kepada

manusia dengan cara ini. Sedarlah (2003) menyatakan bahwa, dari semua

penyakit yang ditularkan serangga, nyamuk adalah ancaman yang terbesar,

menyebarkan malaria, demam berdarah, demam kuning, yang semuanya

bertanggung jawab atas beberapa juta kematian dan ratusan juta kasus penyakit

menular setiap tahun sekurang-kurangnya 40% penduduk dunia tetular malaria

dan sekitar 40% berisiko tertular demam berdarah. Tidak hanya nyamuk, lalat

juga bisa membawa jutaan mikroorganisme pada kaki mereka yang dalam dosis

yang cukup besar, dapat menyebabkan penyakit. Pada hutan kota Malabar

serangga hama yang paling banyak ditemukan berada pada kuadran 1 dan 4. Pada

kuadran 1 terdapat serangga hama sebanyak 37 ekor dan pada kuadran 4 sebanyak

39 ekor. Sedangkan pada hutan kota Jalan Jakarta serangga hama yang paling

banyak ditemukan yaitu pada kuadran 1 dan 4 juga. Pada kuadran 1 terdapat

serangga hama sebanyak 36 ekor dan pada kuadran 4 sebanyak 39 ekor. Serangga

predator yang ditemukan pada kedua lokasi adalah nyamuk dan lalat.

4.2.4 Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’) dan Indeks Dominasi

Simpson (C)

Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode perhitungan Shannon-

Wiener untuk mengetahui indeks keragaman dan Simpson untuk mengetahui

indeks dominasi, dari kedua lokasi pengamatan telah didapatkan hasil bahwa

indeks keragaman pada kedua lokasi yaitu hutan kota Malabar dan hutan kota

Jalan Jakarta memiliki nilai (H’) yang sedang yaitu 2,43 untuk hutan kota Malabar

dan 2,41 untuk hutan kota Jakarta. Krebs, 1985 menyatakan bahwa terdapat

kriteria yang dipakai untuk menentukan nilai keanekaragaman jenis serangga

(H’), yaitu:

Page 67: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

51

H’ < 1 Keanekaragaman rendah (kondisi lingkungan tidak stabil)

1 < H’< 3 Keanekaragaman sedang (kondisi lingkungan sedang)

H’ > 3 Keanekaragaman tinggi (kondisi lingkungan stabil)

Sedangkan (H’) pada pengamatan malam di hutan kota Malabar masuk

dalam kategori yang sedang yaitu 1,01 dan pada lokasi hutan kota Jalan Jakarta

masuk dalam kategori yang rendah yaitu 0,75. Indeks keragaman yang rendah

dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena ada banyaknya fasilitas

publik pada lokasi tersebut khususnya pada lokasi hutan kota Jakarta yang setelah

dilakukan perbaikan sekarang banyak dibangun fasilitas publik seperti gazebo dan

toilet yang ukurannya lumayan memakan tempat pada lokasi hutan kota Jakarta

tersebut. Hal ini yang menjadi salah satu faktor rendahnya nilai indeks

keragaman. Indeks keragaman yang rendah juga dapat disebabkan karena pada

saat dilakukan pengamatan ini pada musim hujan. Kondisi musim hujan yang

terus menerus menyebabkan kelembaban menjadi tinggi, serangga memiliki siklus

hidup pada kondisi kelembaban tertentu. Dengan kelembaban yang tinggi maka

perkembangbiakan serangga juga akan terhambat (Tambunan, 2013). Akan tetapi

tidak semua serangga berkembangbiak pada kelembaban tertentu. Beberapa

serangga dapat tumbuh dan berkembang tanpa dipengaruhi oleh kelembaban

tetentu, akan tetapi dengan siklus hujan yang terus menerus menyebabkan banyak

anakan serangga yang tidak dapat berkembang dengan baik.

Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui kekayaan spesies serta

kseimbangan jumlah populasi setiap spesies dalam ekosistem. Terdapat kriteria

yang dipakai untuk menentukan nilai indeks dominasi (C), indeks dominasi

berkisar antara 0-1. Dominasi = 0, berarti tidak terdapat spesies yang

mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.

Dominasi = 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, atau

struktur komunitas labil karena terjadi tekanan ekologis. Dari hasil pengamatan

yang didapat Indeks dominasi pada lokasi hutan kota Malabar pengamatan siang

tidak terdapat spesies yang mendominasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai (C)

pada hutan kota Malabar pengamatan siang adalah sebesar 0,110dan lokasi hutan

kota Jakarta memiliki niai sebesar 0,109. Pada pengamatan malam terdapat nilai

Page 68: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

52

indeks dominasi yang lebih tinggi yaitu 0,408 pada lokasi hutan kota Malabar dan

0,646 pada hutan kota Jakarta.

Pengamatan malam pada kedua lokasi memiliki nilai indeks dominasi yang

lebih tinggi dari siang akan tetapi nilai indeks dominasi pada kedua lokasi baik

siang dan malam masih dalam kondisi rendah (<1). Indeks dominasi berkisar dari

0-1, dimana makin kecil nilai indeks dominasi maka menunjukkan bahwa tidak

ada spesies yang mendominasi sebaliknya semakin besar dominasi maka

menunjukkan terdapat spesies tertentu (Insafitri,2010). Hal ini karena secara

umum lokasi pada kedua tempat penelitian masih berada dalam satu kawasan

tidak telalu jauh. Dengan berada pada lokasi yang tidak terlalu jauh diasumsikan

bahwa serangga yang berada pada kedua lokasi pengamatan masuk dalam jenis

yang sama karena serangga masih sering berpindah dari satu lokasi kelokasi

lainuntuk sekedar mencari makan atau berkembangbiak hingga sampai serangga

menemukan tempat yang benar-benar sesuai (Rahardjo,2003).

4.2.3 Hubungan Faktor Abiotik terhadap Kelimpahan Serangga

Berdasarkan hasil penelitian suhu udara yang dilakukan didapatkan data

suhu pada hutan kota Malabar sebesar 25,48 0C dan hutan kota Jalan Jakarta

sebesar 26,48 0C (Tabel 22), data tersebut diperoleh dari melihat suhu maksimal

pukul 13.00 dan suhu minimal pada pukul 06.00, hal ini sesuai dengan pendapat

Sudjono dalam Tauhid (2008) yang menyatakan bahwa suhu maksimal udara

terjadi pada pukul 13.00-14.00 dan mencapai titik minimum pada pukul 05.00-

06.00. terjadi peningkatan suhu sebesar 30C, peningkatan ini terbilang cukup

tinggi akan tetapi hal ini terjadi secara wajar karena suhu yang dihasilkan diamati

secara harian. Kondisi pengamatan yang dilakukan secara harian sangat wajar

apabila terjadi kenaikan suhu. Hal ini karena kondisi siang pada tiap-tiap

pengamatan mengalami perbedaan. Pengamatan dilakukan pada pukul 13.00 WIB

untuk mendapatkan suhu maksimal pada tiap harinya mengalami perbedaan.

Kondisi pada pukul 13.00 tidak selalu dalam kondisi panas, akan tetapi kadang

juga dalam kondisi mendung. Sehingga data yang didapatkan mengalami

peningkatan atau justru penurunan yang cukup tinggi. Sebagai data perbandingan

yang diambil dari BMKG karangploso dalam waktu 10 tahun terakhir.

Page 69: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

53

Kondisi rata-rata kelembaban udara pada lokasi hutan kota Malabar adalah

78,8 % dan untuk lokasi hutan kota jalan Jakarta sebesar 79,8 %. Pada hutan kota

Jalan Jakarta memiliki kelembaban yang lebih tinggi hal ini disebabkan oleh

vegetasi pada lokasi tersebut lebih rapat dibandingkan pada hutan kota Malabar.

Perbedaan jumlah vegetasi yang menyebabkan kelembaban udara yang berada di

hutan kota jalan jakarta lebih tinggi daripada hutan kota Malabar. Hal ini terjadi

karena dengan rapatnya jumlah pohon maka dapat menyerap radiasi matahari dan

menghasilkan H2O. Dari hasil peningkatan H2O dan penyerapan CO2 ini yang

mempengaruhi peningkatan kelembaban udara (Tauhid, 2008).

Cahaya matahari penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Selain

sebagai sumber utama dalam proses fotosintesis, cahaya matahari juga aktif dalam

kegiatan beraktifitas pada serangga. Menurut Dewi (2014) menyatakan bahwa

serangga lepidoptera sangat peka terhadap cahaya, sehingga adanya cahaya

menjadi simbol untuk serangga mencari makan dan beraktifitas lainnya. Dari hasil

penelitian pada kedua lokasi didapatkan hasil intensitas cahaya rata-rata pada

lokasi hutan kota Malabar sebesar 8,86 kal/cm2/hari, nilai ini lebih tinggi

dibandingkan dengan intensitas hutan kota jalan Jkaarta sebesar 6,83 kal/cm2/hari.

Intensitas cahaya, suhu dan kelembaban merupakan faktor abiotik yang

penting bagi suatu ekosistem khususnya Ruang terbuka hijau. Dengan adanya

keseimbangan pada ketiga faktor tersebut dapat dikatakan bahwa suatu ekosistem

dikatakan baik. Adanya hubungan antara ruang terbuka hijau juga erat kaitannya

dengan banyak dan beranekaragam pepohonan. Semakin banyak dan beragam

jumlah vegetasi dalam suatu wilayah maka kualitas RTH akan baik (Prasetya,

2012). Intensitas cahaya, suhu dan kelembaban yang seimbang juga berpengaruh

baik terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan serangga. Suhu yang sesuai

untuk perkembangbiakan serangga berkisar antara 25-26 0C. Dengan adanya suhu

yang sesuai maka menyebabkan keanekaragaman serangga juga akan melimpah.

Hal ini masuk dalam kategori indikator kesehatan hutan kota. RTH Malabar

memiliki keseimbangan faktor abiotik yang lebih baik dibandingkan dengan RTH

Jalan Jakarta.

Page 70: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

54

Gambar 16. Hubungan Suhu dengan Jumlah Serangga di RTH Jalan Jakarta

Gambar 17. Hubungan Suhu dengan Jumlah Serangga di RTH Malabar

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa nilai R2 pada kedua lokasi adalah

0,674 untuk RTH Jalan Jakarta serta 0,779 untuk RTH Malabar. Kedua nilai R2

yang dihasilkan adalah mendekati 1, hal ini berarti terdapat hubungan antara suhu

dan peningkatan jumlah serangga. Serangga memiliki daya peka yang tinggi

terhadap peningkatan suhu. Beberapa serangga terbang akan mengalami

penurunan cairan tubuh apabila suhu diatas 28 0C sehingga beberapa serangga

terbang memilih hanya keluar pada pagi atau malam hari dan memilih untuk

istirahat pada siang hari. Untuk menjaga kestabilan ekosistem fauna terutama

Page 71: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

55

serangga pada suatu hutan kota maka harus menjaga kestabilan suhu yang ada

pula. Jenis dan penataan penanaman vegetasi sangat mempengaruhi tingkat

intensitas cahaya matahari yang masuk dalam kawasan hutan kota. Tingginya

intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi suhu dan kelembaban yang ada

pada suatu kawasan. Sehingga vegetasi sangat mempengaruhi peningkatan suhu

dan banyaknya jumlah serangga yang dapat bertahan hidup dalam suatu ekosistem

hutan kota.

Pada ruang terbuka hijau Malabar suhu yang paling optimal untuk siklus

hidup serangga berada pada kuadran 1 dan 3. Hal ini juga dapat dilihat dengan

banyaknya jumlah serangga yang ditemukan pada kuadran 1 dan 3. Jenis vegetasi

yang berada pada kuadran 1 dan 3 juga lebih beragam. Vegetasi yang

beranekaragam dimanfaatkan sebagai tempat hidup yang sesuai pula untuk

serangga. Pada kuadran 2 dan 4 jenis serangga yang paling banyak ditemukan

adalah Aedes albopictus. Pada kuadran 2 dan 4 keanekaragaman jenis vegetasinya

kurang. Pada ruang terbuka hijau Jalan Jakarta mengalami hal yang sama bahwa

keanekaragaman jenis vegetasi yang menaungi akan mempengaruhi jenis

serangga yang menempati. Pada ruang terbuka hijau Jalan Jakarta suhu yang

paling optimal berada pada kuadran 3. Hal ini karena pada kuadran 3 lokasinya

berada di tengah dan memiliki vegetasi yang lebih beranekaragam. Serangga yang

paling banyak juga ditemukan pada kuadran 3.

Page 72: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

56

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian diketahui bahwa RTH Malabar mampu menyediakan

keanekaragaman jenis vegetasi yang melimpah dan mampu memberikan

jasa lingkungan sebagai RTH yang dijadikan sebagai habitat yang cocok

untuk bermacam vegetasi dibanding dengan RTH Jalan Jakarta sebagai

indikator kesehatan hutan. Struktur vegetasi pada RTH Malabar memiliki

jenis keanekaragaman sebanyak 60 jenis pohon sedangkan pada RTH Jalan

Jakarta hanya 40 jenis pohon.

2. Jasa lingkungan lain yang diberikan adalah mampu dijadikan sebagai habitat

untuk serangga. Serangga yang ditemukan pada RTH Malabar lebih

beragam yaitu sebesar 294 ekor dan 215 ekor pada RTH Jalan Jakarta

terutama pada ordo Lepidoptera yang dijadikan sebagai indikator kesehatan

hutan. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) serangga yang tergolong sedang

yaitu 2,43 dan 2,41 untuk pengamatan siang dan tergolong rendah untuk

pengamatan malam sebesar 1,01 dan 0,75.

3. Nilai Indeks Dominasi Simpson (C) serangga didapatkan hasil 0,109 hingga

0,110 untuk pengamatan siang dan 0,408 hingga 0,464 pengamatan malam.

Hasil ini menunjukkan nilai C<1 yang artinya tidak terdapat spesies yang

mendominasi pada lokasi penelitian. Untuk vegetasi yang paling dominan

pada RTH Malabar adalah Delonix regia dan Swietenia mahagoni Jacq

pada RTH Jalan Jakarta. untuk serangga nocturnal dan diurnal yang banyak

ditemukan adalah Aedes albopictus pada kedua lokasi.

5.2 Saran

Waktu untuk melakukan penelitian lebih baik memilih pada musim kemarau

karena dapat membantu mempermudah dalam pemasangan perangkap khususnya

malaise trap agar kainnya tidak basah terkena hujan sehingga tidak mempengaruhi

tingkat ketertarikan serangga untuk masuk kedalam perangkap tersebut.

Page 73: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

57

DAFTAR PUSTAKA

Andrew, N. R. And Hughes. 2005. Diversity and Assemblage Structure of

Phytopagous Hemiptera a Latitudial Gradiens: Predicting The Potential of

Climate Change Global. Ecol. 14:249-266.

Atmojo. 2007. Menciptakan Taman Kota yang Berseri dan Indah.

http://www.suntoro.staff.uns.ac.id/files.menciptakan-taman-kota-berseri.

Diakses 9 Juni 2017.

Borror and Long. 2008. Komunitas Serangga Herbivore dan Polong Berbagai

Jenis Legum di Daerah Taman Nasional. Manggaro. 9:6-12.

Chapman. R. F. 2002. The Insect: Structure and Function. Fifth edition. Harvard

University press. Cambridge. Masschusett.

Haneda. 2004. Science for Managing Ecosystem Services : Beyond the

Millennium Ecosystem Assessment. Proc. Natil. Acad. Sci. U.S.A.

105:8567-8572.

Hussein, R. 2010. Analisis Kualiatas dan Kenyamanan Lingkungan Kawasan

Hutan Kota, Di Kota Malang. J. Agrivita. 18(2):245-267.

Insafitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Bivalvia di Area

Bbuangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. J. Kelautan. Univ

Trunojoyo Madura. 3(1):1-6.

Jamlea. 2011. Analisis Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan Petani Padi

di Desa Sungai Durait Tengah Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai

Utara. J. Ziraaah. 31(3).

Jones, D.T. and P. Eggleton. 2000. Sampling Termite Assemblages in Tropical

Forest: Testing a Rapid Biodiversity Assemblage Protocol. J. Applied

Ecol. 37 : 191-203.

Little. 2006. Keanekaragaman Jenis Serangga di Hutan Tinjomoyo Kota

Semarang, Jawa Tengah. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Negeri

Semarang. Semarang. pp. 19-26.

Ludwig. J.A. & Reynolds F. 1998. Statistical Ecology. Jhon Wiley & Sons, New

York.

Nakamuta, P.D. dan R.P. Reimon. 2008. Tingkat Serangan Hama Penggerek

Tongkol (Helicoverpa armigera Hubner) pada Jagung Varietas Bisi-2 dan

Lokal Motorokiki. Seminar Hasil Agroekoteknologi. Fakultas Ilmu

Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Pelawi, A.P. 2009. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada Beberapa

Ekosistem di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten

Labuhan Batu. Skripsi. Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas

Pertanian USU. Medan. pp. 28.

Prasetyo. 2008. Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro di Kota Pasuruan. Geografi

UM. Malang.

Page 74: ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA ...repository.ub.ac.id/6111/1/Putri, Nur Fitriana Edi.pdfketerkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999)

58

Rahardjo, S. 2003. Komposisi Vegetasi Pada Lahan Bekas Terbakar Di Hutan

Pendidikan Gunung Walat. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan

IPB. J. Silvikultur Tropika. 7(2):125-132.

Ridwanti. 2008. Taksonomi dan Penyebaran Serangga Penggerek Kayu. Fakultas

Pertanian Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Rizali, A.,D. Buchori dan H. Triwidodo.2002. Keanekaragaman Serangga Pada

Lahan Persawahan Tepian Hutan Indikator Kesehatan Lingkungan.

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Hayati 9(2):41-48.

Ruslan, H. 2009. Komposisi dan Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah

Pada Habitat Hutan Homogen dan Heterogen Di Pusat Pendidikan

Konservasi Alam (PPKA) Bodogol Sukabumi Jawa Barat. Vis Vitalis

291):43-53.

Sesanti, N. 2011. Optimasi Hutan Sebagai Penghasil Oksigen Kota Malang.

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya. J. Tata Kota dan Daerah. 3(1):65-73.

Simpson, J.R., and E.G. McPherson. 1999. Carbon Dioxide Reduction Throught

Urban Forest-Guidelines for Profesional and Volunteer Tree Planters. Gen.

Tech. Rep. PSW-GTR-171. Albany, CA: Pacific Southwest Research

Station, Forest Services, U.S. Departmen of Agriculture.

Speight, P. T, Testrit K, O and Bronthol. 1999. Experimental Tests of the

Dependence of Divercity on Plant. The America Naturalist. 152:738-750.

Sundari, E. S. 2007. Studi Untuk Menentukan Fungsi Hutan Kota dalam Masalah

Lingkungan Perkotaan. J. Perencanaan Wilayah Kota. 7(2):68-83.

Tambunan, G.R., M.U. Tarigan, dan Lisnawati. 2013. Indeks Keanekaragaman

Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di

Kebun Helvetia PT Perkebunan Nusantara II. J. Online Agroekoteknologi

USU. 1(4):1081-1091.

Tarumingkeng, R. C. 2002. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. Pusat

Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tofani, D. P. 2008. Keanekaragaman Serangga di Hutan Alam Resort Cibodas,

Gunung Gede Pangrango dan Hutan Tanaman Jati di Kph Cepu.

Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Virtanen, T., Neuvonen, S. 1999. Performance of Mont Larvae on Irch in Relation

to Altitude, Climate, Host Quality and Parasitoid. J. Animal Ecol. 120:92-

101.

Wicaksono, K. P., A. Suryanto., A. Nugroho., N. Nakagoshi and N. Kurniawan.

2011. Insect As Biological Indicator From Protected To The Disturb

Landscape In Central Java Indonesia. J. Agrivita. 33(1):75-84.