Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL EKONOMI, AKUNTANSI DAN
MANAJEMEN
TAHUN 2014
UNIVERSITAS
GUNADARMA
ANALISIS KAUSALITAS INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
DI NEGARA BAHRAIN
Nur Azifah
Jurusan Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100
ABSTRAKSI
Inflasi dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian yang
tidak bisa diabaikan, karena inflasi dapat menimbulkan dampak yang sangat luas baik terhadap
perekonomian maupun kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi sangat penting dalam
menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan
ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara. Bahrain adalah negara kecil yang mengandalkan
pendapatannya dari minyak. Persentase pemrosesan dan pengolahan minyak menjadi sumber utama
pemasukan negara, sehingga tingginya GDP juga bergantung kepada harga minyak dunia dan cadangan
minyak yang ada di Bahrain. Walaupun begitu, jumlah penduduk Bahrain masih sangat sedikit.
Sehingga jika dibandingkan dengan Indonesia, koefisien pembagi GDP juga sangatlah kecil yang
membuat GDP perkapita Bahrain Tinggi. Penelitian ini menguji hubungan kausalitas antara inflasi,
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran di Negara Timur Tengah khususnya pada
perekonomian di Negara Bahrain periode 1981 – 2013. Alat analisis yang digunakan adalah kausalitas
Granger. Hasil uji kausalitas Granger variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak
mempunyai hubungan kausalitas dua arah dalam satu waktu, tetapi dalam jangka panjang memang
mempunyai pengaruh secara tidak langsung antara variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci: Kausalitas, Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, GDP, Bahrain
ABSTRACT
Inflation and economic growth is the important indicators in the economy that can not be ignored,
because inflation can lead to a very broad impact both on the economy and social welfare and economic
growth is very important in assessing the performance of an economy, especially for the analysis the
results of economic development that has implemented in a state. Bahrain is a small country that relies
on income from oil. Percentage of processing and oil processing became a major source of state
revenue, so that the high GDP also depend on world oil prices and oil reserves that exist in Bahrain.
Even so, the population of Bahrain is very small. So when compared with Indonesia, GDP divider
coefficient is also very small which makes the GDP per capita is raising in Bahrain. This study
examined the causal relationship between inflation, economic growth and the unemployment rate in the
country, especially in the Middle East country in the State of Bahrain's economy period 1981-2012.
Analytical tool used is the Granger causality. The results of Granger causality test variable inflation and
economic growth has turned out to be a two -way causal relationship at a time, but in the long run it has
indirect influence between the variables of inflation and economic growth.
Keywords: Causality, Inflation, Economic Growth, GDP, Bahrain
mailto:[email protected]
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat
dilihat dari beberapa indikator makro. Dengan
melihat beberapa indikator makro pada suatu negara
akan terlihat apakah kinerja perekonomian pada
negara tersebut semakin membaik atau sebaliknya.
Indikator makro tersebut meliputi tingkat inflasi dan
pertumbuhan ekonomi. Inflasi merupakan salah satu
indikator penting dalam perekonomian yang tidak
bisa diabaikan, karena dapat menimbulkan dampak
yang sangat luas baik terhadap perekonomian
maupun kesejahteraan masyarakat. Bagi
perekonomian, inflasi yang tinggi dapat
menyebabkan timbulnya ketidakstabilan,
menurunkan gairah menabung dan berinvestasi,
menghambat usaha peningkatan ekspor,
menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi,
maupun dapat berdampak pada meningkatnya tingkat
pengangguran. Dari sisi kesejahteraan, inflasi yang
tinggi menyebabkan turunnya pendapatan riil (daya
beli) masyarakat, terutama bagi pekerja-pekerja yang
mempunyai penghasilan tetap, sehingga berdampak
pada menurunnya tingkat konsumsi masyarakat dan
meningkatnya tingkat kemiskinan.
Selain Inflasi, Pertumbuhan ekonomi juga
merupakan salah satu indikator yang amat penting
dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama
untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan
ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau
suatu daerah. Ekonomi dikatakan mengalami
pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa
meningkat dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan
ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas
perekonomian dapat menghasilkan tambahan
pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada
periode tertentu.Pertumbuhan ekonomi suatu negara
atau suatu wilayah yang terus menunjukkan
peningkatan menggambarkan bahwa perekonomian
negara atau wilayah tersebut berkembang dengan
baik (Amri Amir, 2007).
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan merupakan kondisi utama suatu
keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi
dan peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah
penduduk bertambah setiap tahun yang dengan
sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga
bertambah setiap tahun, maka dibutuhkan
penambahan pendapatan setiap tahun (Tulus T.H.
Tambunan, 2009). Selain dari sisi permintaan
(konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan
penduduk juga membutuhkan pertumbuhan
kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan
ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan
kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan
dalam pembagian dari penambahan pendapatan
tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akan
menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi
dengan peningkatan kemiskinan (Tulus T.H.
Tambunan, 2009). Pemenuhan kebutuhan konsumsi
dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai
dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa)
atau GDP yang terus-menerus. Dalam pemahaman
ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah
penambahan GDP, yang berarti peningkatan
Pendapatan Nasional.
Pembangunan ekonomi sebuah negara dapat
dilihat dari beberapa indikator perekonomian. Salah
satu di antaranya adalah tingkat pengangguran.
Berdasarkan tingkat pengangguran dapat dilihat
kondisi suatu negara, apakah perekonomiannya
berkembang atau lambat dan atau bahkan mengalami
kemunduran. Selain itu dengan tingkat
pengangguran, dapat dilihat pula ketimpangan atau
kesenjangan distribusi pendapatan yang diterima
suatu masyarakat negara tersebut. Pengangguran
dapat terjadi sebagai akibat dari tingginya tingkat
perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi
dengan adanya lapangan pekerjaan yang cukup luas
serta penyerapan tenaga kerja yang cenderung kecil
persentasenya, Hal ini disebabkan rendahnya tingkat
pertumbuhan penciptaan lapangan kerja untuk
menampung tenaga kerja yang siap bekerja.
Kondisi perekonomian Bahrain selama tahun
2013 – 2014 cenderung menurun dibandingkan
sebelumnya diakibatkan menurunya harga minyak di
Timur Tengah yang juga berdampak pada negara
Bahrain. Tetapi dengan kekayaan minyak di Bahrain
sangat berlimpah dengan wilayah negara yang tidak
terlalu besar dengan berpenduduk sedikit sehingga
inflasi sangat tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi karena masih memiliki
cadangan devisa yang cukup memadai untuk
mendukung kestabilan perekonomian di Bahrain.
Gambar 1.1. Tingkat Inflasi di Bahrain
Sumber: Trading Economics
Gross Domestic Product (GDP) mengalami
berbagai perubahan varians dalam perekonomian
Bahrain selama periode (2000-2013). Pertumbuhan
ekonomi yang pesat dan peningkatan harga minyak
yang tinggi membuat perekonomian Bahrain
berkembang secara signifikan dalam beberapa tahun
tersebut. Pada dekade tersebut pertumbuhan ekonomi
yang kuat dan meningkatnya harga minyak, Bahrain
mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan
meskipun ada sejumlah tantangan yang dihadapi
dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun dampak
dari krisis global sejak tahun 2009, tantangan
regional politik pada tahun 2011, dan produksi
minyak pada tahun 2012 tetapi perekonomian di
Bahrain telah secara konsisten mencatat pertumbuhan
yang positif selama periode ini; di mana tingkat
pertumbuhan riil GDP meningkat dari 5,4% di tahun
2000 menjadi 7,9% pada tahun 2005, tetapi turun
menjadi 6% dan 3,8% pada tahun 2009 dan 2013
masing-masing (CBB, 2013). Diketahui bahwa
peerubahan GDP dan jumlah uang beredar
menunjukkan bahwa adanya hubungan kausalitas
antara GDP riil dan jumlah uang beredar.
Gambar 1.2. Pertumbuhan GDP di Bahrain
Sumber: Trading Economics
Bahrain satu-satunya negara Teluk di Timur
Tengah yang telah mengalami defisit fiskal sejak
tahun 2009. Pendapatan Fiskal tidak dapat
diharapkan untuk meningkatkan perekonomian
negara tersebut pada tahun 2014 ini karena adanya
penurunan dalam harga minyak, sementara belanja
publik terus bertambah naik di sektor publik dan dana
pensiun, pemeliharaan subsidi (Air, listrik, bensin
dan bahan makanan), dan kebijakan properti
perumahan serta investasi terhadap infrastruktur.
Karena itu, GDP riil Bahrain tumbuh sebesar 3,4%
pada tahun 2012. Namun, pada beberapa dekade
selama tahun tersebut terjadi gangguan teknis dengan
ladang minyak di Abu Sa'afa. Pada 2013,
pertumbuhan diperkirakan akan mencapai 5,3%,
dikarenakan mulai adanya normalisasi produksi
minyak dari ladang minyak di Abu Sa'afa, serta
perencanaan kenaikan harga minyak yang lebih lanjut
terhadap produksi minyak di Bahrain. The Economic
Development Board Bahrain mengharapkan
pertumbuhan GDP riil akan mencapai 4,2% pada
tahun 2014e ini.
Dalam suatu perekonomian, antara inflasi dan
pertumbuhan ekonomi saling berkaitan. Apabila
tingkat inflasi tinggi maka dapat menyebabkan
melambatnya pertumbuhan ekonomi, sebaliknya
inflasi yang relatif rendah dan stabil dapat
mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi.Begitu
pula dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dapat pula memicu terjadi
inflasi yang tinggi melalui kenaikan dalam
permintaan agregat. Kaitan antara inflasi dengan
pertumbuhan ekonomi ini, akan terlihat jelas apabila
dilihat dari perkembangan data triwulan untuk kedua
indikator ekonomi tersebut.
Gambar 1.3. Perbandingan antara GDP perkapita
dan Inflasi di Bahrain
Sumber: Trading Economics
Pada gambar 1.3.tersebut terlihat ada pola
hubungan antara inflasi dengan pertumbuhan
ekonomi. Ada saat-saat di mana inflasi yang tinggi
diikuti dengan penurunan dalam laju pertumbuhan
ekonomi ataupun menurunnya laju inflasi diikuti
dengan kenaikan dalam laju pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya terdapat pula saat-saat di mana laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi diikuti dengan
meningkatnya laju inflasi. Meskipun demikian,
hubungan antara laju inflasi dengan pertumbuhan
ekonomi belum dapat dipastikan kejelasan
kausalitasnya, dalam arti apakah inflasi yang
menyebabkan pertumbuhan ekonomi ataukah
sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan
inflasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
apakah tingkat inflasi menyebabkan pertumbuhan
ekonomi atau sebaliknya dan apakah ada hubungan
jangka panjang antara inflasi dengan pertumbuhan
ekonomi selama periode 1981 – 2012. Oleh karena
itulah, peneliti mengambil judul penelitian “Analisis
kausalitas inflasi dan pertumbuhan ekonomi (studi
kasus perekonomian Negara Bahrain periode 1981 –
2012)”.
KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN
HIPOTESIS
Makro Ekonomi Islam
Dalam sub-bab sebelumnya telah dijelaskan
bahwa ekonomi dibagi menjadi 2 ruang lingkup
pembahasan yaitu mikroekonomi dan
makroekonomi. Mikro dan makro sama-sama
mempelajari perilaku rumah tangga dan bagaimana
permintaan dan penawaran yang terjadi dalam rumah
tangga tersebut.Tetapi makro lebih memfokuskan
kepada perilaku permintaan dan penawaran yang ada
dalam suatu negara. Jika ruang lingkup mikro
dipengaruhi oleh variabel kepuasan atau utilitas
individu dan keuntungan perusahaan, maka yang
mempengaruhi variabel makro ada 3 yaitu :
1. Output yang diukur dari GNP atau GDP GNP dan GDP digunakan sebagi tolak ukur
produktivitas negara dari barang-barang yang
diproduksi oleh negara tersebut. Perbedaannya
adalah wilayah tempat barang itu berproduksi.
GNP memasukkan semua produksi barang dan
jasa yang diproduksi oleh warga negara dan
negara baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, tetapi kepemilikan asing yang berproduksi
di dalam negeri tidak dihitung. Sedangkan GDP
memasukkan semua produksi barang dan jasa baik
kepemilikan negara, asing, dan warga negara yang
ada di negara tersebut, tetapi tidak menghitung
produksi diluar negara tersebut walaupun produksi
tersebut milik negara dan warga negara tersebut.
Konsensus internasional menetapkan GDP sebagai
tolak ukur output negara.
2. Tingkat pengangguran tingkat pengangguran timbul karena adanya kelebihan penawaran dalam
tenaga kerja. Selain itu jumlah usia produktif dan
non produktif yang berpengaruh kepada angkatan
kerja dalam negara juga memiliki efek terhadap
pengangguran dalam suatu negara.
3. Tingkat kenaikan harga atau inflasi yang ada di negara tersebut inflasi dalam suatu negara
timbul karena adanya permintaan yang tinggi akan
barang dan jasa sedangkan produksi atau
penawaran yang dilakukan produsen kurang dari
permintaan yang diharapkan, sehingga terjadi
kelangkaan barang dan jasa. Inflasi dapat dihitung
dengan menggunakan indeks harga konsumen
(IHK), indeks harga produsen (IHP), maupun
dengan deflator PDB. Terkait dengan penelitian
ini, perhitungan inflasi yang digunakan adalah
indeks harga konsumen (IHK). Sedangkan yang
dimaksud indeks harga konsumen adalah besarnya
biaya paket barang-barang dan jasa yang
menunjukkan konsumsi masyarakat perkotaan (Tri
Widodo, 2006).
Dalam makroekonomi dibahas bagaimana
kebijakan pemerintah yang ada dalam suatu negara
tersebut akan mempengaruhi perilaku individu dan
perusahaan dalam melakukan aktivitas ekonomi.
Studi makroekonomi juga melihat kepada 4 prinsip
dasar dalam pengambilan keputusan dalam ruang
lingkup negara. Selain itu ada 2 hal fundamental
dalam makroekonomi Islam yang berbeda dalam
makroekonomi konvensional, yaitu ;
1. Larangan riba Dalam makroekonomi Islam tidak ada pembahasan tentang suku bunga, karena
bunga yang diqiyaskan sama dengan riba
mempunyai hukum haram. Jadi tingkat kenaikan
harga/inflasi yang terjadi salah satunya bukan
disebabkan oleh naik atau turunnya tingkat suku
bunga yang ada di negara.
2. Perintah zakat Selain pajak, makroekonomi Islam menambahkan indikator zakat kedalam
pemasukan negara. Pengelolaan zakat berbeda
dengan pajak, karena sudah diatur dalam Al-
Qur’an dan Sunnah. Perintah zakat ini akan
mempengaruhi perilaku rumah tangga dalam
mengkonsumsi, berinvestasi dan menabung untuk
masa depan. Zakat dapat memberikan dampak
yang besar terhadap pembangunan negara dan
mensejahterakan masyarakat.
Kebijakan makro pemerintah dalam Islam
harus memperhatikan 2 hal tersebut.Karena hal
tersebut yang sangat membedakan antara kebijakan
makro konvensional dan Islam.
Teori Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
untuk menaik secara umum dan terus menerus
(Boediono, 1985). Dari definisi tersebut , maka
kenaikan harga dari satu atau dua macam barang saja
tidak bisa langsung disebut inflasi, kecuali bila
kenaikan tersebut meluas kepada (atau
mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga
barang-barang lain. Kenaikan harga-harga yang
terjadi sekali saja dan tidak mempunyai pengaruh
lanjutan (misal: perubahan harga yang bersifat
musiman, menjelang hari raya, dan sebagainya) tidak
disebut inflasi. Inflasi dapat diklasifikasikan menjadi
3 dilihat dari penyebabnya, yaitu :
1. Inflasi permintaan (demand-pull inflation) inflasi yang timbul karena terlalu kuatnya
permintaan masyarakat akan berbagai macam
barang dan jasa. Ada kecenderungan bagi output
menaik bersama-sama dengan kenaikan harga
umum. Besar kecilnya kenaikan output ini
tergantung dari elastisitas kurva penawaran
agregat, semakin mendekati output maksimum
semakin tidak elastis kurva ini;
2. Inflasi penawaran (cost push inflation) inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi.
Kenaikan harga disertai dengan penurunan hasil
penjualan barang (kelesuan usaha);
3. Inflasi campuran (mixed inflation) inflasi yang penyebabnya berupa campuran atau kombinasi
antara demand-pull dan cost-pushinflation.
Selain pengklasifikasian menurut penyebabnya,
inflasi dapat juga dikategorikan berdasarkan asalnya
dan terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) timbul karena defisit anggaran
belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang
baru, gagal panen, bencana alam, perubahan
kebijakan harga pemerintah, faktor musiman
seperti perayaan hari besar keagamaan,
tindakanspekulatif menimbun barang yang dapat
menggangguketersediaan barang, serta ekspektasi
masyarakat terhadap inflasi yang akan datang ;
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (foreign inflation) inflasi yang terjadi karena kenaikan
harga-harga komoditi di luar negeri (di negara-
negara mitra dagang )atau karena terjadinya
depresiasi nilai tukar. Kenaikan harga barang-
barang yang kita impor secara langsung
mengakibatkan kenaikan indeks biaya hidup
karena sebagian dari barang-barang yang tercakup
di dalamnya berasal dari impor, dan secara tidak
langsung menaikkan indeks harga melalui
kenaikan biaya produksi dari berbagai barang
yang menggunakan bahan baku atau mesin-mesin
yang diimpor.
Walaupun terdapat pengklasifikasian inflasi,
pada kenyataannya inflasi yang terjadi di suatu
negara sangat jarangdisebabkan oleh satu macam
atau satu jenis inflasi saja. Sebagian besar inflasi
yang terjadi seringkali merupakan kombinasi dari
berbagai jenis inflasi, sebagai misal imported
inflation seringkali diikuti oleh cost push inflation,
domestic inflation diikuti dengan demand pull
inflation, dan sebagainya.
Terdapat 3 teori besar dalam inflasi, yaitu
teori kuantitas, teori keynes dan dan teori strukturalis.
Dalam Teori kuantitas, proses terjadinya inflasi
adalah akibat dari 2 faktor yaitu jumlah uang beredar
dan psikologi atau harapan masyarakat mengenai
kenaikan harga-harga. Terdapat 3 pernyataan dalam
teori kuantitas, diantaranya :
1. Inflasi hanya terjadi jika ada penambahan volume jumlah uang beredar. Tanpa adanya kenaikan
jumlah uang beredar, kejadian seperti gagal panen,
hanya akan menaikkan harga-harga untuk
sementara waktu saja (bersifat temporer). Dalam
kerangka teori ini, penambahan jumlah uang
beredar merupakan faktor utama bagi terjadinya
inflasi.
2. Laju inflasi ditentukan oleh laju penambahan jumlah uang beredar dan ekspektasi masyarakat
mengenai kenaikan harga-harga di masa
mendatang.
Teori Keynes menyebutkan inflasi terjadi
karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas
kemampuan ekonominya. Proses inflasi, tidak lain
adalah proses perebutan bagian harta di antara
kelompok-kelompok sosial yang menginginkan
bagian yang lebih besar daripada yang bisa
disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses
perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi
keadaan di mana permintaan masyarakat akan
barang-barang selalu melebih jumlah barang-barang
yang sanggup dihasilkannya, sehingga timbul apa
yang disebut dengan inflationary gap yaitu
kesenjangan yang timbul karena di satu sisi
masyarakat berhasil mengubah keinginan mereka akan
barang-barang menjadi permintaan efektif atau mereka
berhasil memperoleh dana untuk mewujudkan
keinginan mereka akan barang-barang tersebut.
Sementara di sisi lain, jumlah barang-barang yang
tersedia (atau yang mampu dihasilkan) tidak
mencukupi untuk memenuhi permintaan masyarakat
tersebut. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan
terjadinya kenaikan harga-harga. Dan pada tahap
selanjutnya, ketika masyarakat berhasil memperoleh
dana kembali untuk mewujudkan keinginan mereka,
maka kenaikan harga akan berlangsung kembali.
Proses ini akan berhenti bila sebagian dari golongan
masyarakat tidak dapat memperoleh dana kembali
untuk mewujudkan keinginan mereka akan barang-
barang.
Teori ketiga tentang inflasi dikemukakan oleh
para kaum strukturalis yang menitikberatkan pada
kekakuan terhadap struktur ekonomi negara
berkembang.Hal ini didasarkan pada pengamatan
ekonomi di negara-negara Amerika Latin. Terdapat 2
kekakuan utama dalam struktur ekonomi negara
berkembang, yaitu :
1. Kekakuan berupa ketidakelastisan dari penerimaan ekspor nilai ekspor cenderung
tumbuh dengan lambat dibandingkan
pertumbuhan sektor-sektor lain. Lambatnya
pertumbuhan ekspor ini, berarti terjadi
kelambanan pada kemampuan untuk mengimpor
barang-barang yang dibutuhkan, baik barang
konsumsi maupun modal. Akibatnya, negara
tersebut terpaksa menggalakkan strategi substitusi
impor. Kebijakan substitusi impor ini seringkali
menimbulkan biaya produksi yang lebih tinggi
yang berdampak pada tingginya harga barang
yang diproduksi. Bila proses substitusi impor ini
makin meluas maka kenaikan biaya produksi juga
makin meluas ke berbagai barang, sehingga makin
banyak harga barang-barang yang naik, dan pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya inflasi.
2. Kekakuan berupa ketidakelastisan pada produksi bahan makanan di dalam negeri pertumbuhan
produksi bahan makanan di dalam negeri tidak
secepat terjadinya penambahan penduduk dan
pendapatan perkapita, sehingga harga bahan
makanan di dalam negeri cenderung meningkat
melebihi kenaikan harga barang-barang lain.
Selanjutnya, hal tersebut akan mendorong
timbulnya tuntutan karyawan akan kenaikan upah.
Kenaikan upah berarti kenaikan biaya produksi,
yang berarti pula kenaikan harga dari barang-
barang tersebut. Kenaikan harga barang-barang
seterusnya mengakibatkan timbulnya tuntutan
kenaikan upah lagi, dan kenaikan upah kemudian
akan diikuti dengan kenaikan harga-harga,
demikian seterusnya. Proses ini akan berhenti
dengan sendirinya seandainya harga bahan
makanan tidak terus menaik. Namun karena faktor
struktural tadi, maka proses tersebut akan terus
berlanjut sehingga menimbulkan inflasi spiral.
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro (2006) terdapat tiga faktor
atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi
dari setiap bangsa, yaitu akumulasi modal yang
meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal
atau sumber daya manusia; pertumbuhan penduduk
beberapa tahun selanjutnya yang akan
memperbanyak jumlah akumulasi kapital; dan
kemajuan teknologi. Dalam teori Harrod-Domar,
menyatakan bahwa pembentukan modal merupakan
faktor penting yang menentukan pertumbuhan
ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat
diperoleh dari akumulasi tabungan yang dilakukan
oleh penduduk, sehingga bermanfaat bagi kegiatan
investasi (Gillisetall, 1996)
Model pertumbuhan neoklasik dipelopori oleh
Robert M. Solow pada tahun 1950-an. Model
pertumbuhan ini telah diterapkan dalam berbagai
studi empiris di banyak negara. Asumsi dasar yang
dipakai dalam model ini antara lain: keluaran
dihasilkan dari penggunaan dua jenis masukan yaitu
modal dan tenaga kerja, perekonomian berada pada
kondisi penggunaan tenaga kerja penuh,
perekonomian berada dalam kondisi persaingan
sempurna. Ada dua hal utama yang dibahas dalam
model ini, yaitu peranan modal dan perubahan
teknologi dalam pertumbuhan ekonomi. Namun
untuk sementara perubahan teknologi dianggap
konstan sehingga akan diketahui bagaimana peran
modal dalam proses pertumbuhan. Akumulasi modal
dan kedalaman modal terjadi pada saat pertumbuhan
persediaan (stock) modal lebih cepat daripada
pertumbuhan tenaga kerja. Dalam kondisi tanpa
perubahan teknologi, akumulasi modal akan
mendorong pertumbuhan keluaran per tenaga kerja,
meningkatkan marginal product tenaga kerja serta
meningkatkan upah. Namun akumulasi modal juga
akan mendorong berkurangnya pengembalian modal
(return of capital) dan menurunkan tingkat suku
bunga riil.
Teori pertumbuhan berikutnya adalah teori
pertumbuhan baru (endogenous growth theory) yang
muncul sebagai reaksi terhadap kelemahan
intelektual dan empiris model pertumbuhan
neoklasik. Teori pertumbuhan endogen (endogenous
growth theory) dari Romer ( 1991 ) berpendapat
sumber pertumbuhan adalah peran penelitian dan
pengembangan (research and development = R & D)
dan modal manusia. Perbedaan lokal dalam modal
manusia dan aktivitas R & D adalah faktor penting
dalam menjelaskan tingkat perbedaan pertumbuhan .
Tingkat pendidikan penduduk yang tinggi, tenaga
kerja yang terampil dan semakin banyak jumlah
R&D yang dilakukan oleh perusahaan yang ada di
daerah tertentu akan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Ada empat ciri utama yang membedakan model pertumbuhan baru dengan model neoklasik (Ray,
1995) sebagai berikut. 1. Kemajuan teknologi yang endogen (endogenous =
sesuatu yang ditentukan oleh faktor-faktor di
dalam ekonomi)
2. Penekanan lebih banyak terhadap peran akumulasi modal.
3. Dimasukkannya dampak eksternal.
4. Implikasi model untuk kebijaksanaan yang lebih bersifat intervensi.
Profil Bahrain
Bahrain adalah salah satu negara yang
termasuk kedalam kawasan Asia Barat yang terletak
di kepulauan teluk persia, semenanjung Arab. Ibu
kota negara Bahrain adalah Al-Manamah dan
merupakan kota terbesar yang ada dalam wilayah
Bahrain. Sistem pemerintahan Bahrain hampir sama
dengan negara-negara teluk yang ada di semenanjung
Arab yaitu Monarki Konstitusional dimana kepala
negara dipegang oleh Raja dan Ratu yaitu Raja
Hamad Ibn Isa Al Khalifah dan Ratu Sabika Binti
Ibrahim Al Khalifah yang dinobatkan pada 14
Februaru 2002, dan kepala pemerintahan di pimpin
oleh Perdana Menteri yang bernama Khalifah Ibn
Sulaiman Al Khalifah yang menjabat dari tahun
1970. Terdapat 2 mahkamah konstitusi yang
mengatur perundang-undangan di Bahrain dimana
anggotanya ditunjuk langsung oleh Raja, yaitu
Dewan Perwakilan dan Majelis Syura.
Negara tetangga bahrain adalah Qatar dan
Arab Saudi, tidak mempunyai batas darat langsung
dengan Bahrain. Luas wilayah Bahrain hampir sama
dengan luas wilayah propinsi DKI Jakarta yaitu 765.3
km2, tetapi jumlah penduduk Bahrain hanya
mencapai 12% dari keseluruhan total penduduk DKI
Jakarta, yaitu 1.234.571 jiwa pada tahun 2010.
Komposisi penduduk Bahrain terdiri atas 54% Warga
Negara Bahrain yang berjumlah 666.172 jiwa dan
46% imigran yang berasal dari berbagai negara yang
berjumlah 568.399 jiwa. Pertumbuhan jumlah
penduduk Bahrain selama 30 tahun terakhir, sangat
kecil. Walaupun tingkat kesuburan dan kelahiran
penduduk Bahrain sangat tinggi, tetapi tingkat
kematian ibu dan bayi juga semakin meningkat.
Berikut ini adalah persentase tabel pertumbuhan
penduduk dan total penduduk Bahrain selama kurun
waktu 30 tahun dan prediksi penduduk hingga tahun
2050:
Tabel 2.1. Pertumbuhan Populasi di Bahrain,
1980 – 2050
Periode
Population Growth Rate
(%)
1980 - 1985 3.06
1985 - 1990 3.35
1990 - 1995 2.56
1995 - 2000 3.40
2000 - 2005 5.50
2005 - 2010 7.05
2010 - 2015* 1.66
2015 - 2020* 1.70
2020 - 2025* 1.19
2025 - 2030* 0.89
2030 - 2035* 0.76
2035 - 2040* 0.63
2040 - 2045* 0.49
2045 - 2050* 0.34
Sumber: United Nations, World Population
Prospects: The 2012 Revision.
Tabel 2.2 Besar Populasi di Bahrain Menurut
Jenis Kelamin, 1980 – 2050
Year Population Size (Thousands)
Males Females Total
1980 210 150 360
1985 240 180 419
1990 286 210 496
1995 325 239 564
2000 381 287 668
2005 525 354 880
2010 781 471 1.252
2015* 842 518 1.360
2020* 920 560 1.480
2025* 973 598 1.571
2030* 1.011 631 1.642
2035* 1.044 661 1.705
2040* 1.072 688 1.760
2045* 1.094 710 1.804
2050* 1.109 726 1.835
Sumber :United Nations, World Population
Prospects : The 2012 Revision.
Dari tabel diatas dapat dilihat, perningkatan
penduduk yang sangat tinggi terjadi dari tahun 2005
hingga tahun 2010, dimana persentase peningkatan
penduduk sebesar 7.05% atau sejumlah 372 ribu jiwa
dalam 5 tahun. Peningkatan penduduk sebagian besar
dikarenakan naiknya jumlah imigran dari negara lain
yang pindah ke Bahrain. Selama 10 tahun tercatat
telah terjadi peningkatan imigran sebanyak 421.235
jiwa, dari total imigran 244.937 pada tahun 2000
menjadi 666.172 pada tahun 2010.
Tabel 2.3. Besaran Populasi di Bahrain periode
1990 – 2013
Indicator 1990 2000 2010 2013
Estimated
Number of
IM at Mid-
Year (Total) 173.200 244.937 666.172 729.357
Estimated
Number of
IM at Mid-
123.851 169.407 481.175 526.814
Year (Male)
Estimated
Number of
IM at Mid-
Year
(Female)
49.349 75.530 184.997 202.543
Estimated
Number of
Refugees at
Mid-Year
1.780 1 165 199
IM as
percentage
of the
Population
(%)
34.92 36.65 53.23 54.75
Female
Migrants as
a Percentage
of all IM
(%)
28.49 30.84 27.77 27.77
Refugess as
a Percentage
of IM (%)
1.03 0.00 0.02 0.03
Sumber :United Nations, World Population
Prospects : The 2012 Revision.
Bahrain merupakan negara muslim sama
seperti sebagian besar negara timur tengah lainnya.
Persentase penduduk Bahrain yang memeluk Islam
81.2%, 18.8% lainnya memluk agama lain selain
Islam. Dari segi ekonomi, Bahrain merupakan negara
timur tengah yang kaya dan masuk kedalam blok
dagang negara-negara teluk (Gulf Cooperation
Council). Bahrain termasuk kedalam negara dengan
pertumbuhan ekonomi yang berkembang pesat
setelah ditemukannya minyak. Sekitar 70%
pendapatan pemerintah berasal dari pengolahan dan
pemrosesan minyak dan menempati 30% dari total
GDP. Selain itu, Bahrain juga menggarap
difersivikasi lain untuk pendapatan pemerintahnya
yaitu dalam sektor keuangan (Bank dan Lembaga
keuangan lainnya), sektor pariwisata, sktor industri
alat berat, dan industri retail. Bahrain juga terkenal
dengan julukan pusat keuangan negara teluk dan
pusat keuangan Islam, karena sistem keuangan yang
robust dan juga berkembang dengan baik dari
permintaan dalam negeri dan kebijakan pemerintah
yang mendukung perkembangan sektor jasa
keuangan.
Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat
terjadi pada sekitar tahun 2002 hingga 2007, dimana
persentase angka pertumbuhan ekonomi berada
dikisaran 5.3 – 8.34%. Berikut ini adalah
pertumbuhan ekonomi yang dilihat berdasarkan GDP
Bahrain dalam kurun waktu 30 tahun:
Tabel 2.4. Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan
GDP Bahrain, 1980 – 2013
Tahun GDP Current
US$
GDP Current
LCU
(Bahraini
Dinar)
GDP
Growth
1980 $3,072,698,000 1,158,100,000 -
1981 $3,467,819,000 1,303,900,000 -5.32
1982 $3,645,745,000 1,370,800,000 -7.56
1983 $3,735,107,000 1,404,400,000 6.38
1984 $3,905,585,000 1,468,500,000 5
1985 $3,651,862,000 1,373,100,000 -4.76
1986 $3,052,394,000 1,147,700,000 1.18
1987 $3,392,021,000 1,275,400,000 10.4
1988 $3,702,394,000 1,392,100,000 7
1989 $3,863,564,000 1,452,700,000 0.36
1990 $4,229,787,000 1,590,400,000 4.44
1991 $4,616,223,000 1,735,700,000 11.23
1992 $4,751,064,000 1,786,400,000 6.69
1993 $5,200,266,000 1,955,300,000 12.87
1994 $5,567,554,000 2,093,400,000 -0.25
1995 $5,849,468,000 2,199,400,000 3.93
1996 $6,101,862,000 2,294,300,000 4.11
1997 $6,349,202,000 2,387,300,000 3.09
1998 $6,183,941,000 2,325,100,000 4.79
1999 $6,621,187,000 2,489,500,000 4.3
2000 $7,970,691,000 2,996,900,000 5.3
2001 $7,928,934,000 2,981,200,000 4.6
2002 $8,491,183,000 3,192,600,000 5.26
2003 $9,747,599,000 3,665,000,000 7.2
2004 $11,235,670,000 4,224,500,000 5.6
2005 $13,460,200,000 5,060,900,000 7.8
2006 $15,854,940,000 5,961,300,000 6.7
2007 $18,473,100,000 6,945,700,000 8.34
2008 $21,902,890,000 8,235,400,000 6.3
2009 $19,318,820,000 7,263,800,000 3.1
2010 $22,945,460,000 8,627,400,000 4.5
Sumber: Index Mundi
Pertumbuhan ekonomi Bahrain yang sangat
pesat mendorong penulis untuk melakukan penelitian
tentang hubungan pertumbuhan ekonomi dan inflasi
di negara tersebut. Karena semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi, maka kenaikan yang harga
yang ada dalam suatu negara akan terjadi yang dalam
jangka panjang akan menimbulkan inflasi yang
tinggi. Dampak Inflasi yang tinggi akan
menimbulkan kelesuan ekonomi dan nantinya
membuat pertumbuhan ekonomi turun. Apakah
hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan Inflasi
berlaku pada Bahrain akan menjadi topik utama
dalam penelitian ini. Kajian literatur dan juga teori
antara hubungan antara Inflasi dengan pertumbuhan
ekonomi akan dijelaskan dalam sub-bab berikutnya.
Hubungan Antara Inflasi dengan Pertumbuhan
Ekonomi
Ketika inflasi mengalami peningkatan maka
akan menyebabkan turunnya tingkat investasi. Hal ini
dikarenakan kenaikan inflasi akan mendorong
naiknya tingkat suku bunga, kenaikan suku bunga
tersebut pada gilirannya akan mendesak investasi
sehingga menyebabkan investasi mengalami
penurunan (Nopirin 2000). Turunnya investasi,
berarti pula menurunnya kapasitas produksi. Ketika
kapasitas produksi mengalami penurunan, hal
tersebut selanjutnya berdampak pada menurunnya
(melambatnya) penyerapan tenaga kerja.
Menurunnya penyerapan tenaga kerja di satu pihak,
sementara di pihak lain, terjadi penambahan tenaga
kerja baru setiap tahunnya, akan berdampak pada
meningkatnya tingkat pengangguran.
Saat pengangguran meningkat maka
pendapatan masyarakat menjadi berkurang,
menurunnya pendapatan masyarakat selanjutnya
berdampak pada berkurangnya konsumsi masyarakat.
Menurunnya konsumsi masyarakat berarti pula
menurunnya permintaan agregat (permintaan
konsumsi). Ketika permintaan agregat menurun, hal
tersebut kemudian menyebabkan laju pertumbuhan
ekonomi mengalami penurunan.Apabila laju
pertumbuhan ekonomi menurun maka pendapatan
negara ikut mengalami penurunan. Menurunnya
pendapatan negara, selanjutnya akan menyebabkan
dana anggaran belanjanya juga ikut menurun.
Ketika pendanaan untuk anggaran belanja
mengalami penurunan, namun di pihak lain
pemerintah ingin mempertahankan anggaran belanja
yang tinggi guna memacu pertumbuhan ekonomi,
maka pemerintah akan berusaha mencari pendanaan
baru, dengan cara mencetak uang, sehingga
http://www.indexmundi.com/facts/bahrain/
berdampak pada meningkatnya jumlah uang beredar.
Ketika jumlah uang beredar meningkat hal tersebut
kemudian akan mendorong meningkatnya laju inflasi,
sehingga siklus tersebut terus berlanjut.
Penelitian Terdahulu
1. Syaiful Maqrobi (2011), melakukan kajian terhadap hubungan kausalitas antara inflasi dan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode
1998.1 – 2010.4. Alat analisis yang digunakan
adalah kausalitas Granger dan Kointegrasi Eangle
– Granger. Hasil uji kausalitas Granger variabel
inflasi dan pertumbuhan ekonomi mempunyai
hubungan kausalitas dua arah. Berdasarkan hasil
uji kointegrasi Eangle-Granger menunjukkan
bahwa hasil regresi memiliki derajad integrasi
yang sama (terkointegrasi) sehingga terdapat
hubungan jangka panjang yang signifikan antara
inflasi dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia
pada periode 1998.1-2010.4.
2. Yunita Setyawati (2006), melakukan kajian terhadap hubungan kausalitas antara inflasi dan
pertumbuhan ekonomi (kasus perekonomian
Indonesia tahun 1994.1-2003.4) dengan metode
ECMData yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data perekonomian Indonesia periode
1994.4 - 2003.4 yang dianalisis dengan model
koreksi kesalahan dari Engle - Granger. Dari hasil
penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat
kausalitas searah antara pertumbuhan ekonomi
dengan inflasi.
3. Sastaviana Ade Yuniar (2011), melakukan kajian terhadap kausalitas inflasi dan pertumbuhan
ekonomi di ASEAN 5 periode 2001.1-2010.4.
Data yang digunakan adalah data kuartal pada
GDP deflator dan CPI tahun 2001.1-2010.4 yang
diperoleh dari International Financial Statistics
dengan menggunakan metode uji kausalitas
Granger. Hasil penelitian ini berbeda di beberapa
negara yaitu pertama, hubungan inflasi dalam
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara
Indonesia, Philipina, dan Thailand. Kedua, di
Singapura pertumbuhan ekonomi yang
mempengaruhi inflasi, sedangkan di Malaysia dua
variabel ini saling mempengaruhi. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi dapat
disebabkan oleh struktur ekonomi yang berbeda di
tiap negara penelitian.
4. Rekha Raditya Ariefta (2014), melakukan kajian terhadap pengaruh pertumbuhan penduduk,
inflasi, GDP dan upah terhadap tingkat
pengangguran di Indonesia periode 1990-2010.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis bagaimana pengaruh variabel
pertumbuhan penduduk, inflasi, GDP, dan upah
terhadap tingkat pengangguran yang terjadi
Indonesia tahun 1990-2010. Metode regresi yang
digunakan adalah metode analisis regresi linier
berganda (Ordinary Least Squares) dengan
menggunakan data secara runtut waktu (time
series) dari tahun 1990-2010. Hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel
independen (pertumbuhan penduduk, inflasi,
GDP, dan Upah) secara bersama-sama memiliki
pengaruh terhadap tingkat pengangguran yang
terjadi di Indonesia. Nilai R2 sebesar 0,736 yang
berarti sebesar 73,6 persen variasi tingkat
pengangguran dipengaruhi oleh pertumbuhan
penduduk, inflasi, GDP, dan upah. Sedangkan
26,4 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lain
diluar model yang digunakan.
5. Yunita Setyawati (2006), Analisis kausalitas inflasi dan pertumbuhan ekonomi (kasus
perekonomian indonesia tahun 1994.1 – 2003.4)
Dengan metode error corection model (ECM) dari
hasil peneilitian dengan menggunakan Uji
Kausalitas Granger dengan alternatif pengujian
kausalitas Granger model Koreksi Kesalahan
(Error Correction Model), antara variabel inflasi
dan PDB (Pertumbuhan Ekonomi) dapat diambil
kesimpulan bahwa Hasil dari uji stasioneritas
menunjukkan bahwa data stasioner dan
terkointegrasi sehingga kedua variabel yaitu
inflasi dan GDP mempunyai hubungan jangka
panjang. Dan Hasil uji kausalitas Granger dengan
model koreksi kesalahan menunjukkan adanya
kausalitas satu arah antara GDP dan inflasi, ini
berarti peningkatan GDP/ pertumbuhan ekonomi
akan berdampak juga pada terjadinya inflasi. Oleh
karena itu pada kasus perekonomian Indonesia
apabila ingin tercapai pertumbuhan ekonomi yang
tinggi maka harus menerima tingkat inflasi yang
tinggi. Karena itu sebaiknya pemerintah tidak
perlu mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dengan mengorbankan stabilitas
harga.Penggunaan metode ECM pada penelitian
ini dikarenakan kelebihan dari metode ini mampu
memprediksi adanya hubungan jangka panjang
antara variabel petumbuhan ekonomi dan inflasi,
selain itu model ini juga memasukkan adanya
penyesuaian untuk melakukan koreksi bagi
ketidakseimbangan jangka pendek. Namun
penggunaan yang paling utama dalam penelitian
ini adalah untuk menghindari terjadinya regresi
lancung (spurious regression).Pengujian model
ECM mampu meyempurnakan pengujian
kausalitas model Granger standar yang hanya
mampu mengestimasi ada tidaknya kausalitas
akan tetapi tidak dapat menunjukkan nilai
kelambanan (lag) yang optimal. Dalam model
ECM selain mampu mengestimasi kausalitas, arah
hubungan kausalitas, serta nilai kelambanan (lag)
yang optimal.Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa antara variabel pertumbuhan ekonomi dan
inflasi terdapat hubungan kausalitas searah.
Sehingga variabel pertumbuhan ekonomi
menyebabkan terjadinya inflasi, sedangkan inflasi
tidak menyebabkan pertumbuhan ekonomi.
6. Dwi Hartini dan Yunni Prihadi Utomo (2004), melakukan kajian terhadap hubungan analisis
pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia dengan Metode Final Prediction Error.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
analisis data dilakukan dengan uji stasioneritas
dan uji kausalitas dengan metode final prediction
error. Diperoleh hasil bahwa pengujian
stasioneritas dengan metode Dickey-Fuller
didapatkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
maupun inflasi adalah stasioner. Pengujian
kausalitas dengan metode Final Prediction Error
pada pengujian pertama yaitu inflasi dan GDP
diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan
kausalitas antara inflasi dengan GDP, pengujian
kedua yaitu antara GDP dengan inflasi diperoleh
hasil bahwa GDP mempengaruhi inflasi.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, variabel penelitian
terbagi menjadi 2, yaitu Variabel X dan Variabel Y.
Variabel X dan Y tersebut dapat menjadi variable
terikat ataupun menjadi variabel bebas, karena
terdapat hubungan 2 arah (kausalitas) yang saling
mempengaruhi dari variabel tersebut. Berikut definisi
operasional dari variabel penelitian tersebut :
1. Variabel Y Variabel Inflasi Inflasi adalah tingkat kenaikan harga secara terus menerus
dalam kurun waktu yang lama, biasanya 1 tahun.
Inlasi diukur dengan menggunakan indikator
indeks harga konsumen (CPI). Indeks harga
konsumen tersebut dikeluarkan oleh pemerintah
secara triwulan atau tiga bulanan dan juga
tahunan. Tingkat inflasi yang akan diukur dalam
penelitian ini adalah tingkat inflasi tahunan yang
memakai CPI tahunan yang didapat dari situs data
Bank Dunia. Adapun formula dalam pengukuran
Inflasi menggunakan CPI adalah sebagai berikut :
%100 IHK
IHK IHK Inflasi
1)-Q(t
1)-(t Q(t) Q
(t) Q
Keterangan:
Inflasi Q(t) = Tingkat tahun t
IHKQ(t) = IHK pada tahun t (t)
IHKQ(t-1) = IHK pada tahun sebelumnya (t-1)
2. Variabel X Variabel pertumbuhan Ekonomi (Growth) pertumbuhan ekonomi merupakan
salah satu indikator untuk mengukur
makroekonomi suatu negara. Pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat dari total GDP per kapita
negara tersebut. Pertumbuhan GDP perkapita
dinyatakan dalam persentase. Dalam penelitian
ini, GDP yang akan dijadikan data adalah GDP
perkapita tahunan, dimana formula untuk
menghitung pertumbuhan GDP adalah :
%100 Y
Y Y G
1)-Q(t
1)-(t Q(t) Q
Q(t)
Keterangan:
GQ(t) = Pertumbuhan ekonomi riil pada
tahun t
YQ(t) = GDP pada tahun T (t)
YQ(t-1) = GDP pada tahun sebelumnya (t-1)
Teknik Analisis Data
Model analisis diestimasi dengan menggunakan
uji kausalitas Granger. Uji ini dilakukan untuk
melihat apakah suatu variabel mempunyai hubungan
dua arah atau hanya satu arah saja atau sama sekali
tidak mempunyai hubungan. Model dalam uji
kausalitas Granger adalah sebagai berikut :
t1-t
n
1 j
j1-t
m
1 i
t μ Y b X a X
i………………(1)
t1-t
s
1 j
j1-t
r
1 i
t v Y d X c Y
i..………………(2)
Keterangan :
Xt = Pertumbuhan Ekonomi (Growth)
Yt = Inflasi
μ, ν = Error term
Maka ada 2 hipotesis yang dibentuk untuk uji
kausalitas granger, yaitu :
H01 = Pertumbuhan ekonomi tidak mempengaruhi
Inflasi
H11 = Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi inflasi
H02 = Inflasi tidak mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi
H12 = Inflasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Uji Asumsi Klasik
Uji Autokorelasi
Validitas hipotesis kausalitas inflasi dan
pertumbuhan ekonomi dari data perekonomian Bahrain
periode 1981 – 2012 dapat dibuktikan dengan cara
melakukan pengujian stasioneritas terhadap masing-
masing variabel yang akan dianalisis. Pengujian ini perlu
dilakukan karena regresi klasik tidak valid jika
diaplikasikan pada variabel data yang tidak stasioner
(Thomas, 1997). Metode pengujian stasioneritas dan akar
unit yang akan digunakan disini adalah metode
Augmented Dickey Fuller (ADF). Pengujian ini perlu
dilakukan karena regresi klasik tidak valid jika
diaplikasikan pada variabel data yang tidak stasioner
(Thomas, 1997). Metode pengujian stasioneritas dan
akar unit yang akan digunakan disini adalah metode
Augmented Dickey Fuller (ADF). Dalam setiap
model, jika data time series mengandung unit root
yang berarti data tidak stasioner hipotesis nulnya
adalah Ø = 0, sedangkan hipotesis alternatifnya Ø
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: INFLATION_RATE_CPI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=1)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.388658 0.0016
Test critical values: 1% level -3.661661
5% level -2.960411
10% level -2.619160
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Sumber: Data diolah dengan E-views 7.0
Hasil Uji Kausalitas Granger
Tabel 4.4. Uji Kausalitas Granger
Tabel 1 Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/23/14 Time: 14:17
Sample: 1981 2012
Lags: 2
Null Hypothesis: Obs
F-
Statistic Prob.
INFLATION_RATE_CPI does
not Granger Cause
GDP_GROWTH 30 0.36519 0.6977
GDP_GROWTH does not
Granger Cause
INFLATION_RATE_CPI 4.21170 0.0265
Sumber: Data diolah dengan E-views 7.0
Dari tabel diatas dapat dilihat, bahwa :
H01 = Pertumbuhan ekonomi tidak mempengaruhi
Inflasi
H11 = Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi inflasi
Tolak H0, yang berarti pertumbuhan ekonomi
mempengaruhi Inflasi
H02 = Inflasi tidak mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi
H12 = Inflasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Terima H0, yang berarti inflasi tidak berpengaruh
pada pertumbuhan ekonomi
Tabel 4.5. Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/23/14 Time: 14:20
Sample: 1981 2012
Lags: 8
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
INFLATION_RATE_CPI does not
Granger Cause GDP_GROWTH 24 3.77471 0.0484
GDP_GROWTH does not Granger
Cause
INFLATION_RATE_CPI 1.41277 0.3309
Sumber: Data diolah dengan E-views 7.0
Dari tabel diatas dapat dilihat, bahwa :
H01 = Pertumbuhan ekonomi tidak mempengaruhi
Inflasi
H11 = Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi inflasi
Terima H0, yang berarti pertumbuhan ekonomi tidak
mempengaruhi Inflasi
H02 = Inflasi tidak mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi
H12 = Inflasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Tolak H0, yang berarti inflasi berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi
Kausalitas Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan
Ekonomi di Bahrain Periode 1981-2012
Dari pengujian kausalitas granger didapatkan
bahwa dalam jangka pendek (tabel dengan lags 2)
inflasi tidak akan berpengaruh pada pertumbuhan
ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi yang akan
berpengaruh pada inflasi. Semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi yang diproksikan dengan
pertumbuhan GDP tahunan, maka tingkat harga akan
semakin naik juga karena ada peningkatan daya beli
dan permintaan masyarakat. Maka terjadi inflasi yang
disebabkan oleh demand pull. Dampak Inflasi akan
terasa dalam jangka panjang, dimana terlihat dalam
tabel lags 8. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa
Inflasi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Dan akan mengakibatkan kelesuan ekonomi pada
bahrain. Sehingga Inflasi harus dikendalikan dalam
jangka panjang.
Secara keseluruhan, tidak terdapat hubungan
2 arah secara langsung antara inflasi dengan
pertumbuhan ekonomi ataupun sebaliknya.Hal ini
dapat disebabkan adanya 1 lagi variabel yang dapat
mempengaruhi makroekonomi secara keseluruhan di
suatu negara yaitu tingkat pengangguran.Tingkat
populasi atau jumlah penduduk yang ada di Bahrain
juga berpengaruh pada pertumbuhan yang
diproksikan dengan GDP perkapita.GDP yang
dihasilkan oleh Bahrain sangatlah tinggi, sedangkan
jumlah populasi yang ada sangat rendah. Al-Qudsi
(2005) meneliti tentang tingkat pengangguran yang
ada di negara-negara teluk, dari tabel dibawah ini
terlihat bahwa Bahrain menempati peringkat ketiga
pada pertumbuhan tingkat pengagguran sebesar 5%
dengan komposisi usia produktif yang menganggur
terbanyak ada pada usia 20 -24 (38.2%) dan 25 – 29
tahun (21.7%).
Tabel 4.6. Pertumbuhan Tingkat Pengangguran
Tahunan di Bahrain
Period Country
Unemployment
Growth Rate
(Percent per
year)
Initial
Value
Ending
Value
1975 - 2001 Bahrain 5.0 3.9 14.0
Sumber: Economic Development Board of Bahrain
(2004)
Tabel 4.6. Proporsi Tingkat Pengangguran
Melalui Spesifikasi Umur
Age Bahrain Age Bahrain
15 to 19 16.0 40 to 44 3.3
20 to 24 38.2 45 to 49 1.8
25 to 29 21.7 50 to 54 1.0
30 to 34 11.2 55 to 59 .3
35 to 39 6.2 60 to 64 .2
Total: 100
Sumber: Bahrain, MOP Population Census 1981 and
2001
KESIMPULAN
Bahrain adalah negara kecil yang
mengandalkan pendapatannya dari minyak.
Persentase pemrosesan dan pengolahan minyak
menjadi sumber utama pemasukan negara, sehingga
tingginya GDP juga bergantung kepada harga minyak
dunia dan cadangan minyak yang ada di Bahrain.
Walaupun begitu, jumlah penduduk Bahrain masih
sangat sedikit. Sehingga jika dibandingkan dengan
Indonesia, koefisien pembagi GDP juga sangatlah
kecil yang membuat GDP perkapita Bahrain Tinggi.
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan teori tentang
hubungan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Selain
itu, apakah dalam 1 waktu kedua variabel ini
mempunyai hubungan 2 arah. Setelah melakukan
analisis data dengan menggunakan uji kausalitas
granger didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
hubungan 2 arah dalam 1 waktu, tetapi dalam jangka
panjang memang mempunyai pengaruh secara tidak
langsung antara variabel pertumbuhan ekonomi dan
inflasi.
Penelitian ini masih mempunyai banyak
keterbatasan, diantaranya tidak memasukkan variabel
tingkat pengangguran dalam indikator pengujian
makroekonomi. Sehingga tidak mengetahui dampak
langsung antar 3 variabel makro tersebut. Hal ini
dikarenakan terbatasnya data yang dipublikasikan
oleh pemerintah Bahrain sendiri. Keterbatasan
tingkat pengangguran peneliti duga karena sedikitnya
jumlah populasi yang ada di Bahrain, dan juga
adanya budaya dari mayarakat timur tengah sebelum
abad 20 dengan bekerja sebagai pedagang. Sehingga
pemerintah kurang dapat mengetahui dengan pasti
dan akurat, berapa total tingkat pengangguran yang
ada di negara tersebut. Karena pada tahun 1960,
jumlah populasi Bahrain hanya 180 ribu jiwa.
Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat
memasukkan variabel tingkat pengangguran,
sehingga pengujian indikator makroekonomi pada
negara Bahrain dapat teruji dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qudsi, Sulayman S. 2005. Unemployment
Evolution in The GCC Economies : Its Nature
and Relationship To Output Gaps.
Arsyad, Lincolin, 1999, Ekonomi Pembangunan,
Edisi Keempat, Bagian Penerbitan STIE
YKPN, Yogyakarta
AzZuhali, Wahbah. 2011. Fiqih Islam: Jilid 3. PT
Gema Insani: Depok
Gujarati, Damodar N. 2006. Basic Economotrics.
2006. McGraw-Hill, Inc. SumarnoZain
(penterjemah). Ekonometrika Dasar. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Huda, Nurul, dkk. 2013. Ekonomi Makro Islam:
Pendekatan Teoritis. PT Fajar Interpratama
Mandiri: Jakarta.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002.
Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta:
BPFE.
Jogiyanto, Hartono M. 2007. Metodologi Penelitian
Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-
pengalaman. Yogyakarta : BPFE.
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif.
Yogyakarta: (UPP) STIM YKPN.
Maknun, Mapaujung, 1995, Hubungan Kausalitas
Antara Inflasi Dan pertumbuhan Ekonomi di
Beberapa Negara ASEAN, Jurnal Ekonomi
Pembangunan, Vol. 4, No.2, Des 2003.
Mankiw, N. Gregory. Principles of Economics.
Thomson South-Western: International
Students Edition.
Mankiw, N. Gregory. 2011. Pengantar Ekonomi:
Jilid 1. Penerbit Eirlangga: Jakarta.
Rahutami, Ika.A, Analisis Fenomena Inflasi di
Indonesia 1980.1-1999.4, Jurnal Kinerja, Vol.
5, No. 1, Juni 2001
Ray, D .1995 ,”Paradigma New Growth : Teori dan
Implikasinya terhadap Kebijakan”, Prisma (Vol
3), pp. 63-76.
Rivai, Veithzal, Antoni Nizar Usman. 2012. Islamic
Economics Finance: Ekonomi dan Keuangan
Islam Bukan Alternatif Tetapi Solusi. PT
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business.
Edisi 4. Jakarta: Salemba 4.
Setyawati, Yunita. 2006. “Analisis Kausalitas Antara
Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi (kasus
perekonomian Indonesia tahun 1994.1-2003.4)
Dengan Motode ECM”. Yogjakarta: Fakultas
ekonomi UII.
Sukirno, Sadono, 2000, Makroekonomi Modern, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Todaro, Michael P, Ekonomi Pembangunan Dunia.
Edisi Ketiga, Longman, 1987.
Todaro, P Michael, Stephen C. Smith. 2011.
Pembangunan Ekonomi. Penerbit Eirlangga:
Jakarta.
Widarjono, Agus, 2005, Ekonometrika Teori dan
Aplikasi, Ekonisia, Yogyakarta
Widi, RestuKartiko, 2009. Asas Metodologi
Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun
Langkah demi Langkah Pelaksanaan
Penelitian. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.
LAMPIRAN Tabel 1. Data Perekonomian Bahrain
Tahun GDP Growth Inflation Rate CPI
1981 -5.32 11.34
1982 -7.56 8.89
1983 6.38 2.97
1984 5 0.32
1985 -4.76 -2.64
1986 1.18 -2.3
1987 10.4 -1.75
1988 7 0.3
1989 0.36 1.49
1990 4.44 0.93
1991 11.23 0.76
1992 6.69 -0.17
1993 12.87 2.54
1994 -0.25 0.82
1995 3.93 2.7
1996 4.11 -0.45
1997 3.09 2.43
1998 4.79 -0.37
1999 4.3 -1.29
2000 5.3 -0.7
2001 4.6 -1.21
2002 5.26 -0.5
2003 7.2 1.59
2004 5.6 2.35
2005 7.8 2.59
2006 6.7 2.01
Tahun GDP Growth Inflation Rate CPI
2007 8.34 3.26
2008 6.3 3.53
2009 3.1 2.8
2010 4.5 1.96
2011 2.1 -0.4
2012 3.4 2.8
Tabel 2. Statistik Deskriptif Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Growth 32 -7.56 12.87 4.3150 4.38917
Inflation 32 -2.64 11.34 1.4563 2.86181
Valid N (listwise) 32
Tabel 3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Growth Inflation
N 32 32
Normal Parameters(a,b) Mean 4.3150 1.4563
Std. Deviation 4.38917 2.86181
Most Extreme Differences
Absolute .171 .173
Positive .099 .173
Negative -.171 -.076
Kolmogorov-Smirnov Z .969 .981
Asymp. Sig. (2-tailed) .304 .291
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Tabel 4. Uji Stasioneritas Augmented Dickey-Fuller
Data GDP Growth Null Hypothesis: GDP_GROWTH has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.682453 0.0007
Test critical values: 1% level -3.661661
5% level -2.960411
10% level -2.619160 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(GDP_GROWTH)
Method: Least Squares
Date: 05/23/14 Time: 12:45
Sample (adjusted): 1982 2012
Included observations: 31 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDP_GROWTH(-1) -0.772305 0.164936 -4.682453 0.0001
C 3.636581 1.018227 3.571482 0.0013 R-squared 0.430539 Mean dependent var 0.281290
Adjusted R-squared 0.410903 S.D. dependent var 5.247719
S.E. of regression 4.027765 Akaike info criterion 5.686641
Sum squared resid 470.4638 Schwarz criterion 5.779156
Log likelihood -86.14294 Hannan-Quinn criter. 5.716799
F-statistic 21.92536 Durbin-Watson stat 2.097422
Prob(F-statistic) 0.000061
Tabel 5. Uji Stasioneritas Augmented Dickey-Fuller
Data Inflasi Null Hypothesis: INFLATION_RATE_CPI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.388658 0.0016
Test critical values: 1% level -3.661661
5% level -2.960411
10% level -2.619160 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INFLATION_RATE_CPI)
Method: Least Squares
Date: 05/23/14 Time: 12:48
Sample (adjusted): 1982 2012
Included observations: 31 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INFLATION_RATE_CPI(-1) -0.449511 0.102426 -4.388658 0.0001
C 0.359632 0.325935 1.103387 0.2789 R-squared 0.399092 Mean dependent var -0.275484
Adjusted R-squared 0.378371 S.D. dependent var 2.062362
S.E. of regression 1.626037 Akaike info criterion 3.872510
Sum squared resid 76.67593 Schwarz criterion 3.965025
Log likelihood -58.02390 Hannan-Quinn criter. 3.902668
F-statistic 19.26032 Durbin-Watson stat 2.005790
Prob(F-statistic) 0.000138
Tabel 6. Uji Granger Lags 2
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/23/14 Time: 12:49
Sample: 1981 2012
Lags: 2 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. INFLATION_RATE_CPI does not Granger Cause GDP_GROWTH 30 0.36519 0.6977
GDP_GROWTH does not Granger Cause INFLATION_RATE_CPI 4.21170 0.0265
Tabel 7. Uji Granger Lags 8
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/23/14 Time: 12:51
Sample: 1981 2012
Lags: 8 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. INFLATION_RATE_CPI does not Granger Cause GDP_GROWTH 24 3.77471 0.0484
GDP_GROWTH does not Granger Cause INFLATION_RATE_CPI 1.41277 0.3309