Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL
“HARI TANPA CINTA” KARYA RIZKY SIREGAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
Yusmania
10533773914
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
vi
vii
viii
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Jangan pernah menyerah
tetaplah berusaha dan berdoa.
Kupersembahkan karya ini buat:
Kedua orang tuaku, saudaraku, dan sahabatku,
atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis
mewujudkan harapan menjadi kenyataan.
ix
ABSTRAK
Yusmania. 2018. Analisis Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel “Hari Tanpa
Cinta” Karya Rizky Siregar. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Muhammad Akhir dan Hasriani.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai pendidikan karakter apa
saja yang terdapat dalam novel “Hari Tanpa Cinta” karya Rizky Siregar.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kajian pustaka yaitu dengan
menganilisis isi. Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Metode ini digunakan mengingat data-data dalam penelitian ini berupa kata
ataupun kelompok kata yang merupakan data kualitatif sehinga memerlukan
penjelasan secara deskrptif. Fokus penelitian ini adalah nilai pendidikan karakter
dalam novel “Hari Tanpa Cinta” karya Rizky Siregar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5 nilai karakter yang terdapat dalam
novel “Hari Tanpa Cinta” karya Rizky Siregar yaitu, jujur, disiplin, kreatif, peduli
sosial, dan tanggung jawab.
Kata Kunci: novel, pendidikan, karakter
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat
waktu. Salawat serta salam senantiasa tercurah kepada baginda Rasullullah saw.
beserta keluaga, para sahabat dan pengikutnya yang senantiasa istiqomah di jalan-
Nya.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
guna mengikuti ujian skripsi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak dapat terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.Untuk
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Muhammad Akhir, S.Pd.,
M.Pd. selaku pembimbing I dan Dr. Hasriani, S.Pd., M.Pd selaku pembimbing II,
yang telah meluangkan waktunya dengan penuh kesabaran senantiasa
memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi
ini selesai.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga, penulis sampaikan
kepada; Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E., M.M. Rektor Universitas
Muhammadiyah, Erwin Akib, M. Pd., Ph. D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr.Munirah, M. Pd., Ketua
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah
xi
Makassar, Dr. Muhammad Akhir, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar, seluruh dosen dan
staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah mentransformasikan ilmu dan
pengalamannya kepada penulis selama menimba ilmu di Unismuh Makassar,
teman-teman seperjuangan di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan
2014 terkhusus kelas E tanpa terkecuali, terima kasih atas kerjasama dan
solidaritas serta saling memotivasi selama menjalani perkuliahan di Universitas
Muhammadiyah Makassar. Canda dan tawa serta motivasi yang tak akan
terlupakan dan teristimewa kepada kedua orang tua (Ibunda Kartini dan Ayahanda
Usman) tercinta yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, perhatian, dorongan,
bantuan, dan selalu bedoa demi keberhasilan penulis. Tidak terlupakan adikku
tersayang (Ahmad firdaus dan Nurhidayah) yang selalu memberikan semangat,
dukungan, dan doa untuk kesuksesan penulis.
Tiada imbalan yang dapat diberikan oleh penulis, hanya kepada Allah swt.
penulis menyerahkan segalanya. Semoga bantuan yang diberikan selama ini
bernilai ibadah di sisi-Nya dan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca terutama bagi pribadi penulis.Amin.
Makassar, Agustus 2018
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
SURAT PERYATAAN ........................................................................................ iv
SURAT PERJANJIAN .......................................................................................... v
MOTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
E. Definisi Istilah .............................................................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR .................................. 7
A. KajianPustaka ............................................................................................... 7
1. Penelitian yang Relevan ......................................................................... 7
2. Karya Sastra ........................................................................................... 8
3. Nilai Pendidikan Karakter .................................................................... 20
xiii
4. Macam-Macam Nilai Pendidikan Karakter ......................................... 26
B. Kerangka Pikir ........................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 36
A. Rancangan Penelitian ................................................................................. 36
B. Data dan Sumber Data ............................................................................... 36
C. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 36
D. Teknik Analisis Data .................................................................................. 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 39
A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 39
B. Pembahasan ................................................................................................ 52
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 56
A. Simpulan .................................................................................................... 56
B. Saran ........................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 58
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiv
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra merupakan pencerminan masyarakat.Melalui karya sastra, seorang
pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut
berada di dalamnya.Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan
sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat.Bahkan seringkali
masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup di suatu zaman,
sementara sastrawan sendiri adalah anggota masyarakat yang terikat status sosial
tertentu dan tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari
lingkungan yang membesarkan sekaligus membentuknya.Senada dengan
pernyataan diatas, Damono (2003:1) mengungkapkan bahwa sastra menampilkan
gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan
sosial.Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat,
antar masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang
terjadi dalam batin seseorang. Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan
hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat dan
menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa
sosial tertentu.
2
Sastra adalah suatu karya seni dalam eksistensinya mengungkapkan
peristiwa-peristiwa hidup dan kehidupan yang terjadi di masyarakat dengan
menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Sutresna, 2006: 2).
Sastra merupakan perwujudan pengalaman sastrawan tentang sesuatu
(benda, orang, atau gagasan) yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa
yang kreatif sehingga terwujudlah bayangan kenyataan itu (Effendi dalam
Sutresna, 2006: 4). Pengalaman tersebut dapat dicapai melalui pengalaman indra
(apa yang dilihat, didengar, dirasakan), dan pada akhirnya pengalaman nalar atau
akal budi itu akan muncul dalam bentuk karya sastra. Sastra menjelaskan kepada
kita tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu humaniora yang akan
mengantarkan kita ke arah pemahaman dan penikmatan fenomena yang
terkandung di dalamnya.
(Semi, 1988:8)Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni
kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan
bahasa sebagai mediumnya.Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan
suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia.
Dalam pengertian ini, sastra sangat berperan dalam lingkungan masyarakat,
karena bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
gagasan atau pikiran, dan kita dapat memahami pikiran, perasaan, gagasan yang
disampaikan oleh orang lain kepada kita.
Pada dasarnya sastra memiliki dampak positif bagi pembaca karena
banyak hal-hal yang dapat kita pelajari dan diaplikasikan dalam masyarakat. Dan
sastra juga disebut sebagai kebenaran hidup artinya sastra dihargai, karena
3
berguna bagi hidup manusia. Sebuah karya sastra tidak dapat digolongkan sebagai
karya sastra apabila karya tersebut menuturkan pengalaman uang dapat
menyesatkan kehidupan manusia. Dari sastra orang akan belajar banyak mengenai
pengalaman hidup, persoalan, dan bagaimana menghadapinya. Kondisi seperti ini
dapat dijadikan untuk menanamkan pendidikan kepada anak-anak mengenai hidup
yang sesungguhnya.Ada masa tenang, damai, masa anak-anak, dewasa, orangtua
dan lainnya dengan aneka peran, tugas, tanggung jawab. Dengan sastra manusia
akan mengerti manusia lain.
Karya sastra merupakan cetusan, tulisan, atau karangan dari pengalaman
hidup seseorang, baik pengalaman langsung penulisnya atau hasil pengamatan
dari lingkungannya dalam suatu situasi atau kondisi tertentu.Pada dasarnya, tidak
ada karya sastra yang lahir begitu saja dalam suatu situasi. Kecuali di dalamnya
ada percikan-percikan dari situasi yang telah lewat, yang tengah berjalan, ataupun
harapan terhadap suatu kebudayaan yang akan datang. Serta di dalam kebudayaan
tersebut terkandung nilai-nilai pendidikan karakter yang positif.Hal tersebut bisa
disadari atau tidak oleh para pencetus, penulis, ataupun pengarangnya. Namun
secara cepat atau lambat, hal itu akan ditemukan oleh pembaca "pintar", sehingga
nilai pendidikan karakter tersebut sebagai petunjuk eksistensi budaya tertentu di
dalam suatu tatanan masyarakat. Di sisi lain, nilai pendidikan karakter bisa juga
berpengaruh pada masa berikutnya sebagai suatu pijakan yang positif dalam
mempertahankan atau menciptakan budaya baru yang lebih baik. Salah satu karya
sastra yang menggambarkan tentang kehidupan seseorang yang mencakup dengan
hubungan antar masyarakat yaitu novel. Novel merupakan salah satu bentuk karya
4
sastra diharapkan memunculkan nilai-nilai positif bagi penikmatnya, sehingga
mereka peka terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial
yang dapat mendorong orang bertingkah lebih baik. Adapun pemilihan novel
“Hari Tanpa Cinta” karya Rizky Siregar layak dikaji tentang nilai pendidikan
karakter yang pantas untuk dijadikan motivasi agar dapat memberikan semangat
untuk meraih impian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas masalah yang diangkat dalam
penelitian adalah nilai pendidikan karakter apa sajakah yang terdapat dalam novel
“Hari Tanpa Cinta” karya Rizky Siregar?
C. Tujuan Penelitan
Berdasarkan penelitian di atas, tujuan ini untuk mendeskripsikan nilai
pendidikan karakter yang terdapat dalam novel “Hari Tanpa Cinta” karya Rizky
Siregar.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian ilmiah harus memberikan manfaat secara teoritis maupun
praktis, sehingga teruji kualitas penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti.
Adapun manfaat yang diberikan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
Hasil penelitian diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan
terutama di bidang bahasa dan sastra Indonesia serta menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan penulis, pembaca, dan pencinta sastra.
2. Manfaat praktis
5
a. Mengetahui nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel “Hari
Tanpa Cinta” karya Rizky Siregar.
b. Sebagai motivasi dan referensi penelitian karya sastra Indonesia agar
setelah peneliti melakukan penelitian ini muncul penelitian-penelitian
baru sehingga dapat menumbuhkan inovasi dalam kesusastraan.
E. Definisi Istilah
1. Novel : karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan
watak dan sifat setiap pelaku;
2. Nilai : suatu konsep yang menunjuk pada suatu hal yang dianggap
berharga dalam kehidupan. Sesuatu dikatakan berharga karena baik,
pantas, benar dan indah. Karena itulah seringkali nilai dipahami sebagai
suatu hal yang dianggap baik, benar, pantas dan indah. Demikian juga
sebaliknya hal-hal yang tidak pantas, buruk, salah dan tidak indah
dianggap sebagai sesuatu yang tidak bernilai.
3. Pendidikan : Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
4. Karakter : Nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik
karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang
6
membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan memberikan pemaparan
tentang penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya.Oleh karena
itu, agar penelitian dapat di ketahui keasliannya perlu dilakukan tinjauan
pustaka.Berikut ini adalah penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
a. Pada penelitian Sabarani (2013) dengan judul analisis nilai-nilai
pendidikan karakter dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata
terdapat beberapa nilai pendidikan karakter dalam novel Laskar Pelangi
karya Andrea Hirata antara lain: nilai religius, nilai jujur, nilai toleransi,
nilai disiplin, nilai kerja keras, nilai kreatif, nilai mandiri, nilai demokratis,
nilai rasa ingin tahu, nilai semangat kebangsaan, nilai cinta tanah air, nilai
menghargai prestasi, nilai komunikatif, nilai cinta damai, nilai gemar
membaca, nilai peduli lingkungan, nilai peduli sosial, dan nilai tanggung
jawab.
b. Pada penelitian Bayu Cahyo Rahtomo (2014) dengan judul nilai
pendidikan karakter dalam novel Amelia karya Tere Liye dan relevansinya
bagi anak usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) terdapat beberapa nilai
pendidikan karakter dalam novel Amelia karya Tere Liye antara lain: nilai
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,
8
rasa ingin tahu, cinta tanah air, bersahabat/komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli sosial, dan tanggung jawab. Sedangkan relevansi
nilai pendidikan karakter dalam novel Amelia karya Tere Liye ada
kesesuaian antara nilai pendidikan karakter dalam novel bagi anak usia
Madrasah Ibtidaiyah.
Perbedaan pada penelitian ini bahwa peneliti mengkaji tentang nilai-nilai
pendidikan yang terbagi atas jujur, toleransi, disiplin,kreatif, mandiri, peduli
sosial, tanggung jawab, dan tidak berkaitan pada anak usia Madrasah Ibtidaiyah
(MI).
2. Karya Sastra
Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
kehidupan, yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa yang
dilukiskan dalam bentuk tulisan.
Menurut Sumardjo dan Sumaini, salah satu pengertian karya sastra adalah
seni bahasa. Maksudnya adalah lahirnya sebuah karya sastra adalah untuk dapat
dinikmati oleh pembaca. Untuk dapat menikmati suatu karya sastra secara
sungguh-sungguh dan baik diperlukan pengetahuan tentang karya sastra. Tanpa
pengetahuan yang cukup, penikmat akan sebuah karya sastra hanya bersifat
dangkal dan sepintas karena kurangnya pemahaman yang tepat. Sebelumnya,
patutlah semua orang tahu apa itu karya sastra. Karya sastra bukanlah ilmu,
melainkan adalah seni yang didalamnya terdapat banyak unsur kemanusiaan,
khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Perasaan,
9
semangat, kepercayaan, keyakinan sebagai unsur karya sastra sulit dibuat
batasannya.
Jakop Sumardjo dalam bukunya yang berjudul “Apresiasi Kesusastraan”
mengatakan bahwa karya sastra adalah sebuah usaha merekam isi jiwa
sastrawannya. Rekaman ini menggunakan alat bahasa. Sastra adalah bentuk
rekaman dengan bahasa yang akan disampaikian kepada orang lain.
Pada dasarnya, karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena
karya sastra dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran-
kebenaran hidup, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi. Karya sastra dapat
memeberikan kegembiraan dan kepuasan batin. Hiburan ini adalah jenis hiburan
intelektual dan spiritual. Karya sastra juga dapat dijadikan sebagai pengalaman
untuk berkarya, karena siapa pun bisa menuangkan isi hati dan pikiran dalam
sebuah tulisan yang bernilai seni. Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan
karya sastra, tidak ada salahnya apabila kita melirik lebih mendalam tentang genre
(jenis) karya sastra. Karya sastra dapat digolongkan ke dalam dua kelompok,
yakni karya sastra imajinatif dan karya sastra nonimajinatif.
Ciri karya sastra imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih menonjolkan
sifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat-syarat
estetika seni. Sedangkan ciri karya sastra nonimajinatif adalah karya sastra
tersebut lebih banyak unsur faktualnya daripada khayalinya, cenderung
menggunakan bahasa denotatif, dan tetap memenuhi syarat-syarat estetika.
Pembagian genre sastra imajinatif dapat dirangkumkan dalam bentuk puisi,
drama, dan fiksi atau prosa naratif.
10
a. Puisi
Puisi adalah rangkaian kata yang sangat padu. Oleh karena itu,
kejelasan sebuah puisi sangat bergantung pada ketepatan penggunaan kata
serta kepaduan yang membentuknya.
b. Drama
Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-
dialog para tokohnya. Drama sebagai karya sastra sebenarnya hanya bersifat
sementara, sebab naskah drama ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan.
Dengan demikian, tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang
membaca novel atau puisi. Drama yang sebenarnya adalah kalau naskah tadi
telah dipentaskan. Tetapi bagaimanapun, naskah tertulis drama selalu
dimasukkan sebagai karya sastra.
c. Fiksi atau prosa naratif
Fiksi atau prosa naratif adalah karangan yang bersifat menjelaskan
secara terurai mengenai suatu masalah atau peristiwa. Fiksi pada dasarnya
terbagi menjadi roman, cerita pendek, dan novel. Penelitian ini, peneliti akan
berfokus pada novel.
Suroto dalam buku yang berjudul “Apresiasi Sastra Indonesia”
menjelaskan secara terperinci tentang pengertian tiga genre yang temasuk
dalam prosa naratif berikut ini.
1) Roman
Istilah roman berasal dari genre romance dari abad pertengahan,
yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan.
11
Istilah roman berkembang di Jerman, Belanda, Perancis dan bagian-
bagoian Eropa yang lainnya. Ada sedikit perbedaan antara roman dan
novel, yakni bahwa bentuk novel lebih pendek dibandingkan dengan
roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.
2) Cerita pendek
Cerita pendek adalah salah satu karangan prosa yang berisi cerita
sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku atau tokoh dalam cerita
tersebut. Dalam karangan tersebut terdapat pula peristiwa lain tetapi
peristiwa tersebut tidak dikembangkan, sehingga kehadirannya hanya
sekadar sebagai pendukung peristiwa pokok agar cerita tampak wajar. Ini
berarti certa hanya dikonsesntrasikan pada suatu peristiwa yang menjadi
pokok ceritanya.
3) Novel
Novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita, yang
menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang
(tokoh cerita). Dikatakan kejadian yang luar biasa karena dari kajadian ini
lahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib para
tokoh. Novel hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh
yang benar-benar istimewa, yang mengakibatkan terjadinya perubahan
nasib. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia.
Karya sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang
luas pada masyarakat.
12
Secara tradisional Nurgiyantoro (2009: 23) membagi unsur-unsur
pembangun novel menjadi dua, yaitu unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik.
Unsur Ekstrinsik menurut Nurgiyantoro (2009: 23) adalah unsur
yang berada di luar karya fiksi yang mempengaruhi lahirnya karya namun
tidak menjadi bagian di dalam karya fiksi itu sendiri. Sebelumnya Rene
Wellek (1956 dalam Nurgiyantoro, 2009: 23) juga berpendapat bahwa
unsur ektrinsik merupakan keadaan subjektivitas pengarang yang tentang
sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang melatarbelakangi lahirnya
suatu karya fiksi, dapat dikatakan unsur biografi pengarang menentukan
ciri karya yang akan dihasilkan.
Unsur Intrinsik merupakan unsur pembangun karya sastra yang
berasal dari dalam karya itu sendiri. Pada novel unsur intrinsik itu berupa,
tema, plot, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.
Berikut ulasan unsur-unsur intrinsik novel.
a) Tema
Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah
novel (Nurgiyantoro, 2009: 70). Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2009:
70) menjelaskan bahwa tema dapat juga disebut ide utama atau tujuan
utama. Berdasarkan dasar cerita atau ide utama, pengarang akan
mengembangkan cerita. Oleh karena itu, dalam suatu novel akan
terdapat satu tema pokok dan sub-subtema. Pembaca harus mampu
menentukan tema pokok dari suatu novel. Tema pokok adalah tema
yang dapat memenuhi atau mencakup isi dari keseluruhan cerita. Tema
13
pokok yang merupakan makna keseluruhan cerita tidak tersembunyi,
namun terhalangi dengan cerita-cerita yang mendukung tema tersebut.
Maka pembaca harus dapat mengidentifikasi dari setiap cerita dan
mampu memisahkan antara tema pokok dan sub-subtema atau tema
tambahan.
b) Plot
Plot merupakan hubungan antarperistiwa yang bersifat sebab
akibat, tidak hanya jalinan peristiwa secara kronologis (Nurgiyantoro,
2009: 112). Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2009: 113) juga berpendapat
bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian yang di dalamnya
terdapat hubungan sebab akibat. Suatu peristiwa disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot juga dapat berupa
cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak,
berpikir, berasa, dan mengambil sikap terhadap masalah yang
dihadapi.
c) Tokoh dan Penokohan
Tokoh rekaan dalam sebuah karya fiksi dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis. Pembedaan tersebut didasarkan pada sudut
pandang dan tinjauan seperti, tokoh utama, tokoh protagonis, tokoh
berkembang, dan tokoh tipikal.
Penokohan dalam novel adalah unsur yang sama pentingnya
dengan unsur-unsur yang lain. Penokohan adalah teknik bagaimana
14
pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita sehingga dapat
diketahui karakter atau sifat para tokoh (Siswandarti, 2009: 44).
d) Latar
Latar menurut Abrams (1981: 175 dalam Nurgiantoro, 2009:
216) adalah landasan atau tumpuan yang memiliki pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan. Siswandarti (2009: 44) juga menegaskan
bahwa latar adalah pelukisan tempat, waktu, dan situasi atau suasana
terjadinya suatu peristiwa. Berdasarkan pengertian tersebut latar dapat
disimpulkan sebagai pelukisan tempat, waktu, dan suasana pada suatu
peristiwa yang ada di cerita fiksi.
e) Sudut pandang
Unsur intrinsik karya fiksi berikutnya adalah sudut pandang.
Nurgiyantoro (2009: 246) berpendapat bahwa sudut pandang adalah
cara penyajian cerita, peristiwa-peristiwa, dan tindakan-tindakan pada
karya fiksi berdasarkan posisi pengarang di dalam cerita. Siswandarti
(2009: 44) juga sependapat bahwa sudut pandang adalah posisi
pengarang dalam cerita fiksi.
f) Gaya Bahasa
Bahasa sesuai dengan pendapat Siswandarti (2009: 44)
merupakan jenis bahasa yang dipakai pengarang, sebagai contoh
misalnya gaya pop untuk remaja, gaya komunikatif, atau jenis bahasa
yang kaku (seperti pada cerita terjemahan). Nurgiyantoro (2009: 272)
15
juga berpendapat bahwa bahasa merupakan sarana pengungkapan yang
komunikatif dalam sastra.
Pada novel juga terdapat cara pengucapan bahasa yang sering
disebut gaya bahasa. Gaya bahasa (style) merupakan cara pengucapan
pengarang dalam mengemukakan sesuatu terhadap pembaca ,Ambrams
(dalam Nurgiyantoro, 2009: 276).
g) Amanat
Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi
yang mengacu pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan sopan santun
pergaulan yang dihadirkan pengarang melalui tokoh-tokoh di
dalamnya (Kenny, 1966: 89 dalam Nurgiyantoro, 2009: 321).
Amanat menurut Siswandarti (2009: 44) adalah pesan-pesan
yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita, baik tersurat
maupun tersirat. Berdasarkan pengertian tersebut Amanat merupakan
pesan yang dibawa pengarang untuk dihadirkan melalui keterjalinan
peristiwa di dalam cerita agar dapat dijadikan pemikiran maupun
bahan perenungan oleh pembaca
Ada beberapa jenis novel dalam sastra. Jenis novel mencerminkan
keragaman tema dan kreativitas dari sastrawan yang tak lain adalah pengarang
novel. Nurgiyantoro (2005: 16) membedakan novel menjadi novel serius dan
novel popular.
16
1. Novel serius
Novel serius atau yang lebih dikenal dengan sebutan novel sastra
merupakan jenis karya sastra yang dianggap pantas dibicarakan dalam
sejarah sastra yang bermunculan cenderung mengacu pada novel
serius.Novel serius harus sanggup memberikan segala sesuatu yang serba
mungkin, hal itu yang disebut makna sastra yang sastra.Novel serius yang
bertujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca, juga mempunyai
tujuan memberikan pengalaman yang berharga dan mengajak pembaca
untuk meresapi lebih sungguh-sungguh tentang masalah yang
dikemukakan.
Berbeda dengan novel populer yang selalu mengikuti selera pasar,
novel sastra tidak bersifat mengabdi pada pembaca.Novel sastra cenderung
menampilkan tema-tema yang lebih serius.Teks sastra sering
mengemukakan sesuatu secara implisit sehingga hal ini bisa dianggap
menyibukkan pembaca.Nurgiyantoro (2005: 18) mengungkapkan bahwa
dalam membaca novel serius, jika ingin memahaminya dengan baik
diperlukan daya konsentrasi yang tinggi disertai dengan kemauan untuk
itu.Novel jenis ini, di samping memberikan hiburan juga terimplisit tujuan
memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling tidak
mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan secara lebih
sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.
Kecenderungan yang muncul pada novel serius memicu sedikitnya
pembaca yang berminat pada novel sastra ini.Meskipun demikian, hal ini
17
tidak menyebabkan popularitas novel serius menurun.Justru novel ini
mampu bertahan dari waktu ke waktu. Misalnya, roman Romeo Juliet
karya William Shakespeare atau karya Sutan Takdir, Armin Pane, Sanusi
Pane yang memunculkan polemik yang muncul pada dekade 30-an yang
hingga saat ini masih dianggap relevan dan belum ketinggalan zaman
(Nurgiyantoro, 2005:21).
Beracuan dari pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan bahwa
novel serius adalah novel yang mengungkapkan sesuatu yang baru dengan
cara penyajian yang baru pula. Secara singkat disimpulkan bahwa unsur
kebaruan sangat diutamakan dalam novel serius. Di dalam novel serius,
gagasan diolah dengan cara yang khas. Hal ini penting mengingat novel
serius membutuhkan sesuatu yang baru dan memiliki ciri khas daripada
novel-novel yang telah dianggap biasa.Sebuah novel diharapkan memberi
kesan yang mendalam kepada pembacanya dengan teknik yang khas ini.
2. Novel populer
Sastra populer adalah perekam kehidupan dan tidak banyak
memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Sastra
popular menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan dengan tujuan
pembaca akan mengenali kembali pengalamannya. Oleh karena itu, sastra
populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk
mengidentifikasikan dirinya (Kayam dalam Nurgiyantoro, 2005: 18).
Berbicara tentang sastra populer, Kayam (dalam
Nurgiyantoro2005: 18) menyebutkan bahwa sastra populer adalah
18
perekam kehidupan dan tak banyak memperbincangkan kembali
kehidupan dalam serba kemungkinan .ia menyajikan kembali rekaan-
rekaan kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali
pengalaman-pengalamannya sehingga merasa terhibur karena seseorang
telah menceritakan pengalamannya dan bukan penafsiran tentang emosi
itu. Oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang
pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya.
Hal seperti itu dapat dilihat dari fenomena yang terjadi pada novel
Cintapucino karya Icha Rahmanti yang tahun lalu sempat diliris ke dalam
bentuk film.Banyak remaja khsusnya remaja puti yang mengungkapkan
kesamaan kejadian di masa SMA yang mirip dengan yang digambarkan
oleh Icha Rahmanti dalam novelnya.
Adapun pengategorian novel sebagai novel serius atau novel
populer bukanlah menjadi hal baru dalam dunia sastra.Usaha ini tidak
mudah dilakukan karena bersifat riskan.Selain dipengaruhi oleh hal
subjektif yang muncul dari pengamat, juga banyak faktor dari luar yang
menentukan. Misalnya, sebuah novel yang diterbitkan oleh penerbit yang
biasa menerbitkan karya sastra yang telah mapan, karya tersebut akan
dikategorikan sebagai karya yang serius, karya yang bernilai tinggi,
padahal pengamat belum membaca isi novel.
Kayam (dalam Nurgiyantoro 2005: 17) menyebutkan kata ”pop”
erat diasosiasikan dengan kata ”populer”, mungkin karena novel-novel itu
sengaja ditulis untuk ”selera populer” yang kemudian dikenal sebagai
19
”bacaan populer”. Jadilah istilah pop sebagai istilah baru dalam dunia
sastra kita.
Nurgiyantoro (2005: 18)juga menjelaskan bahwa novel populer
adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya,
khususnya pembaca dikalangan remaja.Novel jenis ini menampilkan
masalah yang aktual pada saat novel itu muncul.Pada umumnya, novel
populer bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan
zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanyasekali lagi seiring
dengan munculnya novel-novel baru yang lebih popular pada masa
sesudahnya.Di sisi lain, novel populer lebih mudah dibaca dan lebih
mudah dinikmati karena semata-mata menyampaikan cerita (Stanton
dalam Nurgiyantoro 2005: 19). Novel populer tidak mengejar efek estetis
seperti yang terdapat dalam novel serius.
Beracuan dari beberapa pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan
bahwa novel popular adalah cerita yang bisa dibilang tidak terlalu rumit.
Alur cerita yang mudah ditelusuri, gaya bahasa yang sangat mengena,
fenomena yang diangkat terkesan sangat dekat. Hal ini pulalah yang
menjadi daya tarik bagi kalangan remaja sebagai kalangan yang paling
menggemari novel populer.Novel populer juga mempunyai jalan cerita
yang menarik, mudah diikuti, dan mengikuti selera pembaca.Selera
pembaca yang dimaksudkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan
kegemaran naluriah pembaca, seperti motif-motif humor dan heroisme
sehingga pembaca merasa tertarik untuk selalu mengikuti kisah ceritanya.
20
3. Nilai pendidikan karakter
a. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan
berguna bagi manusia.Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau
berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan
memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai.
Persahabatan sebagai nilai (positif/ baik) tidak akan berubah esensinya manakala
ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu
ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.
Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling
melengkapi dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra
sebagai produk kehidupan., mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan
sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang
mempunyai penyodoran konsep baru (Suyitno, 1986: 3). Sastra tidak hanya
memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai
kehidupan manusia dalam arti total.
Menilai oleh Setiadi (2006: 110) dikatakan sebagai kegiatan
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga diperoleh menjadi
suatu keputusan yang menyatakan sesuatu itu berguna atau tidak berguna, benar
atau tidak benar, baik, atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi, religius atau
tidak religius, berdasarkan jenis tersebutlah nilai ada.
Lasyo (dalam Setiadi 2006: 117) menyatakan, nilai manusia merupakan
landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.Sejalan
21
dengan Lasyo, Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117) mengungkapkan nilai
merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun
rohani.Sedangkan Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai-nilai merupakan
abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan
sesamanya.Pada hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang
terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu menyangkut tentang hal-hal yang
bersifat hakiki.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan
sebagai sesuatu yang bernilai, berharga, bermutu, akan menunjukkan suatu
kualitas dan akan berguna bagi kehidupan manusia.
b. Pendidikan karakter
(Purwanto, 2007: 10) menyatakan pendidikan ialah segala usaha orang
dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan
jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Berdasarkan pendapat di atas peneliti
mendefinisikan nilai-nilai edukatif adalah konsep-konsep, suatu ideal, suatu
paradigma yang mengilhami anggota masyarakat agar berperilaku sesuai yang
diterima masyarakat selanjutnya akan menentukan perilaku seseorang melalui
usaha yang mendidik ke arah kedewasaan mengenai hal-hal yang dianggap baik
maupun buruk.
Suryosubroto (2010: 2) mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang
sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan
anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorangindividu dan
22
sebagai warga negara atau masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi,
kegiatan, dan teknik menilai yang sesuai.
Tilaar (2002;435) mengatakan hakikat pendidikan adalah memanusiakan
manusia. Selanjutnya dikatakan pula bahwa, memanusiakan manusia atau proses
humanisasi melihat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya.
Eksistensi ini menurut penulis adalah menempatkan kedudukan manusia pada
tempatnya yang terhormat dan bermartabat.Kehormatan itu tentunya tidak lepas
dari nilai-nilai luhur yang selalu dipegang umat manusia.
Purwanto (1986: 11) menyatakan bahwa pendidikan berarti segala usaha
orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.Hakikat pendidikan
bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik haruslah orang
yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan anak didik jika
pendidiknya sendiri belum dewasa.
Segala sesuatu yang digunakan untuk mendidik harus yang mengandung
nilai didik, termasuk dalam pemilihan media.Novel sebagai suatu karya sastra,
yang merupakan karya seni juga memerlukan pertimbangan dan penilaian tentang
seninya (Pradopo, 2005: 30).Pendidikan pada kahikatnya merupakan upaya
membantu peserta didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan
berupaya memfasilitasi mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk
memiliki dan meyakini nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan
kebenaran yang dihormati dan diyakini secara sahih sebagai manusia yang
beradab (Setiadi, 2006: 114).
23
Adler (dalam Arifin, 1993:12) mengartikan pendidikan sebagai proses
dimana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik
untuk membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang baik.
Secara etimologis, sasta juga alat untuk mendidik (Ratna 2009:447). Masih
menurut Ratna, lebih jauh dikaitkan dengan pesan dan muatannya, hampir secara
keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana etika. Jadi, pendidikan dan
karya sastra (novel) adalah dua hal yang saling berkaitan.
Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter adalah individu yang dapat
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari
keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum tata krama, budaya adat
istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam bersikap maupun bertindak.
Warsono dkk. (2010) mengutip Jack Corley dan Thomas Philip (2000)
menyatakan: “Karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang
memungkinkan atau mempermudah tindakan moral.
Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang
membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari
seseorang, suatu kelompok atau bangsa.
24
Karakter dipengaruhi oleh hereditas. Perilaku seseorang anak seringh kali
tidak jauh dari perilaku ayah atau ibunya. Dalam bahasa Jawa dikenal istilah
“Kacang ora ninggaal lanjaran” (Pohon kacang panjang tidak pernah
meninggalkan kayu atau bambu tempatnya melilit dan menjalar). Kecuali itu
lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam itu membentuk
karakter. Di sekitar lingkungan sosial yang keras seperti di Harlem New York,
para remaja cenderung berperilaku antisosial, keras, tega, suka bermusuhan, dan
sebagainya. Sementara itu di lingkungan yang gersang, panas, dan tandus,
penduduknya cenderung bersifat keras dan berani mati.
Mengacu pada berbagai pengertian karakter tersebut di atas, serta faktor-
faktor yang dapat memengaruhi karakter, maka karakter dapat dimaknai sebagai
nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh
hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain,
serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Pada pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal positif
apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang
diajarnya. (Winton, 2010) Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-
sungguh dari seorang guru untuk mengajarkann nilai-nilai kepada para siswanya.
Lickona (1991) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang
sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak
dengan landasan inti nilai-nilai etis.
Sementara itu Aqib (2011, 38) menjelaskan pendidikan karakter
merupakan keseluruhan dinamika relasional antarpribadi dengan berbagai macam
25
dimensi baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Hal ini diharapkan setiap
pribadi semakin dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat semakin
bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan
perkembangan orang lain dalam hidup mereka. Secara singkat pendidikan
karakter dapat diartikan sebagai sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat
bertumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang
lain dalam dunia.
Muslich (2011:81) menjelaskan pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia seseorang secara utuh,
terpadu dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan seseorang secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi, serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari
Menurut scerenko (1997) pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif
dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian
(sejarah,dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha
yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan
dipelajari).
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai
pendidikan karakter merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang
berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan
26
sikap,tata laku dan menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi
hati, raga, serta rasa dan karsa dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui
upaya pengajaran dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, Nilai-
nilai pendidikan karakter yang tersirat dalam berbagai hal dapat mengembangkan
masyarakat berbagai dimensinya dan nilai-nilai tersebut mutlak dihayati dan
diresapi manusia sebab ia mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan bertindak
sehingga dapat memajukan budi pekerti serta pikiran/ intelegensinya. Nilai-nilai
pendidikan karakter dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal diantaranya
melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra.
4. Macam-macam Nilai Pendidikan Karakter
a. Jujur
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan W.J.S
Poerwadarminta (2007: 496), jujur berarti lurus hati, tidak curang. Secara
singkat Agus Wibowo (2012: 40) mengartikan bahwa jujur adalah orang yang
berbicara dan berbuat harus apa adanya, tanpa menutupi dengan kebohongan.
Jamal Ma’mur Asmani (2011: 37), bahwa kejujuran merupakan
perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya, baik terhadap diri sendiri maupun pihak lain. Hal ini
diwujudkan dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Abdul Majid dan Dian Andayani (2011: 48) menyatakan bahwa
deskripsi jujur yaitu biasa mengatakan yang sebenarnya, apa yang dimiliki dan
diinginkan, tidak pernah bohong, biasa mengakui kesalahan dan biasa
mengakui kelebihan orang lain. Sejalan dengan Nurul Zuriah (2007: 83) yang
27
menyatakan bahwa jujur merupakan sikap dan perilaku yang tidak suka
berbohong dan berbuat curang, berkata apa adanya, dan berani mengakui
kesalahan. Jujur bisa diartikan mengakui, berkata atau memberikan informasi
sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.Buchari Alma (2010: 116) juga
menambahkan bahwa kejujuran seeseorang bisa dilihat dari ketepatan
pengakuan atau dari apa yang dibicarakan sesuai dengan kenyataan atau
kebenaran yang terjadi.
Lickona (2013: 65) menyatakan bahwa kejujuran adalah salah satu
bentuk nilai yang harus diajarkan di sekolah. Jujur dalam berurusan dengan
orang lain, tidak menipu, mencurangi, atau mencuri dari orang lain merupakan
sebuah cara mendasar untuk menghormati orang lain. Menurut Siti Irene
Astuti (2011: 32) kejujuran adalah kemampuan seseorang untuk
menyampaikan sesuatu dengan apa adanya sesuai dengan hati, ucapan dan
perbuatan yang menjadi amanahnya yang terkait dengan hak dan kewajiban di
segala aspek kehidupan yang sedang dijalaninya.
Menurut Mulyasa (dalam Siti Irene Astuti, 2011: 12) menyatakan
bahwa nilai kejujuran merupakan nilai fundamental yang diakui oleh semua
orang sebagai tolak ukur kebaikan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya,
bagaimanapun pintarnya, bagaimanapun berwibawa dan bijaksananya
seseorang jika tidak jujur pada akhirnya tidak akan diakui oleh orang sebagai
pemimpin yang baik atau bahkan dicap menjadi orang yang tidak baik. Oleh
karena itu, nilai kejujuran menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan.
28
Menurut Dharma Kusuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana (2012:
16), jujur sebagai sebuah nilai merupakan keputusan seseorang untuk
mengungkapkan (dalam bentuk perasaan, kata-kata, dan/atau perbuatan)
bahwa realitas yang tidak dimanipulasi dengan cara berbohong atau menipu
orang lain untuk keuntungan dirinya .
Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
kejujuran adalah perilaku yang menunjukkan perilaku tidak suka berbohong,
mengakui kesalahan yang dilakukan, menceritakan kekurangan yang dimiliki,
dapat dipercaya dalam perkataan, perbuatan dan pekerjaan sesuai dengan
kondisi dan fakta yang ada sebenarnya.
b. Disiplin
Menurut Sugeng Prijodarminto (1994: 23) kedisiplinan dapat diartikan
sebagai kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian
perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,
keteraturan dan ketertiban. Karena sudah menyatu dengannya, maka sikap
atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan
sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bilamana ia tidak
berbuat sebagaimana lazimnya.
Menurut Santoso (2004) bahwa kedisiplinan adalah sesuatu yang
teratur, misalnya disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan berarti bekerja
secara teratur. Kedisiplinan berperan dengan kepatuhan dan ketaatan
seseorang atau kelompok orang terhadap norma-norma dan peraturan-
peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Kedisiplinan dibentuk serta berkembang melalui latihan dan pendidikan
29
sehingga terbentuk kesadaran dan keyakinan dalam dirinya untuk berbuat
tanpa paksaan.
(Sukadji, 2000) Kedisiplinan dapat diartikan sebagai serangkaian
aktivitas atau latihan yang dirancang karena dianggap perlu dilaksanakan
untuk dapat mencapai sasaran tertentu. Kedisiplinan merupakan sikap atau
perilaku yang menggambarkan kepatuhan kepada suatu aturan atau ketentuan.
Menurut Sumarno (Roy Rahman, 2012) disiplin berarti perangkat peraturan
yang berlaku untuk menciptakan kondisi tertib dan teratur. Maman Rachman
(1999: 168) disiplin adalah sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap
mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan
ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan
kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.Menurut Slameto (2010) disiplin
merupakan suatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang
terhadap bentuk-bentuk aturan.
Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah
upaya pengendalian diri dalam mengembangkan kepatuhan yang perlu yang
dilaksanakan agar menciptakan kondisi tertib atau teratur.
c. Kreatif
Menurut Evans dalam Munandar (1999:97), “kreativitas adalah
ketrampilan untuk menentukan pertalian baru, melihat subyek dari perspektif
baru, dan membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep
yang telah tercetak dalam pikiran”.Menurut Roger dalam Setiawan (2002:74),
menekankan bahwa sumber kreativitas adalah kecenderungan untuk
30
mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang
dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan
mengaktifkan semua kemampuan organisme.
Menurut CampbellSternberg juga berpendapat (dalam Efendi,
2005:261), bahwa kreativitas adalah sebuah proses yang menuntut
keseimbangan dan aplikasi dari ketiga aspek esensial dari kecerdasan analitis,
kreatif dan praktis, beberapa aspek yang ketika digunakan secara kombinatif
dan seimbang akan melahirkan kecerdasan kesuksesan
(Tynan, 2005: 33) Istilah kreativitas dapat digunakan dalam dua cara,
pertama adalah kreativitas sebagai kemampuan mental untuk berpikir kreatif.
Kedua adalah kreativitas sebagai energi yang bekerja dalam pikiran kita.
Ketika seseorang mengembangkan gagasan usaha baru, menciptakan lagu,
melukis, atau merancang sesuatu yang baru dan inovatif, dapat terlihat energi
tersebut.
Solso berpendapat (dalam Suharnan, 2011: 5-6) kreativitas adalah
suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan cara-cara baru dalam memandang
suatu masalah atau situasi. Lebih lanjut Solso menegaskan bahwa kreativitas
tidak terbatas pada menghasilkan hal-hal baru yang bersifat praktis, tetapi
boleh jadi hanya merupakan suatu gagasan baru. Pandangan ini lebih
menekankan kreativitas pada cara pandang yang baru terhadap suatu masalah
atau situasi, dan bukan pada suatu karya baru yang memiliki nilai kegunaan
praktis.
31
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan tentang
kreativitas, bahwa kreativitas pada dasarnya merupakan suatu proses tindakan
dimana seseorang dapat mengaktualisasikan diri dengan mengkombinasikan
konsep-konsep, pemikiran-pemikiran, serta ide-ide untuk menciptakan suatu
alternatif yang berbeda untuk mencapai tujuan-tujuan yang sama dan yang
pastinya berorientasi pada hal-hal yang bersifat positif.
d. Peduli sosial
Manusia hidup di dunia ini pasti membutuhkan manusia lain untuk
melangsungkan kehidupannya, karena pada dasarnya manusia merupakan
makhluk sosial. Menurut Buchari Alma, dkk (2010: 201) makhluk sosial
berarti bahwa hidup menyendiri tetapi sebagian besar hidupnya saling
ketergantungan, yang pada akhirnya akan tercapai keseimbangan relatif. Maka
dari itu, seharusnya manusia memiliki kepedulian sosial terhadap sesama agar
tercipta keseimbangan dalam kehidupan.
Manusia sebagai makhluk sosial (homo socialis) tidak hanya
mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam
beberapa hal. Untuk itu manusia harus memiliki kesadaran sosial. Hera Lestari
Malik (2008: 4.23) menjelaskan bahwa kesadaran sosial merupakan
kemampuan untuk memahami arti dari situasi sosial. Sehingga nantinya
manusia dalam berinteraksi akan saling menghormati, mengasihi, serta peduli
terhadap berbagai macam keadaan di sekitarnya. Manusia yang mempunyai
kesadaran sosial yang tinggi akan memiliki sikap kasih sayang dan perasaan
empati terhadap suatu hal yang dialami orang lain.
32
Darmiyati Zuchdi (2011: 170) menjelaskan bahwa, peduli sosial
merupakan sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
kepadamasyarakat yang membutuhkan.Berbicara masalah kepedulian sosial
maka tak lepas dari kesadaran sosial.Kesadaran sosial merupakan kemampuan
untuk mamahami arti dari situasi sosial (Hera Lestari Malik dkk, 2008: 4.23).
Hal tersebut sangat tergantung dari bagaimana empati terhadap orang lain.
Berdasarkan bererapa pendapat yang tertera diatas dapat disimpulkan bahwa,
kepedulian sosial merupakan sikap selalu ingin membantu orang lain yang
membutuhkan dan dilandasi oleh rasa kesadaran dan manusia yang
mempunyai kesadaran sosial yang tinggi akan memiliki sikap kasih sayang
dan perasaan empati terhadap suatu hal yang dialami orang lain.
e. Tanggung jawab
Menurut Tirtarahardja dan Sulo (2005: 8) bahwa tanggung jawab
diartikan sebagai keberanian untuk menentukan sesuatu perbuatan sesuai
dengan tuntutan kodratmanusia, dan bahwa hanya karena itu perbuatan
tersebut dilakukan sehinggasanksi apa pun yang dituntutkan (oleh kata hati,
oleh masyarakat, oleh norma-norma agama), diterima dengan penuh kesadaran
dan kerelaan.
Dari penjelasan tersebut bahwa seseorang yang mempunyai kesediaan
bertanggung jawab yang tinggi berarti apa yang ia perbuat sesuai dengan kata
hati. Kemudian kesediaan dan kerelaannya menerima konsekuensi dari
perbuatan juga diartikan sebagai perwujudan kesadaran seseorang akan
kewajibannya dalam bertanggung jawab terhadap suatu perbuatannya. Jika
33
seseorang telah memiliki sikap tanggung jawab terhadap apa yang ia perbuat,
maka seseorang itu juga telah memiliki sikap yang disiplin.
Kemampuan berdisiplin dan bertanggung jawab tidaklah lahir dengan
sendirinya, tetapi bertumbuh melalui proses dan latihan kebiasaan yang
bersifat rutin dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu sifat disiplin dan
tanggung jawab harus ditanamkan sejak kecil agar nantinya mereka akan
terbiasa untuk hidup disiplin dan bertanggung jawab. Dalam buku karangan
Zubaedi (2011: 78) para pegiat pendidikan karakter membagi sembilan pilar
pendidikan karakter yang salah satunya yaitu “tanggung jawab (responsibility)
maksudnya mampu mempertanggungjawabkan serta memiliki perasaan untuk
memenuhi tugas dengan dapat dipercaya, mandiri, dan berkomitmen”.Sesuai
pendapat tersebut bahwa orang yang bertanggung jawab ditandai dengan
adanya komitmen yang tinggi, menyelesaikan tugas dengan penuh rasa
percaya diri, optimis, dan mandiri.
Zubaedi (2011: 76) bahwa “tanggung jawab adalah sikap dan perilaku
seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan
budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa”. Zubaedi mengartikan bahwa
segala sikap dan perilaku harus bisa dipertanggungjawabkan kepada diri
sendiri, kehidupan masyarakat, lingkungan, negara, dan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Menurut Pam Schiller & Tamera Bryant (dalam Astuti, 2005: 17)
“tanggung jawab adalah perilaku yang menentukan bagaimana kita bereaksi
34
terhadap situasi hari, yang memerlukan beberapa jenis keputusan yang bersifat
moral”.
Berdasarkan uraian pendapat di atas maka dapat dipahami bahwa
tanggung jawab adalah suatu sikap dimana seseorang tersebut mempunyai
kesediaan menanggung segala akibat atau sanksi yang telah dituntutkan (oleh
kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama) melalui latihan
kebiasaan yang bersifat rutin dan diterima dengan penuh kesadaran, kerelaan,
dan berkomitmen.
B. Kerangka Pikir
Sesuai dengan penjabaran tersebut, landasan teori yang digunakan pada
novel “Hari Tanpa Cinta“ karya Rizky Siregar yaitu karya sastra. Karya sastra
adalah sebuah karya yang pada hakikatnya dibuat dengan menggunakan aspek
keindahan di samping keefektifan penyampaian pesan. Dalam karya sastra terbagi
menjadi tiga bagian yaitu drama, puisi, dan prosa. Dalam pembagian karya sastra
ini materi yang akan dikaji khusus mengenai prosa. Dalam prosa terbagi menjadi
beberapa bagian diantaranya: cerpen, novel, dan roman. Aspek yang akan dikaji
hanya terfokus pada novel. Dalam novel terbagi beberapa bagian diantaranya:
novel serius dan novel populer dan yang dikaji yaitu novel populer yang berjudul
“Hari Tanpa Cinta“ karya Rizky Siregar.
35
Karya Sastra
Hasil
Novel
Hari Tanpa Cinta
Nilai Pendidikan Karakater
Jujur
Disiplin
Kreatif
Peduli sosial
Tanggung Jawab
Temuan
Hari
Tanpa
Cinta
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu jenis penelitian
kajian pustaka yaitu dengan menganilisis isi. Pada analisis ini peneliti membaca
kemudian mencatat dokumen-dokumen yang diambil dari data primer yang
berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian
Adapun metode pada penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Metode ini
digunakan mengingat data-data dalam penelitian ini berupa kata ataupun
kelompok kata yang merupakan data kualitatif sehingga memerlukan penjelasan
secara deskriptif
B. Data dan Sumber data
Data yang ada pada novel Hari Tanpa Cinta Karya Rizky Siregar berupa
teks yang mengandung nilai pendidikan karakter. Sumber data yang menjadi
objek dalam penelitian ini adalah novel Hari Tanpa Cinta Karya Rizky Siregar.
C. Teknik Pengumpulan Data
Adapaun langkah-langkah pengumpulan data dalam novel Hari Tanpa
Cinta karya Rizky Siregar:
1. Membaca novel Hari Tanpa Cinta karya Rizky Siregar secara berulang-
ulang dan teliti.
37
2. Mencatat kata-kata yang menyatakan nilai pendidikan karakter dalam
kartu data. Pencatatan dilakukan untuk mendokumentasikan hasil temuan.
Teknik pencatatan dilakukan dengan cara mengutip secara cermat dari data
yang berupa kata. Data tersebut dibaca kemudian dianalisis mana yang
termasuk nilai pendidikan karakter dan bagaimana kategorinya.
3. Setelah data diperolehkemudian diklasifikasi dan direduksi. Apabila
terdapat data-data yang tidak termasuk ke dalam nilai pendidikan karakter.
maka data tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam tulisan.
Apabiladiperoleh data yang sesuai, data kemudian dimasukkan ke dalam
tulisan.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
deskriptif kualitatif.Teknik ini digunakan mengingat data-data dalam penelitian
ini berupa kata ataupun kelompok kata yang merupakan data kualitatif sehingga
memerlukan penjelasan secara deskriptif. Langkah-langkah yang digunakan untuk
menganalisis data dalam penelitan ini adalah sebagai berikut:
1. Perbandingan
Data-data yang telah diperoleh dari pembacaan novel yang berulang-
ulang dimasukkan ke dalam kartu data. Setelah data terkumpul, data kemudian
dibandingkan antara satu sama lain. Langkah ini dilakukan dengan harapan
perbedaan kategori antar data dapat ditemukan.
2. Kategorisasi
38
Data-data yang telah dibandingkan tersebut kemudian
dikelompokkan.Pengelompokkan data berupa nilai pendidikandidasarkan atas
jujur, toleransi, disiplin, kreatif, mandiri, peduli sosial, dan tanggung jawab.
3. Inferensi
Data-data yang telah dikelompokkan berdasarkan kategori, selanjutnya
dideskripsikan sesuai dengan interpretasi dan pengetahuan peneliti tentang
nilai-nilai pendidikan berdasarkan konsep yang telah dikemukakan oleh
Sukardi (1997:79).Pendeskripsian dilakukan terhadap setiap kelompok dan
dilakukan berurutan satu demi satu.Berdasarkan pendeskripsian yang telah
dilakukan selanjutnya dibuat simpulan.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Menelaah atau menganalisis nilai pendidikan karakter dalam novel
Hari Tanpa Cinta karya Rizky Siregar yang menjadi objek dalam pembahasan
penelitian ini.
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah novel Hari Tanpa
Cinta karya Rizky Siregar. Dalam penelitian ini penulis hanya memilih
beberapa data dari novel Hari Tanpa Cinta karya Rizky Siregar. Penulis hanya
memfokuskan nilai pendidikan karakter yaitu jujur, disiplin, kreatif, peduli
sosial, dan tanggung jawab. Berikut ini proses penganalisisan nilai pendidikan
karakter dalam novel Hari Tanpa Cinta karya Rizky Siregar yang menjadi
objek dalam penelitian ini.
1. Jujur
Jujur adalah perilaku yang menunjukkan perilaku tidak suka
berbohong, mengatakan cinta, mengakui kesalahan yang dilakukan,
menceritakan kekurangan yang dimiliki, dapat dipercaya dalam perkataan,
perbuatan dan pekerjaan sesuai dengan kondisi dan fakta yang ada sebenarnya.
Perubahan panggilan dari gue-lo menjadi aku-kamu, Vena lantas tahu
topik yang akan dibicarakan Dion. Ditambah kecurigaan Rasty yang
pernah disampaikan bahwa ada kemungkinan laki-laki itu menyukainya
memenuhi nalarnya. Labirin otaknya meraba-raba jalan keluar. Tak
mungkin menghindar. Kabel belum ia terima.
“ Aku sudah lama suka kamu, Ven. Mau jadi pacarku, nggak? ”
Dugaan Vena benar. Alasan, alasan. Beri satu argumen yang tepat. “Gue
belum mau pacaran.”
Sebelum Dion mengomentari, Vena merebut kabel dari tangan pemuda itu
dan berlari ke Studio Memori.(HTC : 21)
40
Dalam kutipan novel di atas menjelaskan bahwa Dion memiliki
perasaan suka kepada Vena lalu ia mengutarakannya secara langsung. Akan
tetapi, Vena tidak membalas perasaannya. Ia hanya memberikan alasan bahwa
dia tidak mau pacaran. Hal ini menjelaskan bahwa Dion telah berperilaku jujur
dengan cara mengungkapkan perasaaannya.
“Aku sudah lama suka kamu, Ven. Mau jadi pacarku nggak?”
“Sorry, Yon.Gue nggak merasakan hal yang sama.”
Laki-laki yang baru saja ditolak pasti tidak ingin berada di ruangan yang
sama dengan perempuan yang menolaknya. Mereka tidak mau ada seorang
pun yang menyaksikan kelemahan dan ketidakberdayaan mereka. Vena
mengerti hal itu. Jadi, Vena cepat-cepat berlalu dan membiarkan Dion
sendirian. (HTC : 72)
Kutipan di atas, Dion mengatakan perasaan sukanya kepada Vena.
Vena tidak menerima perasaan itu, ia jujur kepada Dion bahwa tidak memiliki
perasaan yang sama. Dalam hal ini, Dion telah berperilaku jujur dengan
menyatakan perasaannya dan Vena juga telah jujur bahwa dia tidak memiliki
perasaan yang sama. Suasana yang terjadi dalam hal ini membuat Vena cepat
berlalu dan membiarkan Dion sendirian.
“Om Sofyan memang selalu memesan bunga dari butik gue untuk nyokap
lo. Suatu kali ia minta diantarkan bunga. Salahnya, gue langsung main
kirim saja ke rumah lo karena gue pikir itu ordernya yang biasa.”
“Jadi, kalau lo tahu dari awal bunga itu untuk selingkuhannya, lo bakal
kirim juga? Laki-laki pastilah membela laki-laki,” Vena mencibir.
“Gue sungguh-sungguh minta maaf, Ven. Tolong, maafkan. Gue capek
musuhan sama lo.”
Vena diam saja. Pembelaan yang dikatakan Raga cukup masuk akal. (HTC
: 127)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa, Raga berperilaku jujur dengan
mengakui kesalahannya dengan meminta maaf kepada Vena karena salah
mengirim bunga.
41
Salah satu sisi hati Vena membantah, hari ini bukan seperti hari-hari yang
lain. Ia bisa menceritakan apapun tanpa Ibu bisa mengingat keesokan
harinya.
“Ayo, Nak. Cerita sama Ibu.”
“Bukan Om Tisna alasannya. Aku hanya nggak mau Ibu menikah karena
itu berarti Ibu akan meninggalkanku sendirian.” (HTC : 110)
Kutipan di atas, menjelaskan bahwa Vena berperilaku jujur terhadap
Ibunya karena mengungkapkan apa yang ia rasakan.
“Kenapa bapak pergi meninggalkan kami?”
Akhirnya pertanyaan itu terlontar juga. Dari tadi, Vena mengulur waktu
dengan membuka pembicaraanya yang ngalor-ngidul menceritakan
hubungan asmara Ibu. Ia tahu, Bapak sempat merasa aman ketika
pertanyaan yang menjadi bom waktu itu tidak juga diajukan. Tapi, Vena
perlu tahu. Bapak juga harus menyampaikan jawabannya.
“Bapak masih muda. Ibu juga. Kami dijodohkan. Ibu adalah wanita yang
patut pada keluarga. Sementara Bapak sudah punya kekasih.” (HTC : 208)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Bapak Vena memiliki sikap jujur
karena telah memberikan alasan kepada Vena mengapa ia meninggalkannya
dan Ibunya. Bapak Vena memberikan alasan bahwa mereka dijodohkan dan
sementara Bapak Vena sudah memiliki kekasih.
“Lo sudah nggak marah sama kejadian setahun lalu, kan, Ven ?
Vena membisu. Peristiwa tepat setahun disinggung kembali.
“Maaf, Ven. Gue nggak pernah bermaksud menyakiti nyokap lo. Gue
mengerti kalau itu karena lo sayang sama nyokap lo. Gue sendiri pasti
melakukan hal yang sama.”
“Gue juga minta maaf. Seharusnya gue tanya dulu bukannya malah
merusak butik bunga.”
“Baikan?” ajak Raga dengan menyodorkan tangannya.
Vena menyambut jabat tangan itu. “Baikan” balasnya. (HTC : 243)
Kutipan di atas mejelaskan bahwa Raga dan Vena memiliki sikap jujur
dengan mengakui kesalahnnya. Raga meminta maaf kepada atas kejadian
setahun lalu, sedangkan Vena meminta maaf karena telah merusak butik bunga
milik Raga.
42
Sepeninggal Raga, Hardi kembali mengutarakan maksudnya,” Jadi, mau
jadi pacar saya, Ven?”
Ia tidak mampu membayangkan hidup berpura-pura bersama laki-laki
yang tidak ia cintai.
Lebih baik terjebak di satu hari untuk selama-lamanya. Asal menjalaninya
dengan cinta. Ia mengepalkan tangan untuk memberikan kekuatan
tambahan.
Vena pun menjawab, “Saya nggak bisa, Mas. Ada orang lain yang saya
cinta.” (HTC : 255)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Hardi memiliki sikap jujur yaitu
dalam hal mengungkapkan perasaannya kepada Vena. Begitupun sebaliknya,
Vena telah berperilaku jujur bahwa ia tidak bisa menerima Hardi karena ada
orang lain yang ia cintai.
2. Disiplin
Disiplin adalah upaya pengendalian diri dalam mengembangkan
kepatuhan yang perlu yang dilaksanakan agar menciptakan kondisi tertib atau
teratur.
Vena mengamati Akbar yang tersenyum ringan sambil tetap sibuk dengan
telpon genggamnya. Jika menuruti kehendak batin, ia tergoda merebut
telpon tersebut dan membuangnya. Namun, pengalaman hidup selama 22
tahun mengajarkannya untuk jangan sekali-kali memicu konflik. Salah
satu yang paling ia ingat, waktu kecil dahulu ia pernah mendambakan
sepeda. Ia merongrong ayah dan ibunya agar mewujudkan keinginan itu.
Orang tuanya tidak dapat memenuhi dengan berbagai alasan. Ia terus
memaksa. Apa hasilnya? Bapak justru pergi dari rumah dan meninggalkan
Vena serta ibunya.
Sejak itu, Vena enggan menyuarakan pikirannya dengan lantang.
Semampu mungkin, ia mentupinya agar tidak tercipta perdebatan.
(HTC : 3)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena mampu mengendalikan
dirinya agar tidak tercipta konflik dengan mengingat pengalamannya saat
kecil yang memaksa ayah dan ibunya agar mewujudkan keinginannya.
43
“Aku nggak bisa menikah dengan kamu, Ven”
Vena terpaku. Air wajah Akbar sangat terpercaya ketika menyampaikan
berita itu. Kalimat itu tidak Vena izinkan merasuk ke kepalanya. Ia tidak
rela.
Vena memejamkan mata. Kobaran berang dipendam dalam-dalam. Lengan
dikepit rapat agar tak menampar pipi Akbar. Tak ada gunanya ribut-ribut
di kafe dan ditonton oleh banyak pengunjung. Setelah tenang, ia membuka
mata sambil berkata, “Tapi penghulu sudah di panggil.” (HTC : 4)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena memiliki sikap disiplin
karena mampu menahan amarahnya agar tidak menampar pipi Akbar yang
menolak untuk menikah dengannya.
Tidak hanya di rumah, di Studio Memori pun semua orang membahas hari
kasih sayang.
Vena disambut dengan pertanyaan Rasty.” Mau dinner dimana? Bareng
gue, yuk. Double date?”
Mengingat Rasty baru delapan bulan bekerja di Studio Memori, tentu
temannya itu alpa dengan ketidaksukaannya terhadap Valentine. Vena
memaklumi. Amarahnya tertahan di tenggorakan. Ia menimpali dengan
gelengan lemah. (HTC: 51)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena memiliki sikap disiplin yaitu
ia dapat menahan amarahnya dengan memahami temannya yang bernama
Rasty atas ketidaksukaannya terhadap Valentine.
3. Kreatif
Kreativitas pada dasarnya merupakan suatu proses tindakan dimana
seseorang dapat mengaktualisasikan diri dengan mengkombinasikan konsep-
konsep, pemikiran-pemikiran, serta ide-ide untuk menciptakan suatu alternatif
yang berbeda untuk mencapai tujuan-tujuan yang sama dan yang pastinya
berorientasi pada hal-hal yang bersifat positif.
Mama adalah perempuan paling kreatif yang pernah Raga kenal. Dari
tangan yang halus itu, tercipta pajangan-pajangan unik. Hampir semuanya
berasal dari barang-barang bekas, termasuk kelopak bunga yang sudah
tidak digunakan. Dari awal Raga mengumpulkan kelopak-kelopak bunga
44
tersebut. Nanti, kelopak itu di ubah menjadi karya seni yang bernilai
tinggi. (HTC : 183)
Kutipan di atas menjelaskan tentang Mama Raga memiliki pemikiran
atau ide untuk menciptakan hal yang berbeda yaitu membuat kelopak bunga
dengan barang-barang bekas.
“Ingat gak Ven? Waktu kita mengerjakan proyek bareng.”
“Lo baru lulus dan disuruh membantu Papimu. Terus, lo berencana bikin
toko online.”
“Aku punya banyak ide yang kadang-kadang merepotkan. Tama sering
kesal. Tapi kamu sabar banget memenuhi semuanya. Walaupun ada atribut
yang susah, kamu bisa mengusahakannya.”
“Lo ingin motret lampu meja bermotif kulit zebra. Perlu sofa zebra juga.
Nyarinya ampun, deh. Pas ketemu di toko lain, eh, nggak boleh dipinjam.”
“Padahal aku sudah rela membeli. Tapi kamu terpikir untuk mengubah
pelapis sofa dengan kain bergambar kulit zebra.” (HTC: 44)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena memiliki kreativitas dengan
memikirkan hal baru dengan mengubah pelapis sofa dengan kain zebra.
“Aku ingin membuka butik bunga, Ma,” kata Raga ketika ia baru saja
menginjak usia ke-25.
Laki-laki berambut pendek rapi, berbadan kurus, dan berhidung bangir itu
mendatangi Ibunya yang sedang mengerjakan kerajinan tangan di ruang
prakarya di rumah mereka. (HTC: 175)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Ibunya Raga adalah orang yang
kreatif karena ia mampu mengerjakan kerajinan tangan di ruang prakarya.
Raga mengambil beberapa kelopak bunga. Ia menyusun kelopak-kelopak
itu dalam bentuk melingkar menyerupai bunga matahari. (HTC: 176)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Raga memiliki sikap kreatif karena
ia dapat menyusun kelopak bunga dalam bentuk melingkar yang menyerupai
matahari.
45
4. Peduli sosial
Kepedulian sosial merupakan sikap selalu ingin membantu orang lain
yang membutuhkan dan dilandasi oleh rasa kesadaran dan manusia yang
mempunyai kesadaran sosial yang tinggi akan memiliki sikap kasih sayang
dan perasaan empati terhadap suatu hal yang dialami orang lain.
Vena jadi terkenang pertemuannya pertama kali dengan mantan
tunangannya itu. Tujuh tahun lalu, Vena berkenalan dengan Akbar di
kampus Sekolah Tinggi Seni dan Desain Yogyakarta. Ia mahasiswa baru
pada Jurusan Desain dan Komunikasi Visual. Pada saat orientasi
mahasiswa baru, Vena lupa mengempas sapu tangan berwarna ungu di
dalam tas, sesuai warna kebanggan kampus mereka. Di tengah takut
terkena sanksi dari kakak angkatan, Akbar menyelamatkannya dengan
memberikan saputangan cadangan. (HTC : 54)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Akbar memiliki rasa peduli kepada
Vena dengan memberikan saputangan agar Vena tidak diberikan sanksi oleh
kakak angkatannya.
Bungkusan yang dipegang Dion terjulur ke arahnya.
“Ini! Gue tadi belinya agak banyak,” kata Dion.
“Gue sudah sarapan, Yon.”
“Buat brunch.”
“Gaya banget lo. Gue nggak ada istirahat brunch.”
“Buat makan siang. Sudahlah, terima saja! Gue sudah beliin ini.” Dion
menyurukkan plastik itu.
Bayangan lambaian seorang gadis mendarat di mata Vena. Asalnya dari
Studio Memori. Sontak, Vena menyambut bungkusan itu.”Thanks, Yon.”
(HTC : 9)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Dion memiliki sikap peduli sosial
dengan Vena karena telah memberikan makan siang kepada Vena. Hal ini
patut untuk dicontoh agar dapat menumbuhkan rasa peduli kepada sesama.
Di halaman belakang Studio Memori, Vena dan Hendra memaku kaki
kursi yang patah di halaman belakang.
“Beres. Ayo, coba!
46
Hendra menguji kursi yang telah dibetulkan. Tidak kokoh karena Hendra
terjatuh. Vena memaku kursi kembali. Ia menyuruh Hendra mengetesnya.
(HTC : 86)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena dan Hendra memiliki rasa
peduli sosial karena saling membantu memaku kaki kursi yang patah. Hal ini
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yaitu bekerjasama dengan
membagi tugas masing-masing seperti yang dilakukan Hendra dan Vena.
“Katanya mau beli cat pink?”
Vena mengangguk.
“Yang ada warna apa?”
“Merah, kuning, biru....”
“Putih ada?”
“Sepertinya, sih.”
“Oke. Campur cat merah dengan yang putih!”
Vena memadukan adonan cat serata mungkin sampai memperoleh warna
merah muda yang pas.
Tahu-tahu, Hardi mengambil tongkat pengaduk dari tangannya. “Kamu
kurang rata mengaduknya. Di bagian dasar masih pucat.” (HTC : 89)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena dan Hardi memiliki sikap
peduli sosial karena bekerjasama dalam melakukan kegiatan mengecet.
“Haiya, temani Om sarapan dulu!”
Vena mengikuti sang penolong ke warung terdekat. Roti Bakar Wiwied.
Om Aling meminta roti bakar cokelat keju dan bubur kacang hijau lengkap
untuk mereka berdua. (HTC : 121)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Om Aling memiliki rasa peduli
sosial dengan mengajak Vena untuk sarapan di warung. Hal ini patut untuk
dicontoh agar dapat menumbuhkan rasa peduli kepada sesama.
“Haiya, sudah jam 9. Kamu bisa terlambat kerja. Cepat-cepat, Om antar
saja. Mobil Om diparkir di depan bank. Om juga harus jemput Dion di
rumah.”
Vena tergagap ingin menjelaskan bahwa ia tidak berhasrat pergi ke Studio
Memori. Tapi, Om Aling seperti tak bisa dihentikan. Lima menit
kemudian, ia sudah duduk rapi dalam lindungan sabuk pengaman di
samping Om Aling yang bertugas mengemudi. (HTC : 124)
47
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Om Aling memilki sikap peduli
sosial karena ingin mengatar Vena berangkat kerja.
Vena tidak memberikan ampun. “Ibu juga, kan, yang bilang cinta nggak
penting dalam sebuah hubungan.”
Ibu menepuk lengannya pelan.”Sudah, sudah. Sana berangkat kerja!”
Vena terkekeh merasa menang. Sebelum berlalu, ia mencium pipi wanita
yang melahirkannya 25 tahun yang lalu itu. (HTC : 8)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena memiliki sikap peduli
terhadap kepada Ibunya. Ia sangat senang sehingga mencium pipi Ibunya.
Dengan hal ini dapat kita contoh agar kita bisa menunjukkan kasih sayang
kepada Ibu.
“Baru pulang, Ven ?”
Vena pikir ibunya sudah tidur.
“Ibu sendiri masih bangun?”
“Mana bisa Ibu tenang kalau kamu belum pulang, Ven.”
Vena merangkul Ibunya.”Thanks, Bu. Aku nggak bisa bayangkan kalau
nggak ada Ibu, bakal jadi seperti apa hidupku.” (HTC : 46)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Ibu peduli kepada Vena karena
menunggu kepulangan anaknya hingga dia tidak tidur sampai Vena pulang.
Vena menaikkan badannya supaya nyaman bersandar pada kepala ranjang.
Ia tidak memedulikan sup yang masih panas. Meliriknya pun tidak.
Usapan lembut Ibu di kepala menenangkannya. Menyadari anak satu-
satunya itu tidak akan menyentuh sup, Ibu menyendokkan sesuap ke mulut
Vena. Bukan hanya bibir yang menikmati kehangatan sup, tapi tembus
sampai ke hati. (HTC : 64)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena merasa nyaman karena
Ibunya memberikan perhatian dengan menyuapkan sup ke mulutnya. Dalam
hal ini Ibu Vena memiliki rasa peduli yang tinggi terhadap anaknya.
“Ayo, Nak. Cerita sama Ibu.”
“Bukan Om Tisna alasannya. Aku hanya nggak mau Ibu menikah karena
itu berarti Ibu akan meninggalkanku sendirian.”
Ibu memeluk Vena. “Dari mana kamu punya pikiran itu, Ven?”
(HTC :108)
48
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena merasa iba kepada dirinya
sendiri karena takut ditinggalkan oleh ibunya setelah memilih Om Tisna.
Lambat laun apa yang Vena anggap sebagai kerugian ternyata merupakan
keuntungan, begitu pula sebaliknya. Om Henri tidak sebaik yang Vena
kira. Ada saat-saat ia memergoki tangan ayah tirinya itu mengayun keras
di pipi Ibu. Vena tidak tahu harus berbuat apa. Setiap pagi ia selalu
menanyakan kepada Ibu, “Ibu baik-baik saja?” Ibunya mengangguk dan
menyuruhnya tidak khawatir (HTC : 205)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena merasa iba kepada Ibunya
karena ayah tirinya menampar pipi Ibu Vena. Dan Vena tidak bisa melakukan
apa-apa.
Sekuat tenaga Vena menghilangkan serak di tenggorokan. “Kita sudah
pernah membicarakan ini. Kamu yang bilang bagi cowok nggak apa-apa
menikah tanpa restu keluarga.”
“Tapi untuk cewek nggak boleh, Ven. Harus ada wali sah dan sampai
sekarang kamu nggak menyanggupinya!”
Akbar menyerangnya tepat di titik hati terlemah. Vena tidak pernah
menyangka kata-kata berkuasa mengakibatkan efek yang sama seperti
serangan senjata yang melukai bagian tubuh. Hancur terburai.
Dengan kekuatan yang tersisa, Vena melakukan apa yang ia yakini sebagai
penyelesaian setiap kali ia tertimpa masalah. Cepat-cepat ia keluar dari
kafe. Ia menghindari dan lari sejauh-jauhnya dari Akbar. (HTC : 5)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Akbar memiliki sikap peduli
terhadap Vena karena dengan memberikan saran apa yang harus dilakukan
oleh Vena.
“Om Tisna mengajak kamu makan malam, Ven. Restorannya bagus lho.
Katanya sering diliput majalah-majalah. Kalau lusa, bisa, ya ?”
“Nggak, Bu. Nggak mau!”
“Kenapa?”
Vena terdorong untuk beralasan ia lelah dan ingin istirahat di hari minggu.
Tapi, itu hanya akan menunda permintaan Ibu saja. Ibu tak akan menyerah
membujuknya.
“Buat, apa? Kalau nantinya dia juga pergi, meninggalkan Ibu, dan Ibu
lebih menderita dari sebelumnya.”
“Astaga, Vena. Kamu berdoa seperti itu?”
“Itu kenyataan, Bu. Om Burhan, Om Henri, Om Sofyan, Bapak,” kata
Vena lirih.
49
Ibu terbungkam.
Vena merasa bersalah. Ia memeluk ibunya. “ Aku akan selalu di samping
Ibu terus. Kita berdua, bersama-sama, selamanya. Nggak ada yang lain.
Cuma aku dan Ibu,” bisik Vena.
Ibu membalas pelukannya. “Kamu tidur, gih. Pasti capek seharian
bekerja.” (HTC : 47 )
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena merasa iba kepada Ibunya
karena takut ibunya menderita setelah mengenal Om Tisna.
“Kamu teman Rasty, kan?” tanya Gemala.
Vena mengangguk.
Gemala meletakkan kotak kecil berisi beberapa butir obat ke atas telapak
tangannya. “ Temannya Rasty otomatis jadi teman saya juga. Anggap pil
tidur ini hadiah dari teman. Saya kadang-kadang meminumnya kalau
terlalu tegang sampai tidak bisa istirahat. Siapa tahu kamu
memerlukannya?” (HTC : 58)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Gemala memiliki sikap peduli
kepada Vena dengan memberikan obat pil tidur kepada Vena agar ia dapat
beristirahat.
Vena terbatuk. Ibu menyodorkan air minum. (HTC: 65)
Kutipan di atas menjelaskan Ibunya Vena memiliki sikap peduli
karena menyodorkan air minum saat Vena sedang terbatuk.
Raga menangkap dan membantunya berbaring. Laki-laki itu juga menarik
kursi dan duduk di dekatnya. Ia mengeluarkan balsem.”Mana yang sakit?”
Laki-laki seperti apa yang membawa krim pereda rasa sakit kemana pun ia
pergi? Teori pribadi terhadap sosok Raga menyeruak di pikirannya.
“Gue juga sering nyeri otot. Apalagi kalau lagi banyak order kayak
Valentine sekarang. Paling aman menyimpan balsem di kantong.”
Vena menikmati menonton Raga mengoleskan krim tersebut ke telapak
kaki dan betisnya. Baluran krim menimbulkan rasa dingin pada kulitnya.
Laki-laki seperti apa yang rela memastikan seorang perempuan terawat
dengan baik? Rasa dingin menjalarkan kehangatan sampai ke hati. (HTC:
162)
50
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Raga memiliki sikap peduli
karena telah membantu Vena berbaring dan mengoleskan krim pereda nyeri
otot ke telapak kaki Vena.
Tujuan pertama mereka adalah Restoran Dapur yang terletak di kawasan
Gandaria. Mobil Avanza yang dikemudikan Raga diparkir di pintu
belakang restoran tersebut. Vena membantu Raga membawa bunga-bunga
ke dalam restoran. Melihat jumlah rangkaian bunga di bagasi belakang
yang sangat jauh berkurang, rupanya sebagian besar pesanan bunga
berasal dari restoran ini. (HTC: 164)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Vena memiliki sikap peduli
terhadap Raga karena sudah membantu Raga membawa bunga-bunga ke
restoran.
Vena mengantarkan Madame Laura. Mereka melewati ruangan kekuasaan
Rasty yang masih asyik menyimak majalah. Vena mengintip bacaan
temannya itu. Lagi-lagi bagian ramalan.
Ketika menyadai Madame Laura akan berpamitan, rekan kerjanya itu ingin
ikut mengantarkan sang peramal terkenal ke parkiran. (HTC : 37)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena dan rekan kerjanya yang
bernama Rasty memiliki sikap peduli terhadap Madame Laura dengan
bersedia mengantarkan sang peramal tersebut ke parkiran.
5. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah suatu sikap dimana seseorang tersebut
mempunyai kesediaan menanggung segala akibat atau sanksi yang telah
dituntutkan (oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama)
melalui latihan kebiasaan yang bersifat rutin dan diterima dengan penuh
kesadaran, kerelaan, dan berkomitmen.
Sebagai asisten fotografer, Vena harus memastikan proses pemotretan
berjalan lancar seperti yang diinginkan oleh juru foto. Ia menyiapkan
peralatan yang diperlukan sesuai konsep yang ditentukan. Ia menolong
51
fotografer mengatur cahaya. Ia juga memastikan sang pelanggan nyaman
saat menjalani pemotretan, seperti menyediakan minuman atau makanan
ringan. ( HTC : 33)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena memiliki sikap tanggung
jawab dalam melaksanakan tugasnya sebagai asisten fotografer. Ia
menyiapkan peralatan yang diperlukan sesuai konsep yang ditentukan. Ia
menolong fotografer mengatur cahaya. Ia juga memastikan sang pelanggan
nyaman saat menjalani pemotretan, seperti menyediakan minuman atau
makanan ringan.
“Vena, kamu perbaiki kursi yang rusak. Jangan lupa cari bunga
pengganti.”
Sigap ia bergerak. Vena langsung menggotong kursi yang patah satu
kakinya ke halaman belakang Studio Memori. (HTC : 85)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena bekerja keras melaksanakan
perintah dengan memperbaiki kursi yang rusak.
Ia memasang sikap siaga satu ketika peramal cinta itu kembali ke bidang
pemotretan. Ia sudah bersiap-siap kembali ke tanggal 14 Februari saat
menusukkan kabel lampu neon ke sumber listrik di Studio 3. Untungnya,
kali ini lampu neon sudah menyala sempurna. Ia mengatur kembali posisi
reflektor sesuai perintah Hardi. Ia menunggu aba-aba pada saat Hardi
menjepret kameranya. (HTC : 255)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Vena memiliki perilaku tanggung
jawab karena sudah melakukan tugasnya dengan baik yaitu menusukkan kabel
lampu neon ke sumber listrik di Studio 3, mengatur kembali posisi reflektor
sesuai perintah Hardi, dan menunggu aba-aba pada saat Hardi menjepret
kameranya.
52
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data didapatkan nilai pendidikan karakter
dalam novel Hari Tanpa Cinta karya Rizky Siregar yaitu, jujur, disiplin,
kreatif, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Penggambaran nilai pendidikan karakter sangat jelas di dalam novel
Hari Tanpa Cinta karya Rizky Siregar. Dengan adanya nilai pendidikan
karakter kita dapat mempelajari nilai-nilai yang terkandung didalamnya
mencakup, jujur, disiplin, kreatif, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Seperti yang kita ketahui jujur adalah perilaku yang menunjukkan
perilaku tidak suka berbohong, mengatakan cinta, mengakui kesalahan yang
dilakukan, menceritakan kekurangan yang dimiliki, dapat dipercaya dalam
perkataan, perbuatan dan pekerjaan sesuai dengan kondisi dan fakta yang ada
sebenarnya. Terkait dengan hal ini, perilaku jujur dapat diterapkan dalam
kehidupan kita sehari-hari. Terkait dalam novel Hari Tanpa Cinta ini , kita
dapat perilaku jujur dari tokoh Dion yang berani mengungkapkan perasaannya
kepada Vena. Hal ini dapat kita pelajari bahwa lebih baik mengutarakan
perasaan daripada memendamnya agar tidak terbebani oleh pikiran. Selain itu
berperilaku jujur bukan hanya sekadar berani mengungkapkan perasaan ,
tetapi jujur dalam mengakui kesalahan terkait pada tokoh Raga yang meminta
maaf kepada Vena karena salah mengirim bunga ke rumah Vena. Karena
kesalahan Raga kedua orang tua Vena bertengkar karena bunga tersebut bukan
untuk Ibunya Vena melainkan nama orang lain. Hal ini dapat kita pelajari
bahwa besar atau sekecil apapun kesalahan itu, kita harus meminta maaf.
53
Dengan meminta maaf atau memaafkan, maka bisa melepaskan perasaan
bersalah tersebut. Sebaliknya, Ia akan dihantui perasaan bersalah. Di samping
jujur, adapun nilai disiplin yaitu upaya pengendalian diri dalam
mengembangkan kepatuhan yang perlu yang dilaksanakan agar menciptakan
kondisi tertib atau teratur. Hal ini terkait pada tokoh Vena yang dapat
mengendalikan dirinya agar tidak memicu konflik dengan mengingat
pengalamannya saat kecil yang memaksa ayah dan ibunya agar mewujudkan
keinginannya. Dengan demikian, dapat kita pelajari bahwa kita harus bisa
mengendalikan diri agar tidak menimbulkan masalah.
Selain itu, nilai kreatif merupakan suatu proses tindakan dimana
seseorang dapat mengaktualisasikan diri dengan mengkombinasikan konsep-
konsep, pemikiran-pemikiran, serta ide-ide untuk menciptakan suatu alternatif
yang berbeda untuk mencapai tujuan-tujuan yang sama dan yang pastinya
berorientasi pada hal-hal yang bersifat positif. Hal ini terkait pada tokoh
Ibunya Raga, yang membuat kelopak bunga dengan barang-barang bekas. Ibu
Raga adalah sosok wanita yang memilki kreativitas yang dapat kita contoh
dalam kehidupan sehari-hari. Karena kita dapat menciptakan hal baru dengan
ide yang bisa dikembangkan dan dapat mendorong kita agar menjadi sukses.
Nilai peduli sosial berperan penting bagi kehidupan sehari-hari. Peduli
sosial merupakan sikap selalu ingin membantu orang lain yang membutuhkan
dan dilandasi oleh rasa kesadaran dan manusia yang mempunyai kesadaran
sosial yang tinggi akan memiliki sikap kasih sayang dan perasaan empati
terhadap suatu hal yang dialami orang lain. Hal ini terkait tokoh Akbar yang
54
memberikan sapu tangan kepada Vena agar tidak mendapat sanksi karena
Vena tidak membawa sapu tangan. Selain itu pada tokoh Om Aling mengajak
Vena untuk sarapan di warung. Hal ini dapat kita contoh, agar dapat
menimbulkan rasa bersyukur dalam diri dengan cara berbagi dengan sesama.
Sikap peduli sosial juga terlihat oleh tokoh Vena yang merasa iba kepada
Ibunya karena takut ibunya menderita setelah mengenal Om Tisna. Hal ini
dapat kita contoh bahwa rasa iba sangat penting dilakukan karena dapat
menumbuhkan rasa peduli sosial, baik itu dari keluarga maupun kerabat.
Tanggung jawab adalah suatu sikap dimana seseorang tersebut
mempunyai kesediaan menanggung segala akibat atau sanksi yang telah
dituntutkan (oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama)
melalui latihan kebiasaan yang bersifat rutin dan diterima dengan penuh
kesadaran, kerelaan, dan berkomitmen. Hal ini terkait pada tokoh Vena yang
melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai asisten fotografer. Ia menyiapkan
peralatan yang diperlukan sesuai konsep yang ditentukan. Ia menolong
fotografer mengatur cahaya. Ia juga memastikan sang pelanggan nyaman saat
menjalani pemotretan, seperti menyediakan minuman atau makanan ringan.
Dengan melihat perilaku Vena , yang dapat kita pelajari yaitu, melaksanakan
apa yang harus dilakukan sebagaimana diharapkan orang lain.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat kita pelajari nilai pendidikan
karakter dalam novel Hari Tanpa Cinta karya Rizky Siregar. Rizky Siregar
adalah seorang wanita yang sudah banyak menulis artikel di berbagai majalah,
seperti Gogirl, Cosmogirl, dan Joy. Lewat “Hari Tanpa Cinta”, penulis
55
memutuskan kembali kepada cinta pertamanya, yaitu merancang drama manis.
Namun penulis yakin sebelum bisa bercerita, seseorang harus mau dan mampu
mendengar. Novel yang berjudul Hari tanpa Cinta ini merupakan novel
perdananya. Rizky Siregar juga merupakan salah satu dari delapan peserta
akademi bercerita jakarta angkatan pertama.
56
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada skripsi yang berjudul nilai
pendidikan karakter dalam novel Hari Tanpa Cinta karya Rizky Siregar, dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena karya sastra
dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran-kebenaran
hidup, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi. Selain itu dengan adanya
karya sastra kita dapat menjadikannyannya pengalaman untuk berkarya.
Karya sastra merupakan cetusan, tulisan, atau, karangan dari
pengalaman hidup seseorang, baik pengalaman langsung penulisnya terkait
dengan hal ini, penulis mengemas novel tersebut dengan bahasa yang mudah
untuk dipahami agar memberikan kegembiraan dan kepuasan batin. Novel ini
menceritakan tentang wanita yang mengulang hari tanpa cinta.
Penulis menggambarkan nilai pendidikan karakter dalam novel yang
baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun nilai pendidikan
karakter yang ditemukan dalam novel “Hari Tanpa Cinta” karya Rizky Sirgar
yaitu nilai jujur, disiplin, kreatif, tanggung jawab, dan peduli sosial.
57
B. Saran
Penulis menyadari, masih banyak kekurangan dari penulisan skripsi ini
dan masih perlu ditindak lanjuti baik oleh penulis maupun para pembaca.
Penulis menyarankan kepada pembaca, mahasiswa, pelajar, generasi
muda, khususnya yang mengambil jurusan pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia agar meningkatkan kepedulian terhadap karya sastra, dan
menerapkan nilai pendidikan karakter di lingkungannya masing-masing agar
terciptanya karakter yang baik. Dalam novel Hari Tanpa Cinta kita dapat
memahami perilaku yang baik untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
58
DAFTAR PUSTAKA
Akhir, Muhammad.2016. “Pengembangan Materi Bahan Ajar Bahasa Indonesia
Berbasis Karakter pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Makassar”, ISQAE 20165 Internasional Seminar On Quality &
Affordable.
Alma Buchari, dkk. 2010. Pembelajaran Studi Sosial. Bandung: Alfabeta.
Alma, Buchori. 2010. Pembelajaran Studi Sosial. Bandung: Alfabeta.
Arifin. M.1993. Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi Aksara
Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak
Bangsa. Bandung: Yrama Widya
Asmani ,Jamal Ma’mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter
di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.
Astuti, Chatarina Puji. Pengaruh Bimbingan Belajar Orang Tua Terhadap
Tanggung Jawab Belajar Anak Kelas IV SD Pangudi Luhur Don Bosco
Semarang Tahun Pelajaran 2003/2004. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Astuti, Siti Irene dan Widyastuti Purbarini.2011. Peran Sekolah dalam
Pendidikan Karakter dengan Pengembangan Model Pembelajaran
Holistik dan Kontekstual.Penelitian Hibah UNY._____
Damono, Sapardi Djoko. 2003. Sosiologi Sastra. Semarang: Magister Ilmu
Susastra Undip.
Efendi, Agus. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21. Bandung: Alfabeta.
Kebudayaan Republik Indonesia.2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V
Daring_____
Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan
Karakter. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
Kesuma, Dharma Cepi Triatna dan Johar Permana. 2012. Pendidikan Karakter:
Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Lickona, Thomas. 1991. Education For Character, New York: Bantam Book.
Lickona, Thomas. 2013. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik
Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Penerjemah: Lita S: Educating for
Character. Bandung: Nusa Media.
59
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Malik, Hera Lestari, dkk. 2008. Pendidikan Anak SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Munandar, Utami. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Muslich, Mansur. 2011. Pedidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Poerwadarminta, W.J.S. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Pradopo,Rahmad Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode, Kritik
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Prijodarminto, Soegeng.1994.Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta : Abad.
Purwanto, M Ngalim. 1986. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktik
Bandung.Alumni.
Purwanto, M Ngalim. 2007. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Rachman, Maman. 1999. Manajemen Kelas. Jakarta: Depdiknas
Rahman, Roy. 2012. Pengaruh Motivasi, Lingkungan dan Disiplin Terhadap
Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.
Rahtomo, Bayu Cahyo. 2014. Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Amelia
karya Tere Liye dan Relevansinya bagi Anak Usia Madrasah
Ibtidaiyah.Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Kajian Puitika Bahasa, Sastra,dan Budaya
Yogyakarta :Pustaka Pelajar
Sabarani. 2013. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata. Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja
Ali Haji
60
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Pendidikan Karakter: Konsep dan Model.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan model pendidikan karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Santoso R.A. 2004. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi, dan disiplin dalam
Pembangunan Nasional . Bandung: Alumni.
Scerenko, Linda C. 1997. Values and Character Education Implementation
Guide, Georgia Department of Education
Semi, M Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Sidharma
Setiadi.Elly. M.2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Jakarta. Kencana
Setiawan, Made Putrawan, Semiawan R. Conny. 2002. Dimensi Kreatif Dalam
Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Siregar, Rizky. 2014. Hari Tanpa Cinta. Jakarta: Plotpoint
Siswandarti. 2009. Panduan Belajar Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas XI.
Yogyakarta: Dinas Pendidikan Menengah dan Nonformal Kabupaten
Bantul.
Slameto.2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta:Rineke Cipta.
Soekanto. Soerjono.1983 . Pribadi dan Masyarakat (suatu tujuan dan sosiologis).
Bandung. Alumni
Suharnan. 2011. Kreativitas Teori dan Pengembangan. Laras: Surabaya.
Sukadji. 2000. Dimensi Waktu Senggang. Jakarta : Erlangga.
Sukardi.1997. Pendidikan Budi Pekerti dalam Dongengan Sulawesi Selatan.
Jakarta: Depdikbud.
Sumardjo, Jakob, dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Suroto.1990. Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMTA. Jakarta: Erlangga.
Suryosubroto.2010. Beberapa Aspek Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Sutresna, Drs. Ida Bagus. 2006. Modul Prosa Fiksi. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
61
Suyitno. 1986. Sastra ,Tata Nilai, dan Eksegesis .Yogyakarta: Anindita
University Press.
Tilaar, HAR. 2002. Perubahan dan Pendidikan: Pengantar Pedadogik
Transformatif untuk Indonesia_____.
Tirtarahardja, Umar dan S. L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Tynan, B. 2005. Melatih Anak Berpikir Seperti Jenius. Jakarta: PT Gramedia.
Warsono, dkk, 2010. Model Pendidikan Karakter di Universitas Negeri Surabaya,
Surabaya: Unesa
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter
Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Winton, Sue, 2010. Character Education: Impilication For Critical Democracy,
International Critical Chihhood Policy Studies, Vol.1 (I), 2008.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Zuchdi ,Darmiyati. 2011. Pendidikan Karakter dalam Prespektif Teori dan
Praktek. Yogyakarta: UNY Press.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti secara
Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara.
62
RIWAYAT HIDUP
Pada tahun yang sama (2014), penulis melanjutkan pendidikan pada program
Strata Satu (S1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dan selesai
tahun tahun 2018.
Yusmania. Dilahirkan di pinrang pada tanggal
13 juli 1997, dari pasangan Ayahanda Usman dan
Ibunda Kartini. Penulis masuk sekolah dasar pada
tahun 2002 di SDN 14 Pinrang dan tamat tahun
2008, tamat SMP Negeri 1 Pinrang tahun 2011,
dan tamat MAN Pinrang tahun 2014.