Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA MISKIN ANTAR
WILAYAH DI INDONESIA
Carolina Margaretha dan Sartika Djamaluddin
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Baru,
Depok, 16424, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan telah
berlangsung terus-menerus. Berbagai upaya pengentasan kemiskinan telah dilakukan, namun
kemiskinan belum juga berakhir. Untuk dapat membuat kebijakan yang tepat, diperlukan
informasi mengenai kemiskinan yang lengkap dan akurat. Informasi ini dapat diperoleh
melalui profil kemiskinan yang komprehensif. Profil kemiskinan menjelaskan fakta-fakta
utama seputar kemiskinan dan membahas pola kemiskinan berdasarkan karakteristik wilayah,
masyarakat, serta rumah tangga dan individu. Studi ini membahas mengenai karakteristik
rumah tangga miskin antar wilayah di Indonesia. Menggunakan data SUSENAS 2011, penulis
berusaha menganalisis faktor-faktor apa saja yang merupakan karakteristik rumah tangga
miskin, serta mencari tahu apakah terdapat perbedaan karakteristik rumah tangga miskin antar
wilayah di Indonesia. Untuk melihat perbedaan karakteristik antar wilayah, analisis regresi
dengan menggunakan model logit dilakukan di 6 wilayah yang berbeda, yaitu di tingkat
nasional, Jawa dan Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku, Papua, dan Nusa
Tenggara. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa karakteristik rumah tangga, individu,
serta wilayah secara signifikan mempengaruhi probabilita rumah tangga miskin. Beberapa
variabel menunjukkan arah serta nilai yang cukup berbeda antar wilayah.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
Kata Kunci: Kemiskinan; rumah tangga; karakteristik; SUSENAS.
Analysis of Interregional Household Poverty Characteristics in Indonesia
Abstract
Poverty is a complex problem that happened over time. Various efforts have been done in
order to eradicate poverty, but poverty has not ended. A comprehensive information regarding
poverty’s determinants is needed in order to generate the right policy to eradicate poverty. We
can get this information through poverty profile. A well-presented poverty profile provides
facts regarding poverty and describes the pattern of poverty based on regional, community,
household, and individual characteristics. This research studied interregional household
poverty characteristics in Indonesia. Using 2011 SUSENAS data, we aim to analyze factors
that happen to be the characteristics of poor household, and try to discover whether household
in different region have different characteristics. To know the difference between region, we
conducted regression analysis using logit model in six different regions, national, Java and
Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, and Maluku, Nusa Tenggara, and Papua. The result
shows that individual, household and regional characteristics significantly affect probability
of poor household. Several variables show different sign and value among regions.
Keywords: Poverty; household; characteristic; SUSENAS.
1. Pendahuluan
Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu tujuan utama pembangunan. Hal ini
didasari fakta bahwa tujuan utama pembangunan adalah kesejahteraan masyarakat.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
Kemiskinan, yang merupakan kondisi kurangnya kesejahteraan, menghambat pembangunan
sehingga pengentasan kemiskinan penting dilakukan. Selama bertahun-tahun upaya
pengentasan kemiskinan sudah banyak dilakukan. Tingkat kemiskinan telah menurun dari
waktu ke waktu, namun permasalahan kemiskinan masih belum berakhir. Pemerintah telah
menetapkan target tingkat kemiskinan menjadi 8-10% pada tahun 2014. Sementara itu,
berdasarkan data BPS hingga tahun 2012 masih terdapat 11,66% atau 28,59 juta jiwa
penduduk miskin di Indonesia. Kondisi ini menuntut pemerintah untuk mengeluarkan
kebijakan yang dapat mengatasi kemiskinan secara tepat sasaran dan menyeluruh.
Untuk dapat menetapkan kebijakan yang tepat, diperlukan informasi terkait
kemiskinan yang tepat dan akurat. Informasi ini dapat diperoleh dari profil kemiskinan yang
komprehensif. Profil kemiskinan yang disusun dengan baik diperlukan untuk menjadi basis
pembuatan kebijakan terkait pengentasan kemiskinan. Menurut Haughton dan Khandker
(2010), profil kemiskinan menjelaskan fakta-fakta utama seputar kemiskinan dan membahas
pola kemiskinan berdasarkan karakteristik wilayah, masyarakat, serta rumah tangga dan
individu.
Karakteristik rumah tangga yang dianggap mempengaruhi probabilita rumah tangga
miskin antara lain jumlah anggota rumah tangga, jumlah anak di bawah 5 tahun, perbandingan
jumlah anggota rumah tangga bekerja dan tidak bekerja, serta karakteristik tempat tinggal.
Karakteristik individu yang mempengaruhi probabilita rumah tangga miskin antara lain usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, serta jenis pekerjaan kepala rumah tangga, mengingat pada
umumnya kepala rumah tangga merupakan pencari nafkah utama dalam rumah tangga.
Karakteristik masyarakat, yaitu akses terhadap pelayanan dan infrastruktur dasar juga
mempengaruhi probabilita rumah tangga miskin. Akses terhadap pelayanan dan infrastruktur
dasar ini dapat diukur dari jarak dan jumlah infrastruktur dasar di masing-masing daerah.
Infrastruktur dasar yang mempengaruhi probabilita rumah tangga miskin antara lain layanan
kesehatan dan pendidikan. Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar seperti layanan
pendidikan dan kesehatan dapat menjadi salah satu jalan keluar dari kemiskinan.
Salah satu karakteristik wilayah yang mempengaruhi probabilita rumah tangga miskin
adalah perbedaan wilayah pedesaan dan perkotaan. Karakteristik wilayah yang juga dapat
mempengaruhi status kemiskinan adalah lokasi geografis. Lokasi geografis wilayah yang
terisolasi dan terpencil dapat berujung pada infrastruktur serta akses terhadap pasar yang
buruk, kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
Karakteristik wilayah yang berbeda dapat menimbulkan implikasi yang berbeda
terhadap kemiskinan di wilayah tersebut. Untuk dapat memberantas kemiskinan secara
menyeluruh dan tepat sasaran, maka karakteristik wilayah tidak dapat diabaikan. Menarik
untuk melihat perbedaan karakteristik kemiskinan di masing-masing wilayah. Dengan
melihat karakteristik kemiskinan dalam lingkup yang lebih kecil, kita dapat mengetahui faktor
apa saya yang mempengaruhi probabilita rumah tangga miskin di daerah tersebut, serta dapat
membangun kebijakan yang efektif guna mengentaskan kemiskinan.
Untuk dapat memberantas kemiskinan, diperlukan kebijakan yang efektif dan tepat
sasaran. Kebijakan yang efektif dapat dibangun bila terdapat landasan berupa informasi yang
tepat dan akurat mengenai kondisi masyarakat miskin, yang dapat diperoleh dari profil
kemiskinan. Profil kemiskinan yang komprehensif diperlukan untuk mengentaskan
kemiskinan. Mengetahui faktor-faktor yang memiliki korelasi kuat dengan kemiskinan dapat
menjadi landasan kebijakan penanggulangan kemiskinan di masa depan.
Salah satu permasalahan terkait upaya penanggulangan kemiskinan adalah kondisi
geografis serta tingkat kemiskinan yang berbeda-beda di masing-masing wilayah di Indonesia.
Tentunya wilayah dengan karakteristik geografis yang berbeda memerlukan upaya
penanggulangan kemiskinan yang berbeda pula. Penelitian terkait determinan kemiskinan di
Indonesia sebelumnya sudah banyak dilakukan, namun, belum pernah membandingkan
determinan kemiskinan antar 5 wilayah besar di Indonesia. Padahal, tidak dapat dipungkiri
bahwa lokasi geografis juga mempengaruhi kemiskinan.
Oleh karena itu, penulis terdorong untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memiliki
hubungan erat dengan kemiskinan rumah tangga, serta membandingkan karakteristik rumah
tangga miskin antar 5 wilayah besar di Indonesia, yaitu Jawa/Bali, Sumatera, Sulawesi,
Kalimantan, serta Nusa Tenggara/Maluku/Papua. Membedakan berdasarkan wilayah secara
tidak langsung memasukkan faktor-faktor yang dimiliki masing-masing wilayah, seperti
karakteristik geografis, sosial, dan budaya ke dalam identifikasi karakteristik rumah tangga
miskin.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di Indonesia dan mencari tahu apakah terdapat
karakteristik yang berbeda pada rumah tangga miskin di wilayah yang berbeda. Identifikasi
karakteristik rumah tangga miskin ini diharapkan dapat menjadi basis bagi kebijakan terkait
pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di masa mendatang.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Definisi dan Determinan Kemiskinan
Penelitian yang berlimpah terkait kemiskinan telah melahirkan berbagai gagasan
mengenai definisi kemiskinan. Namun, pada dasarnya definisi yang dihasilkan memiliki satu
kesamaan, yaitu bahwa kemiskinan merupakan kondisi kekurangan. Hal ini sesuai dengan
definisi kemiskinan menurut Bank Dunia. Berdasarkan definisi Bank Dunia (2000),
kemiskinan merupakan kondisi “kurangnya kesejahteraan”. Menurut pandangan
konvensional, kesejahteraan diukur dari kepemilikan materi. Pandangan ini mengukur
kemiskinan sebatas dari perspektif ekonomi semata, dan menjadi dasar bagi berbagai analisis
mengenai kemiskinan. Permasalahan kemiskinan yang tidak pernah berakhir membuktikan
bahwa kemiskinan tidak dapat dipecahkan melalui satu pendekatan saja.
Pendekatan paling luas terhadap kemiskinan dikemukakan oleh Sen (1987), yang
berpendapat bahwa kesejahteraan merupakan kemampuan menjalankan fungsi di masyarakat.
Dengan demikian, maka kemiskinan yang didefinisikan sebagai kurangnya kesejahteraan
timbul karena ketidakmampuan menjalankan fungsi di masyarakat. Kemiskinan timbul karena
kurangnya pendapatan atau tidak mampu mengenyam pendidikan, memiliki kondisi kesehatan
yang buruk, merasa tidak aman, tidak percaya diri, dan tidak memperoleh fasilitas untuk
mengemukakan pendapat. Pandangan ini menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan
masalah yang bersifat multidimensi.
Untuk dapat menyelesaikan permasalahan kemiskinan, diperlukan penjelasan yang
komprehensif mengenai mengapa seseorang miskin, serta faktor apa saja yang memiliki
korelasi kuat dengan kemiskinan. Penjelasan mengenai mengapa seseorang hidup dalam
kemiskinan sangat penting untuk dapat mengatasi permasalahan ini. Beberapa penyebab
utama yang dianggap memiliki hubungan erat dengan kemiskinan terkait dengan karakteristik
wilayah, karakteristik masyarakat, serta karakteristik rumah tangga dan individu.
Karakteristik wilayah terkait dengan kondisi geografis wilayah tersebut, kerentanan terhadap
bencana alam, kualitas pemerintah, serta hak milik dan pelaksanaannya. Karakteristik
masyarakat mencakup ketersediaan infrastruktur seperti jalanan, air, dan listrik serta layanan
seperti kesehatan dan pendidikan, juga mencakup kedekatan dengan pasar, dan hubungan
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
sosial. Terakhir, karakteristik rumah tangga yang meliputi faktor demografis seperti jumlah
anggota rumah tangga, struktur usia, dan gender kepala rumah tangga, faktor ekonomi seperti
status pekerjaan, jam kerja, serta kepemilikan harta benda, dan faktor sosial seperti status
kesehatan dan nutrisi, tingkat pendidikan, serta tempat tinggal.
Secara konseptual, definisi kemiskinan sering kali dibedakan ke dalam dua definisi,
yaitu kemiskinan absolut dan relatif. Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok minimum seperti makanan, tempat tinggal,
pendidikan, serta kesehatan. Nilai kebutuhan minimum ini diukur dengan menggunakan garis
kemiskinan, di mana penduduk dengan tingkat pengeluaran atau pendapatan di bawah garis
kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut dapat digunakan
untuk mengukur kemiskinan antar waktu atau antar negara selama definisi kemiskinan tidak
berubah. Sedangkan kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin yang disebabkan karena
pengaruh kebijakan pembangunan belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat
sehingga terdapat ketimpangan distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat. Standar
minimum disusun berdasarkan standar hidup suatu kelompok masyarakat pada kurun waktu
tertentu sehingga garis kemiskinan relatif dapat berbeda antar negara. Garis kemiskinan relatif
dapat berubah antar waktu seiring dengan perubahan standar hidup masyarakat.
Penelitian ini menggunakan definisi kemiskinan menurut BPS. BPS memandang
kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Hal ini disesuaikan dengan
pengukuran kemiskinan dalam penelitian ini yang menggunakan pengukuran tingkat
kemiskinan BPS sebagai pengukuran tingkat kemiskinan resmi di Indonesia.
Determinan kemiskinan rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini mencakup
karakteristik rumah tangga, individu, wilayah, serta masyarakat. Karakteristik rumah tangga
yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah jumlah anggota rumah tangga, jumlah anak di
bawah lima tahun dalam rumah tangga, proporsi anggota rumah tangga bekerja dibanding
seluruh anggota rumah tangga, serta kondisi bangunan tempat tinggal yang meliputi luas
lantai per capita, jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, jenis sumber air, sumber penerangan
utama, sumber bahan bakar utama, serta status kepemilikan jamban. Karakteristik bangunan
tempat tinggal dimasukkan berkaitan dengan kondisi kesehatan anggota rumah tangga.
Kondisi bangunan tempat tinggal yang antara lain meliputi sanitasi yang buruk dapat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan, menurunkan produktivitas, dan pada akhirnya
menyebabkan timbulnya kemiskinan.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
Karakteristik individu yang dimasukkan ke dalam penelitian ini mencakup jenis
kelamin kepala rumah tangga, usia kepala rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah
tangga, lapangan usaha serta status pekerjaan kepala rumah tangga. Tingkat pendidikan dan
pekerjaan berhubungan dengan status ekonomi rumah tangga. Tingkat pendidikan yang
semakin tinggi umumnya meningkatkan pendapatan. Pekerjaan di sektor formal umumnya
memiliki kondisi yang lebih baik dibanding pekerjaan di sektor informal. Sementara itu,
pekerja di sektor agrikultur umumnya lebih menghadapi resiko yang lebih tinggi dibanding
sektor lainnya, disebabkan antara lain karena pekerjaan di sektor agrikultur rentan terhadap
perubahan cuaca dan bencana alam.Karakteristik wilayah yang dimasukkan ke dalam
penelitian ini adalah jenis wilayah pedesaan atau perkotaan. Pada umumnya, wilayah
pedesaan memiliki kecenderungan menjadi miskin dibanding wilayah perkotaan. Hal ini
disebabkan kondisi pedesaan yang biasanya terpencil serta tidak memiliki infrastruktur yang
memadai sehingga masyarakat pedesaan cenderung miskin dibanding masyarakat perkotaan.
2.2 Pengukuran Kemiskinan
Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan ini memandang kemiskinan sebagai
ketidakmampuan dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, terdiri dari
kebutuhan makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Melalui
pendekatan ini, dapat diperoleh Headcount Index (P0), yaitu persentase penduduk miskin
terhadap total penduduk. Perhitungan Headcount ratio menggunakan Garis Kemiskinan, yang
terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan dan Non-Makanan. Garis Kemiskinan Makanan, yaitu
nilai pengeluaran minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per
hari, dan GKNM merupakan Garis Kemiskinan Non-Makanan, yaitu kebutuhan minimum
untuk sandang, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Penduduk miskin merupakan penduduk
dengan rata-rata pengeluaran di bawah Garis Kemiskinan (BPS, 2014). Penduduk
dikategorikan miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan. Dalam penelitian ini, pengukuran yang digunakan adalah Headcount Index yang
diukur berdasarkan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. Garis kemiskinan yang
digunakan merupakan garis kemiskinan per propinsi. Perhitungan tingkat kemiskinan melalui
pendekatan ini merupakan pengukuran kemiskinan resmi di Indonesia.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya mengenai kemiskinan rumah tangga mendapati bahwa tingkat
pendidikan, faktor demografi, lokasi geografis, dan status pekerjaan merupakan determinan
kemiskinan. Studi yang dilakukan oleh Geda, et al. (2001) mengenai determinan rumah
tangga miskin di Kenya mendapati bahwa secara umum kemiskinan terkonsentrasi di
pedesaan, dan secara khusus di sektor pertanian. Penelitian ini juga mendapati bahwa tingkat
pendidikan kepala rumah tangga sangat berpengaruh terhadap kemiskinan rumah tangga.
Kurangnya pendidikan merupakan faktor yang meningkatkan probabilitas seseorang menjadi
miskin. Berkaitan dengan penemuan ini, penelitian ini juga menekankan pentingnya
pendidikan bagi wanita, karena rumah tangga dengan kepala keluarga wanita memiliki
probabilitas lebih tinggi untuk menjadi miskin.
Achia et al. (2010) meneliti determinan rumah tangga miskin di Kenya. Tidak seperti
penelitian terkait yang bergantung pada data pengeluaran, pendapatan, dan konsumsi, data
yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Demographic and Health Surveys Data
(DHS). Principal component analysis (PCA) digunakan untuk menghasilkan indeks asset
untuk menentukan status sosial ekonomi masing-masing rumah tangga. Survey ini
mengumpulkan informasi kepemilikan asset, akses terhadap layanan publik serta karakteristik
rumah tangga. Model yang digunakan dalam penelitian ini memasukkan tingkat pendidikan,
tempat tinggal, etnis, wilayah, agama, serta usia rumah tangga. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa wilayah tertentu memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi
dibanding wilayah lain. Agama memiliki pengaruh signifikan terhadap status sosial ekonomi
rumah tangga. Hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa etnis dan tipe tempat tinggal
secara signifikan menjelaskan distribusi kemiskinan. Rumah tangga di pedesaan memiliki
probabilitas menjadi miskin lebih tinggi dibanding rumah tangga perkotaan. Selain itu, etnis
tertentu seperti Somali, Turkana, dan Maasai memiliki probabilitas miskin lebih tinggi
dibanding etnis lain negara.
Pengukuran kemiskinan berdasarkan asset semakin sering digunakan. Namun, terdapat
beberapa keterbatasan dalam pengukuran ini. Pertama, pengukuran berdasarkan pendekatan
asset lebih merefleksikan kondisi kesejahteraan jangka panjang rumah tangga, tetapi tidak
merefleksikan kondisi kesejahteraan jangka pendek. Selain itu, kepemilikan asset tidak
mencerminkan kualitas asset (Falkingham dan Namazie dalam Achie et alI, 2010.). Beberapa
variable dapat memiliki hubungan yang berbeda dengan indeks asset di tempat yang berbeda.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
Sebagai contoh, kepemilikan lahan pertanian mungkin lebih mencerminkan tingkat
kesejahteraan di area pedesaan dibanding perkotaan.
Dartanto dan Otsubo (2013) meneliti determinan kemiskinan absolut, relative, dan
subjektif. Hasil yang diperoleh dari regresi logistik menunjukkan bahwa determinan utama
kemiskinan adalah tingkat pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, kepemilikan asset,
keberadaan pekerja migran dalam rumah tangga, shock negatif seperti kehilangan pekerjaan
atau masalah kesehatan, pembangunan layanan publik, dan ketersediaan infrastruktur jalan.
Penelitian ini menggunakan dua model ekonometri, model logit dan model ordered logit,
untuk mengetahui determinan kemiskinan dalam lima konsep kemiskinan yang berbeda.
Ketika membandingkan tingkat kemiskinan antar wilayah, penelitian ini mendapati bahwa
tingkat kemiskinan absolut paling tinggi di ditemukan di Papua. Jakarta memiliki tingkat
kemiskinan paling rendah dari segi pengeluaran dan secara subjektif, namun memiliki tingkat
kemiskinan paling tinggi berdasarkan pengukuran kemiskinan relative, menunjukkan
tingginya ketimpangan di Jakarta. Berdasarkan data, didapati bahwa tingkat kemiskinan
absolut dipengaruhi secara negatif oleh kapital manusia, produktivitas agrikultur, serta
infrastruktur jalan dan sanitasi. Namun, karakteristik regional ini tidak berpengaruh signifikan
terhadap kemiskinan relatif. Selain itu, didapati bahwa kapital manusia dan fisik, serta tingkat
pendapatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan subjektif. Penelitian ini
juga menekankan pentingnya peran pendidikan dalam mengatasi kemiskinan. Didapati bahwa
tingkat pendidikan serta jumlah anak berusia di bawah 5 tahun merupakan 2 faktor yang
paling signifikan mempengaruhi status kemiskinan rumah tangga dalam semua
pengukuran kemiskinan.
Dartanto dan Nurkholis (2011) meneliti determinan kemiskinan dinamis di Indonesia.
Penelitian ini mengidentifikasi status rumah tangga antar waktu dengan menggunakan data
SUSENAS Panel 2005 dan 2007. Dari hasil estimasi didapati bahwa faktor-faktor penting
yang mempengaruhi kemiskinan dinamis di Indonesia adalah tingkat pendidikan, jumlah
anggota rumah tangga, asset fisik, status pekerjaan, gangguan kesehatan, akses terhadap
listrik, serta perubahan ukuran rumah tangga, di sektor pekerjaan dan program mikrokredit.
Didapati juga bahwa rumah tangga yang tinggal di luar Jawa dan Bali relatif lebih tahan
terhadap shock negatif. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa strategi pengentasan
kemiskinan tidak dapat digeneralisasi di semua wilayah karena terdapat perbedaan
karakteristik kemiskinan di Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian
sebelumnya. Pertama, penelitian ini menggunakan data SUSENAS pada tahun 2011.
Penelitian dengan menggunakan data nasional pada tahun 2011 belum pernah dilakukan.
Mengingat kemiskinan merupakan permasalahan multidimensi yang dapat berubah antar
waktu dan wilayah, penting untuk terus mengumpulkan informasi, survey, dan penelitian
secara berkala dan membangun profil kemiskinan sebagai basis pembuatan kebijakan. Kedua,
didasari oleh fakta bahwa permasalahan kemiskinan dapat dipengaruhi oleh faktor yang
berbeda antar wilayah, penelitian ini membandingkan determinan kemiskinan di tingkat
nasional dengan determinan kemiskinan di beberapa wilayah di Indonesia. Dengan melakukan
regresi di masing-masing wilayah, dapat diketahui apabila terdapat perbedaan pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen di masing-masing wilayah.
Dalam penelitian ini, wilayah dibagi menjadi lima wilayah berdasarkan lima pulau
besar di Indonesia, yaitu Jawa dan Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku,
Papua dan Nusa Tenggara. Dengan pembagian ini, dapat dilihat apakah terdapat perbedaan
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen di masing-masing wilayah. Jawa
dan Bali dimasukkan ke dalam satu kelompok karena Jawa dan Bali memiliki kesamaan dari
segi tingkat kepadatan penduduk dan aktivitas ekonomi yang tinggi, serta infrastruktur yang
cukup baik di banding wilayah lainnya. Sumatera merupakan pulau yang sangat luas namun
memiliki tingkat kepadatan penduduk lebih rendah dibanding Jawa dan Bali. Sementara itu,
Kalimantan merupakan pulau yang luas dengan tingkat kepadatan penduduk rendah. Tingkat
kemiskinan di Kalimantan relatif rendah dibanding beberapa daerah lainnya di Indonesia.
Sulawesi merupakan pulau yang luas dengan tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi.
Sulawesi terdiri dari 6 provinsi dengan tingkat kemiskinan yang beragam antar provinsi. Di
lain pihak, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua yang berada di sisi paling timur Indonesia
dimasukkan ke dalam satu kelompok karena memiliki kesamaan dari segi tingkat kepadatan
penduduk rendah, tingkat kemiskinan relatif tinggi, serta kondisi infrastruktur kurang baik.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan model logit. Model logit
digunakan karena variabel dependen yang diuji bersifat diskrit. Variable dependen dalam
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
penelitian ini adalah status ekonomi rumah tangga, yaitu miskin atau tidak miskin, yang
didasarkan pada tingkat pengeluaran per kapita. Jika tingkat pengeluaran per kapita berada di
bawah garis kemiskinan, maka dikategorikan miskin. Variable independen yang digunakan
didasarkan pada empat karakteristik yang dapat menjelaskan rumah tangga miskin, yaitu
karakteristik wilayah, masyarakat, serta karakteristik individu dan rumah tangga.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data cross-section, yaitu
data satu atau lebih variable yang dikumpulkan dalam waktu yang sama. Unit observasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Data diperoleh dari Survey Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini
menggabungkan data SUSENAS rumah tangga dan individu.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model logit dengan spesifikasi sebagai
berikut:
! = !! + !!!! + !!!! + !!!! + !!
Di mana:
! merupakan variabel dependen yang bernilai 1 untuk rumah tangga miskin, dan bernilai 0
untuk rumah tangga tidak miskin.
!! merupakan karakteristik rumah tangga
!! merupakan karakteristik individu
!! merupakan karakteristik wilayah
! merupakan notasi untuk error.
! merupakan notasi untuk rumah tangga.
Berikut merupakan hipotesis serta keterangan variabel independen dalam penelitian ini:
Tabel 1. Hipotesis dan Keterangan Variabel Independen
Variabel Hipotesis Keterangan Variabel Hipotesis Keterangan Karakteristik Rumah Tangga Karakteristik Individu (Kepala Rumah Tangga)
Ukuran Rumah Tangga
+ Kontinyu Usia KRT - Kontinyu
Jumlah Balita + Kontinyu Usia Kuadrat + Kontinyu Rasio ART Bekerja
- Rasio Jenis Kelamin KRT
+ 1=perempuan, 0=laki-laki
Luas lantai per + 1=luas lantai per capita Sektor Kerja - 1=informal, 0=formal
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
capita <=8m2, 0 lainnya Jenis lantai terluas
+ 1=tanah, 0= lainnya Lapangan Usaha
- 1=industry,0=lainnya 1=jasa,0=lainnya
Jenis atap terluas
+ 1=ijuk/rumbia/sirap, 0=lainnya
Tingkat Pendidikan KRT
- 1=dasar, 0=lainnya 1=menengah, 0=lainnya
1=tinggi, 0=lainnya Jenis bahan bakar utama
+ 1=bukan listrik/gas, 0= lainnya
Karakteristik wilayah
Jenis dinding terluas
+ 1= bamboo/kayu/lainnya, 0=lainnya
Klasifikasi Wilayah
+ 1=pedesaan, 0=perkotaan
Jenis penerangan utama
+ 1=bukan lsitrik, 0=lainnya
Jenis sumber air utama
+ 1=tidak terlindung, 0=lainnya
Jenis bahan bakar utama
+ 1=lainnya, 0=listrik/gas
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan model logit. Pertama,
kita perlu melihat apakah variabel signifikan secara statistik. Kemudian, yang perlu kita lihat
adalah odds ratio serta probabilita variabel independen. Odds ratio yang bernilai lebih dari 1
menunjuukan bahwa variabel independen berpengaruh positif terhadap variabel dependen,
sedangkan odds ratio bernilai kurang dari 1 menunjukkan bahwa variabel independen
berpengaruh negatif terhadap variabel dependen. Setelah memperoleh odds ratio, kita dapat
mengetahui probabilita kejadian berhasil. Nilai probabilita di atas 0,5 menunjukkan
kecenderungan kejadian berhasil, yang berarti bahwa variabel dependen berpengaruh positif
terhadap probabilita rumah tangga miskin, sedangkan nilai probabilita 0,5 ke bawah
menunjukkan kecenderungan kejadian gagal, yang menunjukkan bahwa variabel independen
berpengaruh negatif terhadap probabilita rumah tangga miskin.
4. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil regresi, didapati bahwa seluruh variabel independen berpengaruh signifikan
pada variabel dependen di semua wilayah. Nilai R-square yang diperoleh berkisar di angka
0,2. Nilai ini cukup rendah, namun dalam model logit yang lebih diperhatikan adalah
signifikansi variabel independen. Tabel di bawah menunjukkan hasil probabilita variabel
independen antar wilayah.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
Tabel 2 Rangkuman Probabilita Masing-Masing Wilayah
Nasional Sumatera Jawa-Bali
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Nusa Tenggara
Variabel P P P P P P Ukuran RT 0,57*** 0,58*** 0,59*** 0,58*** 0,57*** 0,56*** Rasio ART Kerja 0,21*** 0,17*** 0,21*** 0,11*** 0,13*** 0,23*** Balita 0,55*** 0,54*** 0,56*** 0,54*** 0,56*** 0,54*** Fasilitas Bahan Bakar
0,68*** 0,62*** 0,74*** 0,56*** 0,72*** 0,49***
Fasilitas Jamban 0,59*** 0,57*** 0,56*** 0,59*** 0,62*** 0,64*** Fasilitas Penerangan
0,55*** 0,65*** 0,64*** 0,49*** 0,65*** 0,60***
Jenis Atap 0,47*** 0,60*** 0,37*** 0,56*** 0,52*** 0,552*** Sumber Air 0,54*** 0,56*** 0,57*** 0,68*** 0,54*** 0,57*** Luas Lantai per capita
0,61*** 0,62*** 0,62*** 0,64*** 0,64*** 0,67***
Jenis Lantai 0,68*** 0,68*** 0,61*** 0,56*** 0,59*** 0,52*** Jenis Dinding 0,55*** 0,58*** 0,62*** 0,65*** 0,62*** 0,54*** Umur KRT 0,49*** 0,49*** 0,49*** 0,50*** 0,50*** 0,50*** Umur KRT-square 0,50*** 0,50*** 0,50*** 0,50*** 0,50*** 0,50*** Sektor Kerja KRT 0,61*** 0,59*** 0,59*** 0,58*** 0,59*** 0,62*** Jenis Kelamin KRT 0,56*** 0,62*** 0,57*** 0,66*** 0,63*** 0,53*** Dummy Dasar 0,43*** 0,43*** 0,44*** 0,43*** 0,41*** 0,43*** Dummy Menengah 0,26*** 0,32*** 0,27*** 0,32*** 0,30*** 0,36*** Dummy Tinggi 0,08*** 0,14*** 0,06*** 0,17*** 0,18*** 0,18*** Dummy Industri 0,46*** 0,51*** 0,39*** 0,51*** 0,52*** 0,46*** Dummy Jasa 0,37*** 0,38*** 0,34*** 0,39*** 0,36*** 0,31*** Tipe Wilayah 0,59*** 0,63*** 0,58*** 0,64*** 0,73*** 0,63***
Sumber: SUSENAS 2011. ***)) Signifikan pada 5%
Perbedaan nilai yang cukup besar terdapat pada variabel rasio anggota rumah tangga bekerja
dan seluruh anggota rumah tangga, sumber air, jenis lantai, jenis dinding, jenis kelamin
kepala rumah tangga, dummy pendidikan menengah, dummy pendidikan tinggi serta
klasifikasi wilayah tempat tinggal. Sedangkan perbedaan arah terdapat pada variabel fasilitas
bahan bakar, penerangan, jenis atap, usia kepala rumah tangga, serta dummy industri.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
5. Pembahasan
Untuk variabel jumlah anggota rumah tangga, secara keseluruhan hasil regresi serupa
di semua wilayah serta memiliki arah sesuai hipotesis. Rumah tangga dengan anggota
keluarga lebih banyak meningkatkan probabilita rumah tangga miskin. Peluang rumah tangga
menjadi miskin (dibanding tidak miskin) akibat banyaknya anggota rumah tangga paling
besar di Jawa dan Bali. Untuk variabel jumlah anak di bawah 5 tahun, secara keseluruhan
hasil regresi serupa di semua wilayah serta memiliki arah sesuai hipotesis. Rumah tangga
dengan jumlah anak di bawah lima tahun lebih banyak memiliki kecenderungan menjadi
miskin lebih besar. Hal ini disebabkan anak di bawah lima tahun masih memiliki banyak
kebutuhan dan belum mampu mencari nafkah sendiri sehingga menurunkan pendapatan per
capita dalam rumah tangga. Variabel rasio anggota rumah tangga bekerja dan seluruh anggota
rumah tangga juga menunjukkan hasil yang serupa antar wilayah dan sesuai hipotesis, di
mana nilai yang makin besar, maka probabilita rumah tangga miskin rendah.
Terdapat hasil yang berbeda pada variabel fasilitas bahan bakar. Pada umumnya,
rumah tangga dengan fasilitas bahan bakar utama bukan listrik/gas cenderung menjadi miskin,
kecuali di wilayah Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Rumah tangga dengan bahan bakar
utama bukan listrik atau gas mengindikasikan kurangnya akses terhadap listrik atau gas.
Akses yang rendah terhadap layanan dasar dapat meningkatkan probabilita rumah tangga
miskin. sedangkan ada variabel status kepemilikan jamban hasilnya sesuai hipotesis di semua
wilayah. Probabilita rumah tangga dengan status kepemilikan jamban umum/tidak ada
menjadi miskin terbesar terjadi di Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara. Probabilita rumah
tangga dengan status kepemilikan jamban umum/tidak ada menjadi miskin terendah terjadi di
Jawa dan Bali dengan probabilita sebesar 0.56. Hasil ini sesuai dengan hipotesis. Kondisi
sanitasi yang kurang baik dapat menimbulkan masalah kesehatan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan probabilita rumah tangga miskin.
Variabel lain yang menunjukkan hasil berbeda arah antar wilayah adalah variabel
sumber penerangan. Pada umumnya, hasil regresi menunjukkan bahwa rumah tangga
dengan sumber penerangan utama bukan listrik memiliki kecenderungan menjadi miskin,
kecuali di Kalimantan. Fasilitas penerangan bukan listrik mencerminkan akses yang buruk
terhadap layanan dasar, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi probabilita rumah tangga
miskin. Variabel jenis atap juga menunjukkan hasil yang berbeda antar wilayah. Pada
umumnya, hasil regresi menunjukkan bahwa rumah tangga dengan jenis atap terluas
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
ijuk/rumbia/sirap/lainnya memiliki kecenderungan menjadi miskin. Namun, hal ini tidak
berlaku di wilayah nasional serta Jawa dan Bali, dapat disebabkan oleh rendahnya jumlah
penduduk yang tinggal dengan beratapkan ijuk/sirap/rumbia/lainnya di wilayah tersebut.
Sumber air tidak terlindung dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan,
menurunkan produktivitas, serta menimbulkan kemiskinan. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa rumah tangga dengan sumber air utama tidak terlindung memiliki
kecenderungan menjadi miskin. Hal ini terjadi di semua wilayah dan sesuai dengan
hipotesis. Probabilita rumah tangga dengan sumber air utama tidak terlindung menjadi
miskin paling besar di wilayah Kalimantan, sebesar 0.68 dan paling rendah di wilayah
nasional dan Sulawesi dengan probabilita sebesar 0.54. Sumber air utama tidak terlindung
dapat menimbulkan masalah kesehatan, menurunkan produktivitas, dan dapat
meningkatkan probabilita rumah tangga miskin. Probabilita rumah tangga miskin dengan
sumber air utama tidak terlindung di Kalimantan dapat menjadi indikasi bahwa kondisi air
di wilayah Kalimantan lebih buruk dibanding wilayah lainnya.
Untuk variabel luas lantai per kapita dan jenis lantai, Secara keseluruhan, hasil yang
diperoleh serupa antar wilayah dan sesuai dengan hipotesis. Rumah tangga dengan lantai per
capita kurang dari sama dengan 8m2 cenderung miskin. Menunjukkan bahwa kondisi rumah
tangga yang kurang baik, yaitu luas rumah yang sempit merupakan salah satu karakteristik
rumah tangga miskin. Rumah tangga dengan jenis lantai terluas tanah juga memiliki
probabilita miskin lebih tinggi dibanding rumah tangga dengan jenis lantai terluas bukan
tanah. Kondisi bangunan tempat tinggal dengan lantai tanah menunjukkan kondisi yang
kurang sehat. Hal ini dapat menyebabkan turunnya produktivitas serta pada akhirnya
menimbulkan masalah kemiskinan.
Jenis dinding terluas bamboo/kayu berpengaruh positif dan kemiskinan terhadap status
rumah tangga miskin di semua wilayah. Probabilita terbesar rumah tangga dengan jenis
dinding terluas bambu/kayu miskin terjadi di Kalimantan dengan nilai probabilita sebesar
0,65, sedangkan probabilita terendah sebesar 0,54 di wilayah Maluku, Papua, dan Nusa
Tenggara. Kondisi bangunan tempat tinggal berdinding bambu/kayu menunjukkan kondisi
bangunan tempat tinggal yang kurang baik serta terbukti merupakan salah satu karakteristik
rumah tangga miskin.
Salah satu karakteristik individu yang dimasukkan ke dalam model adalah jenis
kelamin kepala rumah tangga. Hasil yang diperoleh sesuai dengan hipotesis, di mana rumah
tangga dengan kepala rumah tangga berjenis kelamin perempuan memiliki probabilita miskin
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
lebih tinggi dibanding rumah tangga dengan kepala rumah tangga berjenis kelamin laki-laki.
Hal ini dapat menjadi indikasi adanya diskriminasi gender. Tingkat probabilita paling tinggi
di Kalimantan menunjukkan bahwa diperlukan penanganan lebih mendalam terkait
permasalahan ini di Kalimantan dibanding daerah-daerah lainnya.
Untuk variabel tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan terbukti bahwa
probabilita rumah tangga miskin semakin rendah. Namun, probabilita miskin paling tinggi
terjadi di Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara untuk kepala rumah tangga dengan tingkat
pendidikan menengah. Untuk tingkat pendidikan hingga pendidikan tinggi, probabilita miskin
terbesar terjadi di Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara.
Pada variabel dummy industri, hasil yang diperoleh cukup bervariasi, baik dari segi
besaran nilai maupun arah. Di tingkat nasional, Jawa dan Bali, serta Maluku, Papua dan Nusa
Tenggara kecenderungan menjadi miskin lebih kecil ketika kepala rumah tangga bekerja di
sektor industri, dengan probabilita terendah di pulau Jawa dan Bali sebesar 0.39. Berlawanan
dengan hipotesis, di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi kepala rumah tangga yang
bekerja di sektor industri meningkatkan probabilita rumah tangga miskin. sedangkan pada
variabel dummy jasa, hasil yang diperoleh sesuai dengan hipotesis dan serupa antar wilayah.
Rumah tangga dengan kepala keluarga bekerja di sektor jasa cenderung tidak miskin.
Probabilita tertinggi rumah tangga dengan kepala keluarga bekerja di sektor jasa menjadi
miskin adalah di Kalimantan, dengan probabilita sebesar 0.39. Hasil regresi juga
menunjukkan kecenderungan rumah tangga dengan kepala keluarga bekerja di sektor informal
menjadi miskin.
Sementara itu, untuk variabel usia kepala rumah tangga hasil regresi di hampir semua
wilayah menunjukkan bahwa usia kepala rumah tangga berpengaruh negatif terhadap tingkat
kemiskinan. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal, yaitu bahwa peningkatan usia menunjukkan
tahun pengalaman bekerja sehingga pendapatan akan meningkat seiring pertambahan usia.
Peningkatan pendapatan ini akan mengurangi probabilita miskin. Namun, terdapat perbedaan
arah di wilayah Kalimantan. Di wilayah Kalimantan, rumah tangga dengan kepala keluarga
berusia lebih tua memiliki kecenderungan miskin dibanding rumah tangga dengan kepala
keluarga berusia lebih muda. Hal ini dapat disebabkan perbedaan sektor pekerjaan yang
dominan di Kalimantan. Jika sektor pekerjaan di Kalimantan didominasi sektor pekerjaan
padat karya, besar kemungkinan lebih banyak kesempatan kerja bagi penduduk usia muda.
Terakhir, variabel klasifikasi wilayah tempat tinggal. Hasil yang diperoleh secara
keseluruhan menunjukkan bahwa rumah tangga di pedesaan memiliki kecenderungan menjadi
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
miskin. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa rumah tangga di wilayah pedesaan cenderung
miskin, diakibatkan lebih buruknya kondisi infrastruktur di pedesaan. Probabilita terbesar
rumah tangga yang tinggal di pedesaan miskin terjadi di wilayah Sulawesi, dengan nilai
probabilita sebesar 0.72. Hal ini dapat menjadi indikasi buruknya kondisi pedesaan di wilayah
Sulawesi dibanding wilayah lainnya, sehingga rumah tangga di pedesaan Sulawesi memiliki
probabilita miskin terbesar.
6. Kesimpulan
Hasil regresi di seluruh wilayah menunjukkan bahwa seluruh variable independen
berpengaruh signifikan terhadap variable dependen. Pada umumnya arah variable independen
sama antar wilayah dan sesuai dengan hipotesis. Namun, pada beberapa variable terdapat
perbedaan arah serta nilai pada odds ratio dan probabilita di masing-masing model.
Hasil regresi di tingkat nasional menunjukkan bahwa hasil regresi sesuai dengan
hipotesis, kecuali untuk jenis atap. Jenis atap ijuk/sirap/rumbia tidak meningkatkan
probabilita rumah tangga miskin. Sementara itu, fasilitas bahan bakar bukan listrik/gas, jenis
lantai terluas tanah, luas lantai per capita kurang dari sama dengan 8m2, status kepemilikan
jamban umum/tidak ada, serta wilayah tempat tinggal di pedesaan merupakan variabel-
variabel yang mempengaruhi probabilita rumah tangga miskin terbesar di tingkat nasional.
Hasil regresi di wilayah Sumatera menunjukkan bahwa hasil regresi sesuai dengan
hipotesis, kecuali untuk dummy industri. Bekerja di sektor industri meningkatkan probabilita
rumah tangga miskin. Sementara itu, fasilitas bahan bakar bukan listrik/gas, jenis atap terluas
ijuk/sirap/rumbia, jenis lantai terluas tanah, luas lantai per capita kurang dari sama dengan
8m2, jenis penerangan bukan listrik, jenis kelamin kepala rumah tangga perempuan, serta
wilayah tempat tinggal di pedesaan merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi
probabilita rumah tangga miskin terbesar di wilayah Sumatera.
Hasil regresi di wilayah Jawa dan Bali sesuai dengan hipotesis, kecuali untuk jenis
atap. Jenis atap ijuk/sirap/rumbia tidak meningkatkan probabilita rumah tangga miskin.
Sementara itu, fasilitas bahan bakar bukan listrik/gas, jenis penerangan bukan listrik, luas
lantai per capita kurang dari sama dengan 8m2, jenis lantai terluas tanah, serta jenis dinding
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
terluasbambu/kayu merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi probabilita rumah
tangga miskin terbesar di wilayah Jawa dan Bali.
Hasil regresi di wilayah Kalimantan sesuai dengan hipotesis, kecuali untuk dummy
industri, usia kepala rumah tangga, dan jenis penerangan tempat tinggal. Bekerja di sektor
industri meningkatkan probabilita rumah tangga miskin. usia kepala rumah tangga yang
semakin tinggi meningkatkan probabilita rumah tangga miskin, sedangkan fasilitas
penerangan bukan listrik tidak meningkatkan probabilita rumah tangga miskin. Sementara itu,
sumber air tidak terlindung, luas lantai per capita kurang dari sama dengan 8m2, jenis dinding
bamboo/kayu, jenis kelamin kepala rumah tangga perempuan, serta wilayah tempat tinggal di
pedesaan merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi probabilita rumah tangga miskin
terbesar di wilayah Kalimantan.
Probabilita rumah tangga dengan sumber air tidak terlindung, jenis dinding terluas
bamboo/kayu, serta kepala rumah tangga dengan jenis kelamin perempuan menjadi miskin
terbesar juga terjadi di wilayah Kalimantan dibanding wilayah lainnya. Hal ini dapat menjadi
indikasi sumber air tidak terlindung di Kalimantan menimbulkan masalah kesehatan sehingga
probabilita rumah tangga dengan sumber air tidak terlindung menjadi miskin tinggi,
menunjukkan pentingnya memperbaiki akses masyarakat terhadap air bersih. Selain itu,
tingginya probabilita rumah tangga dengan kepala keluarga berjenis kelamin perempuan
menjadi miskin menunjukkan pentingnya meningkatkan peluang memperoleh pendidikan dan
pekerjaan bagi wanita, terutama di wilayah Sulawesi.
Hasil regresi di wilayah Sulawesi sesuai dengan hipotesis, kecuali untuk dummy
industri. Bekerja di sektor industri meningkatkan probabilita rumah tangga miskin di
Sulawesi. Di Sulawesi, probabilita rumah tangga yang tinggal di pedesaan miskin sangat
tinggi dibanding wilayah lainnya, sebesar 0,73. Hal ini menunjukkan pentingnya
meningkatkan kondisi pedesaan di Sulawesi. Status kepemilikan jamban umum/tidak ada,
fasilitas penerangan bukan listrik, luas lantai per capita kurang dari sama dengan 8m2, jenis
dinding terluas bamboo/kayu, serta jenis kelamin kepala rumah tangga perempuan juga
merupakan variabel yang mempengaruhi probabilita rumah tangga miskin terbesar di wilayah
Sulawesi.
Hasil regresi di wilayah Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara sesuai dengan hipotesis,
kecuali untuk fasilitas bahan bakar. Rumah tangga dengan fasilitas bahan bakar bukan listrik
atau gas tidak memiliki probabilita miskin lebih tinggi. Sementara itu, status kepemilikan
jamban umum/tidak ada, fasilitas penerangan bukan listrik, luas lantai per capita kurang dari
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
sama dengan 8m2, pekerjaan kepala rumah tangga di sektor informal, serta tinggal di wilayah
pedesaan merupakan variabel yang mempengaruhi probabilita rumah tangga miskin terbesar
di wilayah Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara.
7. Saran
Kebanyakan variable yang digunakan dalam penelitian ini masih terfokus pada
karakteristik rumah tangga seperti kondisi tempat tinggal. Akan menarik bagi penelitian
selanjutnya untuk meneliti mengenai pengaruh kondisi wilayah seperti kualitas tanah, sumber
daya, akses pasar serta kualitas pemerintah terhadap kemiskinan. Selain itu, penelitian
selanjutnya juga disarankan untuk melakukan penelitian di tingkat provinsi, atau kabupaten
kota serta membandingkan determinan rumah tangga miskin dalam level tersebut. Penelitian
dalam skala yang lebih kecil diharapkan akan memberi hasil yang lebih spesifik.
Daftar Referensi
Achia, T. N., Wangombe, A., dan Khadioli, N. (2010). A Logistic Regression Model to
Identify Key Determinants of Poverty Using Demographic and Health Survey Data. European
Journal of Social Sciences, 13(1), 38–46.
Badan Pusat Statistik. (2008). Analisis Kemiskinan 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Dartanto, T., dan Nurkholis. (2011). The determinants of poverty dynamics in Indonesia:
Evidence from panel data. Munich Personal RePEc Archive.
Dartanto, T., dan Otsubo, S. (2013). Measurements and Determinants of Multifaceted Poverty
in Indonesia. JICA Working Paper No. 54.
Foster, J.E., Greer, J., dan Thorbecke, E. (1984). A Class of Decomposable Poverty Measures.
Econometrica, 52, 761-776.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014
Geda, A., Jong, N., dan Mwabu, G. (2001). Determinants of Household Poverty in Kenya: A
Household Level Analysis. Institute of Social Studies Working Paper. Netherlands.
Gujarati, Damodar. (2004). Basic Econometrics, 5th Edition. Singapura: McGraw-Hill.
Haughton, J., dan Khandker, S. R. (2010). Handbook of Poverty and Inequality. Jakarta:
Salemba Empat.
Mok, T. Y., Gan, C., dan Sanyal, A. (2007). The Determinants of Urban Household Poverty
in Malaysia. Journal of Social Sciences, 3(4), 190-196.
Nasir, M. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Rumah Tangga Di
Kabupaten Aceh Utara. Jurnal E-Mabis, 14(2). Lhokseumawe: Fakultas Ekonomi Universitas
Malikussaleh.
Nurkholis. (2006). LOGIT: Faktor-faktor Berpengaruh terhadap Persepsi Masyarakat
tentang Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu. Laboratorium Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Laboratorium Ilmu Ekonomi FEUI. Perilaku Konsumen. Laboratorium Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Pyndick, R. S., dan Rubinfeld, D. (2008). Microeconomics, 7th Edition. Pearson.
Sabilawa, M. A. (2010). Studi Determinan Karakteristik Rumah Tangga Miskin Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (Analisis Data SUSENAS). Magister Perencanaan dan Kebijakan
Publik. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Suwardi, Akbar. (2011). Modul Ekonometrika LPM, Logit, dan Probit. Laboratorium
Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Todaro, M. P., dan Smith, S. C. (2012). Economic Development, 11th Edition. Boston:
Addison-Wesley.
Wahyudi. (2011). Pengaruh Alokasi Belanja Daerah Untuk Urusan Pendidikan, Kesehatan,
dan Pekerjaan Umum Terhadap Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2009). Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik.
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
World Bank. (2007). Era Baru Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: World
Bank.
Analisis karakteristik…, Carolina Margaretha, FE UI, 2014