28
“ Pe Kriste D engemban en di Sekol (Co Sekol TUGA DIDAKTI ngan Mode lah Dasar ontextual Hengki W (Peter lah Tingg Ma AS AKHI IK METO el Pembela r melalui P Teaching Oleh Wijaya, S r Wijaya gi Theolog akassar 2010 IR ODIK ajaran Pen Pendekata And Learn S.TP a) gia Jaffra ndidikan A an Konteks ning). ay 1 Agama stual 1

Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Didaktik Metodik

Citation preview

Page 1: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

“ PeKriste

D

engembanen di Sekol

(Co

Sekol

TUGA

DIDAKTI

ngan Modelah Dasar

Contextual

Hengki W

(Peter

lah TinggMa

AS AKHI

IK METO

el Pembelar melalui PTeaching

Oleh

Wijaya, S

r Wijaya

gi Theologakassar 2010

IR

ODIK

ajaran PenPendekataAnd Learn

S.TP

a)

gia Jaffra

ndidikan Aan Konteksning).

ay

1

Agama stual

1

Page 2: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Judul

Peranan agama dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena

berhubungan dengan kehidupan rohani seseorang dengan keyakinannya kepada

Tuhan. Peranan agama adalah menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu

kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Pendidikan merupakan usaha agar

manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau

cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan Agama dimaksudkan

untuk peningkatan potensi spritual dan membentuk peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan mulia (Indarto,2010)

Hakikat Pendidikan Agama Kristen hasil Lokakarya Strategi PAK di Indonesia

tahun 1999 adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan kontinu dalam rangka

mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus

dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang

dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya.

Dengan demikian, setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran Pendidikan

Agama Kristen (PAK) memiliki keterpanggilan untuk mewujudkan tanda-tanda

Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas.

Penerapan Kurikulum PAK 2006 yang berorientasi pada pencapaian kompetensi

di bidang PAK yaitu mewujudkan model pembelajaran yang bertujuan mencapai

transformasi nilai-nilai kristiani dalam kehidupan dan memberikan ruang yang sama

terhadap keunikan yang berbeda dalam pengembangan pemahaman iman kristiani

sesuai dengan tingkat kemampuan serta daya kreativitas individu.

Dalam pengajaran PAK , metode dan pendekatan serta model yang telah dipilih,

merupakan alat komunikasi yang baik antara pengajar dan anak didik, sehingga setiap

pengajaran dan setiap uraian PAK yang disajikan dapat memberikan motivasi belajar.

Mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen adalah mata pelajaran Mata

pelajaran PAK bertujuan: (1) Memperkenalkan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan

karya-karya-Nya agar peserta didik bertumbuh iman percayanya dan meneladani

Allah Tritunggal dalam hidupnya, (2) Menanamkan pemahaman tentang Allah dan

Page 3: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

3

karya-Nya kepada peserta didik, sehingga mampu memahami dan menghayatinya, (3)

Menghasilkan manusia Indonesia yang mampu menghayati imannya secara

bertanggungjawab serta berakhlak mulia di tengah masyarakat yang pluralistik.

Selama ini pembelajaran PAK cenderung kearah pembahasan tematik teoritik

sehingga terkesan bahwa pengajaran PAK terdiri dari materi hafalan belaka. Padahal

Pendidikan Agama Kristen berbeda sekali dengan mata pelajaran lain karena

implikasi PAK berisikan ajaran doktrin Kristen, norma dan didikan yang berfungsi

memampukan peserta didik memahami kasih dan karya Allah dalam kehidupan

sehari-hari dan membantu peserta didik mentransformasikan nilai-nilai Kristiani

dalam kehidupan sehari-hari.

Kecenderungan yang lain adalah motivasi belajar yang kurang dalam

mempelajari PAK karena adanya anggapan bahwa mata pelajaran PAK hanya untuk

memenuhi syarat kelulusan saja dan berfaedah sebagai informasi tentang alkitab dan

pengenalan tentang Allah Trinitas dan karya-Nya dan tidak dapat mengubah perilaku

dan karakter anak didik sebagaimana yang diharapkan setiap orang Kristen yaitu

serupa dengan gambar-Nya. Kecenderungan diatas dipengaruhi oleh cara guru

sejarah dalam memberikan materi pelajaran PAK yang monoton dan membosankan.

Pembelajaran PAK yang didominasi metode ceramah cenderung berorientasi

kepada materi yang tercantum dalam kurikulum dan buku teks, serta jarang

mengaitkan yang dibahas dengan masalah-masalah nyata yang ada dalam kehidupan

Kristiani dan pergumulan hidup sehari-hari. Hal ini akan memberikan dampak yang

tidak baik bagi siswa karena siswa belajar hanya untuk ulangan atau ujian, sehingga

pelajaran PAK dirasakan tidak bermanfaat, tidak menarik, dan membosankan oleh

siswa, yang pada akhirnya tidak tercapainya tujuan PAK pada siswa khususnya siswa

SMA yang nantinya diharapakan memiliki iman Kristiani yang kuat dan berakar

dalam Kristus untuk menghadapi tantangan dan pengaruh globalisasi yang semakin

menghimpit nilai-nilai Kristus.

Perilaku belajar yang kurang produktif dan pembelajaran yang berorientasi pada

terget penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat jangka

pendek, tetapi gagal dalam membekali anak, memecahkan persoalan dalam kehidupan

jangka panjang. Inilah yang terjadi disekolah-sekolah, jika perilaku belajar yang

Page 4: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

4

kurang produktif dan berorientasi pembelajaran pada penguasaan materi terjadi terus

menerus maka kualitas pendidikan akan semakin merosot (Nurhadi, 2003:1)

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak-anak

belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah, belajar akan lebih bermakna

jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Paradigma

pembelajaran berubah menjadi bersifat dari teacher centered menjadi student

centered. Guru sedikit menjelaskan materi sedangkan siswa berusaha membuktikan

sendiri dari eksperimen yang difasilitasi oleh guru. Guru tidak lagi menjadi subyek

utama, yang membawakan materi bahan dan menentukan jalannya pengajaran. Ia

tetap menjadi subyek. Salah satu alternatif pembelajaran yang menggunakan

paradigma tersebut adalah pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and

Learning yang disingkat CTL. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu

siswa mencapai tujuannya (Tim Depdiknas, 2002:2). Dengan kata lain, guru berperan

sebagai fasilitator, mentor, bahkan bapak/ibu rohani namun bukan sebagai sumber

ilmu pengetahuan satu-satunya dalam proses belajar mengajar yaitu memberikan

fasilitas kepada siswa, berupa strategi pembelajaran yang dapat membantu siswa

untuk menemukan dan mengenal pribadi Allah Trinitas dan mengalami hubungan

yang indah dengan-Nya dan siap menjadi saksi Kristus bagi sesama dan memuliakan

Tuhan dalam kehidupannya.

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan 7 (tujuh)

komponen utama pembelajaran efektif yaitu konstruktivisme (constructivisme),

bertanya (Questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning

community), pemodelan (modelling),refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya

(authentic assessment).

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran melahirkan ide kreativitas dan

inovasi baru ini yang melibatkan siswa peserta didik untuk mengekspresikan

kasihnya kepada Allah Trinitas dan mengsyukuri karya-Nya dengan pengabdian

melalui ibadah sebelum memulai proses belajar mengajar dan bersaksi kemudian

Page 5: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

5

masuk dalam inti pembelajaran kontekstual yang akan dibahas lebih rinci pada isi

pembahasan model pembelajaran.

Selama ini pemikiran peserta didik dan orang tua siswa menganggap Pendidikan

Agama Kristen hanyalah syarat untuk lulus dan tidak berharap bahwa anaknya dapat

pula mengalami perubahan hidup setelah mengikuti mata pelajaran PAK ini tidak

hanya dalam komunitas gereja, keluarga atau melalui kegiatan-kegiatan rohani

lainnya. Melalui inovasi baru ini diharapkan merubah pemikiran konvensional

masyarakat tentang PAK di Sekolah Dasar. Anak SD atau seumur untuk tingkatan

Sekolah Minggu difokuskan sebagai awal pendidikan dasar untuk memiliki pondasi

yang kuat dalam iman dan pengenalan awal tentang Allah Trinitas. Hal ini akan

berdampak pada generasi pelanjut visi gereja dan harapan orang tua tentang anak

terdidik dalam Tuhan dalam hal ini tidak terlepas dari peranan Roh Kudus mendidik

dan memimpin baik guru dan anak didik (Ul 6:4-9; Ef 4:6; Ams 22:6; 2 Tim 3:16).

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka penulis dengan alasan

diatas memilih judul “ Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Agama

Kristen di Sekolah Dasar melalui Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching

And Learning).

B. Konsep Pengembangan Pembelajaran

Konsep pengembangan yang akan dijadikan landasan model pembelajaran

adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang

membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan

melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif (Nurhadi, 2002:5).

Karakteristik pendekatan kontekstual, menurut Nurhadi (2002:20) bahwa ada

beberapa karakteristik pembelajaran kontekstual yaitu :

a. Adanya kerjasama, sharing dengan teman dan saling menunjang.

b. Siswa aktif dan kritis, belajar dengan bergairah, menyenangkan dan tidak

membosankan serta guru kreatif.

c. Pembelajaran terintregasi, menggunakan berbagai sumber.

d. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa misalnya: peta,

gambar,diagram dll.

Page 6: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

6

e. Laporan kepada orang tua bukan sekedar raport akan tetapi hasil karya siswa,

laporan praktikum dll.

Untuk memahami pembelajaran kontekstual maka ada kata kunci dalam

pembelajaran kontekstual yaitu :

a. Real World Learning, mengutamakan pengalaman nyata.

b. Berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis dan kreatif serta guru mengarahkan.

c. Pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan nyata, serta

adanya perubahan perilaku dan pembentukan manusia.

d. Siswa praktek, bukan menghafal, learning bukan teaching, pendidikan bukan

pengajaran.

e. Memecahkan masalah dan berfikir tingkat tinggi.

f. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.

Proses pembelajaran yang sesuai dengan situasi belajar saat ini adalah konsep

pendekatan kontekstual menurut pandangan teori belajar konstruktivistik, ini lebih

sebagai proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul

melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi. Belajar bermakna

terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog, penelitian, pengujian

hipotesis, pengambilan keputusan, yang semuanya ditujukan untuk memperbaharui

tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna. Paradigma

konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut paradigma

konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah,

mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal

prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran

lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi,

hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri. Hal yang lebih

penting, bagaimana guru mendorong dan menerima otonomi siswa, investigasi

bertolak dari data mentah dan sumber-umber primer (bukan hanya buku teks),

menghargai pikiran siswa, dialog, pencarian, dan teka-teki sebagai pengarah

pembelajaran. Secara tradisional, pembelajaran telah dianggap sebagai bagian

“menirukan” suatu proses yang melibatkan pengulangan siswa, atau meniru-niru

informasi yang baru disajikan dalam laporan atau quis dan tes. Menurut paradigma

konstruktivistik, pembelajaran lebih diutamakan untuk membantu siswa dalam

Page 7: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

7

menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru. Untuk

menginternalisasi serta dapat menerapkan pembelajaran menurut paradigma

konstruktivistik, terlebih dulu guru diharapkan dapat merubah pikiran sesuai dengan

pandangan konstruktivistik. Paradigma baru ini sangat sesuai dengan pengembangan

model pembelajaran PAK saat ini karena berorientasi pada peserta didik dan

melibatkan keaktifan dan kreativitas siswa untuk pengembangan diri dalam hal

kemampuan diri, panggilan dan karakter yang tentunya bersumber dari pengenalan

Tuhan melalui proses pembelajaran kontekstual.

Adapun ciri-ciri praktek pembelajaran yang baik didukung oleh tenaga guru

sebagai fasilisator yang memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran. Secara

umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu (1)

meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa, (2) menyusun

pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai pandangan siswa, (4)

materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, (5) menilai

pembelajaran secara kontekstual. Guru konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

1. Menghargai otonomi dan inisiatif siswa.

2. Menggunakan data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada

keterampilan berpikir kritis.

3. Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi,

dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas.

4. Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi

pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.

5. Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan

sebelum sharing pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut.

6. Menyediakan peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya maupun

dengan siswa yang lain.

7. Mendorong sikap inquiry siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka

untuk berpikir kritis dan berdiskusi antar temannya.

8. Mengelaborasi respon awal siswa.

9. Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan

kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi.

Page 8: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

8

10. Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan dan

mengerjakan tugas-tugas.

11. Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model pembelajaran

yang beragam.

Para guru diharapkan dapat belajar sepanjang hayat seirama dengan pengetahuan

yang mereka perlukan untuk mendukung pekerjaannya serta menghadapi tantangan

dan kemajuan sains dan teknologi. Guru tidak diharuskan memiliki semua

pengetahuan, tetapi hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang

mereka perlukan, di mana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Para guru

diharapkan bertindak atas dasar berpikir yang mendalam, bertindak independen dan

kolaboratif satu sama lain, dan siap menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan

kritis. Konsep pembelajaran tersebut meletakkan landasan yang meyakinkan bahwa

peranan guru tidak lebih dari sebagai fasilitator, suatu posisi yang sesuai dengan

pandangan konstruktivistik. Tugas sebagai fasilitator relatif lebih berat dibandingkan

hanya sebagai transmiter pembelajaran. Guru sebagai fasilitator akan memiliki

konsekuensi langsung sebagai perancah, model, pelatih, dan pembimbing.

Di samping sebagai fasilitator, secara lebih spesifik peranan guru dalam

pembelajaran adalah sebagai expert learners, sebagai manager, dan sebagai mediator.

Sebagai expert learners, guru diharapkan memiliki pemahaman mendalam tentang

materi pembelajaran, menyediakan waktu yang cukup untuk siswa, menyediakan

masalah dan alternatif solusi, memonitor proses belajar dan pembelajaran, merubah

strategi ketika siswa sulit mencapai tujuan, berusaha mencapai tujuan kognitif,

metakognitif, afektif, dan psikomotor siswa.

Hubungan praktek pembelajaran kontekstual dalam penerapannya dalam

lingkungan kelas PAK sangat sesuai dengan strategi PAK dalam upaya untuk fungsi

kontrol moral bagi umat/masyarakat dalam memasuki era globalisasi yang sarat

dengan kejahatan dan dosa akibat arus informasi dan kemajuan teknologi yang

sedemikian cepat dapat diakses melalui internet dan perangkat komunikasi lainnya.

PAK sebagai bagian dari pilar gereja dimana aktivitas anak didik sepertiga waktu

dihabiskan di bangku sekolah dalam sehari. Oleh karena itu, Pendidikan Agama

Kristen sangat bermanfaat bagi pertumbuhan rohani anak didik dan sebagai ketopong

keselamatn menghadapi arus globalisasi jaman yang semakin jahat.

Page 9: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

9

C. PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN

Pengembangan model pembelajaran kontekstual yang menjadikan siswa sebagai

pusat dalam pembelajaran di kelas dapat meningkatkan minat siswa akan mata

pelajaran PAK dan mata pelajaran lain karena tidak mengandalkan metode

konvensional yaitu metode ceramah yang umumnya mnoton dan membosankan.

Tetapi melalui pendekatan kontekstual maka siswa dapat menujukkan kemampuannya

dan kerinduannya dalam melayani Tuhan dan mengekspresikan kasihnya kepada

Tuhan dan tidak hanya mengenal tentang Tuhan dan ajaran-Nya tetapi mengalami

hubungan yang indah dengan-Nya. Hal inilah yang akan menghasilkan transformasi

pribadi yang membawa pada tujuan penggenapan janji-Nya. Dalam proses

pembelajaran maka peserta didik akan diproses oleh Roh Kudus untuk mengetahui

panggilan, pembentukan karakter dan kompetensi diri.

Aspek-aspek yang dapat mendorong keberhasilan pengembangan model

pembelajaran adalah (1) Kondisi pembelajaran, (2) Metode Pembelajaran dan (3)

Hasil pembelajaran (Abutarya,2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar tidak hanya

ditentukan oleh kemampuan individu yang bersangkutan, tetapi dalam proses

pembelajaran ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Nana Sudjana (1989:39)

menyebutkan ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran yaitu :

a. Faktor Internal : adalah fakta yang timbul pada dirinya sendiri atau dari dalam diri

siswa itu sendiri, misalnya keadaan fisik, minat dan tingkat kecerdasan.

b. Faktor Eksternal : adalah fakta yang timbul dari luar individu atau diri siswa itu

sendiri, misalnya faktor lingkungan dan faktor sosial.

Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono faktor yang mempengaruhi belajar siswa

meliputi :

1). Faktor dari dalam

Faktor dari dalam adalah faktor yang mempengaruhi belajar, berasal dari diri siswa

yang belajar. Faktor dari dalam yang dialami dan dihayati oleh siswa yang

berpengaruh pada belajar siswa meliputi:

a. Sikap terhadap belajar

Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang

membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu,

Page 10: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

10

mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Akibat

penerimaan, penolakan atau pengabaian kesempatan belajar akan berpengaruh pada

perkembangan kepribadian. Oleh karena itu, siswa harus mempertimbangkan akibat

sikap tersebut.

b. Motivasi belajar

Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses

belajar. Apabila motivasi belajar siswa melemah maka kegiatan belajar siswa juga

melemah. Hal ini akan menyebabkan mutu hasil belajar akan melemah.

c. Konsentrasi belajar

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran.

Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses

memperolehnya.

d. Mengolah bahan belajar

Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara

pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Kemampuan siswa

mengolah bahan makin baik, apabila siswa berpeluang aktif belajar.

e. Menyimpan perolehan hasil belajar

Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan siswa untuk

menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan.

f. Menggali hasil belajar yang tersimpan

Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang

telah diterima. Pengaktifan ini ada hubungannya dengan baik buruknya penerimaan,

pengolahan, dan penyimpanan pesan.

g. Rasa percaya diri

Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil.

Semakin sering berhasil menyelesaikan tugas, semakin memperoleh pengakuan

umum sehingga rasa percaya diri semakin kuat.

h. Intelegensi

Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk

bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara

efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam

belajar atau dalam kehidupan sehari-hari.

Page 11: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

11

i. Cita-cita siswa

Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu ditanamkan. Penanaman pemilikan dan

pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari

hal yang sederhana ke yang lebih sulit (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 239-247).

2). Faktor dari luar

Faktor dari luar yaitu faktor yang mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar yang

berasal dari luar diri anak/ siswa yang belajar. Faktor ini meliputi :

a. Guru sebagi pembina siswa belajar

Guru adalah pengajar yang mendidik. Sebagai pendidik, guru memusatkan

perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan semangat belajar

yang merupakan wujud emansipasi siswa. Sebagai pengajar, guru bertugas

mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah.

b. Prasarana dan sarana pembelajaran

Prasarana pembelajaran meliputi: gedung sekolah, ruang belajar, ruang ibadah,

lapangan olah raga, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran

meliputi: buku pelajaran, buku bacaan, fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai

media pengajaran yang lain.

c. Kebijaksanaan penilaian

Hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Hasil belajar dinilai dengan ukuran-

ukuran guru, tingkat sekolah, dan tingkat nasional. Keputusan hasil belajar

merupakan puncak harapan siswa. Oleh karena itu, sekolah dan guru diharapkan

berlaku arif dan bijak dalam menyampaikan keputusan hasil belajar siswa.

d. Lingkungan sosial siswa di sekolah

Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan yang dikenal

dengan lingkungan sosial siswa. Dalam lingkungan tersebut, ditemukan adanya

kedudukan dan peran sehingga di dalamnya terjadi pergaulan, seperti hubungan

akrab, kerjasama, kompetisi, konflik dan perkelahian.

e. Kurikulum sekolah

Adanya perubahan kurikulum sekolah menimbulkan masalah bagi guru dan siswa.

Bagi Guru, perlu adanya perubahan pembelajaran. Bagi siswa, perlu mempelajari

cara-cara belajar, buku pelajaran, dan sumber belajar yang baru (Dimyati dan

Mudjiono, 1999 : 247-254).

Page 12: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

12

BAB II

URAIAN MATERI

A. Gagasan Isi Pembelajaran

Mengingat model pembelajaran Pendidikan Agama Kristen yang akan

dikembangkan adalah bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang religius dan

memiliki hikmat Roh Kudus yang berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Model

pembelajaran dalam proses belajar mengajar menggunakan pendekatan kontekstual

yang berpusat pada siswa. Penerapan model ini dilakukan pada siswa Sekolah Dasar

yang diupayakan dapat memiliki daya pikir konstruktivisme yang bercirikan yaitu

membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada

pengetahuan awal dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi”

bukan menerima pengetahuan. Permasalahan yang dihadapi siswa-siswa yang

dihasilkan hanya memiliki intelektual namun kreativitas dan religious yang tidak

seimbang mengakibatkan moral dan karakter yang bertentangan dengan ajaran dan

perintah Tuhan.

Sebagai murid Tuhan Yesus pengembangan model pembelajaran PAK ini

dikemas dengan memasukkan teladan Yesus Kristus yaitu beribadah meliputi doa,

pujian, penyembahan dan bersaksi atas anugerah yang diberikan oleh Allah kepada

umat manusia. Arah yang ingin dicapai menuju transformasi diri yang melakukan

nilai-nilai Kristiani dalam menjalani kehidupan ini.

Dalam uraian materi ini akan dijelaskan kegiatan awal belajar (termasuk keaktifan

siswa terlibat dalam merencankan dan menyusun liturgi ibadah dan

mengaplikasikannya di dalam kelas), menyusun rencana pembelajaran berbasis

kontekstual sebagai kegiatan inti belajar, dan kegiatan akhir. Model pembelajaran ini

didukung oleh berbagai ilmu seperti ilmu teologi, seni, komunikasi, kepribadian.

Melalui model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat mengeksplorisasi

pengetahuan dan pengalaman pribadinya bersama Tuhan melalui mata pelajaran PAK

dan menjadi perenungan pribadi yang mampu diimplementasikan dalam kehidupan

siswa sebagai anak-anak Tuhan. Selain itu, hasil belajar dapat dievaluasi tidak hanya

dengan hasil tes dan diskusi namun diharapkan dapat dilihat pada perubahan perilaku

atau didapati buah yang tetap dalam kehidupan Kristiani jaman ini.

Page 13: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

B. Tah

tuj

sel

Es

ya

sej

be

pro

ole

me

ter

19

ke

me

pra

pe

hie

seb

hapan Pros

Belajar me

juan yang di

luruhnya ter

stiningsih (2

ang meliputi

Input meru

jumlah mate

lajar. Dari s

oses belajar

eh guru. Pr

empelajari b

rhadap tinda

994:16).

Oleh karen

las dengan i

elakukan pe

asyarat yang

ndekatan/str

erarkis mode

bagai beriku

es Belajar M

engandung

iharapkan. D

rletak pada u

2004) pada u

yaitu input,

upakan keja

eri prasyara

segi guru, pr

yang merup

roses belaja

bahan belaj

k mengajar

na itu, mata

ibadah dan s

ersiapan yan

g berkaitan

rategi/metod

el pembelaja

ut:

Mengajar

arti bahwa

Di tingkat se

usaha guru u

umumnya p

proses dan o

adian pertam

at dari kons

roses belajar

pakan proses

ar tersebut t

jar. Perilak

atau tindak p

pelajaran P

siswa-siswa

ng harus dir

dengan PAK

de/teknik dan

aran yang ter

siswa aktif

ekolah dasar

untuk mema

proses belaja

output siswa

ma yang me

sep yang ak

r tersebut dap

internal sisw

terlihat bany

ku belajar t

pembelajara

PAK diupaya

yang terliba

rencanakan

K yang tela

n sarana be

rdiri atas be

melakukan

r keberhasila

ahami proses

ar mengajar

a setelah bela

nggambarka

kan dipelaja

pat diamati

wa yang dap

yak melalui

tersebut me

an dari guru

akan dan dib

at. Sedangka

dengan baik

ah dimiliki o

elajar. Untuk

berapa tahap

kegiatan be

an belajar si

s belajar sisw

r terdiri atas

ajar.

an siswa yan

ari, sikap d

secara langs

pat diamati d

i perilaku s

erupakan re

(Dimyati da

biasakan unt

an dari pihak

k meliputi p

oleh siswa,

k lebih jela

p dapat divi

13

elajar sesuai

iswa hamper

wa. Menurut

s 3 kejadian

ng memilik

dan motivas

sung, artinya

dan dipahami

siswa ketika

espon siswa

an Mudjiono

tuk memulai

k guru harus

pengetahuan

menetapkan

asnya, posisi

isualisasikan

3

i

r

t

n

i

i

a

i

a

a

,

i

s

n

n

i

n

Page 14: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

14

C. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana

kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa

yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan

dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai

tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic

assessmennya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana

pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.

Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran

konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang

membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional

lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional),

sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario

pembelajarannya.

Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.

1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan

siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar,

Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.

2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.

3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu

4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa

5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati

partisipasinya dalam pembelajaran.

Menurut Nurhadi (2002:3) ada kecenderungan pemikiran tentang belajar, adapun

dalam pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran

tentang brlajar sebagai berikut :

a. Proses Belajar

Belajar tidak hanya sekedar menghafal akan tetapi mengkonstruksikan

pengetahuan di benak mereka sendiri, anak belajar dari mengalami. Anak mencatat

sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi saja oleh guru.

Siswa dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi

Page 15: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

15

dirinya dan bergelut dengan ide-ide, sehingga proses belajar dapat mengubah otak,

perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi

pengetahuan dan keterampilan seseorang.

b. Transfer Belajar

Siswa belajar dan mengalami sendiri, bukan pemberian orang lain, pengetahuan

diperluas dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit. Siswa tahu untuk apa ia

belajar dan bagaimana ia menggunakannya.

c. Siswa sebagai pembelajar

Kecenderungan manusia untuk belajar dalam bidang tertentu, belajar dengan cepat

hal-hal baru. Strategi belajar sangat penting, karena anak dengan mudah

mempelajari sesuatu yang baru.

d. Pentingnya lingkungan belajar

Belajar efektif dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Adapun

hal-hal yang terkait dengan lingkungan belajar adalah:

1). Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan

pengetahuan baru mereka dengan mementingkan strategi belajar daripada

hasilnya.

2). Umpan balik sangat penting bagi siswa, yang berasal dari proses

penilaian yang sebenarnya (assessment).

3). Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu

penting.

Menurut Nurhadi (2002: 10) bahwa pendekatan pembelajaran

kontekstual memiliki tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu

sebagai berikut :

a. Konstruktivisme (Constructivisme)

Konstruktivisme (Constructivisme) merupakan landasan berfikir atau filosofi

pendekatan kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusi sedikit demi

sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks terbatas (sempit) dan tidak

sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,atau

kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, manusia harus mengkonstruksi

pengetahuan itu dan member makna melalui pengalaman nyata. Oleh karena itu

pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima

Page 16: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

16

pengetahuan saja. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri

pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran, siswa

menjadi pusat kegiatan bukan guru. Tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut

dengan :

1) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

2) Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya

sendiri.

3) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri.

Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman, pemahaman berkembang

semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru.

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual.

Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh bukan hasil mengingat tetapi hasil dari

menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada

kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.

Langkah-langkah kegiatan inquiry:

1) Merumuskan masalah

Misalnya : Yesus Kristus Tuhan yang memunculkan masalah mengapa Yesus

adalah Tuhan sementara yang lainnya hanya menyebutnya nabi? Apakah benar

Yesus disalibkan dan bangkit ?

2) Mengamati atau observasi

(a) Membaca alkitab, buku rohani, artikel, film rohani atau sumber lain untuk

mendapatkan informasi pendukung.

(b) Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau

objek yang diamati.

3) Menganalisa dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,

tabel, dan karya lainnya.

(a) Siswa membuat karya tulis tentang Yesus Kristus adalah Tuhan

(b) Siswa bersaksi bahwa Yesus Kristus Tuhan

(c) Siswa dapat berkreasi membuat lagu atau berkhotbah tentang Yesus.

4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman

sekelas, guru atau audien yang lain.

Page 17: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

17

(a) Karya siswa disampaikan didepan teman sekelas untuk didiskusikan.

(b) Memunculkan ide-ide baru dalam tata ibadah sesuai pimpinan Roh Kudus.

(c) Melakukan refleksi yaitu perenungan dan rasa syukur atas keselamatan yang

diperoleh dari Tuhan Yesus.

(d) Menempelkan gambar, karya tulis, dan sejenisnya di dinding kelas.

c. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya.

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:

1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis.

2) Mengecek pemahaman siswa

3) Membangkitkan respon kepada siswa

4). Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa

5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

6) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru

7) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa

8) Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

Bertanya dapat diterapkan di kelas; antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan

guru, antara siswa dan orang lain yang didatangkan ke kelas.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Pengetahuan diperoleh dari hasil bekerjasama dengan orang lain. Hasil belajar

diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan yang antara tahu ke yang

belum tahu. Di ruang kelas ini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua

adalah anggota masyarakat belajar.

Penerapan masyarakat belajar dalam pembelajaran terwujud dalam :

a) Pembentukan kelompok kecil

b) Pembentukan kelompok besar

c) Mendatangkan ahli ke kelas (tokoh, olahragawan, perawat, dsb).

d) Bekerja dengan kelas derajat

e) Bekerja dengan masyarakat

f) Belajar kelompok dengan kelas diatasnya.

Page 18: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

18

e. Pemodelan (Modelling)

Pemodelan PAK adalah komponen pembelajaran yang maksudnya dalam

pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru.

Model itu bisa berupa cara memainkan alat musik, cara menyanyikan lagu rohani

dalam vocal grup. Atau guru memberi contoh melakukan sesuatu misalnya

berkhotbah. Dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar.

Dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-satunya model, model dapat

dirancang dengan melibatkan siswa. Seseorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi

contoh temannya cara bersikap seperti teladan yang diajarkan Tuhan Yesus. Model

juga dapat didatangkan dari luar. Contoh penerapan modeling dalam kelas :

a) Guru sejarah memberi contoh bukti-bukti sejarah melalui gambar dan peta

tentang keberadaan agama Kristen.

b) Guru seni mendemonstrasikan penggunaan biola dan piano untuk mendukung

pelayanan rohani

c) Guru agama menunjukkan ilustrasi atau cerita tentang kepahlawanan Daud, dan

cerita nabi-nabi dalam alkitab.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari ataupun berfikir ke

belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan. Siswa mengendapkan apa yang

baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan

pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada akhir pembelajaran guru

menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa :

a) Pertanyaan langsung tentang hal yang didiskusikan dan yang dijelaskan hari itu.

b) catatan atau buku jurnal di buku siswa.

c) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.

d) diskusi

e) hasil karya.

g. Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

Kemajuan belajar siswa dinilai dari proses, bukan melulu hasil dan dengan berbagai

cara. Tes hanya salah satunya, itulah hakekat dari penilaian yang sebenarnya.

Penilaian authentic menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa,

Page 19: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

19

penilaian tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman atau orang lain. Karakteristik

Authentic Assessment :

1) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.

2) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif.

3) Yang diukur ketrampilan dan performens, bukan mengingat fakta.

4) Berkesinambungan

5) Terintegrasi

6) Dapat digunakan sebagai feedback.

Hal-hal yang dapat digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa PAK yaitu

melalui: proyek, PR, kuis, presentasi, demonstrasi, laporan, hasil tes tulis, karya

tulis dan perubahan karakter. Intinya dengan Authentic Assessment, pertanyaan

yang ingin dijawab adalah “apakah anak-anak belajar”, bukan “apa yang sdah

diketahui?”. Jadi siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara. Tidak melulu

dari hasil ulangan tulis.

Menurut Nurhadi (2002: 10) bahwa suatu kelas dikatakan menggunakan

pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL), jika menerapkan ketujuh komponen

belajar aktif dalam pembelajarannya. Untuk melaksanakan hal tersebut tidak sulit.

CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang

bagaimanapun keadaannya. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup

mudah. Secara garis besar langkahnya sebagai berikut :

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan

cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri

pengetahuan dan ketrampilan barunya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik.

c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Ciptakan ‘Masyarakat Belajar’ (belajar dengan kelompok-kelompok).

e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Page 20: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

20

Berdasarkan Sukayati,2004 pada dasarnya rencana pembelajaran memuat 4 komponen

pokok sebagai berikut.

1. Identitas mata pelajaran yang meliputi : nama mata pelajaran, kelas dan alokasi

waktu.

2. Kompetensi yang akan dicapai siswa

a. Standar kompetensi yaitu kebulatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkat

penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata pelajaran

PAK.

b. Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar merupakan jabaran dari standar kompetensi yaitu gambaran

dari pengetahuan, pengetahuan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat

diperagakan oleh siswa yang ada pada kurikulum PAK.

c. Indikator Pencapaian Kompetensi

Merupakan cirri atau tanda-tanda pencapaian hasil belajar berupa kompetensi

dasar yang lebih spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian

hasil belajar.

d. Kompetensi prasyarat yang harus sudah dikuasai siswa

Merupakan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa untuk mencapai

kompetensi berikutnya.

3. Materi pokok beserta uraiannya

Merupakan pokok-pokok materi yang harus dipelajari oleh siswa sebagai sarana

pencapaian kemampuan dasar. Materi pokok dapat diuraikan menjadi sub-sub

materi.

4. Strategi pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang secara kongkret harus dilakukan

oleh siswa dalam berinteraksi dengan materi pelajaran dan sumber belajar untuk

menguasai kompetensi dasar.

Dalam perencanaan pembelajaran juga dibutuhkan media, sumber bahan dan alat dan

bahan bacaan lainnya yang terkait dengan mata pelajaran untuk mendukung proses

pembelajaran dan guru juga melakukan penilaian dan hasil belajar sementara ditindak

lanjuti dengan melihat kompetensi dasar siswamisalnya remidi atau pengulangan.

Page 21: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

21

D. Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Kontekstual

1. Metode Pembelajaran

Strategi pembelajaran berbasis kontekstual sebenarnya menganut pendekatan

individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok

peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai

dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran

memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara

optimal.

Adapun langkah-langkahnya adalah :

• mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),

• membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,

• mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran berbasis

kontekstual adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau

sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis

metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.

2. Peran Guru

Strategi pembelajaran berbasis kontekstual menekankan pada peran atau

tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara

individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of

Instruction (PSI) yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan

materi/objek belajar. Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:

• Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-

unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.

• Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.

• Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi

• Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik

• Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif,

psikomotor, dan afektif)

• Menggunakan teknik diagnostik

• Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang

mengalami kesulitan

Page 22: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

22

3. Peran Peserta didik

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis

kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai

subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan

dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh

karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam

menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi

kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan

peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.

4. Evaluasi

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan

penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan

tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas

ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus

mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik

dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.

Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya

adalah:

• Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar

• Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)

• Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial

dan program pengayaan.

• Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor

• Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan,

kuesioner, dsb.

Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam

pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat

diagnosis terhadap program pembelajaran. Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta

didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi

perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai,

dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi.

Page 23: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

23

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian materi metode pembelajaran dan studi referensi maka dapat

disimpulkan yaitu:

1. Pengembangan model pembelajaran berbasis kontekstual memberikan dampak

positif pada potensi siswa sebagai pusat pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif

dan guru sebagai fasilitator, manager dan mentor yang dapat memotivasi belajar dan

prestasi serta kompetensi siswa dan mampu memotivasi untuk tertarik mempelajari

Pendidikan Agama Kristen.

2. Berdasarkan kajian, penelitian dan makalah yang ada maka pengembangan model

pembelajaran melalui pendekatan kontekstual menunjukkan hasil belajar yang

signifikan yang lebih baik daripada model pembelajaran konvensional baik secara

kuantitatif dan kualitatif pada siswa mata pelajaran apapun.

3. Pengembangan model pembelajaran berbasis kontekstual akan memberikan

kontribusi positif untuk peningkatan hasil belajar siswa PAK dan membantu misi

gereja untuk menghasilkan generasi penerus yang mengasihi Tuhan dan itu adalah

impian semua orang termasuk orang tua, gereja dan masyarakat.

4. Kepada guru bidang studi PAK sebaiknya mulai mengembangkan model

pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dalam rangka menimbulkan motivasi

belajar PAK dan pengembangan karakter Kristiani yang nantinya akan berpengaruh

terhadap hasil belajar PAK siswa.

5. Dalam model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual siswa diharapkan dapat

mengembangkan dan menggunakan kemampuan masing-masing dalam mengkaitkan

antara materi pelajaran PAK dengan mengamalkan dalam kehidupan nyata sehari-

hari, karena jika siswa pasif dalam pendekatan kontekstual ini proses pembelajaran

tidak akan dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Setiap Firman Tuhan yang dibaca,

didengar dan dipelajari pada akhirnya harus dilaksanakan sebagai anak-anak Tuhan.

Page 24: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

24

DAFTAR PUSTAKA

Abutarya, Endang. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta.

Depdiknas. 2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud.

Indarto, 2010. Materi Kuliah Didaktik Metodik. Makassar : Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.

Page 25: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

25

Heriyanto. 2005. Contextual Teaching And Learning (Pembelajaran Kontekstual). Makalah disajikan dalam SEMILOKA Nasional, Jurusan Geografi FIS UNNES 14-15 Februari.

Nurhadi dan Agus Gerrard. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/ CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK. Surabaya : Universitas Negeri Malang.

Nurhadi. 2002. Contextual Teaching And Learning. Jakarta : Depdiknas Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Ratnafuri, Dhina. 2007. Studi Komparasi Hasil Belajar antara Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dengan Pendekatan Konvensional Dalam Pembelajaran Sejarah Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri I Pejagoan Kabupaten Kebumen Tahun Ajaran 2006/ 2007. Semarang : Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang

Santyasa, I W. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Makalah. Disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida,29 Juni-1 Juli 2007.

Sukayati. 2004. Contoh Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SD Jenjang Lanjut, 6-19 Agustus 2004.

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

BAB I . PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang Judul ............................................................................................ 1

B. Konsep Pengembangan Pembelajaran ................................................................ 4

C. Pengembangan Model Pembelajaran .................................................................. 8

Page 26: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

26

BAB II URAIAN MATERI ....................................................................................... 11

A. Gagasan Isi Pembelajaran ................................................................................... 11

B. Tahapan Proses Belajar Mengajar ..................................................................... 12

C. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual ................................ 13

D. Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Kontekstual ........................... 20

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 23

Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen Di Sekolah Dasar melalui pendekatan Kontekstual

(Contextual Teaching And Learning)

Page 27: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

SEKKOLAH T

Hengki W

TINGGI MAK

Oleh

Wijaya, S

THEOLOKASSAR2010

S.TP

OGIA JAR

AFFRAY

277

Page 28: Metode Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Kristen

28