Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA MALANG
Oleh : NUR FITRIANA EDI PUTRI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
2
ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG TERBUKA HIJAU
KOTA MALANG
Oleh:
NUR FITRIANA EDI PUTRI
(135040201111327)
MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2017
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian : ANALISIS JASA LINGKUNGAN DI RUANG
TERBUKA HIJAU KOTA MALANG
Nama Mahasiswa : NUR FITRIANA EDI PUTRI
NIM : 135040201111327
Jurusan : Budidaya Pertanian
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Utama
Karuniawan Puji W. SP., MP., Ph.D. Medha Baskara. SP., MT.
NIP. 197308231997021001 NIP. 197403211999031003
Mengetahui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Nurul Aini, MS.
NIP. 19601012 198601 2 001
Tanggal Persetujuan :
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
MAJELIS PENGUJI
Penguji I Penguji II
Dr. Ir. Roedy Sulistyono., MS Medha Baskara. SP.MT.
NIP. 19540911 198002 1 002 NIP. 197403211999031003
Penguji III Penguji IV
Karuniawan Puji W., SP., MP.,Ph.D. Dr.agr. Nunun Barunawati, SP., MP.
NIP. 19730823199702 1 001 NIP. 19740724 200501 2 001
Tanggal Lulus :
xv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini
tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Agustus 2017
(Nur Fitriana Edi Putri)
i
RINGKASAN
Nur Fitriana Edi Putri. 135040201111327. Analisis Jasa Lingkungan di
Ruang Terbuka Hijau Kota Malang. Dibawah Bimbingan Karuniawan Puji
W, SP., MP., Ph.D. Sebagai Pembimbing Utama dan Medha Baskara, SP.,
MT. Sebagai Pembimbing Pendamping.
Negara kepulauan Indonesia secara geografis memiliki keanekaragaman
hayati yang sangat beragam baik flora maupun fauna. Keanekaragaman hayati
merupakan keanekaragaman sumber daya hayati yang berupa jenis maupun
kekayaan plasma nutfah, keanekaragaman antar jenis serta keanekaragaman
ekosistem. Hutan kota merupakan salah satu dari jenis (RTH) yang memiliki
banyak potensi alam yang berfungsi sebagai daerah penyangga, penyimpanan air
tanah serta sebagai wadah ekosistem flora dan fauna yang dilindungi (Departemen
Kehutanan, 2010). Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang
harus dijaga kelestarian dari kepunahannya. Penggunaan serangga sebagai
bioindikator dirasa semakin penting dengan tujuan utama untuk menggambarkan
keterkaitan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan (Speight et al., 1999).
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2017 di Hutan Kota Bentuk
Bergerombol (Malabar) dan Hutan Kota Menjalur (Jalan Jakarta) Kota Malang.
Lokasi pengambilan sampel terletak pada 112,06o – 112,07
o Bujur Timur dan
7,06o – 8,02
o Lintang Selatan. Selanjutnya kegiatan identifikasi serangga
dilakukan di Laboratorium Entomologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Brawijaya. Hipotesis yang diambil dari penelitian ini adalah Hutan Kota
berbentuk bergerombol memiliki tingkat keanekaragaman biodiversitas yang lebih
tinggi dibanding Hutan Kota berbentuk menjalur sebagai indikator jasa
lingkungan. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan survey
pada lokasi pengambilan sampel. Pada masing-masing lokasi dijadikan 4
kuwadran lokasi pengamatan, hal ini dimana titik diambil secara lurus sejajar
dengan arah hutan. Dalam masing – masing kuwadran dipasang pitfall sebanyak 4
buah, malaise trap dan light trap sebanyak 1 buah. Pemasangan perangkap untuk
serangga diurnal dipasanag pada pukul 06.00 WIB dan diambil sorenya pukul
18.00 WIB, sedangkan untuk serangga nocturnal pemasangan perangkap dipasang
pada pukul 18.00 dan diambil besoknya pada pukul 06.00 WIB. Terdapat 7 kali
pengamatan dengan interval pemantauan 3 hari sekali. Parameter yang digunakan
meliputi suhu, kelembaban, dominasi tumbuhan, parameter serangga (jenis,
jumlah, sebaran dan dominasi).
Dari hasil penelitian didapat 60 jenis vegetasi di hutan kota Malabar yang
didominasi oleh Flamboyan. Hutan kota Jalan Jakarta terdapat 40 jenis vegetasi
yang didominasi oleh Mahoni. Serangga paling banyak ditemukan di Hutan Kota
Malabar terutama pada ordo Lepidoptera. Indeks keragaman Shannon-Wiener
(H’) pada lokasi tergolong sedang yaitu 2,43 dan2,41 (Pengamatan siang) dan
1,01 dan 0,75 (Pengamatan malam). Indeks Dominasi Simpson (C) yaitu 0,110
dan 0,109 (Pengamatan siang) dan 0,408 dan 0,464 (Pengamatan malam). Dengan
hasil tersebut diketahui bahwa Hutan Kota Bergerombol (Malabar) mampu
menyediakan keanekaragaman vegetasi dan serangga yang melimpah
dibandingkan dengan Hutan Kota Menjalur (Jalan Jakarta) sebagai indikator
kesehatan hutan.
ii
SUMMARY
Nur Fitriana Edi Putri. 135040201111327. Analysis Environmental
Services Green Open Space Malang. Under the Supervision of Karuniawan
Puji Wicaksono, SP., MP., Ph.D. as The Head Supervision and Medha
Baskara, SP., MT. as Supervisor Assistant.
The Indonesian archipelago geographically have diversity is very diverse
flora and fauna. Biodiversity is the diversity of biological resources and wealth in
the form of the type of germ plasm (genetic diversity within species), diversity
among species and ecosystem diversity. Urban forest is one of the types of green
open spaces (RTH), which has a lot of natural potential which serves as a buffer
zone, soil water storage containers as well as ecosystem flora and fauna are
protected (Departemen Kehutanan, 2010). Insects are part of biodiversity must be
preserved sustainability of extinction. The use of insects as bioindicators become
even more important with the main purpose to illustrate the interconnectedness of
biotic and abiotic factors condition the environment (Speight et al., 1999).
The research was conducted in May 2017 in the forest city Malabar and
Jalan Jakarta Malang. Sampling sites located at 112.06o East longitude – 112.07
o
and 7.06o – 8.02
o South latitude. Furthermore, the identification of the activities
carried out in the laboratory of entomology insect, Faculty of Agriculture,
University of Brawijaya. The hypothesis taken from this research is the huddled
City Forest having a higher level of biodiversity diversity than the City Forest is
shaped as an indicator of environmental services. The research method is to
conduct a survey on the location of the sampling. Each location is made into 4
quadrants of the observation location, this is where the point is taken straightly
parallel to the direction of the forest. In each - each quadrant mounted pitfall of 4
pieces, malaise trap and light trap as much as 1 piece. Installation of traps for
diurnal insects dipasanag at 06.00 pm and taken the afternoon at 18.00 pm, while
for trapping nocturnal insects installed at 18.00 and taken the next day at 06.00
pm. There are 7 observations with 3-day monitoring intervals. Parameters used
include temperature, humidity, plant dominance, insect parameters (type, amount,
distribution and dominance).
From the research results obtained 60 types of vegetation in urban forest
Malabar is dominated by Flamboyan. There are 40 types of vegetation that are
dominated by Mahoni. Insects are most commonly found in the Malabar City
Forest especially in the order of Lepidoptera. The Shannon-Wiener (H ') diversity
index at moderate sites is 2.43 and 2.41 (Day Observation) and 1.01 and 0.75
(Night Observations). Simpson Domination Index (C) is 0.110 and 0.109 (Day
Observation) and 0.408 and 0.464 (Night Observations). From the results of the
research, it is known that RTH Malabar is able to provide the diversity of
abundant vegetation types and able to provide environmental services as RTH
which is used as a suitable habitat for various vegetation compared to RTH Jalan
Jakarta as an indicator of forest health.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan rasa syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat, serta kesehatan dan hidayah-Nya kepada kita sehingga
penyusunan skripsi penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penyusun.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kehadirat Rasulullah Muhammad SAW
sebagai suri tauladan kepada seluruh manusia. Skripsi saya yang berjudul
“Analisis Jasa Lingkungan di Ruang Terbuka Hijau Kota Malang” ini disusun
sebagai sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di program
strata satu Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Penyusun menyadari dalam penyusunan proposal skripsi tidak akan selesai
tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
kali ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta ayah
dan ibu serta adik tersayang yang telah memberikan semangat, doa dan dorongan
baik secara moril maupun materil. Terimakasih kepada Karuniawan Puji W. SP.,
MP., Ph.D selaku dosen pembimbing utama skripsi. Medha Baskara S.P., M.T.,
selaku dosen pembimbing kedua skripsi serta Dr. Ir. Nurul Aini, MS selaku ketua
jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya yang turut
membantu serta membimbing dan mengarahkan selama proses penyelesaian
skripsi ini.
Terimakasih kepada Riki, teman-temanku Nayla, Dessy, Eni, Poet, Atikah,
Antika, teman-teman kost Kertopamuji 25 dan teman-temanku semua
Agroekoteknologi 2013 serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga
akhirnya proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan
dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Akhir kata
semoga kita semua mendapat ridho dari Allah SWT Amin.
Malang, 29 Agustus 2017
Penulis
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 19 Juni 1995 sebagai putri
pertama dari dua bersaudara dari Ayah Drs. Edy Susanto dan Ibu Masnah.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Setia Marga
pada tahun 1999 sampai tahun 2001, kemudian masuk ke sekolah dasar di SDN
Carangrejo 2 pada tahun 2001 sampai tahun 2007, kemudian penulis melanjutkan
ke sekolah menengah pertama di SMPN 1 Sumobito pada tahun 2007 sampai
tahun 2010. Penulis melanjutkan sekolah menengah atas pada tahun 2010 sampai
tahun 2013 di SMAN 1 Kesamben. Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Strata-1 (S1) di Progam Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur melalui jalur Undangan (SNMPTN),
dan pada tahun 2015 penulis masuk di Jurusan Budidaya Pertanian, Laboratorium
Sumber Daya Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang,
Jawa Timur.
Penulis menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Magang di Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kota Malang (sekarang Dinas Perumahan dan Kawasan
Pemukiman Kota Malang) pada tahun 2016.
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN .................................................................................................... i
SUMMARY ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.3 Hipotesis ............................................................................................. 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1 Keanekaragaman Biodiversitas .......................................................... 3
2.2 Konsep Biodiversitas .......................................................................... 3
2.3 Biodiversitas Ekosistem ...................................................................... 4
2.4 Faktor Lingkungan .............................................................................. 5
2.5 Bentuk/Tipe RTH ............................................................................... 6
2.6 Jasa Lingkungan ................................................................................. 8
2.7 RTH Hutan Kota Malabar dan Jalan Jakarta ....................................... 10
3. METODE PENELITIAN ........................................................................... 12
3.1 Tempat dan Waktu .............................................................................. 12
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 12
3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 12
3.4 Metode Pelaksanaan ........................................................................... 12
3.5 Parameter Pengamatan ........................................................................ 16
3.6 Analisis Data ....................................................................................... 17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 20
4.1 Hasil ..................................................................................................... 20
4.2 Pembahasan ........................................................................................
vi
5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 56
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 56
5.2 Saran ................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 57
LAMPIRAN ....................................................................................................... 59
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Metode Pitfall .................................................................................... 14
2. Metode Malaise Trap ........................................................................ 15
3. Metode Light Trap ............................................................................ 16
4. Lokasi Hutan Kota Malabar dan Jakarta ........................................... 21
5. Pembagian Kuadran Hutan Kota Malabar dan Jakarta ..................... 21
6. Total Proporsi Serangga di Malabar ................................................. 31
7. Total Proporsi Serangga Di Jalan Jakarta ......................................... 34
8. Desain Malaise Trap Dan Pitfall ....................................................... 37
9. Serangga Diurnal di Malabar ............................................................ 38
10. Serangga Diurnal di Jalan Jakarta ..................................................... 39
11. Desain Light Trap ............................................................................. 40
12. Serangga Nocturnal di Malabar ........................................................ 40
13. Serangga Nocturnal di Jalan Jakarta ................................................. 41
14. Hubungan Vegetasi dengan Serangga di Malabar ............................ 44
15. Hubungan Vegetasi dengan Serangga di Jakarta .............................. 44
16. Hubungan Suhu dengan Serangga di Jakarta .................................... 54
17. Hubungan Suhu dengan Serangga di Malabar .................................. 54
18. RTH Bentuk Jalur Google Earth ....................................................... 60
19. RTH Bentuk Bergerombol Google Earth .......................................... 61
20. Sketsa Bentuk Bergerombol dengan Kuadran .................................. 62
21. Sketsa Bentuk Jalur dengan Kuadran ................................................ 63
22. RTH Hutan Kota Malabar ................................................................. 79
23. RTH Hutan Kota Jalan Jakarta .......................................................... 79
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Vegetasi Malabar Kuadran 1 .............................................................. 23
2. Vegetasi Malabar Kuadran 2 .............................................................. 24
3. Vegetasi Malabar Kuadran 3 .............................................................. 25
4. Vegetasi Malabar Kuadran 4 ............................................................. 26
5. Vegetasi Jakarta Kuadran 1 ............................................................... 27
6. Vegetasi Jakarta Kuadran 2 ............................................................... 28
7. Vegetasi Jakarta Kuadran 3 ............................................................... 29
8. Vegetasi Jakarta Kuadran 4 ............................................................... 29
9. Jumlah Serangga Malabar K 1 .......................................................... 31
10. Jumlah Serangga Malabar K 2 .......................................................... 31
11. Jumlah Serangga Malabar K 3 .......................................................... 32
12. Jumlah Serangga Malabar K 4 .......................................................... 32
13. Jumlah Serangga Jalan Jakarta K 1 ................................................... 35
14. Jumlah Serangga Jalan Jakarta K 2 ................................................... 35
15. Jumlah Serangga Jalan Jakarta K 3 ................................................... 35
16. Jumlah Serangga Jalan Jakarta K 4 ................................................... 36
17. Serangga Diurnal di Malabar ............................................................ 37
18. Serangga Diurnal di Jalan Jakarta ..................................................... 39
19. Serangga Nocturnal di Malabar ......................................................... 40
20. Serangga Diurnal di Jalan Jakarta ..................................................... 41
21. Nilai Indeks Shannon Wiener dan Dominasi Simpson ..................... 42
22. Data Suhu dan Kelembaban .............................................................. 43
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. RTH Bentuk Jalur ............................................................................. 60
2. RTH Bentuk Bergerombol ................................................................ 61
3. Sketsa RTH Bentuk Bergerombol ..................................................... 62
4. Sketsa RTH Bentuk Menjalur ........................................................... 63
5. Denah Perangkap Bergerombol ........................................................ 64
6. Denah Perangkap Menjalur ............................................................... 65
7. Vegetasi pada RTH Malabar ............................................................. 66
8. Vegetasi pada RTH Jalan Jakarta ...................................................... 67
9. Perhitungan Pengamatan 1 ................................................................ 69
10. Perhitungan Pengamatan 2 ................................................................ 70
11. Perhitungan Pengamatan 3 ................................................................ 71
12. Perhitungan Pengamatan 4 ............................................................... 72
13. Perhitungan Pengamatan 5 ................................................................. 73
14. Perhitungan Pengamatan 6 ................................................................. 74
15. Perhitungan Pengamatan 7 ................................................................ 75
16. Data Suhu dan Kelembaban .............................................................. 76
17. Dokumentasi Serangga ...................................................................... 77
18. Dokumentasi Lokasi Penelitian ......................................................... 79
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara kepulauan Indonesia secara geografis memiliki keanekaragaman
hayati yang sangat beragam baik flora maupun fauna. Keanekaragaman hayati
merupakan semua kehidupan yang ada di atas bumi baik tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan
keanekaragaman sistem ekologi dimana mereka hidup. Keanekaragaman hayati
ini meliputi keanekaragaman ekosistem, spesies serta genetik relatif dari
organisme – organisme yang berasal dari semua habitat baik yang ada di darat,
laut, maupun sistem perairan lainnya.
Hutan kota yang berada di Kota Malang merupakan salah satu jenis Ruang
Terbuka Hijau (RTH) yang memiliki bentuk menjalur dan bergerombol. Yang
didalamnya merupakan komunitas tanaman berupa pohon yang tumbuh di lahan
kota. Pada hutan kota bentuk jalur terdapat berbagai fasilitas publik yang ada
didalamnya diantaranya terdapatlima selasar (plaza), dua toilet umum, 96 lampu
LED beraneka bentuk, 18 lampu tiang persegi panjang serta terdapat dua gazebo
dengan kursi permanen dari beton.
Keanekaragaman spesies serangga juga merupakan bagian dari
keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun
keanekaragaman jenisnya. Serangga memiliki nilai penting diantaranya nilai
ekologi, konservasi, pendidikan, budaya serta estetika (Little, 2006). Dari segi
jumlah keberadaan serangga vital untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam
sebanyak 56,49 persen dari semua makhluk hidup yang ada di dunia adalah
serangga. Penyebaran serangga dipengaruhi oleh faktor ekologi dan geologi yang
cocok, sehingga terjadi keragaman jenis serangga. Perbedaan ini disebabkan oleh
adanya perbedaan iklim, musim, ketinggian tempat serta jenis makanannya
(Borror and Long, 2008).
Penggunaan serangga sebagai bioindikator dirasa semakin penting dengan
tujuan utama untuk menggambarkan adanya keterkaitan kondisi faktor biotik dan
abiotik lingkungan (Speight et al., 1999). Peranan serangga dalam ekosistem
diantaranya adalah sebagai polinator, dekomposer, predator (pengendali hayati),
parasitoid (pengendali hayati). Sejumlah serangga seperti kumbang, kupu-kupu,
2
dan rayap memberikan respon yang khas terhadap tingkat kerusakan hutan
sehingga memiliki potensi sebagai indikator kesehatan hutan (Jones and Eggleton,
2000). Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitas, karena keanekaragaman dapat menghasilkan kestabilan dan
berhubungan sekali dengan ekologi. Melihat hal tersebut, diperlukan penelitian
mengenai Analisis Jasa Lingkungan di Ruang Terbuka Hijau Kota Malang.
1.1 Tujuan
Mempelajari dan mengetahui tingkat keanekaragaman biodiversitas sebagai
jasa lingkungan di Ruang Terbuka Hijau dengan pengelolaan lanskap bentuk
Koridor dan bentuk Clustered.
1.2 Hipotesis
Hutan Kota berbentuk Clustered memiliki tingkat kelimpahan dan
keanekaragaman biodiversitas yang lebih tinggi dibanding Hutan Kota berbentuk
Koridor sebagai indikator jasa lingkungan.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman Biodiversitas
Keanekaragaman biodiversitas merupakan suatu interaksi antara komunitas
dan lingkungan abiotik pada suatu tempat dan waktu tertentu. Semua makhluk
hidup akan berinteraksi dengan lingkungannya yang berupa faktor biotik dan
abiotik. Faktor biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup, sedangkan untuk
faktor abiotik meliputi iklim, cuaca, suhu, air, tanah, udara, kelembapan, dan
salinitas. Faktor biotik dan abiotik sangat bervariasi, oleh karena itu ekosistem
yang merupakan kesatuan dari faktor biotik dan faktor abiotik pun bervariasi.
Sehingga dikatakan bahwa keanekaragaman hayati pada tempat yang berlainan
akan menyusun ekosistem yang berbeda – beda (Tofani, 2008).
Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan atau interaksi timbal balik
anatara makhluk hidup yang satu dengan lainnya dan juga antara makluk hidup
dengan lingkungannya. Suatu lingkungan tidak hanya dihuni oleh satu jenis
makhluk hidup saja, tetapi juga akan dihuni oleh jenis makhluk hidup lain yang
sesuai. Akibatnya, pada lingkungan tersebut akan dihuni berbagai makhluk hidup
berlainan jenis yang hidup berdampingan.
Komponen biotik dan abiotik di berbagai daerah juga akan bervariasi baik
mengenai kuantitas maupun kualitasnya. Perbedaan komponen abiotik (tidak
hidup) pada suatu daerah menyebabkan jenis makhluk hidup (biotik) yang dapat
beradaptasi dengan lingkungan tersebut berbeda – beda. Variasi kondisi
komponen abiotik yang tinggi akan menghasilkan keanekaragaman ekosistem.
Keanekaragaman ekosistem ini terjadi karena adanya keanekaragaman gen dan
keanekaragaman jenis (spesies). Jadi kenakeragaman gen ini yang akan
menyebabkan munculnya keanekargaman spesies yang akhirnya menyebabkan
munculnya keanekaragaman ekosistem.
2.2 Konsep Biodiversitas
Biodiversitas meliputi seluruh jenis variasi alam seperti tingkat molekular
dan genetis hingga ke tingkat spesies bahkan sampai subspesies. Biodiversitas ini
mencakup keseluruhan ekosistem. Dalam konsep tersebut mencoba untuk
4
menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area (Tofani, 2008). Myers
(1996 dalam Tofani, 2008) menyatakan bahwa komponen spesies meliputi seluruh
jenis tanaman, binatang dan mikroorganisme. Keanekaragaman merupakan suatu
perbedaan dalam bentuk atau sifat diantara anggota – anggota atau kelompok.
Keanekaragaman dalam level ekosistem terbagi menjadi tiga, yaitu
keanekaragaman alpha, keanekaragaman gamma dan keanekargaman beta.
Magguran (1998 dalam Tofani, 2008) menjelaskan bahwa terdapat pengertian dari
semua levell keragaman tersebut, adalah:
a. Keanekaragaman titik (point diversity), ialah nilai keanekaragaman pada
suatu unit contoh yang diukur.
b. Keanekaragaman alpha (alpha diversity), ialah nilai keanekaragaman pada
suatu habitat yang homogen (gabungan keanekaragaman titik).
c. Keanekaragaman gamma (gamma diversity), ialah nilai keanekargaman
pada suatu pulau atau lanskap (gabungan keanekargaman alpha).
d. Keanekaragaman epsilon (epsilon diversity), ialah nilai keanekaragaman
suatu wilayah biogeografi (gabungan keanekaragaman gamma).
Dalam ekologi keanekaragaman itu mengarah kepada keanekaragaman
spesies yang pengukurannya melalui jumlah spesies dalam komunitas dan
kelimpahan relatifnya. Keragaman spesies menggambarkan keberadaan spesies
yang terdapat pada suatu wilayah atau biotipe tertentu. Keragaman spesies juga
dapat dievaluasi dengan cara menghitung indeks keragaman. Indeks keragaman
menunjukkan ukuran jumlah ragam jenisnya. Keanekargaman jenis terdiri atas
dua komponen, yaitu jumlah spesies dan jumlah individu.
2.3 Biodiversitas Ekosistem
Biodiversitas atau keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman
antar makhluk hidup yang ada didaratan maupun perairan serta kompleks ekologi
dari bagian keanekaragaman yang mencakup spesies, antar spesies, dan
ekosistem. Keanekaragaman hayati pada sumberdaya hutan dan daerah perairan di
Indonesia sangat tinggi, oleh karena tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi
tersebut, Indonesia disebut negara megabiodiversitas. Hasil-hasil penelitian
5
menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati di Indonesia terdiri atas mamalia 515
spesies, reptilia 511 jenis, burung 1.531 jenis, amphibi 270 jenis, binatang tak
bertulang belakang 2.827 jenis dan tumbuhan sebanyak ± 38.000 jenis.
Negara yang berada pada daerah tropis seperti Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik
maupun kutub. Pada daerah tropis seperti Indonesia terdapat berbagai macam
ekosistem yang ada di Indonesia, seperti ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem
pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem air tawar,
ekosistem air laut, ekosistem savana dan lainnya. Semakin banyak tipe ekosistem
yang ada mengakibatkan tingginya tingkat keanekaragaman hayati yang ada
didalamnya sebab masing-masing ekosistem ini memiliki keanekaragaman hayati
tersendiri. Sepuluh persen dari ekosistem alam berupa suaka alam, suaka
margasatwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi untuk kepentingan
budidaya plasma nutfah yang dialokasikan menjadi kawasan yang dapat memberi
perlindungan bagi keanekaragam hayati.
Jasa jasa ekologis yang diemban oleh keanekaragaman hayati pertanian,
diantaranya jasa penyerbukan, jasa penguraian, dan jasa pengendalian hayati
(predator, parasitoid, dan patogen) untuk mengendalikan hama sangatlah penting
bagi pertanian berkelanjutan. Agroekosistem yang tidak stabil mengakibatkan
kerusakan-kerusakan yang menimbulkan munculnya hama secara berulang dalam
sistem pertanian, salinisasi, erosi tanah, pencemaran air, timbulnya penyakit.
2.4 Faktor Lingkungan
Tarumingkeng (2002) menyatakan bahwa faktor lingkungan terdiri dari
lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Faktor lingkungan fisik atau abiotik
mencakup unsur – unsur litosfer atau lapisan kerak bumi termasuk tanah yang
mencakup tipe tanah, bahan induk serta parameter lain seperti struktur, tekstur,
sifat – sifat fisik, kimia dan kesuburan, hidrosfer, yang meliputi lautan dan
perairan lainnya dengan parameter – parameter: arus, kedalaman, salinitas,
keasaman (pH), kandungan bahan – bahan, suhu) dan atmosfer (udara: iklim,
cuaca, angin, suhu).
6
Tarumingkeng (2002) menyatakan bahwa keadaan lingkungan hidup
mempengaruhi keanekargaman bentuk – bentuk hayati dan banyaknya jenis
makhluk hidup (biodiversitas) dan sebaliknya keanekargaman dan banyaknya
makhluk hidup juga menentukan keadaan lingkungan. Oleh karena itu kehidupan
serangga sangat bergantung pada habitat dan faktor lingkungan, karena hal
tersebut sangat mempengaruhi dan menentukan perkembangan serangga tersebut.
Graham (1952) dalam Tofani (2008) menyatakan bahwa faktor lingkungan
abiotik sangat menentukan struktur komunitas fauna yang terdapat pada suatu
habitat, yaitu laju pengembangan serangga, kelangsungan hidup, kesehatan dan
aktivitas individu, distribusi dan ukuran populasi. Sedangkan faktor lingkungan
hayati atau biotik merupakan bagian dari keseluruhan lingkungan yang terbentuk
dari semua fungsi hayati makhluk hidup yang satu dan yang lainnya saling
berinteraksi. Faktor biotik berpengaruh pada perkembangan populasi serangga
hama adalah daya reproduksi dan kemampuan hidup serangga hama, kualitas dan
kuantitas bahan makanan yang tersedia, parasit, pemangsa, dan penyakit serangga.
Pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan dalam studi
ekologi fauna, karena dapat mengetahui besarnya pengaruh dari faktor abiotik
tersebut terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok fauna. Slah satu
faktor abiotik yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan dari populasi
serangga adalah dari faktor suhu dan kelembaban (Tofani, 2008).
Serangga termasuk hewan berdarah dingin sehingga pertumbuhannya
banyak dipengaruhi suhu lingkungannya. Di daerah – daerah beriklim dingin
pertumbuhannya lambat, sedangkan di daerah tropik seperti indonesia
pertumbuhan serangga relatif cepat. Dengan demikian banyaknya generasi yang
terjadi di daerah beriklim panas lebih banyak daripada di daerah dingin. Ruslan
dan Noor (2007) menyatakan bahwa pada musim kemarau, famili Formicidae dan
Nitidulidae akan banyak ditemukan pada permukaan tanah, sedangkan pada
musim hujan, famili Formicidae dan Tenebrionidae yang akan lebih banyak
ditemukan pada permukaan tanah.
2.5 Macam-macam Bentuk/Tipe Ruang Terbuka Hijau
7
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan bagian dari ruang – ruang
terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,
tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung
atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu
keamanan, kenyamanan, kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
Ruang terbuka hijau diwilayah perkotaan dititikberatkan pada hijau pada unsur
kota, baik produktif maupun non produktif, dapat berupa kawasan jalur hijau
pertamanan kota, kawasan hijau pertanian, kawasan jalur hijau pesisir pantai,
kawasan jalur hijau sungai dan bentuk ruang terbuka hijau lainnya.
Ruang Terbuka Hijau memiliki berbagai bentuk diantaranya:
a) Bentuk Clustered adalah RTH yang secara fisik berbentuk non-linear,
kompak, zonal atau areal, yang dibagi dengan: Kawasan yaitu bentuk yang
relatif luas (> 1 ha), seperti lapangan bola, alun-alun kota, kebun raya
sedangkan untuk Simpul yaitu bentuk mengelompok yang relatif sempit (<
1 ha), seperti taman-taman kota, traffic islands, dan pocket park. Terdiri dari
komunitas vegetasi yang tumbuh terkonsentrasi pada suatu tempat dengan
jumlah minimal pohon 100 dengan jarak kurang dari 8 meter atau rapat
tidak beraturan. Berdasarkan ukuran-fungsionalnya, yaitu kawasan yang
berbentuk mengelompok, relatif luas ukurannya, serta dapat digunakan
untuk berbagai aktivitas sosial dan rekreatif masyarakat serta memiliki
manfaat ekologis yang tinggi, dan simpul untuk bentuk mengelompok yang
relatif kecil ukurannya dan lebih mendukung aspek estetik ruang kota tetapi
kurang dapat digunakan untuk beraktivitas masyarakat kota dan juga kurang
bermanfaat secara ekologis.
b) Bentuk Koridor adalah Ruang Terbuka Hijau yang berbentuk linear dan
memanjang. Bentuk RTH jalur ini dibagi menjadi empat berdasarkan
peruntukan dan fungsi dari tiap peruntukkannya dalam kota, yaitu (a) Jalur
hijau jalan raya, (b) Jalur hijau lintas kereta, (c) Jalur hijau tepi sungai, (d)
jalur hijau tepi kotayang lebarnya tidak dibatasi, bentukan jalur mengikuti
bentuk tertentu misalnya jalan, sungai dan memiliki satu atau lebih jalur.
Bentuk RTH ini tidak dapat digunakan untuk sarana bermain karena tidak
8
memiliki space yang cukup serta tidak dilengkapi dengan sarana bermain
atau wisata. Sedangkan RTH bentuk menyebar merupakan suatu areal yang
ditumbuhi lebih dari 100 pohon besar dan kecil tetapi terpisah-pisah
membentuk kelompok dalam suatu areal tertentu. berdasarkan peruntukan
fungsionalnya, yaitu bentuk jalur hijau jalan raya, jalur hijau lintas kereta,
jalur hijau tepi sungai, dan jalur hijau tepi kota (Hussein, 2010).
2.6 Jasa Lingkungan
Jasa lingkungan adalah penyediaan, pengaturan, penyokong proses alami,
dan pelestarian nilai budaya oleh suksesi alamiah dan manusia yang bermanfaat
bagi keberlangsungan kehidupan. Peran jasa lingkungan menurut Tofani (2008)
dijelaskan seperti berikut:
1. Peran dalam pengendalian daur air
Hutan dengan penyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya
yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang amat
besar bagi kehidupan manusia diantaranya terhadap banjir, erosi, sedimentasi
serta jasa pengendalian daur air. Ketersediaan air dengan kwalitas dan kuantitas
yang sesuai agar dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup dan lingkungan
sekitarnya, sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi, sebagai
penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi. Pengendalian
limpasan permukaan yang dapat menyebabkan banjir dalam satuan lahan. Dari
gambaran diatas, nampak jelas bahwa peran hutan sebagai penyedia jasa
lingkungan melalui kemampuannya sebagai regulator air memilii nilai arti yang
sangat penting dalam mendukunghajat hidup masyarakat disekitar hutan.
2. Peran dalam penyedia sumberdaya air
Air adalah sumberdaya yang sangat diperlukan bagi kehidupan manusia,
baik untuk keperluan air minum, penyedia pangan, maupun untuk mengelola
usaha pertanian. Kebutuhan sumberdaya air meningkat, sementara
ketersediaannya semakin terbatas. Terkait fungsi hutan sebagai pengatur tata air,
maka kebutuhan air akan terganggu apabila keadaan hutan mengalami kerusakan.
Gangguan kebutuhan air tersebut saat ini sudah mulai terasa, yaitu dengan
9
terjadinya kerusakan fungsi hidrologis hutan oleh berbagai sebab, yang membuat
cadangan air tanah untuk mendukung sistem irigasi semakin berkurang.
3. Peran dalam penyedia habitat bagi biodiversitas fauna
Serangga merupakan indikator dari kesuburan hutan. Hutan yang sehat
merupakan hutan yang didalamnya terdapat keseimbangan ekosistem baik dari
segi tanaman maupun hewan. Keanekargaman hayati merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan keanekaragaman jenis tanaman, binatang dan
mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem.
Serangga dapat digunakan sebagai indikator perubahan lingkungan. Siklus
hidup serangga yang terbilang cepat dapat digunakan sebagai indikator dari
kesehatan suatu lingkungan. Contohnya kupu – kupu, serangga yang satu ini
sangat peka terhadap perubahan lingkungan yang ada disekitarnya. Secara garis
besar dapat dikatakan bahwa preferensi habitat atau karakteristik ekologi setiap
kupu – kupu dapat mencerminkan keadaan habitatnya. Serangga juga memiliki
peranan penting dalam kegiatan penyerbukan hingga proses pembungaan, hal ini
secara ekologi turut memberi andil dalam mempertahankan keseimbangan
ekosistem dan memperkaya keanekargaman hayati yang ada di hutan kota.
4. Peran sebagai penyerap karbon
Fungsi hutan sebagai penghasil oksigen tidak dapat dipisahkan dengan
fungsi hutan sebagai penyerap karbon. Dalam menjalankan kedua fungsi tersebut,
proses interaksi antara hutan dan lingkungan yang terjadi sangat berkaitan. Hutan,
yang merupakan kumpulan dari banyak pohon, menjalankan proses fotosintesis
yang menyerap karbondioksida di atmosfer dan kemudian disimpan dalam bentuk
biomasa berupa daun, batang, akar, maupun buah, serta menghasilkan oksigen ke
udara yang akan digunakan oleh makhluk hidup dalam melakukan respirasi.
Penyerapan karbondioksida oleh ruang terbuka hijau dengan jumlah 10.000 pohon
berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbondioksida sebanyak 800 ton per
tahun (Simpson dan Mcpherson, 1999). Menurut Tinambunan (2006) hutan yang
memiliki berbagai macam tipe penutupan vegetasi memiliki kemampuan atau
daya serap terhadap karbondioksida yang berbeda. Tipe penutupan vegetasi
tersebut berupa pohon, semak belukar, padang rumput, sawah.
10
5. Peran sebagai penghasil oksigen
Fungsi hutan yang paling penting adalah produksi oksigen. Tanpa adanya
oksigen maka tidak akan ada kehidupan karena seluruh makhluk hidup didunia ini
membutuhkan oksigen dalam melangsungkan hidupnya. Hutan berperan sebagai
penghasil oksigen sekaligus mengurangi karbondioksida dan populasi udara di
bumi. Hutan terdiri sekumpulan pepohonan yang menyerap karbondioksida untuk
pembuatan makanan. Oleh karena itu pelestarian hutan sama pentingnya dengan
memelihara paru-paru. Tumbuhan atau pohon dapat dikaitkan dengan penghasil
oksigen. Hal ini dapat dilihat dari hasil estimasi ilmiah menunjukkan bahwa
dalam sejam satu lembar daun dapat memproduksi oksigen sebanyak 5 ml.
2.7 Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota Malabar dan Jalan Jakarta
Ruang terbuka hijau (RTH) kota Malang terbagi dalam tiga kategori
berdasarkan fungsi dan bentuk ruang terbuka hijau. Ketiga jenis itu antara lain
ruang terbuka hijau ekologis, sosial ekonomi dan arsitektural. Ruang terbuka hijau
ekologis bermanfaat sebagai area konservasi air dan tanah, jejaring habitat
kehidupan liar, menurunkan tingkat pencemaran udara dan mencegah banjir.
Bentuk RTH ekologis adalah hutan kota, taman kota, kawasan dan jalur hijau.
RTH di kota Malang juga terdapat di hutan kota Malabar dan Jalan Jakarta
kota Malang. Hutan kota Malabar memiliki bentuk bergerombol yang dibangun
oleh pemerintahan kota Malang sebagai salah satu daerah resapan air dan juga
berfungsi sebagai paru – paru kota. Hutan kota ini terletak di jalan Malabar
dengan luas kurang lebih 16.718 m2. Didalam RTH Malabar terdapat sumber air
yang cukup luas, sumber air ini konon dulunya merupakan sumber air yang
diperuntukkan untuk mengairi taman diseluruh kota malang. Memasuki kawasan
hutan pengunjung akan disambut dengan hawa dingin yang sejuk, sepi dan
tenang. Setelah mengalami penataan yang baik hutan kota Malabar dengan
penataan jalan setapak di dalam hutan, banyaknya tempat duduk yang tersebar dan
ditata di dalam hutan ini menjadikan hutan kota Malabar tidak hanya bermanfaat
sebagai daerah resapan air namun juga bisa digunakan sebagai sarana
peristirahatan dan edukasi.
11
Hutan kota bentuk menjalur yang lokasinya lokasinya ada di Jalan Jakarta,
arah timur dari jalan Ijen. Hutan kota ini memiliki luas 11.896 m2 dengan model
memanjang sepanjang jalan Jakarta. Wajah berbeda dari hutan kota jalan Jakarta
pada saat ini lebih dikenal sebagai taman kunang-kunang. Karena terdapat lima
selasar (plaza) serta dua toilet umum. Wajah berbeda hutan kota ini akan nampak
ketika menjelang malam. Total terdapat 96 lampu LED beraneka bentuk yang
ditata sedemikian rupa yang bisa berkedip-kedip pada malam hari seolah seperti
kunang-kunang. Plaza pertama yang berada diujung hutan kota yang dilengkapi
dengan 18 lampu tiang berbentuk persegi panjang. Plaza kedua dilengkapi lampu
putih dengan tiang berbentuk L terbalik. Plaza ketiga memiliki dua gazebo yang
dikelilingi lampu berbentuk bulat dan merupakan salah satunya plaza yang
memiliki atap serta pada plaza keempat terdapat kursi permanen dari beton yang
menyatu dengan pepohonan.
12
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2017 di Ruang Terbuka Hijau
Malabar dan Jalan Jakarta di Kota Malang. Lokasi pengambilan sampel terletak di
kota Malang yang secara geografis terletak pada 112,060 – 112,07
0 Bujur Timur
dan 7,060 – 8,02
0 Lintang Selatan dengan ketinggian antara 440 – 667 meter di
atas permukaan air laut. Untuk kegiatan identifikasi serangga dilakukan di
Laboratorium Entomologi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pitfall dengan
menggunakan aqua bekas, malaise trap, light trap, lampu, corong plastik, plastik,
meteran, selotip, pinset, gunting, tali rafia, fial film, penggaris, kertas label, buku
data, alat tulis, buku acuan identifikasi jenis dan acuan serangga, kamera. Alat
yang digunakan dalam penelitian indikator lingkungan adalah termohigrometer
dan lux meter. Sedangkan untuk bahan yang digunakan adalah: alkohol 70%, air
bersih dan detergen.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode
survey pada lokasi pengambilan sampel yang merupakan salah satu kawasan
ruang terbuka hijau di Kota Malang, yaitu hutan kota dengan bentuk koridor serta
clustered. Pada hutan kota berbentuk koridor dan clustered ini dijadikan menjadi
4 kuadran lokasi pengamatan, dimana titik diambil secara lurus sejajar dengan
arah hutan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari lima tahapan.
Kelima tahapan tersebut yakni studi pendahuluan, penentuan petak contoh,
pemasangan perangkap, identifikasi serangga dan analisis data.
3.4 Metode Pelaksanaan
3.4.1 Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui keadaan di lapangan dan
mengetahui lokasi pengamatan tersebut. Kegiatan survey pendahuluan penting
13
dilakukan untuk menentukan metode pengamatan dan penempatan sampel pada
lokasi pengamatan. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengukuran panjang, lebar
dan luas hutan kota bentuk koridor serta clustered. Dari hasil pengukuran luas,
maka akan didapatkan metode yang cocok, pembagian petak dan dapat
menentukan titik penempatan perangkap serangga.
3.4.2 Penentuan Petak Sampel
Luas hutan kota yang memiliki bentuk clustered yang ada di hutan kota
Malabar adalah 16.718 m2. Luas hutan kota berbentuk koridor yang ada di jalan
Jakarta adalah 11.896 m2. Pembagian petak menggunakan teknik kuadran
sebanyak empat kuadran (Jamlea, 2011). Dalam satu kuadran terdapat empat
pitfall, satu malaise trap dan satu light trap. Penentuan pemasangan perangkap
dilakukan dengan metode diagonal dengan malaise trap dan light trap berpusat di
tengah pada masing – masing kuadran.
3.4.3 Perangkap Serangga
Keanekaragaman jenis serangga yang terdapat pada ekosistem dapat
diketahui dengan cara melakukan pengumpulan beberapa seranga yang dapat
mewakili jenis – jenis serangga pada lokasi yang diamati. Hal ini merupakan
indikator penting dalam kegiatan penelitian.
a. Serangga Diurnal (Serangga yang aktif siang hari)
Untuk serangga yang aktif pada siang hari dilakukan dengan dua metode,
yakni:
1. Pitfall (Perangkap jatuh)
Serangga yang berada diatas tanah dapat ditangkap dengan cara memasang
pitfall. Rizali (2002) mengemukakan bahwa pitfall umumnya banyak
memerangkap serangga tanah diantarnya ordo Hymenoptera dan Coleoptera.
Pemasangan perangkap ini adalah dengan menanamkan kedalam tanah. Wadah
dibuat datar dengan tanah untuk supaya air hujan tidan masuk ke dalam
perangkap, maka dibagian atas perangkap diberi atap. Pemasangan perangkap
dilakukan pada titik sampel yang telah ditentukan. Terdapat 7 kali pengamatan
dengan interval pemantauan tiga hari sekali (Pelawi, 2009).
14
Wadah yang digunakan adalah wadah bekas air mineral dan diberi larutan
campuran antara air dan detergen. Perangkap ini dipasang jam 06.00 WIB pagi
dan diambil sore jam 18.00 WIB. Hal ini sesuai dengan waktu aktif serangga
siang. Serangga yang telah tertangkap dimasukkan ke dalam plastik dan
diekstraksi dengan air mengalir kemudian dimasukkan kedalam botol fial film
yang telah berisi campuran formalin 4% dan alkohol 70%, hal ini agar serangga
yang tertangkap bisa awet.
Gambar 1. Metode Pitfall
2. Malaise Trap
Malaise Trap merupakan identifikasi dari jenis Interception Nets yang lebih
kompleks, didesain oleh seorang entomologis asal Swedia bernama Rene Malaise.
Perangkap jebekan ini terdiri dari empat buah jaring vertikal yang dibentangkan
pada sumbu yang sama masing-masing membentuk sudut 90 derajat satu sama
lainnya. Bagian atasnya ditutup oleh kain yang berbentuk segi empat yang
disesuaikan sedemikian rupa sehingga menuju pada satu otlet tabung pengumpul
yang diletakkan pada ujung bagian atas tiang pada sumbu utama. Tabung
pengumpul dapat diberikan cairan pembunuh ataupun atraktan, bergantung
kebutuhan kolektor.
Perangkap jebakan ini bekerja dengan mekanisme menjebak serangga-
serangga yang cenderung bergerak ke atas pada satu outlet tabung pengumpul,
dimana desain dari tabung pengumpul dibuat sedemikian rupa sehingga serangga
dapat masuk namun tidak bisa keluar dari tabung tersebut, perangkap ini jauh
lebih praktis jika dibandingkan perangkap lain seperti swepnet atau yellow trap
(Haneda, 2004).
Sterofom
Lidi penyangga
Gelas aqua
Larutan detergen
15
Penangkapan dilakukan pada masing-masing kuadran interval yang
dilakukan selama 3 hari sekali selama 7 kali pengamatan sampel serangga.
Penangkapan dilakukan pada saat serangga aktif pada siang hari yakni pukul
06.00-14.00 WIB. Serangga yang tertangkap kemudian dikumpulkan dan
disimpan untuk diidentifikasi.
Gambar 2. Metode Malaise Trap
b. Serangga Nocturnal (Serangga aktif malam hari)
Firmansyah (2008) dalam Pelawi (2009) menyatakan bahwa, untuk
serangga yang aktif pada malam hari, digunakan metode light trap (perangkap
cahaya lampu). Serangga malam biasanya akan tertarik dengan cahaya. Dengan
perangkap ini akan menarik serangga yang bertebaran menuju sumber cahaya.
Serangga yang tertarik kemudian akan berputar – putar mengitari cahaya dan akan
terperangkap masuk kedalam air atau menempel karena perekat tergantung
penggunaan cahaya dan bentuk perangkapnya.
Bentuk perangkap yang akan digunakan pada serangga malam ini adalah
dengan membuat light trap sederhana dengan lampu rakitan yang dialirkan listrik
dengan tenaga aki. Pada bagian bawah lampu diberikan corong dan pada bagian
bawah corong diberi wadah dengan larutan detergen dan formalin didalamnya
untuk menampung serangga yang terjebak. Serangga yang terbang ke bola lampu
akan jatuh dari saluran dan terjebak dalm wadah tersebut. Perangkap ini dipasang
jam 18.00 WIB sore dan diambil jam 06.00 WIB esok paginya. Hal ini sesuai
dengan waktu aktif serangga malam. Serangga yang telah tertangkap dimasukkan
ke dalam plastik dan diekstraksi dengan air mengalir kemudian dimasukkan
kedalam botol fial film yang telah berisi campuran formalin 4% dan alkohol 70%.
Tabung Penampung (botol aqua)
+ larutan detergen
Kayu penyangga
Tali rafia
Kain tipis (furing)
16
Terdapat 7 kali pengamatan dengan interval pemantauan tiga hari sekali (Pelawi,
2009).
Gambar 3. Metode Light Trap
3.4.4 Identifikasi Serangga
Serangga yang telah ditemukan dari beberapa metode tersebut kemudian
diidentifikasi sampai pada taraf famili dengan melihat morfologi dari masing –
masing individu serangga, kemudian dibandingkan dengan gambar – gambar dan
uraian dari buku referensi. Buku referensi yang digunakan adalah buku Kunci
Determinasi Serangga, tahun 1991, karya Christina Lilies dan buku Pengenalan
Pelajaran Serangga, tahun 1996, karya Donald J.Borror, Charles A. Triplehorndan
Norman F. Johnson yang diterjemahkan oleh S. Partosoedjono.
3.4.5 Penelitian Pendahuluan
Sebelum penelitian dilakukan pada lokasi yang telah ditentukan, dilakukan
penelitian pendahuluan selama enam hari dengan dua kali pengamatan. Penelitian
pendahuluan ini bertujuan untuk menguji metode penelitian yang akan dilkukan
pada saat penelitian. Pengujian selama enam hari ini dilakukan dengan penentuan
petak sampel dan pemasangan perangkap. Setelah percobaan penelitian
pendahuluan dilakukan, barulah penelitian untuk pengambilan sampel sebenarnya
dilakukan.
3.5 Parameter Pengamatan
Parameter yang digunakan untuk penelitian kali ini adalah pada
pengamatan serangga yakni jenis serangga, kelimpahan serangga, sebaran
serangga, kerapatan serangga, serta parameter lingkungan yakni kelembaban suhu
Lampu penerangan
Corong penampung
Gelas aqua
Larutan detergen
17
yang ada di lokasi pengamatan, jenis vegetasi, jumlah vegetasi, sebaran vegetasi
serta penilaian fasilitas publik yang ada didalamnya.
3.6 Analisis Data
Untuk mengetahui nilai keanekaragaman jenis dengan menggunakan
perhitungan (FM), (FR), (KM), (KR), Indeks keanekaragaman jenis Shannon
wiener (H’) dan Indeks Dominasi Simpson (C). Analisis terhadap nilai
keanekaragaman jenis, perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan antar
serangga dan faktor lingkungan.
3.6.1 Frekuensi Mutlak (FM)
Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah individu terentu yang ditemukan
pada habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997 dalam Pelawi, 2009).
3.6.2 Frekuensi Relatif (FR)
Frekuensi relatif menunjukkan kehadiran suatu jenis serangga pada habitat
dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut (Suin, 1997 dalam
Pelawi, 2009).
Keterangan: FM = Nilai FM suatu jenis serangga setiap penangkapan
∑FM = Total jumlah seluruh serangga setiap penangkapan
3.6.3 Kerapatan Mutlak (KM)
Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan yang
dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997 dalam Pelawi, 2009).
3.6.4 Kerapatan Relatif (KR)
18
Keterangan: FM = Jumlah individu suatu jenis tiap penangkapan
∑FM = Total individu dalam setiap penangkapan
3.6.5 Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’)
Indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik
untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis
individu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area
(Tambunan, 2013). Nilai keragaman yang umum digunakan adalah Indeks
Keanekaragaman Shannon – wiener yaitu untuk menghitung keragaman
berdasarkan hitungan gabungan antara jumlah dan kelimpahan spesies (Ludwig
dan Reynold, 1988 dalam Tofani, 2008).
Indeks Keanekaragaman Shannon – wiener merupakan salah satu indeks
yang digunakan untuk mengukur keanekaragaman dalam data kategori. Indeks ini
hanyalah informasi entropi dalam suatu distribusi, memperlakukan spesies
sebagai simbol dan ukuran populasi relatifnya sebagai kemungkinan. Keuntungan
dari indeks ini adalah dapat memperhitungkan jumlah spesies dan kemerataan
spesies. Indeks tersebut meningkat seiring dengan penambahan spesies unik atau
dengan adanya kemerataan spesies yang lebih besar (Wicaksono et al.,
2011).Indeks keragaman spesies Shannon – wiener dirumuskan dengan:
H’ = - ∑ Pi ln Pi Dimana Pi =
Keterangan: H’ = Indeks keragaman Jenis Shannon – wiener
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah individu seluruh jenis
ln = Logaritme natural (bilangan alami)
Menurut Indrawan et al., (2013), kriteria yang dipakai untuk menentukan
nilai keanekaragaman (H’) yaitu:
H’< 1 = Keanekaragaman rendah (kondisi lingkungan tidak stabil)
19
1 < H’ < 3 = Keanekaragaman sedang (kondisi lingkungan sedang)
H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi (kondisi lingkungan stabil)
3.6.6 Indeks Dominasi Simpson (C)
Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui kekayaan spesies serta
keseimbangan jumlah individu setiap spesies dalam ekosistem. Jika dominasi
lebih terkonsentrasi pada 1 jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat dan
sebaliknya. Untuk menentukan nilai indeks dominasi digunakan rumus simpson
sebagai berikut:
Indeks Dominasi Simpson (C) =
2
Ket: C =Indeks Dominasi
Ni = Nilai penting masing-masing spesies ke-n
N = Total nilai penting dari seluruh spesies
Indeks dominasi berkisar antara 0-1. D = 0 berarti tidat terdapat spesies
yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.
D = 1 berarti terdapat spesies lainnya, atau struktur komunitas labil karena terjadi
tekanan ekologis (Fachrul et al., 2005).
20
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Profil Hutan Kota Malabar dan Hutan Kota Jalan Jakarta
Hutan kota Malabar merupakan salah satu hutan kota yang berada di Kota
Malang. Hutan kota Malabar ini memiliki bentuk bergerombol dengan luas
wilayah hutan sebesar 16.718 m2. Sebagai lahan penghijauan yang berlokasi
ditengah kota, selain sebagai paru-paru kota Malang, hutan kota Malabar juga
dijadikan sebagai alternatif tempat rekreasi yang murah. Setelah mengalami
penataan yang baik dengan penataan jalan setapak di dalam hutan, tempat duduk
dan lampu penyinaran yang tersebar dan ditata di dalam hutan ini menjadikan
hutan kota Malabar tidak hanya bermanfaat sebagai daerah resapan air namun
juga bisa digunakan sebagai sarana peristirahatan dan edukasi. Selain itu
keberadaan hutan kota Malabar penting bagi penduduk di sekitar kota Malang
karena mampu menjadi penyedia jasa lingkungan. Jasa lingkungan yang
dihasilkan hutan kota Malabar yaitu sebagai penyerap karbon yang dihasilkan dari
polusi kendaraan, penyerap air serta sebagai penyedia oksigen. Selain itu
kesehatan hutan kota Malabar juga dapat dilihat dari keanekaragaman flora dan
fauna yang terdapat di area hutan kota Malabar.
Hutan kota jalan Jakarta merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang
berada di jalan Jakarta. Hutan kota bentuk menjalur yang lokasinya ada di Jalan
Jakarta. Hutan kota ini memiliki luas 11.896 m2 dengan model memanjang
sepanjang jalan Jakarta. Wajah berbeda dari hutan kota jalan Jakarta pada saat ini
lebih dikenal sebagai taman kunang-kunang. Karena terdapat lima selasar (plaza)
serta dua toilet umum. Wajah berbeda hutan kota ini akan nampak ketika
menjelang malam. Total terdapat 96 lampu LED beraneka bentuk yang ditata
sedemikian rupa yang bisa berkedip-kedip pada malam hari seolah seperti
kunang-kunang. Plaza pertama yang berada diujung hutan kota yang dilengkapi
dengan 18 lampu tiang berbentuk persegi panjang. Plaza kedua dilengkapi lampu
putih dengan tiang berbentuk L terbalik. Plaza ketiga memiliki dua gazebo yang
dikelilingi lampu berbentuk bulat dan merupakan salah satunya plaza yang
memiliki atap serta pada plaza keempat terdapat kursi permanen dari beton yang
21
menyatu dengan pepohonan. Lokasi ini awalnya hanya digunakan sebagai
pembatas jalan namun sekarang mulai difungsikan sebagai salah satu ruang
terbuka hijau yang ada di kota Malang.
(a) (b)
Gambar 4. Lokasi Hutan Kota Malabar (a), Lokasi Hutan Kota Jalan Jakarta (b).
Pada kedua lokasi dibagi menjadi empat kuadran dengan lokasi luas
masing-masing sama. Hutan kota Malabar memiliki bentuk bergerombol persegi
sehingga pembagian kuadran dibagi menjadi empat luasan yang memiliki luasan
yang sama dan berbentuk diagonal. Pada hutan kota jalan Jakarta lokasi taman
berbentuk memanjang sehingga pembagian kuadran yang digunakan adalah
dengan cara membagi lokasi menjadi empat luasan dengan cara memanjang.
Luasan tiap-tiap kuadran baik pada tipe hutan kota bergerombol maupun menjalur
ini disamakan.
(a) (b)
Gambar 5. Pembagian kuadran hutan kota bentuk gerombol (a), pembagian
kuadran hutan kota bentuk menjalur (b).
22
4.1.2 Struktur Vegetasi pada Masing-masing Lokasi
4.1.2.1 Hutan Kota Clustered (Malabar)
Struktur vegetasi yang terdapat pada lokasi hutan kota bentuk clustered
didominasi oleh tanaman dengan bentuk batang yang besar dengan kondisi umur
tanaman termasuk umur tanaman tahunan. Hutan kota Malabar ditata secara
dinamis dan lebih mengutamakan pada konservasi lingkungan karena hutan kota
Malabar merupakan hutan kota terbesar di kota Malang, hutan kota ini memiliki
fungsi utama yaitu sebagai hutan kota yang mampu menyerap polusi udara dan
sebagai penyedia oksigen yang melimpah. Lokasi hutan kota Malabar terbilang
cukup luas untuk daerah konservasi dan berada di tengah kota Malang sangat
sesuai jika dijadikan sebagai paru-paru kota Malang.
Dari penelitian yang dilakukan jenis vegetasi yang paling banyak di
temukan di hutan kota Malabar adalah Flamboyan atau Delonix regia (Lampiran
7). Flamboyan memiliki perakaran yang cukup dalam sehingga mampu
dimanfaatkan sebagai area serapan air. Sinar matahari juga masih tercukupi di
hutan kota Malabar. Hal ini dikarenakan tinggi vegetasi yang tumbuh
beranekaragam sehingga sinar matahari masih mampu menembus lebatnya
dedaunan dari pepohonan.
23
Tabel 1. Vegetasi di Hutan Kota Malabar pada Kuadran I
No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Jenis
1 Asam Jawa Tamarindus indica 21 Lokal
2 Cemara Pentris Araucaria heterophylla 21 Introduksi
3 Ceri / Kersen Muntingia calabura L. 14 Introduksi
4 Cerme Phyllanthus acidus 11 Lokal
5 Dadap Hutan
(dadap serep)
Erythrina lithosperma/
E. suhumbrans
8 Introduksi
6 Dadap Merah Erytrina crista galli 17 Introduksi
7 Elo Ficus alomeratus 15 Lokal
8 Flamboyan Delonix regia 14 Introduksi
9 Juwet Syzygium cumini 11 Lokal
10 Kayu Manis Cinnamomun burmannii 4 Lokal
11 Keben Baringtonia asiatica 1 Lokal
12 Kelapa Sawit Elaeis quineensis 12 Introduksi
13 Kemiri Aleurites moluccana L. 4 Lokal
14 Palem Kuning Chrysalidocarpus lutescens 10 Lokal
15 Pinus Pinus mercusii 17 Introduksi
16 Pucuk Merah Syzygium oleana 1 Introduksi
17 Sengon Enterolobium cyclocarpum 5 Lokal
18 Trembesi Samaneae saman 2 Introduksi
19 Waru Hibiscus tiliaceus 1 Lokal
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Pada kuadran I lokasi hutan kota Malabar terdapat 19 spesies dengan
jumlah keseluruhan vegetasi 189 pohon. Adanya tanaman rerumputan pada bawah
permukaan tanah juga sangat membantu dalam keseimbangan ekosistem pada
lokasi ini. Tanaman yang mendominasi pada kuadran I ini adalah Asam Jawa atau
dalam bahasa latin disebut Tamarindus indicadan Cemara Pentris atau dalam
bahasa latin disebut Araucaria heterophyllasebanyak 21 pohon.
24
Tabel 2. Vegetasi di Hutan Kota Malabar pada Kuadran 2
No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Jenis
1 Asam Jawa Tamarindus indica 3 Lokal
2 Bungur Logerstroemia speciosa 11 Lokal
3 Cemara Pentris Araucaria heterophylla 14 Introduksi
4 Flamboyan Delonix regia 30 Introduksi
5 Genitu Chrysophyllum cainito 23 Introduksi
6 Klengkeng Nephellium longana 1 Introduksi
7 Kluwek Pangium edule 4 Lokal
8 Lamtoro Leuceana leucocephala 6 Introduksi
9 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq 8 Introduksi
10 Rambutan Nephelium lappaceum 1 Lokal
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Vegetasi di hutan kota Malabar pada kuadran 2 terdapat 10 jenis vegetasi
yang tumbuh. Dengan keseluruhan jumlah tanaman sebanyak 101 pohon dari 10
jenis pohon tersebut yang ada di kuadran 2. Vegetasi yang paling banyak di
kuadran ini adalah flamboyan atau yang mempunyai nama latin Delonix
regiasebanyak 30 pohon. Pada kuadran 2 ini vegetasinya lebih sedikit
dibandingkan dengan ke 3 kuadran yang lainnya dan kurang ditumbuhi bunga dan
sinar matahari yang cukup sehingga serangga juga kurang banyak ditemukan pada
kuadran ini.
Pada kuadran 3 di hutan kota Malabar terdapat 26 jenis vegetasi dengan
jumlah tanaman sebanyak 363 pohon. Jenis pohon yang paling banyak ditemukan
pada kuadran ini adalah Glodokan Tiang atau yang mempunyai nama latin
Polyanthia longifoliayaitu sebanyak 100 pohon. Pada kuadran 3 ini memiliki
kelimpahan jenis dan jumlah vegetasi yang paling banyak dibandingkan dengan
kuadran yang lainnya. Pada kuadran 4 di hutan kota Malabar terdapat 16 jenis
vegetasi dengan jumlah tanaman sebanyak 138. Vegetasi yang paling banyak
ditemukan pada kuadran ini adalah Jati atau yang mempunyai nama latin Tectona
gandissebanyak 36 pohon. Sinar matahari juga cukup terhalang oleh tajuk
vegetasi yang saling menutupi sehingga sinar matahari kurang begitu tercukupi
pada kuadran ini. Kelembaban yang terdapat pada kuadran ini juga tergolong
cukup tinggi karena lokasi ini dekat dengan sumber air.
25
Tabel 3. Vegetasi di Hutan Kota Malabar pada Kuadran 3
No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan
1 Asam Jawa Tamarindus indica 34 Lokal
2 Agave Agave attenuate/
Fureraea enbensis
8 Introduksi
3 Belimbing Averhoa carambola 7 Lokal
4 Beringin Ficus benjamina 5 Lokal
6 Dewandaru Eugenia uniflora 14 Lokal
7 Duku Lansium domesticum 1 Lokal
8 Flamboyan Delonix regia 45 Introduksi
9 Gayam Inocarpus adulis forst 2 Lokal
10 Gembilina Gmelina arborea 50 Introduksi
11 Glodokan Lokal Polyanthia sp. 14 Introduksi
12 Glodokan Tiang Polyanthia longifolia 100 Introduksi
13 Jambu Air Eugenia aquea Burm. F 2 Lokal
14 Jambu Biji Psidium guajava 1 Lokal
15 Jarak Pagar Jatropha curcas 2 Introduksi
16 Kayu Putih Mealenica viridifolia 3 Lokal
17 Kelapa Cocos nucifera 3 Lokal
18 Mangga Mangifera indica 16 Lokal
19 Mathoa Pometia pinata 13 Introduksi
20 Mengkudu Morinda citrifolia 2 Lokal
21 Melinjo Gnetum gnemon 3 Lokal
22 Salam Syzygium polyanthum 2 Lokal
23 Sawo Kecik Manilkara kauki L. 8 Lokal
24 Sengon laut Paraserianthes falcataria 12 Lokal
25 Trembesi Samaneae saman 6 Lokal
26 Waru gunung Hibiscus macrophylus 2 Lokal
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
26
Tabel 4. Vegetasi di Hutan Kota Malabar pada Kuadran 4
No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Jenis
1 Akasia Acacia mangium Wild. 10 Lokal
2 Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi 12 Lokal
3 Bintaro Cerbera manghas 11 Lokal
4 Bisbul Diospyros blancoi 2 Introduksi
5 Bunga Kupu-kupu Bauhinia purpurea 13 Lokal
6 Flamboyan Delonix regia 25 Introduksi
7 Jati Tectona grandis 36 Introduksi
8 Johar Cassia siamea Lamk 1 Introduksi
9 Kenari Canarium commune 4 Lokal
10 Ketapang Terminalia catappa 3 Lokal
11 Kiara Payung Fillicium desipiens 4 Introduksi
12 Nangka Artocarpus heterophilus 4 Lokal
13 Rambutan Nephelium lappaceum 1 Lokal
14 Sengon laut Paraserianthes falcataria 8 Lokal
15 Trembesi Samaneae saman 3 Lokal
16 Waru gunung Hibiscus macrophylus 1 Lokal
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
4.1.2.2 Hutan Kota Bentuk Koridor (Jalan Jakarta)
Hutan kota jalan Jakarta juga merupakan salah satu ruang terbuka hijau
yang ada di tengah kota Malang. Keberadaannya juga difungsikan sebagai daerah
penyerap air. Berbeda dengan hutan kota Malabar, hutan kota jalan Jakarta ini di
desain dengan bentuk menjalur memanjang sepanjang jalan Jakarta untuk
memisahkan dua jalan raya dan memang lebih ditujukan untuk estetika. Hutan
kota ini juga lebih dikenal dengan nama taman kunang-kunang karena jika malam
hari terdapat banyak lampu-lampu taman yang didesain khusus seperti kunang-
kunang yaitu bisa berkedip-kedip secara otomatis.
Dari hasil penelitian diketahui vegetasi yang paling dominan yang terdapat
di hutan kota jalan Jakarta adalah Mahoni atau yang mempunyai nama latin
Swietenia mahagoni Jacqyaitu ada sebanyak 268 pohon. Tinggi tanaman yang
ditanam juga seragam sehingga sinar matahari kurang bisa menembus sampai
kebawah permukaan tanah. Ditambah dengan terdapat lumayan banyak semak
27
yang tumbuh dibagian atas permukaan tanah yang kurang terurus menyebabkan
serangga semacam lalat dan nyamuk tumbuh dan berkembang biak dengan baik
disini.
Tabel 5. Vegetasi di Hutan Kota Jalan Jakarta pada Kuadran 1
No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Jenis
1 Alpukat Persea americana 5 Lokal
2 Anacardiaceae Anacardiaceae 1 Introduksi
3 Andong Hijau Cordyline fruticosa 7 Lokal
4 Belimbing Averhoa carambola 2 Lokal
5 Beringin Ficus benjamina 3 Lokal
6 Dadap Merah Erytrina crista galli 7 Introduksi
7 Flamboyan Delonix regia 12 Introduksi
8 Jati putih Gmelina arborea 25 Introduksi
9 Glodokan Tiang Polyanthia longifolia 8 Introduksi
10 Kersen Muntingia calabura 16 Introduksi
11 Kiara Payung Fillicium desipiens 12 Introduksi
12 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq 54 Introduksi
13 Mengkudu Morinda citrifolia 5 Lokal
14 Mindi Melia azedarach 13 Introduksi
15 Palem raja Roystenia regia 20 Lokal
16 Tanjung Mimosops elengi 18 Lokal
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Pada kuadran 1 di hutan kota jalan Jakarta terdapat 16 jenis vegetasi dengan
jumlah tanaman sebanyak 208 pohon. Vegetasi yang paling banyak ditemukan
pada kuadran ini adalah Mahoni atau yang mempunyai nama latin Swietenia
mahagoni Jacq dengan jumlah tanaman sebanyak 54 pohon. Pada kuadran 1 ini
terdapat beberapa semak yang tumbuh liar diatas permukaan tanah yang membuat
banyak serangga jenis nyamuk yang bersembunyi pada kuadran ini.
28
Tabel 6. Vegetasi di Hutan Kota Jalan Jakarta pada Kuadran 2
No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Asal-usul
1 Akasia Acacia mangium 7 Lokal
2 Andong Hijau Cordyline fruticosa 8 Lokal
3 Belimbing Averhoa carambola 2 Lokal
4 Cempaka Michelia champaca Linn 8 Lokal
5 Flamboyan Delonix regia 15 Introduksi
6 Gembilina Telik Gmelina arborea 27 Introduksi
7 Keben Baringtonia asiatica 16 Lokal
8 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq 58 Introduksi
9 Mangga Mangifera indica 16 Lokal
10 Nangka Artocarpus heterophilus 17 Lokal
11 Palem Ekor Kuda Wodyetia bifurcate 8 Lokal
12 Palem Raja Roystone regia 1 Lokal
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Pada kuadran 2 di hutan kota jalan Jakarta terdapat 12 jenis vegetasi dengan
jumlah tanaman sebanyak 183 pohon. Vegetasi yang paling banyak ditemukan
adalah adalah jenis Mahoni atau yang mempunyai nama latin Swietenia mahagoni
Jacqyaitu sebanyak 58 pohon. Pada kuadran 2 diatas permukaan tanah hanya ada
beberapa bagian saja yang ditumbuhi tanaman semak. Sehingga apabila terjadi
hujan banyak terjadi erosi percikan. Semak pada kuadran 2 bergerumbul pada
bagian tertentu.
Pada kuadran 3 di hutan kota jalan Jakarta terdapat 16 jenis vegetasi dengan
jumlah tanaman sebanyak 283 pohon. Jenis vegetasi yang paling banyak
ditemukan adalah Mahoni atau yang mempunyai nama latin Switenia mahagoni
Jacqsebanyak 113 pohon. Pada kuadran 3 ini rerumputan banyak tumbuh diatas
permukaan tanah.
29
Tabel 7. Vegetasi di Hutan Kota Jalan Jakarta pada Kuadran 3
No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Asal-usul
1 Alpukat Persea americana 7 Lokal
2 Andong Hijau Cordyline fruticosa 5 Lokal
3 Bintaro Cerbera manghas 11 Lokal
4 Cemara laut Casuarina equsetifolia 6 Introduksi
5 Dadap Merah Erytrina crista galli 5 Introduksi
6 Flamboyan Delonix regia 11 Introduksi
7 Gembilina Telik Gmelina arborea 23 Introduksi
8 Glodokan Lokal Polyanthia sp. 18 Introduksi
9 Jambu Air Syzigium javanicum 7 Lokal
10 Jambu Biji Psidium guajava 5 Lokal
11 Mahkota Dewa Phaleria macrocorpa 6 Lokal
12 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq 113 Introduksi
13 Mangga Mangifera indica 34 Lokal
14 Melinjo Gnetum gnemon L. 8 Lokal
15 Sengon Enterolobium cyclocarpum 21 Lokal
16 Sirsak Annona muricata 3 Lokal
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Tabel 8. Vegetasi di Hutan Kota Jalan Jakarta pada Kuadran 4
No Nama Tanaman Nama Ilmiah Kelimpahan Asal-usul
1 Andong Hijau Cordyline fruticosa 8 Lokal
2 Asam Jawa Tamarindus indica 2 Lokal
3 Beringin Ficus benjamina 8 Lokal
4 Bintaro Cerbera manghas 6 Lokal
5 Dadap Merah Erytrina crista galli 12 Introduksi
6 Flamboyan Delonix regia 14 Introduksi
7 Gembilina Telik Gmelina arborea 30 Introduksi
8 Kelapa Cocos nucifera 8 Lokal
9 Mahoni Switenia mahagoni Jacq 31 Introduksi
10 Pandan Suji Dracaena angustifolia 3 Lokal
11 Sono Kembang Pterocarpus indicus 8 Lokal
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
30
Pada kuadran 4 di hutan kota jalan Jakarta ini adalah kuadran yang paling
sedikit terdapat jenis vegetasi. Vegetasi pada kuadran 4 berjumlah 11 jenis dengan
jumlah tanaman sebanyak 130 pohon. Jenis vegetasi yang mendominasi pada
kuadran ini adalah Mahoni atau yang mempunyai nama latin Switenia mahagoni
Jacq sebanyak 31 pohon.
4.1.3 Serangga Sebagai Indikator dari Ekosistem Servis
4.1.3.1 Hutan Kota Clustered (Malabar)
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan interval waktu 3 hari
sekali sebanyak 7 kali pengamatan pada masing-masing lokasi. Lokasi hutan kota
Malabar dibagi menjadi 4 kuadran yakni kuadran 1,2,3 dan 4. Seluruh ordo yang
didapatkan merupakan pengamatan yang dilakukan baik menggunakan perangkap
Malaise trap sebanyak 1 buah, Light trap 1 buah serta Pitfall trap 4 buah pada
masing-masing kuadran. Pengamatan juga dilakukan dengan dua waktu yaitu
pengamatan siang dan malam hari.
Dari hasil pengamatan pada lokasi hutan kota Malabar didapatkan data
bahwa terdapat 6 ordo yang tertangkap yaitu ordo Orthoptera, ordo Hemiptera,
ordo Lepidoptera, ordo Diptera, ordo Hymenoptera dan ordo Odonata. Ordo yang
paling banyak ditemukan adalah ordo Lepidotera yaitu berupa jenis kupu dan
ngengat sebanyak 137 ekor, dan dari jumlah tersebut jenis kupu Nymphalidae
yang paling banyak ditemukan. Ordo Diptera menjadi ordo kedua yang paling
banyak ditemukan pada lokasi ini yaitu berupa jenis lalat dan nyamuk Aedes
albopictus sebanyak 125 ekor. Selanjutnya ordo Orthoptera menjadi ordo ketiga
yang ditemukan paling banyak. Ordo Orthoptera yang ditemukan adalah belalang
atau Acrididae sebanyak 10 ekor. Belalang ini aktif pada siang hari sehingga lebih
banyak ditemukan pada pengamatan siang hari. Ordo lain yang ditemukan yaitu
ordo Hymenoptera dan ordo Odonata sebanyak 9 ekor pada masing-masing ordo.
Ordo Hymenoptera yang paling banyak ditemukan adalah jenis semut hitam.
Sementara untuk ordo Odonata yang paling banyak ditemukan adalah jenis
capung sembah. Sedangkan untuk ordo terakhir adalah ordo Hemiptera dengan
jenis kepik yaitu sebanyak 8 ekor.
31
Gambar 6. Total Proporsi Serangga Ditemukan Berdasarkan Ordo di
Hutan Kota Malabar
Tabel 9. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Malabar
Kuadran 1
No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -
Total 1 2 3 4 5 6 7
1 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 1 5 5 3 2 1 3 20
2 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 0 0 1 0 0 0 0 1
3 Aedes albopictus Nyamuk Hama 13 8 0 5 3 0 5 34
4 Hermetia manasias Lalat Hama 3 0 0 0 0 0 0 3
5 Diplacodes trivialis Capung Predator 0 0 3 0 0 2 0 5
6 Formicidae Semut hitam Predator 0 2 0 0 0 0 0 2
7 Isoptera Rayap Dekomposer 0 4 0 0 1 0 0 5
8 Zizeria sp. Kupu-kupu Polinator 3 0 0 0 0 0 0 3
9 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 3 0 6 0 0 9
10 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 1 5 5 3 2 1 3 20
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Tabel 10. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Malabar
Kuadran 2
No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -
Total 1 2 3 4 5 6 7
1 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 0 2 0 0 0 2 0 4
2 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 1 0 3 0 0 0 0 4
3 Aedes albopictus Nyamuk Hama 13 3 0 2 0 0 0 18
4 Hermetia manasias Lalat Hama 4 0 0 0 0 0 0 4
5 Delias sp Kupu-kupu Polinator 0 0 0 0 0 1 0 1
6 Isoptera Rayap Dekomposer 0 0 0 0 1 0 1 2
7 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 2 0 0 0 0 2
8 Zizeria sp Kupu-kupu Polinator 1 0 0 0 0 0 0 1
9 Oecophylla Semut rang rang Predator 0 1 0 0 1 0 0 2
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Lepidotera 46%
Diptera 42%
Orthoptera 3%
Hymenoptera 3%
Odonata 3%
Hemiptera 3%
Jumlah Serangga Pada RTH Malabar
32
Tabel 11. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Malabar
Kuadran 3
No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -
Total 1 2 3 4 5 6 7
1 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 2 2 2 5 3 0 0 14
2 Araneae Laba-laba Predator 0 0 0 0 2 0 0 2
3 Noctuidae Ngengat Polinator 0 0 1 3 1 0 5 10
4 Aedes albopictus Nyamuk Hama 10 5 0 1 7 0 7 30
5 Hermetia illucens Lalat Hama 1 0 0 0 0 0 0 1
6 Delias sp Kupu-kupu Polinator 3 0 3 0 0 1 0 7
7 Tipulidae Lalat bangau Hama 2 0 0 0 0 0 0 2
8 Oecophylla Semut rangrang Predator 0 2 0 0 0 0 0 2
9 Isoptera Rayap Dekomposer 0 0 1 0 0 0 3 4
10 Zizeria sp. Kupu-kupu Polinator 4 0 0 0 0 0 0 4
11 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 0 0 3 0 0 0 0 3
12 Coreidae Kumbang Predator 0 0 0 0 1 0 0 1
13 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 3 1 0 0 0 0 4
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Tabel 12. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Malabar
Kuadran 4
No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -
Total 1 2 3 4 5 6 7
1 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 0 5 0 0 0 0 0 5
2 Noctuidae Ngengat Polinator 5 0 0 5 1 0 2 13
3 Isoptera Rayap Dekomposer 1 0 0 0 0 0 0 1
4 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 1 0 0 0 0 0 0 1
5 Aedes albopictus Nyamuk Hama 22 6 0 2 2 0 2 34
6 Hermetia illucens Lalat Hama 3 0 0 0 0 0 0 3
7 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 5 0 2 0 0 7
8 Tipulidae Lalat bangau Hama 2 0 0 0 0 0 0 2
9 Formicidae Semut hitam Predator 0 3 0 0 0 0 0 3
10 Delias sp Kupu-kupu Polinator 5 0 5 0 0 1 0 11
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada masing-masing kuadran
memiliki hasil dan jenis serangga yang cukup beragam. Keanekargaman yang
terdapat pada masing-masing kuadran juga berhubungan pada faktor abiotik yang
berada pada masing-masing kuadran. Kuadran pertama terdapat 6 ordo yaitu ordo
Lepidoptera, Orthoptera, Diptera, Odonata, Hymenoptera dan Hemiptera dan ordo
yang paling banyak ditemukan pada kuadran 1 ini adalah Lepidoptera. Pada
kuadran 2 terdapat 5 ordo yang ditemukan yaitu ordo Lepidoptera, Orthoptera,
Diptera, Hymenoptera dan Hemiptera. Pada kuadran 2 ini ordo Diptera jenis
Aedes albopictusmendapatkan jumlah paling banyak yaitu 18 ekor. Pada kuadran
3 terdapat 6 ordo yaitu ordo Lepidoptera, Diptera, Hymenoptera, Odonata,
Ortoptera dan Hemiptera. Kuadran 1 dan 3 berada pada satu garis lurus sehingga
33
jenis serangga yang didapatkan hampir sama, dan masih didominasi oleh ordo
Lepidoptera. Pada kuadran yang terakhir yaitu kuadran 4 terdapat empat ordo
yang ditemukan yaitu ordo Lepidoptera, Orthoptera, Diptera, Hymenoptera. Pada
kuadran 4 ini ordo Diptera jenis Aedes albopictus mendapatkan jumlah paling
banyak yaitu 34 ekor.
4.1.3.2 Hutan Kota Bentuk Koridor (Jalan Jakarta)
Lokasi kedua yang dijadikan sebagai pembanding adalah hutan kota bentuk
menjalur yang ada di sepanjang jalan Jakarta. Pengamatan yang dilakukan dengan
cara membagi lokasi menjadi empat lokasi yaitu kuadran 1, kuadran 2, kuadran 3
serta kuadran 4. Seluruh ordo yang didapat merupakan pengamatan yang
dilakukan baik menggunakan perangkap Malaise trap sebanyak 1 buah, Light trap
sebanyak 1 buah dan juga Pitfall trap sebanyak 4 buah pada setiap kuadran
sehingga didapatkan 4 Malaise trap, 4 Light trap, 16 Pitfall trap pada lokasi hutan
kota jalan Jakarta. pengamatan dilakukan pada dua waktu yaitu pengamatan siang
untuk mendapatkan serangga Diurnal dan malam hari untuk mendapatkan
serangga Nocturnal.
Dari keempat kuadran yang ada di hutan kota jalan Jakarta didapatkan data
bahwa terdapat 6 ordo yang ditemukan yaitu ordo Ortoptera, Coleoptera,
Lepidoptera, Diptera, Hymenoptera dan ordo Odonata. Ordo yang paling banyak
ditemukan adalah ordo Diptera yaitu bangsa lalat dan nyamuk sebanyak 124 ekor.
Ordo kedua yang paling banyak ditemukan adalah ordo Lepidoptera yaitu
sebanyak 54 ekor. Ordo ketiga yang paling banyak ditemukan adalah ordo
Hymenoptera yaitu bangsa lebah atau tawon sebanyak 17 ekor. Selanjutnya ordo
Odonata dengan jumlah 13 ekor. Ordo Ortoptera dan ordo Coleoptera berada pada
urutan ke 5 dan 6 yaitu sebanyak 8 dan 3 ekor.
34
Gambar 7. Total Proporsi Serangga Ditemukan Berdasarkan Ordo di Hutan
Kota Jalan Jakarta
Dari penelitian yang dilakukan diketahui pada setiap kuadran yang diamati
mendapatkan hasil yang berbeda. Terdapat empat kuadran pada hutan kota jalan
Jakarta. pada kuadran 1 terdapat 6 ordo yaitu ordo Orthoptera, Diptera,
Lepidoptera, Odonata, Hymenoptera dan Coleoptera. Terdapat 66 jenis serangga
yang ditemukan dari keenam ordo yang ada di kuadran 1. Pada kuadran 2 terdapat
5 ordo yang ditemukan yaitu ordo Lepidoptera, Orthoptera, Diptera, Hymenoptera
serta Ordonata dengan jumlah serangga yang paling banyak ditemukan 31 ekor
yaitu Aedes albopictus. Selanjutnya pada kuadran 3 terdapat 5 ordo yang
ditemukan yaitu ordo Orthoptera, Diptera, Ordonata, Hymenoptera serta
Lepidoptera. Pada kuadran terakhir yaitu kuadran 4 ordo yang ditemukan yaitu
ordo Lepidoptera, Diptera, Odonata serta Hymenoptera. Data tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut.
Dari keempat tabel dibawah dapat diketahui pada kuadran 1 memiliki jenis
yang lebih beragam dibandingkan dengan kuadran 2. Pada kuadran 1 dan 2
serangga yang paling banyak ditemukan adalah Aedes albopictus dari ordo
diptera. Jika dibandingkan lagi dengan kuadran 3 dan kuadran 4, pada kuadran 4
memiliki jumlah serangga yang paling sedikit. Pada kuadran ini hanya ditemukan
4 ordo dengan delapan jenis spesies serangga dan untuk yang paling dominan
ditemukan adalah serangga Aedes albopictus sebanyak 34 ekor.
Diptera 56%
Lepidoptera 25%
Hymenoptera 8%
Odonata 6%
Ortoptera 4%
Coleoptera 1%
Jumlah Serangga pada RTH Jalan Jakarta
35
Tabel 13. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Jalan Jakarta
Kuadran 1
No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -
Total 1 2 3 4 5 6 7
1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 12 11 0 2 3 0 1 29
2 Hermetia illucens Lalat Hama 1 0 0 0 0 0 0 1
3 Tipulidae Lalat bangau Hama 6 0 0 0 0 0 0 6
4 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 0 0 5 0 0 0 0 5
5 Noctuidae Ngengat Polinator 3 2 1 0 0 2 1 9
6 Isoptera Rayap Dekomposer 0 0 0 0 1 0 0 1
7 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 3 0 0 0 0 0 0 3
8 Araneae Laba-laba Predator 0 2 1 0 0 2 0 5
9 Formicidae Semut hitam Predator 0 4 0 0 0 0 0 4
10 Coreidae Kumbang Predator 0 0 0 0 0 3 0 3
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Tabel 14. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Jalan Jakarta
Kuadran 2
No Nama ilmiah Nama latin Peran Serangga Pengamatan ke -
Total 1 2 3 4 5 6 7
1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 12 12 0 2 2 0 2 31
2 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 0 0 1 0 0 0 0 1
3 Hermetia illucens Lalat Hama 2 0 0 0 0 0 0 2
4 Tipulidae Lalat bangau Hama 2 0 0 0 0 0 0 2
5 Delias sp Kupu-kupu Polinator 0 0 0 0 0 1 0 1
6 Noctuidae Ngengat Polinator 2 3 0 0 0 1 1 7
7 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 1 0 0 0 0 0 0 1
8 Zizeria sp Kupu-kupu Polinator 1 0 0 0 0 0 0 1
9 Isoptera Rayap Dekomposer 0 0 1 0 0 0 0 1
10 Formicidae Semut hitam Predator 0 5 0 0 0 0 0 5
11 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 0 1 1 0 0 2
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Tabel 15. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Jalan Jakarta
Kuadran 3
No Nama ilmiah Nama latin Peran serangga Pengamatan ke -
Total 1 2 3 4 5 6 7
1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 5 1 0 1 2 0 0 9
2 Oecophylla Semut rangrang Predator 1 0 1 0 0 0 0 2
3 Isoptera Rayap Dekomposer 0 0 1 0 0 0 0 1
4 Tipulidae Lalat bangau Hama 0 1 1 0 2 0 0 4
5 Noctuidae Ngengat Polinator 0 1 1 0 1 1 2 6
6 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 3 0 0 0 0 3
7 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 0 0 2 0 0 0 0 2
8 Araneae Laba-laba Predator 0 0 0 0 2 0 0 2
9 Formicidae Semut hitam Predator 0 5 0 0 0 0 0 5
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
36
Tabel 16. Jumlah Serangga yang Ditemukan pada Area Hutan Kota Jalan Jakarta
Kuadran 4
No Nama ilmiah Nama latin Peran Pengamatan ke -
Total 1 2 3 4 5 6 7
1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 12 7 0 7 5 0 3 34
2 Tipulidae Lalat bangau Hama 5 0 0 0 0 0 0 5
3 Delias sp Kupu-kupu Polinator 3 0 3 0 0 0 0 6
4 Noctuidae Ngengat Polinator 0 0 0 2 0 0 3 5
5 Isoptera Rayap Dekomposer 0 2 0 0 0 0 0 2
6 Nymphalidae Kupu-kupu Polinator 0 3 0 0 0 0 0 3
7 Araneae Laba-laba Predator 0 3 0 0 0 0 0 3
8 Geometridae Kupu-kupu Polinator 0 0 0 0 3 0 0 3
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
4.1.4 Jenis Serangga yang Ditemukan pada Maing-masing Lokasi
4.1.4.1 Serangga Diurnal (siang hari)
Indikator kesehatan hutan kota meliputi keanekaragaman serangga
maupun biodiversitas tanaman yang tumbuh dan berkembang pada suatu wilayah
hutan kota tersebut. Dengan adanya serangga yang beranekaragam dalam jumlah
yang melimpah maka akan membuat ekosistem disuatu hutan kota menjadi terjaga
dan stabil. Cara mengetahui serangga yang hidup disuatu hutan kota adalah
dengan perlu adanya identifikasi terkait macam dan jenis serangga yang hidup
pada lokasi tersebut. Identifikasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dapat
dilakukan dengan melihat secara langsung jenis serangga yang hidup
menggunakan mata telanjang dan dengan cara melakukan penangkapan serangga
menggunakan perangkap kemudian dilakukan analisa terkait jenisnya. Pada
penelitian yang dilakukan terdapat dua jenis perangkap yang digunakan untuk
mendapatkan serangga siang. Perangkap yang digunakan yaitu malaise trap dan
pitfall trap.
(a) (b)
37
(c) (d)
Gambar 8. Desain malaise trap pada Lokasi Pengamatan Hutan Kota Malabar (a),
Desain pitfall trap pada Lokasi Pengamatan Hutan Kota Malabar (b),
Desain malaise trap pada Lokasi Pengamatan Hutan Kota Jalan Jakarta
(c), Desain pitfall trap pada Lokasi Pengamatan Hutan Kota Jalan Jakarta
(d).
Tabel 17. Serangga Diurnal pada Hutan Kota Malabar
No Nama ilmiah Nama latin Peran serangga Kelimpahan
1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 48
2 Delias sp Kupu-kupu Polinator 37
3 Noctuidae Ngengat Polinator 22
4 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 20
5 Hermetia illucens Lalat Hama 8
6 Araneae Laba-laba Predator 8
7 Zizeria sp Kupu-kupu Polinator 8
8 Tipulidae Lalat bangau Hama 7
9 Isoptera Rayap Dekomposer 6
10 Geometridae Kupu-kupu Polinator 4
11 Valanga phlaeoba Belalang kayu Predator 4
12 Oecophylla Semut rangrang Predator 4
13 Vespula vulgaris Tawon Predator 3
14 Formicidae Semut hitam Predator 2
15 Coreidae Kumbang Predator 2
16 Coccinelida Kepik Predator 2
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Dari tabel diatas diketahui bahwa terdapat 16 jenis serangga diurnal dengan
jumlah seluruh spesies sebanyak 185 ekor. Serangga yang paling banyak
ditemukan di hutan kota Malabar ini adalah Aedes albopictus yaitu sebanyak 48
ekor. Hasil dari penelitian menunjukkan jumlah serangga diurnal yang terdapat
pada lokasi hutan kota Malabar lebih beragam dibandingkan dengan pada lokasi
hutan kota Jalan Jakarta. terdapat kesamaan jenis serangga pada kedua lokasi
pengamatan. Aedes albopictus merupakan jenis serangga yang paling banyak
ditemukan baik pada lokasi hutan kota Malabar maupun hutan kota Jalan Jakarta.
38
pada hutan kota Malabar serangga yang paling banyak ditemukan berada pada
kuadran 1 dan 3.
Gambar 9. Serangga Diurnal di Hutan Kota Malabar
Pada hutan kota Jalan Jakarta terdapat 15 jenis serangga diurnal yang
ditemukan dengan total seluruh spesies sebanyak 99 ekor. Serangga-serangga
tersebut didapat dari perangkap yang telah dipasang yaitu malaise trap dan pitfall
trap. Serangga yang paling dominan ditemukan adalah Aedes albopictus dengan
jumlah 40 ekor.
Tabel 18. Serangga Diurnal pada Hutan Kota Jalan Jakarta
No Nama ilmiah Nama latin Peran serangga Kelimpahan
1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 40
2 Tipulidae Lalat bangau Hama 11
3 Noctuidae Ngengat Polinator 9
4 Delias sp Kupu-kupu Polinator 7
5 Araneae Laba-laba Predator 7
6 Valanga nigriconis Belalang kayu Predator 4
7 Geometridae Kupu-kupu Polinator 3
8 Hermetia illucens Lalat Hama 3
9 Nympalidae Kupu-kupu Polinator 3
10 Isoptera Rayap Dekomposer 3
11 Coccinelida Kepik Predator 3
12 Coreidae Kumbang Predator 2
13 Oecophylla Semut rangrang Predator 2
14 Formicidae Semut hitam Predator 1
15 Zizeria sp Kupu-kupu Polinator 1
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Jenis Serangga
0
10
20
30
40
50
60
Inte
nsi
tas
Sera
ngg
a
Jumlah Serangga Diurnal di RTH Malabar
39
Gambar 10. Serangga Diurnal di Hutan Kota Jalan Jakarta
4.1.4.2 Serangga Nocturnal (malam hari)
Serangga nocturnal merupakan serangga yang melakukan aktifitasnya
pada malam hari. Serangga nocturnal ini sensitif terhadap cahaya. Cahaya yang
menuntunnya untuk mencari makan dan melakukan aktifitas lainnya. Karena
serangga nocturnal sangat sensitif terhadap cahaya sehingga perangkap yang
digunakan menggunakan cahaya sebagai penarik serangga. Perangkap yang
digunakan adalah light trap.
(a) (b)
Gambar 11. Desain light trap pada lokasi pengamatan Hutan Kota Malabar (a),
Desain light trap pada lokasi pengamatan Hutan Kota Jalan Jakarta (b)
Jenis Serangga
05
1015202530354045
inte
nsi
tas
Sera
ngg
a
Jumlah Serangga Diurnal di RTH Jalan Jakarta
40
Tabel 19. Serangga Nocturnal pada Hutan Kota Malabar
No Nama ilmiah Nama latin Peran serangga Kelimpahan
1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 64
2 Noctuidae Ngengat Polinator 24
3 Formicidiae Semut hitam Predator 9
4 Oecophylla Semut rangrang Predator 1
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Gambar 12. Grafik Serangga Nocturnal di Hutan Kota Malabar
Tabel 20. Serangga Nocturnal pada Hutan Kota Jalan Jakarta
No Nama ilmiah Nama latin Peran serangga Kelimpahan
1 Aedes albopictus Nyamuk Hama 70
2 Noctuidae Ngengat Polinator 18
3 Formicidiae Semut hitam Predator 17
4 Hermetia illucens Lalat Hama 1
Sumber: Hasil Penelitian Survey Lapang, 2017
Gambar 13. Serangga Nocturnal di Hutan Kota Jalan Jakarta
010203040506070
Aedesalbopictus
Noctuidae Formicidiae Oecophylla
inte
nsi
tas
sera
ngg
a
jenis Serangga
Jumlah Serangga Nocturnal di RTH Malabar
0
20
40
60
80
Aedes albopictus Noctuidae Formicidiae Hermetia illucens
inte
nsi
tas
sera
ngg
a
jenis serangga
Jumlah Serangga Nocturnal di RTH Jalan Jakarta
41
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua lokasi yaitu hutan kota Malabar
dan hutan kota Jalan Jakarta memiliki nilai keragaman yang sama. Terdapat 4
jenis serangga yang ditemukan pada kedua lokasi dengan jenis serangga yang
berbeda. Aedes albopictus merupakan serangga yang paling banyak ditemukan di
kedua lokasi pengamatan tersebut. Noctuidae menjadi serangga kedua yang paling
banyak ditemukan dengan jumlah 24 ekor untuk lokasi hutan kota Malabar serta
18 ekor untuk lokasi hutan kota Jalan Jakarta.
4.1.6 Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’) dan Indeks Dominasi
Simpson (C)
Keanekaragaman dan dominasi suatu spesies serangga sangat penting untuk
diamati, hal ini untuk mengetahui tingkat variasi dari spesies yang ada dalam
suatu ekosistem dan juga untuk mengetahui spesies yang mendominasi pada suatu
ekosistem. Adanya variasi dan dominasi pada suatu ekosistem dapat mengetahui
sejauh mana tingkat kestabilan ekosistem. Semakin beragam dan melimpahnya
suatu jenis serangga maka tingkat kestabilan suatu ekosistem semakin baik.
Berikut adalah hasil perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’)
dan Indeks Dominasi Simpson (C).
Tabel 21. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener (H’) dan Indeks
Dominasi Simpson (C) pada Lokasi Penelitian
Lokasi
Penelitian
Siang Hari Malam Hari
H’ C H’ C
RTH Bentuk
Clustered 2,43209 0,110 1,01 0,408
RTH Bentuk
Koridor 2,41538 0,109 0,79 0,464
Hasil penelitan menunjukkan Indeks Keanekaragaman (H’) yang tertinggi
ialah pada lokasi pengamatan siang hari di lokasi Hutan Kota Malabar dimana
nilai H’ yang didapatkan pada serangga siang adalah sebesar 2,43 dan untuk yang
terendah pada malam hari yaitu pada lokasi RTH bentuk menjalur yaitu sebesar
0,75. Nilai H’ yang tergolong rendah (< 1,22 ) yaitu pada malam hari di lokasi
RTH bentuk menjalur. Penelitian menunjukkan pada malam hari memiliki indeks
keanekaragaman yang lebih rendah dibandingkan pada siang hari.
42
Indeks Dominasi Simpson (C), pada penelitian berkisar antara 0,11 sampai
dengan 0,40. Berdasarkan hasil tersebut kondisi ekologis dalam keadaan stabil
dan tidak terdapat spesies yang dominan. Pada kedua lokasi penelitian berada
pada posisi seimbang jika dilihat dari nilai ini. Pengamatan yang dilakukan pada
malam hari memiliki nilai indeks dominasi simpson yang lebih rendah
dibandingkan pada siang hari. Nilai indeks dominasi simpson berkisar antara 0-1.
Perhitungan ini didapatkan dari nilai angka penting pada analisa serangga masing-
masing pengamatan.
4.1.6 Hubungan Faktor Abiotik terhadap Kelimpahan Serangga
Kemampuan organisme untuk hidup dan berkembang biak tergantung pada
faktor abiotik yang salah satunya merupakan faktor pembatas yang mutlak
dibutuhkan oleh organisme tersebut. Suhu dan kelembaban merupakan faktor
abiotik yang sangat erat hubungannya dengan kelangsungan hidup suatu jenis
hewan khusunya serangga. Faktor abiotik tersebut saling berhubungan satu sama
lain.
Tabel 22. Data Suhu dan Kelembaban
No Parameter Lokasi Kisaran Selisih Total Rata-rata
1 Suhu
(0C)
Malabar 25,54 – 26,81 2,27 25,48
Jl. Jakarta 26,12 – 27,88 2,76 26,48
2 Kelembaban
(%)
Malabar 80,00 – 83,43 3,43 81,38
Jl. Jakarta 78,27 – 81,33 3,06 80,34
Sumber: Hasil Penelitian Suhu dan Kelembaban Survey Lapang, 2017
Dari tabel diatas diketahui bahwa faktor abiotik yang meliputi suhu serta
kelembaban pada lokasi penelitian yaitu hutan kota Malabar dan hutan kota Jalan
Jakarta tidak terlalu jauh beda. Suhu yang ada pada lokasi hutan kota Malabar
memiliki rata-rata suhu sebesar 25,48 0C sedangkan pada hutan kota Jalan Jakarta
memiliki suhu rata-rata 26,48 0C. Kelembaban pada kedua lokasi penelitian juga
memiliki nilai yang hampir sama yaitu 81,38 % untuk lokasi hutan kota Malabar
dan 80,34 % untuk lokasi hutan kota Jalan Jakarta.
Penentuan lokasi untuk pengukuran suhu dan kelembaban adalah dengan
mencari lokasi yang paling dominan pada masing-masing kuadran. Dimana lokasi
yang dipilih diasumsikan akan mewakili dari suhu dan kelembaban yang ada pada
43
masing-masing kuadran baik pada lokasi hutan kota Malabar maupun pada hutan
kota Jalan Jakarta. suhu rata-rata yang didapatkan berdasarkan hasil perhitungan
dari suhu maksimal yang diamati pada jam 13.00 WIB ditambah dengan suhu
minimal yang diamati pada pukul 06.00 WIB kemudian dibagi menjadi 2 (
Lampiran 16).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Antara Vegetasi dengan Kelimpahan Serangga
Vegetasi adalah kumpulan beberapa tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis dan hidup bersama pada suatu tempat. Vegetasi memiliki peranan
penting dalam sebuah ekosistem khususnya pada ruang terbuka hijau. Vegetasi
memiliki peran sebagai penyimpan karbon, penyerap air, sebagai penyangga
keseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam udara, serta perbaikan fisik
tanah dan lain-lain (Atmojo, 2007). Hasil penelitian yang telah didapatkan untuk
analisis vegetasi pada kedua lokasi yaitu hutan kota Malabar dan hutan kota jalan
Jakarta menunjukkan bahwa terdapat berbagai macam jenis vegetasi pada kedua
lokasi pengamatan. Untuk hutan kota Malabar ini dirancang dengan nilai estetika
yang tinggi sehingga tanaman yang terdapat pada hutan kota Malabar ini memiliki
tugas ganda yaitu sebagai tanaman yang memiliki peran untuk lingkungan dan
peran sebagai tanaman hias juga.
Gambar 14. Hubungan Vegetasi dengan Serangga di RTH Malabar
y = 3,4493x - 63,536 R² = 0,622
0
100
200
300
400
0 20 40 60 80 100 120
Jum
lah
Ve
geta
si
Jumlah Serangga
Hubungan Spesies Tanamani dengan Jumlah Serangga di RTH Malabar
44
Gambar 15. Hubungan Vegetasi dengan Serangga di RTH Jalan Jakarta
Hubungan spesies tanaman dengan jumlah serangga pada gambar diatas
dapat diketahui bahwa nilai R2 pada kedua lokasi adalah 0,623 untuk RTH
Malabar dan 0,585 untuk RTH Jalan Jakarta. Nilai R2 yang dihasilkan dari ke dua
tempat penelitian tersebut adalah mendekati 1. Ini menandakan bahwa terdapat
hubungan antara jumlah spesies tanaman dengan peningkatan kelimpahan jumlah
serangga. Menurut Tarumingkeng (2002), serangga memiliki habitat yang berbeda
untuk hidupnya. Beberapa serangga lebih senang hidup pada tanaman yang
memiliki tajuk yang rapat, sehingga semakin banyak jenis pepohonan sehingga
serangga akan memilih habitat tersebut.
Pada hutan kota Malabar kerapatan vegetasi yang paling tinggi berada pada
kuadran 3. Hal ini dilihat dari jumlah populasi vegetasi paling banyak berada pada
kuadran 3 dengan jumlah tanaman sebanyak 363 pohon. Kerapatan suatu vegetasi
sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi tanaman, semakin banyak jumlah
populasi maka jarak tanam semakin diperkecil, semakin sempit jarak tanam maka
kerapatan suatu populasi juga akan semakin tinggi (Syarifah, 2010). Kerapatan
yang tinggi selanjutnya berada pada kuadran 1 dengan jumlah populasi sebanyak
189 pohon. Selanjutnya pada kuadran 4 dengan jumlah 138 spesies dan kudran 2
sebanyak 101 spesies. Dengan total terdapat 791 jumlah tanaman dengan 60 jenis
spesies tanaman. Tanaman yang paling mendominasi pada lokasi ini adalah
Flamboyan atau yang mempunyai nama ilmiah Delonix regia dengan jumlah
tanaman 114 pohon (Lampiran 7). Menurut Syarifah (2010) Flamboyan atau yang
mempunyai nama ilmiah Delonix regia merupakan tanaman hias yang berbentuk
pohon dengan perilaku unik dan penuh warna. Tingginya bervariasi dengan paling
y = -3,4635x + 387,16 R² = 0,585
0
100
200
300
0 10 20 30 40 50 60 70
Jum
lah
Ve
geta
si
Jumlah Serangga
Hubungan Spesies Tanaman dengan Jumlah Serangga di RTH Jalan Jakarta
45
tinggi mencapai 12 meter. Tanaman ini menyukai tempat yang terbuka dan cukup
sinar matahari. Tanaman ini tahan terhadap cekaman air dan juga serangga,
berakar kuat sehingga mampu menjadi buffer untuk vegetasi lain. Flamboyan atau
yang mempunyai nama ilmiah Delonix regia juga memiliki kemampuan untuk
menyerap residu yang dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor. Melihat hal ini
hutan kota Malabar sangat cocok apabila dijadikan sebagai hutan kota yang
memiliki fungsi sebagai area konservasi.
Pada lokasi hutan kota jalan Jakarta sebagian besar tergolong tanaman
pohon dan perdu. Analisis vegetasi menunjukkan bahwa terdapat 804 jumlah
pohon dari 40 jenis vegetasi (Lampiran 8). Tanaman yang paling banyak
mendominasi adalah Mahoni atau yang mempunyai nama ilmiah Swietenia
mahagoni Jacq sebanyak 286 pohon. Tajuk pepohonan yang ada pada lokasi ini
terbilang rapat sehingga hanya di beberapa area kecil saja yang mendapatkan sinar
matahari sampai kepermukaan tanah sepanjang siang. Hal ini karena jenis vegetasi
yang sama dengan umur yang sama sehingga tinggi pohon yang ada kebanyakan
menjadi seragam.
Kerapatan vegetasi yang paling tinggi berada pada kuadran 3 dengan jumlah
tanaman sebanyak 283 pohon. Kerapatan paling tinggi selanjutnya berada pada
kuadran 1 sebanyak 208 pohon, kuadran 2 dengan jumlah pohon sebanyak 183
pohon dan kerapatan vegetasi yang paling rendah berada pada kuadran 4 dengan
jumlah tanaman sebanyak 130 pohon. Jenis kerapatan vegetasi sangat
berpengaruh pada kondisi suhu dan kelembaban pada suatu lokasi. Menurut
Tuahid (2008) semakin banyak jumlah populasi tanaman sejenis menyebabkan
tajuk dari populasi akan semakin berhimpitan, akibat bertumpuknya tajuk
populasi menyebabkan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh permukaan
tanah menjadi semakin sedikit, hal ini menyebabkan suhu pada hutan kota Jalan
Jakarta lebih rendah dibandingkan dengan hutan kota Malabar.
Berdasarkan pembahasan tersebut menunjukkan bahwa jumlah populasi
tanaman dapat mempengaruhi atau memiliki hubungan dengan jumlah serangga
yang ada pada suatu tempat tersebut. Kelimpahan tanaman yang paling banyak
adalah berada pada hutan kota jalan Jakarta, namun untuk keanekaragaman yang
lebih melimpah adalah berada pada hutan kota Malabar. Hal ini menunjukkan
46
bahwa sebagai indikator kesehatan hutan kota, hutan kota Malabar lebih baik jika
dibandingkan dengan hutan kota jalan Jakarta. hal ini sesuai dengan pernyataan
Atmojo (2007), yang menyatakan bahwa salah satu indikator kesehatan hutan
dapat dilihat berdasarkan keanekaragaman pada jenis vegetasi maupun fauna yang
berda dan mendiami suatu habitat hutan.
4.2.2 Potensi Jasa Lingkungan Sebagai Habitat Serangga pada Masing-
masing Lokasi
Pemanfaatan potensi jasa lingkungan sebagai habitat serangga merupakan
salah satu bentuk usaha yang baik dengan tidak merusak lingkungan dan
mengurangi fungsi utamanya. Serangga merupakan golongan binatang terbesar,
sekitar 75 % dari jumlah binatang yang hidup telah diketahui manusia adalah
serangga (Ridwanti, 2008). Beberapa serangga memiliki kemampuan untuk
menguntungkan manusia misalnya lebah, tetapi juga banyak serangga yang dapat
merugikan manusia misalkan bisa menyebarkan penyakit seperti nyamuk. Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa total proporsi serangga pada hutan kota
Malabar dan hutan kota Jalan Jakarta memiliki tingkat keragaman yang sama.
Pada masing-masing lokasi ditemukan 6 ordo, akan tetapi pada hutan kota
Malabar memiliki jumlah serangga yang lebih banyak dibandingkan hutan kota
jalan Jakarta. menurut Tarumingkeng (2002). Penyebaran serangga disebabkan
oleh adanya kesesuaian lingkungan dengan syarat hidup serangga. Apabila
serangga merasa nyaman pada suatu habitat maka serangga tersebut akan cepat
melakukan perkembangbiakan.
Pada hutan kota Malabar serangga yang paling banyak ditemukan berada
pada kuadran 1 dan 3. Pada kuadran 1 terdapat 13 jenis spesies dengan jumlah
serangga sebanyak 100 ekor sedangkan pada kuadran 3 terdapat 13 jenis spesies
dengan jumlah serangga sebanyak 84 ekor. Hal ini karena pada kuadran 1 dan 3
memiliki intensitas cahaya yang lebih baik dibandingkan dengan kuadran 2 dan 4.
Untuk ordo lepidoptera dengan jenis kupu-kupu juga banyak ditemukan pada
kuadran 1 dan 3. Pada kuadran 1 dan 3 juga terdapat beberapa tanaman jenis
bunga. Kupu-kupu memiliki kemampuan untuk menghisap nektar, dan dengan
menghisap nektar tersebut membantu dalam proses penyerbuakan (Chapman,
2002) sehingga jika terdapat banyak nektar maka kupu-kupu juga akan banyak
47
yang datang untuk mencari makan. Sedangkan pada kuadran 2 dan 4 dekat dengan
area pemukiman dan pasar sehingga banyak gangguan dari asap kendaraan
bermotor, sampah-sampah. Banyaknya gangguan ini yang menyebabkan pada
kuadran 2 dan 4 lebih sedikit serangga yang ditemukan akan tetapi paling banyak
ditemukan untuk serangga nyamuk. Nyamuk merupakan serangga sebagai
indikator lokasi yang kurang bersih atau bisa dibilang kotor dan memiliki
kelembaban yang cukup tinggi.
Pada hutan kota Jalan Jakarta kuadran yang paling banyak ditemukan
serangga adalah pada kuadran 1 dengan total serangga sebanyak 66 ekor dari 13
jenis serangga. Selanjutnya adalah kuadran 2 dengan total serangga sebanyak 54
ekor dari 11 spesies. Berbeda dengan hutan kota Malabar yang memiliki tipe atau
bentuk lokasi yang persegi bergerombol, sedangkan untuk hutan kota Jalan
Jakarta memiliki tipe bentuk menjalur yang memanjang sepanjang Jalan Jakarta.
pada kuadran 1 dan 2 jenis pohon yang ditanam lebih beragam keanekaragaman
serangga pada kuadran tersebut masih bagus. Menurut Tarumingkeng (2002),
serangga memiliki habitat yang berbeda untuk hidupnya. Beberapa serangga lebih
senang hidup pada tanaman yang memiliki tajuk yang rapat, sehingga semakin
banyak jenis pepohonan sehingga serangga akan memilih habitat tersebut.
Sedangkan pada kuadran 3 dan 4 banyak ditemukan kumpulan sampah karena
pada lokasi kuadran ini dekat dengan fasilitas publik yang ada dilokasi tersebut
yaitu terdapat gazebo yang biasa digunakan pengunjung untuk duduk- duduk dan
makan dilokasi tersebut sehingga sampahnya terkumpul disekitar gazebo.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada kedua lokasi memiliki hasil untuk
serangga jenis Aedes albopictus adalah yang paling banyak ditemukan. Serangga
jenis nyamuk ini sangat peka terhadap cahaya. Pada kedua lokasi tersebut kurang
mendapatkan cahaya sehingga ketika dilakukan perangakap dengan menggunakan
cahaya serangga jenis ini langsung mendekat. Secara keseluruhan pada kedua
lokasi pengamatan hutan kota Malabar lebih bagus terkait keanekaragaman jenis
serangga lepidoptera, yang dijadikan sebagai serangga dari indikator kesehatan
hutan dibandingkan hutan kota jalan Jakarta. tipe ruang terbuka hijau dengan
model bergerombol atau persegi juga lebih baik dalam menjaga keragaman
48
ekosistem didalamnya dibandingkan dengan ruang terbuka hijau dengan model
menjalur atau memanjang.
4.2.3 Peran Serangga dalam Suatu Ekosistem
Serangga pada umumnya mempunyai peran yang sangat penting bagi
ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa kehadiran
serangga, maka kehidupan suatu ekosistem akan tergangu dan tidak akan
mencapai suatu keseimbangan. Peran serangga dalam ekosistem diantaranya
adalah sebagai:
1. Pollinator
Serangga secara tidak langsung berperan dalam proses polinasi, karena
serangga hanya bertujuan untuk mendapatkan nektar yang merupakan sumber
makanannya. Terjadinya polinasi, karena secara tidak sengaja serbuk sari
menempel dan terbawa pada tubuh serangga. Pada hutan kota Malabar serangga
polinator yang paling banyak ditemukan berada pada kuadran 1 dan 3. Pada
kuadran 1 terdapat serangga polinator sebanyak 52 ekor dan pada kuadran 3
sebanyak 39 ekor. Sedangkan pada hutan kota Jalan Jakarta serangga polinator
yang paling banyak ditemukan yaitu pada kuadran 1 dan 4. Pada kuadran 1
terdapat serangga polinator sebanyak 14 ekor dan 17 ekor pada kuadran 4.
Serangga polinator yang ditemukan pada kedua lokasi adalah jenis ordo
Lepidoptera yaitu kupu-kupu. Hal ini karena pada kuadran tersebut terdapat
beberapa tanaman jenis bunga sehingga kupu-kupu menyukai lokasi tersebut.
Kupu-kupu memiliki kemampuan untuk menghisap nektar, dan dengan
menghisap nektar tersebut membantu dalam proses penyerbuakan (Chapman,
2002) sehingga jika terdapat banyak nektar maka kupu-kupu juga akan banyak
yang datang untuk mencari makan.
2. Dekomposer
Serangga memeliki peranan yang sangat penting dalam proses dekomposisi
terutama di tanah. Serangga-serangga tersebut akan memakan tanaman-tanaman
yang sudah tua sehingga mengembalikan unsur hara dalam tanah dan membuat
tanah menjadi subur. Ruslan (2009) menyatakan bahwa serangga permukaan
tanah, sebenarnya tidak hanya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup,tetapi juga
memakan tumbuhan yang sudah mati. Serangga permukaan tanah berperan dalam
49
proses dekomposisi. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan berjalan cepat
jika tidak ditunjang oleh kegiatan serangga permukaan tanah. Ketersediaan
seresah inilah yang mempengaruhi habitat serangga. Pada hutan kota Malabar
serangga dekomposer yang paling banyak ditemukan berada pada kuadran 1 dan
3. Pada kuadran 1 terdapat serangga dekomposer sebanyak 5 ekor dan pada
kuadran 3 sebanyak 4 ekor. Sedangkan pada hutan kota Jalan Jakarta serangga
dekomposer yang paling banyak ditemukan yaitu pada kuadran 1 dan 4. Pada
kuadran 1 terdapat serangga dekomposer sebanyak 6 ekor dan pada kuadran 4
sebanyak 2 ekor. Serangga dekomposer yang ditemukan pada kedua lokasi adalah
rayap. Dijelaskan, pada dasarnya rayap merupakan bagian dari komponen
lingkungan biotik yang memerankan peranan penting, seperti dapat membantu
manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara menghancurkan kayu untuk
mengembalikannya sebagian unsur hara dalam tanah.
3. Predator
Kelompok serangga ini hidup dengan cara memakan serangga lain baik
sebagian maupun seluruhnya. Predator umumnya aktif dan mempunyai tubuh
yang lebih besar dan lebih kuat dari serangga mangsanya, walaupun ada predator
yang bersikap menunggu seperti belalang sembah. Predator berperan penting
sebagai agen pengendali alami di dalam ekosistem. Pada hutan kota Malabar
serangga predator yang paling banyak ditemukan berada pada kuadran 1 dan 3.
Pada kuadran 1 terdapat serangga predator sebanyak 8 ekor dan pada kuadran 3
juga sebanyak 8 ekor. Sedangkan pada hutan kota Jalan Jakarta serangga predator
yang paling banyak ditemukan yaitu pada kuadran 1 dan 3 juga. Pada kuadran 1
terdapat serangga predator sebanyak 13 ekor dan pada kuadran 4 sebanyak 3 ekor.
Serangga predator yang ditemukan pada kedua lokasi adalah laba-laba, belalang
sembah, kumbang, kepik, capung, semut hitam dan semut rangrang. Diketahui
Laba-laba adalah predator yang dikenal secara umum. Ruslan (2009) menyatakan
bahwa terdapat beberapa jenis laba-laba akan membuat jaring dan laba-laba
tersebut menunggu di jaringnya sampaiserangga yang terbang terperangkap.
Laba-laba mendekati serangga itu dengan cepat, menggigit dan langsung
memakannya. Kadang-kadang menyimpannya untuk dimakan kemudian.
50
Beberapa jenis laba-laba lainnya tidak membuat jaring, tetapi berpindah-pindah
dalam kebun untuk memburu mangsa.
4. Serangga sebagai sumber penyakit bagi manusia
Serangga mampu menyebarkan penyakit dan kematian. Sekarang ini,
terdapat 1 dari setiap 6 orang terinfeksi penyakit yang diperoleh melalui serangga.
Apabila serangga menyimpan virus, bakteri, atau parasit dalam tubuh mereka,
mereka dapat menyebarkan penyakit dengan cara meneruskannya melalui gigitan
atau cara lain. Hanya sebagian kecil serangga yang menularkan penyakit kepada
manusia dengan cara ini. Sedarlah (2003) menyatakan bahwa, dari semua
penyakit yang ditularkan serangga, nyamuk adalah ancaman yang terbesar,
menyebarkan malaria, demam berdarah, demam kuning, yang semuanya
bertanggung jawab atas beberapa juta kematian dan ratusan juta kasus penyakit
menular setiap tahun sekurang-kurangnya 40% penduduk dunia tetular malaria
dan sekitar 40% berisiko tertular demam berdarah. Tidak hanya nyamuk, lalat
juga bisa membawa jutaan mikroorganisme pada kaki mereka yang dalam dosis
yang cukup besar, dapat menyebabkan penyakit. Pada hutan kota Malabar
serangga hama yang paling banyak ditemukan berada pada kuadran 1 dan 4. Pada
kuadran 1 terdapat serangga hama sebanyak 37 ekor dan pada kuadran 4 sebanyak
39 ekor. Sedangkan pada hutan kota Jalan Jakarta serangga hama yang paling
banyak ditemukan yaitu pada kuadran 1 dan 4 juga. Pada kuadran 1 terdapat
serangga hama sebanyak 36 ekor dan pada kuadran 4 sebanyak 39 ekor. Serangga
predator yang ditemukan pada kedua lokasi adalah nyamuk dan lalat.
4.2.4 Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener (H’) dan Indeks Dominasi
Simpson (C)
Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode perhitungan Shannon-
Wiener untuk mengetahui indeks keragaman dan Simpson untuk mengetahui
indeks dominasi, dari kedua lokasi pengamatan telah didapatkan hasil bahwa
indeks keragaman pada kedua lokasi yaitu hutan kota Malabar dan hutan kota
Jalan Jakarta memiliki nilai (H’) yang sedang yaitu 2,43 untuk hutan kota Malabar
dan 2,41 untuk hutan kota Jakarta. Krebs, 1985 menyatakan bahwa terdapat
kriteria yang dipakai untuk menentukan nilai keanekaragaman jenis serangga
(H’), yaitu:
51
H’ < 1 Keanekaragaman rendah (kondisi lingkungan tidak stabil)
1 < H’< 3 Keanekaragaman sedang (kondisi lingkungan sedang)
H’ > 3 Keanekaragaman tinggi (kondisi lingkungan stabil)
Sedangkan (H’) pada pengamatan malam di hutan kota Malabar masuk
dalam kategori yang sedang yaitu 1,01 dan pada lokasi hutan kota Jalan Jakarta
masuk dalam kategori yang rendah yaitu 0,75. Indeks keragaman yang rendah
dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena ada banyaknya fasilitas
publik pada lokasi tersebut khususnya pada lokasi hutan kota Jakarta yang setelah
dilakukan perbaikan sekarang banyak dibangun fasilitas publik seperti gazebo dan
toilet yang ukurannya lumayan memakan tempat pada lokasi hutan kota Jakarta
tersebut. Hal ini yang menjadi salah satu faktor rendahnya nilai indeks
keragaman. Indeks keragaman yang rendah juga dapat disebabkan karena pada
saat dilakukan pengamatan ini pada musim hujan. Kondisi musim hujan yang
terus menerus menyebabkan kelembaban menjadi tinggi, serangga memiliki siklus
hidup pada kondisi kelembaban tertentu. Dengan kelembaban yang tinggi maka
perkembangbiakan serangga juga akan terhambat (Tambunan, 2013). Akan tetapi
tidak semua serangga berkembangbiak pada kelembaban tertentu. Beberapa
serangga dapat tumbuh dan berkembang tanpa dipengaruhi oleh kelembaban
tetentu, akan tetapi dengan siklus hujan yang terus menerus menyebabkan banyak
anakan serangga yang tidak dapat berkembang dengan baik.
Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui kekayaan spesies serta
kseimbangan jumlah populasi setiap spesies dalam ekosistem. Terdapat kriteria
yang dipakai untuk menentukan nilai indeks dominasi (C), indeks dominasi
berkisar antara 0-1. Dominasi = 0, berarti tidak terdapat spesies yang
mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.
Dominasi = 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, atau
struktur komunitas labil karena terjadi tekanan ekologis. Dari hasil pengamatan
yang didapat Indeks dominasi pada lokasi hutan kota Malabar pengamatan siang
tidak terdapat spesies yang mendominasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai (C)
pada hutan kota Malabar pengamatan siang adalah sebesar 0,110dan lokasi hutan
kota Jakarta memiliki niai sebesar 0,109. Pada pengamatan malam terdapat nilai
52
indeks dominasi yang lebih tinggi yaitu 0,408 pada lokasi hutan kota Malabar dan
0,646 pada hutan kota Jakarta.
Pengamatan malam pada kedua lokasi memiliki nilai indeks dominasi yang
lebih tinggi dari siang akan tetapi nilai indeks dominasi pada kedua lokasi baik
siang dan malam masih dalam kondisi rendah (<1). Indeks dominasi berkisar dari
0-1, dimana makin kecil nilai indeks dominasi maka menunjukkan bahwa tidak
ada spesies yang mendominasi sebaliknya semakin besar dominasi maka
menunjukkan terdapat spesies tertentu (Insafitri,2010). Hal ini karena secara
umum lokasi pada kedua tempat penelitian masih berada dalam satu kawasan
tidak telalu jauh. Dengan berada pada lokasi yang tidak terlalu jauh diasumsikan
bahwa serangga yang berada pada kedua lokasi pengamatan masuk dalam jenis
yang sama karena serangga masih sering berpindah dari satu lokasi kelokasi
lainuntuk sekedar mencari makan atau berkembangbiak hingga sampai serangga
menemukan tempat yang benar-benar sesuai (Rahardjo,2003).
4.2.3 Hubungan Faktor Abiotik terhadap Kelimpahan Serangga
Berdasarkan hasil penelitian suhu udara yang dilakukan didapatkan data
suhu pada hutan kota Malabar sebesar 25,48 0C dan hutan kota Jalan Jakarta
sebesar 26,48 0C (Tabel 22), data tersebut diperoleh dari melihat suhu maksimal
pukul 13.00 dan suhu minimal pada pukul 06.00, hal ini sesuai dengan pendapat
Sudjono dalam Tauhid (2008) yang menyatakan bahwa suhu maksimal udara
terjadi pada pukul 13.00-14.00 dan mencapai titik minimum pada pukul 05.00-
06.00. terjadi peningkatan suhu sebesar 30C, peningkatan ini terbilang cukup
tinggi akan tetapi hal ini terjadi secara wajar karena suhu yang dihasilkan diamati
secara harian. Kondisi pengamatan yang dilakukan secara harian sangat wajar
apabila terjadi kenaikan suhu. Hal ini karena kondisi siang pada tiap-tiap
pengamatan mengalami perbedaan. Pengamatan dilakukan pada pukul 13.00 WIB
untuk mendapatkan suhu maksimal pada tiap harinya mengalami perbedaan.
Kondisi pada pukul 13.00 tidak selalu dalam kondisi panas, akan tetapi kadang
juga dalam kondisi mendung. Sehingga data yang didapatkan mengalami
peningkatan atau justru penurunan yang cukup tinggi. Sebagai data perbandingan
yang diambil dari BMKG karangploso dalam waktu 10 tahun terakhir.
53
Kondisi rata-rata kelembaban udara pada lokasi hutan kota Malabar adalah
78,8 % dan untuk lokasi hutan kota jalan Jakarta sebesar 79,8 %. Pada hutan kota
Jalan Jakarta memiliki kelembaban yang lebih tinggi hal ini disebabkan oleh
vegetasi pada lokasi tersebut lebih rapat dibandingkan pada hutan kota Malabar.
Perbedaan jumlah vegetasi yang menyebabkan kelembaban udara yang berada di
hutan kota jalan jakarta lebih tinggi daripada hutan kota Malabar. Hal ini terjadi
karena dengan rapatnya jumlah pohon maka dapat menyerap radiasi matahari dan
menghasilkan H2O. Dari hasil peningkatan H2O dan penyerapan CO2 ini yang
mempengaruhi peningkatan kelembaban udara (Tauhid, 2008).
Cahaya matahari penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Selain
sebagai sumber utama dalam proses fotosintesis, cahaya matahari juga aktif dalam
kegiatan beraktifitas pada serangga. Menurut Dewi (2014) menyatakan bahwa
serangga lepidoptera sangat peka terhadap cahaya, sehingga adanya cahaya
menjadi simbol untuk serangga mencari makan dan beraktifitas lainnya. Dari hasil
penelitian pada kedua lokasi didapatkan hasil intensitas cahaya rata-rata pada
lokasi hutan kota Malabar sebesar 8,86 kal/cm2/hari, nilai ini lebih tinggi
dibandingkan dengan intensitas hutan kota jalan Jkaarta sebesar 6,83 kal/cm2/hari.
Intensitas cahaya, suhu dan kelembaban merupakan faktor abiotik yang
penting bagi suatu ekosistem khususnya Ruang terbuka hijau. Dengan adanya
keseimbangan pada ketiga faktor tersebut dapat dikatakan bahwa suatu ekosistem
dikatakan baik. Adanya hubungan antara ruang terbuka hijau juga erat kaitannya
dengan banyak dan beranekaragam pepohonan. Semakin banyak dan beragam
jumlah vegetasi dalam suatu wilayah maka kualitas RTH akan baik (Prasetya,
2012). Intensitas cahaya, suhu dan kelembaban yang seimbang juga berpengaruh
baik terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan serangga. Suhu yang sesuai
untuk perkembangbiakan serangga berkisar antara 25-26 0C. Dengan adanya suhu
yang sesuai maka menyebabkan keanekaragaman serangga juga akan melimpah.
Hal ini masuk dalam kategori indikator kesehatan hutan kota. RTH Malabar
memiliki keseimbangan faktor abiotik yang lebih baik dibandingkan dengan RTH
Jalan Jakarta.
54
Gambar 16. Hubungan Suhu dengan Jumlah Serangga di RTH Jalan Jakarta
Gambar 17. Hubungan Suhu dengan Jumlah Serangga di RTH Malabar
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa nilai R2 pada kedua lokasi adalah
0,674 untuk RTH Jalan Jakarta serta 0,779 untuk RTH Malabar. Kedua nilai R2
yang dihasilkan adalah mendekati 1, hal ini berarti terdapat hubungan antara suhu
dan peningkatan jumlah serangga. Serangga memiliki daya peka yang tinggi
terhadap peningkatan suhu. Beberapa serangga terbang akan mengalami
penurunan cairan tubuh apabila suhu diatas 28 0C sehingga beberapa serangga
terbang memilih hanya keluar pada pagi atau malam hari dan memilih untuk
istirahat pada siang hari. Untuk menjaga kestabilan ekosistem fauna terutama
55
serangga pada suatu hutan kota maka harus menjaga kestabilan suhu yang ada
pula. Jenis dan penataan penanaman vegetasi sangat mempengaruhi tingkat
intensitas cahaya matahari yang masuk dalam kawasan hutan kota. Tingginya
intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi suhu dan kelembaban yang ada
pada suatu kawasan. Sehingga vegetasi sangat mempengaruhi peningkatan suhu
dan banyaknya jumlah serangga yang dapat bertahan hidup dalam suatu ekosistem
hutan kota.
Pada ruang terbuka hijau Malabar suhu yang paling optimal untuk siklus
hidup serangga berada pada kuadran 1 dan 3. Hal ini juga dapat dilihat dengan
banyaknya jumlah serangga yang ditemukan pada kuadran 1 dan 3. Jenis vegetasi
yang berada pada kuadran 1 dan 3 juga lebih beragam. Vegetasi yang
beranekaragam dimanfaatkan sebagai tempat hidup yang sesuai pula untuk
serangga. Pada kuadran 2 dan 4 jenis serangga yang paling banyak ditemukan
adalah Aedes albopictus. Pada kuadran 2 dan 4 keanekaragaman jenis vegetasinya
kurang. Pada ruang terbuka hijau Jalan Jakarta mengalami hal yang sama bahwa
keanekaragaman jenis vegetasi yang menaungi akan mempengaruhi jenis
serangga yang menempati. Pada ruang terbuka hijau Jalan Jakarta suhu yang
paling optimal berada pada kuadran 3. Hal ini karena pada kuadran 3 lokasinya
berada di tengah dan memiliki vegetasi yang lebih beranekaragam. Serangga yang
paling banyak juga ditemukan pada kuadran 3.
56
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian diketahui bahwa RTH Malabar mampu menyediakan
keanekaragaman jenis vegetasi yang melimpah dan mampu memberikan
jasa lingkungan sebagai RTH yang dijadikan sebagai habitat yang cocok
untuk bermacam vegetasi dibanding dengan RTH Jalan Jakarta sebagai
indikator kesehatan hutan. Struktur vegetasi pada RTH Malabar memiliki
jenis keanekaragaman sebanyak 60 jenis pohon sedangkan pada RTH Jalan
Jakarta hanya 40 jenis pohon.
2. Jasa lingkungan lain yang diberikan adalah mampu dijadikan sebagai habitat
untuk serangga. Serangga yang ditemukan pada RTH Malabar lebih
beragam yaitu sebesar 294 ekor dan 215 ekor pada RTH Jalan Jakarta
terutama pada ordo Lepidoptera yang dijadikan sebagai indikator kesehatan
hutan. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) serangga yang tergolong sedang
yaitu 2,43 dan 2,41 untuk pengamatan siang dan tergolong rendah untuk
pengamatan malam sebesar 1,01 dan 0,75.
3. Nilai Indeks Dominasi Simpson (C) serangga didapatkan hasil 0,109 hingga
0,110 untuk pengamatan siang dan 0,408 hingga 0,464 pengamatan malam.
Hasil ini menunjukkan nilai C<1 yang artinya tidak terdapat spesies yang
mendominasi pada lokasi penelitian. Untuk vegetasi yang paling dominan
pada RTH Malabar adalah Delonix regia dan Swietenia mahagoni Jacq
pada RTH Jalan Jakarta. untuk serangga nocturnal dan diurnal yang banyak
ditemukan adalah Aedes albopictus pada kedua lokasi.
5.2 Saran
Waktu untuk melakukan penelitian lebih baik memilih pada musim kemarau
karena dapat membantu mempermudah dalam pemasangan perangkap khususnya
malaise trap agar kainnya tidak basah terkena hujan sehingga tidak mempengaruhi
tingkat ketertarikan serangga untuk masuk kedalam perangkap tersebut.
57
DAFTAR PUSTAKA
Andrew, N. R. And Hughes. 2005. Diversity and Assemblage Structure of
Phytopagous Hemiptera a Latitudial Gradiens: Predicting The Potential of
Climate Change Global. Ecol. 14:249-266.
Atmojo. 2007. Menciptakan Taman Kota yang Berseri dan Indah.
http://www.suntoro.staff.uns.ac.id/files.menciptakan-taman-kota-berseri.
Diakses 9 Juni 2017.
Borror and Long. 2008. Komunitas Serangga Herbivore dan Polong Berbagai
Jenis Legum di Daerah Taman Nasional. Manggaro. 9:6-12.
Chapman. R. F. 2002. The Insect: Structure and Function. Fifth edition. Harvard
University press. Cambridge. Masschusett.
Haneda. 2004. Science for Managing Ecosystem Services : Beyond the
Millennium Ecosystem Assessment. Proc. Natil. Acad. Sci. U.S.A.
105:8567-8572.
Hussein, R. 2010. Analisis Kualiatas dan Kenyamanan Lingkungan Kawasan
Hutan Kota, Di Kota Malang. J. Agrivita. 18(2):245-267.
Insafitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Bivalvia di Area
Bbuangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. J. Kelautan. Univ
Trunojoyo Madura. 3(1):1-6.
Jamlea. 2011. Analisis Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan Petani Padi
di Desa Sungai Durait Tengah Kecamatan Babirik Kabupaten Hulu Sungai
Utara. J. Ziraaah. 31(3).
Jones, D.T. and P. Eggleton. 2000. Sampling Termite Assemblages in Tropical
Forest: Testing a Rapid Biodiversity Assemblage Protocol. J. Applied
Ecol. 37 : 191-203.
Little. 2006. Keanekaragaman Jenis Serangga di Hutan Tinjomoyo Kota
Semarang, Jawa Tengah. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Negeri
Semarang. Semarang. pp. 19-26.
Ludwig. J.A. & Reynolds F. 1998. Statistical Ecology. Jhon Wiley & Sons, New
York.
Nakamuta, P.D. dan R.P. Reimon. 2008. Tingkat Serangan Hama Penggerek
Tongkol (Helicoverpa armigera Hubner) pada Jagung Varietas Bisi-2 dan
Lokal Motorokiki. Seminar Hasil Agroekoteknologi. Fakultas Ilmu
Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
Pelawi, A.P. 2009. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada Beberapa
Ekosistem di Areal Perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa Kabupaten
Labuhan Batu. Skripsi. Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian USU. Medan. pp. 28.
Prasetyo. 2008. Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro di Kota Pasuruan. Geografi
UM. Malang.
58
Rahardjo, S. 2003. Komposisi Vegetasi Pada Lahan Bekas Terbakar Di Hutan
Pendidikan Gunung Walat. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan
IPB. J. Silvikultur Tropika. 7(2):125-132.
Ridwanti. 2008. Taksonomi dan Penyebaran Serangga Penggerek Kayu. Fakultas
Pertanian Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Rizali, A.,D. Buchori dan H. Triwidodo.2002. Keanekaragaman Serangga Pada
Lahan Persawahan Tepian Hutan Indikator Kesehatan Lingkungan.
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Hayati 9(2):41-48.
Ruslan, H. 2009. Komposisi dan Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah
Pada Habitat Hutan Homogen dan Heterogen Di Pusat Pendidikan
Konservasi Alam (PPKA) Bodogol Sukabumi Jawa Barat. Vis Vitalis
291):43-53.
Sesanti, N. 2011. Optimasi Hutan Sebagai Penghasil Oksigen Kota Malang.
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya. J. Tata Kota dan Daerah. 3(1):65-73.
Simpson, J.R., and E.G. McPherson. 1999. Carbon Dioxide Reduction Throught
Urban Forest-Guidelines for Profesional and Volunteer Tree Planters. Gen.
Tech. Rep. PSW-GTR-171. Albany, CA: Pacific Southwest Research
Station, Forest Services, U.S. Departmen of Agriculture.
Speight, P. T, Testrit K, O and Bronthol. 1999. Experimental Tests of the
Dependence of Divercity on Plant. The America Naturalist. 152:738-750.
Sundari, E. S. 2007. Studi Untuk Menentukan Fungsi Hutan Kota dalam Masalah
Lingkungan Perkotaan. J. Perencanaan Wilayah Kota. 7(2):68-83.
Tambunan, G.R., M.U. Tarigan, dan Lisnawati. 2013. Indeks Keanekaragaman
Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di
Kebun Helvetia PT Perkebunan Nusantara II. J. Online Agroekoteknologi
USU. 1(4):1081-1091.
Tarumingkeng, R. C. 2002. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. Pusat
Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tofani, D. P. 2008. Keanekaragaman Serangga di Hutan Alam Resort Cibodas,
Gunung Gede Pangrango dan Hutan Tanaman Jati di Kph Cepu.
Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Virtanen, T., Neuvonen, S. 1999. Performance of Mont Larvae on Irch in Relation
to Altitude, Climate, Host Quality and Parasitoid. J. Animal Ecol. 120:92-
101.
Wicaksono, K. P., A. Suryanto., A. Nugroho., N. Nakagoshi and N. Kurniawan.
2011. Insect As Biological Indicator From Protected To The Disturb
Landscape In Central Java Indonesia. J. Agrivita. 33(1):75-84.