18
Volume 3, No 1, Tahun 2021 p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609 http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma Copyright©2021 KERUGMA | 1 Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Integrasi Wawasan Dunia Kristen Dalam Blended Learning Asnita Basir Leman Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Jakarta Email: [email protected] Abstract: Learning is feeding the soul. When Jesus gave the great commission to make disciples of all nations, it was complemented by the words and “teach them tērein (to observe, keep, preserve) all that He commanded the disciples.” Difficulties and obstacles in Christian education often occured due to fail in understanding the essence, purpose, content, concepts and context of learning that create chaos in its application. Meanwhile, the rapid growth in the field of educational psychology has caused lessons content and the teaching methods to be strongly influenced by secularism with the philosophy of humanism and relativism. The technological developments were triggered by the unpredictable global Covid-19 pandemic situation in 2020, forcing educators to immediately reformulate learning patterns to be more conducive. This article aims to analyze the blended learning model for Christian education, bya integrating educational psychology theories with the Biblical truth based on concept of christian worldview. The findings and conclusions are expected to contribute to the preparation of Christian education programs, applications and learning modules. Keywords: christian education; christian worldview; cultural mandate; gospel mandate; covid-19 pandemic; blended learning; mete cognitive. Abstrak: Belajar ialah memberi makanan bagi jiwa. Ketika Yesus memberi amanat agung untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya, itu dilengkapi dengan kata dan “ajarlah mereka tērein (memperhatikan, menyimpan, melestarikan) semua yang telah diperintahkan-Nya kepada murid-murid.” Banyak kali kesulitan dan kendala dalam pendidikan kristen terjadi karena kegagalan dalam memahami esensi, tujuan, konten, konsep dan konteks pembelajaran menyebabkan kekacauan dalam penerapannya. Sementara itu pertumbuhan pesat di bidang psikologi pendidikan menyebabkan konten pelajaran dan metode pengajaran sangat dipengaruhi oleh sekularisme dengan filosofi humanisme dan relativisme. Perkembangan teknologi dipicu situasi pandemi covid-19 yang tak terduga secara global tahun 2020, memaksa kalangan pendidik segera melakukan formasi ulang pola pembelajaran yang lebih kondusif. Artikel ini bertujuan menganalisis model pembelajaran blended learning bagi pendidikan kristen, dengan mengintegrasikan teori-teori psikologi pendidikan dengan kebenaran Alkitab berdasarkan konsep wawasan dunia kristen. Temuan dan kesimpulan diharapkan dapat memberi kontribusi bagi penyusunan program, aplikasi dan modul- modul pembelajaran pendidikan kristen ke depan. Kata Kunci: pendidikan Kristen; wawasan dunia Kristen; mandat budaya; mandat penginjilan; pandemi covid-19;blended learning; meta koginitif.

Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Integrasi

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Volume 3, No 1, Tahun 2021

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609 http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright©2021 – KERUGMA | 1

Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen:

Integrasi Wawasan Dunia Kristen

Dalam Blended Learning

Asnita Basir Leman

Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Jakarta

Email: [email protected]

Abstract:

Learning is feeding the soul. When Jesus gave the great commission to make disciples of all

nations, it was complemented by the words and “teach them tērein (to observe, keep, preserve) all

that He commanded the disciples.” Difficulties and obstacles in Christian education often occured

due to fail in understanding the essence, purpose, content, concepts and context of learning that

create chaos in its application. Meanwhile, the rapid growth in the field of educational psychology

has caused lessons content and the teaching methods to be strongly influenced by secularism with

the philosophy of humanism and relativism. The technological developments were triggered by the

unpredictable global Covid-19 pandemic situation in 2020, forcing educators to immediately

reformulate learning patterns to be more conducive. This article aims to analyze the blended

learning model for Christian education, bya integrating educational psychology theories with the

Biblical truth based on concept of christian worldview. The findings and conclusions are expected

to contribute to the preparation of Christian education programs, applications and learning

modules.

Keywords: christian education; christian worldview; cultural mandate; gospel mandate; covid-19

pandemic; blended learning; mete cognitive.

Abstrak:

Belajar ialah memberi makanan bagi jiwa. Ketika Yesus memberi amanat agung untuk menjadikan

segala bangsa murid-Nya, itu dilengkapi dengan kata dan “ajarlah mereka tērein (memperhatikan,

menyimpan, melestarikan) semua yang telah diperintahkan-Nya kepada murid-murid.” Banyak

kali kesulitan dan kendala dalam pendidikan kristen terjadi karena kegagalan dalam memahami

esensi, tujuan, konten, konsep dan konteks pembelajaran menyebabkan kekacauan dalam

penerapannya. Sementara itu pertumbuhan pesat di bidang psikologi pendidikan menyebabkan

konten pelajaran dan metode pengajaran sangat dipengaruhi oleh sekularisme dengan filosofi

humanisme dan relativisme. Perkembangan teknologi dipicu situasi pandemi covid-19 yang tak

terduga secara global tahun 2020, memaksa kalangan pendidik segera melakukan formasi ulang

pola pembelajaran yang lebih kondusif. Artikel ini bertujuan menganalisis model pembelajaran

blended learning bagi pendidikan kristen, dengan mengintegrasikan teori-teori psikologi

pendidikan dengan kebenaran Alkitab berdasarkan konsep wawasan dunia kristen. Temuan dan

kesimpulan diharapkan dapat memberi kontribusi bagi penyusunan program, aplikasi dan modul-

modul pembelajaran pendidikan kristen ke depan.

Kata Kunci: pendidikan Kristen; wawasan dunia Kristen; mandat budaya; mandat penginjilan;

pandemi covid-19;blended learning; meta koginitif.

Astanta Basir Leman: Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Intergrasi Wawasan Dunia Kristen Dalam Blended Larning

Copyright© 2021 – KERUGMA |2

I. PENDAHULUAN

Tujuan dan Esensi Pembelajaran

Belajar adalah proses seumur hidup yang usianya setua peradaban manusia itu

sendiri. Tujuan belajar ialah adanya perubahan perilaku seseorang pada periode waktu

tertentu yang diperoleh dari pengalaman, praktek atau kegiatan yang disengaja. Hasil

dari belajar terwujud dengan bertambahnya pengetahuan, penguasaan perilaku baik

kognitif, afektif dan psikomotorik (KAP) yang mengacu pada perbaikan kepribadian

secara holistik.1 Pendidikan merupakan tindakan-tindakan belajar yang sistematis dan

terencana yang bertujuan untuk membangun proses pertumbuhan secara berkelanjutan.2

Pendidikan dilaksanakan oleh pendidik kepada peserta didik melalui strategi dan

pendekatan tertentu. Strategi dilakukan secara bertahap sesuai periode dan tingkat

pertumbuhan hingga mencapai perkembangan optimal sebagai seorang pribadi di

tengah-tengah masyarakat 3. Hal ini mencakup manusia sebagai pribadi dalam berbagai

dimensi kehidupan manusia yaitu dari aspek teologis, filosofis, etis, biologis, psikologis,

sosiologis, hukum, politik, ekonomi dan aspek sejarah.4 Dengan memahami esensi

manusia sebagai sebagai pribadi yang diciptakan dengan gambar dan rupa Allah, ia

memiliki kemandirian relatif dan pilihan atas kehendaknya sendiri, tapi di sisi lain

sebagai pribadi yang diciptakan, manusia memiliki relasi, bergantung dan bertanggung

jawab kepada Pencipta dan kehendak-Nya.5 Tujuan pendidikan tak terpisahkan dari

mandat budaya Allah kepada manusia untuk bertambah banyak, memenuhi dan

menaklukkan bumi, menguasai ikan-ikan, burung dan segala binatang merayap di bumi

(Kej 1:28), yaitu mandat penciptaan (creation mandate), mandat masyarakat (society

mandate) dan mandat kekuasaan (dominion mandate).6 Kendala yang sering terjadi

adalah kesulitan untuk mengintegrasikan, pertama. pendidikan yang dianggap sekuler

dengan kebenaran Firman Tuhan, dan kedua, bahkan pendidikan agama kristen dengan

realitas kehidupan peserta didik. Jika situasi ini berlangsung terus tanpa solusi, maka

bukan saja mandat penginjilan yaitu amanat agung akan terkendala, tetapi juga generasi

kristen akan terancam dengan pengaruh sekularisme dan liberalisme, karena firman

Tuhan hanya sekedar menjadi pengetahuan dan bukan aplikasi di realitas kehidupan.

1Oda Judithia Widianing, “Pengantar Psikologi Pendidikan” (Jakarta: STTII Jakarta, 2021). 2Whiterington H.C and M. Buchori, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Aksara Baru, 1978). 3Widianing, “Pengantar Psikologi Pendidikan.” 4Ibid. 5Ibid. 6Bryan Smith, “Biblical Integration: Pitfalls and Promise,” BJUPress (2012).

Volume 3, No 1, Tahun 2021

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609 http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright©2021 – KERUGMA | 3

Urgensi Pembelajaran Masa Kini

Dalam Introducing Christian Education: Foundations for the Twenty-first

Century dikatakan bahwa karakteristik abad ke-21 adalah berkembangnya tekonologi

komunikasi, pasar internasional yang pesat, ekonomi global, pasar bebas, dan relasi

yang multinasional. Sehingga menjadi tantangan bagi pendidikan kristen ialah

menghadapi serangan faham filosofis humanistik sekuler dan di sisi lain bagaimana

mendidik generasi kristen dengan kebenaran absolut dari Alkitab.7

Di sisi lain, dunia dilanda dengan berbagai pemahaman ilmiah luar biasa

mengenai pola kerja pikiran dan otak selama pembelajaran menyangkut proses

pengembangan kompetensi peserta didik. Revolusi studi tentang pikiran beberapa

dekade ini memiliki implikasi penting dalam pendidikan, teori pembelajaran baru

difokuskan pada pendekatan yang sangat berbeda untuk desain kurikulum, pengajaran

dan penilaian dibanding dengan pola-pola konvensional yang sering dijumpai selama

ini.

Penelitian psikologi kognitif telah meningkatkan berbagai pemahaman mengenai

kinerja kompetensi, bahwa prinsip pengorganisasian pengetahuan meningkatkan

kemampuan untuk penuntasan masalah (problem solving) di berbagai bidang studi.

Peneliti perkembangan menunjukkan bahwa anak kecil cukup mampu memahami

banyak hal dari prinsip dasar biologi dan kausal fisika, sehingga kurikulum pendidikan

dapat dikembangkan lebih inovatif. Penelitian di bidang pembelajaran dan transfer ilmu

telah mengungkapkan prinsip-prinsip penting dalam menyusun pengalaman belajar,

memungkinkan orang untuk menggunakan dan menata kembali apa yang telah

dipelajarinya dalam pengaturan baru. Studi kolaboratif antara psikolog, pendidik

kognitif dan perkembangan menghasilkan pengetahuan baru tentang pola-pola belajar

mengajar dengan berbagai pengaturan (settings) 8 Dan masih banyak studi lainnya,

namun satu hal penting adalah kemajuan teknologi informasi telah memberi berbagai

peluang baru untuk memandu dan meningkatkan pembelajaran.

7Michael J. Anthony, Introducing Christian Education: Foundations for the Twenty-First Century

(Grand Rapids: Baker Academic, 2001). 8National Research Council, How People Learn: Brain, Mind, Eperience and School: Expanded

Edition (2000), The National Academies Press, 2000th ed. (Washington, D.C: The National Academy

Press, 2000).

Astanta Basir Leman: Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Intergrasi Wawasan Dunia Kristen Dalam Blended Larning

Copyright© 2021 – KERUGMA |4

Pembelajaran elektronik (E-learning) sudah populer sejak 1980 an antara lain

bentuk modul-modul pelatihan, kelas virtual, materi belajar dari website, pembelajaran

terpadu.9 Dengan perkembangan teknologi informasi komunikasi (TIK) makin sangat

pesat dalam kemampuan merekam, menyimpan dan memroses data dan informasi,

sehingga penggunaan TIK sangat prospek pada proses pembelajaran; mencakup

pembuatan dan pengiriman konten dari komunikasi multijalur, kolaborasi, kerjasama,

eksperimen, informasi real time/kapan saja/dimana saja.10

Situasi pandemi covid-19 sejak awal 2020 juga secara global telah membuat dunia

pendidikan harus menyusun kembali cara pembelajaran dari pola tatap muka ke

penggunaan media elektronik. Keragaman kondisi di Indonesia dan ketidaksiapan

semua pihak dengan bencana yang mendadak ini menimbulkan berbagai kesulitan di

dunia pendidikan Indonesia, terlebih di tingkat dasar menengah.

Data survei pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berbasis pengaduan

Komisi Pengaduan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2020 yang dilakukan pada 246

pengadu KPAI sebagai responden utama dan 1700 siswa responden pembanding (SD

1,9%, SMP 33,6%, SMA 64,5%), meliputi 20 propinsi di 54 kabupaten/kota

menunjukkan:

1) Menggunakan hanya handphone (95,40%) selebihnya ada yang juga

menggunakan laptop (23,90%) dan komputer pc (2,40%).

2) Tidak pernah menggunakan platform gratis “rumah belajar” (76,60%), pernah

(23,40%).

3) Tidak ada interaksi dengan guru (79,90%), ada interaksi (20,10).

4) Bentuk interaksi chatting (87,20%), zoom meeting (20,20%), video call (7,60%).

5) Mengerjakan tugas dari guru merasa berat (73,20%), tidak merasa berat (26,80%)

6) Bentuk tugas yang tidak disukai; menjawab banyak soal (44,50%, menuliskan

soal 25,60%), merangkum isi Bab (39,40%) dan membuat video (55,50%)

7) Cara mengajar guru; diskusi (11,30%), pemberian materi (43,00%), Tanya jawab

(17,90%), hanya mengerjakan tugas (81,80%)

8) Tidak senang PJJ (76,70%), senang PJJ (23,30%).

Beberapa usulan dari siswa yaitu; agar guru mengurangi tugas-tugas dan

9William Horton, E-Learning by Design, TechTrends, vol. 48 (San Fransisco: Pfeiffer, 2006). 10Tassos Anastasios Mikropoulos, ed., Research on E-Learning and ICT in Education:

Technological, Pedagogical and Instructional Perspectives, Research on E-Learning and ICT in

Education (Ioannina, Greece: Springer International Publisher, 2018).

Volume 3, No 1, Tahun 2021

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609 http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright©2021 – KERUGMA | 5

sebaiknya dikoordinasikan mungkin ada pelajaran yang tugasnya bisa terpadu, agar

guru tidak hanya memberi tugas saja tetapi ada penjelasan materi secara daring, guru

memberi materi yang bisa dipelajari secara mandiri, dan himbauan ke pemerintah agar

internet digratiskan karena pembelajaran daring butuh kuota besar.11

Salah satu survei tentang problematika guru pendidikan agama Kristen di Ambon

dengan PJJ pada masa pandemi covid-19 menyimpulkan beberapa kendala; diantaranya

kondisi ekonomi siswa (tidak mampu menyediakan sarana elektronik yang memadai

seperti laptop), kurangnya pemahaman penggunaan teknologi, masalah jaringan, kurang

perhatian orang tua terhadap pembelajaran anak, mentalitas murid cenderung menjadi

malas dan tidak jujur dalam mengerjakan tugas-tugas mereka.12 Berbagai kondisi ini

menunjukkan urgensi untuk memikirkan kembali pola pembelajaran yang lebih efektif

dan kondusif terhadap para peserta didik ke depannya.

Kemenristekdikti pada tahun 2018 telah meluncurkan sebuah proyek percontohan

yang disebut SPADA-Indonesia (Sistem Pembelajaran Daring Indonesia) yang

bertujuan meningkatkan akses mahasiswa ke pendidikan berkualitas tinggi lewat

penerapan pembelajaran terpadu/blended lerning. Dosen-dosen dari universitas tertentu

di Indonesia didorong menawarkan modul perkuliahan terpadu. Modul kuliah ini dapat

diambil oleh mahasiswa dari universitas lain sebagai kredit transfer melalui program

pembelajaran terpadu (blended learning).13

Model blended learning yang dikembangkan dari konteks SPDA-Indonesia ini

dapat menjadi opsi untuk disesuaikan dan diaplikasikan pada pembelajaran di tingkat

dasar menengah ketika pandemi covid-19 memaksa para siswa melakukan school from

home dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

11 Bank Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia, “Survei Pelaksanaan Pembelajaran Jarak

Jauh (PJJ) dan Sistem Penilaian Jarak Jauh Berbasis Pengaduan KPAI.” Jakarta, 2020.

https://bankdata.kpai.go.id/files/2021/02/Paparan-Survei-PJJ-KPAI-29042020_Final-update.pdf 12Prilly Manuputty and Novia Lakoruhut, “Problematika Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam

Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19 Problematics Of Teachers Of Christian Religion Education

In Learning In The Pandemic Time Covid-19,” Jurnal Pendidikan 1, no. 2 (2020): 54–61. 13Uwes Anis Chaeruman, Basuki Wibawa, and Zulfiati Syahrial, “Determining the Appropriate

Blend of Blended Learning: A Formative Research in the Context of Spada-Indonesia,” American

Journal of Educational Research 6, no. 3 (2018): 188–195.

Astanta Basir Leman: Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Intergrasi Wawasan Dunia Kristen Dalam Blended Larning

Copyright© 2021 – KERUGMA |6

Konteks Studi Dan Tujuan Analisis

Studi ini mencoba menganalisis proses desain model pembelajaran blended

learning bagi pendidikan kristen khususnya di tingkat dasar dan menengah. Beberapa

adaptasi dilakukan terhadap penelitian sebelumnya, khususnya konsep SPADA-

Indonesia yang dilakukan oleh Kemenristekdikti. Menerapkan teori-teori psikologi

pendidikan dengan penekanan pada dasar-dasar kebenaran Firman Tuhan dan

pandangan dunia kristen serta mencoba menyajikan bentuk-bentuk opsi aktifitas

blended learning terkait kendala-kendala yang ditemui di Indonesia. Diharapkan hasil

studi dapat menjadi model sebagai pedoman guru dalam menentukan dan menyusun

strategi blended learning khususnya bagi pendidikan kristen baik di sekolah, di sekolah

Minggu maupun edukasi kristiani di gereja-gereja di Indonesia. Temuan dan

kesimpulan dapat digunakan lebih lanjut untuk mengembangkan desain program belajar

pendidikan dengan menerbitkan aplikasi atau modul-modul yang lebih komprehensif

II. METODE PENELITIAN DAN KERANGKA KONSEPTUAL

Studi ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggabungkan beberapa

metode analisis sesuai jenis data atau informasi yang akan diteliti. Analisis konten

literatur dilakukan terhadap teori-teori pendidikan dan psikologis termasuk juga

literatur mengenai integrasi wawasan dunia kristen. Analisis komparatif dilakukan

terhadap studi dan penelitian serupa yang sudah dilakukan dari sumber jurnal

pendidikan, sosial dan humaniora. Prinsip dasar Alkitab mengenai pendidikan akan

disajikan secara ringkas dari hasil eksegesis praktis dengan analisis literal kontekstual

dan teologikal kanonik.

Untuk merangkum hasil studi analisis dari berbagai sumber tersebut dan

bagaimana integrasi Alkitab di dalamnya dilakukan secara deskripsi dan sintesis dengan

menggunakan metode tinjauan matriks (matrix review method)14 untuk menyusun

formasi model pembelajaran. Studi dilengkapi dengan pembahasan mengenai pola

pembelajaran secara terpadu yaitu blended learning.

III. PEMBAHASAN DAN ANALISIS LITERATUR

Pentingnya Integrasi Alkitab Dalam Konsep Pendidikan Kristen

Para pendidik kristen sepakat bahwa Alkitab harus memegang peranan yang

14Erni Murniarti et al., “Writing Matrix and Assessing Literature Review: A Methodological

Element of a Scientific Project,” Journal of Asian Development 4, no. 2 (2018): 133.

Volume 3, No 1, Tahun 2021

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609 http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright©2021 – KERUGMA | 7

penting di dalam pendidikan kristen. Dalam hal ini pendidikan kristen bukan berarti

pendidikan agama kristen saja, namun secara luas mencakup mandat budaya Allah saat

penciptaan manusia (Kej 1:28) dan mandat penginjilan dari Kristus dengan perintah

untuk mengajar dan menjadikan segala bangsa murid-Nya (Mat 28:19-20). Tetapi

banyak pendidik dan sekolah-sekolah kristen mengalami kesulitan untuk menunjukkan

kepada siswa bagaimana Alkitab relevan dalam pembelajaran dan kehidupan mereka.

Disamping itu berbagai penemuan di bidang psikologi pendidikan yang berkembang

sangat pesat juga memberi pengaruh sekularisme yang kuat, sehingga kebenaran

Alkitab semakin terpinggirkan.

Dua hal yang menjadi fokus perhatian dalam pendidikan kristen, yaitu bagaimana

pendidikan umumdilaksanakan secara kristiani di sekolah-sekolah kristen, dan

bagaimana pendidikan agama kristendiajarkan di sekolah-sekolah kristen maupun non

kristen. Untuk mengatasi masalah ini, Bryan Smith mengatakan perlunya integrasi

Alkitab dalam dunia pendidikan dengan membangun konsep wawasan dunia kristen,

dan menolak adanya pemisahan antara kehidupan rohani dengan kehidupan sekuler.15

Pemisahan ini tidak sekedar membuat kebenaran Firman Tuhan menjadi tidak nyata

dalam kehidupan siswa sehari-hari, tetapi justru dampak pemahaman sekuler yang

mendasari penyusunan program studi umum lain yang akan mempengaruhi

pembelajaran dan pola pikir mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Caglar mengenai mengapa intelektualitas dapat

melemahkan atau membangun iman, menunjukkan hubungan yang erat antara

pemahaman dan ketidakpercayaan terkait dengan proses metakognisi seseorang dalam

periode usia perkembangan16 Studi dilakukan terhadap dua paradigma manusia yaitu,

percaya (belief) dan tidak percaya (unbelief), yang diidentifikasi dari dua pola kognitif

yang berbeda yaitu memahami (knowing/undoubted) dan meragukan (doubt). Studi ini

dilakukan oleh seorang peneliti non-religius, dimana untuk pemahaman dogma religius

ia mengakui bahwa ada semacam kuasa supranatural yang disebut sebagai insight yang

meneguhkan keyakinan seseorang atas pengetahuan religius yang diterimanya. Dalam

15Smith, “Biblical Integration: Pitfalls and Promise.” 16Mustafa Emre Çağlar, “Why Does Intellectuality Weaken Faith and Sometimes Foster It?,”

Humanities and Social Sciences Communications 7, no. 1 (2020): 1–17.

Astanta Basir Leman: Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Intergrasi Wawasan Dunia Kristen Dalam Blended Larning

Copyright© 2021 – KERUGMA |8

tabel berikut akan ditunjukkan bahwa peranan pembelajaran dan supervisi insight akan

menolong siswa memetakan kembali secara metakognisi pemahaman pengetahuan

dogma (Firman Tuhan) yang telah diperolehnya jika ia menemukan hal-hal yang tidak

sinkron dalam proses pembelajaran. Amsal 9:10 permulaan hikmat adalah takut akan

Tuhan, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian. Inilah fondasi kristen bahwa

iman dan pengetahuan bukan hal terpisah, tetapi satu sesuai Alkitab.

Tabel berikut menunjukkan bagaimana proses pembelajaran mempengaruhi

dogma atau aksioma.17

Paradigma PEMETAAN DOGMATIK

Memiliki Konsistensi Lemah Bagi Yang Skeptis Pengaturan

Informasi

Pernyataan iman Dogma bagi pemercaya,

Aksioma bagi atheis

PROSES PEMBELAJARAN &

PERKEMBANGAN

Percaya

Knower

Tuhan

ada

insight a) Menerima dogma, timbul

pemahaman dan percaya

b) Hal utama secara rohani tak

dapat diganggu gugat

c) Ketidaksesuaian pengetahuan

akan dipertimbangkan lagi oleh

informasi baru di bawah

supervise insight

Diteguhkan

oleh dogma

Skeptis

Tuhan

ada

budaya

a) Menerima dogma dari tradisi saja

b) Tidak ada upaya melanggar atau

mempertimbangkan bagian

manapun. Tidak ada masalah bila

ada hal yang meragukan atau

tergantikan dengan pemahaman

baru

Sebagian besar

yakin aksioma,

daripada dogma

Tidak

percaya

Atheis akulah tuhan a) Lazimnya dari awal demikian

b) Jika dibutuhkan semua bagian

pengetahuan dapat ditinggalkan

atau dipertimbangkan kembali

oleh kumpulan informasi baru

Diyakinkan

oleh aksioma

Sedangkan pemercaya yang skeptis, jika tidak dibantu oleh insight dan supervisi

dalam pembelajaran khususnya dalam hal dogma (Firman Tuhan), maka dengan

sendirinya akan bersikap tidak peduli terhadap semua pemahaman pengetahuan baru

yang diterimanya, dan pada akhirnya sebagian besar akan diyakinkan aksioma atheisme.

Hal ini menjawab pertanyaan mengapa negara-negara mayoritas kristen saat ini,

sebagian besar generasi muda mereka telah menjadi atheis atau dilanda pengaruh

17 Ibid. (Diadaptasi dari Tabel hasil penelititan yang dilakukan oleh Caglar)

Volume 3, No 1, Tahun 2021

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609 http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright©2021 – KERUGMA | 9

sekularisme humanisme.18 Pada usia muda, seorang anak di bawah 10 tahun memiliki

waktu yang terbaik menerima Firman Tuhan seiring dengan perkembangan kognitifnya.

Dengan memahami konsep pembelajaran metakognitif atau pengalaman belajar secara

menyeluruh, maka penting sekali untuk mengintegrasikan kebenaran Firman Tuhan

dalam proses pembelajaran. Pemisahan antara pengetahuan rohani dan pengetahuan

umum, akan membuat paradigma berpikir siswa juga akan mengalami gap dan kesulitan

dalam menyusun pemahaman dari proses metakognisi. Akibatnya adalah, menjadi

rohani namun tanpa pengertian atau tidak cerdas, ataukah menjadi cerdas namun tidak

rohani atau malah dapat undur dari iman karena pengetahuan umum sekuler yang

diterima dari pembelajaran tidak diintegrasikan dengan kebenaran Firman Tuhan dan

insight yaitu Roh Kudus.

Wawasan dunia kristen yang disajikan oleh BJU Press secara ringkas membagi

tiga konteks dimensi manusia menurut Alkitab yaitu penciptaan, kejatuhan dan

penebusan, dan semua konsep pembelajaran mengacu kepada tiga kondisi tersebut.

Kebenaran Alkitab diintegrasikan dalam empat level integrasi, yaitu : Level 0 Tidak ada

hubungan yang jelas antara Alkitab dan hal-hal akademis;

Level 1 mereferensikan pengajaran Alkitab yang mirip dengan mata pelajaran;

yang pertama adalah analogi biblikal, misal lingkaran – mengingatkan siswa tentang

kasih Allah yang tak berkesudahan, dan kedua, mengenai pandangan dunia kristen

dalam pelajaran sejarah, geografi, atau menceritakan contoh-contoh dalam Alkitab.

Level 2 meresponi Alkitab, di level ini guru menunjukkan bagaimana Alkitab

menuntunnya dalam situasi sehari-hari. Dan Level 3 Merombak paradigma berpikir

siswa yang keliru dan menyusun kembali dengan paradigma yang benar menurut

Alkitab.19 Hal ini mewajibkan para pendidik kristen agar mampu memahami Alkitab

serta mengajarkan nilai-nilai kebenarannya secara baik dan benar, karena Alkitab bukan

hanya sejumlah ayat yang dihafalkan dan diyakini secara mitis, melainkan secara logis

dengan kebenaran yang dapat diaplikasikan.

18Sherwood H (2018) Christianity as default is gone: the rise of a non-Christian Europe. The

Guardian, 21 March. 19Smith, “Biblical Integration: Pitfalls and Promise.”

Astanta Basir Leman: Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Intergrasi Wawasan Dunia Kristen Dalam Blended Larning

Copyright© 2021 – KERUGMA |10

Kitab Amsal 22:6 (ITB) mengatakan didiklah orang muda menurut jalan yang

patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan

itu. Kata “didik” menggunakan kata Ibrani ḥă-nōḵ yang berarti “melatih, mendidik,

mendedikasikan”, kamus BDB (Brown- Driver- Briggs) membandingkan dengan kata

bahasa Arab yang berarti mengoles langit-langit anak dengan kurma yang dikunyah,

atau bidan mengoles langit-langit bayi dengan minyak (zaitun) sebelum mulai

menyusui. Lane dalam BDB, “menjadikan berpengalaman dan taat seperti seseorang

menaruh tali kekang pada mulut kuda”. Ini menunjukkan berbagai perlakuan dalam

proses pendidikan di usia dini mengacu pada konsep stick and carrot atau punishment

and reward berdasarkan sistem limbik, sebelum pemahaman secara kognitif

berkembang. Bandingkan dengan Galatia 4:1-5 rasul Paulus menjelaskan tentang

pertumbuhan rohani dengan analogi pertumbuhan dan pelatihan seorang anak. Kalimat

kunci berikut adalah “menurut jalan yang patut” (in the way he should go, Eng).

Perjalanan jarah jauh di padang gurun dengan keledai atau unta pada jaman kuno

merupakan upaya yang berani karena kehilangan arah bisa berakibat fatal dan

membawa kematian.20Dimana orang-orang kuno jaman dahulu memetakan jalan dengan

membuat ritual ibadah (bandingkan; Ul 27:6 mezbah batu bagi Allah) dan membuat

jalur jalan fungsional seperti jalur irigasi atau titik-titik oase. Mereka harus mampu

memahami jalur-jalur jalan lewat pemetaan secara kognitif dan menggunakan arah

matahari dan tanda-tanda bintang di langit. Kata “jalan yang patut” dalam bahasa Ibrani

adalah pîḏar-kōw dari akar kata “jalan”derek̲ berarti “jalan”, jalur jalan, perjalanan,

perilaku, tindakan.21 Mengacu pada konsep wawasan dunia kristen, maka Amsal 22:6

dapat ditinjau dari dua sisi, pertama, dari konteks “kejatuhan manusia” bahwa segala

kecenderungan manusia itu jahat semata-mata, dan Kedua, dari konteks “Penebusan”

maka pemulihan manusia ditujukan ke arah rupa dan gambar Allah.

Sehingga pendidikan kristen berarti pembelajaran dimana secara psikologi,

peserta didik dibimbing sesuai tingkat perkembangan usia dan esensi keunikan karakter

pribadi masing-masing, dan secara Alkitabiah eksistensi mereka di didik untuk

bertumbuh ke dalam pengetahuan kebenaran Allah.

20Heiko Riemer, Desert Road, 2013. 21Brown, Francis, 1849-1916. (1996). The Brown, Driver, Briggs Hebrew and English lexicon :

with an appendix containing the Biblical Aramaic : coded with the numbering system from Strong's

Exhaustive concordance of the Bible. Peabody, Mass.: Hendrickson Publishers,

Volume 3, No 1, Tahun 2021

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609 http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright©2021 – KERUGMA | 11

Blended Learning

Blended learning berasal dari istilah yang selama ini dikenal sebagai e-learning.

Sedangkan e-learning ialah istilah umum yang dikenal sejak tahun 2002 dan digunakan

untuk mengakomodasi semua pola pembelajaran yang terkait dengan penggunaan

perangkat elektronik. E-learning sering dianggap sebagai bagian yang dipadukan

dengan pembelajaran lain misalnya pendekatan tradisional, dan disebut pembelajaran

terpadu (blended learning). Istilah pembelajaran terpadu sangat luas dan merupakan

seni mengintegrasikan sumber materi dan aktifitas dari lingkup konteks lingkungan

belajar dimana peserta didik berinteraksi dan membangun dirinya.22Bentuk apapun

untuk menyampaikan materi pelatihan, pendidikan atau pembelajaran yang

menggunakan perangkat elektronik seperti pembelajaran virtual (virtual learning),

pembelajaran daring (online learning), kelas virtual (virtual class), instruksi berbasis

web (web-based instruction) atau pembelajaran seluler (mobile learning) dan lain-lain

disebut e-learning. Singkatnya e-learning adalah pembelajaran berbasis teknologi

elektronik.23Naidu, mendefinisikan e-learning proses pendidikan yang memanfaatkan

TIK untuk menjembatani kegiatan belajar mengajar sesuai setting pembelajaran sinkron

dan asinkron.24

Chaeruman, dkk menyusun konsep model quadrant of blended learning setting

gambar Tabel 1.

Gambar 1. Quadrant of Blended Learning Setting 25

22Allison Littlejohn and Chris Pegler, Preparing for Blended E-Learning, Preparing for Blended

E-Learning (Oxford, England: Routledge, 2007). 23Anis Chaeruman, Wibawa, and Syahrial, “Determining the Appropriate Blend of Blended

Learning: A Formative Research in the Context of Spada-Indonesia.” 24Som Naidu, E-Learning A Guidebook of Principles, Procedures and Practices, E-Learning

(Melbourne: CEMCA, 2006). 25Anis Chaeruman, Wibawa, and Syahrial, “Determining the Appropriate Blend of Blended

Learning: A Formative Research in the Context of Spada-Indonesia.”

Astanta Basir Leman: Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Intergrasi Wawasan Dunia Kristen Dalam Blended Larning

Copyright© 2021 – KERUGMA |12

Live Synchronous Learning (LSL) ialah pembelajaran tatap muka; pelajaran di

kelas, diskusi kelompok, studi lapangan dan lain-lain.

Virtual Synchronous Learning (VSL) ialah pembelajaran dari pendidik kepada

para peserta didik pada waktu yang bersamaan di tempat yang berbeda. Setting

pembelajaran menggunakan sarana belajar jarak jauh seperti, video conference, zoom

meeting, moodle class,aplikasi mobile atau sarana TIK dan lainnya.

Collaborative Asynchronous Learning (CAL) ialah proses pembelajaran di

setiap tempat dan waktu oleh para peserta didik secara bersama-sama dengan sumber

materi belajar.

Self-directed Asynchronous Learning (SAL) merupakan pembelajaran mandiri

dari peserta didik dan sumber materi belajar di setiap waktu dan tempat yang ditentukan

sendiri oleh peserta didik. SAL dapat difasilitasi berbagai macam obyek pembelajaran

berkualitas tinggi dengan media yang sesuai seperti pesan teks, audio, visual, audio

visul, animasi atau simulasi.

Mengacu pada konsep kuadran pengaturan blended learning (Quadrant of

Blended Learning Setting) para pendidik dapat menyusun dan menggabungkan bentuk-

bentuk pembelajaran untuk mendapatkan potensi terbaik dari suatu program

pembelajaran. Melalui prinsip analisis matriks, Chaeruman, dkk menyusun model

konseptual pembelajaran terpadu yang telah diintegrasikan dengan prinsip-prinsip

psikologi pendidikan dari Taksonomi Bloom yang telah direvisi26 dan bentuk

pembelajaran27 serta referensi dari sistem belajar aktif dari Anderson.28

Gambar 2. Model of Criteria for Determining Appropriate Blended Learning Strategy 29

26H.M Anderson (2010) (Queen’s University)

https://www.queensu.ca/teachingandlearning/modules/home.html 27Sharon E Smaldino et al., Instructional Media and Technologies for Learning (7th Edition) (New

Jersey: Pearson Education, Inc., 2002). 28Queen’s University T & L, “Focus on Active Learning” (2013): 8. 29Anis Chaeruman, Wibawa, and Syahrial 2018. p 192.

Volume 3, No 1, Tahun 2021

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609 http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright©2021 – KERUGMA | 13

Model tersebut menunjukkan beberapa pertimbangan dalam menentukan

pengaturan pembelajaran terpadu (blended learning) yaitu :

Apakah tujuannya perlu pengalaman nyata dan langsung untuk mencapai hasil

belajar? Jika ya, maka hal ini akan dicapai lewat aktifitas tatap muka (live synchronous

learning - LSL).

Jika jawabannya tidak, maka pertanyaan selanjutnya ialah apakah perlu

partisipasi aktif dan situasi role play? Jika ya, maka akan dicapai dari kegiatan

pembelajaran virtual langsung (virtual synchronous learning – VSL)

Jika jawaban untuk pertanyaan pertama ialah tidak, maka tujuan pembelajaran

akan dicapai dengan kegiatan pembelajaran asinkron, baik secara mandiri (self-directed

asynchronous learning – SAL) ataupun sinkron kelompok (collaborative asynchronous

learning – CAL).

Proses menentukan model pembelajaran sesuai sasaran yang diharapkan dapat

dilihat pada tabel ini.

Sasaran

Pembelajaran

(Anderson

&Krathwol

Bentuk Pembelajaran

(Smaldion et.al)

Pengalaman

Belajar (Dale)

Strategi Pembelajaran

Terpadu

Sinkron Asinkron

(CAL/SAL) LSL VSL

Mengingat

Memahami

Membaca Abstrak

- - √

Mendengar - - √

Menganalisis Melihat Simbolik - - √

Mengaplikasikan

Mengevaluasi

Menciptakan

Partisipasi aktif Aktivasi - √ -

Mencontoh dan

mengaplikasikan Konkrit / nyata

√ √ -

Praktek langsung, pengalaman

nyata

√ - -

Tabel 1. Opsi Strategi Pembelajaran Terpadu 30

Tabel berikut menunjukkan contoh bentuk-bentuk aktivitas dalam pembelajaran

terpadu.

Pengaturan Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran Sinkron Pembelajaran Asinkron

Tatap muka langsung

(LSL)

Virtual langsung

(VSL)

Virtual asinkron mandiri

(SAL)

Virtual asinkron

kelompok (CAL)

30Anis Chaeruman, Wibawa, and Syahrial 2018. p 193.

Astanta Basir Leman: Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Intergrasi Wawasan Dunia Kristen Dalam Blended Larning

Copyright© 2021 – KERUGMA |14

Ragam Aktivitas Pembelajaran

Pelajaran di kelas

Diskusi

Praktek

Workshop

Seminar

Praktek laboratorium

Karya wisata, dll.

Kelas virtual

Audio Conference

Video Conference

Web based

Conference

(Webinar) dll.

Membaca

Menonton (video, film)

Mendengar (radio, audio)

Belajar daring

Simulasi

Latihan dan praktek

Ujian, Tes /Kuis

Jurnal/publikasi (wiki, blog)

dll.

Partisipasi forum

diskusi

Tugas-tugas daring

(individu atau group)

Penelitian kelompok,

dll.

Tabel 2. Bentuk Aktivitas dalam Pembelajaran Terpadu31

IV. APLIKASI MODEL PEDIDIKAN KRISTEN DALAM BLENDED LEARNING

Pembelajaran dalam konteks pendidikan kristen adalah proses pemuridan

dengan Alkitab sebagai dasar kebenaran. Perjalanan kekristenan seseorang dapat

diawali sejak lahir, dan menerima pelajaran Firman Tuhan usia dini sebagai pra-

penginjilan, lalu kelahiran baru dan iman dalam Kristus kemudian proses pemuridan

seumur hidup dan bertumbuh hingga menjadi dewasa dalam Kristus.32 Kebenaran

bersifat absolut dan universal bersumber dari Allah dimana Allah sendiri Kebenaran itu

(Maz 119:60; Yes 45:23; II Sam 7:28; Yoh 14:6 dan 17:17). Kebenaran diterapkan

dalam diri pribadi secara personal terkait dengan perilaku, etika, moral, relasi,

keadilan.33 Lima tahap belajar Alkitab seorang murid menurut Lawrence O.Richard

yang mengacu pada kemampuan psikologis mereka adalah; Rote, Recognition,

Restatement, Relation, Realization. Tabel berikut menunjukkan penerapan opsi tahap

murid belajar Alkitab dalam pembelajaran terpadu (blended learning).

Tahap Murid

Belajar Alkitab

(Lawrence O.Richard) 34

Bentuk Pembelajaran

(Smaldion et.al)

Pengalaman

Belajar

(Dale)

Strategi Pembelajaran

Terpadu

Sinkron Asinkron

(CAL/SAL) LSL VSL

Mengingat/mengulang Membaca, mendengar Abstrak

- - √

Mengenali Melihat, menonton - - √

Mengekspresikan konsep Partipasi Simbolik - √ -

Menghubungkan/merespon Partisipasi aktif Aktivasi - √ -

31Ibid. 32Lois E. LeBar, “Education that is Christian.” TerjemahanBahasa Indonesia (Malang: Gandum

Mas, 2006) p 205. 33Oda Judithia Widianing, “Belajar&Pembelajaran” Materikuliah S2 STTII Jakarta. 2021. 34Ibid.

Volume 3, No 1, Tahun 2021

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609 http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright©2021 – KERUGMA | 15

Menyadari/menerapkan Mempraktekkan/mengaplikasikan Konkrit / √ √ *) -

Tabel 3. Opsi Strategi Pembelajaran Terpadu Pendidikan Kristen

*) Dapat dilakukan dengan melibatkan peran orang tua dalam keluarga.

Sementara itu childrenministry.com menyajikan enam model pendidikan kristen,

yaitu Model Pendidikan Kristen dan kemungkinan pelaksanaan secara Pembelajaran

Terpadu.

Model Aktivitas Spesifikasi Kegiatan Guru/Tutor LSL VSL CAL SAL

Kelas mandiri Kelas belajar sesuai tingkat usia Guru tetap - √ √ √

Group besar dan

kecil

Group besar paralel ibadah &

Firman, group kecil pemuridan

dan sharing

Guru,

fasilitator

- √ √ -

Gereja Anak Serupa ibadah dewasa, tapi

khusus anak

Pastor,

pelayan

- √ - -

Sekolah Minggu

Rotasi

Topik sama, aktifitas/ruang

tematik dan berbeda tiap minggu

per program topik

Guru,

fasilitator

- √ √ -

Learning Centers Variatif, bisa offline maupun

online

Tutor √ √ √ √

Mezbah Keluarga *) Kesatuan keluarga dan peran

orang tua

Orang tua √ √ - -

Tabel 4. Model Pendidikan Kristen dan kemungkinan pelaksanaan secara

Pembelajaran Terpadu

*) Dilakukan bersama orang tua / keluarga.

Sesungguhnya Alkitab merupakan sumber hikmat yang tidak terselami dan tak

pernah habis jika kebenarannya digali dan direnungkan. Yesus Sang Guru Agung sudah

memberi berbagai teladan dalam hal pengajaran kepada murid-murid-Nya. Teori

Experiential Learning yang dikemukakan oleh David Kolb dengan siklus

pembelajarannya (Kolb’s Learning Cycle) sudah dilakukan oleh Yesus dalam

pengajaran kepada murid-murid-Nya.35 Yesus mengajar serta memperlihatkan

pengamatan langsung kepada murid-murid-Nya (reflective observation), lalu bertanya

kembali bukan karena Ia tidak tahu tetapi untuk membuat para murid berpikir dan

memahami makna (konsep) pengajaran Yesus (abstract conceptualization). Dalam

35HeeKap Lee, “Jesus Teaching Through Discovery”. International Community of Teacher

Educators Journal. 2006 Vol. 1, No. 2 Article 5.

Astanta Basir Leman: Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Intergrasi Wawasan Dunia Kristen Dalam Blended Larning

Copyright© 2021 – KERUGMA |16

perjalanan pelayanan, Ia menunjukkan dan mengajak para murid untuk mempraktekkan

secara langsung (active experimentation), merasakan dan mengalami bersama apa yang

Yesus rasakan (experience). Yesus mengajarkan kebenaran dengan berbagai

perumpamaan dan analogi kepada murid-murid, dan terbukti analogi dan perumpamaan

sangat efektif untuk tetap diingat dan dokumentasi kebenaran selama berabad-abad.36

Rasul Paulus telah menerapkan prinsip pembelajaran jarak jauh (PJJ) melalui surat-surat

apostolik yang dikirim untuk mengajar, mendidik dan menegur jemaat Tuhan di

berbagai kota. Jika kita menyimak bagaimana Yesus telah mempersiapkan murid-

murid-Nya ketika Ia memberikan Amanat Agung kepada mereka, tahap-tahap itu

dijelaskan secara ilmiah dalam teori Self Regulated Learning oleh B. J. Zimmerman dan

Martinez Pons (dalam Mulyani, 2016) diantaranya tahap-tahap evaluasi diri (self

evaluation) murid-murid berduka ketika Yesus disalibkan, mengatur dan mengubah

(organizing and transforming concept) dari pelayanan Kristus kepada murid-murid,

menetapkan tujuan dan perencanaan (goal setting and planning) – perintah Yesus,

mencari informasi, meyimpan data dan seterusnya. Sehingga mandat penginjilan tetap

terselenggara hingga saat ini karena secara sempurna Yesus telah melakukannya. Dan

secara khusus dalam konteks pembelajaran, pengajaran Yesus dengan menggunakan

perumpamaan dan analogi itu merupakan proses transfer konsep secara metakognisi

dengan melibatkan aspek kognitif juga aspek afeksi dan konasi.37 Dan masih banyak

lagi hal-hal luar biasa mengenai pendidikan, psikologi dan pembelajaran kristen

Perkembangan teknologi tidak hanya mendukung para pendidik dan pengajar

untuk lebih efektif dalam pendidikan kristen, tetapi juga memberi peluang besar bagi

para curriculum designer, program designer, ITprogrammer, content creator, script

writer, graphic designer, e-learning tutors untuk bekerja profesional sekaligus berkarya

bagi pemenuhan mandat penciptaan dan penginjilan. Melalui model pembelajaran

Blended learning ini para pengajar Kristiani mampu menjawab mandat Tuhan Yesus

secara maksimal dan sekaligus menjadi jawaban bagi banyak orang di tengan kesulitan,

seperti pandemi covid-19 sekarang ini.

36 Philip Chia, “Analysis of the Effectiveness of Jesus Parable: A cognitive Psychology

Approach.” Journal of Research on Christian Education, v29 n3 p272-284 2020. 37Kevin Zook Ph.D., “Teaching and Learning by Analogy: Psychological Perspectives on the

Parables of Jesus,” Inte rnational Christian Community of Teacher Educators Journal 6, no. 1 (2010).

Volume 3, No 1, Tahun 2021

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609 http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright©2021 – KERUGMA | 17

V. KESIMPULAN

Kendala selalu dapat diatasi bersama-sama dengan hati dan pikiran yang lapang.

Kesulitan mendorong kita untuk menemukan solusi dan jalan keluarnya, serta tidak ada

yang terlalu sulit untuk dilakukan bersama dengan Kristus. Perkembangan tekonologi

informasi dan komunikasi ditambah dengan pandemi covid-19 menjadi pemicu bagi

dunia pendidikan kristen untuk segera melakukan pembenahan dan penyusunan kembali

model dan program pendidikan kristen secara terpadu. Saatnya gereja-gereja di

Indonesia memberi perhatian dan dukungan bagi perkembangan pendidikan kristen

bukan hanya dalam hal penggalian konten materi pelajaran Alkitab dengan wawasan

dunia kristen. Guru-guru kristen perlu diberi pelatihan dan pemahaman Alkitab yang

baik agar mampu mentransfer pengajaran Alkitab kepada peserta didik dengan baik dan

benar. Gereja dapat mendukung program pemerintah dengan memberi perhatian lebih

besar kepada pelayanan anak-anak sekolah Minggu baik melalui media sinkron maupun

program asinkron.

Dengan memahami kebenaran Firman Tuhan dan menerapkan pendidikan

berwawasan dunia kristen, peserta didik mampu menerima pengajaran secara

terintegrasi dimana Alkitab menjadi dasar dan parameter dalam menerima semua ilmu

pengetahuan umum. Dengan demikian paradigma murid dapat terorganisasi dengan

sinkron dan selaras secara metakognitif, dan siswa dapat membangun dirinya secara

maksimal dan cerdas sesuai potensi yang dimilikinya dan bertumbuh ke arah Kristus.

Model pembelajaran terpadu melalui media elektronik dapat diatur dan didesain sesuai

dengan tujuan yang ingin dicapai dalam materi pengajaran baik secara sinkron tatap

muka atau virtual, ataupun asinkron secara mandiri atau kolektif. Guru-guru dapat

menyusun rencana pembelajaran secara lebih efektif dan variatif, juga sekali-kali dapat

melibatkan peran orang tua melalui instruksi yang praktis.

DAFTAR PUSTAKA

Anis Chaeruman, Uwes, Basuki Wibawa, and Zulfiati Syahrial. “Determining the

Appropriate Blend of Blended Learning: A Formative Research in the Context of

Spada-Indonesia.” American Journal of Educational Research 6, no. 3 (2018):

188–195.

Astanta Basir Leman: Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Kristen: Intergrasi Wawasan Dunia Kristen Dalam Blended Larning

Copyright© 2021 – KERUGMA |18

Anthony, Michael J. Introducing Christian Education: Foundations for the Twenty-

First Century. Grand Rapids: Baker Academic, 2001.

Çağlar, Mustafa Emre. “Why Does Intellectuality Weaken Faith and Sometimes Foster

It?” Humanities and Social Sciences Communications 7, no. 1 (2020): 1–17.

Chia, Philip Suciadi. “Analysis of the Effectiveness of Jesus’ Parable: A Cognitive

Psychology Approach.” Journal of Research on Christian Education 29, no. 3

(2020): 272–284.

H.C, Whiterington, and M. Buchori. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru, 1978.

Horton, William. E-Learning by Design. TechTrends. Vol. 48. San Fransisco: Pfeiffer,

2006.

Lee, Heekap. “Jesus Teaching Through Discovery.” International Christian Community

of Teacher 1, no. 2 (2006).

Littlejohn, Allison, and Chris Pegler. Preparing for Blended E-Learning. Preparing for

Blended E-Learning. Oxford, England: Routledge, 2007.

Manuputty, Prilly, and Novia Lakoruhut. “Problematika Guru Pendidikan Agama

Kristen Dalam Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19 Problematics Of

Teachers Of Christian Religion Education In Learning In The Pandemic Time

Covid-19.” Jurnal Pendidikan 1, no. 2 (2020): 54–61.

Mikropoulos, Tassos Anastasios, ed. Research on E-Learning and ICT in Education:

Technological, Pedagogical and Instructional Perspectives. Research on E-

Learning and ICT in Education. Ioannina, Greece: Springer International

Publisher, 2018.

Murniarti, Erni, Bernard Nainggolan, Hulman Panjaitan, L.Elly AM Pandiangan, I Dewi

Ayu Widyani, and Saniago Dakhi. “Writing Matrix and Assessing Literature

Review: A Methodological Element of a Scientific Project.” Journal of Asian

Development 4, no. 2 (2018): 133.

Naidu, Som. E-Learning A Guidebook of Principles, Procedures and Practices. E-

Learning. Melbourne: CEMCA, 2006.

National Research Council. How People Learn: Brain, Mind, Eperience and School:

Expanded Edition (2000). The National Academies Press. 2000th ed. Washington,

D.C: The National Academy Press, 2000.

Queen’s University T & L. “Focus on Active Learning” (2013): 8.

Riemer, Heiko. Desert Road, 2013.

Smaldino, Sharon E, Robert Heinich, Michael Molenda, and James D Russel.

Instructional Media and Technologies for Learning (7th Edition). New Jersey:

Pearson Education, Inc., 2002.

Smith, Bryan. “Biblical Integration: Pitfalls and Promise.” BJUPress (2012).

Widianing, Oda Judithia. “Pengantar Psikologi Pendidikan,” 2021.

Zook Ph.D., Kevin. “Teaching and Learning by Analogy: Psychological Perspectives on

the Parables of Jesus.” International Christian Community of Teacher Educators

Journal 6, no. 1 (2010).