Upload
aapralui
View
412
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS KESUBURAN TANAH SETELAH PERLAKUAN DENGAN MAGNETIT YANG MENGANDUNG NITROGEN
SKALA NANOMETER (NANOFERTILIZER)
Proposal Penelitian
ILFA NURAISYAH SIREGAR
DEPARTEMEN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
2011
2
ANALISIS KESUBURAN TANAH SETELAH PERLAKUAN DENGAN MAGNETIT YANG MENGANDUNG NITROGEN
SKALA NANOMETER (NANOFERTILIZER)
ILFA NURAISYAH SIREGAR
Proposal Penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2011
3
Judul : Analisis Kesuburan Tanah Setelah Perlakuan dengan Magnetit yang Mengandung Nitrogen Skala Nanometer (Nanofertilizer)
Nama : Ilfa Nuraisyah SiregarNIM : G44070004
Menyetujui
Pembimbing I, Pembimbing II,
Deden Saprudin, S.Si, M.Si Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS NIP 19480525 197501 1 001 NIP 19530824 197603 2 001
4
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN...................................................................................................5
Latar Belakang.........................................................................................................5
Tujuan Penelitian.................................................................................................6
Hipotesis Penelitian..............................................................................................6
Waktu dan Tempat Pelaksanaan...........................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................7
Unsur Hara Tanah................................................................................................7
Pupuk Nitrogen....................................................................................................8
Metode Penentuan Nitrogen Total (ASASSSA 1982).........................................8
Nanomagnetit Besi.............................................................................................10
Nanofertilizer.....................................................................................................11
BAHAN DAN METODE......................................................................................12
Alat dan Bahan...................................................................................................12
Metode...............................................................................................................12
Sintesis Magnetit Sebagai Pupuk Nitrogen....................................................12
Pencirian XRD...............................................................................................13
Pencirian SEM-EDXA...................................................................................13
Pengaruh magnetit sebagai pupuk pada tanah dan tanah dengan pupuk kandang terhadap ketersediaan unsur hara.....................................................13
Pengukuran pH...............................................................................................13
Penentuan Kadar Air......................................................................................14
Penentuan C-organik......................................................................................14
Penentuan N-total...........................................................................................14
Diagram alir analisis kesuburan tanah setelah perlakuan dengan magnetit yang mengandung nitrogen skala nanometer (nanofertilizer) ......................17
Jadwal penelitian............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................19
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman membutuhkan 16 unsur esensial untuk dapat tumbuh secara
sehat, tiga jenis unsur tersebut (karbon, hidrogen dan oksigen) disediakan oleh air
dan udara. Unsur esensial lainnya disediakan oleh tanah sebagai nutrisi. Namun,
tanah sering mengalami kekurangan nutrisi secara alami atau akibat pemanenan.
Oleh karena itu, tanah diberi pupuk berupa senyawa organik atau anorganik
sebagai penyedia nutrisi tambahan untuk tanaman (Clark et al. 2004). Nitrogen
merupakan salah satu nutrisi dalam tanah yang dapat mempercepat pertumbuhan
daun, pembentukan protein dan klorofil. Urea merupakan jenis pupuk nitrogen
yang banyak digunakan pada bidang pertanian.
Penggunaan pupuk nitrogen secara konvensional dapat menyebabkan
polusi akibat penguapan dalam bentuk NH3 terutama pada pH tinggi dan kondisi
perairan yang terlalu subur dapat merusak lingkungan perairan (Sujetoviene
2010). Penyerapan yang sangat rendah sekitar 30-35% menyebabkan sisanya
terbuang ke lingkungan dan menyebabkan masalah lingkungan yang serius (Tong
et al. 2009). Pelepasan nitrogen di daerah Cina utara menyebabkan kontaminasi
pada air tanah sebagai ancaman penyakit yang paling serius di daerah lokal
(Zhong et al 2009). Penelitian tentang pencemaran komponen nitrogen di sungai
Choushui Taiwan telah dilakukan oleh Jang dan Liu (2005) menimbulkan
berbagai macam penyakit seperti sindrom bayi biru, kanker, penyakit tiroid dan
diabetes.
Berbagai macam penelitian untuk mengatasi masalah tersebut telah
dilakukan. Sheehya et al. 2005 telah melakukan penelitian pelepasan dan
pengontrolan urea secara bertahap (slow release, controlled release) dengan cara
penyalutan. Namun, kecepatan release sangat susah dikontrol sehingga nutrisi
yang terlepas tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman. Biaya pupuk menjadi lebih
tinggi dibandingkan pupuk konvensional. Tong et al. 2009 melakukan penelitian
hidrogel sebagai penyalut urea untuk mengontrol pelepasannya ke tanah. Namun,
terdapat kekurangan yaitu adanya kesulitan menentukan parameter yang
6
berhubungan dengan kecepatan pelepasan urea sehingga terjadi kesulitan dalam
memodelkan pembuatan pupuk dengan hidrogel sebagai penyalut urea.
Urea telah sering digunakan untuk membuat nanopartikel. Salah satu
nanopartikel yang mudah diproduksi dalam skala laboratorium adalah nano-
magnetit (Huber 2005). Magnetit dengan urea sebagai sumber basa dapat
menghasilkan nanopartikel yang mengandung nitrogen sekitar 9-11%
(Setyoningsih 2010). Pada penelitian ini akan dilakukan sintesis nano-magnetit
dengan urea sebagai sumber basa (N). Nano magnetit akan diaplikasian ke tanah
untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah dengan menganalisis pH tanah, C-
organik dan kandungan N total. Kandungan nitrogen tersebut diharapkan dapat
digunakan menjadi pupuk sebagai penyedia unsur hara N bagi tumbuhan. Selain
itu, adanya reaksi redoks (Fe2+ dan Fe3+) dalam kristal magnetit dapat berfungsi
sebagai katalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam tanah dan
meningkatkan kesuburan tanah. Indikator keberhasilan pupuk urea ini dimonitor
setiap seminggu sekali dengan menganalisis unsur hara yang terkandung dalam
tanah.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan menganalisis kesuburan tanah setelah mendapat
perlakuan magnetit yang mengandung nitrogen skala nanometer (nanofertilizer).
Hipotesis Penelitian
Magnetit dapat menyediakan unsur makro hara N dan berfungsi sebagai
katalis mendegradasi senyawa organik dalam tanah untuk meningkatkan
kesuburan tanah.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni 2011 di
Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Unsur Hara Tanah
Tanah mengandung unsur hara yang berguna bagi tanaman. Unsur hara
tersebut terdiri atas hara makro dan mikro. Unsur hara makro meliputi karbon,
nitrogen, oksigen, hidrogen, fosfor, belerang, kalium, kalsium, dan magnesium
sedangkan hara mikro antara lain besi, mangan, tembaga, seng, boron,
molibdenum, dan klor (Samekto 2006).
Menurut Simamora dan Salundik (2006), karbon digunakan untuk
membantu karbohidrat, lemak, dan protein bagi pertumbuhan tanaman,
membentuk selulosa dinding sel dan memperkuat bagian tanaman, menciptakan
rasa dan wangi pada air dalam buah dan bunga, serta membentuk warna daun dan
bunga. Nitrogen dapat membantu proses pembentukan klorofil, fotosintesis,
protein, lemak, dan persenyawaan organik lainnya. Fosfor sangat berguna untuk
membentuk akar, bahan dasar protein, mempercepat penuaan buah, memperkuat
batang tanaman, meningkatkan hasil biji-bijian dan umbi-umbian, serta
membantu proses asimilasi dan respirasi.
Sebanyak 21% volume udara tanaman adalah oksigen. Fungsinya
membentuk bahan organik tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, dan buah
serta membantu mengubah karbohidrat menjadi energi melalui proses oksidasi.
Hidrogen berperan dalam membantu proses fotosintesis yang mengubah glukosa
menjadi karbohidrat, lemak, dan protein. Belerang digunakan untuk membantu
tanaman membentuk bintil akar, pertumbuhan tunas, pembentukan klorofil,
pembentukan sintesis protein serta bagian dari asam amino, peptida, koenzim A,
dan vitamin B1.
Kalium membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat
jaringan tanaman, serta membentuk antibodi tanaman melawan prnyakit dan
kekeringan. Selain itu, kalium mengatur berbagai proses fisiologi tanaman, seperti
merawat kondisi air di dalam sel dan jaringan, mengatur turgor (tegangan sel),
menutup stomata, mengatur akumulasi, dan translokasi karbohidrat yang baru
terbentuk. Kalsium berperan mengatur pengisapan air dari dalam tanah,
menghilangkan racun dalam tanaman, mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar
8
dari biji, menguatkan batang, serta menetralkan kondisi senyawa dalam tanah
yang merugikan. Magnesium dapat membantu proses pembentukan klorofil,
membentuk karbohidrat, lemak, dan minyak, serta membantu proses transportasi
fosfat.
Pupuk Nitrogen
Pupuk merupakan sesuatu yang sangat penting dalam dunia industri tanah.
Pupuk dibagi menjadi dua yaitu organik dan anorganik. Pupuk organik merupakan
pupuk yang berasal dari sisa organik yang ditambahkan ke tanah. Sisa organik
dapat berupa kotoran ternak, sisa pemanenan, dan kompos. Pupuk organik
memiliki dua keuntungan yaitu pupuk organik dapat mengisi tanah dengan nutrisi
dan dapat meningkatkan penyerapan air pada tanah. Secara umum pupuk organik
sangat bersabahat dengan tanah. Namun, beberapa pupuk organik berupa limbah
industri dapat menyebabkan toksik karena mengandung logam berat yang
berbahaya bagi manusia (Clark et al. 2004).
Pupuk anorganik merupakan penambahan pupuk kimia ke tanah. Pupuk
anorganik diproduksi secara komersial yang terdiri dari beberapa komposisi dan
konsentrasi berbagai nutrisi. Nutrisi utama yang sering digabungkan dalam pupuk
anorganik berupa nitrogen, kalium, fosfor. Pupuk ditambahkan ke tanah untuk
melepaskan kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun
penggunaan pupuk telah dibatasi karena potensial bahayanya terhadap lingkungan
dan sekitar setengah pengguna pupuk telah mengikuti metode pemupukan dengan
benar yang disesuaikan dengan kondisi tanah tetapi pelepasan ke lingkungan tidak
dapat dihindari (Han et. al. 2009).
Nitrogen dalam pupuk menunjukkan persentasi jumlah nitrogen total yang
terdiri dari berbagai sumber. Beberapa sumber nitrogen yang penting adalah
amonium nitrat, urea, dan amonium fosfat (Clark et al. 2004). Nitrogen dapat
membantu proses pembentukan klorofil, fotosintesis, protein, lemak, dan
persenyawaan organik lainnya.
Metode Penentuan Nitrogen Total (ASASSSA 1982)
Metode yang umum digunakan adalah metode Kjeldahl yang terdiri atas
tiga tahapan, yaitu proses destruksi, distilasi, dan titrasi. Penentuan jumlah
9
nitrogen (N) total menunjukkan adanya urea, amonia, nitrat, dan nitrit. Nitrogen
total yang dianalisis meliputi nitrogen organik, nitrogen amonium, dan nitogen
nitrat. Penentuan N-Kjeldhal melalui tahap destruksi dengan suhu bertahap dari
150 ºC hingga suhu maksimum 350 °C diperoleh cairan jernih. N-Kjeldhal
merupakan penjumlahan antara N-organik dengan N-NH4. Penentuan N-NO3
menggunakan larutan contoh setelah penentuan N-NH4 dengan menambahkan
devarda alloy untuk memudahkan ikatan N-NO3 terlepas dari contoh karena
devarda sebagai pereduksi contoh setelah penetapan NH4.
Pada tahap destruksi contoh pupuk dipanaskan dalam asam sulfat pekat
sehingga terdestruksi menjadi unsur-unsurnya. Unsur karbon dan hidrogen
teroksidasi menjadi CO, CO2, dan H2O sedangkan unsur nitrogen akan berubah
menjadi (NH4)2SO4.
Campuran selenium juga digunakan dalam proses destruksi yang berfungsi
sebagai katalisator. Campuran selenium dapat mempercepat proses oksidasi
karena dapat menaikkan titik didih serta menyebabkan perubahan valensi tinggi
ke valensi rendah ataupun sebaliknya. Penggunaan selenium lebih reaktif
dibandingkan dengan merkuri atau kupri sulfat tetapi selenium mempunyai
kelemahan yaitu nitrogennya ikut hilang karena sangat cepat teroksidasi. Hal
tersebut dapat diatasi dengan pemakaian selenium yang sangat sedikit yaitu 0,25
g. Proses destruksi selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna.
Pada tahap distilasi, amonium sulfat dipecah menjadi amonia dengan
penambahan NaOH 40% sampai alkalis dan dipanaskan. Proses penambahan basa
kuat akan membebaskan gas amonia serta memindahkan ke dalam distilat. Batu
didih digunakan untuk mempercepat dan meratakan pemanasan melalui pori-
porinya. Parafin cair ditambahkan agar selama distilasi tidak terjadi percikan
cairan dan timbulnya gelembung gas yang besar. Amonium yang dibebaskan
selanjutnya ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang digunakan
adalah HCl atau asam borat 1% dalam jumlah yang berlebih.
Menurut Harjadi (1986), metode Kjeldahl dilakukan dengan modifikasi
Winkler, yakni distilat tidak ditangkap dalam HCl melainkan dalam larutan asam
borat yang tidak perlu diukur tepat jumlahnya. Indikator Conway digunakan untuk
mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Distilasi diakhiri apabila semua amonia
10
telah terdistilasi sempurna ditandai dengan adanya perubahan warna dari merah
muda menjadi hijau muda.
Garam amonium direaksikan dengan NaOH menjadi NH4OH kemudian
didistilasikan dan terurai menjadi NH3 dan H2O sebagai gas yang keluar dan
terlarut dalam distilat. Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan amonia dapat
diketahui dengan titrasi menggunakan asam sulfat 0,05 N yang telah
distandardisasi. Titrasi dilakukan dengan penambahan indikator Conway sehingga
titik akhir titrasi dapat diketahui dengan adanya perubahan warna dari hijau muda
menjadi merah muda. Volume titran yang digunakan merupakan jumlah ekuivalen
nitrogen.
Nanomagnetit Besi
Magnetit (Fe3O4) merupakan komponen endapan yang berasal dari garam
besi yang dibentuk dengan cara pertukaran panas dan uap air dalam sebuah
reaktor yang disebut hidrotermal (Mubarak 2008). Sintesis magnetit dapat
dilakukan dengan metode dekomposisi hidrotermal pada suatu sumber besi,
seperti kompleks Fe(CO)5, FeSO4.7H2O, dan Fe(NO3)3.9H2O (Huber 2005).
Partikel magnetit ini banyak digunakan pada berbagai aplikasi biomedis
seperti pemisahan sel, dan tumor hipertermia. Kinerja magnetit meningkat pada
ukuran yang lebih kecil (skala nanometer). Nano-magnetit dapat dibuat melalui
pengendapan besi dengan penambahan basa kuat. Penambahan urea berfungsi
untuk meningkatkan pH secara homogen dalam sistem karena terdekomposisi
menghasilkan NH3 . Menurut Jeong (2006), penambahan urea atau amonia dapat
memperkecil ukuran partikel besi.
Menurut Huber (2005) surfaktan dapat ditambahkan untuk memperkecil
ukuran magnetit yang dihasilkan karena surfaktan dapat menghalangi interaksi
antar partikel sehingga aglomerasi tidak terjadi. Selain memperkecil ukuran
partikel, surfaktan juga megurangi interaksi antar partikel besi sehingga dapat
menjaga sifat magnetik dari partikel tersebut.
Ukuran partikel magnetit dapat dilakukan dengan analisis TEM
(mikroskop elektron transmisi), dan difraksi sinar-X. Morfologi bahan dapat
ditentukan dengan mikroskop elektron payaran (SEM) (Guan et al. 2009),
11
sedangkan unsur-unsur yang terkandung dalam bahan dapat diketahui dengan
metode analisis sinar-X dispersif energi (EDXA).
Nanofertilizer
Nitrogen merupakan salah satu sumber nutrisi penting bagi tumbuhan,
kandungan nitrogen dalam pupuk konvensional sekitar 50-70% dengan
penyerapan yang sangat rendah. Pupuk dengan ukuran lebih besar dari 100 nm
akan mengalami pelarutan dalam air dalam bentuk nitrat, dan mengalami emisi
dalam bentuk amonium dan nitrogen oksida. Telah banyak penelitian yang
dilakukan untuk meningkatkan penyerapan nitrogen namun hanya sedikit yang
berhasil. Oleh karena itu, muncul gagasan menggunakan nanopartikel untuk
menyelesaikan masalah tersebut (Maria 2010).
Karbon nanotube akhir-akhir ini telah menunjukkan kemampuannya untuk
menembus bibit tomat dan zink oksida telah menunkukkan kemampuannya untuk
masuk ke dalam jaringan akar gandum. Hal ini menarik untuk meneliti pupuk
dengan skala nano partikel. Secara ideal nanopartikel pilihan yang
menguntungkan dengan pelepasan nitrogen yang sesuai dari pupuk ke dalam
tanaman. Nanopartikel seharusnya melepaskan nutrisi sesuai dengan kebutuhan
tumbuhan.
Nanofertilizer memiliki beberapa keuntungan diantaranya memiliki energi
yang besar ekonomis dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Oleh karena itu,
pupuk skala nano partikel sangat bagus untuk dikembangkan untuk mengurangi
masalah lingkungan dan kesehatan manusia. Selain itu, pupuk dengan skala
nanopartikel dapat meningkatkan penyerapan nitrogen oleh tanaman karena
pelepasan nutirisi dapat langsung masuk ke dalam tanaman.
12
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik empat
desimal, alat gelas, pemanas hidrotermal, mikroskop elektron payaran (SEM),
penganalisis difraksi sinar-X energi (EDXA), pinggan porselin, deksikator, labu
didih 250 mL, botol kocok, labu kjeldahl, buret, oven, pH meter, mesin kocok,
dan tanur.
Bahan yang digunakan adalah garam FeSO4.7H2O, akuadestilata, urea,
asam oleat, etanol, kertas saring, buffer pH 4 dan 7, H2SO4 98%, larutan baku
H2SO4 0,05 N, asam borat, 1%, indikator Conway, campuran selenium, devarda
alloy, sikloheksana, dan NaOH 40%.
Metode
Metode penelitian secara umum yang dilakukan adalah sintesis magnetit
sebagai pupuk nitrogen, karakterisasi nanopartikel menggunakan XRD dan SEM
EDXA. Selanjutnya dilakukan pengujian ke tanah dengan mengukur pH, C-
organik dan kandungan N dalam tanah untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah.
Sintesis Magnetit Sebagai Pupuk Nitrogen (Liang et al. 2006)
Penelitian dilakukan mengikuti prosedur Liang et al. (2006) dengan sedikit
modifikasi. Sebanyak 0,556 g garam FeSO4.7H2O dilarutkan dalam akuades
hingga volumenya 50 mL (larutan A), dan larutan B berisi urea (komposisi Tabel
1), asam oleat 2,5 mL, etanol 10 mL dan ditera dengan akuades sampai 50 mL.
Selanjutnya, larutan B dimasukkan ke dalam larutan A kemudian direaksikan
pada suhu sintesis masing-masing dengan pengadukan 500 rpm selama 10 jam.
Hasil yang diperoleh didinginkan pada suhu kamar. Endapan langsung disaring,
hasil yang berupa koloid ditambahkan 50 mL etanol hingga didapatkan endapan
halus, kemudian dipisahkan endapannya dengan penyaringan menggunakan kertas
saring. Endapan yang diperoleh dicuci dan dikeringkan.
13
Tabel 1 Kombinasi komposisi urea dan suhu hidrotermal
Perlakuan Massa urea (g)
Suhu hidrotermal (ºC)
A 8 300B 6 300C 2 300
Pencirian XRD (Setyoningsih 2010)
Pencirian XRD dilakukan untuk mengetahhui fasa yang terdapat dalam
sampel dan untuk menentukan ukuran kristal. Sekitar 200 mg sampel dicetak
langsung pada aluminium ukuran 2x2,5 cm. Sampel dikarakterisasi menggunakan
alat XRD dengan lampu radiasi Cu.
Pencirian SEM-EDXA (Setyoningsih 2010)
Pencirian dengan SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi sampel,
sedangkan EDXA digunakan untuk mengetahui komposisi N yang terkandung
dalam magnetit. Sampel diletakkan pada plat aluminium yang memiliki dua sisi
kemudian dilapisi dengan lapisan emas setebal 48 nm. Sampel yang telah dilapisi
diamati menggunakan SEM dengan tegangan 22 kV dan perbesaran tertentu.
Pencirian dengan EDXA dapat menentukan pengaruh lama pemanasan
hidrotermal dan jumlah molar urea terhadap komposisi nitrogen.
Pengaruh magnetit sebagai pupuk pada tanah dan tanah dengan pupuk
kandang terhadap ketersediaan unsur hara
Penelitian dilakukan pada tanah yang ditambahkan masing-masing
nanofertilizer dengan 3 variasi urea dan pada tanah yang berisi nanofertilizer dan
pupuk kandang. Tanah disediakan pada tempat yang lain tanpa diberi perlakuan
sebagai kontrol untuk membandingkan kandungan unsur hara tanah. Perlakuan
nanofertilizer diberi dengan cara ditabur ke tanah, kemudian diaduk homogen.
Tanah disampling setiap minggu untuk menentukan tingkat keasaman dan
ketersediaan unsur haranya (N dan C).
Pengukuran pH (AOAC 2002 & SNI 19-7030-2004)
Tanah sebanyak 5,00 g dimasukkan ke dalam botol pengocok, ditambah
12,50 mL akuades, setelah itu dikocok selama 30 menit. Suspensi pupuk diukur
14
pH-nya dengan pH-meter yang telah dikalibrasi.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2002 & SNI 19-7030-2004)
Tanah ditimbang ±2,000 g kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin
yang telah diketahui bobotnya. Cawan dimasukkan ke dalam oven, kemudian
dikeringkan selama 5 jam pada suhu 105 °C. Setelah itu didinginkan dalam
deksikator dan ditimbang.
Kadar Air = (bobot contoh awal-bobot contoh setelah 105° C)(bobot contoh awal)
x 100%
Penentuan C-organik (AOAC 2002)
Tanah setelah penentuan kadar air dimasukkan ke dalam tanur. Kompos
diabukan pada suhu 300 °C seama 1,5 jam, selanjutnya suhu dinaikkan menjadi
550-600 °C selama 2,5 jam. Pupuk kompos didinginkan dalam deksikator
kemudian ditimbang
Kadar Abu = (bobot cawan+isi setelah550 °C−bobot cawan )
(bobot contoh awal) x 100%
Keterangan:
Kadar bahan organik = 100 – (Kadar air + kadar abu)
C-organik = kadar bahan organik x 0,58
Keterangan: 0,58 = faktor Van be Mellen
Penentuan N-total (ASASSSA 1982)
Penetapan N-Kjeldahl
Tanah sebanyak 0,2500 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian
ditambahkan 0,25 g campuran selenium dan 3 ml H2SO4 pekat, dikocok hingga
merata, dibiarkan selama 2-3 jam supaya diperarang. Setelah itu, campuran
didekstruksi sempurna dengan suhu bertahap dari 150 °C sampai 350 °C selama
3-3½ jam hingga diperoleh cairan jernih. Setelah dingin, pupuk diencerkan
dengan akuades agar tidak mengkristal. Larutan hasil dekstruksi dipindahkan
secara kuantitatif ke dalam labu didih destilator volume 250 ml, lalu ditambahkan
akuades hingga setengah volume labu didih dan ditambahkan sedikit batu didih.
Penampung distilat yaitu 10 ml asam borat 1% dalam erlenmeyer volume
100 ml yang diberi tiga tetes indikator Conway disiapkan. Larutan hasil dekstruksi
15
didistilasi dengan penambahan 20 ml NaOH 40%. Distilasi selesai apabila volume
cairan dalam erlenmeyer sudah mencapai 75 ml dan distilat berubah dari merah
muda menjadi hijau. Distilat dititrasi dengan H2SO4 0,05 N hingga itik akhir (Al)
ditandai dengan berubahnya warna larutan dari hijau menjadi merah
muda.Penetapan blanko dikerjakan dengan prosedur tersebut di atas (misalnya
membutuhkan A1 ml titran).
N-Kjeldahl = (A-A1) x BE N x N H2 SO 4
mg contoh x 100%
Kadar N-organik = (N-Keldahl – N-NH4 )
Keterangan
A = volume H2SO4 contoh
A1 = volume H2SO4 blanko
Penetapan N-NH4
Tanah ditimbang ± 1,0000 g lalu dimasukkan ke dalam labu didih,
ditambahkan sedikit batu didih, 0,5 ml parafin cair, dan 100 ml akuades. Blanko
yang digunakan adalah 100 ml akuades ditambah batu didih dan parafin cair.
Penampung distilat yaitu 10 ml asam borat 1% dalam erlenmeyer 100 ml yang
dibubuhi tiga tetes indikator Conway disiapkan. Distilasi dilakukan dengan
menambahkan 10 ml NaOH 40 %. Distilasi selesai bila volume sekitar 75 ml.
Setelah itu distilat dititrasi dengan larutan baku H2SO4 0,05 N hingga titik akhir
(B ml), ditandai dengan berubahnya warna larutan dari hijau menjadi merah
muda. Penetapan blanko dikerjakan dengan prosedur tersebut di atas (misalnya
membutuhkan B1 ml titran).
N-NH4 = (B-B1 ) x BE N x N H 2 SO4 mg contoh
x 100%
Keterangan
B = volume H2SO4 untuk N-NH4
B1 = volume H2SO4 blanko
Penetapan N-NO3
Larutan contoh setelah penetapan N-NH4 dibiarkan dingin, lalu
ditambahkan akuades hingga volume semula. Penampung distilat yaitu 10 ml
16
asam borat 1% dalam erlenmeyer 100 ml yang dibubuhi indikator Conway
disiapkan. Campuran didistilasi dengan menambahkan 2 g devarda alloy, distilasi
dimulai hingga mendidih dan diatur agar buih tidak meluap. Distilasi selesai bila
volume cairan dalam erlenmeyer sudah mencapai 75 ml. Distlat dititrasi dengan
12 larutan baku H2SO4 0,05 N hi8ngga titik akhir (C ml), ditandai dengan
berubahnya warna larutan dari hijau menjadi merah muda. Penetapan blanko
dikerjakan dengan prosedur tersebut di atas (misalnya membutuhkan C1 ml
titran).
N-NO3 = (C-C1 ) x BE N x N H 2SO 4 mg contoh
x 100%
Keterangan
C = volume H2SO4 untuk N-NH4
C1 = volume H2SO4 blanko
17
Gambar 1 Diagram alir analisis kesuburan tanah setelah perlakuan dengan
magnetit yang mengandung nitrogen skala nanometer (nanofertilizer) .
Sintesis Magnetit
Karaterisasi dengan XRD
Karakterisasi dengan SEM
EXDA
Aplikasi ke Tanah
Analisis Unsur Hara
Analisis Unsur Hara
kandungan N total
N-Kjeldahl
N-NH4
pH tanah
N-NO3
kadar air dan kadar abu
18
Tabel 2 Jadwal penelitian
No.Kegiatan
Minggu ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Studi Literatur
2Sintesis Magnetit Sebagai
Pupuk Nitrogen
3Pencirian XRD dan SEM
EDXA
4 Aplikasi pupuk pada tanah
5Pengukuran pH, kadar air,
C-organik dan N-total
6 Analisis data
19
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association Official Agriculture Chemists. 2002. Official Methods of
Analysis of AOAC International. Maryland: AOAC International.
[ASASSSA] American Society of Agronomy and Soil Science of America. 1982.
Methods of Soil Analysis. Madison: CMP.
Clark W, Gellings, Kelly E, Parmenter. 2004. Energy Efficiency in Fertilizer
Production and Use , in Efficient Use and Conservation of Energy. Inggris:
Eolss Publishers.
Han X, Chen S, Hub X. 2009. Controlled-release fertilizer encapsulated by
starch/polyvinyl alcohol coating. Desalination. 240: 21-26.
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
Huber DL. 2005. Synthesis, Properties, and Applications of Iron Nanoparticles.
Weinheim:Willey.
Jang CS, Liu CW. 2005. Contamination potential of nitrogen compounds in the
heterogeneous aquifers of the Choushui River alluvial fan, Taiwan. J.
Cont. Hyd. 79: 135-155.
Jeong YK, et al. 2006. Nano Magnetite Particles Prepared Under the Combined
Addition of Urea and Ammonia. Trans Tech Publications. 317: 203–206.
Liang et al. 2006. Synthesis of nearly monodisperse iron oxide and oxyhydroxide
nanocrystals. Adv. Funct. Mater. Vol. 16: 1805–1813.
Maria C, DeRosa, Monreal C, Schnitzer M, Walsh R, Sultan Y. 2010.
Nanotechnology in fertilizers. Nat. Nanotech. 5: 91.
Mobarak NA. 2008. Effect of oxalic acid on the dissolution of magnetite coupled
with iron of various surface area. Int. J. Electrochem. Sci. 3: 666 – 675.
Samekto R. 2006. Pupuk Kompos. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.
Sheehya JE, et. al. 2005. Can smarter nitrogen fertilizers be designed? Matching
nitrogen supply to crop requirements at high yields using a simple model.
Field Crops Research, 94: 54–66.
Simamora S, Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: Agro
Media.
20
Setyoningsih, Saprudin D, Maddu A. 2010. Sintesis nanokristal magnetit
menggunakan urea sebagai penjerap Cr(VI). [Skripsi]. Bogor: Departemen
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Sujetoviene G. 2010. Nitrification potential of soils under pollution of a fertilizer
plant. Env. Resrch. Engineering and Management. 3: 13– 16.
Tong Z, Yuhai L, Shihuo Y. Zhongyi H. 2009. Superabsorbent hydrogels
as carriers for the controlledrelease of urea: experiments and a
mathematical model describing the release rate. Bio. Engineering. 2: 44–
50.
Zong SX, Xing ZC, Lan WX, Ji L. 2009. Study of nitrate leaching and nitrogen
fate under intensive vegetable production pattern in northern China. Bio.
332: 385–392.