Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 1, April 2013 | 1
ANALISIS KERENTANAN BENCANA LETUSAN GUNUNGAPI CEREMAI DI KECAMATAN CILIMUS KABUPATEN KUNINGAN
1Asep Zaenudin, 2Iwan Setiawan (Penulis Penanggung Jawab),
3Yakub Malik (Penulis Penanggung Jawab) 1Jurusan Pendidikan Geografi, FPIPS UPI, email: [email protected]
2Jurusan Pendidikan Geografi, FPIPS UPI, email: [email protected] 3Jurusan Pendidikan Geografi, FPIPS UPI, email: [email protected]
ABSTRAK
Gunung Ceremai merupakan gunungapi aktif tertinggi di Jawa Barat, dan masih berpotensi
untuk meletus kembali dengan tipe letusan berupa eksplosif berskala menengah. Oleh karena itu
untuk meminimalisir dampak dari bencana tersebut perlu mempersiapkan prosedur mitigasi bencana,
menganalisis tingkat kerentanan bencana sangat berkaitan dengan upaya mitigasi yang tepat untuk
mengurangi dampak yang akan terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kerentanan fisik bangunan, sosial kependudukan, ekonomi serta tingkat kerentanan bencana letusan
gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, kerana
data yang digunakan bersumber dari data primer dan data sekunder. Indikator dalam penelitian ini
yaitu kerentanan fisik bangunan yang terdiri dari kawasan terbangun, kawasan pertanian dan
kepadatan bangunan. Kerentanan sosial kependudukan yang terdiri dari kepadatan penduduk, laju
pertumbuhan penduduk, penduduk perempuan, kelompok masyarakat rentan. Kerentanan ekonomi
yang terdiri penduduk miskin atau keluarga pra sejahtera dan pekerja di bidang pertanian. Teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik survey, sedangkan untuk menghitung tingkat
kerentanan bencana menggunakan teknik analisis nilai baku dari setiap indikator kerentanan. Hasil
penelitian menunjukan kerentanan fisik bangunan, kerentanan sosial kependudukan, kerentanan
ekonomi serta tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus
termasuk ke dalam klasifikasi sedang dengan nilai baku masing-masin 2,00, 1,97, 2,00, dan 1,99.
Namun walaupun tingkat kerentanan bencana letusan gunungapi ceremai temasuk ke dalam
klasifikasi sedang, tetap perlu diadakannya sosialisasi tentang kebencanaan serta mitigasi bencana
untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan kebencanaan penduduk serta untuk meminimalisir
dampak yang mungkin terjadi dari letusan gunungapi ceremai.
Kata kunci: Mitigasi, Kerentanan, Bencana, Gunungapi, Kecamatan Cilimus.
2 | Asep Zaenuddin, dkk.
Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunungapi Ciremai…
DISASTER VULNERABILITY ANALYSIS OF CEREMAI VOLCANIC
ERUPTION IN CILIMUS DISTRICT KUNINGAN REGENCY
ABSTRACT Ciremai Mountain is is the highest active volcanic activity report in West Java, and still has
the potential to erupt again with the type of explosive eruptions of a medium. Therefore, to minimize
the impact of such disasters disaster mitigation procedures need to prepare, analyze the level of
vulnerability of disaster is very concerned with the proper mitigation efforts to reduce the impact
that will occur. The purpose of this research is to know the physical vulnerability of buildings,
population, economic and social levels of disaster vulnerability eruption volcanic activity report
ceremai in Sub-district of Cilimus. This research uses descriptive method, because the data used are
sourced from primary data and secondary data. The indicators in this study i.e. the physical
vulnerability of buildings comprising the area woke up, agricultural areas and a density of buildings.
Social vulnerability of population density, population growth rate, the population of women,
vulnerable groups of people. The economic vulnerability of the population poor or prosperous and
prefamily worker in agriculture. Data collection techniques are used namely survey, whereas to
calculate the level of disaster vulnerability analysis techniques using the raw value of any indicator
of vulnerability. The results showed the vulnerability of physical buildings, social vulnerability of
population, economic vulnerability and disaster vulnerability level eruption volcanic activity report
ceremai in Sub-district of Cilimus included in the classification of being with a value of raw salt each
2.00, 1.97, 2.00, and 1.99. However, although the level of vulnerability of eruption volcanic activity
report ceremai included into the classification of the medium, still need continuous socialization of
disaster and disaster mitigation to increase awareness and knowledge of residents of the disaster as
well as to minimize the impact that may result from an eruption of volcanic activity report ceremai.
Keywords: Mitigation, Vulnerability, Disaster, Volcano, Sub-district of Cilimus.
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 1, April 2013 | 3
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara yang
memiliki potensi bencana geologi yang
sangat besar salah satunya adalah letusan
gunungapi, fakta bahwa besarnya potensi
bencana geologi di Indonesia dapat dilihat
dari letak Indonesia yang berada pada
jalur gunungapi dunia. Berdasarkan data
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG), Indonesia memiliki
13% jumlah gunung api yang ada di dunia
yaitu 129 gunungapi, selain itu 60% dari
jumlah gunungapi yang tersebar di
Indonesia merupakan gunungapi yang
memiliki potensi letusan yang cukup
besar.
Berdasarkan catatan direktorat
vulkanologi Indonesia gunungapi ceremai
termasuk kedalam klasifikasi tipe A yang
artinya gunungapi ceremai termasuk
dalam klasifikasi gunung api yang masih
aktif, dengan karakteristik letusan berupa
eksplosif berskala menengah. Gunungapi
ceremai pernah meletus sebanyak 7 kali
sejak tahun 1600 dan terakhir tercatat
meletus pada tahun 1937-1938 (24 juni
1937 – 7 januari 1938), ada letusan preatik
dari kawah pusat dan letusan celah radial.
Kusumadinata (1997) mencantumkan
pula peta penyebaran abu tahun 1937-
1938 aialah seluas lk 52.500 km2. Periode
letusan gunung ceremai sendiri terpendek
selama 3 tahun dan terpanjang selama 112
tahun, sehingga saat ini gunungapi
ceremai telah beristirahat selama 75 tahun.
Berdasarkan data geologi
(Situmorang dkk, 1995 dalam suhadi
2007) diketahui bahwa potensi erupsi
gunung ceremai terdiri dari awan panas,
aliran lava, lontaran batu (pijar), hujan abu
lebat, lahar, dan kemungkinan erupsi
samping berupa lava, scoria cone atau
pembentukan maar. Data geologi
menunjukan bahwa sebaran awan panas
cukup jauh dan lahar disekitar gunungapi
ceremai juga sebarannya luas.
Kecamatan Cilimus merupakan
salah satu kecamatan yang berpotensi
terkena dampak dari bencana letusan
gunungapi ciremai karena letaknya yang
berada pada lereng dan kaki gunungapi
ciremai, Kecamatan Cilimus juga
merupakan kecamatan yang berada pada
jalur aliran lahar hujan dan berpotensi
terkena lontaran batu pijar dari letusan
gunungapi ceremai. Melihat hal tersebut
sudah seharusnya pemerintah dan badan
terkait melakukan mitigasi bencana untuk
mengurangi risiko bencana yang akan
terjadi, seperti yang tecantum dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana untuk
menghadapi kemungkinan bencana yang
akan datang. Proses mitigasi bencana
adalah usaha untuk mengurangi atau
menekan nilai risiko bencana, hal yang
perlu di perhatikan dalam risiko bencana
adalah ancaman, kerentanan dan
kapasitas. Salah satu bentuk mitigasi
untuk meminimalisir dampak korban
letusan gunungapi yaitu dengan
mengetahui karakteristik wilayah untuk
mengetahui tingkat kerawanan terhadap
bencana. Pengukuran tingkat kerentanan
bencana letusan gunungapi sangat
berkaitan dengan upaya mitigasi yang
tepat sehingga dampak yang ditimbulkan
dapat dikurangi.
Penelitian ini menyajikan proses
identifikasi tingkat kerentanan becana
letusan Gunungapi Ceremai di wilayah
penelitian sebagai salah satu upaya
mitigasi. Selanjutnya metodologi unyuk
menjawab tujuan studi akan dibahas
dalam metode penelitian. Hasil temuan
akan memberikan gambaran tentang
tingkat kerentanan bencana letusan
gunungapi ceremai di wilayah penelitian.
Pada akhir penulisan, kesimpulan dari
penelitian ini akan memberikan
rekomendasi terkait upaya mitigasi
maupun rekomendasi untuk pihak-pihak
terkait. Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk 1. Menganalisis kerentanan fisik
bangunan di Kecamatan Cilimus, 2.
Menganalisis kerentanan sosial
kependudukan di Kecamatan Cilimus, 3.
4 | Asep Zaenuddin, dkk.
Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunungapi Ciremai…
Menganalsis kerentanan ekonomi di
Kecamatan Cilimus, serta 4. Menganalisis
tingkat kerentanan bencana letusan
gunungapi ciremai di Kecamatan Cilimus.
Ancaman adalah “kondisi bahaya
atau kejadian yang memiliki potensi
melukai, menyebabkan kematian,
merusak harta milik, fasilitas, pertanian,
dan lingkungan” (Boli dkk, 2004: 12).
Berdasarkan asalnya, ancaman terdiri atas
ancaman alami dan ancaman tidak alami.
Ancaman alami merupakan yang bersifat
meteorologis, geologis, biologis, dan dari
luar angkasa. Ancaman tidak alami adalah
ancaman yang dibuat manusia atau
teknologi, sedangkan Winaryo (2008: 12)
mengemukakan ancaman bencana adalah:
“Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana. Ancaman
merupakan salah satu faktor yang paling
mempengaruhi risiko bencana di suatu
daerah”.
Berdasarkan PP No. 4 tahun 2008
tentang pedoman penyusunan rencana
penanggulangan bencana, pengertian
bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
“Bencana dapat disebabkan oleh kejadian
alam (natural disaster) maupun oleh ulah
manusia (man-made disaster)” (UNDP,
2006: 4).
Menurut United States Agency for
International Development (2009: 10),
yang dimaksud dengan risiko bencana
adalah: “Kemungkinan terjadinya
kerugian pada suatu daerah akibat
kombinasi dari bahaya, kerentanan, dan
kapasitas dari daerah yang bersangkutan.
Pengertian yang lebih mudah dari risiko
adalah besarnya kerugian yang mungkin
terjadi (korban jiwa, kerusakan harta, dan
gangguan terhadap kegiatan ekonomi)
akibat terjadinya suatu bencana”,
sedangkan berdasarkan PP No. 4 tahun
2008 tentang pedoman penyusunan
rencana penanggulangan bencana
pengertian risiko bencana adalah “potensi
kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu
tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat”.
Kerentanan adalah sebuah kondisi
yang mengurangi kemampuan manusia
untuk menyiapkan diri, atau mempelajari
kerawanan ataupun bencana. Menurut
United States Agency for International
Development (2009: 9) kerentanan adalah
“rangkaian kondisi yang menentukan
apakah suatu bahaya (baik bahaya alam
maupun bahaya buatan) yang terjadi akan
dapat menimbulkan bencana”, sedangkan
Winaryo (2008: 4) mengemukakan bahwa
kerentanan / kerawanan adalah: “Suatu
keadaan yang ditimbulkan oleh kegiatan
manusia (hasil dari proses-proses fisik
sosial, ekonomi, lingkungan) yang
mengakibatkan peningkatan kerawanan
masyarakat terhadap bencana. Kerentanan
dapat dilihat dari beberapa aspek, antara
lain kerentanan infastruktur dan
kerawanan sosial demografis. Kerentanan
infrastruktur menggambarkan kondisi dan
jumlah bangunan infrastruktur pada
daerah terancam”.
Bersadarkan arahan kebijakan
mitigasi bencana perkotaan Indonesia oleh
sekretariat BAKORNAS PBP tahun 2002,
tingkat kerentanan (vulnerability)
perkotaan di Indonesia adalah suatu hal
yang penting untuk diketahui sebagai
salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya ‘bencana alami’
karena bencana baru akan terjadi bila
‘bahaya alam’ terjadi pada “kondisi yang
rentan”, seperti yang dikemukakan
Awotona (1992: 1-2) “….. Natural
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 1, April 2013 | 5
disasters are the interaction berween
natural hazards and vulnerable
condition”. Tingkat kerentanan dapat
ditinjau dari kerusakan fisik, sosial
kependudukan, ekonomi.
METODE PENELITIAN
Secara geografis G. Ceremai
terletak pada koordinat 108o20’ – 108o40’
BT dan 6o40’ – 6o58’ LS, sedangkan
secara administratif gunungapi ini berada
di tiga wilayah kabupaten yaitu
Kabupaten Cirebon, Kabupaten
Kuningan, dan Kabupaten Majalengka,
dengan ketinggian 3078 mdpl G. Ceremai
merupakan gunung tertinggi yang berada
di jawa barat. Kecamatan Cilimus
merupakan kecamatan yang berada di
Kabupaten Kuningan. Secara geografis
Kecamatan Cilimus berada pada koordinat
108o28’05’’ - 108o30’00 BT’’ dan
6o51’08’’ - 6o53’18’’ LS, kecamatan ini
mencakup tiga belas desa. Secara
administrasi Kecamatan Cilimus
Kabupaten Kuningan berbatasan dengan
beberapa daerah, yaitu: 1. Sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan
Mandirancan, 2. Sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Beber, Kabupaten
Cirebon, 3. Sebelah timur berbatasan
dengan Kecamatan Cigandamekar, 4.
Sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Jalaksana.
Metode penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan metode deskriptif. Menurut
Tika (2005: 6) metode deskriptif adalah
“metode yang lebih mengarah pada
pengungkapan fakta-fakta yang ada,
walaupun kadang-kadang di berikan
interprestasi dan analisis”, data yang
diperoleh yang diperoleh dalam penelitian
ini berdasarkan sumber data primer dalam
bentuk dokumentasi foto untuk beberapa
indikator dan data sekunder tentang fisik
bangunan, sosial kependudukan dan
ekonomi, oleh karena itu berdasarkan
beberapa pendapat di atas, maka penulis
memilih untuk menggunakan metode
analisis deskriptif, karena sesuai dengan
permasalahan yang akan diteliti oleh
penulis.
Dalam penelitian ini kerentanan
bencana terbagi menjadi 3 aspek
kerentanan yaitu: kerentanan fisik
bangunan dengan indikator yaitu
persentase luasan kawasan terbangun,
persendase luasan kawasan pertanian, dan
kepadatan bangunan. kerentanan sosial
kependudukan dengan indikator yaitu
kepadatan penduduk, laju pertumbuhan
penduduk, penduduk usia lebih dari 65
tahun dan kurang dari 5 tahun, serta
penduduk perempuan. kerentanan
ekonomi dengan indikator yaitu
persentase penduduk miskin (keluarga pra
sejahtera) dan pekerja di bidang pertanian.
Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis
menggunakan nilai indeks risiko
kebencanaan, namun dalam hal ini hanya
di ambil analisis kerentanannya saja.
Analisis nilai indeks risiko kebencanaan
ini digunakan untuk mengetahui nilai
baku kerentanan indikator.
Untuk menentukan nilai baku
indikator penelitian ini menggunakan
standarisasi nilai indikator, standarisasi ini
dimaksudkan untuk menghasilkan nilai
baku, sehingga dapat dilakukan
perhitungan matematis dengan indicator
yang lain dengan model standarisasi yang
digunakan untuk indikator yang nilainya
bersesuaian dengan risiko bencana. Dalam
penelitian ini menggunakan model
standarisasi nilai baku Davison (1997)
yaitu dengan formula berikut:
X’ij =Xij − (X1 − 2Si)
Si
(Davison, 1997 ∶ 127)
Keterangan:
X’ij = Nilai yang sudah dibakukan untuk
sub indikator i di desa j
6 | Asep Zaenuddin, dkk.
Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunungapi Ciremai…
Xij = Nilai yang belum di bakukan
untuk sub indikator i di desa j
X1 = Nilai rata-rata untuk sub indikator
i di Kecamatan Cilimus
Si = Standar deviasi untuk sub
indikator i
Setelah diketahui nilai baku
masing-masing indikator selanjutnya
menentukan nilai untuk aspek kerentanan
dan kerentanan bencana leusan
gunungapi ceremai dalam penelitian ini
mengguakan formula berikut:
𝑉 = 𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3
𝑛
(Firmansyah, 1998 ∶ 167)
Keterangan:
V = Kerentanan (Vulnerability)
X1 = Nilai baku aspek kerentanan atau
indikator kerentanan X1
X2 = Nilai baku aspek kerentanan atau
indikator kerentanan X2
X3 = Nilai baku aspek kerentanan atau
indikator kerentanan X3
n = Jumlah indicator
Setelah diketahui nilai baku
kerentanan bencana kemudian untuk
menentukan tingkat kerentanan, nilai
baku kerentanan diklasifikasikan menjadi
tiga kelas (rendah, sedang, tinggi) dengan
menggunakan formula (Saputra dan
Wiratnawati, 2006: 3) sebagai berikut:
𝑁𝑖 = 𝑁𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑁𝑀𝑖𝑛
𝐽𝑘
Keterangan:
Ni = Nilai interval
NMaks = Nilai maksimum
NMin = Nilai minimum
Jk = Jumlah kelas
Setelah diketahui nilai interval,
selanjutnya menyusun interval kelas
untuk menentukan klas tingkat
kerentanan bencana letusan gunungapi
ceremai di Kecamatan Cilimus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat kerentanan bencana letusan
gunungapi di Kecamatan Cilimus adalah
hasil akumulasi nilai baku dari setiap
aspek kerentanan yaitu kerentanan fisik,
kerentanan sosial kependudukan, dan
kerentanan sosial. Berikut akan dijabarkan
analisis masing-masing aspek kerentanan
dan indikatornya di Kecamatan Cilimus.
Kerentanan Fisik Bangunan
Kerentanan fisik bangunan
merupakan kerentanan yang dilihat dari
aspek fisik bangunan suatu daerah, yaitu
yang berkaitan dengan infrastruktur
maupun yang benda mati yang akan
mengalami kerusakan apabila terjadi, hal
ini juga dapat benda, infrastruktur,
maupun lahan yang dibuat atau yang
dihasilkan oleh aktifitas manusia. Untuk
mengetahui tingkat kerentanan fisik
bangunan di Kecamatan Cilimus terlebih
dahulu harus mengetahui nilai baku dari
masing-masing indikator yang termasuk
kedalam aspek kerentanan fisik bangunan
yaitu persentase luasan kawasan
terbangun, persentase luasan kawasan
pertanian dan kepadatan bangunan.
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 1, April 2013 | 7
Tabel 1
Kerentanan Fisik Bangunan di Kecamatan Cilimus
No Desa
Persentase
Luasan
Kawasan
Terbangun
Persentase
Luasan
Kawasan
Pertanian
Kepadatan
Bangunan
Kerentanan
Fisik
Bangunan
Klasifikasi
1. Cilimus 4,29 -0,20 4,80 2,96 Tinggi
2. Caracas 3,12 0,76 3,11 2,33 Sedang
3. Bojong 1,38 2,82 2,54 2,25 Sedang
4. Sampora 1,95 2,24 2,26 2,15 Sedang
5. Bandorasa Wetan 1,55 2,57 1,70 1,94 Sedang
6. Bandorasa Kulon 1,09 3,08 1,70 1,96 Sedang
7. Linggajati 3,49 0,51 2,26 2,09 Sedang
8. Linggasana 2,27 1,72 1,41 1,80 Rendah
9. Linggamekar 1,14 3,04 1,41 1,86 Rendah
10. Linggaindah 1,42 2,80 1,13 1,78 Rendah
11. Setianegara 0,77 2,17 1,13 1,36 Rendah
12. Kaliaren 1,55 2,57 1,41 1,84 Rendah
13. Cibeureum 1,98 1,91 1,13 1,67 Rendah
Rata-Rata 2 2 2 2 Sedang
Sumber: Hasil Penelitian 2013
Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat
kerentanan fisik bangunan di Kecamatan
Cilimus termasuk kedalam kategori
sedang. Masih cukup luasnya penggunaan
lahan pertanian dan perkebunan menjadi
indikator yang perlu di perhatikan karena
berhubungan dengan tempat aktivitas
kerja penduduk yang sebagian besar
bekerja di bidang pertanian yang tentunya
rentan terhadap bencana letusan
gunungapi. Berkembangnya pemukiman
di daerah lereng dan kaki gunung juga
perlu menjadi perhatian karena dapat
meningkatkan kerentanan suatu wilayah
terhadap bencana. Oleh karena itu perlu
adanya sosialisasi mengenai bahaya
tinggal di daerah yang memiliki potensi
bencana khususnya bencana letusan
gunungapi, serta sosialisasi mengenai
mitigasi bencana perlu di berikan melalui
berbagai media agar penduduk yang
tinggal di daerah yang berpotensi bencana
menyadari resiko dan cara mengatasi dan
menghadapi bencana saat bencana itu
terjadi. Berdasarkan hasil penelitian,
tingkat kerentanan fisik bangunan
bencana letusan gunungapi ceremai di
Kecamatan Cilimus secara umun
termasuk kedalam klasifikasi sedang
dengan nilai baku 2,00. Hasil penelitian
dari setiap indikator menunjukan beberapa
desa memiliki persentase dan nilai baku
yang tinggi untuk setiap indikator.
Pertama yaitu indikator persentase luasan
kawasan terbangun berhubungan dengan
perkembangan sarana dan prasarana dan
aktivitas penduduk, nilai baku yang tinggi
berada pada Desa Cilimus, Desa Caraca,
Desa Linggajati, dan Desa Linggasana,
hal ini menunjukan desa-desa tersebut
lebih berkembang sarana dan prasarana
dan aktivitas penduduk dibandingkan
dengan desa lainnya. Kedua indikator
persentase luasan kawasan pertanian,
dimana hal ini akan berhubungan dengan
aktivitas penduduk yang bermata
pencaharian di bidang pertanian, dari hasil
penelitian hampir semua desa memiliki
persentase lebih dari 50% yang artinya
sebagian besar penggunaan lahan di setiap
desa didominasi dengan penggunaan
lahan pertanian dan perkebunan. Dan yang
ketiga adalah kepadatan bangunan,
kepadatan bangunan di setiap desa.
8 | Asep Zaenuddin, dkk.
Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunungapi Ciremai…
Kerentanan Sosial Kependudukan
Kerentanan sosial kependudukan adalah
kerentanan yang berkaitan dengan
karakteristik penduduk. Untuk
mengetahui tingkat kerentanan sosial
kependudukan, maka harus diketahui
terlebih dahulu nilai baku dari setiap
indikator kerentanan sosial kependudukan
yang terdiri atas kepadatan penduduk,
penduduk perempuan, penduduk lanjut
usia dan dibawah usia lima tahun, dan laju
pertumbuhan penduduk. Berikut nilai
baku setiap indikator setelah dilakukan
perhitungan serta nilai kerentanan sosial
kependudukan di Kecamatan Cilimus.
Tabel 2
Kerentanan Sosial Kependudukan di Kecamatan Cilimus
No Desa Kepadatan
Penduduk
Laju
pertumbuhan
penduduk
Penduduk
Lansia
dan Balita
Penduduk
Perempuan
Kerentanan
Sosial
Kependudukan Klasifikasi
1. Cilimus 4,22 5,13 1,67 1,23 3,06 Tinggi
2. Caracas 2,97 1,53 0,76 0,84 1,53 Rendah
3. Bojong 3,46 1,63 1,37 1,26 1,93 Sedang
4. Sampora 1,95 1,51 1,02 0,92 1,35 Rendah
5. Bandorasa
Wetan 2,15 1,59 1,75 1,46 1,74 Rendah
6. Bandorasa
Kulon 1,56 2,89 2,56 1,86 2,22 Sedang
7. Linggajati 2,15 1,43 3,25 4,88 2,93 Tinggi
8. Linggasana 1,37 1,81 1,21 2,19 1,65 Rendah
9. Linggamekar 1,37 2,07 1,68 1,84 1,74 Rendah
10. Linggaindah 1,66 1,58 1,38 1,51 1,53 Rendah
11. Setianegara 1,12 1,40 2,96 1,64 1,78 Rendah
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 1, April 2013 | 9
No Desa Kepadatan
Penduduk
Laju
pertumbuhan
penduduk
Penduduk
Lansia
dan Balita
Penduduk
Perempuan
Kerentanan
Sosial
Kependudukan Klasifikasi
12. Kaliaren 1,77 2,24 1,94 2,18 2,03 Sedang
13. Cibeureum 0,25 1,19 4,45 2,67 2,14 Sedang
Rata-Rata 2 2 2 1,88 1,97 Sedang
Sumber: Hasil Penelitian 2013
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat
kerentanan sosial kependudukan di
Kecamatan Cilimus termasuk dalam
kategori sedang. Namun demikian
walaupun tingkat kerentanan sosial
kependudukan termasuk tetap dapat
manimbulkan korban jiwa yang cukup
banyak, karena indikator perempuan yang
dianggap lebih rentan memiliki persentase
yang cukup besar serta indikator
penduduk lansia dan balita yang rentan
terdahap bencana di beberapa desa
memiliki persentase yang cukup tinggi.
Sehingga perlu mendapat perioritas yang
lebih saat proses evakuasi saat bencana
letusan gunungapi terjadi. Laju
pertumbuhan penduduk dan kepadatan
penduduk juga perlu mendapat perhatian
yang lebih karena indikator ini juga
memiliki pengaruh yang besar terhadap
kerentanan, oleh karena itu laju
pertumbuhan penduduk dah kepadatan
penduduk perlu dikurang guna menekan
tingkat kerentanan suatu daerah.
Berdasarkan hasil penelitian tingkat
kerentanan sosial kependudukan di
Kecamatan Cilimus termasuk kedalan
klasifikasi sedang dengan nilai baku 1,97.
Berdasarkan setiap indikator dari aspek
kerentanan sosial kependudukan ini
beberapa desa memiliki persentase dan
nilai beku yang tinggi dibandingkan desa
lainnya. Dilihat dari indikator kepadatan
penduduk, Kecamatan Cilimus memiliki
kepadatan penduduk yang sangat padat
hal ini dapat memicu banyaknya korban
jiwa apabila terjadi bencana letusan
gunungapi ceremai. Indikator laju
pertumbuhan penduduk juga perlu
diperhatikan karena berhubungan dengan
kepadatan dan jumlag penduduk, desa-
desa yang memiliki persentase yang lebih
tinggi dibandingkan dengan desa lainnya,
seperti Desa Cilimus, Desa Bandorasa
Kulon, dan Desa Kaliaren tentunya hal ini
dapat menghambat proses evakuasi saat
bencana terjadi. Indikator penduduk lansia
dan balita tentunya menjadi perioritas
utama saat proses evakuasi dalam hal ini
beberapa desa yang memiliki persentase
yang lebih tinggi dari desa lainnya yaitu
Desa Cibeureum, Desa Setianegara, dan
Desa Linggajati. Sedangkan untuk
indikator penduduk perempuan setiap
desa memiliki persentase yang sama untuk
setiap desa di Kecamatan Cilimus. Walau
pun tingkat kerentanan sosial
kependudukan termasuk kedalan
klasifikasi sedang tetap perlu diperhatikan
proses evakuasi saat terjadi bencana dan
mitigasinya.
10 | Asep Zaenuddin, dkk.
Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunungapi Ciremai…
Kerentanan Ekonomi
Tingkat kerentanan ekonomi adalah hasil
akumulasi dari setiap nilai beku indikator
yang termasuk kedalam kerentanan
ekonomi, maka terlebih dahulu perlu
diketahui nilai baku dari masing-masing
indikator yang terdiri dari persentase
pekerja di bidang pertanian dan persentase
penduduk miskin (keluarga pra sejahtera).
Berikut nilai baku setiap indikator setelah
dilakukan perhitungan serta nilai
kerentanan ekonomi di Kecamatan
Cilimus.
Tabel 3
Kerentanan Ekonomi di Kecamatan Cilimus
No Desa Persentase Pekerja di
Bidang Pertanian
Persentase Penduduk
Miskin (Keluarga
Pra Sejahtera)
Kerentanan
Ekonomi Klasifikasi
1. Cilimus 0,43 0,61 0,52 Rendah
2. Caracas 0,40 2,92 1,66 Sedang
3. Bojong 1,94 0,72 1,33 Rendah
4. Sampora 1,55 1,89 1,72 Sedang
5. Bandorasa Wetan 1,59 1,25 1,42 Sedang
6. Bandorasa Kulon 2,75 3,38 3,07 Tinggi
7. Linggajati 3,03 1,46 2,25 Tinggi
8. Linggasana 0,52 3,91 2,22 Sedang
9. Linggamekar 2,07 0,96 1,52 Sedang
10. Linggaindah 2,96 2,73 2,85 Tinggi
11. Setianegara 3,32 1,91 2,62 Tinggi
12. Kaliaren 2,52 2,63 2,58 Tinggi
13. Cibeureum 2,93 1,63 2,28 Tinggi
Rata-Rata 2 2 2 Sedang
Sumber: Hasil Penelitian 2013
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 1, April 2013 | 11
Tabel 3 menunjukan bahwa tingkat
kerentanan ekonomi di Kecamatan
cilimus termasuk kedalam kategori
sedang. Dilihat dari indikator persentase
pekerja di bidang pertanian penduduk di
Kecamatan Cilimus masih tergolong
tinggi yang merupakan pekerjaan yang
memiliki resiko tinggi terkena dampak
langsung apabila terjadu bencana letusan
gunungapi, sementara itu dari indikator
persentase penduduk miskin atau keluarga
pra sejahtera walupun termasuk rendah
namun tetap diperlukan adanya sosialisasi
mengenai pengetahuan kebencanaan
sebagai usaha untuk menekan tingkat
kerentanan.
Berdasarkan Hasil Penelitian tingkat
kerentanan ekonomi di Kecamatan
Cilimus berdasarkan hasil penelitian
termasuk kedalam klasifikasi sedang
dengan nilai baku 2,00.Dilihat dari
indikator persentase pekerja di bidang
pertanian sebagian besar desa-desa di
Kecamatan Cilimus cukup tinggi,
beberapa desa memiliki persentase yang
tinggi dibandingkan dengan desa lainnya
yaitu Desa Setianegara, Desa Linggajati,
Desa Linggaindah, Desa Cibeureum, Desa
Bandorasa Wetan, dan Desa Kaliaren.Hal
ini dapat meningkatkan kemungkinan
korban jiwa yang cukup tinggi karena
cukup banyaknya pekerja di bidang
pertaniandi beberapa desa di Kecamatan
Cilimus. Persentase penduduk miskin
(keluarga pra sejahtera) di Kecamatan
Cilimus termasuk rendah hanya beberapa
desa yang menunjukan persentase yang
lebih tinggi dari desa lainnya yaitu Desa
Caracas, Desa Bandorasa Kulon, dan
Linggasana, karena kecenderungan
penduduk miskin (keluarga pra sejahtera)
yang kurang dalam mendapat pendidikan
formal maka sosialisasi tentang
kebencanaan dan mitigasi harus intensif
diberikan untuk menekan tigkat
kerentanan bencana letusan gunungapi
ceremai.
12 | Asep Zaenuddin, dkk.
Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunungapi Ciremai…
Tingkat Kerentanan Bencana Letusan
Gunungapi Ceremai di Kecamatan
Cilimus
Setelah diketahui nilai baku dari setiap
aspek kerentanan bencana letusan
gunungapi yaitu aspek kerentanan fisik
bangunan, aspek kerentanan social
kependudukan, dan aspek kerentanan
ekonomi, kemudian untuk mendapatkan
nilai baku untuk tingkat kerentanan
bencana letusan gunungapi ceremai yaitu
dengan mengakumulasikan setiap nilai
baku dari aspek kerentanan tersebut.
Berikut formula yang digunakan:
𝑉 = 𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3
𝑛
(Firmansyah, 1998 ∶ 167)
Berikut nilai baku setiap aspek kerentanan
dan nilai baku kerentanan bencana letusan
gunungapi ceremai di Kecamatan Cilimus
setelah dilakukan perhitungan.
Tabel 4
Kerentanan Fisik Bangunan di Kecamatan Cilimus
No Desa Fisik
Bangunan
Sosial
Kependudukan Ekonomi
Kerentanan
Bencana Klasifikasi
1. Cilimus 2,96 3,06 0,52 2,18 Sedang
2. Caracas 2,33 1,53 1,66 1,84 Rendah
3. Bojong 2,25 1,93 1,33 1,84 Rendah
4. Sampora 2,15 1,35 1,72 1,74 Rendah
5. Bandorasa Wetan 1,94 1,74 1,42 1,70 Rendah
6. Bandorasa Kulon 1,96 2,22 3,07 2,42 Tinggi
7. Linggajati 2,09 2,93 2,25 2,42 Tinggi
8. Linggasana 1,80 1,65 2,22 1,89 Rendah
9. Linggamekar 1,86 1,74 1,52 1,71 Rendah
10. Linggaindah 1,78 1,53 2,85 2,05 Sedang
11. Setianegara 1,36 1,78 2,62 1,92 Rendah
12. Kaliaren 1,84 2,03 2,58 2,15 Sedang
13. Cibeureum 1,67 2,14 2,28 2,03 Sedang
Rata-Rata 2 1,97 2 1,99 Sedang
Sumber: Hasil Penelitian 2013
Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat
kerentanan bencana letusan gunungapi
ceremai di Kecamatan Cilimus termasuk
kedalam kategori sedang. Kerentanan
sosial menjadi perhatian utama karena
kepadatan penduduk dan laju
pertumbuhan penduduk yang menjadi
faktor utama dalam kerentanan, karena
padatnya penduduk dan laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi dapat menimbulkan
korban jiwa yang besar. Kecamatan
Cilimus yang memiliki karakteristik
pegunungan dan udara yang sejuk serta
berkembangnya beberapa objek tujuan
wisata menjadi daya tarik tersendiri untuk
memikat penduduk untuk menetap. Selain
itu masih banyaknya penggunaan lahan
sebagai lahan pertanian serta pekerja di
bidang pertanian itu juga perlu menjadi
perhatian, perlu adanya sosialisasi tentang
pengetahuan kebencanaan dan mitigasi
bencana untuk menekan kerentanan
bencana letusan gunungapi ceremai di
Kecamatan Cilimus.
Berdasarkan hasil penelitian,
setelah diketahui nilai baku setiap aspek
kerentanan yaitu fisik, sosial
kependudukan, dan ekonomi maka
diperoleh tingkat kerentanan bencana
letusan gunungapi ceremai di Kecamatan
Cilimus. Tingkat kerentanan becana
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 1, April 2013 | 13
letusan gunungapi di Kecamatan Cilimus
termasuk ke dalam klasifikasi sedang
dengan nilai baku 1,99. Kerentanan fisik
yang menjadi perhatian adalah desa-desa
yang berada di dekat dan pusat kecamatan,
kerana dipusat kecamatan inilah
berkembang sarana dan prasarana dan
aktifitas penduduk untuk memenuhi
kebutuhannya. Selain itu juga masih
luasnya penggunaan lahan untuk pertanian
berhubungan dengan banyaknya
penduduk yang bermata pencaharian di
bidang pertanian perlu menjadi perhatian
juga karena rentan terhadap bencana
letusan gunungapi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan
pembahasan penelitian sebelumnya, maka
dapat disimpulkan hasil analisis mengenai
setiap aspek kerentanan dan kerentanan
bencana letusan gunungapi di Kecamatan
Cilimus adalah sebagai berikut.
Kerentanan fisik bangunan di
Kecamatan Cilimus dari hasil analisis
termasuk kedalam klasifikasi sedang.
Berdasarkan analisis setiap indikator
kerentanan fisik bangunan yaitu
persentase kawasan terbangun, persentase
kawasan pertanian, dan kepadatan
bangunan, masih luasnya lahan pertanian
menjadi salah satu perhatian karena masih
banyak penduduk yang bermata
pemcaharian di bidang pertanian. Hal ini
membutuhkan sosialisasi tentang
kebencanaan untuk penduduk yang
bermata pencaharian di bidang pertanian
maupun non pertanian. Kawasan
terbangun dan kepadatan bangunan lebih
mengarah ke daerah atau desa-desa yang
mendekati maupun pusat kecamatan.
Kerentanan sosial kependudukan
di Kecamatan Cilimus dari hasil analisis
termasuk kedalam klasifikasi sedang.
Berdasarkan hasil analisis dalam
kerentanan sosial kependudukan,
kepadatan penduduk yang tergolong
sangat padat sangat rentan terhadap
bencana mengingat akan mengganggu
proses evakuasi saat bencana terjadi
apabila tidak terkendali dan terjadi
kepanikan, serta laju pertumbuhan
penduduk yang perlu diperhatikan apabila
14 | Asep Zaenuddin, dkk.
Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunungapi Ciremai…
laju pertumbuhan penduduk semakin
tinggi, hal ini dapat meningkatkan
kerentanan bencana suatu wilayah.
Kelompok masyarakat rentan juga perlu
diperhatiakan saat bencana terjadi yaitu
panduduk yang berusia dibawah 5 tahun
dan penduduk yang berusia lebih dari 65
tahun serta penduduk perempuan harus
tetap diperioritaskan untuk dibantu dalam
proses evakuasi bencana berlangsung.
Kerentanan ekonomi di
Kecamatan Cilimus dari hasil analisis juga
termasuk kedalam klasifikasi sedang.
Berdasarkan hasil analsisis tingginya
jumlah penduduk yang bermata
pencaharian di bidang pertanian akan
memberikan dampak terhadap tingkat
kerentanan bencana letusan gunungapi,
sedangkan penduduk miskin atau keluarga
pra sejahtera tidak terlalu banyak.
Berdasarkan hasil analisis semua
aspek kerentanan yaitu fisik, sosial
kependudukan, dan ekonomi tingkat
kerentanan bencana letusan gunungapi
ceremai di Kecamatan Cilimus termasuk
kedalam klasifikasi sedang. Hal ini
menunjukan apabila bencana letusan
gunungapi terjadi akan menimbulkan
dampak yang berkisaran sedang,
walaupun kerentanan bencana letusan
gunungapi di Kecamatan Cilimus
termasuk kedalam klasifikasi sedang tetap
perlu menjadi perhatian agar tidak
menimbulakan korban dan kerugian yang
besar dengan melakukan sosialisasi
tentang kebencanaan dan prosedur
mitigasi bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana. (2010). Rencana
Nasional Penanggulangan
Bencana. Jakarta: BNPB.
Boli, Y. dkk. (2004). Panduan
Penanganan Risiko Bencana
Berbasis Masyarakat. Kupang:
Forum Kesiapan dan Penanganan
Bencana.
Davison, R.A. dan Shah H.C. (1997). An
Urban Earthquake Disaster Risk
Index. Stanford: Stanford
Unifersity.
Firmansyah. (1998). Identifikasi Resiko
Bencana Gempa Bumi dan
Aplikasinya terhadap Penataan
Ruang di Kotamadya Daerah
Tingkat II Bandung. Tesis
Magister pada Program
Pascasarjana Institut Teknologi
Bandung: Tidak diterbitkan.
K. Kusumadinata. (1979). Data Dasar
Gunungapi Indonesia. Bandung:
Direktorat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi.
Presiden Republik Indonesia. (2007).
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan
bencana. Jakarta: Presiden
Republik Indonesia.
Suhadi, Deddy. (2007). Evaluasi
Kawasan Rawan Bencana
Gunungapi Ciremai. Bandung:
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi.
Tika, M.P. (2005). Metode Penelitian
Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.
United Nations Development Programme.
(2006). Pengurangan Risiko
Bencana. Jakarta: Perum
Percetakan RI.
United States Agency for International
Development. (2009).
Pengurangan Risiko Bencana.
Jakarta: Perum Percetakan RI.
Winaryo, dkk. 2007. Penyusunan Profil
(Hazard, Vulnerability, Risk)
Pemetaan Wilayah Rawan
Bencana dan Penyusunan
Rencana Aksi, Yogyakarta:
BAPEDA DIY.