Upload
bean-trio
View
172
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Keperawatan maternitas
Citation preview
ANALISIS JURNAL
EFFECTIVENESS OF THE SAUROPUS ANDROGYNUS L. MERR LEAF
EXTRACT IN INCREASING MOTHER’S BREAST MILK PRODUCTION
EFEKTIVITAS DAUN KATUK (SAUROPUS ANDROGYNUS L. MERR )
DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU MENYUSUI
Laporan ini disusun sebagai tugas dalam memenuhi prasyarat
Stase Keperawatan Maternitas
Disusun oleh :
KELOMPOK II PARALEL
Trio Mulyono 1311040039
Raden Aneu T.A 1311040025
Siti Amaniah 1311040049
Isnen Istiyanti 1311040015
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ASI eksklusif merupakan menyusui bayi secara murni dari usia 0-6
bulan. Bayi hanya diberi ASI tanpa tambahan cairan lain seperti : susu formula,
jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa pemberian makanan tambahan lain.
Menyusui adalah suatu proses alamiah. Walaupun demikian, dalam lingkungan
kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah mudah.
Sebenarnya menyusui, khususnya yang secara eksklusif merupakan cara
pemberian makan bayi yang alamiah. Namun, seringkali ibu kurang
mendapatkan informasi bahkan sering kali mendapat informasi yang salah
tentang manfaat ASI eksklusif, tentang bagaimana cara menyusui yang benar
dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui bayinya
(Roesli, 2005).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003,
hanya 3,7 % bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, sedangkan
pemberian ASI pada usia 2 bulan pertama 64 %, yang kemudian menurun pada
periode berikutnya umur 3 bulan 45,5 %, pada usia 4-5 bulan 13,9 % dan umur
6-7 bulan 7,8 %. Sementara itu ada peningkatan penggunaan pengganti air
susu ibu (PASI) yang biasa disebut formula atau susu formula tiga kali lipat
dalam kurun waktu 1997 dari 10,8 % menjadi 32,4 % pada tahun 2002, hal ini
mungkin diakibatkan kurangnya pemahaman, dukungan keluarga dan
lingkungan akan pemberian ASI secara eksklusif (Wjayanti, 2010).
Berdasarkan pengkajian dan wawancara yang telah kami lakukan pada ibu post
partum Ruang Falmboyan Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto,
beberapa ASI ibu post partum yang tidak lancar bahkan belum keluar padahal
ASI sangat bermanfaat bagi bayi.
Berbagai penelitian telah mengkaji manfaat pemberian ASI eksklusif
dalam hal menurunkan mortalitas bayi, menurunkan morbiditas bayi,
mengoptimalkan pertumbuhan bayi, membantu perkembangan kecerdasan
anak dan membantu memperpanjang jarak kehamilan bagi ibu (Dalimunthe,
2011). Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan pemberian ASI
ekslusif pada ibu menyusui salah satunya melalui cara tradisional yaitu
tanaman yang berkhasiat untuk kesehatan.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati,
baik hewan maupun tanaman. Tanaman obat sebagai salah satu sumber
keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa Indonesia sudah seharusnya
dimanfaatkan sehingga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Beberapa
tanaman obat dapat digunakan oleh ibu yang baru melahirkan dan menyusui
anaknya untuk mengatasi kekurangan gizi. Ada sekitar 15 jenis tanaman obat
tradisional yang sering digunakan sebagai suplemen dan pelancar ASI. Salah
satunya ialah daun katuk yang secara ilmiah dinamakan Sauropus androgynus
(L.) Merr (Subekti, 2007). Secara empiris, tanaman katuk sudah dikenal
sebagai tanaman obat sejak zaman dahulu. Banyak orang percaya bahwa
mengkonsumsi daun katuk dapat menyegarkan dan meningkatkan daya tahan
tubuh bagi orang yang baru sembuh dari sakit, serta diyakini dapat
meningkatkan produksi ASI. Daun katuk selain dapat meningkatkan produksi
ASI, juga dapat memperbaiki fungsi pencernaan dan metabolisme tubuh
(Suprayogi 2000).
Daun katuk merupakan salah satu jenis sayuran yang mudah diperoleh di
setiap pasar, baik pasar tradisional maupun swalayan. Ditinjau dari kandungan
gizinya, daun katuk merupakan jenis sayuran hijau yang banyak manfaat bagi
kesehatan dan pertumbuhan badan. Di dalam daun katuk terdapat cukup
banyak kandungan kalori, protein, kalsium, zat besi, fosfor dan vitamin yang
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Daun katuk dapat memperlancar pengeluaran
ASI, kemudian dalam perkembangan selanjutnya, dibuat infus akar daun katuk
digunakan sebagai diuretik dan sari daun katuk digunakan sebagai pewarna
makanan (Rukmana, 2003).
Pemanfaatan daun katuk untuk meperlancar produksi ASI masih
dilakukan penelitian terutama dalam pembuatan ekstrak daun katuk. Hal
tersebut bertujuan untuk memberikan nilai praktis dan ekonomis tanpa
mengurangi manafaat daun katuk dalam meemperlancar produksi ASI. Oleh
karena itu, kami tertarik dalam menganalisis jurnal efektivitas daun katuk
terhadap peningkatan produksi ASI.
C. Tujuan
Tujuan penyusunan analisa jurnal adalah mahasiswa Ners dan perawat
mengetahui efektivitas daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dalam
meningkatkan produksi ASI ibu menyusui sehingga dapat diaplikasikan dalam
pemberian asuhan keperawatan melalui pendidikan kesehatan.
BAB II
RESUME JURNAL
A. Pencarian Jurnal
Penelusuran jurnal dilakukan dengan keyword : melalui
http://www.cendikia.com
B. Isi Jurnal
Judul Jurnal : Effectiveness of the sauropus androgynus (L.) merr leaf extract
in increasing mother’s breast milk production.
Penulis : Sa’roni, Tonny Sadjimin, Mochamad Sja’bani dan Zulaela
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat
Tradisional Balitbangkes, Depkes, Jakarta dan Clinical
Epidemiologi & Biostatistic Unit, Gajah Mada Faculty of
Medicine / RSUP DR.Sardjito, Yogyakarta).
Publikasi : Media Litbang Kesehatan Volume XIV Nomor 3 Tahun 2004.
C. Tempat Penelitian
Rumah Sakit Bersalin di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
D. Tahun Penelitian
Tahun 2004.
E. Resume Jurnal
Pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI sampai bayi umur 6 bulan
memberikan dampak positif bagi kesehatan bayi antara lain ASI merupakan
makanan bayi yang alamiah, terutama dan terbaik, pemberian ASI dapat
menjembatani perbedaan kehidupan bayi intrauterine dengan dunia luar yang
merupakan periode kritis, kandungan serta komposisi zat dalam ASI sesuai
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi dan ASI melindungi bayi dari
bahaya infeksi (Sarjdono dkk, 1966).
Hasil suatu survei melaporkan bahwa 38% ibu menghentikan pemberian ASI
bagi bayi dengan alasan produksi ASI tidak mencukupi (Herdiyatiningsih,
1992).
Obat laktagogum moderen/sintetik tidak banyak dikenal, oleh karena itu
perlu dicari obat laktagogum alternatif. Salah satu tumbuh-tumbuhan yang
secara tradisional dipakai untuk memperbanyak dan melancarkan ASI adalah
daun katuk (Sauropus androgynus L Merr) dengan cara pemakaian dibuat
sayur atau dilalap. Cara pemakaian daun katuk dalam bentuk sayuran atau lalap
tidak praktis, apalagi untuk masyarakat perkotaan yang sulit untuk
mendapatkan bahan segar setiap saat. Oleh karena itu perlu dibuat sediaan yang
lebih praktis penggunaannya yaitu dalam bentuk ekstrak. Dalam bentuk ekstrak
jumlahnya menjadi lebih sedikit, lebih halus, tidak berbau dan ternyata kadar
proteinnya 62% lebih besar (Soegihardjo, 1997). Pengekstrak terbaik adalah
etanol 70% dengan cara maserasi, bentuk sediaan yang sesuai adalah tablet
salut dengan komposisi ekstrak 45%, bahan pengering 6%, pengikat 3% dan
pelincir 1%. Salah satu sediaan dari ekstrak daun katuk yang telah dibuat
adalah Fitolac yang diproduksi oleh Kimia Farma, Bandung, tetapi belum
dilakukan penelitian hasil gunanya pada manusia (Sarjdono dkk, 1966).
Tiap 100g daun katuk mengandung 59 kalori, 70g air, 4,8g protein, 2g
lemak, 11g karbohidrat, 3111ug vitamin D, 0,10mg vitamin B6 dan 200mg
vitamin C. Penapisan fitokimia daun katuk mengandung sterol, alkaloid,
flavonoid dan tannin. Analisis dengan kromatografi gas dan spectrometri
massa, ekstrak daun katuk mengandung monometyl succinate, cyclopentonal
acetat, asam benzoat, asam fenil malonate, 2-pyrolidinon dan metyl
pyroglutamate (Lucia dkk, 1997).
Uji toksisitas akut dan teratogenik pada mencit menunjukkan bahwa daun
katuk tidak tok-sik dan tidak menimbulkan kecacatan pada ja-nin. Uji toksisitas
akut dan subakut pada tikus tidak meunjukkan tanda-tanda intoksikasi dan
tidak menimbulkan kelainan-kelainan pada hati, ginjal, jantung, paru, limpa,
otak dan usus serta tidak menunjukkan perbedaan SGPT, SGOT, ka-dar Hb
dan kreatinin dengan kelompok control.
Penelitian efek farmakologi ternyata ekstrak daun katuk dosis 631,6mg/kg
berat badan menunjukkan efek laktagogum pada tikus. Apabila dosis tersebut
diekstrapolasikan pada manusia berdasarkan luas permukaan tubuh dan
kepekaan menjadi sekitar 900mg/hari pada manusia. Apakah ekstrak daun
katuk dapat meningkatkan produksi ASI pada manusia perlu dilakukan
penelitian (Sarjdono dkk, 1966).
Desain Studi Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
Randomixed Control Trial (RCT). Sampel adalah ibu-ibu melahirkan dan
menyusui bayinya di Rumah Sakit Bersalin (RSB) di kabupaten Sleman,
Yogyakarta. Sampel dikelompokkan secara random menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok pertama diberi ekstrak daun katuk, vitamin dan mineral sedang
kelompok kedua diberi plasebo, vitamin dan mineral. Penempatan sampel ke
dalam kelompok pertama atau kelompok kedua bersifat prospektif. Seleksi
sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi: Ibu
melahirkan dengan bayi lahir hidup, umur ibu 15–35 tahun, menyusukan
bayinya, bersedia mengikuti peneli-tian dengan menandatangani informed
consent. Kriteria eksklusi : Ibu melahirkan dengan BBLR, ibu atau bayi dalam
perawatan penyakit lain.
Pada saat bayi berumur 2 atau 3 hari, yaitu sebelum sampel
meninggalkan rumah sakit dilakukan pendataan karakteristik subyek,
pengukuran variabel awal dan pemberian intervensi, yang dilakukan oleh
tenaga medis / paramedis meliputi umur ibu, tempat tinggal ibu, pekerjaan ibu,
berat dan tinggi badan ibu, kadar Hb ibu, berat badan bayi dan kecukupan ASI
pada kelahiran terdahulu. Setelah pendataan variabel awal, kelompok pertama
diberi ekstrak daun katuk, vitamin dan mineral sedang kelompok kedua diberi
plasebo, vitamin dan mineral. Ekstrak daun katuk diberikan dalam bentuk
tablet 300mg, 3 x 1 tablet / hari, diminum setelah makan sedang vitamin dan
mineral diminum 1x1 tablet / hari. Intervensi selama 15 hari.
Pada hari ke-5, hari ke-10 dan hari setelah selesai intervensi diadakan
kunjungan ke rumah subyek, ditanyakan apakah ada keluhan-keluhan yang
timbul selama minum obat. Kunjungan ke rumah subyek juga untuk
mengetahui kepatuhan subyek dalam minum obat. Intervensi dihentikan
apabila terjadi efek samping obat yang serius terhadap ibu atau bayinya dan
disarankan untuk berobat ke rumah sakit tempat ia melahirkan. Subyek
dinyatakan drop out apabila tidak mematuhi aturan pengobatan, yaitu bila
tidak minum obat selama 3 hari berturut-turut, selama 5 hari tidak berturut-
turut, subyek atau bayinya menderita sakit dan memerlukan intervensi lain,
mengundurkan diri dari keikutsertaan penelitian atau pindah alamat yang tidak
diketahui.
Pada penelitian ini pengolahan data dan analisa data menggunakan
data continous distribusi normal dengan t-test, distribusi tidak normal dengan
non-parametrik. Data katagorik dianalisa dengan Chi-Square. Analisis regresi
ganda untuk mengetahui variable-variabel yang berpengaruh terhadap
produksi ASI.
Jumlah subyek penelitian dari tiga Rumah Sakit Bersalin (RSB.) yaitu
RSB Aisiyah, RSB. Puri Husada dan RSB. Candra Brata Medica Plasa ada 96
sampel yang mengikuti penelitian sampai selesai, 48 sampel pada kelompok
ekstrak daun katuk dan 48 sampel pada kelompok plasebo.
Table I
Variabel Ekstrak daun katuk + SD
Plasebo + SD t p
Umur (th)
Berat badan (kg)
Kadar Hb (g%)
26,63 + 5,01
53,63 + 6,60
10,63 + 1,03
27,15 + 5,01
51,88 + 5,33
10,71 + 0,93
-0,507
1,430
-0,415
0,613
0,156
0,679
Tabel II
Variabel Ekstrak Daun Katuk (%) Plasebo (%) X2 p
Status gizi
a. Kurang
b. Normal
c. Berlebih
Paritas
a. 1 x melahirkan
b. > 1 x melahirkan
Kecukupan ASI pada
6 (12,40 %)
35(73,00%)
7 (14,60%)
29 (60,40%)
19 (39,60%)
5 (10,40%)
36(75,00%)
7 (14,60%)
23 (47,60%)
25(52,40%)
0,105
0,192
0,949
0,219
kelahiran terdahulu
a. Kurang
b. Cukup
c. Berlebih
5 (26,40 %)
8 (42,00%)
6 (31,60%)
7 (28,00%)
14(56,00%)
4(16,00%)
1,581 0,454
Tabel III
VariabelEkstrak Daun
Katukplasebo Z/t p
Volume ASI (ml)
Sebelum intervensi
Sesudah intervensi
Kenaikan Volume ASI
Kadar protein (%)
Sesudah intervensi
Kadar lemak (%)
Sesudah intervensi
65,42 ±57.95
264,09± 187,16
198,67 ± 0,46
1,59 ± 0,46
3,36 ± 0,52
66,79 ± 49,18
197,64±109,45
131,99±84,52
1,57±0,49
3,39±0,56
Z=-0,594
Z=-0,044
Z=-2,804
t=0,335
t=-0,207
0,552
0,041
0,005
0,814
0,836
Tidak ada perbedaan kharakteristik subyek penelitian antara kelompok
ekstrak daun katuk dengan kelompok plasebo (p>.0,05). Recall konsumsi makan
dan minum selama 24 jam terakhir dan pola / kebiasaan makan sebulan terakhir
juga tidak menunjukkan perbedaan antara kelompok ekstrak daun katuk dengan
kelompok plasebo. Konsumsi kalori, protein, sayuran hijau dan jumlah air minum
selama 24 jam terakhir tidak ada beda antara kelompok ekstrak dengan kelompok
plasebo (p>0,05). Hasil recall pola makan sebulan terakhir juga tidak ada
perbedaan antara kelompok ekstrak daun katuk dengan kelompok plasebo
(p>0,05). Pola makan yang direkam adalah adalah makanan pokok, sumber
protein, sayuran hijau dan buah-buahan. Analisis regresi ganda menunjukkan
variabel perlakuan, umur, status gizi, kadar Hb dan kon- sumsi air minum
berhubungan dengan produksi ASI.
Semua variabel yang berhubungan dengan produksi ASI tidak
menunjukkan perbedaan antara kelompok ekstrak daun katuk dengan kelompok
plasebo (p > 0,05), kecuali perlakuan ekstrak daun katuk.( p< 0,05) Pemberian
ekstrak daun katuk pada kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya dapat
meningkatkan produksi ASI sebanyak 66,7ml atau 50,7% lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya yang tidak
diberi ekstrak daun katuk. Hasil wawancara 48 sampel kelompok ekstrak daun
katuk sebelum intervensi, 31,25%, menyatakan ASI kurang, setelah intervensi
menyatakan 19,75% ASI kurang. Dengan demikian pemberian ekstrak daun katuk
tersebut dapat menurunkan jumlah subyek kurang ASI sebanyak 12,5%. Pada
kelompok plasebo baik sebelum maupun sesudah intervensi jumlah subyek
kurang ASI tetap, yaitu 29,2%. Produksi ASI yang lebih banyak pada kelompok
ekstrak daun katuk disebabkan oleh kandungan alkaloidnya. Tetapi menurut
Prajonggo yang berperan meningkatkan produksi ASI adalah kandungan
sterolnya.Sedangkan menurut Suprayogi kandungan nutrisi daun katuk dapat
meningkatkan metabolisme glukosa untuk sintesa laktosa, sehingga produksi ASI
meningkat. Ekstrak daun katuk dapat dikatakan tidak menurunkan kualitas ASI
karena tidak ada perbedaan kadar protein dan kadar lemak ASI setelah intervensi
antara kelompok ekstrak daun katuk dengan kelompok plasebo (p>0,05).
Kelemahan penelitian ini meliputi, sampel ukuran kecil, erosi tinggi, dan
jelas ketidakmampuan untuk menilai peserta untuk sesuai dengan kelompok tugas
mereka. dan kekuatan penelitian ini meliputi pengacakan peserta, penyembunyian
alokasi, analisis dengan niat untuk merawat, dan hasil utama yang berorientasi
pada pasien.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Air Susu Ibu (ASI)
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi
lemak dan larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan
oleh kelenjar mammae pada manusia. ASI merupakan salah satu-satunya
makanan alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bagi bayi sejak lahir
hingga berusia 2 tahun atau lebih (Siregar, 2006).
ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur
kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung
nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi.
Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin, 2007).
ASI yang pertama keluar disebut dengan fore milk dan selanjutnya
disebut dengan hind milk. Fore milk merupakan ASI awal yang banyak
mengandung air, sedangkan hind milk lebih banyak mengandung karbohidrat
dan lemak (Roesli, 2008). Pernyataan ini juga didukung oleh Suraatmaja
(1997) bahwa komposisi ASI tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke
waktu karena komposisi dipengaruhi stadium laktasi, ras, diit ibu dan keadaan
gizi. Kandungan yang terdapat dalam ASI, antara lain kolostrum, karbohidrat,
protein, taurin, lemak, mineral, vitamin, dan zat kekebalan.
Pengeluaran air susu dari payudara adalah faktor penting dalam
kelanjutan produksinya, terdapat bahan kimia dalam ASI yang dirancang untuk
menghentikan produksi ASI jika tidak digunakan, jika ASI yang sudah
diproduksi tidak diisap atau dikeluarkan dari payudara dalam waktu yang lama,
bahan kimia (penghambat) atau inhibitor. Salah satu tumbuh-tumbuhan yang
secara tradisional dipakai untuk memperbanyak dan melancarkan ASI adalah
daun katuk (Sauropus androgynus L Merr)
B. Manfaat Daun Katuk Terhadap ASI
Penggunaan daun katuk dalam meningkatkan produksi ASI telah
dibuktikan Suprayogi et al. (1992) dengan menggunakan kambing laktasi.
Pemberian estrak daun katuk melalui abomasum dapat meningkatkan produksi
ASI sebesar 21,03% dengan diimbangi susunan air susu yang baik. Selain itu
terjadi peningkatan aktivitas metabolisme glukosa pada sel kambing sebesar
52,66% yang berarti kelenjar kambing bekerja ekstra untuk mensintesis air
susu. Sehingga secara langsung dapat meningkatkan keuntungan bagi peternak.
Subekti (2007) juga mengatakan bahwa pemberian ekstrak daun katuk pada
kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya dengan dosis 3 x 300mg/hari
selama 15 hari terus menerus mulai hari ke-2 atau hari ke-3 setelah melahirkan
dapat meningkatkan produksi ASI 50,70% lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya yang tidak diberi ekstrak daun
katuk. Pemberian ekstrak daun katuk tersebut tidak menurunkan kadar protein
dan kadar lemak ASI (Sa’roni et al. 2004). Hasil penelitian lain menunjukkan
bahwa penambahan daun katuk dalam ransum unggas menujukkan hasil yang
sangat memuaskan. Subekti (2007) menunjukkan bahwa pemberian tepung
daun katuk 6% dan 9% dapat meningkatkan konsumsi ransum ayam lokal.
Selain itu pemberian tepung daun katuk dan tepung ekstrak daun katuk dalam
ransum puyuh menunjukkan pengaruh yang positif terhadap peningkatan
sistem reproduksi yang terlihat dari peningkatan perkembangan organ
reproduksi, kualitas telur, percepatan umur dewasa kelamin, peningkatan
fertilitas, dan daya tetas telur (Subekti et al. 2007).
Di samping manfaat yang begitu banyak bagi manusia dan ternak,
ternyata daun katuk juga memberikan efek negatif bila di konsumsi dalam
konsentrasi yang tinggi. Ger et al. (1997) melaporkan bahwa adanya hubungan
antara konsumsi daun katuk dengan bronkiolitis di Taiwan Selatan. Sebanyak
54 kasus bronkiolitis yang diteliti di Rumah Sakit Veterans General Hospital-
Kaohsiung menunjukkan bahwa 100% pasien mengkonsumsi daun katuk.
Suprayogi (2000) juga mengatakan bahwa penggunaan daun katuk
menunjukkan efek yang cukup mengganggu yaitu penghambatan absorpsi
kalsium di saluran pencernaan dan gangguan pada pernafasan. Saat ini, dari
213 jenis jamu yang berasal dari pabrik jamu, hanyaditemukan 6 jenis jamu
(2,8%) yang mengandung daun katuk. Dari 6 jenis tersebut, 4 di antaranya
mempunyai indikasi sebagai pelancar ASI (Sutedja et al. 1997). Selain sebagai
pelancar ASI, daun katuk juga bermanfaat dalam mempercepat involusi uterus.
Bihariddin (2004) melaporkan bahwa pemberian minuman ekstrak daun katuk
kering pada mencit dari masa kawin sampai partus mengakibatkan terjadinya
percepatan involusi uterus yaitu pada hari ke-2 postpartus. Hal ini lebih cepat
bila dibandingkan dengan kontrol yaitu pada hari ke-5 postpartus, sedangkan
pada pemberian minuman ekstrak daun katuk hijau, involusi uterus terjadi pada
hari ke-5 postpartus sama seperti kelompok kontrol.
Kandungan nutrien yang memadai merupakan
penunjang dalam nilai gizi terutama bagi ibu yang menyusui.
Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa daun katuk memiliki
nutrien yang cukup tinggi. Komposisi nutrien yang terkandung
dalam 100 gram daun katuk segar yang diacu dalam
Suprayogi (2000) dapat dilihat dari Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi nutrisi daun katuk (per 100 gram daun
katuk segar)
Selain itu daun katuk juga mengandung beberapa
senyawa aktif lain yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis
tubuh. Para peneliti mencoba untuk mengetahui kandungan
senyawa kimia daun katuk yang dapat dimanfaatkan. Agusta
et al. (1997) melaporkan bahwa pengujian ekstrak daun katuk
dengan menggunakan analisa kromatografi gas dan
spekrometri masa (KGMS), menunjukkan adanya enam
senyawa utama yaitu monomethyl succinate dan cis-2- methyl
cyclopentanol asetat (ester), asam benzoat dan asam fenil
malonat (asam karboksilat), 2 Pyrolidinon dan methyl
pyroglutamat (alkaloid). Semua senyawa ini berpotensi untuk
industri kimia dan farmasi.
Suprayogi (2000) melaporkan bahwa senyawa aktif
utama yang berperan dalam meningkatkan produksi air susu
adalah 5 kelompok senyawa polyunsaturate fatty acids
termasuk kelompok senyawa eicosanoid, yaitu octadecanoic
acid, 9-eicosyne, 5,8,11-heptadecatrienoic acid, 9,12,15-
octadecatrienoic acid, dan 11,14,17-eicosatrienoic acid. Di
samping itu terdapat satu senyawa intermediate-step dari
biosintesis steroid hormon yaitu Androstan- 17-one,3-ethyl-3-
hydroxy-5alpha. Kedua kelompok senyawa ini mampu
meningkatkan sekresi air susu melalui aksi hormonal maupun
aksi metaboliknya dalam tingkat seluler. Senyawa Androstan-
17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5alpha yang memiliki rumus kimia
C21H34O2 merupakan 17-ketosteroid (kelompok keto pada C
17). Senyawa ini berperan langsung sebagai prekursor hormon
steroid.
Biosintesis hormon steroid ini dapat terjadi pada semua
kelenjar steroid hormon (ovarium, testes, dan kortek adrenal).
Di dalam sel endokrin, senyawa ini akan dihidrosilasi oleh
bantuan enzim hidroksilase (Suprayogi 2000). Kelompok
senyawa tersebut sangat mudah untuk dipisahkan (diekstrak)
dengan pelarut nonpolar yaitu heksan. Selain itu, menurut
Sprayogi (2000), terdapat tujuh senyawa aktif utama di dalam
daun katuk yang berpengaruh terhadap fungsi fisiologis tubuh.
Senyawa-senyawa tersebut bekerja secara langsung maupun
tidak langsung di dalam jaringan (Tabel 2).
Tabel 2 Senyawa aktif utama tanaman katuk dan pengaruhnya
terhadap fungsi fisiologis di dalam jaringan
Beberapa senyawa aktif daun katuk juga dapat
ditemukan dengan menggunakan pelarut yang lebih polar
(etanol, EtOH). Senyawa-senyawa aktif tersebut adalah 3
senyawa flavonol yang meliputi 3-O-β-D-glucosyl(1-6)-β-
Dglucosyl- kaempferol, 3-O-β-D-glucosyl-7-O-α-L-rhamnosyl-
kaempferol, dan 3-O- β-D-glucosyl(1-6)-β-D-glucosyl-7-O-α-
rhamnosyl-kaempferol, senyawa 5’deoxy- 5”methylsulphinyl-
adenosine dan uridine (Wang dan Lee 1997). Temuan tersebut
dikuatkan oleh Suprayogi (2004) yang menggunakan pelarut
semipolar etil asetat (EtOAc) dan menemukan senyawa-
senyawa yang bersifat antioksidan kuat yaitu 3-O-β-Dglucosyl-
kaempferol, 3-O-β-D-glocosyl-7-O-α-Lrhamnosyl-kaempferol,
dan kaempferol. Dari penelitian tersebut dapat diperkirakan
bahwa dengan menggunakan pelarut organik semipolar
maupun polar maka senyawa utama daun katuk yaitu
kaempferol dapat dipisahkan dengan mudah.
Pemberian ekstrak daun katuk pada kelompok ibu melahirkan dan
menyusui bayinya dapat meningkatkan produksi ASI sebanyak 66,7ml atau
50,7% lebih banyak dibandingkan dengan kelompok ibu melahirkan dan
menyusui bayinya yang tidak diberi ekstrak daun katuk. Hasil wawancara 48
sampel kelompok ekstrak daum katuk sebelum intervensi, 31,25% menyatakan
ASI kurang, setelah intervensi menyatakan 19,75% ASI kurang. Wijayanti
(2010) menambahkan, ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan
angka kejadian diare pada bayi umur 0 – 6 bulan. Pada bayi yang diberi ASI
Eksklusif presentase bayi yang tidak diare lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang mengalami diare.
Dengan demikian pemberian ekstrak daun katuk tersebut dapat
menurunkan jumlah subyek kurang ASI sebanyak 12,5%. Pada kelompok
plasebo baik sebelum maupun sesudah intervensi jumlah subyek kurang ASI
tetap, yaitu 29,2%. Produksi ASI yang lebih banyak pada kelompok ekstrak
daun katuk disebabkan oleh kandungan alkaloidnya. Tetapi menurut Prajonggo
yang berperan meningkatkan produksi ASI adalah kandungan sterolnya.
Sedangkan menurut Suprayogi kandungan nutrisi daun katuk dapat
meningkatkan metabolisme glukosa untuk sintesa laktosa, sehingga produksi
ASI meningkat. Ekstrak daun katuk dapat dikatakan tidak menurunkan kualitas
ASI karena tidak ada perbedaan kadar protein dan kadar lemak ASI setelah
intervensi antara kelompok ekstrak daun katuk dengan kelompok plasebo
(p>0,05).
C. Implikasi Keperawatan
Perawat dapat berperan sebagai konselor kesehatan khususnya
mengenai laktasi. Beberapa tugas yang dilakukan Konselor laktasi adalah
sebagai berikut:
1. Konselor laktasi post natal menempatkan klien berhubungan dengan
seseorang yang dapat terus memberikan perawatan post natal dan
dukungan.
2. Konselor laktasi dapat menjadi bagian dari program kesehatan yang
bertujuan mendidik wanita post natal, misalnya melalui penyuluhan
kesehatan (Penkes).
Banyak wanita membuat keputusan pemberian makanan bayi sebelum
durasi pemberian ASI eksklusif terlewati dan sebelum kontak dengan tenaga
kesehatan profesional. Meskipun kampanye promosi kesehatan berpengaruh
terhadap pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif, namun mereka
sering tidak menghalangi ibu dari pemberian susu formula.
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
1. Daun katuk dapat meningkatkan produksi ASI pada ibu melahirkan dan
menyusui.
2. Daun katuk tidak menurunkan kualitas ASI, karena pemberian ekstrak
daun katuk tidak menurunkan kadar protein dan kadar lemak ASI.
B. Saran
1. Pada ibu yang sedang menyusui bayinya disarankan mengkonsumsi daun
katuk untuk meningkatkan produksi ASI.
2. Pada ibu menyusui disarankan memperhatikan gizi dalam makanannya
terutama memperbanyak konsumsi air putih.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimunthe, A. Sally. (2011). Faktor-faktor kegagalan pemberian asi esklusif pada bayi 0-6 bulan. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Prayogo, B. E. W. & I. G. P. Santa 1997. Studi taksonomi Sauropus androgynus (L.) Merr. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3(3) : 53-55.
Roesli, U. (2008). Inisiasi menyusu dini plus ASI eksklusif. Jakarta : Pustaka Bunda
Roesli, Utami. (2005). Mengenal asi esklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya
Rukmana, R dan Indra M.H. 2003. Katuk, Potensi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.
Siregar, A. (2004). Pemberian ASI eksklusif dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Medan : FKM USU
Subekti S. 2007. Komponen sterol dalam ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr). Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor,
Subekti S. 2007. Komponen sterol dalam ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dan hubungannya dengan system reproduksi puyuh. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suprayogi, A. 2000. Studies on the biological effect of sauropus androgynus (l. merr.): effect on milk production and the possibilities of induced pulmonary disorder lactating sheep. Universitat Gottingen Institut fur Tierphysiology und Tieremahrung. Gottingen: George-August
Suraatmaja. (1997). Aspek gizi ASI. Jakarta: EGC
Wijayanti, Winda. (2010) Hubungan antara pemberian asi eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta